JENIS DAN TINGKAT SERANGAN CACING PARASITIK
BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN UMUR PADA
INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN IKAN PATIN
(Pangasius djambal) PADA KOLAM BUDIDAYA
DI TANJUNG MORAWA
SKRIPSI
ROMIDA FERONIKA BUATON
110805010
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JENIS DAN TINGKAT SERANGAN CACING PARASITIK
BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN UMUR PADA
INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN IKAN PATIN
(Pangasiusd jambal) PADA KOLAM BUDIDAYA
DI TANJUNG MORAWA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
ROMIDA FERONIKA BUATON
110805010
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul
: Jenis Dan Tingkat Serangan Cacing
Parasitik Berdasarkan Perbedaan
Tingkatan Umur Pada Insang Dan
Saluran Pencernaan Ikan Patin
(Pangasius djambal) Pada Kolam
Budidaya Di Tanjung Morawa
Kategori
: Skripsi
Nama
: Romida Feronika Buaton
Nomor Induk Mahasiswa
: 110805010
Program Studi
: Sarjana (S1) Biologi
Departemen
: Biologi
Fakultas
: Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui
Medan, September 2015
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Masitta Tanjung,S.Si, M.Si Drs. Nursal, Msi
NIP. 197109102000122001 NIP. 19610903199031002
Disetujui Oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
JENIS DAN TINGKAT SERANGAN CACING PARASITIK
BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN UMUR PADA
INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN IKAN PATIN
(Pangasius djambal) PADA KOLAM BUDIDAYA
DI TANJUNG MORAWA
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya
Medan, September 2015
PENGHARGAAN
Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “JENIS DAN TINGKAT SERANGAN CACING PARASITIK BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN UMUR PADA INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN IKAN PATIN (Pangasius djambal) PADA KOLAM BUDIDAYA DI TANJUNG MORAWA” sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana sains pada Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Nursal M.si selaku dosen pembimbing 1 dan Ibu Masitta Tanjung S.Si. M.Si. selaku dosen pembimbing 2 atas segala bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih juga kepada Bapak Drs. Arlen Hanel Jhon, Msi. Selaku dosen penguji 1 dan Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si Selaku dosen Penguji 2 atasa segala masukan dan arahan yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi ini dapa diselesaikan.
Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu M.Sc selaku ketua Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Dr. Saleha Hanum M.Si selaku sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU dan Ibu Dr, Nursahara Pasaribu M.Sc selaku dosen pembimning akademik yang telah banyak memberikan arahan dan motivasi mulai dari awal perkuliahan hingga penulisan skripsi ini, bang Ewin dan Kak Ros selaku staff pegawai di Departemen Biologi, dan perkuliahan yang telah diberikan yang bermanfaat sebagai bekal dimasa depan.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Medan 1 bagian Parasitologi Desa Arasa Kabu Kecamatan Beringin Deli Serdang Sumatera Utara yang telah membantu dalam proses penelitian hingga selesai, kepada Bapak Anwar, bapak Hasbullah, ibu Retna, Bapak Ali, Ibu Fuji, ibu Marlina, Ibu Cici, Bapak Oscar, Bapak Rizal dan seluruh pegawai Balai Karantina Ikan, Penulis mengucapakan banyak terimakasih untuk semua bantuan, fasilitas, serta saran yang telah diberikan kepada penulis .
kasih sayang yang selalu ada untuk penulis. Terimakasih juga kepada abang tercinta Pardamean Buaton yang selalu memberikan motivasi, arahan, kasih sayang dan semangat kepada penulis. Terimakasih juga kepada Berlina Okvita N Silalahi sebagai teman yang memberikan waktu untuk bertukarpikiran dan berdiskusi selama penelitian berlangsung. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada saudara-saudara keluarga yang lain yang memberikan semangat dan dukungan yang diberikan selama ini. Skripsi ini penulis persembahkan untuk kalian.
Terimakasih untuk teman-teman biologi stambuk 2011 Sera, Riski, Febi, Nopi, Siska Teresia, Corry, Siska Dewi, Ristia, Grace, Graconia, Chandra, Frico, Natanael, Taufik, Suri, Putri, Rinda, Arissa, dan lain-lain yang tidak disebutkan namanya. Kepada Abang asuh Hotman Rumapea (2010), kakak-kakak stambuk 2011, 2012, 2013, dan 2014, kepada HIMABIO, PKKB atas segala dukungan dan semangat serta semua pihak yang ikut dalam membantu hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi yang penulis susun jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis mengucapkan mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan selama ini.
JENIS DAN TINGKAT SERANGAN CACING PARASITIK BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN UMUR PADA INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN IKAN PATIN (Pangasius djambal) PADA
KOLAM BUDIDAYA DI TANJUNG MORAWA
ABSTRAK
Penelitian tentang jenis dan tingkat serangan cacing parasitik berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada insang dan saluran pencernaan ikan patin (Pangasius djambal) pada kolam budidaya di Tanjung Morawa telah dilakukan pada bulan Maret-April 2015 dengan tujuan untuk mengetahui jenis dan tingkat serangan cacing parasitik berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada insang dan saluran pencernaan ikan patin (Pangasius djambal). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan patin umur benih (1-2) bulan sebanyak 30 ekor, umur 3-4 bulan sebanyak 10 ekor dan umur 5-6 bulan sebanyak 10 ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis cacing parasitik pada beberapa tingkatan umur memiliki jenis yang sama yaitu Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. yang menyerang organ insang dan Camallanus sp. yang menyerang organ saluran pencernaan (usus). Prevalensi Dactylogyrus sp. pada umur benih (1-2) bulan sebesar 90% (almost always) dengan intensitas 9,1, umur 3-4 bulan sebesar 100% (always) dengan intensitas 180,9 dan umur 5-6 bulan sebesar 100% (always) dengan intensitas 236,4. Prevalensi Gyrodactylus sp. pada umur benih (1-2) bulan sebesar 16,6 % (often) dengan intensitas 8,6, umur 3-4 bulan sebesar 40% (commonly) dengan intensitas 9,5 dan umur 5-6 bulan sebesar 60% (frequently) dengan intensitas 12,4. Prevalensi Camallanus sp. pada organ saluran pencernaan (usus) umur benih (1-2) bulan sebesar 40% (commonly) dengan intensitas 4, umur 3-4 bulan sebesar 70% (usually) dengan intensitas 4,1 dan umur 5-6 bulan sebesar 60 % (frequently)dengan intensitas 5,5.
Kata Kunci: Ikan patin, Insang, Intensitas, Jenis Cacing Parasitik, Prevalensi,
TYPE AND LEVEL OF PARASITIC WORM ATTACKS BASED ON THE DIFFERENCE OF AGE GROUPS IN THE CATFIS’S (Pangasius djambal)
GILLS AND DIGESTIVE TRACT AT AQUACULTURE PONDS IN TANJUNG MORAWA
ABSTRACT
Research on the type and level of parasitic worm attacks based on the difference of age groups in the catfis’s (Pangasius djambal) gills and digestive tract at aquaculture ponds in Tanjung Morawa was conducted at March-April 2015 to determine the type and level of parasitic worm’s attacks based on different age levels in the gills and digestive of catfish (Pangasius djambal). The sample used in this research were seed aged catfish; 30 one-to-two-month catfish, 10 three -to-four-month catfish and 10 five-to-six-month catfish. The results showed the types of parasitic worms on some age groups have the same type which is Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. Which attack gill organs and
Camallanus sp. which attacks the digestive tract organs (gut). The prevalence of Dactylogyrus sp. on one-to-two- month seed is 90% ( almost always) with the
intensity of 9,1; on three-to-four month-aged catfish is 100% (alwasy) with the intensity of 236,4. The prevalence of Gyrodactylus sp. on one-to-two-month seed is 16,6% (often) with the intensity of 8,6; on the three-to-four-month-aged catfish is 40% (commonly) with the intensity of 9,5 and on five-to-six-month catfish is 60% (frequently) with the intensity of 12,4. The prevalence of Camallanus sp. in digestive tract organs on one-to-two-month seed is 40% (commonly) with the intensity of 4; on the three-to-four-month-aged catfish is 70% (usually) with the intensity of 4,1 and on five-to-six-month catfish is 60% (frequently) with the intensity of 5,5.
Key word: Catfish, Digestive Tract, Gill, Intensity, Prevalence, Type of Parasitic
DAFTAR ISI
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
BAB 2. Tinjauan Pustaka 4
2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Patin (Pangasius djambal) 4
2.2. Siklus Hidup 5
2.3. Sifat dan Habitat Alami 6 2.4. Parasit Cacing Pada Ikan Air Tawar 6 2.5. Jenis-jenis cacing Parasitik yang terdapat pada insang ikan 7 2.6. Jenis-jenis cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan 11
2.7. Kualitas Air 15
BAB 3. Metodologi Penelitian 17
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 17
3.2. Alat dan Bahan 17
3.3. Metode Penelitian 17
3.3.1. Area Penelitian 17 3.3.2. Pengambilan sampel ikan 18 3.3.3. Pemeriksaan sampel ikan patin (Pangasius djambal) 18 3.3.4. Pemeriksaan Cacing Parasitik Pada insang 19 3.3.5. Pemeriksaan Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan
(Usus) 19
3.3.6. Identifikasi Parasit 20 3.3.7. Prevalensi dan Intensitas 20
3.3.8. Analisis Data 21
3.3.9. Pemeriksaan Kualitas Air 21
BAB 4. Hasil Dan Pembahasan
4.1. Jenis Dan Jumlah Cacing Parasitik Pada Organ Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin Di Kolam Budidaya Tanjung
Morawa 22
4.1.1.Jenis Cacing Parasitik Pada Organ Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin Di Kolam Budidaya Daerah
Tanjung Morawa 22
4.1.2.Jumlah Individu Cacing Parasitik Pada Organ Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin Di Kolam Budidaya
Daerah Tanjung Morawa 28 4.2. Prevalensi Dan Intensitas Cacing Parasitik Pada Insang Dan
Saluran Pencernaan (Usus) Ikan Patin (Pangasius djambal)
Umur Benih (1-2) Bulan, 3-4 Bulan, Dan 5-6 Bulan 36 4.2.1.Prevalensi Cacing Parasitik Pada Insang dan Saluran
pencernaan (usus) ikan patin (Pangasius djambal) umur
benih (1-2) bulan, 3-4 bulan, 5-6 bulan 36 4.2.2.Intensitas Cacing Parasitik Pada Insang dan Saluran
pencernaan (usus) ikan patin (Pangasius djambal) umur
benih (1-2) bulan, 3-4 bulan, 5-6 bulan 38 4.3. Data Kualitas Air Kolam Budidaya Ikan Patin (Pangasius
djambal) umur benih (1-2) bulan, 3-4 bulan, 5-6 bulan di
kolam budidaya daerah tanjung morawa 40
BAB 5. Kesimpulan Dan Saran 42
5.1. Kesimpulan 42
5.2. Saran 42
DAFTAR PUSTAKA 43
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
3.1. Kategori Infeksi berdasarkan Prevalensi 20 3.2. Pemeriksaan Kualitas Air 21 4.1. Jenis Cacing Parasitik Ikan Patin Umur Benih (1-2) Bulan 28 4.2. Jenis Cacing Parasitik Ikan Patin Umur 3-4 Bulan di
Kolam Budidaya Daerah Tanjung Morawa 31 4.3. Jenis Cacing Parasitik Ikan Patin Umur 5-6 Bulan di
Kolam Budidaya Daerah Tanjung Morawa 32 4.4. Jenis dan Jumlah rata-rata parasit yang dietemukan pada
ikan patin umur 1-2 bulan, 3-4 bulan, dan 5-6 bulan 35 4.5 Prevalensi cacing parasit pada insang dan saluran
pencernaan (usus) Ikan Patin (Pangasius djambal) umur
benih (1-2) bulan, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan 36 4.6. Intensitas cacaing parasit pada insang dan saluran
pencernaan (usus) Ikan Patin (Pangasius djambal) Ikan Patin (Pangasius djambal) umur benih (1-2) bulan, umur
3-4 bulan dan umur 5-6 bulan 38 4.7. Data Kualitas Air kolam budidaya Ikan Patin (Pangasius
djambal) umur benih (1-2) bulan, umur 3-4 bulan dan umur
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1. Morfologi Ikan Patin (Pangasius djambal) 5 2.2. Morfologi Cacing Parasit Dactylogyrus sp. 8 2.3. Morfologi Cacing Parasit Gyrodactylus sp 9 2.4. Morfologi Cacing Parasit Discocotyle sp. 10 2.5. Morfologi Cacing Parasit Pseudodactylus sp. 11 2.6. Morfologi Cacing Parasit Procamallanus pintoi 12 2.7. Morfologi Cacing Parasit Camallanus sp. 13 2.8. Morfologi Cacing Parasit Anisakis sp. 14 4.1. Cacing parasitik Dactylogyrus sp. yang menginfeksi
ikan patin (Pangasius djambal) dalam larutan NaCl
fisiologis 0,85% perbesaran 40 x 10 lensa objektif 22 4.2. Morfologi Dactylogyrus sp. 23 4.3. Anatomi Dactylogyrus sp. 23 4.4. Cacing parasitik Gyrodactylus sp. yang menginfeksi
Ikan Patin 24
4.5. Cacing parasitik Camallanus sp. yang menginfeksi ikan patin (Pangasius djambal) dalam larutan NaCl fisiologis 0,85% dengan perbesaran 40 x 10 lensa
objektif 26
4.6. 4.7.
Morfologi Camallanus muculatus
Perbedaan Insang Ikan Yang Sehat Dan Terserang Parasit
27
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1. Foto kerja 47
2. Data berat badan Ikan Patin (P.Djambal) 50 3. Perhitungan Nilai Prevalensi serangan Parasit
Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp., Camallanus sp.
pada Ikan Patin (Pangasius djambal) umur benih
(1-2) bulan, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan 52 4. Perhitungan Nilai Intensitas serangan Parasit
Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp., Camallanus sp.
pada Ikan Patin (Pangasius djambal) umur benih
(1-2) bulan, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan 53 5. Data kualitas Air Lokasi pengambilan sampel Ikan
Patin (Pangasius djambal) umur benih (1-2) bulan,
umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan 54 6. Laporan Hasil Uji Kualitas Air Kolam Ikan Patin
Umur Benih (1-2) Bulan berdasarkan BTKLPP (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian
Penyakit) di Daerah Tanjung Morawa 55 7 Laporan Hasil Uji Kualitas Air Kolam Ikan Patin
Umur 3-4 Bulan berdasarkan BTKLPP (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit) di
Daerah Tanjung Morawa 56 8 Laporan Hasil Uji Kualitas Air Kolam Ikan Patin
Umur 5-6 Bulan berdasarkan BTKLPP (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit) di
JENIS DAN TINGKAT SERANGAN CACING PARASITIK BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN UMUR PADA INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN IKAN PATIN (Pangasius djambal) PADA
KOLAM BUDIDAYA DI TANJUNG MORAWA
ABSTRAK
Penelitian tentang jenis dan tingkat serangan cacing parasitik berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada insang dan saluran pencernaan ikan patin (Pangasius djambal) pada kolam budidaya di Tanjung Morawa telah dilakukan pada bulan Maret-April 2015 dengan tujuan untuk mengetahui jenis dan tingkat serangan cacing parasitik berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada insang dan saluran pencernaan ikan patin (Pangasius djambal). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan patin umur benih (1-2) bulan sebanyak 30 ekor, umur 3-4 bulan sebanyak 10 ekor dan umur 5-6 bulan sebanyak 10 ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis cacing parasitik pada beberapa tingkatan umur memiliki jenis yang sama yaitu Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. yang menyerang organ insang dan Camallanus sp. yang menyerang organ saluran pencernaan (usus). Prevalensi Dactylogyrus sp. pada umur benih (1-2) bulan sebesar 90% (almost always) dengan intensitas 9,1, umur 3-4 bulan sebesar 100% (always) dengan intensitas 180,9 dan umur 5-6 bulan sebesar 100% (always) dengan intensitas 236,4. Prevalensi Gyrodactylus sp. pada umur benih (1-2) bulan sebesar 16,6 % (often) dengan intensitas 8,6, umur 3-4 bulan sebesar 40% (commonly) dengan intensitas 9,5 dan umur 5-6 bulan sebesar 60% (frequently) dengan intensitas 12,4. Prevalensi Camallanus sp. pada organ saluran pencernaan (usus) umur benih (1-2) bulan sebesar 40% (commonly) dengan intensitas 4, umur 3-4 bulan sebesar 70% (usually) dengan intensitas 4,1 dan umur 5-6 bulan sebesar 60 % (frequently)dengan intensitas 5,5.
Kata Kunci: Ikan patin, Insang, Intensitas, Jenis Cacing Parasitik, Prevalensi,
TYPE AND LEVEL OF PARASITIC WORM ATTACKS BASED ON THE DIFFERENCE OF AGE GROUPS IN THE CATFIS’S (Pangasius djambal)
GILLS AND DIGESTIVE TRACT AT AQUACULTURE PONDS IN TANJUNG MORAWA
ABSTRACT
Research on the type and level of parasitic worm attacks based on the difference of age groups in the catfis’s (Pangasius djambal) gills and digestive tract at aquaculture ponds in Tanjung Morawa was conducted at March-April 2015 to determine the type and level of parasitic worm’s attacks based on different age levels in the gills and digestive of catfish (Pangasius djambal). The sample used in this research were seed aged catfish; 30 one-to-two-month catfish, 10 three -to-four-month catfish and 10 five-to-six-month catfish. The results showed the types of parasitic worms on some age groups have the same type which is Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. Which attack gill organs and
Camallanus sp. which attacks the digestive tract organs (gut). The prevalence of Dactylogyrus sp. on one-to-two- month seed is 90% ( almost always) with the
intensity of 9,1; on three-to-four month-aged catfish is 100% (alwasy) with the intensity of 236,4. The prevalence of Gyrodactylus sp. on one-to-two-month seed is 16,6% (often) with the intensity of 8,6; on the three-to-four-month-aged catfish is 40% (commonly) with the intensity of 9,5 and on five-to-six-month catfish is 60% (frequently) with the intensity of 12,4. The prevalence of Camallanus sp. in digestive tract organs on one-to-two-month seed is 40% (commonly) with the intensity of 4; on the three-to-four-month-aged catfish is 70% (usually) with the intensity of 4,1 and on five-to-six-month catfish is 60% (frequently) with the intensity of 5,5.
Key word: Catfish, Digestive Tract, Gill, Intensity, Prevalence, Type of Parasitic
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Subsektor perikanan memegang peranan penting dalam menyediakan protein
hewani bagi rakyat Indonesia. Produksi ikan di Indonesia mencapai 2 juta ton per
tahun, sebagian besar 74% berasal dari laut dan sisanya 26% berasal dari air tawar
(Maryono dan Sundana, 2002). Ikan merupakan bahan pangan yang berprotein
tinggi, murah, dan mudah dicerna oleh tubuh serta dapat memenuhi gizi
masyrakat Indonesia. Hasil perikanan yang tergolong ikan-ikan ekonomis dan
komersial yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia salah satunya adalah
ikan patin (Pangasius djambal) (Talunga, 2007).
Ikan patin merupakan komoditas ekspor yang bernilai ekonomi tinggi baik
dalam segi pembenihan ataupun pembesaran. Ikan patin banyak disukai
masyarakat karena tekstur dagingnya yang lembut, memiliki warna yang bersih
(hampir putih) dan memiliki kandungan protein yang tinggi. Ikan ini dianggap
lebih aman juga untuk dikonsumsi karena kadar kolesterol yang terkandung di
dalamnya relatif rendah. Ikan ini berpotensi besar sebagai komoditas ekspor
karena banyak disukai oleh konsumen di luar negeri seperti Amerika Serikat dan
Eropa (Puhanda, 2012).
Selama ini ikan patin yang dikonsumsi diperoleh dari penangkapan alam,
namun seiring berjalannya waktu, permintaan dan kebutuhan terhadap ikan patin
semakin tinggi namun populasinya di alam justru semakin menurun. Oleh sebab
itu banyak dibuka usaha budidaya ikan patin. Namun keberhasilan suatu usaha
budidaya ikan tidak terlepas dari masalah penyakit dan parasit ikan yang dapat
mengakibatkan penurunan produksi populasi ikan. Dalam hal ini banyak faktor
penghambat diantaranya keberadaan cacing dan parasit pada tubuh ikan (Puhanda,
2012). Keberadaan cacing parasitik menyebabkan kerugian secara ekonomi
terutama pada penurunan kualitas hasil perikanan dan dapat merugikan kesehatan
mengambil nutrisi di dalam tubuh inang, meracuni inang, dan memfasilitasi
masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh inang (Latama, 2002).
Penelitian mengenai tingkat serangan ektoparasit Pada Ikan Patin di Kota
Makassar telah dilakukan oleh Yuliartati (2011) menunjukkan bahwa adanya
mikrohabitat dari beberapa parasit tertentu seperti Ichtyophthirius multifilis dan
Dactylogyrus sp. pada bagian ektoparasit ikan patin (P. djambal) dan Studi
Keragaman Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan Gurami(Osphronemus
Gouramy) dan Ikan Tongkol (Euthynnus Spp.) telah dilakukan oleh Adji (2008)
menunjukkan bahwa adanya cacing parasit yang sering menyerang ikan tongkol
seperti digenea (kemungkinan Lechitochirium sp.) dan nematoda yakni Spinitectus
sp. serta Infestasi Cacing Parasitik Pada Insang Ikan Mujair (Oreochromis
Mossambicus) dilakukan oleh Tiuria (2013) menunjukkan bahwa adanya infeksi
cacing parasitik pada insang ikan Mujair (Oreochromis Mossambicus) seperti dari
kelas Trematoda sub kelas Monogenea yaitu Dactylogyrus sp, Discocotyle sp,
Gyrodactylus sp dan Tetraonchus sp. Terkait dengan hal tersebut, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis dan tingkat serangan cacing parasitik
yang menginfeksi ikan patin terutama pada bagian insang dan saluran
pencernaannya khususnya di daerah kolam budidaya Tanjung Morawa yang
memiliki kualitas air kolam yang kurang bersih, sehingga dapat dilakukan proses
pencegahan dan optimalisasi budidaya ikan tersebut.
1.2. Permasalahan
Bagaimana jenis dan tingkat serangan cacing parasitik pada insang dan
saluran pencernaan ikan patin (Pangasius djambal) berdasarkan perbedaan
tingkatan umur pada kolam budidaya di Tanjung Morawa ?
1.2.Hipotesis
Jenis dan tingkat serangan cacing parasitik lebih tinggi pada organ insang
daripada organ saluran pencernaan (usus) ikan patin (Pangasius djambal) pada
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan tingkat serangan cacing
parasitik berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada insang dan saluran
pencernaan ikan patin (Pangasius djambal).
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pembudidaya ikan patin (Pangasius djambal) mengenai parasit atau penyakit
yang terdapat pada tubuh ikan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
acuan dalam dunia akademik dan praktisi dalam mengendalikan penyakit yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Patin
Menurut Mahyuddin (2010), ikan patin dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius djambal
Ikan patin (Pangasius djambal) (Gambar 2.1.) merupakan jenis ikan air
tawar yang memiliki tubuh licin, tidak bersisik, serta memilki bentuk tubuh agak
memanjang dan pipih. Warna tubuh ikan patin pada bagian punggung
keabu-abuan atau kebiru-biruan dan dibagian perut putih keperak-perakan. Kepala ikan
patin berbentuk simetris, lebar dan pipih, hampir mirip seperti ikan lele. Matanya
terletak agak kebawah. Diperairan umum, panjang ikan patin bisa mencapai 120
cm. Mulut ikan patin agak lebar dan terletak di ujung kepala agak kebawah
(sub-terminal). Pada sudut mulutnya, terdapat dua pasang sungut atau kumis yang
berfungsi sebagai alat peraba pada saat berenang ataupun mencari makan.
Keberadaan kumis menjadi ciri khas dari ikan golongan catfish. Tubuh ikan patin
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Bagian kepala mulai
dari ujung mulut sampai akhir tutup insang. Bagian badan mulai dari akhir tutup
insang sampai pangkal sirip anal dan bagian ekor dari sirip ekor sampai ujung
ekor (Mahyuddin, 2010).
Sirip dada memiliki 1 jari-jari keras yang berubah menjadi patil dan 12-13
menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya sedangkan jari-jari lunak
paa sirip ini ada 6-7 buah, sirip perut terdapat 6 jari-jari lunak, sirip dubur agak
panjang dan mempunyai 30-33 jari-jari lunak sedangkan sirip ekor bercagak dan
bentuknya simetris (Kordi, 2010) (Gambar 2.1.).
Gambar 2.1. Morfologi ikan patin (Pangasius djambal)
1. Mulut; 2. Mata; 3. Sirip dada; 4. Patil; 5. Sirip punggung; 6. Sirip perut; 7. Sirip anal; 8. Gurat sisik; 9. Sirip ekor.
2.2. Siklus Hidup
Ikan patin dalam menjalani hidupnya mengalami perkembangan atau fase yang
akan dijalaninya selama beberapa waktu sampai akhirnya dapat dikonsumsi
ataupun dijadikan induk untuk menghasilkan benih-benih yang berkualitas.
Menurut Amri (2010), ikan patin memiliki fase kehidupan yaitu telur, larva, benih
(juvenil) dan berkembang menjadi induk (dewasa) atau dapat dilihat seperti
skema dibawah ini:
Skema 1. Siklus hidup ikan patin (Pangasius djambal) 2. Telur 3. Larva
4. Benih (Juvenil) 1.Induk
(Dewasa)
2.3. Sifat dan Habitat Alami
Ikan patin merupakan jenis ikan dasar perairan (demersal). Hal ini
dibuktikan dengan bentuk mulutnya yang melebar dan menghadap ke bawah serta
kebiasaan hidupnya yang lebih suka menetap di dasar dari pada muncul di
permukaan perairan. Pada habitat aslinya ikan patin hidup di sungai yang dalam,
agak keruh dan dasar yang berlumpur. Ikan ini bersifat nocturnal, keluar dari
persembunyiannya dan melakukan aktivitas pada malam hari. Ikan patin hidup
secara berkelompok atau bergerombol. Hal ini merupakan faktor yang dapat
merangsang nafsu makannya (Puhanda, 2012).
Ikan patin termasuk jenis omnivora (pemakan segala). Ikan ini biasa
memakan ikan–ikan kecil, cacing, serangga, biji–bijian, udang kecil dan moluska.
Namun pada stadium larva, ikan lebih bersifat karnivora dan memakan
Brachionus sp., Crustacea dan Cladocera. Sementara itu ikan yang dalam
stadium larva yang baru habis kuning telurnya mempunyai sifat kanibal yang
tinggi (Susanto, 2009).
Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang cukup tahan dengan
kekurangan oksigen dan memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap pH
(derajat keasaman) air lingkungannya, sehingga dapat bertahan hidup pada pH
rendah atau yang agak asam sampai pH tinggi atau yang agak basa, yaitu berkisar
antara pH 5–9. Ikan ini membutuhkan kadar oksigen terlarut sebesar 4 mg/liter
air untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuhnya terhadap oksigen.
Lingkungan dengan kadar karbondioksida sebesar 5 mg/liter masih sesuai dengan
kondisi tubuh ikan patin. (Amri & Khairuman, 2013).
2.4. Parasit Cacing pada Ikan Air Tawar
Parasit adalah organisme yang hidup pada tubuh organisme lain yang
dapat menimbulkan kerugian atau efek negatif pada organisme yang ditempatinya
(Akbar, 2011). Berdasarkan tempat hidupnya parasit terbagi menjadi dua yaitu
ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit merupakan organisme parasit yang hidup
di bagian luar tubuh inangnya, sedangkan endoparasit merupakan organisme
parasit yang hidup di dalam tubuh inangnya. Menurut Kabata (1985), parasit yang
Metazoa tersebut dibagi menjadi beberapa filum yaitu filum Plathyhelminthes,
Nemathelminthes dan Acanthocephala. Cacing parasitik ikan pada umumnya
cenderung menyerang organ insang dan saluran pencernaan ikan.
Monogenea merupakan parasit yang termasuk dalam phylum
Platyhelminthes. Anggota dari kelas Monogenea ini sebagian besar bersifat
ektoparasit pada ikan, namun ada beberapa yang bersifat endoparasit yaitu
Acolpenteron sp., Kritskya sp. dan Enterogyrus sp. Monogenea bersifat
hermaprodit, bertelur/ovipar (kecuali Gyrodactilus, vivipar) dan memiliki larva
yang berenang bebas disebut oncomiracidium. Oncomiracidium menyerang inang
dan post oncomiracidium bermigrasi melalui insang atau permukaan tubuh
menuju target organ terakhir. Hal ini sejalan dengan infeksi oleh Monogenea yang
sering ditemukan pada insang, kulit dan sirip ikan. Namun ada juga Monogenea
yang menginfeksi organ dalam seperti rektum, uretra, rongga tubuh bahkan
pembuluh darah. Beberapa spesies Monogenea yang bersifat patogen pada ikan
ialah Dactylogyrus spp, Pseudodactylogyrus) dan Gyrodactylidae (Gyrodactylus.
spp) (Talunga, 2007).
2.5. Jenis-Jenis Cacing Parasitik yang Terdapat Pada Insang Ikan
Menurut Akbar (2011) diantara bagian ektoparasit dan endoparasit, yang
sering diserang parasit pada ikan adalah insang. Insang merupakan organ penting
yang sangat dibutuhkan oleh organisme perairan sebab insang digunakan sebagai
organ primer untuk pertukaran gas-gas juga berperan dalam proses osmoregulasi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Fujaya (1999) bahwa insang pada organisme
perairan sangat dibutuhkan dalam mempertahankan kondisi tubuh dengan
lingkungan agar tetap seimbang untuk mempertahankan diri dari lingkungan.
Cacing parasitik yang biasa menempel di insang atau di permukaan tubuh ikan
adalah cacing monogenea. Monogenea adalah cacing pipih yang tidak bersegmen
dengan organ perlekatan berbentuk sucker (batil isap) atau cakram perlekatan.
Hampir semua spesies dari subkelas Monogenea berperan sebagai ektoparasit
ikan, hanya sebagian kecil yang hidup sebagai endoparasit. Menurut Nabib dan
Pasaribu (1989), monogenea parasit ikan yang terpenting secara ekonomis di
a. Dactylogyrus sp.
Dactylogyrus sp. merupakan cacing parasit yang sering menginfeksi insang
semua jenis ikan air tawar terutama yang berukuran benih dan tidak bersifat
patogen, sehingga tidak mempengaruhi terjadinya penurunan berat badan
walaupun jumlahnya tinggi. Dactylogyrus sp. (Gambar 2.2.) termasuk cacing
tingkat rendah (trematoda) yang digolongkan dalam filum Platyhelminthes, ordo
Monogenea, dan famili Dactylogyridae. Kepala Dactylogyrus sp. terdiri dari 4
lobus dengan 2 pasang mata yang terletak di daerah pharynx (Gusrina, 2008 ).
Gambar 2.2. Morfologi Cacing Parasit Dactylogyrus sp
1. Kepala; 2. Badan; 3. Ekor; a. Organ Kepala; b. Mata; c.Pharynx; d. Ovarium; e. Dorsal Anchor; f. Dorsal Bar; g. Marginal Hook
Menurut Noga (1996) Dactylogyrus sp memiliki panjang tubuh rata – rata
0.3 – 2 mm. Dactylogyrus sp. yang sudah dewasa dapat melepaskan telur ke
lingkungan. Telur akan berkembang menjadi oncomirasidia yang dilengkapi
dengan kait–kait halus sehingga oncomirasidia dapat melekat pada bagian tubuh
ikan terutama insang. Oncomirasidia tumbuh dewasa di tubuh inang dan kembali
menghasilkan telur. Menurut Tiuria (2013), ikan yang terinfeksi Dactylogyrus sp.
akan memperlihatkan sekresi mukosa yang berlebihan, warna kulit menjadi gelap,
epitel insang hiperplasia, dan insang pucat. Gejala ikan yang terinfeksi
Dactylogyrus sp. dapat ditangani dengan menjaga kualitas air agar tetap bersih.
Hal ini disebabkan karena kualitas air yang bersih mampu mempercepat
penyembuhan luka akibat infeksi Dactylogyrus sp. serta dapat mencegah
b. Gyrodactylus sp.
Gyrodactylus sp. merupakan salah satu genus cacing parasit yang menginfeksi
insang ikan air tawar. Menurut Suwartiani (2012), cacing Gyrodactylus sp.
termasuk anggota dari filum Platlyhelmintes, kelas Trematoda, ordo Monogenea,
dan famili Gyrodactylidae.
Gambar 2.3. Morfologi cacing parasit Gyrodactylus sp. ( Tiuria, 2013)
Gyrodactylus sp. memiliki panjang antara 0,5-0,8 mm namun beberapa
spesies bisa mencapai panjang tubuh 1,5 mm dengan lebar 0,158-0,2 mm. Cacing
parasitik ini hanya dapat berkembang biak dengan baik di beberapa inang definitif
tertentu bahkan tidak dapat hidup di beberapa ikan. Siklus hidupnya tergantung
pada temperature lingkungan. Pertumbuhan populasi Gyrodactylus sp. biasanya
menurun pada suhu 50C dan meningkat pada suhu 120C dan pertumbuhan tercepat
pada suhu 180C. Pada suhu yang tinggi, proses reproduksi dapat terganggu.
Gyrodactylus sp. memiliki Larva yang berkembang di dalam uterus dan dapat
berisi kelompok-kelompok sel embrionik. Opisthaptor individu dewasa tidak
memiliki batil hisap tetapi memiliki sederet kait-kait kecil yang berjumlah 16
buah yang terletak di sepanjang tepinya, dan sepasang kait besar yang berada di
tengah-tengah. Terdapat juga dua tonjolan yang berbentuk seperti telinga (Arios,
2008).
Menurut Kabata (1985), Gyrodactylus sp. memiliki opisthaptor atau batil
hisap di bagian posterior dengan 1-2 pasang kait besar dari khitin yang terletak di
serta tidak memiliki bintik mata sedangkan pada bagian anteriornya terdapat
prohaptor yang merupakan alat penghisap bercabang empat.
c. Discocotyle sp.
Discocotyle sp. merupakan cacing parasitik yang bersifat patogen yang mampu
menyebabkan kematian pada ikan, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan
berat badan. Terjadinya penurunan berat badan dikarenakan infestasi cacing
parasitik Discocotyle sp. yang menyerap darah ikan sehingga menyebabkan ikan
cenderung lesu, anoreksia, anemia, gambaran hematokrit darah rendah, serta
terlihat pucat di insang, hati dan ginjal (Tiuria, 2008).
Gambar 2.4. Morfologi cacing parasit Discocotyle sp. ( Tiuria, 2013)
Discocotyle digolongkan ke dalam famili Discocotylidae, genus
Discocotyle dan dapat menyebabkan Discocotylosis. Telur diproduksi oleh cacing
hermafrodit. Perkembangan telur ini dipengaruhi oleh suhu. Larva Discocotyle
berkembang menjadi dewasa pada insang inang definitif. Cacing Discocotyle ini
memiliki panjang 12 mm dan memiliki karakteristik jepitan pada opisthaptor.
Monogenea ini menghisap darah, reaksi inflamasinya dapat menyebabkan
kerusakan respirasi (Arios, 2008).
d. Pseudodactylogyrus sp.
Pseudodactylogyrus sp. masih termasuk ke dalam famili Dactylogyrydae. Parasit
ini memiliki bentuk tubuh yang sangat mirip dengan Dactylogyrus sp. tetapi
Pseudodactylogyrus sp. memiliki haptor atau kait pada bagian posterior ventral
tubuh yang terdiri dari 2 pasang ventral anchor yang dihubungkan oleh ventral
letaknya tidak beraturan. Parasit ini memiliki panjang tubuh bervariasi sekitar
0.45-0.99 mm (Buchmann, 1987).
Gambar 2.5. Morfologi Cacing Parasit Pseudodactylogyrus sp. 1. Ventral Anchor; 2. Ventral Bar; 3. Mata; 4. farink; 5. Saluran Pencernaan; 6. Ovarium.
2.6. Jenis-Jenis Cacing Parasitik yang Terdapat Pada Saluran Pencernaan Ikan
Cacing parasitik yang biasa terdapat dalam saluran pencernaan ikan
diantaranya adalah cacing dari filum Plathyhelminthes, Nemathelminthes, dan
Acanthocephala. Filum Platyhelminthes memiliki batil hisap atau kait atau
keduanya untuk menempel pada inang. Cacing yang termasuk dalam filum
Platyhelminthes pada saluran pencernaan ikan adalah kelas Trematoda dan kelas
Cestoda. Karakteristik filum Nemathelminthes adalah simetris bilateral, tidak
memiliki segmen yang sesungguhnya. Nematoda merupakan cacing dari filum
Nemathelminthes yang biasa ditemukan pada saluran pencernaan ikan. Cacing
Acanthocepala memiliki banyak kait-kait mirip duri pada probosis yang berbentuk
bulat dan silindris. Probosis dilengkapi juga dengan barisan kait atau spina yang
membengkok dan berguna untuk melekatkan tubuh cacing pada inangnya
a. Procamallanus sp.
Menurut Kabata (1985) genus Procamallanus memiliki buccal kapsul berbentuk
seperti barrel dan tidak terbagi menjadi dua katup. Pada dinding bagian dalam
dari buccal kapsul tidak terlihat adanya seperti batangan yang pada Camallanus
sp. disebut moniliform bars. Mulut biasanya hexagonal dengan enam papila yang
belum terbentuk sempurna pada pinggiran mulut dan terdapat empat papila besar
yang letaknya di pertengahan anterior. Esofagus terdiri dari dua bagian yaitu pada
anterior terdapat otot esofagus yang berukuran pendek serta bagian posterior
terdapat kelenjar esofagus yang ukurannya lebih panjang dari otot esofagus.
Gambar 2.6. Morfologi cacing parasit Procamallanus pintoi (Moravec et al.,1999)
1. Buccal kapsul; 2. Otot Esofagus; 3. Cincin Syaraf; 4.Kelenjar esofagus; 5. Usus.
Procamallanus sp. merupaskan nematoda kecil berwarna coklat yang
memiliki lapisan kutikula. Mulut terbuka sirkuler, dikelilingi delapan submedian
papila kepala yang disusun dua buah amphid. Pada betina terdapat deirid kecil
pada buccal kapsulnya sedang pada jantan deirid kecil ini terdapat di posterior
sampai buccal kapsul. Cincin saraf lebih anterior sampai tengah dari panjang otot
esofagus, lubang eskretori agak sedikit ke arah posterior cincin saraf. Saluran
pencernaan berwarna gelap (coklat-hitam), ekor berbentuk corong dengan ujung
ekor yang tajam. Betina memiliki vulva yang terletak ditengah tubuh dan
beberapa spesies dekat posterior. Jantan memiliki ekor berbentuk kerucut dengan
dan beberapa pasang papila. Biasanya ukuran betina lebih panjang daripada jantan
(Moravec et al., 1999). 2
3 4
5
b. Camallanus sp.
Menurut Kabata (1985) perbedaan antara Camallanus sp. dengan Procamallanus
sp. terletak pada rongga kapsul. Pada Camallanus sp., buccal kapsul terbagi
menjadi dua katup sedang pada Procamallanus sp. buccal kapsul tidak terbagi.
Umumnya Camallanus sp. ini menyerang organ usus dan saluran anus. Parasit ini
memiliki ciri khas yaitu memiliki suatu buccal kapsul yang dilapisi kutikula
yang tebal dan sepasang lekukan pada buccal kapsul. Mulutnya seperti penjepit
yang kuat, berbingkai yang dikelilingi oleh buku-buku semacam tanduk. Bentuk
seperti ini akan membuat parasit ini dapat memegang dengan kuat ke dinding usus
dan tidak dapat lepas. Tempat berkaitnya cacing ini pada usus dapat terjadi
pendarahan. Mulut sampai esofagus memiliki dinding otot yang tebal, biasanya
esofagus dilapisi kutikula.
Gambar 2.7. Morfologi cacing Parasit Camallanus sp. (Adji, 2008)
Menurut Buchmann & Bresciani (2001), panjang tubuh Camallanus jantan
ini dapat mencapai 6,2 mm dan betinanya dapat mencapai 11 mm. Cacing ini
memiliki ciri khas yakni adanya rongga kapsul yang terbuat dari dua katup lateral,
cincin basal dan dua trident. Betina memiliki larva motil kira-kira panjangnya 0,5
mm. Camallanus sp. ini memiliki kebiasaan menghisap darah sehingga
menyebabkan anemia. Perlekatan dengan rongga kapsulnya menyebabkan erosi
pada mukosa. Menurut Noga (1996), parasit ini akan kelihatan keluar dari anus
dan berwarna merah jika ikan diam tidak bergerak. Parasit ini juga banyak
menyerang Poecilidae dan jenis ikan ovipar lain sebagai inang akhir.Camallanus
sp. ini dapat menyebabkan camallanosis. Selain menyerang usus, parasit ini juga
menginfeksi pilorus sekum. Adapun siklus hidup parasit ini yakni cacing dewasa Rongga kapsul
Kelenjar esofagus Usus
berkopulasi di ikan kemudian betinanya membawa larva menuju lumen usus.
Camallanus sp. ini merupakan cacing vivipar. Larva akhirnya berada di air. Larva
akan termakan kopepoda yang akan terinfeksi pada hemocoelnya. Kopepoda
sebagai inang antara yang berisi larva stadium ketiga (L3) dari Camallanus sp.
tersebut akan dimakan oleh inang akhir yakni ikan. Melalui ingesti dan digesti
kopepoda, larva cacing melekat pada mukosa dan berkembang menuju stadium
dewasa pada ikan sebagai inang akhir. Inang paratenik mungkin termasuk dalam
siklus parasit ini, dengan cara ini beberapa ikan membawa sejumlah besar larva
dan akan berakhir pada saluran pencernaan ikan. Adapun gejala yang ditimbulkan
yaitu kematian, cacat dan anemia pada ikan (Buchmann & Bresciani 2001).
Camalanus sp. berkembang melalui keberadaan inang antara. Kebanyakan
larvanya dapat hidup bebas di air selama 12 hari. Larva parasit ini menjadi
makanan oleh cyclop krustasea dan berkembang dalam saluran pencernaan, cyclop
ini menjadi inang antara bagi camallanus sp., kemudian cyclop akan termakan
oleh ikan. Disini ikan akan menjadi inang definitif bagi camallanus jika ikan ini
tidak dimakan oleh ikan karnivor lebih besar. Parasit ini juga dapat berkembang
tanpa inang antara. Pada inang parasit ini dapat berkembang dan mencapai
kematangan seksual untuk kemudian melepaskan larvanya dan berkembang
disana (Untergasser, 1989).
c. Anisakis sp.
Cacing Anisakis sp. dapat menginfeksi berbagai jenis ikan baik ikan laut ataupun
ikan air tawar. Cacing yang ditemukan di saluran pencernaan ikan yang memiliki
tubuh bulat panjang berwarna putih transparan dan tampak jelas memiliki bagian
kepala yang khas dilapisi oleh lapisan kutikula pada ujung anterior tubuhnya.
Lapisan kutikula berfungsi melindungi tubuhnya dari enzim-enzim pencernaan di
dalam usus (Lorenzo, 2000)
2.7. Kualitas Air
Kualitas air merupakan sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain dalam air. Dalam pemeliharaan ikan patin, selain pakan faktor
lingkungan banyak menentukan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Agar
pertumbuhan dan kelangsungan hidup optimal, maka diperlukan kondisi
lingkungan yang optimal untuk kepentingan proses fisiologis pertumbuhan
(Effendie, 1999). Beberapa parameter kualitas air yang berpengaruh terhadap
keberadaan parasit pada ikan patin antara lain:
2.7.1. Suhu
Suhu merupakan variabel lingkungan penting untuk organisme akuatik karena
suhu dapat mempengaruhi aktivitas makan ikan, metabolisme, gas (oksigen)
terlarut dan proses reproduksi ikan. Kisaran suhu yang optimal untk pertumbuhan
ikan patin adalah 25-300C (Susanto, 2009). Suhu suatu badan air juga dipengaruhi
oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu harian, sirkulasi
udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air (Effendie, 1999).
Menurut Rahayu (2009), apabila suhu mengalami penurunan akan
menyebabkan kelarutan oksigen meningkat, laju metabolisme menurun, nafsu
makan berkurang, pertumbuhan berkurang, sistem imun menurun, gerakan ikan
melemah, disorientasi sehingga ikan dapat mengalami kematian. Sedangkan bila
suhu meningkat, maka suhu tubuh meningkat, laju metabolisme juga meningkat,
konsumsi oksigen bertambah sedangkan kadar oksigen terlarut menurun, toksistas
perairan dari senyawa kimia meningkat, jumlah patogen meningkat sehingga ikan
mudah terekspose oleh penyakit dan dapat menimbulkan kematian.
2.7.2. pH
pH merupakan indikasi kalau air bersifat asam, basa (alkali), atau netral. Air
sumur atau air tanah umumnya agak asam karena mengandung banyak karbonat
(CO). (Susanto, 2009). Menurut Noga (2000) mengatakan bahwa pH rendah dapat
menyebabkan penurunan tingkat produksi lendir sedangkan pH tinggi dapat
menyebabkan ikan stres. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan
ikan patin memiliki derajat keasaman yang baik untuk pertumbuhan antara 5-9.
Alat sederhana yang digunakan untuk mengukur derajat keasaman air adalah
kertas lakmus yang dilakukan dengan mencelupkan satu lembar kertas lakmus
kedalam air dan akan berubah warnanya sehingga diketahui pH air yang diukur.
Alat yang lain juga bisa menggunakan pH meter.
2.7.3. Kandungan Oksigen (O2)
Kandungan oksigen (O2) digunakan oleh ikan untuk pernapasan. Oksigen yang
diserap akan digunakan untuk aktivitas tubuh seperti bergerak, bertumbuh dan
berkembang biak sehingga tidak boleh kekurangan agar aktivitas terus
berlangsung. Kandungan oksigen (O2) optimum sebanyak 5-6 ppm (Susanto,
2009). Menurut Rahayu (2009), kadar oksigen terlarut, juga berfluktuasi secara
harian dan musiman, tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air,
aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air. Rendahnya
kadar oksigen di suatu perairan dapat menyebabkan ikan menjadi stress sehingga
sistem imun tubuh ikan menurun. Pada kondisi yang demikian, ikan akan sangat
mudah terekspose oleh patogen, baik bakteri maupun parasit.
Menurut Amri dan Khairuman (2013), ikan patin termasuk salah satu
jenis ikan yang cukup tahan dengan kekurangan oksigen di dalam air, hampir
sama halnya dengan ikan lele. Apabila kandungan oksigen di dalam air kurang,
ikan patin akan mengambil langsung oksigen di udara bebas. Ikan patin dapat juga
bertahan selama beberapa saat di darat. Pada usaha intensif, kandungan oksigen
yang baik minimum 4 mg/ liter, sedangkan kandungan karbon dioksida kurang
dari 5 mg/liter air. Alat yang digunakan untuk mengukur kandungan oksigen dan
karbondioksida yang terlarut di dalam air adalah alat pengukur kualitas air.
2.7.4. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD merupakan jumlah oksigen terlarut yang dikonsumsi oleh mikrroorganisme
selama oksidasi biokimia organik (karbon BOD) dan anorganik (materi amonia).
Pengukuran BOD adalah pengukuran jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh
populasi campuran bakteri heterothropic dalam gelap pada suhu 200C selama 5
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan
April 2015 di Kolam Budidaya daerah Tanjung Morawa dan Laboratorium
Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1
Medan 1 bagian Parasitologi di Jalan Karantina Ikan, Desa Aras Kabu, Kecamatan
Beringin Deli Serdang, Sumatera Utara.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat bedah (dissecting set),
timbangan, cawan petri, pinset, kait, pipet tetes, gunting, botol kaca, scalpel,
spidol kertas, bak bedah, jarum pentul, tissue, kantong plastik ukuran 10 kg,
label nama, kaca objek, kaca penutup, bunsen, mancis, kaca pembesar, kamera
digital, PH meter, Termometer dan mikroskop cahaya,
Bahan yang digunakan ikan patin (Pangasius djambal) umur 1-2 bulan,
umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan , NaCl fisiologis 0,85% dan alkohol 70%,
MnSO4, KOH-KI, H2SO4, dan Na2S2O3 0,0125 N ( Puhanda, 2012).
3.3 Metode Penelitian 3.3.1. Area Penelitian
Sampel diambil dari kolam budidaya yang terletak di daerah Tanjung
Morawa yang terdiri 3 kolam yaitu kolam 1 untuk benih ikan patin berumur 1-2
bulan dengan panjang 3 meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi 1 meter, kolam 2 untuk
ikan patin berumur 3-4 bulan dengan panjang 3 meter, lebar 2 meter dan tinggi 1
meter dan kolam 3 untuk ikan patin umur 5-6 bulan dengan panjang 3 meter,
lebar 2 meter dan tinggi 1 meter. Dasar masing-masing setiap kolam adalah
semen. Sumber air kolam berasal dari air sumur. Pergantian air dilakukan sebulan
sekali dan pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pelet dan cacing pada
3.3.2. Pengambilan Sampel Ikan
Pengambilan sampel benih ikan patin (Pangasius djambal) adalah menggu
nakan metode survey yaitu melalui pengambilan sampel di lokasi budidaya
di Kolam Budidaya daerah Tanjung Morawa secara langsung. Pengambilan
sampel benih hingga yang siap panen dilakukan secara acak (random) (Mulia,
2006). Sampel ikan diambil dari 3 kolam yang berbeda. Pada kolam 1 merupakan
kolam yang berisi benih ikan berumur 1-2 bulan yang terdiri dari ± 300 ekor. Pada
kolam 2 merupakan kolam yang berisi ikan berumur 3-4 bulan yang terdiri dari ±
100 ekor. Pada kolam 3 merupakan kolam ikan yang berumur 5-6 bulan (ikan
yang siap dipanen) dengan jumlah ± 100 ekor. Pada masing-masing kolam
diambil sampel sebanyak 10 % dari jumlah populasi ikan pada kolam (Ulkhaq, et
al., 2012). Setelah pengambilan sampel dilakukan pengamatan bagian morfologi
meliputi: permukaan tubuh, warna lembaran insang, dan warna permukaan tubuh
yang berwarna pucat (Adji, 2008). Sampel ikan patin masing-masing dimasukkan
ke dalam kantong plastik berukuran 10 kg yang berisi air. Kemudian ikan dibawa
ke Laboratorium Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan Kelas 1 Medan 1 bagian Parasitologi di Jalan Karantina Ikan Desa Aras
Kabu, Kecamatan Beringin Deli Serdang. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
pada setiap sampel ikan patin (Pangasius djambal).
3.3.3.. Pemeriksaan Sampel Ikan Patin (Pangasius djambal)
Sebelum dilakukan identifikasi pada insang dan saluran pencernaan,
masing-masing sampel terlebih dahulu ditimbang berat badannya. Selanjutnya
sampel diletakkan diatas nampan atau bak bedah, kemudian ikan dimatikan saraf
otaknya dengan menusuk kepala (bagian Medula Oblongata) ikan tersebut
(Kusmawan, 2012).
3.3.4. Pemeriksaan Cacing Parasitik Pada Insang Ikan
Metode yang dipergunakan yaitu metode mouth insang. Langkah pertama
yang dilakukan yaitu tutup insang (operculum) digunting pada bagian kiri dan
kanan. Tutup insang tersebut kemudian dibuang, lalu diambil bagian insang kiri
0,85% . Setelah itu diambil potongan dari lembaran insang dan diletakkan diatas
kaca objek. Kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel dan hasil kerokan
diletakkan di atas kaca objek lalu ditetesi dengan NaCl Fisiologis 0,85% dan
ditutup dengan kaca penutup. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop.
(Kabata, 1985).
3.3.5. Pemeriksaan Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan
Organ ikan yang akan diperiksa adalah saluran pencernaan (usus). Pemeriksaan
organ dalam tubuh ikan dilakukan dengan cara membedah bagian tubuh ikan dari
kloaka hingga bagian pectoral. Lalu organ usus dikeluarkan dari tubuh ikan dan
diletakkan didalam cawan petri berisi NaCl fisiologis 0,85%. Pada pemeriksaan
usus terbagi menjadi 2 pemeriksaan yaitu:
a. Pengamatan isi usus
Isi usus dikeluarkan dengan cara dibedah atau menggunting usus secara ventrikal.
Isi usus diambil sedikit demi sedikit dan diletakkan di atas gelas objek, kemudian
ditetesi dengan larutan NaCl fisiologis, lalu ditutup dengan menggunakan kaca
penutup. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop.
.
b. Pemeriksaan dinding usus ikan
Setelah seluruh isi usus dikeluarkan, selanjutnya dinding usus diletakkan di cawan
petri dan ditetesi NaCl fisiologis 0,85% dan diamati seluruh dinding usus dibawah
mikroskop, untuk melihat apakah ada parasit yang menempel pada dinding usus.
(Kabata, 1985).
3.3.6. Identifikasi Parasit
Pengamatan parasit dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan identifikasi
parasit dengan menggunakan buku identifikasi Kabata (1985), Dana et., al (1994)
3.3.7. Prevalensi dan Intensitas
Menurut Kusmawan (2012), tingkat infeksi ikan dinyatakan dalam
prevalensi. Prevalensi merupakan persentase ikan yang terinfeksi parasit. Untuk
menghitung prevalensi dari sampel dapat dilakukan dengan menggunakan rumus
perhitungan sebagai berikut :
Prevalensi = X 100%
Sedangkan, untuk menghitung jumlah jenis parasit yang terdapat pada
ikan, menggunakan rumus intensitas. Menurut Bush et al. (1997), untuk
menghitung intevnsitas dari sampel dapat dilakukan dengan menggunakan rumus
perhitungan sebagai berikut :
Intensitas =
Kategori infeksi berdasarkan prevalensi (William & Bunkley-William,1996 dalam
Hariyadi, 2006), dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 3.1. Kategori Infeksi berdasarkan Prevalensi
No Nilai Kategori
Always : Cacing parasit selalu menginfeksi ikan dan tingkat infeksi kecacingan
yang ditimbulkan sangat parah (99-100%).
Almost
always
: Cacing parasit hampir selalu menginfeksi ikan dan tingkat infeksi
kecacingan yang ditimbulkan parah (98-99%). Jumlah ikan yang terserang parasit
Jumlah ikan yang diperiksa
Jumlah parasit yang menginfeksi
Usually : Cacing parasit biasanya menginfeksi ikan (70-89%).
Frequently : Cacing parasit tersebut sering kali menginfeksi ikan (50- 69%).
Commonly : Cacing parasit tersebut biasa menginfeksi ikan (30-49%).
Often : Cacing parasit tersebut sering menginfeksi ikan (10-29%).
Occasionally : Cacing parasit kadang-kadang menginfeksi ikan (1-9%)
Rarely : Cacing parasit tersebut jarang menginfeksi ikan (0,1-<1%).
Very rarely : Cacing parasit tersebut sangat jarang menginfeksi ikan (0,01- <0,1%).
Almost never : Cacing parasit tersebut tidak pernah menginfeksi ikan (<0,01%).
3.3.8. Analisis Data
Jenis dan jumlah parasit dari hasil pemeriksaan dicatat. Data prevalensi dan
intensitas dianalisis secara deskriptif (Adji, 2008).
3.3.9. Pemeriksaan Kualitas Air Tabel 3.2. Pemeriksaan Kualitas Air
No Faktor
Fisik Alat Metode
1 Suhu Termometer Dimasukkan termometer ke dalam masing-masing kolam air kemudian dibiarkan beberapa saat lalu di baca skala
dari termometer tersebut dan dicatat hasilnya.
2 pH pH meter Dicelupkan pH meter ke dalam sampel air, lalu dibaca pH air yang tertera kemudian dicatat hasilnya.
3 4
DO
BOD
Pemeriksaan DO dilakukan di Laboratorium BTKLPP
Pemeriksaan BOD dilakukan di Laboratorium BTKLPP
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Jenis dan Jumlah Cacing Parasitik Pada Organ Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin Di Kolam Budidaya Daerah Tanjung Morawa
4.1.1.Jenis Cacing Parasitik Pada Organ Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Patin Di Kolam Budidaya Daerah Tanjung Morawa
a. Cacing parasitik Dactylogyrus sp.
Jenis cacing parasitik yang didapat salah satunya adalah Dactylogyrus sp. yang
diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri adanya bintik mata pada bagian kepala yang
terdiri dari 2 pasang atau 4 spot mata. Cacing jenis ini juga memliki bagian badan
dan bagian ekor. Pada bagian badan terdapat saluran pencernaan (usus),
sedangkan pada bagian ekor terdapat 14 kait marginal dan 2 kait utama. Hasil
penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1. dibawah ini.
Gambar 4.1. Cacing parasitik Dactylogyrus sp yang menginfeksi Ikan Patin dalam larutan NaCl fisiologis 0,85% dengan perbesaran 4 x10 lensa objekti f.
a.Dactylogyrus sp.yang masih segar; b. Dactylogyrus sp. yang mulai mengerut; c. Dactylogyrus sp. menempel pada insang ikan patin.
Menurut Dana et al.,(1994), Dactylogyrus berasal dari famili Dactylogirida
–2 pasang median hook atau anchor, memiliki Connective bar yang terletak
diantara median hook. Dactylogyrus sp. memiliki struktur khitin yang dapat
memperkuat ophisthaptor dan hook, mempunyai dua pasang mata, jarang yang satu
pasang, cabang-cabang intestinum berfusi pada ujung anterior atau tengah.
Dactylogyrus sp. ini juga memiliki ciri yang lain seperti memiliki ovarium bulat,
jarang yang memanjang seperti botol, memiliki saluran vagina, tidak memiliki
uterus, hanya memiliki ootype yang mengandung satu telur, memiliki testis tidak
berpasangan, organ kopulasi berkhitin, lubang genital terletak di tengah dan
memiliki telur dengan pedicule pendek, tanpa filamen dan bentuknya oval (gambar
4.2. dan 4.3.).
Gambar 4.2. Morfologi Dactylogyrus sp. Gambar 4.3. Anatomi Dactylogyrus sp.
Dana et al., (1994) Dana et al., (1994)
Kunci determinasi Kelompok Cacing parasit Dactylogyrus sp. Dana et al., (1994):
1) Bentuk tubuh pipih, lunak, dan simetri bilateral………...Platyhelminthes
2) Tubuh tidak bersegmen, bentuk tubuh pipih sampai fusiform……....Trematoda
3) Ektoparasit, memiliki satu organ penempel posterior dengan satu pasang atau
lebih median hook beberapa marginal hook……….…Monogenea
4) Memiliki opisthaptor dengan 14 kait marginal hook……….…..4
6) Terdapat bintik mata dan 4 lobe pada bagian anterior…………...Dactylogyrus
Menurut Kabata (1985), Dactylogyrus sp. diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Filum: Platyhelminthes
Kelas: Trematoda
Ordo: Monogenea
Family: Dactylogyridae
Genus: Dactylogyrus
Spesies: Dactylogyrus sp
b. Cacing Parasitik Gyrodactyus sp.
Gyrodactylus sp. yang ditemukan diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri tidak
terdapatnya spot mata pada bagian kepala tetapi memiliki prohaptor, adanya
embrio, uterus dan bagian opisthaptor (gambar 4.5.a).
Menurut Kabata (1985) dan Dana et al., (1994), Gyrodactylus sp. memiliki
tubuh yang memanjang, kecil, dengan anterior bifida atau anterior yang terbelah
dua. Memiliki ophisthaptor dengan 16 kait marginal dan satu pasang jangkar
dihubungkan oleh satu punggung dan satu bar ventral. Tidak mempunyai mata.
Memiliki esofagus yang pendek. Memiliki usus yang kurang jelas ukurannya.
Memiiliki submedian genital, pada bagian posterior hingga ke faring. Tidak
memiliki organ kelamin. Uterus mengandung embrio tunggal, pada gilirannya
embrio itu akan memiliki generasi selanjutnya. Cacing Parasit ini terdapat pada
c
Kunci determinasi Kelompok Cacing parasit Gyrodactylus sp. Dana et al., (1994):
1) Bentuk tubuh pipih, lunak, dan simetri bilateral………...Platyhelminthes
2) Tubuh tidak bersegmen, bentuk tubuh pipih sampai fusiform……....Trematoda
3) Ektoparasit, memiliki satu organ penempel posterior dengan satu pasang atau
lebih median hook beberapa marginal hook……….Monogenea
4) Memiliki opisthaptor dengan 16 kait marginal hook……….…..5
5) Memiliki Haptor……..………..…Gyrodactylidae
6) Haptor tidak dilengkapi struktur khitin sebagai tambahan pada marginal hook
dan median hook dan tidak memiliki bintik mata………….…….Gyrodactylus
Menurut Kabata (1985), Gyrodactylus sp. diklasifikasikan sebagai berikut:
c. Cacing Parasitik Camallanus sp.
Camallanus sp. yang ditemukan pada organ saluran pencernaan (usus)
diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri adanya rongga kapsul, otot esofagus, usus, dan
spikulum (Gambar 4.6.).
Gambar 4.5.Cacing Parasitik Camallanus sp. yang menginfeksi saluran pencernaan ikan patin dalam larutan NaCl fisiologis 0,85% dengan perbesaran 40 x 10 lensa objektif
a. Bagian anterior tubuh b. Bagian posterior tubuh dan c. Bagian tubuh cacing secara keseluruhan
Menurut Kabata (1985) umumnya Camallanus sp. ini menyerang organ usus dan
saluran anus. Parasit ini memiliki ciri khas yaitu memiliki suatu buccal kapsul
yang dilapisi kutikula yang tebal dan sepasang lekukan pada buccal kapsul.
Mulutnya seperti penjepit yang kuat, berbingkai yang dikelilingi oleh buku-buku
semacam tanduk. Bentuk seperti ini akan membuat parasit ini dapat memegang
dengan kuat ke dinding usus dan tidak dapat lepas. Tempat berkaitnya cacing ini
pada usus dapat terjadi pendarahan. Mulut sampai esofagus memiliki dinding
Gambar 4.6. Morfologi Camallanus maculatus ( Martin et al. 2007) 1. Rongga kapsul; 2. Otot esofagus; 3. Cincin syaraf ; 3. Kelenjar esofagus;4. Usus; 5. Spikulum
Kunci determinasi kelompok cacing parasit Camallanus sp. Kabata (1985) :
1) Bentuk tubuh Silindris……….Nemathelminthes
2) Tubuh ramping, memanjang dan memiliki lapisan kutikula yang tebal………...Nematoda
3) Endoparasit. Esoagus terbagi menjadi dua bagian. Ditemukan di usus………....Spirurida
4) Mulut memanjang secara dorsoventral, tanpa bibir, dan memiliki buccal
capsule yang dilapisi dengan kutikula yang tebal…………..…Camallanidae
5) Memiliki buccal capsule yang terdiri dari dua katub masing-masing pada sisi lateral, dan bagian dalam terdapat seperti batangan/palang yang letaknya
membujur………...Camallanus
Menurut Kabata (1985), Camallanus sp. diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom: Anuimalia
Filum: Nemathelminthes
Kelas: Nematoda
Ordo: Spirurida
Family: Camallanidae
Genus: Camallanus
4.1.2. Jumlah Cacing Parasitik yang Ditemukan Menyerang Pada Organ Insang dan Saluran Pencernaan (usus) Ikan Patin (Pangasius
djambal) Di Kolam Budidaya Daerah Tanjung Morawa
Hasil penelitian tentang jumlah cacing parasitik yang ditemukan pada organ
insang dan saluran pencernaan ikan patin dapat dilihat pada beberapa tabel
dibawah ini:
Tabel 4.1. Jenis dan jumlah parasit yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) ikan patin (Pangasius djambal) umur (1-2) bulan
Ikan Organ yang diperiksa (Jenis dan Jumlah Parasit)
Berdasarkan Tabel 4.1. terlihat bahwa jenis cacing parasitik yang ditemukan pada
organ insang dan saluran pencernaan ikan patin (Pangasius djambal)
umur benih (1-2) bulan adalah Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp.dan Camallanus
sp. Cacing Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. merupakan cacing parasitik
yang ditemukan pada organ insang sedangkan Camallanus sp. merupakan cacing
parasitik yang ditemukan pada organ saluran pencernaan (usus). Cacing parasitik
Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. merupakan ektoparasit yang biasanya
terdapat pada organ insang ikan sedangkan Camallanus sp. merupakan
endoparasit yang biasanya terdapat pada usus ikan.
Menurut Yuliartati (2011), parasit Dactylogyrus sp. biasanya ditemukan
pada organ insang karena parasit ini merupakan cacing insang atau habitat
hidupnya di insang ikan serta siklus hidupnya terjadi secara langsung. Cacing
parasitik Gyrodactylus sp. termasuk ektoparasit, hal ini sesuai dengan pernyataan
Nurdiyanto & Sumartona (2006), Gyrodactylus merupakan salah satu genus
monogenea yang termasuk subkelas Monopisthocotylea dan merupakan parasit
eksternal atau ektoparasit yang sering terdapat pada ikan air tawar. Penelitian
Tiuria (2013) yang menunjukkan bahwa adanya cacing parasitik yang ditemukan
pada insang ikan mujair di kolam Kecamatan Dramaga kota Bogor yang terdiri
dari 2 sub kelas yaitu sub kelas Monogenea dan sub kelas Digenea. Cacing
parasitik yang didapat berasal dari kelas Trematoda sub kelas Monogenea yang
terdiri dari cacing Dactylogyrus sp, Discocotyle sp, dan Gyrodactylus sp. Hal ini
terbukti bahwa cacing parasitik Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp.
merupakan ektoparasit yang terdapat pada jenis ikan air tawar dan ditemukan pada
organ insang ikan.
Pada organ saluran pencernaan (usus), jenis cacing parasitik yang
menyerang ikan adalah Camallanus sp. Hal ini juga disebabkan karena organ
saluran pencernaan cocok untuk pertumbuhan cacing parasitik Camallanus sp.
Menurut Kabata (1985), Camallanus sp. biasanya menyerang organ usus dan
saluran anus. Parasit ini memiliki ciri khas yaitu buccal capsule yang dilapisi
kutikula yang tebal dan sepasang lekukan pada buccal capsul. Mulutnya seperti
Bentuk ini yang membuat parasit dapat memegang dengan kuat pada dinding usus
dan tidak lepas. Dari 30 sampel ikan patin (P. djambal) umur benih (1-2) bulan
yang diperiksa, jumlah benih ikan yang terserang cacing parasitik Dactylogyrus
sp. sebanyak 27 ekor, Gyrodactylus sp. sebanyak 5 ekor dan Camallanus sp.
sebanyak 20 ekor (Tabel 4.1.). Data tersebut diketahui bahwa Dactylogyrus sp.
lebih banyak menyerang benih ikan pada bagian organ insang dibandingkan
dengan Gyrodactylus sp. sedangkan pada bagian organ saluran pencernaan (usus)
benih ikan patin hanya terserang satu cacing parasitik yaitu Camallanus sp. Hal
ini disebabkan karena setiap jenis cacing parasitik tersebut biasanya memiliki
habitat hidup yang berbeda-beda pada setiap bagian-bagian tubuh ikan.
Menurut Kabata (1985), Dactylogyrus sp. merupakan parasit dalam kelas
monogenea yang sering menempel pada permukaan lamela insang ikan dengan
menggunakan opistaptor. Menurut Nurdiyanto & Sumartono (2006),
Gyrodactylus sp. biasanya banyak menyerang kulit dan sirip ikan, sehingga
populasinya di insang ikan berada dalam jumlah yang sedikit. Ditambah pendapat
(Reed et., al 1996), bahwa Dactylogyrus merupakan parasit monogenea yang
lebih dikenal juga dengan istilah parasit insang, karena parasit ini hanya akan
teramati pada insang sedangkan Gyrodactylus biasanya terdapat pada kulit dan
sirip. Pertumbuhan Gyrodactylus sp. disebabkan karena adanya pengaruh kualitas
air yang kurang baik seperti suhu dan BOD pada ikan sehingga terjadi
penyebaran parasit dengan cara kontak langsung dengan ikan sedangkan menurut
penelitian Adji (2008), pada saluran pencernaan (usus) ikan gurami yang diambil
dari tambak Desa Carangpulang Kelurahan Karawaci Bogor ditemukan
Procamallanus sp. dan Camallanus sp. Pernyataan tersebut menujukkan bahwa
usus ikan air tawar ada terdapat cacing parasitik Camallanus sp.
Pada Tabel 4.1. tersebut juga dapat dilihat bahwa ada beberapa individu
ikan pada umur benih yang tidak terserang cacing parasitik pada organ insang
maupun organ saluran pencernaan. Hal ini disebabkan karena individu ikan
memiliki sistem imunitas yang berbeda-beda terhadap serangan jenis cacing
parasit. Nurdiyanto & Sumartono (2006) menyatakan bahwa tingkat imunitas atau