PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MODEL
KOOPERATIF TYPE JIGSAW BERBASIS BUDAYA BATAK
TOBA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI
MATEMATIS SISWA SMK
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH:
LIA AGUSRINA SIREGAR
NIM: 8146172037
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
Lia Agusrina Siregar. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis Siswa SMK. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: validitas, kepraktisan dan efektifitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan model pembelajaran kooperatif type jigsaw berbasis budaya Batak Toba, peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dan proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal kemampuan pemecahan masalah. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan model pengembangan 4-D. Instrument penelitian ini adalah lembar validasi dan observasi, RPP, Buku Guru, Buku Siswa, Tes Pemecahan masalah dan Angket Disposisi. Uji coba I dilakukan pada siswa kelas XI-C dan uji coba II di kelas XI-B SMK Dharma Analitika Medan. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa: (1) Perangkat pembelajaran yang dikembangkan efektif, dilihat dari ketercapaian ketuntasan belajar siswa, aktivitas siswa dalam batas toleransi yang ditetapkan dan respon siswa terhadap pembelajaran dalam kategori baik, serta perangkat pembelajaran yang dikembangkan valid baik dari segi isi maupun konstruk dan perangkat pembelajaran yang dikembangkan praktis digunakan(2) adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa pada uji coba I sebesar 68,75 meningkat menjadi 87,5 pada uji coba II; dan (5) adanya peningkatan disposisi matematis siswa dari uji coba I ke uji coba II; (6) proses jawaban siswa pada uji coba II lebih baik dari uji coba I.
ii ABSTRACT
Lia Agusrina Siregar. The Device Development Cooperative Learning Model Based Jigsaw Type Batak TobaCulture To Improve Problem Solving Ability and Mathematical Disposition SMK Students. Thesis. Medan. Mathematics Education Study Program Postgraduate State University of Medan. 2016.
This study aimed to describe: the validity, practicality and effectiveness of the learning device that was developed with cooperative learning model type jigsaw culture-based Batak Toba, increase problem-solving ability and disposition of mathematical students by using learning tools were developed and the responses of the students in solving problems abilities solution to problem. This research is the development of the model of development of the 4-D. This is a research instrument validation and observation sheet, RPP, Teachers Books, Student Books, Tests Troubleshooting and Disposition Questionnaire. A test I do in class XI-C and II trials in class XI-B SMK Dharma Analitika Medan. From the results of this study showed that: (1) The study developed an effective, visible from the achievement of mastery learning students, student activities within the specified tolerances and the students' responses to learning in both categories, as well as learning tools developed valid both in terms of content and constructs and learning tools developed practical use (2) an increase in students' problem-solving abilities of the trial I amounted to 68.75 increased to 87.5 in the second test; and (5) an increase in students' mathematical disposition of the trial I to II trials; (6) the students' answers on the test II trials better than I.
v
2.2Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 26
2.2.1 Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah ... 26
2.2.2 Langkah-langkah Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 27
2.3Disposisi Matematis ... 29
2.4Model Pembelajaran Kooperatif ... 32
2.4.1 Model Pembelajaran Kooperatif Type Jigsaw ... 36
2.5Pembelajaran Berbasis Budaya ... 43
2.5.1 Keterkaitan Budaya dalam Pembelajaran Matematika ... 50
2.6Teori Belajar Pendukung Model Pembelajaran Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba ... 57
2.7Perangkat Pembelajaran ... 61
2.8Kualitas Perangkat Pembelajaran ... 68
2.8.1 Validitas ... 69
2.8.2 Kepraktisan ... 70
2.8.3 Keefektifan ... 71
2.9 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 73
2.9.1 Tahap Pendefinisian (Define) ... 74
2.9.2 Tahap Perancangan (Design) ... 76
2.9.3 Tahap Pengembangan (Develop) ... 77
2.9.4 Tahap Penyebaran (Desseminate) ... 78
vi
3.5 Prosedur Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 99
3.5.1 Tahap Pendefinisian (Define) ... 101
3.5.2 Tahap Perancangan ( Design) ... 103
3.5.3 Tahap Pengembangan ... 105
3.5.4 Tahap Penyebaran (Disseminate) ... 107
3.6 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 109
3.6.1 Lembar Validasi Perangkat pembelajaran ... 109
3.6.2 Lembar Penilaian Kepraktisan Pembelajaran ... 112
3.6.3 Lembar Observasi Keefektifan Pembelajaran ... 113
3.6.4 Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 114
3.6.5 Instrumen Disposisi Matematis ... 115
3.6.6 Proses Jawaban Siswa ... 115
3.7 Teknik Analisis Data ... 116
3.7.1 Analisis Data Untuk Menghitung Validitas dan Reliabilitas 116 3.7.2 Analisis Data Untuk Kepraktisan Perangkat Pembelajaran . 120 3.7.3 Analisis Data Untuk Efektifitas Perangkat Pembelajaran .... Matematika ... 121
3.7.4 Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 124
3.7.5 Analisis Peningkatan Disposisi Matematis ... 124
3.7.6 Analisis Data untuk Proses Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 125
3.8 Indikator Keberhasilan Perangkat Pembelajaran Model Pembelajaran Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya batak toba yang Dikembangkan ... 126
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 127
4.1 Hasil Penelitian ... 127
4.1.1 Deskripsi Tahap Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 128
4.1.1.1 Deskripsi Tahap Pendefinisian (Define) ... 128
4.1.1.2 Deskripsi Tahap Perancangan (Design) ... 134
4.1.1.3 Deskripsi Tahap Pengembangan (Develop) ... 144
4.1.1.4 Deskripsi Tahap Penyebaran (Diseminate) ... 193
4.1.2 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Menggunakan Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba Yang Dikembangkan ... 194
vii
4.1.4 Proses Jawaban Siswa Pada Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah Uji Coba I dan II ... 198
4.2 Pembahasan Penelitian ... 201
4.2.1 Validitas Perangkat Pembelajaran l Model Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba Yang Dikembangkan .. 202
4.2.2 Kepraktisan Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba Yang Dikembangkan ... 204
4.2.3 Efektivitas Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba Yang Dikembangkan ... 205
4.2.4 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Menggunakan Perangkat Pembelajaran Yang Dikembangkan Model Kooperatif Type Jigsaw Berbasis Budaya Batak Toba ... 209
4.2.5 Peningkatan Kemampuan Disposisi Matematis Menggunakan Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif Type Jigsaw berbasis budaya batak toba yang dikembangkan ... 210
4.2.6 Proses Jawaban Siswa dalam Menyelesaikan Soal-soal Kemampuan Pemecahan Masalah 211
4.3 Keterbatasan Penelitian ... 212
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 213
5.1 Simpulan ... 213
5.2 Saran ... 214
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Lembar jawaban siswa ... 7
Gambar 1.2 RPP Program Linier Kelas X ... 14
Gambar 2.1 Ilustrasi Pembagian Kelompok ... 39
Gambar 2.2 Asam Cikala dan Andaliman... 54
Gambar 3.1 Bagan Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model 4-D ... 100
Gambar 3.2 Konsep Program Linier ... 102
Gambar 3.3 Prosedur Penelitian Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif Tipe Jigsaw berbasis budaya... 108
Gambar 4.1 Hasil Analisis Konsep untuk Materi Program Linear……….. 132
Gambar 4.2 Tampilan RPP ... 137
Gambar 4.3 Tampilan Cover Buku Siswa... 139
Gambar 4.4 Tampilan Peta Konsep ... 139
Gambar 4.5 Tampilan Materi Program Linear ... 140
Gambar 4.6 Tampilan Isi Buku Guru ... 141
Gambar 4.7 Tampilan LAS... 142
Gambar 4.8 RPP Sebelum dan Setelah validasi oleh validator I……….. 146
Gambar 4.9 RPP Sebelum dan Setelah validasi oleh validator III ... 147
Gambar 4.10 Buku siswa Sebelum dan Sesudah validasi oleh validator I ... 149
Gambar 4.11 Buku siswa Sebelum dan Sesudah validasi oleh validator III .. 149
Gambar 4.12 Diagram Nilai perolehan Keterlaksanaan Pembelajaran ... 163
Gambar 4.13 Tingkat kemampuan Pemecahan Masalah hasil Posstest Uji Coba I ... 166
Gambar 4.14 Tingkat Kemampuan Disposisi Matematis Hasil angket Uji Coba I 167 Gambar 4.15 Pesentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis pada Uji Coba I ... 168
Gambar 4.16 Diagram Persentase Waktu Aktivitas Siswa Uji Coba 1... 170
Gambar 4.17 Diagram Nilai Perolehan Kterlaknsaan Pembelajaran ... 183
Gambar 4.18 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Hasil Posttest Uji Coba II... 185
Gambar 4.19 Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Pada Uji Coba II ... . 186
Gambar 4.20 Tingkat Kemampuan Disposisi Matematis Hasil Angket ... 188
Gambar 4.21 Presentase Waktu Aktivitas Siswa Uji Coba II... 189
Gambar 4.22 Rata-rata Kemampuan Pemecahan Masalah……….. ... 195
Gambar 4.23 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Disposisi Matematis pada Uji Coba I dan Uji Coba II ... 198
Gambar 4.24 Proses Jawaban siswa Pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Uji Coba I ... 199
1
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan faktor yang paling besar peranannya dalam
kelangsungan hidup manusia dan perkembangan suatu bangsa. Undang-undang
pendidikan No 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif, mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan memiliki peranan yang besar dalam proses pembudayaan. Tilaar
menegaskan bahwa tanpa proses pendidikan tidak mungkin kebudayaan itu
berlangsung dan berkembang bahkan memperoleh dinamikanya
(Nurani,2013:1).Hal ini berarti pendidikan memiiki peran penting dalam
pengembangan budaya.
Adapun fungsi pendidikan nasional menurut Undang-Undang Pendidikan
Tahun 2003 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Salah satu lembaga / jenjang pendidikan
2
jenjang pendidikan dasar (SD/MI), jenjang pendidikan menengah (SMP/MTs),
jenjang pendidikan atas (SMA/MA) dan Perguruan Tinggi.
Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang
pendidikan baik di SD, SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi, ilmu yang
mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi, sehingga matematika
dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan
hubungan, dan ilmu tentang cara berpikir untuk memahami dunia sekitar. Hal ini
ditekankan di dalam Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah (Depdiknas, 2006) bahwa matematika
mendasari perkembangan kemajuan teknologi, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin, dan memajukan daya pikir manusia, matematika diberikan sejak
dini di sekolah untuk membekali anak dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sitematis, kritis, kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Semua kemampuan itu
merupakan bekal dan modal penting yang diperlukan anak dalam meniti
kehidupan di masa depan yang penuh dengan tantangan dan berubah dengan
cepat.
Namun sangat disayangkan, dewasa ini banyak siswa yang mengalami
kesulitan dalam mempelajari matematika. Siswa tidak mau berusaha serta berpikir
tingkat tinggi mencari solusi pada setiap kesulitan yang ditemukan dalam
mempelajari matematika tetapi malah sedapat mungkin selalu menghindar dari
kesulitan yang dialaminya, akibatnya rendahnya hasil belajar siswa pada bidang
3
Dharma Analitika tahun pelajaran 2014/2015 nampak hasil belajar siswa dibidang
matematika masih rendah, yaitu 60 untuk rata-rata kelas, 60% untuk daya serap,
dan 65% untuk ketuntasan belajar. Dari data tersebut terlihat bahwa hasil belajar
matematika siswa masih belum mencapai yang diharapkan oleh kurikulum, yaitu
70 untuk rata-rata kelas, 70% untuk daya serap dan 85% untuk ketuntasan belajar,
(sumber nilai akhir semester genap siswa tahun pelajaran 2014/2015).
Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa dikarenakan
banyak siswa yang menganggap matematika sulit dipelajari dan karekteristik
matematika yang bersifat abstrak sehingga siswa menganggap matematika
merupakan momok yang menakutkan, diperkuat oleh Sriyanto yang menyatakan
bahwa matematika sering kali dianggap sebagai momok menakutkan dan
cenderung dianggap pelajaran yang sulit oleh sabahagian besar siswa (Husna,
2013:176). Russefendi juga menambahkan matematika bagi anak-anak pada
umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi dan dianggap sebagai
ilmu yang sukar dan ruwet (Husna, 2013:176 ), serta Abdurrahman mengatakan
bahwa dari berbagai bidang studi yang diajarkan disekolah, matematika
merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang
tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar
(Husna, 2013:176).
Ada berbagai faktor yang menyebabkan siswa beranggapan matematika
sulit untuk dipelajari dua diantaranya adalah kurangnya kemampuan
pemecahan masalah dan disposisi dalam matematika. Menurut Depdiknas
4
dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD, SMP, sampai SMA
atau MA yaitu:
1.Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep secara luwes, akurat, efisiean dan tepat dalam pemecahan masalah
2.Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas masalah.
3.Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
4.Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan) menafsirkan, menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah. 5.Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Berdasarkan standar kompetensi yang diharapkan oleh Depdiknas Tahun
2013 di atas, kemampuan pemecahakan masalah dan disposisi merupakan dua
kemampuan yang seharusnya didapatkan oleh siswa dalam pembelajaran
matematika di sekolah karena dengan siswa dapat menguasai kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa akan dapat memecahkan masalah
dalam matematika.
Proses berpikir dalam pemecahan masalah memerlukan kemampuan
intelektual tertentu yang akan mengorganisasikan strategi, dipertegas oleh
Sumarmo dimana hal itu akan melatih orang berpikir kritis, logis dan kreatif yang
sangat diperlukan dalam menghadapi perkembangan masyarakat
(Fauziah,2010:2). Kemampuan pemecahan masalah matematis penting dimiliki
oleh siswa, sesuai dengan yang dikemukakan Branca (dalam Wahyuni, 2014:
4)sebagai berikut: (1) Kemampuan menyelesaikan merupakan tujuan umum
pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika, (2) Penyelesaian
5
dalam kurikulum matematika, dan (3) Penyelesaian matematika merupakan
kemampuan dasar dalam belajar matematika.
Kemampuan pemecahan masalah pada dasarnya merupakan satu diantara
hasil belajar yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika di tingkat
sekolah manapun (Wahyuni, 2014: 4). Oleh karena itu pembelajaran matematika
harus tertuju pada kemampuan pemecahan masalah, agar kemampuan
bermatematika siswa dicapai secara optimal. Sehingga pembelajaran matematika
itu tidak hanya sekedar mentransfer pengetahuan kepada siswa, tetapi juga
membantu siswa untuk membentuk pengetahuan mereka sendiri serta
memberdayakan siswa untuk mampu memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya.
Namun kenyataan di lapangan, siswa belum memiliki kemampuan
pemecahan masalah, siswa sering tidak memahami makna yang sebenarnya
dari permasalahan yang diberikan oleh guru. Kesulitan atau kesalahan yang
paling banyak dialami adalah pada strategi melaksanakan perhitungan,
memeriksa proses dan hasil perhitungan (Wahyuni, 2014: 4).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah perlu
ditingkatkan di dalam pembelajaran matematika. Soejadi menyatakan bahwa
dalam matematika kemampuan pemecahan masalah bagi seseorang siswa akan
membantu keberhasilan siswa tersebut dalam kehidupan sehari-hari (
Nufus,2013:5). Sagala juga menyatakan bahwa menerapkan pemecahan masalah
dalam proses pembelajaran penting, karena selain para siswa mencoba menjawab
6
keras (Nufus,2013:5). Diperkuat oleh Hudojo menyatakan bahwa pemecahan
masalah merupakan suatu hal yang sangat essensial didalam pengajaran
matematika, disebabkan (1) siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang
relevan, kemudian menganalisanya dan akhirnya meneliti hasilnya, (2) kepuasan
intelektual akan timbul dari dalam, (3) potensi intelektual siswa meningkat
(Nufus,2013:5). Akan tetapi fakta dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah siswa masih rendah. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian
menurut Wardani bahwa secara klasikal kemampuan pemecahan masalah
matematika belum mencapai taraf ketuntasan belajar (Nufus,2013:6).
Kemamapuan pemecahan masalah masih rendah juga nampak berdasarkan
observasi yang dilakukan di sekolah, yaitu berdasarkan soal yang diberikan
kepada siswa yaitu:
Adi membeli dua kemeja dan satu celana seharga Rp. 220. 000,- dari toko The One. Karena pakaian tersebut bagus, akhirnya Adi temannya berencana membeli satu kemeja dan dua celana dengan merek yang sama dari toko yang sama seharga Rp 275.000,-. Jika ternyata kamu juga ingin membeli satu kemeja yang sama dari toko tersebut, berapa harga yang harus kamu bayar?
Soal tersebut diberikan kepada 33 siswa, 12 diantaranya tidak menjawab soal
tersebut, 18 orang menjawab dengan jawaban yang salah dan 3 orang menjawab
yang benar, dari hasilnya menunjukkan kemampuan pemecahan masalah rendah,
7
Gambar 1.1 Lembar jawaban siswa
Berdasarkan jawaban siswa tersebut menunjukkan banyak siswa mengalami
kesulitan untuk memahami maksud soal tersebut, merumuskan apa yang diketahui
serta yang ditanyakan dari soal tersebut, merencanakan penyelesaian soal tersebut
serta proses perhitungan atau strategi penyelesain dari jawaban yang dibuat siswa
tidak benar juga siswa tidak memeriksa kembali jawabannya.
Fakta rendahnya kemampuan pemecahan masalah juga diperkuat dari Trends
in International Mathematics and Science Study (TIMSS), lembaga yang
mengukur hasil pendidikan di dunia melaporkan bahwa kemampuan matematika
siswa pada tahun 2007 kita berada diurutan 38 dari 49 negara (Balitbang, 2011).
Hal ini juga terlihat dari rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa dalam UN
Tidak dapat mengidentifikasi masalah
Tidak dapat
8
secara nasional tahun 2012. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam
(http://edukasi.kompas.com) bahwa “Siswa yang mengikuti ujian nasional 2012
tingkat SMA dan sederajat yang tidak lulus terbanyak dalam mata pelajaran
Matematika, kemudian diikuti Bahasa Indonesia”. Ketidakmampuan siswa
menyelesaikan masalah seperti di atas dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan
pemecahan masalah siswa. Karena itu kemampuan pemecahan masalah dalam
matematika perlu dilatih dan dibiasakan kepada siswa. Kemampuan ini diperlukan
siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain kemampuan pemecahan masalah juga diperlukan disposisi matematis
yang harus dimiliki oleh siswa, diantaranya adalah menghargai keindahan
matematika, menyenangi matematika, memiliki keingintahuan yang tinggi dan
senang belajar matematika. Dengan sikap seperti itu, diharapkan siswa dapat
mengembangkan kemampuan matematika, menggunakan matematika untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam hidupnya.
Menurut National Council of Teachers of Mathematics , disposisi matematis
memuat tujuh komponen. Adapun ketujuh komponen-komponen itu sebagai
berikut, (1) percaya diri dalam menggunakan matematika, (2) fleksibel dalam
melakukan kerja matematika (bermatematika), (3) gigih dan ulet dalam
mengerjakan tugas-tugas matematika, (4) memiliki rasa ingin tahu dalam
bermatematika, (5) melakukan refleksi atas cara berpikir, (6) menghargai aplikasi
9
Komponen-komponen disposisi matematis di atas termuat dalam kompetensi
matematika dalam ranah afektif yang menjadi tujuan pendidikan matematika di
sekolah menurut Kurikulum 2006 adalah sebagai berikut, memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah (Departemen Pendidikan Nasional,
2006:346).
Sebagaimana hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap 33 siswa di
SMK Dharma Analitika Medan Kelas X-B , dari data yang diperoleh peneliti
berdasarkan jawaban angket yang diisi oleh siswa-siswa tersebut menunjukkan
bahwa hampir sebagian siswa tidak menyukai matematika, tidak percaya diri
dalam menjawab soal matematika dan tidak memiliki kemauan yang tinggi dalam
belajar matematika. Oleh karena itu, disposisi matematis siswa merupakan suatu
hal yang harus ada dalam diri siswa yang berguna untuk meningkatkan prestasi
siswa dalam belajar matematika.
Hal ini didukung dengan studi pendahuluan yang dilakukan oleh Kusumawati
pada siswa peringkat tinggi, sedang, dan rendah sebanyak 297 orang di kota
Palembang. Hasil studi menunjukkan persentase skor rerata disposisi matematis
siswa baru mencapai 58 persen yang diklasifikasikan rendah (Wahidin,2012: 7).
Selain itu, dilihat dari proses pembelajaran yang digunakan guru masih dominan
menggunkan pembelajaran biasa. Pada pembelajaran ini, guru dipandang sebagai
sumber pengetahuan dan siswa hanya perlu menerima pengetahuan tersebut tanpa
10
berdampak pada rendahnya kemampuan berpikir matematis siswa sebagaimana
dijelaskan di atas.
Dari penilaian ranah afektif seperti yang dikemukan dalam Kurikulum 2006,
dapat diketahui betapa pentingnya peningkatan disposisi matematis dalam proses
belajar-menagajar matematika. Dalam proses belajar-mengajar, disposisi
matematis siswa dapat dilihat dari keinginan siswa untuk merubah strategi,
melakukan refleksi, dan melakukan analisis sampai memperoleh suatu solusi.
Disposisi siswa terhadap matematika dapat diamati dalam diskusi kelas. Misalnya,
seberapa besar keinginan siswa untuk belajar matematika, keinginan menjelaskan
solusi yang diperolehnya dan mempertahankan penjelasannya. Namun demikian,
perhatian guru dalam proses belajar-mengajar terhadap disposisi matematis siswa
masih kurang.
Disposisi siswa terhadap matematika terlihat ketika siswa menyelesaikan
tugas matematika, apakah dikerjakan dengan percaya diri, tanggung jawab, tekun,
merasa tertantang, pantang putus asa, memiliki kemauan untuk mencari cara lain
dan melakukan refleksi terhadap cara berpikir yang telah dilakukan. Siswa yang
memiliki disposisi tinggi akan lebih gigih, tekun, dan berminat untuk
mengeksplorasi dan mencoba hal-hal baru. Hal ini memungkinkan siswa tersebut
memiliki pengetahuan lebih dibandingkan siswa yang tidak menunjukkan perilaku
demikian. Pengetahuan inilah yang menyebabkan siswa memiliki
kemampuan-kemampuan tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa disposisi
11
Banyak faktor yang mempengaruhi siswa beranggapan matematika sulit
dipelajari salah satunya perlu adanya metode dan strategi pembelajaran yang
sesuai dan juga diperlukan adanya pengembangan perangkat pembelajaran yang
sesuai serta kurangnya kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dan
disposisi matematis yang menjunjung tinggi nilai-niai luhur budaya mereka
khususnya budaya lokal sesuai dengan materi yang sedang dipelajari di kelas. Hal
ini juga sesuai dengan Tilaar yang sepakat bahwa budaya adaah dasar
terbentuknya kepribadian manusia(Nurani,2013:5).Budaya sebagai beka manusa
untuk memasuki dunia gobal seperti yang telah terjadi dewasa ini. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dan letak wilayah Indonesia
yang sangat strategis menuntut masyarakat Indonesia harus memiiki kekuatan
tersendiri. Hal ini dilakukan agar jati diri bangsa tidak tergerus oleh budaya –
budaya barat yang hilir mudik masuk ke masyarakat dan biasanya cenderung
negatif.
Menurut Pannen dalam pembelajaraan berbasis budaya dimana budaya
menjadi sebuah metode bagi siswa untuk mentransformasikan hasi observasi
mereka ke dalam bentuk- bentuk dan prinsip-prinsip kreatif tentang alam
(Nurani,2013:6). Ha ini berarti bahwa proses pembelajaran berbasis budaya bukan
hanya menyampaikan budaya kepada siswa , melainkan lebih kepada
menggunakan budaya tersebut agar siswa menemukan makna, kreativitas, dan
memperoleh pemahaman lebih mendalam tentang materi yang sedang dipelajari
terutama pada mata pelajaran matematika. Pannen juga menyebutkan peran guru
12
proses pembelajaran sebagai proses penciptaan makna oleh siswa. Masing-
masing guru memiliki kreativias untuk merancang dan melaksanakan
pembelajaran berbasis budaya.Sehingga guru merasa penting untuk merancang
suatu perangkat pembelajaran berbasis budaya untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa.
Namun, dalam kenyataannya banyak fakta ironi tentang pendidikan dan
budaya khususnya di sekolah SMK Dharma Anaitika Medan dari hasil observasi
dilapangan tidak mempunyai perangkat pembeajaran yang berbasis budaya karena
Pannen menyebutkan fakta bahwa mata peajaran budaya dan pengetahuan budaya
tidak pernah memperoleh tempat proporsional dalam kurikulum maupun dalam
pengembangan pengetahuan secara umum (Nurani,2013:7)
Untuk menciptakan pribadi yang kreatif, dalam pembelajaran perlu
mengembangkan perangkat pembelajaran yang menarik dan kreatif dengan
berbasis budaya. Menurut Subanindro perangkat pembelajaran merupakan
sekumpulan sumber belajar yang disusun sedemikian rupa di mana siswa dan guru
melakukan kegiatan pembelajaran (Hutabarat,2015: 1). Perangkat pembelajaran
meliputi buku siswa dan buku pegangan guru. Buku siswa berisi materi – materi
esensial yang terkait dengan materi, sedangkan buku pegangan guru berisi silabus,
rencana pelaksanaan pembelajaran, materi, test kemampuan siswa.
Berdasarkan hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum ( Balitbang, 2007:11) antara lain :
1. Guru hanya memahami struktur mata pelajaran saja, tanpa memahami tentang prinsip pengembangan.
13
3. Metode pembelajaran di kelas kurang bervariasi.
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang disusun guru tidak operasional (hanya sebagai pelengkap administrasi saja).
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, realitas dan kondisi guru dibeberapa
sekolah, ternyata sebahagian guru masih belum mampu untuk menyusun
perangkat pembelajaran dengan baik. Belum baiknya perangkat yang disusun oleh
para guru disebabkan oleh pemahaman guru terhadap cara penyusunan perangkat
pembelajaran yang masih sangat kurang. Menurut Suprianto fakta dilapangan
beberapa guru kurang mampu atau kesulitan dan malas dalam membuat,
mengembangkan dan menerapkan perangkat pembelajarannya
(Hutabarat,2015:2).
Dari hasil observasi kepada beberapa kepala sekolah diperoleh informasi
bahwa perangkat pembelajaran yang digunakan guru di sekolah masih terfokus
pada materi yang terdapat dalam kurikulum, sehingga siswa cenderung hanya
menghapal konsep – konsep matematika tanpa memahami maksud dan isinya.
Begitu juga RPP yang ada di sekolah masih terdapat beberapa kekurangan,
diantaranya: (1) RPP yang digunakan guru bukan hasil rancangan sendiri dan
masih bersifat umum, sehingga kurang sesuai dengan karakteristik siswa dan daya
dukung lain dalam pembelajaran di SMK Dharma Analitika Medan. Hal tersebut
sejalan menurut Suprianto mengemukakan dalam penelitiannya terkait perangkat
pembelajaran dimana guru kurang mampu atau kesulitan dalam membuat dan
mengembangkan serta menerapkan perangkat pembelajarannya
(Hutabarat,2015:2). (2) Langkah-langkah pembelajaran sangat jarang menggiring
14
kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher center). (3) Kriteria
peniaian baik kognitif, afektif maupun psikomotorik masih sangat minim dan
tidak adanya rubrik penskoran pada penilaian hasil belajar siswa. (4) RPP yang
dipakai sebagai rencana pembelajaran tidak pernah divalidasi oleh pakar, sehingga
kevalidan, kepraktisan dan keefektifan RPP tidak diketahui oleh guru. (5) Guru
tidak mampu menciptakan kebermaknaan dalam pembelajaran berbasis budaya.
Adapun RPP yang digunakan guru dapat dilihat pada gambar 1.2 berikut:
Gambar 1.2 RPP Materi Program Linear Kelas XI di SMK Dharma Analitika Medan
Pada gambar 1.2 , proses pembelajaran kurang jelas terlihat, pembelajaran
masih didominasi guru, dimana guru terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal
ini terlihat dari metode pembelajaran yang digunakan dalam RPP masih pada
kegiatan rutin untuk semua materi seperti ceramah, tanya jawab, diskusi dan
penugasan.
Selain RPP, buku teks yang juga salah satu perangkat pembelajaran
15
materi pelajaran juga perlu untuk menjadi perhatian. Berdasarkan wawancara,
guru dalam mengajar hanya menggunakan satu buku teks, buku teks tersebut
berfungsi sebagai buku guru dan buku siswa. Guru tidak membuat buku pegangan
guru dan buku pegangan siswa (perangkat pembelajaran tidak dirancang langsung
oleh guru). Jadi, buku teks yang digunakan hanyalah buku teks yang berasal dari
pihak sekolah yang diperoleh dari salah satu penerbit buku. LAS yang digunakan
juga cenderung pada LAS siap pakai yang banyak diperjual belikan yang isinya
lebih mengarah pada kesimpulan materi bukan kegiatan siswa. Keseluruhan
perangkat pembelajaran tidak sinkron dan tidak menggunakan suatu model
pembelajaran yang dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.
Selanjutnya Buku Pegangan dan LAS yang dipakai berasal dari penerbit yang
berbeda-beda. Sebagian besar perangkat pembelajaran yang diperoleh guru
berasal dari internet yang tidak dimodifikasi oleh guru dan tidak disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuan siswa. Bahan ajar tersebut langsung
menyajikan rumus-rumus atau dalil-dalil kemudian penyajian contoh soal dan soal
kompetensi, sehingga anak cenderung menghapal rumus tetapi tidak memahami
konsep matematika. Disamping itu perangkat pembelajaran yang ada hanya untuk
memenuhi kelengkapan administrasi saja dan sebagian besar alasannya, karena
keterbatasan waktu dan sumber bacaan guru dalam merancang perangkat kurang.
Berikut ini contoh buku teks yang senantiasa digunakan oleh guru dan siswa
16
Gambar 1.3 Buku Teks yang digunakan Guru dan Siswa
Faktor lain penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan
disposisi matematis siswa salah satunya dipengaruhi oleh pembelajaran yang
digunakan oleh pengajar. Pembelajaran yang selama ini digunakan guru belum
mampu mengaktifkan siswa dalam belajar, memotivasi siswa untuk belajar dan
memacu siswa untuk belajar, belum mampu membantu siswa dalam
menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah, siswa enggan bertanya kepada guru
atau sesamanya apabila belum paham terhadap materi yang dijelaskan sehingga
kurangnya interaksi antara guru dengan siswa pada saat proses pembelajaran.
Oleh karena itu, pemilihan model pembelajaran yang mendukung yaitu
model kooperatif dimana menurut Hakim (2014:238) pembelajaran kooperatif
Soal-soal tidak menyangkut kehidupan nyata dan budaya
Langsung memberikan
17
pada mata pelajaran matematika di-pandang sangat baik diterapkan agar siswa
belajar secara kelompok, saling bertukar pikiran, sekaligus saling memotivasi
dalam menger-jakan soal-soal matematika. Selanjutnya menurut Hakim
(2014:238) salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah tipe Jigsaw. Tipe
jigsaw menekankan kepada belajar dalam bentuk kelompok yang diawali
pembentukan kelompok asal, kemudian setiap anggota kelompok awal bergabung
dengan kelompok ahli untuk berdiskusi. Selanjutnya, setiap anggota kelompok
kembali kepada kelompoknya masing-masing (kelompok awal) untuk membahas
lebih lanjut masalah yang didiskusikan. Melalui pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw, maka proses matematika diharapkan dapat lebih efektif meningkatkan
kualitas pembelajaran, aktivitas belajar, dan hasil belajar matematika siswa.
18
Guru dalam penilaian terhadap suatu masalah hanya melihat pada hasil
akhirnya saja dan jarang memperhatikan proses penyelesaian masalah menuju ke
hasil akhir. Hal ini nampak dari hasil survei dari setiap soal yang diuji cobakan
kepada setiap siswa ditemukan proses penyelesaian jawaban siswa yang tidak ada
perbedaannya, sehingga siswa tidak dapat meningkatkan aktivitas belajar
matematika untuk meningkatkan pengembangan kemampuannya.
Fenomena proses pembelajaran guru di lapangan selama ini juga diperkuat
oleh Somerset dan Suryanto yang mengemukakan bahwa pembelajaran
matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru adalah pembelajaran biasa
yaitu ceramah, tanya jawab, pemberian tugas atau berdasarkan kepada
behaviourist dan structuralist. Guru hanya memilih cara yang paling mudah dan
praktis bagi dirinya, bukan memilih cara bagaimana membuat siswa belajar,
sehingga siswa kurang menggunakan kemampuannya dalam menyelesaikan
masalah (Nufus,2013:6). Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Hadi (dalam
Nufus, 2013:6) sebagai berikut:
19
Ruseffendi mengemukakan bahwa perbedaan kemampuan yang dimiliki
siswa bukan semata-mata bawaan dari lahir, tetapi juga dipengaruhi
lingkungannya. Sehingga guru harus mampu menciptakan lingkungan belajar
yang sesuai dengan kondisi siswa dan lingkungan kelas siswa
(Wahyuni,2013:13). Maka untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
dan disposisi matematis siswa diperlukan perangkat pembelajaran yang evektif
serta dapat di aplikasikan dengan kebudayaan dengan menggunakan model
pembelajaran tipe kooperatif tipe jigsaw.
Dari uraian di atas , peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian
mengungkapkan apakah dengan mengembangkan perangkat pembelajaran dapat
meningkatkan kemapuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa yang
pada akhirnya akan memperbaiki hasil belajar matematika siswa. Oleh karena itu
penelitian ini berjudul “ Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model
Kooperatif Type Jiigsaw Berbasis Budaya Batak Toba untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Metematis Siswa SMK“.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah,
dapat dilakukan identifikasi masalah :
1. Hasil belajar matematika siswa SMK Dharma Analitika Medan masih
rendah
2. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa SMK Dharma
20
3. Rendahnya kemampuan disposisi matematis siswa SMK Dharma
Analitika Medan .
4. Guru kurang mampu dalam membuat, mengembangkan dan menerapkan
perangkat pembelajaran.
5. Perlu model pembelajaran yang aktif karena masih berorientasi pada
pembelajaran yang lebih banyak didominasi guru.
6. RPP belum memenuhi criteria valid, praktis dan efektif .
7. Buku pegangan yang digunakan dalam proses pembelajaran tidak
mengarah kepada permasalahan-permasalah yang kontektual dan soal-soal
yang digunakan dalam buku pegangan tersebut adalah soal-soal yang rutin.
8. LAS yang digunakan cenderung pada LAS siap pakai yang isinya
mengarah pada kesimpulan materi dan tidak sinkron dengan buku
pegangan yang digunakan.
9. Proses penyelesaian jawaban siswa pada soal-soal kemampuan pemecahan
masalah yang masih belum sistematis.
1.3 Batasan Masalah
Masalah yang diidentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas dan
kompleks, agar penelitian lebih fokus dan mencapai tujuan, maka penulis
membatasi masalah pada:
1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMK
Dharma Analitika Medan.
21
3. Perangkat pembelajaran (RPP, buku siswa, buku guru, LAS dan tes
kemampuan belajar) yang digunakan guru belum memenuhi kriteria valid,
praktis dan efektif.
4. Proses penyelesaian jawaban siswa pada soal-soal kemampuan pemecahan
masalah yang masih belum sistematis.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, identifikasi masalah dan
batasan masalah, maka rumusan masalah yang dikemukakan pada penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana validitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan
model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak toba?
2. Bagaimana kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan
denganmodel kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak toba?
3. Bagaimana efektivitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan
dengan model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak toba?
4. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
SMK dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah
dikembangkan dengan model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak
toba ?
5. Bagaimana peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa SMK
dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan
22
6. Bagaimana proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan
pemecahan masalah?
1.5 Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah yang ditetapkan, maka yang menjadi tujuan
pada penelitian ini adalah untuk :
1. Mendeskripsikan validitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan
dengan model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak toba.
2. Mendeskripsikan kepraktisan validitas perangkat pembelajaran yang
dikembangkan dengan model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak
toba.
3. Mendeskripsikan efektivitas validitas perangkat pembelajaran yang
dikembangkan dengan model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak
toba.
4. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa dengan
perangkat yang dikembangkan dengan model kooperatif type jigsaw berbasis
budaya batak toba.
5. Mendeskripsikan peningkatan disposisi matematis siswa dengan perangkat
yang dikembangkan dengan model kooperatif type jigsaw berbasis budaya
batak toba.
6. Mendeskripsikan proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal
kemampuan pemecahan masalah melalui perangkat yang dikembangkan
23
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menghasilkan temuan-temuan yang merupakan
masukkan berarti bagi pembaharuan KBM yang dapat memberikan suasana baru
dalam memperbaiki cara guru mengajar di kelas, khususnya dalam
meningkatkankan kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematika
siswa. Manfaat yang diperoleh antara lain :
1. Bagi siswa akan memperoleh pengalaman nyata dalam belajar matematika
melalui pembelajaran kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak toba
untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan disposisi
matematisnya .
2. Bagi guru matematika mengenai pengembangan perangkat pembelajaran
berbasis budaya batak toba dalam membantu siswa meningkatkan
kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa.
3. Bagi peneliti, dapat menambah serta memperkaya wawasan ilmu
pengetahuan guna meningkatkan kualitas pembelajaran matematika dalam
penelitian yang akan datang khususnya dalam penelitian pengembangan
213 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini,
dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Validitas perangkat pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis
budaya Batak Toba dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
dan disposisi matematis sudah valid untuk digunakan dengan rata-rata total
validitas RPP = 4,56, Buku Siswa = 4,68, Buku Guru = 4,52, LAS = 4,67,
keenam tes kemapuan pemecahan masalah valid dengan reliabelitas 0,787
dan angket disposisi juga valid dengan reliabelitas 0,930.
2. Kepraktisan perangkat pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis
budaya Batak Toba dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
dan disposisi matematis sudah mudah untuk digunakan dalam pembelajaran,
hal ini berdasarkan: penilaian dari ahli, hasil wawancara pengguna perangkat
itu sendiri yang menyatakan bahwa perangkat tersebut mudah digunakan,
serta hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran dengan kategori baik.
3. Keefektifan perangkat pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis
budaya Batak Toba dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
dan disposisi matematis sudah efektif untuk digunakan dalam pembelajaran,
hal ini berdasarkan: ketuntasan belajar secara klasikal teah melebihi batas
minimal yaitu sebesar 90,63%, ketercapaian waktu pembelajaran dengan
214
4. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa menggunakan perangkat
pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis budaya pada materi
program linear adalah rata-rata pencapaian kemampuan pemecahan masalah
siswa pada uji coba I sebesar 68,75 meningkat menjadi 87,5 pada uji coba II.
Disamping itu, rata-rata setiap indikator kemampuan pemecahan masalah
meningkat dari uji coba I ke uji coba II.
5. Peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa menggunakan perangkat
pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis budaya pada materi
program linear adalah kategori yang paling dominan berada pada tingkat
tinggi/positif. pencapaian kemampuan disposisi matematis siswa pada uji
coba I sebesar 43,75% (sebanyak 14 siswa) meningkat menjadi 61,29%
(sebanyak 19 siswa) pada uji coba II. Disamping itu, rata-rata setiap
indikator kemampuan disposisi matematis juga meningkat dari uji coba I ke
uji coba II.
6. Proses jawaban siswa pada uji coba II lebih baik dari proses jawaban siswa
pada uji coba I.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka dapat
disarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perangkat pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak
toba yang dikembangkan ini sudah memenuhi aspek kevalidan, kepraktisan
dan keefektifan, maka disarankan kepada guru untuk dapat menggunakan
215
pemecahan masalah dan disposisi matematis para siswanya khususnya siswa
kelas XI.
2. Perangkat pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak
toba yang dihasilkan dapat disebarluaskan mengingat tahap penyebaran
(disseminate). Sehingga terbuka peluang bagi peneliti lain untuk mengkaji
lebih jauh tentang keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.
3. Perangkat pembelajaran model kooperatif type jigsaw berbasis budaya batak
toba yang dikembangkan ini dapat dijadikan rujukan untuk membuat suatu
perangkat pembelajaran dengan materi lain guna menumbuhkembangkan
kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa pada
khususnya dan kemampuan bermatematika secara umum baik tingkat satuan
216
DAFTAR PUSTAKA
Adams, F.H. 2013. Using Jigsaw Technique As An Effective Way Of Promoting Co-Operative Learning Among Primary Six Pupils In Fijai,
International Journal of Education and Practice, Vol 1. No.6.Ghana
Akbar, S. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Akker, J, V, D. 1999. Principle and Methods of Development Research. First Edition Illionis: F. E Peacock Publishers, Inc.
Amri,S 2010. Konstruksi pengembangan Pembelajaran Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Prakitk Kurikulum.Jakarta:Pustakarya
Arends. 2008. Learning to Teach Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Asri dkk. 2014.Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Didaktik Matematika Volume 1 No.2. Banda Aceh
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)
Cartledge, G., & Milburn, J. F. 1986. Teaching Social Skill to Children. NewYork: Pergamon Press.
Creswell, J.W. 2014. Educational Research Planning, Conducting and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. Boston : Pearson.
Dahar, R.W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.
D‟Ambrosio. 2006. The Program Ethnomathematics: A Theoretical Basis of the
Dynamics of Intra-Cultural Encounters. The Journal of Mathematics and Culture,
217
Fauziah A.2010 Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP Melalui Strategi React, Forum Kependidikan, Volume 30, Nomor 1.Lubuklinggau
Fitriani. 2014. Penembangan Perangkat Pembelajaran Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Menngkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa di SMP Kelas VIII,Junal Pendidikan Matematika.Volume 7 No. 2.Medan
Hakim.S.2014.Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Type Jigsaw.Jurnal Nalar Pendidikan. Volume 2 No 2.Makasar
Herman. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Pengajaran
Langsung untuk Mengajarkan Materi Kesetimbangan Benda Tegar. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. Volume 8 No.1
Husnah, R 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik Pada
Siswa SMP Kelas VII Langsa , Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol 6 Nomor 2.Medan
Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: IKIP Malang
Kuhlthau C.C 2010.School of Communication and Information Retgers The State University of New Jersey.USA.Volume 16 No.16
Laporan Hasil TIMSS. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Marzuki. 2012. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Antara Siswa yang diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsung. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED
Matlin, M.W. 1994.Cognition (Third Edition). New Yok; Harcourt Brace Publisher
218
Muslim A.P.2016. Penerapan TAPPS Disertai Hypnoteaching (HYPNO-TAPPS) Dalam Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Unsika. Volume 4 No 1
Naomi.2013.Effects of Jigsaw Cooperative Learning Strategy on
Students’Achievement by Gender Differences in Secondary School
Mathematics in Laikipia East District, Kenya. ISSN 2222-1735 (Paper) . Volume.4, No.16,Kenya
Nieveen. 2007. An Introduction to Educational Design Research. Enschede.
Novianti.I.2013.The Application of Cooperative Learning Model-Jigsaw Type in Learning Mathematics. Asian Journal of Education and e-Learning. Volume 01 Issue 05. Indonesia
Nurani A.2013.Implementasi Pembelajaran Berbasis Budaya pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV di SD Segugus 3 Kecamatan Lendah Kabupaten Kulon Progo.Jurnal DIDAKTIKA.Volume 4 No 1.Yogyakarta
Nufus H.2013 Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa di Kelas VII SMPN SE-Kota Lhokseumawe T.A 2012/2013. Jurnal Pendidikan Matematika.Volume 1 No 1.Medan
Polya. 1973 . How to Solve It A New Aspect of Mathematical Method. Princeton University Press
Rahayu. R and Kartono. 2014. The Effect of Mathematical Disposition toward Problem Solving Ability Based On IDEAL Problem Solver. International Journal of Science and Research. Volume 3 Issue 10. Indonesia
Rohaeti, E. E. 2011. Transformasi Budaya melalui Pembelajaran Matematika Bermakna di Sekolah. Jurnal Pengajaran MIPA. , Vol. 16 No. 1
Ruseffendi. 1991. Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito.
Rusman. 2012. Model-Model pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Dua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
219
________. 2015. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika dan Assesmen Otentik Berbasis Kurikulm 2013 Untuk Meningkatkan Kualitas Sikap, Kemampuan Berfikir Kreatif dan Koneksi Matematika siswa SMA. Dalam Laporan Tahunan Penelitian Strategis Nasional, UNIMED.
Stephens.S. 2000 Culturally Responsive Science Curriculum.Handbook. Alaska
Sugiyono. 2012. Metode Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Saguni F.2010. Perbedaan antara Metode Cooperative Learning tipe Jigsaw dengan Metode Problem Based Learning terhadap Hubungan Interpersonal.INSAN.Volume 12 No.02.Palu
Setyosari.P.2010.Metode Penelitian Pendidikan Dan Pengembangan.Jakarta.Kencana
Slavin, R. E. 2006. Educational Psychology, Theories and Practice. Eighth Edition. Masschusetts: Allyn and Bacon Publishers.
Sumarmo U.2012. Kemampuan dan Disposisi Berpikir Logis, Kritis, dan Kreatif Matematik (Eksperimen terhadap Siswa SMA Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Strategi Think-Talk-Write). Jurnal Teori Dan Hasil Penelitian Pembelajaran MIPA.Volume 17.No.1.Bandung
Sugianto.2014.Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan STAD Ditinjau Dari Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMA. Jurnal Didaktik Matematika.Volume 1 No.1.Medan
Suprapto. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Pendidikan dan Ilmu-ilmu Pengetahuan Sosial. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service
Susanti E.2015. Nilai-Nilai Budaya Batak Toba Sebagai Sumber Pembelajaran Ips Dan Proses Pengembangan Wawasan Kebangsaan. Jurnal INDI-Inovasi Didaktik.Volume 1 No1.Medan
220
Souvignier.E and Kronenberger J. 2007.Cooperative learning in third graders’ jigsaw groups for mathematics and science with and without questioning training. British Journal of Educational Psychology.Vol.7 No 7 German
Tambychik.T and Meerah.T.S. Students’ Difficulties in Mathematics Problem- Solving: What do they Say?.International Conference on Mathematics Education Research Volume 8. Malaysia
Tandililing, E. 2013. Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika di Sekolah. Prosiding, ISBN:978-979-16353-9-4
Trianto 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
Wahyuni 2014. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Antara Siswa Kelas Heterogen Gender Dengan Kelas Homogen Gender Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Di Mts Kota Langsa. Jurnal Pendidikan Matematika.Volume 7 No 1.Medan
Wayan I .2011. Efektivitas Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal Untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains Dan Nilai Kearifan Lokal Di SMP. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan.Volume 5 N0.3.Bali
Yusra, D. A., & Saragih, S. (2016). The Profile of Communication Mathematics and Students’ Motivation by Joyful Learning-based Learning