• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor Kota Medan"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PELAKSANAAN

PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI

DI KELURAHAN GEDUNG JOHOR

KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN

TESIS

Oleh :

SUTAN TOLANG LUBIS

057024023 / SP

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

EVALUASI PELAKSANAAN

PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI

DI KELURAHAN GEDUNG JOHOR

KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) Dalam Program Studi Pembangunan

Pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh :

SUTAN TOLANG LUBIS

057024023 / SP

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : EVALUASI PELAKSANAAN

PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI DI KELURAHAN GEDUNG JOHOR

KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : SUTAN TOLANG LUBIS

NIM : 057024023

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Anggota,

Drs. Agus Suryadi, M.Si

Ketua,

Drs. Kariono, M.Si

Ketua Program Studi,

Subhilhar, MA, Ph.D NIP. 131 754 528

Direktur SPs USU,

Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc NIP. 130 535 852

(4)

Telah di uji pada :

Tanggal 27 September 2007

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Drs. Kariono, M.Si

Anggota : Drs. Agus Suriadi, M.Si

Drs. Badaruddin, M.Si

Drs. Irfan, M.Si

(5)

PERNYATAAN

EVALUASI PELAKSANAAN

PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI DI KELURAHAN GEDUNG JOHOR KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa di dalam tesis ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2007

Yang membuat pernyataan

(6)

ABSTRACT

This thesis is about a study to evaluate the “Program Bantuan Langsung

Tunai“ (BLT) at Gedung Johor sub district Medan Johor, Medan city. Through Inpres

no.12 year 2005, regarding the performance of “Bantuan Langsung Tunai” toward

poor families, the government established this program, aimed to help lessen the

burden of poor families as an impact for increment of gasoline price on 1st October

2005.

The application of BLT is not free from problems. Simultaneously, variants

comments occurred from the people regarding the successfulness of this program and

the impact that it causes.

(7)

ABSTRAK

Tesis ini merupakan hasil penelitian untuk mengevaluasi pelaksanaan

Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Kelurahan Gedung Johor Kecamatan

Medan Johor Kota Medan. Melalui Inpres No. 12 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan

Bantuan Langsung Tunai kepada Rumah Tangga Miskin, pemerintah meluncurkan

program ini yang dirancang untuk membantu mengurangi beban hidup rumah tangga

miskin sebagai akibat dari kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar

Minyak pada 1 Oktober 2005.

Pelaksanaan BLT di lapangan tidak luput dari berbagai kendala. Bersamaan

dengan itu, muncul berbagai pendapat di masyarakat mengenai keberhasilan program

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan Taufik dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

yang berjudul “Evaluasi Pelaksaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan

Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan”. Penulisan tesis ini untuk

memenuhi persyaratan akademik, memperoleh gelar magister studi pembangunan

pada program studi pembangunan, sekolah Paska Sarjana Universitas Sumatera

Utara.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

maka penulisan tesis ini tidak akan terlaksana. Untuk itu penulis menyampaikan

penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan berbagai

fasilitas yang mendukung penyelesaian studi penulis di Program Studi

Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Subhilhar, MA, Ph.D selaku Ketua Program Studi Pembangunan dan

seluruh dosen yang telah membimbing dan mengajar penulis selama masa

perkuliahan serta seluruh staf administrasi atas segala bantuannya.

3. Bapak Drs. Kariono, M.Si dan Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si yang telah

(9)

4. Camat Medan Johor beserta seluruh jajarannya yang telah memberikan bahan

masukan dalam penulisan tesis ini.

5. Seluruh aparat Kelurahan Gedung Johor yang telah membantu dan mendukung

penulis dalam melaksanakan penelitian.

6. Rekan-rekan se angkatan yang telah banyak membantu dan mendorong penulis

untuk menyelesaikan tesis ini.

Penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Ayahanda Drs. H.

Ali Amran Lubis dan Ibunda Hj. Mahyuni Nasution atas segala pengorbanan dan

kasih sayang yang diberikan, serta kepada Bapak dan Ibu Mertua Drs. H. Zulkarnain

Nasution dan Hj. Hartati Lubis atas segala perhatian dan dukungan yang diberikan.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada istriku tercinta dr. Irina Kemala

Nasution yang senantiasa mendoakan penulis, dengan penuh kesabaran memberikan

motivasi dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat

kekurangan-kekurangan, sehingga diperlukan saran dan kritik yang membangun dari

seluruh pihak guna penyempurnaan di masa yang akan datang. Akhirnya, semoga

Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas segala amal budi yang diberikan,

dan semoga kemudahan dan kelapangan selalu menyertai kita semua.

Medan, September 2007

Penulis

(10)

BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Sutan Tolang Lubis

Tempat/Tgl Lahir : Medan / 10 Desember 1979

Agama : Islam

Alamat : Jl. Cempaka III No. 2 Komp. Pemda Tk. I

Sempakata Medan Selayang, Medan

Pekerjaan : Lurah Gedung Johor

Riwayat Pendidikan : SD Negeri No. 081234 Sibolga Tahun 1992 SMP Negeri 1 Medan Tahun 1995

SMU Negeri 1 Medan Tahun 1998

Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri Tahun 2002

Riwayat Jabatan : Staf pada BKD Setda Kota Medan Tahun 2002 Staf pada Kantor Kelurahan Polonia Tahun 2002

Ajudan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2003-2005

(11)

DAFTAR ISI

2.5 Gambaran Umum Wilayah Kelurahan Gedung Johor ... 38

(12)

3.5 Teknik Analisa Data ... 47

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.6.1. Lokasi Penelitian ... 48

3.6.2. Waktu Penelitian ... 48

IV. PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai... 49

4.1.1 Organisasi Pelaksana ... 49

4.1.2 Sosialisasi Program BLT ... 51

4.1.3 Pendataan Rumah Tangga Miskin ... 55

4.1.4 Penyerahan Kartu Kompensasi BBM ... 59

4.1.5 Pencairan Dana BLT ... 60

4.1.6 Penanganan Pengaduan ... 61

4.2 Evaluasi Program Bantuan Langsung Tunai... 64

4.2.1 Segi Efektifitas ... 64

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Saran ... 80

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul

Halaman

Tabel 2.1 Indikator Evaluasi ... 11

Tabel 2.2 Kriteria Rumah Tangga Miskin Menurut Badan Pusat Statistik ... 25

Tabel 2.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 29

Tabel 2.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan ... 30

Tabel 2.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 31

Tabel 2.6 Data Jumlah Penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) per Lingkungan di Kelurahan Gedung Johor ... 31

Tabel 4.1 Jawaban Responden Berdasarkan Pertanyaan Apakah BLT Telah Meringankan Beban Pengeluaran Rumah Tangga ... 50

Tabel 4.2 Simulasi Estimasi Tingkat Kemiskinan Nasional Akibat Kenaikan Harga BBM dan Pemberian BLT kepada Rumah Tangga Miskin ... 52

Tabel 4.3 Jawaban Responden Berdasarkan Pertanyaan Apakah Program Bantuan Langsung Tunai itu diperlukan ... 53

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR SINGKATAN

art : Anggota Rumah Tangga

Bappenas : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BBM : bahan bakar minyak

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BPKP : Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPM : Badan Pemberdayaan Masyarakat

BPS : Badan Pusat Statistik BUMN : Badan Usaha Milik Negara coklit : pencocokan dan penelitian Depdagri : Departemen Dalam Negeri Depsos : Departemen Sosial

gakin : keluarga miskin Inpres Instruksi Presiden juklak : petunjuk pelaksanaan juknis : petunjuk teknis

kamtibmas : keamanan dan ketertiban masyarakat kesmas : kesejahteraan masyarakat

KK : kepala keluarga Mendagri : Menteri Dalam Negeri

Meneg PPN : Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Menko Kesra : Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat

Menko Polhukam : Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Menkominfo : Menteri Komunikasi dan Informatika

MoU : Memorandum of Understanding Pemda : pemerintah daerah

PKK : Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga PKPS : Program Kompensasi Pengurangan Subsidi PLKB : petugas lapangan Keluarga Berencana posko : pos koordinasi

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada 1 Oktober 2005, pemerintah menetapkan kenaikan harga bahan bakar

minyak (BBM) dalam rangka mengurangi beban subsidi. Tingkat kenaikan harga

BBM kali ini tergolong tinggi dibanding kenaikan-kenaikan harga sebelumnya, yaitu

bensin: 87,5%, solar: 104,8%, dan minyak tanah: 185,7%.

Keputusan ini diambil dengan latar belakang: 1) peningkatan harga BBM

yang sangat tinggi di pasar dunia sehingga berakibat pada makin besarnya penyediaan

dana subsidi yang dengan sendirinya makin membebani anggaran belanja negara; 2)

pemberian subsidi selama ini cenderung lebih banyak dinikmati kelompok

masyarakat menengah ke atas; dan 3) perbedaan harga yang besar antara dalam dan

luar negeri memicu terjadinya penyelundupan BBM ke luar negeri.

Kenaikan harga BBM menambah beban hidup masyarakat. Mereka tidak

hanya menghadapi kenaikan harga BBM, tetapi juga kenaikan berantai berbagai

harga barang dan jasa kebutuhan sehari-hari. Berbagai kenaikan tersebut

menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, terlebih rumah tangga miskin. Untuk

mengurangi beban tersebut, pada 10 September 2005 pemerintah mengeluarkan

Instruksi Presiden (Inpres) No. 12 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Bantuan

(17)

bantuan bagi sekitar 15,5 juta rumah tangga miskin. Besarnya dana adalah Rp100.000

per keluarga per bulan dan diberikan setiap tiga bulan.

Pada penyaluran tahap pertama yang direalisasikan sejak 1 Oktober 2005

pemerintah menyediakan dana sebesar Rp 4,6 triliun. Penyaluran dana kepada rumah

tangga miskin dilakukan oleh PT Pos Indonesia melalui kantor cabangnya di seluruh

Indonesia.

Dalam pelaksanaan program ini tidak ditemukan adanya acuan atau pedoman

umum yang berisi penjelasan menyeluruh tentang program bagi semua pihak yang

berkepentingan. Acuan yang tersedia hanya berupa buku petunjuk parsial seperti

petunjuk pendataan rumah tangga miskin dan petunjuk pendistribusian Kartu

Kompensasi BBM (KKB) yang persebarannya cenderung terbatas di kalangan

internal BPS (Badan Pusat Statistik).

Akibatnya, terdapat perbedaan pemahaman antar pihak terkait tentang

pelaksanaan program. Instansi yang berperan dalam pelaksanaan Program BLT

adalah Departemen Sosial, BPS, dan PT Pos Indonesia. Pemerintah Daerah (Pemda)

pada awalnya tidak dilibatkan secara serius. Namun, dengan perkembangan

pelaksanaan program pihak Pemda dan seluruh jajarannya sering diminta membantu

proses pencairan dana dalam rangka meredam gejolak sosial.

Di berbagai daerah, kegiatan sosialisasi program secara formal dan

menyeluruh bagi pihak terkait di luar lembaga pelaksana nyaris tidak pernah

dilakukan. Sosialisasi formal hanya terbatas tentang rencana kegiatan Pendataan

(18)

pendataan keluarga/rumah tangga miskin. Sosialisasi formal untuk masyarakat luas

pun tidak dilakukan. Banyak pihak mengeluhkan kurangnya sosialisasi program.

Sebagai contoh, kriteria penerima BLT tidak disosialisasikan secara terbuka, bahkan

instansi pemerintah di tingkat Kelurahan dan Kecamatan secara resmi tidak

mengetahui besarnya target dan realisasi di daerahnya.

Di Kota Medan, kurangnya sosialisasi program menyebabkan aparat

Kecamatan, Kelurahan dan Kepala Lingkungan kurang dapat membantu menjelaskan

program kepada masyarakat yang bertanya atau mengadu.

Menurut buku Pelaksanaan Pendataan Rumah Tangga Miskin 2005,

pendataan rumah tangga miskin diselenggarakan sejak 15 Agustus hingga 15

September 2005. Namun dalam praktiknya, waktu pelaksanaan pendataan bervariasi.

Adanya kemungkinan bahwa tidak semua prosedur pendataan tersebut diikuti

secara benar. Beberapa pelanggaran yang mungkin terjadi yaitu : 1) Petugas BPS

tidak melaksanakan verifikasi kasat mata secara menyeluruh, melainkan hanya

beberapa keluarga/rumah tangga saja; 2) Petugas Pencacah tidak menghubungi

Kepala Lingkungan untuk membuat daftar keluarga/rumah tangga miskin awal dan

ada juga pencacah yang meminta orang lain melakukan tugasnya; 3) Pengisian

formulir PSE05.RT secara langsung dari rumah ke rumah hanya dilakukan terhadap

sebagian kecil rumah tangga; 4) Pertanyaan yang diajukan kepada keluarga/rumah

tangga tidak lengkap, kebanyakan hanya dua hingga tiga variabel pertanyaan, seperti

(19)

Secara umum, penerima Bantuan Langsung Tunai adalah keluarga/rumah

tangga miskin. Namun, di satu sisi masih banyak berita adanya keluarga/rumah

tangga yang sama miskinnya tetapi tidak mendapatkan BLT (undercoverage). Di sisi

lain, ditemukan juga beberapa keluarga/rumah tangga mampu yang menerima BLT

(leakage).

Tidak ada ketentuan yang mengatur penggunaan dana BLT. Artinya, penerima

dapat menggunakan dana untuk keperluan apa pun. Dalam kenyataannya, umumnya

penerima menggunakan dana BLT untuk membeli beras dan minyak tanah,

membayar listrik dan biaya kontrak rumah, serta melunasi utang. Selain itu, ada juga

beberapa penerima yang menggunakan dana untuk biaya kesehatan dan sekolah.

Hanya sedikit yang memanfaatkan dana untuk modal usaha.

Setelah pembagian KKB dan pencairan dana, banyak anggota masyarakat

mengajukan keberatan karena tidak memperoleh BLT. Padahal mereka telah didata

atau selama ini termasuk keluarga/rumah tangga miskin dalam program

penanggulangan kemiskinan lainnya. Mereka datang ke Kepala Lingkungan, Kantor

Lurah, Kantor Camat, hingga Kantor Walikota / Gedung DPRD. Alhasil, di lapangan

proses penyaluran BLT ini menyisakan cerita panjang dan menyesakkan.

Pada masa pencairan BLT, terjadi antrean panjang para penerima BLT di

Kantor Pos. Bahkan ada di beberapa daerah terjadi tindak kekerasan seperti warga

yang mengamuk dan membakar kantor. Begitu hebohnya kekisruhan penyaluran BLT

(20)

pelayanan kepada masyarakat miskin yang sebelumnya menjadi fokus dana

kompensasi BBM.

Dilihat dari sudut kemanusiaan penyaluran dana kompensasi BBM kepada

keluarga miskin merupakan tindakan yang wajar, karena yang paling terkena dampak

kenaikan harga BBM adalah kelompok ini. Pemerintah telah memberikan rasa

kepedulian kepada keluarga miskin. Daya beli masyarakat secara keseluruhan

mengalami penurunan karena harga barang naik sementara pendapatan tidak naik.

Jika harga BBM saja yang naik mungkin tidak begitu dipermasalahkan,

namun yang menjadi persoalan adalah kenaikan harga yang juga ikut naik seiring

dengan kenaikan harga BBM tersebut, seperti kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan

pokok dan sebagainya. Keadaan tersebut diperburuk lagi dengan menurunnya tingkat

ekonomi masyarakat. Masyarakat harus bersabar karena kenaikan pendapatan yang

akan terjadi memerlukan waktu. Tidak tertutup kemungkinan kenaikan pendapatan

itu tidak punya arti apabila persentasenya lebih kecil dari persentase kenaikan harga

rata-rata.

Pemerintah pada saat itu sedang mengalami kesulitan keuangan. Inilah yang

harus dimaklumi masyarakat untuk setuju pada kenaikan harga BBM. Tetapi seberapa

parah kesulitan keuangan itu tidak diketahui oleh masyarakat umum karena tidak

dibuka oleh pemerintah. Namun dari situasi tersebut masyarakat menduga kesulitan

keuangan pemerintah sudah sedemikan parahnya.

(21)

aparatur pemerintah dan sebagian lainnya untuk membayar cicilan dan bunga utang

luar negeri. Dapat dipahami akan terbatasnya keuangan negara saat itu, hanya saja

pemerintah tidak terbuka kepada masyarakat. Kenaikan harga BBM merupakan salah

satu cara bagi pemerintah untuk mengurangi beban di dalam anggaran. Namun

kenaikan tersebut berdampak pada kenaikan harga-harga lainnya.

Masyarakat sebenarnya tidak mempersoalkan kenaikan harga atas barang apa

pun jika hubungan fungsional antara harga dengan pendapatan berjalan seiring.

Artinya kenaikan harga barang bersamaan dengan kenaikan pendapatan masyarakat.

Namun yang menjadi persoalan adalah jika fungsi ini tidak berjalan seiring.

Harga-harga naik tetapi pendapatan tidak naik, atau kenaikan pendapatan lebih lambat dari

kenaikan harga sehingga daya beli masyarakat terus melemah dan tingkat

kesejahteraan menjadi turun.

Di samping itu kepincangan pendapatan masyarakat sangatlah tinggi sehingga

mengakibatkan terjadinya kesenjangan sosial. Pemerintah kesulitan untuk

mengharmoniskan hubungan antara harga dan pendapatan. Keadaan tersebut

merupakan produk dari perencanaan serta pelaksanaan pembangunan ekonomi yang

dilaksanakan pemerintah pada masa sebelumnya. Pemerintah tidak memperhatikan

potensi ekonomi yang dimiliki masyarakat dan negara. Perencanaan dan kebijakan

ekonomi tidak didasarkan pada potensi ekonomi daerah dan tidak didasarkan pada

dorongan multiflier effects tetapi didasarkan pada pertambahan demand dan kemajuan

teknologi. Perencanaan dan kebijakan ekonomi lebih berwawasan sentralistik tanpa

(22)

Berbagai permasalahan yang ditemukan pada saat itu adalah akumulasi dari

berbagai permasalahan ekonomi masa lalu, sementara pemerintah tidak mampu

mengatasinya secara tepat sehingga membawa perekonomian kepada suatu keadaan

stagflasi. Keadaan stagflation sebenarnya sudah terlihat sebagai pertanda

perekonomian dalam keadaan lampu kuning. Tingkat pertumbuhan melemah

(stagnation) sementara inflasi (inflation) tinggi dan pengangguran terus bertambah.

Selama tiga dekade berbagai upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan

melalui penyediaan kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan kesehatan dan

pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana

bergulir melalui sistem kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan,

penyuluhan sanitasi dan sebagainya. Namun ternyata kemiskinan belum dapat

dientaskan, bahkan jumlah penduduk miskin semakin bertambah. Persentase jumlah

penduduk miskin di Indonesia lebih parah dibandingkan pada tahun 1980, persentase

penduduk miskin tercatat 28,6 % sedangkan tahun 2005 mencapai 29,7 % atau di atas

72 juta yang jumlahnya dua kali lipat dibandingkan dengan penduduk miskin tahun

2004 yaitu 36,56 juta orang.

Patut dipertanyakan kenapa hal tersebut terjadi. Selain faktor naiknya harga

BBM yang berperan besar terhadap naiknya jumlah penduduk miskin sampai dua kali

lipat untuk tahun 2005, faktor lain yang mungkin mempengaruhi adalah serangkaian

cara dan strategi penanggulangan kemiskinan yang dilakukan, lebih berorientasi

(23)

Tidak mungkin menciptakan sumber daya manusia yang baik jika belenggu

kemiskinan masyarakat melekat. Ketika rakyat tidak lagi mampu untuk mencukupi

kebutuhan minimal akibat pendapat rill tidak cukup maka yang terpikir oleh keluarga

adalah memberdayakan mereka bekerja apa saja tanpa pernah berpikir

memberdayakan mereka melalui lembaga-lembaga pendidikan formal dan nonformal.

Keluarga akan membiarkan anak-anak mereka yang usia sekolah menjadi gembel,

pengamen atau pengemis di pinggir-pinggir jalan, sementara pemerintah sibuk

menghimbau wajib belajar. Akibat buruknya adalah munculnya generasi yang mudah

putus asa, generasi yang minder, generasi yang tidak punya wawasan, generasi yang

miskin jiwanya dan tidak siap menghadapi tantangan. Dan lebih celaka lagi generasi

ini akan menjadi penonton dan penderita ketika setiap jengkal tanah yang mestinya

menghidupi mereka dirampas oleh kapitalis yang tidak punya hati nurani.

Kemiskinan merupakan masalah utama pembangunan yang sifatnya kompleks

dan multi dimensional. Persoalan kemiskinan bukan hanya berdimensi ekonomi tetapi

juga sosial, budaya, politik bahkan juga ideologi. Secara umum kondisi kemiskinan

tersebut ditandai oleh kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian, dan

ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi dan kebutuhannya. Karena sifat

kemiskinan yang multi dimensi tersebut, maka kemiskinan telah menyebabkan akibat

yang juga beragam dalam kehidupan nyata, antara lain: (i) secara sosial ekonomi

dapat menjadi beban masyarakat, (ii) rendahnya kualitas dan produktivitas

masyarakat, (iii) rendahnya partisipasi masyarakat, (iv) menurunnya ketertiban umum

(24)

birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan (vi) kemungkinan

merosotnya mutu generasi yang akan datang. Semua indikasi tersebut merupakan

kondisi yang saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Harapan untuk menyelesaikan berbagai masalah ekonomi masih

dimungkinkan, sepanjang pemerintah mampu menciptakan terobosan melalui

berbagai kebijakan ekonomi (perbaikan pada sektor bisnis, investasi dan perpajakan)

dan kebijakan publik (perbaikan di bidang pelayanan, keamanan dan prasarana).

1.2. Perumusan Masalah

Belajar dari pengalaman di masa lalu, pelaksanaan penyaluran dana

kompensasi subsidi BBM selalu menghadapi berbagai permasalahan. Oleh karena itu,

diperlukan pengkajian dan penelitian terhadap pelaksanaan Program BLT guna

mencari jalan keluar dari berbagai kendala dan kelemahan di lapangan.

Disamping itu perlu dianalisis mengenai keberhasikan dari Program BLT

tersebut sebagai salah satu kebijakan pemerintah dalam upaya penaggulangan

kemiskinan. Berangkat dari hal tersebut, maka penulis ingin merumuskan masalah

yang akan dikaji melalui suatu penelitian dengan melihat persoalan pada:

“Bagaimana pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi rumah

tangga miskin?” dengan mengambil lokasi penelitian di Kelurahan Gedung Johor

(25)

1. 3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran aktual tentang

pelaksanaan penyaluran dana BLT sebagai bahan pembelajaran untuk pengambilan

kebijakan selanjutnya bagi pemerintah. Selain itu, penelitian ini dapat pula dijadikan

dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan yang lebih

komprehensif dan representatif.

Secara spesifik, penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme pelaksanaan Program Bantuan

Langsung Tunai (BLT) di Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor

Kota Medan.

2. Untuk mengevaluasi Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi rumah tangga

(26)

1. 4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapar memberi manfaat sebagai berikut :

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan

pemikiran kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini sebagai pengambil kebijakan

Program Bantuan Langsung Tunai yang merupakan kompensasi dari Pengurangan

Subsidi Bahan Bakar Minyak, sehingga pada masa yang akan datang agar dapat

merumuskan kebijakan yang lebih tepat.

2. Bagi Program Magister Studi Pembagunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara, akan melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para

(27)

1.5. Kerangaka Pemikiran

Untuk menjelaskan bagaimana alur dari penelitian ini dapat dilihat melalui

skema berikut ini :

Kenaikan BBM

Rumah Tangga Miskin

Bantuan Langsung Tunai (BLT)

EVALUASI

Segi Efektifitas

Segi Efesiensi

Segi Kecukupan

Segi Pemerataan

Segi Responsivitas

Segi Ketepatan

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Evaluasi

2.1.1. Pengertian Evaluasi

Charles O. Jones mengemukakan bahwa : ”evaluation is an activity which can

contibute greatly to the understanding and improvement of policy devolopment and

implementation” (evaluasi adalah kegiatan yang dapat menyumbangkan pengertian

yang besar nilainya dan dapat pula membantu penyempurnaan pelaksanaan kebijakan

beserta perkembangannya).

Dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi

kebijakan itu mempunyai peranan yang sangat penting untuk perkembangan dan

kemajuan suatu negara. Dengan evaluasi, kelemahan dan kekuranagan sejak

direncanakan sampai pada pelaksanaan dapat diketahui. Selanjutnya dengan

mengetahui kekurangan dan kelemahan itu serta ketidaklancaran dan

ketidakberhasilan pelaksanaan akan dapat diupayakan perbaikan melalui perumusan

kembali kebijakan atau penyesuaian yang sejalan dengan kondisi masyarakat yang

berkembang.

Evaluasi itu memang perlu dilakukan mulai dari langkah-langkah awal,

dengan maksud agar kekeliruan dan kekurangan-kekurangan itu tidak akan berlanjut

(29)

pembetulan dalam mengambil kebijakan dapat dilakukan sedini mungkin, hal itu

berarti :

a. Pemborosan tenaga, pikiran, dan waktu dapat ditanggulangi.

b. Kekeliruan keputusan dan langkah-langkah yang salah dapat segera diperbaiki

c. Perbaikan dan penyempurnaan kegiatan-kegiatan segera dapat diadakan

James E. Anderson mengatakan bahwa : ”policy evaluation, as a fungsional

activity, is as old as policy itself. Policy-makers and administrator have always made

judgement concerning the worth or effects of particular policies, programs, and

projects” (evaluasi kebijakan, sebagai suatu kegiatan fungsional adalah suatu

kebijakan itu sendiri. Pengambil kebijakan dan administrator senantiasa membuat

evaluasi terhadap keberhasilan dari suatu kebijakan, program dan proyek yang

dilakukan).

Seyogyanya evaluasi itu sudah harus dilakukan mulai dari perencanaan

(planning) suatu program atau kebijakan itu dilaksanakan. Penilaian suatu kebijakan

sebelum pelaksanaannya dapat disebut dengan ”pretesting” (evaluasi pendahuluan),

merupakan kegiatan yang penting untuk mengusahakan efesiensi,

penghematan-penghematan dan usaha-usaha ekonomis lainnya, seperti yang pernah dikemukakan :

1. Ada kemungkinan kondisi dalam masyarakat atau publik sudah berubah

sehingga tidak sama dengan kondisi pada waktu program itu diolah dan

ditetapkan.

2. Kemungkinan ada biaya-biaya yang dapat ditiadakan atau ditekan karena

(30)

Dengan demikian , maka evaluasi kebijakan sangatlah penting dan perlu, tidak

hanya untuk mengkaji bahwa hasil kebijakan itu memenuhi kebutuhan dan

kepentingan masyarakat, tetapi juga tiap-tiap kegiatan dalam program tersebut

dilakukan dengan efisien dan efektif dengan hasil kegiatan yang nyata dan

bermanfaat bagi keseluruhan pelaksanaan.

Sesuai dengan uraian di atas, maka istilah evaluasi mempunyai cakupan yang

cukup luas, yang dapat mengarah kepada setiap kegiatan dalam pengambilan

kebijakan. Carol H. Weis mengatakan bahwa : ”evaluation is an elastic word that

stretches to cover judgment of many kinds” (evaluasi adalah suatu kata yang elastis

yang dapat meluas meliputi penilaian kebenaran dan keberhasilan mengenai banyak

hal). Ditegaskan pula oleh Weis, bahwa semua penilaian itu berisikan penentuan

(31)

Tabel 2.1.

INDIKATOR EVALUASI

Kriteria Bentuk Pertanyaan

Efektifitas Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai?

Efisiensi Sebarapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil

yang diinginkan?

Kecukupan Apakah hasilnya telah memenuhi kebutuhan?

Pemerataan Apakah manfaatnya sudah merata dirasakan semua pihak?

Responsivitas Seberapa jauh pencapaian hasil telah memecahkan

permasalahan?

Ketepatan Apakah hasil yang dicapai bebar-benar bernilai?

2.1.2. Tujuan Evaluasi

Tujuan evaluasi yaitu untuk memproleh hasil yang sebaik-baiknya dengan

jalan dan cara yang seefesien mungkin dalam perkembangan masyarakat. Dalam

melaksanakan evaluasi kebijakan tersebut, timbul kegiatan-kegiatan

perbaikan-perbaikan pelaksanaan dengan :

a. Menunjukkan kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan.

b. Menunjukkan cara atau metode yang lebih sesuai dengan kondisinya, dilihat

(32)

c. Memberikan kritik-kritik yang membangun yang dapat mencegah pelaksanaan

terbawa oleh arus yang keliru.

d. Memberikan pertimbangan kepada pengambil kebijakan, agar pelaksanaan

kebijakan atau program mencapai keberhasilan sebagaimana diharapkan

dengan hasil yang semestinya.

Charles O. Jones juga mengemukakan bahwa : ”Evaluation is an activity

designed to judge the merits of goverment program which varies significalty in the

spesification of object, the technigue of measurement, and the method of analysis”.

(Evaluasi adalah kegiatan yang dipersiapkan dan ditujukan untuk menilai mutu dan

keberhasilan program pemerintah, terdiri dari kegiatan pemilahan objek, cara

pengukuran dan metode analisa).

Evaluasi itu dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu :

a. Evaluasi Teknis (ilmiah), dengan kegiatan antara lain :

1. Pemilahan-pemilahan objek dengan merinci apa saja yang di evaluasi.

2. Melakukan pengukuran tiap-tiap objek dalam koleksi data serta menentukan

ukuran-ukuran yang benar dan cocok setiap objeknya.

3. Melakukan analisa dari setiap informasi yang ada.

4. Memberikan pendapat atau rekomendasi dimana rekomendasi ini dapat

bersifat ”advocative”, diharap untuk diikuti dan dilaksanakan, dapat pula

bersifat ”coercive”, dipaksa untuk melaksanakan, hal ini tergantung pada

(33)

Evaluasi Teknis merupakan evaluasi yang lebih bersifat rasional, dilakukan

terutama oleh orang-orang yang banyak terlibat dalam pengambilan kebijakan.

Mereka lebih terikat dengan keberhasilan kebijakan dan merasa ikut bertanggung

jawab atas keberhasilannya. Evaluasi inilah yang disebut Jones sebagai specialized

evaluation.

Specialized evaluation ini dapat pula dilakukan oleh rakyat secara

perseorangan, yaitu para ilmuan baik para sarjana maupun para cendikiawan serta

kelompok-kelompok ilmuan denagan diskusi, seminar, dan kegiatan ilmiah lainnya.

Hasil evaluasi tersebut sering kali merupakan konsepsi-konsepsi ukuran untuk

reformulation suatu kebijakan, namun apabila kesempatan itu tidak ada, maka yang

diajukan adalah kritik yang merupakan partisipasi masyarakat.

b. Evaluasi Umum,

Biasanya dilaksanakan oleh rakyat dengan berbagai kepentingan serta tingkat

pengalaman dan pengetahuan yang berbeda. Dalam evaluasi ini, sering terjaadi titik

berat penilaian yang berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok

lainnya. Disamping itu, keterkaitan orang atau kelompok masyarakat dengan

pendirian kelompok, ideologi dan pandangan atau pendapat umum sering sekali

mewarnai kegiatan serta hasil evaluasinya.

Evaluasi inilah yang disebut sebagai broader scaled evaluation, pada

umumnya dilakukan oleh organisasi-organisasi partai politik atau lembaga-lembaga

politik seperti DPR/DPRD. Lembaga-lembaga tersebut di atas sering kali melakukan

(34)

praktis. Pada gilirannya timbullah hasil dari broader scaled evaluation ini bersifat

dukungan terhadap suatu kebijakan atau tuntutan untuk perubahan suatu kebijkan

atau malahan tuntutan pergantian kebijakan.

2.1.3. Fungsi Evaluasi

Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan yaitu:

1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan tepat untuk dipercaya, dimana

seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui

tindakan publik.

2. Evaluasi dapat memberi sumbangan klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang

mendasari pemilihan tujuan dan target.

3. Evaluasi dapat memberi masukan pada penerapan metode kebijakan lainnya,

(35)

2.2. Kemiskinan

2.2.1. Pengertian Kemiskinan

Bradley R. Schiller mendefinisikan kemiskinan adalah ketidaksanggupan

untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang terbatas.

Selanjutnya Emil Salim menyatakan bahwa kemiskinan adalah suatu keadaan

yang menunjukkan kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok.

Parsudi Suparlan menyebutkan kemiskinan adalah suatu standar tingkat hidup

yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau

segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan umum yang berlaku

dalam masyarakat yang bersangkutan.

Nataatmadja (1991;67), mengatakan dengan masuknya unsur moral dalam

sistem pasar, lingkaran kemiskinan dapat diputuskan. Pendapat ini didasarkan pada

sumber dan akar kemiskinan itu sendiri yang terletak pada khazanah pikiran manusia.

Bentuk pikiran manusia ini tercipta karena terlalu kuatnya pengaruh falsafah

Neo-klasik di dalam kehidupan manusia dan dalam setiap kebijaksanaan pembangunan

yang berjalan.

Selo Soemardjan (1984 ;25), menyebutkan bahwa kemiskinan yang

diakibatkan oleh struktur sosial yang ada, menjadikan masyarakat itu tidak dapat

memperoleh pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Untuk mengatasi hal

ini, maka salah satu jalan keluarnya adalah dengan pembangunan kwalitas

(36)

akan perlunya mentalitas pembangunan pada setiap diri manusia dan untuk

menstimulir mentalitas tersebut dapat dicapai melalui pendidikan.

Selanjutnya Soejono (dalam Sayogyo ;1991;87) menyebutkan, bahwa

kemiskinan merupakan resultant dari interaksi teknologi, sumber daya alam dan

kapital, sumber daya manusia serta kelembagaan. Dengan demikian kemiskinan dapat

dilihat sebagai akibat (endogenous variabel). Oleh karena itu ada dua hal yang perlu

diperhatikan walaupun keduanya saling berinteraksi secara evolutif yaitu (1) faktor

penyebab kemiskinan dan (2) dampak kemiskinan itu sendiri terhadap masyarakat.

Bappenas (2000) mendefinisikan kemiskinan dalam 3 kriteria yaitu:

Pertama, berdasarkan Kebutuhan Dasar ;

Suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga, dan masyarakat

dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain: pangan, sandang,

perumahan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.

Ketidakmampuan ini akan mengakibatkan rendahnya kemampuan fisik dan mental

seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Kedua, berdasarkan Pendapatan ;

Suatu tingkat pendapatan atau pengeluaran seseorang, keluarga, dan masyarakat

berada di bawah ukuran tertentu (garis kemiskinan). Kemiskinan ini terutama

disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset seperti lahan, modal, dan kesempatan

usaha.

(37)

Suatu keterbatasan kemampuan dasar seseorang dan keluarga untuk menjalankan

fungsi minimal dalam suatu masyarakat. Keterbatasan kemampuan dasar akan

menghambat seseorang dan keluarga dalam menikmati hidup yang lebih sehat, maju

dan berumur panjang. Juga memperkecil kesempatan dalam pengambilan keputusan

yang menyangkut kehidupan masyarakat dan mengurangi kebebasan dalam

menentukan pilihan terbaik bagi kehidupan pribadi.

Menurut BPS dan Depsos (2002) kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang

berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan

non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan

(poverty treshold). Garis kemiskinan yaitu sejumlah rupiah yang diperlukan oleh

setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per

orang per hari dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian,

kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.

Kemiskinan sebagai peubah endogen merupakan derivasi langsung dari

pendapatan, baik dalam nilai uang maupun pendapatan bukan nilai uang seperti

keamanan, kebebasan maupun kesempatan ekonomi dan lain-lain. Sementara

kesempatan dalam ekonomi merupakan fungsi dari sumber daya alam baik jenis

maupun kapasitasnya, kapital dalam bentuk kapasitas intelektualnya untuk

menghasilkan suatu sikap, teknologi dan kelembagaannya yaitu sebagai fourth prime

mover aktor ekonomi. Berbeda halnya dengan kemiskinan jika dilihat sebagai peubah

(38)

Kemiskinan itu bersifat multi dimensional, artinya karena kebutuhan manusia

itu bermacam-macam maka kemiskinan pun memiliki banyak dimensi. Kemiskinan

dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu :

a. Kemiskinan Absolut (mutlak), keadaan individu/kelompok masyarakat yang

hidup di bawah garis kemiskinan yang ditentukan menurut ukuran tertentu.

b. Kemiskinan Relatif (nisbi), keadaan kesejahteraan orang atau kelompok

dibandingkan dengan kesejahteraan orang atau kelompok lain.

Sedangkan dari kebijakan umum, maka kemiskinan tersebut dapat dilihat dari

Dimensi Primer, dalam wujud miskin akan asset, organisasi sosial dan politik,

pengetahuan serta keterampilan. Dan Dimensi Skunder, wujud miskin tersebut

ditunjukkan oleh jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi.

Lebih lanjut David Cox (2004) membagi kemiskinan dalam beberapa bentuk :

a. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang

dan pengkalah. Pemenang umumnya negara maju, negara-negara berkembang

seringkali terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang menjadi prasyarat

globalisasi.

b. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten

(kemiskinan akibat rendahnya pembangunan; kemiskinan pedesaan (kemiskinan

akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan); kemiskinan perkotaan

(kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan

(39)

c. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan

kelompok minoritas.

d. Kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain

atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam,

kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk.

Menurut SMERU (2001), kemiskinan memiliki berbagai kriteria yaitu :

• Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang,

papan).

• Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,

pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi).

• Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan

dan keluarga).

• Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.

• Rendahnya kualitas SDM dan keterbatasan sumber alam. • Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat.

• Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang

berkesinambungan.

• Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

• Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban

(40)

2.2.2. Faktor Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan yang menimpa sekelompok masyarakat berhubungan dengan

status sosial ekonominya dan potensi wilayah. Faktor sosial ekonomi yaitu faktor

yang berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri dan cenderung melekat pada

dirinya seperti tingkat pendidikan, dan keterampilan yang rendah, tingkat kesehatan

yang rendah dan produktifitas yang rendah. Sedangkan faktor yang berasal dari luar

berhubungan dengan potensi alamiah, teknologi dan rendahnya aksesibilitas terhadap

kelembagaan yang ada.

Kedua faktor tersebut menentukan aksessibilitas masyarakat miskin dalam

memanfaatkan peluang-peluang ekonomi dalam menunjang kehidupannya.

Kemiskinan sesungguhnya merupakan suatu fenomena yang kait-mengait antara satu

faktor dengan faktor lainnya. Oleh karena itu untuk mengkaji masalah kemiskinan

harus diperhatikan jalinan antara faktor-faktor penyebab kemiskinan dan faktor yang

berada dibalik kemiskinan.

Todaro (1993;67), memperlihatkan jalinan antara kemiskinan dan

keterbelakangan dengan beberapa aspek ekonomi dan aspek non ekonomi. Tiga

komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat,

yaitu: (1) rendahnya taraf hidup; (2) rendahnya rasa percaya diri; dan (3) terbatasnya

kebebasan. Ketiga aspek tersebut memiliki hubungan secara timbal balik, rendahnya

taraf hidup disebabkan oleh rendahnya produktifitas tenaga kerja disebabkan oleh

(41)

Tingginya angka pengangguran disebabkan oleh tingginya pertumbuhan

tenaga kerja dan rendahnya investasi perkapita dan tingginya tingkat pertumbuhan

tenaga kerja disebabkan oleh penurunan tingkat kematian dan rendahnya investasi

perkapita disebabkan oleh tingginya ketergantungan terhadap teknologi asing yang

hemat tenaga kerja. Selanjutnya rendahnya tingkat pendapatan berpengaruh terhadap

tingkat kesehatan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan tenaga kerja dan investasi

perkapita.

Secara lebih khusus studi Hayami (1985), di Indonesia, Malaysia dan

Thailand, menemukan bahwa kemiskinan dan ketidakmerataan disebabkan oleh

beberapa faktor antara lain: (1) produktifitas tenaga kerja yang rendah sebagai akibat

rendahnya teknologi, penyediaan tanah dan modal jika dibanding dengan tenaga

kerja; (2) tidak meratanya distribusi kekayaan terutama tanah. Untuk kasus Indonesia

Ginanjar (1996), mengemukakan empat faktor penyebab kemiskinan. Faktor tersebut

yaitu: (1) rendahnya taraf pendidikan; (2) rendahnya taraf kesehatan; (3) terbatasnya

lapangan kerja; dan (4) kondisi keterisolasian.

Wiradi dalam Hagul (1985), mengemukakan bahwa masalah kemiskinan di

pedesaan merupakan resultan dari beberapa faktor antara lain: pertumbuhan

penduduk, rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan rendahnya produktifitas.

Selanjutnya Salim (dalam Tjahya Supriatna;2000;53), menyatakan bahwa kemiskinan

tersebut melekat atas diri penduduk miskin karena mereka tidak memiliki asset

produksi dan kemampuan untuk meningatkan produktivitas. Mereka tidak memiliki

(42)

kemiskinan tanpa ujung dan pangkalnya. Secara lebih konkrit Hadiwegono dan

Pakpahan (1992;45) berpendapat bahwa kemiskinan tersebut disebabkan oleh

beberapa hal antara lain : (1) sumber daya alam yang rendah; (2) teknologi

pendukung yang rendah; (3) sumberdaya manusia yang rendah; (4) sarana dan

prasarana termasuk kelembagaan yang belum baik.

Dengan rendahnya faktor-faktor di atas menyebabkan aktifitas ekonomi yang

dapat dilakukan berakibat terhadap rendahnya produksi dan pendapatan yang

diterima. Pada gilirannya pendapatan tersebut mampu memenuhi kebutuhan fisik

minimum yang menyebabkan terjadi proses kemiskinan.

Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995),

yang dilakukan pada tujuh belas provinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa ada

enam faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu: (1) rendahnya kualitas sumberdaya

manusia, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya pendidikan, tingginya angka

ketergantungan, rendahnya tingkat kesejahteraan, kurangnya pekerjaan alternatif,

rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan besarnya jumlah anggota keluarga;

(2) rendahnya daya fisik, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan jumlah

produksi dan dan modal kerja; (3) rendahnya penerapan teknologi, ditandai dengan

rendahnya penggunaan input dan mekanisasi pertanian; (4) rendahnya potensi

wilayah yang ditandai oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur kondisi fisik ini

meliputi iklim, tingkat kesuburan, dan topografis wilayah, sedangkan infrastruktur

(43)

dilakukan oleh pemerintah dalam investasi dan pengentasan kemiskinan; (6) kurang

berperannya kelembagaan yang ada, kelembagaan tersebut meliputi pemasaran,

penyuluhan perkreditan dan sosial.

Untuk ruang lingkup yang lebih luas Both dan Firdausy (1994;78), dalam

studi empirisnya menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan

masyarakat di perdesaan Asia. Faktor tersebut antara lain: (1) faktor ekonomi terdiri

dari: modal, tanah dan teknologi; (2) faktor sosial dan budaya terdiri dari :

pendidikan, budaya miskin dan kesempatan kerja; (3) faktor geografis dan

lingkungan; (4) faktor pribadi terdiri dari: jenis kelamin, kesehatan dan usia.

Lebih jauh Suyanto (1995;23) menyebutkan ada beberapa faktor penyebab

kemiskinan yang terjadi dalam suatu masyarakat, seperti :

a. Kemiskinan karena Kolonialisme; kemiskinan ini terjadi karena penjajahan yang

dilakukan oleh suatu bangsa terhadap bangsa lain, sehingga bangsa yang dijajah

menjadi tertindas baik bidang ekonomi, politik dan sebagainya. Misalnya

Indonesia yang ditindas oleh Belanda.

b. Miskin karena tradisi sosio-kultural; hal ini berkaitan dengan suku bangsa

tertentu yang kental kebudayaannya seperti suku kubu di Sumatera dan suku

Dayak di pedalaman Kalimantan.

c. Miskin karena terisolasi;seseorang menjadi miskin karena tempat tinggalnya jauh

dari keramaian sehingga sulit berkembang.

d. Kemiskinan struktural; kemiskinan struktural ialah kemiskinan yang ditenggarai

(44)

menguntungkan. Kemiskinan ini juga disebabkan oleh persaingan yang tidak

seimbang antar negara atau daerah yang mempunyai keunggulan komperatif

dengan daerah sekitarnya yang tidak mempunyai keunggulan komparatif.

Faktor penyebab kemiskinan adalah keterkaitan hubungan antara status sosial

ekonomi masyarakat dengan potensi wilayah suatu daerah yang menyebabkan daerah

tersebut miskin. Dalam konteks penelitian ini faktor penyebab kemiskinan tersebut

dapat diidentifikasi sebagai berikut :

• Produktivitas tenaga kerja rendah sebagai akibat rendahnya teknologi

• Tidak meratanya distribusi kekayaan terutama tanah

• Rendahnya taraf pendidikan • Rendahnya taraf kesehatan

• Terbatasnya lapangan kerja

• Rendahnya kualitas SDM dan rendahnya produktivitas

• Sarana dan prasarana termasuk kelembagaan yang kurang baik

2.2.3. Penanggulangan Kemiskinan

Dalam upaya penanggulangan kemiskinan, terlebih dahulu harus dipahami apa

itu kemiskinan dan apa penyebab kemiskinan, selanjutnya penyebab kemiskinan

tersebutlah yang diatasi. Dari berbagai referensi mengenai kemiskinan, cukup banyak

konsep tentang kemiskinan tersebut, mulai dari sekadar ketakmampuan memenuhi

(45)

berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan

moral.

Namun pada umumnya, ketika orang berbicara tentang kemiskinan, yang

dimaksud adalah kemiskinan material yang dirasakan sangat kurang memadai karena

tidak cukup untuk memahami realitas kemiskinan, dapat menjerumuskan ke

kesimpulan yang salah bahwa menanggulangi kemiskinan cukup hanya dengan

menyediakan bahan makanan yang memadai, dan tidak bermanfaat bagi pengambil

keputusan ketika harus merumuskan kebijakan lintas sektor, bahkan bisa

kontraproduktif.

Kemiskinan juga tidak bisa disamakan dengan kesejahteraan, karena tidak

semua kemiskinan identik dengan ketidaksejahteraan. Demikian juga tingkat

pendapatan yang tinggi, belum mencerminkan tingkat kesejahteraan yang tinggi, oleh

karena itu, dalam mengukur tingkat kemiskinan mestinya dimasukkan

variabel-variabel non keuangan (non financial variables), seperti kemudahan mendapatkan

pendidikan yang murah, fasilitas kesehatan yang luas dan murah, kesempatan kerja

yang tinggi, angka kematian balita dan ibu yang melahirkan, tingkat kemungkinan

hidup, sistem perumahan dan sarana kesehatan umum, listrik dan lain lain.

Selain itu, kemiskinan juga tidak semata-mata merupakan kondisi kekurangan

pangan dan kekurangan aset produktif, tetapi juga termasuk ketidaktenangan dan

terbatasnya partisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Persoalan kemiskinan juga

menyangkut berbagai komponen termasuk ketidakberdayaan, keterisolasian,

(46)

Adapun penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan atas dua hal, yaitu (i)

faktor alamiah: kondisi lingkungan yang miskin, ilmu pengetahuan yang tidak

memadai, adanya bencana alam dan lain lain yang bermakna bahwa mereka miskin

karena memang miskin, (ii) faktor non alamiah:akibat kesalahan kebijakan ekonomi,

korupsi, kondisi politik yang tidak stabil, kesalahan pengelolaan sumber daya alam.

Jadi untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, langkah yang

dilakukan tidak lain daripada mempertimbangkan kedua faktor tersebut, yaitu

mengubah kondisi lingkungannya menjadi lebih baik, meningkatkan kualitas sumber

daya manusianya, dan melakukan perbaikan terhadap sistem yang ada melalui

pemberantasan korupsi dan menetapkan pengelola yang kompeten baik dari

kemampuan, integritas, maupun moral.

Penanganan ini tentunya harus dilakukan secara menyeluruh dan kontekstual.

Menyeluruh berarti menyangkut seluruh penyebab kemiskinan, sedangkan

kontekstual mencakup faktor lingkungan si miskin. Beberapa di antaranya yang

menjadi bagian dari penanggulangan kemiskinan tersebut yang perlu tetap

ditindaklanjuti dan disempurnakan implementasinya adalah perluasan akses kredit

pada masyarakat miskin, peningkatan pendidikan masyarakat, perluasan lapangan

(47)

2.3. Rumah Tangga Miskin

Konsep kemiskinan terkait dengan kemampuan seseorang / rumah tangga

untuk memenuhi kebutuhan dasar baik untuk makanan maupun non-makanan.

Seseorang / rumah tangga dikatakan miskin bila kehidupannya dalam kondisi serba

kekurangan, sehingga tidak mampu memenuhi kebutukan dasarnya. Batas kebutuhan

dasar minimal dinyatakan dengan ukuran garis kemiskinan yang disetarakan dengan

jumlah rupiah yang dibutuhkan, yaitu :

1. Sangat Miskin :

1900 kalori/orang/hari + kebutuhan dasar nonmakanan

≈ Rp.120.000/orang/bulan.

2. Miskin :

antara 1900 - 2100 kalori/orang/hari + kebutuhan dasar nonmakanan

≈ Rp. 150.000/orang/bulan.

3. Hampir Miskin :

antara 2100 - 2300 kalori/orang/hari + kebutuhan dasar nonmakanan

≈ Rp. 175.000/orang/bulan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Rumah Tangga Miskin didefinisikan

sebagai mereka yang mempunyai pengeluaran per kapita Rp175.000/orang/bulan atau

kurang. Mereka diidentifikasi dengan menggunakan metode uji pendekatan

kemampuan (proxy means testing*).

(48)

Tabel 2.2.

Kriteria Rumah Tangga Miskin Menurut Badan Pusat Statistik

No. Variabel Kriteria Rumah Tangga Miskin

1. Luas lantai

bangunan tempat tinggal Kurang dari 8 m² per orang

2. Jenis lantai

bangunan tempat tinggal Tanah/bambu/kayu murahan

3. Jenis dinding

bangunan tempat tinggal Bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester

4. Fasilitas tempat

buang air besar Tidak punya/bersama-sama dengan rumah tangga lain

5. Sumber penerangan

rumah tangga Bukan listrik

6. Sumber air minum Sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan

7. Bahan bakar untuk

memasak sehari-hari Kayu bakar/arang/minyak tanah

8. Konsumsi daging/susu/ayam

per minggu Tidak pernah mengkonsumsi/hanya satu kali dalam seminggu

9.

Pembelian pakaian baru untuk setiap art

dalam setahun

Tidak pernah membeli/hanya membeli satu stel dalam setahun

10. Makanan dalam sehari

untuk setiap art Hanya satu kali makan/dua kali makan dalam sehari

11.

Kemampuan membayar untuk berobat ke Puskesmas/Poliklinik

Tidak mampu membayar untuk berobat

12. Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga

Petani dengan luas lahan 0,5 ha/buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan

pendapatan di bawah Rp 600.000 perbulan

13. Pendidikan tertinggi

kepala keluarga Tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD

14. Pemilikan asset/tabungan

(49)

Ketentuan :

1. Rumahtangga yang layak mendapatkan BLT adalah rumahtangga yang memenuhi

9 atau lebih dari 14 ciri rumah tangga miskin.

2. Rumahtangga yang tidak layak mendapatkan BLT adalah:

a. Rumahtangga yang tidak memenuhi 9 atau lebih ciri rumahtangga miskin.

b. PNS/TNI/Polri/Pensiunan/Purnawirawan/ Veteran.

c. Penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap.

d. Karyawan BUMN/ BUMD.

e. Rumah Tangga Penerima JADUP.

f. Ada anggota rumah tangga (art) yang memiliki asset kendaraan bermotor,

banyak hewan ternak, sawah/kebun luas, kapal motor, handphone, atau

(50)

2.4. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT)

Pemerintah menetapkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam

negeri pada 1 Oktober 2005. Kenaikan ini memperberat beban hidup masyarakat,

terutama kelompok miskin. Untuk mengurangi beban tersebut, pemerintah

mengeluarkan Instruksi Presiden No. 12/2005 tentang Pelaksanaan Bantuan

Langsung Tunai kepada Rumah Tangga Miskin. Besarnya bantuan Rp100.000 per

rumah tangga per bulan dan diberikan setiap tiga bulan.

Program pemberian Bantuan Langsung Tunai ini bertujuan untuk :

1) Melindungi keluarga miskin dari dampak langsung kenaikan BBM;

2) Mempertahankan kemampuan daya beli sumber energi keluarga miskin; dan

3) Menjaga stabilitas dan gejolak sosial masyarakat yang rentan terhadap pengaruh

psikologis.

Wilayah Pendataan

Seluruh Satuan Lingkungan Setempat (SLS) yang ada di Indonesia.

Mekanisme Pendataan di Lapangan

Proses penjaringan Rumahtangga Miskin (RTM) dilakukan dengan

pencacahan dari rumah ke rumah (door to door) yang dilaksanakan oleh Petugas

Pencacah Lapangan (PCL) dengan Petugas Pengawas Lapangan (PML) yang ditunjuk

oleh BPS Kabupaten/Kota.

Yang tidak dicakup dalam Pendataan PSE 05 :

(51)

3. Tunawisma/ Gelandangan/ Mahasiswa yang kost

Pengolahan Data

1. Data yang telah dikumpulkan di lapangan dilakukan pengecekan (diedit)

untuk kemudian dikirimkan ke pusat pengolahan.

2. Ranking kemiskinan disusun berdasarkan nilai skor tertinggi hingga terendah

menggunakan indeks komposit (nilai tertimbang) dari kombinasi

masing-masing variabel kemiskinan.

3. Setelah seluruh proses tersebut diatas, hasilnya dikirimkan ke PT Pos

Indonesia untuk dibuatkan Kartu Kompensasi BBM (KKB), PT Pos

mengirimkan ke BPS Kab/Kota untuk selanjutnya dibagikan kepada tiap RTM

setelah melalui proses pencocokan dan penelitian (coklit) atas kebenaran

nama dan alamat serta layak atau tidaknya menerima KKB.

Distribusi Kartu Kompensasi BBM

1. Tujuan :

a. Memberikan tanda pengenal (KKB) kepada setiap RTM yang dapat

digunakan untuk memperoleh Bantuan Langsung Tunai (BLT).

b. Memfasilitasi PT Pos Indonesia untuk dapat membayarkan BLT kepada RTM

yang sesuai dengan hasil pendataan BPS.

c. Sebagai basis untuk pelaksanaan pemutakhiran (updating) data kemiskinan

mendatang.

(52)

Penerima KKB adalah rumah tangga hasil pendataan yang memenuhi persyaratan

setelah melalui tahapan pencocokan dan penelitian ulang dan verifikasi.

3. Organisasi Pelaksana :

Organisasi pelaksana pendistribusian KKB melibatkan instansi yang terkait

dengan perencanaan dan pelaksanaan BLT sebagaimana yang diatur dalam Inpres

No. 12 tahun 2005.

4. Tatakerja Distribusi Kartu Kompensasi BBM

Sosialisasi ;

Penyebarluasan informasi mengenai kebijakan dan rencana program pemerintah

yang terkait langsung dengan seluruh masyarakat khususnya kelompok sasaran

dari program BLT sangat menentukan kelancaran pelaksanaan bantuan termasuk

distribusi KKB kepada yang berhak.

Mekanisme Pendistribusian KKB ;

• Pertama : Penyiapan Daftar Nama Rumahtangga Miskin dan Pencetakan KKB • Kedua : Pengiriman KKB ke BPS Kabupaten/Kota

• Ketiga : Pencocokan dan Penelitian Ulang Penerima KKB

(53)

2.5. Gambaran Umum Wilayah Kelurahan Gedung Johor

Kelurahan Gedung Johor adalah salah satu dari 6 Kelurahan yang

berada di wilayah Kecamatan Medan Johor, dengan luas areal lebih kurang ±

315 Ha.

Terdiri atas 13 lingkungan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatas dengan Kelurahan Pangkalan Masyhur

Kecamatan Medan Johor.

• Sebelah Selatan berbatas dengan Desa Namo Rambe Kecamatan Deli

Tua Kabupaten Deli Serdang.

(54)

Masalah kependudukan merupakan isu umum yang terdapat dalam

suatu daerah atau wilayah. Walaupun penduduk merupakan salah satu modal

dasar pembangunan, namun bila tidak diimbangi dengan kemampuan dan

keterampilan yang memadai, maka akan menimbulkan kendala dalam proses

pembangunan itu sendiri.

Penduduk Kelurahan Gedung Johor terdiri dari jenis kelamin laki-laki

dan perempuan baik anak-anak maupun orang dewasa. Hal ini dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

Tabel 2.3.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber : Profil Kelurahan Gedung Johor 2007

No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase

1. Laki-laki 9.756 43,48%

2. Perempuan 12.681 56,52%

(55)

Pendidikan merupakan sarana untuk mengembangkan kemampuan dan

kepribadian, baik secara formal, non formal maupun informal. Dengan

pendidikan yang dimiliki diharapkan seseorang dapat menunjang

kehidupannya dikemudian hari secara mandiri, sehingga tidak menjadi beban

bagi orang lain.

Kelurahan Gedung Johor yang memiliki jumlah penduduk sekitar

22.437 jiwa dapat dilihat pada tabel berdasarkan tingkat pendidikan berikut

ini :

Tabel 2.4.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase

1. Tidak Sekolah 2.987 13,31%

2. Tidak/Belum Tmt SD 5.453 24,30%

3. SD 4.071 18,14%

4. SLTP 3.361 14,98%

5. SLTA 2.551 11,37%

6. Akademi 1.748 7,79%

7. S-1 1.867 8,32%

8. S-2 357 1,59%

9. S-3 42 0,19%

Total 22.437 100,00%

(56)

Mata pencaharian adalah sumber utama dalam menunjang kebutuhan

hidup sehari-hari. Untuk melihat mata pencaharian penduduk di kelurahan

Gedung Johor dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2.5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase

1. PNS/TNI/POLRI 1.272 5,67%

2. Pegawai

Swasta/Karyawan/Buruh

4.386 19,54%

3. Wiraswasta 2.853 12,72 %

4. Lain-lain 2.194 9,78%

5. Tidak/Belum Bekerja 11.732 52,29%

Total 22.437 100,00%

(57)

Berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk 2005 (PSE05)

keluarga/rumah tangga penerima BLT di Kelurahan Gedung Johor berjumlah 426

rumah tangga.

Tabel 2.6

Data Jumlah Penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) per Lingkungan di Kelurahan Gedung Johor

No Lingkungan Jumlah

Jiwa

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu

menggambarkan realitas tentang masyarakat yang menerima program pemerintah

berupa bantuan langsung tunai dengan berdasarkan data dan fakta yang ada di

lapangan.

3.2. Definisi Operasional

Menurut Stanfort Laboltitz dan Robert Hagerdon, defenisi operasional adalah

perincian dari prosedur-prosedur yang dapat diobservasi, yang digunakan untuk

mendefenisikan apa yang dimaksud (Laboltitz, 1984 :33). Dari pengertian tersebut

dapat ditarik kesimpulan bahwa defenisi operasional adalah penjabaran lebih lanjut

dari konsep-konsep yang telah dikelompokkan menjadi variabel.

Berangkat dari pemahaman di atas maka yang menjadi defenisi operasional

dalam penelitian ini yaitu :

”Evaluasi adalah penilaian kebenaran dan keberhasilan mengenai suatu program,

yang terdiri dari kegiatan pemilahan objek, cara pengukuran dan metode analisa yang

(59)

Selanjutnya indikator yang digunakan dalam evaluasi adalah :

1. Efektifitas yaitu apakah hasil yang diinginkan telah tercapai sesuai dengan

rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Efesiensi yaitu apakah tujuan yang dicapai dalam pelaksanaan program

tersebut menggunakan sumber daya secara optimal.

3. Kecukupan yaitu apakah hasil yang dicapai telah memenuhi kebutuhan,

preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu.

4. Perataan yaitu apakah hasil atau manfaat program telah dirasakan dan

didistribusikan secara merata.

5. Responsivitas yaitu seberapa jauh hasil yang dicapai dan yang diinginkan

dapat memecahkan permasalahan.

6. Ketepatan yaitu apakah hasil atau tujuan yang diinginkan dalam pelaksanaan

(60)

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek yang terdiri dari manusia, benda, hewan,

dan tumbuh-tumbuhan, gejala, nilai atau peristiwa sebagai sumber data yang

memiliki karakter tertentu dalam suatu peneltian (Nawawi, 1995 : 141).

Berdasarkan pendapat tersebut maka yang menjadi populasi dalam penelitian

ini adalah keseluruhan objek yang terkait dengan Program Bantuan Langsung Tunai

di Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor Kota Medan.

3.3.2. Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto, sampel adalah wakil dari populasi yang

dianggap representatif atau memenuhi syarat untuk menggambarkan keselururahan

dari populasi yang diwakilinya. Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjeknya

kurang dari 100, lebih baik sampel diambil semua sehingga penelitian merupakan

penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara

10-15% atau 20-25% (Arikunto, 1992 : 107).

Berdasarkan defenisi di atas, maka peneliti menetapkan sampel dalam

penelitian ini yaitu Kepala Keluarga penerima BLT (10% x 426 orang = 42,6 orang),

(61)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

3.4.1. Studi Kepustakaan

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data berdasarkan naskah-naskah

yang sudah diterbitkan berupa buku, surat kabar, arsip-arsip dan majalah.

3.4.2. Studi Lapangan

Pengumpulan data yang di peroleh melalui kegiatan penelitian langsung turun

ke lapangan melalui teknik :

1. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara

tatap muka yang bertujuan untuk melengkapi data yang diperoleh. Adapun

informan dalam penelitian ini adalah :

a. Tokoh Masyarakat sebanyak 4 orang.

b. Aparat Kelurahan/Kecamatan sebanyak 4 orang.

c. Kepala Lingkungan sebanyak 13 orang.

d. Mantri Statistik Medan Johor (BPS) sebanyak 1 orang.

e. Petugas Pencacah Lapangan sebanyak 2 orang.

f. Kepala Keluarga bukan penerima BLT sebanyak 4 orang.

2. Kuesioner, yaitu dimaksudkan untuk mendapat informasi tambahan dan data

yang relavan dari informasi yang telah penulis dapatkan dari wawancara, hal

(62)

3.5. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, teknik analisa data yang dipergunakan adalah teknik

analisa deskriptif, yaitu metode analisa yang dilakukan dengan mengumpulkan,

mengolah, menyajikan dan menginterpretasikan data sehingga diperoleh gambaran

yang jelas mengenai masalah yang diteliti, kemudian data tersebut diberi komentar

sesuai dengan data, fakta dan informasi yang telah dikumpulkan melalui pemahaman

intelektual dan pengalaman empiris penulis.

Analisa tabel tunggal merupakan suatu analisa yang dilakukan dengan

membagi variabel penelitian kedalam sejumlah frekuensi dan persentase untuk setiap

kategori (Singarimbun, 1989 : 267). Dengan meggunakan langkah-langkah sebagai

berikut :

1. Data hasil wawancara dipilih (editing), karena data yang diperoleh dari

lapangan sifatnya sangat luas dan tidak semua data tersebut dapat mendukung

tujuan penelitian.

2. Data hasil kuisioner dikelompokkan, disusun dan masukkan ke dalam tabel

(63)

3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.6.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor

Kota Medan Propinsi Sumatera Utara. Wilayah ini dianggap tepat untuk

melaksanakan penelitian karena jumlah penerima BLT di wilayah tersebut cukup

banyak yaitu 426 Rumah Tangga Miskin dengan komposisi yang hampir merata di

setiap Lingkungan. Di samping itu karakteristik wilayah Kelurahan Gedung Johor

adalah wilayah pinggiran Kota Medan dengan penduduk yang heterogen.

3.6.2. Waktu Penelitian

Penelitiian ini dilaksanakan dalam waktu 3 bulan yaitu dari tanggal 1 Maret

(64)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI

4.1.1. Organisasi Pelaksana

Program BLT untuk keluarga/rumah tangga miskin ini dilaksanakan

berdasarkan Inpres Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Bantuan Langsung

Tunai kepada Rumah Tangga Miskin. Hasil Rapat Koordinasi Menko Kesra tanggal

16 September 2005 menegaskan kembali peran masing-masing lembaga serta

melakukan pengecekan kesiapan pelaksanaan BLT. Beberapa hal penting yang

dihasilkan rakor ini adalah:

1. Pencetakan kartu untuk rumah tangga miskin penerima atau KKB diserahkan

kepada PT Pos Indonesia.

2. Selain sebagai kuasa penggunaan anggaran, Departemen Sosial, ditugasi untuk

membuat peraturan pelaksanaan program (pedoman dan petunjuk teknis).

3. Penyaluran dana BLT kepada target penerima dilakukan oleh PT Pos Indonesia.

4. Sosialisasi dilakukan lewat dialog interaktif di TVRI dan RRI, serta artikel dari

pakar di surat kabar nasional dan pengumpulan opini publik.

5. Sosialisasi di daerah dilakukan oleh masing-masing gubernur, bupati/walikota.

6. Depdagri melakukan pengawasan dan penanganan pengaduan masyarakat.

Gambar

Gambaran Umum Wilayah Kelurahan Gedung Johor .......
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Bantuan Langsung Tunai ...............
Gambar 1.1. Alur Pemikiran Evaluasi Bantuan Langsung Tunai
Tabel 2.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel distribusi frekuensi diatas mengenai apakah program BLT/BLSM berdaya guna dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin dalam pengentasan kemiskinan secara

Langsung Sementara Masyarakat masih berjalan tetapi kurang tepat sasaran.. banyak rumah tangga miskin yang tidak mendapatkan Bantuan Langsung Sementara.. Masyarakat

Tujuan penelitian ini adalah (1) Menelaah karakteristik kemiskinan rumah tangga di Desa Cibatok Satu dan faktor-faktor apa yang menyebabkan masih banyak penduduk miskin,

Keempat Peran tersebut adalah peran yang terdapat dalam Petunjuk Teknis Program Bantuan Langsung Tunai Untuk Rumah Tangga Sasaran dari pemerintah pusat akan

PKH adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi anggota Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Dampak Bantuan Program Penanggulangan Kemiskinan Terhadap Kehidupan Masyarakat Miskin di Kota Medan (Studi Implementasi Program

pangannya, perlindungan sosial untuk rumah tangga miskin dan dapat menjadi. sejahtera sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan dan

Adapun judul skripsi ini adalah “Evaluasi Pelaksanaan Program Beras untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan” yang merupakan