• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur Buaya (Citrus medica L.) Secara GC-MS dan Uji Antioksidan Dengan Metode DPPH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur Buaya (Citrus medica L.) Secara GC-MS dan Uji Antioksidan Dengan Metode DPPH"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI KULIT JERUK

TELUR BUAYA (Citrus medica L.) SECARA GC-MS DAN UJI

ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH

SKRIPSI

GRIGNARD NATANAEL SILALAHI

120822013

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI KULIT JERUK

TELUR BUAYA (Citrus medica L.) SECARA GC-MS DAN UJI

ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

GRIGNARD NATANAEL SILALAHI

120822013

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Analisis komponen kimia minyak atsiri kulit jeruk

telur buaya (Citrus medica L.) secara GC-MS dan uji antioksidan dengan metode DPPH

Katagori : Skripsi

Nama : Grignard Natanael Silalahi

Nomor Induk Mahasiswa : 120822013

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Dapartemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Juni 2015

Komisi Pembimbing

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Lamek Marpaung, M.Phil,Ph.D Drs. Albert Pasaribu,M.Sc

NIP. 195208281982031001 NIP.196408101991031002

Disetujui Oleh

Dapartemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI KULIT JERUK

TELUR BUAYA (Citrus medica L.) SECARA GC-MS DAN UJI

ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa ini adalah hasil karya saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan

dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2015

Grignard Natanael Silalahi

(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi segalanya dan juga memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana sains di Fakultas MIPA USU. Adapun judul skripsi ini adalah “ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI KULIT JERUK TELUR BUAYA (Citrus medica L.)SECARA GC-MS DAN UJI ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH.

Ada pun rasa terima kasih yang ingin penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Bapak Dr. Darwin Yunus, MS selaku Ketua Bidang Kimia Ekstensi FMIPA USU. 4. Bapak Drs. Albert Pasaribu,M.Sc selaku pembimbing 1 dan kepada Bapak

Dr. Lamek Marpaung, M.Phil,Ph.D selaku pembimbing ke 2 yang telah meluangkan waktu selama penulis melakukan penelitian dan memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

5 Bapak dan Ibu Staf pengajar FMIPA USU serta pegawai Departemen Kimia FMIPA USU.

6. Sahabat-sahabat penulis Novita Marpaung, Juwita, William, Echo, Trisno, Renal, Sony, Yusven, Martina, Yulia, Ria, Adelia, Echa, Bebes, Imar, Tumiar, Ida, Elvi serta rekan-rekan mahasiswa khususnya Kimia Ekstensi 2012 yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu- persatu

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kedua orang tua tercinta Ayahanda Drs.Haposan Silalahi dan Ibunda Hulda Sihombing serta saudara penulis Roy Sondi Silalahi, Florence Silalahi dan Fito Silalahi yang telah memberikan semangat serta perhatian yang cukup besar selama masa penyelesaian skripsi ini dan perkuliahan penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatsan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan.

(6)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI KULIT JERUK TELUR BUAYA (Citrus medica L.) SECARA GC-MS DAN UJI

ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH

ABSTRAK

Minyak atsiri kulit jeruk telur buaya(Citrus medica L) telah diisolasi dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Sthal. Kulit jeruk telur buaya dihidrodestilasi selama ±4-5 jam menghasilkan minyak atsiri 0,3064% (b/b). Komponen kimia minyak atsiri kulit jeruk telur buaya dianalisis menggunakan GC-MS menunjukkan ada 14 senyawa dimana komponen utamanya adalah 1-limonene (70,46%). Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil).Nilai IC50 yaitu

873,39g/L.

(7)

ANALYSIS OF THE RIND OF JERUK TELUR BUAYA (Citrus medica L.) ESSENTIAL OIL COMPONENTS WITH GC-MS

AND TEST DPPH ANTIOXIDANT METHOD

ABSTRACT

Essential oils of the rind of jeruk telur buaya (Citrus medica L) has been isolated with hydrodestillation method using Stahl. It hydrodestilled for ± 4-5 hours to produce essential oil 0.3064% (w/w). The chemical components of essential oil of rind of jeruk telur buaya were analyzed by GC-MS showed there are 14 compounds in which the main components are 1-limonene (70,46%). Antioxidant activity test has been done with DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil) method with IC50 values 873.39

mg/L.

(8)

DAFTAR ISI

1.3. Pembatasan Masalah 2

1.4. Tujuan Penelitian 2

1.5. Manfaat Penelitian 2

1.6. Lokasi Penelitian 3

1.7. Metodologi Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Jeruk Telur Buaya (Citrus medica L.) 4

2.2. Minyak Atsiri 5

2.2.1. Komposisi Minyak Atsiri 6

2.2.2. Biosintesa Minyak Atsiri 7

2.2.3. Metode Isolasi 11

2.3. Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri dengan GC-MS 13

2.3.1. Kromatografi Gas 14

2.3.2. Spektroskopi Massa 16

2.4. Antioksidan 19

2.4.1. Pengertian Antioksidan 19

2.4.2. Pengolongan Antioksidan 20

2.4.3. Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan 21

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat 22

(9)

3.3. Prosedur Penelitian 23

3.3.1. Penyediaan Sampel 23

3.3.2. Isolasi Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur Buaya dengan 23 Alat Destilasi Stahl

3.3.3. Analisis Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur Buaya 23 dengan GC-MS

3.3.4. Uji Antioksidan Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur Buaya 24 Dengan Metode DPPH

3.3.4.1. Pembuatan Larutan DPPH 0.3 mM 24

3.3.4.2. Pembuatan Variasi Konsentrasi Minyak 25 Atsiri Kulit Jeruk Telur Buaya

3.3.4.3. Uji Aktivitas Antioksidan 25

3.3.4.3.1 Larutan Blanko 25

3.3.4.3.2 Uji Aktivitas Antioksidan 25

Kulit Jeruk Telur Buaya

3.4. Bagan Penelitian 26

3.4.1. Isolasi Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur Buaya 26 Dengan Destilasi Stahl

3.4.2. Uji Sifat Antioksidan Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur 27 Dengan Metode DPPH

3.4.2.1. Pembuatan Larutan DPPH 0.3 mM 27

3.4.2.2. Pembuatan Variasi Konsentrasi Minyak Atsiri 28

3.4.2.3. Uji Aktivitas Antioksidan 29

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 30

4.1.1. Penentuan Kadar Minyak Atsiri 30

4.1.2. Hasil Analisa dengan GC-MS 30

4.1.3. Hasil Uji Antioksidan Minyak Atsiri Kulit Jeruk 33 Telur Buaya

4.2. Pembahasan 34

4.2.1. Minyak Atsiri dari Hasil Destilasi dengan Alat Stahl 34 4.2.2. Analisis Spektrum Massa Minyak Atsiri Kulit Jeruk 34

Telur Buaya

4.2.3. Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri 45

Kulit Jeruk Telur Buaya

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 47

5.2. Saran 47

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

Tabel 4.1. Minyak Atsiri daun jeruk telur buaya yang 30

diperoleh dengan Metode hidrodestilasi

Tabel 4.2. Hasil Analisis GC-MS minyak atsiri kulit jeruk telur 32 buaya sesuai dengan standart Library Wiley

Tabel 4.3. Senyawa utama Hasil Analisa GC-MS minyak atsiri 32 kulit jeruk telur buaya

Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Absorbansi Minyak Atsiri kulit jeruk 33 telur buaya

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1. Tumbuhan Jeruk Telur Buaya 4

Gambar 2.2. Biosintesisa Terpenoid 9

Gambar 2.3. Perubahan senyawa monoterpen 10

Gambar 2.4. Reaksi biogenesis beberapa seskuiterpena 11

Gambar 2.5. Diagram sebuah spektrometer massa 17

Gambar 2.6. Diagram sebuah spektrometer massa 21

Gambar 2.7. Mekanisme Penghambatan Radikal DPPH 21

Gambar 4.1. Kromatogram Hasil Analisa GC-MS minyak atsiri 31 kulit jeruk telur buaya

Gambar 4.2. Grafik aktivitas antioksidan minyak atsiri kulit jeruk 33 telur buaya

Gambar 4.3. Spektrum massa senyawa 1-Limonen 35

Gambar 4.4. Pola Fragmentasi Senyawa 1-Limonen 36

Gambar 4.5. Senyawa Z-Citral 37

Gambar 4.6. Pola Fragmentasi Senyawa Z-Citral 38

Gambar 4.7. Senyawa beta-Myrcene 39

Gambar 4.8. Pola Fragmentasi Senyawa beta-Myrcene 40

Gambar 4.9. Reaksi DPPH dengan turunan fenol 41

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1. Taksonomi Tumbuhan Jeruk Telur Buaya dari 50

Herbarium Bogoriense LIPI Bogor

Lampiran 2.1 Pohon Jeruk Telur Buaya 51

Lampiran 2.2 Buah Jeruk Telur Buaya 51

Lampiran 3. Gambar Alat Stahl 52

Lampiran 4. Grafik % Peredaman Vs Konsentrasi (ppm) 53

Lampiran 5. Pembuatan Variasi Konsentrasi Minyak Atsiri Jeruk 54 Telur Buaya

Lampiran 6. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Kulit 55 Jeruk Telur Buaya

Lampiran 7. Perhitungan IC50 Minyak Atsiri 56

Lampiran 8. Pembuatan Larutan DPPH 0,3mM 57

(13)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI KULIT JERUK TELUR BUAYA (Citrus medica L.) SECARA GC-MS DAN UJI

ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH

ABSTRAK

Minyak atsiri kulit jeruk telur buaya(Citrus medica L) telah diisolasi dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Sthal. Kulit jeruk telur buaya dihidrodestilasi selama ±4-5 jam menghasilkan minyak atsiri 0,3064% (b/b). Komponen kimia minyak atsiri kulit jeruk telur buaya dianalisis menggunakan GC-MS menunjukkan ada 14 senyawa dimana komponen utamanya adalah 1-limonene (70,46%). Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil).Nilai IC50 yaitu

873,39g/L.

(14)

ANALYSIS OF THE RIND OF JERUK TELUR BUAYA (Citrus medica L.) ESSENTIAL OIL COMPONENTS WITH GC-MS

AND TEST DPPH ANTIOXIDANT METHOD

ABSTRACT

Essential oils of the rind of jeruk telur buaya (Citrus medica L) has been isolated with hydrodestillation method using Stahl. It hydrodestilled for ± 4-5 hours to produce essential oil 0.3064% (w/w). The chemical components of essential oil of rind of jeruk telur buaya were analyzed by GC-MS showed there are 14 compounds in which the main components are 1-limonene (70,46%). Antioxidant activity test has been done with DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil) method with IC50 values 873.39

mg/L.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah

Indonesia sudah dikenal oleh sebahagian masyarakat. Bahkan beberapa jenis tanaman

minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang,

kulit, daun, buah atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah

menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma

tanaman yang menghasilkan dan umumnya larut dalam perarut organik (Lutony,

1994).

Ditinjau dari segi kimia fisika, minyak atsiri hanya mengandung dua golongan

senyawa, yaitu oleoptena dan stearoptena. Oleoptena adalah bagian hidrokarbon di

dalam minyak atsiri dan berwujud cairan. Umumnya senyawa golongan oleoptena ini

terdiri dari senyawa monoterpena, sedangkan stearoptena adalah senyawa hidrokarbon

teroksigenasi yang umumnya berwujud padat. Stearoptena ini umumnya terdiri atas

senyawa turunan oksigen dari terpena.

Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan

biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Beberapa tipe senyawa organik

mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol, oksidasi, ester,

aldehida, dan eter. (Agusta,2000)

Jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman tahunan berasal dari Asia Tenggara,

terutama Cina. Sejak ratusan tahun yang lampau, tanaman ini sudah terdapat di

(16)

Citrus medica adalah sebuah spesies jeruk yang umumnya memiliki kulit tebal

dan bagian dalam yg kecil-kecil. Asalnya, pohon ini berasal dari Asia tenggara. Saat

ini banyak tumbuh di Sisilia, Maroko,Crete, Corsica, juga di Puerto Rico. Pohon ini

dapat tumbuh hingga 3 meter (Jones, 1992).

Penelitian terdahulu terhadap tumbuhan kulit jeruk yang memiliki kesamaan

genus dengan jeruk telur buaya dapat dilihat sebagai berikut:

- Kurnia Nirmala Tanjung dkk telah melakukan penelitian terhadap uji efektivitas

ekstrak kulit lemon (Citrus medica limonum) terhadap daya hambat pertumbuhan

Aeromona hydrophila secara in vitro (Nirmala dkk,2008).

Berdasarkan hasil penulusuran studi kepustakaan diperoleh informasi bahwa

penelitian komponen minyak atsiri kulit jeruk telur buaya masih terbatas, oleh sebab

itu peneliti tertarik untuk menganalisis komponen kimia minyak atsiri kulit jeruk telur

buaya secara gas chromatography – mass spectrometry (GC-MS) dan uji antioksidan dengan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil).

1.2. Permasalahan

1. Komponen utama senyawa kimia minyak atsiri apa sajakah yang terkandung dari

tanaman jeruk telur buaya secara GC-MS.

2. Bagaimanakah sifat antioksidan minyak atsiri kulit jeruk telur buaya.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan komponen kimia minyak atsiri yang terkandung didalam jeruk

telur buaya dengan analisis GC-MS.

2. Untuk menguji aktivitas antioksidan dari minyak atsiri jeruk telur buaya dengan

metode DPPH.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di bidang kimia organik bahan

alam mengenai kimia minyak atsiri serta memberi informasi tentang sifat antioksidan

(17)

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian untuk isolasi minyak atsiri dengan metode hidrodestilasi stahl dilakukan di

Laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA USU Medan, untuk analisis GC-MS

dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM Yogyakarta, untuk uji

aktifitas antioksidan minyak atsiri dilakukan di salah satu perusahaan swasta di kota

Medan, untuk uji taksonomi tumbuhan jeruk telur buaya dilakukan di LIPI Bogor.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimen laboratorium. Kulit jeruk telur buaya

yang diperoleh dari desa Salang Baru, Kota Kuta Cane, Kecamatan Aceh Tenggara,

dipotong kecil kecil lalu dikering-anginkan dan diisolasi melalui proses hidrodestilasi

dengan alat Stahl kemudian minyak yang diperoleh dianalisis komponen kimianya

menggunakan alat GC-MS, dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Jeruk Telur Buaya

Berdasarkan taksonominya, tumbuhan jeruk telur buaya termasuk dalam :

Kingdom : Magnoliophyta

Devisi : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Rutaceae

Genus : Citrus

Species : Citrus medica L

Nama Lokal : Jeruk Telur Buaya (LIPI Bogor, 2014).

(19)

Citrus medica adalah sebuah spesies jeruk yang umumnya memiliki kulit tebal

dan bagian dalam yg kecil-kecil. Asalnya, pohon ini berasal dari Asia tenggara. Saat

ini banyak tumbuh di Sisilia, Maroko,Crete, Corsica, juga di Puerto Rico. Pohon ini

dapat tumbuh hingga 3 meter. Sedangkan buahnya dapat mencapai diameter 25 cm

dan berat hingga 4 kg. Bulir dari buah ini jarang dimanfaatkan. Kulitnya banyak

digunakan sebagai bahan tambahan untuk memasak. Kulit tersebut juga dapat dibuat

menjadi selai, juga nenbuat minyak nabati (Jones, 1992).

2.2. Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau disebut juga minyak eteris adalah minyak yang bersifat mudah

menguap, yang terdiri dari campuran zat yang mudah menguap, dengan komposisi

dan titik didih yang berbeda-beda.

Pada mulanya istilah minyak atsiri atau minyak eteris adalah istilah yang

digunakan untuk minyak mudah menguap dan diperoleh dari tanaman dengan cara

penyulingan uap. Definisi ini, dimaksudkan untuk membedakan minyak/lemak dengan

minyak atsiri yang berbeda tanaman penghasilnya. Definisi ini akan lebih lengkap jika

kedalam kelompok ini dicantumkan pula minyak yang mudah menguap dengan

metode ekstaksi yaitu dengan cara menggunakan penyulingan uap (Guenther, 2006).

Ditinjau dari sumber alami minyak atsiri, substansi mudah menguap ini dapat

dijadikan sebagai ciri khas dari suatu jenis tumbuhan karena setiap tumbuhan

menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang berbeda. Dengan kata lain, setiap

jenis tumbuhan menghasilkan minyak atsiri yang spesifik. Memang ada beberapa

minyak atsiri yang memiliki aroma yang mirip, tetapi tidak persis sama, dan sangat

tergantung pada komponen kimia penyusun minyak tersebut (Agusta, 2000).

Istilah essensial dipakai pada minyak atsiri karena minyak atsiri mewakili dari

bau tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemaran, minyak

atsiri umumnya tidak berwarna. Namun pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat

teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap).

Untuk mencegah supaya tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindungi dari

pengaruh cahaya, misalnya disimpan dalam bejana gelas yang gelap. Bejana tersebut

(20)

dengan oksigen udara, ditutup rapat serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk

(Gunawan dan Mulyani, 2004).

Minyak yang terdapat di alam terbagi menjadi 3 golongan yaitu minyak

mineral (mineral oil), minyak nabati dan hewani yang dapat dimakan (edible fat) dan

minyak atsiri (essential oil). Dalam tanaman, minyak atsiri mempunyai 3 fungsi,

yaitu:

1. membuat proses penyerbukan dengan menarik jenis serangga atau hewan,

2. mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan dan

3. sebagai cadangan makanan dalam tanaman.

Minyak atsiri dalam industri digunakan untuk pembuatan kosmetik, parfum,

antiseptik, obat-obatan “flavoring agent”dalam bahan pangan atau minuman dan sebagai pencampur rokok kretek (Ketaren, 1985).

Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar,

batang, kulit, daun, bunga, buah, biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain

mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan

aroma tanaman yang menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik.

Istilah yang digunakan untuk menyebut minyak atisri misalnya dalam bahasa inggris

disebut essential oil, ethereal oils dan volatile oil (Lutony, 1994)

2.2.1. Komposisi Minyak Atsiri

Pada umumnya variasi komposisi minyak atsiri disebabkan oleh perbedaan jenis

tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode

ekstraksi yang dipergunakan dan cara penyimpanan minyak (Ketaren, 1985).

Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia

yang terbentuk dari unsur carbon (C) , hidrogen (H), oksigen (O) serta beberapa

persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan belerang (S). Pada

umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri dibagi 2 golongan yaitu :

1. Golongan hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan hidrokarbon terbentuk dari unsur hidrogen (H)

dan carbon (C). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam alam dan minyak atsiri

(21)

diterpen (4 unit isoprene) dan politerpen serta paraffin, olefin dan hidrokarbon

tidak jenuh umumnya tersusun dari terpen. Komponen lainnya terdiri dari

persenyawaan fenol, asam organik yang terikat dalam bentuk ester misalnya

lakton,kumarin dan turunan furan misalnya quinines.

Pada umumnya sebagian besar minyak atsiri terdiri dari campuran

persenyawaan golongan hidrokarbon dan oxygenated hidrocarbon. Disamping itu

minyak atsiri mengandung resin dan lilin dalam jumlah kecil yang merupakan

komponen tidak dapat menguap (Ketaren, 1985).

2.2.2. Biosintesis Minyak Atsiri

Berdasarkan proses biosintesisnya atau pembentukan komponen minyak atsiri di

dalam tumbuhan, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan

pertama adalah turunan terpena yang terbentuk dari asam asetat melalui jalur

biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang terbentuk

dari biosintesis asam sikimat melalui jalur fenil propanoid (Agusta, 2000). Mekanisme

dari tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid yaitu asam asetat yang telah diaktifkan

oleh koenzim A melalui kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat.

Senyawa yang dihasilkan ini dengan koenzim A melakukan kondensasi sejenis aldol

menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat.

Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi

menghasilkan IPP (Isopentenil Pirofosfat) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi

DMAPP (Dimetilalil Pirofosfat) oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isoprene aktif

bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan

langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid.

Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap

(22)

pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara

bagi semua senyawa monoterpen.

Sintesa terpenoid sangat sederhana sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi

organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi

selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP, dan GGPP untuk menghasilkan senyawa

-senyawa terpenoid satu per satu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder

pula. Reaksi –reaksi sekunder ini lazimnya addalah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam

suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi, dan

sebagainya. Berikut ini adalah reaksi biosintesa terpenoid dapat dilihat pada gambar

2.2.

CH3-C-SCoA

Asetil koenzim A Asetoasetil koenzim A

+ CH3-C-SCoA

O

CH3-C-SCoA

O O O O

(23)

OH O

Dimetilalil pirofosfat (DMAPP) Isopentenil pirofosfat (IPP) CH3-C=CH-CH2-OPP

Gambar 2.2. Biosintesisa Terpenoid (Achmad, 1986)

Untuk menjelaskan hal diatas dapat diambil beberapa contoh monoterpen. Dari

segi biogenetik, perubahan geraniol, nerol, dan linalool dari satu menjadi yang lain

berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini, yang berasal dari

(24)

misalnya dehidrasi menghasilkan mirsena, oksidasi menjadi sitral dan oksidasi reduksi

menghasilkan sitronelal.

Berikut ini contoh perubahan senyawa monoterpen

CH2OH

Gambar 2.3. Perubahan senyawa monoterpen (Achmad, 1986).

Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farsenil pirofosfat dan

trans-farsenil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya. Kedua

isomer farsenil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti

isomerisasi antara geraniol dan nerol.

(25)

OH

Gambar 2.4 Reaksi biogenesis beberapa seskuiterpena (Achmad, 1986).

2.2.3. Metode Isolasi

Destilasi dapat didefinisikan sebagai cara penguapan dari suatu zat dengan perantara

uap air dengan proses pengembunnan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Destilasi

merupakan metode yang paling berfungsi untuk menghasilkan dua zat yang berbeda,

tetapi tergantung beberapa faktor, termasuk juga perbedaan tekanan uap air (bekaitan

dengan perbedaan titik didihnya) dari komponen-komponen tersebut. Destilasi

melepas uap air pada sebuah zat yang tercampur kaya dengan komponen yang mudah

(26)

Dalam tanaman Minyak Atsiri, terdapat dalam kelenjar minyak atau pada bulu

- bulu kelenjar. Minyak Atsiri hanya akan keluar setelah uap menerobos jaringan -

jaringan tanaman yang terdapat dalam permukaan Proses difusi berlangsung sangat

lambat, maka untuk mempercepat proses difusi sebelum melakukan penyulingan

terlebih dahulu bahan tanaman harus diperkecil dengan cara dipotong - potong atau

digerus. Pemotongan atau penggerusan merupakan upaya untuk mengurangi ketebalan

bahan hingga difusi terjadi. Peningkatan difusi akan mempercepat penguapan dan

penyulingan minyak atsiri. Peristiwa terpenting yang terjadi dalam proses penyulingan

dengan metode hidrodestilasi ini adalah terjadinya difusi minyak atsiri dan air panas

melalui membran bahan yang disuling, terjadinya hidrolisa terhadap beberapa

komponen minyak atsiri dan terjadinya dekomposisi yang disebabkan oleh panas

(Guenther, 1987).

Beberapa jenis bahan tanaman sumber minyak atsiri perlu dirajang terlebih

dahulu sebelum disuling. Hal ini untuk memudahkan proses penguapan minyak yang

terdapat didalamnya karena perajangan ini menyebabkan kelenjar minyak dapat

terbuka selebar mungkin. Tujuan lainnya agar minyak menjadi lebih tinggi dan waktu

penyulingan lebih singkat (Lutony, 1994).

Adapun metode-metode penyulingan minyak atsiri dapat dibagi menjadi :

1. Penyulingan dengan air

Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung

dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung diatas air atau terendam secara

sempurna, tergantung berat jenis dan bahan yang disuling. Ciri khas model ini yaitu

adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu sering disebut

penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan

banyaknya mutu minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan

mutu minyak yang diperoleh.

2. Penyulingan dengan uap

Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada

prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja air penghasil

uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan

berupa uap jenuh atau uap lewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer.

(27)

Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan diatas rak

-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai

permukaan tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu

dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahkan tanaman yang disuling

hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony, 1994).

Sistem penyulingan ini baik digunakan untuk mengekstraksi minyak dari

biji-bijian,akar dan kayu-kayuan yang umumnya mengandung komponen minyak yang

bertitik didih tinggi dan tidak baik dilakukan terhadap bahan yang mengandung

minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan dan air (Ketaren, 1985).

2.3. Analisis Komponen Kimia Minyak atsiri dengan GC-MS

GS-MS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua

metode analisa senyawa yaitu Kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah

senyawa secara kuantitatif dan Spektrometri massa (MS) untuk mengetahui massa

molekul relatif dan pola frakmentasi senyawa yang dianalisis (Pavia at al, 2001).

Analisa komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit karena

minyak atsiri mengandung campuran senyawa dan sifatnya yang mudah menguap

pada suhu kamar. Setelah ditemukan Kromatografi Gas (GC), kendala dalam analisis

komponen minyak atsiri mulai dapat diatasi. Pada penggunaan GC, efek penguapan

dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi

instrumentasi yang pesat akhirnya dapat menghasilkan suatu alat yang merupakan

gabungan dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi saling

melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometer massa.

Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai campuran komponen dalam

sampel sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing

komponen yang telah dipisahkan pada kromatografi gas (Agusta, 2000).

2.3.1. Kromatografi Gas

Kromatografi gas merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada

tahun 1950-an. Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan

(28)

gas anorganik dalam suatu campuran (Rohman, 2009). Dalam kromatografi gas, fase

bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai

dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan

titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya

(Khopkar, 2003).

Dalam teknik kromatografi, semua pemisahan tergantung pada gerakan relatif

dari masing-masing komponen diantara fase tersebut. Senyawa atau komponen yang

tertahan (terhambat) lebih lemah oleh fase diam akan bergerak lebih cepat dari pada

komponen yang tertahan lebih kuat. Perbedaan gerakan antara komponen yang satu

dengan yang lainnya disebabkan oleh perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan

atau penguapan diantara kedua fase. Jika perbedaan-perbedaan ini cukup besar, maka

akan terjadi pemisahan secara sempurna (Yazid, 2005). Instrumentasi dari alat GC

antara lain :

1. Gas pembawa

Gas pembawa yang paling sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen

(N2), hidrogen (H2), dan karbondioksida (CO2). Keuntungannya adalah karena semua

gas ini tidak reaktif dan dapat dibeli dalam keadaaan murni dan kering yang dikemas

dalam tangki tekanan tinggi. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang

dipakai. Gas pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain harus inert

(tidak bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam kolom), murni dan

mudah diperoleh (Agusta, 2000).

2. Sistem injeksi

Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efisien. Pada

dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu :

a. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan

menguap dalam injektor yang panas dan 100% sampel masuk menuju kolom.

b. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan

dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.

c. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua sampel

diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup

(29)

d. Injeksi langsung ke kolom (on column injecton), yang mana ujung sempit

dimasukkan langsung ke dalam kolom (Rohman, 2009).

3. Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya pemisahan karena di dalamnya terdapat fase

diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas.

Ada 3 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas (pecking column), kolom

kapiler (capillary column) dan kolom preparatif (preparative column) (Roman, 2009).

Pipa kolom dapat dibuat dari tembaga, baja nirkarat, alumunium, dan kaca yang

berbentuk lurus, lengkung atau melingkar (Mcnair dan Bonelli, 1998).

4. Fase Diam

Fase diam disapukan pada permukaan dalam medium, seperti tanah diatom dalam

kolom atau dilapiskan pada dinding kapiler. Berdasarkan bentuk fisiknya, fase diam

umum digunakan pada kolom adalah fase diam padat dan fase diam cair. Berdasarkan

sifatnya fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, sedikit polar,

setengah polar (semi polar) dan sangat polar. Berdasarkan sifat minyak atsiri yang non

polar sampai sedikit polar, untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom

dalam fase diam bersifat sedikit polar. Jika dalam analisis minyak atsiri digunakan

kolom yang lebih polar, sejumlah puncak yang dihasilkan menjadi lebar (lebih tajam)

dan sebagai puncak tersebut juga membentuk ekor. Begitu juga dengan garis dasarnya

tidak rata dan terlihat bergelombang. Bahkan kemungkinan besar komponen yang

bersifat tidak akan terdeteksi sama sekali (Agusta, 2000).

5. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis kromatografi

gas dan spektrometri massa. Umumnya yang sangat menentukan adalah pengaturan

suhu injektor dan kolom. Kondisi analisis yang cocok sangat bergantung pada

(30)

6. Detektor

Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase

gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada

kromatografi gas adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas

pembawa dan komponen-komponen didalamnya menjadi sinyal elektroinik. Sinyal

elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kuatitatif terhadap

komponen-komponen yang terpisah diantara fase diam dan fase gerak (Roman, 2009).

2.3.2. Spektroskopi Massa

Pengunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektroskopi massa. Paduan

keduanya dapat menghasilkan data lebih akurat dalam mengidentifikasi senyawa yang

dilengkapi dengan struktur molekulnya (Pavia, 2006).

Spektroskopi massa mampu menghasilkan berkas ion dari suatu zat uji,

memilah ion tersebut menjadi spektrum yang sesuai dengan perbandingan massa

terhadap muatan dan merekam kelimpahan relatif tiap jenis ion yang ada (Pavia at al,

2001). Dalam alat spektroskopi massa sampel dimasukkan, diuapkan dan diumpankan

dalam suatu aliran yang berkesinambungan kedalam kamar pengionan. Kamar

pengionan (serta instrumentasi keseluruhan) dijaga agar tetap dalam keadaan vakum

untuk meminimalkan tabrakan dan reaksi antara radikal, molekul udara dan lain-lain.

Didalam kamar ini, sampel melewati suatu aliran elektron berenergi tinggi, yang

menyebabkan ionisasi beberapa molekul sampel menjadi ion-ion molekul. Setelah

terbentuk, semua ion molekul dapat mengalami fragmentasi dan penataan ulang.

Proses-proses ini berjalan sangat cepat. Partikel yang berumur panjang dapat dideteksi

oleh pengumpul ion dan hanya produk-produk fragmentasinya yang menunjukkan

peak (Fessenden,1986).

Setelah radikal-radikal ion dan partikel-partikel lain itu terbentuk, mereka

diumpankan melewati dua elektroda, lempeng percepatan ion, yang mempercepat

partikel bermuatan positif. Dari lempeng percepatan, partikel bermuatan positif

menuju ke tabung analisator, dimana partikel-partikel ini dibelokkan oleh medan

magnet sehingga lintasannya melengkung.

Jari-jari lintasan melengkung bergantung pada kecepatan partikel, yang pada

(31)

partikel. Pada kuat medan dan voltase yang sama, partikel dengan m/e tinggi akan

memiliki jari-jari yang lebih besar, sedangkan yang m/e nya rendah akan mempunyai

jari-jari yang lebih kecil.

Gambar 2.5. Diagram sebuah spektrometer massa

Arus uap dari pembocor molekul masuk kedalam kamar pengionan ditembak

pada kedudukan tegak lurus oleh berkas elektron yang dipancarkan dari filament

panas. Satu dari proses yang disebabkan oleh tabrakan tersebut adalah ionisasi dari

molekul yang berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan terbebtuk ion molekul

bermuatan positif. Karena molekul senyawa organik mempunyai elektron berjumlah

genap maka proses pelepasan satu elektron menghasilkan ion radikal yang

mengandung satu elektron tidak berpasangan.

+

- 2e M

M

+e

Proses lain, molekul yang berupa uap tersebut menangkap sebuah electron

membentuk ion radikal bermuatan negatif dengan kemungkinan terjadi jauh lebih

kecil dari pada ion radikal bermuatan positif (Sudjadi, 1985).

Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk :

1. Menentukan massa suatu molekul

2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresulusi

Tinggi (High Resolution Mass Spectra )

(32)

Ketika uap suatu senyawa dilewatkan dalam ruang ionisasi spektrometer

massa, maka zat ini dibombardir atau ditembak dengan elektron. Elektron ini

mempunyai energi yang cukup untuk melemparkan elektron dalam senyawa sehingga

akan memberikan ion positif, ion ini disebut dengan ion molekul (M+). Ion molekul

cenderung tidak stabil dan terpecah menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil.

Frgamen-fragmen ini yang akan menghasilkan diagram batang (Dachriyanus, 2004).

Spektrometer mampu menganalisa cuplikan yang jumlahnya sangat kecil dan

menghasilkan data yang berguna mengenai struktur dan identitas senyawa organik.

Jika efluen dari kromatografi gas diarahkan ke spektrometer massa, maka informasi

mengenai struktur untuk masing-masing puncak pada kromatogram dapat diperoleh,

karena laju aliran yang rendah dan ukuran cuplikan yang kecil, cara ini paling mudah

diterapkan pada kolom kromatografi gas dan terkromatografi sehingga semua

komponennya terpisah. Spektrum massa diukur secara otomatis pada selang waktu

tertentu atau pada maksimum atau tengah-tengah puncak ketika keluar dari kolom.

Kemudian data disimpan didalam komputer, dan dari padanya dapat diperoleh hasil

kromatogram disertai integrasi semua puncak. Disamping itu, kita dapat memperoleh

spektrum massa masing-masing komponen. Spektrum ini dapat dipakai pada

identifikasi senyawa yang pernah diketahui dan sebagai sumber informasi struktur dan

bobot molekul senyawa baru (Gritter, 1991).

2.4. Antioksidan

2.4.1. Pengertian Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau reduktan.

Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu mengaktivasi

berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal.

Antioksidan dapat diperoleh,

1. Dari luar tubuh (eksogen) dengan cara melalui makanan dan miuman yang

(33)

2. Dari dalam tubuh (endogen) yakni dengan enzim superoksida dismutasi (SOD),

gluthatione, perxidasi dan katalase yang diperoduksi oleh tunuh sebagai

antioksidan ( Kosasih, 2004)

Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah

berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh membutuhkan

antioksidan eksogen. Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek samping yang

belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami alternatif

yang sangat dibutuhkan (Sunarni, 2005).

Senyawa antioksidan memengang peranan penting dalam pertahanan tubuh

terhadap perubahan buruk yang disebabkan radikal bebas. Radikal bebas diketahui

dapat menginduksi penyakit kanker, arteriosklerosis dan penuaan, disebabkan oleh

kerusakan jaringan karena oksidasi.

Radikal bebas adalah merupakan atom atau gugus atom apa saja yang

memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan. Karena jumlah elektron ganjil,

maka tidak semua elektron dapat berpasangan sehingga bersifat sangat reaktif. Jika

jumlahnya sedikit, radikal bebas dapat dinetralkan oleh sistem enzimatik tubuh,

namun jika berlebih akan memicu efek patologis Radikal bebas merupakan

merupakan agen pengoksidasi kuat yang dapat merusak sistem pertahanan tubuh

dengan akibat kerusakan sel dan penuaan dini karena elektron yang tidak berpasangan

selalu mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi, Protein lipida dan

DNA dari sel manusia yang sehat lah merupakan sumber pasangan elektron yang baik

(Kosasih, 2004).

2.4.2. Pengolongan Antioksidan

Berkaitan dengan fungsinya, senyawa antioksidan diklasifikasikan dalam tiga tipe

antioksidan, yaitu :

1. Primary Antioksidan

Termasuk:

SOD (Superoxide Dismutase) GPX (Glutathion Perokxide)

(34)

Antioksidan primer ini bekerja untuk mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas

yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas

ini sempat bereaksi. Contoh antioksidan ini adalah enzim SOD yang berfungsi sebagai

pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena

radikal bebas.

2. Secondary Antioksidants

Antioksidan ini berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi

berantai. Contoh: antioksidan sekunder: vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam urat,

bilirubin dan albumin.

3. Tertiary Antioksidants

Antioksidan jenis ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan

radikal bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah mentionin

sulfoksidan reduktase. Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna untuk

mencegah penyakit misalnya kanker (Kosasih, 2004).

Komponen fenolik merupakan kelompok molekul yang besar dan beragam,

yang terdiri dari golongan aromatik pada metabolit sekunder tumbuh-tumbuhan.

Fenolik dapat diklasifikasikan ke dalam komponen yang tidak larut seperti lignin dan

komponen yang larut seperti asam fenolik, phenylpropanoids, flavonoid dan kuinon.

Setiap tumbuh-tumbuhan memiliki struktur komponen fenolik yang berbeda. Ada

komponen fenolik yang memliki gugus –OH banyak dan ada pula komponen fenolik yang memiliki gugus –OH yang sedikit. Gugus –OH berperan dalam proses transfer elektron untuk menstabilkan dan meredam radikal bebas (Harborne dan Williams

2000).

2.4.3. Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan

Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan tiga metode yaitu ;

1. Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil)

Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu

metode pengukan yang sering digunakan adalah metode DPPH. DPPH adalah

(2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil) yang merupakan suatu radikal bebas yang stabil karena

mekanisme delokalisasi elektron bebas oleh molekulnya, sehingga molekul ini tidak

(35)

lainnya. Delokalisasi juga memberi efek warna ungu yang dalam panjang gelombang

515 nm dalam pelarut etanol (Hirota et al, 2003). Zat ini berperan sebagai penangkap

elektron atau penengkap radikal hidrogen bebas. Hasilnya adalah molekul yang

bersifat stabil. Jika suatu senyawa antioksidan direaksikan dengan zat ini maka

senyawa antioksidan tersebut akan menetralkan radikal bebas dari DPPH (Bintang,

2002). Berikut ini dapat dilihat resonansi DPPH dan reaksi DPPH dengan atom H

netral yang berasal dari senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan :

N N NO2 +

Gambar 2.6. Struktur kestabilan radikal bebas DPPH (Ionita, 2003)

N

Gambar 2.7 Mekanisme Penghambatan Radikal DPPH

Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan inkubasi DPPH dengan

ekstrak antioksidan selama 30 menit sehingga menghasilkan larutan ungu yang lebih

pudar kemudian dilakukan pengukuran panjang gelombang 515 nm. Aktivitas

antioksidan diperoleh dari nilai absorbansi yang selanjutnya akan digunakan untuk

menghitung persentase inhibis 50% (IC50) yang menyatakan konsentrasi senyawa

antioksidan yang menyebabkan 50% dari DPPH kehilangan karakter radikal bebasnya.

Semakin tinggi kadar senyawa antioksidan dalam sampel maka akan semakin rendah

(36)

Ketika larutan DPPH dicampurkan dengan bahan yang dapat memberi sebuah atom

hidrogen, molekul DPPH akan tereduksi sehingga intensitas warna ungu akan

berkurang (Molyneux, 2004)

2. Metode FRAP (Ferric Reducting Antioxidant Power)

Metode FRAP (Benzie & Stain, 1996) mengunakan Fe (TPTZ)23+ kompleks

besi-ligan 2,4,6-tripiridil-triazin sebagai pereaksi. Kompleks biru Fe (TPTZ)23+ akan

berfungsi sebagai zat pengoksidasi dan akan mengalami reduksi menjadi Fe (TPTZ)22+

yang berwarna kuning dengan reaksi sebagai berikut :

Fe (TPTZ)23+ + AROH Fe (TPTZ)22+ + H+ + AR = O

3. Metode Cuprac ( Cupric Ion Reducting Antioxidant Capacity)

Metode Cuprac (Apak et al, 2007) menggunakan bis (neokuproin) tembaga (II)

Cu(Nc)22+ sebagai pereaksi kromogenik. Pereaksi Cu(Nc)22+ yang berwarna kuning

dengan reaksi :

(37)

BAB 3

Gelas Erlenmeyer 250 mL Pyrex

Labu destilasi 1000 mL Pyrex

Labu Takar 25, 100 mL Pyrex

Neraca Analitis Mettler AE2000

Tabung reaksi Pyrex

DPPH (2,2-diphenil-1-picryhydrazyl) p.a. Aldrich

Eter

(38)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyedian Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kulit jeruk telur buaya yang diperoleh

dari desa Salang Baru, Kota Kuta Cane, Kecamatan Aceh Tenggara.

3.3.2. Isolasi Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur Buaya dengan Alat Destilasi Stahl

Kulit jeruk telur buaya dibersihkan lalu diiris kecil-kecil. Kulit jeruk telur buaya

ditimbang sebanyak 500 gram dan dimasukkan kedalam labu alas bulat volume 2000

mL kemudian ditambahkan air suling 500 mL, dipasang alat hidrodestilasi, dan

dipanaskan selama 5-6 jam diatas penangas minyak hingga minyak atsiri menguap.

Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dengan air yang selanjutnya,

kemudian minyak atsiri yang masih tercampur bersama air diekstraksi dengan eter.

Ektrak eter yang masih tercampur dengan minyak atsiri ditambahkan dengan Na2SO4

anhidrous, kemudian disaring, fitrat hasil saringan diuapkan hingga diperoleh minyak

atsiri sebagai residu yang selanjutnya disimpan dilemari pendingin. Minyak atsiri

yang diperoleh dianalisa komponen kimianya menggunakan alat GC-MS dan uji

ativitas antioksidan dengan metode DPPH.

3.3.3. Analisis Minyak Atsiri Kulit Jeruk Tekur Buaya dengan GC-MS

Cuplikan dimasukkan kedalam gerbang pada sebuah alat GC-MS. Selajutnya kondisi

disesuaikan dengan kondisi dibawah ini kemudian diamati kromatogram yang

dihasilkan oleh rekorder dan mass rekorder serta mass spekta masing-masing

senyawa.

Kondisi alat GC-MS yaitu :

(39)

Model aliran control : Pressure

Tekanan : 13,0 kPa

Total aliran : 80 mL/min

Aliran kolom : 0,52 mL/min

Kecepatan linier : 26,3 cm/sec

Aliran pembersih : 3,0 mL/min

Pembagian pemecah : 147,4

GCMS-QP2010

Suhu sumber ion : 250°C

Suhu interfase : 300°C

Waktu pemecahan pelarut : 1,60 min

Detektor gain mode : Relative

Detektor gain : 0,00 Kv

3.3.4.1. Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

Larutan DPPH 0.3 mM dibuat dengan melarutkan 11,83 mg serbuk DPPH dengan

etanol p.a dalam labu takar 100 mL, kemudian dihomogenkan.

3.3.4.2. Pembuatan Variasi Konsentrasi Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur Buaya

Minyak atsiri kulit jeruk telur buaya dibuat larutan induk 1000 ppm dengan

(40)

Kemudian dari larutan induk 1000 ppm dibuat larutan 100 ppm. Kemudian dari

larutan 100 ppm dibuat lagi variasi konsentrasi 10, 20, 30, dan 40 ppm untuk uji

aktivitas antioksidan.

3.3.4.3. Uji Aktivitas Antioksidan

3.3.4.3.1. Larutan Blanko

Sebanyak 1 mL larutan DPPH 0.3 mM ditambahkan 2,5 mL etanol p.a, dihomogenkan

dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap. Lalu, diukur

absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515 nm.

3.3.4.3.2. Uji Aktifitas Antioksidan Kulit Jeruk Telur Buaya

Sebanyak 1 mL larutan DPPH 0.3 mM ditambahkan 2,5 mL minyak atsiri kulit jeruk

telur buaya, dihomogenkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 30 menit pada

ruang gelap. Setelah itu, diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515

nm. Dilakukan dengan perlakuan yang sama untuk variasi konsentrasi 20, 30, dan 40

(41)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Isolasi Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur Dengan Destilasi Sthal

dimasukkan kedalam labu Sthal 2 liter

ditambahkan air suling 500 mL

dirangkai alat Sthal

dipanaskan hingga minyak keluar dengan uap air

dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer

diekstraksi dengan eter dalam corong pemisah

ditambahkan Na2SO4 Anhidrous

disaring

diuapkan pada suhu 40 °C 500 g kulit jeruk telur buaya

Destilat

Lapisan Atas Lapisan Bawah

Fitrat Residu

Minyak Atsiri

(42)

3.4.2. Uji Sifat Antioksidan Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur Buaya dengan

Metode DPPH

3.4.2.1. Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

dimasukkan kedalam labu takar 100 mL

ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

dihomogenkan 11,83 mg serbuk DPPH

(43)

3.4.2.2. Pembuatan Variasi Konsentrasi Minyak Atsiri

dimasukkan kedalam labu takar 25 mL

ditambahkan etanol p.a hingga garis batas dihomogenkan

dipipet 2,5 mL larutan induk 1000 ppm

dimasukkan kedalam labu takar 25 mL

ditambahkan etanol p.a hingga garis batas dihomogenkan

dibuat variasi konsentrasi 10,20,30,40 ppm

dipipet 2,5 mL dipipet 5 mL dipipet 7,5 mL dipipet10 mL dengan pipet dengan pipet dengan pipet dengan pipet

volum volum volum volum

dimasukkan dimasukkan dimasukkan dimasukkan

kedalam labu kedalam labu kedalam labu kedalam labu

takar 25 mL takar 25 mL takar 25 mL takar 25 mL

diencerkan diencerkan diencerkan diencerkan

dengan etanol dengan etaniol dengan etanol dengan etanol p.a hingga garis p.a hingga garis p.a hingga garis p.a hingga garis

dihomogenkan dihomogenkan dihomogenkan dihomogenkan

0.025 g minyak atsiri kulit jeruk telur buaya

25 mL larutan induk 1000 ppm

25 mL larutan induk 100 ppm

(44)

3.4.2.3. Uji Aktivitas Antioksidan

a. Uji Blanko

dimasukkan kedalam tabung reaksi

ditambahkan 2,5 mL etanaol p.a

dihomogenkan

dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap

diukur absorbansi pada panjang gelombang 515

nm

b. Uji Sampel

dimasukkan kedalam tabung reaksi

ditambahkan 2,5 mL minyak atsiri 10 ppm

dihomogenkan

dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap

diukur absorbansi pada panjang gelombang 515

nm

Dilakukan perlakuan yang sama untuk variasi konsentrasi 20,30,40 ppm. 1 mL Larutan DPPH 0.3 mM

Hasil

Hasil

(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Penentuan Kadar Minyak Atsiri

Minyak atsiri kulit jeruk telur buaya diperoleh dengan metode hidrodestilasi

menggunakan alat Stahl. Hasilnya seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.1

Tabel 4.1.Minyak Atsiri daun jeruk telur buaya yang diperoleh dengan Metode

hidrodestilasi

Berat Sampel (g) Hasil minyak atsiri (g) Kadar (%)

500 g 1,5321 0,3064

4.1.2. Hasil Analisis dengan GC-MS

Minyak atsiri yang dihasilkan secara hidrodestilasi dianalisis dengan Gas

(46)
(47)

Tabel 4.2. Hasil Analisis GC-MS minyak atsiri kulit jeruk telur buaya sesuai dengan

1 CH4N2O2 0,78 1,983 78,44,40 Carbamohyroximic

2 C2H4O 1,03 2,037 56,44,41 Acetaldehyde

3 C2H6O 1,55 2,082 45,42 Dimethyl Ether

4 C4H10O 12,87 2,150 74,59,45 Ethyl Ether 5 C4H8O2 1,63 2,432 88,70,61,43 Acetic ethyl ester 6 C6H14O2 4,43 4,478 117,103,,89,73,61,45 1,2 Diethoxyethane 7 C10H16O 1,33 9,809 136,121,107,93,79,69,53,

41

Beta-myrcene

8 C10H16 70,46 11,504 136,121,107,93,79,68,53, 39

Limonene

9 C10H16 0,74 11,563 136,121,105,98,79,67,53, 41

1,3,6-Octatriene

10 C10H16 0,74 11,881 136,121,105,98,79,67,53, 41

Beta Ocimene

11 C10H16O 0,91 14,754 152,137,119,108,94,81,6 7,43,41

Trans Limonene Oxide

12 C10H16O 0,51 14,907 196,152,137,119,108,94, 81,67,43,41

2-methyl-5-(1-methylethenyl) 13 C10H16O 1,34 18,250 152,137,119,109,81,69,5

3,41

Z-citral

14 C10H16O 1,67 19,163 137,119,109,81,69,53,41 2,6-Octadienal

(48)

4.1.3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur Buaya

Minyak atsiri kulit jeruk telur buaya dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan

metode DPPH radikal bebas untuk diperoleh nilai IC50 dengan dilakukan pengamatan

secara spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 515 nm.

Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Absorbansi Minyak Atsiri kulit jeruk telur buaya

Sampel Absorbansi % Peredaman

Blanko 0,8631 -

10 ppm 0,8550 0,94

20 ppm 0,8510 1,40

30 ppm 0,8468 1,89

40 ppm 0,8430 2,33

Dari persamaan regresi linier diperoleh nilai IC50 = 873,39mg/L

Gambar 4.2. Grafik aktivitas antioksidan minyak atsiri kulit jeruk telur buaya

(49)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Minyak Atsiri dari Hasil Destilasi dengan Alat Stahl

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh Minyak Atsiri kulit jeruk

telur buaya (Citrus medica L) sebanyak 1,5321 g dari sebanyak 500 g kulit jeruk telur

buaya. Jadi kadar Minyak Atsiri kulit jeruk telur buaya adalah % yang diperoleh dari

perhitungan berikut :

Minyak Atsiri, berdasarkan hasil penelitian kulit jeruk telur buaya (Citrus medica L)

didapatkan minyak atsiri sebanyak 0,3064%. Kadar minyak atsiri tumbuhan

dipengaruhi oleh kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, bagian organ yang

disuling, perlakuan bahan sebelum ekstraksi, metode yang digunakan, perlakuan

terhadap minyak atsiri setelah ekstraksi (Ketaren, 1986).

4.2.2. Analisis Spektrum Massa Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur Buaya

1. Puncak dengan RT 11,504 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul

C10H16. Data spectrum menunjukkan pucak ion molekul pada m/e 136 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 121,107,93,79,68,53,39. Dengan membandingkan data

spektrum yang diperoleh dengan data spektrum Library Wiley yang lebih mendekati

adalah 1-Limonen sebanyak 70,46% dengan spektrum gambar 4.3.

a.

(50)

Gambar 4.7. Spektrum massa senyawa 1-Limonen dengan RT 11,504

Keterangan a. Senyawa 1-Limonen dari Sampel

(51)

Selanjutnya pola fragmentasi dari senyawa 1-Limonen tersebut secara hipotesa seperti

(52)

2. Puncak dengan RT 18,25 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul

C10H16O. Data spectrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 152 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 119,109,94,81,69,53,41. Dengan

membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum Library Wiley

yang lebih mendekati adalah golongan seskuiterpen yaitu Z-Citral sebanyak 1,34%

dengan spektrum gambar 4.5.

a.

b.

Gambar 4.5. Senyawa Z-Citral pada sampel dengan RT 18,250

Keterangan a. Senyawa Z-Citral dari sampel

(53)

Selanjutnya pola fragmentasi dari senyawa Z-Citral tersebut secara hipotesa seperti

Gambar 4.6. Pola Fragmentasi Senyawa Z-Citral

3. Puncak dengan RT 9,809 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16.

Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 121,107,93,79,69,53,41. Dengan membandingkan

spektrum yang diperoleh dengan data spektrum Library Wiley, yang lebih mendekati

adalah beta-Myrcene sebanyak 1,33 % dengan spektrum gambar 4.7.

(54)

b

Gambar 4.7 Senyawa beta-Myrcene dari sampel dengan RT 9,809%

Keterangan a. beta-Myrcene dari sampel

(55)

Selanjutnya Pola fragmentasi dari senyawa beta-Myrcene tersebut secara hipotesis

(56)

4.2.3. Uji Aktivitas Antioksidan Kulit Jeruk Telur Buaya

Uji aktivitas antioksidan kulit jeruk telur buaya dapat dilakukan dengan metode

DPPH dengan menggunakan alat spektrofotometri UV Visible. Senyawa-senyawa

polifenol mengandung gugus hidroksil yang dapat bertindak sebagai donor hidrogen

terhadap radikal bebas dan dapat dilihat pada gambar 4.8 (Silalahi, 2006).

N

Gambar 4.8 Reaksi DPPH dengan turunan fenol

Pada tabel 4.4 menunjukkan telah terjadi peredaman radikal bebas DPPH yang ditandai dengan menurunnya absorbansi radikal bebas DPPH setelah penambahan minyak atsiri kulit jeruk telur buaya dengan persamaan Least Square diperoleh nilai IC50 873,39mg/L. Menurut Armala,(2009), tingkat antioksidan senyawa uji

menggunakan metode DPPH dapat digolongkan menurut IC50.

Pada uji DPPH, peredaman radikal DPPH diikuti dengan pemantauan penurunan

absorbansi pada panjang gelombang maksimum yang terjadi karena pengurangan

radikal oleh antioksidan atau reaksi dengan spesi radikal (R.) yang ditandai dengan

berubahnya warna ungu pada larutan menjadi warna kuning pucat, data yang sering

dilaporkan sebagai IC50 merupakan konsentrasi antioksidan yang dibutuhkan untuk

50% peredaman radikal DPPH pada periode waktu tertentu (15 – 30 menit) (Pokorny et al, 2001). DPPH merupakan suatu molekul radikal bebas yang distabilkan oleh

(57)

N

Gambar 4.9 Kestabilan radikal bebas DPPH

Tingkat kekuatan senyawa antioksidan menggunakan metode DPPH dapat dilihat pada

tabel 4.6

Tabel 4.5. Tingkat Kekuatan Antioksidan Dengan Metode DPPH

(58)

Dari literatur dapat diketahui bahwa jika nilai IC50 yang dihasilkan lebih dari

dari 150, maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan yang

dalam kategori lemah. Oleh karena itu berdasarkan perhitungan yang diperoleh yaitu

nilai IC50 minyak atsiri kulit jeruk telur buaya 873,39mg/L dan dapat dikatakan

bahwa sampel kulit jeruk telur buaya memiliki aktivitas antioksidan yang lemah.

Berdasarkan hasil GC-MS menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung di dalam

minyak atsiri jeruk telur buaya yang diduga berpotensi sebagai antioksidan adalah

(59)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Analisa GC-MS minyak atsiri dari kulit jeruk telur buaya menghasilkan 14

senyawa, dimana komponen utamanya adalah 1-limonen (70,46%).

2. Aktivitas antioksidan dari minyak atsiri kulit jeruk telur buaya dengan uji DPPH

diperoleh IC50 yaitu 873,39mg/L.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadapat antioksidan dari komponen utama

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Penerbit ITB . Bandung.

Achmad, S. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Terbuka . Jakarta.

Armala, M. 2009. Daya Antioksidan Fraksi Air Ekstrak Herba Kenikir (Cosmos Caudatus H.B.K.) dan Profil KLT, Skripsi,39, Fakultas Farmasi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Bintang, M. 2002. Teknik Penelitian Biokimia. Erlangga Medical Series. Jakarta.

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Andalas University Press. Padang.

Fessenden, R.J. 1986. Kimia Organik. Jilid I. Penerjemahan Aloysis Hadyana Pudjatmaka. Penerbit Erlanga. Jakarta.

Gritter, R.J. 1991. Pengantar Kromatografi. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.

Guenther, E. 2006. Minyak Atsiri. Jilid I. Penerjemah Ketaren S. Penerbit UI Press. Jakarta.

Gunawan, D dan Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakologi). Jilid I. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Harborne, J.B. and C.A. Williams. 2000. Advances in flavonoid research since 1992. Phytochemistry.

Ionita, P. 2003. Is DPPH Stable Free Radical a Good Scavenger for Oxygen Active Species. Chem. Romania.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Tehnologi Minyak Atsiri. UI Press. Jakarta.

Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta.

Kosasih, E.N. 2004. Peran Antioksidan Pada Lanjut Usia. Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia. Jakarta.

Lutony, T.L. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Bandung : Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

(61)

Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical diphenylpicrylhydrazil (DPPH) for Estimating Antioksidant Activity. Songklankrin J.Sci. Techol

Mosquera. 2007. Antioxidant Activity of Twenty Five Plants from Colombian Biodiversity. Rio de Janeiro . Mem Inst oswaldo Cruz, Vol 102

Pasto, D.J. 1992. Experiments and Techniques in Organic Chemistry. Prentice Hall, Englewood Cliffs. New Jersey.

Pavia, D. L. Lampman,G.M and Kriz,G.S. 2001. Introction for Spectroscopy. Third edition. Brooks Cole/Thomson. United state.

Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sharififar, F, Mozaffarian V. and Moradkhani S. 2007. Comparison of Antioxidant and Free Radical Scavenging Activities of The Essential Oils From Flower and Fruits of Otostegia persica. Biss.Pakk. J. Biol.

Silalahi J. 2006. Antioksidan dalam Diet dan KKarsiogenesis. Cermin Dunia Kedokteran.

Sudjadi, 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Sunarni, T. 2005. Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal Bebas Beberapa Kecambah dari Biji Tanaman Familia Papilionaceae. Jurnal Farmasi Indonesia 2.

(62)
(63)

Lampiran 1. Taksonomi Tumbuhan Jeruk Telur Buaya dari Herbarium

(64)

Lampiran 2. Tumbuhan Jeruk Telur Buaya

(65)
(66)

Lampiran 4. Grafik % Peredaman Vs Konsentrasi (ppm)

y = 0.0561x + 0.19 R² = 0.972

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

0 10 20 30 40 50

%

P

e

r

e

d

a

m

a

n

(67)

Lampiran 5. Pembuatan Variasi Konsentrasi Minyak Atsiri Jeruk Telur Buaya

Pembuatan larutan 1000 ppm

= , � �

 Dibuat Konsentrasi sampel 100 ppm dari larutan induk 1000 ppm dalam labu takar 25 ml

V1.N1 = V2.N2

V1.1000 = 25.100

V1 = 2,5 mL

Dari konsentrasi sampel 100 ppm dibuat konsentrasi 10,20,30, dan 40 ppm

(68)

Lampiran 6. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur

Buaya

% � � = � −��� ��

� � %

 Konsentrasi 10 ppm

% � � = , − ,

, � % = , %

 Konsentrasi 20 ppm

% � � = , − ,

, � % = , %

 Konsentrasi 30 ppm

% � � = , , − , � % = , %

 Konsentrasi 40 ppm

% � � = , , − , � % = , %

Peredaman radikal bebas oleh minyak atsiri kulit jeruk telur buaya

Sampel Absorbansi % Peredaman

Balnko - -

10 ppm 0,8550 0,94%

20 ppm 0,8510 1,40%

30 ppm 0,8468 1,89%

(69)

Lampiran 7. Perhitungan IC50 Minyak Atsiri

X Y XY X2

0 0 0 0

10 0,94 9,4 100

20 1,40 28,0 400

30 1,89 56,7 900

40 2,33 93,2 1600

∑X = 100 ∑Y = 6,56 ∑XY = 187,3 ∑X2 = 3000

X = Konsentrasi (ppm)

Y = % Peredaman

= Σ Σ − Σ– Σ Σ = , − , = ,

= ,

= Σ ΣΣ − Σ− Σ Σ

= , − , =

= ,

Jadi persamaan garis regresi Y = 0,056X + 0,19

Nilai IC50 :

50 = 0,056 X + 0,19

0,056X = 49,81

(70)

Lampiran 8. Pembuatan Larutan DPPH 0,3mM

mM = n/V

0,3mM = � � �

= � ,� � � 0,3mM = � ,� � x 10

massa = 11,8299g

(71)

Lampiran 9. Standart Library minyak atsiri

(72)
(73)

Gambar

Gambar 2.1. Tumbuhan Jeruk Telur Buaya (Citrus medica L)
Gambar 2.2. Biosintesisa Terpenoid (Achmad, 1986)
Gambar 2.3. Perubahan senyawa monoterpen (Achmad, 1986).
Gambar 2.4 Reaksi biogenesis beberapa seskuiterpena (Achmad, 1986).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada kromatogram tersebut terdapat 22 komponen senyawa kimia pada minyak atsiri kulit buah jeruk cakar harimau dimana senyawa-senyawa tersebut diinterpretasi secara

: Produ ksi Pektin dart Kulit Jeruk Lemon. (Citrus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak etanolik kulit buah jeruk nipis ( Citrus aurantifolia S.) dengan metode DPPH

Isolasi dan Analisis Komponen Minyak Atsiri dari Kulit Buah Jeruk Manis (Citrus reticulate Blanco cultivar “Keprok Siem”) Segar yang Setengah Ranum dan Telah Ranum secara GC-MS

Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi tentang karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dan analisis komponennya secara GC-MS dari kulit buah jeruk jingga (Citrus

Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung.. dengan air

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN KESTURI (Citrus microcarpa B.) DENGAN.. GC – MS DAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak etanolik kulit buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia S.) dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)