• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Jalaluddin Rakhmat Dalam Memaksimalkan Pembelajaran Pai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemikiran Jalaluddin Rakhmat Dalam Memaksimalkan Pembelajaran Pai"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIKIRAN JALALUDDIN RAKHMAT DALAM

MEMAKSIMALKAN PEMBELAJARAN PAI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

MUTMAINAH

109011000262

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Mutmainah

Tempat/Tgl. Lahir : Jakarta, 22 November 1991

NIM : 109011000262

Jurusan/Prodi : Pendidikan Agama Islam/Strata 1

Judul Skripsi : Pandangan Jalaluddin Rakhmat Dalam Memaksimalkan Pembelajaran PAI.

Dosen Pembimbing : 1. Dr. Sururin, M.Ag

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat wisuda.

Jakarta, Maret 2014 Mahasiswa Ybs.

Mutmainah

(3)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Disusun oleh :

Mutmainah 109011000262

DI BAWAH BIMBINGAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(4)

Skripsi berjudul “Pemikiran Jalaluddin Rakhmat Dalam Memaksimalkan Pembelajaran PAI” disusun oleh Mutmainah, NIM 109011000262, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Fakultas.

Jakarta, 06 Maret 2014

Yang Mengesahkan,

(5)
(6)

i

ABSTRAK

Mutmainah (109011000262), Pemikiran Jalaluddin Rakhmat Dalam Memaksimalkan Pembelajaran PAI. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya anggapan peserta didik bahwa belajar adalah beban bagi mereka, keraguan tumbuh di dalam diri, dan siswa makin sedikit mengambil resiko. Peserta didik menghambat pengalaman belajarnya secara terpaksa dan pada akhir sekolah, kata belajar dapat membuat banyak siswa tegang dan takut. Tokoh Jalaluddin Rakhmat salah satu tokoh pejuang yang banyak memberikan kontribusi pendidikan agama Islam melalui ide pemikiran dan karyanya

salah satunya di dalam buku “Belajar Cerdas: Belajar berbasiskan otak”. Di dalam

buku ini Jalaluddin Rakhmat Mengemukakan bahwa mengetahui bagaimana otak bekerja akan membuat seseorang dapat belajar secara maksimal dan menyenangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran Jalaluddin Rakhmat dalam

memaksimalkan pembelajaran PAI yang tertuang dalam karyanya “Belajar Cerdas: Belajar Berbasiskan Otak”.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian perpustakaan (library research), dimaksud untuk mendapatkan informasi secara lengkap dan menentukan tindakan yang akan diambil dalam kegiatan ilmiah. Dalam penelitian ini data diolah dan digali dari pelbagai buku, surat kabar, majalah dan beberapa tulisan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini.

(7)

ii

Puji sukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat, nikmat akal, serta nikmat yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat dan salam atas nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan cahaya dalam hidup penulis berupa agama Islam.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga atas bimbingan, pengarahan, dukungan serta bantuan dari berbagai pihak kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 2. Bapak Abdul Majid Khon, M.Ag, selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam. 3. Ibu Marhamah Saleh, LC, M.A, selaku sekertaris jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Ibu Dr. Sururin, M.Ag, selaku pembimbing penulis yang mau meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan dukungan kepada penulis selama proses bimbingan.

5. Bapak Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, selaku penasehat akademik. 6. Seluruh dosen dan staf jurusan Pendidikan Agama Islam.

7. Kang Jalaluddin Rakhmat beserta istrinya yang penulis gunakan sebagai narasumber wawancara.

8. Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

9. Adik dan kakakku tersayang, yang mau membantu penulis dalam proses pengetikan skripsi. 10.Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Agama Islam angkatan 2009 terutama khusus

untuk anak kelas G, semoga sukses selalu.

11.Sahabat-sahabatku Bela, Ikoh, Ika, Rini, Maya, Kokom. Semoga kita terus berhubungan baik dan saling silaturahmi walaupun sudah jarang bertemu.

12.Untuk semua orang yang ada dalam kehidupan penulis yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi.

(8)

iii

Jakarta, Maret 2014 Penulis

Mutmainah

(9)

iv

DAFTAR ISI

COVER

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN MUNAQASAH

ABSTRACT... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 5

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6

BAB II KAJIAN TEORI... ... A. Memaksimalkan Pembelajaran PAI... 8

1. Pengertian Memaksimalkan... 8

2. Pengertian Pembelajaran... 8

3. Pengertian Pendidikan Agama Islam... 14

4. Dasar Pendidikan Agama Islam... 16

(10)

v

6. Materi Pendidikan Agama Islam... 23

7. Metode Pendidikan Agama Islam... 24

B. Kajian Terdahulu Yang Relevan... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... ... A. Tempat dan Waktu Penelitian... 28

B. Metode Penelitian... 28

1. Jenis penelitian... 28

2. Sumber Data... 29

3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 30

4. Analisis Data... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... .. A. Biografi Jalaluddin Rakhmat ... 33

1. Latar belakang Jalaluddin Rakhmat... 33

2. Pendidikan dan Pengalaman Jalaluddin Rakhmat... 34

3. Karya-karya Jalaluddin Rakhmat... 44

B. Hubungan Belajar Berbasiskan Otak dalam Pembelajaran PAI... 52

C. Hubungan Belajar Cerdas dengan Makanan dalam PembelajaranPAI... 57

D. Hubungan Belajar Cerdas dengan Gerakan dalam Pembelajaran PAI... 60

E. Hubungan Belajar Cerdas dengan Pengayaan dalam Pembelajaran PAI... 64

(11)

vi

A. Kesimpulan ... 70 B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(12)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Bimbingan Skripsi Lampiran II : Daftar Uji Referensi

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan aspek penting dalam menunjang kemajuan bangsa di suatu negara. Tertinggal atau majunya suatu negara, sangat tergantung pada kondisi pendidikannya. Semakin berkembang pendidikan di suatu negara, maka semakin besar dan maju negara tersebut. Bangsa yang maju dan besar tentunya lebih menomorsatukan pembangunan pendidikan, sebab pendidikan yang baik dan benar akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Sekolah merupakan salah satu lembaga yang mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan yang diperolehnya. Upaya peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukaan melalui proses belajar. Belajar merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah, melalui proses belajar siswa dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan mengembangkan pikirannya. Allah SWT akan memberikan tanda-tanda yang menunjukkan Keesaan-Nya bagi manusia yang memiliki pikiran, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Imron ayat 190.

بْلأا يلْ أِل ت يآ ر َّلا لْيَللا فاتْخا ضْرأا تا مَّلا قْلخ يف َّإ

Artinya :

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal”1.

Ayat al-qur’an di atas menjelaskan bahwa orang yang berilmu dan berpendidikan memiliki derajat yang tinggi disisi Allah. Oleh karena itu, Tujuan pembangunan nasional dibidang pendidikan adalah menciptakan manusia yang

1

Al-Quran dan Terjemahannya Al-‘Aliyy, (Bandung : CV Diponegoro, 1995).

(14)

cerdas. Dengan pembangunan, Indonesia bisa disejajarkan dengan bangsa-bangsa lain. Untuk melaksanakan pembangunan tersebut diperlukan Sumber Daya Manusia yang cerdas dan terampil.

Dalam pembukaan UUD 1945 pasal 31 ayat (3) yang menyatakan bahwa,

“Pemerintah Negara Indonesia mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”.2 Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Proses pendidikan pada hakekatnya adalah interaksi yang terjadi antara guru dan murid. Pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang terjadi di sekolah maupun di luar sekolah. Menurut M. Dalyono belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan.3 Proses perubahan tingkah laku atau proses belajar yang terjadi pada diri individu itu mencakup sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya.

Sekolah harus menjadi ajang kegiatan yang paling menyenangkan disetiap kota dan anak-anak akan sangat cepat belajar jika mereka dibimbing untuk menemukan sendiri prinsip-prinsip belajar itu. Sebagaimana pendapat Dave Meier yang dikutip Hernowo, yaitu: “menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam

keadaan gembira bukan berarti menciptakan suasana ribut. „kegembiraan’ disini

berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya pemahaman (penguasaan atas materi yang dipelajari), dan nilai yang membahagiakan pada diri siswa. Itu semua adalah kegembiraan dalam melahirkan sesuatu yang baru. Dan

2

Muhammad Kholid Fathoni,Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma Baru), (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam , 2005), h. 10.

3

(15)

penciptaan kegembiraan ini jauh lebih penting ketimbang segala teknik atau metode atau medium yang mungkin dipilih untuk digunakan.4

Jalaluddin Rakhmat menunjukkan kepada kita bahwa emosi positif akan memperluas pikiran dan tindakan serta membangun sumber daya personal, sementara emosi negatif akan menyempitkan pikiran dan tindakan.5 Diantara ciri orang yang bahagia adalah emosi positif. Frederickson menyebutkan empat keadaan emosi positif : joy (keceriaan), interest (ketertarikan), contentment (kepuasan atau kelegaan), dan love (cinta atau kasih sayang).

Hernowo mengutip pendapat Dr. Georgi Lozanov, Bapak Accelerated Learning asal Bulgaria,bahwa musik klasik dapat menyelaraskan tubuh dan otak.6Musik mengurangi stress, meredakan ketegangan, meningkatkan energi, dan memperbesar daya ingat. Seseorang yang mengalami tekanan (stress) akan berkurang tekanannya bila orang tersebut melepaskan suara, misalnya bernyanyi, berteriak, marah-marah dan sebagainya.

Sebagaimana yang di kemukakan oleh Jalaluddin Rakhmat“mengetahui bagaimana otak bekerja akan membuat seseorang dapat belajar secara maksimal dan menyenangkan.7 Otak kita terus berkembang bila kita hidup dalam lingkungan yang penuh dengan tantangan. Selain itu pentingnya makanan, pentingnya gerakan dan pentingnya memperkaya lingkungan juga sangat mempengaruhi seseorang dalam memaksimalkan pembelajaran.

Memaksimalkan belajar Pendidikan Agama Islam sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran agama Islam, namun kenyataannya kebanyakan siswa memiliki kemampuan belajar Pendidikan Agama Islam yang rendah. Rendahnya kemampuan belajar Pendidikan Agama Islam siswa dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya karena pendidik sama sekali tidak mengerti otak. Selama ini otak atau organ untuk

4

Hernowo, Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Men yenangkan, (Bandung : Mizan Learning Center, 2005), h. 15.

5

Ibid., h. 29.

6

Ibid., h. 30.

7

(16)

berpikir tidak pernah dipertimbangkan oleh para pendidik, kecuali ketika mereka menghardik para siswanya dengan kata otak udang.8

Dari sinilah menurut Jalaluddin Rakhmat permulaan citra diri yang negatif. Sejak saat itu, belajar menjadi beban, keraguan tumbuh di dalam diri, dan siswa makin sedikit mengambil resiko. Umpan negatif yang terus menerus ini sangat mematikan. Setelah beberapa tahun di sekolah, terjadilah learning shutdown (kebuntuan belajar). Anak menghambat pengalaman belajarnya secara terpaksa. Pada akhir sekolah, kata belajar dapat membuat banyak siswa tegang dan takut.9

Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam juga sering kurang diperhatikan oleh semua pihak dilingkungan sekolah, baik guru maupun siswa. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dianggap terlalu banyak menghafal, dan membaca. Sehingga banyak siswa yang merasa jenuh dengan materi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Kondisi tersebut sering diperparah oleh keadaan bahwa siswa merasa kurang tertarik, menganggap mudah, dan menganggap pelajaran yang menjemukan. Keberadaan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sering dianggap kurang bermanfaat bagi siswa, karena mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tidak termasuk yang diujikan dalam Ujian Akhir Nasional.

Metode mengajar menjadi salah satu bagian yang ikut memperburuk pandangan berbagai pihak tentang mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Kebanyakan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ini disampaikan dengan cara-cara yang kurang menarik, seperti penggunaan metode mengajar yang monoton, kurang variasi yang semakin memperparah keadaan. Kejenuhan siswa akan lebih cepat muncul dalam kondisi seperti ini.

Masalah memaksimalkan belajar Pendidikan Agama Islam siswa harus segera diatasi, karena Pendidikan Agama Islam mempunyai peranan yang sangat penting bagi siswa untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam dari siswa, yang disamping untuk membentuk

9

(17)

kesalehan atau kualitas pribadi, juga untuk membentuk kesalehan sosial sehingga terwujud persatuan dan kesatuan nasional (ukhuwah wathaniyah) dan bahkan ukhuwah insaniyah (persatuan dan kesatuan antar sesama umat manusia). Untuk mengatasi permasalahan tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pembelajaran yang menyenangkan yang diharapkan dapat meningkatkan kemaksimalan belajar Pendidikan Agama Islam siswa.

Memaksimalkan belajar Pendidikan Agama Islam siswa dapat ditingkatkan dengan pembelajaran yang dalam pelaksanaan pengajarannya tidak terdapat tekanan ataupun ancaman kepada siswa. Selain itu, memaksimalkan belajar Pendidikan Agama Islam siswa juga dapat meningkat jika siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.10

Tokoh Jalaluddin Rakhmat yang dalam sejarah pendidikan Islam tercatat sebagai salah satu tokoh pejuang yang banyak memberikan kontribusi pendidikan agama Islam melalui ide pemikiran dan karya-karyanya dalam pendidikan agama Islam. Salah satunya adalah didalam mengajar beliau tidak merujuk pada kurikulum departemen pendidikan. Yang dirujuk hanyalah standar kompetensinya saja.11Maka dari sini penulis tertarik untuk meneliti tentang”Pemikiran Jalaluddin Rakhmat tentang Cara Memaksimalkan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”.

B.

Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, menunjukkan bahwa memaksimalkan belajar Pendidikan Agama Islam siswa tidak harus terpaku hanya kepada guru dan buku saja. Namun memaksimalkan belajar Pendidikan Agama Islam dapat dilakukan dengan banyak cara melalui bekerjanya otak, pentingnya makanan, pentingnya gerakan dan pentingnya memperkaya lingkungan, maka penulis mencoba mengidentifikasi beberapa masalah, antara lain:

10

Eric Jensen, Memperkaya Otak: Cara Memaksimalkan Potensi Setiap Pembelajar,

(Jakarta: PT Indeks, 2008), h. 180.

11

(18)

1. Kurangnya perasaan emosi positif dalam belajar mengajar.

2. Jalauddin Rakhmat menyatakan banyak pendidikan hampir dapat dipastikan tidak merujuk ke cara bekerjanya otak.

3. Sumber yang dipakai dalam pembelajaran masih terbatas. 4. Guru lebih mendominasi pembelajaran di dalam kelas.

5. Menurut Jalaluddun Rakhmat banyak siswa yang menganggap belajar menjadi beban

6. Cara belajar yang monoton.

7. Proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan.

C.

Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar kajian menjadi jelas dan terarah, sehingga tujuan kajian tercapai. Dalam kajian ini permasalahan dibatasi pada: konsep pemikiran Jalaluddin Rakhmat dalam memaksimalkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam karyanya “Belajar Cerdas Belajar Berbasiskan Otak.”

Berdasarkan pembatasan masalah, masalah kajian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana pemikiran Jalaluddin Rakhmat dalam memaksimalkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang tertuang dalam

karyanya “Belajar Cerdas Belajar Berbasiskan Otak”?

D.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah : Untuk mengetahui pemikiran Jalaluddin Rakhmat dalam memaksimalkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang tertuang dalam karyanya “Belajar Cerdas Belajar Berbasiskan Otak.”

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka dapat dijelaskan manfaat dari kajian ini adalah sebagai berikut:

(19)

2. Secara praktis, kajian ini diharapkan dapat ditemukan dalam memaksimalkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dapat dijadikan salah satu alternatif pilihan dalam rangka perbaikan-perbaikan dalam pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam.

3. Para guru sebagai referensi dalam upaya memaksimalkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam siswa dengan menggunakan pemikiran Jalaluddin Rakhmat dalam karyanya Belajar Cerdas Belajar Berbasiskan Otak.

(20)

8

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Memaksimalkan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Memaksimalkan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata memaksimalkan memiliki arti membuat sampai mencapai taraf maksimal.1 Dari pengertian KBBI disamping, penulis mennyimpulkan bahwa memaksimalkan dalam pembelajaran adalah mengoptimalkan pembelajaran sampai mencapai taraf yang di tentukan.

2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi.2

Kata pembelajaran sengaja dipakai sebagai padanan kata dari kata bahasa Inggris Instraction. Kata Instraction memiliki pengertian yang lebih luas daripada pengajaran. Jika kata pengajaran ada dalam konteks guru dan murid di kelas, pembelajaran atau Instraction mencakup pula kegiatan belajar yang tidak dihadiri guru secara fisik. Oleh karena itu, dalam Instraction yang ditekankan adalah proses belajar maka usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa disebut pembelajaran.3

Dalam proses pembelajaran memiliki dua komponen yang saling berhubungan antara satu sama lain, yaitu proses mengajar dan belajar. Oleh karena itu, penulis akan memaparkan kedua komponen tersebut.

1

Js. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), Cet II, h. 850.

2

Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003

3

(21)

a. Pengertian belajar

Pengertian belajar dapat di definisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keselurahan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.4

“Hilgard dan Bower mengemukakan: belajar berhubungan dengan

perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu.”5

“Menurut Cronbach belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu si pelajar menggunakan panca

inderanya.”6

Gagne mengemukakan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar merupakan kapabilitas dan timbulnya kapabilitas disebabkan:

1) Stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan 2) Proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar.

Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam acara belajar, kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif.

Maksud diatas menjelaskan, bahwa:

4

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 55.

5

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 84.

6

(22)

a. Belajar merupakan interaksi antara keadaan internal dan proses kognitif siswa dengan stimulus dari lingkungan.

b. Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar, yang terdiri dari: 1) Informasi verbal, yaitu kapabillitas untuk mengungkapkan

pengetahuan dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan.

2) Keterampilan intelektual, yaitu kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang.

3) Siasat kognitif, yaitu kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.

4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi.

5) Sikap, yaitu kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.7

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat di simpulkan bahwa ada beberapa hal penting yang berkaitan dengan pengertian belajar:

1) Belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan.

2) Perubahan tingkah laku akibat belajar itu dapat berupa memperoleh perilaku yang baru atau meningkatkan perilaku yang sudah ada

3) Perubahan tingkah laku hasil belajar itu terjadi melalui usaha dengan medengar, membaca, mengikuti petunjuk, mengamati, memikirkan, menghayati, meniru, melatih, dan mencoba sendiri atau latihan.

4) Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar harus relatif menetap bukan perubahan yang bersifat sementara.

7

(23)

5) Tingkah laku yang mengalami perubahan akibat belajar itu menyangkut semua aspek kepribadian, baik perubahan dalam pengetahuan, kemampuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, dan aspek perilaku lainnya. 6) Belajar itu dalam prakteknya dapat dilakukan di sekolah maupun di luar

sekolah.8

Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah aktifitas yang menghasilkan perubahan pada tingkah laku individu, baik dalam segi aktual maupun potensial. Dari perubahan tersebut menghasilkan kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan perubahan yang berlaku terjadi karena adanya usaha yang dilakukan dengan sengaja.

b. Pengertian mengajar

Mengajar adalah membimbing siswa untuk belajar atau mengorganisir lingkungan sedemikian rupa dan menciptakan hubungan dengan siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar. Lingkungan menurut psikologi adalah segala sesuatu yang ada di dalam atau di luar individu yang mempengaruhi tingkah laku.9

Mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu, dalam proses belajar mengajar terdapat kegiatan membimbing siswa agar siswa berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya.

Sebagaimana yang dikutip oleh slameto, bahwa mursell berpendapat mengajar adalah kegiatan terorganisasi sehingga dengan mengorganisasikan itu belajar menjadi bermakna bagi siswa. Kilptrick berpendapat bahwa

8

M. Alisuf Sabri, op. cit., h. 55.

9

(24)

mengajar adalah mencari situasi yangmengandung masalah kemudian siswa harus menghadapinya untuk dapat memecahkannya.10

Bagi seorang pendidik mengajar bukanlah tugas yang mudah. Karena dalam mengajar pendidik berhadapan dengan sekelompok anak didik dimana mereka semua membutuhkan bimbingan serta pembinaan menuju kedewasaan. Setelah siswa mengalami proses pendidikan dan pengajaran diharapkan mampu menjadi manusia dewasa yang sadar akan tanggung jawab terhadap dirinya. Oleh karena itu, pendidik dalam mengajar harus memiliki prinsip-prinsip yang harus dilakukan sebaik mungkin.

Adapun prinsip-prinsip dalam mengajar terdiri dari 10 prinsip, yaitu: 1) Perhatian

Didalam mengajar guru harus dapat membangkitkan perhatian siswa kepada pelajaran yang diberikan. Perhatian siswa baru timbul bila dirangsang oleh guru dengan penyajian pelajaran yang menarik.

2) Aktivitas

Dalam proses belajar mengajar, guru harus dapat menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun bertindak, dengan aktivitas siswa sendiri pelajaran menjadi berkesan dan dipikirkan dan diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk berbeda, seperti siswa mengajukan pertanyaan dan berpendapat.

3) Apersepsi

Setiap mengajar guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa ataupun pengalamannya.

10

(25)

4) Peragaan

Waktu guru mengajarkan didepan kelas, harus berusaha menunjukkan benda-benda yang asli.

5) Repetisi

bila guru mengajarkan sesuatu unit pelajaran, itu perlu diulang-ulang, ingatan siswa tidak setia, ia perlu dibantu dengan mengulangi pelajaran yang sedang dijelaskan.

6) Korelasi

Guru didalam tugas mengajar wajib memperhatikan dan memikirkan hubungan diantara setiap bahan pelajaran.

7) Konsentrasi

Usaha konsentrasi pelajaran menyebakan siswa memperoleh kesatuan pelajaran yang bulat, yang tidak terpisah-pisahkan.

8) Sosialisai

Siswa disamping sebagai suatu individu juga mempunyai dimensi social yang perlu dikembangkan. Bekerja didalam kelompok dapat juga meningkatkan cara berpikir mereka sehingga dapat memecahkan masalah dengang lebih baik dan lancar.

9) Individualisasi

Siswa merupakan makhluk yang unik. Masing-masing siswa memiliki tempo perkembangan sendiri-sendiri, maka guru dalam memberi pelajaran juga melayani waktu yang diperlukan oleh masing-masing siswa.

10)Evaluasi

Semua kegiatan belajar perlu evaluasi. Evaluasi dapat member motivasi bagi siswa, mereka akan lebih giat belajar.

(26)

3.

Pengertian Pendidikan Agama Islam

Dalam mendefinisikan Pendidikan Agama Islam, banyak perbedaan yang dikemukakan oleh sejumlah tokoh pendidikan. Perbedaan tersebut tidaklah mengurangi makna dari pendidikan Islam itu sendiri, tetapi akan memperkaya wawasan dalam pengembangan pendidikan. Berikut beberapa penjelasannya: a. Achmadi mendefinisikan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah segala usaha

untuk memelihara fitrah manusia, serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam.11 Hal ini mengandung arti bahwa dalam proses Pendidikan Agama Islam terdapat usaha memelihara kesucian manusia, sehingga manusia tersebut terbentuk menjadi manusia yang sempurna berdasarkan pandangan Islam.

b. Menurut Zakiyah Darajat ”Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengenalkan ajaran Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.12

c. Menurut Muhammad Fadhil Al-Jamaly, sebagaimana dikutip muhaimin dan abdul mujib, menyatakan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan mulia, sehingga terbentuknya pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.13

11

Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), h. 28

12

Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet III. H. 86

13

(27)

d. Achmad D. Marimba mengartikan Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian yang utama menurut ukuran-ukuran Islam.14 e. Tayar Yusuf mengatakan Pendidikan Agama Islam sebagai usaha sadar

generasi tua mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan, dan keterampilan pada generasi muda agar kelak menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT.15

Dari beberapa pengertian diatas menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ajaran Islam itu sendiri, sehingga dalam menjalankan kehidupan manusia selalu dilandasi dengan ajaran Islam yang pada akhirnya mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dengan demikian, pendidikan berperan sebagai wadah untuk menginternalisasi dan mengembangkan ajaran Islam tersebut dalam kehidupan manusia secara individu maupun kelompok masyarakat yang lebih luas. Kemudian karena Islam memandang dan mengkaji manusia secara utuh maka pendidikan Islam pun berupaya untuk mengembangkan potensi manusia secara utuh (baik jasmani dan rohani), sehingga melahirkan muslim yang kaffah, yaitu seorang muslim yang mengamalkan ajaran Islam secara utuh sesuai kadar kemampuannya.

Dengan demikian jelaslah bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa berbagai potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi. Dengan kata lain, Pendidikan Agama Islam juga merupakan proses yang ideal untuk mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki oleh manusia yang akan nilai (full values) sesuai dengan tuntunan atau ajaran Islam sehingga ia mampu menjalani hidupnya sesuai dengan hakikat kehidupan yang sesungguhnya sebagai hamba Allah SWT yang selalu tunduk dan

14

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1992), cet 8, h. 79

15

(28)

patuh kepada-Nya dan pada akhirnya memperoleh kehidupan yang selamat dunia dan akhirat.

4. Dasar Pendidikan Agama Islam

Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar adalah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. Dasar pendidikan Islam tentu saja didasarkan kepada falsafah hidup umat Islam dan tidak didasarkan kepada falsafah suatu negara, sebab sistem Pendidikan Agama Islam tersebut dapat dilaksanakan di mana saja dan kapan saja tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.16

Dasar pendidikan Islam adalah segala ajarannya yang bersumber dari

Al-qur’an, Sunnah, dan ijtihad. Dasar inilah yang membuat pendidikan Islam

menjadi ada, tanpa dasar ini tidak akanada pendidikan Islam. a. Al-Qur’an

Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh jibril kepada Nabi Muhammad SAW yang didalamnya terkandung ajaran pokok sangat penting yang dapat dikembangkan untukkeperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung di dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang

disebut syari’ah dan istilah-istilah yang digunakan dalam memmbicarakan

ilmu tentang syari’ah ini ialah:

1) Ibadah untuk perbuatan yang langsung berhubungan dengan Allah. 2) Muamalah untuk perbuatan yang berhubungan selain dengan Allah.

3) Akhlak untuk tindakan yang menyangkut etikka dan budi pekerti dalam pergaulan.

16

(29)

Pendidikan karena termasuk kedalam usaha atau tindakan untuk

membentuk manusia, termasuk kedalam ruang lingkup mu’amalah.

Pendidikan sangat penting karena ikut menentukan corak dan bentuk amal serta kehidupan manusia baik pribadi maupun masyarakat.

Didalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang dapat diambil sebagai landasan Pendidikan Agama Islam, yaitu terdapat dalam surat An-Nahl ayat 64:17





































Artinya:

dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

Dalam surat Al-Isra ayat 9, yang berbunnyi:18











































17

Al-Quran dan Terjemahannya Al-‘Aliyy, (Bandung : CV Diponegoro, 1995).

18

(30)

Artinya:

Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.

Selanjutnya firman Allah SWT dalam surat Shad ayat 29:19

































Artinya:

ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.

Al-qur’an merupakan kitab Allah yang memiliki perbendaharaan yang besar bagi pengembangan umat manusia. Ia merupakan sumber pendidikan terlengkap, baik itu pendidikan kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), spiritual (kerohanian), serta material (kejasmanian) dan alam semesta.

Al-qur’an merupakan sumber nilai yang absolute dan utuh sampai akhir zaman,

eksistensinya tidak akan pernah mengalami perubahan dan terjaga kemurniannya sampai kapanpun.

b. Sunnah (Hadits)

Sunnah ialah perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Sunnah merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an. Sunnah dapat dijadikan dasar Pendidikan Agama Islam karena sunnah menjadi sumber utama pendidikan Islam karena Allah SWT menjadikkan Nabi

19

(31)

Muhammad SAW sebagai teladan bagi umatnya. Firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21:20



























Artinya:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.

Nabi mengajarkan dan mempraktekkan sikap dan amal baik kepada istri dan sahabatnya, dan seterusnya mereka mempraktekkan pula seperti yang dipraktekkan Nabi dan mengajarkan pula kepada orang lain.

Prinsip menjadikan Al-Qura’an dan Sunnah sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran keyakinan semata. Lebih jauh kebenaran itu juga sejalan dengan kebenaran yang dapat diterima oleh akal yang sehat dan bukti sejarah. Dengan demikian wajar jika kebenaran itu kita kembalikan kepada pembuktian kebenaran pernyataan Allah SWT dalam Al-Qur’an. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 2:



















Artinya:

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.

20

(32)

Al-Qur’an dan Sunnah disebut sebagai dasar pokok karena keabsahan dasar ini sebagai pedoman hidup sudah mendapat jaminan Allah SWT dan Rasul-Nya.21

c. ijtihad

Ijtihad adalah istilah para fuqoha, yaitu berpikir dengan menggunakan

seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam untuk menetapkan atau menentukan suatu hokum syari’at Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah.

Ijtihad dalam hal ini dapat saja dalam meliputi seluruh aspek pendidikan Islam, tetapi tetap berpedoman kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang diolah dari akal oleh para ahli pendidikan Islam. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad harus dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup.22

5. TujuanPendidikan Agama Islam

Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan. Karena itu, tujuan Pendidikan Agama Islam merupakan sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanaka pendidikan Islam.23

Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah peningkatan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana dimaksudkan oleh GBHN, hanya dapat dibina melalui pengajaran agama yang intensif dan efektif, yang pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara, yang sekaligus juga menjadi tujuan pengajaran agama, yaitu: membina manusia beragama, berarti manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan sempurna,

21

Ramayulis, op. cit., h. 123-124.

22

Zakiyah Drajat, op. cit., h. 22.

23

(33)

sehingga tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya, dalam rangka mencapai kebahagiaan dan kejayaan hidup dunia dan akhirat.24

Selanjutnya tujuan dasar ini diperinci oleh Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat, sebagai berikut:

a. Mengetahui dan melaksanakan ibadah dengan baik. Ibadah harus sesuai dengan yang dinyatakan dalam hadits Rasulullah, yang antara lain mengakui dengan setulus hati dan seyakin-yakinnya tanpa ada keraguan bahwa Tuhan yang wajib disembah hanya Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, dan menuanaikan ibadah haji bagi yang mampu.

b. Memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan, sikap yang diperlukan untuk mendapatkan nafkah bagi diri sendiri dan keluarganya.

c. Mengetahui dan mempunyai keterampilan untuk melaksanakan peranan kemasyarakatannya dengan baik, berakhlak mulia pada titik tekan dua sasaran, pertama, akhlak mulia yang diperlukan untuk berhubungan dengan orang lain, diri sendiri, dan umat. Akhlak ini meliputi berbakti kepada kedua orang tua, membelanjakan harta dijalan Allah, bersikap rendah hati, tidak sombong, adil, ihsan, menjauhi perbuatan keji, menghindari kemungkaran, berhati-hati, menjauhi aniaya, menjauhi pembicaraan yang tidak ada gunanya, menepati janji dan sumpah yang diucapkan. Kedua, akhlak yang terkait dengan kasih sayang kepada orang yang lemah dan kasih sayang kepada hewan, seperti membuang duri dijalan, member minum hewan yang

kehausan,menyembelih hewan dengan cara yang ma’ruf sesuai dengan ajaran

Islam.

24

(34)

Dibawah ini disebutkan beberapa tujuan Pendidikan Agama Islam dalam segala tingkat pengajaran umum adalah sebagai berikut:25

a. Menanamkan perasaan cinta dan taat kepada Allah dalam hati anak-anak. b. Menanamkan i’tikad yang benar dan kepercayaan yang betul dalam dada

anak-anak.

c. Mendidik anak-anak dari kecil supaya menjalankan perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya.

d. Mendidik anak-anak dengan membiasakan akhlak yang mulia. e. Memberikan mereka pedoman hidup dunia dan akhirat.

f. Memberikan contoh dan suri tauladan yang baik.

Berbicara Pendidikan Agama Islam, baik makna maupun tujuannya harus mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial, atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hasanah) di akhirat kelak.

Berdasarkan penjabaran diatas, penulis menyimpulkan bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah menciptakan pribadi muslim yang aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Orang yang berkepribadian muslim dalam Al-Qur’an

disebut “muttaqin” yakni orang yang bertakwa. Oleh karena itu, Pendidikan Islam berarti juga membentuk manusia yang bertakwa. Ajaran Islam jika di amalkan dengan sungguh-sungguh akan memberikan ketenangan dalam hati dan dapat memperoleh kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.

6. Materi Pendidikan Agama Islam

Materi Pendidikan Agama Islam pada kurikulum 1999 mencakup lima unsure pokok, yaitu:

25

(35)

a. Al-Qur’an dan Hadits b. Keimanan (Aqidah) c. Akhlak

d. Fiqh

e. Tarikh/ Sejarah Islam26

Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indicator pencapaian kompetensi.27

Dari lima materi tersebut memiliki hubungan satu sama lain, dapat dijelaskan bahwa sumber Pendidikan Agama Islam adalah dari Al-Qur’an dan Hadits. Dari kedua sumber tersebut kemudian melahirkan materi tentang ajaran Islam yang membicarakan mengenai kepercayaan atau keyakinan (akidah) manusi terhadap Tuhan sebagai landasan spiritual keagamaan. Kekuatan keyakinan manusia kepada Tuhan tersebut, kemudian melahirkan kepatuhan untuk menjalankan semua aturan (syari’at) yang dibuat oleh Tuhan dengan menggunakan perilaku atau akhlakyang baik dan benar dalam sistem kehidupan sehari-hari. Keyakinan kepada Tuhan, syari’at dan akhlak yang dijalankan manusia dalam sistem kehidupan telah berlangsung sepanjang sejarah umat Islam, yang dalam hal ini dibicarakan dalam materi Tarikh/ sejarah Islam.

7. Metode Pendidikan Agama Islam

Pada dasarnya, metode Pendidikan Agama Islam sangat efektif dalam membina kepribadian anak didik dan memotivasi mereka sehingga aplikasi metode ini memungkinkan puluhan ribu kaum mukminin dapat membuka hati manusia untuk menerima petunjuk Illahi dan konsep-konsep peradaban Islam. Selain itu metode Pendidikan Agama Islam akan mampu menempatkan manusia

26

Muhaimin dan Abdul Mujib, op. cit., h. 79

27

(36)

di atas luasnya permukaan bumi dan lamanya masa yang tidak diberikan kepada bumi lainnya.

Metode mengajar dalam Pendidikan Agama Islam sebenarnya cukup kaya, terutama pada zaman keemasan Islam dalam perkembangan ilmu pengetahuan seperti telah dibuktikan oleh para intelektual besar Islam yaitu Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Maskawai, Al Mawardi, Ibnu Sina, Al Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Bajah, Ibnu Thufal, Ibnu Kaldun dan lain-lain. Namun demikian, dalam penerapannya masih saja kurang maksimal.Apabila proses pendidikan tidak menggunakan metode yang tepat maka akan sulit untuk mendapatkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Kendala penggunaan metode yang tepat dalam mengajar banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor; keterampilan guru belum memadai, kurangnya sarana dan prasarana, kondisi lingkungan pendidikan dan kebijakan lembaga pendidikan yang belum menguntungkan pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar yang variatif”.28

Sebagai media refleksi ummat Islam, harus diakui bahwa dunia Pendidikan Agama Islam masih diselimuti mendung dan aneka problematika yang belum terurai dari masa ke masa. Diantara problematika dan indikator kemandegan yang selama ini menghantui Pendidikan Agama Islam adalah dalam

hal menerapkan metode dalam proses pembelajaran”.29

Berbagai pendapat dan komentar tentang stagnasi dan ketidak efektifan metode pembelajaran agama Islam pun bermunculan. Armai Arief mengatakan bahwa persoalan-persoalan yang selalu menyelimuti dunia Pendidikan Agama Islam sampai saat ini adalah seputar tujuan dan hasil yang tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat, metode

28

M. Slamet Maskuri, Pemikiran Jalaluddin Rakhmat Tentang Pendidikan Agama Islam, dalam (www.zaenalmahrus.blogspot.com), 30 Juli 2013.

(37)

pembelajaran yang statis dan kaku, sikap dan mental pendidik yang dirasa kurang mendukung proses, dan materi pembelajaran yang tidak progresif”.30

Dari berbagai pendapat tersebut semakin jelas bahwa di antara tantangan Pendidikan Agama Islam yang perlu dicarikan alternatif jalan keluarnya adalah persoalan metode. Mengingat, dalam proses pendidikan agama Islam, metode memiliki kedudukan yang sangat signifikan untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam. Bahkan metode sebagai seni dalam menstransfer ilmu pengetahuan kepada siswa dianggap lebih signifikan dibanding dengan materi itu sendiri. Ini sebuah realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disenangi oleh siswa, walaupun sebenarnya materi yang disampaikan sesungguhnya tidak terlalu menarik. Sebaliknya materi yang cukup menarik, karena disampaikan dengan cara yang kurang menarik maka materi itu kurang dapat dicerna oleh siswa. Karenanya, penerapan metode yang tepat sangat mempengaruhi keberhasilan dan proses belajar mengajar. Sebaliknya, kesalahan dalam menerapkan metode akan berakibat fatal.

B.

Kajian Terdahulu yang Relevan

Jalaluddin Rakhmat dikenal sebagai salah seorang intelektual, ahli tasawuf, pembaharu Islam, dan pakar ilmu komunikasi.Memang, kiprah beliau dalam dunia pemikiran Islam, sudah cukup lama, dan kerap menjadi bahan perbincangan.Tidak sedikit pula yang menganggap bahwa pemikiran-pemikiran Jalaluddin Rakhmat merupakan pemikiran yang kontroversial.

Kajian terdahulu ini dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana masalah ini pernah ditulis oleh orang lain sebelum kajian ini dilakukan. Kemudian

30

(38)

untuk menghindari penelitian yang sama akan ditinjau sejauh mana perbedaan antara tulisan sebelumnya dengan kajian ini.

Dibawah ini beberapa penelitian yang telah menulis tentang Jalaluddin Rakhmat, yaitu:

1. M. Slamet Maskuri, dengan judul Pemikiran Jalaluddin Rakhmat Tentang Pendidikan Islam. Dalam skripsinya M. Slamet Maskuri membahas tentangPemikiran Jalaluddin Rahmat tentang pendidikan Islam dapat diidentifkasikan antara lain: landasan filosofis pendidikan Islam harus dibangun di atas pondasi yang kuat, baik sisi epistemologi, konsep manusia dengan merujuk pada sumber normatif yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Epistemologi Islam sudah jelas, sebagaimana konsepnya Jalaluddin Rakhmat, tidak mengenal pada dikotomik, nilai spritualitas-sufistik, serta holistik.31

2. Tajus Syarofi, dengan judul Studi Analisis Pemikiran Jalaludin Rahmat Tentang Social Engineering dan Relevansinya Dengan Tujuan Pendidikan Islam. Dalam skripsinya Tajus Syarofi membahas tentang pemikiran Jalaluddin Rahmat sedikit banyak dipengaruhi oleh tokoh sosiologi klasik yaitu Max Weber dan tokoh pendidikan progresif John Dewey. Yang mengatakan bahwa untuk melakukan suatu perubahan sosial harus dimulai dari perubahan paradigma berfikir.32

Dari paparan hasil kajian tersebut diatas, penulis menawarkan sebuah tulisan yang berbeda, di karenakan banyaknya karya ilmiah yang telah ditulis atau diteliti oleh para pendahulu mengenai pemikiran-pemikiran Jalaluddin Rakhmat. Dengan demikian jelas bahwa perbedaannya adalah:

a. Tulisan ini lebih mengacu kepada pandangan Jalaluddin Rakhmat tentang cara memaksimalkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang difokuskan kepada

31

M. Slamet Maskuri, op. cit,. 32

(39)

pendidik dan peserta didik. Serta potensi-potensi yang harus dikembangkan peserta didik.

(40)

28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul ”Pemikiran Jalaluddin Rakhmat Dalam Memaksimalkan Pembelajaran PAI”. Ini dilakukan dari bulan Desember 2013 sampai bulan Februari 2014, digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari teks book yang ada di perpustakaan, serta sumber-sumber lain yang mendukung penelitian, terutama yang berkaitan dengan pemikiran Jalaluddin Rakhmat Tentang Cara Memaksimalkan Pembelajaran PAI.

B.

Metodologi Penelitian

Adapun Metodologi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif yang menekankan analisisnya pada data deskriptif berupa kata-kata atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis pemikiran Jalaluddin Rakhmat tentang cara memaksimalkan pembelajaran PAI, maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada penelitian kepustakaan (library research). Penelitian pustaka membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan penelitian lapangan.1

1

(41)

2. Sumber Data Penulisan

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis data yang dipergunakan sebagai sumber penelitian sebagai berikut :

a. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber primer, yakni sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut.2 Penulis mengambil beberapabuku karangan Jalaluddin Rakhmat yang berjudul: Belajar Cerdas Berbasiskan Otak (2005). Lewat bahasa yang mengalir dan simpel, Jalaluddin Rakhmat menyajikan hal-hal penting berkaitan dengan otak dalam rangka membuat proses belajar dapat dijadikan secara menyenangkan dan efektif. Empat bab yang mengisi buku ini akan membuat perubahan-perubahan mendasar terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Belajar

berbasiskan otak akan “menghidupkan” sekolah.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli memuat informasi atau data tersebut.3 Di antaranya adalah:

1) Catatan Kang Jalal Visi Media, Politik, dan Pendidikan (1997). Tulisan ini kang Jalal ambil dari berbagai sumber, yaitu : media massa, ceramah ekstemporer dan impromptu, makalah santai dan serius, obrolan ringan dan berat. Semua tulisan dalam buku ini adalah himpunan kebijakan palsu. 2) Psikologi Agama (2003). Buku ini mencoba menyingkap misteri terjauh

dan kenyataan terdekat itu dalam proses-proses kejiwaan manusia. Ia menukik ke dalam proses-proses kejiwaan yang mempengaruhi perilaku kita dalam beragama, membuka “topeng-topeng” kita, dan menjawab

pertanyaan “mengapa” Psikologi.

3) Hernowo, “Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan” (2005). Buku ini merupakan sebuah sumbangsih yang

2

Sofian Effendi, Metodologi Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 2012)., h. 77-78.

3

(42)

menghadirkan sosok pendidik dan pemerhati dunia pendidikan yaitu Jalaluddin Rakhmat.

4) Eric Jensen, Memperkaya Otak: Cara Memaksimalkan Setiap Pembelajar, (2008). Buku ini dengan meyakinkan mendemonstrasikan cara lingkungan yang diperkaya memperbaiki fungsi otak dan meningkatkan kecerdasan bagi semua pelajar.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik atau metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu menggambarkan atau memaparkan fakta di lapangan berdasarkan data informan. Penelitian kualitatif bersifat atau memiliki karakteristik yang mana datanya dapat dinyatakan dalam keadaan sewajarnya, atau sebagaimana adanya (natural setting), dengan tidak diubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan.4

Penelitian ini selain menggunakan metode kualitatif, juga dengan menggunakan teknik penelitian kepustakaan. Teknik penelitian kepustakaan ini mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan, seperti: text book, jurnal, ataupun artikel yang memiliki relevansi dengan penelitian ini, selanjutnya dilakukan pengolahan data sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk menganalisa permasalahan yang diteliti.5

Setelah melakukan tahap pengumpulan data, langkah selanjutnya ialah pengelolaan data sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk menganalisa permasalahan yang akan diteliti dan dalam mengumpulkan data untuk penulisan skripsi ini, penulis menggunakan langkah-langkah pengelolaan data melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Data

4

Lexy J Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Remaja Rosdakarya, 2007), h. 118.

5

(43)

Data yang telah terkumpul diperiksa kembali agar diketahui kekurangan atau ada data yang tidak cocok dengan masalah penelitian.

b. Klasifikasi Data

Klasifikasi data dilakukan dengan cara mengelompokkan data yang sesuai dengan pokok bahasan agar mempermudah dalam menganalisa data tersebut. c. Penyusunan Data

Penyusunan data dilakukan dengan cara menyusun dan menempatkan data pada setiap pokok bahasan secara sistematis sehingga memudahkan permasalahan.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam kajian ini menggunakan model analisis mengalir, yang meliputi tiga komponen, yaitu 1) reduksi data; 2) penyajian data; dan 3) penarikan simpulan. Kajian model mengalir mempunyai tiga komponen yang saling terjalin dengan baik, yaitu sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan pengumpulan data. Penjelasannya sebagai berikut.6

a. Reduksi data

Pada langkah ini data yang diperolah dicatat dalam uraian yang terperinci. Dari data-data yang sudah dicatat tersebut, kemudian dilakukan penyederhanaan data. Data-data yang dipilih hanya data yang berkaitan dengan masalah yang akan dianalisis, dalam hal ini tentang pemikiran Jalaluddin Rakhmat dalam Memaksimalkan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Informasi-informasi yang mengacu pada permasalahan itulah yang menjadi data dalam penelitian ini.

b. Sajian data

6

(44)

Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudian disusun secara teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian dianalisis sehingga diperoleh deskripsi tentang cara memaksimalkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Pemikiran Jalaluddin Rakhmat. c. Penarikan simpulan/ verifikasi

(45)

33

BAB IV

PEMIKIRAN JALALUDDIN RAKHMAT TENTANG CARA

MEMAKSIMALKAN PEMBELAJARAN PAI

A.

BIOGRAFI JALALUDDIN RAKHMAT

1.

Latar Belakang Keluarga Jaluddin Rakhmat

Jalaluddin Rakhmat, dilahirkan di Bojong Salam Rancaekek Bandung pada tanggal 29 Agustus 1949.1Bapaknya bernama H. Rakhmat dan ibunya bernama Sadja’ah. Menurut pengakuan Jalaluddin Rakhmat, ayahnya adalah seorang kyai atau ajengan sekaligus lurah dikampung. Sebagai seorang aktivis masyumi ia bercita-cita ingin mendirikan Negara Islam. Oleh karena kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi keselamatan dirinya, akhirnya ia memilih hijrah bergabung dengan DI TII ke Sumatera dan baru kembali beberapa tahun kemudian setelah situasi aman dan terjadi pergantian kekuasaan.2

Mengenai kepergian ayahnya kenang Jalaluddin Rakhmat ketika ia masih kecil, sungguhpun Jalaluddin Rakhmat tumbuh dan berkembang tanpa bimbingan seorang ayah. Karena kemelut politik Islam pada waktu itu, ayahnya terpaksa meninggalkan Jalal kecil yang masih berusia dua tahun. Ia berpisah dengan ayahnya puluhan tahun sehingga ia hampir tidak mempunyai ikatan emosional dengannya. Namun dalam hal pendidikan, ibunya punya kemauan keras agar anaknya jadi orang pandai. Berkat do’a sang ibu dan kerja keras serta ketekunan yang tinggi, keinginan ibunya tercapai. Jalaluddin Rakhmat pun kini menjadi seorang cendikiawan muslim yang cukup diperhitungkan.

1

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama, Sebuah Pengantar, (Bandung: Mizan, 2004), h. v.

2Rosidi, “Dakwah Sufistik Jalaluddin Rakhmat”,

(46)

2.

Pendidikan dan Pengalaman Jalaluddin Rakhmat

Sejak kecil, Jalaluddin Rakhmat sebenarnya bercita-cita menjadi pilot, bukan juru dakwah. Meskipun demikian, Jalaluddin Rakhmat kecil sudah akrab dengan kehidupan bernuansa agamis dalam keluarga, meski sekolah formalnya sendiri bukan sekolah Islam. Jalaluddin Rakhmat kecil memulai pendidikan formalnya dimulai dari Sekolah Dasar (SD) di kampungnya. Lalu ia meninggalkan kampung halamannya guna melanjutkan sekolah di SMP Muslimin III Bandung. Jalaluddin Rakhmat terbilang murid yang cerdas, buktinya sejak kelas satu SMP sampai tamat, ia selalu menjadi juara kelas. Itulah sebabnya ia hanya dibebani biaya sekolah satu kuartal saja, selebihnya beasiswa.

Lulus SMP, Jalaluddin Rakhmat melanjutkan ke SMA II Bandung. Kemudian dengan bekal ijazah SMA ia melanjutkan studinya di Fakultas Publisistik Universitas Padjajaran (UNPAD) yang sekarang berganti nama menjadi Fakultas Ilmu Komunikasi. Sebenarnya cita-cita Jalaluddin Rakhmat sejak kecil ingin menjadi pilot, tetapi keinginannya kandas karena sejak usia SMP ia sudah harus pakai kacamata. Tentang kuliahnya di Fakultas Publisistik menurutnya hanya kebetulan. Oleh karena desakan ekonomi, maka ia terpaksa mengikuti saran teman-temannya, agar kuliah saja di Fakulatas Publisistik yang waktu itu masih masuk sore. Bersamaan dengan kuliah di Fakulatas Publisistik, Jalaluddin Rakhmat juga mengambil Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP). ditengah kesibukannya sebagai mahasiswa dan Sekaligus siswa, Jalaluddin Rakhmat juga harus menyisihkan waktunya untuk mencari tambahan biaya hidup, dan belajar ilmu agama.

(47)

memiliki banyak kelebihan, terutama semangat dalam menguasai banyak literature, dan kemampuan bahasa Arab yang fasih. Lantaran sang guru juga Jalaluddin Rakhmat mengenal dan memahami beberapa bab dari kitab Alfiah Ibnu Malik.

Sewaktu duduk dibangku SMA Jalal juga pernah belajar dipesantren meskipun hanya berjalan beberapa hari. Mengenai kepergiannya kepesantren ini menurut Jalaluddin Rakhmat ada kisahnya yang cukup menarik. Yaitu diawali ketika ia berkenalan dan membaca kitab Ihya Ulum al-Din-nya. Karya besar Imam al Ghazali. Setelah membaca dan mendalami kitab tersebut kenang Jalal, timbul kegelisahan dan goncangan yang mendalam dalam dirinya. Ia merasa apa yang ia pahami dan dilakukan dalam berIslam selama ini salah semua. “saya merasa betapa dunia ini terlalu banyak dilumuri dosa”.3

Dalam keadaan krisis itulah, Jalaluddin Rakhmat memutuskan untuk meninggalkan sekolah dan pergi belajar ke pesantren. Oleh karena bekal yang dibawa hanya beberapa liter beras, dan kepergiannya juga tidak diantar orang tua, maka pihak pesantren merasa keberatan. Ia pun kemudian pulang dan melanjutkan sekolahnya hingga tamat. Pada masa SMA, ia gemar berdiskusi dengan teman-temannya yang aktivis Persis. Ia pun kemudian bergabung dengan kelompok Persatuan Islam (Persis) dan aktif masuk dalam kelompok diskusi yang menyebut dirinya Rijalul Ghad atau pemimpin masa depan.

Pada tahun 1980, Jalaluddin Rakhmat mendapat Beasiswa Fullbright dari State University AS. Ia berangkat untuk melanjutkan studi dengan spesialisasi Ilmu Komunikasi. Program ini ia jalani selama dua tahun, sehingga tahun 1982, ia pulang dengan memboyong gelar Master of Science di bidang komunikasi. Ia pun kembali aktif mengajar di UNPAD. Sepulang dari Amerika Jalal banyak menulis tentang buku komunikasi. Selain itu Jalaluddin Rakhmat juga merancang kurikulum di fakultasnya, memberikan kuliah dalam berbagai disiplin, termasuk

3Rosidi, “Dakwah Sufistik Jalaluddin Rakhmat”,

(48)

Sistem Politik Indonesia. Kuliah-kuliahnya terkenal menarik perhatian para mahasiswa yang diajarnya. Ia pun aktif membina para mahasiswa di berbagai kampus di Bandung. Ia juga memberikan kuliah Etika dan Agama Islam di ITB dan IAIN Bandung, serta mencoba menggabungkan sains dan agama.

Kegiatan ekstrakurikulernya dihabiskan dalam berdakwah dan berkhidmat kepada kaum yang lemah. Jalaluddin Rakhmat membina jamaah di masjid-masjid dan tempat-tempat kumuh gelandangan. Ia terkenal sangat vokal mengkritik kezaliman, baik yang dilakukan oleh elit politik maupun elit agama.

Pada tahun 1991, Jalaluddin Rakhmat mendapat peringatan dari pimpinan almamater dimana ia mengabdi. Ia dianggap lalai dan sering meninggalkan tugas. Kemelut ini akhirnya membawa Jalaluddin Rakhmat harus meninggalkan almamater yang di cintai hampir 20 tahun, dan baru pada akhir 2001 ia dipanggil kembali untuk aktif di UNPAD dan dikembalikan statusnya sebagai dosen tetap. Setelah keluar dari Fakultas Komunikasi, ia tidak mau menyelesaikan program doktornya di almamaternya. Kemudian ia memilih meneruskan studinya ke Australia. Kali ini yang menjadi pilihannya adalah Australian National University (ANU) dengan mengambil program studi Ilmu Politik. Program ini pun akhirnya berhasil ia selesaikan dengan memperoleh gelar doctor. Kemudian Jalaluddin Rakhmat di panggil oleh pimpinan UNPAD untuk aktif lagi, iapun diminta untuk membuat pidato pengukuhan guru besar, dan pada Oktober 2001 Jalaluddin Rakhmat dikukuhkan sebagai guru besar ilmu komunikasi pada Universitas Padjajaran Bandung.

(49)

dirikan bersama almarhum Prof.Dr. Nurcholis Madjid, Dr. Haidar Bagir, dan Dr. Muwahidi sejak tahun 2002.4

Selain aktif sebagai dosen di berbagai perguruan tinggi, Jalaluddin Rakhmat juga aktif berdakwah dan membina jamaah di masjid-masjid dan di tempat-tempat kumuh & gelandangan. Belakangan (3 tahun yang lalu) ia mendirikan sekolah gratis : SMP Plus Muthahhari di Cicalengka Bandung yang dikhususkan untuk siswa miskin.

Obsesi Jalaluddin Rakhmatyang lain, melihat SMP Muthahhari berdiri di seluruh pelosok tanah Air sehingga anak-anak miskin tidak terputus aksesnya dari pendidikan. Mereka tidak bayar apapun, namun semua fasilitas disediakan dan mutu pendidikan yang diperolehnya tetap bermutu.5

Dari pengalaman hidup masa remaja Jalaluddin Rakhmatketika mengalami pubertas beragama, Jalaluddin Rakhmatakhirnya menemukan bahwa fiqih hanyalah pendapat para ulama dengan merujuk pada sumber yang sama, yaitu Al-Qurán dan Sunnah.

Menurut Jalaluddin Rakhmat kalau orang menentang Al-Qur’an dan Sunnah, jelas ia kafir. Tapi kalau hanya menentang pendapat orang tentang Al-Qur’an dan Sunnah, kita tidak boleh menyebutnya kafir. Itu hanya perbedaan tafsiran saja“Karena itulah kemudian saya berfikir bahwa sebenarnya ada hal yang mungkin mempersatukan kita semua, yaitu akhlak. Dalam bidang akhlak, semua orang bisa bersetuju, apapun mazhabnya. Lalu saya punya pendirian: kalau berhadapan dengan perbedaan pada level fiqih saya akan dahulukan akhlak.6

Belum lama ini, Jalaluddin Rakhmatbersama sejumlah tokoh populer, antara lain KH Abdurahman Wahid, Prof.Dr. Quraisy Shihab, hingga Dawam Raharjo – memperoleh atribut sesat lewat sebuah buku berjudul Aliran-aliran Sesat. “Jalaluddin Rakhmatanggap saja numpang beken. Karena tidak cuma Jalaluddin Rakhmatyang dicap sesat, tapi juga Gus Dur dan dan Ustadz Quraisy Shihab,’’ kelakarnya. Cap sesat acap dilekatkan padanya mungkin karena

4

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama, Sebuah Pengantar, op. cit., h. vii.

5 Ibid. 6

(50)

kedekatannya dengan komunitas agama lain. Jalaluddin Rakhmattidak saja begitu toleran kepada Ahmadiyah yang dianggap sesat oleh MUI, tapi juga dengan umat lain. Cendikiawan yang belakangan dipanggil kiai ini sering juga diminta berbicara di gereja dan forum-forum umat Kristiani. “Banyak berinteraksi dengan umat agama lain justru membuat keimanan saya menjadi lebih kuat,” akunya.7

Refleksi dan perjalanan hidupnya itu mengilhami Jalaluddin Rakhmatuntuk membangun jembatan ukhuwah sesama Muslim, apapun mazhabnya.Meski sejak awal berdiri Yayasan dan SMU Muthahhari dicurigai sebagai pelopor gerakan Syiah di Indonesia, kurikulumnya justru mengajarkan pemikiran seluruh mazhab dan menjadi pelopor pembaharuan metode pendidikan-pengajaran di Indonesia. “Saya tidak mengajak orang masuk Syiah. Di sini kami mengajarkan keterbukaan untuk menghargai perbedaan di antara berbagai mazhab,” jelasnya.

Bahkan Pluralisme menjadi isu yang kini kerap digunakannya. Pluralisme versi Jalaluddin Rakhmatadalah menghormati dan mengapresiasi perbedaan dan tidak memaksakan pemahaman dan penafsiran kita tentang keselamatan dan kebenaran kepada pihak lain. Jalal

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan mengungkap bagaimana Manajemen Sumber Belajar dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran PAI di SMP Muhammadiyah

dan m engangkat ini menjadi skripsi dengan judul “ Peran Guru PAI Sebagai Fasilitator Dalam Pembelajaran Keagamaan di MTs Muhammadiyah

Seorang guru harus dapat selalu membangkitkan motivasi siswanya untuk belajar, salah satunya dengan memberikan penguatan kepada siswa.Penguatan tersebut dapat berupa pujian,

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan mengungkap bagaimana Manajemen Sumber Belajar dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran PAI di SMP Muhammadiyah

Skripsi dengan judul “ Upaya Guru Pendidian Agama Islam dalam Meningkatkan Prestasi Belajar PAI Siswa Melalui Perpustakaan Islam di SMKN 1 Boyolangu Tulungagung Tahun

Peneliti juga menyarankan bagi guru sebaiknya dapat menerapkan pembelajaran PAI melalui metode card sort karena dapat meningkatkan keterampilan guru dan aktivitas

Sebagaimana yang dilakukan oleh guru PAI di SMPN 30 Semarang yang mana selalu memperhatikan kecerdasan dan modalitas (gaya belajar) siswa merupakan amal dari

1 September 2021| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PAI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIF LEARNING MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR