• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN DAN PENGELOLAAN PERWAKAFAN TANAH MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DI KECAMATAN RANTAU UTARA,

KABUPATEN LABUHAN BATU

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum

O L E H

Nama : Issabella Rambey

Nim : 040200085

Departemen : Hukum Administrasi Negara Program Kekhususan : Hukum Agraria

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaiknnya skripsi ini yang merupakan bagian dari tugas akhir dan syarat untuk memperoleh gelas Sarjana Hukum.

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberi rahmat dan kesempatan kepada penulis dan salam serta shalawat atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, semoga kita memperoleh syafaat beliau di hari kemudian.

Disini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung atau tidak langsung maupun selama masa studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dengan rasa hormat penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Keluargaku tercinta, Ibunda Faridah Pohan dan Ayahanda Hasian Hendra Rambey, serta adinda Sofia Triyanda.

2. Bapak Prof.Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Tampil Anshari Siregar, SH, MS selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Agraria dan Pembimbing I yang telah dengan sabar membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

(3)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

5. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH,MS selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara.

6. Ibu Dr. Idha Aprilyana, SH, M. Hum selaku dosen wali penulis. 7. Seluruh staff pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

8. Bapak-bapak yang mewakili instansi pemerintah antara lain : Bapak Muhammad Sabri, S.Aq dari KUA Kecaman Rantau Utara dan Bapak Jailanai,SH dari Kantor Pertanahan Kabupaten Labuhan Baru, serta Nazhir-nazhir masjid kecamatan Rantau Utara.

9. Rekan-rekan penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 10. Semua Sahabat dan kerabat.

Karena keterbatasan halaman penulis mohon maaf apabila ada nama yang tidak tercantum dalam halaman ini.

Penulis sadari bahwa masih banyak kekurangan di sana-sini dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juni 2008 Penulis,

(4)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

ABSTRAK ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Pengertian wakaf ... 8

2. Sejarah perkembangan wakaf ... 11

3. Dasar hukum wakaf ... 17

4. Macam-macam wakaf ... 22

5. Pihak-pihak yang terkait ... 23

6. Unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf ... 29

7. Pengaturan wakaf setelah berlakunya undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf ... 33

F. Metode Penelitian ... 36

G. Sistematika Penulisan ... 38

BAB II : PELAKSANAAN PERWAKAFAN TANAH DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR .41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF ... 41

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 41

1. Keadaan fisik dan letak geografis ... 41

(5)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu ... 48

C. Pendaftaran Tanah Wakaf di Kecamatan Rantau Utara . 55 BAB III : PENGELOLAAN TANAH WAKAF ... 70

A. Peruntukan Tanah Wakaf di Kecamatan Rantau Utara .... 70

B. Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf di Kecamatan Rantau Utara ... 74

C. Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf di Kecamatan Rantau Utara ... 80

BAB IV : KENDALA DAN SOLUSI DALAM PERWAKAFAN TANAH 82 A. Kendala Perwakafan Tanah di Kecamatan Rantau Utara . 82 B. Solusi Atas Kendala Yang Dihadapi Dalam Perwakafan Tanah di Kecamatan Rantau Utara ... 84

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 90

(6)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

Tabe1 Judul Halaman

Tabel 1 Jumlah Kelurahan di Kecamatan Rantau Utara 41 Tabel 2 Keadaan Fisik Kecamatan Rantau Utara dari Segi

Sarana Perekonomian

42

Tabel 3 Keadaan Fisik Kecamatan Rantau Utara dari Aspek Pendidikan

43

Tabel 4 Keadaan Fisik Kecamatan Rantau Utara dari Aspek Keagamaan

43

Tabel 5 Keadaan Fisik Kecamatan Rantau Utara dari Aspek Kesehatan

44

Tabel 6 Keadaan Fisik Kecamatan Rantau Utara dari Aspek Fasilitas Umum

44

Tabel 7 Keadaan Penduduk Kecamatan Rantau Utara Berdasarkan Jenis Kelamin

45

Tabel 8 Keadaan Penduduk Kecamatan Rantau Utara Berdasarkan Agama

46

Tabel 9 Keadaan Penduduk Kecamatan Rantau Utara Berdasarkan Usia

46

Tabel 10 Keadaan Penduduk Kecamatan Rantau Utara Berdasarkan Pendidikan

47

Tabel 11 Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Rantau Utara 47 Tabel 12 Jumlah Tanah Wakaf dan Statusnya di Kecamatan

Rantau Utara Tahun 2000-2007

54

Tabel 13 Jumlah Tanah Wakaf yang Telah Bersertifikat di Kecamatan Rantau Utara Tahun 2000 – 2007

13

Tabel 14 Jumlah Tanah Wakaf di Kecamatan Rantau Utara Tahun 2000 – 2007 Berdasarkan Tujuan

(7)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

(8)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

ABSTRAK

Wakaf merupakan salah satu tuntunan agama Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah sosial. Persoalan wakaf dalam masyarakat tidak asing lagi terdengar, namun pengaturan tentang sumber hukum, tata cara, prosedur, dan praktek perwakafan dalam bentuk Undang-Undang bisa dibilang baru. Selama ini praktek perwakafan tidak jarang dilakukan dengan cara-cara konvensioal, kurang memperoleh penanganan yang sungguh-sungguh baik dari pengelolaannya maupun pendaftarannya. Adapun tujuan dari penyusunan Skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan, pendaftaran dan pengelolaan tanah wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu.

Metode penelitian dalam penulisan Skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif, dimana penelitian dilakukan melalui peraturan perundang-undangan saat ini sebagai dasar dari pemecahan masalah. Bahan hukum diperoleh dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya serta dari pendapat para ahli dan hasil penelitian yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.

(9)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN DAN PENGELOLAAN PERWAKAFAN TANAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DI KECAMATAN RANTAU UTARA,

KABUPATEN LABUHAN BATU

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum

O L E H

Nama : Issabella Rambey

Nim : 040200085

Departemen : Hukum Administrasi Negara Program Kekhususan : Hukum Agraria

DISETUJUI OLEH :

Ketua Departemen Ketua Program Kekhususan Hukum Administrasi Negara Hukum Agraria/Pembimbing I

Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS Tampil Anshari Siregar, SH,MS NIP. 131.410.462 NIP. 130.250.421

Pembimbing II

(10)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara karena kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah, manusia hidup di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah. Seiring dengan perkembangan yang begitu pesat dalam pembangunan di berbagai bidang, menjadikan kedudukan tanah menjadi modal yang paling utama dalam kehidupan kemasyarakatan di Indonesia. Peran penting dari tanah tersebut dalam kehidupan kemasyarakatan diperoleh selain dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, dan dapat juga diperoleh melalui jalan wakaf.

Wakaf tanah merupakan salah salah ibadah sosial dalam agama Islam yang sangat erat kaitannya dengan keagrariaan, artinya sebagai perangkat peraturan yang mengatur tentang bagaimana penggunaan dan pemanfaatan bumi, air, dan ruang angkasa untuk kesejahteraan bersama seluruh rakyat, bagaimana hubungan hukum antara orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa serta hubungan bumi, air, dan ruangan angkasa tersebut.

Menurut Ter Haar, wakaf merupakan suatu lembaga hukum Islam yang di dalam banyak daerah di Indonesia telah diterima oleh masyarakat hukum adat (gerecipeerd).1

Resepsi wakaf dalam hukum adat tidak mengherankan, karena

(11)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam, inilah salah satu dari bagian hukum adat yang berasal dari agama (goodiensting bestanddeel van het adat recht).2

Mengenai hal ini, Prof. A. P. Parlindungan, SH memberi pandangan haruslah diciptakan suatu hukum agraria yang sederhana dan menjamin kepastian hukum dan dimaksukkan unsur agama (perwakafan) dalam sistem hukum agraria nasional tersebut.3

1

. Ali Rido., Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung, 1986, hal .126.

2

. Ibid.

3

. A.P. Parlindungan., Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, 1991, hal.20.

Mengingat pentingnya persoalan tentang wakaf ini, maka Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 telah mencantumkan adanya suatu ketentuan khusus sebagaimana tersebut dalam pasal 49 ayat (3) yang menyatakan bahwa : perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pada prinsipnya pasal 49 ayat (3) tersebut merupakan penjelasan fungsi sosial hak-hak atas tanah yang bersandar pada hukum Islam.

(12)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Menurut data yang ada, luas tanah wakaf di seluruh Indonesia pada tahun 1987/1988 mencapai 435.838.145,63 m2. Jumlah ini pada tahun 1988/1989 meningkat menjadi 524.814.311 m2.4 Sedangkan menurut data Departemen Agama Republik Indonesia terakhir luas tanah wakaf meningkat menjadi 1.566.672,63 m2 yang terdapat di 403.845 lokasi. Dari total jumlah tersebut 75% diantaranya sudah bersertifikat dan sekitar 10% memiliki potensi ekonomi tinggi, dan masih banyak lagi yang belum terdata. 5

Di masa pertumbuhan ekonomi yang cukup memprihatinkan ini sesungguhnya peranan wakaf dapat dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya di bidang ekonomi apabila wakaf dikelola dan dikembangkan secara produktif. Peruntukan wakaf di Indonesia kurang mengarah pada pemberdayaan ekonomi umat dan cenderung untuk kepentingan kegiatan-kegiatan ibadah lebih karena dipengaruhi oleh keterbatasan umat Islam akan pemahaman wakaf, baik mengenai harta yang diwakafkan, maupun peruntukan wakaf hanya terbatas untuk kepentingan peribadatan dan hal-hal yang lazim dilaksanakan di Indonesia seperti untuk masjid, musholla, sekolah, makam, dan sebagainya.6

Di dalam praktek pelaksanaan wakaf sebelum di atur dalam Hukum Agraria Nasional, pelaksanaannya cukup ditandai oleh adanya rasa kepercayaan

4

. Abdul Ghofur Anshori., Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Pilar Media, Yogyakarta, 2006, hal. 3.

5

(13)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

dan terpenuhi beberapa unsur dan syarat tertentu sesuai dengan ajaran hukum Islam saja dengan cukup diikrarkan di hadapan Nazhir serta disaksikan beberapa orang saksi, maka telah dianggap selesailah pelaksanaan perwakafan. Dengan demikian pelaksanaan perwakafan lebih mudah dan tidak berbelit-belit. Akan tetapi sebagai akibatnya tidak menjamin kelestarian dan kesinambungan pengelolaan wakaf, yang disebabkan tidak dilindungi perwakafan tanah tersebut dengan suatu alat bukti yang kuat.

Akibat yang ditimbulkan dengan tidak diatur secara tegas dan tuntas masalah perwakafan dapat menimbulkan penyelewengan dan penyimpangan dari hakekat dan tujuan wakaf itu sendiri seperti halnya berubahnya peruntukan yang pada awalnya diperuntukkan untuk masjid kemudian oleh Nazhirnya dimanfaatkan untuk keperluan lain.

Dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam telah diharuskan adanya perwakafan secara tertulis, tidak cukup dengan lisan saja. Tujuannya adalah memperoleh bukti otentik yang dipergunakan untuk pendaftaran pada Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota dan untuk keperluan menyelesaikan sengketa yang kemungkinan akan timbul di kemudian hari mengenai tanah yang diwakafkan maka dalam pelaksanaannya perwakafan tanah harus ada ikrar wakaf yang dituangkan dalam sebuah akta resmi, dan tanah harus diserahkan kepada seorang pengelola khusus untuk mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang agar wakaf tersebut dikelola secara tertib dan teratur.

6

(14)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf, Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 27 Oktober 2004 telah mengesahkan dan memberlakukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dengan demikian perwakafan tanah milik pengaturannya didasarkan atas ketentuan Undang-Undang tersebut, sehingga diharapkan berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ini dapat memenuhi hakekat dan tujuan dari perwakafan itu.

Kelahiran Undang-Undang perwakafan ini berdasarkan beberapa pertimbangan, sebagaimana yang dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 bahwa tujuan Negara Kesatuan Republik Indoesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut perlu diusahakan menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam lembaga keagamaan yang memiliki manfaat ekonomi.

(15)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf tersebut, maka lengkaplah sudah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia.

Namun walaupun demikian, dalam pelaksanaannya masih banyak masyarakat yang belum mengetahui, memahami, dan melaksanakan sepenuhnya peraturan-peraturan tersebut, sehingga sering timbul permasalahan dalam pelaksanaannya serta masih banyak sekali tanah yang telah diwakafkan masih belum didaftarkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dalam kenyatannya Wakif maupun Nazhir mengabaikan unsur kepastian hukum atas tanah-tanah wakaf.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis berkeinginan untuk mengkaji secara lebih mendalam hal-hal yang dikemukakan diatas, dan mengangkat permasalahan tersebut dalam skripsi yang berjudu l :

“Tinjauan Yuridis Pelaksanaan dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok pembahasan dalam permasalahan ini adalah sebagai berikut :

(16)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

2. Bagaimana pengelolaan tanah wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu ?

3. Kendala – kendala apakah yang dihadapi dalam perwakafan tanah di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu serta bagaimana solusinya?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini ada 2 tujuan yang hendak dicapai yaitu meliputi tujuan umum dan tujuan khusus yang diuraikan sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

a) Untuk memenuhi dan melengkapi tugas serta syarat-syarat yang diperlukan untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara.

b) Untuk mengembangkan pengetahuan yang didapat di bangku kuliah dengan praktek yang ada sehingga dapat memperluas wawasan.

c) Untuk memberikan kontribusi atau sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu hukum khususnya mengenai perwakafan tanah yang bermanfaat bagi almamater dan masyarakat pada umumnya.

2. Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui pelaksanaan perwakafan tanah di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu ditinjau menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.

(17)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

c) Untuk mengetahui kendala serta solusi perwakafan tanah di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu.

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang pengetahuan penulis, di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara belum ada yang mengangkat Skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu”.

Skripsi ini didasarkan pada referensi dari buku-buku serta fakta yang diperoleh dari data berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh penulis. Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa skripsi yang penulis kerjakan ini adalah asli.

E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Wakaf

Wakaf menurut bahasa Arab berarti “al-habsu”, yang berasal dari kata kerja habasa–yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan. Kemudian kata ini berkembang menjadi “habbasa” dan berarti mewakafkan harta karena Allah”.7

7

(18)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja “waqafa” yang berarti berhenti atau berdiri”.8

a. Abu Hanifah

Sedangkan wakaf menurut istilah syara’ adalah menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya dan digunakan untuk kebaikan.

Pengertian wakaf menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah :

Perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Disamping itu ada beberapa pendapat ulama dan para cendekiawan mengenai defenisi wakaf sebagai berikut :

Wakaf adalah menahan sesuatu benda yang menurut hukum tetap milik si Wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan.

b. Mazhab Maliki

Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan, namun wakaf tersebut mencegah melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan Wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.

c. Mazhab Hambali

8

(19)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Wakaf adalah menahan kebebasan pemilik harta dalam membelanjakan hartanya yang bermanfaat dengan tetap utuhnya dan memuaskan semua hak penguasaan terhadap harta itu sedangkan manfaatnya dipergunakan pada kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

d. Syaikh Syihabudin al Qalyubi

Wakaf adalah menahan harta untuk dimanfaatkan, dalam hal yang dibolehkan dengan menjaga keutuhan barang tersebut. Kalimat “dimanfaatkan dalam hal yang dibolehkan” maksudnya berfungsi membatalkan wakaf jika diberikan kepada jalur yang tidak mubah, seperti memberikan wakaf kepada orang yang sering memerangi umat Islam.

e. Imam Suhadi

Wakaf adalah pemisahan suatu harta benda seseorang yag disahkan dan benda itu ditarik dari benda milik perseorangan dialihkan penggunaannya kepada jalan kebaikan yang diridhoi Allah SWT, sehingga benda-benda tersebut tidak boleh dihutangkan, dikurangi atau dilenyapkan.9

f. Naziroeddin Rachmat

Yang dimaksud dengan harta wakaf ialah suatu barang yang sementara asalnya (zatnya) tetap, selalu berbuah, yang dapat dipetik hasilnya dan yang empunya sendiri sudah menyerahkan kekuasaannya terhadap barang itu dengan syarat dan ketentuan bahwa hasilnya akan dipergunakan untuk keperluan amal kebajikan yang diperintahkan syariat.10

9

(20)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

g. Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991) Pasal 215 ayat (1)

Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya atau melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan lainnya sesuai ajaran agama Islam.

2. Sejarah Perkembangan Wakaf

Mengenai sejarah munculnya istilah wakaf, memang sulit menetapkan kapan persisnya muncul istilah tersebut. Karena dalam buku-buku fikih tidak ditemui sumber yang menyebutkannya secara tegas. Tetapi secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa sebelum Islam lahir, belum dikenal istilah wakaf.

a. Sebelum Islam

Sebelum datangnya Islam, sebenarnya telah ada institusi yang mirip dengan institusi perwakafan, walaupun tidak memakai istilah wakaf. Rumah-rumah peribadatan yang sudah berdiri sejak zaman dahulu tersebtu, pasti harus didirikan di atas sebuah lahan dan bersifat permanen. Oleh karena itulah, mereka yang memiliki kepedulian serta perhatian terhadap kelangsungan agamanya, akan dengan sukarela.

menyumbangkan tanah dan hartanya untuk membangun rumah ibadah tersebut.Apa yang mereka lakukan ini secara subtansial adalah sama dengan

(21)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

wakaf dalam Islam. Beberapa contoh wakaf sebelum datangnya Islam adalah pembangunan Ka’bah oleh Nabi Ibrahim dan pemberian harta benda oleh Raja Ramses II di Mesir untuk pembangunan Kuil Abidus.

Perbedaan antara praktek wakaf yang terjadi sebelum datangnya Islam dan setelah datangnya Islam tersebut terletak pada tujuan wakaf. Dalam Islam, tujuan wakaf adalah untuk mencari ridho Allah SWT dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, sedangkan wakaf sebelum Islam seringkali digunakan sebagai sarana untuk mencari prestise (kebanggaan).

b. Setelah Datangnya Islam

Pada masa Daulah Umayah, seorang hakim dari Mesir yang bernama Taubah bin Namr bin Haumal Al-Hadrami, menjadi orang yang pertama kali mencatat harta wakaf dalam catatan khusus. Ketika wafat,Taubah meninggalkan arsip-arsip tentang sistem penataan wakaf, bahkan pada masa itu telah dibuat pula pembukuan wakaf di Basrah.

Sejak saat itu wakaf berada di bawah pengawasaan hakim. Hakim bertugas menjaga dan mengawasi harta wakaf dan menyalurkan keuntungan kepada pihak yang berhak menerima. Jika Wakif telah menunjuk pihak tertentu untuk mengawasi harta wakaf, maka hakim cukup mengawasi pihak yang telah ditunjuk oleh Wakif tersebut.

Pada masa Daulah Usmaniyah menguasai daratan Arab, jangkauan wakaf telah meluas dan mendapat sambutan dari para penguasa dan pemimpin lainnya.

10

(22)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Sehingga mereka mendirikan lembaga khusus untuk mengawasi wakaf dan menyusun Undang-Undang dan peraturan khusus tentang pengaturan pengelolaan wakaf, pemaparan bentuk wakaf, dan teknis pendistribusiannya.

Selain itu, pada masa Daulah Islamiyah juga telah dibuat peraturan yang memuat tentang pembagian macam-macam tanah, peraturan transaksi barang dan keuntungan wakaf.

c. Perwakafan di Indonesia

Institusi perwakafan di Indonesia yang berasal dari hukum Islam telah dikenal bersamaan dengan kehadiran agama Islam di Indonesia, yakni sejak abad pertama Hijriyah atau abad ketujuh Masehi.

Sesuai penelitian Koesoema Atmadja, pada tahun 1922 telah terdapat wakaf di seluruh wilayah Nusantara. Adapun nama dan jenis benda yang diwakafkan berbeda-beda, misalnya di Aceh disebut Wakeuh, di Gayo disebut Wokos, dan di Payakumbuh disebut ibah.11

Menurut Koesoema Atmadja, selain perwakafan yang berasal dari hukum Islam, di Indonesia juga terdapat perwakafan yang berasal dari hukum adat, seperti huma serang di Banten yang digunakan untuk kepentingan bersama, di pulau Bali ada semacam lembaga wakaf dimana terdapat tanah dan barang-barang lain, seperti benda-benda perhiasan untuk pesta, yang menjadi miik candi atau dewa-dewa yang tinggal di sana, dan di Lombok terdapat tanah yang dinamakan “Tanah Pareman”, adalah tanah negara yang dibebaskan dari pajak

11

(23)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

landrente yang diserahkan kepada desa-desa subak, juga kepada candi, untuk kepentingan bersama.12

1. Wakaf di Zaman Kesultanan

Perkembangan wakaf di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa periode, yaitu:

Banyak bukti ditemukan bahwa pada masa kesultanan telah dilakukan ibadah wakaf. Hal ini dapat dilihat pada peninggalan sejarah, baik berupa tanah dan bangunan Masjid, bangunan madrasah, dan komplek makam. Bukti sejarah itu antara lain tanah-tanah yang diantaranya berdiri Masjid seperti :13

d) Masjid Al Falah di Jambi berasal dari tanah Sultan Thaha Saifuddin e) Madjid Kauman di Cirebon wakaf dari Sunan Gunung Jati

f) Masjid Agung di Demak wakaf dari Raden Patah g) Masjid Menara di Kudus wakaf dari Sunan Muria

h) Masjid Jamik Pangkalan wakaf dari Sultan Abdul Qadirum i) Masjid Besar Semarang wakaf dari Pangeran Pandanaran j) Masjid Ampel di Surabaya wakaf dari Sunan Ampel

k) Masjid Agung Kauman di Yogyakarta wakaf dari Sultan Agung l) Masjid Agung Kauman di Solo wakaf dari Susuhan Paku Buwono X.

12

. Abdurahman., Op. cit., hal. 14.

13

(24)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Pendirian madrasah, pesantren dan bangunan keagamaan Islam lainnya pada umumnya berdiri atas tanah wakaf yang merupakan wakaf dari para sultan/raja atau pemimpin Islam pada saat itu.

2. Wakaf di Zaman Hindia Belanda

Berdasarkan pemahaman bahwa wakaf adalah merupakan ibadah bagi si Wakif kepada Allah, dan amanah bagi Nazhirnya maka pada saat itu tidak dirasa perlu diketahui orang lain termasuk tidak perlu untuk diadministrasikan. Tetapi untuk kepentingan administrasi negara dan juga kepentingan umat Islam sendiri, maka pengadministrasian perwakafan, terutama perwakafan tanah milik diperlukan. Untuk itu Pemerintah Hindia Belanda mengatur dengan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

a). Surat Sekretaris Gubernur tanggal 31 Januari 1905 (Bijblad Nomor 6196) yang antara lain mewajibkan kepada para Bupati untuk membuat daftar benda-benda tidak bergerak yang oleh pemiliknya, ditarik dari peredaran umum, baik dengan wakaf atau lainnya.

(25)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

c). Surat Sekretaris Gubernur tanggal 24 Desember 1934 (Bijblad 1934 Nomor 13390), yang antara lain isinya memberikan wewenang kepada Bupati untuk memimpin serta menyelesaikan perkara jika terjadi sengketa mengenai tanah wakaf atas permintaan pihak-pihak yang terkait.

d). Surat Edaran Sekretaris Gubernur tanggal 27 Mei 1935 (Bijblad 1935 Nomor 13480), sebagai penegasan dari Bijblad 1905 Nomor 6196, khususnya mengenai tata cara perwakafan yaitu perwakafan perlu diketahui oleh Bupati untuk dapat diregistrasi dan meneliti apakah ada ketentuan peraturan yang dilanggar.

3. Wakaf di Zaman Kemerdekaan Hingga Sekarang

a) Berdasarkan ketentuan pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945, bahwa peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah Hindia Belanda tetap diberlakukan selama belum dicabut atau diganti dengan peraturan lain termasuk peraturan tentang perwakafan tersebut.

b) Departemen Agama mengeluarkan petunjuk-petujuk mengenai wakaf tanggal 11 Desember 1953 dan Surat Edaran Departemen Agama Nomor 5/D/1956 tanggal 8 Oktober 1956 tentang Prosedur Perwakafan Tanah. c) Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agraria dan Menteri

(26)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

d) UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Bagian XI : Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial, pasal 49 ayat (3) menyatakan : Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pada tanggal 17 Mei 1977 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik sebagai pelaksanaan dari ketentuan pasal 49 ayat (3) UUPA tersebut. Sejak berlakunya PP Nomor 28 Tahun 1977 telah dikeluarkan berbagai peratutan pelaksanaan dan petunjuk operasional dalam rangka menertibkan tanah wakaf.

Dalam kenyataan sebagian tanah wakaf tidak mempunyai dokumen yang otentik, sehingga pelaksanaan PP Nomor 28 Tahun 1977 mengalami hambatan. Dari berbagai usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan, ternyata belum memperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan.

Oleh karena itu pada tanggal 27 Oktober 2004 dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006.

4. Dasar Hukum Wakaf

Sebagai dasar hukum perwakafan adalah Al-Quran, Hadist (Sunnah), dan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia. a. Wakaf dalam Al-Quran

(27)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

1. Surat Al-Hajj ayat 7

Yang terjemahannya : Wahai orang-orang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuat kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.

2. Surat Ali Imran ayat 92

Yang terjemahannya : Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui.

3. Surat Al-Baqarah ayat 267

Yang terjemahannya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu kepada jalan Allah.

b. Wakaf dalam Hadist

1. Hadist riwayat Bukhari Muslim dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa tanah yang diperolehnya dari Khaibar, sebaiknya tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasilnya dengan syarat pokok tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, tidak boleh diwariskan.

(28)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Hai Bani Najjar berikanlah kebunmu ini untukku untuk pembangunan Masjid ini. Mereka menjawab : Demi Allah tidak akan kami tuntut harganya, kecuali kepada Allah SWT (pahala)”. Maka Rasulullah mengambil tanah tersebut (kebun) dan lalu membangun Masjid.

3. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda : Apabila mati seseorang manusia (anak adam), terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan baginya.

c. Wakaf dalam Hukum Nasional

Di Indonesia sampai sekarang terdapat berbagai perangkat peraturan yang masih berlaku yang mengatur masalah perwakafan tanah milik. Adijani Al-Alabij mengelompokkan pada 14 peraturan seperti yang termuat dalam Buku Himpunan Perundang-undangan Perwakafan Tanah diterbitkan Departemen Agama sebagai berikut14

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pasal 49 ayat (3) memberi isyarat bahwa perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

:

2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tanggal 23 Maret 1961 tentang Pendaftaran Tanah jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Karena peraturan ini berlaku umum, maka terkena juga di dalamnya mengenai pendaftaran tanah wakaf.

(29)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tanggal 19 Juni 1963 tentang Penunjukkan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah.

Dikeluarkannya PP No. 38 Tahun 1963 ini adalah sebagai satu realisasi dari apa yang dimaksud oleh pasal 21 ayat (2) UUPA yang berbunyi : “oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya”. Pasal 1 PP Nomor 38 Tahun 1963 selain menyebutkan bank-bank Negara dan perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian sebagai badan yang dapat memiliki hak atas tanah, juga menyebutkan badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Agama, dan badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tanggal 17 Mei tentang

Perwakafan Tanah Milik.

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 tanggal 26 November 1977 tentang Tata Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik. 6. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Peraturan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tanggal 10 Januari 1978 tentang Perwakafan Tanah Milik.

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 1978 tanggal 3 Agustus 1978 tentang Penambahan Ketentuan mengenai Biaya Pendaftaran Tanah

14

(30)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

untuk Badan-Badan Hukum tertentu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1978.

8. Instruksi Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1978 tanggal 23 Januari 1978 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.

9. Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/D/75/78 tanggal 18 April 1978 tentang Formulir dan Pedoman Pelaksanaan Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik.

10. Keputusan Menteri Agama Nomor 23 Tahun 1978 tanggal 9 Agustus 1978 tentang Pendelegasian Wewenang Kepala-Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi/Setingkat di seluruh Indonesia untuk mengangkat/memberhentikan setiap Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).

11. Instruksi Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1979 tanggal 19 Juni 1979 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 1978. 12. Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. D.II/5/Ed/14/1980 tanggal 15

Juni 1980 tentang Pemakaian Bea Materai dengan Lampiran Surat Dirjen Pajak Nomor 5-629/PJ.331/1980 tanggal 29 Mei 1980 yang menentukan jenis formulir wakaf mana yang bebas materai, dan jenis formulir mana yang dikenakan bea materai, dan berapa besar bea materainya.

(31)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

tentang pendaftaran perwakafan tanah milik dan permohonan keringanan atau pembebasan dari semua pembebanan biaya.

14. Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D-II /5/Ed/II/1981 tanggal 16 April 1981 tentang Petunjuk Pemberian Nomor pada Formulir Perwakafan Tanah Milik.

Selain yang tersebut diatas ada 3 ketentuan lagi yang mengatur mengenai perwakafan di Indonesia yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merupakan ijtihad para ulama, Instruksi Menteri Agama RI Nomor 15 Tahun 1989, dan Instruksi Bersama Menteri Agama dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1990 mengenai Target Pensertifikatan Tanah Wakaf pada Pelita V.15

Bila ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi menjadi dua macam yaitu

Pada tahun 2004 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang khusus yang berkaitan dengan perwakafan di Indonesia, yaitu Undang - Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang dilanjutkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004. 4. Macam-Macam Wakaf

16

a. Wakaf Khairi

:

Yang dimaksud dengan wakaf khairi adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan keagamaan atau kemasyarakatan (kepentingan umum). Seperti

15

(32)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan, dan lain sebagainya.

b. Wakaf Ahli

Yang dimaksud dengan wakaf ahli adalah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih, keluarga si Wakif atau bukan.

Dalam tinjauan penggunaannya wakaf khairi jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang ingin mengambil manfaat. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara umum. Secara substansinya, wakaf inilah memanfaatkan harta di jalan Allah SWT. Dan tentunya benda wakaf tersebut benar-benar terasa manfaatnya untuk kepentingan kemanusiaan (umum), tidak hanya untuk kelurga atau kerabat yang terbatas.

Menghadapi kenyataan semacam itu, di beberapa negara yang bidang perwakafannya telah memiliki sejarah panjang lembaga wakaf ahli itu diadakan peninjauan kembali yang hasilnya dipertimbangkan lebih baik lembaga wakaf ahli ini dihapuskan.

5. Pihak-Pihak yang Terkait a. Wakif

Orang yang mewakafkan hartanya dalam istilah Islam disebut Wakif. Sedangkan pengertian Wakif menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 1 angka 2 adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.

16

(33)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Untuk mewakafkan tanah yang dimiliki tidak semua orang dapat melakukannya atau dapat dianggap sah wakaf yang telah diberikan itu karena untuk menjadi seorang Wakif harus memenuhi syarat-syarat berikut17

1. Wakif harus orang yang merdeka, karena wakaf yang dilakukan seorang budak (hamba sahaya) tidak sah. Budak dianggap tidak memiliki hak milik, dirinya dan apa yang dimilikinya adalah kepunyaan tuannya.

:

2. Wakif harus berakal sehat, karena tidak sah wakaf yang diberikan oleh orang gila, lemah mental (idiot), berubah akal karena faktor usia, sakit atau kecekalaan. Hukumnya tidak sah karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap untuk menggugurkan hak miliknya.

3. Wakaf harus sudah dewasa, karena cukup umur atau baligh dipandang sebagai indikasi sempurnanya akal seseorang. Oleh sebab itu, tidak sah wakaf yang diberikan oleh anak yang belum dewasa.

4. Tidak berada dibawah pengampuan (boros/lalai) karena orang yang berada di bawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk melakukan kebaikan sehingga wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah.

Dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa Wakif meliputi :

1. Perseorangan 2. Organisasi 3. Badan hukum

17

(34)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 8 ayat (1), syarat seorang Wakif perseorangan adalah:

1. Dewasa 2. Berakal Sehat

3. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum 4. Pemilik sah harta benda wakaf

Wakif badan hukum/organisasi hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf miliknya sesuai dengan Anggaran Dasar badan hukum/organisasi tersebut.

b. Nazhir

Nazhir adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan tersebut.

Pengertian Nazhir dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 1 angka d adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

Sebagaimana Wakif, untuk menjadi seorang Nazhir juga mempunyai syarat-syarat yaitu :

1. Warga Negara Republik Indonesia 2. Beragama Islam

3. Sudah dewasa 4. Amanah

5. Mampu secara jasmani dan rohani

(35)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Sedangkan untuk Nazhir yang berbentuk badan hukum syaratnya yaitu : 1. Pengurus badan hukum yang bersangkutan harus memenuhi syarat Nazhir

perseorangan.

2. Badan hukum Indonesia yang dibentuk harus memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku

3. Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

Semua persyaratan yang disebutkan di atas tercakup dalam pasal 10 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004. Adanya persyaratan diatas dimaksudkan agar pengurus baik yang terdiri dari perorangan maupun badan hukum dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Nazhir mempunyai tugas sebagaimana ditentukan dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yaitu :

1. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf

2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya

3. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf

4. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia

(36)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, Nazhir memperoleh pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.

c. PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf)

Dalam pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disingkat PPAIW adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf.

Sebagaimana diketahui bahwa mewakafkan tanah milik merupakan suatu perbuatan hukum yang harus dilakukan melalui sebuah ikrar atau pernyataan. Untuk itu diperlukan seorang pejabat khusus yang secara resmi ditunjuk yang dapat bertindak sebagai PPAIW ialah Kepala KUA (Kantor Urusan Agama) kecamatan, kecuali tidak ada maka Kepala Kanwil Departemen Agama menunjuk Kepala KUA kecamatan lain yang terdekat. Pengangkatan dan pemberhentan PPAIW oleh Menteri Agama.

Tugas kewajiban PPAIW antara lain : 1. Meneliti kehendak Wakif

2. Meneliti dan mengesahkan Nazhir atau anggota Nazhir 3. Meneliti saksi ikrar wakaf

(37)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

6. Menyampaikan akta tersebut dan salinannya sebagai bagian dari permohonan pendaftaran tanah

7. Menyelenggarakan daftar akta ikrar dan wakaf 8. Menyimpan dan memelihara akta dan daftarnya., dan

9. Mengurus pendaftaran perwakafan yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan setempat.

d. Badan Wakaf Indonesia

Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia dibentuk Badan Wakaf Nasional. Menurut pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2007 adalah lembaga independen utuk mengembangkan perwakafan di Indonesia. Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di Jakarta dan dapat membentuk perwakilan di provinsi dan kabupaten/kota sesuai kebutuhan.

Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang :

1. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf.

2. Melakukan pengelolaan dan pengemangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional

3. Memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf

4. Memberhentikan dan mengganti Nazhir

5. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf

(38)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Anggota Badan Wakaf Indonesia berjumlah sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang dan sebanyak-banyaknya 30 (tiga puluh) orang dengan persyaratan:

1. WNI

2. Beragama Islam 3. Dewasa

4. Amanah

5. Mampu secara jasmani dan rohani

6. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

7. Memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman di bidang perwakafan dan/atau ekonomi, khususnya ekonomi syariah.

8. Mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan nasional, serta persyaratan lain yang ditetapkan Badan Wakaf Indonesia.

6. Unsur-Unsur dan Syarat-Syarat Wakaf

Unsur-unsur wakaf menurut sebagian besar ulama adalah 18 a. Ada orang yang berwakaf (Wakif)

:

b. Ada harta yang diwakafkan (mauquf)

c. Ada tempat kemana diwakafkan harta itu/tujuan wakaf (mauquf ‘alaih) d. Ada akad/pernyataan wakaf (sighat)

18

(39)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Sedangkan menurut pasal 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, unsur-unsur wakaf antara lain :

a. Wakif b. Nazhir

c. Harta benda wakaf d. Ikrar wakaf

e. Peruntukan harta benda wakaf f. Jangka waktu wakaf

Mengenai objek wakaf, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 hanya mengatur wakaf tanah milik dan dalam jangka waktu untuk selamanya. Sedangkan dalam Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2004 objek wakaf lebih luas yaitu harta benda yang memiliki daya tahan lama dan / atau manfaat syariah yang diwakafkan oleh Wakif dan dapat untuk jangka waktu selama – lamnya atau sementara.

Menurut pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Yang dimaksud dengan benda tidak bergerak meliputi :

a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar, dapat juga diikuti dengan bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atasnya dan tanaman serta benda lain yang berkaitan dengan tanah.

(40)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

c. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tanah yang diwakafkan adalah tanah milik yang meliputi pengertian tanah milik yang telah terdaftar dan tanah yang belum terdaftar.19

1. Hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar.

Sedangkan hak atas tanah yang dapat diwakafkan terdiri dari :

2. Hak atas tanah bersama dari satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan

3. Hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada di atas tanah negara.

4. Hak guna bangunan atau hak pakai yang berada di atas tanah hak pengelolaan atau hak milik pribadi yang harus mendapat izin tertulis dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik.Apabila wakaf di atas dimaksudkan sebagai wakaf untuk selamanya maka diperlukan pelepasan hak dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik. Hak atas tanah yang diwakafkan wajib dimiliki atau dikuasai oleh Wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan, perkara sengketa, dan tidak dijaminkan.

Menurut prinsip Hukum Agraria Nasional, hanya hak milik yang mempunyai sifat penuh dan bulat (bukan mutlak). Sedangkan hak-hak lainnya atas tanah seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai hanya

19

(41)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

mempunyai sifat yang terbatas. Karena pemegang hak tersebut terikat dengan jangka waktu dan syarat-syarat tertentu.

Bertitik tolak dari prinsip tersebut di atas, karena perwakafan ini bersifat kekal dan abadi utuk selama-lamanya, maka oleh karena itu hak atas tanah yang bersifat terbatas dalam tenggang dan jangka waktu tertentu dan terikat dengan syarat tertentu seperti dalam tanah yang berstatus sebagai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai tidak dapat diwakafkan. Dengan kata lain tanah yang dapat diwakafkan hanyalah tanah yang berstatus Hak Milik.

Apabila pemegang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan maupun Hak Pakai ingin mewakafkan tanah yang dalam penguasaannya, maka terlebih dahulu ia harus mengajukan permohonan perubahan (konversi) menjadi hak milik bisa berupa penegasan hak atau pemberian hak baru atas tanah barulah tanah tersebut bisa diwakafkan.20

1. Uang

Wakaf untuk benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi :

2. Logam mulia 3. Surat berharga 4. Kendaraan

5. Hak atas kekayaan intelektual 6. Hak Sewa

20

(42)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

7. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun untuk sahnya suatu wakaf diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :

1. Wakaf harus dilakukan secara tunai, tanpa digantungkan kepada akan terjadinya suatu peristiwa dimasa yang akan datang, sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik seketika setelah Wakif menyatakan berwakaf. 2. Tujuan wakaf harus jelas, maksudnya hendaklah wakaf itu disebutkan dengan

terang kepada siapa diwakafkan, apabila seseorang mewakafkan harta miliknya tanpa menyebutkan tujuan sama sekali, maka wakaf dipandang tidak sah.

3. Wakaf merupakan hal yang harus dilaksanakan tanpa syarat boleh khiyar. Artinya tidak boleh membatalkan wakaf yang telah dinyatakan sebab pernyataan wakaf berlaku tunai dan untuk selamanya.

7. Pengaturan Wakaf Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 merupakan Undang-Undang pertama yang secara khusus mengatur wakaf. Dengan berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan mengenai perwakafan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

(43)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

1. Bab I berisi ketentuan umum yang terdiri dari 1 pasal yaitu pasal 1

2. Bab II berisi dasar-dasar wakaf yang teridri dari 30 pasal yaitu pasal 2 sampai pasal 31.

3. Bab III berisi pendaftaran dan pengumuman harta wakaf, terdiri dari 8 pasal yaitu pasal 32 sampai pasal 39

4. Bab IV berisi perubahan status harta benda wakaf, yang terdiri dari 2 pasal yaitu pasal 40 dan pasal 41

5. Bab V berisi pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, terdiri dari 5 pasal yaitu pasal 42 sampai pasal 46.

6. Bab VI berisi Badan Wakaf Indonesia, yang terdiri dari 15 pasal yaitu 47 sampai pasal 61.

7. Bab VII berisi penyelesaian sengketa, terdiri dari 1 pasal yaitu pasal 62

8. Bab VIII, berisi pembinaan dan pengawasan, terdiri dari 4 pasal yaitu pasal 63 sampai pasal 66.

9. Bab IX berisi ketentuan dan sanksi administratif, terdiri dari 2 pasal yaitu pasal 67 dan pasal 68

10. Bab X berisi ketentuan peralihan terdiri dari 2 pasal yaitu pasal 69 dan pasal 30

11. Bab XI berisi ketentuan penutup, terdiri dari 1 pasal yaitu pasal 71

(44)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Salah satu perbedaannya Undang-Undang 41 Tahun 2004 dengan PP nomor 28 tahun 1977 adalah ruang lingkup subtansi yang diaturnya, Undang-Undang ini mengatur wakaf dalam lingkup yang lebih luas tidak terbatas hanya pada wakaf tanah milik. Selain itu Undang-Undang ini juga memperbolehkan wakaf sementara asalkan sesuai dengan kepentingannya.

Sedangkan hal baru yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ini adalah menyangkut dibentuknya badan baru yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI).

Hal lain yang selama ini telah diatur oleh PP Nomor 28 Tahun 19778 maupun Kompilasi Hukum Islam yang semakin dilengkapi dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah mengenai Nazhir dan imbalan-imbalan Nazhir.

Sementara itu, pengaturan mengenai dasar-dasar wakaf, tujuan dan fungsi wakaf, Wakif, harta benda wakaf, ikrar wakaf, peruntukan harta benda wakaf, wakaf dengan wasiat, pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf, perubahan status harta benda wakaf serta sanksi, secara substansial relatif sama, hanya ada beberapa penyesuaian karena terbentuknya BWI.

(45)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

F. Metode Penelitian

Suatu metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasara dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.21

Inti daripada metodologi dalam setiap penelitian hukum adalah menguraikan tentang tata cara bagaimana suatu penelitian hukum itu harus dilakukan.

Dengan demikian maka setiap cabang ilmu pengetahuan biasanya mengembangkan metodologinya masing-masing yang disesuaikan dengan objek pengamatan masing-masing ilmu pengetahuan tersebut.

22

1. Pendekatan Masalah

Kebenaran suatu penulisan ilmiah harus memenuhi standar ilmiah, yaitu metode tertentu dalam upaya menemukan kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu diperlukan adanya data-data yang kemudian dianalisis dengan metode tertentu. Metode dalam penulisan Skripsi ini meliputi :

Untuk mendapatkan pembahasan yang baik dan terarah maka dalam penulisan skripsi ini pendekatan masalah yang digunakan adalah Pendekatan Yuridis Normatif yaitu dengan jalan penelaahan yang melalui peraturan perundang-undangan saat ini sebagai dasar pemecahan masalah. Dengan kata lain mengkaji dan menelaah masalah yang timbul berdasarkan hukum yang berlaku.

21

. Soerjono Soekanto., Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, IND-HIL-Co, Jakarta, 1990, hal. 06.

22

(46)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Hal ini dilakukan karena permasalahan yang dibahas berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain serta kaitannya dengan penerapannya di lapangan, sehingga bahan tersebut digunakan untuk membahas dan memecahkan permasalahan yang ada. Selain itu didukung oleh data empiris dengan jalan pengamatan dan penelitian di lapangan guna mendapatkan data dari pihak terkait.

2. Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat terdiri dari norma postif dan kaedah-kaedah hukum yang masih berlaku. Dalam hal ini yang dipakai adalah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.

b. Bahan Hukum Sekunder

Penjelasan dari bahan hukum primer untuk menganalis dan memahami bahan hukum primer seperti pendapat para ahli dan hasil dari suatu penelitian. 3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

a. Studi Kepustakaan

(47)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

dengan masalah perwakafan tanah yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan peraturan pelaksanaan lainnya yang berlaku. b. Studi Lapangan

Metode pengumpulan bahan hukum dengan cara studi lapangan dimaksudkan agar memperoleh data yang dilakukan dengan cara wawancara atau interview dengan pihak yang mengelola tanah wakaf beserta pejabat yang berkompeten dalam menangani perwakafan tanah antara lain: Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan Rantau Utara, Kepala Seksi Pendaftaran Tanah di Kantor Pertanahan kabupaten Labuhan Batu, dan Nazhir atau pengelola wakaf.

4. Analisis Bahan Hukum

Metode analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan deskriptif kualitatif yaitu suatu metode untuk memperoleh gambaran singkat suatu permasalahan yang tidak didasarkan atas bilangan statistik melainkan didasarkan analisis yang diuji dengan norma-norma dan kaidah-kaidah hukum berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.

Kemudian hasil analisis data ini ditarik atau diambil kesimpulan dengan metode deduktif yaitu sebagai suatu pembahasan yang dimulai dari permasalahan yang bersifat umum menuju permasalahan yang bersifat khusus.

G. Sistematika Penulisan

(48)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : PELAKSANAAN PERWAKAFAN TANAH DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

Bab ini terdiri dari Gambaran Umum Daerah Penelitian yang mencakup Kondisi Fisik dan Geografis, Jumlah Penduduk serta Mata Pencaharian, Tata Cara Perwakafan Tanah, dan Pendaftaran Tanah Wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu.

BAB III : PENGELOLAAN PERWAKAFAN TANAH

Dalam bab ini akan diuraikan tentang Peruntukan Tanah Wakaf, Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf, dan Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu.

BAB IV : KENDALA DALAM PERWAKAFAN TANAH SERTA SOLUSINYA

Bab ini berisi tentang kendala-kendala yang dihadapi dalam perwakafan tanah di kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu beserta solusinya.

(49)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran yang dikemukakan penulis.

BAB II

PELAKSANAAN PERWAKAFAN TANAH DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Fisik dan Letak Geografis

Kecamatan Rantau Utara merupakan salah satu dari 22 kecamatan di Kabupaten Labuhan Batu. Kecamatan Rantau Utara memiliki luas 8.044,64 Ha yang terdiri dari 10 kelurahan.

Tabel. 1

(50)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

No Nama Kelurahan Luas (Ha)

1 Rantau Prapat 50,15

2 Cendana 39,84

3 Kartini 92,26

4 Sirandorung 184,53

5 Padang Bulan 571,93

6 Siringo-ringo 695

7 Binaraga 53,54

8 Padang Matinggi 1.054,33

9 Pulo Padang 4.900

10 Aek Paing 403,16

Sumber : Kantor Kecamatan Rantau Utara Tahun 2007

Berdasarkan tabel di atas kelurahan yang paling luas adalah kelurahan Pulo Padang dengan luas 4.900 Ha, sedangkan yang paling kecil adalah kelurahan Cendana dengan luas 39,84 Ha.

Dari keadaan fisik Kecamatan Rantau Utara dapat dibagi ke dalam beberapa sarana yaitu sarana perekonomian dan sarana sosial budaya maupun bangunan fisik yang terdapat dikecamatan tersebut, antara lain :

Tabel. 2

Keadaan Fisik Kecamatan Rantau Utara Dari Segi Sarana Perekonomian No. Jenis Bangunan Fisik Jumlah (Buah)

1. Pasar 2

2. Toko/Warung 500

3. Bank 11

4. Industri 5

(51)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

5. Hotel/Penginapan 12

6. Rumah Makan 92

7. Restoran 81

8. Plaza 1

9. Angkutan 5.961

10. Salon 26

Sumber : Kantor Kecamatan Rantau Utara Tahun 2007

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa untuk sarana perekonomian, angkutan adalah yang terbanyak jumlahnya yaitu 5.961 buah yang meliputi angkutan umum, mobil, becak, sepeda motor, sepeda, dan sebagainya. Sedangkan untuk sarana sosial budaya dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain pendidikan, keagamaan, kesehatan, dan fasilitas umum.

Tabel. 3

Keadaan Fisik Kecamatan Rantau Utara Dari Aspek Pendidikan

No. Jenis Bangunan Fisik Jumlah (Buah)

1. TK 11

2. SD 32

3. SMP 11

4. SMU/SMK 18

5. Perguruan Tinggi Swasta 4

Sumber : Kantor Kecamatan Rantau Utara Tahun 2007

(52)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Tabel. 4

Keadaan Fisik Kecamatan Rantau Utara Dari Aspek Keagamaan

No. Jenis Bangunan Fisik Jumlah (Buah)

1. Masjid 57

2. Musholla 39

3. Gereja 25

4. Vihara 4

5. Kuil ---

Sumber : Kantor Kecamatan Rantau Utara Tahun 2007

Dari tabel di atas, tempat ibadah terbanyak adalah masjid yaitu 57 buah. Hal ini disebabkan mayoritas penduduk Kecamatan Rantau Utara beragama Islam

Tabel. 5

Keadaan Fisik Kecamatan Rantau Utara Dari Aspek Kesehatan

No. Jenis Bangunan Fisik Jumlah (Buah)

1. Rumah Sakit 3

2. Rumah Bersalin 3

3. Puskesmas 2

4. Praktek Dokter 9

5. Apotek 14

Sumber : Kantor Kecamatan Rantau Utara Tahun 2007

(53)

Issabella Rambey : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, 2008. USU Repository © 2009

Tabel. 6

Keadaan Fisik Kecamatan Rantau Utara Dari Aspek fasilitas Umum

No. Jenis Bangunan Fisik Jumlah (Ha) 1. Lapangan Olahraga 5

2. Kuburan 8

3. Perpustakaan Umum 0,5 4. Tempat Rekreasi ---

Sumber : Kantor Kecamatan Rantau Utara Tahun 2007

Untuk fasilitas umum terdapat lapangan olahraga seluas 5 Ha yang juga sering digunakan untuk acara-acara pentas seni, pameran, dan sebagainya. Perpustakaan umum yang dikelola oleh Pemerintah Daerah menyediakan ratusan buku mulai dari buku pelajaran, sastra, agama, kesehatan, dan lain-lain.

Dari segi geografis, Kecamatan Rantau Utara memiliki suhu sekitar 25-320C dan berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kecamatan Bilah Barat Sebelah Selatan : Kecamatan Rantau Selatan Sebelah Timur : Kecamatan Bilah Barat Sebelah Barat : Kecamatan Bilah Barat

2. Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian

Gambar

Tabel. 1 Jumlah Kelurahan di Kecamatan Rantau Utara
Tabel. 2 Keadaan Fisik Kecamatan Rantau Utara
Tabel. 3 Keadaan Fisik Kecamatan Rantau Utara
Tabel. 4 Keadaan Fisik Kecamatan Rantau Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini bahwa harta benda (tanah) wakaf harus dapat diambil manfaatnya dengan tetap utuhnya barang ( tahbisul ashli ) dan barang tersebut

Alih fungsi tanah wakaf di mulai dari permohonan yang di sampaikan oleh nazir wakaf beserta persetujuan jamaah dalam bentuk tertulis, kemudian diajukan ke KUA

Akan tetapi terdapat pengecualian dalam Pasal 41, yakni dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan

Dengan adanya perkembangan sumber wakaf, benda-benda yang boleh diwakafkan cakupannya bertambah luas, dimana selama ini yang berjalan di masyarakat hanya harta benda wakaf benda

Menurut Mazhab Syafi’iyyah yang dapat dijadikan sebagai objek wakaf adalah harta yang memiliki nilai guna (manfaat) dan bertahan lama, artinya apabila benda

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan wakaf di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan bagaimana peran Badan Wakaf

Melihat apa yang sudah dilakukan oleh TWI dalam mengelola wakaf uang sudah sesuai dengan tujuan dan fungsi harta benda wakaf karena dikelola dengan produktif yang manfaatnya

Peruntukan harta wakaf di kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi sebagaimana yang penulis lihat dalam akta ikrar wakaf dari tahun 2010 tanah wakaf yang