JENIS DAN TINGKAT SERANGAN CACING PARASITIK BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN UMUR PADA INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN (USUS) IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) PADA KOLAM BUDIDAYA DI TANJUNG
MORAWA
SKRIPSI
Berlina Okvita N Silalahi 110805035
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Jenis dan Tingkat Serangan Cacing Parasitik Berdasarkan Perbedaan Tingkatan Umur Pada Insang dan Saluran Pencernaan (Usus) Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa
Kategori : Skripsi
Nama : Berlina Okvita Novianti Silalahi
Program Studi : Sarjana (S1) Biologi Nomor Induk Mahasiswa : 110805035
Departemen : Biologi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui di
Medan, September 2015
Komisi Pembimbing:
Pembimbing 2, Pembimbing 1,
Masitta Tanjung,S.Si, M.Si Drs.Nursal, M.Si
NIP: 197109102000122001 NIP: 196109031990031002
Disetujui Oleh
Departemen Biologi FMIPA USU
PERNYATAAN
JENIS DAN TINGKAT SERANGAN CACING PARASITIK BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN UMUR PADA INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN (USUS) IKAN BAWAL AIR TAWAR
(Colossoma macropomum) PADA KOLAM BUDIDAYA DI TANJUNG MORAWA
SKRIPSI
Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, September 2015
PENGHARGAAN
Segala puji, hormat dan rasa syukur hanya kepada Allah TriTunggal yang penuh Kasih dan Kebijaksanaan melimpahkan hikmat dan karunia-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Jenis Dan
Tingkat Serangan Cacing Parasitik Berdasarkan Perbedaan Tingkatan Umur Pada Insang Dan Saluran Pencernaan (Usus) Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa”.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains pada Fakultas MIPA USU Medan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Nursal, M.Si selaku pembimbing 1 dan Ibu Masitta Tanjung, S.Si., M.Si selaku pembimbing 2 yang telah memberi bimbingan dan banyak masukan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Arlen Hanel Jhon, M.Si dan Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si selaku penguji yang telah banyak memberi banyak masukan dan arahan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA, USU dan Ibu Dr. Saleha Hanum, M.Si selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA, USU, serta Staff Pengajar Departemen Biologi, FMIPA, USU. Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku Staff Pegawai Departemen Biologi, FMIPA USU.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Anwar M.Si selaku kepala BKIPM Kelas I Medan I yang telah memberikan izin untuk Melakukan penelitian di laboratorium BKIPM, kepada Bapak Hasbullah, Bapak Ali, Ibu Fuji, Ibu Retna, Pak Benni, Pak Rizal, dan seluruh pegawai BKIPM yang telah membimbing dan membantu saya dalam penelitian ini.
Ucapan terima kasih terbesar, penulis sampaikan kepada Bapak tercinta Parlindungan Silalahi dan Ibu tercinta Siti Suasa Sitorus serta adik-adik tersayang Saidi Tomy Rexy Silalahi dan Jasindah Nurmala Silalahi beserta keluarga besar yang selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang, pengorbanan, semangat, kesabaran, perhatian serta kepercayaan yang begitu besar kepada penulis. Semoga Allah TriTunggal memberikan kesehatan dan umur yang berkah.
Akhirnya dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesemsempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua ketulusan dan kebaikan dari semua pihak yang membantu penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga rahmat dan karunia-Nya senantiasa menyertai kita semua.
Medan, September 2015
JENIS DAN TINGKAT SERANGAN CACING PARASITIK BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN UMUR PADA INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN (USUS) IKAN BAWAL AIR TAWAR
(Colossoma macropomum) PADA KOLAM BUDIDAYA DI TANJUNG MORAWA
ABSTRAK
Penelitian tentang jenis dan tingkat serangan cacing parasitik berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada insang dan saluran pencernaan (usus) ikan bawal air tawar (C. macropomum) pada kolam budidaya di Tanjung Morawa telah dilakukan pada bulan Maret-April 2015 dengan tujuan untuk mengetahui jenis dan tingkat serangan cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan (usus) pada C. macropomum. Metode yang digunakan adalah metode survey dan metode
mouth insang. Sampel diambil secara acak pada masing-masing kolam
berdasarkan perbedaan umur yaitu umur benih 1-2 bulan sebanyak 30 ekor, umur 3-4 bulan sebanyak 10 ekor dan 5-6 bulan sebanyak 8 ekor. Organ yang diperiksa adalah insang dan usus. Data yang didapat dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Dari hasil penelitian didapatkan tiga jenis parasit yaitu Dactylogyrus sp.,
Diplectanum,sp. pada insang dan Camallanus sp. pada saluran pencernaan.
Prevalensi Dactylogrus sp. pada semua umur adalah (100%), pada umur 1-2 bulan Diplectanum sp. (30%) dan Camallanus sp. (20%), pada umur 3-4 bulan
Diplectanum sp. (50%) dan Camallanus sp. (30%), pada umur 5-6 bulan Diplectanum sp. (75%) dan Camallanus sp. (50%) sedangkan Intensitas pada
umur 1-2 bulan yaitu Dactylogrus sp. (70,06), Diplectanum sp. (38,56) dan
Camallanus sp. (1,50), pada umur 3-4 bulan yaitu Dactylogrus sp. (174,40), Diplectanum sp. (59,00) dan Camallanus sp. (1,60), pada umur 5-6 bulan yaitu Dactylogrus sp. (184,37), Diplectanum sp. (61,16) dan Camallanus sp. (2,00).
Semakin bertambah umur dan ukuran ikan, intensitas dan prevalensi parasit yang menyerang ikan bawal air tawar (C. macropomum) cenderung meningkat.
JENIS DAN TINGKAT SERANGAN CACING PARASITIK BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN UMUR PADA INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN (USUS) IKAN BAWAL AIR TAWAR
(Colossoma macropomum) PADA KOLAM BUDIDAYA DI TANJUNG MORAWA
ABSTRACT Abstract
The research on the type and degree of parasitic worm attacks based on different age levels in the gills and digestive tract (gut) of freshwater pomfret (Colossoma
macropomum) in pond aquaculture in Tanjung Morawa was conducted in
March-April 2015 in order to determine the type and level parasitic worm attacks on the gills and digestive tract (gut) in C. macropomum. The method used is a survey method and the method of mouth gills. Samples were taken at random in each pool based on the difference of age is the age of 1-2 months as many seeds of 30 individuals, aged 3-4 months as many as 10 heads and 8 tails as much as 5-6 months. Organs examined were gills and intestines. The data obtained were analyzed by descriptive quantitative. From the results, the three types of parasites that Dactylogyrus sp., Diplectanum, sp. the gills and Camallanus sp. in the gastrointestinal tract. The Dactylogyrus sp. prevalence for each age is (100%) for 1-2 months aged, Diplectanum sp. (30%) and Camallanus sp. (20%), for 3-4 months age Diplectanum sp. (50%) and Camallanus sp. (30%), for 5-6 months age Diplectanum sp. (75%) and Camallanus sp. (50%) while the intensity for 1-2 months age Dactylogrus sp. (70.06), Diplectanum sp. (38.56) and Camallanus sp. (1.50), for age of 3-4 months is Dactylogrus sp. (174.40), Diplectanum sp. (59.00) and Camallanus sp. (1.60), age of 5-6 months is Dactylogrus sp. (184.37),
Diplectanum sp. (61.16) and Camallanus sp. (2.00). The more increasing of the
age and the size is the more prevalence and intensity of freshwater pomfret (C.
macropomum)
Keywords : Colossoma macropomum, intensity, parasite, prevalence
Bab 4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Jenis dan ciri-ciri cacing parasitik yang ditemukan pada Organ insang dan saluran pencernaan (usus) ikan bawal
air tawar (Colossoma macropomum) 19
4.1.1 Dactylogyrus sp. 19
4.4.2 Diplectanum sp. 20
4.4.3 Camallanus sp. 21
4.2 Kunci determinasi cacing parasitik Dactylogyrus sp.,
Diplectanum sp. dan Camallanus sp. 22
4.3 Jumlah cacing parasitik yang ditemukan menyerang pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) ikan
bawal air tawar (Colossoma macropomum) 23
4.4 Prevalensi dan Intensitas 32
4.4.1 Prevalensi cacing parasit pada insang dan saluran pencernaan (usus) ikan bawalair tawar pada umur
1-2 bulan, 3-4 bulan dan 5-6 bulan 32 4.4.2 Intensitas cacing parasitik pada insang dan saluran
pencernaan (usus) ikan bawalair tawar pada umur
1-2 bulan, 3-4 bulan dan 5-6 bulan 34
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 40
5.2 Saran 41
Daftar Pustaka 42
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1. Jenis-jenis cacing yang sering dijumpai pada insang ikan bawal air tawar (C.macropomum)
8
3.1. Kategori infeksi berdasarkan prevalensi 18
3.2. Kategori infeksi berdasarkan intensitas 18
3.2. Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan 18
4.1. Jenis dan Jumlah Cacing Parasitik yang Ditemukan pada Organ Insang dan Saluran Pencernaan (Usus) Ikan Bawal Air Tawar (C.macropomum) umur 1-2 bulan pada kolam
budidaya di Tanjung Morawa 23
4.2. Jenis dan Jumlah cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) ikan bawal air tawar (C. macropomum) umur 3-4 bulan pada kolam
budidaya di Tanjung Morawa 27
4.3. Jenis dan Jumlah cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) ikan bawal air tawar (C. macropomum) umur 5-6 bulan pada kolam
budidaya di Tanjung Morawa 29
4.4 Jenis dan jumlah rata-rata parasit yang ditemukan pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) pada umur 1-2
bulan, 3-4 bulan dan 5-6 bulan 32
4.5 Kualitas air Kolam budidaya benih ikan bawal air tawar (C.
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1. Morfologi ikan bawal air tawar (C. macropomum) 4
2.2. Tetraonchus sp. 9
2.3. Diplecatum sp. 9
2.4. Oncocleidus sp. 9
2.6. Hasil pewarnaan Camallanus carangis 10
2.7. Echinostoma 10
4.1. Cacing Dactylogyrus sp. 19
4.2. Cacing Diplectanum sp. 20
4.3. Cacing Camallanus sp. 21
4.4. Cacing Parasit yang ditemukan pada insang 25
4.5. Insang ikan yang sehat dan Insang ikan yang sakit 30 4.6. Hubungan prevalensi parasit terhadap umur ikan bawal
air tawar 32
4.7. Hubungan Intensitas parasit terhadap umur ikan bawal air
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1 Foto kerja 43
2 Berat Badan Ikan 45
3 Perhitungan nilai prevalensi 47
4 Perhitungan nilai intensitas 48
5 Kualitas air kolam 49
6 Kualitas air berdasarkan BTKLPP pada Kolam 1 50
7 Kualitas air berdasarkan BTKLPP pada Kolam 2 51
JENIS DAN TINGKAT SERANGAN CACING PARASITIK BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN UMUR PADA INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN (USUS) IKAN BAWAL AIR TAWAR
(Colossoma macropomum) PADA KOLAM BUDIDAYA DI TANJUNG MORAWA
ABSTRAK
Penelitian tentang jenis dan tingkat serangan cacing parasitik berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada insang dan saluran pencernaan (usus) ikan bawal air tawar (C. macropomum) pada kolam budidaya di Tanjung Morawa telah dilakukan pada bulan Maret-April 2015 dengan tujuan untuk mengetahui jenis dan tingkat serangan cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan (usus) pada C. macropomum. Metode yang digunakan adalah metode survey dan metode
mouth insang. Sampel diambil secara acak pada masing-masing kolam
berdasarkan perbedaan umur yaitu umur benih 1-2 bulan sebanyak 30 ekor, umur 3-4 bulan sebanyak 10 ekor dan 5-6 bulan sebanyak 8 ekor. Organ yang diperiksa adalah insang dan usus. Data yang didapat dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Dari hasil penelitian didapatkan tiga jenis parasit yaitu Dactylogyrus sp.,
Diplectanum,sp. pada insang dan Camallanus sp. pada saluran pencernaan.
Prevalensi Dactylogrus sp. pada semua umur adalah (100%), pada umur 1-2 bulan Diplectanum sp. (30%) dan Camallanus sp. (20%), pada umur 3-4 bulan
Diplectanum sp. (50%) dan Camallanus sp. (30%), pada umur 5-6 bulan Diplectanum sp. (75%) dan Camallanus sp. (50%) sedangkan Intensitas pada
umur 1-2 bulan yaitu Dactylogrus sp. (70,06), Diplectanum sp. (38,56) dan
Camallanus sp. (1,50), pada umur 3-4 bulan yaitu Dactylogrus sp. (174,40), Diplectanum sp. (59,00) dan Camallanus sp. (1,60), pada umur 5-6 bulan yaitu Dactylogrus sp. (184,37), Diplectanum sp. (61,16) dan Camallanus sp. (2,00).
Semakin bertambah umur dan ukuran ikan, intensitas dan prevalensi parasit yang menyerang ikan bawal air tawar (C. macropomum) cenderung meningkat.
JENIS DAN TINGKAT SERANGAN CACING PARASITIK BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN UMUR PADA INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN (USUS) IKAN BAWAL AIR TAWAR
(Colossoma macropomum) PADA KOLAM BUDIDAYA DI TANJUNG MORAWA
ABSTRACT Abstract
The research on the type and degree of parasitic worm attacks based on different age levels in the gills and digestive tract (gut) of freshwater pomfret (Colossoma
macropomum) in pond aquaculture in Tanjung Morawa was conducted in
March-April 2015 in order to determine the type and level parasitic worm attacks on the gills and digestive tract (gut) in C. macropomum. The method used is a survey method and the method of mouth gills. Samples were taken at random in each pool based on the difference of age is the age of 1-2 months as many seeds of 30 individuals, aged 3-4 months as many as 10 heads and 8 tails as much as 5-6 months. Organs examined were gills and intestines. The data obtained were analyzed by descriptive quantitative. From the results, the three types of parasites that Dactylogyrus sp., Diplectanum, sp. the gills and Camallanus sp. in the gastrointestinal tract. The Dactylogyrus sp. prevalence for each age is (100%) for 1-2 months aged, Diplectanum sp. (30%) and Camallanus sp. (20%), for 3-4 months age Diplectanum sp. (50%) and Camallanus sp. (30%), for 5-6 months age Diplectanum sp. (75%) and Camallanus sp. (50%) while the intensity for 1-2 months age Dactylogrus sp. (70.06), Diplectanum sp. (38.56) and Camallanus sp. (1.50), for age of 3-4 months is Dactylogrus sp. (174.40), Diplectanum sp. (59.00) and Camallanus sp. (1.60), age of 5-6 months is Dactylogrus sp. (184.37),
Diplectanum sp. (61.16) and Camallanus sp. (2.00). The more increasing of the
age and the size is the more prevalence and intensity of freshwater pomfret (C.
macropomum)
Keywords : Colossoma macropomum, intensity, parasite, prevalence
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan komoditas perikanan
yang bernilai ekonomis cukup tinggi. Pada mulanya ikan bawal air tawar (C.
macropomum) diperdagangkan sebagai ikan hias, namun karena memiliki
pertumbuhan yang relatif cepat dan rasa daging yang enak, maka masyarakat
menjadikan ikan tersebut sebagai ikan konsumsi. Namun pengembangan budidaya
ikan air tawar sering menghadapi kendala, sehingga menurunkan produksi ikan
dan merugikan petani budidaya ikan. Salah satunya adalah bila terjadi serangan
penyakit baik penyakit non infeksi maupun infeksi. Penyakit non infeksi meliputi
penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan, pakan, dan genetik, sedangkan
golongan penyakit infeksi terdiri dari serangan patogen baik itu virus, bakteri,
jamur, protozoa maupun parasit (Aryani et al., 2004).
Parasit termasuk penyakit infeksi yang sering menyerang ikan budidaya
air tawar mulai dari benih hingga ikan yang dewasa. Parasit merupakan organisme
yang hidup pada atau di dalam organisme lain dan mengambil makanan dari
organisme yang ditumpanginya untuk berkembang biak (Subekti dan Mahasri,
2010). Berdasarkan habitatnya, parasit dalam tubuh ikan dibagi menjadi dua yaitu
ektoparasit (parasit yang menyerang bagian luar tubuh ikan, misalnya pada
insang, sirip dan kulit), dan endoparasit (parasit yang menyerang bagian dalam
tubuh ikan, misalnya pada usus, ginjal dan hati) (Balai Karantina Ikan Batam,
2007).
Keberadaan parasit pada ikan akan berdampak pada penurunan kualitas
dan produktivitas pada usaha budidaya ikan. Penularan penyakit dan parasit dapat
terjadi melalui beberapa mekanisme antara lain melalui kontak langsung antara
ikan sakit dan ikan sehat serta melalui air. Penularan ini biasanya terjadi dalam
satu kolam budidaya. Mekanisme penularan lainnya adalah melalui peralatan dan
melalui pemindahan ikan dari daerah wabah dan ke daerah yang bukan wabah
Menurut Jasmanindar (2011) telah terjadi serangan parasit pada kolam
budidaya ikan di Kabupaten Kupang. Namun belum diketahui dengan jelas
seberapa besar kejadian penyakit dan parasit pada ikan budidaya air tawar tersebut
yang bisa mempengaruhi keberlanjutan usaha budidaya ikan air tawar. Sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan ikan yang dibudidaya untuk mencegah secara dini
terjadinya wabah penyakit yang bisa menyebabkan kematian ikan secara massal.
Setelah dilakukan penelitian di Kabupaten Kupang didapatkan hasil jenis parasit
yang menyerang ikan sehingga menyebabkan kematian yaitu adanya serangan
parasit Dactylogyrus, Piscinoodinium, Gyrodactylus, Gyrodactylus, myxobolus,
Argulu, Centrocestus, Pallisentis, Trichodina, Ichthyophthirius.
Menurut Kusmawan (2012) keanekaragaman cacing parasitik yang
ditemukan pada insang ikan bawal air tawar (C. macropomum) antara lain
Tetraonchus yang berasal dari famili Tetraonchidae,Oncocleidus, Diplectanum
dari famili Diplectanidae. Pada penelitian Kusmawan (2012), tidak ditemukan
cacing parasitik yang menginfeksi pada saluran pencernaan. Hal ini dikarenakan
cacing parasitik hanya tumbuh dengan baik pada media dengan kondisi air
yangburuk sehingga mereka berkembangbiak dan populasinya meningkat untuk
menginfeksi ikan sampai sakit. Pada kolam budidaya ikan Tanjung Morawa
memiliki kualitas air yang kurang baik sehingga kemungkinan besar ikan
terinfeksi cacing parasit pada insang dan saluran pencernaannya. Berdasarkan hal
tersebut maka dilakukan penelitian tentang jenis dan tingkat serangan cacing
parasitik pada insang dan saluran pencernaan ikan bawal air tawar (C.
macropomum) di kolam budidaya Tanjung Morawa.
1.2 Permaslahan
Bagaimana sebenarnya jenis dan tingkat serangan cacing parasitik berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada insang dan saluran pencernaan ikan bawal air tawar (C. macropomum) pada kolam budidaya di Tanjung Morawa ?
1.3 Hipotesis
saluran pencernaan ikan bawal air tawar (C. macropomum) pada kolam
budidaya Tanjung Morawa.
b. Jumlah parasit yang menyerang ikan yang berumur 5-6 bulan lebih banyak dari pada ikan yang berumur 1-2 bulan dan 3-4 bulan.
1.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan tingkat serangan cacing parasitik berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada insang dan
saluran pencernaan ikan bawal air tawar (C.macropomum) pada kolam budidaya
di Tanjung Morawa.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
jenis dan tingkat serangan cacing parasitik berdasarkan perbedaan tingkatan umur
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Ikan Bawal Air Tawar (C.macropomum)
Ikan bawal air tawar (C.macropomum) atau lebih dikenal dengan sebutan
tambaqui adalah ikan introduksi yang berasal dari Amerika Latin, terutama dari
Brazil. Ikan ini merupakan ikan yang potensial untuk dibudidayakan karena
memiliki berbagai kelebihan. Ikan ini mempunyai tingkat kelangsungan hidup
yang tinggi (hingga 90%) dan dapat dipelihara dalam kolam dengan kepadatan
yang tinggi. Ikan bawal air tawar hidup bergerombol di daerah yang aliran
sungainya deras, tetapi ditemukan pula di daerah yang airnya tenang, terutama
saat masih dalam kondisi benih. Di habitat asalnya, ikan ini ditemukan di sungai
Orinoco di Venezuela dan sungai Amazon di Brazil (Arie, 2000).
Gambar 2.1. Morfologi ikan bawal air tawar (C. macropomum)
Ikan bawal air tawar mempunyai bentuk badan yang sedikit bulat dan pipih
dengan kepala hampir bulat, sisik kecil, punggung berwarna abu-abu tua, perut
berwarna putih abu-abu dan merah (Gambar 2.1.) (Bagjariani, 2013). Menurut
Kusmawan (2012) ikan bawal air tawar (C. macropomum) memilki dua buah
sirip punggung yang letaknya agak bergeser ke belakang, sirip perut dan sirip
dubur terpisah, sedangkan sirip ekor berbentuk homocercal. Ikan bawal air tawar
Operculum
Mulut
Sirip dada/pectoral
Sirip punggung/dorsal
Sirip anal
Sirip ekor/caudal
memiliki bibir bawah menonjol dan memiliki gigi besar yang tajam untuk
memecah bibi-bijian atau buah-buahan yang ditelannya.
Klasifikasi ikan bawal air tawar (C.macropomum) menurut (Saanin, 1984):
Filum : Chordata
Subfilum : Craniata
Kelas : Pisces
Subkelas : Neopterigii
Ordo : Cypriniformes
Subordo : Cyprimoidea
Famili : Characidae
Genus : Colossoma
Spesies : C.macropomum
Sistem pencernaan ikan pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu saluran
pencernaan dan kelenjar pencernaan. Setiap spesies ikan mempunyai
bermacam-macam variasi saluran cerna dan kelenjarnya. Saluran pencernaan ikan terdiri dari
rongga mulut, faring, esofagus, usus dan lambung (Hibiya, 1995). Menurut
Kusmawan (2012) lambung ikan bawal air tawar (C.macropomum) berkembang
baik dan memiliki 43-75 buah cecapylorica. Panjang usus berkisar 2- 2,5 kali
panjang badannya.
2.2 Sistem Respirasi Ikan
Insang merupakan alat respirasi ikan seperti paru-paru pada mamalia atau hewan
darat lainnya. Luas permukaan epitel insang hampir setara dengan luas total
permukaan kulit, bahkan pada sebagian besar spesies ikan luas permukaan epitel
insang ini jauh melebihi kulit. Fungsi lain dari insang yaitu mengatur homeostasis
ikan. Lapisan epitel insang yang tipis dan berhubungan langsung dengan
lingkungan luar menyebabkan insang berpeluang besar terinfeksi penyakit. Insang
juga berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air serta pengeluaran
limbah-limbah yang mengandung nitrogen. Kerusakan struktur yang ringan
sekalipun dapat mengganggu proses pengaturan osmosis dan kesulitan didalam
brankhial. Glandula brankhial merupakan sel-sel epitel insang yang mengalami
diferensiasi (Kusmawan, 2012).
2.3 Penyakit Pada Ikan
Menurut (Kordi, 2010), penyakit pada ikan terbagi menjadi 2 yaitu penyakit
non-infeksi dan penyakit infeksi.
a. Penyakit Non–infeksi
Penyakit non-infeksi atau sering juga disebut sebagai penyakit non-parasiter.
Penyakit ini tidak disebabkan oleh organisme infektif, sehingga tidak
menyebabkan infeksi dan tidak menular.
b. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi atau penyakit parasiter disebabkan oleh organisme infektif
(penyebab infeksi) seperti jamur, virus, bakteri dan parasit. Penyakit ini menular
dalam waktu cepat bila kondisi perairan memungkinkan. Namun sampai saat ini
belum ada laporan dari pembudidaya mengenai penyakit yang spesifik yang
menyerang ikan. Berikut ini dikemukakan beberapa penyakit infeksi yang dikenal
umum menyerang ikan air tawar. Penyakit-penyakit ini sebelumnya juga tidak
menginfeksi ikan-ikan budidaya, terutama ikan-ikan yang dikenal unggul,
misalnya ikan mas (Cyprinus carpio), lele dumbo (Clarias gariepinus), dan nila
(Oreochromis nilotica). Meskipun demikian, ikan-ikan yang dikenal unggul pun
tidak bisa menghindar dari serangan parasit (Kordi, 2010).
Parasit merupakan organisme yang hidup pada atau di dalam organisme
lain dan mengambil makanan dari organisme yang ditumpanginya untuk
berkembang biak (Wiyatno, et al., 2012 ). Parasit dapat merugikan inangnya
karena mengambil makanan pada tubuh inangnya selain itu, parasit adalah suatu
organisme yang mengambil bahan untuk kebutuhan metabolismenya (makanan)
dari tubuh inangnya dan merugikan bagi inangtersebut. Sehingga parasit tidak
dapat hidup lama di luar tubuh inangnya (Alifuddin, 2002).
(Dogiel et al., 1961) menyatakan bahwa parasit memiliki dua habitat dan
dua tipe distribusi. Habitat parasit tersebut adalah mikrohabitat dan
makrohabitat. Mikrohabitat adalah lokasi penempelan parasit sedangkan
parasit terdiri dari distribusi mikro yaitu penyebaran parasit pada mikrohabitat dan
distribusi makro adalah penyebaran parasit pada makrohabitat.
Parasit ikan akan memilih lokasi penempelan sebaik mungkin di tubuh
ikan. Usaha pemilihan ini bertujuan untuk mendapatkan kebebasan mencari
makanan dan kesempatan bereproduksi secara maksimal. Adanya persaingan
antara parasit untuk mendapatkan makanan dan ruang mengakibatkan parasit
berusaha untuk mencapai hampir seluruh jaringan inang. Parasit menemukan
organ target berdasarkan rangsangan dari inang (Noble & Noble, 1989).
2.4 Parasit Pada Ikan Air Tawar
Parasit yang sering menyerang ikan air tawar setidaknya ada tujuh macam yaitu
protozoa, coelenterata, trematoda, cestoda, moluska, dan arthropoda (Kusmawan,
2012). Parasit yang biasa menyerang ikan yang dibudidayakan dikolam termasuk
ikan bawal (C.macropomum) adalah protozoa dan cacing.
Cacing termasuk parasit yang banyak menyerang ikan air tawar. Beberapa
cacing trematoda dan cestoda sering ditemukan pada ikan air tawar. Trematoda
monogenea merupakan parasit di kulit dan insang yang dapat menjadi indikasi
kondisi sanitasi. Infestasi cacing ini menyebabkan iritasi, luka dalam pada kulit,
produksi mukus meningkat dan hiperplasia epitel. Luka yang terjadi dapat
diikutiinfeksi sekunder oleh bakteri dan agen lainnya (Irianto, 2005).
Ada dua ordo dari kelas monogenea yang biasa menyerang ikan air tawar.
Ordo pertama Gyrodactylus dan ordo kedua yaitu Dactylogyrus. Ordo pertama
yaitu Gyrodactylus berhabitat di kulit dan insang, berbentuk seperti daun,tanpa
bintik mata, ujung kepala seperti huruf V serta memiliki organ untuk menempel
(opisthohaptor) dengan dua anchor (kait yang berbentuk seperti jangkar). Setiap
anchor memiliki rata-rata 16 kait kecil. Cacing dewasa bersifat vivipar, yaitu
melepaskan larva yang berbentuk seperti cacing dewasa. Larva ini akan menempel
pada insang atau kulit ikan. Ordo kedua yaitu Dactylogyrus cenderung melekat
pada insang dengan haptor, menginfeksi hampir semua ikan air tawar terutama
cryprinid. Hal ini akan merangsang sekresi mukus yang berlebihan dan dapat
menyebabkan tepi lamela insang tercabik atau luka. Pada infeksi yang berat akan
Dactylogyrus membebaskan telur ke kolam kemudian menetas menjadi larva
berbulu getar yang berenang bebas hingga menemukan inang yang sesuai. Waktu
yang diperlukan dari telur hingga menjadiindividu de wasa sangat tergantung
suhu, pada suhu 8,5 sampai 9 ºC hanya memerlukan waktu beberapa hari, adapun
pada suhu yang lebih rendah akan berlangsung beberapa minggu hingga beberapa
bulan (Irianto, 2005).
2.5 Jenis Cacing Parasit Pada Insang Ikan Bawal
Jenis cacing parasitik yang pada umumnya ditemukan pada insang ikan bawalair
tawar (C.macropomum) dikelompokkan ke dalam Fillum Plathyhelmintes dan
Kelas Trematoda Sub Kelas Monogenea. Monogenea merupakan parasit yang
umum ditemukan pada insang dan kulit ikan air tawar maupun air laut. Infestasi
monogenea biasanya merupakan indikator sanitasi yang rendah pada kualitas air,
seperti contoh tingginya amoniak dan nitrit, polusi bahan organik dan kadar
oksigen yang rendah, dengan kondisi seperti tersebut monogenea dapat sangat
cepat bereproduksi (Noga, 2000).
Tabel 2.1. Jenis-jenis cacing yang sering dijumpai pada insang ikan bawal air tawar
Kelas Subkelas Famili Genus
Trematoda Monogenea Tetraonchidae Tetraonchus sp.
Trematoda Monogenea Diplectanidae Diplectanum
Trematoda Monogenea Oncocleidae Oncocleidus sp.
(Kusmawan, 2012)
a. Tetraonchus sp.
Cacing ini biasanya ditemukan pada insang ikan bawal air tawar
(C.macropomum) dengan panjang tubuh 5,3 mm dengan lebar tubuh 0.648 mm.
Bagian anterior cacing ini dilengkapi dengan lekukan-lekukan dan 2 spot mata,
serta di bagian posterior dilengkapi dengan 2 kait (marginal hooks) yang
berfungsi sebagai alat pelekat kepada inangnya (Kusmawan, 2012).
b. Diplectanum sp.
Cacing ini biasanya ditemukan pada insang ikan bawal air tawar
(C.macropomum) dengan panjang tubuh 6,21 mm dengan lebar tubuh 3,25 mm.
Cacing ini termasuk ordo Dactylogyridae, famili Diplectanidae.
Gambar 2.3. Diplecatum sp.(Kusmawan, 2012)
C. Oncocleidus sp.
Cacing ini biasanya ditemukan pada insang ikan bawal air tawar dengan
panjang tubuh 2.817 mm dan lebar tubuh 0.147 mm. Cacing ini termasuk ke
dalam subkelas monogenea famili Oncocleiduae. Parasit ini ditemukan pada
permukaan ekternal dari inangnya. Parasit ini juga ditemukan di dalam air dan
tidak diingestikan oleh inang mereka tetapi melekat dan membentuk koloni pada
insang untuk menyerap nutrien inang. Cacing parasit ini kemudian melakukan
perkawinan dan melepaskan telur sehingga menghasilkan kolonisasi cacing baru
yang lebih banyak lagi. Cacing ektoparasit ini umumnya dianggap bisa merusak
populasi ikan (Schmidt et al., 2009).
Gambar 2.4. Oncocleidus sp.(Kusmawan, 2012)
2.6 Jenis Cacing Parasit Pada Saluran Pencernaan Ikan Air Tawar
Cacing parasit yang biasa menyerang ikan air tawar adalah:
a. Cacing Camallanus carangis
Dapat diidentifikasi dari bentuk bucal capsule pada bagian anterior tubuh untuk
pernyataan (Untergasser, 1989) yaitu cacing parasitik ini memiliki bucal capsule
yang dilapisi kutikula yang tebal dan sepasang lekukan pada bucal capsule.
Bentuk seperti ini akan membuat cacing ini dapat memegang dengan kuat ke
dinding usus dan tidak dapat lepas. Usus halus menyediakan sumber nutirisi bagi
nematoda antara lain darah, sel jaringan, cairan tubuh dan sari-sari makanan yang
terkandung dalam lumen usus halus struktur dan fisiologis usus (mikrohabitat
parasit) yang dapat mempengaruhi keberadaan dan jumlah parasit.
Gambar 2.5. Hasil pewarnaan Camallanus carangis dengan pembesaran 100x (Ulkhaq et al., 2012)
Keterangan:
A. Bucal capsule pada bagian anterior. B. Alat kelamin jantan pada bagian posterior.
b. Cacing Echinostoma
Dapat diidentifikasi karena memiliki oral sucker dan ventral sucker yang saling
berdekatan dengan ukuran yang berbeda. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat
Noble and Noble (1989), yang menyatakan bahwa cacing Echinostoma
merupakan cacing yang berbentuk memanjang dengan dua alat penghisap yang
saling berdekatan. Alat penghisap perut (ventral sucker) berukuran lebih besar
dibandingkan alat penghisap mulut atau oral sucker (Birmani et al., 2008).
Gambar 2.6 Echinostoma (Ulkhaq et al., 2012). Keterangan :
A. Hasil pengamatan dengan perbesaran 100x. Bagian anterior dengan Oral
sucker (a) dan Ventral sucker (b).
2.7 Uji Kualitas Air
Munurut Yuliartati, (2011) kualitas air adalah sifat dari kandungan mahkluk
hidup, energi, zat atau komponen lain dalam air. Kualitas air menjadikan ikan
hidup dengan baik dan tumbuh dengan cepat. Bila kualitas airnya kurang baik
dapat menyebabkan ikan lemah, nafsu makan menurun dan mudah terserang
penyakit (Kelabora dan Sabariah, 2010). Menurut Syauqi (2009), kualitas air
dinyatakan dalam beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan,
padatan terlarut), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam), dan
parameter biologi (keberadaan plankton dan bakteri).
Kualitas air yang memenuhi syarat dapat membuat pertumbuhan dan
kelangsungan ikan menjadi baik. Kebersihan air (kualitas air) dan debit air yang
cukup, sangat penting untuk kelancaran pemeliharaan. Air merupakan media yang
paling vital bagi kehidupan ikan, suplai yang memadai akan memecahkan
berbagai masalah dalam budidaya ikan. Kualitas air yang memenuhi syarat
merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya. Kualitas air yang baik pada
pmeliharaan akan memberikan kelangsungan hidup menjadi baik bagi ikan
(Kelabora dan Sabariah, 2010). Hal ini dipertegas oleh Zonneveld et al.,(1991)
mngatakan kualitas air yang baik akan mempengaruhi survival rate (kelangsungan
hidup) ikan serta pertumbuhan ikan.
Menurut Hadiroseyani et al.,(2006) penggunaan air juga sangat
mempengaruhi keberadaan dan jenis parasit yang menginfeksi hewan budidaya.
Semakin buruk sumber air yang digunakan memungkinkan semakin beragamnya
ektoparasit maupun endoparasit yang menginfeksi. Buruknya sumber air yang
digunakan oleh para pembudidaya dapat dilihat dari beragam dan melimpahnya
ektoparasit dan jenis protozoa karena cenderung menyukai perairan yang banyak
mengandung bahan organik tinggi. Bahan organik tersebut bisa saja berasal dari
pakan yang diberikan oleh pmbudidaya ikan. Buruknya sistem sanitasi juga dapat
menjadi penyebab melimpahnya organisme parasit dalam media budidaya.
Menurut Siswoyo dan Hendriyanto (2011) Pengelolaan kesehatan ikan dan
lingkungan budidaya ikan tergantung dari rekomendasi standar baku mutu
parameter kualitas air. Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam
mempengaruhi kerentanan ikan terinfeksi agen penyakit. Beberapa parameter
kualitas air yang berpengaruh terhadap keberadaan parasit pada ikan antara lain:
2.7.1 pH
Nilai pH merupakan derajat keasaman suatu larutan tumbuhan air seperti
alga. Jika jumlah alga banyak maka dapat mengakibatkan fluktuasi kadar oksigen
perairan. Proses perombakan bahan organik oleh bakteri berlangsung secara
aerob, artinya respirasi bakteri memerlukan oksigen. Jumlah unsur hara nitrogen
dan phospor yang melimpah akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yaitu
proses pengkayaan unsur hara yang terjadi pada suatu perairan sehingga kualitas
air tidak layak bagi kebutuhan sehari-hari. Ciri-ciri biotik perairan yang
mengalami eutrofikasi yaitu pertumbuhan pesat tumbuhan air terutama alga dan
Cyanobacteria (Purwanta, 2008).
2.7.2 Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)
Oksigen termasuk salah satu gas terlarut diperairan. Kadar oksigen yang terlarut
di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan
tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin
kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kadar oksigen
terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada
percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah
yang masuk ke badan air. Rendahnya kadar oksigen di suatu perairan dapat
menyebabkan ikan menjadi stress sehingga sistem imun tubuh ikan menurun.
Pada kondisi yang demikian, ikan akan sangat mudah terekspose oleh patogen,
baik bakteri maupun parasit (Rahayu, 2009).
DO merupakan oksigen terlarut yang langsung terlarut dari udara dan
oksigen dari tumbuhan. Harga DO berkisar antara 6-9 ppm. Harga DO dalam
suatu perairan berfluktuasi dipengaruhi oleh salinitas, suhu, turbulensi, tekanan
atmosfer, dan jumlah serta jenis tumbuhan air. Harga DO air tawar lebih tinggi
dari pada harga DO air asin. Hampir semua organisme memerlukan oksigen untuk
respirasi. Oksigen terlarut (DO) pada perairan bersumber dari atmosfer dan proses
fotosintesis tumbuhan hijau diperairan. Jika pada batas tertentu oksigen yang
penguraian bahan organik secara anaerob dan meninggalkan residu karbon
dioksida, metana, hidrogen sulfida dan senyawa organik sulfur sehingga timbul
bau perairan yang tidak sedap (Purwanta, 2008).
Menurut Syauqi (2009) konsentrasi DO dalam media air semakin menurun
dengan bertambahnya waktu dan padat penebaran kandungan oksigen terlarut
yang baik untuk transportasi ikan harus lebih dari 2 mg/l.
2.7.3 BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba
aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air atau
jumlah oksigen terlarut yang digunakan tumbuhan dan hewan untuk proses
oksidasi kimia karbon (metabolisme). Harga BOD berkisar 1-2 ppm. Tingkat
pencemaran suatu perairan dapat dilihat berdasarkan nilai BOD-nya, yaitu
semakin tinggi nilai BOD maka mengindikasikan bahwa perairan tersebut sudah
tercemar oleh bahan organik (Purwanta, 2008).
2.7.4 Suhu
Suhu merupakan suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang,
ketinggian dari permukaan laut, waktu harian, sirkulasi udara, penutupan awan,
dan aliran serta kedalaman badan air. Suhu dalam budidaya ikan berpengaruh
terhadap laju metabolisme, pemijahan dan penetasan telur, aktivitas patogen,
sistem imunitas, daya larut senyawa kimia, serta kalarutan oksigen dan
karbondioksida. Ikan adalah hewan poikiotermal, dimana suhu lingkungan sangat
berpengaruh tehadap metabolisme termasuk sistem imunitas. Apabila suhu
mengalami penurunan maka akan menyebabkan kelarutan oksigen meningkat,
laju metabolisme menurun, nafsu makan ikan berkurang, pertumbuhan berkurang,
sistem imunitas menurun, gerakan ikan melemah dan disorientasi sehingga ikan
dapat mengalami kematian, sedangkan bila suhu meningkat, maka suhu tubuh
meningkat, laju metabolisme juga meningkat, konsumsi oksigen bertambah
sedangkan kadar oksigen terlarut menurun, toksistas perairan dari senyawa kimia
meningkat, jumlah patogen meningkat sehingga ikan mudah terekspose oleh
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2015
di Kolam Budidaya daerah Tanjung Morawa dan Laboratorium Balai Karantina
Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Medan 1 bagian
Parasitologi di Jalan Karantina Ikan, Desa Aras Kabu, Kecamatan Beringin Deli
Serdang, Sumatera Utara.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat bedah (dissecting set),
timbangan digital, cawan petri, pinset, kait, pipet tetes, gunting, botol kaca,
scalpel, spidol kertas, bak bedah, jarum pentul, tissue, kantong plastik ukuran 10
kg, label nama, kaca objek, termometer, pH meter, kaca penutup, kamera digital,
alat-alat tulis dan mikroskop cahaya. Bahan yang digunakan adalah ikan bawal air
tawar (C. macropomum) umur 1-2 bulan (benih), umur 3-4 bulan dan umur 5-6
bulan , NaCl fisiologis 0,85 % (Puhanda, 2012).
Bahan yang digunakan BTKLPP untuk pemeriksaan nilai DO kualitas air
kolam adalah MnSO4, 4H2O, Mangan Sulfat, Air suling, NaN3, H2SO4, K2Cr2O7, KOH, NaI, Na2S2O3 sedangkan untuk nilai BOD adalah Buffer fosfat, air suling, MgSO4, CaCl2, FeCl3, H2SO4 dan NaOH.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Area Penelitian
Sampel diambil dari kolam budidaya ikan yang terletak di daerah Tanjung
Morawa yang terdiri dari 3 kolam yaitu kolam 1 utuk benih ikan bawal air tawar
berumur 1-2 bulan dengan panjang 3 meter, lebar 1,5 m, tinggi 1 meter, kolam 2
untuk ikan bawal air tawar berumur 3-4 bulan dengan panjang 3 meter, lebar 2
meter, tinggi 1 meter dan kolam 3 untuk ikan bawal berumur 5-6 bulan dengan
adalah semen. Sumber air kolam berasal dari air sumur. Pergantian air dilakukan
sebulan sekali dan pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari dengan memberikan
pellet dan cacing pada masing-masing kolam.
3.3.2 Pengambilan Sampel Ikan
Pengambilan sampel benih ikan bawal air tawar (C. macropomum) adalah
menggunakan metode survey yaitu melalui pengambilan sampel di lokasi
budidaya di Kolam Budidaya daerah Tanjung Morawa secara langsung.
Pengambilan sampel benih hingga yang siap panen dilakukan secara acak
(random) (Mulia, 2006). Sampel ikan diambil dari 3 kolam yang berbeda. Pada
kolam 1 merupakan kolam yang berisi benih ikan berumur 1-2 bulan yang terdiri
dari ± 300 ekor. Pada kolam 2 merupakan kolam yang berisi ikan berumur 3-4
bulan yang terdiri dari ± 100 ekor. Pada kolam 3 merupakan kolam ikan yang
berumur 5-6 bulan (ikan yang siap dipanen) dengan jumlah ± 80 ekor. Pada
masing-masing kolam diambil sampel sebanyak 10 % dari jumlah populasi ikan
pada kolam (Ulkhaq et al., 2012).
Pengambilan sampel ini dilakukan dengan mengamati bagian morfologi
meliputi: permukaan tubuh, warna lembaran insang, dan warna permukaan tubuh
yang berwarna pucat (Adji, 2008). Sampel ikan bawal air tawar masing-masing
dimasukkan kedalam kantong plastik berukuran 10 kg yang berisi air. Kemudian
ikan dibawa ke Laboratorium Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Medan 1 bagian Parasitologi di Jalan
Karantina Ikan Desa Aras Kabu, Kecamatan Beringin Deli Serdang. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan pada setiap sampel ikan bawal air tawar (C.
macropomum).
3.3.3 Pemeriksaan Sampel Ikan Bawal Air Tawar (C . macropomum)
Sebelum dilakukan identifikasi pada insang dan saluran pencernaan,
masing-masing sampel terlebih dahulu ditimbang berat badannya. Selanjutnya
sampel diletakkan diatas nampan atau bak bedah, kemudian ikan dimatikan saraf
otaknya dengan menusuk kepala (bagian Medula Oblongata) ikan tersebut
3.3.4 Pemerikasaan Cacing Parasitik Pada Insang Ikan
Metode yang dipergunakan yaitu metode mouth insang . Langkah pertama
yang dilakukan yaitu tutup insang (operculum) digunting pada bagian kiri dan
kanan. Tutup insang tersebut kemudian dibuang, lalu diambil bagian insang kiri
dan kanan, selanjutnya diletakkan di dalam cawan petri berisi NaCl fisiologis
0,85% . Setelah itu diambil potongan dari lembaran insang dan diletakkan diatas
kaca objek. Kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel dan hasil kerokan
diletakkan di atas kaca objek lalu ditetesi dengan NaCl Fisiologis 0,85% dan
ditutup dengan kaca penutup. Cacing yang ditemukan direlaksasikan di dalam
botol kaca yang berisi NaCl Fisiologis 0,85 %. Pengamatan dilakukan dibawah
mikroskop. (Kabata, 1985).
3.3.5 Pemerikasaan Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan
Organ ikan yang akan diperiksa adalah saluran pencernaan (usus). Pemeriksaan
organ dalam tubuh ikan dilakukan dengan cara membedah bagian tubuh ikan dari
kloaka hingga bagian pectoral. Lalu organ usus dikeluarkan dari tubuh ikan dan
diletakkan didalam cawan petri berisi NaCl fisiologis 0,85%. Pada pemeriksaan
usus terbagi menjadi 2 pemeriksaan yaitu:
a. Pengamatan isi usus
Isi usus dikeluarkan dengan cara dibedah atau menggunting usus secara ventrikal.
Isi usus diambil sedikit demi sedikit dan diletakkan diatas gelas objek, kemudian
ditetesi dengan larutan NaCl fisiologis, lalu ditutup dengan menggunakan kaca
penutup. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop.
b. Pemeriksaan dinding usus ikan
Setelah seluruh isi usus dikeluarkan, selanjutnya dinding usus di letakkan di
cawan petri dan ditetesi NaCl fisiologis 0,85% dan diamati seluruh dinding usus
dibawah mikroskop, untuk melihat apakah ada parasit yang menempel pada
dinding usus (Kabata, 1985).
Identifikasi dilakukan dengan mengamati sampel di bawah mikroskop
sehingga didapat famili, genus dan spesies dari sampel tersebut dengan
menggunakan buku acuan dalam Kabata (1985), Wasito et al., (1999), dan Dana
et al., (1994).
3.3.7 Prevalensi dan Intensitas
Menurut Kusmawan (2012) tingkat infeksi ikan dinyatakan dalam
prevalensi. Prevalensi merupakan persentase ikan yang terinfeksi parasit (Tabel
3.1.). Untuk menghitung prevalensi dari sampel dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut :
Prevalensi = X 100%
Tabel 3.1. Kategori Infeksi berdasarkan Prevalensi
No Nilai Kategori
almost always : cacing parasit hampir selalu menginfeksi ikan dan tingkat infeksi ditimbulkan parah (98-99%)
usually : cacing parasit biasanya menginfeksi ikan (70-89%)
frequently : cacing parasit tersebut sering kali menginfeksi ikan (50- 69%)
Commonly : cacing parasit tersebut biasa menginfeksi ikan (30-49%)
often : cacing parasit tersebut sering menginfeksi ikan (10-29%)
occasionally : cacing parasit kadang-kadang menginfeksi ikan (1-9%) Rarely : cacing parasit tersebut jarang menginfeksi ikan (0,1-<1%)
Very rorely : cacing parasit sangat jarang menginfeksi ikan (0,01- <0,1%)
Almost never : cacing parasit tersebut tidak pernah menginfeksi ikan (<0,01%)
Jumlah ikan yang terserang parasit
Untuk menghitung jumlah jenis parasit yang terdapat pada ikan
menggunakan rumus intensitas, nilai intensitas infeksi parasit dapat dilihat pada
Tabel 3.2. Menurut Bush et al., (1997) untuk menghitung intensitas dari
sampeldapat dilakukan dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut :
Intensitas =
Tabel 3.2. Nilai Kategori Intensitas (Williams & Williams, 1996)
Nilai Keterangan
< 1 Inventaris parasit sangat ringan
1-5 Inventaris parasit ringan
6-50 Inventaris parasit sedang
51-100 Inventaris parasit berat
> 100 Inventaris parasit sangat berat
> 1000 Super infeksi parasit
3.3.8 Analisis Data
Jenis dan jumlah parasit dari hasil pemeriksaan dicatat. Data prevalensi dan
intensitas dianalisis secara deskriptif (Adji, 2008).
3.3.9 Pemeriksaan Kualitas Air
Sebagai parameter pendukung dilakukan pengukuran kualitas air pada
masing-masing kolam penelitian antara lain : suhu, pH, DO dan BOD dapat
dilihat pada Tabel 3.3. (Siagian, 2009).
Tabel 3.3. Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan
NO Faktor
Fisik Alat Metode
1. Suhu Termometer Dimaskkan termometer kedalam masing-masing kolam ikan kemudian dibiarkan beberapa saat lalu dibaca sklala dari termometer tersebut dan dicatat hasilnya
2. pH pH meter Dimasukkan pH meter ke dalam sampel air, kemudian di baca nilai pH air dan dicatat hasilnya
3. DO - Pemeriksaan DO dilakukan di Laboratorium
BTKLPP
4. BOD - Pemeriksaan BOD dilakukan di Laboratorium
BTKLPP Jumlah parasit yang menginfeksi
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Jenis dan Ciri-Ciri Cacing Parasitik yang Ditemukan Menyerang pada Organ Insang dan Saluran Pencernaan (Usus) Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)
Berikut ini merupakan jenis dan ciri-ciri cacing parasit yang ditemukan
menyerang pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) ikan bawal air tawar
(C. macropomnum) pada kolam budidaya di Daerah Tanjung Morawa :
4.1.1 Dactylogyrus sp.
Cacing parasit Dactylogyrus sp. terdapat pada organ insang ikan. Cacing ini
termasuk cacing ektoparasit dan hanya ditemukan menyerang pada organ insang
ikan. Menurut Riko et al., (2014) Dactylogyrus sp. hanya ditemukan menyerang
pada insang karena insang merupakan habitat tempat cacing ini hidup.
Menurut Wasito et al., (1999) cacing ini termasuk cacing trematoda dari
subkelas monogenea yang berkembang biak secara ovipar dan ovovivipar. Secara
ovovivipar, telur yang terdapat di uterus sudah mengandung embrio dan waktu
sudah menetas larva langsung menginfeksi inang. Cacing monogenea yang
ovipar, telur yang keluar dari uterus belum berembrio dan waktu dikeluarkan dari
inang ke perairan, embrio baru tumbuh dalam telur di air dan menetas. Larva ini
akan berenang bebas dalam waktu singkat dan mencari inang utama (ikan atau
kecebong) tergantung dari spesies cacing.
Cacing ini memiliki opisthaptor yaitu organ untuk menempel pada organ
target hospesnya yang dilengkapi dengan dua pasang organ penetrasi seperti
jangkar dan 14 kait marginal, memiliki dua pasang mata, saluran usus yang tidak
jelas dan sepasang jangkar yang tidak memiliki penghubung (Utami dan
Gambar 4.1. Dactylogyrus yang menginfeksi insang ikan bawal air tawar:
Dactyloyrus sp. yang ditemukan pada insang ikan bawal air tawar
(C.macropomum) di Tanjung Morawa tampak samping (A),
Dactylogyrus sp. (Nurdiyanto dan Sumartono, 2006) (B), Dactylogyrus sp. yang ditemukan menempel pada insang ikan
bawal air tawar (C.macropomum) di Tanjung Morawa pada insang
(C) dan Dactylogyrus sp. tampak depan memiliki 4 spot mata
ditemukan pada insang ikan bawal air tawar (C.macropomum) di Tanjung Morawa (D)
4.1.2 Diplectanum sp.
Menurut Kusmawan (2012) parasit ini melekat pada filamen insang dan dapat
menyebabkan perubahan pada lamella insang ikan sebagai akibat respon kronis
untuk melekatkan diri pada filamen insang yang dapat menyebabkan luka dan
memproduksi lendir yang berlebihan. Parasit Diplectanum mempunyai kekhasan
yang membedakannya dari spesies lain dalam Ordo Dactylogyridea yaitu
mempunyai squamodisc (satu di ventral dan satu di dorsal ) dan sepasang jangkar
yang terletak berjauhan. Parasit Diplectanum sp. adalah parasit yang hidup pada
insang ikan. Ikan yang terinfeksi parasit ini akan terlihat bernapas terlalu cepat
dengan tutup insang yang selalu terbuka. Menurut Rahayu (2009) Diplectanum
memiliki panjang 0,53-1,45 mm dan lebar 0,13-0,27 mm, memiliki 4 bintik mata
serta memiliki haptor dengan 2 squamodisc yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Diplectanum yang ditemukan pada insang ikan bawal air tawar:
Diplectanum sp. yang memiliki squamodisc (Johnny, 2002) (A) Diplectanum sp. yang ditemukan pada insang ikan bawal air tawar
(C.macropomum) di Tanjung Morawa tampak keseluruhan (B),
Diplectanum sp. (1. D. decorium, 2. D. gymnopeus, 3. D. hilum)
(Kritsky and Thatcher, 1984) (C) dan Diplectanum sp.yang ditemukan pada insang ikan bawal air tawar (C.macropomum) di Tanjung Morawa dengan perbesaran 40x (D)
4.1.3 Camallanus sp.
Cacing parasitik Camallanus sp. terdapat pada saluran pencernaan (usus) ikan
bawal air tawar (C. macropomum) sehingga cacing ini termasuk jenis cacing
endopoarasit. Menurut Ulkhaq et al., (2012) Camallanus sp. memiliki alat
penempel bagian anterior tubuh. Organ khas yang dimiliki oleh cacing
Camallanus yaitu adanya bucal capsule yang digunakan untuk menempel pada
organ inang dan mengambil makanan dari inang. Cacing Camallanus jantan
memiliki panjang 4,198-11,092 mm dan lebar 1,21-2,8 mm. Bucal capsule
memiliki panjan 1,19-1,52 mm dan lebar 1,18-1,59 mm. Cacing Camallanus
betina memiliki panjang 6,788-7,548 mm dan lebar 2,54-2,82 mm. Bucal capsule
memiliki panjang 1,62-1,73 mm dan lebar 1,62-1,94 mm.
Cacing ini memiliki bucal capsule yang dilapisi kutikula yang tebal dan
sepasang lekukan pada bucal capsule. Mulutnya seperti penjepit yang kuat,
berbingkai yang dikelilingi oleh buku-buku semacam tanduk. Bentuk seperti ini
akan membuat cacing ini dapat memegang dengan kuat ke dinding usus dan tidak
dapat lepas. Cacing ini dapat menyebabkan terjadinya pendarahan pada usus.
Mulut sampai esofagusnya memiliki dinding otot yang tebal dan dilapisi oleh
Gambar 4.3. Camallanus yang menginfeksi saluran pencernaan (usus) ikan bawal air tawar : Spikulum Camallanus sp. yang ditemukan di Kolam Budidaya Tanjung Morawa (A) Camallanus sp. tampak keseluruhan yang ditemukan di Kolam Budidaya Tanjung Morawa perbesaran 40x (B), Camallanus sp. yang ditemukan di Kolam Budidaya Tanjung Morawa (C), Camallanus sp. memiliki usus yang ditemukan di Kolam Budidaya Tanjung Morawa (D), Bucal capsule pada bagian anterior perbesaran 100x (Ulkhaq, et al.,2012) (E) dan
Camallanus sp. (Ulkhaq et al.,2012) (F)
4.2. Kunci Determinasi Cacing Parasitik Dactylogyrus sp., Diplectanum sp. dan Camallanus sp. :
Kunci determinasi cacing parasit Dactylogyrus sp. Menurut Dana et al., (1994) :
(1) Bentuk tubuh pipih, lunak dan simetris bilateral...Platyhelminthes
(2) Tubuh tidak bersegmen, bentuk tubuh pipih sampai fusiform...Trematoda
(3) Ektoparasit, memiliki satu organ penempel posterior dengan satu pasang atau
lebih median hook beberapa marginal hook ...Monogenea
(4) Memiliki opishaptor dengan 14 kait marginal hook... 4
(5)Memiliki satu pasang anchor...Dactylogiridae
(6)Terdapat bintik mata dan 4 lobe pada bagian anterior...Dactylogyrus
Camallanus sp.
D
F
Klasifikasi Dactylogyrus sp. (Kabata, 1985):
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Monogenea
Famili : Dactylogyridae
Genus : Dactylogyrus
Kunci determinasi cacing parasit Diplectanum sp. Menurut Dana et al.,(1994):
(1)Bentuk tubuh pipih, lunak dan simetris bilateral...Platyhelminthes
(2)Tubuh tidak bersegmen, bentuk tubuh pipih sampai fusiform...Trematoda
(3)Ektoparasit, memiliki satu organ penempel posterior dengan satu pasang atau
lebih median hook beberapa marginal hook ...Monogenea
(4)Memiliki sepasang jangkar yang letaknya berjauhan ...4
(5)Memiliki alat pengait atau anchor... Dactylogyridae
(6)Memiliki squamodisc (pada bagian ventral dan dorsal) ...Diplectanum
Klasifikasi Diplectanum sp. (Carus, 1863):
Kingdom : Animalia
Kunci determinasi cacing parasit Camallanus sp. Menurut Dana et al.,(1994):
1) Bentuk tubuh silindris...Nemathelminthes
2) Tidak terdapat sucker, memiliki usus, tubuh tidak bersegmen, tubuh tidak
pipih...3
3) Tubuh memiliki ciri-ciri seperti diatas...Nematoda
4) Endoparasit esofagus ditemukan di usus ...Camallanoidea
5) Mulut memanjang secara dorsoventral, tanpa bibir, dan memiliki buccal
capsule yang dilapisi dengan kutikula yang tebal...Camallanidae
6) Memiliki buccal capsule yang terdiri dari dua katup masing-masing pada sisi
lateral, dan bagian dalam terdapat seperti batangan/ palang yang letaknya
membujur...Camallanus Klasifikasi dari Camallanus sp. :
4.3. Jumlah Cacing Parasitik yang Ditemukan Menyerang pada Organ Insang dan Saluran Pencernaan (Usus) Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa
Jumlah cacing parasitik yang ditemukan menyerang insang dan saluran
pencernan (usus) ikan bawal air tawar (C. macropomum) pada kolam budidaya di
Tanjung Morawa dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Jenis dan jumlah cacing parasit yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) ikan bawal air tawar (C.macropomum) umur 1-2 bulan pada kolam budidaya di Tanjung Morawa
Ikan Organ yang diperiksa (jenis dan jumlah parasit)
Dari Tabel 4.1. dapat dilihat dari 30 ikan bawal air tawar (C. macropomum) yang
diperiksa dari kolam budidaya di Tanjung Morawa ternyata semuanya positif
terinfeksi cacing parasitik. Jenis cacing parasitik yang ditemukan adalah
Dactylogyrus sp., Diplectanum sp. dan Camallanus sp. Cacing Dactylogyrus sp.
dan Diplectanum sp. ditemukan menyerang pada organ insang ikan sedangkan
Camallanus sp. ditemukan menyerang pada organ saluran pencernaan (usus) ikan. Dactylogyrus sp. dan Diplectanum sp. ditemukan menyerang pada organ insang
dikarenakan kedua cacing ini merupakan cacing ektoparasit yang hanya
ditemukan pada organ insang ikan sedangkan Camallanus merupakan cacing
endoparasit yang ditemukan pada saluran pencernaan (usus), gonad dan anus.
Menurut Sumiati dan Aryati (2009) Dactylogyrus sp. lebih dikenal dengan
istilah parasit insang, karena parasit ini hanya teramati pada bagian insang.
Menurut Rahayu (2009) Diplectanum sp. disebut juga cacing insang karena
habitat hidupnya terdapat pada insang ikan, serangan Dactylogyrus dan
Diplectanum pada organ insang dapat dilihat pada Gambar 4.4. (A, B, C dan D)
Gambar 4.4 Dactylogyrus dan Diplectanum menempel pada insang : Cacing
Dactylogyrus yang ditemukan pada organ insang ikan bawal (C. macropomum) pada kolam Budidaya Tanjung Morawa (A) Cacing Diplectanum yang ditemukan pada organ insangikan bawal (C. macropomum) pada kolam Budidaya Tanjung Morawa (B) Cacing Diplectanum (Rahayu, 2013) (C) dan Cacing Dactylogyrus
(Nurdiyanto dan Sumartono, 2006) (D)
Pada Gambar 4.4. (A dan D) dapat dilihat bahwa Dactylogyrus ditemukan pada
ikan kebanyakan terletak pada bagian pertengahan insang sedangkan Diplectanum
ditemukan menempel pada bagian ujung insang (Gambar 4.4. B dan C). Menurut
Schaperclaus (1992) lokasi penempelan Dactylogyrus pada insang berbeda-beda,
D. anchoraticus menempel pada pangkal insang, D. extensus menempel pada
pertengahan insang sedangkan D. vastor menempel pada ujung insang sehingga
kemungkinan besar spesies cacing yang ditemukan pada ikan bawal air tawar di
Tanjung Morawa adalah D. extensus karena menempel pada bagian pertengahan
insang. Pada Diplectanum memiliki lokasi penempelan yang berbeda-beda juga,
hasil penelitian Rahayu (2009) kesukaan penempelan parasit Diplectanum sp.
pada bagian distal lebih dominan dibandingkan dengan proximal. Kesukaan
penempelan parasit Diplectanum sp. pada inangnya kemungkinan berhubungan
dengan perkembangan dari parasit, reproduksi parasit serta mencari daerah yang
aman untuk tempat hidupnya (Anshary et al., 2001). Pada Tabel 4.1. ditemukan
cacing Camallanus menyerang pada bagian usus karena habitat utama dari cacing
endoparasit ini adalah di usus. Menurut Rigby et al., (1998) cacing ini merupakan
cacing endoparasit karena cacing ini ditemukan menyerang bagian organ dalam
tubuh inangnya.
Pada Tabel 4.1. Dactylogyrus sp. dan Diplectanum sp. ditemukan banyak
menyerang pada organ insang ikan dikarenakan insang berhubungan langsung
dengan lingkungan luar pada saat ikan bernapas sehingga memungkinkan
terjadinya infeksi suatu parasit. Menurut Kusmawan (2012) lapisan epitel insang
yang tipis dan berhubungan langsung dengan lingkungan luar menyebabkan
insang berpeluang besar terhadap infeksi penyakit. Pada Tabel 4.1. dapat dilihat
Dactylogyrus sp. menyerang seluruh ikan sedangkan Diplectanum sp. dan Camallanus sp. menyerang sebagian ikan. Hal ini disebabkan karena Dactylogyrus sp. berkembang biak sangat cepat dengan cara ovipar (bertelur)
yang dapat menghasilkan ±100 butir telur setiap individu serta perkembangan
telurnya hanya memerlukan waktu beberapa jam sampai dengan empat hari
(Amirullah et al., 2012).
Hal lain menyebabkan tingginya serangan Dactylogyrus yaitu jumlah total
ikan pada kolam. Menurut Irawan (2004) Dactylogyrus sp. sering menyerang ikan
di kolam yang kepadatannya tinggi dan juga ikan yang kurang makan selain itu
parasit Dactylogyrus dapat dengan mudah menginfeksi ikan bawal air tawar
bergerombol menjadi sarana infeksi paling efektif bagi cacing parasit untuk
menginfeksi ikan yang lainnya melalui perairan tercemar yang dapat menjadi
sumber infeksi cacing bagi ikan (Dogiel et al., 1961). Adanya infeksi
Dactylogyrus akan menyebabkan suatu penyakit yaitu dactylogyriasis, sedangkan
Diplectanum hanya menyerang beberapa ikan ini dikarenakan cacing Diplectaum
memiliki siklus hidup yang lama, dimana periode embrio berkisar 6-7 hari di suhu
20±2 0C, pembentukan spot mata akan muncul di hari ke-4 pada suhu 20±2 0C dan penetasan akan berlangsung pada hari ke-6 setelah deposisi kemudian proses
penetasan akan berlangsung ± 10-15 menit di pagi hari dan 1-2 jam setelah
matahari terbit (Abdel, et al., 2013).
Pada Tabel 4.1. Camallanus sp. hanya menginfeksi beberapa ikan atau
memiliki nilai infeksi terendah dari pada Dactylogyrus dan Diplectanum ini
dikarenakan Cammallanus berada pada organ dalam yaitu saluran pencernaan
(usus) ikan sehingga tidak menyebabkan kontak langsung dengan lingkungan luar.
Cacing ini merupakan cacing endoparasit yaitu cacing yang menyerang organ
dalam inangnya yang termasuk dalam Phylum Nemathelminthes, Kelas
Nematoda, Ordo Camallanoidea, Famili Camallanidae, Genus Camallanus, dan
spesies Camallanus carangis (Rigby et al., 1998).
Tabel 4.2. Jenis dan jumlah cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) ikan bawal air tawar (C. macropomum) umur 3-4 bulan pada kolam budidaya di Tanjung Morawa
Ikan Organ yang diperiksa (jenis dan jumlah parasit)
Insang n Usus n
Pada Tabel 4.2. dapat dilihat dari 10 ikan yang diperiksa ditemukan tiga
jenis cacing parasitik yang menyerang pada organ insang dan saluran pencernaan
(usus) yaitu Dactylogyrus sp., Diplectanum sp. dan Camallanus sp. Cacing
Dactylogyrus sp. dan Diplectanum sp. ditemukan menyerang pada organ insang
sedangkan Camallanus sp. menyerang bagian saluran pencernaan (usus). Cacing
Dactylogyrus dan Diplectanum termasuk cacing ektoparasit karena ditemukan
menyerang pada bagian permukaan tubuh inangnya yaitu insang sedangkan
cacing Camallanus termasuk cacing endoparasit karena menyerang pada bagian
dalam tubuh inang yaitu usus.
Menurut Wasito, et al (1999) ektoparasit merupakan parasit yang hidup
pada bagian luar tubuh inang. Organ yang diserang parasit ini adalah kulit, sirip,
rongga hidung, rongga mulut dan insang. Pada bagian insang parasit hanya
menempel serta merusak lamella insang ikan dan tidak masuk ke dalam pembuluh
darah insang sedangkan endoparasit merupakan parasit yang hidupnya atau
habitatnya pada organ tubuh bagian dalam inang. Organ yang merupakan tempat
hidup cacing endoparasit adalah mata, otot, daging, pembuluh darah, ginjal, hati,
dan alat pencernaan (usus).
Pada Tabel 4.2. Dactylogrus ditemukan menyerang seluruh ikan yang
diperiksa sedangkan Diplectanum dan Camallanus hanya ditemukan pada
beberapa ikan, tingginya serangan Dactylogyrus dapat disebabkan karena
keberhasilan Dactylogrus dalam menginfeksi ikan sehingga dapat menginfeksi
dalam jumlah yang tinggi dibandingkan parasit lainnya. Menurut Lasmiyati
(2008) kelimpahan ektoparasit pada ikan sebagai hospenya pada kolam budidaya
maupun di air sungai atau muara sungai disebabkan oleh keberhasilan stadium
bebas ektoparasit menginfeksi ikan dan mengembangkan responnya yang
ditunjukkan dengan besarnya intensitas serangan dan kelimpahan ektoparasit pada
ikan.
Menurut Utami dan Rokhmani (2010) tingkat mobilitas parasit
berpengaruh terhadap meningkatnya serangan parasit, dimana mobilitas parasit
dapat mempertinggi dan mempercepat penularan parasit pada ikan. Penularan
parasit dipengaruhi oleh tiga faktor yang harus dipenuhi, antara lain hospes
memberikan kondisiyang sesuai bagi perkembangan dan pertumbuhan parasit
serta parasit harus mampu mengatasi secara langsung setiap respon hospes yang
ditimbulkannya. Faktor lain yang mempengaruhi keberadaan parasit yaitu sistem
pertahanan tubuh ikan/sistem imunitas. Ikan memiliki sistem pertahanan tubuh
yang berbeda, sehingga parasit tidak dapat menyerang ikan. Menurut Kamiso
(2001) ikan memiliki suatu sistem pertahanan tubuh untuk melawan berbagai
macam serangan penyakit. Menurut Nurdiyanto dan Sumartono (2006) tingkat
imunitas atau ketahanan tubuh suatu hospes akan berpengaruh terhadap distribusi
suatu parasit. Semakin tinggi tingkat imunitas suatu hospes maka parasit akan
sulit menginfeksi, sehingga pada Tabel 4.2. dapat dilihat cacing Camallanus
hanya ditemukan sedikit menyerang pada ikan dikarenakan sistem imunitas yang
dimiliki ikan berbeda-beda.
Tabel 4.3. Jenis dan jumlah cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) ikan bawal air tawar (C. macropomum) umur 5-6 bulan pada kolam budidaya di Tanjung Morawa
Ikan Organ yang diperiksa (jenis dan jumlah parasit)
Insang n Usus n
Keterangan : n= Jumlah parasit yang menginfeksi ikan
Pada Tabel 4.3. ditemukan tiga jenis cacing parasitik pada organ insang
dan saluran pencernaan ikan bawal air tawar (C. macropomum). Cacing yang
ditemukan adalah Dactylogyrus sp., Diplectanum sp. dan Camallanus sp. Cacing
Dactylogyrus sp. dan Diplectanum sp. ditemukan pada organ insang sedangkan Camallanus pada organ saluran pencernaan (usus). Dactylogyrus memiliki tingkat