• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Adat makalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hukum Adat makalah"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Hukum Adat

Pengakuan Hukum Adat dalam Hukum Positif di

Indonesia

Disusun Oleh :

NAMA : DAHLIA ANDRIANI

NIM : E1A012131

Kelas : A

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PURWOKERTO

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dapat dikatakan kaya, baik dilihat dari kekayaan Sumber Daya Alam maupun dari banyaknya suku – suku yang ada disetiap daerah. Setiap suku di Indonesia memiliki norma dan nilai yang berbeda – beda yang hidup di dalam lingkungan masyarakatnya. Dimana nilai dan norma yang diterapkan tersebut telah melekat dan ditaati oleh masyarakat itu sendiri. Karena norma – norma merupakan aturan tingkah laku manusia yang bentuknya tidak tertulis sehingga masyarakat tidak menyadari bahwa norma tersebutlah yang disebut hukum adat. Meskipun tidak tertulis akan tetapi masyarakat sangat menaati norma – norma tersebut.

Taatnya masyarakat dengan aturan tidak tertulis ini menunjukan bahwa hukum adat itu ada sebelum hukum positif berada ditengah masyarakat, hukum adat sendiri berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat. Istilah Hukum Adat pertama kali dikemukakan oleh Prof. Snouck Hurgrounje seorang ahli sastra dalam timur di Belanda (1894). Sebelum istilah hukum adat berkembang, dulu dikenal dengan istilah Adat Recht.

Hukum adat adalah hukum yang berkembang dalam masyarakat sehingga sifatnya dinamis karena mengikuti perkembangan zaman dan mengikuti kebutuhan masyarakat yang setiap saat dapat berubah. Bentuk dari hukum adalah tidak dikodifikikasikan (disusun secara sistematis, bulat, tuntas dan tuntas). Sehingga tidak mempunyai asas legalitas.

(3)

yang mengharuskan hukum yang digunakan adalah hukum Negara penjajah. Hukum Negara penjajah pada waktu itu lebih ditunjukan sebagai hukum yang tertulis yang berlaku sebagai hukum positif. Hukum yang berlaku pada masa ini lah yang menyebabkan masyarakat Indonesia dibagi menjadi 3 Golongan.

Namun ketika Indonesia menyatakan diri sebagai negara yang merdeka dan bebas dari penjajahan melalui sebuah proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945. Maka dapat diartikan kemerdekaan tersebut merupakan lahirnya negara Indonesia yang berbentuk republik, lahirnya tata pemerintahan Indonesia, lahirnya tata hukum Indonesia serta lahirnya sistem hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, bangsa Indonesia memiliki kewajiban untuk mengatur dirinya sendiri. Hal tersebut dilakukan dengan cara pembentukan suatu sistem hukum, hukum tersebut berisi tentang peraturan yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan tata hukum tersebut harus bersumber dan berdasar atas pancasila dan UUD 1945. Dengan kata lain bahwa Tata Hukum Hindia Belanda tidak berlaku lagi di Indonesia sehingga digantikan oleh Tata Hukum Republik Indonesia.

(4)

II. Rumusan Masalah

 Apakah perbedaan antara hukum adat dan hukum positif?

 Bagaimanakah pengakuan hukum adat sebagai hukum positif di Indonesia?

III. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Mengetahui perbedaan antara hukum adat dan hukum positif.

(5)

BAB III

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Sistem Hukum di Indonesia

1) Perkembangan Hukum di Indonesia pada Zaman Penundukan Belanda

dan Jepang

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari hukum Eropa, hukum adat dan hukum Islam. Hukum di Indonesia baik pidana maupun perdata yang berbasis pada sistem hukum Eropa Continental karena dari aspek sejarahnya Indonesia pernah dijajah diantaranya oleh Belanda. Sistem Hukum Eropa continental dianut oleh negara, Spayol, Portugis dan lain- lain. Sistem hukum Eropa Continental ini sumbernya berasal dari Romawi Kuno yang banyak berkembang di benua Eropa. Sedangkan Hukum Indonesia dipengaruhi oleh hukum adat karena hukum adat itu hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia sendiri yang sudah lama ada. Hukum adat sendiri diserap kedalam yuriprudensi atau perundangan-perundangan yang merupakan penerus aturan-aturan dan budaya masyarakat setempat. Karena sepanjang sejarah Indonesia sendiri telah dijajah oleh negara seperti Belanda, Jepang, dan Inggris. Dimana setiap negara penjajah berusaha untuk menanamkan nilai-nilai dan tata hukum diwilayah jajahannya. Sedangkan wilayah jajahannya sendiri telah memiliki tata nilai dan sistem hukum sendiri. Sehingga hukum Indonesia menganut hukum adat. Kemudian Hukum di Indonesia juga menganut hukum Islam karena sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam.

(6)

1. Penundukan pada seluruh Hukum Perdata Eropa;

2. Penundukan pada sebagian hukum Perdata Eropa, yakni hanya pada hukum kekayaan harta benda saja (vermogensrecht), seperti yang dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tiong Hoa;

3. Penundukan secara diam-diam, yang mengandung maksud jika seorang bangsa Indonesia asli melakukan suatu perbuatan hukum yang tidak dikenal didalam hukumnya sendiri, ia dianggap secara diam-diam menundukkan dirinya pada hukum Eropa.

Dengan demikian terdapat pluralisme hukum dan tidak ada unifikasi hukum saat itu. Tetapi tidak dengan Wvs ( KUH Pidana) yang berlaku untuk semua golongan. Sedangkan untuk badan peradilannya tidak untuk semua golongan tetapi setiap golongan memiliki peradilannya sendiri. Pluralisme sendiri memiliki definisi yaitu sebagai suatu kondisi yang terdapat lebih dari satu sistem hukum dalam suatu lingkungan kehidupan sosial. Pluralisme sendiri merupakan suatu kenyataan dalam kehidupan masyarakat karena setiap masyarakat memiliki sistem tata hukum sendiri yang berbeda satu lain seperti dalam keluarga, komunitas dan lain sebagainya. Pluralisme sendiri menyebabkan suatu konflik karena akan menyebabkan kebingungan, hukum manakah yang akan digunakan untuk menyelesaikan konflik tersebut dan bagaimana seseorang mengetahui bagaimana menentukan hukum yang berlaku padanya. Pengertian pluralisme sendiri memiliki pengertian yang berbeda dari masa ke masa yang memiliki koeksistensi dan interelasi dengan berbagai agama seperti hukum adat, agama dan hukum negara. Dan semakin komplek karena adanya globalisasi karena terkait dengan perkembangan hukum internasional.

(7)

Jawa, Madura, Sumatera serta Indonesia bagian timur. DI Jawa dan Madura berlaku peraturan Osamu Sirei yang mengatur mengenai wewenang badan pemerintahan dan peraturan yang selama ini masih berlaku dinyatakan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan peraturan Pemerintah Jepang. Dan untuk wilayah lainnya diberlakukan aturan yang sama. Kontribusi Jepang yang penting juga adalah tentang penghapusan dualisme peradilan sehingga Indonesia memiliki hanya satu Peradilan. Sebagaimana halnya dengan badan Peradilan, Jepang juga mengunifikasikan badan kejaksaan dengan membentuk Kenzatsu Kyoku, yang diorganisasikan menurut 3 tingkatan Pengadilan. Reorganisasi badan Peradilan dan Kejaksaan itu bertujuan untuk meniadakan kesan khusus bagi orang-orang Eropa dihadapan Orang Asia.

Dalam situasi yang lebih mementingkan kepentingan berperang, Jepang tidak banyak merubah ketentuan berlaku pada masa itu hanya merubah sebagian ketentuan yang perlu diubah. Untuk Menjalankan roda pemerintahan dan penegakan tata tertib hukum pemerintah Jepang mengangkat pejabat- pejabat yang berasal dari orang-orang Indonesia untuk menjalankan hal tersebut. Namun setelah Indonesia merdeka maka banyak peraturan Jepang yang dinyatakan tidak berlaku.

2) Perkembangan Hukum di Indonesia Pasca Merdeka

(8)

lembaga – lembaga Negara terutama lembaga legislatif telah berfungsi dan telah membuat peraturan perundang-undangan yang disebut sebagai Hukum Nasional.Maka sedikit demi sedikit untuk menggantikan tata hukum yang bersumber dari Hindia Belanda dilakukan pembangunan hukum nasional yang nantinya bersifat unifikasi.Unifikasi itu adalah sistem hukum yang berlaku secara nasional dan berlaku untuk seluruh rakyat Republik Indonesia.

Berdasar asas konkordansi tata hukum Republik Indonesia mengikuti model hukum Eropa Kontinental yaitu model hukum legisme, adanya kodifikasi dan berbentuk undang-undang. Hal ini terbukti bahwa bangsa Indonesia lebih mengutamakan atau lebih dominan mengenai undang-undang daripada hukum kebiasaan.Oleh karena itu hukum kebiasaaan memiliki fungsi sebagai pelengkap hukum undang-undang.

B. Perbedaan Hukum Adat dan Hukum Positif

1. Pengertian Hukum Adat

Hukum adat terdiri dari dua kata yaitu hukum dan adat. Hukum berasal dari bahasa belanda yaitu recht , sedangkan Adat berasal dari bahasa arab yang artinya kebiasaan. Sedangkan istilah hukum adat itu berasal dari terjemahan bahasa Belanda yaitu Adat-recht, istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje dan pernah dipakai oleh Van Vollenhoven dalam menulis buku-bukunya yang mengenai hukum adat. Hukum adat itu merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut hukum yang berlaku bagi masyarakat asli Indonesia.

Walaupun pemerintah sudah mengakui keberadaannya hukum adat, tetapi masyarakat Indonesia asli belum mengetahui seperti apa berlakunya hukum adat tersebut. Sehingga dalam penyebutannya dalam peraturan perundang-undangan masih banyak digunakan istilah yang berbeda-beda.Seperti :

(9)

peraturan Keagamaan, Lembaga –lembaga Rakyat dan Kebiasaan-kebiasaan).

2. Dalam R. R 1854 pasal 75 ayat 3 :“Godsdienstige Wetten, Instellingen

En Gebruiken” (Peraturan-peraturan Keagamaan, Lembaga-lembaga

dan Kebiasaan).

3. Dalam L. S (Indische Staatsregeling = Peraturan Hukum Negara Belanda semacam Undang-Undang Dasar Bagi Hindia Belanda) pasal 128 ayat 4: “Instellingen des Volks” (Lembag-lembaga dari Rakyat).

4. Dalam I. S pasal 131 ayat 2, sub B :” Met Hunne Godsdiensten en

Gowoonten Samenhangende Rechts Regeleen” (Aturan-aturan Hukum

yang Berhubungan dengan Agama-agama dan Kebiasaan-kebiasaan Mereka).

5. Dalam R. R 1854 pasal 78 ayat 2 : “ Godsdientige Wetten en

OudeHerkomsten” (Peraturan-peraturan Keagamaan dan Naluri-naluri).

6. S. 1929 No. 221 jo. No.487 :“Adat- Recht” (Hukum Adat). (Iman Sudiyat, 1981 :1 – 2).1

Dalam arti sempit hukum adat adalah hukum asli yang tidak tertulis yang hidup dalam kebiasaan masyarakat asli Indonesia dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari, dalam hubungan antara orang yang satu dengan yang lainnya.Disamping yang tidak tertulis ada juga yang tertulis seperti piagam, prasasti, perintah-perintah raja. Dibawah ini beberapa definisi hukum adat menurut para sarjana :

1. Van Vollenhoven

1 Iman Sudiyat, Asas Asas Hukum Adat Bekal Pengantar (Cet. 5 ; Yogyakarta: Liberty, 2010),

(10)

Menurut Van Vollenhoven Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku

positif yang disatu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu “ hukum”) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasikan (oleh karena itu :”Adat”) 2

Jadi dapat diambil sebuah uraian yang jelas dari definisi tersebut bahwa, hukum adat merupakan tingkah laku yang berdasarkan hukum yang berlaku disini dan kini serta apabila melanggar akan ada sanksi sebagai reaksi dari pelanggaran terebut namun tidak dibukukan secara tersusun seperti undang-undang.

2. Supomo

Menurut Supomo di dalam “Beberapa catatan mengenai Kedudukan Hukum Adat” menulis antara lain:

Dalam tata hukum baru Indonesia baik kiranya guna menghindarkan salah pengertian, istilah Hukum Adat dipakai sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatief (non-statutory law); hukum yang hidup sebagai konvensi di badan badan hukum Negara (parlemen, dewan – dewan Propinsi dan sebagainya); hukum yang timbul karena putusan – putusan hakim (Judgemade Law); hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik dikota kota maupun di desa desa (Customary law); semua merupakan Adat atau hukum yang tidak tertulis yang disebut oleh pasal 32 UUDS Tahun 1950.3

Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut Supomo hukum adat bukan hanya yang berkaitan dengan hukum yang hidup didalam masyarakat yang dijadikan kebiasaan akan tetapi memahamkan bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis dalam arti hukum kebiasaan.

3. Sukanto

(11)

Menurut Sukanto dalam bukunya “ Meninjau Hukum Adat Indonesia” mengatakan

bahwa “ kompleks adat-adat inilah yang kebanyakan tidak dibukukan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan (dwang), mempunyai akibat hukum (rechtsgevolg) kompleks ini disebut Hukum Adat. 4

Jadi Hukum Adat merupakaan aturan adat yang tidak tertulis dan tidak dikodifikasikan yang hidup dalam kebiasaan, kebudayaan, ketertiban masyarakat dan apabila melanggar ada akibat hokum yang bersifat memaksa.

4. Ter Haar

Ter Haar adalah seorang sarjana hukum yang bekerja sebagai hakim Landraad di Jawa. Sesuai dengan profesinya sebagai hakim maka Ter Haar akan memandang hukum adat dari sudut pandang hakim. Ter Haar membuat dua perumusan yang menunjukan pendapatnya tentang hukum adat yaitu :

a. Hukum adat lahir dan dipelihara oleh keputusan – keputusan ; keputusan para warga masyrakat hukum, terutama keputusan berwibawa dari kepala - kepala rakyat yang membantu pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum ; atau dalam hal pertentangan kepentingan keputusan para Hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang keputusan – keputusan itu karena kesewenangan atau kurang pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, melainkan senapas seirama dengan kesadaran tersebut, diterima/ diakui atau setidak-tidaknya ditoleransikan olehnya.

b. Hukum adat itu dengan mengabaikan bagian – bagiannya yang tertulis yang terdiri dari peraturan – peraturan desa, surat – surat perintah raja adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan – keputusan para Fungsionaris Hukum (dalam arti luas) yang mempunyai wibawa (Macht, Authority) serta pengaruh dan yang dalam pelaksanaannya berlaku seta merta (spontan) dan

(12)

dipatuhi dengan sepenuh hati. (Fungsionaris disini terbatas pada dua kekuasaan yaitu : Eksekutif dan Yudikatif). Dengan demikian Hukum Adat yang berlaku itu hanya dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusan – keputusan para fungsionaris hukum itu ; bukan saja hakim tetapi juga Kepala Adat , rapat desa , wali tanah, petugas- petugas dan lapangan Agama, petugas – petugas desa lainnya. Keputusan itu bukan saja keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi, tetapi juga diluar itu berdasarkan kerukunan (musyawarah). Keputusan- keputusan itu diambil berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rokhnai dan hidup kemasyarakatan anggota- anggota persekutuan itu. Dalam perumusan ter Haar ini tersimpul ajaran : Beslissingenleer (Ajaran Keputusan). 5

Dari uraian diatas terlihat bahwa Ter Haar benar-benar melihat hukum adat dari sudut pandang hakim, karena hakim ketika mengambil keputusan harus melihat dari adat yang hidup di masyarakat. Tidak boleh bertentangan dengan apa yang menjadi keyakinan hukum rakyat harus diambil dari nilai – nilai yang sesuai dengan rokhani, kepercayaan serta kebudayaan masyarakat tersebut.

Dapat diambil kesimpulan dari pendapat tiga sarjana diatas mengenai hukum adat adalah keseluruhan tingkah laku yang hidup dalam masyarakat asli Indonesia, yang diambil dari nilai – nilai rokhani, kepercayaan serta kebudayaan yang ada dalam masayarakat dan apabila melanggar ada sanksi sebagai reaksi dari pelanggaran tesebut yang bersifat memaksa.

Corak hukum adat menurut Soepomo adalah :

 Mempunyai sifat kebersamaan yang kuat ; artinya manusia menurut hukum adat, merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat, rasa kebersamaan mana meliputi sebuah lapangan hukum ;

(13)

 Mempunyai corak magish- religi, yang berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia;

 Sistem hukum itu diliputi oleh pikiran serba konkrit, artinya hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya hubungan yang kongkrit tadi dalam pengatur pergaulan hidup;  Hukum adat mempunyai sifat visual, artinya hubungan-hubungan

hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat ( atau tanda yang tampak ).

Pengertian Hukum Positif

(14)

sebagai miliknya sendiri6. Agar penerapan hukum positif di Indonesia dapat berjalan efektif maka perlu adanya kerjasama dari masyarakat untuk mematuhi hukum positif di Indonesia secara seksama, namun bukan berarti menghilangkan unsur-unsur hukum adat pula yang ada dan sudah lama tumbuk dalam masyarakat adat di Indonesia. Sebab hukum adat juga berperan penting dalam membangun dan menciptakan hukum positif di Indonesia.

Menurut Prof. Djojodigoeno hukum adalah suatu karya masyarakat tertentu yang bertujuan tata yang adil dalam tingkah laku dan perbuatan orang dalam perhubungan pamrihnya serta kesejahteraan masyarakat itu sendiri yang menjadi substratumnya (dasarnya/alasannya). Menurutnya Hukum positif itu merupakan ius

constituendum karena hukum itu adanya untuk dilaksanakan, sedangkan

pelakasannanya masih diharapkan dan apabila sudah dilaksanakan maka hukum akan ditinggal begitu saja hanya menjadi bekas7. Sedangkan menurut pendapat yang lazim Hukum positif atau bisa dikenal dengan istilah Ius Constitutum, adalah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Ada sarjana yang menamakan hukum positif itu "Tata Hukum".Tata hukum sendiri berasal dari bahasa belanda. "recht orde" yaitu susunan hukum, artinya memberikan tempat yang sebenarnya kepada hukum.Maksud dari memberikan tempat sebenarnya adalah menyusun dan membuat aturan – aturan hukum dengan baik dan teratur sehingga aturan tersebut dapat digunakan secepat dan sebaik mungkin apabila menghadapi peristiwa hukum.

Hukum Positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus untuk masyaraktnya dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia.

Beberapa unsur yang terkandung dalam pengertian hukum, antara lain :

 Hukum sebagai himpunan peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan bermasyarakat, maksudnya adalah bahwa hukum itu dibuat

6http://sophost,blogspot.com/2011/08/makalah-hukum-adat-sebagai-hukum.html (diakses pada hari rabu, 25 Maret 2015 pukul 07.00 wib)

(15)

secara tertulis dan terdiri dari kaidah yang mengatur berbagai kepentingan.

 Hukum dibuat oleh lembaga yang berwenang adalah bahwa hukum merupakan produk dari lembaga yang telah diberi amanah untuk membuat hukum.

 Hukum bersifat memaksa, yakni penegakan hukum dilaksanakan oleh aparat yang memiliki kewenangan tertentu yang dapat memaksa orang untuk mematuhi hukum.

 Hukum berisi perintah dan larangan adalah bahwa hukum memuat perintah-perintah yang harus dilaksanakan dan larangan-larangan yang harus ditinggalkan atau tidak boleh dilaksanakan.

 Hukum memberikan sanksi adalah apabila hukum tersebut dilanggar maka pelanggar akan dikenakan sanksi dimana pemberian sanksi terhadap pelanggar melalui sebuah proses yang juga diatur dalam hukum.

Pengertian hukum yang diberikan diatas adalah pengertian hukum yang bersifat positivisme dalam artian hukum positif, yakni hukum yang berlaku dalam suatu negara yang dibentuk atas dasar kesepakatan bersama.

3) Pengakuan Hukum Adat dalam Hukum Positif di Indonesia

Hukum Adat merupakan hukum yang bersifat melengkapi hukum positif sebagaimana yang diatur dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 sebelum diamandemen yang menyebutkan bahwa, segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang – Undang Dasar ini. Dan disini segala peraturan yang sedang berlaku tersebut merupakan hukum yang ada dalam masyarakat yaitu hukum adat. Hukum positif adalah hukum tertulis yang salah satu sumber hukumnya adalah nilai – nilai yang ada dalam masyarakat, sehingga hukum adat merupakan sumber hukum positif.

(16)

Konstitusi kita sebelum diamandemen belum menunjukkan adanya pengakuan dan penggunaan istilah hukum adat. Namun apabila ditelaah maka rumusan-rumusan dalam UUD 1945 sendiri itu mengandung nilai luhur dan Jiwa bangsa Indonesia yang terdapat dalam hukum adat. Pembukaan UUD 1945 sendiri mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia yang hidup dalam nilai-nilai dan pola pikir hukum adat. Hal itu dapat dilihat dari pasal yang terdapat dalam UUD 1945 yaitu pasal 29 (1) Negara berdasarkan Ketuhanan Manusia, pasal 33 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan.

Namun setelah diamandemen hukum adat diakui sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945 yaitu pasal 18 B ayat 2 yaitu : Negara menagkui dan menghormati kesatuan–kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip

Negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Uundang-undang. Dalam

memberikan tafsiran terhaddap ketentuan tersebut Jimly Ashiddiqie menyatakan perlu diperhatikan bahwa pengakuan ini diberikan oleh Negara:

1. Kepada eksistensi suatu masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional yang dimilikinya;

2. Eksistensi yang diakui adalah eksistensi kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat. Artinya pengakuan diberikan kepada satu persatu dari kesatuan-kesatuan tersebut dan karenanya masyarakat hukum adat itu haruslah tertentu;

3. Masyarakat hukum adat itu memang hidup ( masih hidup )

4. Dalam lingkungannya yang tertentu pula;

(17)

6. Pengakuan dan penghormatan itu tidak boleh mengurangi makna Indonesia sebagai suatu negara yang berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Memahami rumusan pasal 18 B UUD 1945 tersebut maka:

1. Konstitusi menjamin kesatuan masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya;

2. Jaminan Konstitusi sepanjang hukum adat itu masih hidup;

3. Sesuai dengan perkembangan masyarakat,dan;

4. Sesuai dengan prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia;

5. Diatur dalam undang-undang

Dengan demikian konstitusi ini, memberikan jaminan pengakuan dan penghormatan hukum adat apabila memenuhi syarat :

1. 1.Syarat realitas, yaitu hukum adat masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat.

2. Syarat idealitas,yaitu sesuai dengan prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia dan keberlakuan diatur dalam UU.

Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa “ identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan

peradaban.” Sebagaimana penjelasan UU No 39 Tahun 1999 ( TLN No. 3886) pasal

(18)

dilindungi sesuai dengan perkembangan zaman, ditegaskan bahwa pengakuan itu dilakukan terhadap hak adat yang secara nyata dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat setempat.

C. Contoh Pengakuan Adat oleh Hukum Positif Di Indonesia

Berbicara persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat mendasar karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupakan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus salah satu adat suku Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian adat yang sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada saat ritual adat suku tersebut, dimana proses adat itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau prangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut.. Dalam penjatuhan pidana oleh salah satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam menjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat.

Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

(19)

Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi

 Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)

 Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).

 Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)8

Pengakuan hukum Adat dalam hukum positif di Indonesia juga terlihat dalam hukum adat perkawinan, dimana perkawinan yang dilakukan oleh kedua pihak mempelai biasanya atas dasar perjodohan yang ditentukan oleh orang tua dari masing-masing anak. Perkawinan semacam ini sudah dilakukan oleh para pendahulu turun temurun sampai sekarang (dibeberapa tempat yang masih kuat hukum adatnya). Filosofinya adalah perkawinan tersebut tidak hanya menghubungkan dua manusia saja, akan tetapi persatuan dua keluarga dan mengeratkan hubungan.

Namun, fakta membuktikan adanya benturan-benturan hukum yang terjadi antara masalah perkawinan adat yang memperbolehkan melakukan perkawinan di usia baligh walaupun si laki-laki belum mencapai usia 19 tahun dan si wanita usia 16 tahun, dengan hukum positif yang diatur oleh UU No. 1 Tahun 1974 yang menentukan batasan umur minimal 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Sehingga dari pasal tersebut bisa kita lihat bahwa hukum positif tidak memperbolehkan perkawinan di bawah umur minimal. Hukum positif mengatur hal tersebut mengharapkan agar orang yang akan menikah sudah memiliki kematangan dalam menghadapi kehidupan, sehingga tidak terjadi penyesalan di akhir kemudian seperti perceraian.

(20)

Akan tetapi, perkawinan adat tetap bisa dijalankan meskipun terpaksa karena UU No. 1 Tahun 1974 masih memungkinkan akan terjadi penyimpangan. Melihat pada saat ini cara pikir masyarakat Indonesia yang melakukan penyimpangan-penyimpangan karena salah mengadopsi pemikiran-pemikiran yang glamour. Maka dari itu dalam Pasal 7 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974, bagi yang ingin melakukan perkawinan (adat) dibawah umur pengadilan memberikan dispensasi.

(21)

IV.

PENUTUP

KESIMPULAN

Hukum adat merupkan hukum yang telah ada dan telah hidup lama dan mendarah daging di dalam masyarakat adat. Hukum adat merupakan sekumpulan kebiasaan masyarakat adat yang telah di patuhi secara turun-temurun dan mempunyai sanksi tersendiri berupa sanksi moral bagi masyarakat adat yang hidup dan tinggal di wilayah tertentu. Kebanyakan pengaturan hukum adat tersebut tidak dikodifikasikan.

Ketika Indonesia merdeka, maka disitulah wujud dari adanya suatu negara baru dengan sistem pemerintahan yang baru. Dari sinilah makan muncul pemikiran untuk menyatukan beberapa aturan hukum adat menjadi satu kesatuan hukum yaitu dengan unifikasi hukum dengan cara membentuk hukum positif. Tujuan di bentuknya suatu unifikasi hukum ini adalah untuk menghindari pluralisme hukum sehingga ketika terjadi suatu konflik maka hukum yang di gunakan adalah hukum positif.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 1978, Kedudukan Hukum Adat dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bandung : Alumni.

Afrizal, Dika. Makalah Hukum Adat sebagai Hukum Positif.

http://sophost.blogspot.com/2011/08/makalah-hukum-adat-sebagai-hukum.html, diakses pada 25 Maret 2015

Patricia, Hukum Islam Hukum Adat dan Hukum Barat, http://patricia-seohyerim.blogspot.com/2011/05/hukum-islam-hukum-adat-dan-hukum-barat.html, diakses pada 23 Maret 2015

Soekanto, Soerjono. 2012, Hukum Adat Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers.

Sudiyat, Iman. 2010, Asas – Asas Hukum Adat Bekal Pengantar, Yogyakarta : Liberty.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian wawancara tersebut dapat di simpulkan bahwa dalam pemberian izin SPA di Makassar cukup optimal dalam meminimalisir tempat-tempat yang di

Hasil estimasi menunjukkan bahwa PDRB Perkapita dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah di Provinsi Jambi tahun 2000-2014.Hasil uji

Kondisi otot punggung yang kokoh dan kuat ini membantu Badak sumatra dalam aktifitas menggerakkan tubuh pada saat berkubang dalam lumpur dan juga menyokong rigiditas

Pada saat pesawat dihidupkan dengan menekan tombol ON maka blok rangkaian power supply bekerja dan memberikan supply tegangan ke rangkaian kontrol, alarm, display, sensor suhu,

Berdasarkan hasil penelitian dapat disim- pulkan bahwa meski belum menunjukkan penca- paian kemampuan reflective judgment yang mak- simal, pembelajaran materi ekosistem berbasis

1) Sebaiknya pihak Lembaga PGSD dan Pusat Pengembangan PPL UNNES menjelaskan secara detail dan jelas tentang rangkaian pelaksanaan kegiatan PPL dan kriteria

Dari data prosentase kemandirian belajar mahasiswa pada tabel 6 dalam penerapan metode pembelajaran e -learning pada siklus II mahasiswa yang memiliki kemandirian dan

Penilaian keterampilan dilakukan guru dengan melihat kemampuan peserta didik dalam mengkomunikasikan hasil analisis sistem pemerintahan demokrasi berdasarkan