• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Teknologi Petani Dalam Mengantisipasi Iklim Ekstrim Di Indramayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Teknologi Petani Dalam Mengantisipasi Iklim Ekstrim Di Indramayu"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI TEKNOLOGI PETANI DALAM MENGANTISIPASI

IKLIM EKSTRIM DI INDRAMAYU

MERRY SASMITA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

(2)

MERRY SASMITA

Skripsi

salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Jurusan Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

RINGKASAN

(3)

Kabupaten Indramayu merupakan penghasil beras terbesar di Jawa Barat dan termasuk daerah yang sangat rentan terhadap iklim ekstrim. Topografi wilayah Kabupaten Indramayu sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanah rata-rata 0-2 %. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap drainase dan biasanya kalau curah hujan tinggi, maka akan terjadi genangan air di daerah-daerah tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana informasi iklim sangat diperlukan oleh petani dan cara adaptasi petani menghadapi iklim ekstrim ini serta bantuan-bantuan yang dapat membantu petani. Penelitian di lakukan dengan cara survey dan wawancara kepada beberapa responden di Kabupaten Indramayu.

Sebagian penduduk Indramayu merupakan petani dan sebagian besar wilayahnya merupakan lahan sawah (± 118.513 Ha) dan sisanya seluas 85.498 Ha berupa lahan kering. Kegagalan dan keberhasilan panen dan produksi padi sangat bergantung pada kondisi iklim. Kebutuhan air untuk lahan sawah di Indramayu diperoleh dari Curah Hujan wilayah dan pasokan air irigasi, namun jika tidak ada hujan maka air untuk irigasi juga tidak akan tersedia.

Bantuan-bantuan yang telah diterima petani dari pemerintah, selama ini belum mencukupi kebutuhan petani. Beberapa batuan yang sangat di inginkan petani adalah berupa dana, pupuk dan perbaikan saluran atau bendungan, perbaikan saluran atau bendungan sangat di butuhkan oleh petani karena pada saat musim hujan dan musim kemarau pengelolaan air sangat di butuhkan.

Hasil skenario yang telah dilakukan, di peroleh bahwa jika petani memanfaatkan informasi iklim maka petani akan mendapatkan keuntungan, meskipun tidak seperti tahun-tahun normal. Pola tanam yang sangat menguntungkan petani pada saat El-Nino adalah pola tanam Padi+Kacang Panjang dan Padi+Cabe.

RIWAYAT HIDUP

(4)

Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri No 001 Duri, SLTP Negeri 2 Mandau, Duri dan pada tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Luhak Payakumbuh, Sumatera Barat. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama masa kuliah, penulis aktif dalam Himpunan Keprofesian Mahasiswa Geofisika dan Meteorologi (HIMAGRETO) sebagai sekretaris pada periode 2003 dan sebagai anggota Departemen Kewirausahaan periode 2004. Selain itu penulis juga ikut aktif sebagai panitia dalam Kejuaraan Nasional Kempo Antar Kota III 2003 di Bogor.

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Evaluasi Teknologi Petani Dalam Mengantisipasi Iklim Ekstrim

Di Indramayu

(5)

Menyetujui,

Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc

NIP. 131 842 416

Drs. H. Kusnomo Tamkani, MM

NIP. 080 022 250

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS.

NIP. 131 473 999

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas berkah dan hidayah-Nya, penulis di beri kemudahan dalam menyelesaikan kuliah dan skripsi ini.

(6)

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil survey pada wilayah yang terkait dan wawancara kepada para responden di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena adanya bantuan dari berbagai pihak., oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rizaldi Boer selaku pembimbing dari Jurusan Geofisika dan Meteorologi yang telah banyak

memberikan saran dan pendapat dalam penyelesaian Skripsi ini.

2. Bapak Daniel Murdiyarso, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam

menjalankan perkuliahan selama ini.

3. Bapak Kusnomo Tamkani selaku Kepala Dinas Pertanian dan Perternakan Kabupaten Indramayu

yang telah memberikan saran-saran dan bantuan yang cukup bermanfaat bagi penulis, serta semua staff di Dinas Pertanian dan Perternakan, terima kasih atas bantuannya selama di lapangan.

4. Ama, Apa dan Ciwit. Terimakasih atas doa, dorongan semangatnya dan kasih sayangnya.

Terutama buat mama makasih atas perjuangannya selama ini.

5. Keluarga besar Bapak Sikin di Cantigi, Bapak Karnadi di Lelea, Bapak H Ardyah di Trisi, Bapak

Wasram di Kroya dan Bapak Waryono Di Kandanghaur serta Bapak-bapak dan Ibu KCD masing-masing Kecamatan.

6. Semua staf Jurusan Geofisika dan Meteorologi yang telah membekali dengan berbagai ilmu

pengetahuan.

7. Keluarga besar Laboratorium Klimatologi, Bu Rini, Pak Bambang, Pak Tikno, Kak Eko 36, Kak

Ansari, Papi, Mala, Dini, Bang Rico, terima kasih atas kasih sayang dan perhatiannya.

8. Keluarga besar Putri Arum (Bu Amin, Bu Eta, Bu Eni, Niken, Alay, Ami dan Bu Yeti) atas doa

dan semangatnya.

9. Keluarga besar Wisma Vigent (m’Di, m’Firna, Yanie, Bety, Trias, Nisa, Fremy, Ida, Lita dan my

roommate Novi) makasih ya guys

10. Teman seperjuangan, teman sekamar dan sahabatku Dian, sahabatku Lintang dan Mala makasih

guys.

11. Teman-teman GFM 38 dan GFM 39 makasih buat pertemanan dan doanya.

12. uda, makasih buat dukungan, doa-doa dan perhatian yang sangat di butuhkan penulis, thank you so much.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu dalam pelaksanaan

dan penulisan Skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang bermanfaat dari pembaca sangat diharapkan.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iklim Ekstrim di Indonesia ... 1 2.2 Pemanfaatan Informasi Iklim... 2

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 2 3.2 Kondisi Umum Kabupaten Indramayu... 2 3.3 Metode Penelitian ... 3 Bogor, 7 Mei 2007

(7)

3.3.1 Data ... 3

3.3.2 Analisis Data ... 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bentuk Kejadian Iklim Ekstrim di Indramayu ... 5

4.2 Analisis Jawaban Responden... 5

4.2.1Responden... 5

4.2.2 Bentuk Usahatani Utama dan Kegiatan di Luar Usahatani yang di Lakukan Responden... 5

4.2.3 Analisis Pemanfaatan Informasi Iklim dari Jawaban Kuisioner ... 6

4.3 Memahami Bentuk-Bentuk Teknologi Usaha Tani di Indramayu... 7

4.4 Analisis Ekonomi Sistem Usaha Tani ... 8

4.5 Bantuan dan Kesesuaian Bantuan yangdiberikan Pemerintah Kepada Petani ... 11

4.6 Menyusun Rekomendasi Skenario Antisipasi Terhadap Kejadian Iklim Ekstrim ... 12

4.6.1 Memahami Proses Pengambilan Keputusan dalam Pemilihan Jenis Teknologi Budidaya Antisipasi Iklim Ekstrim di Tingkat Petani.. 12

4.6.2 Rekomendasi Skenario Antisipasi Terhadap Kejadian Iklim Ekstrim.... 12

4.7 Mengevaluasi Nilai Ekonomi Prakiraan Informasi Iklim ... 13

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 14

Saran ... 14

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL 1. Penggunaan Lahan ... 3

2. Jumlah Petani berdasarkan masing-masing Kategori ... 3

3. Luas Bencana Alam selama 15 tahun (1989-2003) di Indramayu... 5

4. Analisis Biaya Pada saat Musim Rendengan ( 1 ha )... 9

5. Analisis Biaya Pada saat Musim Gadu ( 1 ha ) ... 10

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi Fenomena El-nino ... 2

2. Ilustrasi Fenomena La-nina... 2

3. Persentase Karakteristik Responden ... 5

4. Persentase Kepemilikan Lahan di Indramayu ... 5

5. Persentase Petani Melakukan Usaha Lain dan Tidak Melakukan Usaha Lain ... 6

6. Persentase Responden yang Mendapat Informasi Iklim ... 6

7. Persentase Kesesuaian Informasi Iklim yang diterima oleh Petani ... 6

(8)

9. Persentase jika diramalkan akan Terjadi Banjir ... 7

10. Persentase Responden yang Melakukan Penanaman Pada Bulan Oktober, November dan Desember ... 8

11. Rata-rata Curah Hujan Periode Tahun 1994 - 2003 di Kabupaten Indramayu... 8

12. Persentase Responden yang Menerima Bantuan dari Pemda ... 11

13. Bantuan yang diinginkan oleh Petani ... 11

14. Persentase Cara Pemberian Bantuan dari PEMDA ... 11

15. Tingkat Kepuasan Petani Terhadap Bantuan yang di Peroleh ... 11

16. Bantuan yang diinginkan oleh Petani ... 12

17. Perbedaan Keuntungan dengan Pola Tanam Padi+Padi ... 13

18. Perbedaan Keuntungan dengan Petani yang Menggunakan Pola tanam Padi-Padi ... 13

19. Kumulatif Pendapatan Kelompok Petani yang Responsif dan yang Tidak Responsif... 14

20. Perbedaan Keuntungan dengan Petani yang Menggunakan Pola tanam Padi-Padi ... 14

DAFTAR LAMPIRAN 1. Daerah Prakiraan Musim ... 16

2. Keadaan umum lokasi penelitian pada enam Kecamatan di Indramayu ... 17

3. Kuisioner untuk Petani... 18

(9)

9

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan suatu kegiatan pertanian dipengaruhi beberapa faktor yaitu fisik dan non fisik. Iklim merupakan salah satu faktor fisik yang sangat berpengaruh dalam kegiatan pertanian. Pada saat iklim normal, produksi pertanian relatif stabil sehingga dapat memberikan keuntungan kepada petani. Apabila terjadi iklim ekstrim atau iklim menyimpang dari normal, hasil tanaman akan mengalami penurunan atau bahkan bisa gagal panen yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat pandapatan dan kesejahteraan petani.

Dalam pembangunan pertanian di Indonesia, data dan informasi iklim, seperti prakiraan jangka panjang, ketersediaan air di suatu wilayah mempunyai peranan yang cukup besar. Informasi ini sangat diperlukan untuk penetapan waktu tanam yang optimum, pengolahan lahan pertanian, penanggulangan hama dan penyakit tanaman, penyediaan dan penyaluran sarana produksi sampai pasca panen (Karyoto, 1995).

Indramayu merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang sangat rentan terhadap kejadian iklim ekstrim. Pengamatan dari 1991-1997 menunjukkan kekeringan di Indramayu umumnya berkaitan dengan kejadian El-Nino. Dampak terhadap pendapatan masyarakat petani di Indramayu sangat besar. Jumlah keluarga petani yang berada dibawah garis kemiskinan meningkat secara nyata pada tahun El-Nino (Boer et al, 2004).

Pada saat El Niño tinggi hujan biasanya

menurun tajam sehingga lahan-lahan pertanian mengalami kekeringan, sebaliknya pada tahun

La-Nina hujan biasanya meningkat dari normal (Sullivan, 1994). Karena Indramyu merupakan daerah yang sangat dipengaruhi oleh fenomena ENSO, kekeringan atau kebanjiran seringkali terjadi pada saat fenomena tersebut berlangsung.

Karena sebagian besar masyarakat Indramayu adalah petani, terjadinya iklim ekstrim sangat merugikan petani. Hasil survey yang dilakukan oleh Zubaida (2004) menunjukkan bahwa keragaman hujan merupakan masalah utama petani padi di Indramayu dan kemudian diikuti oleh fluktuasi harga, sarana irigasi, ketersediaan saprodi, hama dan penyakit dan terkahir modal. Oleh karenanya perlu dilakukan kajian tentang pemanfaatan informasi prakiraan iklim, khususnya hujan dalam membantu petani untuk

mengatasi kejadian iklim ekstrim melalui upaya pemilihan teknologi budidaya yang sesuai dengan informasi prakiraan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengevaluasi bentuk teknologi pola

tanam yang dilaksanakan oleh petani Indramayu

2. Menyusun rekomendasi bentuk pola

tanam yang dapat digunakan untuk mengantisipasi kejadian iklim ekstrim

3. Menghitung besar nilai ekonomi

pemanfaatan informasi prakiraan iklim dalam penentuan teknologi pola tanam sesuai musim.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iklim Ekstrim di Indonesia

Kegagalan dan keberhasilan panen serta produksi pertanian seringkali dikaitkan dengan kondisi cuaca dan iklim. Indonesia merupakan Negara yang dilewati oleh garis katulistiwa dan diapit oleh dua benua dan dua samudra. Posisi unik ini menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan

sirkulasi meridional (Utara – Selatan)

dikenal sebagai Sirkulasi Hadley dan

sirkulasi zonal (Timur – Barat) dikenal sebagai Sirkulasi Walker, dua sirkulasi ini sangat mempengaruhi iklim di Indonesia.

Penyimpangan-penyimpangan iklim

dapat terjadi karena terganggunya sirkulasi

yang ada. Seperti ENSO (El-Nino Southern

Oscillation) yang merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan pada

Sirkulasi Walker. Indikator yang umum digunakan untuk menunjukkan akan terjadi

gejala alam El-Nino ialah terjadinya

peningkatan suhu muka laut di kawasan Pasifik atau menurunnya perbedaan tekanan antara Tahiti dan Darwin di bawah normal (disebut nilai SOI Indeks Osilasi Selatan).

Gejala El-Nino dimulai dengan menurunnya

tekanan udara di Tahiti di bawah tekanan udara di Darwin (Indeks Osilasi Selatan bernilai negatif) sehingga angin barat bertiup lebih kuat memperlemah angin pasat sehingga massa air panas di kawasan Pasifik bagian Barat mengalir ke arah Timur dengan bantuan arus ekuatorial. Akibatnya terjadi akumulasi massa air panas di kawasan Pasifik bagian Timur dan permukaan air lautnya naik lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan Barat. Kondisi ini

(10)

10

bagian Timur dan subsidensi di atas kontinen maritim Indonesia. Subsidensi ini akan menghambat pertumbuhan awan konveksi sehingga pada beberapa wilayah di Indonesia terjadi penurunan jumlah hujan yang jauh dari normal (Effendi, 2001)

La-Nina merupakan kebalikan dari El-Nino

yang dicirikan dengan mendinginnya permukaan lautan Pasifik Timur, sehingga pusat-pusat konvergensi udara Pasifik tropis akan berada di wilayah Indonesia, yang merupakan kolom-kolom udara panas yang cenderung membentuk awan dan hujan, sehingga jumlah hujan yang jatuh di Indonesia jauh di atas normal (Koesmaryono et al, 1999).

2.2 Pemanfaatan Informasi Prakiraan Iklim

Informasi prakiraan iklim yang dikeluarkan oleh BMG mengandung dua informasi utama. Pertama informasi prakiraaan awal musim dan kedua informasi sifat hujan pada musim hujan dan musim kemarau. Informasi prakiraan diberikan untuk setiap daerah prakiraan musim. Indramayu dibagi menjadi 6 daerah prakiraan musim (lampiran 1).

Berdasarkan data luas kekeringan dari tahun 1989-2001, rata-rata luas terkena

kekeringan pada tahun El-nino mencapai 50.000-180.000 ha, sementara pada tahun normal antara 500-15.000 ha (Boer and Team, 2003). Kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian kekeringan sangat ditentukan oleh waktu terjadinya kekeringan. Penelitian Zubaida (2004) menunjukkan bahwa kerugian akibat kekeringan petani Indramayu berkisar antara 1.9 sampai 3.6 juta rupiah, tergantung pada tingkat umur tanaman terkena kekeringan.

Hasil kajian yang dilakukan oleh Boer dan Setyadipratikto (2003), apabila petani Indramayu secara konsisten mengikuti ramalan musim, maka total kerugian kumulatif dari kegagalan panen akibat kejadian El-Nino antara tahun 1990-2001 dapat ditekan sampai 284 milyar rupiah apabila banyak petani yang respon terhadap informasi prakiraan hanya 25%, dan mencapai 400 dan 600 milyar rupiah apabila petani yang respon 50% dan 75%.

Hasil penelitian Ratri (2005) menunjukkan bahwa peran kelembagaan baik pada tingkat petani maupun pada tingkat kabupaten sangat penting dalam meningkatkan kemampuan petani mengatasi risiko iklim. Pada tingkat petani, penguatan kelembagaan dan kerjasama kelompok tani untuk mengantisipasi kejadian iklim ekstrim perlu dikembangkan. Salah satunya ialah pelaksanaan sekolah lapangan iklim atau SLI

(Boer et al, 2004 ). Kegiatan SLI

merupakan salah satu upaya pemberdayaan petani untuk mengatasi kejadian iklim ekstrim melalui pemilihan teknologi.

BAB III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di enam Kecamatan di Kabupaten Indramayu yaitu, Kecamatan Cantigi, Lelea, Terisi, Kroya, Gabuswetan dan Kandanghaur pada bulan Maret sampai Juni 2005. Penentuan lokasi penelitian di Kabupaten Indramayu ini berdasarkan karekteristik Indramayu yang sangat rentan terhadap kejadian Iklim ekstrim, diantaranya kekeringan dan kebanjiran. Keadaan umum lokasi penelitian pada enam Kecamatan pada lampiran 2.

3.2 Kondisi Umum Kabupaten Indramayu

Secara geografis, Kabupaten Indramayu terletak pada 107°52’ – 108°36’ BT dan 61°5’ – 64°0’ LS. Secara administrasi, Sumber : http://www.jason.oceanobs.com/html/applications/

enso/nino_explication_uk.html

Gambar 1 : Ilustrasi Fenomena El-nino

Sumber : http://www.jason.oceanobs.com/html/applications/ enso/nino explication uk.html

(11)

EVALUASI TEKNOLOGI PETANI DALAM MENGANTISIPASI

IKLIM EKSTRIM DI INDRAMAYU

MERRY SASMITA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

(12)

MERRY SASMITA

Skripsi

salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Jurusan Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

RINGKASAN

(13)

Kabupaten Indramayu merupakan penghasil beras terbesar di Jawa Barat dan termasuk daerah yang sangat rentan terhadap iklim ekstrim. Topografi wilayah Kabupaten Indramayu sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanah rata-rata 0-2 %. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap drainase dan biasanya kalau curah hujan tinggi, maka akan terjadi genangan air di daerah-daerah tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana informasi iklim sangat diperlukan oleh petani dan cara adaptasi petani menghadapi iklim ekstrim ini serta bantuan-bantuan yang dapat membantu petani. Penelitian di lakukan dengan cara survey dan wawancara kepada beberapa responden di Kabupaten Indramayu.

Sebagian penduduk Indramayu merupakan petani dan sebagian besar wilayahnya merupakan lahan sawah (± 118.513 Ha) dan sisanya seluas 85.498 Ha berupa lahan kering. Kegagalan dan keberhasilan panen dan produksi padi sangat bergantung pada kondisi iklim. Kebutuhan air untuk lahan sawah di Indramayu diperoleh dari Curah Hujan wilayah dan pasokan air irigasi, namun jika tidak ada hujan maka air untuk irigasi juga tidak akan tersedia.

Bantuan-bantuan yang telah diterima petani dari pemerintah, selama ini belum mencukupi kebutuhan petani. Beberapa batuan yang sangat di inginkan petani adalah berupa dana, pupuk dan perbaikan saluran atau bendungan, perbaikan saluran atau bendungan sangat di butuhkan oleh petani karena pada saat musim hujan dan musim kemarau pengelolaan air sangat di butuhkan.

Hasil skenario yang telah dilakukan, di peroleh bahwa jika petani memanfaatkan informasi iklim maka petani akan mendapatkan keuntungan, meskipun tidak seperti tahun-tahun normal. Pola tanam yang sangat menguntungkan petani pada saat El-Nino adalah pola tanam Padi+Kacang Panjang dan Padi+Cabe.

RIWAYAT HIDUP

(14)

Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri No 001 Duri, SLTP Negeri 2 Mandau, Duri dan pada tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Luhak Payakumbuh, Sumatera Barat. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama masa kuliah, penulis aktif dalam Himpunan Keprofesian Mahasiswa Geofisika dan Meteorologi (HIMAGRETO) sebagai sekretaris pada periode 2003 dan sebagai anggota Departemen Kewirausahaan periode 2004. Selain itu penulis juga ikut aktif sebagai panitia dalam Kejuaraan Nasional Kempo Antar Kota III 2003 di Bogor.

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Evaluasi Teknologi Petani Dalam Mengantisipasi Iklim Ekstrim

Di Indramayu

(15)

Menyetujui,

Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc

NIP. 131 842 416

Drs. H. Kusnomo Tamkani, MM

NIP. 080 022 250

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS.

NIP. 131 473 999

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas berkah dan hidayah-Nya, penulis di beri kemudahan dalam menyelesaikan kuliah dan skripsi ini.

(16)

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil survey pada wilayah yang terkait dan wawancara kepada para responden di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena adanya bantuan dari berbagai pihak., oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rizaldi Boer selaku pembimbing dari Jurusan Geofisika dan Meteorologi yang telah banyak

memberikan saran dan pendapat dalam penyelesaian Skripsi ini.

2. Bapak Daniel Murdiyarso, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam

menjalankan perkuliahan selama ini.

3. Bapak Kusnomo Tamkani selaku Kepala Dinas Pertanian dan Perternakan Kabupaten Indramayu

yang telah memberikan saran-saran dan bantuan yang cukup bermanfaat bagi penulis, serta semua staff di Dinas Pertanian dan Perternakan, terima kasih atas bantuannya selama di lapangan.

4. Ama, Apa dan Ciwit. Terimakasih atas doa, dorongan semangatnya dan kasih sayangnya.

Terutama buat mama makasih atas perjuangannya selama ini.

5. Keluarga besar Bapak Sikin di Cantigi, Bapak Karnadi di Lelea, Bapak H Ardyah di Trisi, Bapak

Wasram di Kroya dan Bapak Waryono Di Kandanghaur serta Bapak-bapak dan Ibu KCD masing-masing Kecamatan.

6. Semua staf Jurusan Geofisika dan Meteorologi yang telah membekali dengan berbagai ilmu

pengetahuan.

7. Keluarga besar Laboratorium Klimatologi, Bu Rini, Pak Bambang, Pak Tikno, Kak Eko 36, Kak

Ansari, Papi, Mala, Dini, Bang Rico, terima kasih atas kasih sayang dan perhatiannya.

8. Keluarga besar Putri Arum (Bu Amin, Bu Eta, Bu Eni, Niken, Alay, Ami dan Bu Yeti) atas doa

dan semangatnya.

9. Keluarga besar Wisma Vigent (m’Di, m’Firna, Yanie, Bety, Trias, Nisa, Fremy, Ida, Lita dan my

roommate Novi) makasih ya guys

10. Teman seperjuangan, teman sekamar dan sahabatku Dian, sahabatku Lintang dan Mala makasih

guys.

11. Teman-teman GFM 38 dan GFM 39 makasih buat pertemanan dan doanya.

12. uda, makasih buat dukungan, doa-doa dan perhatian yang sangat di butuhkan penulis, thank you so much.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu dalam pelaksanaan

dan penulisan Skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang bermanfaat dari pembaca sangat diharapkan.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iklim Ekstrim di Indonesia ... 1 2.2 Pemanfaatan Informasi Iklim... 2

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 2 3.2 Kondisi Umum Kabupaten Indramayu... 2 3.3 Metode Penelitian ... 3 Bogor, 7 Mei 2007

(17)

3.3.1 Data ... 3

3.3.2 Analisis Data ... 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bentuk Kejadian Iklim Ekstrim di Indramayu ... 5

4.2 Analisis Jawaban Responden... 5

4.2.1Responden... 5

4.2.2 Bentuk Usahatani Utama dan Kegiatan di Luar Usahatani yang di Lakukan Responden... 5

4.2.3 Analisis Pemanfaatan Informasi Iklim dari Jawaban Kuisioner ... 6

4.3 Memahami Bentuk-Bentuk Teknologi Usaha Tani di Indramayu... 7

4.4 Analisis Ekonomi Sistem Usaha Tani ... 8

4.5 Bantuan dan Kesesuaian Bantuan yangdiberikan Pemerintah Kepada Petani ... 11

4.6 Menyusun Rekomendasi Skenario Antisipasi Terhadap Kejadian Iklim Ekstrim ... 12

4.6.1 Memahami Proses Pengambilan Keputusan dalam Pemilihan Jenis Teknologi Budidaya Antisipasi Iklim Ekstrim di Tingkat Petani.. 12

4.6.2 Rekomendasi Skenario Antisipasi Terhadap Kejadian Iklim Ekstrim.... 12

4.7 Mengevaluasi Nilai Ekonomi Prakiraan Informasi Iklim ... 13

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 14

Saran ... 14

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL 1. Penggunaan Lahan ... 3

2. Jumlah Petani berdasarkan masing-masing Kategori ... 3

3. Luas Bencana Alam selama 15 tahun (1989-2003) di Indramayu... 5

4. Analisis Biaya Pada saat Musim Rendengan ( 1 ha )... 9

5. Analisis Biaya Pada saat Musim Gadu ( 1 ha ) ... 10

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi Fenomena El-nino ... 2

2. Ilustrasi Fenomena La-nina... 2

3. Persentase Karakteristik Responden ... 5

4. Persentase Kepemilikan Lahan di Indramayu ... 5

5. Persentase Petani Melakukan Usaha Lain dan Tidak Melakukan Usaha Lain ... 6

6. Persentase Responden yang Mendapat Informasi Iklim ... 6

7. Persentase Kesesuaian Informasi Iklim yang diterima oleh Petani ... 6

(18)

9. Persentase jika diramalkan akan Terjadi Banjir ... 7

10. Persentase Responden yang Melakukan Penanaman Pada Bulan Oktober, November dan Desember ... 8

11. Rata-rata Curah Hujan Periode Tahun 1994 - 2003 di Kabupaten Indramayu... 8

12. Persentase Responden yang Menerima Bantuan dari Pemda ... 11

13. Bantuan yang diinginkan oleh Petani ... 11

14. Persentase Cara Pemberian Bantuan dari PEMDA ... 11

15. Tingkat Kepuasan Petani Terhadap Bantuan yang di Peroleh ... 11

16. Bantuan yang diinginkan oleh Petani ... 12

17. Perbedaan Keuntungan dengan Pola Tanam Padi+Padi ... 13

18. Perbedaan Keuntungan dengan Petani yang Menggunakan Pola tanam Padi-Padi ... 13

19. Kumulatif Pendapatan Kelompok Petani yang Responsif dan yang Tidak Responsif... 14

20. Perbedaan Keuntungan dengan Petani yang Menggunakan Pola tanam Padi-Padi ... 14

DAFTAR LAMPIRAN 1. Daerah Prakiraan Musim ... 16

2. Keadaan umum lokasi penelitian pada enam Kecamatan di Indramayu ... 17

3. Kuisioner untuk Petani... 18

(19)

9

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan suatu kegiatan pertanian dipengaruhi beberapa faktor yaitu fisik dan non fisik. Iklim merupakan salah satu faktor fisik yang sangat berpengaruh dalam kegiatan pertanian. Pada saat iklim normal, produksi pertanian relatif stabil sehingga dapat memberikan keuntungan kepada petani. Apabila terjadi iklim ekstrim atau iklim menyimpang dari normal, hasil tanaman akan mengalami penurunan atau bahkan bisa gagal panen yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat pandapatan dan kesejahteraan petani.

Dalam pembangunan pertanian di Indonesia, data dan informasi iklim, seperti prakiraan jangka panjang, ketersediaan air di suatu wilayah mempunyai peranan yang cukup besar. Informasi ini sangat diperlukan untuk penetapan waktu tanam yang optimum, pengolahan lahan pertanian, penanggulangan hama dan penyakit tanaman, penyediaan dan penyaluran sarana produksi sampai pasca panen (Karyoto, 1995).

Indramayu merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang sangat rentan terhadap kejadian iklim ekstrim. Pengamatan dari 1991-1997 menunjukkan kekeringan di Indramayu umumnya berkaitan dengan kejadian El-Nino. Dampak terhadap pendapatan masyarakat petani di Indramayu sangat besar. Jumlah keluarga petani yang berada dibawah garis kemiskinan meningkat secara nyata pada tahun El-Nino (Boer et al, 2004).

Pada saat El Niño tinggi hujan biasanya

menurun tajam sehingga lahan-lahan pertanian mengalami kekeringan, sebaliknya pada tahun

La-Nina hujan biasanya meningkat dari normal (Sullivan, 1994). Karena Indramyu merupakan daerah yang sangat dipengaruhi oleh fenomena ENSO, kekeringan atau kebanjiran seringkali terjadi pada saat fenomena tersebut berlangsung.

Karena sebagian besar masyarakat Indramayu adalah petani, terjadinya iklim ekstrim sangat merugikan petani. Hasil survey yang dilakukan oleh Zubaida (2004) menunjukkan bahwa keragaman hujan merupakan masalah utama petani padi di Indramayu dan kemudian diikuti oleh fluktuasi harga, sarana irigasi, ketersediaan saprodi, hama dan penyakit dan terkahir modal. Oleh karenanya perlu dilakukan kajian tentang pemanfaatan informasi prakiraan iklim, khususnya hujan dalam membantu petani untuk

mengatasi kejadian iklim ekstrim melalui upaya pemilihan teknologi budidaya yang sesuai dengan informasi prakiraan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengevaluasi bentuk teknologi pola

tanam yang dilaksanakan oleh petani Indramayu

2. Menyusun rekomendasi bentuk pola

tanam yang dapat digunakan untuk mengantisipasi kejadian iklim ekstrim

3. Menghitung besar nilai ekonomi

pemanfaatan informasi prakiraan iklim dalam penentuan teknologi pola tanam sesuai musim.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iklim Ekstrim di Indonesia

Kegagalan dan keberhasilan panen serta produksi pertanian seringkali dikaitkan dengan kondisi cuaca dan iklim. Indonesia merupakan Negara yang dilewati oleh garis katulistiwa dan diapit oleh dua benua dan dua samudra. Posisi unik ini menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan

sirkulasi meridional (Utara – Selatan)

dikenal sebagai Sirkulasi Hadley dan

sirkulasi zonal (Timur – Barat) dikenal sebagai Sirkulasi Walker, dua sirkulasi ini sangat mempengaruhi iklim di Indonesia.

Penyimpangan-penyimpangan iklim

dapat terjadi karena terganggunya sirkulasi

yang ada. Seperti ENSO (El-Nino Southern

Oscillation) yang merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan pada

Sirkulasi Walker. Indikator yang umum digunakan untuk menunjukkan akan terjadi

gejala alam El-Nino ialah terjadinya

peningkatan suhu muka laut di kawasan Pasifik atau menurunnya perbedaan tekanan antara Tahiti dan Darwin di bawah normal (disebut nilai SOI Indeks Osilasi Selatan).

Gejala El-Nino dimulai dengan menurunnya

tekanan udara di Tahiti di bawah tekanan udara di Darwin (Indeks Osilasi Selatan bernilai negatif) sehingga angin barat bertiup lebih kuat memperlemah angin pasat sehingga massa air panas di kawasan Pasifik bagian Barat mengalir ke arah Timur dengan bantuan arus ekuatorial. Akibatnya terjadi akumulasi massa air panas di kawasan Pasifik bagian Timur dan permukaan air lautnya naik lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan Barat. Kondisi ini

(20)

10

bagian Timur dan subsidensi di atas kontinen maritim Indonesia. Subsidensi ini akan menghambat pertumbuhan awan konveksi sehingga pada beberapa wilayah di Indonesia terjadi penurunan jumlah hujan yang jauh dari normal (Effendi, 2001)

La-Nina merupakan kebalikan dari El-Nino

yang dicirikan dengan mendinginnya permukaan lautan Pasifik Timur, sehingga pusat-pusat konvergensi udara Pasifik tropis akan berada di wilayah Indonesia, yang merupakan kolom-kolom udara panas yang cenderung membentuk awan dan hujan, sehingga jumlah hujan yang jatuh di Indonesia jauh di atas normal (Koesmaryono et al, 1999).

2.2 Pemanfaatan Informasi Prakiraan Iklim

Informasi prakiraan iklim yang dikeluarkan oleh BMG mengandung dua informasi utama. Pertama informasi prakiraaan awal musim dan kedua informasi sifat hujan pada musim hujan dan musim kemarau. Informasi prakiraan diberikan untuk setiap daerah prakiraan musim. Indramayu dibagi menjadi 6 daerah prakiraan musim (lampiran 1).

Berdasarkan data luas kekeringan dari tahun 1989-2001, rata-rata luas terkena

kekeringan pada tahun El-nino mencapai 50.000-180.000 ha, sementara pada tahun normal antara 500-15.000 ha (Boer and Team, 2003). Kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian kekeringan sangat ditentukan oleh waktu terjadinya kekeringan. Penelitian Zubaida (2004) menunjukkan bahwa kerugian akibat kekeringan petani Indramayu berkisar antara 1.9 sampai 3.6 juta rupiah, tergantung pada tingkat umur tanaman terkena kekeringan.

Hasil kajian yang dilakukan oleh Boer dan Setyadipratikto (2003), apabila petani Indramayu secara konsisten mengikuti ramalan musim, maka total kerugian kumulatif dari kegagalan panen akibat kejadian El-Nino antara tahun 1990-2001 dapat ditekan sampai 284 milyar rupiah apabila banyak petani yang respon terhadap informasi prakiraan hanya 25%, dan mencapai 400 dan 600 milyar rupiah apabila petani yang respon 50% dan 75%.

Hasil penelitian Ratri (2005) menunjukkan bahwa peran kelembagaan baik pada tingkat petani maupun pada tingkat kabupaten sangat penting dalam meningkatkan kemampuan petani mengatasi risiko iklim. Pada tingkat petani, penguatan kelembagaan dan kerjasama kelompok tani untuk mengantisipasi kejadian iklim ekstrim perlu dikembangkan. Salah satunya ialah pelaksanaan sekolah lapangan iklim atau SLI

(Boer et al, 2004 ). Kegiatan SLI

merupakan salah satu upaya pemberdayaan petani untuk mengatasi kejadian iklim ekstrim melalui pemilihan teknologi.

BAB III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di enam Kecamatan di Kabupaten Indramayu yaitu, Kecamatan Cantigi, Lelea, Terisi, Kroya, Gabuswetan dan Kandanghaur pada bulan Maret sampai Juni 2005. Penentuan lokasi penelitian di Kabupaten Indramayu ini berdasarkan karekteristik Indramayu yang sangat rentan terhadap kejadian Iklim ekstrim, diantaranya kekeringan dan kebanjiran. Keadaan umum lokasi penelitian pada enam Kecamatan pada lampiran 2.

3.2 Kondisi Umum Kabupaten Indramayu

Secara geografis, Kabupaten Indramayu terletak pada 107°52’ – 108°36’ BT dan 61°5’ – 64°0’ LS. Secara administrasi, Sumber : http://www.jason.oceanobs.com/html/applications/

enso/nino_explication_uk.html

Gambar 1 : Ilustrasi Fenomena El-nino

Sumber : http://www.jason.oceanobs.com/html/applications/ enso/nino explication uk.html

(21)

11

Kabupaten Indramayu memiliki luas wilayah administrasi 204,011 ha yang terbagi menjadi 24 kecamatan sejak 2002 (BPS Kabupaten Indramayu, 2002).

Jumlah penduduk Kabupaten Indramayu pada tahun 2004 triwulan ke dua mencapai 1.653.451 jiwa dengan komposisi laki-laki 836.528 jiwa dan perempuan 816.923 jiwa, laju pertumbuhan penduduk mencapai 0,65 % (BPD Kabupaten Indramayu, 2004).

Topografi wilayah Kabupaten Indramayu sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanah rata-rata 0-2 %. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap drainase dan biasanya kalau curah hujan tinggi, maka akan terjadi genangan air di daerah-daerah tertentu (BPS Kabupaten Indramayu, 2002)

Suhu harian di Kabupaten Indramayu berkisar antara 26°-27°C dengan suhu harian tertinggi 3O°C dan terendah 18°C. Kelembaban udara berkisar antara 70-80%. Curah hujan rata-rata tahunan 1.428,45 mm per tahun dengan jumlah hujan 75 hari. Tipe iklim di Kabupaten Indramayu menurut klasifikasi Scmid & Ferguson, termasuk iklim tipe D atau iklim sedang dengan karakteristik sebagai berikut : Suhu udara harian berkisar antara 26° -27° Celcius, dengan suhu udara tertinggi 30° Celcius dan terendah 18° Celcius. Kelembaban udara berkisar 70-80 %. Curah hujan rata-rata tahunan adalah 1.428,45 mm dengan jumlah

hari hujan 75 hari (

http://www.indramayu.go.id/1profil/ge

ografis.php

Jenis tanah yang dominan di Kabupaten Indramayu adalah tanah Aluvial (52,52%), Clay Grumosol (15,85%) dan Podzoloik (31,63%). Ketiga jenis tanah ini memiliki permeabilitas yang rendah dan dengan keadaan topografi yang landai akan berpengaruh terhadap sistem drainase, bila curah hujan tinggi maka di daerah tertentu akan terjadi genangan air (BPS Kabupaten Indramayu, 2002). Penggunaan lahan di Kabupaten Indramayu pada tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan Lahan

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Data

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui pengumpulan data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari survei dan wawancara dengan petani. Responden yang di wawancarai dibagi dalam beberapa kategori yaitu, penggarap dan pemilik lahan, penyewa dan bagi hasil (Tabel 2).

Tabel 2. Jumlah petani berdasarkan masing masing kategori

No Kategori petani Jumlah Petani

1 Pemilik-penggarap 40

2 Penyewa 13

3 Bagi Hasil 7

Total 60

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi, luas daerah dan tinggi tempat di atas permukaan laut (dpl), data rata-rata curah hujan wilayah Indramayu tahun 1996-2002, data evaporasi dari Bendung Rentang dan Bendung Cipanas I tahun 1996-2002, data bencana alam (kekeringan dan kebanjiran selama 15 tahun (1989-2003).

3.3.2 Analisis Data

Jenis data dan informasi yang dikumpulkan melalui survey ialah :

1. Tingkat pemanfaatan informasi ramalan

iklim dalam sistem usaha tani

2. Teknologi budidaya yang digunakan

petani untuk mengantisipasi iklim ekstrim

3. Analisis ekonomi usaha tani

4. Bantuan yang diterima petani ketika

mengalami kerugian yang disebabkan oleh bencana alam

Kuisioner yang digunakan dalam survey terdapat pada lampiran 3.

Bentuk teknologi budidaya yang dievaluasi dalam penelitian ini lima bentuk pola tanam, yaitu pola tanam yang sudah pernah dilakukan oleh petani Indramayu diantaranya:

1. Padi+Kacang Panjang

2. Padi+Kacang Hijau

3. Padi+Semangka

4. Padi+Padi

Pola tanam 5 (padi-padi) merupakan bentuk pola tanam yang umum digunakan oleh petani Indramayu. Penanaman padi kedua yang biasanya sering terkena kekeringan, sehingga pengantian jenis tanaman menjadi non-padi (pola tanam 1-4) diharapkan dapat menghindari atau mengurangi kerugian

No Penggunaan Lahan Luas Lahan (ha)

1 Sawah 118,513

2 Hutan 34,299

3 Lahan Industri 3,505

4 Permukiman 19,472

5 Perkebunan 6,058

6 Tambak/rawa/kolam 16,231

(22)

12

petani akibat dari kekeringan. Besar perbedaan pendapatan antara petani yang selalu menggunakan pola padi-padi tanpa memperhatikan informasi prakiraan iklim dan petani yang menganti tanamannya menjadi non-padi apabila diberikan informasi prakiraan dijadikan sebagai indikator untuk menentukan besarnya nilai ekonomi informasi prakiraan iklim.

Prediksi penurunan hasil tanaman padi dan non-padi penanaman kedua akibat kekeringan diduga dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Allen (1998) dalam FAO

Irrigation and Drainage Paper No 33, yaitu:

⎥⎦

⎢⎣

⎡ −

=

⎥⎦

⎢⎣

⎡ −

ETc

ETa

Ky

Ym

Ya

1

1

... (1)

dimana :

Ky = Respon hasil panen akibat ketersediaan air

Ym = Produktivitas maksimum (ton/ha) Ya = Perkiraan Produksi aktual (ton/ha) ETa = Evapotranspirasi aktual

ETc = Evapotranspirasi tanaman

Nilai Ky untuk tanaman padi diasumsikan sama dengan 1.0, sedangkan untuk kacang panjang dan kacang hijau diasumsikan sama dengan nilai Ky rata-rata tanaman kacang-kacangan yaitu 0.87 (FAO, 2000). Untuk semangka nilai Ky ditentukan berdasarkan proporsi antara nilai rata-rata kc semangka dengan kc kacang-kacangan. Berdasarkan data dari FAO (1998), nilai proporsi tersebut ialah sekitar 0.86, sehingga nilai Ky yang digunakan untuk semangka sekitar 0.86*0.87=0.75.

Evapotranspirasi Tanaman (ETc) diduga dengan menggunakan rumus Doorenbos dan Pruitt (1977):

ETc = Kc x ETp ... (2) dimana :

ETc = Evapotranspirasi Tanaman Kc = Koefisien Tanaman ETp = Evapotranspirasi Standard

Evapotranspirasi Standard (ETp) dapat diduga dari Evaporasi panci (Eo), yaitu:

ETp = Kp x Eo ...(3) dimana :

ETp= Evapotranspirasi Standard Kp = Koefisien Panci

Eo = Evaporasi Panci

ETa pada persamaan (1) di asumsikan = CH apabila ETp > CH, ETa = ETp apabila ETp < CH.

Mengukur ETp secara praktis digunakan pengertian evapotranspirasi standar (Doorenboss dan Pruitt 1977). ETp adalah

evapotranspirasi dari lahan yang ditutupi 100% oleh rerumputan hijau dengan tinggi antara 8 – 15 cm dan karakteristik kekasaran aerodinamik yang relatif konstan serta minimum selama musim tumbuhnya.

Penyusunan rekomendasi pola tanam untuk antisipasi kejadian iklim ekstrim

Rekomendasi pola tanam ditentukan berdasarkan pada besar nilai prediksi hasil

aktual (Ya). Pola tanam yang tanaman

keduanya memiliki Ya hampir sama dengan

hasil maksimum (Ym) merupakan pola tanam

yang direkomendasikan. Pendugaan hasil

aktual (Ya) dilakukan untuk tiga waktu

tanam yaitu bulan April, Mei dan Juni karena di Indramayu panen padi pertama biasanya berlangsung mulai dari bulan April sampai Juni. Rata-rata umur tanaman hingga panen diasumsikan ± 3 bulan. Asumsi ini digunakan karena basis waktu untuk perhitungan ialah dengan interval bulanan. Nilai Ya dihitung dengan menggunakan data iklim (hujan dan evaporasi) dari tahun 1996-2002.

Menghitung nilai ekonomi prakiraan informasi iklim

Berdasarkan perhitungan nilai ekonomi petani pada saat Normal dan pada saat El-Nino dapat ditentukan berapa nilai ekonomi prakiraan informasi iklim.

Menghitung nilai ekonomi prakiraan informasi iklim diasumsikan dua kelompok petani yaitu, petani responsif dan petani tidak responsif. Petani responsif adalah petani yang menggunakan pola tanam alternatif (Padi+Kacang Panjang, Padi+Kacang Hijau, Padi+Cabe dan Padi+Semangka), sedangkan petani yang tidak responsif adalah petani yang hanya menggunakan pola tanam Padi+Padi saja. Cara perhitungannya sebagai berikut :

1. Asumsikan pada tahun 1991-2005,

dimana El-Nino terjadi pada tahun 1991, 1992, 1993, 1994,1997, 2002 dan 2003, sedangkan Normal terjadi pada tahun 1995, 1996, 1998, 1999, 2001, 2004 dan 2005

2. Pada tahun El-nino, maka keuntungan

yang diperoleh diasumsikan keuntungan yang telah diperoleh pada perhitungan sebelumnya, begitu juga pada tahun normal.

(23)

13

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bentuk Kejadian Iklim Ekstrim di Indramayu

Tabel 3. Luas Bencana Alam selama 15 tahun (1989-2003) di Indramayu

Tahun Banjir (ha) Kekeringan (ha)

1989 6733 0

1990 0 2474

1991 0 34573

1992 0 0

1993 5038.5 1582

1994 5848 12079

1995 6892 0

1996 18492 100

1997 0 7730

1998 0 0

1999 0 329

2000 0 0

2001 13 0

2002 6598 26787

2003 0 34482

Jumlah 49615 120136

Berdasarkan tabel 3, kejadian kekeringan lebih sering terjadi dari tahun 1989 – 2003.

4.2 Analisis Jawaban Responden 4.2.1 Responden

Karakteristik Responden

Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 60 responden dari 6 Kecamatan yaitu:

Kecamatan Cantigi, Lelea, Trisi, Kroya, Gabuswetan dan Kandanghaur. Karakteristik responden di masing-masing kecamatan dibagi dalam 4 kategori yaitu pemilik-penggarap, pemilik, penyewa dan bagi hasil.

Pada gambar 3 sebagian besar responden di 6 kecamatan ini terdiri dari pemilik lahan-penggarap sekitar 66 %, petani penyewa sekitar 22 % dan petani bagi hasil 12 %.

Kategori Petani :

a. Penggarap

Penggarap adalah seseorang yang menggarap atau menanam pada suatu lahan yang bukan miliknya. Penggarap hanya menerima upah dari apa yang dikerjakannya, dia tidak akan merasa dirugikan jika panen gagal karena dia hanya menggarap lahan saja.

b. Pemilik lahan-penggarap

Pemilik lahan-penggarap adalah orang yang memiliki lahan sendiri dan dia juga yang menggarap lahannya tanpa menyewa orang lain

c. Penyewa

Penyewa adalah orang yang menyewa lahan dan menggarapnya sendiri. Jadi orang yang memiliki lahan hanya menerima uang sewa lahan dari petani ini.

d. Bagi hasil

Bagi hasil adalah jika ada dua orang atau lebih yang membagi hasil panennya.

Luas Lahan Responden

Sebagian besar responden memiliki lahan seluas 0.75 ha dan 1.5 ha, sedangkan untuk luas 5 ha hanya 3.33 % (hanya dua orang dari 60 responden yang memiliki lahan seluas 5 ha)

4.2.2 Bentuk Usahatani Utama dan Kegiatan di Luar Usahatani yang di Lakukan Responden

Gambar 6 menunjukkan bahwa responden yang melakukan usaha lain selain usaha tani utama (menanam padi) sekitar 52% dan sisanya 48% tidak melakukan usaha lainnya. Dari grafik dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indramayu selain melakukan usaha utama bertani, mereka juga melakukan usaha lain untuk menambah pendapatan mereka.

Sumber : Seksi Perlindungan Tanaman dan Laporan Tahunan

Gambar 3. Persentase Karakteristik Responden P e

milik-pe ngga r a p 66% P e nye wa

22%

Ba gi Ha sil 12%

Gambar 4. Persentase Kepemilikan Lahan di Indramayu

0% 5% 10% 15% 20% 25%

0 0.25 0.5 0.75 1 1.5 1.75 2 3 4 5

Luas Lahan (Ha)

P

e

rsentase

Pemil

ik L

a

han (

P

(24)

14

Usaha lain yang dilakukan petani antara lain: Tanaman pangan yang terdiri dari kacang hijau dan cabe, Sayur-sayuran berupa kacang panjang, Buah-buahan terdiri dari semangka dan mangga, Tanaman Tahunan berupa kelapa, Ruminansia terdiri dari kambing dan sapi, Unggas berupa itik dan Transportasi berupa becak (lampiran 4)

Usaha lain yang dilakukan sebagian besar petani di enam Kecamatan ini seperti menanam buah-buahan dan beternak.

4.2.3 Analisis Pemanfaatan Informasi Iklim dari Jawaban Kuisioner

Kekeringan dan kebanjiran di Kabupaten Indramayu hampir terjadi setiap tahun. Petani belum bisa menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut, hal ini disebabkan oleh keterbatasan petani dalam menerima dan memanfaatkan informasi iklim. Beberapa petani yang telah menerima informasi iklim masih tidak dapat memanfaatkan informasi iklim ini. Hal ini dikarenakan informasi iklim yang diterima petani tidak sesuai dengan yang dibutuhkan petani dan juga karena ketidakpercayaan petani dengan ramalan ini.

Petani di Indramayu lebih sering berspekulasi dalam mengambil keputusan untuk mulai menanam. Seringkali spekulasi ini beresiko besar, namun petani tidak memperdulikan hal tersebut.

Ada beberapa teknik yang telah dilakukan petani di Indramayu, salah satunya yaitu sistem culik. Sistem culik adalah petani melakukan panen lebih awal pada sebagian kecil petak sawahnya saat rendengan, kemudian pada petak tersebut petani akan melakukan persemaian untuk musim tanam gadu. Hal ini dilakukan untuk menghindari terlambat tanam untuk musim tanam ke dua.

Alasan sebagian besar petani tidak menggunakan informasi ramalan iklim adalah karena ramalan seringkali meleset dan mereka juga mempunyai orang yang mereka percaya

selama ini tentang ramalan-ramalan mengenai waktu, sehingga mereka dapat memutuskan akan menanam pada musim tertentu atau tidak.

Sekitar 43 responden dari 60 responden yang diwawancarai mendapat informasi iklim dan 38 responden dari 43 responden yang menerima informasi iklim merasa tidak puas dengan informasi iklim tersebut, hal ini dapat di lihat pada grafik berikut:

Bentuk Informasi yang diterima petani berupa keterangan awal Musim Kemarau dan awal Musim Hujan pada tahun tertentu, sedangkan petani lebih membutuhkan informasi iklim yang lebih spesifik. Petani pada umumnya menginginkan ramalan yang lebih pasti, tentang berapa persen ketepatan dari ramalan dan kepastian dari dinas terkait dalam hal ini adalah dinas pertanian dan perternakan dan dinas pengairan.

Ya 72% Tidak

28%

Gambar 6. Persentase Responden yang Mendapat Informasi Iklim

Sesuai 12% Tidak

Sesuai 88%

Gambar 7. Persentase Kesesuaian Informasi Iklim yang diterima oleh Petani

Gambar 8. Persentase Sumber Informasi Iklim

PPL 21%

DIPERTA 9% KCD

30% Ketua Kel

Tani 40%

Gambar 5. Persentase Petani Melakukan Usaha Lain dan Tidak Melakukan Usaha Lain

Usaha Lain

48% Tidak

(25)

15

Sumber Informasi diperoleh petani berasal dari 4 sumber yaitu Ketua Kelompok Tani, KCD (Kepala Cabang Dinas Pertanian dan Peternakan), PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dan DIPERTA (Dinas Pertanian dan Peternakan).

Pada gambar 9, jika ada informasi iklim yang meramalkan akan terjadi banjir pada waktu setelah tanam, sebagian besar petani tersebut tidak melakukan antisipasi apa-apa (Pasrah), sehingga dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan informasi iklim belum sepenuhnya dapat dilakukan oleh petani di Kabupaten Indramayu.

Untuk daerah Kabupaten Indramayu ini petani biasanya melakukan persemaian untuk musim gadu dengan menggunakan sistem culik untuk mengantisipasi keterlambatan musim hujan tiba, sehingga mereka dapat langsung menanam jika musim hujan telah tiba dan tidak mengalami terlambat tanam, namun hal ini saja tidak cukup untuk mengatasi kondisi ekstrim yang seringkali terjadi.

4.3 Memahami Bentuk-Bentuk Teknologi Usaha Tani di Indramayu

Ada beberapa teknik yang dapat menjadi solusi untuk masalah-masalah diatas, diantaranya :

Pada Musim Hujan

Pada musim hujan ada beberapa teknik :

a. Gogo Rancah (penyebaran benih secara langsung/direct seeded)

Cara ini dapat dilakukan ketika curah hujan rendah tetapi sering. Teknik gogo rancah adalah penanaman bibit padi secara langsung tanpa dilakukannya penyemaian terlebih dahulu

Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari sistem gogo rancah ini, antara lain (Anonim, 1982) :

1. Pengolahan tanah dapat diangsur

sebelum turun hujan

2. Tidak membutuhkan air pada saat

pengolahan tanah, kebutuhan air secara keseluruhan jauh lebih sedikit dari pada padi sawah

3. Tidak memerlukan persemaian

sehingga menghemat waktu dan tanaman tidak tergantung dengan umur bibit

4. Karena penanaman dapat dilakukan

lebih awal, pengaruhnya besar dalam mempersingkat waktu paceklik

5. Tidak banyak tergantung pada

curah hujan sehingga resiko mati karena kekurangan air sangat sedikit

Untuk dapat mulai tanam biasanya ditandai dengan adanya hujan lebat beberapa hari secara terus menerus, kemudian diikuti dengan panas sekitar dua minggu dan selanjutnya turun hujan lagi secara teratur. Pada saat itu dapat dimulai kegiatan menugal benih.

Alat yang digunakan dalam bertanam padi gogo rancah adalah tugal yang dibuat dari kayu bulat. Besar kayu yang dipilih sama dengan lengan tangan, panjang satu sampai satu setengah meter dengan ujung bagian bawah dibuat runcing.

b. Ngipuk (dry seeded)

Cara ini dilakukan ketika curah hujan tinggi namun tidak sering. Sebelum melakukan penanaman, bibit disemai terlebih dahulu pada sebagian petak sawah dalam keadaan kering beberapa waktu sebelum musim hujan tiba. Setelah musim hujan tiba, bibit yang telah disemai dipindahkan ke seluruh petak sawah.

c. Rendengan (transplanting system)

Cara ini digunakan ketika curah hujan tinggi dan sering. Sebelum melakukan penanaman, bibit disemai terlebih dahulu pada sebagian petak sawah dalam keadaan basah beberapa waktu sebelum musim hujan tiba. Setelah musim hujan tiba, bibit yang telah disemai dipindahkan ke seluruh petak sawah.

Pada Musim Kering

Pada musim kering ada beberapa teknik:

a. Padi Gadu

Cara ini dilakukan jika curah hujan cukup tinggi dan berlangsung lama sekitar lebih dari 3 bulan.

b. Sistem Culik (melakukan persiapan pembibitan)

P erb aiki s aluran

3 0 % P erb aiki

p emb uang an air 2 7%

P as rah 4 3 %

(26)

16

Cara ini dapat dilakukan jika curah hujan cukup tinggi tetapi tidak berlangsung sampai tiga bulan. Ketika petani akan panen untuk masa tanam pertama, terlebih dahulu dilakukan panen muda pada sebagian kecil petak sawah, lalu pada petak sawah tersebut ditanami bibit yang akan ditanam untuk masa tanam ke dua. Sehingga pada saat setelah panen bibit yang telah disemai terlebih dahulu dapat langsung ditanam.

c. Secondary crop

Cara ini digunakan jika setelah dua bulan tidak terjadi hujan. Pada saat petani telah melakukan panen, lalu curah hujan tidak terlalu cukup untuk padi, maka lahan sawah tersebut dapat ditanami tanaman selain padi.

d. Fallowing (Bera)

Cara ini dapat digunakan jika hujan turun kurang dari 2 bulan. Jika tidak terjadi hujan dalam beberapa bulan, maka lahan sawah tadi dapat dibiarkan tanpa ditanami terlebih dahulu.

4.4 Analisis Ekonomi Sistem Usaha Tani Analisis Usahatani Padi pada Musim Pertama (Rendengan)

Musim rendengan merupakan musim pertama tanam padi pada saat curah hujan cukup banyak, biasanya penanaman dimulai pada bulan Oktober, November atau Desember dan Januari.

Pada gambar 10 dapat dilihat bahwa responden lebih banyak memilih untuk menanam padi musim rendengan adalah bulan November dan Desember.

Responden yang memilih melakukan penanaman pada bulan Oktober adalah sebanyak 7 orang, November 20 orang dan Desember sebanyak 27 orang dan Januari 6 orang.

Dilihat dari rata-rata curah hujan pada sepuluh tahun belakangan (Gambar 11). Puncak curah hujan terjadi pada bulan Januari, sehingga sekurang-kurangnya dua bulan sebelum bulan Januari petani telah menanam tersebut curah hujan cukup tinggi sehingga padi. Petani mulai menanam sekitar bulan November dan Desember. Pada bulan-bulan petani yakin bahwa tanaman mereka akan mendapatkan air yang cukup agar dapat tumbuh dengan baik.

Gambar 10. Persentase Responden yang Melakukan Penanaman Pada Bulan Oktober, November dan Desember

Okt 12%

Nov 33% Des

45% Jan 10%

Gambar 11. Rata-rata Curah Hujan Periode Tahun 1994 – 2003 di Kabupaten Indramayu

Sumber : Subag Perencanaan dan Evaluasi Laporan Tahunan 2003 0

50 100 150 200 250 300 350

Okt Nov Des Jan Feb M ar Apr M ei Juni Juli Agust Sept

(27)

17

Analisis biaya tanaman padi pada musim rendengan di Indramayu dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Analisis Biaya Pada saat Musim Rendengan ( 1 ha )

Komponen No

Biaya Satuan Harga satuan Jumlah nilai (Rp)

Sarana Produksi - Benih

25 kg

Rp 2500

62500 - Pupuk

Urea

2 kw

Rp 110000

220000

SP 36 1 kg Rp 150000 150000

KCL 1 kw Rp 200000 200000

1

PPC 6ltr/18btl Rp 7500 135000

Pestisida

Spontan 4 btl Rp 35000 140000

2

Furadan 1 box Rp 150000 150000

3 Upah Tenaga Kerja

- Pengolahan tanah Borongan 1 ha 300000

- Persemaian 5 orang Rp 20000 100000

- Tanam Borongan 1 ha 375000

- Gegaleng 6 orang Rp 25000 150000

- Ngoyos/ Nyiang 15 orang Rp 20000 300000

-Penyemprotan 7 hari Rp 20000 560000

Biaya Lain - Sewa Tanah

2000 kg

Rp 1200

2400000

- Air 1 ha MT 60000

- PBB 1 ha Thn 50000

- Swadaya Desa 70 kg Ha 84000

4

- Lain-lain 22500

Biaya Total Rp 5.459.000

PENERIMAAN TOTAL

5 Hasil 6500 kg Rp 1200 Rp 7.800.000

PENERIMAAN BERSIH

6 Tanah Milik Rp 4.741.000

7 Tanah Sewa Rp 2.341.000

Pada saat penanaman dilakukan secara borongan oleh buruh tani yang berkisar antara 15 – 20 orang, biaya upah yang dikeluarkan untuk satu hari Rp 20.000 - Rp 25.000 tanpa diberi makan, sedangkan jika pemilik lahan memberi makan kepada buruh tani maka biaya yang dibayarkan kepada buruh Rp 15.000 – Rp 20.000.

Waktu yang dibutuhkan untuk penyemprotan hanya setengah hari dengan biaya untuk buruh tani sekitar Rp 10.000 - Rp 15.000 dengan buruh tani 2- 4 orang perhektarnya.

Biaya yang dikeluarkan oleh penyewa lahan sekitar Rp 1.200.000 per-hektar setiap musim tanam. Biasanya petani di Indramayu melakukan pencocokan harga gabah dengan harga sewa lahan sehingga setiap tahunnya

harga sewa lahan ini akan berubah menurut harga gabah.

Pembagian air irigasi telah diatur oleh lembaga yang berkepentingan, namun di Indramayu ada yang disebut sebagai “mitra cai” yaitu orang yang bertugas menjaga air yang masuk ke sawah-sawah ketika dialiri air irigasi. Biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 60.000 perhektar setiap musim tanam. Selain biaya di atas terdapat biaya swadaya desa antara lain untuk masjid dan desa berkisar sekitar Rp 84.000 per-hektar sawah.

(28)

18

Hasil panen untuk 1 ha sekitar 6.5 ton maka setelah dibagi

pemilik hanya mendapat 5.5 ton dan yang memanen sebesar 1 ton.

Pada musim rendengan ini keuntungan rata-rata untuk tanah milik sendiri adalah sekitar Rp 4.741.000 dengan harga gabah Rp 1200 per Kg dan hasil panen untuk 1 ha sekitar 6.5 ton. Sedangkan untuk tanah sewa petani hanya akan memperoleh keuntungan sekitar Rp 2.341.000.

Analisis Usahatani Padi pada Musim Kedua (Padi Gadu)

Musim gadu merupakan musim kedua yang dilakukan petani pada saat musim kemarau. Pada musim ini petani lebih berani untuk mengambil resiko, karena pada saat musim gadu iklim sangat tidak dapat diramalkan oleh petani. Petani di Indramayu sering mengalami kerugian pada saat musim gadu ini namun hal itu tidak membuat

mereka berhenti menanam karena memang tidak ada pilihan lain. Sebagian besar penduduk Indramayu merupakan petani dan mata pencarian mereka hanya bergantung pada hasil tani.

Jika dilihat dari rata-rata curah hujan selama sepuluh tahun belakangan (gambar 11) ini dapat dilihat bahwa pada bulan Mei hingga Oktober jumlah curah hujan tidak mencukupi untuk pertumbuhan padi (100-150 mm). Sehingga dapat disimpulkan keberhasilan untuk menanam pada musim kedua sangat sedikit.

Analisis biaya tanaman padi pada musim gadu di Indramayu dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Analisis Biaya Pada saat Musim Gadu ( 1 ha )

No Komponen

Biaya Satuan Harga satuan Jumlah nilai (Rp)

Sarana Produksi

- Benih 30 kg

Rp 2500

75000 - Pupuk

Urea 2 kw

Rp 110000

220000

SP 36 1 kg Rp 150000 150000

ΚCL 1 kw Rp 200000 200000

1

PPC 6ltr/18btl Rp 7500 135000

Pestisida

Spontan 4 btl Rp 35000 140000

2

Furadan 1 box Rp 150000 150000

Upah Tenaga Kerja

Pengolahan tanah Borongan 1 ha 300000

- Persemaian 5 orang Rp 20000 100000

- Tanam Borongan 1 ha 375000

- Gegaleng 6 orang Rp 25000 150000

- Ngoyos/Nyiang 15 orang Rp 20000 300000

3

- Penyemprotan 7 hari Rp 20000 560000

Biaya Lain

- Air 1 ha

MT

60000

Swadaya Desa 70 kg Ha 84000

4

- Lain-lain 22500

Biaya Total Rp 3.021.500 PENERIMAAN TOTAL

5 Hasil 5000 kg Rp 1200 Rp 6000000

Penerimaan Bersih Rp 2.978.500

Pada musim gadu ini keuntungan rata-rata yang diperoleh petani sekitar Rp 2.978.500 dengan harga gabah Rp 1200 per Kg dan hasil panen untuk 1 ha sekitar 5 ton. Pada saat

(29)

19

penyewa dan petani pemilik akan sama, tetapi untuk petani bagi hasil biasanya modal dikeluarkan oleh penggarap yang melakukan bagi hasil dan hasilnya akan dibagi sama besar (50:50).

Berdasarkan data yang diperoleh, para petani bagi hasil biasanya tidak menanam pada saat musim gadu, hal ini kemungkinan besar dikarenakan oleh modal yang dibutuhkan cukup besar namun hasilnya tidak pasti.

Pada musim gadu ini keuntungan rata-rata yang diperoleh petani sekitar Rp 2.978.500 dengan harga gabah Rp 1200 per Kg dan hasil panen untuk 1 ha sekitar 5 ton. Pada saat musim tanam kedua ini petani penyewa telah membayar uang sewa pada saat musim tanam pertama (rendengan) sehingga keuntungan yang diperoleh oleh petani penyewa dan petani pemilik akan sama, tetapi untuk petani bagi hasil biasanya modal dikeluarkan oleh penggarap yang melakukan bagi hasil dan hasilnya akan dibagi sama besar (50:50).

Berdasarkan data yang diperoleh, para petani bagi hasil biasanya tidak menanam pada saat musim gadu, hal ini kemungkinan besar dikarenakan oleh modal yang dibutuhkan cukup besar namun hasilnya tidak pasti.

4.5 Bantuan dan Kesesuaian Bantuan yangdiberikan Pemerintah Kepada Petani

Sekitar 36 responden pernah mendapat bantuan dari PEMDA berupa benih, traktor, pompa, KUT (Kredit Usaha Tani) / dana pada tahun 2003/2004, sedangkan sisanya 24 responden tidak pernah mendapat bantuan dari PEMDA. Kategori bantuan dapat berupa perorangan dan kelompok.

Petani biasanya memperoleh bantuan tersebut secara langsung dan melalui ketua kelompok tani.

Pemberian bantuan kepada petani agar lebih terkoordinasi diberikan oleh PEMDA ke Ketua Kelompok Tani dan dari ketua akan diteruskan ke petani. Namun ada beberapa bantuan yang diberikan langsung oleh pihak PEMDA ke petani.

Dari hasil diskusi dan wawancara dapat disimpulkan apakah bantuan yang diterima petani dari pemerintah atau lembaga lainnya tepat sasarannya atau tidak, hal ini di simpulkan berdasarkan kisaran angka 1-5, dimana 1 = sangat puas, 2 = puas, 3 = kurang puas, 4 = sangat tidak puas, 5 = tidak ada komentar.

Ya 60% Tidak

40%

Gambar 12. Persentase Responden yang Menerima Bantuan dari Pemda

Langsung 19% Ketua Kel

Tani 81%

Gambar 14. Persentase Cara Pemberian Bantuan dari PEMDA

Grafik Tingkat Kepuasan Petani Terhadap Bantuan yang di Peroleh

0 5 10 15 20

1 2 3 4 5

Tingkat Kepuasan

1 (Sangat Puas), 2 (Puas), 3 (Tidak Puas), 4 (Sangat Tidak Puas), 5 (Tidak Ada Komentar)

J u mlah R e sp o n d e n

Gambar 15. Tingkat Kepuasan Petani Terhadap Bantuan yang di Peroleh

Gambar 13. Bantuan yang di Peroleh Petani

0 5 10 15 20 25 30 35

1 2 3 4 5

(30)

20

Sebagian besar petani yang memperoleh bantuan dari PEMDA tidak merasa puas, karena bantuan yang diberikan kepada petani tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Bantuan yang diinginkan oleh Petani adalah berupa Dana, Pupuk dan Perbaikan saluran atau Bendungan, Bor Pantek, Pompa dan Traktor. Sedangkan bantuan yang sangat diinginkan Petani yaitu Dana, Pupuk dan Perbaikan saluran atau Bendungan.

4.6 Menyusun Rekomendasi Skenario Antisipasi Terhadap Kejadian Iklim Ekstrim

4.6.1 Memahami Proses Pengambilan Keputusan dalam Pemilihan Jenis Teknologi Budidaya Antisipasi Iklim Ekstrim di Tingkat Petani

Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi dengan para responden, proses pengambilan keputusan dalam pemilihan jenis teknologi budidaya antisipasi iklim ekstrim masih sangat sederhana. Para anggota kelompok dikumpulkan oleh ketua kelompok masing-masing untuk mendiskusikan tindakan yang perlu dilakukan mengantisipasi iklim ekstrim.

Untuk musim tanam pertama beberapa petani di kecamatan tertentu menggunakan sistem Gogo Rancah jika petani melihat bahwa hujan sudah mulai sedikit.

Beberapa petani di Indramayu telah melakukan sistem Culik untuk mengantisipasi keterlambatan tanam, sehingga teknik ini selalu dilakukan oleh petani (sudah merupakan kebiasaan) memasuki musim tanam ke dua.

Menyikapi kedua pernyataan oleh petani di atas, dapat disimpulkan bahwa petani tersebut cenderung melakukan tindakan berdasarkan apa yang mereka lihat pada saat itu atau hanya mengikuti tindakan-tindakan yang telah dilakukan dari dahulu, tanpa mempertimbangkan informasi iklim yang mereka peroleh. Hal ini disebabkan kurangnya

pengetahuan petani akan pentingnya informasi iklim tersebut

4.6.2 Rekomendasi Skenario

Antisipasi Terhadap Kejadian Iklim Ekstrim

Nilai Ya (Potensi Hasil) yang telah diperoleh diasumsikan masing-masing petani yang tidak melakukan tanam padi pada saat gadu melakukan usaha lain seperti menanam kacang panjang, kacang hijau, cabe dan semangka di masing-masing lahan sawah yang mereka miliki. Petani diasumsikan melakukan pola seperti yang telah dijelaskan pada metode penelitian ini.

Hasil ketiga asumsi awal musim tanam, untuk pola tanam kacang panjang, cabe, kacang hijau dan semangka lebih menguntungkan jika melakukan penanaman pada awal bulan April baik pada saat normal maupun pada saat El-Nino. Sedangkan untuk tanaman padi, pada saat El-Nino tanaman padi akan menguntungkan bila ditanam pada awal bulan Juni dan pada saat Normal pada awal bulan April.

Melihat masing-masing pola tersebut dapat diketahui pola mana yang sangat menguntungkan petani dan pola tanam alternatif lainnya yang dapat dilakukan oleh petani selain pola tanam yang sangat menguntungkan tersebut.

Pola yang sangat menguntungkan petani pada saat Normal dan El-nino adalah pola tanam Padi+Cabe dan Padi+Kacang Panjang. Pada pola di atas beberapa hal diasumsikan sebagai berikut :

a. Lahan yang digunakan petani untuk

menanam dengan wawancara dengan petani

b. Analisis biaya untuk rendengan sesuai

dengan wawancara dengan petani

c. Petani yang diasumsikan melakukan

pola diatas adalah petani yang hanya melakukan penanaman pada saat rendengan saja.

d. Pola-pola di atas diasumsikan digunakan

[image:30.612.85.318.142.277.2]

petani pada saat Tahun El-nino (Tahun 1997) dan tahun Normal (1999)

Gambar 16. Bantuan yang di inginkan oleh Petani

0 5 10

1 2 3 4 5 6

Bantuan

1 (Pompa), 2 (Dana), 3 (Pupuk), 4 (Traktor), 5 (Bor Pantek), 6 (Perbaikan Saluran/Bendungan)

Ju

m

lah

B

an

tu

(31)

21

0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 35000000 40000000

P-KP P-KH P-C P-S

P e rb e d a a n Ke unt unga n de nga n Pata n

i P-P (R

p /h a ) El-Nino Normal 4.7 Mengevaluasi Nilai Ekonomi Prakiraan

Informasi Iklim

Disimpulkan dari ke empat pola di atas, bahwa pola tanam Padi+Cabe dan Padi+Kacang Panjang lebih menguntungkan jika dilakukan pada saat El-Nino maupun pada saat Normal. Pola tanam Padi+Kacang Hijau dan Padi+Semangka juga menguntungkan pada saat El-Nino dan Normal , namun pola tanam Padi+Cabe dan Padi+Kacang Panjang lebih dianjurkan untuk dilakukan.

Jika petani melakukan pola di atas yang nantinya dianjurkan oleh Dinas Pertanian dan Perternakan yang telah bekerjasama dengan BMG, maka akan meningkatan pendapatan (keuntungan) yang diperoleh petani. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh petani disebut nilai ekonomi prakiraan informasi iklim.

Gambar 18 diperoleh dengan mengasumsikan beberapa tingkat harga. Tujuan melakukan asumsi ini adalah untuk mengetahui sejauh mana keuntungan yang diperoleh petani jika terjadi penurunan harga dan kenaikan harga.

Harga normal masing-masing pola tanam dengan harga Rp 2000 untuk pola Padi+Kacang Panjang, Rp 2000 untuk pola Padi+Kacang Hijau, Rp 3000 untuk pola Padi+Cabe dan Rp 700 untuk pola Padi+Semangka.

Berdasarkan tingkat harga ini pola yang sangat menguntungkan pada saat El-Nino adalah pola tanam Padi+Cabe dan Padi+Kacang Panjang, tetapi dilihat dari keuntungannya pola Padi+Kacang Panjang lebih menguntungkan. Maka petani dianjurkan untuk melakukan pola Padi+Kacang Panjang.

Jika harga naik 25%, terjadi peningkatan keuntungan rata-rata dan terjadi penurunan kerugian jika petani melakukan pola Padi+Kacang Hijau dan pola Padi+Semangka pada saat Normal.

Jika terjadi penurunan harga sebesar 25% dan 50%, pola Padi+Kacang Panjang masih dapat dianjurkan untuk dilakukan pada saat Normal dan El-Nino, untuk pola Padi+Cabe masih dapat dilakukan pada saat El-Nino, namun tidak dianjurkan untuk dilakukan karena akan merugikan petani, sedangkan pola Padi+Semangka dilihat dari keuntungan yang diperoleh pada saat El-Nino sangat sedikit.

[image:31.612.110.306.78.228.2]

Menghitung nilai ekonomi prakiraan informasi iklim diasumsikan dua kelompok petani yaitu : kelompok petani yang responsif dan kelompok petani yang tidak responsif. Kelompok petani yang responsif adalah kelompok petani yang menggunakan pola tanam alternatif (Padi+Kacang Panjang, Padi+ Kacang Hijau, padi+Cabe dan Padi+Semangka) pada saat Normal dan El-Nino. Sedangkan kelompok petani yang tidak responsif adalah kelompok petani yang hanya menggunakan pola tanam Padi+Padi pada saat El-Nino dan Normal. Menghitung nilai ekonomi prakiraan informasi iklim diasumsikan pada tahun 1991-2005, dimana El-Nino terjadi pada tahun 1991, 1992, 1993, 1994,1997, 2002 dan 2003, sedangkan Normal terjadi pada tahun 1995, 1996, 1998, 1999, 2001, 2004 dan 2005.

Gambar 17. Perbedaan Keuntungan dengan Pola Tanam Padi+Padi

Gambar 18. Perbedaan Keuntungan dengan Petani yang Menggunakan Pola tanam Padi-Padi

0 8000000 16000000 24000000 32000000 40000000 48000000 El -Ni n o No rm al El -Ni n o No rm al El -Ni n o No rm al El -Ni n o No rm al Padi-Kacang Panjang Padi-Kacang Hijau Padi-Cabe Padi-Semangka P e r b e d aan K e u n tu n gan d e ng a n P e ta ni P -P ( R p/ ha

) Harga Normal

Naik 25 % dari Normal

[image:31.612.330.585.196.339.2]
(32)

22

Dapat di lihat dari grafik di atas bahwa keuntungan yang diperoleh kelompok petani responsif (yang menggunakan pola P+KP, P+KH, P+C, P+S) lebih besar dari kelompok petani yang tidak responsif.

[image:32.612.51.319.62.206.2]

Asumsikan jika keuntungan menanam padi gadu diperoleh petani pada saat El-Nino 50% dari hasil Normal maka dapat dilihat pada gambar 20 bahwa pola Padi+Kacang Panjang dan pola Padi+Cabe masih dapat dilakukan pada saat Normal dan el-Nino.

V. KESIMPULAN

Bentuk kejadian iklim ekstrim di Indramayu dapat di ketahui dari data sekunder, dimana dari kejadian banjir dan kekeringan selama 15 tahun, frekuensi kejadian yang sering terjadi adalah kekeringan yang telah merusak lahan seluas 120.136 ha selama 15 tahun.

Besarnya dampak kejadian iklim ekstrim diduga dari selisih keuntungan yang diperoleh petani saat melakukan tanam padi gadu pada saat El-Nino, yaitu sekitar Rp 2.733.500.

Rekomendasi skenario antisipasi

terhadap kejadian iklim ekstrim dimulai dengan menghitung nilai Ya (Perkiraan produksi aktual), kemudian dihitung keuntungan yang diperoleh jika melakukan beberapa pola dan pola yang sangat mengguntungkan adalah pola Padi+Cabe dan Padi+Kacang Panjang dilakukan pada saat El-Nino maupun pada saat Normal. Pola tanam Padi+Kacang Hijau dan Padi+Semangka juga menguntungkan pada saat El-Nino dan Normal , namun pola tanam Padi+Cabe dan Padi+Kacang Panjang lebih dianjurkan untuk dilakukan.

Nilai ekonomi prakiraan informasi iklim dapat dihitung dengan cara mengasumsikan dua kelompok petani yaitu petani yang responsif (petani yang menggunakan salah satu pola alteratif (Padi+Kacang Panjang

Gambar

Gambar 1 : Ilustrasi Fenomena El-nino
Tabel 2. Jumlah petani berdasarkan masing
Gambar 4. Persentase Kepemilikan Lahan di
Gambar 5. Persentase Petani Melakukan Usaha                     Lain dan Tidak Melakukan Usaha Lain
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji hipotesis, menunjukkan bahwa; (1) Uji one sample t-test menunjukkan bahwa nilai t hitung&gt;t tabel menunjukkan nilai rata-rata kemampuan

Penelitian yang sudah dipaparkan diatas menunjukan bahwa tiap populasi dan gender di dunia yang termasuk didalamnya etnis Igbo, etnis Ikwerre, suku India, keturunan

kajian Sosiologis, manusia juga disebut sebagai individu, karena setiap manusia memiliki karakteristik unik yang tidak sama sekali dimiliki orang lainnya. Manusia

ADSORPSI LOGAM Cr(VI) PADA LIMBAH CAIR BATIK DENGAN ZEOLIT ALAM TERAKTIVASI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah konsumsi pakan (bahan kering (BK), protein kasar (PK), lemak kasar (LK) dan serat kasar (SK) terhadap jumlah

Pihak lain yang sependapat juga mendukung dengan mengatakan bahwa Adopsi IFRS dapat memperkuat integrasi dan daya saing pasar modalnya terutama bagi negara

bahwa berdasarkan usulan Kepala Desa atas prakarsa masyarakat melalui Badan Perwakilan Desa Tasik Serai, terhadap Pemekaran Desa dan atau Pembentukan Desa Baru

sista tertinggi terdapat pada lahan kubis yaitu lahan bekas penanaman kentang yang sedang ditanami kubis, lalu lahan kentang yaitu yang sedang ditanami kentang umur 90 hst dan