Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
UJI RANSUM BERBASIS PELEPAH DAN DAUN SAWIT,
JERAMI PADI DAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI
TERHADAP BOBOT LEMAK SAPI PERANAKAN ONGOLE
SKRIPSI
OLEH:
SUDIANTO HUTASOIT 030306038
DEPERTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
UJI RANSUM BERBASIS PELEPAH DAN DAUN SAWIT,
JERAMI PADI DAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI
TERHADAP BOBOT LEMAK SAPI PERANAKAN ONGOLE
SKRIPSI
OLEH :
SUDIANTO HUTASOIT
030306038
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana
Pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Judul Penelitian : Uji ransum berbasis pelepah dan daun sawit, jerami padi dan
jerami jagung fermentasi terhadap bobot lemak sapi peranakan
ongole.
Nama : Sudianto Hutasoit
Nim : 030306038
Departemen : Peternakan
Program studi : Produksi Ternak
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
(Prof .Dr.Ir.Hasnudi, MS) (Ir.Roeswandy)
Ketua Anggota
Mengetahui
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
ABSTRACT
The objective of research would be to test the comparison of three types of
concentrate consisting of palm oil industrial by – product and agricultural waste
fermented with Phanerochaete chryososphorium ( Pc) on fat weight of breeding
cow ongole.
This research used complete random sampling with 3 treatments and 2
replication, treatments P1 = the fermented palm oil stem, P2 = fermented rice
straw P3 = fermented corn straw and each replication consisted of cow, average
age 1,5 – 2 years and initial a life weight x = 206, 89 ± 30,84
The result of research indicated that the aplication of three types of
concentrate in breeding cow ongole, statistically did not indicate the significant
effect or difference on fat weight, subcutanneous, weight of kidney fat, weight of
heart fat , weight of pelvic fat and percentage of internal fat.
It could be concluded that the application of concentrate from palm oil
industrial by – product and agricultural waste fermented with Phanerochaete
chryososphorium indicate the same effect on weight of subcutanous fat, weight of
kidney fat, weight of heart fat, weight of pelvic fat and percentage of internal fat
of breeding cow ongole.
Keywords : Palm oil industrial by – product, agricultural waste, the breeding cow
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbandingan tiga macam
konsentrat yang terdiri atas hasil sampingan industri kelapa sawit dan limbah
pertanian yang difermentasikan dengan Phanerochaete chryososphorium terhadap
bobot lemak sapi perenakan ongole.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga
macam perlakuan dan 2 ulangan , dimana perlakuan P1 = ransum pelepah daun
kelapa sawit fermentasi, P2 = Ransum jerami padi fermentasi dan P3 = ransum
jerami jagung fermentasi dan setiap ulangan terdiri dari 1 ekor ternak dengan
bobot hidup awal x = 206,89 ± 30,84 kg dan umur rata-rata x = 1,5 -2,5 tahun.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan ketiga
macam konsentrat pada sapi peranakan ongole secara statistik tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap bobot lemak subkutan, bobot lemak ginjal, bobot
lemak jantung, bobot lemak pelvik serta persentase lemak internal . Jadi dapat
disimpulkan bahwa penggunaan konsentrat dari hasil sampingan industri kelapa
sawit dan limbah pertanian yang difermentasikan dengan Phanerochaete
chryososphorium memberikan pengaruh yang sama terhadap bobot lemak
subkutan, bobot lemak ginjal, bobot lemak jantung, bobot lemak pelvik serta
fersentase lemak internal sapi peranakan ongole.
Kata kunci : Hasil sampingan industri kelapa sawit, limbah pertanian, sapi
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Sudianto Hutasoit dilahirkan di Siborong- borong Tapanuli Utara tanggal
21 Februari 1984 dari Bapak H. Hutasoit dan Ibu T. Lumbantoruan .
Pendidikan yang pernah ditempuh hingga saat ini :
- Tahun 1991 masuk Sekolah Dasar No 173276 Siborong-borong
- Tahun 1997 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3
Siborong-borong
- Tahun 2000 masuk Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Siborong-borong
- Tahun 2003 diterima sebagai mahasiswa Departemen Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB
Kegiatan yang pernah diikuti
- Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan ( PKL) di PTPN IV Kebun Dolok
Ilir Afdeling II Kecamatan Serbelawan Kabupaten Simalungun.
- Melaksanakan Penelitian di PTPN IV Kebun Laras Kecamatan Bandar
Huluan Kabupaten Simalungun.
- Sebagai wakil ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)
komisariat pertanian periode 2006-2007
- Sebagai wakil ketua Ikatan Mahasiswa USU asal Siborong-borong periode
2005-2006
- Sebagai anggota Kebaktian Mahasiswa Kristen (KMK) Unit Pelayanan
Fakultas Pertanian USU
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun
judul dari skripsi ini adalah ”Uji ransum berbasis pelepah dan daun sawit,
jerami padi dan jerami jagung fermentasi terhadap bobot lemak sapi
peranakan ongole” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana di Depertemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ini banyak mengucapkan terima kasih kepada
bapak Prof. Dr.Ir.Hasnudi, MS, selaku ketua ketua komisi pembimbing dan
kepada Bapak Ir.Roeswandy selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan saran-saran maupun dorongan serta informasi yang penting
bagi penulis.
Penulis menyadari banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Medan, Maret 2003
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
DAFTAR ISI
ABSTRACT
ABSTRAK
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI ...ii
DAFTAR TABEL ...iv
PENDAHULUAN ...1
Latar belakang ...1
Tujuan penelitan ...3
Hipotesa penelitian ...3
Kegunaan penelitian...4
TINJAUAN PUSTAKA Ternak sapi ...5
Sapi ongole ...5
Pertumbuhan tubuh sapi ...6
Pencernaan pada ternak ruminansia ...7
Pakan ruminansia ...8
Pakan sapi ...9
Produk sampingan pengolahan kelapa sawit ...10
Pakan dari limbah pertanian ...15
Bahan Pakan Pelengkap ...19
Fermentasi ...20
Phanirochaete chryrososporium ...21
Daging ...22
Lemak ...23
Persentase lemak ginjal, jantung dan pelvik ...24
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN ...27
Tempat dan waktu penelitian ...27
Bahan dan alat penelitian ...27
Bahan ...27
Alat ...27
Metode penelitian ...28
Parameter penelitian...30
Pelaksanaan penelitian ...30
Persiapan kandang ...30
Pengacakan sapi ...30
Formulasi pakan yang dipakai. ...31
Pemberian ransum dan minum ...31
Pemberian obat-obatan ...31
HASIL DAN PEMBAHASAN ...32
Hasil ...32
Bobot lemak subcutan ...32
Bobot lemak ginjal ...32
Bobot lemak pelvik ...33
Bobot lemak jantung ...34
Persentase lemak internal ...35
Pembahasan ...35
Rekapitulasi hasil penelitian ...38
KESIMPULAN DAN SARAN ...39
Kesimpulan ...39
Saran ...39
DAFTAR PUSTAKA
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
DAFTAR TABEL
1.Kebutuhan Zat gizi untuk pertumbuhan – penggemukan pedet dan sapi muda
jantan (dasar bahan kering )/ hari ...10
2. Kandungan nilai giji pelepah dan daun kelapa sawit ...11
3. Kandungan nilai gizi lumpur sawit ...12
4. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit ...13
5.Komposisi nutrisi produk ikutan tanaman dan pengolahan kelapa sawit ...15
6. Kandungan nilai gizi jerami padi ...16
7. Kandungan nilai gizi dedak padi ...17
8. Kandungan nilai gizi jerami jagung ...17
9. Kandungan nilai gizi onggok ...18
10 .Kandungan nilai gizi molases ...18
11. Kandungan beberapa miniral dalam ultra mineral ...20
12. Rataan bobot lemak subkutan ...32
13. Rataan bobot lemak ginjal ...33
14. Rataan bobot lemak pelvik ...33
15. Rataan bobot lemak jantung. ...34
16. Rataan persentase lemak internal ...35
17. Analisa keragaman bobot lemak subkutan ...35
18. Analisa keragaman bobot lemak ginjal ...36
19. Analisa keragaman bobot lemak pelvik ...36
10. Analisa keragaman bobot lemak jantung. ...36
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
PENDAHULUAN
Latar belakang
Untuk memenuhi kebutuhan pakan dan gizi masyarakat Indonesia
khususnya kebutuhan protein yang berasal dari daging, maka sub sektor
peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian yang harus
dikembangkan. Dengan demikian peluang pasarnya selalu tersedia setiap saat dan
permintaannya selalu meningkat setiap tahun seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk dan meningkatnya pendapatan masyarakat.
Namun pengembangannya sebagai salah satu ternak potong masih
mengalami hambatan terutama dalam pemberian pakan. Dalam usaha peternakan
pakan merupakan salah satu aspek yang penting. Salah satu usaha peternakan
ditetukan oleh kondisi pakan yang diberikan.
Ketersediaan bahan pakan ternak akhir-akhir ini terasa semakin sulit
karena makin meningkatnya harga pakan ternak dan pengembangan produksi
hijauan terbentur pada masalah lahan karena meningkatnya penggunaan lahan
untuk keperluan pangan dan perumahan. Oleh sebab itu dicari pakan pengganti
yang potensial bagi ternak dan mampu menggantikan sebagian atau seluruh
hijauan, harganya murah jumlahnya banyak dan tersedia sepanjang tahun.
Berbagai hasil ikutan pertanian dapat dijadikan sumber makanan ternak
misalnya hasil limbah pertanian dan perkebunan. Limbah hasil pertanian yang
banyak digunakan sebagai pakan ternak ruminansia adalah jerami padi, dedak
padi, bungkil kelapa, molases, ampas tahu, dan jagung, sedang limbah
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
namun limbah ini memiliki keterbatasan. Beberapa keterbatasan antara lain
kualitasnya yang rendah, serat kasarnya tinggi. Kelemahan bahan pakan ini dapat
diatasi dengan pengolahan dan perlakuan secara biologi sehingga dapat
dimamfaatkan sebagai pakan ternak yang potensial. Untuk meningkatkan kualitas
bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian dan perkebunan dapat dilakukan
fermentasi.
Tujuan dari usaha peternakan sapi potong adalah menghasilkan karkas
dengan bobot yang tinggi (kuantitas) serta kualitas karkas dan daging yang
optimal, baik bagi produsen, konsumen dan pihak- pihak lain yang berkaitan
dalam industri daging. Seekor sapi dianggap baik dapat dinilai bila menghasilkan
karkas dengan kualitas dan kuantitas yang optimal dengan melakukan penilaian
karkas.Penilaian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi jumlah
daging yang terdapat pada karkas. Nilai seekor ternak potong ditentukan oleh
beberapa faktor. Faktor yang terpenting diantaranya adalah persentase bobot
karkas, banyaknya proporsi karkas yang bernilai tinggi, ratio daging, kadar dan
distribusi lemak karkas, serta mutu dagingnya. Faktor-faktor tersebut akan
dipengaruhi oleh: bangsa ternak, umur, pakan, dan cara pemeliharaan. Lebih
mendasar dapat kita lihat bahwa konsumen lebih memilih daging yang lebih
banyak dibandingkan dengan tulang, disamping hal-hal lain.
Faktor yang diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah daging dari
suatu karkas atau kualitas hasil utuh daging sapi meliputi : ketebalan lemak
subkutan, luas area mata rusuk, persen lemak yaitu : lemak ginjal, lemak pelvik
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Penilaian karkas pada sapi potong dapat dilakukan secara subyektif dan
obyektif. Penilaian subyektif didasarkan pada visual karkas yang meliputi
penilaian konformasi, penilaian akhir dan penilaian kualitas. Penilaian konformasi
dapat dilihat dengan melihat keaadan perdagingan, terutama pada rencahan.
Penilaian finis dilakukan dengan menilai keadaan deposisi perlemakan karkas
pada empat tipe yaitu : eksternal, yaitu perlemakan yang terdapat diluar karkas,
dibawah kulit (subkutan), internal yaitu : perlemakan yang terdapat pada jeroan,
ginjal, pelvik dan jantung, intermuskuler yaitu perlemakan yang terdapat diantara
daging, intramuskuler yaitu perlemakan yang terdapat diantara serabut daging
(Santosa U., 2006)
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk menguji pengaruh
pemberian pakan pelepah dan daun sawit, jerami padi dan jerami jagung yang
difermentasikan dengan Phanerochaete chryososphorium terhadap bobot lemak,
persentase lemak internal sapi peranakan ongole fase penggemukan.
Tujuan Penelitian
Untuk menguji pengaruh pemberian pakan pelepah dan daun sawit, jerami
padi, dan jerami jagung yang difermentasikan dengan Phanerocchaete
chryososporium terhadap bobot lemak, persentase lemak internal sapi peranakan
ongole fase penggemukan.
Hipotesis Penelitian
Pemberian pakan pelepah sawit, jerami padi dan jerami jagung yang
difermentasikan dengan Phanerochaete chryososphorium memberikan pengaruh
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Kegunaan Penelitian
- Memberikan informasi bagi peternak dalam pengembangan usaha peternakan.
- Sebagai bahan informasi bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan khususnya
dalam bidang ilmu peternakan.
- Sebagai bahan informasi bagi peternak khususnya peternak sapi potong tentang
pemanfaatan hasil sampingan industri kelapa sawit dan limbah pertanian melalui
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Sapi
Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok Bos indicus ( Zebu
sapi berponok ), Bos taurus bangsa sapi yang menurunkan bangsa-bangsa sapi
potong dan perah di Eropa, Bos sondaicus ( Bos bibos). Dewasa ini kita kenal
dengan nama Sapi Bali, Sapi madura, Sapi Jawa dan Sapi lokal lainnya
(Sugeng, 2000).
Sapi Ongole
Jenis sapi yang lazim di Sumatera Utara adalah Peranakan Ongole (PO).
Kemudian melalui kebijaksanaan pemerintah disebarkan sapi jenis brahman, sapi
Bali dan sapi Madura. Umumnya ternak tersebut dipakai sebagai tenaga kerja
untuk membajak sawah. Untuk lahan berat (berlumpur dalam) digunakan sapi PO
dan brahman, sedangkam lahan yang ringan dan kering biasanya dipergunakan
sapi Bali dan sapi Madura (Williamson dan Payne, 1993).
Sapi PO adalah hasil perkawinan silang (Cross Breding) dari sapi ongole
dengan sapi lokal asli. Hasil dari turunannya cenderung mendekati sapi ongole
dan kini banyak menyebar seluruh wilayah Indonesia. Sifat-sifat dari sapi
Peranakan Ongole adalah tenaganya yang kuat, daya tahan terhadap panas tinggi
(suhu 17,9 derajat celcius - 40,4 derajat celcius). Sapi PO di daerah dengan
rata-rata curah hujan 762 mm pertahun (termasuk kering), tidak melakukan
pemeliharaan yang sulit serta dapat memamfaatkan bahan-bahan yang berserat
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Menurut Dinas Peternakan ( 1994), ciri-ciri sapi peranakan ongole adalah
sebagai berikut:
- putih.
- pada bagian kepala dan gumba sapi jantan berwarna keabu-abuan.
- Mempunyai gelambir dari rahang hingga bagian ujung tulang dada.
- Berat badan mendekati sapi ongole (sapi jantan 615 kg, sapi betina 425 kg).
Pertumbuhan Tubuh Sapi
Pertumbuhan dapat dipengaruhi beberapa faktor antara lain : Faktor
genetis atau keturunan, faktor lingkungan seperti iklim dan tata laksana. Faktor
keturunan ini lebih membatasi kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh
yang bisa mencapai sedangkan lingkungan seperti pemberian pakan, pencegahan
dan pemberantasan penyakit serta tata laksana akan menentukan tingkat
pertumbuhan dalam mencapai kedewasaan (Sugeng, 1995).
Proses pertumbuhan yang dialami ternak sapi ini dimulai sejak awal
terjadinya pembuahaan hingga pedet itu lahir dan dilanjutkan sampai sapi
dewasa. Pertumbuhan saat pembuahan, kemudian agak cepat pada saat menjelang
kelahiran. Sesudah pedet lahir pertumbuhan semakin cepat hingga usia
penyapihan. Dari usia penyapihan hingga usia pubertas laju pertumbuhan bertahan
pesat. Akan tetapi dari usia pubertas hingga usia jual pertumbuhannya mulai
menurun hingga usia dewasa dan akhirnya berhenti. Pertumbuhan ini berhenti
pada saat sapi telah mencapai kedewasaan. Sapi tropis pada umur 4 tahun, sapi
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Bobot badan ( kg )
> 625 Umur Jual Dewasa
425 - 625 260
Umur Pubertas
Penyapihan 143
> 24
Kelahiran
0 - 23 Pertumbuhan umur (bulan)
0 -9 0 6-7 18-23 24 > 25 sebelum lahir
Grafik: Pertumbuhan Sapi Sumber: Ismed Pane (1993)
Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan adalah hasil dari pertumbuhan
bagian-bagian tubuh yang berbeda-beda. Rangka atau tulang tumbuh cepat dalam
waktu yang singkat sesudah hewan dilahirkan yang kemudian turun lagi, setelah
baru diikuti pertumbuhan otot-otot dan terakhir adalah lemak.. Pertumbuhan
lemak terjadi sesudah hewan mencapai kedewasaan tubuh yakni sesudah
pertumbuhan jaringan tulang dan otot selesai kemudian di ikuti pertumbuhan
lemak oleh karena itu sapi yang dipotong pada usia muda 1,5-2,5 tahun persentase
dagingnya lebih tinggi sebab belum banyak tertimbun lemak (Sugeng, 2000).
Pencernaan Pada Ternak Ruminansia
Ternak ruminansia berbeda dengan ternak mamalia lainnya, karena
mempunyai lambung beruas-ruas, yaitu abomasum dan lambung maka yang
membesar yang mempunyai tiga ruangan yaitu rumen, retikulum dan omasum.
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
kemudian bila ternak muda tersebut mulai makan-makanan padat, terutama
hijauan maka bagian retikulumnya mulai membesar dengan cepat. Ukuran daya
tampung makanan mencapai 60-65 % dari seluruh saluran pencernaan reaktif
(Tilmen dkkl, 1991).
Menurut Sutardi (1980) pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara :
mekanis (dalam mulut), fermentatif (oleh mikroba rumen), hidrolitik (oleh enzim
pencernaan hewan induk semang). Proses pencernaan pada ruminansia tersebut
sangat kompleks hewan ruminansia melakukan proses memamah biak (ruminasi)
yang meliputi proses didalam mulut, penelanan, pencernaan didalam lambung
muka, di ikuti oleh proses regurgitasi ingesta yang telah dicerna sebagian didalam
lambung dan kedalam mulut lagi. Di dalam rongga mulut ingesta tersebut akan
mengalami penguyahan ulang, regurgitasi dan pemberian ulang air liur (salivasi).
Pakan Ruminansia
Setiap hewan ternak membutuhkan unsur-unsur pakan yang memenuhi
syarat. Unsur-unsur yang dimaksud meliputi protein, karbohidrat, lemak, mineral,
vitamin-vitamin dan air. Unsur tersebut didalam tubuh hewan berguna untuk
memenuhi kebutuhan pokok hidup. Jika kebutuhan pokok masih ada kelebihan
maka kelebihan itu dipergunakan untuk pertumbuhan atau disimpan dalam bentuk
lemak dan daging, sebaliknya bila hewan ternak kekurangan pakan dan kasus ini
berlangsung lama dan berkepanjangan tubuh akan lebih mengutamakan kebutuhan
pokok hidup. Jika kebutuhan sapi tidak terpenuhi maka kelebihan zat-zat pakan
atau cadangan tadi akan dimobilisasikan sebagai bahan bakar guna pemenuhan
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
terjadi pada sapi yang digemukkan hasil penimbunan lemak atau daging akan
menjadi semakin tipis (Sugeng, 2000).
Pakan diartikan sebagai suatu atau beberapa jenis bahan pakan yang
diberikan untuk seekor ternak selama sehari semalam. Pakan harus memenuhi zat
gizi yang dibutuhkan ternak untuk berbagai fungsi tubuhnya. Bahan pakan ternak
ruminansia pada umumnya digolongkan menjadi tiga yaitu pakan hijauan, pakan
penguat dan pakan tambahan. Pemberikan pakan berupa kombinasi hijauan dan
konsentrat akan memberi peluang terpenuhinya zat-zat gizi. Namun apabila pakan
dari hijauan produksinya sulit dicapai, sedangkan pemberian pakan yang hanya
terdiri dari konsentrat saja akan memungkinkan tercapainya produksi
yang tinggi, tapi biasanya pakannya relatif mahal dan kemungkinan bisa terjadi
gangguan pencernaan (Siregar, 1994).
Pakan Sapi
Pemberian pakan terhadap ternak sapi potong harus dilakukan secara
kontinu sepanjang waktu. Sebab bila tidak dilakukan akan menimbulkan
guncangan terhadap sapi-sapi tersebut sehingga pertumbuhannya terganggu.
Pertumbuhan sapi-sapi yang dipelihara di daerah tropis sering mengalami
pertambahan bobot badan yang sangat cepat, namun pada saat musim kemarau
pertumbuhan dan pertambahan berat badannya menurun drastis akibatnya
pertumbuhannya terhambat. Sapi yang sudah dewasa berat badannya menurun /
kurus, fertilitasnya menurun dan persentase karkasnya juga sangat rendah
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Tabel 1. Kebutuhan zat gizi untuk pertumbuhan – penggemukkan pedet dan sapi sapi muda jantan (dasar bahan kering)/hari
Berat
Hasil Ikutan Pengolahan Kelapa Sawit
Pelepah dan Daun Sawit
Daun kelapa sawit bila dilihat dari kandungan protein kasarnya maka biasa
dijadikan sebagai sumber protein dalam makanan ternak manapun sebagai
pengganti sumber protein yang harganya relatif mahal. Menurut Sutardi (1980),
kandungan serat kasarnya cukup besar sehingga mempengaruhi kecernaan bahan
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Tabel 2. Kandungan nilai gizi pelepah dan daun kelapa sawit
Uraian Kandungan (%)
BK 93,4b
PK 6,5a
LK 4,47a
SK 32,55a
Minyak 14,43b
TDN 56,00a
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB Bogor (2000)
b.Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP- USU 2005
Dari analis kimia dinyatakan bahwa daun kelapa sawit tersusun dari 70 %
serat dan 22 % karbohidrat yang dapat larut dalam bahan kering. Ini juga
menunjukkan bahwa daun kelapa sawit dapat juga diawetkan sebagai silase dan
diindikasikan bahwa kecernaan bahan kering akan bertambah 45 % dari hasil
silase daun kelapa sawit segar (Hasan dan Ishada, 1991).
Penggunaan daun kelapa sawit dalam pakan telah dicobakan pada sapi
pedaging dan perah dan ternyata dapat diberikan sebesar 30-40 % dari
keseluruhan ransum (Devendra, 1997).
Lumpur Sawit
Lumpur sawit merupakan buangan yang telah dihasilkan selama proses
ekstrasi minyak. Untuk setiap ton hasil akhir minyak sawit akan dihasilkan antara
2-3 ton lumpur sawit. Sebagai komponen terbesar dalam bahan ini adalah air 95
%, padatan 4-5 % dan sisi minyak sebesar 0,5 -1 %. Lumpur sawit dapat
dimamfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Sebagai bahan pakan ternak, lumpur
sawit dapat diberikan langsung atau setelah mendapat perlakuan. Lumpur sawit
tanpa perlakuan dapat diberikan kepada ruminansia sebesar 50 % konsentrat
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
antara lain sapi dan babi. Pada ternak ruminansia, bahan ini dapat diberikan
sebanyak 25-30 % (Devendra, 1997).
Tabel 3. Kandungan nilai gizi lumpur sawit
Uraian Jumlah %
Abu 13,9 a
PK 13,2 b
LK 13,0 a
SK 17,0 a
TDN 79,0 b
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB Bogor (2000)
b.Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU
Lumpur sawit merupakan hasil ikutan proses pengolahan minyak sawit
yang menggunakan alat mesin exdecanter yang produksinya dalam bentuk semi
padat. Kandungan proteinnya bervariasi sekitar 11-14 % dan lemaknya relatif
tinggi. Lumpur sawit juga merupakan sumber energi dan mineral. Lumpur sawit
lebih unggul dari dedak padi, sehingga pemakaiannya dapat menggantikan 30 %
penggunaan dedak padi (Batubara dkk, 1993). Kandungan air yang tinggi
menyebabkan produk samping ini kurang disenangi ternak. Kandungan energi
yang rendah dan abu yang tinggi menyebabakan lumpur sawit tidak digunakan
secara tunggal, tetapi harus disertai bahan pakan lainnya. Fermentasi diharapkan
dapat mengoptimalkan penggunaan bahan pakan tersebut. Belum diketahui
dengan pasti jumlah lumpur yang cukup aman dalam ransum ruminansia.
Pemberian lumpur sawit dan bungkil kelapa sawit memberikan respon yang
positif terhadap pertumbuhan ternak.
BIS (Bungkil Inti Sawit )
Menurut Devendra (1997), BIS adalah limbah hasil ikutan dari hasil
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
walaupun kandungan proteinnya agak baik tapi karena serat kasarnya tinggi dan
palatibilitasnya rendah menyebabkan kurang cocok bagi ternak monogastrik dan
lebih cocok pada ternak ruminansia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ransum yang komponen utamanya
BIS dapat diperbaiki daya cernanya, serat kasarnya dan palatibilitasnya dengan
menggunakan molases (Hutagalung, 1978) dan Silitonga (1993) menyatakan
bahwa semakin tinggi persentase BIS dalam ransum maka kenaikan berat badan
perhari semakin besar. Namun demikian, pemberian yang optimal dari BIS ialah
1,5 % dari berat badan ternak untuk mempengaruhi pertumbuhan ternak sapi.
Tabel 4. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit
Uraian Kandungan %
BK 92,6
PK 15,4
LK 2,4
SK 16,9
TDN 72,0
Sumber: LaboratoriumIlmuMakananTernak, DepartemenPeternakan, Fakultas Pertanian USU Medan.
Bungkil kelapa sawit merupakan produk samping yang berkualitas karena
mengandung protein kasar yang cukup tinggi 16-18 %. Sementara kandungan
serat kasar mencapai 16%. Pemanfaatannya perlu disertai produk samping
lainnya untuk mengoptimalkan penggunaan bungkil bagi ternak. Bungkil inti
sawit juga dapat digunakan sebesar 40 % dalam konsentrat untuk penggemukan
sapi yang ditambahkan 20 % konsentrat.(Batubara dkk, 1993).
Bungkil inti sawit sebagai hasil ikutan dari industri minyak inti sawit
sebagai bahan pakan lokal potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak,
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
tinggi karena terdapat sebagian pecahan cangkang (kulit yang keras) sementara
alat pencernaan unggas tidak memiliki enzim pemecah serat kasar
(Sinurat et al., 1996).
Hasil pengolahan kelapa sawit adalah minyak sawit (Crude Palm Oil )
dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil ). Hasil pengolahan ini mempunyai
banyak kegunaan, baik sebagai bahan pangan atau non pangan seperti
sabun.disamping hasil utama terdapat tiga jenis hasil ikutan industri pengolahan
kelapa sawit yang dapat dimamfaatkan sebagai pakan ternak yaitu : bungkil inti
sawit (Palm Kernel Meal ), lumpur sawit serta buah sawit (Agustin, 1991 ).
Kandungan protein BIS lebih rendah dari bungkil lain, namun demikian
masih banyak dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino
esensialnya cukup lengkap, imbangan kalsium dan phospornya cukup baik
(Lubis, 1993)
Nilai Nutrisi Hasil Ikutan Pengolahan Kelapa Sawit
Kandungan dan nilai nitrisi produk ikutan kelapa sawit cukup rendah
(Tabel 5). Kandungan serat kasarnya cukup tinggi, tetapi kandungan karbohidrat
dalam bentuk gula mudah larut (soluble sugar) relatif cukup. Secara umum, nilai
nutrisi produk samping tanaman kelapa sawit setara dengan pakan hijauan daerah
tropis (Utomo, 1991).
Table 5. Komposisi nutrisi produk ikutan tanaman dan pengolahan kelapa sawit. Bahan/(kal/g) BK Abu PK SK LK BETN Ca P GE Produk samping
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Sumber : Utomo, 1991
Sebelum dapat dimanfaatkan sebagai pakan, maka dilakukan upaya
mempertahankan dan meningkatkan kualitas nutrisi pelepah daun kelapa sawit
melalui fermentasi, amoniasi, atau pemberian molases (Tobing dan Lubis, 1988).
Pakan dari Limbah Pertanian
Jerami padi
Jerami merupakan salah satu bahan pakan ternak yang kurang bermutu.
Zat-zat yang terkandung didalamnya seperti selulosa yang sebenarnya masih bisa
dimanfaatkan oleh sapi terselubung oleh dinding keras, yakni silica dan lignin
sehingga sulit dicerna. Nilai cernanya hanya 30 %, artinya bila dihasilkan 10 kg
jerami, maka hanya 3 kg saja yang habis dicerna. Dengan bertambahnya kemajuan
dipakan ternak, maka nilai cerna jerami yang rendah tadi bisa ditingkatkan
menjadi lebih dari 50 % dengan cara melakukan proses pencampuran jerami
tersebut dengan urea atau molasses atau juga dengan NaOH teknis atau juga
dengan fermentasi. Jerami padi adalah limbah pertanian yang dapat dimamfaatkan
untuk menjadi makanan ternak. Jerami adalah bagian batang, daun tumbuhan
yang telah dipanen bulir-bulir buah bersama dengan tangkainya dikurangi dengan
akar dan bagian batang yang tertinggal setelah disabit (Komer, 1984).
Karakteristik jerami ditandai dengan kandungan protein, mineral
khususnya Kalium dan Phospor, Nitrogen dan Phospat, sedangkan serat kasarnya
termasuk tinggi. Menurut Kartadisastra (1997) mengakibatkan daya cernanya
rendah, konsumsinya jadi terbatas, namun jerami padi masih potensial sebagai
sumber energi, disamping jumlahnya yang besar dan belum dimamfaatkan secara
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Tabel 6. Kandungan nilai gizi jerami padi
Uraian Nilai gizi %
BK 3,5
PK 4,5
SK 35,0
LK 1,5
TDN 43,0
Sumber : NRC 1995
Dari hasil penelitian Hadi (2006), didapatkan hasil bahwa dengan
menggunakan jerami padi sebanyak 30 % di dalam campuran bahan pakan kepada
domba jantan lepas sapih menunjukkan hasil konsumsi rataan yang baik, namun
masih dibawah dari penggunaan rumput yang memiliki tingkat konsumsi yang
paling baik, namun dari segi ekonmisnya, penggunaan bahan jerami sedikit lebih
mahal dari penggunaan bahan jerami jagung dalam campuran bahan pakan.
Dedak padi
Dedak merupakan limbah dalam proses pengolahan gabah menjadi beras
yang mengandung bagian luar, tetapi tercampur pula dengan bagian penutup beras
itu. Hal inilah yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar
dedak. Bila dilihat asal usul dedak yang merupakan limbah proses pengolahan
gabah menjadi beras, wajar jika serat kasar yang dikandung dedak ini tinggi.
Dedak cukup mengandung energi dan protein, juga kaya akan vitamin. Hal
tersebutlah yang menyebabkan dedak dapat digunakan sebagai campuran formula
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Tabel 7 . Kandungan nilai gizi dedak padi
Uraian Kandungan (%)
BK 88,4
PK 13,4
SK 11,0
LK 9,7
Sumber :Kartadisastra, 1994
Jerami Jagung
Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya
dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan pada
ternak, baik dalam bentuk segar maupun kering. Pemanfaatan jerami jagung
adalah sebagai makanan ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan
domba (Jamarun, 1991)
Tabel 8. Kandungan nilai gizi jerami jagung
Kandungan Zat Kadar Zat (%)
Bahan Kering 50,00a
Protein Kasar 5,00a
TDN 49.10a
Serat Kasar 30,50b
Lemak Kasar 1,06b
Sumber: a. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2001).
b. Jamarun (1991).
Ampas Tahu atau Onggok
Meskipun disebut ampas tahu namun masih berguna bagi hewan piaraan.
Memang kandungan gizinya sudah amat tipis sekali karena sudah diperas
habis-habisan. Karena sifat ampas tahu itu cepat basi dan berbau kurang sedap bila tidak
segera di habiskan maka untuk memperpanjang masa gunanya haruslah dijemur
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
(Kastyanto, 1993).
Tabel 9. Kandungan nilai gizi ampas tahu
Kandungan zat kadar zat (%)
Bahan kering 89,00 a
Protein kasar 18,42 a
TDN 79,00 b
Serat kasar 21,50 a
Lemak kasar 5,54 a
Sumber : Laboratorium Ilmu Nutrisi Dan Pakan Ternak Departemen Peternakan. FP - USU (2001)
Molases
Molases atau tetes adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi
molases, berupa cairan kental dan berwarna hitam. Disamping harganya yang
murah , kandungan zat gizi karbohidrat, protein dan mineralnya cukup tinggi dan
juga digunakan untuk pakan ternak walaupun sifatnya hanya sebagai pendukung.
Tabel 10. Kandungan nilai gizi molases
Kandungan Kadar zat %
BK 67,50
PK 3-4
TDN 81,00
LK 0,08
SK 0,38
Kalsium 1,50
Phospor 0,02
Digestible Energy 2,50 mCal/kg
Sumber : Laboratorim Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU Medan, (2001)
Bahan Pakan Pelengkap
Urea
Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat
dipermentasikan di dalam sistem pencernaan ruminansia. Urea dalam proporsi
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
dan daya cerna. Urea yang diberikan pada ruminansia akan melengkapi sebagian
dari kebutuhan protein, lemak, karena lemak tersebut disintesis menjadi protein
oleh mikroorganisme dalam rumen. (Anggrodi, 1984).
Urea yang diberikan di dalam ransum ternak ruminansia di dalam rumen
akan dipecah oleh enzim urease menjadi ammonium, dimana ammonium bersama
mikroorganisme akan membentuk protein mikroba dengan bantuan energi.
Apabila urea berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan
diabsorbsi oleh dinding rumen, kemudian dibawa oleh aliran darah ke hati dan
dalam hati akan dibentuk kembali amonium yang akhirnya disekresikan melalui
urine dan feses (Parakkasi, 1995).
Ultra Mineral
Mineral adalah zat organik yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil,
namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik.
Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang dan gigi. Pembentukan
darah dan pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim
yang berperan dalam proses metabolisme (Lebdosoekojo, 1991)
Tabel 11. Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral
Kandungan Zat Kadar zat %
Kalsium Karbonat 50,00
Phospor 25,00
Mangan 0,35
Lodium 0,20
Kalium 0,10
Cuprum 0,15
Sodium Klorida 23,05
Besi 0,80
Zn 0,20
Mg 0,15
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Fermentasi
Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat
dan asam amino secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang
dapat dipecah dalam proses fermentasi terutama adalah karbohidrat sedangkan
asam amino dapat difermentasikan oleh beberapa jenis bakteri tertentu
(Fardias, 1992).
Proses fermentasi tidak akan berlangsung tanpa adanya enzim katalis
spesifik yang akan dapat dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Proses
fermentasi mikroorganisme memperoleh sejumlah energi untuk pertumbuhannya
dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat hara atau mineral bagi
mikroorganisme seperti hidrat arang, protein, vitamin dan lain-lain.
Fermentasi makanan adalah kondisi perlakuan dan penyimpanan produk
dalam lingkungan dimana beberapa tipe organisme dapat berkembangbiak dengan
baik sekali. Proses fermentasi makanan dapat dilakukan melalui kultur media
padat atau semi padat dan media cair, sedangkan kultur terendam dilakukan
dengan menggunakan media cair dalam biorektor atau fermentor
(Adam dan Moss, 1995).
Fermentasi dengan menggunakan kapang Phanerochaete chrysoporium
secara substrat padat memungkinkan terjadi perubahan komponen bahan yang
sulit dicerna menjadi lebih mudah dicerna serta meningkatkan nilai gizi (protein
dan energi metabolis) bungkil inti sawit juga memiliki palatabilitas yang tinggi
(Yeong dkk. 1981 ; Pasaribu dkk. 1998).
Melalui fermentasi terjadi pemecahan misalnya selulosa dan hemilulosa
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil
metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein
(Winarno, 1997).
Phanerochaete chrysosporium
Phanerochaete chrysoporium memiliki klasifikasi sebagai berikut :
Divisio : Mycota
Sub divisio : Eumycota
Class : Bacidiomycetes
Famili : Hymenomycetaceae
Genus : Phanerochaete
Spesies : Phanirochaete chrysosporium
(Herlina, 1998 ; Disertasi Sembiring P., 2006)
Phanirochaete chrysoporium adalah jamur pelapuk putih yang dikenal
kemampuannya mendegrasi lignin (Eaton dkk, 1980; Wain Wrigt, 1992; Cookson,
1995 ; Disertasi Sembiring P., 2006). Menurut Valli dkk (1992) Phanerochaete
chrysosporium adalah kapang pendegrasi lignin dari kelas Basidiomycetes yang
membentuk sekumpulan miselia dan berkembang biak secara aseksual melalui
spora atau seksual dengan perlakuan tertentu. Phanirochaete chrysosporium dapat
mendegrasi lignin dan senyawa turunananya secara efektif dengan cara
menghasilkan enzim peroksidase ekstraselular yang berupa lignin peroksidase
(LiP) dan mangan peroksidase (MnP) (Dhawale dan Kathrina, 1993)
Mekanisme kerja enzim tidak memisahkan serat dengan melarutkan lignin
yang ada di lamella tengah, tetapi dengan cara melunakkan dan memecahkan
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
mikrofibrilnya. Ini memberikan pengaruh yang baik karena lebih mudah
pencernaannya jika diberikan sebagai pakan ternak (Eaton, 1980; Troter, 1990;
Wain Wright, 1992; Krik, 1993; Cookson, 1995; Disertasi Sembiring P, 2006).
Syarat tumbuh dari Phanerochaete chrysosporium adalah tumbuh pada
suhu tinggi 39 derajat celcius dengan suhu optimun 37 derajat celcius, pH berkisar
antara 4- 4,5 dan memerlukan kandungan oksigen tinggi
(Eaton dkk, 1980 ; Cookson, 1995; Disertasi Sembiring P , 2006 )
Daging
Daging merupakan semua jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahannya yang sesuai untuk dimakan dan tidak menimbulkan gangguan
kesehatan bagi yang memakannya. Daging adalah komponen utama karkas .
daging juga tersusun dari lemak (jaringan adipose), tulang, tulang rawan, jaringan
ikat dan tendo. Komponen-komponen tersebut menentukan ciri-ciri kualitas dan
kuantitas daging (Sueparno,1994).
Lemak
Dalam pertumbuhan hewan semua zat makanan semula di prioritaskan
untuk pembentukan tulang, kemudian untuk pembentuka tulang lean, kalau masih
berlebih baru untuk pembentukian lemak. (Parakkasi, 1995).
Pada ternak muda, deposisi lemak terjadi disekitar jeroan dan ginjal.
Dengan pertambahan umur serta konsumsi energi, deposisi lemak juga terjadi di
antara otot (lemak intermuskuler), lemak subcutan (lemak dibawah kulit) dan
lemak diantara ikatan serabut otot yaitu lemak intermuskuler atau marbling
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Jadi setelah otot mencapai pertumbuhan maksimal pertumbuhan berat otot
terjadi terutama karena deposisi lemak intramuskuler. Lemak akan ditimbun
selama pertumbuhan dan perkembangan dan karkas ternak dewasa mengandung
lemak 30- 40 % ( Leat, 1976 )
Jumlah lemak dalam tubuh paling beragam dan sangat tergantung dari
jumlah ragam ransum yang dikonsumsi (Soeparno,1994).
Banyaknya lemak yang terdapat dalam ruang ginjal, pelvik dan jantung
dapat dilakukan dengan penimbangan atau secara subjektif diperkirakan berapa
persen bobot lemak tersebut dari karkasnya ( Natasasmita, 1987)
Kualitas karkas dapat diartikan dengan komposisi karkas serta distribusi
jaringan, otot, dan lemak. Karakteristik yang menjadi pertimbangan dalam menilai
kualitas karkas salah satunya adalah rasio daging : lemak ( Sudjana, 1987).
Adapun lemak yang menjadi acuan untuk menjadi pembandingnya adalah
lemak ginjal, lemak pelvik, lemak jantung, dan lemak abdominal ( Sudjana, 1987)
Penilaian karkas pada sapi potong dapat dilakukan secara subyektif dan
obyektif. Penilaian subyektif meliputi penilaian yang dilakukan dengan menilai
deposisi perlemakan karkas pada empat tipe yaitu perlemakan yang terdapat diluar
karkas, dibawah kulit (eksternal), perlemakan yang terdapat pada jeroan, ginjal,
pelvik dan jantung (internal), perlemakan yang terdapat diantara daging
(intermuskuler), perlemakan yang terdapat diantara serat daging (intramuskuler)
(Santosa U., 2006)
Persentasi Lemak Ginjal, Pelvik dan Jantung
Lemak pada sapi cenderung lebih banyak disimpan pada ginjal dan bagian
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
faktor penting dalam menentukan nilai karkas (Minish dan Fox, 1979).
Perlemakan yang berlebihan akan menurunkan proporsi daging yang dihasilkan.
Menurut Aberle dkk. (2001) persentase lemak sapi akan bertambah selama terjadi
pertumbuhan. Berdasarkan standar USDA, karkas yang mempunyai kualitas
prime, choise, good, standard, commercial, utility dan cutter mempunyai
persentase lemak ginjal, pelvik dan jantung masing-masing sebesar 4,5%, 3,0%,
2,5%, 2,0 %, 4,0%, 2,0% dan 1,0% ( Minish dan Fox, 1979). Penelitian pada sapi
PO, menunjukkan bahwa perbedaan umur mempengaruhi bobot lemak pelvik,
dimana pada umur 2,5 tahun sebesar 1,14 kg dan umur 3,5 tahun sebesar 1,65 kg
(Arnim,1985).
Teknik Pemotongan Ternak
Hasil pemotongan ternak dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian
karkas dan bagian non karkas. Bagian karkas mempunyai nilai ekonomi yang
lebih tinggi, sesuai dengan tujuan pemotongan ternak, yaitu untuk mendapatkan
daging. Ada beberapa persyaratan untuk memperoleh hasil pemotongan yang baik
(Sugeng, 1996), yaitu : (1). ternak harus tidak diberlakukan secara kasar,
(2).Ternak harus tidak mengalami stress, (3). Penyembelihan dan pengeluaran
darah harus cepat dan sesempurna mungkin, (4). Kerusakan karkas harus minimal,
dan cara pemotongan harus Higienis, ekonomis dan aman bagi pekerja
(Soeparno, 1994).
Pada dasarnya ada 2 cara atau teknik pemotongan ternak, yaitu: teknik
pemotongan ternak secara langsung dan pemotongan secara tidak langsung.
Pemotongan secara langsung dilakukan setelah ternak dinyatakan sehat, dan dapat
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
jugularis serta esophagus. Ternak yang ingin dipotong tidak dalam keadaan lelah
atau habis diperkerjakan. Sebelum disembelih, ternak harus diistirahatkan selama
12 - 24 jam. Maksud ternak diistirahatkan adalah agar ternak tidak mengalami
stress, darah keluar dengan sempurna dan proses kekakuan karkas (rigor mortis)
berlangsung sempurna (Soeparno, 1994).
Pada dasarnya ada 2 cara untuk mengistirahatkan ternak sebelum
disembelih, yaitu dengan dipuasakan dan tanpa dipuasakan. Maksud pemuasaan
ternak sebelum disembelih yaitu untuk memperoleh bobot tubuh kosong (BTK)
setelah dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung air seni dan isi saluran
empedu dan untuk mempermudah proses penyembelihan/menjadikan ternak lebih
tenang (Soeparno, 1994).
Setelah penyembelihan dan ternak benar-benar mati, maka dilakukan
proses penyiapan karkas. Penyiapan karkas yang umum dilakukan seperti
pemisahan kepala dari tubuh ternak, pengulitan kepala, pemisahan keempat kaki
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Laras PTPN IV Kecamatan Bandar
Huluan Kabupaten Simalungun Selama 3 Bulan mulai bulan Agustus
2007-November 2007.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
- Sapi Peranakan Ongole 18 ekor dengan bobot x = 206,89 ± 30,84 kg
umur x = 1,5 - 2 tahun
- Pakan sapi sesuai dengan perlakuan masing- masing.
- Phanerochaete chrysosporium, sebagai bahan untuk fermentasi bahan
pakan
- Air minum.
- B- Kompleks, untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
- Kalbazen, untuk membasmi parasit cacing.
Alat
- Chopper, untuk mencacah bahan pakan dan hijauan
- Kandang individual 18 unit.
- Tempat pakan dan minum
- Timbangan dengan Kapasitas 1 ton untuk menimbang bobot badan sapi
dengan kepekaan 1000 g.
- Timbangan dengan kapasitas 200 kg untuk menimbang bobot lemak
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
- Timbangan dengan kapasitas 5 kg untuk menimbang bahan ransum
dengan kepekaan 50 g.
- Lampu, sebagai alat penerangan kandang
- Sekop dan sapu, alat untuk membersihkan kandang
- Arit
- Pisau, untuk menyembelih sapi
- Tali, Alat untuk merobohkan / mengendalikan sapi
- Alat tulis, untuk menulis data selama penelitian.
- Freezer 3 buah, untuk membekukan karkas.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap yang
terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan adapun perlakuan tersebut antara lain :
PI = Pelepah dan daun sawit fermentasi , bungkil inti sawit, dedak padi , lumpur
sawit , onggok, molasses, urea ,garam , ultra mineral .
P2 = Jerami padi fermentasi, bungkil inti sawit, dedak padi, lumpur sawit,
onggok, molasses, urea, garam, ultara mineral .
P3 = Jerami jagung fermentasi, bungkil inti sawit, dedak padi, lumpur sawit,
onggok , molasses , urea, garam , ultara mineral.
Model analisa data yang digunakan RAL non Faktorial
Yij = µ +Ti + Bj +
∑
ij, dimana :
Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke i dan ulangan ke j
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Ti = Pengaruh perlakuan ke i
Bj = Pengaruh blok ke j
∑
ij= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke i dan ulangan ke j
Banyak ulangan menurut rumus :
t (n-1) ≥ 15
3 (n-1) ≥ 15
3n-3 ≥ 15
3n ≥ 18
n ≥ 6
n = 6 (Hanafiah, 2000)
Maka kombinasi kelompok dengan perlakuannya adalah :
P11 P21 P31
P12 P22 P32
P13 P23 P33
P14 P24 P34
P15 P25 P35
P16 P26 P36
Metode penelitian tahap kedua adalah pengambilan sampel ternak sapi yang
dipotong yaitu :
P1 = 2 ekor yaitu P13 dan P11
P2 = 2 ekor yaitu P21 dan P23
P3 = 2 ekor yaitu P34 dan P31
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Parameter Penelitian
- Bobot lemak sukbutan, yaitu lemak dibawah kulit
- Bobot lemak pelvik, yaitu lemak disekitar ronggo pelvik.
- Bobot lemak ginjal, yaitu lemak yang menyelubungi ginjal.
- Bobotlemak jantung, yaitu lemak yang menyelubungi jantung.
- Persentase lemak internal
Rumus perhitungan pengukuran lemak internal pada ternak sapi didasarkan
pada lemak yang terkandung pada jantung, ginjal dan pelvik, rumus
perhitungannya :
% lemak internal = ( )x100%
dingin karkas
berat
jantung lemak
pelvik lemak ginjal
lemak
berat + +
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan kandang
Kandang dan semua peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan
minum dibersihkan dan didesinfektan dengan rodalon, biosin dan deterjen.
Pengacakan Sapi
Sapi yag digunakan sebanyak 18 ekor penempatan sapi dengan sistem
pengacakan dengan tidak membedakan bobot badan, sebelumnya dilakukan
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Formulasi Pakan Yang Dipakai
No Bahan Baku Formula ransum
P1 P2 P3
Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi (%)
Jerami Padi Fermentasi (%) Jerami Jagung Fermentasi (%) Bungkil Inti Sawit(%)
Pemberian ransum dan minum
Ransum yang diberikan adalah dalam bentuk bahan kering. Ransum yang
difermentasi dengan jamur Phanerochaete chryososporium dicampur dengan
bahan ransum lainnya setelah pakan yang difermentasi diovenkan. Ransum
diberikan secara adlibitum. Pemberian air minum dilakukan secara adlibitum, air
diganti setiap hari dan tempatnya dicuci bersih.
Pemberian Obat-obatan
Ternak sapi pertama masuk kandang diberikan obat cacing selama masa
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Bobot Lemak Subkutan
Bobot lemak subkutan diperoleh dari karkas setelah pendinginan 24 jam.,
kemudian diambil lemak dibawah kulit kemudian dilakukan penimbangan. Dari
hasil penelitian diperoleh bobot lemak subkutan sebagai berikut terlihat pada tabel
12 sebagai berikut:
Tabel 12. Rataan bobot lemak subkutan sapi peranakan ongole ( kg /ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II
P1 2,60 2.70 5,30 2,65
P2 2,00 2,80 4,80 2,40
P3 2,30 2,60 4,90 2,45
Total 15
Rataan 2,50
Dari tabel 11 dapat dilihat rataan bobot lemak subkutan yang tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 yaitu ransum pelepah dan daun kelapa sawit
fermentasi 2,65 Kg/ekor, kemudian diikuti oleh perlakuan P3 yaitu ransum jerami
jagung fermentasi sebesar 2,45 Kg/ ekor. Sementara rataan bobot lemak subkutan
terendah terdapat pada perlakuan P2 yaitu ransum jerami padi fermentasi sebesar
2,40 Kg/ekor.
Lemak Ginjal
Lemak ginjal diperoleh dari karkas dingin kemudian diambil lemak yang
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
diperoleh rataan bobot lemak ginjal sebagai berikut terlihat pada tabel sebagai
berikut :
Tabel 13. Rataan bobot lemak ginjal sapi peranakan ongole (kg / ekor)
Perlakuan Ulangan total rataan
I II
P1 1,2 1,2 2,4 1,2
P2 0,9 1,4 2,3 1,15
P3 1,0 1,3 2,3 1,15
Total 7
Rataan 1,16
Dari tabel 13 dapat dilihat rataan bobot lemak Ginjal yang tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 yaitu ransum pelepah dan daun sawit. Pada perlakuan
yang menggunakan ransum jerami padi dan jerami jagung fermentasi P1 dan P2
mempunyai rata – rata bobot lemak ginjal yang sama.
Bobot Lemak Pelvik
Lemak pelvik diperoleh dari rongga pelvik setelah didinginkan selama 24
jam lalu ditimbang lemaknya, ratan bobot lemak pelvik tertera pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 14. Rataan bobot lemak pelvik (kg / ekor )
Perlakuan ulangan total rataan
I II
P1 0,8 0,9 1,7 0,85
P2 0,5 1,00 1,5 0,75
P3 0,7 0,9 1,6 0,80
Total 4,8
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Dari tabel 14 dapat dilihat rataan bobot lemak pelvik yang tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 yaitu 0,85 yang menggunakan pakan pelepah dan
daun sawit fermentasi, yang terendah terdapat pada perlakuan P2 dengan
menggunakan pakan jerami padi fermentasi.
Lemak jantung
Lemak jantung adalah lemak yang di peroleh dari rongga jantung setelah
dilakukan pendinginan. Rataan lemak jantung dapat dilihat pada tabel 15 sebagai
berikut:
Tabel 15. Rataan bobot lemak jantung sapi peranakan ongole ( kg/ekor)
Perlakuan Ulangan Total rataan
1 11
P1 0,6 0,5 1,1 0,55
P2 0,4 0,5 0,9 0,45
P3 0,3 0,7 1,0 0,5
Total 3,00
Rataan 0,5
Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa bobot lemak yang tertinggi terdapat
pada perlakuan P1 yaitu dengan mengunakan ransum pelepah dan daun kelapa
sawit. Sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P2 dengan
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Persentase lemak internal
Rataan persentase lemak internal terdapat pada tabel 16 sebagai berikut
Tabel 16. Rataan persentase bobot lemak internal sapi peranakan ongole (% )
Perlakuan ulangan total ratan
I II
P1 2,89 2,74 5,63 2,815
P2 2,45 2,90 5,35 2,675
P3 2,30 3,17 5,47 2,735
Total 16,43
Rataan 2,74
Dari tabel 16 dapat dilihat bahwa persentase bobot lemak internal terdapat
pada perlakuan P1, yang menggunakan pakan dari pelepah dan daun sawit
fermentasi .Kemudian diikuti oleh perlakuan P3 yaitu dengan menggunakan
pakan dari jerami jagung fermentasi sedangkan yang terendah terdapat pada
perlakuan P2 dengan menggunakan pakan dari jerami padi.
Pembahasan
Untuk melihat bagaimana pengaruh pemberian pakan pelepah daun kelapa
sawit, jerami padi dan jerami jagung yang difermentasikan dengan Phanerochaete
chryrososporium tersebut terhadap bobot lemak maka dilakukan analisis
keragaman bobot lemak terlihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 17. Analisa keragaman bobot lemak subkutan
SK DB JK KT Fhit Ftabel
0,05 0,01
Perlakuan 2 0,07 0,035 0,28tn 9,56 30,82
Galat 3 0,37 0,123
Total 5 0,44
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Tabel 18. Analisa keragaman bobot lemak ginjal
SK DB JK KT Fhit Ftabel
Tabel 19. Analisa keragaman bobot lemak pelvik
SK DB JK KT Fhit Ftabel
Tabel 20. Analisa keragaman bobot lemak jantung
SK DB JK KT Fhit Ftabel
Tabel 21. Analisa keragaman persentase lemak internal
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Dari hasil analisis keragaman tersebut dapat dilihat bahwa pemberian
pakan yang berbasis pelepah dan daun sawit fermentasi dan jerami padi serta
jerami jagung tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot lemak
subkutan, bobot lemak pelvik dan bobot lemak jantung serta persentase lemak
internal. Hal ini disebabkan karena pemberian pakan tersebut tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap bobot karkas, sehingga bobot lemak antar
perlakuan juga tidak nyata karena bobot lemak sebanding dengan bobot tubuh.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Seebek dan Tulloh (1968) yang menyatakan
semakin tinggi bobot karkas maka bobot lemak semakin meningkat.. Dari hasil
penelitian ini juga didapat semakin tinggi bobot karkas maka bobot lemak
subkutan, bobot lemak ginjal dan bobot pelvik serta bobot lemak jantung semakin
meningkat. Sapi jantan aberden angus yang dipotong secara berseri sesuai
peningkatan bobot potong menunjukkan bahwa semakin besar bobot potong dan
berat karkas maka persentase karkas dan persentase lemak juga meningkat,
utamanya lemak subkutan, ginjal, jantung, lemak intermuskuler dan lemak
internal ( Morris et al., 1993. Disertasi Hanafi H., 2000 ...).Menurut Graham dan
Searle (1982) perlakuan nutrisi mempengaruhi dan mengubah tingkat perlemakan.
Karena pakan yang digunakan mempunyai kandungan nutrisi yang hampir sama
maka tidak maka tidak diperoleh perbedaan yang nyata terhadap bobot lemak.
Pada sapi dengan bertambahnya umur, terjadi peningkatan pertumbuhan
organ-organ dan terutama depot lemak, serta persentase komponen lainnya
(Hedrick,1968 ). Karena sapi yang digunakan umurnya relatif sama maka tidak di
peroleh perbedaan yang nyata terhadap bobot lemak subkutan, lemak pelvik,
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Rekapitulasi hasil penelitian
Parameter Perlakuan
P1 P2 P3 Lemak subkutan (Kg/ekor)
Lemak ginjal (Kg/ekor)
Lemak pelvik (Kg/ ekor)
Lemak jantung (Kg/ekor
Persentase lemak internal (%)
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian pakan diantara perlakuan yaitu pakan pelepah daun sawit
fermentasi, jerami padi fermentasi dan jerami jagung fermentasi memberikan
pengaruh yang sama terhadap bobot lemak ( lemak subkutan , lemak pelvik
,lemak jantung ) serta persentase lemak internal sapi peranakan ongole selama
penggemukan.
Saran
Disarankan kepada peternak sapi untuk memanfaatkan limbah perkebunan
dan pertanian dengan pengolahan terlebih dahulu sebagai pakan ternak karena
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 1991. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Kanisius, Yogyakarta.
Aberle, E.D., Reeves, E.S., Jugge, M.D., Hunsley, R.E. dan Perry T.W. (1981) . J. Anim. Sei.52,757
Adams, M.R dan Moss. M. O, 1995. Food Microbiology. The Royal Society of Chemistry, New York.
Agustin, F., 1991. Penggunaan Lumpur Sawit Kering dan Serat Sabut Sawit Dalam Ransum Sapi Perah,Tesis Pasca Sarjana, IPB, Bogor.
Anonimous, 1995. Starbio Mengubah Limbah Pertanian Menjadi Pakan Sapi. No. 188, Oktober, 1995.
Anggrodi.R., 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Arnim, 1985. Pengaruh Umur Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Daging Sapi Peranakan Ongole ( Tesis ), Bogor. Program Pasca Sarjana, ITPB.
Batubara, L. P., M. Boer dan S. Eliesar, 1993. Pemberian Bis/Molasses dengan / Tanpa Mineral Dalam Ransum Kerbau. Jurnal penelitian Peternakan Sungai Putih. Vol. 1 Nomor 3 Hal 11.
Berg, R. T. dan R. M. Butterfield, 1976. New concepts of Cattle Growth. Sidney University. Press, Sidney.
Black, J. L., 1983. Sheep Production. Editor W. Hareseign. Proc. 35th. Easter School in Agric. Sci. University Nottingham. Butterworth, London.
Cookson, J.T., 1995. Biomediation Engineering: Design and Aplication Mc. Graw Hill. Inc.
Devendra, C., 1997. utilization of Feedingstuff from Palm Oil. P. 16. Malaysian Gricultural Researech and Development Instute Serdang,
Malaysia.
Dinas Peternakan ,1994.Inventarisasi Ternak Sapi di Sumatera Utara. Direktur Bina Produksi Peternakan , Departemen Peternakan ,Medan
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Eaton, D. Chang, H. M dan T. K. Kirk., 1980. Fungal Decoloritation of Kraft Bleach Plants Effluents. TAPPI Journal Vol 63, No.10
Fardias. S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Graham,N. Mc. C dan Searle, T.W. (1982) Aust, J. Agrc. Res 33, 607.
Hanafiah, A. H., 2000. Rancangan Percobaan : Teori dan Aplikas. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang.
Hasan, A. O and M. Ishada, 1991. Effec of Water, Mollases and Urea Addition on Oil Palm Frond Sillage Qality, Fermentation And Palatibility in
Proseedings of Third International Symposium on The Nutrition of Herbivora, Penang.
Herlina, L., 1998. Isolasi, Seleksi dan Uji Hayati Mikroorganisme Pengurai Senyawa Lignin Dari Limbah Cair. Tesis Magister Biologi Pasca Sarjana ITB.
Hedrick, H.B.,1968. Bovine grouth and composition Mo Agric Exp. Sta, Res . Bul 928 .n.c. Regional Res Publication No.181
Hutagalung, R. I., 1978. Non Traditional Feeding Stuffs for Livestock Syrup on Feeding Stuff for Livestock in South East Asia, Kuala Lumpur.
Hutagalung, R. I. and S. Jalaluddin, 1982. Fedds for F Farm Animals From the Oil Palm. University Pertanian Serdang, Malasya.
Jamarun,N.,1991. Penyediaan Pemanfaatan dan Nilai Gizi Limbah Pertanian Sebagai Makanan Ternak Di Sumatera Barat, Pusat Penelitian Universitas Andalas,Padang.
Kirk,T.k., 1993. Lignin Degradation Basic Research Progress and Aplication in Soil Remediation and Bio Pulping, dalam Cellulosics : Pulp, Fiber and Environtment Effect, J. F. Kennedy et al ., (ed), Ellis Horwoud Ltd.
Kartadisastra, H. R., 1997. Penyediaan dan Pengolahan pakan Ternak Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.
Komer, 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sebagai Makanan Ternak, Yayasan Dian Gravita, Bandung.
Leat, W. M. F. (1976). Meat animals . Growth and Productivity. Editor D. Laster, D. N. Rhodes, V.R. Fowler dan M. F fuller, Plenum Press, New York and London Hal 177 – 193.
Sudianto Hutasoit : Uji Ransum Berbasis Pelepah Dan Daun Sawit, Jerami Padi Dan Jerami Jagung Fermentasi Terhadap Bobot Lemak Sapi Peranakan Ongole, 2009.
Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Balitbang Pertanian, Deptan, Bogor.
Lubis, D. A., 1993. Ilmu Makanan Ternak Cetakan II. PT. Pembangunan, Jakarta.. Lubis, D. A., 1997. Ilmu Makanan Ternak.Cetakan II, PS. Pembangunan, Jakarta.
Minish, G.L. dan D.G. Fox, Beef Production dan Management.( New Jersey : Prentice Hall, Inc., 1979)
Natasasmita, A., 1997., Pertumbuhan dan Komposisi Tubuh Pada Ternak, Program Pascasarjana IPB, Bogor.
N. R. C, 1995. Nutrien Requiment Of Sheep. National Academi of Science Washington DC, USA.
Pane, I., 1986. Beternak Sapi Potong. UGM-Press, Yogyakarta.
Parakkasi, A., 1995. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminansia..UI-Press Jakarta.
Pasaribu T., Supriyati., H. Hamit dan A.P Sinurat, 1998. Fermentasi Bungkil Inti Sawit Secara Substrat Padat Dengan Menggunakan Aspergillus Niger, Journal Ilmu Ternak Veteriner 3 (3) : 165-670.
Santosa, U., 2006. Manajemen Usaha Ternak Potong. Penebar Swadaya, Yogyakarta
Seebeck dan Tulloh, N.M., 1968. Aust. J. Agric Res. 19,673. .
Sembiring P., 2006. Biokonversi Limbah Pabrik Minyak Inti Sawit dengan Phanerochaete chryososporium Dan Inplikasinya Terhadap Performans
Ayam Broiler. Disertasi Sebagai Progaram Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Bandung.
Silitonga, S., 1993. Penggunaan Inti Kelapa Sawit Dalam Ransum Domba. Balai Penelitian ternak Ciawi, Bogor.
Siregar, S. B., 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University press Yogyakarta.
Sudjana,N., 1987.Evaluasi Daging. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor.
Sugeng, Y. B., 1996. Sapi Potong. Penerbit : Penebar Swadaya, Jakarta