HUBUNGAN PREEKLAMPSIA DENGAN BERAT
BAYI LAHIR RENDAH
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2009
Oleh :
RIZKA ARIANI
070100049
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN PREEKLAMPSIA DENGAN BERAT BAYI
LAHIR RENDAH
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2009
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh :
RIZKA ARIANI
070100049
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN PREEKLAMPSIA DENGAN
BERAT BAYI LAHIR RENDAH
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2009
Nama
: Rizka Ariani
NIM
: 070100049
Pembimbing
Penguji I
dr. Delyuzar, SpPA(K)
dr. Dona Partogi, SpKK
NIP : 19630219 199003 1 001 NIP : 19720103 200501 2 001
Penguji II
dr. Vita Camelia, SpKJ
NIP : 19780404 200501 2 002
Medan, Desember 2010
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH
ABSTRAK
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang terjadi selama kehamilan (tidak terdapatnya faktor-faktor penyebab hipertensi lainnya) yang dikombinasikan dengan edema menyeluruh atau proteinuria atau keduanya. Insiden preeklampsia adalah 7 – 10 % dari kehamilan dan merupakan penyebab kematian ibu nomor dua di Indonesia. Preeklampsia menyebabkan terganggunya aliran darah ke uteroplasenta dan dapat menyebabkan terjadinya berat bayi lahir rendah yang merupakan salah satu faktor penyebab kematian pada bayi. Faktor-faktor penyebab kematian bayi adalah asfiksia neonatorum (49 – 60 %), infeksi (24 – 34 %), berat bayi lahir rendah (15 – 20 %), trauma persalinan (2 – 7 %), cacat bawaan (1 – 3 %). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara preeklampsia dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2009.
Penelitian ini menggunakan metode analisis retrospektif dengan melihat data yang ada di rekam medis dan menggunakan Uji Crosstabs Chi Square sebagai uji statistik dalam pengolahan data. Sebagai subjek penelitian adalah ibu-ibu yang telah melahirkan di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2009 sebanyak 98 orang.
Dari penelitian ini didapatkan ibu yang melahirkan dengan preeklampsia sebanyak 26 orang (26,5 %) dan tidak preeklampsia sebanyak 72 orang (76,5 %). Berdasarkan hasil uji analisis statistik menggunakan uji chi square didapat nilai p
value <0,001. Nilai p value yang didapat lebih kecil dibadingkan dengan nilai α
(0,05) yang berarti hipotesis nol ditolak.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara preeklampsia dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009. Oleh karena itu, sebaiknya baik ibu hamil, instansi/pelayanan kesehatan serta pemerintah sangat memperhatikan kesehatan pada ibu hamil terutama dengan preeklampsia agar dapat menurunkan komplikasi preeklampsia.
ABSTRACT
Preeclampsia is defined as a hypertension during pregnancy (without another factor of hypertension) which is combined with oedem or proteinuria or both of them. The incident of preeclampsia is about 7 – 10 % of pregnancies. It is the second mother death’s causes in Indonesia. Preeclampsia makes the disturbances of the blood flow to the uteroplacenta and can cause the low birth weight which is one of the cause for neonatal’s death. The cause factors that can make neonatal’s death is neonatorum asphyxia (49 – 60 %), infection (24 – 34 %), low birth weight (15 – 20 %), delivery trauma (2 – 7 %) and congenital (1 – 3 %). The study was conducted to investigate the relation between preeclampsia and low birth weight in RSUP H. Adam Malik year 2009.
The study used an analytic retrospective method by seeing the medical record and used the Chi Square Cross Tabs Test as the statistic test to analyze data. The subjects were 98 pregnant women who had born their babies in RSUP H. Adam Malik Medan year 2009.
The results of this study showed 26 pregnant women (26,5 %) with preeclampsia and 72 pregnant women (76,5 %) without preeclampsia. The result of analyzed statistic test using chi square test was p value is <0,001. The p value of the analyzed data is fewer than α (0,05) which means the null hypothesis was rejected.
From the study, we can conclude that there is relationship between preeclampsia and low birth weight in RSUP H. Adam Malik year 2009. Because of that, it is better for pregnant woman, health provider, and government to give more attention for the pregnant woman’s health especially with preeclampsia which can decrease the complication of preeclampsia.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Karya tulis ilmiah ini berjudul ”Hubungan Preeklampsia dengan Berat
Bayi Lahir Rendah di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009”. Dalam
penyelesaian karya tulis ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. H. Delyuzar, Sp.PA(K), selaku dosen pembimbing penulis yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi arahan
kepada penulis, sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan dengan
baik.
3. dr. Nurchaliza H. Siregar, Sp.M, selaku dosen penasihat akademis
penulis yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan
di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh jajaran RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan
izin dan banyak bantuan kepada penulis dalam melakukan proses
pengambilan data di lokasi penelitian.
5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
6. Kedua orang tua tersayang, Azhar, APi, MM dan Yuniar Kemala Putri,
terima kasih yang tiada tara untuk kasih sayang, doa, motivasi dan
dukungan baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat
7. Kakak dan adik tercinta, Yunda Azrina Azhar dan Ditri Rizanti Azhar,
terima kasih untuk selalu mendukung, memberi motivasi, memberi
keceriaan maupun doa untuk menyelesaikan karya tulis ini.
8. Sahabat-sahabat penulis, Sylvia Youvella, Indri M. Benazir, Anggita
Dwi R., Ayuca Zarry, Andika Iskandar Agung, Andika Pradana,
Stefani Tania dan teman-teman stambuk 2007 yang telah memberi
motivasi, dukungan dan membantu penulis dalam menyelesaikan karya
tulis ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu, penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang membangun
demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini berguna
bagi kita semua.
Medan, November 2010 Penulis,
DAFTAR ISI
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 27
3.1. Kerangka Konsep ... 27
3.2. Definisi Operasional ... 27
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 29
4.1. Rancangan Penelitian ... 29
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 30
4.5. Metode Analisis Data ... 30
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31
5.1. Hasil Penelitian ... 31
5.2. Pembahasan ... 38
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 40
6.1.Kesimpulan ... 40
6.2.Saran ... 40
DAFTAR TABEL
Distribusi Sampel Ibu yang Melahirkan Berdasarkan Umur di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009 ……….
Distribusi Sampel Ibu yang Melahirkan Berdasarkan Pekerjaan di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009 …...
Distribusi Sampel Ibu yang Melahirkan Berdasarkan Pendidikan di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009 …….
Distribusi Sampel Ibu yang Melahirkan Berdasarkan Proses Lahir di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009 ………
Distribusi Sampel Ibu yang Melahirkan Berdasarkan Status Gravida di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009 ……
Distribusi Sampel Bayi Baru Lahir Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009 …...
Distribusi Sampel Bayi Baru Lahir Berdasarkan Berat Bayi Lahir di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009…..
Distribusi Kejadian Preeklampsia dan Rata-rata Berat Bayi Lahir di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009 …...
Distribusi Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009 ……….
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1
Judul
Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Preklampsia dengan Berat Bayi Lahir Rendah di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009 ……….
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.
2.
3.
4.
Judul
Daftar Riwayat Hidup ……. ………...
Master Data Penelitian ………....
Surat Ethical Clearence………...
Surat Izin Melakukan Penelitian ……….
Halaman
44
46
48
ABSTRAK
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang terjadi selama kehamilan (tidak terdapatnya faktor-faktor penyebab hipertensi lainnya) yang dikombinasikan dengan edema menyeluruh atau proteinuria atau keduanya. Insiden preeklampsia adalah 7 – 10 % dari kehamilan dan merupakan penyebab kematian ibu nomor dua di Indonesia. Preeklampsia menyebabkan terganggunya aliran darah ke uteroplasenta dan dapat menyebabkan terjadinya berat bayi lahir rendah yang merupakan salah satu faktor penyebab kematian pada bayi. Faktor-faktor penyebab kematian bayi adalah asfiksia neonatorum (49 – 60 %), infeksi (24 – 34 %), berat bayi lahir rendah (15 – 20 %), trauma persalinan (2 – 7 %), cacat bawaan (1 – 3 %). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara preeklampsia dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2009.
Penelitian ini menggunakan metode analisis retrospektif dengan melihat data yang ada di rekam medis dan menggunakan Uji Crosstabs Chi Square sebagai uji statistik dalam pengolahan data. Sebagai subjek penelitian adalah ibu-ibu yang telah melahirkan di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2009 sebanyak 98 orang.
Dari penelitian ini didapatkan ibu yang melahirkan dengan preeklampsia sebanyak 26 orang (26,5 %) dan tidak preeklampsia sebanyak 72 orang (76,5 %). Berdasarkan hasil uji analisis statistik menggunakan uji chi square didapat nilai p
value <0,001. Nilai p value yang didapat lebih kecil dibadingkan dengan nilai α
(0,05) yang berarti hipotesis nol ditolak.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara preeklampsia dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009. Oleh karena itu, sebaiknya baik ibu hamil, instansi/pelayanan kesehatan serta pemerintah sangat memperhatikan kesehatan pada ibu hamil terutama dengan preeklampsia agar dapat menurunkan komplikasi preeklampsia.
ABSTRACT
Preeclampsia is defined as a hypertension during pregnancy (without another factor of hypertension) which is combined with oedem or proteinuria or both of them. The incident of preeclampsia is about 7 – 10 % of pregnancies. It is the second mother death’s causes in Indonesia. Preeclampsia makes the disturbances of the blood flow to the uteroplacenta and can cause the low birth weight which is one of the cause for neonatal’s death. The cause factors that can make neonatal’s death is neonatorum asphyxia (49 – 60 %), infection (24 – 34 %), low birth weight (15 – 20 %), delivery trauma (2 – 7 %) and congenital (1 – 3 %). The study was conducted to investigate the relation between preeclampsia and low birth weight in RSUP H. Adam Malik year 2009.
The study used an analytic retrospective method by seeing the medical record and used the Chi Square Cross Tabs Test as the statistic test to analyze data. The subjects were 98 pregnant women who had born their babies in RSUP H. Adam Malik Medan year 2009.
The results of this study showed 26 pregnant women (26,5 %) with preeclampsia and 72 pregnant women (76,5 %) without preeclampsia. The result of analyzed statistic test using chi square test was p value is <0,001. The p value of the analyzed data is fewer than α (0,05) which means the null hypothesis was rejected.
From the study, we can conclude that there is relationship between preeclampsia and low birth weight in RSUP H. Adam Malik year 2009. Because of that, it is better for pregnant woman, health provider, and government to give more attention for the pregnant woman’s health especially with preeclampsia which can decrease the complication of preeclampsia.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.1. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) memperkirakan 585.000 perempuan
meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan, proses kelahiran dan aborsi
yang tidak aman. Di Indonesia, angka kematian maternal per 100.000 kelahiran
hidup adalah 390 pada tahun 1992 dan 307 pada tahun 2002 (WHO, 2009).
Menurut data-data rumah sakit pendidikan di sebagian wilayah Indonesia, angka
kematian maternal berkisar antara 51,6 sampai 206,3 per 10.000 persalinan.
Angka kematian maternal di RS Pirngadi Medan per 10.000 persalinan adalah
140,2 (1965-1969), 102 (1970-1974) dan 92,3 (1975-1979) (Mochtar, 1998).
Sepsis, perdarahan dan preeklampsia-eklampsia masih menjadi tiga
penyebab utama kematian ibu hamil dan morbiditas obstetri (Benson, 1982).
Menurut WHO (2004) secara keseluruhan, preeklampsia dan eklampsia sangat
bertanggung jawab terhadap kurang lebih 14 % kematian maternal per tahun yaitu
sekitar 50.000-75.000 kematian. Preeklampsia merupakan penyakit yang bisa
mengakibatkan 17,6 % kematian maternal di Amerika Serikat (Lim, 2009). Tahun
2005 Angka Kematian Maternal (AKM) di Rumah Sakit seluruh Indonesia akibat
preeklampsia dan eklampsia sebesar 4,91 % (8.397 dari 170.725) (Desi Risthiana
Wati, 2009).
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang terjadi selama
kehamilan (tidak terdapatnya faktor-faktor penyebab hipertensi lainnya) yang
dikombinasikan dengan edema menyeluruh (termasuk wajah, leher dan
ekstrimitas atas) atau proteinuria atau keduanya (Benson, 1982). Preeklampsia
terjadi sekitar 8 % dari seluruh populasi, insiden bervariasi sesuai dengan lokasi
geografis (Pernol, 1987). Di negara berkembang, insiden preeklampsia dilaporkan
hingga 4 – 18 % (Lim, 2009). Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Dr
Pirngadi, Medan pada tanggal 1 Maret 2001-31 Januari 2002 didapatkan lebih dari
Sudhaberata (2000) dalam Istichomah (2004) preeklampsia juga dapat
menyebabkan resiko persalinan prematur 2,67 kali lebih besar, persalinan buatan
4,39 kali lebih banyak dan mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk
mendapatkan bayi dengan berat bayi lahir rendah.
Preeklampsia bisa menyebabkan kelahiran awal dan komplikasi fetus
termasuk bayi prematur. Preeklampsia sangat bertanggung jawab terhadap 15 %
kelahiran prematur di Amerika Serikat (Penoll, 1982). Melalui penelitian oleh
Meis, dkk pada tahun 1995 – 1998 dalam menganalisis kelahiran sebelum usia
gestasi 37 minggu yang dilakukan di NICHD maternal-fetal medicine Units
Network, kelahiran prematur yang diindikasikan 43%-nya disebabkan oleh
preeklampsia (Cunningham, 2005). WHO pada tahun 1961 mengganti istilah bayi
prematur dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) karena disadari tidak semua bayi
dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi prematur
(Mochtar, 1998). Berat bayi lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir selamat
dengan berat 2500 gram atau lebih kecil pada saat lahir (Pernoll, 1982). Frekuensi
berat bayi lahir rendah di negara maju berkisar antara 3,6 - 10,8 % dan di negara
berkembang berkisar antara 10 – 43 %. Rasio antara negara maju dan negara
berkembang adalah 1: 4 (Mochtar, 1998).
Berat bayi lahir rendah dan kelahiran prematur merupakan kontributor utama
dalam kematian bayi. Berat bayi lahir rendah dan kelahiran prematur semakin
meningkat selama dua dekade kecuali perawatan neonatal yang sangat baik,
kelahiran ini akan berlanjut menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas
pada bayi (Fried, 2008).
Berdasarkan data statistik yang telah diuraikan sebelumnya, banyak sekali
pengaruh preeklampsia terhadap kehidupan ibu dan bayi. Salah satu komplikasi
pada preeklampsia adalah berat bayi lahir rendah pada bayi yang dilahirkan. Oleh
karena itu, peneliti ingin meneliti hubungan antara preeklampsia dengan berat
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
Apakah terdapat hubungan antara ibu hamil yang menderita preeklampsia
dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSUP H. Adam Malik Medan ?
Adapun hipotesis nol pada penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan
antara preeklampsia dengan terjadinya bayi lahir dengan berat bayi lahir rendah.
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kasus preeklampsia
dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui angka kejadian kasus preeklampsia pada ibu hamil
di RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui angka kejadian kasus berat bayi lahir rendah di
RSUP H. Adam Malik Medan.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk keperluan
manajemen kesehatan masyarakat, misalnya pentingnya diadakan
penyuluhan bahwa antenatal care perlu dilakukan secara teratur,
sehingga dapat mendeteksi sedini mungkin kejadian preeklampsia
yang akhirnya bisa menurunkan kemungkinan terjadinya berat bayi
lahir rendah dan komplikasi yang lain.
2. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk bagian pediatri
RSUP H. Adam Malik Medan agar bisa mempertahankan dan
meningkatkan kualitas kemampuan dan keterampilan petugas
kesehatan serta sarana dan prasarana rumah sakit untuk menangani
bayi dengan berat bayi lahir rendah yang dilahirkan oleh pasien
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan yang dapat
digunakan dalam menangani pasien preeklampsia.
4. Hasil penelitian ini semoga bisa menjadi masukan untuk penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Preeklampsia
2.1.1. Definisi
Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel (Cunningham, 2005).
Penyakit ini merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul akibat kehamilan yang biasanya terjadi pada triwulan
ketiga kehamilan tetapi dapat timbul juga sebelum triwulan ketiga seperti pada
pasien mola hidatidosa (Wiknjosastro, 2006).
2.1.2. Epidemiologi
Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2 – 6 % dari ibu
hamil nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar
antara 4 – 18 %. Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75 % dan preeklampsia
berat terjadi 25 %. Dari seluruh kejadian preeklampsia, sekitar 10 % kehamilan
umurnya kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia meningkat pada wanita
dengan riwayat preeklampsia, kehamilan ganda, hipertensi kronis dan penyakit
ginjal (Lim, 2009). Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia muda lebih
sering menderita preeklampsia dibandingkan dengan multigravida (Wiknjosastro,
2006). Faktor predisposisi lainnya adalah ras hitam, usia ibu hamil dibawah 25
tahun atau diatas 35 tahun, mola hidatidosa, polihidramnion dan diabetes (Pernoll,
1987).
2.1.3. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini
dari penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.
Teori yang dapat diterima harus dapat menjelaskan tentang mengapa preeklampsia
meningkat prevalensinya pada primigravida, hidramnion, kehamilan ganda dan
mola hidatidosa. Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab
bertambahnya frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan,
penyebab terjadinya perbaikan keadaan penderita setelah janin mati dalam
kandungan, penyebab jarang timbul kembali preeklampsia pada kehamilan
berikutnya dan penyebab timbulnya gejala-gejala seperti hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma (Wiknjosastro, 2006).
2.1.4. Patogenesis
Preeklampsia telah dijelaskan oleh Chelsey sebagai “disease of theories”
karena penyebabnya tidak diketahui. Banyak teori yang menjelaskan patogenesis
dari preeklampsia, diantaranya adalah (1) fenomena penyangkalan yaitu tidak
adekuatnya produksi dari blok antibodi, (2) perfusi plasenta yang tidak adekuat
menyebabkan keadaan bahaya bagi janin dan ibu, (3) perubahan reaktivitas
vaskuler, (4) ketidakseimbangan antara prostasiklin dan tromboksan, (5)
penurunan laju filtrasi glomerulus dengan retensi garam dan air, (6) penurunan
volume intravaskular, (7) peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat, (8)
penyebaran koagulasi intravaskular (Disseminated Intravascular Coagulation,
DIC), (9) peregangan otot uterus (iskemia), (10) faktor-faktor makanan dan (11)
faktor genetik. Dari teori-teori yang telah dijelaskan sebelumnya, belum ada
satupun yang dapat membuktikan proses patogenesis preeklampsia yang
sebenarnya (Pernoll, 1987).
2.1.5. Perubahan Fisiologi Patologik
2.1.5.1. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak
penguat endotel akan terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah
merah keluar ke ruang ekstravaskular. Hal ini akan menimbulkan perdarahan
petekie atau perdarahan intrakranial yang sangat banyak (Pernoll, 1987).
Dalam Sarwono, McCall melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah
dalam otak pada pasien hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi pada
eklampsia. Pada pasien preeklampsia, aliran darah ke otak dan penggunaan
oksigen otak masih dalam batas normal. Pemakaian oksigen pada otak menurun
pada pasien eklampsia (Wiknjosastro, 2006).
2.1.5.2. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau
menyeluruh pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat.
Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang
berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan.
Pada preeklampsia jarang terjadi ablasio retina yang disebabkan edema
intraokuler dan merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan. Ablasio retina ini
biasanya disertai kehilangan penglihatan (Wiknjosastro, 2006).
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan
gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam
retina (Wiknjosastro, 2006).
Selama periode 14
tahun, ditemukan 15 wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsia yang
mengalami kebutaan yang dikemukakan oleh Cunningham (1995) dalam
Cunningham (2005).
2.1.5.3. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan
eklampsia dan merupakan penyebab utama kematian (Wiknjosastro, 2006).
terjadi setelah melahirkan. Pada beberapa kasus terjadi berhubungan dengan
terjadinya peningkatan cairan yang sangat banyak. Hal ini juga dapat
berhubungan dengan penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria,
penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan
albumin yang dihasilkan oleh hati (Pernoll, 1987).
2.1.5.4. Hati
Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan
integritas hepar, termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan
peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan
fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal
dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk (1994), dengan
menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi
arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar
kemungkinan besar penyebab terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum.
Perdarahan pada lesi ini dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di
bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular (Cunningham, 2005).
2.1.5.5. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus
meningkat cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan
filtrasi glomerulus menurun (Cunningham, 2005). Lesi karakteristik dari
preeklampsia, glomeruloendoteliosis, adalah pembengkakan dari kapiler endotel
glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal (Pernoll,
1987).
Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan
sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat, terutama pada wanita
volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada
beberapa kasus preeklampsia berat, keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin
plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau
berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan
intrinsik ginjal yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang dikemukakan oleh
Pritchard (1984) dalam Cunningham (2005).Filtrasi yang menurun hingga 50%
dari normal dapat menyebabkan diuresis turun, bahkan pada keadaan yang berat
dapat menyebabkan oligouria ataupun anuria (Wiknjosastro, 2006). Lee (1987)
dalam Cunningham (2005) melaporkan tekanan pengisian ventrikel normal pada
tujuh wanita dengan preeklampsia berat yang mengalami oligouria dan
menyimpulkan bahwa hal ini konsisten dengan vasospasme intrarenal.
Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan
retensi garam dan air (Wiknjosastro, 2006). Taufield (1987) dalam Cunningham
(2005) melaporkan bahwa preeklampsia berkaitan dengan penurunan ekskresi
kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Pada kehamilan
normal, tingkat reabsorpsi meningkat sesuai dengan peningkatan filtrasi dari
glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal
mengakibatkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan
retensi garam dan juga retensi air (Wiknjosastro, 2006).
Untuk mendiagnosis preeklampsia atau eklampsia harus terdapat
proteinuria. Namun, karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita
mungkin sudah melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Meyer (1994)
menekankan bahwa yang diukur adalah ekskresi urin 24 jam. Mereka
mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau lebih dengan dipstick memperkirakan
minimal terdapat 300 mg protein per 24 jam pada 92 % kasus. Sebaliknya,
proteinuria yang samar (trace) atau negatif memiliki nilai prediktif negatif hanya
34 % pada wanita hipertensif. Kadar dipstick urin +3 atau +4 hanya bersifat
prediktif positif untuk preeklampsia berat pada 36 % kasus (Cunningham, 2005).
Seperti pada glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas
protein albumin juga disertai protein-protein lainnya seperti hemoglobin, globulin
dan transferin. Biasanya molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh
glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam urin mengisyaratkan terjadinya
proses glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang biasa difiltrasi
kemudian direabsorpsi juga terdeksi di dalam urin (Cunningham, 2005).
2.1.5.6. Darah
Kebanyakan pasien dengan preeklampsia memiliki pembekuan darah yang
normal (Pernoll, 1987). Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi
intravaskular dan destruksi eritrosit (lebih jarang) sering dijumpai pada
preeklampsia menurut Baker (1999) dalam Cunningham (2005). Trombositopenia
merupakan kelainan yang sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari
150.000/µl yang ditemukan pada 15 - 20% pasien. Level fibrinogen meningkat sangat aktual pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan
tekanan darah normal. Level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia
biasanya berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental
abruption) (Pernoll, 1987).
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan
terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak
jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi
peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke
normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa
menetap selama seminggu (Pernoll, 1987).
2.1.5.7. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron
meningkat. Pada preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke
sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang sehingga proses
penghasilan aldosteron pun terhambat dan menurunkan kadar aldosteron dalam
darah (Cunningham, 2005).
Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga meningkat kadar peptida
natriuretik atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat menyebabkan
meningkatnya curah jantung dan menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada
normotensif maupun preeklamptik. Hal ini menjelaskan temuan turunnya
resistensi vaskular perifer setelah ekspansi volume pada pasien preeklampsia
(Cunningham, 2005).
Pada pasien preeklampsia terjadi hemokonsentrasi yang masih belum
diketahui penyebabnya. Pasien ini mengalami pergeseran cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti dengan kenaikan
hematokrit, peningkatan protein serum, edema yang dapat menyebabkan
berkurangnya volume plasma, viskositas darah meningkat dan waktu peredaran
darah tepi meningkat. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah ke jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia.
Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih
banyak dibandingkan pada ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan air dan garam dengan sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya
penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan kembali oleh tubulus ginjal
tidak mengalami perubahan (Wiknjosastro, 2006).
2.1.5.8. Plasenta dan Uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta. Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada
hipertensi yang singkat dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat
kurangnya oksigenisasi untuk janin.
Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan
sering terjadi pada preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus
Pada pasien preeklampsia terjadi dua masalah, yaitu arteri spiralis di
miometrium gagal untuk tidak dapat mempertahankan struktur
muskuloelastisitasnya dan atheroma akut berkembang pada segmen miometrium
dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis arteriopati pada ujung-ujung
plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi malignan. Atheroma akut juga
dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari lumen vaskular. Lesi ini dapat
menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh darah yang bertanggung jawab
terhadap terjadinya infark plasenta (Pernoll, 1987).
2.1.6. Klasifikasi
Menurut The National High Blood Pressure Education Program
(NHBPEP) Working Group, penyakit hipertensi pada kehamilan dibagi menjadi
empat grup yaitu (Lim, 2009) :
2.1.6.1. Hipertensi dalam kehamilan (Gestational hipertensi)
Gejala yang timbul adalah peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau
lebih pada awal kehamilan, tidak terdapat proteinuria, tekanan darah kembali
normal kurang dari 12 minggu setelah kelahiran dan diagnosis bisa ditegakkan
jika setelah pasien melahirkan.
2.1.6.2. Hipertensi Kronis
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang terjadi sebelum kehamilan
atau sebelum usia kehamilan 20 minggu dan bukan merupakan penyebab dari
penyakit tropoblastik kehamilan. Hipertensi yang terdiagnosa setelah usia
kehamilan 20 minggu dan menetap selama lebih dari 12 minggu setelah
2.1.6.3. Preeklampsia atau Eklampsia
Pasien dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah usia
kehamilan 20 minggu dengan sebelumnya memiliki tekanan darah normal dan
disertai proteinuria (≥ 0,3 gram protein dalam spesimen urin 24 jam). Eklampsia
dapat didefinisikan sebagai kejang yang bukan merupakan dikarenakan penyebab
apapun pada wanita dengan preeklampsia.
2.1.6.4. Superimposed Preeklampsia (dalam Hipertensi Kronis)
Proteinuria dengan onset yang cepat (>300 mg dalam urin 24 jam) dengan
wanita hamil dengan hipertensi tetapi tidak terjadi proteinuria sebelum usia
kehamilan 20 minggu. Peningkatan tekanan darah atau proteinuria atau penurunan
jumlah platelet hingga dibawah 100.000 secara tiba-tiba pada wanita dengan
hipertensi atau proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat. Preeklampsia ringan didefinisikan dengan terdapatnya
hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) yang terjadi dua kali dalam rentang
waktu paling sedikit 6 jam. Proteinuria adalah terdapatnya protein 1+ atau lebih
dipstick atau paling sedikit 300 mg protein dalam urin 24 jam. Edema dan
hiperrefleksia sekarang bukan merupakan pertimbangan utama dalam kriteria
diagnosis preeklampsia ringan.
Kriteria diagnosa preeklampsia berat adalah apabila terdapat gejala dan
tanda sebagai berikut (Wiknjosastro, 2006) :
- Sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg yang terjadi dua kali
dalam waktu paling sedikit 6 jam
- Proteinuria lebih dari 5 gram dalam urin 24 jam
- Edema pulmonal
- Oligouria (<400 ml dalam 24 jam)
- Sakit kepala yang menetap
- Nyeri epigastrium dan atau kerusakan fungsi hati
- Keterbatasan perkembangan intrauterus
- Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus
- Skotoma dan gangguan visus lain
- Perdarahan retina
- Koma (Wiknjosastro, H., 2006)
2.1.7. Gejala Klinis
2.1.7.1. Edema
Pada kehamilan normal dapat ditemukan edema yang bebas, tetapi jika
terdapat edema yang tidak bebas, terdapat di tangan dan wajah yang meningkat
pada pagi hari dapat dipikirkan merupakan edema yang patologis. Peningkatan
berat badan yang sangat banyak atau secara tiba-tiba dapat meningkatkan
kemungkinan preeklampsia. Preeklampsia dapat juga terjadi tanpa adanya edema
(Pernoll, 1987).
2.1.7.2. Hipertensi
Hipertensi merupakan kiteria paling penting dalam diagnosa penyakit
preeklampsia. Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida
dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg selama
trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik
sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan sesuatu yang buruk. Oleh karena itu,
pada pasien preeklampsia merupakan hipertensi relatif jika tekanan darahnya
120/80 mmHg. Tekanan darah sangat labil. Tekanan darah pasien preeklampsia
ataupun hipertensi kronis biasanya menurun pada saat pasien tidur, tetapi pada
pasien preeklampsia berat tekanan darah akan tetap tinggi walaupun dalam
keadaan tidur (Pernoll, 1987).
2.1.7.3. Proteinuria
Proteinuria merupakan gejala yang paling terakhir timbul (Pernoll, 1987).
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam
urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan 1+ atau 2+ atau 1 gr/liter atau
lebih dalam urin yang dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal
dua kali dengan jarak waktu 6 jam (Wiknjosastro, 2006).
2.1.7.4. Penemuan Laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat hemokonsentrasi.
Trombositopenia biasanya terjadi. Penurunan produksi benang fibrin dan faktor
koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl. Kreatinin
serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat. Alkalin
fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa sedikit
meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada pasien
preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis dapat ditemukan
proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast (Pernoll, 1987).
2.1.8. Penatalaksanaan Preeklampsia
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin
dengan trauma sekecil-kecilnya (Wiknjosastro, 2006).
2.1.8.1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada
bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan
volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan
kejadian edema. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan
penanganan konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan
walaupun janin masih prematur (Wiknjosastro, 2006).
2.1.8.2. Preeklampsia Berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat
untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12 – 24 jam bahaya akut
sudah diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan
kehamilan.
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang dapat diberikan
larutan sulfas magnesikus 40 % sebanyak 10 ml disuntikan intramuskular pada
bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan. Pemberian dapat diulang dengan
dosis yang sama dalam rentang waktu 6 jam menurut keadaan pasien. Tambahan
sulfas magnesikus hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik, refleks patella
positif dan frekuensi pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek
menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain
sulfas magnesikus, pasien dengan preeklampsia dapat juga diberikan klorpromazin dengan dosis 50 mg secara intramuskular ataupun diazepam 20 mg
secara intramuskular (Wiknjosastro, 2006).
2.1.9. Komplikasi Preeklampsia
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada
neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta
baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada
saat kelahiran maupun sesudah kelahiran (Pernoll, 1987). Komplikasi yang sering
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang
menderita hipertensi akut. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5 %
solusio plasenta terjadi pada pasien preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan
23% hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan
gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan
pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah
merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita
eklampsia dapat menerangkan mekanisme ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung
selama seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina,
hal ini merupakan tanda gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.
6. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien preeklampsia-eklampsia
diakibatkan vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat
diketahui dengan pemeriksaan faal hati.
7. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet.
8. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa
pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
9. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.
10. Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh
akibat kejang, pneumonia aspirasi dan DIC.
2.1.10. Pencegahan Preeklampsia
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan
tanda-tanda dini preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan preeklampsia
preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan
yang baik pada ibu hamil.
Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat
yang berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal
ini yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak
duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam
dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat dianjurkan.
Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa
memberikan diuretika dan obat antihipertensi merupakan manfaat dari
pencegahan melalui pemeriksaan antenatal yang baik (Wiknjosastro, 2006).
2.2. Berat Bayi Lahir Rendah
2.2.1. Definisi
Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam pertama
setelah lahir (Kosim, 2008). WHO pada tahun 1961 mengganti istilah bayi
prematur dengan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), karena disadari tidak
semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bukan
bayi prematur (Mochtar, 1998). BBLR merupakan penyebab utama dalam
mortalitas, morbiditas dan kecacatan pada neonatus, balita dan anak-anak serta
memiliki efek yang sangat panjang dalam kesehatan dewasa nantinya. BBLR
adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa gestasi (Kosim, 2008).
2.2.1.1. Prematuritas Murni
Prematuritas murni adalah bayi lahir dengan kehamilan kurang dari 37
minggu dengan berat badan yang sesuai.
2.2.1.2. Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
KMK adalah bayi yang lahir dengan berat yang rendah dari seharusnya
2.2.1.3. Retardasi Pertumbuhan Janin Intrauterin
Retardasi pertumbuhan janin intrauterin adalah bayi yang lahir dengan
berat badan rendah dan tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
2.2.1.4. Dismaturitas
Dismaturitas adalah suatu sindroma klinik dimana terjadi
ketidakseimbangan antara pertumbuhan janin dengan lanjutnya kehamilan atau
bayi-bayi yang lahir dengan berat badan tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
Dismaturitas juga bisa didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan gejala
intrauterine malnutrition atau wasting.
2.2.1.5. Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
BMK adalah bayi yang dilahirkan lebih besar dari seharusnya tua
kehamilan, misalnya pada diabetes mellitus (Mochtar, R., 1998).
2.2.2. Epidemiologi
Frekuensi BBLR di negara maju berkisar antara 3,6 - 10,8 %. Di negara
berkembang BBLR terjadi berkisar antara 10 – 43 %. Rasio antara negara maju
dan negara berkembang adalah 1:4 (Mochtar, 1998). Frekuensi BBLR di RSCM
Jakarta berkisar antara 22 – 24 % dari semua bayi yang dilahirkan pada satu
tahun (Hassan, 2007).
2.2.3. Etiologi
Penyebab terjadinya BBLR sering sekali tidak diketahui ataupun jika
diketahui faktor penyebabnya tidaklah berdiri sendiri (Mochtar, 1998).
2.2.3.1. Faktor Genetik
Genetik atau kromosom, interaksi genetik dengan lingkungan, ukuran
tubuh orangtua dan jenis kelamin.
2.2.3.2. Faktor Nutrisi
Malnutrisi ibu selama kehamilan atau malnutrisi ibu sewaktu remaja
(sebelum hamil).
2.2.3.3. Faktor Karaktersitik Ibu
Kapasitas uterus, kehamilan ganda, status paritas, rentang waktu
kehamilan pertama dan kedua yang sedikit dan usia muda dibawah 20 tahun.
2.2.3.4. Faktor Penyakit
Infeksi pada ibu hamil seperti malaria, rubella dan sifilis, nefritis akut,
diabetes mellitus ataupun tindakan operatif yang merupakan etiologi prematuritas.
2.2.3.5. Faktor Komplikasi Penyakit Kehamilan
Preeklampsia, eklampsia, plasenta previa, hidramnion, perdarahan
antepartum, trauma fisis dan psikologis.
2.2.3.6. Gaya Hidup Ibu
Merokok, peminum alkohol, bekerja berat saat hamil dan sosial ekonomi
yang rendah.
2.2.3.7. Lingkungan
Bahan toksik, radiasi, polusi dan atau obat-obatan.
2.2.4. Klasifikasi dan Karakteristik Klinis
2.2.4.1. Prematuritas
Berat badan bayi kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama
Masa gestasi kurang dari 37 minggu. Tampak luar sangat bergantung pada
maturitas atau lamanya gestasi. Kepala relatif lebih besar daripada badannya,
kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan imatur. Desensus
testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup oleh labia mayora. Pembuluh darah kulit banyak terlihat dan peristaltis usus dapat
terlihat. Rambut biasanya tipis, halus dan teranyam sehingga sulit terlihat satu
persatu. Tulang rawan dalam daun telinga belum cukup, sehingga elastisitas daun
telinga masih kurang. Jaringan mamae belum sempurna dan puting susu belum
terbentuk dengan baik. Bayi kecil, posisinya masih posisi fetal yaitu posisi
dekubitus lateral, pergerakannya kurang dan masih lemah. Bayi lebih banyak tidur
daripada bangun. Tangisnya lemah, pernafasan belum teratur dan sering terdapat
apnu. Otot masih hipotonik sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua tungkai
abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap ke satu
jurusan. Tonic neck reflex biasanya lemah, refleks moro dapat positif. Refleks
mengisap dan menelan belum sempurna, demikian juga refleks batuk. Bayi yang
kelaparan biasanya menangis, gelisah dan aktifitas bertambah. Bila dalam waktu 3
hari tanda kelaparan ini tidak terdapat, kemungkinan besar bayi menderita infeksi
atau perdarahan intrakranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak yang
menjadi lebih nyata dalam 24 – 48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta
terdapat pitting edema. Edema ini dapat berubah sesuai dengan perubahan posisi.
Edema ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes
mellitus dan toksemia gravidarum. Frekuensi pernafasan bervariasi sangat luas
terutama pada hari-hari pertama. Walaupun demikian bila frekuensi pernafasan
terus meningkat atau selalu diatas 60 kali/menit, harus waspada akan
kemungkinan terjadinya membran hialin (sindrom gangguan pernafasan idiopatik)
atau gangguan pernafasan karena sebab lain. Dalam hal ini penting sekali
melakukan pemeriksaan radiologi toraks.
2.2.4.2. Dismaturitas
Dismaturitas dapat terjadi preterm, term atau post term. Pada preterm akan
dismaturitas. Karakteristik fisik bayi dismaturitas sama dengan bayi prematur dan
ditambah dengan retardasi-pertumbuhan dan wasting. Pada bayi dismaturitas yang
term dan post term dengan gejala yang menonjol ialah wasting.
Menurut Greunwald (1997) dalam Hassan (2007) mengatakan bahwa tidak
semua kekurangan makanan pada janin diakibatkan oleh insufisiensi plasenta.
Gejala insufisiensi plasenta timbulnya bergantung pada berat dan lamanya bayi
menderita defisit. Defisit yang menyebabkan retardasi pertumbuhan biasanya
berlangsung kronis. Retardasi pertumbuhan yang kronis dapat menyebabkan fetal
distress (Hassan, 2007).
Fetal distress dibagi menjadi tiga golongan, yaitu (Hassan, 2007) :
1. Fetal distress akut yaitu defisit atau fetal deprivation yang hanya
mengakibatkan perinatal distress tetapi tidak mengakibatkan retardasi
pertumbuhan dan wasting.
2. Fetal distress subakut yaitu bila fetal deprivation tersebut menunjukan
tanda wasting tetapi tidak terdapat retardasi pertumbuhan.
3. Fetal distress kronis yaitu bila bayi jelas menunjukan retardasi
pertumbuhan (Hassan, Rusepno dan Alatas, H., 2007).
2.2.5. Diagnosis BBLR
2.2.5.1. Sebelum Bayi Lahir
a. Pada anamnesis sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus
prematurus atau lahir mati.
(Mochtar, 1998)
b. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan.
c. Pergerakan janin yang pertama (quickening) terjadi lebih lambat,
gerakan janin lebih lambat walaupun usia kehamilan sudah lanjut.
d. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut usia
kehamilan.
e. Sering dijumpai pada kehamilan oligohidramnion atau hidramnion,
2.2.5.2. Setelah Bayi Lahir
a. Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin tampak secara klasik
seperti bayi kelaparan. Tanda-tanda bayi ini adalah tengkorak kepala
keras, gerakan bayi terbatas, verniks kaseosa sedikit atau tidak ada,
kulit tipis, kering, berlipat-lipat dan mudah diangkat. Abdomen cekung
atau rata, jaringan lemak bawah kulit sedikit, tali pusat tipis, lembek
dan berwarna kehijauan.
(Mochtar, 1998)
b. Bayi prematur yang lahir dengan usia gestasti kurang dari 37 minggu,
verniks kaseosa ada, jaringan lemak bawah kulit sedikit, tulang
tengkorak lunak mudah bergerak, muka seperti boneka (doll-like),
abdomen buncit, tali pusat tebal dan segar, menangis lemah, tonus otot
hipotoni serta kulit tipis, merah dan transparan.
c. Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam
tubuhnya, oleh karena itu sangat peka terhadap gangguan pernafasan,
infeksi, trauma kelahiran, hipotermi dan sebagainya. Pada bayi KMK,
organ tubuh lebih berkembang dibandingkan dengan bayi prematuritas
kurang bulan, oleh karena itu bayi KMK lebih mudah hidup di luar
rahim.
2.2.6. Masalah pada Bayi Prematur atau Bayi dengan BBLR
2.2.6.1. Ketidakstabilan suhu karena bayi dengan BBLR sulit untuk
mempertahankan suhu tubuh akibat peningkatan hilangnya panas,
kurangnya lemak subkutan, rasio luas permukaan terhadap berat badan
yang besar dan produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang
tidak memadai dan ketidakmampuan untuk menggigil.
2.2.6.2. Kesulitan pernafasan akibat defisiensi surfaktan paru yang mengarah
kepada penyakit membran hialin, resiko aspirasi akibat belum
thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang lemah
dan pernafasan periodik dan apnea.
2.2.6.3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi yaitu refleks isap dan telan yang
buruk terutama sebelum 34 minggu, motilitas usus yang menurun,
pengosongan lambung tertunda, pencernaan dan absorpsi vitamin yang
larut lemak berkurang, defisiensi enzim laktase, menurunnya cadangan
kalsium, fosfor, protein dan zat besi dalam tubuh dan meningkatnya
resiko enterokolitis nekrotikans.
2.2.6.4. Imaturitas hati yang menyebabkan konjugasi dan ekskresi bilirubin
terganggu serta defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada
vitamin K.
2.2.6.5. Imaturitas ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mengekskresi solute load besar, akumulasi asam organik dengan
asidosis metabolik dan ketidakseimbangan elektrolit seperti
hiponatremia atau hipernatremia, hiperkalemia dan glikosuria ginjal.
2.2.6.6. Imaturitas imunologis sehingga meningkatkan resiko yang tinggi dalam
terjadinya infeksi akibat tidak banyaknya transfer IgG maternal melalui
plasenta selama trimester ketiga, fagositosis yang terganggu dan
penurunan faktor komplemen.
2.2.6.7. Kelainan neurologis berupa refleks isap dan telan yang imatur, apnea
dan bradikardi yang berulang, perdarahan intraventrikel dan
2.2.6.8. Kelainan kardiovaskular yaitu patent ductus arteriosus (PDA) yang
sering dijumpai pada bayi kurang bulan serta hipotensi atau hipertensi.
2.2.6.9. Kelainan hematologis berupa anemia, hiperbilirubinemia, disseminated
intravascular coagulation (DIC) ataupun hemorrhage disease of the newborn (HDN).
2.2.6.10. Kelainan metabolisme yang dapat menyebabkan hipokalsemia,
hipoglikemia atau hiperglikemia (Kosim, 2008).
2.2.7. Perawatan BBLR
Yang perlu dilakukan adalah pengaturan suhu lingkungan, pemberian
makanan dan siap sedia dengan tabung oksigen. Pada bayi prematur semakin
pendek masa kehamilan, makin sulit dan banyak persoalan yang akan dihadapi
serta semakin tinggi angka kematian perinatal. Biasanya kematian disebabkan
oleh gangguan pernafasan, infeksi, cacat bawaan dan trauma pada otak.
Pengaturan suhu lingkungan adalah hal pertama yang dilakukan. Bayi
dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu yang diatur, jika berat bayi kurang
dari 2 kg menggunakan suhu 350C, tetapi jika berat badan 2 - 2,5 kg
menggunakan suhu 340C. Suhu inkubator diturunkan 10C hingga bayi dapat
ditempatkan pada suhu lingkungan sekitar 24 - 270
Pada umumnya bayi prematur belum sempurna dalam refleks mengisap
dan batuknya, kapasitas lambung masih kecil dan daya enzim pencernaan
terutama lipase masih kurang. Makanan diberikan dengan cara menggunakan
pipet sedikit-sedikit namun lebih sering. Yang penting diperhatikan adalah
2.2.8. Prognosis BBLR
Kematian perinatal pada BBLR 8 kali lebih besar dibandingkan bayi
normal pada umur kehamilan yang sama. Semakin rendah berat bayi lahir maka
semakin buruk prognosisnya. Angka kematian yang tinggi sering dijumpai akibat
terdapatnya komplikasi neonatus seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan
intrakranial dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat, terkadang dijumpai
kerusakan pada saraf dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah dan
gangguan lainnya (Mochtar, 1998).
2.3. Hubungan Preeklampsia dengan BBLR
Preeklampsia merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya BBLR.
Preeklampsia menyebabkan terjadinya retardasi pertumbuhan janin bahkan
kematian janin. Hal ini dikarenakan preeklampsia dapat menyebabkan insufisiensi
plasenta dan hipoksia yang berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan
janin (Behrman, 2000).
Jika preeklampsia terjadi pada akhir trimester kehamilan, pertumbuhan
jantung, otak dan tulang rangka tampak paling sedikit terpengaruh, sedangkan
ukuran hati, limpa dan timus sangat berkurang. Keadaan klinis seperti ini
merupakan gangguan pertumbuhan asimetri dan paling sering terjadi pada ibu
hamil yang menderita preeklampsia karena preeklampsia paling sering terjadi
pada trimester akhir kehamilan. Namun jika retardasi pertumbuhan janin telah
terjadi sejak awal kehamilan, pertumbuhan otak dan tulang rangka pun terganggu.
Hal ini merupakan gangguan pertumbuhan simetri dan seringkali berkaitan
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka
kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Variabel Independen Variabel Dependen
3.2. Definisi Operasional
Preeklampsia adalah terdapatnya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90
mmHg) yang terjadi dua kali dalam rentang waktu paling sedikit 6 jam dan
proteinuria (terdapatnya protein 1+ atau lebih dipstick atau paling sedikit 300 mg
protein dalam urin 24 jam) pada ibu hamil. Sampel yang diambil adalah yang
telah didiagnosa preeklampsia dalam rekam medis.
Berat bayi lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis ibu
3.3. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
3.3.1 Hipotesis nol ialah tidak terdapat hubungan antara preeklampsia dengan
terjadinya bayi lahir dengan berat bayi lahir rendah.
3.3.2 Hipotesis alternatif ialah terdapat hubungan antara preeklampsia dengan
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik dengan metode
pengambilan data secara potong lintang retrospektif untuk melihat hubungan
preeklampsia pada ibu hamil dengan terjadinya bayi lahir dengan berat bayi lahir
rendah (BBLR).
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Juni -
September 2010. Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan karena
rumah sakit ini merupakan pusat rujukan sehingga banyak kasus yang dapat
diperhitungkan dan dapat mewakilkan kasus preeklampsia yang melahirkan
BBLR di daerah Sumatera Utara dan sekitarnya.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang melahirkan di RSUP
H. Adam Malik pada tahun 2009.
4.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah ibu hamil yang melahirkan di RSUP H.
Adam Malik Medan pada tahun 2009. Pengambilan sampel pada penelitian ini
4.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder yang
diambil dari rekam medis departemen Obstetri dan Ginekologi di RSUP H. Adam
Malik Medan. Cara pengambilan data dengan menggunakan rekam medis ibu
hamil yang melahirkan di RSUP H. Adam Malik Medan dan mencatat nomor
rekam medis, umur, status paritas, pekerjaan, riwayat preeklampsia dan berat bayi
yang dilahirkan. Setelah itu, seluruh data dimasukkan ke dalam program SPSS
dan di uji hipotesa untuk mengetahui apakah hipotesa nol ditolak atau tidak.
Seluruh pencatatan akan dimasukan ke dalam tabel distribusi frekuensi.
4.5. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dengan bantuan Statistical Package for Social
Sciences (SPSS). Uji hipotesa untuk mengetahui apakah terdapat hubungan atau
tidak pada pasien preeklampsia dengan BBLR, peneliti menggunakan uji Chi
Square (χ2) dengan menggunakan table 2x2. Uji hipotesis ini digunakan karena peneliti menggunakan variabel bebas dan variabel terikat berupa nominal
sehingga hasil pengukuran penelitian dapat membuktikan apakah hipotesis
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1.Hasil Penelitian
Proses pengambilan data pada penelitian ini diambil pada bulan Juni sampai
dengan bulan September 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel pada
penelitian ini berjumlahkan 98 rekam medis. Berdasarkan data-data rekam medis
yang telah dikumpulkan dan dianalisis, maka dapat disimpulkan hasil penelitian
dalam paparan di bawah ini,
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A sesuai
dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit
Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 yang
memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta
merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi
Provinsi Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau.
Lokasinya dibangun di atas tanah seluas ± 10 ha dan terletak di Jalan Bunga Lau
No.17 km. 12, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi
Sumatera Utara.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Individu
Berdasarkan data rekam medis, ibu yang melahirkan pada tahun 2009 di
RSUP H. Adam Malik Medan berusia antara 16 sampai 50 tahun. Berikut ini tabel
Tabel 5.1 Distribusi Sampel Ibu yang Melahirkan Berdasarkan Umur di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009
Umur (tahun) Preeklampsia Tidak Preeklampsia Total
n % n % n %
15-24 10 37 17 63 27 27,6
25-35 11 20 44 80 55 56,1
≥ 36 5 31,3 11 68,8 16 16,3
Total 26 26,5 72 73,5 98 100
Berdasarkan tabel 5.1, kelompok sampel dengan distribusi terbanyak berada
pada kelompok usia 25 – 35 tahun sebanyak 55 orang (56,1 %) dan yang
menderita preeklampsia sebanyak 11 orang (42,3 %) dan tidak preeklampsia
sebanyak 44 orang (66,1 %), diikuti kelompok usia 15 – 24 tahun sebanyak 27
orang (27,6 %) terbagi atas 10 orang (38,5 %) menderita preeklampsia dan 17
orang (23,6 %) tidak menderita preeklampsia. Dan kelompok usia paling sedikit
adalah usia 36 tahun ke atas yaitu sebanyak 16 orang (16,3 %) dan 5 orang (19,2
%) diantaranya menderita preeklampsia.
Selain umur, karakteristik ibu yang melahirkan dapat dilihat dari pekerjaan,
pendidikan, proses lahir dan status gravida. Karakteristik sampel akan terlihat
Tabel 5.2 Distribusi Sampel Ibu yang Melahirkan Berdasarkan Pekerjaan di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009
Pekerjaan Preeklampsia Tidak Preeklampsia Total
n % n % n %
Ibu Rumah Tangga 23 26,7 63 73,3 86 87,8
Pelajar 0 0 1 100 1 1
Petani 1 50 1 50 2 2
PNS 1 16,7 5 83,3 6 6,1
Pegawai Swasta 0 0 1 100 1 1
Wiraswasta 1 50 1 50 2 2
Total 26 26,5 72 73,5 98 100
Mayoritas sampel pada penelitian ini bekerja sebagai ibu rumah tangga yang
berjumlah 86 orang (87,8 %) dan sampel tersebut yang menderita preeklampsia
sebanyak 23 orang (26,7 %). Subjek penelitian yang bekerja sebagai PNS
sebanyak 6 orang (6,1 %), wiraswasta dan petani masing-masing sebanyak 2
orang (2 %), dan sebagai pelajar dan pegawai swasta masing-masing sebanyak 1
orang (1 %).
Tabel 5.3 Distribusi Sampel Ibu yang Melahirkan Berdasarkan Pendidikan di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009
Pekerjaan Preeklampsia Tidak Preeklampsia Total
n % n % n %
SD 5 31,3 11 68,8 16 16,3
SMP 6 26,1 17 73,9 23 23,5
SMA 12 23,5 39 76,5 51 52
Sarjana 3 37,5 5 62,5 8 8,2
Total 26 26,5 72 73,5 98 100
Berdasarkan tabel 5.3, sampel memiliki latar pendidikan paling banyak yaitu
menderita preeklampsia, diikuti sampel dengan pendidikan SMP sebanyak 23
orang (23,5 %), SD sebanyak 16 orang (16,3 %) dan Sarjana sebanyak 8 orang
(8,2 %). Baik preeklampsia maupun tidak preeklampsia paling banyak berlatar
belakang pendidikan SMA yaitu sebanyak 12 orang (23,5 %) dan 39 orang (76,5
%).
Tabel 5.4 Distribusi Sampel Ibu yang Melahirkan Berdasarkan Proses Lahir di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009
Proses Lahir Preeklampsia Tidak Preeklampsia Total
n % n % n %
Partus Spontan 22 24,7 67 75,3 89 90,8
Secsio Cesaria 4 44,4 5 55,6 9 9,2
Total 26 26,5 72 73,5 98 100
Dari tabel 5.4, dapat dilihat bahwa partus spontan pervaginam merupakan
proses lahir paling sering, yaitu 89 kasus (90,8 %), sedangkan pada proses lahir
secsio cesaria hanya sebanyak 9 kasus (9,2 %).
Tabel 5.5 Distribusi Sampel Ibu yang Melahirkan Berdasarkan Status Gravida di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009
Status Gravida Preeklampsia Tidak Preeklampsia Total
n % n % n %
Primigravida 14 42,4 19 57,6 33 33,7
Multigravida 12 18,5 53 81,5 65 66,3
Total 26 26,5 72 73,5 98 100
Ibu yang melahirkan di Rumah Sakit Adam Malik pada tahun 2009 lebih
banyak dengan status multigravida dibandingkan dengan status primigravida. Hal
ini dapat dilihat pada tabel 5.5, ibu multigravida sebanyak 65 orang (66,3 %) dan
sebanyak 14 orang (42,4 %) sedangkan yang multigravida sebanyak 12 orang
(18,5 %).
Selain karakteristik ibu, pada penelitian ini juga dapat dilihat karakteristik
dari bayi yang dilahirkan berupa jenis kelamin dan berat bayi lahir. Karakteristik
pada bayi akan terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.6 Distribusi Sampel Bayi Baru Lahir Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009
Jenis Kelamin Preeklampsia Tidak Preeklampsia Total
n % n % n %
Laki-laki 11 23,4 36 76,6 47 48
Perempuan 15 29,4 36 70,6 51 52
Total 26 26,5 72 73,5 98 100
Berdasarkan tabel diatas, bayi yang lahir lebih banyak berjenis kelamin
perempuan dibandingkan laki-laki, yaitu perempuan sebanyak 51 bayi (52 %) dan
laki-laki sebanyak 47 bayi (48 %). Pada pasien preeklampsia tidak banyak
perbedaan antara bayi yang lahir laki-laki maupun perempuan, yaitu 11 (23,4 %)
bayi laki-laki dan 15 (29,4 %) bayi perempuan.
Tabel 5.7 Distribusi Sampel Bayi Baru Lahir Berdasarkan Berat Bayi Lahir di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009
Berat Lahir (gram)
Preeklampsia Tidak Preeklampsia Total
n % n % n %
< 2500 18 90 2 10 20 20,4
2500-4000 8 10,7 67 89,3 75 76,5
> 4000 0 0 3 100 3 3,1
Total 26 26,5 72 73,5 98 100
Bayi yang lahir dengan berat lahir normal (2500-4000 gram) merupakan
lahir rendah lebih banyak daripada bayi yang lahir dengan berat lahir lebih dari
normal. Bayi dengan berat lahir < 2500 gram sebanyak 20 bayi (20,4 %) dan 18
bayi (90 %) diantaranya merupakan bayi yang dilahirkan oleh pasien
preeklampsia, sedangkan bayi yang lahir dengan berat > 4000 gram sebanyak 3
bayi (3,1 %) dan tidak ada penderita preeklampsia yang melahirkan bayi dengan
berat lahir > 4000 gram.
5.1.3. Kejadian Preeklampsia dan Berat Bayi Lahir Rendah di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009
Berdasarkan data rekam medis yang didapat, preeklampsia dan kejadian
berat bayi lahir rendah merupakan kejadian yang cukup sering terjadi. Hal ini
dapat dilihat pada tabel distribusi kejadian preeklampsia beserta rata-rata berat
bayi lahir dan distribusi kejadian berat bayi lahir rendah di bawah ini.
Tabel 5.8 Distribusi Kejadian Preeklampsia dan Rata-rata Berat Bayi Lahir di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009
Preeklampsia Jumlah (orang) Persentase (%) Rata-rata Berat Bayi Lahir (gram)
Ya 26 26,5 2343,85
Tidak 72 73,5 3223,89
Total 98 100
Dari tabel 5.8 dapat dilihat kejadian preeklampsia di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2009 sebanyak 26 orang (26,5 %) dengan rata-rata berat bayi lahir
2343,85 gram yang termasuk ke dalam kategori berat bayi lahir rendah. Pada
pasien yang tidak preeklampsia, yaitu sebanyak 72 orang (73,5 %), memiliki
rata-rata berat bayi lahir 3223,89 gram dan masuk ke dalam kategori bayi lahir dengan