• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Analysis of Development Strategies for Organic Vegetables Business for The Group of Farmers Cibolerang Agro, Selaawi-Garut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Analysis of Development Strategies for Organic Vegetables Business for The Group of Farmers Cibolerang Agro, Selaawi-Garut"

Copied!
328
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SAYURAN

ORGANIK PADA KELOMPOK TANI CIBOLERANG AGRO

KECAMATAN SELAAWI- KABUPATEN GARUT

MITA FEBTYANISA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik Pada Kelompok Tani Cibolerang Agro, Kecamatan Selaawi-Kabupaten Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dari bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2013
(3)

RINGKASAN

MITA FEBTYANISA. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik Pada Kelompok Tani Cibolerang Agro Kecamatan Selaawi-Kabupaten Garut. Dibimbing oleh H MUSA HUBEIS dan MUHAMMAD SYAMSUN.

Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan manusia, karena di dalam sayuran mengandung berbagai sumber vitamin, provitamin, mineral, serat dan karbohidrat yang bermacam-macam, serta mengandung zat antioksidan dan antibakteri yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Kesadaran masyarakat untuk “back to nature” di sektor pertanian ini didukung oleh pemerintah melalui Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dengan memprakarsai Program “Go Organik 2010” yang telah dikembangkan sejak tahun 2001.

Banyaknya permintaan sayuran organik menandakan bahwa bisnis sayuran organik memiliki potensi dan peluang yang baik untuk dikembangkan, sehingga dapat mendorong pertanian organik menjadi berdaya saing dan berkelanjutan. Kabupaten Garut merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sayuran. Kabupaten Garut memiliki keunggulan komparatif, maupun keunggulan kompetitif. Terdapat satu kelompok tani (poktan) yang berada di Kecamatan Selaawi telah merintis pertanian sayuran organik, yaitu Poktan Cibolerang Agro (Cibo Agro) yang berdiri sejak tahun 2009. Pada tahun 2011, Poktan Cibo Agro telah mendapatkan Sertifikat Pangan Organik dari Indonesian Organic Farming Certification (Inofice).

Penelitian ini merupakan bagian dari Riset Strategi Nasional yang berjudul Strategi Produksi Pangan Organik Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Petani di Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan proses produksi sayuran organik dan menggambarkan model struktur rantai pasok sayuran organik Cibo Agro, 2) mengidentifikasi dan mengkaji faktor internal dan ekternal yang terkait dalam pengembangan sayuran organik, 3) menyusun strategi pengembangan usaha sayuran organik yang tepat dan efektif untuk kelompok tani Cibo Agro. Alat analisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Internal Factor Evaluation (IFE), Analisis External Factor Evaluation (EFE), Analis Internal External (IE), Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) and Analytical Hierarchy Process (AHP).

(4)

Hasil AHP menunjukkan bahwa pada Level Faktor yang menjadi prioritas utama dalam tercapainya Fokus strategi pengembangan usaha sayuran organik Cibo Agro adalah potensi pasar dengan bobot 0,269; level Aktor yang menduduki prioritas utama adalah ICS Cibo Agro dengan bobot 0,413. Pada level Tujuan, meningkatnya pendapatan petani menjadi prioritas utama dalam strategi pengembangan usaha sayuran organik (bobot 0,372). Alternatif strategi prioritas yang didapat dari hasil sintesis adalah strategi meningkatkan dan melakukan promosi secara kontinu (keberlanjutan) untuk mendapatkan pasar dan loyalitas pelanggan serta menarik minat masyarakat terhadap produk organik (0,138).

(5)

SUMMARY

MITA FEBTYANISA. The Analysis of Development Strategies for Organic Vegetables Business for The Group of Farmers Cibolerang Agro, Selaawi-Garut. Supervised by H MUSA HUBEIS and MUHAMMAD SYAMSUN.

Vegetables are one of the important horticulture commodities in fulfilling human needs because they contain different vitamins, provitamin, minerals, fiber, carbohydrate, antioxidant and antibacterial substances which are useful for human health. In this modern era, a healthy life style or more populary known with a slogan “back to nature” has been increasingly practiced by people. Many people have realized about the importance of keeping health by decreasing the consumption of foods that are harmful to the body, especially vegetables which contain chemical substances such as chemical fertilizers and pesticides. The people’s awareness of going back to nature in agricultural sector is supported by the government through Directorate of Processing and Marketing of Agricultural Products by initiating “Go Organic 2010” program which has been developed since 2001.

The increase in the demand for organic vegetables shows that organic vegetable business has a good potential and opportunity to be developed to make organic agriculture to be more competitive and sustainable. Garut regency is one of the regencies in West Java which has a big potential in vegetable development. There is one farmer group (Poktan) in Selaawi subdistrict which has pioneered organic vegetable agriculture, that is, Poktan Cibolerang Agro (Cibo Agro) which was established in 2009. In 2011, Poktan Cibo Agro got a certificate of organic food from Indonesian Organic Farming Certificate (Inofice).

This research is part of National Research Strategy entitled Production Strategy of Organic Food with Agriculture-Based High Added Value in West Java. The objectives of this research were 1) to identify and describe the production process of organic vegetables, 2) to identify and study internal as well as external factors related to the development of Cibo Agro organic vegetables and 3) to formulate strategies for effective business development of organic vegetables for the group of farmers Cibo Agro. Analysis tools used in this research were Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE), Internal External Matrix (IE), Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) and Analytical Hierarchy Process (AHP).

The result of IFE matrix calculation showed that in the strength factor, package factor and label factor were in the first rank (0,448). In the weakness factor, the absence of contract with suppliers had the highest weighted score (0,149). The total score weight was 2,231. The result of IFE matrix calculation showed that opportunity that was in the first rank with a weighted score of 0,551 was the establishment of organic agriculture association. In the threat factor, uncertain climate and weather had the highest weighted score of 0,268 and became a big threat for Cibo Agro farmers. The total weight score was 2,880.

(6)

what was the first priority was ICS Cibo Agro with a weight of 0,413. In Objective Level, the increase in farmer income became the first priority in strategy of organic vegetable development (the weight: 0,372). The priority strategy alternative which was obtained from the synthesis result was the strategy in increasing and conducting sustainable promotion to get the market and customer loyalty and to attract the people’s interest in organic products (0,138). Key words : organic vegetables, food, SWOT, Analytical Hierarchy Process,

(7)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SAYURAN

ORGANIK PADA KELOMPOK TANI CIBOLERANG AGRO

KECAMATAN SELAAWI- KABUPATEN GARUT

MITA FEBTYANISA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS Dipl Ing, DEA Dr Ir Muhammad Syamsun, MSc

 

Tanggal Ujian : 7 Desember 2012 Tanggal Lulus :

Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Judul Tesis : Analisis Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik Pada

Kelompok Tani Cibolerang Agro Kecamatan Selaawi-Kabupaten Garut

Nama : Mita Febtyanisa NIM : H251100091

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Diketahui oleh

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 sampai Oktober 2012 ini ialah pertanian sayuran organik, dengan judul Analisis Pengembangan Usaha Sayuran Organik pada Kelompok Tani Cibolerang Agro, Kecamatan Selaawi-Kabupaten Garut.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS Dipl Ing, DEA dan Bapak Dr Ir Muhammad Syamsun, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Mukhamad Najib, STP, MM dan Ibu Dr Ir Anggraini Sukmawati, MSc, yang telah banyak memberi saran sehingga karya ilmiah ini menjadi lebih sempurna. Disamping itu, penulis juga ucapkan terima kasih kepada Bapak Asep Muldiana, SP, Bapak Temy Ponisa, SP, MEi beserta seluruh petani Cibolerang Agro dan Bapak Tomi yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Deni Herdiana, SP, MP dan Bapak Ir Anwar, MP selaku perwakilan dari Dinas Pertanian Garut dan Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Garut (BP4K), serta kepada Prof Dr Ir Ahmad Sulaeman selaku dosen Keamanan Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah menjadi narasumber pada penelitian ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan untuk ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya dan juga tak lupa penulis ucapkan terimakasih untuk seluruh sahabat-sahabat dan staf-staf di Pascasarjana Ilmu Manajemen 2010 atas bantuan dan dukungannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ……… xiii

DAFTAR GAMBAR ……….... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiv

1 PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Perumusan Masalah ………... 6

1.3 Tujuan Penelitian ………... 8

2 TINJAUAN PUSTAKA ……….. 9

2.1 Pertanian Organik ………... 9

2.2 Produk Pertanian Organik ... 10

2.3 Penjaminan Pangan Organik ... 12

2.4 Sistem Produksi Pertanian Organik ... 13

2.5 Rantai Pasok Pertanian ... 15

2.6 Analisis Lingkungan Perusahaan ... 16

2.7 Analisis AHP ... 19

2.8 Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 20

3 METODE PENELITIAN ………... 25

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.3 Pengumpulan Data ... 28

3.4 Pengolahan dan Analisis Data ... 29

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 39

4.1 Keadaan Umum Lokasi ... 39

4.2 Profil Kelompok Tani Cibolerang Agro ... 44

4.3 Proses Produksi Sayuran Organik ... 46

4.4 Produk Sayuran Organik Cibo Agro ... 57

4.5 Distribusi dan Rantai Pasok Produk Sayuran Cibo Agro ... 58

4.6 Identifikasi Lingkungan Internal dan Eksternal Cibo Agro ... 68

4.7 Analisis Struktur Hirarki ... 89

4.8 Pengolahan Proses Hirarki Analisis ... 94

4.9 Implikasi Manajerial ... 106

5 SIMPULAN DAN SARAN ………. 107

5.1 Simpulan ……… 109

5.2 Saran ………... 111

DAFTAR PUSTAKA ………... 113

(13)

1.1 Proses produksi hingga pemasaran produk organik 3 3.1 Sistem rantai pasok produk hortikultura 25

3.2 Kerangka pemikiran penelitian 27

3.3 Matriks IE 31

3.4 Ilustrasi hirarki dalam pemilihan strategi 34

4.1 Alur sistem sertifikasi organik 45

4.2 Proses kegiatan pembudidayaan sayuran organik 47

4.3 Kegiatan pembibitan dan persemaian 48

4.4 Pengolahan dan persiapan lahan 49

4.5 Pemupukan awal dan pemupukan susulan 50

4.6 Kegiatan penyiraman tanaman 54

4.7 Hama dan penyakit yang menyerang tanaman 55

DAFTAR TABEL

1.1 Luas area pertanian organik Indonesia tahun 2011 2 1.2 Data produsen organik tersertifikasi di Indonesia tahun 2011 5

2.1 Nilai level hirarki 19

2.2 Matriks perbandingan kriteria 20

2.3 Ringkasan penelitian terdahulu yang relevan 21

3.1 Matriks EFE dan Matriks IFE 31

3.2 Matriks SWOT 33

3.3 Nilai level hirarki 34

3.4 Matriks perbandingan kriteria 34

4.1 Data penyebaran penduduk di Kecamatan Selaawi tahun 2010 40 4.2 Data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan 40 4.3 Data penduduk berdasarkan mata pencaharian 41

4.4 Poktan Kecamatan Selaawi tahun 2010 42

4.5 Penggunaan lahan pertanian Kecamatan Selaawi tahun 2010 43

4.6 Identitas anggota Poktan Cibo Agro 46

4.7 Harga benih 47

4.8 Syarat-syarat produk yang dipasarkan 58

4.9 Hasil analisis Matriks IFE 80

4.10 Hasil analisis Matriks EFE 81

4.11 Matriks SWOT Poktan Cibo Agro 84

4.12 Bobot dan prioritas unsur faktor terhadap fokus utama 95 4.13 Bobot pengolahan horizontal unsur tingkat ketiga 97 4.14 Bobot pengolahan horizontal unsur tingkat keempat 99 4.15 Bobot pengolahan horizontal unsur tingkat kelima 100 4.16 Bobot dan prioritas aktor terhadap fokus utama 102 4.17 Bobot dan prioritas tujuan terhadap fokus utama 103 4.18 Bobot dan prioritas alternatif terhadap fokus utama 104

(14)

                                       

4.8 Kegiatan panen dan pasca panen 56

4.9 Model struktur rantai pasok 1 59

4.10 Model struktur rantai pasok 2 62

4.11 Model struktur rantai pasok 3 64

4.12 Hasil Matriks IE 82

4.13 Struktur hirarki strategi pengembangan usaha Cibo Agro 90 4.14 Skema hirarki hasil pengolahan vertikal 101 4.15 Hasil sintesis alternatif terhadap fokus utama 104

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Identitas Anggota Poktan 121

2 Kuesioner Identifikasi Aspek Usaha Tani 124 3 Kuesioner Identifikasi Pemasaran Produk 131 4 Kuesioner Penilaian Bobot dan Rating Internal Eksternal 134

5 Kuesioner AHP 140

6 Peta Lokasi Kebun Organik Cibo Agro 150

7 Peta Wilayah Administratif Kabupaten Garut 151

8 Perhitungan Matriks IFE-EFE 152

(15)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian memberikan kontribusi tinggi dalam perekonomian di Indonesia yaitu sebesar 20,9% pada triwulan I tahun 2012, salah satu sub sektor pertanian yang memberikan kontribusi tinggi pada Sektor Pertanian adalah Subsektor Tanaman Bahan Makanan sebesar 61,0 persen (BPS 2012). Subsektor Tanaman Bahan Makanan ini merupakan sekumpulan tanaman hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman biofarmaka. Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan manusia, karena di dalam sayuran mengandung berbagai sumber vitamin, provitamin, mineral, serat dan karbohidrat yang bermacam-macam, serta mengandung zat antioksidan dan antibakteri yang bermanfaat bagi kesehatan manusia.

Gaya hidup sehat atau yang lebih dikenal dengan slogan “back to nature” di era abad 21 dan modern seperti sekarang ini semakin banyak dilakukan. Banyak masyarakat yang telah menyadari pentingnya kesehatan dengan mengurangi konsumsi bahan makanan yang berbahaya bagi tubuh, khususnya sayuran yang banyak mengandung bahan kimia, seperti sayur-sayuran yang mengandung pestisida kimia berbahaya (Manuhutu 2005). Penggunaan bahan kimia ini selain membahayakan bagi kesehatan tubuh manusia, juga memiliki dampak buruk bagi lingkungan hidup. Slogan “back to nature” inilah yang sedikit demi sedikit mendorong masyarakat untuk memilih produk-produk organik khususnya sayuran organik.

(16)

Banyaknya permintaan sayuran organik dipasaran menandakan bahwa bisnis sayuran organik memiliki potensi dan peluang yang baik untuk dikembangkan, sehingga dapat mendorong pertanian organik menjadi berdaya saing dan berkelanjutan. Berdasarkan Surono (2007) dalam Saragih (2008), pada tahun 2006, pertumbuhan permintaan domestik mencapai 600 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Permintaan ini setara dengan 5-6 juta USD (United State Dollar) atau sekitar 45-56 Miliar rupiah. Jika pada tahun 2005 jumlah outlet atau retailer organik hanya sekitar 10 buah, maka pada tahun 2007 angka itu sudah lebih dari 20 buah. Bahkan, beberapa restoran organik sudah berdiri di Jakarta dan Yogyakarta. Penyebaran outlet, atau toko organik ini juga sudah menyebar dari yang semula hanya terdapat di Yogyakarta dan Jakarta, sekarang sudah menyebar ke Bogor, Bandung, Medan, Surabaya dan kota-kota lainnya.

Berdasarkan data yang didapat dari AOI (2011), luas area pertanian organik tahun 2011 dikelola oleh ribuan produsen, termasuk didalamnya petani kecil yang tergabung dalam poktan dan disertifikasi dengan sistem sertifikasi Internal Control System (ICS). Jumlah produsen organik tersertifikasi sebanyak 8.683 produsen dan produsen tanpa sertifikasi sebanyak 3.817 produsen, dengan total luas area tersertifikasi organik adalah 90.135,30 Ha dan area tanpa sertifikasi 134.917,66 Ha.

Tabel 1.1 Luas area pertanian organik Indonesia tahun 2011

Tipe Area Pertanian Organik Luas (Ha)

Area tersertifikasi 90.135,30

Area dalam proses sertifikasi 3,80

Area dengan sertifikasi PAMOR 5,89

Area tanpa sertifikasi 134.917,66

Total 225.062,65

Sumber : AOI 2011

(17)

organik memunculkan banyak produsen/pedagang yang menklaim bahwa produknya adalah organik, walaupun proses produksinya tidak dilakukan dengan standar organik, sehingga merugikan konsumen dan produsen yang menerapkan proses produksi sesuai standar organik. Salah satu cara yang dapat meminimalisir adanya kecurangan tersebut, maka produk organik harus memiliki sertifikasi organik dari lembaga sertifikasi pangan organik yang telah terakreditasi. Di Indonesia saat ini terdapat delapan (8) Lembaga Sertifikasi Pangan Organik (LSPO) yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), yaitu LSPO PT. Sucofindo, LSPO PT. Mutuagung Lestari Bogor, LSPO Sumatera Barat, LSPO Inofice, LSPO Bio Cert, LSPO Lesos Surabaya, LSPO Persada Yogyakarta dan LSPO SDS Jember. Proses produksi hingga pemasaran produk organik dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Bukan product claim!!!

PANGAN

ORGANIK ?

Adalah process claim

Pelabelan

ƒ Handling

ƒ Dll

ƒ Sertifikasi

ƒ Dll Pemrosesan

Produksi

ƒ Pencucian

ƒ Pengepakan

ƒ Penyimpanan

ƒ Pengolahan

ƒ Non GMO

ƒ Non agro-kimia sintesis

ƒ dll

Pemasaran 

Organik adalah proses

(18)

Terdapat satu Kecamatan dari 42 Kecamatan di Kabupaten Garut yang telah merintis pola pertanian organik dengan komoditas sayuran daun. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Selaawi, di Kecamatan ini terdapat 24 poktan yang tersebar di 7 (tujuh) Desa dengan komoditas yang dibudidayakan adalah padi, sayuran, dan palawija. Terdapat satu poktan yang telah merintis pertanian organik, yaitu poktan organik Cibolerang Agro (Cibo Agro) yang berdiri sejak tahun 2009. Poktan Cibo Agro ini tidak termasuk dalam 24 poktan binaan Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Selaawi, karena merupakan poktan yang didirikan secara pribadi oleh anggota-anggotanya. Poktan Cibo Agro ini merupakan satu-satunya poktan sayuran organik yang didirikan di Kabupaten Garut dan dijadikan sebagai poktan percontohan dalam mengambangkan pertanian organik. Pada Tahun 2011 Poktan Cibo Agro telah mendapatkan Sertifikat Pangan Organik dari Indonesian Organic Farming Certification (Inofice). Beberapa produk sayuran organik yang telah dibudidayakan dan mendapat Salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang telah memiliki poktan (poktan) sayuran yang telah tersertifikasi organik adalah Kabupaten Garut. Kabupaten Garut merupakan salah satu Kabupaten sentra produksi sayuran terbesar di Jawa Barat dan merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sayuran. Kabupaten Garut memiliki keunggulan komparatif, maupun keunggulan kompetitif. Wilayah Kabupaten Garut meliputi luas areal 306.579 ha, terdiri dari lahan sawah seluas 50.127 ha dan lahan kering 256.392 ha yang tersebar di 42 Kecamatan. Dengan kondisi agroklimat yang ada sangat mendukung untuk berbagai jenis sayuran dapat tumbuh baik (Rohanah 2010).

(19)

Nama Propinsi Jumlah Produsen

Lokasi Produsen (Kabupaten)

Jawa Barat 34 Bogor, Bandung, Cianjur, Tasikmalaya, Depok, Subang, Sukabumi, Garut, Karawang

Bali 17 Karangasem, Bangli, Buleleng,

Gianyar, Tabanan, Jembrana, Badung Jawa Tengah 11 Sragen, Magelang, Semarang,

Pemalang, Banjarnegara, Boyolali Jawa Timur 10 Mojokerto, Malang, Lumajang,

Pasuruan

Sumatera Barat 10 Agam, Solok, Pariaman, Lima Puluh Kota, Tanah Datar,

Kalimantan Selatan 4 Banjar, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan, Barito Kula Sulawesi Selatan 3 Toraja Utara, Makassar

Aceh 3 Pidie Jaya, Bener Meriah

Nusa Tenggara Timur 3 Flores Timur, Timur Tengan Selatan, Kupang

Bangka Belitung 3 Belitung Timur, Belitung

Banten 2 Lebak, Tangerang

Kalimantan Barat 2 Kapuas Hulu

DKI Jakarta 2 Jakarta Barat, Jakarta Timur Sumatera Utara 2 Simalungun, Langkat Nusa Tenggara Barat 1 Sumbawa

Sulawesi Tenggara 1 Buton

sertifikasi antara lain jenis sayuran daun, seperti Kangkung, Sosin, Bayam, Pakcoy, Horinzo, Kaylan dan Selada. Pertanian sayuran organik di Kecamatan Selaawi didukung oleh tersedianya pupuk kandang yang berlimpah, karena Kecamatan Selaawi merupakan kecamatan dengan populasi sapi potong terbanyak di Kabupaten Garut, sehingga ketersediaan pupuk kandang tidak menjadi kendala.

Tabel 1.2 Data produsen organik tersertifikasi di Indonesia tahun 2011

Sumber : AOI 2011

(20)

1.2 Perumusan Masalah

Permintaan produk sayuran organik di Indonesia terus meningkat, khususnya di daerah Bogor Jawa Barat, menurut penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah (2010) dari data penjualan sayuran organik di Giant Taman Yasmin, dimana dari bulan November 2009 sampai dengan Januari 2010 Untuk memasuki pasar baru, maka Poktan Cibo Agro harus bekerja lebih keras untuk memproduksi sayuran bersertifikat pangan organik berdaya saing tinggi dengan cara memanfaatkan kekuatan-kekuatan dan peluang-peluang yang dimiliki untuk dapat meminimalkan kelemahan-kelemahan serta mengatasi ancaman yang dihadapi, serta memperhatikan mutu produk dengan mengikuti standar pangan organik yang telah ditetapkan dan memproduksi sayuran organik yang sesuai dengan keinginan pasar, sehingga Poktan Cibo Agro dapat meningkatkan pendapat, meningkatkan kemampuan produksi, meningkatkan manajemen usaha, serta meluasnya jaringan distribusi. Untuk dapat mencapai semua peluang dan tujuan tersebut, petani memerlukan strategi pengembangan dalam mengembangkan usaha sayuran organik.

Produk pertanian secara umum mempunyai karakteristik (Yandra dalam Setiawan 2009) yaitu : (1) produk mudah rusak, (2) budidaya dan pemanenan sangat tergantung iklim dan musim, (3) mutu bervariasi dan (4) bersifat kamba, beberapa produk sangat sulit diangkut dan dikelola sebab ukuran dan kompleksitas dari produk. Keempat (4) faktor ini sangat perlu dipertimbangkan dalam merancang dan menganalisis rantai pasok.

Menurut Setiawan (2009), peningkatan daya tahan dan daya saing sangat penting dan merupakan faktor kunci untuk mengembangkan usaha sayuran di Indonesia mengingat persaingan yang ketat produk sayuran organik di pasar domestik. Penyebab utamanya adalah produk sayuran dataran tinggi masih berkendala dalam jaminan kesinambungan atas mutu produk, minimnya jumlah pasokan dan ketepatan waktu pengiriman.

(21)

terjadi peningkatan penjualan dari Rp8.475.898 menjadi Rp12.673.161. Semakin meningkatnya permintaan sayuran organik maka peluang untuk mengembangkan bisnis pertanian sayuran organik semakin meningkat. Hal ini akhirnya mendorong para petani untuk beralih dari pertanian konvensional menjadi pertanian organik. Selain untuk meningkatkan pendapatan para petani dan mewujudkan ketahanan pangan nasional, pertanian organik juga memiliki peluang besar untuk memasuki pasar internasional (ekspor), karena permintaan produk pertanian organik, khususnya sayuran organik di luar negeri juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dilihat dari data yang didapat dari Organic Monitor (2006) dalam BioCert(2009) bahwa pasar produk organik, baik makanan maupun minuman mencapai 38,6 milyar US dollar pada tahun 2006, atau meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2000 sebesar 18 milyar US dollar, dimana Eropa dan Amerika Serikat menjadi pasar utama produk organik, serta pasar Asia diperkirakan mencapai 780 juta US dollar di tahun 2006. Pasar produk organik Asia berada di Jepang, Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong. Pada akhir tahun 2010, pasar organik dunia diperkirakan mencapai 70,2 milyar US dollar.

Namun dalam proses perkembangannya, poktan Cibo Agro sering menghadapi beberapa kendala dalam proses produksi, seperti yang dinyatakan oleh Rohanah (2010) bahwa kendala yang sering dihadapi adalah adanya keterbatasan penyediaan benih bermutu varietas unggul dan bersertifikat, kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan masih lemah, serangan organisme pengganggu tanaman, lahan sempit dan terpencar-pencar, serta masih terbatasnya teknologi dan sarana prasarana produksi. Selain kendala yang telah disebutkan, ada beberapa faktor penghambat perkembangan produk organik lainnya, yaitu masalah ketersediaan produk di pasaran yang masih rendah, harga yang terlalu tinggi, dan ketidakpercayaan konsumen atas produk organik sesuai yang tertera di label (Setiadharma dan Chrisantine 2006).

(22)

       

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah :

3. Menyusun strategi pengembangan usaha sayuran organik yang tepat dan efektif untuk Poktan Cibo Agro.

3. Bagaimana cara-cara menyusun strategi pengembangan usaha sayuran organik guna meningkatkan pendapatan serta produksi bernilai tambah tinggi berbasis petani ?

2. Mengidentifikasi dan mengkaji faktor internal dan eksternal yang terkait dan berperan dalam pengembangan usaha sayuran organik di Poktan Cibo Agro.

1. Mengidentifikasi dan menggambarkan proses produksi sayuran organik dalam menghasilkan produk sayuran organik.

2. Faktor internal dan eksternal apakah yang terkait dan berperan dalam pengembangan usaha sayuran organik di Poktan Cibo Agro ?

1. Bagaimana proses produksi sayuran organik yang dilakukan oleh petani Cibo Agro ?

berjalan optimal; (2) Tataniaga dan Supply Chain Management (SCM) belum efektif dan transparan, sehingga margin antar pelaku rantai pasokan belum adil/proporsional; (3) Belum sepenuhnya berorientasi pasar dan konsumen (mutu, jumlah, waktu, dan kontinuitas); (4) Jumlah pelaku usaha/pelopor (Champions) masih terbatas (ekspor dan pasar moderen), (5) Informasi peluang usaha, potensi dan harga belum terkomunikasikan secara transparan, serta (6) Dukungan prasarana produksi, distribusi dan pemasaran belum optimal.

(23)

2.1 Pertanian Organik

5. Mengembangkan dan mendorong kembali menculnya teknologi pertanian organik yang telah dimiliki petani secara turun-temurun dan merangsang 4. Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang

berharga mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.

3. Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat residu pestisida dan pupuk, serta bahan kimia pertanian lainnya.

2. Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang sangat bermanfaat dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan, sehingga menunjang kegiatan budidaya pertanian berkelanjutan.

1. Melindungi dan melestarikan keragaman hayati serta fungsi keragaman dalam bidang pertanian.

Tujuan jangka panjang yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organik (Sutanto 2002b) adalah :

Prinsip pertanian organik yaitu ramah lingkungan, tidak mencemarkan, dan tidak merusak ligkungan hidup dengan menggunakan bahan kimia berbahaya yang dapat berupa pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan dan sebagainya (Pracaya 2010). Pertanian organik menurut Saragih (2008) adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sistem pertanian organik menurut BSN (2010) adalah sistem manajemen produksi holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah, sedangkan menurut pakar pertanian Barat merupakan “hukum pengembalian (low of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman (Sutanto 2002a).

(24)

2.2 Produk Pertanian Organik

5. Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan sintetis baik dalam makanan, ternak, ikan maupun produk olahan lainnya.

Organik adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar sistem pangan organik dan disertifikasi oleh lembaga sertifikasi organik yang telah terakreditasi (BSN 2010). Produk pertanian organik di Indonesia ditetapkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pertanian Organik yang disahkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) SNI 01-6729-2002. Standar ini bersumber pada kesepakatan antar negara yang tertuang dalam Codex Alimentarius Guidelines for the Production, Processing, Labelling and Marketing of Organically 4. Menghindari penggunaan bahan pengawet dan penyedap rasa sintesis

selama pengolahan hasil.

3. Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh dan pupuk kimia sintetik. 2. Menghindari penggunaan kimia sintetik, baik dalam pengendalian gulma,

hama dan penyakit.

1. Menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetik dan mikroorganisme yang belum tepat guna.

8. Meningkatkan peluang pasar produk organik, baik domestik, maupun global dengan jalan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha yang bergerak dalam bidang pertanian.

Secara teknis, menurut Agustina dan Syekhfani (2002), praktek pertanian organik diharapkan dilakukan dengan cara :

7. Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk dan bahan kimia pertanian lainnya.

6. Mengembangkan dan mendorong kembali menculnya teknologi pertanian organik yang telah dimiliki petani secara turun-temurun dan merangsang kegiatan penelitian pertanian organik oleh lembaga penelitian dan universitas.

(25)

4. Label Hijau Organically Grown. Label ini mengindikasikan produk pertanian yang tumbuh secara organik dengan sendirinya.

Adanya label dan sertifikat tersebut akhirnya para petani harus dapat menjaga mutu produk organiknya. Menurut Agustina (2006), mutu produk organik harus memenuhi enam (6) kriteria berikut :

3. Label Hijau Organik. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi yang sudah setara dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

2. Label Kuning. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi sedang mengalami masa transisi dari cara bertani yang selama ini menggunakan bahan kimia sintetik ke cara bertani yang tidak menggunakan sama sekali bahan kimia sintetik.

1. Label Biru. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi yang dilakukan sudah bebas dari pestisida sintetik

Selain tersertifikasi, produk pertanian organik juga harus mempunyai atribut aman untuk dikonsumsi masyarakat (food safety attributes), memiliki kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan ( eco-labelling attributes). Dengan adanya peraturan tersebut, tidaklah mudah menjual produk pertanian organik ke pasar (Saragih 2008). Label-label produk organik (Saragih 2008) dibagi menjadi empat (4) jenis, yaitu :

Menurut Winarno et al (2002), pangan organik adalah pangan yang dihasilkan dari sistem pertanian organik, baik dalam bentuk mentah, setengah jadi maupun produk jadi. Produk pertanian organik tidak mudah diklaim sebagai produk organik, karena produk pertanian tersebut harus mendapatkan label atau sertifikat dari lembaga sertifikasi pemerintah. Di Indonesia terdapat delapan (8) Lembaga Sertifikasi Organik yang telah terakreditasi oleh KAN, lembaga-lembaga tersebut antara lain PT. Sucofindo, PT. Mutuagung Lestari, Inofice, Sumatera Barat, LeSOS, BIOCert Indonesia, Persada dan SDS Jember.

(26)

2.3 Penjaminan Pangan Organik

6. Produsen memperhatikan Undang-Undang (UU) Pangan, UU Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah (PP) Label dan Iklan, PP Keamanan, Mutu dan Gizi, serta PP Ketahanan Pangan.

2. Second-Party Certification

Penjamin dilakukan oleh pihak kedua, misalnya perusahaan perdagangan melakukan perjanjian dengan petani organik untuk memasarkan produk yang dihasilkannya dan menyatakan bahwa produk yang diperdagangkannya adalah produk organik. Pola second-party certification pihak penjamin biasanya menerbitkan surat pernyataan atau klaim bahwa produk tersebut organik. Produk dikemas dengan menggunakan suatu merek tertentu dan dicantumkan kata “organik”.

1. Self-Claim

Penjamin yang dilakukan oleh produsen produk organik mengenai status organik produk yang dihasilkannya. Penjamin seperti ini memiliki keterbatasan dalam menumbuhkan tingkat kepercayaan konsumen dan keluasan distribusi produk. Produk yang dijamin dengan pola self-claim ini tidak dapat mencantumkan logo organik Indonesia. Biasanya hanya menuliskan kata “organik” pada kemasan produk tersebut.

5. Jalur distribusi dan pemasaran yang tepat.

4. Label dan sertifikat sesuai peraturan produk organik, untuk tahap awal sebutkan apabila produk belum 100 persen organik, maka produk masuk kategori bebas pupuk dan pestisida kimia sintetik.

3. Kemasan dan desain : tidak mudah rusak, sesuai dengan produk, dan menarik.

2. Daya tahan produk lebih lama : pengolahan, penyimpanan dan kemasan. 1. Mutu terjamin, mulai dari teknik budidaya sampai produk sampai pada

konsumen tidak tercemar secara fisik, kimia dan biologi.

(27)

2.4 Sistem Produksi Pertanian Organik

Produk pertanian dikatakan organik jika produk tersebut berasal dari sistem pertanian organik yang menerapkan praktek manajemen yang berupaya untuk memelihara ekosistem yang mencapai produktivitas berkelanjutan dan menyediakan pengendalian gulam, hama dan penyakit melalui berbagai bentuk seperti pendaurulangan residu tanaman dan hewan, 5. Participatory Certification atau Participatory Guarantee System (PGS)

Sistem jaminan partisipatif adalah sistem serifikasi yang menekankan partisipasi para pemangku kepentingan. Pada pola PGS keseluruhan pemangku kepentingan yang dapat terdiri dari produsen, poktan, konsumen, pendamping, lembaga swadaya (LSM), dan/atau distributor terlibat secara aktif untuk membangun dan memberdaya diri dalam proses produksi, pemasaran, dan distribusi sesuai sistem pangan organik.

4. Group certification dan Internal Control System

Group certification merupakan pola sertifikasi yang telah dikembangkan 10-15 tahun yang lalu didunia. Pola ini ditujukan untuk mensertifikasi kelompok petani organik yang menjalankan pola bertani, atau menghasilkan pangan organik yang tersistematis mengikuti aturan ICS yang ada. ICS ini dijadikan sistem standar yang dibuat oleh kelompok petani organik untuk dijadikan rujukan dalam memproduksi pangan organik. Dalam ICS dimuat tata cara mengenai aspek teknis, manajerial, dokumentasi, pelaporan, dan lain-lain.

3. Third-Party Certification

(28)

Persyaratan teknis yang harus dipenuhi dan dilakukan dalam memproduksi sayuran organik terdiri dari enam (6) teknis (OKPO 2008) yaitu :

rotasi dan seleksi pertanaman, manajemen air dan pengolahan tanah (Winarno 2002).

5. Pengelolaan Hama, Penyakit, Gulma dan Pemeliharaan Tanaman

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah tidak menggunakan pestiida yang sifatnya sintesis, tidak melakukan proses pembakaran, hama penyakit dan gulma dikendalikan dengan cara kombinai seperti pemilihan varietas yang sesuai, program rotasi, pengolahan tanah, penggunaan serasah sebagai mulsa dan lain-lain.

4. Manajemen Kesuburan Tanah

Hal-hal yang dapat dilakukan dan harus diperhatikan seperti penanaman kacang-kacangan, penggunaan pupuk kandang yang sesuai dengan persyaratan SNI, penambahan mikroorganisme yang berbasis tanaman, tidak menggunakan pupuk kimia sintesis, tidak menggunakan kotoran hewan secara langsung, tidak menggunakan kotoran manusia sebagai pupuk.

3. Sumber Air dan Irigasi

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah air yang digunakan berasal dari sumber mata air langsung dan memenuhi syarat yang ditentukan, jika tidak berasal dari mata air langsung harus telah mengalami perlakuan, tidak diizinkan mengekploitasi secara berlebihan.

2. Benih dan Bibit

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah tidak menggunakan benih atau bibit dari hasil rekayasa genetika, benih dan bibit berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan dengan cara-cara SNI, dapat menggunakan benih, atau bibit tanpa perlakuan jika benih yang disyaratkan tidak tersedia.

1. Lahan dan Penyiapan Lahan.

(29)

2.5 Rantai Pasok Pertanian

Menurut Van der Vorst dalam Setiawan (2009) rantai pasok lebih ditekankan pada seri aliran bahan dan informasi. Manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok. Pada tingkat agroindustri, manajemen rantai pasok memberikan perhatian pada pasokan, persediaan dan transportasi pendistribusian. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Marimin dan Maghfiroh (2010) bahwa manajemen rantai pasok (supply chain management) produk pertanian mewakili manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi, pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen. Dalam hal ini dapat didefinisikan bahwa sistem manajemen rantai pasok adalah satu kesatuan sistem pemasaran terpadu, yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku, guna memberikan kepuasan pada pelanggan. 6. Penanganan Pasca Panen, Penyimpanan dan Transportasi

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah pencucian produk organik segar dilakukan dengan air yang disyaratkan, tidak mencampur produk organik dengan produk non organik, tidak menggunakan bahan kimia sintetis dalam proses penanganan pasca panen, tidak menggunakan pembungkus yang menimbulkan kontaminasi produk dan lain-lain.

Ada beberapa pemain utama yang memiliki kepentingan dalam manajemen rantai pasok pertanian, yaitu petani/pemasok (supplier), agroindustri (pengolah), distributor, konsumen/pelanggan (Van der Vorst

(30)

2.6.1 Analisis Lingkungan Internal 2.6 Analisis Lingkungan Perusahaan

Kekuatan dan kelemahan internal menurut David (2010) merupakan aktivitas terkontrol suatu organisasi yang mampu dijalankan dengan sangat baik, atau buruk. Hal tersebut muncul dalam manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta

Analisis internal adalah kegiatan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi atau perusahaan dalam rangka memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman. Hal ini menjelaskan bahwa analisis internal sangat berkaitan erat dengan penilaian terhadap sumber daya organisasi (Wheelen dan Hunger 2010).

Lingkungan perusahaan dibagi menjadi dua (2), yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal terdiri dari peubah- peubah ancaman dan peluang yang berada di luar kontrol manajemen perusahaan. Lingkungan internal terdiri atas peubah-pebuah yang merupakan kekuatan dan kelemahan perusahaan dan berada dalam kontrol manajemen perusahaan (Wheelen dan Hunger 2010).

e. Rantai 1-2-3-4-5 adalah Supplier ÆManufacturer ÆDistributor Æ Retail ÆPelanggan. Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau pembeli.

d. Rantai 1-2-3-4 adalah Supplier ÆManufacturer ÆDistributor Æ Retail. Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gedung sendiri, atau dapat juga menyewa dari pabrik lain.

c. Rantai 1-2-3 adalah Supplier ÆManufacturer ÆDistributor. Barang yang sudah jadi dari manufaktur disalurkan kepada pelanggan.

b. Rantai 1-2 adalah SupplierÆ Manufacturer. Manufaktur yang melakukan pekerjaan membuat, mempabrikasi, merangkai, merakit, mengonversikan, ataupun menyelesaikan barang.

a. Rantai 1 adalah Supplier, merupakan sumber penyedia bahan pertama, mata rantai penyaluran barang akan dimulai.

(31)

2.6.3 Analisis Perumusan Strategi 2.6.2 Analisis Lingkungan Eksternal

Selain lingkungan umum, lingkungan industri juga mempengaruhi lingkungan perusahaan, seperti tingkat persaingan dalam industri, ancaman dari pendatang baru, kekuatan tawar menawar pemasok, kekuatan tawar menawar pembeli dan ancaman produk pengganti.

Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin ditangani oleh perusahaan. Kelemahan adalah keterbatasan dan kekurangan sumber daya, keterampilan yang menghalangi kinerja efektif suatu perusahaan (Pearce dan Robinson 1997).

aktivitas sistem informasi manajemen suatu bisnis. Faktor-faktor internal dapat ditentukan dengan sejumlah cara termasuk menghitung rasio, mengukur kinerja dan membandingkan dengan pencapaian masa lalu dan rataan industri.

a. Tahap Input

Tahap ini terdiri dari :

Teknik-teknik perumusan strategi yang penting menurut David (2010) dapat diintegrasikan ke dalam kerangka pengambilan keputusan tiga (3) tahap yaitu :

Tujuan dilakukannya analisis eksternal adalah untuk mengembangkan sebuah daftar terbatas dari peluang yang dapat menguntungkan sebuah perusahaan dan berbagai ancaman yang harus dihindari. Peluang dan ancaman eksternal ini meliputi berbagai tren dan kejadian ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan hidup, politik, hukum, pemerintahan, teknologi dan kompetitif yang secara nyata menguntungkan, atau merugikan suatu organisasi di masa yang akan datang (David 2010). Sejalan dengan pernyataan dari Jauch dan Glueck (1988), lingkungan perusahaan terdiri dari lingkungan umum yang terdiri dari faktor ekonomi, faktor sosial, faktor teknologi, dan faktor pemerintah.

(32)

c. Tahap Keputusan

Menurut David (2010) pada tahap keputusan dapat menggunakan Matriks Perencanaaan Strategis Kuantitatif atau Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Namun, dalam penelitian ini tidak b. Tahap Pencocokan

Tahap pencocokan dari kerangka perumusan strategi terdiri atas :

2) Matriks Internal-Eksternal (IE). Matriks ini memosisikan berbagai divisi suatu organisasi dalam tampilan sembilan sel yang didasarkan pada dua dimensi kunci: skor bobot IFE total pada sumbu x dan skor bobot EFE total pada sumbu y. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga bagian besar besar yang mempunyai implikasi strategik yang berbeda-beda, yaitu : (1) Divisi-divisi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai Tumbuh dan Membangun (grow and build); (2) Divisi-divisi yang masuk ke dalam sel III, V, atau VII dapat ditangani dengan baik melalui strategi Menjaga dan Mempertahankan (hold and maintain), (3) Divisi yang masuk ke dalam sel VI, VIII, atau IX adalah Panen, atau Divestasi (harvest or divest).

2) Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE). Matriks ini digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan.

(33)

menggunakan QSPM, tetapi menggunakan Analisis AHP (Analytical Hierarchy Process).

2.7 Analisis AHP

Terdapat tiga (3) prinsip dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, yaitu penyusunan hirarki, penetapan prioritas dan konsistensi logis (Marimin dan Maghfiroh 2010).

a. Penyusunan Hirarki dan Penilaian Setiap Level Hirarki

Penyusunan tersebut dimulai dari permasalahan yang kompleks yang diuraikan menjadi unsur pokok, unsur pokok ini diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya lagi secara hirarki. Susunan hirarkinya terdiri dari goal, kriteria dan alternatif.

Penilaian dilakukan melalui perbandingan berpasangan, skala 1-9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Nilai level hirarki

Nilai Keterangan

1 Faktor Vertikal sama penting dengan Faktor Horizontal 3 Faktor Vertikal lebih penting dari Faktor Horizontal 5 Faktor Vertikal jelas lebih penting Faktor Horizontal

7 Faktor Vertikal sangat jelas lebih penting dari Faktor Horizontal

9 Faktor Vertikal mutlak lebih penting dari Faktor Horizontal 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai unsur yang berdekatan 1/ (2-9) Kebalikan dari keterangan nila 2 – 9

Sumber: Marimin dan Maghfiroh 2010

b. Penentuan Prioritas

(34)

2.8 Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Sumber: Marimin dan Maghfiroh 2010

Goal K1 K2 K3 K1

K2 K3

Selain menggunakan analisis deskriptif, beberapa penelitian mengenai produk pertanian juga menggunakan analisis rantai pasok khusus produk pertanian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mendalam mengenai proses rantai pasok mulai dari mendapatkan bahan baku hingga saluran distribusi. Penelitian mengenai rantai pasok dilakukan oleh Setiawan (2009), Prasetya (2010), Fatahilah (2010) dan Marimin et al (2010).

Penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan pertanian organik dan rantai pasok pertanian sekarang ini telah banyak ditemukan. Terdapat dua penelitian mengenai pertanian organik yang dilakukan oleh Suwantoro (2008) dan Palupi (2010). Kedua penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk mendapatkan gambaran umum mengenai pertanian organik yang berada di Bogor dan juga Magelang.

c. Konsistensi Logis

Konsistensi sampai batas tertentu dalam menetapkan prioritas sangat diperlukan untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih dalam dunia nyata. Nilai rasio konsistensi harus 10% atau kurang, jika lebih dari 10%, maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki.

Dalam matrik ini, bandingkan unsur K1 dalam kolom vertikal dengan unsur K1, K2, K3 dan seterusnya.

(kriteria), ambil unsur-unsur yang akan dibandingkan. Contoh matriks perbandingan kriteria ada pada Tabel 2.2.

(35)
[image:35.842.59.791.120.503.2]

Tabel 2.3 Ringkasan peneltian terdahulu yang relevan

No Pengarang Judul Metode/Analisis Hasil Penelitian Perbedaan Dengan

Penelitian Ini

1. Palupi W (2010)

Strategi Pemasaran Pangan Organik pada Poktan Mega Surya Organik, Megamendung, Bogor

Analisis IFE dan EFE, Analisis IE, Analisis SWOT dan Analisis QSPM

Strategi pemasaran prioritas yang dihasilkan adalah mempertahankan dan meningkatkan mutu, serta citra produk yang baik untuk mempertahankan konsumen yang ada saat ini dan menarik konsumen baru untuk mengatasi

persaingan usaha.

Penelitian ini tidak menggunakan QSPM tetapi menggunakan AHP dan menambahkan analisis deskriptif mengenai kondisi rantai pasok

2. Suwantoro AA (2008) Analisis Pengembangan Pertanian Organik Di Kabupaten Magelang, Studi Kasus di Kecamatan Sawangan

Analisis Deskriptif Induktif dan Teknik Triangulasi

Pengembangan pertanian organik menghadapi berbagai kendala, yaitu : pertanian organik dipandang sebagai sistem pertanian yang merepotkan, keterampilan petani kurang, persepsi berbeda mengenai hasil, petani mengalami saat kritis, lahan pertanian organik belum terlindungi, pembangunan pertanian belum terintegrasi dengan pembangunan perternakan, kegagalan menjaga kepercayaan pasar dan dukungan pemerintah masih kurang.

(36)

Lanjutan Tabel 2.3

No Pengarang Judul Metode Hasil Penelitian Perbedaan Dengan

Penelitian Ini

3. Setiawan A (2009)

Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi

Terpilih di Jawa Barat

Analisis Kinerja Rantai Pasok, Analisis Nilai Tambah, Analisis TOWS dan AHP

Pengukuran kinerja rantai pasok sayuran lettuce head dengan pendekatan DEA menunjukkan efisiensi relatif masing-masing petani dan potential improvement yang harus dilakukan untuk mencapai efisiensi relatif 100 persen. Salah satu strategi yang dapat dirumuskan adalah optimasi sistem penjadwalan,

peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan pesan, perlunya implementasi sistem

manajemen mutu (SMM), atau lingkungan.

Penelitian ini hanya menggambarkan kondisi umum rantai pasok dan tidak menganalisis kinerja rantai pasok.

4. Prasetya, A (2010)

Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Pada PT Momenta Agrikultura

Analisis Manajemen Rantai Pasok, Analisis MPE dan AHP

Strategi yang dihasilkan adalah membuat strategi cara kemitraan, sumber daya petani, peningkatan alat untuk petani, standarisasi mutu produk dan kepedulian sosial.

Penelitian ini

(37)

Lanjutan Tabel 2.3

No Pengarang Judul Metode Hasil Penelitian Perbedaan Dengan

Penelitian Ini 5. Fatahilah, YH (2010) Analisis Kinerja Rantai Pasok Agribisnis Sapi Potong (Studi Kasus pada PT. Kariyana Gita Utama, Jakarta

Pendekatan rantai pasok menggunakan APO (Asian Productivity Organization), Metode Hayami, serta Fuzzy AHP dan Model BSC(Kinerja)

Terdapat beberapa hambatan pada pelaksanaan rantai pasok sapi potong antara lain ketidakpastian jaminan pasokan Sapi bakalan, kerjasama antar pelaku usaha yang masih kurang dan arus informasi yang tidak lancar.

Penelitian ini

menggunakan metode pendekatan SCM namun tidak menganalisis nilai tambah dan kinerja SCM

6. Marimin et al (2010)

Added Value and Performance Analyses of Edamame Soybean Supply Chain: A Case Study

Metode APO, Metode Hayami (nilai tambah), Analisis Kinerja Rantai Pasok (DEA-AHP)

Kegagalan dalam kuantitas pemesanan dan jadwal pengiriman merupakan beberapa faktor utama yang menurunkan efisiensi Poktan. XCo sebagai anggota rantai pasok bersama-sama dengan anggota Poktan harus dapat berkolaborasi dan bekerjasama dalam penjadwalan penanaman dan pemanenan.

(38)

3

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari Riset Strategi Nasional berjudul Strategi Produksi Pangan Organik Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Petani di Jawa Barat yang dibiayai oleh DP2M, Dikti Kemendikbud TA 2011/2012. Salah satu tujuan penelitian Strategi Produksi Pangan Organik ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang terkait dengan pengembangan produksi produk sayuran organik. Poktan Cibo Agro merupakan satu-satunya poktan sayuran organik yang berada di Kabupaten Garut yang memiliki potensi baik untuk lebih berkembangan. Selain menganalisis mengenai faktor internal dan eksternal Poktan Cibo Agro, penelitian ini memberikan strategi pengembangan sayuran organik berbasis petani yang akan membantu meningkatkan pengembangan usaha sayuran organik pada Poktan Cibo Agro.

Tahapan awal yang dilakukan adalah mendeskripsikan proses produksi sayuran organik yang dilakukan oleh Poktan Cibo Agro dalam menghasilkan produk sayuran organik. Tahapan kedua adalah mendeskripsikan kondisi rantai pasok yang dilakukan oleh Cibo Agro dalam mendistribusikan produk sayuran organik hingga ke tangan konsumen. Komponen-komponen dari rantai pasok sayuran dataran tinggi terdiri dari pasokan yang berasal dari produksi internal, atau sendiri, mitra beli, atau mitra tani (Hadiguna dan Marimin 2007).

3. 4.

Produk

Mitra Tani  Penyimpanan 

persediaan

Pemrosesan  Pelanggan/pasar 

Sendiri 

Mitra Beli 

Informasi 

(39)

Tahapan selanjutnya adalah menganalisis dan mengkaji faktor-faktor internal dan eksternal yang terkait dengan proses produksi sayuran organik. Faktor-faktor ini dijabarkan melalui matriks IFE-EFE untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Poktan Cibo Agro dalam menjalani usaha sayuran organik, kemudian di analisis dengan menggunakan analisis SWOT untuk mengetahui strategi-strategi pengembangan usaha sayuran organik bagi Poktan Cibo Agro.

(40)

Matriks IE

Matriks IFE Matriks EFE

Matriks SWOT (Formulasi Strategi)

AHP

(Penentuan Prioritas)

)S i)

Analisis Lingkungan Eksternal

Strategi Pengembangan Sayuran Organik

Analisis Lingkungan Internal

[image:40.595.112.498.116.650.2]

Poktan Cibolerang Agro

(41)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada Poktan Cibolerang Agro di Kecamatan Selaawi Kabupaten Garut. Lokasi penelitian tersebut ditentukan dengan tujuan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal dari Poktan yang merupakan satu-satunya poktan sayuran organik yang berada di Kabupaten Garut. Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2012.

3.3 Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner (Lampiran 1 - 5) terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan usaha sayuran organik dan berperan sebagai responden ahli. Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka (library research) pada disertasi, tesis, jurnal ilmiah, internet serta menggunakan informasi-informasi yang dihasilkan oleh instansi terkait.

Pengumpulan data dilakukan dengan melibatkan lima (5) narasumber sebagai responden, diantaranya Ketua Poktan Cibo Agro, Ketua ICS Poktan Cibo Agro, Kepala Seksi Sayuran dan Tanaman Biofarmaka Dinas Ketahanan Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut, Kepala Bidang Pelaku Usaha Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Garut, serta Akademisi (Dosen Keamanan Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor). Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara, yaitu :

1. Survei langsung lapangan, data ini diperoleh dari pengamatan secara langsung terhadap obyek yang dikaji yaitu melihat dan mempelajari berbagai keadaan tentang proses produksi sayuran organik, mempelajari saluran distribusi yang dilakukan dan semua aspek pendukung.

(42)

3. Opini Pakar yang diperoleh dari pakar-pakar yang terkait dengan penelitian. Opini pakar akan menjadi input bagi alat analisis SWOT dan AHP. Analisis AHP digunakan untuk memetakan beberapa pilihan strategi yang berbasis pendapat para ahli.

3.4 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini terdiri dari identifikasi proses produksi sayuran organik dan rantai pasok, analisis perumusan strategi yang terdiri dari analisis faktor internal dan eksternal, analisis matriks internal eksternal, analisis SWOT serta analisis AHP.

3.4.1 Identifikasi Proses Produksi Sayuran Organik dan Rantai Pasok Produk

Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran umum dan mendalam tentang proses produksi sayuran organik pada Poktan Cibo Agro di Kecamatan Selaawi Kabupaten Garut dan mengetahui produk sayuran organik yang sesuai dengan keinginan pelanggan/konsumen. Gambaran rantai pasok produk sayuran organik Cibo Agro terdiri dari model struktur rantai pasok, manajemen rantai pasok dan sumber daya rantai pasok untuk mengetahui siapa saja anggota yang memiliki peran utama dalam menghantarkan produk dari produsen ke konsumen.

3.4.2 Analisis Perumusan Strategi

Analisa data yang dilakukan meliputi data internal dan eksternal yang menjadi faktor kunci dan terkait dengan proses produksi sayuran organik serta mata rantai. Data tersebut dianalisis dengan matriks IFE, EFE dan SWOT berikut :

3.4.2.1 Analisis Faktor Internal dan Eksternal (IFE – EFE)

Matriks IFE dan EFE dikembangkan dalam lima (5) langkah (David 2010) :

(43)

b. Setiap faktor tersebut bobot berkisar 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot itu mengindikasikan nyatanya suatu faktor terhadap keberhasilan perusahaan.

c. Berilah peringkat 1-4 pada setiap faktor eksternal dan internal utama untuk menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor tersebut, di mana 4 = respon sangat bagus, 3 = respon di atas rataan, 2 = respon rataan, 1 = respon di bawah rataan. Untuk peluang maupun kekuatan diberi skor 3-4 dan untuk kelemahan, maupun ancaman menerima skor 1 dan 2.

d. Kalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot.

e. Jumlahkan skor rataan untuk setiap variabel guna menentukan skor bobot total untuk organisasi.

Dalam matriks EFE, skor bobot total tertinggi yang mungkin dicapai adalah 4,0 dan skor bobot terendah adalah 1,0. Rataan skor bobot adalah 2,5. Skor bobot 4,0 megindikasikan bahwa sebuah organisasi merespon secara sangat baik peluang dan ancaman yang ada di industrinya. Skor total 1,0 menandakan bahwa strategi perusahaan tidak mampu memanfaatkan peluang yang ada atau menghindari ancaman yang muncul. Sedangkan dalam matrik IFE, skor bobot total di bawah 2,5 mencirikan

(44)

Tabel 3.1 Matriks EFE dan Matriks IFE

Faktor Internal/Eksternal Utama

Bobot (a)

Peringkat (b)

Nilai Tertimbang (a x b)

Kekuatan/Peluang 1. ... 2. ... n. ... Kelemahan/ Ancaman

1. ... 2. ... n. ...

Total Sumber : David 2010

3.4.2.2 Analisis Matriks Internal – Eksternal (IE)

Menurut David (2010) Matrik IE terdiri atas dua (2) dimensi, yaitu total skor dari matrik IFE pada sumbu x dan total skor dari matrik EFE pada sumbu y. Pada sumbu x dari matriks IE, skor bobot IFE total 1,0-1,99 menunjukkan posisi internal adalah lemah; skor 2,0-2,99 posisinya dianggap sedang; dan skor 3,0-4,0 adalah posisi kuat. Pada sumbu y, skor bobot EFE total 1,0-1,99 adalah posisi rendah; skor 2,0-2,99 dianggap posisi sedang; dan skor 3,0-4,0 adalah posisi tinggi. Matriks IE menurut David (2010) dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Skor Bobot Total IFE

Skor Bobot Total EFE

Kuat Menengah Lemah

Tinggi I II III

Menengah IV V VI

Lemah

VII VIII IX 3,0

2,0

1,0

(45)

3.4.2.3 Analisis SWOT

Matriks SWOT (Tabel 3.2) menurut David (2010) terdiri dari sembilan (9) sel, terdapat empat (4) sel faktor utama, empat (4) sel strategi, dan satu (1) sel yang dibiarkan kosong (sel kiri atas). Keempat (4) sel strategi, yang diberi nama SO, WO, ST, dan W, dikembangkan setelah melengkapi keempat (4) sel faktor utama, yang diberi nama S, W, O, dan T. Terdapat delapan (8) langkah dalam membentuk sebuah matriks SWOT:

a. Buat daftar peluang-peluang eksternal utama perusahaan b. Buat daftar ancaman-ancaman eksternal utama perusahaan c. Buat daftar kekuatan-kekuatan internal utama perusahaan d. Buat daftar kelemahan-kelemahan internal utama perusahaan

e. Cocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan catat hasilnya pada sel strategi SO

f. Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan catat hasilnya pada sel strategi WO

g. Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan catat hasilnya pada sel strategi ST

h. Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan catat hasilnya pada sel strategi WT

(46)

Tabel 3.2 Matriks SWOT IFE

EFE

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Peluang (O)

STRATEGI SO

Menciptakan strategi

menggunakan kekuatan

untuk memanfaatkan

peluang

STRATEGI WO

Menciptakan strategi yang

meminimalkan kelemahan

untuk memanfaatkan peluang

Ancaman (T)

STRATEGI ST

Menciptakan strategi

yang menggunakan

kekuatan untuk

mengatasi ancaman

STRATEGI WT

Menciptakan strategi yang

meminimalkan kelemhan dan

menghindari ancaman

Sumber : David 2010

3.4.3 Analisis AHP

Analytical Hierarchy Process adalah suatu metode anlisa pengambilan keputusan berhirarki yang dikembangkan oleh Dr Thomas L Saaty pada tahun 1970. Peralatan utama dari model AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan masukan utamanya persepsi manusia. Model AHP memakai persepsi manusia yang dianggap expert (pakar) sebagai masukan utamanya (Permadi 1992). Kriteria expert disini bukan berarti bahwa orang tersebut harus jenius, pintar, memiliki gelar akademik tertentu dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut (Brojonegoro 1992).

Menurut Saaty dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), terdapat tiga (3) tahapan dalam memecahkan persoalan dengan menggunakan metode AHP, yaitu :

1) Penyusunan Hirarki dan Penilaian Level Hirarki

(47)

goal, faktor, aktor, tujuan dan alternatif. Ilustrasi hirarki dalam pemilihan strategi pengembangan SCM sayuran organik dilihat pada Gambar 3.4.

Goal/Fokus

F1 F2 F3 F4 F5

Faktor

Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik Cibo Agro

A2 A3 A4 A5

A1

Aktor

T1 T3

AL1 AL5

Tujuan TA

Alternatif

AL3

[image:47.595.104.501.138.458.2]

AL2 AL4

Gambar 3.4 Contoh Ilustrasi hirarki strategi pengembangan usaha sayuran organik

(48)

Tabel 3.3 Nilai level hirarki

Nilai Keterangan

1 Faktor Vertikal sama penting dengan Faktor Horizontal 3 Faktor Vertikal lebih penting dari Faktor Horizontal 5 Faktor Vertikal jelas lebih penting Faktor Horizontal

7 Faktor Vertikal sangat jelas lebih penting dari Faktor Horizontal

9 Faktor Vertikal mutlak lebih penting dari Faktor Horizontal 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai unsur yang berdekatan 1/ (2-9) Kebalikan dari keterangan nila 2 – 9

Sumber: Marimin dan Maghfiroh 2010

2) Penentuan Prioritas

Untuk setiap level hirarki, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) untuk menentukan prioritas. Proses perbandingan berpasangan dimulai pada puncak hirarki (goal) digunakan untuk melakukan pembandingan yang pertama lalu dari level tepat di bawahnya (kriteria), ambil unsur-unsur yang akan dibandingkan. Contoh matriks perbandingan kriteria ada pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Matriks perbandingan kriteria

Goal K1 K2 K3

K1

K2

K3

Sumber: Marimin dan Maghfiroh 2010

(49)

1) Langkah 1

wi/wj = aij (i, j = 1,2,…,n) ………...(1)

wi = bobot input dalam baris

wj = bobot input dalam lajur

2) Langkah 2

wi = aij wj (i, j = 1,2,…,n)………..(2)

Untuk kasu -s kas s yang umum mempunu yai bentuk :

wi = ∑ , , … , ………...(3)

wi = rataan dari aij wj,…..,ain wn

3) Langkah 3

Bila perkiraan aij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah

wi/wj. Jika n juga berubah, maka n diubah menjadi λ maks, sehingga

diperol h :e

wi = ∑ , , … , ………(4)

Pengolahan Horisontal

Pengolahan horizontal dimaksudkan untuk menyusun prioritas unsur keputusan setiap tingkat hirarki keputusan. Tahapannya menurut Saaty dalam Marimin dan Maghfiroh (2010) adalah :

a. Perkalian baris (z) dengan rumus :

Zi =

(i, j = 1, 2,……n)………...…...(5)

b. Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen

eVPi

=

∑ ∏

………...(6)

eVPi adalah unsur vektor prioritas ke-i c. Perhitungan nilai eigen maksimum

(50)

λ

max =

………...(7)

untuk i = 1,2,…,n

VA = VB = Vektor antara

d. Perhitungan Indeks Konsistensi (CI) :

Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. Rumusnya sebagai berikut : CI

=

………...(8) Untuk mengetahui CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR=0,1. Rumus CR adalah : CR = CI

RI

Nilai RI merupakan nilai random index yang dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory yang berupa tabel berikut ini :

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56

Pengolahan Vertikal

Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas setiap unsur dalam hirarki terhadap sasaran utama. Jika NPpq di definisikan sebagai nilai prioritas pengaruh unsur ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama, maka :

NP

pq

=

NPHpq

(t, q – 1) x NPT

t

(q – 1

)………(9)

Untuk p = 1, 2,…., r dan t = 1, 2,…., s Dimana :

NPpq = Nilai prioritas pengaruh unsur ke-p pada tingkat ke-q terhadap

sarana utama

NPHpq = nilai prioritas unsur ke-p pada tingkat ke-q

(51)

3) Konsistensi Logis

(52)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi

Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif 306.519 Ha (3.065,19 km²) yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Sumedang di sebelah Utara, Kabupaten Tasikmalaya di sebelah Timur, Samudera Indonesia di sebelah Selatan, dan Kabupaten Bandung dan Cianjur di sebelah Barat (Pemerintah Kabupaten Garut 2011).

Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra produksi sayuran di wilayah Jawa Barat. Dalam komoditas sayuran, sebagian besar sayuran yang dibudidayakan oleh petani di Kabupaten Garut adalah sayuran dataran tinggi yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Beberapa sayuran yang teridentifikasi sebagai komoditas unggulan pertama adalah kentang, cabe merah dan tomat. Sedangkan komoditas sayuran lainnya masuk kedalam kelompok unggulan prioritas kedua, namun sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Beberapa daerah sentra produksi utama tanaman sayuran adalah Kecamatan Cikajang, Bayongbong, Samarang, Cisurupan dan Wanaraja. Pada tahun 2010 Kabupaten Garut termasuk salah satu wilayah untuk pengembangan kawasan hortikultura intensif untuk komoditas Cabe, Tomat dan Paprika (Rohanah 2010).

(53)
[image:53.595.109.507.105.317.2]

Tabel 4.1 Data penyebaran penduduk di Kecamatan Selaawi Tahun 2010

No Desa Laki-laki

(Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah (Jiwa)

1 Selaawi 2.396 2.499 4.895

2 Mekarsari 2.614 2.475 5.089

3 Cigawir 2.493 2.559 5.052

4 Samida 2.371 2.235 4.606

5 Pelita Asih 1.659 1.723 3.382

6 Putra Jawa 3.585 3.462 7.047

7 Cirapuhan 4.392 4.225 8.617

Jumlah 19.510 19.178 38.688

Sumber Data : BP3K Kecamatan Selaawi 2012

Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk di Kecamatan Selaawi yang hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) dan sederajat memiliki jumlah terbesar, yaitu 23.269 jiwa, sedangkan penduduk dengan kelulusan perguruan tinggi/akademik hanya 704 jiwa. Data penduduk berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Wilayah BP3K Selaawi Tahun 2010

No Desa

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Jumlah Tidak

Sekolah

Tamat SD

Tamat SLTP

Tamat SLTA

Tamat PT/ Akad.

1 Selaawi 538 2.936 743 588 89 4.894

2 Mekarsari 560 3.106 763 560 104 5.093

3 Cigawir 582 3.125 695 611 89 5.062

4 Samida 506 2.796 696 506 97 4.601

5 Pelita Asih 405 2.001 525 375 75 3.381

6 Putra Jawa 747 4.182 1.173 847 114 7.063

7 Cirapuhan 1.034 5.123 1.292 1.034 136 8.619

[image:53.595.108.511.488.695.2]
(54)
[image:54.595.108.521.310.574.2]

Aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya salah satunya ditentukan oleh mata pencaharian. Semakin tinggi tingkat mata pencaharian dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi dan taraf hidup masyarakat. Jenis mata pencaharian penduduk Kecamatan Selaawi sangat bervariasi, mulai dari petani, pedagang, jasa, buruh, serta Pegawai Negeri Sipil/Tentara Nasional Indonesia (PNS/TNI). Tingkat pencaharian tertinggi di Kecamatan Selaawi adalah petani dengan jumlah 7.488 jiwa dan terendah adalah PNS/TNI dengan jumlah 783 jiwa. Data jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kecamatan Selaawi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kecamatan Selaawi Tahun 2010.

No Desa

Jumlah Penduduk Sesuai Jenis

Mata Pencahariaan Jumlah

(Jiwa) PNS/

TNI Dagang Petani Jasa Buruh

1 Selaawi 105 184 927 165 96 1.477

2 Mekarsari 107 43 985 170 117 1.422

3 Cigawir 115 111 937 185 171 1.519

4 Samida 98 46 909 175 140 1.368

5 Pelita Asih

78 31 715 160 81 1.003

6 Putra Jawa 105 85 1.230 270 242 1.932 7 Cirapuhan 175 208 1.785 256 313 2.737

Jumlah 783 708 7.488 1.381 1.160 11.458

Sumber Data : BP3K Kecamatan Selaawi 2012

(55)
[image:55.595.106.525.146.733.2]

(Kunyit dan Jahe), dan kehutanan (Bambu). Data poktan Kecamatan Selaawi dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Poktan Kecamatan Selaawi Tahun 2010

No Nama Desa Nama Poktan

Jumlah Anggota (Orang) Nama Ketua Kelompok Luas (Ha) Sawah Darat

1 Selaawi 1. Selaawi I 2. Selaawi II 3. Selaawi III 4. Santani 252 221 259 195 Momo Enob Pandi Udin S. 35 35 20 15 25 - 80 7

Jumlah 927 94 112

2 Cirapuhan 5. Cintawargi 6. Saluyu I 7. Sari Asih 8. Laksana Mukti 475 468 460 382 Sudarjo Ohan S. Didi Ahor 45 50 50 50 45 112 93 60

Jumlah 1.785 195 310

3 Cigawir 9. Pabeasan I 10. Pabeasan II 11. Cianten 12. Motekar 13. Karya Maju 14. Padaringan 155 148 140 159 188 147 Uun S. Saleh H. SP.

E

Gambar

Tabel 2.3  Ringkasan peneltian terdahulu yang relevan
Gambar 3.2  Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 3.4  Contoh Ilustrasi hirarki strategi pengembangan usaha sayuran
Tabel 4.1  Data penyebaran penduduk di Kecamatan Selaawi Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

2) Terlaksananya pelatihan kepada kelompok masyarakat setempat tentang pengolahan bayam menjadi sebuah produk es krim. Pelatihan dan praktek pembuatan es krim Bayam

Jenis dosimeter OSL komersial yang digunakan adalah Ah03:C buatan Landauer tipe Inl.ight XA yang digunakan untuk pemantauan dosis pekerja radiasi. Pembacaan dilakukan dengan

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi tersebut terjadi heteroskedastisitas atau tidak, maksudnya untuk mengetahui terjadinya varian tidak

[r]

Berdasarkan hasil analisis bentuk DAS dengan debit banjir di DAS Kali Pesanggrahan, DAS Kali Krukut, dan DAS Kali Cipinang menggunakan metode Hidrograf Satuan

Kurangnya minat siswa dalam mempelajari matematika disebabkan karena pendekatan pembelajaran yang digunakan guru masih konvensional sehingga menyebabkan siswa tidak

Kepercayaan masyarakat atas kualitas atau mutu pekerjaan profesi akan semakin tinggi jika profesi tersebut menetapkan standar pelaksanaan dan

Berdasarkan apa yang telah tertuang dalam laporan tugas akhir dengan judul Perancangan Lego-park di Kota Batu, perlu kiranya penulis memberikan saran kepada pihak akademis