DI KOTA LANGSA
T E S I S
Oleh :
BAMBANG IRAWAN
067012003/AKK.
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2008
1
ABSTRAK
Perencanaan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan. Langkah-langkah perencanaan kesehatan meliputi analisis situasi, perumusan masalah, penetapan prioritas masalah, penetapan tujuan, penyusunan rencana operasional dan evaluasi. salah satu komponen yang terlibat dalam proses perencanan kesehatan adalah komponen sumber daya manusia yaitu unsur legislatif dan eksekutif. Penentuan arah kebijakan dan pelaksanaan perencanaan kesehatan tidak terlepas dari peran dan perilaku eksekutif dan legislatif.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk menganalisis perilaku eksekutif dan legislatif dalam proses perencanaan kesehatan di Kota Langsa. Informan dalam penelitian ini adalah seluruh eksekutif dan legislatif yang terlibat dalam perencanaan kesehatan sebanyak 15 orang. Pengumpulan data meliputi data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam berpedoman pada kuesioner dan data sekunder. Data dianalisis dengan menggunakan tehnik analisis isi (contents analisys).
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan informan tentang perencanaan kesehatan masih rendah dilihat dari pengetahuan langkah-langkah perencanaan, penanggung jawab perencanaan, dan peran masing-masing dalam perencanaan kesehatan. Berdasarkan sikap menunjukkan secara umum sikap informn juga masih kurang dilihat dari indikator keterlibatan eksekutif dan legislatif serta kebutuhan data dalam perencanaan kesehatan. Berdasarkan persepsi menunjukkan persepsi informan juga masih kurang dilihat dari persepsi terhadap wewenang, usulan anggaran dan persepsi pengambilan keputusan, dan berdasarkan kepentingan menunjukkan secara keseluruhan kepentingan informan hanya untuk kebutuhan masyarakat dalam mengupayakan pembangunan di kota Langsa.
Disarankan agar meningkatkan pemahaman anggota atau panitia anggaran, petugas puskesmas, dinas kesehatan tentang perencanaan kesehatan, meningkatkan akuntabilitas DPRD, meningkatkan koordinasi, sosialisasi, pembinaan, advokasi dan mengakomodir masalah perencanaan di tingkat puskesmas dan dinas kesehatan,d an menyediakan data terkini melalui peningkatan upaya pencatatan dan pelaporan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan KaruniaNya
penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Analisis Perilaku Eksekutif
dan Legislatif dalam Perencanan Kesehatan di Kota Langsa”. Dalam menyusun
tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada Ibu Dr.Endang Sulistya Rini, SE, M.Si selaku ketua komisi
pembimbing, dan Bapak dr. Jules H.Hutagalung, MPH sebagai anggota komisi
pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta
dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
Kepada Bapak Prof.dr.Chairuddin P.Lubis,DTM&H,DSAK selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara dan Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,M.Sc. selaku
Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan
fasilitas perkuliahan.
Kepada Bapak Zulkifli Zaionen selaku walikota Langsa, bapak Ir. Zulkarnean,
MS selaku kepala Bappeda Kota Langsa, bapak Aidil Fan, SE selaku ketua Komisi A
DPRD Kota Langsa, dan Ibu dr. Hj. Dahniar, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan
Kota Langsa yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian, dukungan dan
bimbingan selama melakukan penelitian.
Terima kasih penulis ucapkan yang tak terhingga kepada isteri dan anak tercinta
dalam menyelesaikan perkulaihan dan terima kasih juga kepada keluarga yang telah
memberikan dorongan bagi penulis untuk meniti karir dan motivasi untuk kuliah
magister.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan
kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, September 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Bambang Irawan yang dilahirkan di desa alue Dua
Kabupaten Aceh Timur pada tanggal 01 Maret 1973, anak kelima dari enam bersaudara, beragama islam dan bertempat tinggal di alue Dua Rantau Panjang Peurelak, Aceh Timur, dan sudah berkeluarga sejak tahun 2002 dan dikaruniai dua orang anak.
Penulis menamatkan Madrasah Ibtidayah Negeri pada tahun 1985 di MIN Rantau Panjang Peureulak, Aceh Timur Provinsi NAD, tahun 1998 menamatkan pendidikan tingkat menengah pertama di rantau panjang Peureulak, Aceh imur Provinsi NAD, dan kemudian pada tahun 1991 menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan di Langsa, Provinsi NAD, dan kemudian pada tahun 2002 peneliti menamatkan kuliah jenjang sarjana di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Banda Aceh.
DAFTAR ISI
2.2 Perilaku Legislatif dan Eksekutif dalam Perencanaan Kesehatan ... 15
2.3 Teori Pengambilan Keputusan ... 19
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 27
3.6. Metode Analisis Data ... 28
BAB 4 HASILPENELITIAN ... 29
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 29
4.2. Karakteristik Informan ... 30
4.3. Pengetahuan Informan tentang Perencanaan Kesehatan ... 31
4.4. Sikap Informan tentang Perencanaan Kesehatan ... 47
4.5. Persepsi Informan tentang Perencanaan Kesehatan ... 52
BAB 5 PEMBAHASAN ... 69
5.1. Pengetahuan Eksekutif dan Legislatif Informan tentang Perencanaan Kesehatan ... 69
5.2. Sikap Eksekutif dan Legislatif dalam Perencanaan Kesehatan ... 74
5.3. Persepsi Eksekutif dan Legislatif tentang Perencanaan Kesehatan .. 76
5.4. Kepentingan Eksekutif dan Legislatif dalam Perencanaan Kesehatan ... 79
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 82
6.1. Kesimpulan ... 82
6.2. Saran... 84
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Perbedaan Usulan Anggaran Kesehatan dengan Persetujuan Anggaran yang disetujui Legislatif di Kota Langsa Tahun 2007... 7 3.1. Jenis dan Jumlah Sampel Penelitian ... 26 4.1. Distribusi Karakteristik Informan pada Kelompok Eksekutif dan
Legislatif ... 31 4.2. Matrik Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Langkah-langkah
Perencanaan Kesehatan ... 32 4.3. Matrik Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Jenis dan Sumber Data
dalam Perencanaan Kesehatan ... 34 4.4. Matrik Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Pentingnya Perencanaan
Kesehatan... 36 4.5. Matrik Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Penanggung Jawab
Perencanaan Kesehatan ... 38 4.6. Matrik Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Peran Puskesmas dalam
Perencanaan Kesehatan ... 40 4.7. Matrik Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Peran Dinas Kesehatan
dalam Perencanaan Kesehatan... 41 4.8. Matrik Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Peran Badan
Perencanaan Daerah (Bappeda) dalam Perencanaan Kesehatan ... 43 4.9. Matrik Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Peran DPRD dalam
Perencanaan Kesehatan ... 45 4.10. Matrik Jawaban Pandangan Informan tentang Keterlibatan Eksekutif
dalam Perencanaan Kesehatan... 47 4.11. Matrik Jawaban Pandangan Informan tentang Keterlibatan Legislatif
dalam Perencanaan Kesehatan... 49 4.12. Matrik Jawaban Pandangan Informan tentang Pelaksanaan Kegiatan
dalam Perencanaan Kesehatan... 50 4.13. Matrik Jawaban Pandangan Informan tentang Dukungan dan Kebutuhan
dalam Perencanaan Kesehatan... 51 4.14. Matrik Jawaban Informan tentang Persepsi Wewenang Legislatif dan
Eksekutif dalam Perencanaan Kesehatan ... 52 4.15. Matrik Jawaban Informan tentang Persepsi Usulan Anggaran dalam
4.16. Matrik Jawaban Informan tentang Persepsi Mekanisme Intervensi dalam Perencanaan Kesehatan ... 56 4.17. Matrik Jawaban Informan tentang Persepsi Pengambilan Keputusan
dalam Perencanaan Kesehatan... 57 4.18. Matrik Jawaban Informan tentang Kepentingan Puskesmas dalam
Perencanaan Kesehatan ... 59 4.19. Matrik Jawaban Informan tentang Kepentingan Dinas Kesehatan dalam
Perencanaan Kesehatan ... 61 4.20. Matrik Jawaban Informan tentang Kepentingan Bappeda dalam
Perencanaan Kesehatan ... 62 4.21. Matrik Jawaban Informan tentang Kepentingan Bappeda dalam
Perencanaan Kesehatan ... 63 4.22. Matrik Jawaban Informan tentang Keterlibatan Stakeholder dalam
Perencanaan Kesehatan ... 65 4.23. Matrik Jawaban Informan tentang Keterlibatan Masyarakat dalam
Perencanaan Kesehatan ... 67
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem kesehatan daerah mengamanahkan bahwa pembangunan kesehatan
akan berlangsung jika didukung oleh perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan
erat kaitannya dengan pembiayaan dan analisis situasi kesehatan. Implementasi
Undang-undang No 19 tahun 1999 tentang pemerintah daerah secara kongkrit
berdampak terhadap kewenangan pemerintah daerah termasuk dalam perencanaan
pembangunan kesehatan. Berdasarkan hasil survai Saefullah (2005) tentang dimensi
kebijakan kesehatan menunjukkan bahwa implementasi Undang-undang otonomi
daerah berimplikasi terhadap upaya pembangunan kesehatan dalam memelihara dan
meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Menurut Bakri (2001), bahwa keberadaan UU No 32 tahun 2004 memberikan
otonomi seluas-luasnya kepada daerah termasuk dalam bidang kesehatan, yang
dikenal dengan desentralisasi kesehatan. Desentralisasi merupakan suatu proses
politik dan administratif yang dapat memberikan berbagai keuntungan dengan cara
menstimulasi peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan kesehatan kepada
masyarakat melalui perencanaan kesehatan yang baik dan terarah serta mengacu pada
analisis situasi kesehatan.
Dampak dari implementasi kebijakan tersebut salah satunya adalah sistem
permasalahan kesehatan masyarakat setempat. Penyebab ketidakefektifan
perencanaan kesehatan adalah (1) masih lemahnya kemampuan petugas kesehatan
dalam berbagai aspek proses perencanaan, (2) belum adanya tim khusus yang
mengelola manajemen perencanaan kesehatan daerah, (3) minimnya keterlibatan
stakeholder dan pemberdayaan masyarakat serta kerangka perencanaan yang belum
mengacu pada model perencanaan yang baik (Bakri, 2001).
Komponen-komponen yang terlibat dalam perencanaan kesehatan tersebut
adalah pertama, input berupa data-data analisis situasi kesehatan masyarakat, sumber
daya manusia dalam hal ini unsur legislatif yaitu panitia anggaran di Dewan
Perkawilan Rakyat Daerah (DPRD), dan unsur eksekutif yaitu walikota/bupati, kepala
dinas kesehatan, petugas perencanaan di dinas kesehatan, kepala puskesmas, fasilitas
pendukung untuk proses perencanaan seperti form pengumpulan data, perangkat
keras misalnya komputer. Kedua komponen proses, yaitu proses-proses perencanaan
mulai dari proses pengumpulan data, sampai pada penyusunan dokumen perencanaan,
dan Ketiga, komponen output (keluaran), yaitu adanya dokumen perencanaan sebagai
acuan untuk pelaksanaan program atau kegiatan yang akan dilaksanakan (Depkes RI,
2002).
Keterlibatan ketiga unsur tersebut sangat penting dalam perencanaan
kesehatan, jika ketiga unsur tersebut tidak sinergis, maka perencanaan kesehatan
tidak akan efektif. Implikasi dari ketidak-efektifan perencanaan sektor kesehatan
menyebabkan derajat kesehatan masyarakat tidak tercapai secara optimal yang
dalam konsep Indonesia Sehat 2010. Sebagai gambaran selama kurun waktu 5 tahun
terakhir terjadi perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi kepada penyakit non
infeksi yang dikenal dengan transisi epidemiologi, tidak meratanya sistem kesehatan
bagi kelompok sosial ekonomi, kinerja dan utilisasi pelayanan kesehatan sektor
kesehatan cenderung menurun dan sektor swasta telah menjadi sumber pelayanan
kesehatan, serta, pendanaan kesehatan cenderung rendah dan tidak merata (Harimurti
dan Marzuki, 2005).
Dalam proses perencanaan kesehatan juga tidak terlepas dari
kebijakan-kebijakan politis. Pengikutsertaan publik dalam proses penentuan kebijakan-kebijakan publik
dianggap sebagai salah satu cara yang efektif untuk menampung dan mengakomodasi
berbagai kepentingan. Terbukanya ruang intervensi publik melahirkan konsekuensi
terbukanya peluang masyarakat untuk melakukan tindakan-tindakan dalam
mempengaruhi keputusan yang diambil, sehingga keputusan tidak hanya ditentukan
oleh birokrat dan teknokrat semata, tetapi mulai memasuki ranah publik dan
masyarakat awam (Hardiansah, 2002).
Menurut Abdullah dan Asmara (2006), secara faktual peran legislatif dinilai
terlalu dominan dalam perencanaan dan penganggaran khususnya dalam pengesahan
anggaran. Dugaan adanya mis-alokasi anggaran mengarah kepada kepentingan
pribadi melalui pemanfaatan kekuasaan sebagai legislatif. Sedangkan peran dari
eksekutif hanya dalam melaksanakan proses perencanaan tersebut, namun dalam
pengambilan keputusan terhadap program-program dalam perencanaan tidak
penyusunan program kegiatan dilibatkan, tetapi mengingat bahwa perencanaan
tersebut tidak terlepas dari kebijakan politis, maka cenderung argumentasi dari
eksekutif diabaikan.
Menurut Widyaningrum dan Thoha (2005), bahwa legislatif (birokrasi) dan
eksekutif merupakan dua elemen yang sama-sama terlibat dalam proses pembuatan
kebijakan publik. Tetapi peran kedua elemen tersebut berbeda. Dilihat dari indikator
materi kontribusi, eksekutif biasanya mengedepankan kepentingan, nilai-nilai, dan
sensivitas politik sedangkan legislatif cenderung mengedepankan fakta dan
pengetahuan. Kemudian jika dilihat dari indikator fokus perhatian, legislatif
cenderung menekankan artikulasi kepentingan-kepentingan yang tidak terorganisir
dengan baik sedangkan eksekutif mengartikulasi kepentingan yang terorganisir.
Menurut Widyaningrum dan Thoha (2005), bahwa hubungan eksekutif
dengan legislatif dengan nama self-interest model, artinya dalam suatu sistem
masing-masing pihak mempunyai tugas dan kepentingan. Legislators ingin dipilih
kembali pada masa pemerintahan selanjutnya dengan mencari program dan proyek
yang membuatnya popular di mata konstituen, dan birokrat ingin memaksimumkan
anggarannya, dan masyarakat ingin memaksimumkan utilitasnya. Birokrat
mengusulkan program-program baru karena ingin berkembang dan konstituen
percaya mereka menerima keuntungan dari pemerintah. Keadaan tersebut
menunjukkan bahwa dalam proses perencanaan maupun kebijakan publik lainnya
masing-masing mempunyai kepentingan. Hal ini termasuk juga dalam perencanaan
kesehatan, dan hampir terjadi di semua daerah di Indonesia.
Kota Langsa merupakan salah satu bagian dari daerah otonom di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam juga mempunyai permasalahan berkaitan dengan
masalah kesehatan masyarakat yaitu berkaitan dengan tingginya angka kesakitan dan
kematian akibat penyakit infeksi, rendahnya kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat, minimnya tenaga kesehatan yang berkualitas, serta masih lemahnya
manajemen kesehatan masyarakat baik di unit pelayanan seperti puskesmas dan
rumah sakit juga pada organisasi struktural dalam hal ini dinas kesehatan. Keadaan
tersebut salah satunya disebabkan oleh lemahnya perencanaan kesehatan sebagai
akibat dari kurangnya advokasi dinas kesehatan dalam perencanaan program-program
kesehatan, yaitu adanya perbedaan yang menyolok antara usulan program dengan
program yang disetujui pengambil keputusan (Dinas Kesehatan Kota Langsa, 2007).
Berdasarkan proporsi anggaran yang dialokasikan pada bidang kesehatan dari
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masih sangat minim. Tahun 2006
jumlah total APBD sebesar Rp. 303,3 milyar dan alokasi untuk bidang kesehatan 15
Milyar (5%), dan tahun 2007 dari 329,8 milyar, alokasi dana untuk bidang kesehatan
sebesar 16,1 milyar (5%). Hal ini menunjukkan bahwa proporsi anggaran dari APBD
keseluruhan untuk bidang kesehatan masih belum sesuai dengan target yang
diharapkan pemerintah yaitu 15% dari total APBD (Dinas Kesehatan Kota Langsa,
Secara umum gambaran perbedaan usulan anggaran dengan persetujuan
anggaran tahun 2007 khususnya pada anggaran untuk program-program kesehatan,
seperti pada Tabel 1.1:
Tabel 1.1 Perbedaan Usulan Anggaran Kesehatan dengan Persetujuan Anggaran yang disetujui Legislatif di Kota Langsa Tahun 2007
Jenis Anggaran Biaya Langsung
(Program) Usulan Anggaran
Anggaran yang
Disetujui %
1. Promosi Kesehatan 2. Kesehatan Keluarga
3. Pencegahan Penularan Penyakit dan Lingkungan
4. Program Pelayanan Kesehatan
Rp. 553.022.030
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Langsa (data diolah) tahun 2007
Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa alokasi anggaran khusus untuk
program-program kesehatan seperti program promosi kesehatan, kesehatan keluarga,
pelayanan kesehatan dan program pencegahan penyakit dan lingkungan merupakan
porsi anggaran yang dominan tidak disetujui dari usulan anggaran, yaitu 39,11%.
Data menunjukkan proporsi anggaran yang dikurangi dari usulan rata-rata 33,51%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa perencanaan kesehatan melalui usulan program
kesehatan dan anggaran belum sesuai dengan harapan dari eksekutif sebagai
pengusul.
Penyebab keadaan ini diduga karena lemahnya advokasi dari perencana Dinas
Kesehatan Kota Langsa sebagai eksekutif, adanya penetapan jumlah pagu anggaran
dari Badan Perencanaan Kota, dan adanya kepentingan terselubung dari panitia
mengintervensi perencanaan dan penganggaran kesehatan. Intervensi tersebut
berdalih untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang tercermin dari
penetapan pagu anggaran setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) termasuk
Dinas Kesehatan Kota Langsa. Keadaan ini sesuai dengan hasil penelitian Syukriy
(2006), bahwa penganggaran di Indonesia didominasi perilaku mementingkan diri
sendiri oleh legislatif, dan penggunaan power legislatif untuk mengintervensi
penetapan jumlah anggaran di setiap SKPD. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa
perencanaan dan penganggaran kesehatan cenderung lebih didominasi oleh perilaku
eksekutif maupun pengambil keputusan (legialtif).
Sebagian besar penentuan anggaran setiap SKPD cenderung berdasarkan pagu
anggaran yang telah ditetapkan disamping kepentingan-kepentingan terselubung dari
pengambil keputusan (legislatif). Hal ini menunjukkan bahwa masih tingginya
perilaku oportunistik legislatif terhadap perencanaan dan penganggaran setiap SKPD.
Perubahan posisi legislatif yang menjadi powerfull menyebabkan legislatif
mempunyai kekuasaan untuk mengubah usulan anggaran yang diajukan eksekutif.
Birokrasi di Kota Langsa secara umum harus mengacu pada
ketentuan-ketentuan yang berlaku di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yaitu UU No 44
tahun 1999 tentang pelaksanaan Syariah Islam di Aceh. Birokrasi tersebut meliputi
sistematika pelaksanaan perencanaan, struktur organisasi, tugas pokok dan fungsinya
masing-masing, namun hanya berbeda pada penambahan landasan hukum islam.
Birokrasi ini berlaku untuk legislatif, dan eksekutif. Dalam paradigma kebijakan dan
kesehatan harus memperhatikan Syariah Islam, baik dalam bentuk fisik seperti
rencana pembangunan puskesmas, maupun non fisik, demikian juga dengan legislatif
dalam pengambilan keputusan suatu perencanaan kesehatan juga berpedoman pada
ketentuan Syariah, sehingga secara tidak langsung diharapkan membentuk perilaku
birokrasi yang didominasi oleh nilai-nilai Islami (Abubakar, 2005).
Fenomena perencanaan kesehatan di Kota Langsa secara umum masih belum
menunjukkan perencanaan yang komprehensif dan berbasis masyarakat. Keadaan ini
diasumsikan oleh perilaku birokrasi pengambil keputusan yang tidak berpihak kepada
kepentingan masyarakat, sehingga dalam pelaksanaan program cenderung tidak tepat
sasaran disamping minimnya alokasi anggaran yang disetujui. Hal ini tercermin dari
rendahnya cakupan pelayanan kesehatan di Kota Langsa. Data tahun 2006 tercatat
Angka Kematian Bayi sebesar 61 per 1000 kelahiran hidup dan untuk Angka
Kematian Balita (AKBAL) yaitu 69 per 1000 kelahiran hidup, dan angka ini masih
jauh di atas rata-rata seluruh Indonesia yaitu 32 per 1000 kelahiran hidup untuk
Angka Kematian Bayi (AKB) dan 48 per 1000 kelahiran hidup untuk AKBAL, dan
Indikator Indonesia Sehat 2010, yaitu AKB sebesar 40 per 1000 kelahiran hidup, dan
AKBAL sebesar 48 per 1000 kelahiran hidup (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Menyikapi hal tersebut, Dinas Kesehatan Kota Langsa melakukan analisis
situasi masalah kesehatan di masyarakat guna melahirkan suatu perencanaan yang
berbasis data (evidence based) dengan jumlah anggaran yang dibutuhkan secara
proprorsional dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan atau program kesehatan, namun
(program oriented), dan bukan dijadikan sebagai langkah-langkah strategis dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan secara komprehensif bagi masyarakat
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul Analisis Perilaku Eksekutif dan Legislatif Dalam
Perencanaan Kesehatan di Kota Langsa, sehingga dapat dirumuskan strategi
peningkatan pelayanan publik khususnya pembangunan kesehatan di Kota Langsa
yang berbasis masyarakat.
1.2 Permasalahan
Perencanaan kesehatan di Kota Langsa masih belum terlaksana dengan baik
dan belum mengakomodir masalah-masalah kesehatan secara keseluruhan. Minimnya
alokasi anggaran dan jenis program yang disetujui oleh legislatif sebagai pengambil
keputusan terhadap program-program kesehatan yang disetujui oleh legislatif. Hal ini
diduga karena rendahnya pengetahuan, sikap dari legislatif dalam mengadvokasi
perencanaan tersebut dalam forum pengesahan program dan anggaran, demikian juga
dengan eksekutif yang dinilai tidak memahami tentang pentingnya program-program
kesehatan yang diusulkan, serta adanya faktor kepentingan eksekutif maupun
legislatif terhadap usulan program tersebut. Maka peneliti dapat merumuskan
permasalahan penelitian yaitu bagaimana perilaku eksekutif dan legislatif dalam
1.3 Tujuan Penelitian
Menganalisis perilaku eksekutif dan legislatif dalam perencanaan kesehatan di
Kota Langsa.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah khususnya dinas kesehatan
dalam menyusun kepentingan perencanaan kesehatan dalam pembangunan
kesehatan di Kota Langsa.
2. Menambah khazanah ilmu pengetahuan kebijakan administrasi kesehatan dan
administrasi publik lainnya.
3. Menambah Wawasan dan Pengalaman Peneliti
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perencanaan Kesehatan
Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen/administrasi, berupa
menetapkan tujuan organisasi, peraturan dan pedoman pelaksanaan tugas, urutan
pelaksanaan, iktisar biaya yang diperlukan dan pemasukan uang yang diharapkan
akan diperoleh, serta rangkaian tindakan yang akan dilakukan di masa depan.
Menurut Robbin (2002) yang mengutip pendapat Koontz dan O'Donnel
bahwa perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang berkaitan dengan
pemilihan satu di antara berbagai alternatif untuk mencapai tujuan, melaksanakan
kebijaksanaan, prosedur dan program. Macam perencanaan dibedakan menurut
jangka waktu berlakunya rencana (perencanaan jangka panjang, menengah dan
pendek), frekuensi penggunaan (perencanaan yang digunakan satu kali, dan berulang
kali), tingkatan rencana (perencanaan induk, operasional dan harian), filosofi
perencanaan (perencanaan memuaskan, optimal dan adaptasi), waktu (perencanaan
yang berorientasi masa lalu-kini dan masa depan), serta menurut ruang lingkup
(perencanaan strategik, taktis, menyeluruh dan perencanaan terpadu)
Unsur dari perencanaan adalah rumusan misi, rumusan masalah, rumusan
tujuan umum dan tujuan khusus, rumusan kegiatan, asumsi perencanaan, strategi
keberhasilan. Proses perencanaan adalah menetapkan prioritas masalah dan
menetapkan prioritas jalan keluar.
Perencanaan kesehatan pada dasarnya adalah perencanaan pembangunan
kesehatan. Bentuk perencanaan kesehatan antara lain perencanaan kebijaksanaan
pembangunan kesehatan, perencanaan program pembangunan kesehatan, dan
perencanaan operasional/kegiatan pelaksanaan kesehatan. Semua bentuk perencanaan
tersebut mengacu pada tujuan masing-masing tingkat manajemen. Pendekatan
perencanaan kesehatan mengutamakan tiga hal, yaitu (1) pendekatan wawasan
nasional, pendekatan epidemiologi dan (3) pendekatan sumber daya manusia
(Wijono, 1997).
Langkah-langkah pokok perencanaan kesehatan meliputi (1) analisis situasi,
(3) perumusan masalah kesehatan, (3) penetapan prioritas masalah kesehatan, (4)
penetapan alternatif pemecahan masalah, (5) penyusunan rencana program, dan (6)
rencana penilaian (Wijono, 1997).
Secara umum perencanaan kesehatan juga melibatkan unsur politis, sedikitnya
ada lima sifat proses politik yang dapat dicatat sebagai ancaman-ancaman utama bagi
perencanaan kesehatan yang berhasil (Rinke, 1999):
1. Perubahan yang telah direncanakan selalu tidak disukai oleh mereka yang
mendapat pengaruh merugikan.
Pergeseran prioritas dalam rencana perubahan dimaksudkan untuk menghasilkan
manfaat kepada beberapa segmen populasi, tetapi sering dipandang sebagai
potensial dapat mengadakan perlawanan akibat ketidakpastian dalam
mewujudkan hasil-hasil yang di rencanakan. Para perencana seharusnya mencoba
untuk membuat kompensasi bagi mereka yang mendapat pengaruh buruk dari
rencana tersebut, tetapi para perencana jarang memiliki kemampuan untuk
menawarkan inisiatif yang kuat atau menetapkan sangsi-sangsi yang efektif
sebagai cara untuk memastikan penerapan. Kebanyakan orang menerima
kebutuhan untuk merencanakan kegiatan-kegiatan mereka sendiri dan keberatan
untuk mengorbankan kebebasan mereka dengan membiarkan orang-orang lain
untuk merencanakan bagi mereka. Sebagai akibatnya, perencanaan tak dapat
dihindarkan lagi menjadi kontroversial, dan para perencana cenderung untuk
meremehkan derajat ketidaksenangan masyarakat dan politikus terhadap
perencanaan.
2. Sudut pandang kesehatan para pembuat keputusan politis cenderung tidak
mencerminkan prioritas masyarakat.
Perilaku terhadap kesehatan cenderung lenyap. Selama mereka tidak menderita
penyakit, individu-individu cenderung memberi prioritas yang lebih rendah bagi
masalah-masalah kesehatan dibandingkan dengan perhatian segera terhadap
makanan, papan, pekerjaan, dan lain-lain.
3. Para politikus lebih memilih usaha-usaha penyembuhan yang terlihat, sementara
para perencana, melihat potensi pelayanan-pelayanan pencegahan.
Suatu sarana pelayanan jelas dibaktikan untuk usaha-usaha penyelamatan hidup
suatu program kesehatan yang mencapai berbagai manfaat yang tidak terkatakan
bagi orang-orang yang tidak dikenal dalam waktu-waktu yang tidak menentu di
masa mendatang.
4. Para politikus harus menghadapi cakrawala jangka pendek, sementara manfaat
kesehatan cenderung terjadi lebih lanjut.
Karena para pemimpin politik selalu dimintai pertanggungjawabannya oleh
daerah-daerah pemilihan, kemajuan harus dibuat nyata dan cepat. Penurunan
angka kematian melalui perawatan penderita diare yang kritis merupakan salah
satu contoh tempat prioritas politik dan perhatian kesehatan yang tepat. Setelah
waktu berjalan, bagaimanapun juga program perbaikan lingkungan yang secara
drastis mengurangi kasus diare yang harus dirawat dapat menjadi lebih efektif
dalam biaya. Perencana harus terus-menerus berjuang untuk memastikan bahwa
pilihan ini dan pilihan jangka panjang lainnya yang melibatkan
perubahan-perubahan perilaku dan gaya hidup dapat memperoleh pertimbangan prioritas
yang layak didapatkan.
5. Konflik-konflik bawaan antar daerah-daerah pemilihan selalu ada tetapi selalu
berubah
Di masa lalu, para politikus dan masyarakat bersama-sama memperlihatkan rasa
hormat cukup besar terhadap profesi kesehatan dalam masalah-masalah yang
menyangkut perawatan kesehatan. Karena sifat teknis pengobatan, administrator
kesehatan mempunyai kebebasan dari pengaruh luar untuk mengatur sumberdaya
Selama beberapa tahun ini dalam pelaksanaan perencanaan kesehatan, maupun
proses perencanaannya telah berubah. Perubahan tersebut antara lain adanya
keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan perencanaan seperti proses
pengumpulan data melalui fokus diskusi grup, temu wicara dan lain sebagainya.
2.2 Perilaku Eksekutif dan Legisltaif dalam Perencanaan Kesehatan
Pelaksanaan perencanaan kesehatan juga tidak terlepas dari perilaku-perilaku
perencana maupun pelaksana serta pengambil keputusan. Perilaku eksekutif dan
legislatif merupakan salah satu bagian dari perilaku organisasi. Tanggapan terhadap
perilaku orang dalam berbagai struktur organisasi telah muncul sejak awal abad ke-20
sebagai reaksi dari ketimpangan, konflik serta persoalan-persoalan yang timbul akibat
interaksi antar individu pada setiap lapisan masyarakat, baik organisasi publik
maupun organisasi privat. Konflik-konflik antar bangsa, ras, pimpinan dan karyawan
yang muncul pada masa itu telah menggiring pemahaman masyarakat dan para ahli
bahwa masalah tersebut tidak dapat ditanggulangi hanya dengan kemampuan ilmu
dan tehnis saja. Akan tetapi itu, pemecahannya harus dicari secara mendasar ke dalam
struktur sosial masyarakat. Pemecahan ini menuntut kemampuan sosial, meliputi
kemampuan untuk memahami manusia sebagai sumber dari beragam persoalan yang
muncul. Dalam konteks ini makna dan telaah perilaku merupakan faktor penting
dalam rangkaian kajian tentang manusia.
Keseluruhan konsep perilaku secara teoritis dibentuk dari sikap, pendirian dan
aktivitas. Menurut Ndraha (1997) perilaku (behaviour) adalah operasionalisasi dan
aktualisasi sikap seseorang atau kelompok terhadap sesuatu (situasi dan kondisi)
lingkungan (masyarakat, alam, teknologi atau organisasi). Sementara sikap adalah
operasionalisasi dan aktualisasi diri pendirian. Menurut Hersey (1995), perilaku pada
dasarnya berorientasi pada tujuan, artinya perilaku orang tua pada umumnya
dimotivasi oleh keinginan untuk meraih tujuan-tujuan tertentu, tetapi tujuan tersebut
tidak selamanya diketahui secara sadar oleh yang bersangkutan.
Perilaku merupakan reaksi seseorang terhadap situasi dan kondisi lingkungan
yang dapat berupa pernyataan lisan maupun tindakan nyata dan dapat diamati secara
umum. Dalam hubungannya dengan lingkungan kerjanya, maka sikap birokrat
merupakan reaksi dari lingkungan kerja itu sendiri yang didasarkan pada
pertimbangan pikiran dan perasaan yang selanjutnya diwujudkan melalui perilaku
birokrasi.
Orientasi birokrasi merupakan aplikasi dari perilaku aparat birokrasi yang
mengarah pada mentalitas pegawai berkenaan dengan penghayatannya sebagai aparat
birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam birokrasi
tradisional orientasi pelayanan yang diberikan pegawai lebih berorientasi kepada
pengusaha dan tidak berorientasi kepada masyarakat sebagai pihak yang harus
dilayani. (Dwiyanto, 1995).
Ketaatan aparat birokrasi (eksekutif dan legislatif) berorientasi pada prosedur
dan aturan sering menyebabkan tingkat fleksibilitas dan kecepatan pelayanan menjadi
sebagai wahana untuk memperoleh kepentingan pribadi dalam bentuk insentif.
Berkaitan dengan personal interest, menurut Ratminto dan Muhdiarta (2003),
membahas perilaku personal yang dikaitkan dengan persepsi tentang birokrasi yang
menganggap jabatan sebagai kekuasaan daripada sebagai fungsi pelayanan,
mengakibatkan pelayanan menjadi berkurang dan kekuasaanlah yang menonjol,
sehingga pelayanan menjadi timpang, selanjutnya orientasi diukur dari (1) sikap
petugas mengarah pada pengutamaan pelayanan masyarakat, (2) persepsi tentang
derajat dirinya, dan (3) sikap mental Personal Interest dalam pemberian pelayanan.
Model interaksi eksekutif dengan legislatif terdiri dari beberapa model. Model
tersebut bertitik tolak pada beberapa hal, yaitu berkenaan dengan kedudukan birokasi,
sejajar atau subkoordinasi antara eksekutif-legislatif. Ciri katagori model sublation
power adalah birokrasi dan eksekutif sama-sama terlibat dalam proses pembuatan
kebijakan publik tetap berbeda. Dilihat dari beberapa indikator materi kontribusi,
eksekutif biasanya mengedepankan kepentingan, nilai-nilai sensivitas politik,
sedangkan birokrasi mengedepankan fakta dan pengetahuan. Dilihat dari indikator
fokus perhatian, eksekutif cenderung menekankan artikulasi kepentingan-kepentingan
yang tidak terorganisir dengan baik, sedangkan birokrasi mengartikulasikan
kepentingan-kepentingan yang terorganisir dengan baik (Widyaningrum dan Thoha,
2005).
Menurut Widyaningrum dan Thoha (2005), ada beberapa model dalam
memahami kesejajaran eksekutif dan legislatif, antara lain model agency,model
antara institusi politik dan birokrasi sebagai konflik kepentingan dimana pihak
birokrasi merupakan pihak yng menguasai informasi, akibatnya aliran informasi
bersifat asimetris. Fakta inilah yang menjadi sumber kekuatan tawar menawar
birokrasi ketika berinteraksi dengan lembaga politik. Disisi lain, lembaga politik
memiliki kekuasaan untuk menentukan otoritas agen-agen birokrasi dan pola insentif
mereka. Titik temu antara dua sumber kekuatan ini merupakan fenomena yang
menjadi kajian utama model agency dalam memahami interaksi lembaga politik
versurs birokrasi (Widyaningrum dan Thoha, 2005)
Model kedua, bureaucratic politics, melihat hubungan antara lembaga politik
dan birokrasi sebagai proses tawar menawar antar individu yang perilakunya
ditentukan oleh kehadiran afiliasi birokratis, partisan yang hadir dalam interaksi,
kontrol atas sumberdaya dan tingkat kemampuan persuasif. Selain mengandalkan
kekuasaan politik, masing pelaku dipengaruhi oleh kepentingan
masing-masing mereka, persepsi masing-masing-masing-masing tentang kendala, prospek dan implikasi
kebijakan dimasa depan (Widyaningrum dan Thoha, 2005)
Model ketiga, institusional, menginterpretasikan pola-pola perilaku aktor
yang terlibat dalam proses interaksi tersebut berasal dari proses historis dan
kelembagaan tertentu. Asumsi mendasar model ini adalah bahwa kontruksi sosial dan
organisasi memainkan peran vital dalam proses rekrontruksi realitas sosial tersebut.
Teoritis institusional menganggap bahwa outcome organisasi bukan merupakan
konstruksi realitas sosial bukan merupakan hasil negosiasi (bargaining) antar
harus dikaitkan dengan bagaimana proses setiap aktor memposisikan diri dalam
sistem sosial dan berinteraksi dengan isi dan bentuk-bentuk proses kebijakan publik
yang ada (Widyaningrum dan Thoha, 2005)
2.3 Teori Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses untuk memilih suatu
rangkaian tindakan dari dua atau lebih alternatif yang mencakup penentuan pilihan
dan pemecahan masalah. Pengambilan keputusan yang mengoptimalkan proses dan
hasil dalam membuat suatu keputusan adalah rasional, yaitu dia membuat
pilihan-pilihan yang konsisten dan memaksimalkan nilai dalam batasan tertentu.
Pilihan-pilihan tersebut mengikuti model enam langkah (Robbins, 2002), yaitu : (1)
Mendefinisikan masalah, (2) Mengidentifikasi kriteria keputusan, (3) Menimbang
kriteria, (4) Menghasilkan alternatif, (5) Menilai semua alternatif pada
masing-masing kriteria, dan (6) Menghitung keputusan optimal.
Terdapat dua pendekatan dalam pengambilan keputusan dalam organisasi,
yaitu didasari pada model rasional-ekonomi dengan maksud mempertahankan
keputusan yang ideal dan model administratif, yaitu dengan mengeksplorasi
keterbatasan-keterbatasan rasionalitas manusia. Beberapa hal yang mendasari
pengambilan keputusan dalam organiasi, yaitu (Rivai, 2004):
1. Rasionalitas Terbatas, yaitu kemampuan pikiran manusia untuk memformulasikan
dan menyelesaikan masalah yang rumit terlalu kecil untuk memenuhi tuntutan
2. Intuisi, yaitu suatu proses tak sadar yang diciptakan dari dalam pengalaman yang
tersaring. Intuisi ini berjalan beriringan atau saling melengkapi dengan analisis
rasional. Instusi adalah kekuatan diluar indera atau indera keenam. Seseorang
kemungkinan mengambil keputusan intuitif ini jika menghadapi pada delapan
kondisi, yaitu (1) bila ketidakpastian dalam tingkat tinggi, (2) bila
variabel-variabel kurang bisa diramalkan secara ilmiah, (3) bila ada sedikit preseden yang
diikuti, (4) bila fakta terbatas, (5) bila faka menunjukkan dengan jelas jalan untuk
diikuti, (6) bila data analitis kurang berguna, (7) bila ada beberapa penyelesaian
alternatif yang masuk akal untuk dipilih yang masing-masing memiliki argumen
yang baik, dan (8) bila waktu terbatas dan ada tekanan untuk segera diambil
keputusan yang tepat.
3. Identifikasi masalah, yaitu mengidentifikasi masalah-masalah penting sebelum
mengambil keputusan. Ada dua hal penting yang mempengaruhinya, yaitu (1)
masalah-masalah yang tampak cenderung memiliki probabilitas terpilih lebih
tinggi dibandingkan dengan masalah yang penting, dan (2) kepentingan pribadi
pengambil keputusan cenderung menang daripada masalah yang penting bagi
organisasi.
4. Pengembangan alternatif, yaitu keputusan yang diambil sering menghindari
tugas-tugas sulit dan mempertimbangkan altenatif –alternatif dari pada mencari
5. Membuat pilihan, yaitu keputusan yang diambil sering menghindari informasi
yang terlalu sarat dan mengandalkan heuristik atau jalan pintas penilaian dalam
pengambilan keputusan.
6. Perbedaan individu. Perbedaan individu berpengaruh terhadap gaya pengambilan
keputusan. Riset tentang gaya pengambilan keputusan telah diidentifikasi terdapat
empat pendekatan individual yang didasarkan pada dua hal, yaitu cara berfikir
dan toleransi pribadi terhadap ambigiuitas.
7. Hubungan Organisasi, keputusan yang diambil cenderung dipengaruhi oleh
organisasi itu sendiri, berupa sistem penilaian kinerja, sistim imbalan, rutinitas
terprogram dan preseden histroris (keputusan masa lalu).
8. Perbedaan budaya. Pada kenyataannya pengambilan keputusan dipengaruhi oleh
latar belakang budaya. Latar belakang budaya membawa pengaruh yang besar
terhadap seleksi masalahnya, kedalaman analisis, arti penting yang ditempatkan
pada logika dan rasionalitas dan gaya pengambilan keputusan apakah diputuskan
secara otokratis dan demokratis.
Pengambilan keputusan juga dipengaruhi oleh kekuasaan (power). Menurut
Rivai (2004) yang mengutip pendapat Weber, kekuasaan adalah suatu kemungkinan
yang membuat seorang aktor didalam hubungan sosial berada dalam suatu hubungan
sosial dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang
mampu menghilangkan rintangan. Kekuasaan pada prinsipnya adalah suatu sumber
mengakibatkan perubahan dalam kemungkinan bahwa seseorang atau kelompok akan
mengangkat suatu perubahan perilaku yang diinginkan.
2.4 Landasan Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka, maka dapat disimpulkan beberapa konsep yang
dapat dijadikan sebagai landasan teori dalam penelitian ini, yaitu:
Perencanaan kesehatan merupakan salah satu fungsi manajemen kesehatan
yang berkaitan dengan pemilihan satu diantara berbagai alternatif untuk mencapai
tujuan, melaksanakan kebijaksanaan, prosedur dan program. Unsur dari perencanaan
adalah rumusan misi, rumusan masalah, rumusan tujuan umum dan tujuan khusus,
rumusan kegiatan, asumsi perencanaan, strategi pendekatan, kelompok sasaran,
waktu, biaya, serta metode penilaian dan kriteria keberhasilan. Sedangkan proses
perencanaan adalah menetapkan prioritas masalah dan menetapkan prioritas jalan
keluar (Wijono, 1997).
Keterlibatan eksekutif dan legislatif dalam perencanaan berbeda. Eksekutif
terlibat mulai tahap pengumpulan data untuk analisis situasi sampai pada penyusunan
dokumen perencanaan dalam bentuk uraian program dan anggaran. Sedangkan
legislatif hanya pada tahap pengesahan anggaran guna melaksanakan rencana-rencana
yang terkandung dalam dokumen perencanaan. Keterlibatan kedua elemen tersebut
tidak terlepas dari perilaku organiasi itu sendiri.
Menurut Nraha (1997), perilaku merupakan kombinasi dari kepentingan,
manajemen, lingkungan, dan fungsi. Menurut Natoadmodjo (1997) batasan perilaku
bersangkutan, yang terdiri dari pengetahuan, sikap, persepsi dan tindakan. Jadi
perilaku manusia pada hakekatnya adalah aktivitas dari manusia itu sendiri. Untuk
kepentingan analisis perilaku perlu diketahui apa yang dikerjakan oleh organisme
tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Berkaitan dengan penelitian ini perilaku tersebut diarahkan kepada perilaku
eksekutif dan legistlatif dalam membuat perencanaan sampai pada pengambilan
keputusan terhadap program-program kesehatan yang akan dilaksanakan. Secara
skematis perilaku eksekutif dan legislatif dalam perencanaan dapat digambarkan
seperti pada Gambar 2.1
Proses Perencanaan (1) Analisis Situasi (2) Rumusan Masalah
(3) Penetapan Prioritas Masalah (4) Penetapan Tujuan
(5) Penyusunan Rencana Operasional (6) Penilaian
Gambar 2.1. Landasan Teori Perilaku Eksekutif dan Legislatif Dalam Perencanaan Kesehatan
Gambar 2.1. menunjukkan bahwa perilaku eksekutif dan legislatif merupakan
penjabaran dari konsep perilaku secara umum yang berpengaruh terhadap proses
2.5 Fokus Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan tujuan penelitian, maka peneliti menetapkan
fokus penelitian yaitu:
Pengetahuan
Gambar 2.2. Fokus Penelitian
Perencanaan Kesehatan
Sikap
Persepsi
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk mendapatkan
informasi perilaku eksekutif dan legislatife dalam perencanaan kesehatan di Kota
Langsa. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang menggunakan
data berupa kalimat tertulis atau lisan, perilaku, fenomena, peristiwa, pengetahuan
atau objek studi (Moelong, 2004).
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Langsa dengan pertimbangan kota Langsa
merupakan salah satu kota di Provinsi NAD yang mempunyai alokasi anggaran
bidang kesehatan termasuk rendah bila dibandingkan dengan indiaktor Indonesia
Sehat 2010 yaitu hanya 5% dari total APBD , dan masih tingginya mis-alokasi
anggaran dalam perencanaan kesehatan. Penelitian ini membutuhkan waktu selama 8
bulan terhitung bulan Januari sampai dengan Agustus 2008.
3.3 Informan
Informan dalam penelitian ini adalah seluruh informan dari eksekutif dan
legislatif yang terlibat dalam proses perencanaan kesehatan di Kota Langsa yang
Tabel 3.1 Jenis dan Jumlah Informan
No Sampel Penelitian Jumlah
1.
2.
Eksekutif
1) Walikota Langsa
2) Kepala Bappeda Kota Langsa
3) Kepala Dinas Kesehatan Kota Langsa
4) Kasubbag Perencanaan Program dan Laporan
5) Kepala Bidang Kesehatan Keluarga
6) Kepala Bidang P2 dan PL
7) Kepala Bidang Promkes
8) Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan
9) Kepala Sub Bag Kepegawaian dan Keuangan
10) Kepala Puskesmas se Kota Langsa
Legislatif
1) Komisi A DPRD Kota Langsa (Ketua dan Sekretaris)
1 orang
3.4 Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam (Indepth Interview)
berpedoman pada instrumen wawancara yang telah dipersiapkan dan dibantu oleh
peralatan tape recorder. Dethp interview, adalah sebuah wawancara yang cukup
panjang (sekitar 30 menit sampai 1 jam) dan tidak terstruktur antara responden
dengan pewawancara, yang meminimalisasi partisipasi pewawancara tersebut dalam
diskusi setelah menjabarkan secara umum tema wawancara.
Untuk membantu analisa masalah dan hasil penelitian diperlukan data
sekunder yang diperoleh dari dokumen Bappeda, dan Dinas Kesehatan seperti
Dokumen Rencana Kerja Anggaran selama 2 tahun terakhir, dan data cakupan
3.5 Fokus Penelitian
1. Perilaku Eksekutif dan Legislatif adalah tindakan nyata, pernyataan lisan, respon
aparat legislatif dan eksekutif di jajaran pemerintahan kota Langsa dalam proses
perencanaan kesehatan, dengan indikator:
a. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh eksekutif dan legislatif
tentang langkah-langkah perencanaan sampai pada pengambilan keputusan
terhadap program kesehatan yang akan dilaksanakan.
b. Sikap adalah tanggapan atau respon oleh eksekutif dan legislatif tentang
langkah-langkah perencanaan sampai pada pengambilan keputusan terhadap
program kesehatan yang akan dilaksanakan.
c. Persepsi adalah segala sesuatu reaksi terhadap perencanaan kesehatan
berdasarkan pengamatan, informasi, dan pengalaman eksekutif dan legislatif.
d. Kepentingan adalah segala sesuatu kebutuhan atau unsur kepentingan lain
yang diharapkan oleh eksekutif dan legislatif dalam perencanaan kesehatan
2. Perencanaan Kesehatan adalah serangkaian kegiatan sistematis dalam
perencanaan bidang kesehatan yang dilakukan oleh eksekutif dan legislatif
meliputi analisis situasi, perumusan masalah, penetapan masalah, penetapan
tujuan, penyusunan rencana operasional kegiatan, penetapan jenis-jenis program
3.6 Metode Analisis Data
Setelah data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, maka analisis data
dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan editing data, mengorganisir data sesuai
dengan variabel penelitian kemudian dilakukan analisis.
Analisis data penelitian ini menggunakan analisis isi (Content Analysis), yaitu
menguraikan jawaban-jawaban berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian dibuat
matrik-matrik yang menjelaskan pengkategorisasian terhadap hasil yang ditemukan di
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kota Langsa merupakan salah satu kota yang ada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara administratif berbatasan dengan wilayah: sebelah Utara
berbatasan dengan Kecamatan Bayeun Kabupaten Aceh Timur dan Selat Malaka, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Birem Bayeun Kabupaten Aceh Timur dan Kecamatan Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Birem Bayeun Kabupaten Aceh Timur
Jumlah penduduk Kota Langsa Tahun 2008 sebanyak 130.189 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 65.115 jiwa, dan perempuan sebanyak 65.074 jiwa. Berdasarkan luas wilayah.
Kota Langsa mempunyai luas 162,41 Km2 dengan jumlah kelurahan sebanyak 51 kelurahan, dan jumlah rumah tangga sebanyak 27.871 RT.
Berdasarkan analisis situasi derajat kesehatan di Kota Langsa selama tahun 2007, diketahui angka kematian bayi di Kota Langsa sebanyak 34 orang (10,3 per 1000 kelahiran hidup), angka kematian balita 2 orang (0,18 per 1000 kelahiran hidup), dan jumlah kematian ibu bersalin sebanyak 2 orang 56,9 per 100.000 kelahirna hidup. Hal tersebut menunjukkan secara umum derajat kesehatan masyarakat di Kota Langsa masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Berdasarkan angka kesakitan, diketahui jumlah penyakit terbanyak yang dilaporkan oleh puskesmas se Kota Langsa adalah penyakit infeksi saluran pernafsan akut yaitu sebanyak 9.763 kasus (22,30%), dan kasus diare sebanyak 3.684 kasus (23,8 per 1000 penduduk), selain itu masih ditemukan 50 kasus balita dengan status gizi buruk (1,3%), masih ada 16 bayi berat lahir rendah (BBLR).
Berdasarkan pembiayaan kesehatan, diketahui anggaran tahun 2006 sebesar 15.000.000.000 (5% dari total APBD yaitu Rp. 303,3 milyar), dan tahun 2007 menjadi 16.100.000.000 dari 329,8 milyar. Keadaan ini menunjukkan persentase alokasi anggaran bidang kesehatan masih rendah dibandingkan dengan indikator yang diharapkan yaitu 15% dari total Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
4.2. Karakteristik Informan
tahun sebanyak 10 orang (66,7%), dan umumnya sebanyak 13 orang (86,7%)
berpendidikan Sarjana (S-1) dan mayoritas mempunyai masa kerja antara 3-14 tahun yaitu sebanyak 8 orang (53,3%). Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Informan pada Kelompok Eksekutif dan Legislatif
No Karakteristik Informan Jumlah
(orang) Persentase (%)
01 Umur
27 - 37 2 13,3
38 - 48 10 66,7
49 - 59 3 20,0
Total 15 100
02 Pendidikan
SLTA 1 6,7
D- III 1 6,7
S- I 13 86,7
Total 15 100.0
03 Masa Kerja
03 - 14 8 53,3
15 - 26 6 40,0
27 - 38 1 6,7
Total 15 100
4.3. Pengetahuan Informan Tentang Perencanaan Kesehatan
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan pemahaman tentang
perencanaan kesehatan sesuai dengan tingkat pengetahuannya masing-masing, sesuai dengan item pertanyaan. Adapun jawaban informan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Matrik Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Langkah-langkah Perencanaan Kesehatan
Informan Jawaban
Eksekutif 1 E...dalam hal ini...kita...pemerintah kota langsa..telah memberi wewenang kepada
dinas kesehatan untuk membuat perencanaan kesehatan setiap tahunnya....,nah mungkin teknis pelaksanaannya..atau..e...langkah-langkahnya...itu mereka yang lebih tau...ya.
Eksekutif 2 E...Selama ini yang kita jalankan adalah dengan melihat keadaan
dilapangan..ya..mungkin kalau dinas kesehatan ya...harus melihat kondisi masyarakatnya gimana.., apakah ada yang sakit atau ..apa-apa yang dibutuhkan dalah hal pelayanan kesehatan..ya..karena kalau masalah kesehatan...ya pasti dinas kesehatanlah yang lebih banyak mengetahuinya.
Eksekutif 3 Langkah-langkah yang kita tempuh dalam membuat sebuah perencanaan adalah kita
memulai dengan pengumpulan data dasar kemudian ditambah juga dengan data pendukung, kemudian kita survey lapangan untuk mengetahui kebutuhan masyarakat dalam pelayanan kesehatan, kemudian kita menetapkan masalah-masalah apa saja yang ada di masyarakat tersebut, setelah itu barulah kita dapat menyusun rencana kerja.
Eksekutif 4 Eem...Perencanaan kesehatan selama ini dapat berjalan karena adanya dukungan
data, baik dari puskesmas maupun dari lapangan langsung, sehingga perencanaan dapat terlaksanan dengan baik
Eksekutif 5 Mengumpulkan data dengan cara survey kelapangan yang kemudian kita
menetapkan semua masalah-masalah yang ada.kemudian baru kita menyusun rencana kerja. Dalam menyusun rencana kerja ini kita harus membuat skala prioritas yang mana yang harus diutamakandari beberapa masalah yang didapatkan tadi
Eksekutif 6 Ya...em...selama ini di kota langsa..dalam hal perencanaan .ya..kita yang
bertanggung jawab ya.., nah...dalam semuanya ..ini untuk merencanakan kegiatan tentu kita pertama sekali harus ada data..ya, setelah ada data..kemudian kita analisa...dan juga kita perlu untuk survey kelapangan....sehingga kita bisa melihat apa bener data yang kita dapat ini dan apakah benar terjadi dilapangan...setelah itu kita menganalisa masalah-masalahnya yang ada..ya,....e..dan setelah itu baru kita nanti...tindakan apa yang kita ambil untuk mencegah....,e...menindak lanjuti masalah-masalah yang ada...,kemudian barulah kita menyusun rencana kerja kita
Eksekutif 7 Langkah-langkah perencanaan di dinas kesehatan kota langsa, terutama di bidang
P2P ya..., itu di mulai dari kita mengumpulkan data-data dan memperhatikan e....analisis lingkungan .seperti e...lingkungan internal dan eksternal dari organisasi dinas kesehatan..e...kemudian dari analisis lingkungan tersebut..e...kita analisis dengan cara analisis Swot, sehingga didapatkan hasil suatu program-program kegiatan perencanaan
Eksekutif 8 M...yang saya ketahui selama ini..e...adalah pertama-tama kita harus dapat
mengetahui dulu apa permasalahan yang ada di lapangan..baru kita bisa membuat perencanaan..atau laporan-laporan dari bidan desa tentang yang terjadi di masyarakat
Eksekutif 9 Mengumpulan Data mengenai Kesehatan,menyusun rencana kerja, menetapkan
masalah-masalah yang ada, kemudian survey lapangan untuk mendukung langkah- langkah Dalam Perencanaan, misalnya mengadakan survey lapangan ke Puskesmas,Polindes dan Bidan Desa langsung berhubungan dengan masyarakat..
Tabel 4.2. Lanjutan
Eksekutif 10 Yang pertama yang kita lakukan ya....e..seperti biasa kita harus menyusun dulu..apa yang akan kita lakukan...setelah itu dari yang telah kita susun itu..e...kita
tatapkan,,kira-kira yang bakal muncul itu nanti apa..,dari rencana kita
itu..e...masalahnya..setelah itu nanti kita survei ke lapangan....baru nanti terakhir pengumpulan data..! e....setelah data itu ada kita buat suatu laporan
Eksekutif 11 Mungkin yang pertama-tama kita harus mengetahui situasi dan kondisi di lapangan
dulu..ya, kemudian kita menganalisis situasiatau keadaan yang terjadi di masyarakat ..ya...misalnya permasalahan apa yang terjadi dimasyarakat..., baru kemudian kita dapat membuat suatu perencanaan kesehatan.
Eksekutif 12 E...kalau menurut saya....pertama-tama kita harus survei lapangan untuk melihat
apa yang menjadi masalah kesehatan, kemudian kita mengumpulakn data-data pendukung dari masalah tersubut, dan kemudian kita buat satu dokumen berupa perencanaan kesehatan, kemudian kita juga harus menetapkan prioritas masalah yang ada, sehingga menjadi satu dokumen perencanaan yang baik, yang kemudian kita serahkan ke dinas Kesehatan kota langsa
Eksekutif 13 Em....kalau yang selama ini yang kami buat...tentunya pertama-tama...em..kami harus mengetahui dulu apa kebutuhan-kebutuhan yang ada di masyarakat kota langsa, baru kemudian kami bisa membuat usulan perencanaan puskesmas ke dinas kesehatan kota langsa
Legislatif 1 Yang saya tau selama ini..e...perencanaan kesehatan itu dibuat oleh dinas kesehatan
kota langsa...e...yang terus di usulkan kepemerintah kota langsa...,kemudian ada juga rapat-rapat anggran tentang pengesahan anggaran yang telah di usulkan oleh dinas masing-masing....
Legislatif 2 Kalau itu yang lebih tahu ya..kepala dinas kesehatan ya..., tapi secara umum
mungkin ...e...dokumen perencanaanlah ya..., nanti dokumen perencanaan itu kan akan kita tinjau kembali...
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, maka dapat diketahui ada 10 (sepuluh) informan yang mengemukakan bahwa perencanaan kesehatan diawali dari pengumpulan data, analisis data dan penyusunan program-program kemudian disahkan oleh panitia anggaran, sementara 5 (lima) orang lainnya menjawab bahwa langkah-langkah perencanaan kesehatan diawali dari dinas kesehatan, dan kebutuhan dinas kesehatan yang diperoleh dari jawaban sebagai berikut”
“Kalau itu yang lebih tahu ya..kepala dinas kesehatan ya..., tapi secara umum mungkin ...e...dokumen perencanaanlah ya..., nanti dokumen perencanaan itu kan akan kita tinjau kembali..”
“Em....kalau yang selama ini yang kami buat...tentunya
pertama-tama...em..kami harus mengetahui dulu apa kebutuhan-kebutuhan yang ada di masyarakat kota langsa, baru kemudian kami bisa membuat usulan perencanaan puskesmas ke dinas kesehatan kota langsa”
“Yang saya tau selama ini..e...perencanaan kesehatan itu dibuat oleh dinas kesehatan kota langsa...e...yang terus di usulkan kepemerintah kota
E...dalam hal ini...kita...pemerintah kota langsa..telah memberi wewenang kepada dinas kesehatan untuk membuat perencanaan kesehatan setiap tahunnya....,nah mungkin teknis pelaksanaannya..atau..e...langkah-langkahnya...itu mereka yang lebih tau...ya”.
E...Selama ini yang kita jalankan adalah dengan melihat keadaan dilapangan..ya..mungkin kalau dinas kesehatan ya...harus melihat kondisi masyarakatnya gimana.., apakah ada yang sakit atau ..apa-apa yang dibutuhkan dalah hal pelayanan kesehatan..ya..karena kalau masalah kesehatan...ya pasti dinas kesehatanlah yang lebih banyak mengetahuinya”
2. Sumber Data Perencanaan Kesehatan
Berdasarkan sumber data dalam perencanaan kesehatan secara umum informan menjawab dengan variasi pemahaman. Adapun jawaban informan dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3. Matrik Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Jenis dan Sumber Data dalam Perencanaan Kesehatan
Informan Jawaban
Eksekutif 1 Mungkin...data-data yang berhubungan dengan penyakit..ya,..seperti bila ada
kejadian wabah..., nah mungkin kita sangat memerlukan data..., contohnya dua bulan terakhir..di daerah sungai pauh..itu ada kasus demem berdarah...ya....mungkin dinas kesehatanlah yang sangat membutuhkan data.
Eksekutif 2 Kalau data-data tentang kesehatan ya..dinas kesehatanlah yang lebih tau...ya.
Eksekutif 3 Seperti yang saya sebutkan tadi , kita memulai dengan data-data dasar yang dapat
mendukung, seperti data jumlah penduduk, kemudian data jumlah sasaran bayi, balita,batita kemudian jumlah ibu hamil, ibu nifas kemudian data usila, data jumlah kematian dan data kesakitan, kemudian untuk sarana kesehatan kita juga harus melihat, berapa sarana kesehatan yang kita miliki seperti jumlah puskesmas, PUSTU, Polindes, poskesdes, kemudian kita juga perlu melihat jumlah kinjungan ke sarana kesehatan itu.
Tabel 4.3. Lanjutan
Informan Jawaban
Eksekutif 4 Banyak...seperti Jumlah angka kematian dan angka kesakitan, kemudian jumlah
sarana kesehatan yang ada dan yang belum ada di suatu daerah tersebut. Kemudian jumlah kunjungan di puskesmas, kunjungan bayi, balita dan Lain-lain
Eksekutif 5 Sesuai dengan tolak ukur keberhasilan kesehatan, yaitu adalah Jumlah angka
kematian dan angka kesakitan, kemudian jumlah sarana kesehatan yang ada dan yang belum ada di suatu daerah tersebut. Kemudian jumlah kunjungan di puskesmas, kunjungan puskesmas ini terbagi 2 yaitu kunjungan rutin dan tidak rutin, kermudian kunjungan bayi, balita dan batitaini
Eksekutif 6 Banyak..datanya ya....,misalnya jumlah angka kematian, angka
kesakitan...ya,..e..terus jumlah sarana kesehatan kita..., sarana kesehatan,
bayi..,ada juga jumlah ibu hamil..jumlah kunjungan di puskesmas..., kemudian kita perlu juga meminta data ke rumah sakit untuk mendapatkan data ini.
Eksekutif 7 Datanya..terutama data demografi, data situsi kesehatan
e....permasalahan-permasalahan yang di dapat dari laporan-laporan dari puskesmas..kemudian data sarana dan prasarana e...isu-isu aktual yang sedang berkembang dimasyarakat..ya.
Eksekutif 8 Ya...pastinya data-data ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, usila dan data-data
lainlah yang bisa mendukung kita dalam menbuat perencanaan..
Eksekutif 9 Data Jumlah Penduduk/jiwa, data Jumlah angka Kelahiran,kematian dan angka
kesakitan, data Jumlah sarana kesehatan yang ada dan yang belum ada seperti polindes,PUSTU dan Posyandu, jumlah kunjungan di puskesmas, jumlah bayi, Balita, Batita dan lain-lainl.
Eksekutif 10 Ya....tentu saja data yang berhubungan dengan kesehatanlah...seperti data jumlah
kematian, kelahiran, ibu hamil, balita, usila....pokoknya banyak lagi lainnyalah...!
Eksekutif 11 Ya...yang sesuailah...misalnya dalam membuat perencanaan program gizi..ya....
sudah pasti kita harus mengetahui berapa yang terkena gizi buruk dan yang tidak yang ada diwilayah kerja kita...begitu juga dengan program-program yang lain
Eksekutif 12 Yang jelas yang sering kit lakukan selama ini dalah mencari data emografi, karena
kita harus mengetahui wilayah kerja kita, kemudian jumlah angka kematian, kesakitan, kelahiran dan jumlah bayi,kemudian kita juga perlu melihat jumlah kunjungan di puskesmas.
Eksekutif 13 Data yang kami butuhkan ...em....adalah data penduduklah...misalnya jumlah
angka kematian, kesakitan dan banyak lagi....pokoknya yang dapat mendukung dalam proses perencanaan puskesmas
Legislatif 1 Em...kalau masalah kesehatan tentunya dinas kesehatanlah yang mengetahui apa
saja yang mereka butuhkan untuk perencanaan, ya..terutama data-data tadi...kalau kami kan..hanya mengetahui perencanaan yang mereka buat sudah dalam bentuk dokumen usulan
Legislatif 2 E...mungkin data-data yang berkaitan dengan kesehatan..ya..., e....orang dinas
kesehatanlah yang lebih tau..ya.
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, diketahui bahwa secara keseluruhan mampu menjawab dengan baik data-data yang dibutuhkan dalam perencanaan kesehatan. Data tersebut meliputi data demografi seperti jumlah penduduk, data-data penyakit, data-data masalah kesehatan lainnya seperti data balita gizi buruk, data jumlah tenaga dan sarana pelayanan kesehatan.
3. Pentingnya Perencanaan Kesehatan
Tabel 4.4. Matrik Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Pentingnya Perencanaan Kesehatan
Informan Jawaban
Eksekutif 1 Ya...penting..ya,..karena setiap kita hendak melaksanakan sesuatu pasti kita perlu
Eksekutif 2 E...Perencanaan itu perlu kita lakukan .., karena dengan adanya perencanaan.., kita dapat mengetahui sejauh mana perkembangan yang sudah kita lakukan terutama setahun kebelakang dan apa rencana kita setahun kedepan...!
Eksekutif 3 Perencanaan kesehatan sangat-sangat penting, pertama kita dapat melihat tujuan
dari setiap perencanaan kesehatan itu, kemudian kita dapat menghindari tumpang tindih dalam perencanaan kesehatan yang kita buat, kemudian setiap perencanaan yang kita buat tidak salah arah dan sesuai dengan yang kita harapkan.
Eksekutif 4 Penting...karena agar perencanaan yang dilakukan dapat sesuai dengan yang
dibutuhkan, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam perencanaan dan agar tujuan perencanaan kesehatan tidak menjadi salah arah
Eksekutif 5 Penyusunan perencanaan kesehatan itu penting, karena setiap program yang ada di
dinas Kesehatan harus membuat suatu perencanaan kegiatan kedepan dan dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan, kemudian agar tidak terjadi tumpang tindih dalam perencanaan kesehatan misalnya antara perencanaan puskesmas dengan perencanaan yang di buat di dinas kesehatan sendiri dan tidak salah arah.
Eksekutif 6 E...tentu penting ya...terutama..kita untuk mengetahui keadaan di kota langsa
ini...kita kan.... harus tau datanya.., keadaannya begini..kedepan e..kita harus tau untuk merencanakannya..terus dengan adanya yang kita rencanakan itu tidak terjadi tumpang tindih kegiatan.., tidak usah jauh...kita di dinas kesehatan ini ada beberapa bidang..., ada bidang promkes, p2P.., sebenarnya bidang promkes dan p2p ini..kadang-kadang mereka sama-sama ada mengadakan penyuluhan...nah..dengan adanya perencanaan kesehatan kita dapat mencegahnya
Eksekutif 7 Perencanaan kesehatan itu menurut saya sangat penting..dengan adanya
perencanaan dapat mengarahkan pelaksanaan dari suatu kegiatan program-program..sehingga nantinya dapat terarah, terkoordinasi dan terpadu secara keseluruhan
Eksekutif 8 Kalau ditanya mengapa..ya....karena...kalau kita tidak menyusun suatu perencanaan
kesehatan...bagaimana kita dapat mengetahui apa yang mau kita jalankan..iyakan...!
Tabel 4.4. Lanjutan
Informan Jawaban
Eksekutif 9 Perencanaan merupakan suatu ujung tombak , karena dengan adanya perencanaan
kita dapat mewaspadai agar tujuan perencanaan dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam perencanaan Kesehatan misalnya dinas kesehatan merencanakan program Sementara instansi lain merencanakan hal yang sama, dengan adanya perencanaan kita dapat membahas bersama , duduk bersama untuk membahas hal tersebut dan memilah-milah agar tidak terjadi tumpang tindih dalam perencanaan.
Eksekutif 10 Pentinglah...dari mana kita tahu angka kelahiran bayi berapa ..! Ibu hamil berapa?
Sudah itu darimana kita tahu orang yang sehat itu berapa...?yang meninggal ada apa tidak..?jadi semua itu harus kita lakukan ....tapi kita tidak bisa melakukannya sendiri..makanya kita ada Pustu , Polindes untuk membantu kita...ada juga bidan desa yang bergerak didesa..!
Eksekutif 11 Ya...penting sekalilah...karena dengan perencanaan itulah kita menjalankan semua
kegiatan-kegiatan,...kalau tanpa perencanaan yang mau menjalankan apa..!semua pasti harus dengan perencanaan dulu.
Eksekutif 12 Yaa..jelas sangat penying..karena tanpa perencanaan tentu kita tidak akan bisa
Eksekutif 13 Kalau ditanya itu....ya...sangat pentinglah...karena kalau tidak ada perencanaan bagaimana kita bisa menjalankan kegiatan...!
Legislatif 1 Saya rasa memang penting ya..karena hidup kita inikan penuh dengan
rencana-rencana...hm...kalau tanpa ada rencana apa-apa..kan ..bisa gawat hidup kita...he..he...he...!, ya..itu tadi dinas kesehatan memang harus..selalu bisa membuat perencanaan kesehatan setiap tahunnya..ya...kalau bisa yang memang benar-benar bisa menyentuh masyarakatlah...., jangan membuat usulan-usulan yang jauh dari kebutuhan masyarakat..iyakan...!
Legislatif 2 Penting..ya.., karena kalau kita sudah merencanakan berarti kita kan sudah tau apa
yang akan kita harapkan kedepan
Berdasarkan Tabel 4.4. secara keseluruhan pemahaman pentingnya perencanaan kesehatan adalah sebagai langkah pertama untuk dapat melakukan kegiatan atau program kesehatan di masa akan datang, dan sebagai dasar dalam memantau situasi kesehatan dimasa akan datang.
4. Penanggungjawab terhadap Perencanaan Kesehatan
Tabel 4.5. Matrik Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Penanggung Jawab Perencanaan Kesehatan
Informan Jawaban
Eksekutif 1 Selain...e...pemerintah daerah sendiri..ya sudah tentu dinas kesehatan..ya, karena
dinas merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah kota langsa...e..terutama untuk menangani masalah-masalah kesehatan yang terjadi di kota langsa.
Eksekutif 2 Ya...dinas kesehatan..ya..tapi kalau secara umum..e....ya..semua kita harus
bertanggung jawab..ya..lebih-lebih masalah kesehatan
Eksekutif 3 Dalam hal perencanaan kesehatan ini bukan dinas kesehatan saja yang terlibat,
tetapi pihak pembangunan pemerintah kota langsa , kemudian DPR dan Bappeda kota langsa juga ikut terlibat didalamnya
Eksekutif 4 Banyak pihak-pihak yang terlibat, seperti Wali Kota Langsa, DPRD Kota Langsa itu
sendiri dan langsung yang berperan seperti Kepala Dinas Kesehatan dan BAPPEDA Kota Langsa
Eksekutif 5 Yang jelas di daerah ini sebagai penanggung jawab utama adalah Wali Kota Langsa
sebagai penguasa daerah dan setelah itu DPRD Kota Langsa yang menyetujui perencanaan yang telah ditetapkan dan Kepala Dinas Kesehatan yang menjalankanprogram-program kesehatan tersebut, setelah itu BAPPEDA Kota Langsa yang merencanakan dan mengakomodir semua perencanaan yang ada di kota Langsa.
Eksekutif 6 Ya...kalau masalah perencanan ya..tentu saja kita..dinas kesehatan..ya.,setelah itu
perangkat yang lain..lah..,Wali kotanya, DPR juga...e...terus Bappeda.., jkalau untuk kesehatannya sendiri masyarakat juga harus bertanggung jawab...
Eksekutif 7 E....semua kita bertanggung jawab...mulai dari tingkat puskesmas barangkali
sebagain unit pelaksanaan teknis...yang sangat mendasar..kemudian dinas kesehatan juga..pihak eksekutif dan legislatif.