• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sindrom Metabolik Pada Pasien Skizofrenik Rawat Jalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sindrom Metabolik Pada Pasien Skizofrenik Rawat Jalan"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

SINDROM METABOLIK PADA

PASIEN SKIZOFRENIK RAWAT JALAN

T E S I S

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai Keahlian Dalam Bidang Ilmu Kedokteran Jiwa Pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

O L E H: VITA CAMELLIA

DEPARTEMEN PSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang

Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah

memberi berkat dan karunia-Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat

diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas yang ada sebelumnya

dan memenuhi salah satu syarat untuk melengkapi keahlian dalam bidang

Ilmu Kedokteran Jiwa. Saya menyadari bahwa tesis ini banyak

kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar

harapan saya kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah

perbendaharaan bacaan khususnya tentang:

“Sindrom Metabolik pada Pasien Skizofrenik Rawat Jalan”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan

Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Prof. dr. H. Syamsir BS, SpKJ (K), selaku Ketua Departemen

Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

dan sebagai guru penulis yang telah banyak memberikan

bimbingan dan pengetahuan, dorongan, dukungan dan

masukan-masukan yang sangat berharga di dalam menyelesaikan tesis ini

dan selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.

3. Prof. dr. Bahagia Loebis, SpKJ (K), selaku Ketua Program Studi

PPDS I Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

sebagai guru dan sebagai pembimbing penulis dalam

(3)

dalam membimbing, mengarahkan dan memberi

masukan-masukan berharga sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis

ini dan selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.

4. dr.H. Harun. T. Parinduri, SpKJ (K), sebagai guru penulis yang

telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan yang sangat

berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi juga

sebagai orangtua yang telah mengasuh penulis sejak kecil,

memberikan kasih sayang dengan tulus serta dukungan dan

dorongan selama ini.

5. dr. Raharjo Suparto, SpKJ, sebagai guru penulis yang telah banyak

memberikan bimbingan dan pengetahuan yang berharga selama

penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.

6. dr. H. Marhanuddin Umar, SpKJ (K) sebagai guru penulis yang

telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan yang sangat

berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.

7. Prof. dr. H.M. Joesoef Simbolon, SpKJ (K) sebagai guru yang telah

banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan yang sangat

berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi,

terutama di bidang Psikiatri Anak.

8. dr. Hj. Elmeida Effendy, SpKJ sebagai Sekretaris Program Studi

PPDS I Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

dan guru penulis, memberikan bimbingan dan pengetahuan yang

sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.

9. dr. Donald F. Sitompul, SpKJ; dr. Rosminta Girsang, SpKJ; dr.

Artina R. Ginting, SpKJ; dr. Hj. Sulastri Effendi, SpKJ; dr. Hj.

Mariati, SpKJ; dr. Evawati Siahaan, SpKJ; dr. Paskawani Siregar,

SpKJ; dr. Citra J. Tarigan SpKJ; dr. Dapot P. Gultom, SpKJ; dan dr.

Vera R.B. Marpaung, SpKJ, dr. Herlina Ginting, SpKJ; dr. Juskitar

SpKJ, dr. Mawar Gloria Tarigan, SpKJ dan dr. Freddy S.

Nainggolan, SpKJ sebagai guru dan senior penulis yang telah

memberikan dorongan dan semangat selama mengikuti pendidikan

spesialisasi.

10. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan,

(4)

Direktur Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, Direktur Rumah

Sakit Tembakau Deli Medan yang telah memberikan izin,

kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk belajar dan bekerja

selama mengikuti pendidikan spesialisasi.

11. Terima kasih kepada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan, Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara,

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, Rumah Sakit Tembakau

Deli Medan, sebagai tempat dan sarana kepada penulis untuk

belajar dan bekerja selama mengikuti pendidikan spesialisasi

12. Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, SpS(K) selaku Ketua Departemen

Neurologi FK USU, dan dr. Rusli Dhanu, SpS selaku Ketua

Program Studi PPDS-I Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, Prof. dr. Darulkutni Nasution,SpS (K) dan dr.

Yuneldy Anwar, SpS yang telah memberikan bimbingan dan ilmu

pengetahuan kepada penulis selama menjalani stase di

Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.

13. Prof. dr. Hj. Habibah Hanum Nasution, SpPD, KPSi, selaku Kepala

Sub Divisi Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, yang telah menerima dan membimbing

penulis selama belajar di stase Sub Divisi Psikosomatik Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

14. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes, sebagai konsultan statistik dalam

penelitian ini, yang telah banyak meluangkan waktu untuk

membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam penelitian ini.

15. Teman-teman sejawat peserta PPDS-I Psikiatri Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara: dr. Evalina Peranginangin,

dr. Ghafur Fauzi, dr. Mustafa Mahmud Amin, dr.Yusak P

Simanjuntak, dr. Friedrich Lupini, dr. Wilson Rimba, dr. Hj.

Adhayani Lubis, dr. Rudyhard E. Hutagalung, dr. Laila Silvya Sari,

dr. Juwita Saragih, dr. M. Surya Husada, dr. Silvy A. Hasibuan, dr.

Victor E. Pinem, dr. Siti Nurul Hidayati, dr. Lailan Sapinah, dr. Herny

T. Tambunan dan dr. Mila AH yang telah banyak memberikan

(5)

dalam pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan

dorongan yang membangkitkan semangat penulis dalam

menyelesaikan pendidikan spesialisasi ini.

16. Dokter Muda, Perawat, pegawai RSUP. H. Adam Malik Medan,

RSUP. Dr. Pirngadi Medan, RS. Tembakau Deli Medan, Rumah

Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara, yang telah membantu

penulis selama dalam pendidikan spesialisasi.

17. Ibu penulis yang sangat penulis hormati dan sayangi, Hj. Fauziah

yang juga telah mengasuh, membimbing, mengarahkan dan

mendukung dan menyayangi penulis sejak kecil serta abang-abang

dan adik-adik penulis: Dodi M. Hafaz; Hendra Dermawan, SE;

Rizka E Parinduri SE; Robi Kurniawan, SE; yang memberikan

semangat dan dorongan serta doa kalian selama ini.

18. Kepada mertua: H.M. Zein Halim, SH dan Hj. Rosmiati yang penulis

hormati dan sayangi yang telah banyak memberikan dorongan

serta dukungan selama ini.

19. Buat suamiku tercinta Abdul Aziz MZ, ST yang telah memberikan

semangat, dorongan, dukungan, perhatian dan pengertian, waktu

serta doa sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini dan anakku

Vizia Fatihah Aziz yang telah memberikan waktu untuk penulis

hingga dapat menyelesaikan penelitian dan pendidikan ini.

Akhirnya penulis hanya mampu berdoa dan memohon kepada Allah SWT,

semoga Dia memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada seluruh

handai tolan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu namanya yang

telah membantu baik moril maupun materil, kepada penulis selama mengikuti

pendidikan spesialisasi ini dan saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya.

Medan, Juni 2008

(6)

ABSTRAK

Tujuan Penelitian : Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik yang mendapat

pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan dan untuk mengetahui

proporsi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik yang mendapat

pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan berdasarkan kelompok

umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan

tujuan khususnya untuk mengetahui apakah sindrom metabolik pada pasien

skizofrenik berbeda berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, suku, status

perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan agar pasien skizofrenik yang memiliki

sindrom metabolik di rujuk ke endokrinologis untuk mendapat penilaian dan

penatalaksanaan yang tepat.

Metode Penelitian : Penelitan ini merupakan penelitian analitik dengan studi cross sectional untuk menilai berapakah proporsi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik yang mendapat pengobatan antipsikotik yang sedang rawat

jalan dan berapakah proporsi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik

yang mendapat pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan berdasarkan

kelompok umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan, pendidikan,

pekerjaan dan apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berbeda

berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan. Sampel adalah 90 pasien skizofrenik yang berobat

jalan di RS Jiwa Daerah Provsu Medan. Penelitian dilakukan dari bulan

Desember 2007 sampai dengan Mei 2008. Data-data dikumpulkan dimana

pasien diukur berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, dan tekanan darah.

Pasien kemudian puasa makanan selama 10-12 jam dimulai jam 22.00 wibb

dan diperiksa keesokan harinya: trigliserida, HDL, KGD puasa. Kemudian

nilainya dicatat dan disesuaikan, apakah memenuhi 3 dari 5 kriteria sindrom

metabolik menurut definisi NCEP ATP III A. Dan analisis statistik

menggunakan uji hpotesis chi-square. Perbedaan dikatakan bermakna bila

p<0.05.

(7)

pasien skizofrenik dengan sindrom metabolik lebih tinggi daripada yang

tanpa sindrom metabolik. Rerata kadar HDL pada pasien skizofrenik dengan

sindrom metabolik dan yang tanpa sindrom metabolik didapati perbedaan

yang kecil [32,22(11,88) mg/dl vs 31,29(11,47)mg/dl]. Didapati pasien

skizofrenik rawat jalan yang mengalami sindrom metabolik menurut definisi

NCEP ATP III A berjumlah 9 orang (10%), dengan proporsi sindrom metabolik

yang paling banyak terjadi pada pasien skizofrenik kelompok umur 50-59

tahun (33.3%); perempuan (55.6%); batak (66.7%); yang tidak kawin dan

yang kawin dimana kedua kelompok ini sama (44.4%) tingkat pendidikan

SMU (55,6%) dan yang tidak bekerja (66.7%). Tidak terdapat perbedaan

bermakna di sindrom metabolik pada pasien skizofrenik rawat jalan

berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan,

pendidikan dan pekerjaan.

Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan bermakna di sindrom metabolik pada pasien skizofrenik rawat jalan berdasarkan kelompok umur, jenis

kelamin, suku, status perkawinan, pendidikan dan pekerjaan

(8)

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH... i

ABSTRAK... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR SINGKATAN... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

I.1. Latar Belakang... 1

I.2. Rumusan Masalah... 4

I.3. Hipotesis... 4

BAB II TUJUAN PENELITIAN... 5

II.1. Tujuan Penelitian... 5

II.2. Manfaat Penelitian... 6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA... 7

BAB IV KERANGKA KONSEP... 16

BAB V METODE PENELITIAN... 17

V.1. Desain Penelitian... 17

V.2. Tempat Dan Waktu Penelitian………. 17

V.3. Populasi Dan Sampel Penelitian………. 17

V.4. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi………... 18

V.5. Besar Sampel……….. 18

V.6. Cara Kerja... 19

V. 7. Identifikasi Variabel... 20

V. 8. Rencana Manajemen Dan Analisis Data………... 20

V.9. Definisi Operasional... 20

BAB VI KERANGKA OPERASIONAL... 22

BAB VII HASIL PENELITIAN... 23

VII. 1. Karakteristik Sampel Penelitian... 23

VII.2. Mean Dan Standard Deviation Komponen Sindrom Metabolik Pada Pasien Skizofrenik... 24

VII.3. Sindrom Metabolik Pada Pasien Skizofrenik... 25

(9)

Pasien Skizofrenik...25

VII.5. Mean Dan Standard Deviation Lama Pemakaian

Dan Dosis Obat Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenik

Dengan Sindrom Metabolik... 26

VII.6.Sebaran Umur Pasien Skizofrenik Dengan

Sindrom Metabolik... 26

VII.7. Sebaran Jenis Kelamin Pasien Skizofrenik

Dengan Sindrom Metabolik... 27

VII.8. Sebaran Suku Pasien Skizofrenik

Dengan Sindrom Metabolik ... 27

VII.9. Sebaran Status Perkawinan Pasien Skizofrenik

Dengan Sindrom Metabolik ... 28

VII.10. Sebaran Tingkat Pendidikan Pasien Skizofrenik

Dengan Sindrom Metabolik... 28

VII.11. Sebaran Pekerjaan Pasien Skizofrenik

Dengan Sindrom Metabolik... 29

BAB VIII. PEMBAHASAN... 30

VIII.1. Mean Dan Standard Deviation Komponen Sindrom Metabolik

Pada Pasien Skizofrenik... 30

VIII.2. Sindrom Metabolik Pada Pasien Skizofrenik... 31

VIII.3. Sebaran Jenis Obat Yang Digunakan Pada

Pasien Skizofrenik... 31

VIII.4. Mean Dan Standard Deviation Lama Pemakaian Dan Dosis Obat Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenik

Dengan Sindrom Metabolik... 32

VIII.5. Sebaran Umur Pasien Skizofrenik Dengan

Sindrom Metabolik...32

VIII.6. Sebaran Jenis Kelamin Pasien Skizofrenik

Dengan Sindrom Metabolik ... 32

VIII.7. Sebaran Suku Pasien Skizofrenik Dengan

Sindrom Metabolik ... 33

VIII.8. Sebaran Status Perkawinan Pasien Skizofrenik

Dengan Sindrom Metabolik ... 33

(10)

Dengan Sindrom Metabolik... 33

VIII.10. Sebaran Pekerjaan Pasien Skizofrenik Dengan Sindrom Metabolik ... 34

BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN………... 35

Ix. 1. Kesimpulan... 35

Ix.2. Saran... 35

DAFTAR PUSTAKA... 37

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Umur, Jenis Kelamin, Suku,

Status Perkawinan, Pendidikan, Pekerjaan... 23

Tabel 2. Mean Dan Standard Deviation Komponen

Sindrom Metabolik Pada Pasien Skizofrenik ... 24

Tabel 3. Sindrom Metabolik pada pasien skizofrenik

menurut definisi NCEP ATP IIIA... 25

Tabel 4. Sebaran jenis obat yang dgunakan pada

pasien skizofrenik ...25

Tabel 5. Mean dan Standard Devation Lama Pemakaian

Dan Dosis Obat Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenik

Dengan Sindrom Metabolik... 26

Tabel 6. Sebaran umur pasien skizofrenik dengan

sindrom metabolik... 26

Tabel 7. Sebaran jenis kelamin pasien skizofrenik

dengan sindrom metabolik ... 27

Tabel 8. Sebaran suku pasien skizofrenikdengan

sindrom metabolik... 27

Tabel 9. Sebaran status perkawinan pasien skizofrenik

dengan sindrom metabolik ... 28

Tabel 10. Sebaran tingkat pendidikan pasien skizofrenik

dengan sindrom metabolik ... 28 Tabel 11. Sebaran pekerjaan pasien skizofrenik

(12)

DAFTAR SINGKATAN

BMI : Body Mass Index

CI : Confidence Interval

dkk : dan kawan-kawan

FGAs : The First Generation Antipsychotics HDL-C : High density lipoprotein cholesterol

IDF : International Diabetes Federation IL-6 : Interleukin-6

LDL : Low Density Lipoprotein

NHANES III : the Third National Health and Nutrition Examination Survey

NCEP ATP III: National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1……… 40

Lampiran 2……… 41

Lampiran 3……… 43

Lampiran 4……… 44

(14)

ABSTRAK

Tujuan Penelitian : Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik yang mendapat

pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan dan untuk mengetahui

proporsi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik yang mendapat

pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan berdasarkan kelompok

umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan

tujuan khususnya untuk mengetahui apakah sindrom metabolik pada pasien

skizofrenik berbeda berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, suku, status

perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan agar pasien skizofrenik yang memiliki

sindrom metabolik di rujuk ke endokrinologis untuk mendapat penilaian dan

penatalaksanaan yang tepat.

Metode Penelitian : Penelitan ini merupakan penelitian analitik dengan studi cross sectional untuk menilai berapakah proporsi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik yang mendapat pengobatan antipsikotik yang sedang rawat

jalan dan berapakah proporsi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik

yang mendapat pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan berdasarkan

kelompok umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan, pendidikan,

pekerjaan dan apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berbeda

berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan. Sampel adalah 90 pasien skizofrenik yang berobat

jalan di RS Jiwa Daerah Provsu Medan. Penelitian dilakukan dari bulan

Desember 2007 sampai dengan Mei 2008. Data-data dikumpulkan dimana

pasien diukur berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, dan tekanan darah.

Pasien kemudian puasa makanan selama 10-12 jam dimulai jam 22.00 wibb

dan diperiksa keesokan harinya: trigliserida, HDL, KGD puasa. Kemudian

nilainya dicatat dan disesuaikan, apakah memenuhi 3 dari 5 kriteria sindrom

metabolik menurut definisi NCEP ATP III A. Dan analisis statistik

menggunakan uji hpotesis chi-square. Perbedaan dikatakan bermakna bila

p<0.05.

(15)

pasien skizofrenik dengan sindrom metabolik lebih tinggi daripada yang

tanpa sindrom metabolik. Rerata kadar HDL pada pasien skizofrenik dengan

sindrom metabolik dan yang tanpa sindrom metabolik didapati perbedaan

yang kecil [32,22(11,88) mg/dl vs 31,29(11,47)mg/dl]. Didapati pasien

skizofrenik rawat jalan yang mengalami sindrom metabolik menurut definisi

NCEP ATP III A berjumlah 9 orang (10%), dengan proporsi sindrom metabolik

yang paling banyak terjadi pada pasien skizofrenik kelompok umur 50-59

tahun (33.3%); perempuan (55.6%); batak (66.7%); yang tidak kawin dan

yang kawin dimana kedua kelompok ini sama (44.4%) tingkat pendidikan

SMU (55,6%) dan yang tidak bekerja (66.7%). Tidak terdapat perbedaan

bermakna di sindrom metabolik pada pasien skizofrenik rawat jalan

berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan,

pendidikan dan pekerjaan.

Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan bermakna di sindrom metabolik pada pasien skizofrenik rawat jalan berdasarkan kelompok umur, jenis

kelamin, suku, status perkawinan, pendidikan dan pekerjaan

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Skizofrenia adalah suatu penyakit (illness) mental yang berat dan

mempunyai karakteristik perjalanan peyakit yang berulang dan kronik.1

Pasien skizofrenik memiliki tingkat komorbiditas penyakit fisik yang

tinggi.3 Pada beberapa pasien secara individual, menunjukkan bahwa

kerentanan biologis terhadap penyakit mental dan/atau penyakit fisik adalah

cenderung untuk berinteraksi dengan pengobatan dan gaya hidup pasien

(seperti merokok, konsumsi alkohol, olah raga yang kurang dan diet yang

jelek).1-3

Pengobatan antipsikotik telah dihubungkan dengan efek samping

metabolik, termasuk tingkat yang bervariasi dari penambahan berat badan,

dislipidemi dan kerentanan terhadap diabetes tipe 2.4,5 Efek samping ini telah

dihubungkan dengan penggunaan antipsikotik konvensional dan yang baru

(novel).6

Sindrom metabolik adalah kelompok dari abnormalitas metabolik pada

seorang individu yang dihubungkan dengan risiko yang meningkat dari

penyakit kardiovaskular. Abnormalitas ini termasuk disregulasi metabolisme

glukosa, obesitas visceral atau abdominal, disregulasi lipid plasma

(khususnya kadar high density lipoprotein cholesterol [HDL-C] plasma yang

rendah, kadar trigliserida plasma yang tinggi) dan peningkatan tekanan darah.

Dimana setiap komponen-komponen ini pada sindrom metabolik merupakan

faktor risiko tersendiri terhadap morbiditas dan mortalitas kardiovakular, ketika

komponen-komponen ini ada bersama-sama, peningkatan risiko

setidak-tidaknya bertambah.7

Sindrom metabolik merupakan penemuan umum pada populasi di Amerika

Serikat. Data dari the Third National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES III) telah digunakan untuk mengevaluasi epidemiologi sindrom

metabolik di Amerika Serikat. Prevalensi sindrom metabolik keseluruhan

dengan kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment

(17)

tahun yang telah mendapat informasi lengkap mengenai

komponen-komponen sindrom metabolik. Sindrom metabolik tergantung jenis kelamin

dan latar belakang suku. Pada penelitian ini, dimana laki-laki African

American memiliki prevalensi yang terendah dan wanita Mexican American memiliki prevalensi yang tertinggi. Prevalensi sindrom metabolik meningkat

dengan usia, dari sekitar 7% pada mereka yang berusia 20-29 tahun sampai

40% pada mereka yang berusia lebih dari 60 tahun.7

Pada dua penelitian cross sectional yang dilakukan oleh Kato dkk pada

tahun 2003, menggunakan kriteria NCEP ATP III menemukan tingkat

prevalensi sindrom metabolik sekitar 60% telah diperkirakan diantara 63

pasien skizofrenia rawat jalan.8

Littrell dan kawan-kawan pada Multicenter Naturalistic Study menilai 98

pasien rawat jalan di Amerika Serikat dan 27 pasien rawat inap di Taiwan

yang menderita gangguan skizofrenia atau skizoafektif menemukan keadaan

resistensi insulin dan sindrom metabolik dengan menggunakan laboratorium

puasa dan pemeriksaan klinik, mereka mengamati tingkat prevalensi sindrom

metabolik 51% di Amerika Serikat pada pasien rawat jalan dan tingkat

prevalensi 22% pada kelompok pasien rawat inap di Taiwan.8

Satu penelitian sindrom metabolik pada populasi umum di Finlandia

menunjukkan rentang prevalensi 8%-17%.8 Heiskanen dkk, mempublikasikan

penelitian sindrom metabolik pada 35 pasien skizofrenia dengan usia rata-rata

45 tahun di Finlandia dimana ditemukan prevalensi sindrom metabolik

sebesar 37% menurut criteria NCEP.9

De Hert dkk, dalam penelitian cross-sectional terhadap 430 pasien

skizofrenik menemukan prevalensi sindrom metabolik menurut ATP III

sebesar 28.4%, ATP III A sebesar 32% dan 36% menurut kriteria International

Diabetes Federation (IDF).10

Penelitian yang luas oleh Cohn dkk (2004), dari 240 subjek pasien

skizofrenik Canadian, menyatakan tingkat prevalensi sindrom metabolik 42.6% pada laki-laki dan 48.5% pada wanita, sementara yang ditemukan oleh

penelitian oleh McEvoy dkk., menemukan tingkat prevalensi sindrom

metabolik 36.6% pada laki-laki dan 54.2% pada wanita.1,11

De Hert dkk, (2004), dalam penelitian cross-sectional terhadap 415

(18)

penyakit yaitu kelompok pasien episode pertama (< 1,5 tahun), kelompok

onset baru (antara 1.5 -10 tahun) kelompok pasien subkronik (antara 10-20

tahun) dan kelompok pasien kronik (> 20 tahun) menemukan bahwa kelainan

metabolik telah ada pada pasien-pasien episode pertama, dan sangat

meningkat sejalan dengan durasi penyakit. Ketika dibandingkan dengan

populasi umum yang telah disesuaikan usia dan jenis kelamin, tingkat

sindrom metabolik dan diabetes lebih tinggi pada pasien skizofrenik. Untuk

sindrom metabolik, akan meningkat sejalan waktu mirip pada populasi umum.

Bertentangan, dimana terdapat perbedaan prevalensi diabetes pada pasien

skizofrenik dan populasi umum, yang meningkat secara dramatik dan segaris,

dari 1.6% pada kelompok usia 15-25 tahun menjadi 19.2% pada kelompok

usia 55-65 tahun. Sehingga data ini mendukung bahwa satu sisi kelainan

metabolik merupakan bagian yang melekat (inherent) dari penyakit

skizofrenia, karena kelainan ini telah ada pada pasien-pasien episode

pertama, pada sisi lainnya, bagaimanapun hasil ini mendukung efek langsung

dari penyakit dan/atau pengobatan antipsikotik pada keberadaan keduanya.

Data in menekankan perlunya skrining untuk kelainan metabolik pada

pasien-pasien yang didiagnosis dengan skizofrenia, dimulai dari onset penyakit.12

Saari K (2005) yang meneliti prevalensi sindrom metabolik pada pasien

skizofrenik (pada usia awal 30-an) menurut definisi NCEP ATP III

adalah 19%, sementara sindrom metabolik pada kelompok pembanding yang

tidak mendapat perawatan psikiatri sebesar 6%. Prevalensi yang lebih rendah

ini mungkin sebagian akibat usia yang lebih muda dari kelompok yang diteliti

dimana prevalensi sindrom metabolik meningkat dengan bertambahnya

usia.13

I.2. Rumusan Masalah

• Berapakah proporsi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik yang mendapat pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan?

• Berapakah proporsi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik yang mendapat pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan

berdasarkan karakteristik demografik (kelompok umur, jenis kelamin,

(19)

• Apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berbeda berdasarkan kelompok umur?

• Apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berbeda berdasarkan jenis kelamin?

• Apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berbeda berdasarkan suku?

• Apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berbeda berdasarkan status perkawinan?

• Apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berbeda berdasarkan pendidikan?

• Apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berbeda berdasarkan pekerjaan?

I.3. Hipotesis

• Terdapat perbedaan sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berdasarkan kelompok umur

• Terdapat perbedaan sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berdasarkan jenis kelamin

• Terdapat perbedaan sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berdasarkan suku

• Terdapat perbedaan sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berdasarkan status perkawinan

• Terdapat perbedaan sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berdasarkan pendidikan

(20)

BAB II

TUJUAN PENELITIAN

II.1. Tujuan Penelitian

¾ Tujuan umum

1. Untuk mengetahui proporsi sindrom metabolik pada pasien

skizofrenik yang mendapat pengobatan antipsikotik yang

sedang rawat jalan

2. Untuk mengetahui proporsi sindrom metabolik pada pasien

skizofrenik yang mendapat pengobatan antipsikotik yang

sedang rawat jalan berdasarkan karakteristik demografik

(kelompok umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan)

¾ Tujuan khusus

1. Mengetahui apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik

berbeda berdasarkan kelompok umur

2. Mengetahui apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik

berbeda berdasarkan jenis kelamin

3. Mengetahui apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik

berbeda berdasarkan suku

4. Mengetahui apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik

berbeda berdasarkan status perkawinan

5. Mengetahui apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik

berbeda berdasarkan pendidikan

6. Mengetahui apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik

berbeda berdasarkan pekerjaan

7. Agar pasien skizofrenik yang memiliki sindrom metabolik di rujuk ke

endokrinologis untuk mendapat penilaian dan penatalaksanaan

(21)

II.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran informasi

tentang proporsi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik yang mendapat

pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan di RS Jiwa, sehingga pada

pasien skizofrenik dapat dilaksanakan tindakan pencegahan terjadinya

sindrom metabolik ini. Hasil ini diharapkan dapat meningkatkan hubungan

kerjasama antara psikiater dan endokrinologis. Hasil penelitian ini juga dapat

dipakai sebagai data dasar untuk penelitian-penelitian mengenai sindrom

(22)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Pasien skizofrenik dan pasien gangguan mental emosional lainnya juga

memiliki tingkat komorbiditas penyakit fisik yang tinggi. Namun beberapa

penelitian di Amerika Serikat menunujukkan bahwa tingkat pengenalan

penyakit fisik diantara orang-orang dengan penyakit mental sangat buruk.

Koran dan kawan-kawan memperkirakan 45% pasien pada sistem kesehatan

mental umum di Kalifornia memiliki penyakit fisik dan dari mereka ini 47%

tidak terdeteksi oleh dokter yang mengobatinya. Proporsi yang besar dari

penyakit fisik ini juga diakui menjadi penyebab atau yang mengeksaserbasi

penyakit mental pasien. Penelitian oleh Koranyi pada pasien di klinik psikiatri

menunjukkan penemuan yang mirip: 43% pasien memiliki penyakit fisik dan

dari mereka 46% tidak terdiagnosis oleh dokter yang merujuk (dokter non

psikiater gagal sebanyak 33% dan psikiater telah gagal sebanyak 50%).2

Individu-individu dengan skizofrenia memiliki harapan hidup yang lebih

pendek 20% daripada populasi umum dan kerentanan yang lebih besar

terhadap beberapa penyakit, termasuk diabetes, penyakit jantung koroner,

hipertensi, dan emfisema. Satu penjelasan terhadap kerentanan ini

menunjukkan gaya hidup orang-orang dengan penyakit mental berat, yang

sering berhubungan dengan kebiasaan diet yang buruk, obesitas, tingkat

merokok yang tinggi, dan penggunaan alkohol dan zat. Beberapa antipsikotik

yang digunakan untuk mengobati skizofrenia telah dikaitkan dengan

penambahan berat badan, onset diabetes, peningkatan kadar lipid plasma

dan penemuan abnormal pada elektrokardiogram. Tambahan lagi terhadap

kemungkinan masalah-masalah kesehatan fisik yang eksaserbasi, hal yang

umum pada skizofrenia, antipsikotik telah dihubungkan dengan efek samping

lainnya yang mempengaruhi kesehatan termasuk peningkatan prolaktin,

pembentukan katarak, gangguan – gangguan pergerakan dan disfungsi

seksual. Karena risiko kesehatan yang tinggi berhubungan dengan skizofrenia

dan pengobatan yang digunakan untuk penatalaksanannya, monitoring kesehatan fisik sebagai promosi kesehatan adalah penting khususnya pada

(23)

Obat antipsikotik merupakan hal yang utama untuk pengobatan

gangguan psikotik dan juga digunakan secara luas pada beberapa kondisi

psikiatrik lainnya. Dikenalkan 50 tahun yang lalu, obat ini telah membantu

jutaan orang untuk mengatasi simtom-simtom yang diderita mereka. Pada

pasien yang berespons baik, antipsikotik dapat berarti perbedaan antara

menuju ikut serta mengisi kehidupan komunitas dan menjadi cacat berat.13

Antipsikotik generasi pertama (The first generation antipsychotics =FGAs)

masih tersedia luas dan efektif untuk mengobati simtom positif psikotik.

Namun FGAs tidak mengatasi secara adekuat beberapa aspek penting dan

yang umum dari penyakit psikotik seperti simtom negatif, hendaya kognitif,

dan simtom afektif. Tambahan lagi FGAs memiliki efek samping

ekstrapiramidal yang bermakna pada dosis efektif.13

Usaha untuk memberikan medikasi yang efektif dengan efek samping

hanya sedikit dan kurang berat membawa kepada perkembangan antipsikotik

generasi kedua (Second generation antipsychotics =SGAs) , sering disebut

juga sebagai antipsikotik atipikal. Dimana SGAs ini lebih efektif daripada obat

sebelumnya untuk mengobati simtom-simtom afektif, kognitif, negatif dari

gangguan psikotik. Namun antipsikotik atipikal tersebut telah dilaporkan dapat

menyebabkan pertambahan berat badan yang bermakna dan risiko yang

dapat meningkat untuk terjadinya dislipidemi dan Diabetes Mellitus tipe-2 .3

Faktor risiko utama untuk timbulnya penyakit kardiovaskular adalah

adanya adiposit yang berlebihan, yang mana dapat diperkirakan secara tidak

langsung menurut BMI (Body Mass Index). BMI meningkat dikaitkan dengan

risiko meningkat penyakit medik dan mortalitas, namun tidak semua lemak

tubuh dikaitkan dengan tingkat risiko yang sama, contohnya adiposit pada

abdomen yang meningkat, khususnya lemak abdomen visceral yang paling

kuat dihubungkan dengan sensitivitas insulin yang menurun. Sensitivitas

insulin yang menurun kadang-kadang dirujuk sebagai resistensi insulin yang

berkaitan dengan perubahan fisiologik yang tersebar luas. Resistensi insulin

dikaitkan dengan kontrol glukosa yang terhambat, adanya dislipidemi

aterogenik yang melibatkan trigeliserida plasma yang meningkat dan partikel

(24)

meningkatnya tanda-tanda inflamasi yang memang semuanya berhubungan

dengan risiko yang meningkat untuk terjadinya penyakit kardiovaskular.3

Menurut National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) ditemuinya 3 dari 5 kriteria ini mendukung suatu sindrom metabolik: obesitas abdominal, resistensi insulin , tekanan darah

yang tinggi, trigliserid yang meningkat dan High Density Lipopprotein (HDL)

yang dibawah normal.1,3,6-9,13,14 Sindrom metabolik menurut definisinya

merupakan suatu gangguan multisistem, sindrom metabolik atau sindrom X

atau sindrom resistensi insulin yang diidentifikasi pada mulanya oleh Reaven,

besarnya pengaruh untuk kesehatan publik dari sindrom metabolik

ditunjukkan oleh prevalensi yang diperkirakan sekarang kira-kira 24 % pada

orang dewasa di Amerika Serikat.8

Penambahan berat badan dengan menggunakan antipsikotik

konvesional telah dicatat sejak tahun 1950 yang berhubungan dengan

penggunaan klorpromazin, pada waktu itu, perhatian yang lebih besar

diberikan pada efek samping neurologik dari antipsikotik, meskipun

penambahan berat badan telah diamati mencapai 50% pada pasien dengan

pengobatan jangka panjang antipsikotik. Penambahan berat badan lebih

umum dengan antipsikotik potensi rendah seperti klorpromazin dan tioridazin.

Penambahan berat badan yang disebabkan keduanya telah ditemukan antara

1.4-4 kg selama bulan pertama pengobatan, biasanya berhenti dalam 1-2

tahun dari permulaan pengobatan. Satu meta-analisis oleh Allison dkk,

memasukkan lebih 80 penelitian dan pengukuran pada 30 000 pasien.

Penambahan berat badan diperkirakan pada 10 minggu adalah 0.04 kg pada

ziprasidon, 0.43 kg pada flupenazin, 0.48 kg pada haloperidol, 2.00 kg pada

risperidon, 2.10 kg pada klorpromazin, 3.49 kg pada tioridazin, 3.51 kg pada

olanzapin dan 3.99 kg pada klozapin.9

Meskipun kita tidak memiliki data yang pasti mengenai prevalensi

obesitas pada skizofrenia sebelum menggunakan obat antipsikotik atau

pasien skizofrenia yang tanpa obat, prevalensi obesitas pada pasien

skizofrenik yang diobati adalah tinggi dan diperkirakan sekarang, terentang

dari 40-60% pada populasi skizofrenia yang diterapi, sementara 30% pada

(25)

diabetes melitus dengan penyakit kardiovaskuler meskipun tanpa diikuti

penambahan berat badan.15

Prevalensi yang tinggi dari diabetes diantara orang-orang dengan

skizofrenia dapat dihubungkan dengan prevalensi obesitas yang tinggi,

karena 90% individu dengan diabetes tipe 2 adalah obese.5

Satu penelitian pada tahun 1996 yang dilakukan di Italia menilai

prevalensi diabetes pada 95 pasien skizofrenik yang berusia 45-75 tahun

yang dirawat pada fasilitas perawatan jangka panjang di Itali. Prevalensi

diabetes keseluruhan adalah 15,8% (95% confidence interval (CI) , 12,1%

sampai 19,5%) dan meningkat dari 0% pada mereka yang lebih muda dari 50

tahun, menjadi 12,9% pada mereka yang berada pada kelompok usia 50-59

tahun, menjadi 18,9% pada mereka usia 60-69 tahun dan lalu menurun

menjadi 16,7% pada mereka yang berusia 70-74%. Pada penelitian tersebut,

diabetes lebih umum pada pasien-pasien yang tidak menerima daripada

mereka yang menerima neuroleptik.16

Bukti-bukti yang ada mendukung bahwa perubahan lipid serum adalah

sesuai dengan perubahan berat badan. Antipsikotik konvensional potensi

tinggi (contohnya haloperidol) memperlihatkan berhubungan dengan risiko

hiperlipidemi yang lebih rendah dibandingkan terhadap antipsikotik

konvensional potensi rendah (contohnya klorpromazin dan tioridazin).

Diantara antipsikotik atipikal, klozapin dan olanzapin yang berhubungan

dengan peningkatan kolesterol total, LDL dan trigliserida dan dengan

penurunan kolesterol HDL yang terbesar. Aripiprazol dan ziprasidon yang

berhubungan dengan paling sedikit penambahan berat badan, dan tidak

menunjukkan berhubungan dengan pemburukan kadar lipid. Risperidon dan

quetiapin memperlihatkan efek tingkat menengah pada lipid. 1,5,9

Definisi sindrom metabolik yang paling umum didefinisikan menurut

Adult Treatment Protocol (ATP III) of The National Cholesterol Education Program dan ATP III A yang telah dirubah oleh The American Hearth Association, yang diikuti oleh The American Diabetes Association, dengan penurunan ambang glukosa puasa terganggu sampai 100 mg/dl. Definisi

yang lebih baru oleh The International Diabetic Federation (Tabel 2) yang menekankan pentingnya lingkar perut, penggunaan kriteria yang lebih tegas

(26)

Tabel 2. Definisi sindrom metabolik1

a. sindrom metabolik (Metabolic syndrome, MetS) jika 3 dari lima kriteria dijumpai b. MetS bila 2 kriteria tambahan dijumpai (lingkar perut merupakan kriteria wajib) c. Atau jika diobati dengan obat antihipertensif

d. Atau jika dengan insulin atau obat hipoglikemi

ATP, Adult Treatment Protocol of the National cholesterol Education Program

Dikutip dari: De Hert M., van Eyck D., Nayer A.,Metabolic Abnormalities Associated with Second Generation Antipsychotics: Fact or Fiction?. Development of Guidelines for Screening and Monitoring. Int Clin Psychopharmacol.2006;21 (suppl 2):S11-S15

Beberapa penelitian yang baru mencari apakah pasien-pasien dengan

penyakit mental serius memiliki prevalensi yang meningkat untuk sindrom

metabolik dibandingkan dengan populasi umum. Sesuai dengan pernyataan

sebelumnya, prevalensi yang disesuaikan umur (age adjusted prevalence)

yang terbaru, terjadinya sindrom metabolik diantara populasi umum pada

orang dewasa di Amerika Serikat sekitar 24 %.8

Straker dkk menilai prevalensi sindrom metabolik pada 89 pasien yang

mendapat perawatan di psikitrik dengan diagnosis yang berbeda dan diterapi

sedikitnya dengan 1 jenis antipsikotik atipikal dan menemukan 29.2%

memenuhi kriteria sindrom metabolik. Keberadaan sindrom ini dihubungkan

dengan usia lebih tua, BMI yang lebih tinggi dan nilai yang lebih tinggi pada

kriteria sindrom metabolik tiap individu tapi tidak dengan diagnosis spesifik

atau pemberian pengobatan antipsikotik. Adanya obesitas abdominal

merupakan yang paling sensitif (92.0%) sementara glukosa puasa >110 mg/dl

adalah paling sepesifik (95.2%) dalam mengidentifiksi adanya sindrom

metabolik dengan tepat. Kombinasi adanya obesitas dan glukosa darah

puasa yang meningkat memiliki sensitivitas 100%.17

(27)

sindrom metabolik 74% dan yang non Hispanik 41%, menunjukkan terdapat

perbedaan bermakna sindrom metabolik menurut suku (p< 0.05).18

Penelitian Littrel dkk dan penelitian Heiskanen dkk menilai juga

pengobatan medikasi antipsikotik dan gagal untuk mengobservasi perbedaan

yang bermakna pada prevalensi sindrom metabolik atas kelompok

pengobatan antipsikotik tipikal dan atipikal. Penelitian-penelitian ini

menunjukkan bahwa bagian yang bermakna untuk parameter sindrom

metabolik adalah yang terdapat pada proses penyakit psikiatrik itu sendiri dan

bahwa obat antipsikotik mungkin faktor tidak langsung yang dapat

menimbulkan risiko sindrom metabolik. Namun kesimpulan ini terbatas oleh

penelitian cross sectional dan jumlah sampel yang relatif kecil.7 Mekanisme terjadinya perubahan metabolik dengan obat-obat antipsikotik

tidak dapat didefinisikan secara sempurna.10

Walaupun beberapa jalur terlibat, salah satu konsekuensi yang paling

penting adalah peningkatan kadar glukosa, lipid dan asam amino yang

membawa kepada penyakit kardiovaskular begitu juga dengan pelepasan

insulin yang meningkat dan down-regulation dari reseptor insulin, yang pada

akhirnya membawa kepada resistensi insulin Perubahan-perubahan ini dapat

menimbulkan kegagalan sel beta pankreas dan menimbulkan diabetes tipe-2,

juga peningkatan nafsu makan tanpa kompensasi peningkatan aktivitas fisik

menimbulkan obesitas.10

Berbagai sistem organ dipengaruhi termasuk jaringan adiposa, otot,

hati, jaringan saraf dan jaringan adrenal. Tetapi dari sudut

pandang klinik, tempat yang paling penting yang terkena adalah pembuluh

darah. Pengaruh yang kumulatif dari faktor-faktor risiko sepertt intoleransi

glukosa, dislipidemia, dan hipertensi sangat mungkin memberikan konstribusi

risiko untuk meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular pada

seseorang dengan sindrom metabolik.8

Hiperinsulinemia, pengganti untuk istilah resistensi insulin dan pertanda

untuk sindrom metabolik, pengaruhnya sendiri berhubungan dengan 2

sampai 3 kali lipat peningkatan penyakit kardiovaskular. Komponen lainnya

dari sindrom metabolik ini yang dapat memberikan kontribusi pada keadaan

(28)

Alpha ( TNF-α) dan lain-lain. Kontribusi relatif dari berbagai perubahan terhadap risiko kardiovaskular pada individu dengan sindrom metabolik

adalah tidak jelas.8

Respons insulin yang terhambat (misal: resistensi insulin) diduga

merupakan pusat sindrom metabolik dan mungkin yang bertanggung jawab

pada kelainan-kelainan lainnya yang berkembang.8

Resistensi insulin merupakan kontributor utama pada intoleransi glukosa

dan kelainan lipid yang terdapat pada sindrom metabolik, dimana terdapat

sedikitnya efek yang dikenal dari insulin yaitu untuk mengambat lipolisis pada

adiposit. Dengan adanya resistensi insulin, lipolisis yang tidak terkendalikan

menimbulkan pengiriman asam laktat bebas (true fatty acids) ke hati

meningkat untuk mensintesis trigliserid dan pembentukan ke dalam partikel

very low density lipoprotein (VLDL). Kadar VLDL yang lebih tinggi akan mengkontribusikan kadar HDL yang lebih rendah karena pertukaran timbul

balik antara lipoprotein ini diperantarai oleh protein cholesterol ester transfer.8

Telah ditunjukkan bahwa tekanan darah berhubungan dengan resistensi

insulin, tidak tergantung pada usia, jenis kelamin, dan derajat (tingkat)

obesitas. Telah terlihat bahwa insulin dapat menstimulasi vasodilatasi

endotelium dan hal ini tampak menumpul pada individu yang resistensi

insulin, ini menunjukkan bahwa mekanisme tersebut yang menerangkan

peningkatan tekanan darah pada sindrom metabolik. Bukti bahwa resistensi

insulin mendasari sindrom metabolik juga dibuktikan bahwa pengobatan

farmakologi dengan insulin sintesis (Thiazolinediones) dapat memberikan

efek yang bermanfaat tidak hanya pada glukosa dan lipid tetapi juga tekanan

darah dan pada inflamasi dan kekacauan pro-aterogenik.8

Beberapa hal yang mendukung bahwa obesitas visceral merupakan

penentu primer dari resistensi insulin dan sebagai gambaran perubahan

patofisiologik yang fundamental yang menyebabkan sindrom metabolik.

Faktor-faktor humoral pada adiposit dilepaskan dalam bagian penyimpanan

lemak visceral pada otot dan hati. Adiponektin adalah adipokine yang lain dari

minat yang besar. Kadar dari hormon polipeptida ini menurun dengan

peningkatan adiposis dan penggantian adiponektin telah terlihat untuk

(29)

Peran dari leptin pada resistensi insulin tidak jelas. Dimana beberapa

peneliti mendukung bahwa leptin dapat menghambat kerja insulin, tetapi

leptin secara dramatis meningkatkan sensitivitas insulin pada pasien dengan

lipodystrophy. Resistensi insulin dapat terjadi pada orang yang kurus, kemungkinan diakibatkan defek pada reseptor dan postreseptor insulin yang

diwariskan. Disamping ini peran sentral obesitas visceral pada kasus-kasus

terbanyak dari resistensi insulin dan sindrom metabolik telah diterima

secara luas.8

Dimana saat penambahan berat, hiperglikemi, kadar glukosa yang

meningkat, atau diabetes, mungkin merupakan tanda dan gejala-gejala dari

sindrom metabolik yang diinduksi antipsikotik, meskipun demikian dokter

seharusnya melanjutkan pengobatan. Monitoring yang hati-hati pada pasien

yang berisiko dapat membantu dalam pencegahan sindrom metabolik dan

juga penatalaksanaan pada setiap gejala-gejala yang mungin terjadi. Dengan

pasien-pasien skizofrenik yang telah memiliki risiko yang meningkat untuk

diabetes, keuntungan dan kerugian pada setiap pengobatan antipsikotik harus

dipertimbangkan sebelum pengobatan dimulai pada pasien.19

Monitoring metabolik pada pasien skizofrenik menurut guidelines konsensus American Psychiatric Association dan American Diabetic Association4

Variabel Baseline Minggu

ke-4

keluarga/pribadia √ √

Berat (BMI) √

Lingkar Pinggang √ √

Tekanan darah √

KGD puasa √

Profil lipid puasa

a= Riwayat keluarga dan pribadi dari obesitas, diabetes, hipertensi, penyakit kardiovaskular

Dikutip dari: Cohn TA, Sernyak MJ. Metabolic Monitoring for Patients Treated with Antipsychotic Medications. Can J Psychiatry 2006;51:492-501

Tujuan penatalaksanaan pada pasien-pasien dengan sindrom metabolik

seharusnya mempertimbangkan setiap komponen dari sindrom: pada pasien

dengan penyakit arteri koroner atau risiko yang setara dengan penyakit arteri

koroner (contohnya pasien dengan diabetes). Kadar kolesterol low density

(30)

mg/dl. Trigliserida serum diturunkan dibawah 150 mg/dl, tekanan darah

menjadi 120/80 mmHg atau kurang, glukosa plasma dibawah 110 mg/dl dan

HDL dinaikkan menjadi sedikitnya 40 mg/dl. Pencapaian tujuan-tujuan ini

akan memerlukan perubahan gaya hidup yang signifikan pada banyak pasien

dan mungkin memerlukan intervensi farmakologik juga.7

BAB IV

KERANGKA KONSEP

Sindrom metabolik Menurut definisi NCEP ATP III A

Sindrom metabolik

karakteristik demografik: - usia

- jenis kelamin,

Pasien skizofrenik + pengobatan antipsikotik

- suku,

(31)

BAB V

METODE PENELITIAN

V.1. Desain Penelitian

Penelitan ini merupakan penelitian analitik dengan studi cross sectional 20-22

untuk menilai berapakah proporsi sindrom metabolik pada pasien

skizofrenik yang mendapat pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan

dan berapakah proporsi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik yang

mendapat pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan berdasarkan

kelompok umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan, pendidikan,

pekerjaan dan apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berbeda

berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan.

V.2. Tempat Dan Waktu Penelitian

¾ Tempat Penelitian: RS Jiwa Daerah Provsu Medan.

¾ Waktu Penelitian: Desember 2007- Mei 2008

V.3. Populasi Dan Sampel Penelitian

Populasi target:

¾ Pasien skizofrenik berusia ≥ 20 tahun Populasi terjangkau:

¾ Pasien skizofrenik berusia ≥ 20 yang mendapat pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan di RS Jiwa Daerah Provsu

Medan

Sampel penelitian:

¾ Cara pemilihan sampel penelitian adalah consecutive sampling

¾ Pasien skizofrenik berusia ≥ 20 yang mendapat pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan di RS Jiwa Daerah Provsu

Medan yang memenuhi kriteria inklusi

V.4. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi

Kriteria Inklusi:

(32)

2. Pasien berusia ≥ 20 tahun

3. Pasien skizofrenik yang menggunakan medikasi antipsikotik ≥ 3 bulan

Kriteria eksklusi:

1. Menderita komorbiditas dengan gangguan penggunaan zat,

menderita epilepsi dan penyakit medis umum

2. Menggunakan obat kortikosteroid, antidepresan, penstabil mood

3. Wanita yang hamil

4. Sedang menggunakan obat penurun kolesterol dan obat

penurun kadar glukosa ketika sebelum mendapat pengobatan

antipsikotik

4. Menolak berpartisipasi dalam penelitian ini

V.5. Besar Sampel

Besar sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi

menggunakan ketepatan absolut dengan rumus yang digunakan

adalah:

Zα2PQ

n ≥

d2

Zα= Nilai batas bawah dari tabel Z yang besarnya tergantung pada

nilai αyang

Ditentukan; untuk nilai α=0.05 Æ Zα =1.96

P= Proporsi sindrom metabolik pada pasien skizofrenik 37%

q = 1-p; 1-0.37=0.63

d= Ketepatan penelitian (tingkat ketepatan absolut yang

dikehendaki)=0.1

(1.96)2x (0.37)X (0.63)

n ≥

(0.1)2

(33)

V.6. Cara Kerja

¾ Seluruh pasien skizofrenik yang memenuhi kriteria inklusi diberi penjelasan mengenai penelitian dengan terperinci dan yang

bersedia ikut berpartisipasi, mengisi persetujuannya secara

tertulis dalam formulir persetujuan. Kemudian pasien diukur

berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, dan tekanan darah.

Pasien kemudian puasa makanan selama 10-12 jam dimulai jam

22.00 wibb dan diperiksa keesokan harinya: trigliserida, HDL,

KGD puasa dengan menggunakan alat Cardiocheck. Kemudian

nilainya dicatat dan disesuaikan, apakah memenuhi 3 dari 5

kriteria sindrom metabolik menurut definisi NCEP ATP III A.

Kemudian selanjutnya secara uji statistik dilihat apakah terdapat

perbedaan antara sindrom metabolik yang dialami pasien

skizofrenik menurut umur, jenis kelamin, suku, status

perkawinan, pendidikan dan pekerjaan.

¾ Alat dan bahan: 1. Pita meteran

2. Timbangan

3. Sphygmomanometer air raksa

4. Stetoskop

5. Cardiocheck yang dapat menilai kadar gula darah puasa, HDL, dan trigliserida

V. 7. Identifikasi Variabel

¾ Variabel bebas: skizofrenia , umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan , pendidikan, dan pekerjaan

¾ Variabel tergantung: sindrom metabolik yang dinilai dengan definisi NCEP ATP III A

V. 8. Rencana Manajemen Dan Analisis Data

¾ Untuk menilai ada tidaknya sindrom metabolik pada pasien skizofrenik rawat jalan menggunakan definisi sindrom metabolik

(34)

antara sindrom metabolik yang dialami penderita skizofrenik yang

mendapat pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan

dengan umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan, pendidikan,

dan pekerjaan digunakan uji hipotesis chi-square. Perbedaan

dikatakan bermakna bila p<0.05. Pengolahan dan analisis statistik

dari data dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan

alat bantu program Statistical Package for Social Sciences 15.

V.9. Definisi Operasional

• Skizofrenia adalah gangguan yang memenuhi kriteria diagnostik PPDGJ III, F.20. Skizofrenia

• Pengobatan antipsikotik adalah yang mendapat pengobatan antipsikotik tipikal ataupun yang atipikal

• Sindrom metabolik adalah kelompok abnormalitas metabolik pada seorang individu yang mana dihubungkan dengan risiko yang

meningkat dari penyakit kardiovaskuler, termasuk disregulasi

metabolisme glukosa, obesitas abdominal, disregulasi lipid plasma

(terutama kadar HDL yang menurun dan kadar trigliserida yang

tinggi) dan peningkatan tekanan darah. Dan dikatakan sindrom

metabolik jika memenuhi 3 dari 5 kriteria menurut definisi NCEP

ATP IIIA.

• Jenis kelamin adalah laki-laki, dan perempuan

• Umur adalah lamanya hidup sejak lahir yang dinyatakan dalam satuan tahun.

Dikelompokkan dalam 5 kategori, yaitu:

- Umur 20-29 tahun

- Umur 30-39 tahun

- Umur 40-49 tahun

- Umur 50-59 tahun

- Umur ≥ 60 tahun

• Suku adalah batak (batak mandailing, batak toba, batak karo, batak pakpak, batak simalungun) dan non batak (selain suku batak)

(35)

• Pendidikan: jenjang pengajaran yang telah diikuti atau sedang dijalani responden melalui pendidikan formal.

Pendidikan dibagi atas:

ƒ tidak sekolah

ƒ SD (Sekolah Dasar)

ƒ SMP (Sekolah Menengah Pertama)

ƒ SMU (Sekolah Menengah Umum)

ƒ Perguruan Tinggi (Diploma, sarjana atau yang lebih tinggi)

• Pekerjaan adalah pekerjaan yang menghasilkan

(36)

BAB VI

KERANGKA OPERASIONAL

Pasien skizofrenik +

Pengobatan antipsikotik

Sindrom metabolik (terdapat 3 dari 5 kriteria

menurut definisi NCEP ATP IIIA)

NCEP ATP III A Lingkar Perut Lk>102 ;Pr > 88 Tekanan darahc (mmHg)≥ 130/85

HDL (mg/dl)Lk < 40; Pr < 50 Trigliserida (mg/dl) ≥ 150 KGD puasa(mg/dl) ≥ 100

karakteristik demografik: - usia

- jenis kelamin - suku

- status perkawinan - pendidikan - pekerjaan

kriteria inklusi

kriteria eksklusi

Sindrom metabolik (+)

(37)

BAB VII HASIL PENELITIAN

Responden berjumlah 90 orang pasien skizofrenik yang mendapat

pengobatan antipsikotik yang sedang rawat jalan di RS Jiwa Daerah Provsu

Medan. Pengambilan responden dari bulan Februari sampai bulan April 2008.

Penyajian hasil-hasil penelitian dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi.

VII. 1. KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN

Tabel 1. Karakteristik umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan

Karakteristik responden Jumlah %

Umur 20-29 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

Pendidikan Tidak sekolah

SD

Dari tabel 1 diatas dapat diamati bahwa sampel yang paling banyak

oleh kelompok umur 30-39 tahun (35.6%), jenis kelamin laki-laki (62.2%),

suku batak (60%), yang tidak kawin (62.2%), pendidikan tamat SMU (44.4%),

(38)

VII.2. MEAN DAN STANDARD DEVIATION KOMPONEN SINDROM

METABOLIKPADA PASIEN SKIZOFRENIK

Tabel 2. Mean Dan Standard Deviation Komponen Sindrom Metabolik Pada Pasien Skizofrenik

Variabel Pasien Skizofrenik

dengan sindrom

Kolesterol HDL (mg/dl) 32,22(11,88) 31,29(11,47)

Trigliserida (mg/dl) 150,11(74,04) 87,25(47,62)

Kadar glukosa puasa (mg/dl)

77,11(16,95) 67,62(18,17)

Dari tabel 2 diatas dapat diamati bahwa rerata lingkar pinggang pasien

skizofrenik dengan sindrom metabolik lebih besar daripada yang tanpa

sindrom metabolik [94,67(10,85) cm vs 85,39 (9,60) cm]; rerata BMI pada

pasien skizofrenik dengan sindrom metabolik lebih tinggi daripada yang tanpa

sindrom metabolik [31,68 (12,05) mmHg vs 24,81(4,21) mmHg]; rerata

tekanan darah sistolik juga lebih tinggi pada yang dengan sindrom metabolik

[140,00(5,00)mmHg vs 121,48(11,84) mmHg] dan rerata tekanan darah diastolik juga lebih tinggi [88,88 (11,88) mmHg vs 79,5(7,22)mmHg] daripada

yang tanpa sindrom metabolik. Rerata kadar HDL pada pasien skizofrenik

dengan sindrom metabolik dan yang tanpa sindrom metabolik didapati

perbedaan yang kecil yaitu [32,22(11,88) mg/dl vs 31,29(11,47)mg/dl]. Rerata

kadar trigliserida juga lebih tinggi pada pasien skizofrenik dengan sindrom

metabolik daripada yang tanpa sindrom metabolik [150,11 (74,04) mg/dl vs

87,25 (47,62) mg/dl]. Dan rerata kadar glukosa darah puasa pada pasien

skizofrenik dengan sindrom metabolik dan yang tanpa sindrom metabolik

(39)

VII.3. SINDROM METABOLIK PADA PASIEN SKIZOFRENIK

Tabel 3. Sindrom metabolik pada pasien skizofrenik menurut definisi NCEP

ATP IIIA

Sindrom Metabolik Jumlah %

Ada

Dari tabel 3 diatas dapat diamati bahwa sindrom metabolik menurut

definisi NCEP ATP IIIA yang dijumpai pada pasien skizofrenik hanya 10%,

dan yang terbanyak adalah tidak ada sindrom metabolik (90%).

VII.4. SEBARAN JENIS OBAT YANG DIGUNAKAN PADA PASIEN SKIZOFRENIK

Tabel 4. Sebaran jenis obat yang dgunakan pada pasien skizofrenik

Sindrom metabolik definisi

Dari tabel 4. diatas dapat diamati bahwa jenis antipsikotik yang

terbanyak pada pasien skizofrenik dengan sindrom metabolik adalah atipikal,

yaitu risperidon sebesar 5 pasien (55.6%), sementara pasien skizofrenik yang

tanpa sindrom metabolik adalah jenis antipsikotik tipikal 61 pasien (75.3%),

(40)

VII.5. MEAN DAN STANDARD DEVIATION LAMA PEMAKAIAN DAN DOSIS OBAT ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Tabel 5. Mean dan Standard Devation Lama Pemakaian Dan Dosis Obat

Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenik Dengan Sindrom Metabolik

Variabel Mean Standard

Deviation

Dari tabel 5 diatas dapat diamati bahwa rerata lama pemakaian obat

antipsikotik pada pasien skizofrenik dengan sindrom metabolik adalah

34.11(31.25) bulan dengan rerata dosis obat risperidon 06.13(02.59) dan

haloperidol 03.20(01.09) mg/hari.

VII.6.SEBARAN UMUR PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Tabel 6. Sebaran umur pasien skizofrenik dengan sindrom metabolik

Umur penderita Sindrom metabolik definisi NCEP ATP IIIA

Dari tabel 6 diatas dapat diamati bahwa sindrom metabolik yang paling

banyak terjadi pada pasien skizofrenik kelompok umur 50-59 tahun (33.3%).

Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom metabolik pada pasien

(41)

VII.7. SEBARAN JENIS KELAMIN PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Tabel 7. Sebaran jenis kelamin pasien skizofrenikdengan sindrom metabolik

Sindrom metabolik definisi

Dari tabel 7 diatas dapat diamati bahwa sindrom metabolik yang paling

banyak terjadi pada pasien skizofrenik perempuan (55.6%). Tidak terdapat

perbedaan bermakna sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berdasarkan

jenis kelamin.

VII.8. SEBARAN SUKU PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Tabel 8 Sebaran suku pasien skizofrenikdengan sindrom metabolik

Sindrom metabolik definisi

Dari tabel 8 diatas dapat diamati bahwa sindrom metabolik yang paling

banyak terjadi pada pasien skizofrenik batak (66.7%). Tidak terdapat

perbedaan bermakna sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berdasarkan

(42)

VIII.9. SEBARAN STATUS PERKAWINAN PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Tabel 9. Sebaran status perkawinan pasien skizofrenik dengan sindrom

metabolik

Dari tabel 9 diatas dapat diamati bahwa sindrom metabolik yang paling

banyak terjadi pada pasien skizofrenik yang tidak kawin dan yang kawin

dimana kedua kelompok ini sama (44.4%). Tidak terdapat perbedaan

bermakna sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berdasarkan status

perkawinan.

VII.10. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Tabel 10. Sebaran tingkat pendidikan pasien skizofrenik dengan sindrom

metabolik

Dari tabel 10 diatas dapat diamati bahwa sindrom metabolik yang

paling banyak terjadi pada pasien skizofrenik dengan tingkat pendidikan SMU

(55,6%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom metabolik pada pasien

(43)

VII.11. SEBARAN PEKERJAAN PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Tabel 11. Sebaran pekerjaan pasien skizofrenik dengan sindrom metabolik

Sindrom metabolik definisi NCEP ATP IIIA Pekerjaan

Ada n %

Tidak ada n %

p

Bekerja 3 33.3 23 28.4

Tidak bekerja 6 66.7 58 71.6 0.756*

Total 9 100 81 100

*Pearson X2, df=1

Dari tabel 11 diatas dapat diamati bahwa sindrom metabolik yang

paling banyak terjadi pada pasien skizofrenik yang tidak bekerja (66.7%).

Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom metabolik pada pasien

(44)

BAB VIII PEMBAHASAN

Penelitian ”Sindrom Metabolik pada Pasien Skizofrenik Rawat Jalan”

ini merupakan suatu penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi sindrom

metabolik pada pasien skizofrenik yang mendapat pengobatan antipsikotik

yang sedang rawat jalan dan untuk mengetahui proporsi sindrom metabolik

pada pasien skizofrenik yang mendapat pengobatan antipsikotik yang

sedang rawat jalan berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, suku, status

perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan tujuan khususnya untuk mengetahui

apakah sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berbeda berdasarkan

kelompok umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan, pendidikan,

pekerjaan dan agar pasien skizofrenik yang memiliki sindrom metabolik di

rujuk ke endokrinologis untuk mendapat penilaian dan penatalaksanaan yang

tepat.

Hipotesis pada penelitian ini yang menyatakan bahwa sindrom

metabolik pada pasien skizofrenik rawat jalan berbeda berdasarkan pada

kelompok umur (p=0.251); jenis kelamin (p=0.246); suku (p=0.667); status

perkawinan (p=0.391); pendidikan (p=0.855); pekerjaan (p=0.756) tidak

terbukti.

VIII.1. MEAN DAN STANDARD DEVIATION KOMPONEN SINDROM METABOLIKPADA PASIEN SKIZOFRENIK

Dari tabel 2 diatas dapat diamati bahwa rerata lingkar pinggang, BMI,

tekanan darah baik sistolik dan diastolik, serta kadar trigliserida pada pasien

skizofrenik dengan sindrom metabolik lebih tinggi daripada yang tanpa

sindrom metabolik. Telah diketahui bahwa sindrom metabolik berhubungan

dengan risiko yang meningkat terjadinya penyakit kardiovaskular. Dimana

setiap komponen-komponen dari sindrom metabolik merupakan faktor risiko

tersendiri terhadap morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, ketika

komponen-komponen ini ada bersama-sama maka peningkatan risiko

(45)

Rerata kadar HDL pada pasien skizofrenik dengan sindrom metabolik

dan yang tanpa sindrom metabolik didapati perbedaan yang kecil

[32,22(11,88) mg/dl vs 31,29(11,47)mg/dl]. Pada kedua kelompok baik yang

dengan sindrom metabolik dan tanpa sindrom metabolik didapat bahwa rerata

HDL < 40 ini menunjukkan bahwa kelompok pasien skizofrenik tanpa sindrom

metabolik tetap memiliki risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular.

VIII.2. SINDROM METABOLIK PADA PASIEN SKIZOFRENIK

Secara keseluruhan dapat diamati bahwa dari 90 orang pasien

skizofrenik rawat jalan yang mengalami sindrom metabolik menurut definisi

NCEP ATP III A berjumlah 9 orang (10%), sementara Kato dkk menemukan

prevalensi sindrom metabolik menurut definisi NCEP ATP III sekitar 60%

diantara 63 pasien skizofrenik rawat jalan,8 De Hert dkk pada penelitian

cross-sectional terhadap 430 pasien skizofrenik menemukan prevalensi sindrom metabolik menurut definisi NCEP ATP IIIA sebesar 32%.10

Ditemukannya proporsi yang kecil pada penelitian ini mungkin

dikarenakan jumlah sampelnya yang kecil.

VIII.3. SEBARAN JENIS OBAT YANG DIGUNAKAN PADA PASIEN SKIZOFRENIK

Dari tabel 4. dapat diamati bahwa jenis antipsikotik yang terbanyak

pada pasien skizofrenik dengan sindrom metabolik adalah atipikal, yaitu

risperidon sebesar 5 pasien (55.6%), sementara pasien skizofrenik yang

tanpa sindrom metabolik adalah jenis antipsikotik tipikal 61 pasien (75.3%),

haloperidol sebanyak 57 pasien (70.4%).

VIII.4. MEAN DAN STANDARD DEVIATION LAMA PEMAKAIAN DAN DOSIS OBAT ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Dari tabel 5 dapat diamati bahwa rerata lama pemakaian obat

antipsikotik pada pasien skizofrenik dengan sindrom metabolik adalah

34.11(31.25) bulan dengan rerata dosis obat risperidon 06.13(02.59) dan

(46)

VIII.5. SEBARAN UMUR PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Dari tabel 6 diatas dapat diamati bahwa sindrom metabolik yang paling

banyak terjadi pada pasien skizofrenik kelompok umur 50-59 tahun (33.3%).

Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom metabolik pada pasien

skizofrenik berdasarkan kelompok umur.

Sementara Heiskanen dkk (di Finlandia) menemukan prevalensi

sindrom metabolik 37% dengan definisi NCEP ATP III, pada 35 pasien

dengan usia rerata 45 tahun.9 Saari K (2005) yang meneliti prevalensi

sindrom metabolik pada pasien skizofrenik (pada usia awal 30-an) menurut

definisi NCEP ATP III adalah 19%. Hal ini diperkuat dengan pernyataan

bahwa terjadinya sindrom metabolik akan meningkat dengan bertambahnya

usia.13

VIII.6. SEBARAN JENIS KELAMIN PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Dari tabel 7 diatas dapat diamati bahwa sindrom metabolik yang paling

banyak terjadi pada pasien skizofrenik perempuan (55.6%) sementara

laki-laki hanya 44,4%. Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom metabolik

pada pasien skizofrenik berdasarkan jenis kelamin.

Hasil yang hampir sama telah dilaporkan oleh Cohn dkk, yang

menyatakan bahwa sindrom metabolik yang terjadi pada pasien skizofrenik

canadian 42,6% pada laki-laki dan 48,5% pada wanita sementara McEvoy dkk menemukan sebesar 36,6% pada laki-lak I dan 54,2% pada wanita.1,11

VIII.7. SEBARAN SUKU PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Dari tabel 8 diatas dapat diamati bahwa sindrom metabolik yang paling

banyak terjadi pada pasien skizofrenik batak (66.7%). Tidak terdapat

perbedaan bermakna sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berdasarkan

(47)

Sementara penelitian cross-sectional Kato dkk, pada 48 pasien

skizofrenik rawat jalan menemukan bahwa pasien skizofrenik Hispanik

memiliki prevalensi sindrom metabolik 74% dan yang non Hispanik 41%,

menunjukkan terdapat perbedaan bermakna sindrom metabolik menurut suku

(p< 0.05).18

VIII.8. SEBARAN STATUS PERKAWINAN PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Dari tabel 9 diatas dapat diamati bahwa sindrom metabolik yang paling

banyak terjadi pada pasien skizofrenik yang tidak kawin dan yang kawin

dimana kedua kelompok ini sama (44.4%). Tidak terdapat perbedaan

bermakna sindrom metabolik pada pasien skizofrenik berdasarkan status

perkawinan.

VIII.9. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Dari tabel 10 diatas dapat diamati bahwa sindrom metabolik yang

paling banyak terjadi pada pasien skizofrenik dengan tingkat pendidikan SMU

(55,6%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom metabolik pada pasien

skizofrenik berdasarkan tingkat pendidikan.

VIII.10. SEBARAN PEKERJAAN PASIEN SKIZOFRENIK DENGAN SINDROM METABOLIK

Dari tabel 11 diatas dapat diamati bahwa sindrom metabolik yang

paling banyak terjadi pada pasien skizofrenik yang tidak bekerja (66.7%).

Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom metabolik pada pasien

Gambar

Tabel 2. Definisi sindrom metabolik1
Tabel 1. Karakteristik umur, jenis kelamin, suku, status perkawinan,
Tabel 2. Mean Dan Standard Deviation Komponen Sindrom Metabolik Pada Pasien Skizofrenik
Tabel 4. Sebaran jenis obat yang dgunakan pada pasien skizofrenik
+6

Referensi

Dokumen terkait

komplikasi pada pasien penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan. di

Simpulan: Terdapat asosiasi yang tidak bermakna antara sindrom metabolik dan kejadian gagal jantung pada lansia.

Tujuan penelitian adalah mengetahui efek pemberian metformin dan telmisartan terhadap resistensi insulin pada pasien sindrom metabolik dengan terapi insulin.. Metode penelitian

dalam pertumbuhan dan perkembangan menyulitkan penentuan nilai batasan komponen kriteria sindrom metabolik (tekanan darah, tinggi badan, berat badan, body mass index (BMI),

Dimulai dari pencatatan pendaftaran pasien rawat jalan, pembayaran pasien rawat jalan, pemisahan kwitansi pembayaran pasien rawat jalan sesuai dengan poliklinik yang di

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada sebaran jumlah subjek yg Sindrom Metabolik dengan tidak Sindrom Metabolik dilihat dari densitas energi maupun asupan energi dan

Frekuensi jenis komponen sindrom metabolik terbanyak adalah hipertensi (43,8%). Pasien PPOK tanpa komponen dan satu komponen sindrom metabolik paling banyak ditemukan tidak

Desain penelitian ini dilaksanakan secara komparatif, yaitu untuk mengetahui perbedaan kepuasan pasien terhadap pelayanan antara pasien rawat jalan dengan jaminan asuransi perusahaan