Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Disusun oleh:
DEVI RAHAYU NIM: 106051001798
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi
Persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
DEVI RAHAYU NIM: 106051001798
Pembimbing:
Drs. Sunandar, MA NIP: 196206261994031002
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh strata 1 di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli karya saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 Agustus 2010
106051001798
Peranan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Terhadap Tayangan Infotainmen di Televisi
Televisi telah memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Berbagai program ditayangkan oleh stasiun-satsiun televisi, salah satu program yang ditayangkan adalah program infotainmen. Melihat perkembangannya infotainmen saat ini cenderung berisi informasi yang tidak penting untuk diketahui oleh masyarakat. Perdebatan tentang infotainmen menjadi perhatian berbagai kalangan. Di samping itu, terdapat suatu lembaga independen bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memiliki peran dan wewenang terhadap batasan program siaran di televisi Indonesia.
Dalam penelitian ini yang menjadi objek adalah peranan KPI terhadap tayangan infotainmen di televisi dan yang menjadi subjek adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Apa saja kegiatan KPI dalam mengawasi tayangan infotainmen di televisi?dan Bagaimana langkah-langkah KPI dalam menindaklanjuti pelanggaran tayangan infotainmen di televisi?.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori peran atau (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif analisis.Penelitian ini dipergunakan untuk menggambarkan peranan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap tayangan infotainmen di televisi
Dari penelitian yang telah dilakukan, hasilnya adalah KPI telah melakukan penerimaan aduan dari masyarakat khususnya program infotainmen dan mengkaji lebih dalam dengan menganalisis tayangan infotainmen di televisi. KPI juga telah memberikan sanksi terhadap pelanggaran infotainmen berupa teguran dan peringatan. KPI bersama Komisi I DPR dan Dewan Pers telah menyepakati infotainmen sebagai program non-faktual. Terkait hal tersebut maka dilakukan revisi terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang telah ditetapkan.
Puja dan puji selalu penulis panjatkan atas kehadirat dan kuasa Tuhan
semesta alam Allah SWT, yang atas Rahman dan Rahiem-Nya serta pemberian
kecerdasan dan ilmu pengetahuan oleh-Nya, penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada
manusia sempurna dan manusia paling berpengaruh untuk kehidupan ummat
manusia, Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, para sahabatnya, dan
untuk semua para pengikutnya. Amien.
Sebagai seorang manusia yang merupakan mahluk sosial, penulis tidak
mungkin mengerjakan suatu pekerjaan tanpa bantuan dari manusia lainnya. Dalam
menyusun tugas akhir perkuliahan ini, banyak pihak-pihak yang memberikan
bantuan, kontribusi, bimbingan, inspirasi, pengalaman, ilmu dan support kepada
penulis. Karena itu di sini penulis ingin mengucapkan terima kasih, kepada:
1. Bapak Prof. DR. Komarudin Hidayat, sebagai Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak DR. Arief Subhan, MA, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi. Bapak Drs. Wahidin Saputra MA, sebagai Pembantu Dekan
Bid. Akademik, Bapak Drs. Mahmud Jalal, MA, sebagai Pembantu Dekan
Bid. Administrasi Umum dan Keuangan, dan Drs. Study Rizal, LK, MA,
sebagai Pembantu Dekan Bid. Kemahasiswaan.
4. Bapak Prof. Dr. Daud Efendy, AM sebagai Penasehat Akademik KPI B Aka
2006.
5. Ibu Umi Musyarafah, MA, sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam (KPI), yang telah membantu dalam memberikan informasi
akademik dan penyusunan transkrip nilai.
6. Bapak Drs. Sunandar, MA, sebagai Dosen Pembimbing dalam penyusunan
skripsi ini, yang telah memberikan waktu, inspirasi, pengalaman, ilmu dan
support kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu seluruh dosen, staf dan karyawan di Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan kontribusi
selama penulis menimba ilmu di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
8. Bapak Dadang Rahmat Hidayat sebagai Ketua Komisi Penyiaran Indonesia
dan Bapak Bimo Nugroho Sekundatmo, Msi sebagai Komisioner Bidang
Infotainmen KPI, yang telah bersedia diwawancara dalam rangka
mengumpulkan data-data untuk penyusunan skripsi ini.
9. Teristimewa kepada Ibunda Atun dan Ayahanda Abdul Wachid tercinta, yang
selalu tulus dan ikhlas untuk mendoakan, membimbing, mendidik, dan
membesarkan penulis hingga menjadi seperti sekarang. Dan keluarga besar,
kalian adalah cahaya, inspirasi, dan teladan bagi penulis. Semoga kalian selalu
dalam keridhoan Allah SWT.
10. Keluarga Ibu Ellysabeth di Bimbel Ora Et Labora yang memberikan support.
iv
12. Sahabatku Dini Utami, Erza Handayani, dan Nadya Ramayani yang memberi
support dan selalu berbagi senang dan sedih selama masa kuliah. Hayustiro,
Renal, dan Aga Raditya yang juga memberikan support dan saran-saran
kepada penulis.
13. Kawan-kawan mahasiswa seperjuangan KPI angkatan 2006, khususnya KPI B
yang telah memberikan banyak cerita, pengalaman dan inspirasi untuk penulis,
bersama kalianlah 4 tahun penulis menuntut ilmu dan mendapat pengalaman di
UIN,dan kawan-kawan KKN (Densus 61).
Jakarta, 19 Agustus 2010
ABSTRAK... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI... v
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Metode Penelitian ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 9
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II TINJAUAN TEORITIS... 11
A. Teori Peran ... 11
B. Komunikasi Massa ... 17
C. Televisi sebagai Media Pers... 21
D. Infotainmen ... 23
BAB III GAMBARAN UMUM... 27
A. Dasar Pembentukan KPI ... 27
B. Sejarah KPI ... 30
C. Visi dan Misi KPI ... 31
D. Kelembagaan Organisasi KPI ... 32
E. Gambaran Tayangan Infotainmen di Indonesia ... 43
vi
B. Pelanggaran Infotainmen di Televisi ... 67
C. Aktivitas KPI Terhadap Tayangan Infotainmen ... 69
D. Langkah KPI dalam Menindaklanjuti Pelanggaran Infotainmen ... 75
BAB V PENUTUP... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran-saran... 80
DAFTAR PUSTAKA... 81
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi yang telah berkembang membuat informasi menjadi
sesuatu yang vital. Kemampuan dan kecepatan seseorang mengakses dan
menganalisis informasi menjadi langkah awal untuk memenangkan persaingan
hidup yang makin kompetitif. Kemajuan teknologi satu sisi telah berhasil
mengatasi keterbatasan jarak, dan waktu yang cepat, tetapi di sisi lain
mempertajam ketidakseimbangan arus informasi.1
Kemajuan teknologi dapat dinikmati melalui media massa. Media
massa sangat berperan penting dalam menginformasikan serta
mensosialisasikan suatu informasi juga produk yang baru kepada khalayak.
Kita dapat menerangkan berbagai informasi produk itu berdasarkan analisis
untuk merangsang khalayak itu berada pada tahap membutuhkan, berminat,
mengevaluasi, uji coba atau tinggal mengambil keputusan.2
Komunikasi massa merupakan proses penyampaian dari suatu sumber
kepada khalayak yang berjumlah besar, dengan menggunakan saluran media
massa. Seperti yang dikutip Blake dan Haroldsen (1975) membagi lima unsur
1
Bakri Abbas.Komunikasi Internasional Peran dan Permasalahnnya.(Jakarta:Yayasan Kampus Tercinta IISIP.2003), cet Ke-1, h.23
2
Alo Lilweri. Memahami Peran Komunikasi Massa dalam
Masyarakat.(Bandung:PT.Citra Aditya Bakti,1991), h.143
yang terdapat dalam komunikasi massa, yaitu komunikator, khalayak, saluran,
dan efek.3
Pengaruh yang diserap manusia melalui media komunikasi baik
elektronik maupun cetak menghadirkan sisi positif dan negatif. Salah satu
sumber informasi saat ini adalah melalui televisi. Televisi merupakan salah
satu media komunikasi elektronik, selain radio dan yang lainnya. Televisi
merupakan salah satu penyampaian pesan dan informasi kepada masyarakat.
Televisi memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat
Indonesia. Menurut Prof. Dr. R. Mar’at dari Unpad, acara televisi pada
umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, dan perasaan para penonton.4
Televisi sebagai media sosialisasi informasi dan hiburan, bersifat terbuka dan
terarah.
Kehadiran televisi maupun pesan-pesan yang disampaikannya
mempengaruhi kognisi, afeksi dan psikomotor masyarakat. Televisi juga
mempunyai peran yang sangat efektif dalam memberikan informasi,
mendidik, menghibur dan mempengaruhi bagi pemirsanya. Keberadaan
stasiun-stasiun televisi swasta hadir dengan menyajikan berbagai siaran-siaran
baik berupa informasi, pendidikan dan hiburan yang beraneka ragam. Televisi
sudah menarik perhatian semua kalangan masyarakat baik dari golongan orang
dewasa, remaja dan anak-anak.
3
Zulkarimein Nasution. Sosiologi Komunikasi Massa.(Jakarta: Universitas Terbuka,1993),cet. Ke-1, h.6
4
Dalam abad saat ini, televisi telah mengubah cara hidup kita. Televisi
mempengaruhi sifat dasar pendidikan dan mengurangi seni percakapan
langsung. Walaupun demikian, yang dapat kita lakukan hanyalah duduk di
hadapan televisi dan menyaksikan sesuatu yang ditayangkannya. Belum
banyak masyarakat yang mampu menilai dan mengambil aksi untuk memilah
acara yang layak di tonton dan pendamping saat menonton bersama.
Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang,
yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar
secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan
berkesinambungan.5
Salah satu program yang di tayangkan televisi adalah tayangan
infotainmen. Infotainmen sudah pasti tidak asing lagi bagi kita. Yang terlintas
dalam benak saat mendengar kata infotainmen pasti tentang selebritis.
Infotainmen adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian
menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi
hiburan. Merupakan kependekan dari istilah Inggris
information-entertainment. Infotainmen di Indonesia identik dengan acara televisi yang
menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik.6
Sayangnya tayangan saat ini dikuasai oleh orang-orang yang mencari
keuntungan dan kekuasaan. Infotainmen di Indonesia pada saat ini cenderung
negatif dan tidak mengindahkan norma-norma yang baik dalam jurnalisme.
Awak televisi serta Production House (PH) sudah tidak lagi memikirkan
5
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).UU Tentang Penyiaran no.32 Tahun 2002.h,5 6
pengaruh apa yang akan diakibatkan oleh tayangan yang mereka sajikan, akan
tetapi hanya memikirkan rating serta keuntungan yang akan diperoleh.
Padahal suatu tayangan wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan,
dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan,
kekuatan bangsa, menjaga kesatuan dan persatuan, serta mengamalkan
nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
Dalam infotainmen, semua informasi tentang para selebritis tanah air
penting atau tidak pentingnya tetap merupakan informasi yang perlu diketahui
para penonton. Para pekerja infotainmenpun akhirnya melakukan pencarian
berita tanpa mengindahkan etika jurnalistik. Akibatnya beberapa selebritis
meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar melarang atau membatasi
tayangan infotainmen, sampai akhirnya Nahdatul Ulama memvonis haram
bagi yang menonton, menayangkan dan para pekerja infotainmen.7
Fatwa ini lahir tidak terlepas dari muatan tayangan infotainmen yang
cukup meresahkan. Menjadikan gosip, gunjingan, serta membicarakan
keburukan seseorang menjadi sebuah komoditas tontonan. Kita bisa
menyaksikan tayangan-tayangan itu sepanjang hari di stasiun televisi swasta
kita. Akibatnya persoalan gosip menggosip dan membicarakan keburukan
orang lain menjadi hal-hal yang biasa.
Mencermati kondisi yang demikian kebijakan fatwa haram NU ini
tepat dan sesuai dengan ajaran Islam. Harapannya agar masyarakat tidak
menjadikan gosip, gunjingan, dan membicarakan keburukan orang lain
7
menjadi budaya keseharian. Memang, fatwa ini tidak mengikat dan belum
bisa dijadikan dasar untuk menghentikan tayangan-tayangan tersebut. Tapi,
setidaknya memberikan spirit bagi perbaikan tayangan yang ada. Sekaligus
menjadi otokritik bagi stasiun televisi untuk mengkaji kembali tayangan
infotainmen yang di produksinya.
Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol, dan perekat
sosial. Dalam menjalankan fungsi penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi
dan kebudayaan untuk itu KPI sebagai lembaga penyiaran menginginkan agar
semua fungsi televisi tercapai secara utuh.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah lembaga Negara yang
bersifat independen yang ada di pusat maupun daerah yang tugas dan
wewenangnya diatur dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta
masyarakat di bidang penyiaran.
KPI melakukan peran-perannya sebagai wujud peran serta masyarakat
yang berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat
akan penyiaran. Dalam menjalankan fungsinya, KPI juga mempunyai
beberapa wewenang yaitu:
1. Menetapkan standar program siaran
2. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran.
3. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta
4. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku
penyiaran serta standar program siaran.
5. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah, lembaga
penyiaran dan masyarakat.8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut peneliti perlu
membuat batasan masalah. Adapun Batasan Permasalahan yaitu hanya pada
peran KPI terhadap tayangan infotainmen di televisi tahun 2009-2010.
Adapun Rumusan Masalahnya sebagai berikut:
1. Apa saja kegiatan KPI dalam mengawasi tayangan infotainmen di televisi?
2. Bagaimana langkah-langkah KPI dalam menindaklanjuti pelanggaran
tayangan infotainmen di televisi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sedangkan tujuan penelitian ini terbagi menjadi tujuan secara umum
dan khusus yaitu:
1. Secara umum ingin memberikan kontribusi kepada khalayak berupa
tulisan dan teori mengenai KPI Pusat. Serta mengetahui peranan Komisi
Penyiaran Indonesia Pusat terhadap tayangan televisi.
2. Secara khusus, peneliti ingin memperoleh wawasan dan pengetahuan
mengenai Komisi Penyiaran Indonesia (Pusat) yang merupakan lembaga
8
independen dan mengetahui ketentuan yang ditentukan KPI dalam
memberikan batasan terhadap suatu tayangan.
Adapun manfaat penelitian ini antara lain:
1. Secara akademis yaitu, untuk memberikan kontribusi penelitian mengenai
peranan KPI dan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan serta
memberikan gambaran tentang tayangan-tayangan yang layak dan kurang
layak ditayangkan di televisi.
2. Secara praktis yaitu, diharapkan dapat bermanfaat bagi peminat studi
penyiaran sebagai bahan bacaan ketika menjawab pemasalahan penyiaran
televisi.
D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
menggunakan analisis deskriptif , yaitu dengan menggambarkan peranan
KPI Pusat terhadap tayangan infotaiment di televisi. Menurut Bodgan dan
Taylor metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
prilaku yang dapat diamati.9
2. Subjek dan Objek Penelitian
9
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) Pusat, sedangkan yang menjadi objek adalah peranan KPI
terhadap tayangan Infotainmen di televisi.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara terstruktur peneliti mengadakan wawancara
dengan pihak Komisi Penyiaran Indonesia mengenai peranan KPI
terhadap tayangan infotainmen, yaitu kepada Bapak Bimo Nugroho
Sekundatmo (Komisioner Bidang Infotainmen). Guna mendapatkan
informasi yang lengkap dan aktual.
b. Observasi
Mengadakan penelitian langsung ke Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) Pusat untuk memperoleh data yang diperlukan,
beralamat di Jl. Gajah Mada No.8, Jakarta. Dilakukan sebanyak lima
kali (5x) ke KPI Pusat.
c. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data yang tidak
diperoleh dengan cara interview. Peneliti menelaah dan mengkaji
buku-buku pegangan dalam menentukan dasar-dasar teoritis yang erat
kaitannya dengan sasaran pembahasan atau masalah yang dikaji.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis
gambaran dan mengklasifikasikan serta menginterpretasikan data yang
terkumpul secara apa adanya dan kemudian menyimpulkannya, kemudian
diterangkan secara luas.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, peneliti juga mengadakan tinjauan perpustakaan
utama UIN Syarif Hidayatullah dan perpustakaan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi.
Peneliti juga mencari skripsi yang ada di perpustakaan utama UIN
Syarif Hidayatullah guna memastikan apakah ada judul atau tema yang sama
dengan skripsi ini.
Berdasarkan hasil penelusuran peneliti, ada satu skripsi serupa namun
berbeda yang membahas tentang peranan Komisi Penyiaran Indonesia
tayangan mistik di televisi, skripsi ini berjudul Peran Komisi Penyiaran
Indonesia dalam Mengawasi Tayangan Mistik di Televisi, yang disusun oleh
Minfitratillah mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah, konsentrasi Jurnalistik
jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam pada tahun 2008.
Skripsi ini menyimpulkan, bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
memiliki beberapa kegiatan dalam mengawasi tayangan mistik di televisi. KPI
melakukan beberapa kegiatan yakni melakukan kajian, menerima aduan
masyarakat, serta mengadakan pengawasan langsung. Jika ditemukan tindak
pelanggaran, langkah pertama yang dilakukan KPI adalah memberikan sanksi
pelaku. Namun bila tidak ada perbaikan maka akan dilanjutkan dengan sanksi
yang selanjutnya yang sudah ditentukan oleh Undang-undang.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disusun secara sistematis dan terdiri dari lima bab yakni
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah,
batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS. Berisi tentang pengertian dan teori
peranan, teori komunikasi massa, televisi sebagai media pers, sejarah
infotainmen dan definisi infotainmen
BAB III GAMBARAN UMUM. Mengenai Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) Pusat, dasar pembentukan KPI, sejarah berdirinya KPI, visi
dan misi KPI dan kelembagaan organisasi KPI serta gambaran tayangan
infotaiment di televisi Indonesia.
BAB IV TEMUAN DAN HASIL. Berisi Analisis peranan Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terhadap tayangan infotaiment di televisi dan
hasil analisis sesuai dengan teori-teori yang terkait.
A. Teori Peran
Teori peran atau (Role Theory) adalah teori yang merupakan
perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari
psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi
dan antropologi.1
Peran pertama kali diambil dari dunia teater. Dalam teater, seorang
aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya
sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu.
Peran adalah konsep sentral dari teori peran. Meskipun begitu, definisi
peran adalah yang paling tidak jelas. Dalam literatur ditemukan lebih dari 100
definisi tentang peran.
Peranan adalah dari kata dasar “peran” yang ditambahkan akhiran
“an”. Peran memiliki arti seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh
orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan peran adalah bagian dari
tugas utama yang dilaksanakan. 2
Menurut Grass Masson, sebagaimana yang pernah dikutip oleh David
Berry peranan ialah seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada
individu yang menempati kedudukan sosial tertentu, dan harapan tersebut
1
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 2005), Cet-10 h.224
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta:Balai Pustaka,1996) edisi ke-2, h.751
merupakan imbangan dari norma-norma yang dalam masyarakat norma
tersebut dapat diartikan sebagi kewajiban seseorang untuk melakukan hal-hal
yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya dan dalam
pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Dalam perspektif ilmu psikologi sosial, peranan didefinisikan dengan
suatu perilaku atau tindakan yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang
yang memiliki suatu status di dalam kelompok tertentu.3
Peran merupakan fungsi yang bisa terwujud jika seseorang berada di
dalam satu kelompok sosial tertentu. Peran merupakan sebuah perilaku yang
memiliki suatu status dan bisa terjadi dengan atau tanpa adanya
batasan-batasan job description bagi para pelakunya.4
Pengertian peran menurut Jenping (1944), peran yaitu cara berinteraksi
yang melibatkan tingkah laku oleh dan untuk individu, yang pada akhirnya ada
proses penempatan seseorang dalam keluarga organisasi, masyarakat dan lain
sebagainya.5
Menurut Biddle dan Thomas, kebanyakan definisi itu menyatakan
bahwa peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku
yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah beberapa tingkah
laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat
dan harus dilaksanakan.6
3
W.A Gerungan, Psikologi Sosial(Bandung: PT.Eresso,1998),h.135 4
W.A Gerungan, Psikologi Sosial, h.135 5
Pengertian peran. www.google.com 6
Peran tidak dapat dipisahkan dari status (kedudukan), walaupun
keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan
yang lainnya. karena yang satu tergantung pada yang lainnya dan sebaliknya,
maka peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang berbeda akan tetapi
kelekatannya sangat terasa sekali, seseorang dikatakan memiliki peranan
karena orang tersebut mempunyai status dalam masyarakat, walaupun
kedudukan ini berbeda antara satu orang dengan orang lain, akan tetapi
masing-masing dirinya berbeda sesuai dengan statusnya.
Gross, Mason dan A.W.MC. Eachern, sebagaimana dikutip oleh David
Barry mendefinisikan peran sebagai seperangkat harapan-harapan yang
dikenakan pada individu-individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.7
Harapan-harapan tersebut masih menurut David Barry, merupakan
imbangan dari norma-norma dimasyarakat. Artinya, seseorang diwajibkan
untuk melakukan hal-hal yang diharapkan dalam pekerjaannya, dan dalam
pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Sarlito Wirawan Sarwono juga mengemukakan hal yang sama bahwa
harapan tentang prilaku-prilaku yang pantas, yang seyogyanya ditentukan oleh
seseorang yang mempunyai peranan tertentu. Peranan adalah keikutsertaan
seseorang dalam suatu kegiatan bersama-sama dengan orang lain untuk
mencapai beberapa tujuan tertentu.8
7
N, Gross W.S. Masson and AW. Mc. Eachern, Explorationin Role Analysis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), cet-3, h. 99
8
Dalam teorinya Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori
peran dalam empat golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut:9
1. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial
2. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut
3. Kedudukan orang-orang dalam perilaku
4. Kaitan antara orang dan perilaku.
Sedangkan menurut Anton M Moeliono (1990 : 667) peranan adalah
bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Namun menurut Soerjono
peranan adalah merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status), apabila
seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan
kedudukannya.10
Dengan demikian yang dimaksud dengan peran merupakan
kewajiban-kewajiban dan keharusan yang dilakukan oleh seseorang karena kedudukannya
di dalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan dimana dia
berada.
Tinjauan Sosiologis Tentang Peran
Proses sosialisasi sebagian besar tahapannya terjadi melalui belajar
berperan, suatu peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang untuk
menduduki suatu status tertentu, dan seseorang dapat menerima beberapa
perangkat peran pada waktu yang bersamaan, serta memangku berbagai
macam peran yang memungkinkan munculnya stress atau kepuasan dan
prestasi.
9
Sarlito Wirawan Sarwono. h.215 10
Karena perilaku peran itu adalah perilaku aktual seseorang yang
memerankan suatu peran, dan yang dipengaruhi oleh perjanjian peran yang
dramatis, dimana orang itu bertindak dengan suatu usaha yang disengaja
untuk menyajikan citra yang diinginkan bagi orang lain.
Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain (pada
umumnya) tentang prilaku yang pantas, yang seyogianya ditunjukkan oleh
seseorang yang mempunyai peran tertentu. sebagai mana dikatakan oleh
David Bery terdapat dua macam harapan, yaitu harapan-harapan dari
masyarakat terhadap pemegang peranan dan harapan-harapan yang dimiliki
oleh pemegang peranan terhadap masyarakat.
Peran tidak hanya sebatas harapan-harapan, peran diwujudkan dalam
perilaku oleh aktor, seorang guru adalah aktor, dan perannya diwujudkan
dalam bentuk perilaku bahwa guru adalah sebagai pengajar dan pendidik,
begitu juga halnya dengan seorang kiai ia sebagai aktor, dan perannya
diwujudkan dalam bentuk perilaku bahwa kiai adalah seorang tokoh dan
panutan serta contoh bagi umat (masyarakat), maka hendaknya ia menjadi
pembimbing bagi umat.11
Stean (1971) dan Davis (1986) menekankan pandangan sosiologi dan
sosial psikologis pada pekerjaan sosial, sementara Perlman (1986) menyatakan
peranan sosial adalah konsep yang berguna untuk memahami relasi dan
kepribadian yang menjadi kepentingan pekerjaan sosial.
11
Munson dan Balgopal, menganggap bahwa orang menduduki posisi
dalam struktur sosial dan setiap posisi memiliki peranan. Peranan adalah
sekumpulan harapan atau prilaku yang berhubungan dengan posisi dalam
strukur sosial, dan gagasan ini menyatakan peranan selalu dipertimbangkan
dalam konteks relasi karena hanya dalam relasi peranan dapat dikenali.
Peranan berasal dari harapan terhadap orang lain. Peranan mugkin
ascribed (misal menjadi wanita atau kulit hitam, cacat) dicapai melalui sesuatu
yang dilakukan (misalnya menjadi penulis atau anggota parlemen). Kumpulan
peranan adalah kumpulan peranan yang bersamaan dalam posisi sosial
tertentu. Complementarity (saling mengisi) peranan ada jika peranan, perilaku
dan harapan sesuai dengan harapan dari orang-orang yang ada di sekeliling.
Konflik peranan ada jika satu peranan tidak sesuai dengan peranan lain.
Konflik inter-peranan terjadi jika peranan-peranan yang saling berbeda
yang dipegang seseorang tidak sesuai. Konflik inter-peranan terjadi jika
harapan dari orang yang berbeda yang peranannya sama tidak sesuai.
Goffman memperlihatkan cara lainnya untuk melihat adanya peranan.
Dalam interaksi sosial orang mengetahui tentang orang lain melalui cara
menangkap tanda-tanda dari prilaku orang lain. kita dapat mempengaruhi cara
pandang orang lain dengan cara mengatur informasi, kita melakukan
perbuatan yang dirancang agar kesannya tepat. Peranan dalam pandangan ini
adalah perbuatan yang dilakukan karena adanya harapan sosial yang terkait
tercukup harapan sosial. Beberapa aspek peranan sangat ditekankan sedangkan
aspek lain disembunyikan.
Orang seringkali diberi stigma memberikan kesan pada orang lain
tentang aspek-aspek diri mereka yang tidak disetujui secara sosial.
Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan
sebagi suatu proses. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat
serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal, yaitu:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat.
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagi prilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.12
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana
pemancaran dan atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa
dengan menggunakan spectrum frekuensi radio melauli udara, kabel, dan atau
media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh
masyarakat dengan perangkat penerima siaran.13
B. Komunikasi Massa
1. Difusi Inovasi
12
Soekanto, Soejono. Sosiologi suatu pengantar(Jakarta: Raja Grafindo
Persada.2003),cet ke-36 h.244 13
Muncul pada artikel yang berjudul The People’s Choice tahun 1944
yang ditulis oleh Paul Lazarsfeld, Benard Bereleson, dan H. Gaudet.
Mereka mengatakan bahwa komunikator yang mendapatkan pesan dari
media massa sangat kuat untuk mempengaruhi orang-orang. Dengan kata
lain, ketika ada informasi baru dan inovatif, lalu disebarkan (difusi) melalui
media massa, maka akan sangat kuat mempengaruhi massa untuk
mengikutinya. 14
Everett M. Rogers mendefinisikan difusi sebagai proses dimana
suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka
waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial. Difusi adalah
suatu jenis komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan
sebagai ide baru. Inovasi adalah suatu ide, karya atau objek yang dianggap
baru oleh seseorang.15
Everett M. Rogers (1983:165) mengatakan, merumuskan kembali
teori ini dengan memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 5 tahap dalam
suatu proses difusi inovasi, yaitu Pertama, Pengetahuan: kesadaran
individu tentang adanya inovasi dan pemahaman tertentu tentang
bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Kedua, Persuasi:individu
membentuk/memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi
tersebut. Ketiga, Keputusan:individu terlibat dalam aktivitas yang
membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut. Keempat,
Pelaksanaan: individu melaksanakan keputusannya itu sesuai dengan
14
Nurudin.Komunikasi Massa.(Malang: Cespur,2003),h.177 15
pilihannya. Kelima, Konfirmasi: individu akan mencari pendapat yang
menguatkan keputusan yang telah diambilnya, namun dia dapat berubah
dari keputusan yang telah diambil sebelumnya jika pesan-pesan mengenai
inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan yang lainnya. 16
Pada teori difusi inovasi pengaruh media juga dipandang tak secara
langsung mengenai individu, tetapi terdapat sumber non-media yang turut
mempengaruhi efektivitas pesan media. Hanya saja dalam teori ini,
pengaruh non-media tidak merujuk pada opinion leader, tapi kepada siapa
saja yang bisa memengaruhi, seperti tetangga atau teman. Karenanya,
difusi melibatkan pengetahuan, persuasi, keputusan, pelaksanaan dan
konfirmasi.17 Bila dilihat dari cara pengelolaan penyiaran sebagai medium
komunikasi massa, maka terdapat tiga paradigma yaitu otoritarianisme,
liberal dan tanggung jawab sosial. Salah satunya dalam paradigma
tanggung jawab sosial, bahwa penyiaran harus dilepaskan dari intervensi
pemerintah, tetap dipertahankan. Namun, muncul sensibilitas besar
terhadap dampak buruk penyiaran liberal, yakni kepemilikan media yang
monopolistic dan dampak-dampaknya terhadap potensi manipulasi
informasi oleh kekuatan modal.18
2. Agenda Setting
Teori ini diperkenalkan oleh Mc Combs dan DL Shaw dalam Public
Opinion Quarterly tahun 1972, berjudul The Agenda Setting Function of
16
Burhan Bungin.Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat,(Jakarta: Kencana, 2006), Ed.1,cet-1, h.277-278
17
Muhammad Mufid,. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran,(Jakarta: Kencana,2007) cet ke-2,h.23
18
Mass Media. Asumsi dasarnya adalah bahwa jika media memberi tekanan
pada suatu peristiwa, maka media itu akan memengaruhi khalayak untuk
menganggapnya penting. Jadi, apa yang dianggap penting bagi media,
maka penting juga bagi masyarakat.19
Peran media massa cukup besar untuk memengaruhi pikiran
khalayak melalui penekanan berita yang disampaikan. Media massa
digunakan sebagai alat untuk mengonstruksi area kognitif audiensnya
sehingga mereka mau mengubah pandangan-pandangan yang dianut
ataupun perspektif-perspektif baru.
3. Gatekeeper (Penjaga Gawang)
Dalam proses perjalanan sebuah pesan dari sumber media massa
kepada penerimanya, gatekeepers ikut terlibat didalamnya. Istilah
gatekeepers pertama kali digunakan oleh Kurt Lewin dalam bukunya
Human Relations (1974). Istilah ini mengacu pada proses : suatu pesan
berjalan melalui berbagai pintu, selain juga pada orang atau kelompok yang
memungkinkan pesan lewat (Joseph A Devito, 1996). Ada semacam
pengawas atau gatekeepers yang mengawasi siapa orang yang berhak
menggunakan alat komunikasi massa dan materi apa yang hendak
disampaikan. Gatekeepers ini bersifat professional seperti redaktur,
produser, editor, wartawan. 20 Fungsi utama gatekeepers adalah menyaring
pesan yang diterima seseorang. Ketika menyampaikan pesan tersebut,
19
Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi, h.27 20
gatekeepers mungkin memodifikasi dengan berbagai cara dan berbagai
alasan, gatekeepers membatasi pesan yang diterima komunikan.21
C. Televisi sebagai Media Pers
Sebagaimana radio siaran, penemuan televisi telah melalui berbagai
eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuwan akhir abad 19 dengan dasar
penelitian yang dilakukan oleh James Clark Maxwell dan Heinrich Hertz, serta
penemuan Marconi pada tahun 1890. Paul Nipkow dan William Jenkins
melalui eksperimennya menemukan metode pengiriman gambar melalui
kabel. 22
Kata televisi terdiri dari kata ‘tele’ yang berarti jarak dalam bahasa
Yunani dan kata ‘visi’ yang berarti citra atau gambar dalam bahasa latin. Jadi
kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suara dari suatu
tempat yang berjarak jauh.23
Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada
tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan
Pesta Olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan.
21
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar ,(Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2007), cet ke-3,h.42-43
22
Elvinaro Ardianto,dkk.Komunikasi Massa:Suatu Pengantar,Edisi Revisi. (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2007),Cet ke-1,h.135
23
Televisi yang pertama muncul adalah TVRI dengan jam siar antara
30-60 menit sehari. Tujuh tahun setelah TVRI diresmikan (1969), jumlah
pesawat televisi di Jakarta meningkat menjadi 65.000 buah.24
Media televisi sebagai sarana tayang realitas sosial menjadi penting
artinya bagi manusia untuk memantau diri manusia dalam kehidupan
sosialnya. Tergantung dari bagaimana kesiapan manusianya untuk
menghadapi informasi televisi.25
Media televisi menyediakan informasi dan kebutuhan manusia
keseluruhan, seperti berita, informasi financial, berbagai macam produksi
barang, dsb. Pemirsa akan selalu terdorong mencari sesuatu yang tidak
diketahui melalui media televisi. Kemampuan televisi dalam menarik
perhatian massa menunjukan bahwa media tersebut telah menguasai jarak
secara geografis dan sosiologis.
Posisi dan peran media massa televisi dalam operasionalisasinya di
masyarakat, tidak berbeda dengan cetak dan radio. Robert K.Avery dalam
bukunya “Communication and The Media” dan Sanford B. Weinberg dalam
“Messages-A Rreader in Human Communication”, Random House, New
York 1980, mengungkapkan 3 fungsi media yaitu:
1. The surveillance of the environment, yaitu mengamati lingkungan,
2. The correlation of the part of society in responding to the environment,
yaitu mengadakan korelasi antara informasi data yang diperoleh dengan
24
Wawan Kuswandi.Komunikasi Massa,Sebuah Analisis Media Televisi.(Jakarta: PT.Rineka Cipta),cet-1,h.34
25
kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan pada
seleksi evaluasi dan interpretasi,
3. The transmission of the sosial heritage from one generation to the next,
ialah menyalurkan nilai-nilai budaya dari suatu generasi ke generasi
berikutnya.
Ketiga fungsi diatas pada dasarnya memberikan satu penilaian pada
media massa sebagai alat atau sarana yang secara sosiologis menjadi perantara
untuk menyambung atau menyampaikan nilai-nilai tertentu pada
masyarakat.26
1. Sejarah
Rogers, merumuskan berbagai metode penyampaian pesan-pesan kesehatan
D. Infotainmen
Awal Infotainmen
Konsep infotainmen mulanya dipopulerkan oleh para penggiat di
Jhon Hopkins University (JHU), Baltimore, AS. Universitas yang terkenal
dengan berbagai riset kedokterannya tersebut memiliki jaringan organisasi
nirlaba Internasional yang bergerak dalam misi kemanusiaan meningkatkan
kesejahteraan manusia melalui berbagai aspek kesehatan. Misi mereka
didukung oleh Center of Communication Program (CCP) yang bertugas
mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan guna mengubah perilaku
kesehatan masyarakat. Para pakar komunikasi di CPP termasuk Evertt M.
26
yang secara efektif dapat mengubah prilaku positif. Salah satu konsep
pesan yang dihasilkan adalah infotainmen.27
Formula neologisme yang menggabungkan information dan
entertainment. Basis utamanya adalah informasi, adapun hiburan disisipkan
sebagai pancingan untuk memalingkan perhatian khalayak.
Dengan demikian porsi terbesarnya tentu saja adalah informasi itu
sendiri bukan hiburannya. Saat infotainmen diadopsi dalam kerja media
massa, terjadi salah kaprah. Dimana infotainmen dimaknai sebagai
informasi tentang hiburan. Sehingga, hiburan menjadi focus dan kerapkali
makna subtantif dari sebuah informasi direduksi. Misalnya dengan
dramatisasi fakta, dugaan berlebihan, penggiringan opini, liputan yang
sepihak serta sejumlah standar etika lainnya yang telah diabaikan secara
sadar. Faktanya, hingga saat ini kecenderungan tayangan infotainmen
makin meningkat. Bahkan, bagi stasiun-stasiun televisi seolah menjadi
bagian utuh dari the logic of accumulaition and exclusion. Ini merupakan
tesis pemikiran Douglas Kellner dalam bukunya Television and the Crisis
of Democracy (1990) yang menyatakan bahwa ada kecenderungan siaran
televisi lebih banyak diatur “konstitusi” rezim kediktatoran pasar yang
menonjolkan kompetisi dan hak akumulasi modal sebebas-bebasnya.28
2. Definisi Infotainmen
Adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian
menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi
27
Iswandi Syahputra. Jurnalistik Infotainment: Kancah Baru Jurnalistik dalam Industri Televisi,h.65
28
hiburan. Merupakan kependekan dari istilah Inggris
information-entertainment. Infotainmen di Indonesia identik dengan acara televisi yang
menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang
unik.29
Infotainmen adalah hiburan ringan dan aktual seputar dunia
selebritis dan orang-orang terkenal dalam bentuk hiburan, contohnya profil
selebritis. Dalam bukunya yang berjudul “Infotainmen” juga menuturkan :
Terlepas dari akar kelahirannya di barat, dimana infotainmen sebagai
‘informasi yang disajikan sebagai hiburan’. Di Indonesia istilah tersebut
menjadi informasi mengenai dunia hiburan, yang kemudian lebih menjadi
informasi mengenai kehidupan pribadi para artis di dunia hiburan.30
Infotainmen pada dasarnya adalah jenis soft journalism atau soft
news yang berkembang di Amerika Serikat. Kategori ini bukan hanya
menampilkan informasi dunia hiburan semata tapi beraneka ragam berita
dari olahraga, politik, sosial budaya, dan kriminal, yang dikemas menjadi
lebih lunak dan menghibur.31
Maraknya tayangan televisi dengan acara-acara sinetron, dan reality
show sangat membutuhkan infotainmen, begitu pula sebaliknya dimana
infotainmen menjadi bagian tidak terpisahkan dari tayangan televisi. 32
Carpini dan Williams (2001) menyebut beberapa alasan penyebab
29
http://wikipedia.org/wiki/infotainment/Januari,2003 30
Bima Nugroho, Teguh Imawan, dkk. Infotainment. (Jakarta: KPI,2005),cet-1,h.6 31
Iswandi Syahputra. Jurnalistik Infotainment: Kancah Baru Jurnalistik dalam Industri Televisi.(Yogyakarta: Pilar Media,2006),h. 11
32
maraknya infotainmen, antara lain: perubahan struktural industri
telekomunikasi, integral vertical dan horizontal industri mengenai
pencapaian ekonomi, munculnya pekerja media yang hanya memiliki
pengetahuan minim pada kode etik jurnalistik dan cara pandang bahwa
jurnalisme dan hiburan itu sama saja.33
Sebagian kalangan beranggapan infotainmen telah menjadi pribadi
para artis yang menjadi objek berita. Di pihak lain, infotainmen beralasan
artis merupakan public figure yang perlu untuk memenuhi rasa ingin tahu
penonton. Tapi pertumbuhan infotainmen sangat sulit untuk ditahan.
Infotainmen merupakan acara yang menguntungkan. Biaya informasinya
murah, artis yang menjadi objek tidak dibayar, jumlah penonton banyak,
dan rumah produksi dapat dengan mudah membuat tayangan infotainmen
dengan kemasan yang bervariasi.
33
A. Dasar Pembentukan KPI
Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar
utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya
adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus
dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan
pemodal maupun kepentingan kekuasaan. Berbeda dengan semangat dalam
Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No.24 Tahun
1997 yang berbunyi “ Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan
pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah”, menunjukkan bahwa penyiaran
pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan
untuk semata-mata bagi kepentingan pemerintah.
Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan publik sebagai pemilik
dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik publik
dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi
kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan publik artinya adalah
media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang
sehat. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita,
hiburan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Dasar dari fungsi pelayanan
informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang
Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip
keberagaman isi) dan Diversity of Ownwership (prinsip keberagaman
kepemilikan).
Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang
dirumuskan KPI. Pelayanan yang sehat berdasarkan Diversity of Content
adalah tersedianya informasi yang beragam bagi publikbaik berdasarkan jenis
program maupun isi program. Sedangkan Diversity of Ownership adalah
jaminan bahwa kepemilikan media massa yang ada di Indonesia tidak terpusat
dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja, dan menjamin iklim
persaingan yang sehat antara pengelola media massa dalam dunia penyiaran di
Indonesia.
Apabila ditelaah secara mendalam, Undang-undang No. 32 Tahun 2002
tentang penyiaran lahir dengan dua semangat utama, pertama pengelolaan
sistem penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan karena penyiaran
merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan
publik. Kedua adalah semangat untuk menguatkan entitas lokal dalam
semangat otonomi daerah dengan pemberlakuan sistem siaran berjaringan.
Maka sejak disahkannya UU No 32 Tahun 2002 terjadi perubahan
fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia. Perubahan
paling mendasar dalam semangat UU tersebut adalah adanya limited transfer of
authority dari pengelolaan penyiaran yang selam ini merupakan hak ekslusif
pemerintah kepada sebuah badan pengatur independen (Independent regulatory
body) bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Independen dimaksudkan
ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi
modal maupun kepentingan kekuasaan.
Belajar dari pengalaman masa lalu dimana pengelolaan sistem
penyiaran masih berada di tangan pemerintah (pada waktu rezim orde baru),
sistem penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi Negara yang
dominan dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan. Sistem
penyiaran pada waktu itu tidak hanya digunakan untuk mendukung hegemoni
rejim terhadap publik dalam penguasaan wacana strategis, tapi juga digunakan
untuk mengambil keuntungan dalam kolaborasi antara segelintir elit penguasa
dan pengusaha.
Terjemahan semangat yang kedua dalam pelaksanaan sistem siaran
berjaringan adalah, setiap lembaga penyiaran yang ingin menyelenggarakan
siarannya di suatu daerah harus memiliki stasiun lokal atau berjaringan dengan
lembaga penyiaran lokal yang ada di daerah tersebut. Hal ini untuk menjamin
tidak terjadinya sentralisasi dan monopoli informasi seperti yang terjadi
sekarang. Selain itu, pemberlakuan sistem siaran berjaringan juga dimaksudkan
untuk merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin hak
sosial-budaya masyarakat lokal.
Selama ini sentralisasi lembaga penyiaran berakibat pada
diabaikannya hak sosial-budaya masyarakat lokal dan minoritas. Padahal
masyarakat lokal juga berhak untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan
kebutuhan politik, sosial dan budayanya. Disamping itu keberadaan lembaga
menghimpit keberadaan lembaga-lembaga penyiaran lokal untuk dapat
mengembangkan potensinya secara lebih maksimal. Undang-undang No.32
Tahun 2002 dalam semangatnya melindungi hak masyarakat secara lebih
merata.
B. Sejarah KPI
Lembaga penyiaran adalah penyelenggaraan penyiaran, baik lembaga
penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas
maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas,
fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga Negara yang bersifat
independen yang ada dipusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya
diatur dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di
bidang penyiaran.1
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat
provinsi). Anggota KPI Pusat (9 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dan KPI Daerah (7 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Selain itu, anggaran program kerja KPI Pusat dibiayai oleh APBN (Anggaran
Pendapatan Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh APBD (Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah). Dalam pelaksanaan tugasnya, KPI dibantu oleh
1
sekretariat tingkat eselon II yang stafnya terdiri dari staf pegawai negeri sipil
serta staf profesional non PNS. KPI merupakan wujud peran serta masyarakat
berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan
penyiaran harus mengembangkan program-program kerja hingga akhir kerja
dengan selalu memperhatikan tujuan yang diamanatkan Undang-undang
Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3:
"Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh
integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan
bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum,
dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan
sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.”
Untuk mencapai tujuan tersebut organisasi KPI dibagi menjadi tiga
bidang, yaitu bidang kelembagaan, struktur penyiaran dan pengawasan isi
siaran. Bidang kelembagaan menangani persoalan hubungan antar
kelembagaan KPI, koordinasi KPID serta pengembangan kelembagaan KPI.
Bidang struktur penyiaran bertugas menangani perizinan, industri dan bisnis
penyiaran. Sedangkan bidang pengawasan isi siaran menangani pemantauan
isi siaran, pengaduan masyarakat, advokasi dan literasi media.
C. Visi dan Misi KPI
1. Visi Komisi Penyiaran Indonesia
Terwujudnya sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan
bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan
2. Misi Komisi Penyiaran Indonesia
Membangun dan memelihara tatanan informasi nasional yang adil,
merata dan seimbang. Membantu mewujudkan infrastruktur bidang
penyiaran yang tertib dan teratur, serta arus informasi yang harmonis
antara pusat dan daerah, antarwilayah Indonesia, juga antara Indonesia dan
dunia internasional. Membangun iklim persaingan usaha di bidang
penyiaran yang sehat dan bermartabat. Mewujudkan program siaran yang
sehat, cerdas, dan berkualitas untuk pembentukan intelektualitas, watak,
moral, kemajuan bangsa, persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan
nilai-nilai dan budaya Indonesia. Menetapkan perencanaan dan pengaturan
serta pengembangan SDM yang menjamin profesionalitas penyiaran.
D. Kelembagaan Organisasi KPI
1. Wewenang, Tugas, dan Kewajiban KPI
KPI melakukan peran-perannya sebagai wujud peran serta
masyarakat yang berfungsi mewadahi inspirasi serta mewakili kepentingan
masyarakat akan penyiaran. Dalam menjalankan fungsinya, KPI juga
mempunyai beberapa wewenang yaitu:
a. Menetapkan standar program penyiaran
b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran
c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran
d. Memberi sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku
penyiaran serta standar program siaran
e. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah, lembaga
penyiaran dan masyarakat.
KPI mempunyai tugas yaitu:
a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan
benar sesuai dengan hak asasi manusia,
b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran,
c. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran
dan industri terkait,
d. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan
seimbang,
e. Menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta
kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaran penyiaran,
f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang
menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.
Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang penyiaran dan P3SPS
menjadi rujukan untuk melihat kualitas penyelenggaraan di Indonesia.
Dalam arti, kualitas tersebut apakah penyelenggaraan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ada dan tercantum di dalamnya.
KPI juga memiliki kewajiban sebagai berikut:
a. KPI wajib mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran,
b. KPI wajib menerima aduan dari setiap orang atau kelompok yang
c. KPI wajib menindaklanjuti aduan resmi mengenai hal-hal yang bersifat
mendasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf e,
d. KPI wajib meneruskan aduan kepada lembaga penyiaran yang
bersangkutan dan memberikan kesempatan hak jawab,
e. KPI wajib menyampaikan secara tertulis hasil evaluasi dan penilaian
kepada pihak yang mengajukan aduan dan Lembaga Penyiaran yang
terkait.
Adapun Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Sekretariat Komisi
Penyiaran Indonesia, juga diatur dalam Pasal 17 Peraturan Komisi
Penyiaran Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Kelembagaan Komisi
Penyiaran Indonesia. Dalam pasal itu disebutkan bahwa:
(1) Sekretariat KPI merupakan bagian perangkat kelembagaan pemerintah
baik di pusat maupun di daerah.
(2) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, KPI dibantu oleh sekretariat
yang dipimpin oleh seorang sekretaris yang dibiayai oleh APBN untuk
KPI Pusat dan APBD untuk KPI Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Struktur organisasi sekretariat KPI yang diatur dalam Peraturan KPI
ditetapkan melalui Keputusan Menteri untuk KPI Pusat dan Peraturan
Gubernur dan atau Peraturan Daerah untuk KPI Daerah.
Dalam pasal 18 disebutkan pula bahwa:
(1) Sekretaris KPI Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
(2) Sekretaris KPI Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
pejabat yang diusulkan oleh KPI Daerah dan ditetapkan oleh
Gubernur.
(3) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Sekretaris bertanggung
jawab kepada Ketua KPI dan mematuhi setiap keputusan pleno.
Pejabat Sekretariat KPI Pusat/KPI Daerah adalah pejabat struktural
disesuaikan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
2. Aturan-aturan dalam Tubuh KPI
Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, control dan
perekat social. Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.
Maka dari itu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga
penyiaran memiliki aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan contohnya
saja dalam hal perizinan penayangan suatu tayangan. KPI akan
memberikan izin siaran apabila:
a. Izin penyelenggaraan penyiaran diberikan sebagai berikut:
1) Izin penyelenggaraan penyiaran radio diberikan untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun
2) Izin penyelenggaraan penyiaran televisi diberikan untuk jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun.
b. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b
c. Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga
radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan
dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba
siaran paling lama 1 (satu) tahun.
d. Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada
pihak lain,
e. Izin penyelenggaraan penyiaran dicabut karena :
1) Tidak lulus masa uji coba siaran yang telah ditetapkan
2) Melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah
jangkauan siaran yang ditetapkan
3) Tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 (tiga) bulan tanpa
pemberitahuan KPI
4) Dipindahtangankan kepada pihak lain
5) Melanggar ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan
persyaratan teknis perangkat penyiaran,atau
6) Melanggar ketentuan mengenai standar program siaran setelah
adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum
tetap,
7) Izin penyelenggaraan penyiaran dinyatakan berakhir karena habis
masa izin dan tidak diperpanjang kembali.
Selain itu Komisi Penyiaran Indonesia juga menetapkan pedoman
perilaku penyiaran yang harus ditaati oleh para stasiun televisi ataupun
a. Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggara stasiun ditetapkan
oleh KPI
b. Pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disusun dan bersumber pada:
1) Nilai-nilai agama, moral dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku,
2) Norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat
umum dan lembaga penyiaran.
c. KPI wajib menerbitkan dan mensosialisasikan pedoman perilaku
penyiaran kepada lembaga penyiaran dan masyarakat umum,
d. Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang
sekurang-kurangnya berkaitan dengan:
1) Rasa hormat terhadap pandangan keagamaan
2) Rasa hormat terhadap hal pribadi
3) Kesopanan dan kesusilaan
4) Pembatasan adegan seks,kekerasan, dan sadisme
5) Perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan
6) Penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak
7) Penyiaran program dalam bahasa asing
8) Ketetapan dan kenetralan program berita
9) Siaran langsung dan,
10)Siaran iklan
Bagi televisi yang melanggar aturan yang telah ditentukan oleh
KPI akan mendapatkan sanksi administratif oleh KPI yaitu:
a. Teguran tertulis
b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui
tahap tertentu
c. Pembatasan durasi dan waktu siaran
d. Denda administratif
e. Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu
f. Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran
g. Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran
3. Struktur Organisasi Pengurus KPI
KPI Pusat periode kedua ini ditetapkan melalui Surat Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2007 tertanggal 31 Maret
2007, dan KPI Pusat efektif bekerja awal Juni 2007. Sedangkan penetapan
Ketua dan Wakil Ketua KPI Pusat dilaksanakan pada 16 April 2007
dengan menetapkan struktur keanggotaan sebagaimana tersebut.
Komisioner Periode 2007-2010:
Ketua : Prof. Sasa Djuarsa Sendjaja, PhD
Wakil Ketua : Fetty Fajriati Miftach, MA
Bidang Kelembagaan : Dr.S. Sinansari Ecip, Mochamad Riyanto,M.Si
Bidang Pengawasan : Yazirwan Uyun
Bidang Perizinan : Izzul Muslimin,SIP, Dr. Amar Achmad,M.Si
dan Bimo Nugroho Sekundatmo,M.Si
Komisioner Periode 2010-2013:
Ketua : Dadang Rahmat Hidayat
Wakil Ketua : Nina Mutmainnah
Anggota : Ezki Tri Rezeki Widianti, Mochamad Riyanto,
Azimah, Idy Muzayyad, Iswandi Syahputra,
Judhariksawan dan Yazirwan Uyun.
Dalam menjalankan tugasnya-tugasnya, KPI Pusat dibantu oleh
tenaga ahli sebagaimana amanat UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran pasal 9 ayat 4: “KPI dibantu oleh sebuah sekretariat yang
dibiayai oleh APBN.” Dan ayat 5: “Dalam melaksanakan tugasnya, KPI
dapat dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.”
Susunan Sekretariat KPI Pusat sebagai berikut:
Sekretaris KPI Pusat Ir. Oemar Edi Prabowo, MM
Kepala Bagian Perencanaan dan Hukum Kepala Subbag Perencanaan
Kepala Subbag Perancangan Peraturan Kepala Subbag Pengaduan
Deki Santosa, SE Imam Waluyu, S.Sos Surahmawati, SH Dra. Sinar Ria Bellawati
Kepala Bagian Administrasi Perizinan Kepala Subbag Fasilitas Proses Perizinan Kepala Subbag Fasilitas Kajian Teknologi
Drs. Ismet Imawan, MM Heryadi Purnama, S.Sos Alfrida Berlini
Kepala Bagian Komunikasi
Kepala Subbag Humas Antar Lembaga Kepala Subbag Fasilitas Monitoring
Budi Taruna Wijanarko, SE
Drs. Bambang Siswanto, M.Si
Kepala Bagian Umum
Kepala Subbag Tata Usaha dan Kepegawaian Kepala Subbag Keuangan
Kepala Subbag Dokumentasi dan Kepustakaan
Drs. Henry A.R. Patandianan Sudaryadi. B.Sc
Kelompok jabatan Fungsional
Asisten Ahli: Agatha Lily, M.Si
Ria Aprianti Tris Finalia
Intantri Kusmawarni, M.Si Rizky Riyadu Taufik Joaquim Rohi
Hariqo Wibawa Satria Arie Andyka
Fera Ariefah
Pengelola Website
Redaktur Pelaksana Sofyan Herbowo, SIP
Redaktur Rianzi Gautama, S.Sos
Aditya Nur Fahmi, MM Shuci Trisna Permata, S.Kom
4. Program Kerja KPI
a. Penyusunan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan berupa
peraturan kelembagaan KPI dan P3SPS.
KPI telah mengeluarkan Peraturan KPI nomor 01 Tahun 2007
tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia yang mengatur
keanggotaan, struktur kelembagaan, kesekretariatan, rapat
kelembagaan, tata hubungan KPI Pusat dan KPID, Kerjasama,
Honorarium dan Tunjangan. Pada 2009, peraturan tersebut digantikan
oleh Peraturan KPI nomor 01 Tahun 2009 sebagai output dari hasil
Sidang Tim Penyusunan dan Penyempurnaan Peraturan KPI Bidang
Kelembagaan yang pernah diadakan di Bogor, 2-4 JuIi 2009. Peraturan
tersebut direvisi untuk lebih memperjelas eksistensi lembaga negara
Penyusunan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) adalah produk
KPI yang mengandung ketentuan-ketentuan mengenai apa yang boleh
dan tidak boleh dalam proses pembuatan program siaran. Penyusunan
Standar Program Siaran (SPS) adalah produk KPI yang mengandung
ketentuan-ketentuan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh ter-saji
dalam isi siaran. P3 dan SPS yang berlaku saat ini adalah Peraturan
Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 tentang Pedoman
Perilaku Penyiaran; Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03
Tahun 2009 tentang Standar Program Siaran. Dalam peraturan terbaru
ini, aturan-aturan mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran dijelaskan secara lebih rinci.
b. Rapat-rapat Koordinasi seperti Rakornas (Rapat Koordinasi Nasional),
Rapim (Rapat Pimpinan), Raker (Rapat Kerja) dan Rapat Pleno.
Sementara itu untuk penguatan kelembagaan dan koordinasi
kegiatan program, seperti yang terdapat pada BAB V Peraturan KPI
Nomor 01 tahun 2009 tentang kelembagaan, bahwa yang termasuk
dalam rapat-rapat kelembagaan KPI adalah Rapat Koordinasi Nasional
(Rakornas), Rapat Pimpinan (Rapim), Rapat Kerja (Raker) dan Rapat
Pleno.
- Rapat pimpinan bertujuan untuk melakukan konsolidasi
kelembagaan secara menyeluruh dalam upaya meningkatkan
kinerja dalam melaksanakan pengaturan, pengawasan dan
pengembangan dalam bidang penyiaran sebagaimana diamanatkan
- Rakornas ini sesuai dengan Peraturan KPI No. 01 Tahun 2009
tentang Kelembagaan KPI pasal 33 ayat (1) yang berbunyi: Rapat
Koordinasi Nasional merupakan forum tingkat nasional yang
berfungsi untuk menetapkan peraturan dan keputusan berkenaan
dengan wewenang, tugas, kewajiban dan fungsi KPI.
- Rapat Kerja adalah rapat yang diselenggarakan oleh KPI, baik di
tingkat Pusat (Rakernas) dan di tingkat Daerah (Rakerda), dan
diikuti oleh koordinator bidang dari seluruh KPI Daerah.
- Rapat Pleno adalah rapat yang diselenggarakan secara berkala dan
merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan di
masing-masing KPI Pusat dan KPI Daerah.
c. Programpembinaan dan koordinasi dengan KPID
d. Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR RI
e. Kerjasama antarlembaga seperti dengan Pemda, KPID dan lembaga
lainnya.
Komisi Penyiaran Indonesia Pusat melakukan kerjasama
dengan berbagai pihak dalam menjalankan amanat UU Nomor 32
tahun 2002 tentang Penyiaran. Kerjasama ini dilakukan untuk
meningkatkan komunikasi dan mendukung terlaksananya tugas-tugas
KPI. Seperti bekerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia,
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia (PPPI), Dewan Pers, Yayasan 28, Komisi
Atmajaya Yogyakarta, Universitas Veteran Yogya-karta, Universitas
Muhammadiyah Malang, dll. Bentuk kerjasama yang dilakukan KPI
dengan lembaga-lembaga penyiaran atau lembaga lain-nya yang terkait
penyiaran pada umumnya berupa kerjasama yang menitikberatkan
pada literasi media dan pengawasan isi siaran. Selain menjalin
hubungan kerjasama dalam negeri, KPI mempunyai program untuk
melakukan kunjungan ke beberapa negara yang dipan-dang maju
dalam hal penyiaran, dalam rangka menjalin kerjasama internasional.
Beberapa Negara yang telah dikunjungi KPI adalah China, Hongkong,
Malaysia, Singapore, Inggris, Amerika Serikat.
f. Penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding)/Nota
Kesepahaman.
E. Gambaran Tayangan Infotainmen di Indonesia
1. Infotainmen dalam Jurnalisme
Infotainmen merupakan jenis tayangan televisi yang popular dewasa
ini. Tingginya popularitas jenis tayangan ini bisa dibuktikan dengan semakin
beragamnya nama tayangan infotainmen yang menemui pemirsa. Walaupun
semakin beragamnya nama tayangan infotainmen, namun keberagaman nama
ini tidak diikuti oleh keberagaman format acara infotainmen. Anehnya
digandrungi para pemirsa. Pada waktu prime-time2 infotainmen juga tidak
terlewat ikut meramaikan kompetisi perebutan rating tinggi.
Arti sesungguhnya dari infotainmen, yaitu informasi yang dikemas
dalam balutan entertainment, maka seharusnya porsi informasi lebih banyak
daripada porsi hiburan. Faktanya, kini infotainmen lebih mengutamakan unsur
hiburan daripada unsur informasi. Ini terkait dengan kandungan informasi
misalnya bobot informasi atau penting tidaknya informasi tersebut
disampaikan kepada publik.
Mengacu pada theory agenda setting, maka sebenarnya medialah
yang telah mengonstruksi pikiran publik sehingga informasi yang sebenarnya
tidak penting menjadi penting. Dalam teori yang dikemukan oleh
M.E.Mc.Combs and D.L. Shaw tersebut dikatakan bahwa jika media
memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan
mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Mereka menjelaskan
bahwa ada korelasi positif yang cukup signifikan antara penekanan berita dan
penilaian berita oleh khalayak.3
Dengan kata lain, media membuat sesuatu yang tidak penting menjadi
penting, misalnya penekanan dengan porsi penayangan berita yang besar.
Seperti wartawan infotainmen mencari berita mengenai perceraian artis , cara
berpacaran artis, gaya hedonisme mereka, pernikahan terselubung, pisah
ranjang hingga perselingkuhan mereka. Kenapa kehidupan “ranjang” artis
2
Prime-time adalah waktu terbaik untuk menyuguhkan program siaran yang top, mengingat waktu tersebut ditonton oleh sebagia