• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MODEL KOOPERATIF TYPE JIGSAW BERBASIS BUDAYA BATAK TOBA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MODEL KOOPERATIF TYPE JIGSAW BERBASIS BUDAYA BATAK TOBA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMK."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MODEL

KOOPERATIF TYPE JIGSAW BERBASIS BUDAYA BATAK

TOBA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI

MATEMATIS SISWA SMK

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH:

LIA AGUSRINA SIREGAR

NIM: 8146172037

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

Lia Agusrina Siregar. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis Siswa SMK. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: validitas, kepraktisan dan efektifitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan model pembelajaran kooperatif type jigsaw berbasis budaya Batak Toba, peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dan proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal kemampuan pemecahan masalah. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan model pengembangan 4-D. Instrument penelitian ini adalah lembar validasi dan observasi, RPP, Buku Guru, Buku Siswa, Tes Pemecahan masalah dan Angket Disposisi. Uji coba I dilakukan pada siswa kelas XI-C dan uji coba II di kelas XI-B SMK Dharma Analitika Medan. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa: (1) Perangkat pembelajaran yang dikembangkan efektif, dilihat dari ketercapaian ketuntasan belajar siswa, aktivitas siswa dalam batas toleransi yang ditetapkan dan respon siswa terhadap pembelajaran dalam kategori baik, serta perangkat pembelajaran yang dikembangkan valid baik dari segi isi maupun konstruk dan perangkat pembelajaran yang dikembangkan praktis digunakan(2) adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa pada uji coba I sebesar 68,75 meningkat menjadi 87,5 pada uji coba II; dan (5) adanya peningkatan disposisi matematis siswa dari uji coba I ke uji coba II; (6) proses jawaban siswa pada uji coba II lebih baik dari uji coba I.

(7)

ii ABSTRACT

Lia Agusrina Siregar. The Device Development Cooperative Learning Model Based Jigsaw Type Batak TobaCulture To Improve Problem Solving Ability and Mathematical Disposition SMK Students. Thesis. Medan. Mathematics Education Study Program Postgraduate State University of Medan. 2016.

This study aimed to describe: the validity, practicality and effectiveness of the learning device that was developed with cooperative learning model type jigsaw culture-based Batak Toba, increase problem-solving ability and disposition of mathematical students by using learning tools were developed and the responses of the students in solving problems abilities solution to problem. This research is the development of the model of development of the 4-D. This is a research instrument validation and observation sheet, RPP, Teachers Books, Student Books, Tests Troubleshooting and Disposition Questionnaire. A test I do in class XI-C and II trials in class XI-B SMK Dharma Analitika Medan. From the results of this study showed that: (1) The study developed an effective, visible from the achievement of mastery learning students, student activities within the specified tolerances and the students' responses to learning in both categories, as well as learning tools developed valid both in terms of content and constructs and learning tools developed practical use (2) an increase in students' problem-solving abilities of the trial I amounted to 68.75 increased to 87.5 in the second test; and (5) an increase in students' mathematical disposition of the trial I to II trials; (6) the students' answers on the test II trials better than I.

(8)

v

2.2Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 26

2.2.1 Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah ... 26

2.2.2 Langkah-langkah Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 27

2.3Disposisi Matematis ... 29

2.4Model Pembelajaran Kooperatif ... 32

2.4.1 Model Pembelajaran Kooperatif Type Jigsaw ... 36

2.5Pembelajaran Berbasis Budaya ... 43

2.5.1 Keterkaitan Budaya dalam Pembelajaran Matematika ... 50

2.6Teori Belajar Pendukung Model Pembelajaran Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba ... 57

2.7Perangkat Pembelajaran ... 61

2.8Kualitas Perangkat Pembelajaran ... 68

2.8.1 Validitas ... 69

2.8.2 Kepraktisan ... 70

2.8.3 Keefektifan ... 71

2.9 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 73

2.9.1 Tahap Pendefinisian (Define) ... 74

2.9.2 Tahap Perancangan (Design) ... 76

2.9.3 Tahap Pengembangan (Develop) ... 77

2.9.4 Tahap Penyebaran (Desseminate) ... 78

(9)

vi

3.5 Prosedur Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 99

3.5.1 Tahap Pendefinisian (Define) ... 101

3.5.2 Tahap Perancangan ( Design) ... 103

3.5.3 Tahap Pengembangan ... 105

3.5.4 Tahap Penyebaran (Disseminate) ... 107

3.6 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 109

3.6.1 Lembar Validasi Perangkat pembelajaran ... 109

3.6.2 Lembar Penilaian Kepraktisan Pembelajaran ... 112

3.6.3 Lembar Observasi Keefektifan Pembelajaran ... 113

3.6.4 Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 114

3.6.5 Instrumen Disposisi Matematis ... 115

3.6.6 Proses Jawaban Siswa ... 115

3.7 Teknik Analisis Data ... 116

3.7.1 Analisis Data Untuk Menghitung Validitas dan Reliabilitas 116 3.7.2 Analisis Data Untuk Kepraktisan Perangkat Pembelajaran . 120 3.7.3 Analisis Data Untuk Efektifitas Perangkat Pembelajaran .... Matematika ... 121

3.7.4 Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 124

3.7.5 Analisis Peningkatan Disposisi Matematis ... 124

3.7.6 Analisis Data untuk Proses Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 125

3.8 Indikator Keberhasilan Perangkat Pembelajaran Model Pembelajaran Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya batak toba yang Dikembangkan ... 126

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 127

4.1 Hasil Penelitian ... 127

4.1.1 Deskripsi Tahap Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 128

4.1.1.1 Deskripsi Tahap Pendefinisian (Define) ... 128

4.1.1.2 Deskripsi Tahap Perancangan (Design) ... 134

4.1.1.3 Deskripsi Tahap Pengembangan (Develop) ... 144

4.1.1.4 Deskripsi Tahap Penyebaran (Diseminate) ... 193

4.1.2 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Menggunakan Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba Yang Dikembangkan ... 194

(10)

vii

4.1.4 Proses Jawaban Siswa Pada Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Uji Coba I dan II ... 198

4.2 Pembahasan Penelitian ... 201

4.2.1 Validitas Perangkat Pembelajaran l Model Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba Yang Dikembangkan .. 202

4.2.2 Kepraktisan Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba Yang Dikembangkan ... 204

4.2.3 Efektivitas Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba Yang Dikembangkan ... 205

4.2.4 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Menggunakan Perangkat Pembelajaran Yang Dikembangkan Model Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba ... 209

4.2.5 Peningkatan Kemampuan Disposisi Matematis Menggunakan Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif Type Jigsaw berbasis budaya batak toba yang dikembangkan ... 210

4.2.6 Proses Jawaban Siswa dalam Menyelesaikan Soal-soal Kemampuan Pemecahan Masalah 211

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 212

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 213

5.1 Simpulan ... 213

5.2 Saran ... 214

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Lembar jawaban siswa ... 7

Gambar 1.2 RPP Program Linier Kelas X ... 14

Gambar 2.1 Ilustrasi Pembagian Kelompok ... 39

Gambar 2.2 Asam Cikala dan Andaliman... 54

Gambar 3.1 Bagan Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model 4-D ... 100

Gambar 3.2 Konsep Program Linier ... 102

Gambar 3.3 Prosedur Penelitian Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif Tipe Jigsaw berbasis budaya... 108

Gambar 4.1 Hasil Analisis Konsep untuk Materi Program Linear……….. 132

Gambar 4.2 Tampilan RPP ... 137

Gambar 4.3 Tampilan Cover Buku Siswa... 139

Gambar 4.4 Tampilan Peta Konsep ... 139

Gambar 4.5 Tampilan Materi Program Linear ... 140

Gambar 4.6 Tampilan Isi Buku Guru ... 141

Gambar 4.7 Tampilan LAS... 142

Gambar 4.8 RPP Sebelum dan Setelah validasi oleh validator I……….. 146

Gambar 4.9 RPP Sebelum dan Setelah validasi oleh validator III ... 147

Gambar 4.10 Buku siswa Sebelum dan Sesudah validasi oleh validator I ... 149

Gambar 4.11 Buku siswa Sebelum dan Sesudah validasi oleh validator III .. 149

Gambar 4.12 Diagram Nilai perolehan Keterlaksanaan Pembelajaran ... 163

Gambar 4.13 Tingkat kemampuan Pemecahan Masalah hasil Posstest Uji Coba I ... 166

Gambar 4.14 Tingkat Kemampuan Disposisi Matematis Hasil angket Uji Coba I 167 Gambar 4.15 Pesentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis pada Uji Coba I ... 168

Gambar 4.16 Diagram Persentase Waktu Aktivitas Siswa Uji Coba 1... 170

Gambar 4.17 Diagram Nilai Perolehan Kterlaknsaan Pembelajaran ... 183

Gambar 4.18 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Hasil Posttest Uji Coba II... 185

Gambar 4.19 Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Pada Uji Coba II ... . 186

Gambar 4.20 Tingkat Kemampuan Disposisi Matematis Hasil Angket ... 188

Gambar 4.21 Presentase Waktu Aktivitas Siswa Uji Coba II... 189

Gambar 4.22 Rata-rata Kemampuan Pemecahan Masalah……….. ... 195

Gambar 4.23 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Disposisi Matematis pada Uji Coba I dan Uji Coba II ... 198

Gambar 4.24 Proses Jawaban siswa Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Uji Coba I ... 199

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan faktor yang paling besar peranannya dalam

kelangsungan hidup manusia dan perkembangan suatu bangsa. Undang-undang

pendidikan No 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif, mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan memiliki peranan yang besar dalam proses pembudayaan. Tilaar

menegaskan bahwa tanpa proses pendidikan tidak mungkin kebudayaan itu

berlangsung dan berkembang bahkan memperoleh dinamikanya

(Nurani,2013:1).Hal ini berarti pendidikan memiiki peran penting dalam

pengembangan budaya.

Adapun fungsi pendidikan nasional menurut Undang-Undang Pendidikan

Tahun 2003 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. Salah satu lembaga / jenjang pendidikan

(13)

2

jenjang pendidikan dasar (SD/MI), jenjang pendidikan menengah (SMP/MTs),

jenjang pendidikan atas (SMA/MA) dan Perguruan Tinggi.

Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang

pendidikan baik di SD, SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi, ilmu yang

mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi, sehingga matematika

dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan

hubungan, dan ilmu tentang cara berpikir untuk memahami dunia sekitar. Hal ini

ditekankan di dalam Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah (Depdiknas, 2006) bahwa matematika

mendasari perkembangan kemajuan teknologi, mempunyai peran penting dalam

berbagai disiplin, dan memajukan daya pikir manusia, matematika diberikan sejak

dini di sekolah untuk membekali anak dengan kemampuan berpikir logis, analitis,

sitematis, kritis, kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Semua kemampuan itu

merupakan bekal dan modal penting yang diperlukan anak dalam meniti

kehidupan di masa depan yang penuh dengan tantangan dan berubah dengan

cepat.

Namun sangat disayangkan, dewasa ini banyak siswa yang mengalami

kesulitan dalam mempelajari matematika. Siswa tidak mau berusaha serta berpikir

tingkat tinggi mencari solusi pada setiap kesulitan yang ditemukan dalam

mempelajari matematika tetapi malah sedapat mungkin selalu menghindar dari

kesulitan yang dialaminya, akibatnya rendahnya hasil belajar siswa pada bidang

(14)

3

Dharma Analitika tahun pelajaran 2014/2015 nampak hasil belajar siswa dibidang

matematika masih rendah, yaitu 60 untuk rata-rata kelas, 60% untuk daya serap,

dan 65% untuk ketuntasan belajar. Dari data tersebut terlihat bahwa hasil belajar

matematika siswa masih belum mencapai yang diharapkan oleh kurikulum, yaitu

70 untuk rata-rata kelas, 70% untuk daya serap dan 85% untuk ketuntasan belajar,

(sumber nilai akhir semester genap siswa tahun pelajaran 2014/2015).

Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa dikarenakan

banyak siswa yang menganggap matematika sulit dipelajari dan karekteristik

matematika yang bersifat abstrak sehingga siswa menganggap matematika

merupakan momok yang menakutkan, diperkuat oleh Sriyanto yang menyatakan

bahwa matematika sering kali dianggap sebagai momok menakutkan dan

cenderung dianggap pelajaran yang sulit oleh sabahagian besar siswa (Husna,

2013:176). Russefendi juga menambahkan matematika bagi anak-anak pada

umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi dan dianggap sebagai

ilmu yang sukar dan ruwet (Husna, 2013:176 ), serta Abdurrahman mengatakan

bahwa dari berbagai bidang studi yang diajarkan disekolah, matematika

merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang

tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar

(Husna, 2013:176).

Ada berbagai faktor yang menyebabkan siswa beranggapan matematika

sulit untuk dipelajari dua diantaranya adalah kurangnya kemampuan

pemecahan masalah dan disposisi dalam matematika. Menurut Depdiknas

(15)

4

dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD, SMP, sampai SMA

atau MA yaitu:

1.Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep secara luwes, akurat, efisiean dan tepat dalam pemecahan masalah

2.Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas masalah.

3.Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

4.Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan) menafsirkan, menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah. 5.Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Berdasarkan standar kompetensi yang diharapkan oleh Depdiknas Tahun

2013 di atas, kemampuan pemecahakan masalah dan disposisi merupakan dua

kemampuan yang seharusnya didapatkan oleh siswa dalam pembelajaran

matematika di sekolah karena dengan siswa dapat menguasai kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa akan dapat memecahkan masalah

dalam matematika.

Proses berpikir dalam pemecahan masalah memerlukan kemampuan

intelektual tertentu yang akan mengorganisasikan strategi, dipertegas oleh

Sumarmo dimana hal itu akan melatih orang berpikir kritis, logis dan kreatif yang

sangat diperlukan dalam menghadapi perkembangan masyarakat

(Fauziah,2010:2). Kemampuan pemecahan masalah matematis penting dimiliki

oleh siswa, sesuai dengan yang dikemukakan Branca (dalam Wahyuni, 2014:

4)sebagai berikut: (1) Kemampuan menyelesaikan merupakan tujuan umum

pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika, (2) Penyelesaian

(16)

5

dalam kurikulum matematika, dan (3) Penyelesaian matematika merupakan

kemampuan dasar dalam belajar matematika.

Kemampuan pemecahan masalah pada dasarnya merupakan satu diantara

hasil belajar yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika di tingkat

sekolah manapun (Wahyuni, 2014: 4). Oleh karena itu pembelajaran matematika

harus tertuju pada kemampuan pemecahan masalah, agar kemampuan

bermatematika siswa dicapai secara optimal. Sehingga pembelajaran matematika

itu tidak hanya sekedar mentransfer pengetahuan kepada siswa, tetapi juga

membantu siswa untuk membentuk pengetahuan mereka sendiri serta

memberdayakan siswa untuk mampu memecahkan masalah-masalah yang

dihadapinya.

Namun kenyataan di lapangan, siswa belum memiliki kemampuan

pemecahan masalah, siswa sering tidak memahami makna yang sebenarnya

dari permasalahan yang diberikan oleh guru. Kesulitan atau kesalahan yang

paling banyak dialami adalah pada strategi melaksanakan perhitungan,

memeriksa proses dan hasil perhitungan (Wahyuni, 2014: 4).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah perlu

ditingkatkan di dalam pembelajaran matematika. Soejadi menyatakan bahwa

dalam matematika kemampuan pemecahan masalah bagi seseorang siswa akan

membantu keberhasilan siswa tersebut dalam kehidupan sehari-hari (

Nufus,2013:5). Sagala juga menyatakan bahwa menerapkan pemecahan masalah

dalam proses pembelajaran penting, karena selain para siswa mencoba menjawab

(17)

6

keras (Nufus,2013:5). Diperkuat oleh Hudojo menyatakan bahwa pemecahan

masalah merupakan suatu hal yang sangat essensial didalam pengajaran

matematika, disebabkan (1) siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang

relevan, kemudian menganalisanya dan akhirnya meneliti hasilnya, (2) kepuasan

intelektual akan timbul dari dalam, (3) potensi intelektual siswa meningkat

(Nufus,2013:5). Akan tetapi fakta dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan

pemecahan masalah siswa masih rendah. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian

menurut Wardani bahwa secara klasikal kemampuan pemecahan masalah

matematika belum mencapai taraf ketuntasan belajar (Nufus,2013:6).

Kemamapuan pemecahan masalah masih rendah juga nampak berdasarkan

observasi yang dilakukan di sekolah, yaitu berdasarkan soal yang diberikan

kepada siswa yaitu:

Adi membeli dua kemeja dan satu celana seharga Rp. 220. 000,- dari toko The One. Karena pakaian tersebut bagus, akhirnya Adi temannya berencana membeli satu kemeja dan dua celana dengan merek yang sama dari toko yang sama seharga Rp 275.000,-. Jika ternyata kamu juga ingin membeli satu kemeja yang sama dari toko tersebut, berapa harga yang harus kamu bayar?

Soal tersebut diberikan kepada 33 siswa, 12 diantaranya tidak menjawab soal

tersebut, 18 orang menjawab dengan jawaban yang salah dan 3 orang menjawab

yang benar, dari hasilnya menunjukkan kemampuan pemecahan masalah rendah,

(18)

7

Gambar 1.1 Lembar jawaban siswa

Berdasarkan jawaban siswa tersebut menunjukkan banyak siswa mengalami

kesulitan untuk memahami maksud soal tersebut, merumuskan apa yang diketahui

serta yang ditanyakan dari soal tersebut, merencanakan penyelesaian soal tersebut

serta proses perhitungan atau strategi penyelesain dari jawaban yang dibuat siswa

tidak benar juga siswa tidak memeriksa kembali jawabannya.

Fakta rendahnya kemampuan pemecahan masalah juga diperkuat dari Trends

in International Mathematics and Science Study (TIMSS), lembaga yang

mengukur hasil pendidikan di dunia melaporkan bahwa kemampuan matematika

siswa pada tahun 2007 kita berada diurutan 38 dari 49 negara (Balitbang, 2011).

Hal ini juga terlihat dari rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa dalam UN

Tidak dapat mengidentifikasi masalah

Tidak dapat

(19)

8

secara nasional tahun 2012. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam

(http://edukasi.kompas.com) bahwa “Siswa yang mengikuti ujian nasional 2012

tingkat SMA dan sederajat yang tidak lulus terbanyak dalam mata pelajaran

Matematika, kemudian diikuti Bahasa Indonesia”. Ketidakmampuan siswa

menyelesaikan masalah seperti di atas dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan

pemecahan masalah siswa. Karena itu kemampuan pemecahan masalah dalam

matematika perlu dilatih dan dibiasakan kepada siswa. Kemampuan ini diperlukan

siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang

ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Selain kemampuan pemecahan masalah juga diperlukan disposisi matematis

yang harus dimiliki oleh siswa, diantaranya adalah menghargai keindahan

matematika, menyenangi matematika, memiliki keingintahuan yang tinggi dan

senang belajar matematika. Dengan sikap seperti itu, diharapkan siswa dapat

mengembangkan kemampuan matematika, menggunakan matematika untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam hidupnya.

Menurut National Council of Teachers of Mathematics , disposisi matematis

memuat tujuh komponen. Adapun ketujuh komponen-komponen itu sebagai

berikut, (1) percaya diri dalam menggunakan matematika, (2) fleksibel dalam

melakukan kerja matematika (bermatematika), (3) gigih dan ulet dalam

mengerjakan tugas-tugas matematika, (4) memiliki rasa ingin tahu dalam

bermatematika, (5) melakukan refleksi atas cara berpikir, (6) menghargai aplikasi

(20)

9

Komponen-komponen disposisi matematis di atas termuat dalam kompetensi

matematika dalam ranah afektif yang menjadi tujuan pendidikan matematika di

sekolah menurut Kurikulum 2006 adalah sebagai berikut, memiliki sikap

menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin

tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan

percaya diri dalam pemecahan masalah (Departemen Pendidikan Nasional,

2006:346).

Sebagaimana hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap 33 siswa di

SMK Dharma Analitika Medan Kelas X-B , dari data yang diperoleh peneliti

berdasarkan jawaban angket yang diisi oleh siswa-siswa tersebut menunjukkan

bahwa hampir sebagian siswa tidak menyukai matematika, tidak percaya diri

dalam menjawab soal matematika dan tidak memiliki kemauan yang tinggi dalam

belajar matematika. Oleh karena itu, disposisi matematis siswa merupakan suatu

hal yang harus ada dalam diri siswa yang berguna untuk meningkatkan prestasi

siswa dalam belajar matematika.

Hal ini didukung dengan studi pendahuluan yang dilakukan oleh Kusumawati

pada siswa peringkat tinggi, sedang, dan rendah sebanyak 297 orang di kota

Palembang. Hasil studi menunjukkan persentase skor rerata disposisi matematis

siswa baru mencapai 58 persen yang diklasifikasikan rendah (Wahidin,2012: 7).

Selain itu, dilihat dari proses pembelajaran yang digunakan guru masih dominan

menggunkan pembelajaran biasa. Pada pembelajaran ini, guru dipandang sebagai

sumber pengetahuan dan siswa hanya perlu menerima pengetahuan tersebut tanpa

(21)

10

berdampak pada rendahnya kemampuan berpikir matematis siswa sebagaimana

dijelaskan di atas.

Dari penilaian ranah afektif seperti yang dikemukan dalam Kurikulum 2006,

dapat diketahui betapa pentingnya peningkatan disposisi matematis dalam proses

belajar-menagajar matematika. Dalam proses belajar-mengajar, disposisi

matematis siswa dapat dilihat dari keinginan siswa untuk merubah strategi,

melakukan refleksi, dan melakukan analisis sampai memperoleh suatu solusi.

Disposisi siswa terhadap matematika dapat diamati dalam diskusi kelas. Misalnya,

seberapa besar keinginan siswa untuk belajar matematika, keinginan menjelaskan

solusi yang diperolehnya dan mempertahankan penjelasannya. Namun demikian,

perhatian guru dalam proses belajar-mengajar terhadap disposisi matematis siswa

masih kurang.

Disposisi siswa terhadap matematika terlihat ketika siswa menyelesaikan

tugas matematika, apakah dikerjakan dengan percaya diri, tanggung jawab, tekun,

merasa tertantang, pantang putus asa, memiliki kemauan untuk mencari cara lain

dan melakukan refleksi terhadap cara berpikir yang telah dilakukan. Siswa yang

memiliki disposisi tinggi akan lebih gigih, tekun, dan berminat untuk

mengeksplorasi dan mencoba hal-hal baru. Hal ini memungkinkan siswa tersebut

memiliki pengetahuan lebih dibandingkan siswa yang tidak menunjukkan perilaku

demikian. Pengetahuan inilah yang menyebabkan siswa memiliki

kemampuan-kemampuan tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa disposisi

(22)

11

Banyak faktor yang mempengaruhi siswa beranggapan matematika sulit

dipelajari salah satunya perlu adanya metode dan strategi pembelajaran yang

sesuai dan juga diperlukan adanya pengembangan perangkat pembelajaran yang

sesuai serta kurangnya kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dan

disposisi matematis yang menjunjung tinggi nilai-niai luhur budaya mereka

khususnya budaya lokal sesuai dengan materi yang sedang dipelajari di kelas. Hal

ini juga sesuai dengan Tilaar yang sepakat bahwa budaya adaah dasar

terbentuknya kepribadian manusia(Nurani,2013:5).Budaya sebagai beka manusa

untuk memasuki dunia gobal seperti yang telah terjadi dewasa ini. Perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dan letak wilayah Indonesia

yang sangat strategis menuntut masyarakat Indonesia harus memiiki kekuatan

tersendiri. Hal ini dilakukan agar jati diri bangsa tidak tergerus oleh budaya –

budaya barat yang hilir mudik masuk ke masyarakat dan biasanya cenderung

negatif.

Menurut Pannen dalam pembelajaraan berbasis budaya dimana budaya

menjadi sebuah metode bagi siswa untuk mentransformasikan hasi observasi

mereka ke dalam bentuk- bentuk dan prinsip-prinsip kreatif tentang alam

(Nurani,2013:6). Ha ini berarti bahwa proses pembelajaran berbasis budaya bukan

hanya menyampaikan budaya kepada siswa , melainkan lebih kepada

menggunakan budaya tersebut agar siswa menemukan makna, kreativitas, dan

memperoleh pemahaman lebih mendalam tentang materi yang sedang dipelajari

terutama pada mata pelajaran matematika. Pannen juga menyebutkan peran guru

(23)

12

proses pembelajaran sebagai proses penciptaan makna oleh siswa. Masing-

masing guru memiliki kreativias untuk merancang dan melaksanakan

pembelajaran berbasis budaya.Sehingga guru merasa penting untuk merancang

suatu perangkat pembelajaran berbasis budaya untuk meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa.

Namun, dalam kenyataannya banyak fakta ironi tentang pendidikan dan

budaya khususnya di sekolah SMK Dharma Anaitika Medan dari hasil observasi

dilapangan tidak mempunyai perangkat pembeajaran yang berbasis budaya karena

Pannen menyebutkan fakta bahwa mata peajaran budaya dan pengetahuan budaya

tidak pernah memperoleh tempat proporsional dalam kurikulum maupun dalam

pengembangan pengetahuan secara umum (Nurani,2013:7)

Untuk menciptakan pribadi yang kreatif, dalam pembelajaran perlu

mengembangkan perangkat pembelajaran yang menarik dan kreatif dengan

berbasis budaya. Menurut Subanindro perangkat pembelajaran merupakan

sekumpulan sumber belajar yang disusun sedemikian rupa di mana siswa dan guru

melakukan kegiatan pembelajaran (Hutabarat,2015: 1). Perangkat pembelajaran

meliputi buku siswa dan buku pegangan guru. Buku siswa berisi materi – materi

esensial yang terkait dengan materi, sedangkan buku pegangan guru berisi silabus,

rencana pelaksanaan pembelajaran, materi, test kemampuan siswa.

Berdasarkan hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat

Kurikulum ( Balitbang, 2007:11) antara lain :

1. Guru hanya memahami struktur mata pelajaran saja, tanpa memahami tentang prinsip pengembangan.

(24)

13

3. Metode pembelajaran di kelas kurang bervariasi.

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang disusun guru tidak operasional (hanya sebagai pelengkap administrasi saja).

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, realitas dan kondisi guru dibeberapa

sekolah, ternyata sebahagian guru masih belum mampu untuk menyusun

perangkat pembelajaran dengan baik. Belum baiknya perangkat yang disusun oleh

para guru disebabkan oleh pemahaman guru terhadap cara penyusunan perangkat

pembelajaran yang masih sangat kurang. Menurut Suprianto fakta dilapangan

beberapa guru kurang mampu atau kesulitan dan malas dalam membuat,

mengembangkan dan menerapkan perangkat pembelajarannya

(Hutabarat,2015:2).

Dari hasil observasi kepada beberapa kepala sekolah diperoleh informasi

bahwa perangkat pembelajaran yang digunakan guru di sekolah masih terfokus

pada materi yang terdapat dalam kurikulum, sehingga siswa cenderung hanya

menghapal konsep – konsep matematika tanpa memahami maksud dan isinya.

Begitu juga RPP yang ada di sekolah masih terdapat beberapa kekurangan,

diantaranya: (1) RPP yang digunakan guru bukan hasil rancangan sendiri dan

masih bersifat umum, sehingga kurang sesuai dengan karakteristik siswa dan daya

dukung lain dalam pembelajaran di SMK Dharma Analitika Medan. Hal tersebut

sejalan menurut Suprianto mengemukakan dalam penelitiannya terkait perangkat

pembelajaran dimana guru kurang mampu atau kesulitan dalam membuat dan

mengembangkan serta menerapkan perangkat pembelajarannya

(Hutabarat,2015:2). (2) Langkah-langkah pembelajaran sangat jarang menggiring

(25)

14

kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher center). (3) Kriteria

peniaian baik kognitif, afektif maupun psikomotorik masih sangat minim dan

tidak adanya rubrik penskoran pada penilaian hasil belajar siswa. (4) RPP yang

dipakai sebagai rencana pembelajaran tidak pernah divalidasi oleh pakar, sehingga

kevalidan, kepraktisan dan keefektifan RPP tidak diketahui oleh guru. (5) Guru

tidak mampu menciptakan kebermaknaan dalam pembelajaran berbasis budaya.

Adapun RPP yang digunakan guru dapat dilihat pada gambar 1.2 berikut:

Gambar 1.2 RPP Materi Program Linear Kelas XI di SMK Dharma Analitika Medan

Pada gambar 1.2 , proses pembelajaran kurang jelas terlihat, pembelajaran

masih didominasi guru, dimana guru terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal

ini terlihat dari metode pembelajaran yang digunakan dalam RPP masih pada

kegiatan rutin untuk semua materi seperti ceramah, tanya jawab, diskusi dan

penugasan.

Selain RPP, buku teks yang juga salah satu perangkat pembelajaran

(26)

15

materi pelajaran juga perlu untuk menjadi perhatian. Berdasarkan wawancara,

guru dalam mengajar hanya menggunakan satu buku teks, buku teks tersebut

berfungsi sebagai buku guru dan buku siswa. Guru tidak membuat buku pegangan

guru dan buku pegangan siswa (perangkat pembelajaran tidak dirancang langsung

oleh guru). Jadi, buku teks yang digunakan hanyalah buku teks yang berasal dari

pihak sekolah yang diperoleh dari salah satu penerbit buku. LAS yang digunakan

juga cenderung pada LAS siap pakai yang banyak diperjual belikan yang isinya

lebih mengarah pada kesimpulan materi bukan kegiatan siswa. Keseluruhan

perangkat pembelajaran tidak sinkron dan tidak menggunakan suatu model

pembelajaran yang dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.

Selanjutnya Buku Pegangan dan LAS yang dipakai berasal dari penerbit yang

berbeda-beda. Sebagian besar perangkat pembelajaran yang diperoleh guru

berasal dari internet yang tidak dimodifikasi oleh guru dan tidak disesuaikan

dengan kebutuhan dan kemampuan siswa. Bahan ajar tersebut langsung

menyajikan rumus-rumus atau dalil-dalil kemudian penyajian contoh soal dan soal

kompetensi, sehingga anak cenderung menghapal rumus tetapi tidak memahami

konsep matematika. Disamping itu perangkat pembelajaran yang ada hanya untuk

memenuhi kelengkapan administrasi saja dan sebagian besar alasannya, karena

keterbatasan waktu dan sumber bacaan guru dalam merancang perangkat kurang.

Berikut ini contoh buku teks yang senantiasa digunakan oleh guru dan siswa

(27)

16

Gambar 1.3 Buku Teks yang digunakan Guru dan Siswa

Faktor lain penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan

disposisi matematis siswa salah satunya dipengaruhi oleh pembelajaran yang

digunakan oleh pengajar. Pembelajaran yang selama ini digunakan guru belum

mampu mengaktifkan siswa dalam belajar, memotivasi siswa untuk belajar dan

memacu siswa untuk belajar, belum mampu membantu siswa dalam

menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah, siswa enggan bertanya kepada guru

atau sesamanya apabila belum paham terhadap materi yang dijelaskan sehingga

kurangnya interaksi antara guru dengan siswa pada saat proses pembelajaran.

Oleh karena itu, pemilihan model pembelajaran yang mendukung yaitu

model kooperatif dimana menurut Hakim (2014:238) pembelajaran kooperatif

Soal-soal tidak menyangkut kehidupan nyata dan budaya

Langsung memberikan

(28)

17

pada mata pelajaran matematika di-pandang sangat baik diterapkan agar siswa

belajar secara kelompok, saling bertukar pikiran, sekaligus saling memotivasi

dalam menger-jakan soal-soal matematika. Selanjutnya menurut Hakim

(2014:238) salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah tipe Jigsaw. Tipe

jigsaw menekankan kepada belajar dalam bentuk kelompok yang diawali

pembentukan kelompok asal, kemudian setiap anggota kelompok awal bergabung

dengan kelompok ahli untuk berdiskusi. Selanjutnya, setiap anggota kelompok

kembali kepada kelompoknya masing-masing (kelompok awal) untuk membahas

lebih lanjut masalah yang didiskusikan. Melalui pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw, maka proses matematika diharapkan dapat lebih efektif meningkatkan

kualitas pembelajaran, aktivitas belajar, dan hasil belajar matematika siswa.

(29)

18

Guru dalam penilaian terhadap suatu masalah hanya melihat pada hasil

akhirnya saja dan jarang memperhatikan proses penyelesaian masalah menuju ke

hasil akhir. Hal ini nampak dari hasil survei dari setiap soal yang diuji cobakan

kepada setiap siswa ditemukan proses penyelesaian jawaban siswa yang tidak ada

perbedaannya, sehingga siswa tidak dapat meningkatkan aktivitas belajar

matematika untuk meningkatkan pengembangan kemampuannya.

Fenomena proses pembelajaran guru di lapangan selama ini juga diperkuat

oleh Somerset dan Suryanto yang mengemukakan bahwa pembelajaran

matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru adalah pembelajaran biasa

yaitu ceramah, tanya jawab, pemberian tugas atau berdasarkan kepada

behaviourist dan structuralist. Guru hanya memilih cara yang paling mudah dan

praktis bagi dirinya, bukan memilih cara bagaimana membuat siswa belajar,

sehingga siswa kurang menggunakan kemampuannya dalam menyelesaikan

masalah (Nufus,2013:6). Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Hadi (dalam

Nufus, 2013:6) sebagai berikut:

(30)

19

Ruseffendi mengemukakan bahwa perbedaan kemampuan yang dimiliki

siswa bukan semata-mata bawaan dari lahir, tetapi juga dipengaruhi

lingkungannya. Sehingga guru harus mampu menciptakan lingkungan belajar

yang sesuai dengan kondisi siswa dan lingkungan kelas siswa

(Wahyuni,2013:13). Maka untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

dan disposisi matematis siswa diperlukan perangkat pembelajaran yang evektif

serta dapat di aplikasikan dengan kebudayaan dengan menggunakan model

pembelajaran tipe kooperatif tipe jigsaw.

Dari uraian di atas , peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian

mengungkapkan apakah dengan mengembangkan perangkat pembelajaran dapat

meningkatkan kemapuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa yang

pada akhirnya akan memperbaiki hasil belajar matematika siswa. Oleh karena itu

penelitian ini berjudul “ Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model

Kooperatif Type Jiigsaw Berbasis Budaya Batak Toba untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Metematis Siswa SMK“.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah,

dapat dilakukan identifikasi masalah :

1. Hasil belajar matematika siswa SMK Dharma Analitika Medan masih

rendah

2. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa SMK Dharma

(31)

20

3. Rendahnya kemampuan disposisi matematis siswa SMK Dharma

Analitika Medan .

4. Guru kurang mampu dalam membuat, mengembangkan dan menerapkan

perangkat pembelajaran.

5. Perlu model pembelajaran yang aktif karena masih berorientasi pada

pembelajaran yang lebih banyak didominasi guru.

6. RPP belum memenuhi criteria valid, praktis dan efektif .

7. Buku pegangan yang digunakan dalam proses pembelajaran tidak

mengarah kepada permasalahan-permasalah yang kontektual dan soal-soal

yang digunakan dalam buku pegangan tersebut adalah soal-soal yang rutin.

8. LAS yang digunakan cenderung pada LAS siap pakai yang isinya

mengarah pada kesimpulan materi dan tidak sinkron dengan buku

pegangan yang digunakan.

9. Proses penyelesaian jawaban siswa pada soal-soal kemampuan pemecahan

masalah yang masih belum sistematis.

1.3 Batasan Masalah

Masalah yang diidentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas dan

kompleks, agar penelitian lebih fokus dan mencapai tujuan, maka penulis

membatasi masalah pada:

1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMK

Dharma Analitika Medan.

(32)

21

3. Perangkat pembelajaran (RPP, buku siswa, buku guru, LAS dan tes

kemampuan belajar) yang digunakan guru belum memenuhi kriteria valid,

praktis dan efektif.

4. Proses penyelesaian jawaban siswa pada soal-soal kemampuan pemecahan

masalah yang masih belum sistematis.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, identifikasi masalah dan

batasan masalah, maka rumusan masalah yang dikemukakan pada penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana validitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan

model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak toba?

2. Bagaimana kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan

denganmodel kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak toba?

3. Bagaimana efektivitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan

dengan model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak toba?

4. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

SMK dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah

dikembangkan dengan model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak

toba ?

5. Bagaimana peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa SMK

dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan

(33)

22

6. Bagaimana proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan

pemecahan masalah?

1.5 Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah yang ditetapkan, maka yang menjadi tujuan

pada penelitian ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan validitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan

dengan model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak toba.

2. Mendeskripsikan kepraktisan validitas perangkat pembelajaran yang

dikembangkan dengan model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak

toba.

3. Mendeskripsikan efektivitas validitas perangkat pembelajaran yang

dikembangkan dengan model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak

toba.

4. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa dengan

perangkat yang dikembangkan dengan model kooperatif type jigsaw berbasis

budaya batak toba.

5. Mendeskripsikan peningkatan disposisi matematis siswa dengan perangkat

yang dikembangkan dengan model kooperatif type jigsaw berbasis budaya

batak toba.

6. Mendeskripsikan proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal

kemampuan pemecahan masalah melalui perangkat yang dikembangkan

(34)

23

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan temuan-temuan yang merupakan

masukkan berarti bagi pembaharuan KBM yang dapat memberikan suasana baru

dalam memperbaiki cara guru mengajar di kelas, khususnya dalam

meningkatkankan kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematika

siswa. Manfaat yang diperoleh antara lain :

1. Bagi siswa akan memperoleh pengalaman nyata dalam belajar matematika

melalui pembelajaran kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak toba

untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan disposisi

matematisnya .

2. Bagi guru matematika mengenai pengembangan perangkat pembelajaran

berbasis budaya batak toba dalam membantu siswa meningkatkan

kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa.

3. Bagi peneliti, dapat menambah serta memperkaya wawasan ilmu

pengetahuan guna meningkatkan kualitas pembelajaran matematika dalam

penelitian yang akan datang khususnya dalam penelitian pengembangan

(35)

213 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini,

dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Validitas perangkat pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis

budaya Batak Toba dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

dan disposisi matematis sudah valid untuk digunakan dengan rata-rata total

validitas RPP = 4,56, Buku Siswa = 4,68, Buku Guru = 4,52, LAS = 4,67,

keenam tes kemapuan pemecahan masalah valid dengan reliabelitas 0,787

dan angket disposisi juga valid dengan reliabelitas 0,930.

2. Kepraktisan perangkat pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis

budaya Batak Toba dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

dan disposisi matematis sudah mudah untuk digunakan dalam pembelajaran,

hal ini berdasarkan: penilaian dari ahli, hasil wawancara pengguna perangkat

itu sendiri yang menyatakan bahwa perangkat tersebut mudah digunakan,

serta hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran dengan kategori baik.

3. Keefektifan perangkat pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis

budaya Batak Toba dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

dan disposisi matematis sudah efektif untuk digunakan dalam pembelajaran,

hal ini berdasarkan: ketuntasan belajar secara klasikal teah melebihi batas

minimal yaitu sebesar 90,63%, ketercapaian waktu pembelajaran dengan

(36)

214

4. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa menggunakan perangkat

pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis budaya pada materi

program linear adalah rata-rata pencapaian kemampuan pemecahan masalah

siswa pada uji coba I sebesar 68,75 meningkat menjadi 87,5 pada uji coba II.

Disamping itu, rata-rata setiap indikator kemampuan pemecahan masalah

meningkat dari uji coba I ke uji coba II.

5. Peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa menggunakan perangkat

pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis budaya pada materi

program linear adalah kategori yang paling dominan berada pada tingkat

tinggi/positif. pencapaian kemampuan disposisi matematis siswa pada uji

coba I sebesar 43,75% (sebanyak 14 siswa) meningkat menjadi 61,29%

(sebanyak 19 siswa) pada uji coba II. Disamping itu, rata-rata setiap

indikator kemampuan disposisi matematis juga meningkat dari uji coba I ke

uji coba II.

6. Proses jawaban siswa pada uji coba II lebih baik dari proses jawaban siswa

pada uji coba I.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka dapat

disarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Perangkat pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak

toba yang dikembangkan ini sudah memenuhi aspek kevalidan, kepraktisan

dan keefektifan, maka disarankan kepada guru untuk dapat menggunakan

(37)

215

pemecahan masalah dan disposisi matematis para siswanya khususnya siswa

kelas XI.

2. Perangkat pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak

toba yang dihasilkan dapat disebarluaskan mengingat tahap penyebaran

(disseminate). Sehingga terbuka peluang bagi peneliti lain untuk mengkaji

lebih jauh tentang keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.

3. Perangkat pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak

toba yang dikembangkan ini dapat dijadikan rujukan untuk membuat suatu

perangkat pembelajaran dengan materi lain guna menumbuhkembangkan

kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa pada

khususnya dan kemampuan bermatematika secara umum baik tingkat satuan

(38)

216

DAFTAR PUSTAKA

Adams, F.H. 2013. Using Jigsaw Technique As An Effective Way Of Promoting Co-Operative Learning Among Primary Six Pupils In Fijai,

International Journal of Education and Practice, Vol 1. No.6.Ghana

Akbar, S. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya

Akker, J, V, D. 1999. Principle and Methods of Development Research. First Edition Illionis: F. E Peacock Publishers, Inc.

Amri,S 2010. Konstruksi pengembangan Pembelajaran Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Prakitk Kurikulum.Jakarta:Pustakarya

Arends. 2008. Learning to Teach Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Asri dkk. 2014.Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Didaktik Matematika Volume 1 No.2. Banda Aceh

Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)

Cartledge, G., & Milburn, J. F. 1986. Teaching Social Skill to Children. NewYork: Pergamon Press.

Creswell, J.W. 2014. Educational Research Planning, Conducting and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. Boston : Pearson.

Dahar, R.W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.

D‟Ambrosio. 2006. The Program Ethnomathematics: A Theoretical Basis of the

Dynamics of Intra-Cultural Encounters. The Journal of Mathematics and Culture,

(39)

217

Fauziah A.2010 Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP Melalui Strategi React, Forum Kependidikan, Volume 30, Nomor 1.Lubuklinggau

Fitriani. 2014. Penembangan Perangkat Pembelajaran Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Menngkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa di SMP Kelas VIII,Junal Pendidikan Matematika.Volume 7 No. 2.Medan

Hakim.S.2014.Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Type Jigsaw.Jurnal Nalar Pendidikan. Volume 2 No 2.Makasar

Herman. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Pengajaran

Langsung untuk Mengajarkan Materi Kesetimbangan Benda Tegar. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. Volume 8 No.1

Husnah, R 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik Pada

Siswa SMP Kelas VII Langsa , Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol 6 Nomor 2.Medan

Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: IKIP Malang

Kuhlthau C.C 2010.School of Communication and Information Retgers The State University of New Jersey.USA.Volume 16 No.16

Laporan Hasil TIMSS. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Marzuki. 2012. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Antara Siswa yang diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsung. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED

Matlin, M.W. 1994.Cognition (Third Edition). New Yok; Harcourt Brace Publisher

(40)

218

Muslim A.P.2016. Penerapan TAPPS Disertai Hypnoteaching (HYPNO-TAPPS) Dalam Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Unsika. Volume 4 No 1

Naomi.2013.Effects of Jigsaw Cooperative Learning Strategy on

Students’Achievement by Gender Differences in Secondary School

Mathematics in Laikipia East District, Kenya. ISSN 2222-1735 (Paper) . Volume.4, No.16,Kenya

Nieveen. 2007. An Introduction to Educational Design Research. Enschede.

Novianti.I.2013.The Application of Cooperative Learning Model-Jigsaw Type in Learning Mathematics. Asian Journal of Education and e-Learning. Volume 01 Issue 05. Indonesia

Nurani A.2013.Implementasi Pembelajaran Berbasis Budaya pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV di SD Segugus 3 Kecamatan Lendah Kabupaten Kulon Progo.Jurnal DIDAKTIKA.Volume 4 No 1.Yogyakarta

Nufus H.2013 Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa di Kelas VII SMPN SE-Kota Lhokseumawe T.A 2012/2013. Jurnal Pendidikan Matematika.Volume 1 No 1.Medan

Polya. 1973 . How to Solve It A New Aspect of Mathematical Method. Princeton University Press

Rahayu. R and Kartono. 2014. The Effect of Mathematical Disposition toward Problem Solving Ability Based On IDEAL Problem Solver. International Journal of Science and Research. Volume 3 Issue 10. Indonesia

Rohaeti, E. E. 2011. Transformasi Budaya melalui Pembelajaran Matematika Bermakna di Sekolah. Jurnal Pengajaran MIPA. , Vol. 16 No. 1

Ruseffendi. 1991. Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito.

Rusman. 2012. Model-Model pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Dua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

(41)

219

________. 2015. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika dan Assesmen Otentik Berbasis Kurikulm 2013 Untuk Meningkatkan Kualitas Sikap, Kemampuan Berfikir Kreatif dan Koneksi Matematika siswa SMA. Dalam Laporan Tahunan Penelitian Strategis Nasional, UNIMED.

Stephens.S. 2000 Culturally Responsive Science Curriculum.Handbook. Alaska

Sugiyono. 2012. Metode Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Saguni F.2010. Perbedaan antara Metode Cooperative Learning tipe Jigsaw dengan Metode Problem Based Learning terhadap Hubungan Interpersonal.INSAN.Volume 12 No.02.Palu

Setyosari.P.2010.Metode Penelitian Pendidikan Dan Pengembangan.Jakarta.Kencana

Slavin, R. E. 2006. Educational Psychology, Theories and Practice. Eighth Edition. Masschusetts: Allyn and Bacon Publishers.

Sumarmo U.2012. Kemampuan dan Disposisi Berpikir Logis, Kritis, dan Kreatif Matematik (Eksperimen terhadap Siswa SMA Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Strategi Think-Talk-Write). Jurnal Teori Dan Hasil Penelitian Pembelajaran MIPA.Volume 17.No.1.Bandung

Sugianto.2014.Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan STAD Ditinjau Dari Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMA. Jurnal Didaktik Matematika.Volume 1 No.1.Medan

Suprapto. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Pendidikan dan Ilmu-ilmu Pengetahuan Sosial. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service

Susanti E.2015. Nilai-Nilai Budaya Batak Toba Sebagai Sumber Pembelajaran Ips Dan Proses Pengembangan Wawasan Kebangsaan. Jurnal INDI-Inovasi Didaktik.Volume 1 No1.Medan

(42)

220

Souvignier.E and Kronenberger J. 2007.Cooperative learning in third graders’ jigsaw groups for mathematics and science with and without questioning training. British Journal of Educational Psychology.Vol.7 No 7 German

Tambychik.T and Meerah.T.S. Students’ Difficulties in Mathematics Problem- Solving: What do they Say?.International Conference on Mathematics Education Research Volume 8. Malaysia

Tandililing, E. 2013. Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika di Sekolah. Prosiding, ISBN:978-979-16353-9-4

Trianto 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.

Wahyuni 2014. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Antara Siswa Kelas Heterogen Gender Dengan Kelas Homogen Gender Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Di Mts Kota Langsa. Jurnal Pendidikan Matematika.Volume 7 No 1.Medan

Wayan I .2011. Efektivitas Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains Dan Nilai Kearifan Lokal Di SMP. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan.Volume 5 N0.3.Bali

Yusra, D. A., & Saragih, S. (2016). The Profile of Communication Mathematics and Students’ Motivation by Joyful Learning-based Learning

Gambar

grafik atau diagram untuk memperjelas masalah.
Gambar 1.1 Lembar jawaban siswa
Gambar 1.2 RPP Materi Program Linear Kelas XI di SMK Dharma Analitika Medan
Gambar 1.3 Buku Teks yang digunakan Guru dan Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Kuliah Mimbar Ruang Kelas, Papan Tulis, OHP dan Sound Sistem. 1, 2, 3 ,4, 5 &

Peneliti berupaya memperoleh data dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Perindo sebagai pembuat pesan, namun berbagai upaya yang sudah dilakukan tidak membuahkan hasil,

Berdasarkan pengepasan pola survival penduduk Pulau Sumatera yang dilakukan terhadap fungsi survival Makeham dan fungsi survival ME, diperoleh perbandingan antara

Ekowisata adalah wisata berbasis alam yang melibatkan pendidikan, interpretasi dari lingkungan dan dikelola secara berkelanjutan. Perkembangan ekowisata saat ini cukup

Tes Kemampuan Responden (TKR) yang dilakukan sebanyak dua kali, yaitu TKR awal pada saat pengambil data yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis learning obstacle

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA LEMBAGA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DAN PENJAMINAN MUTU

perempuan adalah sosok yang tepat untuk mengajar di Taman Kanak-kanak.. (Daitsman,

bahwa penerapan metode Role Playing sebagai wahana ekspresi siswa dalam pembelajaran IPS sudah terlihat baik yaitu dengan banyaknya siswa yang sudah mulai mampu