• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam tentang pencurian mayat (putusan pengadilan Negeri purbalinga nomor: 31/pid.b/2003/pn.pbg)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pandangan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam tentang pencurian mayat (putusan pengadilan Negeri purbalinga nomor: 31/pid.b/2003/pn.pbg)"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun oleh : DEWI MAYA SARI NIM : 107045103409

KOSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

(Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor 31/Pid.B/2003/PN.Pbg(

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.Sy)

Oleh

DEWI MAYA SARI NIM : 107045103409

Di bawah Bimbingan

Dr. Abdurrahman Dahlan, M.A NIP : 195811101988031001

JURUSAN PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Nomor 31/Pid.B/2003/PN.Pbg( telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Kepidanaan Islam (Jinayah Syar’iyyah).

Jakarta, 2011 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP 195505051982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Dr. Asmawi, MAg

NIP197210101997031008

2. Sekretaris : Afwan Faizin, M.Ag NIP 197210262003121001

3. Pembimbing : Dr. Abdurrahman Dahlan, M.A NIP 195811101988031001

4. Penguji I : Sri Hidayati, M.Ag NIP 197102151997032002

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu memperoleh gelar strata 1 (S 1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Sarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UlN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 November 2011

(5)

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا ها مسب

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT yang telah menciptakan manusia dengan kesempurnaan sehingga dengan izin dan berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Allah SWT dan seluruh umat manusia yang mencintai ilmu. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW, atas tetesan darah dan air mata beliaulah kita mampu berdiri dengan rasa bangga sebagai umat Islam yang menjadi umat yang terbaik diantara semua kaum. Tidak lupa kepada keluarga, para sahabat, serta yang mengamalkan sunnahnya dan menjadi pengikut setia hingga akhir zaman.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari akan pentingnya orang-orang yang telah memberikan pemikiran dan dukungan secara moril maupun spiritual sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai yang diharapkan karena adanya mereka segala macam halangan dan hambatan yang menghambat penulisan skripsi ini menjadi mudah dan terarah. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat Bapak :

(6)

2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembantu Dekan I, II, dan III yang telah membimbing Penulis.

3. Dr. Asmawi, M.Ag., Ketua Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Afwan Faizin, MA., Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah yang telah banyak membantu penulis untuk melengkapi berbagai macam keperluan berkas-berkas persyaratan untuk menggapai studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.

5. Ibu Sri Hidayati, M.Ag., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dalam proses pembuatan proposal skripsi ini sehingga skripsi dapat diseminarkan dengan baik.

6. Dr. Abdurrahman Dahlan, M.A., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, petunjuk dan nasehat yang berguna bagi penulis, “Terimakasih banyak ya pak telah sabar dan tidak bosan-bosannya membimbing maya selama penulisan skripsi ini”

(7)

8. Buat Ayahanda (H.M Gusnadi) dan Ibunda (HJ. Nila Efrida, S.Pd) yang sangat maya cintai, terimakasih banyak papa dan mama sudah membesarkan maya dengan penuh kasih sayang dan tidak pernah lelah untuk menjaga dan merawat maya dari kecil hingga menjadi wanita yang dewasa seperti sekarang ini, tanpa doa dan dukungan dari papa dan mama mungkin maya tidak bisa bertahan untuk menjalani semua kehidupan ini dan yang selalu mendoakan maya agar tetap semangat menyelesaikan kuliah hingga selesai menulis skripsi ini.

9. Buat kakak ku tersayang Diana Intan Sari, SE.i., terimakasih atas dukungan selama ini dan selalu menyemangati maya untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Buat abang ku tersayang Alfian Gusnadi, S.E., terimakasih atas supportnya selama ini dan tidak pernah bosan-bosannya untuk membuat maya tersenyum.

11.Buat My Lovely M. Idham Ferdiansyah, S.Hi., terimakasih atas semangatnya ya sayang, tanpa dukungan dan bantuan abang maya tidak bisa menyelesaikan skripsi ini dengan mudah dan tidak pernah lelah menemani maya dan menghibur maya disaat pusing mikirin skripsi.

(8)

Tiada cita dapat terwujud dengan sendirinya kecuali dengan pertolongan Allah SWT sehingga penulis dapat memberikan kontribusinya dalam ilmu pengetahuan. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta menjadi amal baik disisi Allah SWT. Akhirnya semoga setiap bantuan, doa, motivasi yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Jakarta, 29 November 2011

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

BAB I : Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...7

D. Penelitian Terdahulu ... 8

E. Metode Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II : Tinjauan Umum Tentang Pencurian A. Menurut Hukum Pidana Positif... 15

1. Pengertian Menurut Teologi dan Etimologi ... 15

2. Unsur-unsur Pencurian ... 15

3. Jenis dan Sanksi Hukum Pencurian ... 20

B. Menurut Hukum Pidana Islam ... 25

1. Pengertian Menurut Teologi dan Etimologi ...25

2. Kriteria dan Unsur-unsur pencurian ... 26

(10)

BAB III : Tindak Pidana Pencurian Mayat

A. Pengertian Mayat ... 43 B. Motif Pencurian Mayat ...44 C. Sanksi Hukum ... 49

BAB IV : Pandangan Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Purbalingga Tentang Pencurian Mayat

A. Kronologi Perkara Di Pengadilan Purbalingga ... 52 B. Analisis Putusan Hakim Pengadilan Purbalingga Tentang

Pencurian Mayat menurut Hukum Pidana Positif ... 54 C. Analisis Putusan Hakim Pengadilan Purbalingga Tentang

Pencurian Mayat menurut Hukum Pidana Islam ... 56

BAB V : Penutup

A. Kesimpulan ... 60 B. Saran-saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah keberadaan dan peradaban manusia senantiasa menjadi bagian tak terpisahkan dari proses hidup sampai mati dalam kehidupan manusia, oleh karena hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai keadilan, kemanfaatan dan kemanusiaan. Di samping itu norma-norma hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai keadilan, kemanfaatan dan kemanusiaan. Di samping itu hukum sebagai alat yang dipakai untuk mengatur masyarakat sehingga senantiasa berusaha mencapai tujuan1. Untuk itu hukum pidana harus benar-benar ditegakkan terhadap kasus-kasus kejahatan pencurian, baik pencurian yang sifatnya yang selektif dan ruang geraknya yang lebih luas, sampai pada kejahatan pencurian yang ringan.

Pencurian merupakan suatu pelanggaran norma yang hidup di masyarakat yaitu norma agama dan norma hukum. Agama manapun melarang suatu tindakan pencurian karena hal tersebut merupakan suatu dosa yang harus di pertanggungjawaban oleh pelakunya di akhirat nanti. Hukum juga melarang suatu tindakan pencurian, karena merugikan orang lain dan melanggar hak-hak pribadi dari setiap orang, salah satunya adalah hak untuk memiliki setiap benda.2

Perkembangan zaman yang semakin maju pesat dan unik ternyata tidak

1

Sabri Samin, Pidana Islam Dalam Politik Hukum Pidana Indonesia Efektisme dan Pandangan Non Muslim, (Jakarta, Kholam Publising)

2

(12)

membuat tingkat kejahatan di lingkungan masyarakat menurun, melainkan kejahatan tersebut semakin meningkat dengan timbulnya modus baru, terutama dalam tindak pidana pencurian. Adapun objek dari tindak pidana pencurian tidak hanya dalam bentuk barang seperti rumah, televisi, radio, dan barang-barang lainnya yang memiliki nilai ekonomis, tetapi pencurian tersebut sekarang sudah mengarah ke mayat.

8 Tahun yang lalu kita telah dihebohkan media elektronik dan cetak masalah pencurian mayat yang terjadi di Sumanto telah mencuri mayat Mbah Rinah di kuburan Desa Majatengah, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga, pada Januari 2003. Jasad itu dipotong-potong dengan golok, lalu dimakannya mentah-mentah. Sebagian lagi digoreng serta dipanggang atau disate,3 dan baru-baru ini juga telah digemparkan peristiwa pencurian jasad anak balita yang beberapa hari terakhir marak di sidoarjo, Jawa Timur, diduga terkait dengan ulah para calo yang berupaya mengeruk keuntungan melalui mal praktek jual beli mayat.4

Menurut ketentuan Kitab Undang-undang Pidana (KUHP), perbuatan tersebut termasuk melanggar Pasal 180 KUHP yang berbunyi : Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum diambil, menggali atau mengambil jenazah atau memindahkan atau mengangkut jenazah yang sudah digali atau diambil, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan. Atau pidana denda paling banyak

3

Di Akses pada tanggal 6 juni 2011dari www.Majalah Tempo.com 4

(13)

empat ribu lima ratus rupiah.5

Dalam ketentuan Pasal 180 KUHP hanya membicarakan tentang perbuatan yang dengan sengaja melawan hukum mengeluarkan, mengambil, atau memindahkan mayat dari kuburan. Sedangkan memakan daging mayat tidak diatur secara khusus dalam ketentuan undang-undang, hanya merupakan perbuatan yang tidak manusiawi. Jadi, perbuatan yang dilakukan oleh Sumanto dapat dijerat dengan pasal tersebut.6

Yang diartikan mayat ialah tubuh orang yang sudah mati dan masih utuh ataupun tinggal sebagian. Bagian itu merupakan yang terbesar. Bagian yang hanya berupa dua buah tangan saja tidak dapat diartikan mayat. Jadi, apabila ada orang yang mengambil, memindahkan, atau membawa mayat dengan melawan hukum, maka merupakan suatu tindak pidana, tetapi apabila ada orang yang mengambil, memindahkan, atau membawa mayat dari rumah sakit disertai surat keterangan dokter tidak diancam dengan sanksi pidana.7

Sedangkan bila seseorang mengambil mayat manusia dari kamar mayat sebuah rumah sakit, padahal ia bukan keluarganya dan tidak dapat kuasa dari keluarganya untuk mengambilnya atau mengambilnya dari liang kubur dan kemudian dituduh melakukan pencurian mayat, tidak dapat membela diri dengan mengatakan bahwa ia tidak melakukan pencurian mayat dengan alasan bahwa seseorang selama hidupnya tidak memiliki tubuh manusia lain. Karena itu, tidak seorang pun dapat

5

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, edisi revisi 2008, Jakarta, Rineka Cipta

6

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, edisi revisi 2008, Jakarta, Rineka Cipta

7

(14)

memiliki mayat manusia karena mayat itu tidak ada yang memiliki.8

Jadi, bila kita kaji dari aspek hukum pidana, tindakan mencuri jenazah atau mayat dapat dikategorikan melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP. Dan karena dilakukan pada malam hari, bisa dijerat dengan Pasal 363 KUHP yang ancaman pidananya selama 7 tahun, sehingga berdasarkan Pasal 21 Ayat (4) KUHAP sub (a), maka dia bisa ditahan karena ancaman pidananya lebih dari 5 tahun.9

Sedangkan dalam Islam sendiri menerangkan dalam suatu keadilan sebagai tujuan syariat )maqosidu syar‟i.) Yang mana telah ditegaskan dalam Al-Qur‟an

ح ا ا ا ّك ءا ج ا طق ف ق ّ ا ّ ا

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduany

(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan siksaan dari Allah. Dan

Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. )Al-Maidah : 38)10

Larangan melakukan mencuri di tegaskan pula dalam Hadits Rasulullah :

طقتف ح ا ّ طقتف ض ا ّ ، ّ ا ها (

ّ ا ج خ )

Artinya : ”Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur kemudian

tangannya dipotong, dan mencuri seutas tali kemudian tangannya

8

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, edisi revisi 2008, Jakarta, Rineka Cipta

9

Skripsi tentang putusan No : 32/Pid.B/2003/PN.Pbg. dengan terdakwa Sumanto PUTRA FAJAR SUNJAYA, Universitas Pancasakti Tegal.

10

(15)

dipotong”.11

Ayat dan Hadits tadi menunjukkan bahwa perbuatan mencuri adalah perbuatan tercela dalam pandangan Islam. Tindakan pencurian dilarang, karena dapat menggoncang stabiliitas keamanan masyarakat.

Pencurian baru diancam dengan hukuman Had jika memenuhi beberapa unsur. Unsur-unsur itu adalah tindakan mengambil secara sembunyi-sembunyi, unsur benda yang di ambil berupa harta, unsur benda yang di ambil adalah hak orang lain, dan unsur kesengajaan berbuat kejahatan.12

Sedangkan menurut Ibn Rusyd memberikan pengertian memenuhi beberapa unsur di dalam delik pencurian yaitu :13

a) Perbuatan mengambil harta orang lain secara diam-diam (mustatir) adalah harta atau barang milik orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya, dan tanpa kerelaannya. Misalnya : Seseorang mengambil harta atau barang dari rumah orang lain ketika penghuninya sedang tidur.

b) Barang yang dicuri adalah berupa harta (al-mal). Yang dimaksud dengan harta disini adalah harta yang bergerak, berharga, memiliki tempat penyimpanan yang layak dan sampai nishab.

c) Harta yang dicuri merupakan milik orang lain.

11

Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz VI, h. 2493, hadits nomor 6414 dan al-Nishaburi, Shahih Muslim, h. 1311, Hadits nomor 1687

12

Muhammad amin suma, Pidana Islam di Indonesia; peluang, prospek, dan tantangan, cet 1, 2001, Pustaka Firdaus, h. 112

13

Ahmad Mukri Aji, Rasionalitas Ijtihad Ibn Rusyd, Kajian Fiqh Jinayat dalam Kitab “

(16)

d) Adanya kesengajaan melakukan perbuatan pencurian.14

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengeksplorasi lebih

jauh mengenai perbuatan pencurian mayat yang dikriminalisasi beserta sanksinya

bagi para pelaku, Oleh karena itu penulis menyusun skripsi dengan judul :

“PANDANGAN HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN MAYAT”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Seperti telah penulis uraikan dalam dasar pemikiran, agar dalam pembahasan

ini tidak melebar dan keluar dari pokok pembahasan di samping keterbatasan yang

penulis miliki maka penulis membatasi ruang lingkup permasalahan ini sebagai

berikut :

1. Skripsi ini hanya membahas pada pencurian mayat menurut hukum

pidana positif maupun hukum pidana Islam beserta sanksi-sanksinya dan

membahas keabsahan putusan Pengadilan Negeri Purbalingga ditinjau dari

hukum pidana positif maupun hukum pidana Islam.

2. Hukum Pidana Positif yang penulis maksud adalah KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yang telah diatur di dalam Pasal 179, 180 dan 181 tentang mayat.

14

(17)

3. Hukum Pidana Islam yang penulis maksud adalah Fiqih Jinayah tentang pencurian mayat.

4. Putusan yang penulis maksud adalah Kajian (Putusan Pengadilan Negeri Nomor 31/Pid.B/2003/PN.Pbg).

2. Rumusan Masalah

Dari masalah pokok di atas dapat diuraikan menjadi 3 (tiga) : Sub masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian (research questions), yaitu :

1) Bagaimana Pandangan Hukum Pidana Positif tentang Pencurian Mayat dan sanksi bagi pelakunya?

2) Bagaimana Pandangan Hukum Pidana Islam tentang Pencurian Mayat dan sanksi bagi pelakunya?

3) Bagaimana analisis Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam terhadap putusan Pengadilan Negeri Purbalingga tentang tindak pidana Pencurian Mayat?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengertian pencurian mayat.

b. Untuk mengetahui sanksi bagi pelaku pencurian mayat menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam.

(18)

2. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat teoritis adalah dapat menambah khazanah keilmuan dalam mengetahui pengertian pencurian mayat, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa, dan akedemisi lainnya.

b. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan pelajar, mahasiswa, dan akedemisi lainnya. Manfaat kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penegak hukum dalam penerapan hukum tentang pencurian mayat.

D. Penelitian Terdahulu

Di dalam penulisan skripsi ini penulis menemukan beberapa skripsi yang dapat dijadikan kajian terdahulu bagi penulis di antaranya sebagai berikut :

1) Skripsi KHASNAN ZAKKI, E. 0001170, mengenai “TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN MAYAT (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Purbalingga(”. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

(Skripsi). 2005.” Dalam skripsinya ia membahas tentang pertanggungjawaban

dan sanksi pidana dalam pencurian mayat. Terhadap terdakwa Sumanto. (1) Penafsirkan mayat sebagai barang, (2) Tindak pidana yang dilakukan

(19)

rohani. Dari hasil analisis, (Tingkat Pertama) putusan tersebut sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.15

2) Skripsi oleh Putra Fajar Sunjaya, “TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN MAYAT (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Purbalingga, Pengadilan Tinggi Negeri Semarang, Mahkamah Agung(”. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (Skripsi). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap permasalahan yang penulis teliti, dapat disimpulkan dalam 3 bagian : )1(. Tindak pidana pencurian mayat dalam Hukum Pidana Positif di Indonesia diatur pada Pasal 180 KUHP. Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 180 KUHP ini merupakan bentuk tindak pidana khusus dari tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP; (2(. Pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana pencurian mayat dalam Tingkat Akhir (KASASI) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1979 K/Pid/2003 Jis. Tingkatan Kedua (Banding) Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 162/Pid/2003/PT.Smg, Tingkat Pertama Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga No. 31/Pid.B/2003/PN.Pbg. berupa pidana penjara selama 5 (lima) tahun; (3) Sebelum menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap Terdakwa judex facti sebagaimana yang dikuatkan oleh judex yuris dan Mahkamah Agung mempertimbangkan 3 (tiga) pertimbangan, yaitu Pertimbangan yuridis ialah pertimbangan yang menentukan bersalah atau

15

(20)

tidaknya.16

Kedua pembahasan tersebut berbeda dengan skripsi yang akan penulis bahas karena penulis akan membahas mengenai “PANDANGAN HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN MAYAT” (Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor 31/Pid.B/2003/PN.Pbg) Yang di dalamnya akan membahas mengenai dengan perbuatan dan sanksi tindak pidana pencuri mayat menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam.

E. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang penulis pergunakan adalah penelitian hukum

normatif karena melihat hukum jenis penelitian kualitatif ditinjau dari putusan

pengadilan.

1) Studi Kepustakaan (Library Research) ialah :

Studi Kepustakaan (Library Research) adalah metode pengumpulan data

yang dipergunakan bersama metode lain seperti wawancara, dan pengamatan

(observasi) ialah Penelitian yang diperoleh di perpustakaan, yang berisi teori-teori

dengan cara mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan aspek

permasalahan yang akan diteliti, dan mengkaji pendapat para ahli hukum yang

terdapat dalam buku, KUHP, dan buku-buku fiqih lainnya.17

16

Di Akses pada tanggal 6 Juni 2011dari http://www.perpus.upstegal.ac.id 17

(21)

2) Penelitian Lapangan (Field Research) ialah :

Penulis mencari lokasi ke purbalingga untuk melakukan penelitian

deskriptif, yaitu berusaha menyajikan fakta-fakta yang obyektif sesuai dengan

situasi dan kondisi yang sebenarnya terjadi pada saat penelitian dilakukan.18

3) Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi Dokumentasi, alat ini dipergunakan untuk melengkapi data yang penulis perlukan, yaitu melihat berkas putusan pengadilan Negeri di Purbalingga.

4) Sumber data :

Data primer, yaitu sumber data utama yang dapat dijadikan jawaban terhadap masalah penelitian.19 Putusan Pengadilan Negeri Nomor 31/Pid.B/2003/PN.Pbg. Buku-buku yang berkaitan dengan bahan penulisan antara Kitab Undang-undang Pidana (KUHP) dalam hal ini Pasal 180, 362, 363,

Al-Qur‟an, Hadits, dan buku-buku lain yang berkaitan dengan pembahasan

penulisan.

Data skunder yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu, artikel-artikel dan makalah-makalah yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

18

Bambang waluyo, Penelitian Hukum dalam praktek, (Jakarta, Sinar grafika,2006) cet. Ke-2

19

(22)

5) Teknik Analisis

Adapun cara yang digunakan penulis dalam menganalisa datanya adalah dengan dokumenter, yaitu data berdasarkan hasil putusan pengadilan mengambil pengolahan data melalui dengan internet. Dalam hal ini materi pokoknya adalah tindak pidana pencurian mayat perpekstif Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam.

6) Teknik penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.”20

Contoh Proposal Skripsi dari Akademik Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011.21

F. Sistematika Penulisan

Skrispsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari sub bahasan, ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam penulisan dan pengambilan putusan pengadilan penulisan penelitian ini, dan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai materi pokok penulisan dan memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan skripsi ini, maka penulis menyusun

20Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007

(23)

sistematika penulisan ini secara sistematis sebagai berikut :

Bab Pertama pada bab ini menguraikan alasan dan ketertarikan penulis dalam meneliti masalah ini gambaran secara keseluruhan skrispi, seperti yang terdapat di dalam latar belakang masalah agar skripsi ini dapat tertuju pada masalah pokoknya maka perlu dibuat pembatasan dan perumusan masalah, serta tujuan dan manfaat penelitian, dan supaya penulisan skripsi ini lebih terarah maka penulis menggunakan metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab Kedua sebelum berbicara mengenai pencurian mayat menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam maka penulis akan terlebih dahulu membahas sekilas tentang pencurian serta sanksi menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam.

Bab Ketiga dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai pengertian mayat, motif dan sanksi hukumannya dalam tindak pidana pencurian mayat di daerah purbalingga.

Bab Keempat Pandangan Terhadap Putusan Pengadilan Purbalingga Tentang Pencurian Mayat terdiri yang pertama Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian Mayat Menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam, analisis Putusan pengadilan Negeri Purbalingga Nomor 31/PID.B/2003/PN.PBG) Tentang pencurian Mayat.

(24)
(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

A. Menurut Hukum Pidana Positif 1. Pengertian Pencurian

Pencurian menurut KUHP diatur dalam Pasal 362 KUHP yaitu :

“Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian

termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu

dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara

selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,- (sembilan

ratus rupiah)”.22

2. Unsur-unsur

Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP di atas, maka unsur-unsur tindak pidana pencurian (biasa) adalah sebagai berikut :

A. Unsur obyektif

1) Perbuatan mengambil. 2) Obyeknya suatu benda.

3) Unsur keadaan yang menyertai atau melekat pada benda yaitu benda tersebut sebagian atau keseluruhan milik orang lain.

B. Unsur Subyektif

22

(26)

1) Adanya maksud.

2) Yang ditujukan untuk memiliki. 3) Dengan melawan hukum.

Tindak pidana ini oleh Pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai mengambil barang, seluruhnya atau sebagian milik orang lain dengan tujuan memilikinya secara melanggar hukum.23 Sehingga patutlah kiranya dikemukakan, bahwa ciri-ciri khas tindak pidana pencurian adalah mengambil barang orang lain untuk memilikinya.

a. Unsur obyektif 1) Mengambil

Dilihat dari makna ketika aturan ini dibuat, perbuatan “mengambil”

sebagaimana dirumuskan di dalam Pasal 362 KUHP telah mengalami perluasan makna. Terjadinya perluasan makna atas unsur “mengambil” dalam

tindak pidana pencurian seiring dengan adanya perkembangan masyarakat. Pada awalnya, perbuatan “mengambil” itu bermakna sebagai “setiap

perbuatan untuk membawa atau mengalihkan suatu barang ke tempat lain”.

Perbuatan mengambil pada awalnya menunjuk pada “perbuatan dengan

menggunakan sentuhan tangan”. Tetapi dalam pekembangannya, pengertian

“mengambil” ini tidak hanya terbatas pada pengertian sebagaimana tersebut di

atas. Perbuatan “mengambil” pada akhirnya mempunyai pengertian yang lebih

23

(27)

luas. Sekarang ini pengertian “mengambil” tidak hanya terbatas pada

“membawa atau mengalihkan dengan sentuhan tangan”, tetapi termasuk juga

perbuatan-perbuatan untuk mengalihkan atau memindahkan suatu barang dengan berbagai cara. 24

2) Suatu Barang atau Benda

Sebagaimana pengertian mengambil, pengertian “barang” dalam Pasal 362 KUHP juga mengalami perkembangan makna. Pengertian “barang” dalam Pasal 362 KUHP ini pada awalnya menunjuk pada pengertian barang atau benda bergerak dan berwujud, termasuk binatang. Benda bergerak dan berwujud tersebut misalnya, radio, televisi, uang dan lain sebagainya. 25

3) Benda Tersebut Seluruhnya atau Sebagian Milik Orang lain

Unsur ini mengandung suatu pengertian, bahwa benda yang diambil itu haruslah barang/benda yang dimiliki baik seluruhnya atau sebagian oleh orang lain. Jadi harus ada pemiliknya, sebab sebagaimana di atas disinggung, barang/benda yang tidak bertuan atau tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi objek pencurian.26

Dengan demikian dalam tindak pidana pencurian, tidak dipersyaratkan barang/benda yang diambil atau dicuri itu milik orang lain secara keseluruhan.

24

Wirjono Projodikoro, SH. DR, Tindak-Tindak Pidana tertentu di Indonesia, Eresco, Bandung, 1986, h.13

25

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komemntar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1996. h.250

26

(28)

Pencurian tetap ada, sekalipun barang tersebut hanya sebagian saja yang dimiliki oleh orang lain dan sebagian yang dimiliki oleh pelaku sendiri.27

b. Unsur Subyektif 1) Dengan Maksud

Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa unsur kesengajaan dalam, rumusan tindak pidana dirumuskan dengan berbagai istilah, termasuk di dalamnya adalah istilah “dengan maksud”. Dengan demikian, unsur “dengan maksud” dalam Pasal 362 KUHP menunjuk adanya unsur kesengajaan dalam

tindak pidana pencurian. Persoalannya adalah, kesengajaan atau maksud itu harus ditujukan pada apa? Dalam hal ini kesengajaan atau maksud itu ditujukan “untuk menguasai benda yang diambilnya itu untuk dirinya sendiri secara

melawan hukum”. Dengan demikian, berkaitan dengan unsur “dengan maksud”

dimana maksud tersebut adalah untuk menguasai barang/benda yang diambil untuk dirinya sendiri secara melawan hukum maka, untuk melihat apakah pelaku mempunyai maksud atau tidak untuk menguasai barang tersebut untuk dirinya sendiri secara melawan hukum haruslah dibuktikan28:

a) Bahwa maksud orang atau pelaku memang demikian adanya, artinya pelaku memang mempunyai maksud untuk menguasai barang itu untuk dirinya sendiri secara melawan hukum.

27

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komemntar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1996. h.250

28

(29)

b) Pada saat pelaku mengambil barang tersebut, harus mengetahui, barang yang diambilnya itu adalah milik orang lain baik secara melawan hukum keseluruhan atau sebagian.

c) Bahwa dengan perbuatan yang dilakukannya itu, pelaku tahu, bahwa ia melakukan suatu perbuatan yang melawan atau bertentangan dengan hak orang lain. 29

2) Memiliki Untuk Dirinya Sendiri

Unsur “memiliki” untuk dirinya sendiri dalam rumusan Pasal 362

KUHP merupakan terjemahan yaitu mempunyai makna yang lebih luas dari “memiilki”. Oleh beberapa sarjana, istilah tersebut diterjemahkan istilah “menguasai”.30

Secara pribadi istilah “menguasai” lebih baik dari pada istilah “memiliki”. Apabila seorang mengambil suatu barang milik orang lain secara

melawan hukum, tidak secara otomatis hak kepemilikan dari barang tersebut beralih pada yang mengambil barang tersebut. Sebab, pada hakikatnya hak milik itu tidak dapat beralih dengan cara melawan hukum. Orang yang mengambil barang itu hakikatnya belum menjadi “pemilik” dari barang yang

diambilnya, tetapi baru “menguasai” barang tersebut, yaitu bahwa orang

29

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komemntar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1996. h. 256

30

(30)

tersebut bertindak seolah-olah sebagaipemilik barang tersebut.31

3) Secara Melawan Hukum

Unsur “melawan hukum” dalam tindak pidana pencurian ini erat dengan

unsur menguasai untuk dirinya sendiri. Unsur “melawan hukum” ini akan memberikan warna pada perbuatan “menguasai”, agar perbuatan “menguasai”

itu menjadi perbuatan yang dapat dipidana. 32

Terhadap pengertian “melawan hukum” itu sendiri sampai saat ini tidak

ada kesatuan pendapat di antara para pakar hukum. Pompe misalnya, menyatakan, bahwa melawan hukum ada apabila ada sesuatu tindakan yang bertentangan dengan hukum, baik itu hukum subyektif (hak seseorang) maupun bertentangan dengan hukum pada umumnya, yang dapat berupa hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.33

3. Jenis-jenis Tindak Pidana Pencurian Jenis ini dibagi menjadi 3 bagian :

1) Pencurian Biasa

Pencurian biasa ini perumusannya diatur dalam pasal 362 KUHP yang menyatakan :

“Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian

31

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komemntar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1996. H.250 , h. 257

32

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komemntar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1996. H.250 , h. 257

33

(31)

milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Sembilan ratus rupiah”.34

2) Pencurian Dengan Pemberatan

Istilah “pencurian dengan pemberatan” biasanya secara doktrinal

disebut sebagai “pencurian yang dikualifikasikan”. Pencurian yang

dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa.35

Pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang dikualifikasikan diatur dalam pasal 363 dan 365 KUHPidana. Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan harus di awali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk pokoknya. Unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan dapat dipaparkan sebagai berikut :

Pencurian dengan pemberatan diatur dalam Pasal 363 KUHPidana.

34

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komemntar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1996,.h. 259

35

(32)

Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHPidana dirumuskan sebagai berikut :

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : 1. Pencurian Ternak :

Pengertian ternak telah dijelaskan di dalam Pasal 101 kitab undang-undang Hukum Pidana yang mempunyai makna : ternak adalah hewan-hewan yang berkuku satu, yang memamah biak dan babi”. Hewan yang berkuku satu itu adalah misalnya kuda, yang memamah biak adalah sapi dan kerbau, sedang mengenai babi kiranya tidak perlu dijelaskan.36

2. Pencurian Pada Waktu Ada Kebakaran, Letusan, Banjir, Gempa Bumi, atau Gempa laut, Gunung Meletus, Kapal Karam, Kapal Terdampar, Kecelakaan Kereta Api, Huru hara, Pemberontakan atau Bahaya Perang.37

3. Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak - Malam

Malam yang dimaksud menurut Kitab Undang-undang Pidana “

36

Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik khusus kejahatan yang ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, Tarsito, Bandung,1979, h.111

37

(33)

waktu antara Matarahari terbenam dan matahari terbit.38

- Tempat Kediaman

Pengertian ini bukan saja penting di dalam Hukum Pidana Formil menurut mentorie van antwoord adalah “suatu tempat dimana manusia itu menjalankan kehidupan rumah pribadinya dan yang karena mengikat dirinya memisahkan dirinya itu dari dunia luar.39 - Di atas Sebuah Pekarangan Tertutup Yang Ada Rumahnya

Yang dimaksudkan dengan “sebuah perkarangan tertutup”adalah

sebidang tanah yang mempuyai batas-batas yang dapat dilihat dan batas-batas membatasi tanah tersebut dari tanah-tanah sekitarnya.40

- Di luar Sepengetahuan

Adalah bahwa si pembuat telah berada di dalam rumah atau pekarangan itu dengan tidak meminta izin terlebih dahulu dari orang-orang berhak atas rumah atau karangan tersebut.

4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama.

Mengenai pengertian ini “ oleh dua orang atau lebih bersama-sama

38

Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik khusus kejahatan yang ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, Tarsito, Bandung,1979, h.111

39

Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik khusus kejahatan yang ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, Tarsito, Bandung,1979, h.111

40

(34)

Hoge Raad di dalam arrestnya tanggal 10 Desember 1894 (W. 6598) telah memberikan pendapatnya yaitu pencurian oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama itu haruslah dilakukan dalam hubungannya keturut-sertaan di dalam kejahatan. 41

5. Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan (seragam) palsu. (2) Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu

tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana paling lama Sembilan tahun.42

3) Pencurian Ringan

Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidanaya menjadi diperingan. Jenis pencurian ini diatur dalam ketentuan Pasal 364 KUHPidana, yang menyatakan :43

Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 butir 4,

41

Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik khusus kejahatan yang ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, Tarsito, Bandung,1979, H.114

42

Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik khusus kejahatan yang ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, Tarsito, Bandung,1979, h.114

43

(35)

begitu juga perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 365 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh.

B. Pencurian Menurut Hukum Pidana Islam 1. Pengertian Pencurian

Mencuri atau dalam Etimologi disebut dengan sariqah ( ق ّ ا ) adalah suatu tindak kejahatan mengambil harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi, baik dari pandangan pemilik hartanya yang dicuri atau pihak lain menurut anggapan orang yang mencurinya44. Secara terminologi sariqah berarti melakukan suatu tindakan terhadap orang lain secara sembunyi-sembunyi. Misalnya istiqraq al-sam’a (mencuri dengar) dan musaraqah al-nadzara (mencuri pandang). 45

Menurut Abdul Qadir Audah mendefinisikan pencurian sebagai tindakan mengambil harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi, yaitu mengambilnya tanpa sepengetahuan dan kerelaan pemiliknya, misalnya seorang mengambil harta dari sebuah rumah ketika pemiliknya sedang bepergian atau tidur.46Adanya persyaratan “ dalam keadaan sembunyi-sembunyi” Seperti dalam definisi di atas menunjukan bahwa orang yang mengambil harta orang lain secara

44

Fauzan al-Ansari, Hukuman Bagi Pencuri, (Jakarta:khairul Bayan,2002), h.8

45

Muhammad Amin Summa, Pidana Islam di Indonesia, (Jakarta:Pustaka Firdaus,2001), h.111

46

(36)

terang-terangan tidak termasuk kategori yang diancam hukuman had. Alasannya adalah hadits Rasullah yang menegaskan :

ق س ها ص ا ها ض ج

tangan atas penghianatan harta (koruptor), perampok, dan

pencopet” 47

2. Kriteria dan Unsur-unsur Pencurian Menurut Hukum Pidana Islam

A. Kriteria Nishab Barang Yang Dicuri Menurut Para Ulama

Sebagian mereka ada yang mengatakan (bahwa nishab pencurian itu) adalah 1 (satu) dinar atau 10 (sepuluh) dirham. Barangsiapa yang mencuri senilai satu nishab, maka ia dipotong berdasarkan kesepakatan. Dalam Shahihain dari shahabat Ibnu ‟Umar radliyallaahu ‟anhuma48

:

ا ض ا

:

ا ث ث ث ، ج ف طق س ها ص ا

Artinya : ”Dari Ibnu BahwaNabi S.A.W pernah memotong (tanganpencuri karena

mencuri) perisai yang harganya tiga dirham”.49

Dalam riwayat Al-Bukhari, beliau shallallaahu „alaihi wasallam bersabda : ا ف

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Beirut: Dar al-Fikr,2005), juz II, h. 365

48

Muhammad Ibnu Ali Ibnu Muhammad As-syaukani, Nailul Author, h.2127 hadits nomor 4067

49

(37)

“Tangan dipotong pada (pencurian) seperempat dinar ke atas 50

Seperempat dinar pada waktu itu adalah senilai tiga dirham : dan satu dinar itu senilai dengan dua belas dirham. Dan tidaklah seseorang itu disebut pencuri hingga ia mengambil harta dari tempat simpanannya. Adapun harta yang hilang dari pemiliknya, buah-buahan yang berada di pohon di padang pasir tanpa pagar, binatang ternak tanpa penggembala di sisinya, atau yang semisalnya : maka (orang yang mengambilnya) tidaklah dipotong. Akan tetapi baginya hukum ta’zir, yaitu digandakan (dua kali lipat) baginya denda, sebagaimana terdapat dalam hadits. 51

Menurut Muhammad Ibnu Ali Ibnu Muhammad As-syaukani dalam Syarihnya Kitab Nailul Author berkata, apa yang telah ditetapkan oleh hadits-hadits dalam bab ini tentang keputusan dipotong pencuri karena mencuri barang seharga tiga dirham atau seperempat dinnar, telah dijadikan dasar oleh Jumhur, baik dari kalangan ulama salaf dan khalaf, di antaranya Khulafaur Rasyidin, namun mereka juga berbeda pendapat perihal barang yang dicuri itu (disuatu Negara) yang tidak mempergunakan standar perak dan emas. Menurut pendapat Imam Malik, yaitu harus dipergunakan standar dirham (perak), Menurut As-Syafi‟i, berkata standar nilai harga adalah emas, bukan standar dinar, karena emas merupakan pokok barang berharga di bumi ini. 52

Menurut pendapat Madhzab kesepuluh bahwa potong tangan itu berlaku

50

Muhammad Ibnu Ali Ibnu Muhammad As-syaukani, Nailul Author, h.2127 hadits nomor 4067 h., 2128

51

Muhammad Ibnu Ali Ibnu Muhammad As-syaukani, Nailul Author, h.2127 hadits nomor 4067

52

(38)

dalam hal pencurian yang sedikit atau banyak. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh (Abu Hayyan) pengarang Al-Bahrul Muhith, dari al-Hasan al-Bashri, Daud (Zhahiri), dan Khawarij, Mereka berdalih dengan kemuliyaan Firman Allah :

ح ا ا ا ّك ءا ج ا طق ف ق ّ ا ّ ا

Artinya :

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan

keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai

siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs.

Al-Maidah : 38). 53

Oleh karena itu lah Nabi Shallallaahu ‟alaihi wasallam bersabda :

ق س ها ص ا ها ض ج

tangan atas penghianatan harta (koruptor), perampok, dan pencopet”54

a. Unsur-unsur pencurian

Untuk dapat dikategorikan pencurian yang dapat dikenakan hukuman had, harus ada empat unsur dalam pencurian, yaitu :

a) Pengambilan secara diam-diam. Terjadinya apabila pemilik harta tidak mengetahui terjadinya pengambilan barang tersebut dan ia tidak

53

Muhammad Ibnu Ali Ibnu Muhammad As-syaukani, Nailul Author, h.2127 hadits nomor 4067

54

(39)

merelakannya.55 Tindakan mengambil harta orang lain baru dianggap pencurian apabila mencukupi tiga syarat, pertama ; benda yang dicuri telah dikeluarkan dari tempat penyimpanan yang layak, yaitu tempat yang pantas untuk menyimpan sejenis harta sehingga sulit untuk diambil orang.56 Kedua ; benda tersebut diambil dan telah berada pada kekuasaan pencuri.57

b) Barang yang diambil berupa harta, yang dimaksud dengan harta adalah sesuatu yang dicenderungi oleh tabiat manusia dan mungkin disimpan sampai waktu yang dibutuhkan.58 Unsur kedua ini sempurna dikerjakan apabila memenuhi syarat :

1) Barang yang dicuri berupa mal mutaqawwim, yaitu barang yang dianggap bernilai menurut syara‟.59

Barang-barang yang tidak bernilai menurut pandangan syara‟ karena dzatnya haram, seperti bangkai, babi,

minuman keras, dan lain-lain termasuk mal mutaqawwim dan orang yang mencurinya tidak dikenakan hukuman.60

2) Barang tersebut harus barang bergerak, hal ini karena pencurian itu memang menghendaki perpindahan barang dan mengeluarkannya dari tempat simpanannya. Suatu benda dianggap sebagai benda bergerak

55

Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al Islami wa Adillatuh, h. 5423

56

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Beirut: Dar al-Fikr,2005), juz II, h. 368

57

Muhammad Amin Summa, Pidana Islam di Indonesia, h.114

58

Mustafa Ahmad al-Zarqa, al-Madkh. al-Fiqh al-Am, (Beirut; Dar al-Fikr, t.th), juz III, h. 114

59

Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, h.5433

60

(40)

apabila benda tersebut biasa dipindahkan dari suatu tempat ketempat lainnya, ini tidak berarti benda itu bergerak menurut tabiatnya melainkan cukup apabila benda itu dipindahkan oleh pelaku atau orang lain.

3) Barang tersebut tersimpan ditempat penyimpannya.

4) Barang tersebut mencapai nishab pencurian. Besarya ketentuan nishab ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW :

ا ف (

ئ ّ ا ا خ خا

) ف ا طقت

Artinya : “ Tangan pencuri tidak dipotong kecuali dalam pencurian 61

seperempat dinar ke atas”. 62

Berdasarkan hadits tersebut, jumhur fuqaha berpendapat bahwa hukuman potong tangan baru diterapkan pada pencuri apabila nilai barang yang dicuri mencapai seperempat dinar atau tiga dirham perak. Tetapi beberapa ulama seperti Imam Hasan al-Bashri, Abu Daud al-Zahiri dan kelompok khawarij berpendapat bahwa pencurian baik sedikit maupun banyak tetap dikenai hukuman potong tangan mereka. 63 Hal ini berpegang pada mutlaknya ayat 38 surat Al-maidah:

ح ا ا ا ّك ءا ج ا طق ف ق ّ ا ّ ا

Artinya : Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah

tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai

61

Muhammad Ibnu Ali Ibnu Muhammad As-syaukani, Nailul Author, h.2127 hadits nomor 4067

62

Muslim Ibnu al-Hujaj Abu al-Husaini al-Qusyairi al-Nishaburi, Shahih Muslim, (Beirut:

63

(41)

siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al-Maidah :

38)64

Juga berpegang teguh pada hadits Nabi :

طقتف ح ا ّ ، قتف ض ا ّ ، ّ ا ها

Artinya : ”Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur kemudian

tangannya dipotong, dan mencuri seutas tali kemudian tangannya

dipotong” .65

Dikalangan jumhur ulama sendiri tidak terdapat kesepakatan mengenai nishab pencurian ini. Di samping nishab (batas minimal) yang dikemukakan oleh Imam Maliki, Imam Syafi‟I dan Imam Ahmad adalah seperempat dinar atau tiga dirham

perak, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa nishab pencurian itu adalah satu dinar atau setara dengan sepuluh dirham. Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi:

ث اث ت ق ج ف طق اّ اا ا ا ا ا

Artinya :

Sesungguhnya Nabi Rasulullah SAW memotong tangan pada (pencurian)

satu tirai besi yang harganya tiga dirham).66

c) Harta tersebut milik orang lain. Dalam unsur ini yang penting adalah barang tersebut ada pemiliknya dan pemiliknya buka si pencuri melainkan

64

i Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz VI, h. 2493, hadits nomor 6414 dan al-Nishaburi, Shahih Muslim, h. 1311, Hadits nomor 1687

65

Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz VI, h. 2493, hadits nomor 6414 dan al-Nishaburi, Shahih Muslim, h. 1311, Hadits nomor 1687

66

(42)

orang lain. Orang yang mencuri tidak dikenakan hukuman had apabila ia mencuri harta yang dimiliki bersama-sama dengan orang yang menjadi korban karena hal itu sebagai subhat.67

d) Adanya niat melawan hukum. Adanya kesengajaan mengambil harta orang lain padahal ia tahu bahwa perbuatan itu dilarang. Pelaku pencurian tidak dikenakan pencurian apabila dilakukan karena terpaksa atau dipaksa oleh orang lain. Allah SWT firman :

ت ت ك ا شا ك ق ط ا ك ا آ ا

(

ت ا ح

ح غ ا ث اف ا غ طضا ف ا غ ا ح ا

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang

baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika

benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. Sesungguhnya Allah

hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang

(ketika disembelih disebut nama selain Allah). Tetapi barangsiapa dalam

keadaan terpaksa memakannya sedang ia tidak menginginkannya dan

tidak pula melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.68

67

Abu Dawud al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, Juz II, h.541, hadits nomor 4387

68

(43)

B. Jenis-jenis Pencurian dan Sanksi Hukuman

Pencurian dalam syariat Islam terbagi ke dalam dua macam, yaitu pencurian dengan hukuman had potong tangan dan pencurian dengan ta’zir.

1. Pencurian dengan hukuman had, yaitu dibagi menjadi dua pencurian ringan dan pencurian berat.

a. Pencurian ringan adalah mengambil harta milik orang lain dengan secara diam-diam yaitu dengan cara sembunyi-sembunyi.69 Pencurian ringan yang dikenakan had yaitu apabila tersebut mencapai nishab dan hukumannya adalah potong tangan. Dasar hukumnya adalah firman Allah dalam Al-Qur‟an surat al-Maidah 5 ayat 38. Hukuman had potong tangan tersebut kepada pencuri yang telah memenuhi syarat yaitu berakal, baligh, dapat membedakan mana yang baik dan benar serta mengetahui mana yang halal dan haram. Seorang anak kecil dan orang gila yang mencuri tidak dikenakan had potong tangan.70 Hal ini berdasarkan haditst Nabi SAW:

ق تح ج ا تح تح ا ظق تّ تح ئ ا ثاث ق ا ف

Artinya :

” Bebas dari hukum tiga orang yaitu : orang yang tidur sampai ia

bangun, anak-anak sampai dewasa, dan orang gila sehingga ia

69

Abdul Qodir Audah, Al-Tasyri’ al Jinai al-Islami, juz II, h. 514

70

(44)

berakal atau sadar71

b. Sedangkan yang dimaksud dengan pencurian berat adalah mengambil harta milik orang lain dengan kekerasan.72 Dalam pencurian berat pengambilan harta dilakukan secara terang-terangan dan terdapat pula unsur kekerasan. Dalam istilah lain pencurian berat ini disebut juga dengan jarimah hirabah atau perampokan.

Fuqaha sepakat bahwa hirabah adalah mengangkat senjata dan menggangu lalu lintas di luar kota. Menurut Imam Malik, hirabah di dalam dan di luar kota itu sama saja. Dalam hal ini Imam Syafi‟I mensyaratkan adanya kekuatan, meski ia tidak mensyaratkan jumlah dan besarnya kekuatan itu. Kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan untuk dapat mengalahkan.73

Menurut Ulama Hanafiah, Hirabah adalah keluar untuk mengambil harta dengan jalan kekerasan yang realisasinya menakuti-nakuti orang lewat di jalan atau mengambil harta atau membunuh orang. Sedangkan menurut Imam Malik Hirabah adalah mengambil harta dengan tipuan, baik menggunakan kekuatan atau tidak. 74

71

Abu Dawud al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, h 546 haditst nomor 4403

72

Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jinayat al-Islami, Juz II, h. 514

73

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, h. 373

74

(45)

Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa unsur jarimah hirabah adalah keluar untuk mengambil harta, baik dalam kenyataannya pelaku tersebut mengambil harta atau tidak. Di samping itu, bentuk tindak pidana perampokan ada empat :

1) Keluar untuk harta serta kekerasan, kemudian pelaku hanya mengintimidasi : Keluar untuk mengambil harta serta kekerasan, kemudian ia mengambil harta tanpa pembunuhan.

2) Keluar untuk mengambil harta serta kekerasan kemudian ia melakukan pembunuhan tanpa mengambil harta dan.

3) Keluar untuk mengambil harta secara kekerasan kemudian ia mengambil harta dan melakukan pembunuhan.

Hirabah dapat dilakukan secara perorangan atau kelompok yang mempunyai kekuatan atau pun kemampuan untuk melakukannya. Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad mensyaratkan bahwa pelaku tersebut harus memiliki dan menggunakan senjata, atau alat lain yang dipersamakan dengan senjata seperti kayu atau tongkat, batu dan lain-lain, Tetapi Imam Malik, Imam Syafi‟I dan Zahiriyah tidak mensyratkan adanya senjata,

melainkan cukup dengan kekuatan dan kemampuan fisik, bahkan Imam Malik mencukupkan tipu daya.75

75

(46)

2. Pencurian dengan Hukuman Ta 'zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta' zir. Pengertian menurut bahasa ialah ta'dib atau memberi pelajaran. Ta'zir juga diartikan Ar Rad wa Al Man'u, artinya menolak dan mencegah76. Akan tetapi menurut istilah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al Mawardi, pengertiannya adalah sebagai berikut

ح ا ف شت ت ت ا

Artinya:

Ta'zir itu adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang

belum ditentukan hukumannya oleh syara' .77

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa hukuman ta'zir itu adalah hukuman belum ditetapkan oleh syara' , melainkan diserahkan kepada ulil amri, baik penentuannya maupun pelaksanaannya. Dalam menentukan hukuman tersebut, penguasa hanya menetapkan hukuman' secara global saja. Artinya pembuat undang-undang tidak menetapkan hukuman untuk masing -masing jarimah ta'zir, melainkan Iya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai yang seberat-beratnya.

76

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan AsasHukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 19

77

(47)

Dengan demikian ciri khas darijarimah ta'zir itu adalah sebagai berikut.

1) Hukumannya Tidak Tertentu Dan Tidak Terbatas

Artinya hukuman tersebut belum ditentukan oleh syara' dan ada batas minimal dan ada batas maksimal.

2) Penentuan Hukuman Tersebut Adalah Hak Penguasa

Berbeda dengan jarimah hudud dan qishas maka jarimah ta'zir tidak ditentukan banyaknya. Hal ini oleh karena yang termasuk jarimah ta' zir ini adalah apa perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan qishas, yang sangat banyak. Tentang jenis-jenis jarimah ta'zir ini Ibn Taimiyah mengemukakan:

ك ق ح ف س ت ا ا

،

ا س ج ا ا ا ق ك

ج ، ت ا ا ك ح ك ا ...

ت ت ا ت ق ءا ف

،

ا ا ا ق

.

Artinya :

Perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had tidak

pula kifarat, seperti mencium anak-anak (dengan syahw mencium wanita

lain yang bukan istri, tidur satu ranjang ta persetubuhan, atau memakan

(48)

dikenakan hukuman ta 'zir sebagai pembalasan pengajaran, dengan

kadar hukuman yang ditetapkan oleh penguasa.78

Tujuan diberikannya hak penentuan jarimah-jarimah ta'zir dan hukuman kepada penguasa adalah agar mereka dapat mengatur masyarakat dan memeli kepentingan-kepentingannya, serta bisa menghadapi dengan sebaik-baiknya setiap keadaan yang bersifat mendadak.79

Jarimah ta'zir di samping ada yang diserahkan penentuannya sepenuh kepada ulil amri, juga ada yang memang sudah ditetapkan oleh syara' , seperti riba dan suap. Di samping itu juga termasuk ke dalam kelompok ini, jarimah-jarimah yang sebenarnya sudah ditetapkan hukumannya oleh syara' (hudud) akan tetap syarat-syarat untuk dilaksanakannya hukuman tersebut belum terpenuhi. Misalnya pencurian yang tidak sampai selesai atau barang yang dicuri kurang dari nis pencurian, yaitu seperempat dinar.80

Pentingnya Pembagian kepada Tiga Macam Jarimah Pembagian jarimah kepada hudud, qishas, dan ta' zir ini tampak penting dalam segi-segi berikut ini :81

1) Segi pengampunan

78

Taimiyah, Asyiyasah As Syari’iyah, Maktabah Anshar As-Sunnah Al Muhamadiyah, Kairo, 1961, h. 112

79

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan AsasHukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 20

80

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan AsasHukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 20

81

(49)

Pada jarimah hudud tidak ada pengampunan sama sekali, baik dari korban atau walinya maupun dari penguasa tertinggi (kepala negara). Akan tetapi pada jarimah qishas dan diat, pengampunan bisa diberikan oleh korban atas keluarganya. Pengampunan tersebut berpengaruh terhadap hukuman, sehingga hukuman pokok, yaitu qishas menjadi gugur dan diganti dengan hukum diat. Kalau diat dimaafkan juga maka dari segi hukuman yang berkaitan dengan hak manusia, dia sudah bebas. Akan tetapi, karena dalam jarimah qishas dan diat terdapat hak Allah (hak masyarakat) di samping hak manusia maka dalam hal ini hakim masih dibolehkan untuk menjatuhkan hukuman ta'zir sebagai imbangan dari hak Allah tersebut. Dalamjarimah ta'zir sifat pengampunannya lebih luas. Pengampunan tersebut bisa diberikan oleh korban dalani hal yang menyangkut hak individu dan bisa juga oleh penguasa dalam hal yang menyangkut hak masyarakat.

2) Segi kompetensi hakim

Dalam jarimah hudud apabila sudah dapat dibuktikan maka hakim hanya tinggal memutuskan dan melaksanakan hukuman sesuai dengan ketentuan yang ada dalam syara‟. tanpa mengurangi, menambah, atau mengganti

(50)

mempunyai kekuasaan yang luas,mulai dari memilih macamnya hukuman yang sesuai, sampai kepada memberatkan atau meringankan hukuman atau membebaskannya, karena dalamjarimah ta'zir hakim mempunyai kebebasan untuk berijtihad.

3) Segi keadaan yang meringankan

Dalam jarimah hudud dan qishas, hukuman tidak terpengaruh oleh keadaan-keadaan tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan jarimah, kecuali apabila pelaku tidak memenuhi syarat-syarat taklif, seperti gila atau di bawah umur. Akan tetapi dalam jarimah-jarimah ta'zir, keadaan korban atau suasana ketika jarimah itu dilakukan dapat mempengaruhi berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan kepada pelaku.

4) Segi alat-alat pembuktian

Saksi tertentu, apabila alat pembuktian yang digunakan berupa saksi. Dalam pembuktikan jarimah zina misalnya diperlukan empat orang saksi yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri terjadinya jarimah tersebut sedangkan untuk jarimah hudud yang lain dan jarimah qishas dan diat, hanya diperlukan minimal dua orang saksi, bahkan dalam jarimah ta'zir kadang kadang hanya diperlukan seorang saksi saja.

C. Sanksi Hukuman

(51)

1) Menakut-nakuti lewat tanpa membunuh dan tanpa mengambil harta. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad, demikian juga pendapat Imam Syafi‟I dan Syi‟ah Zaidiyah, hukumannya

adalah ta‟zir atau pengasingan dengan alas an.82

طقت ۟آ ۟آ تق ا ّف ف ّ ۥ س ح ۟ا ٓ ج

ف خ ج

ا خ ا ف ۖ ف ۭ خ ك ۚ ۟ا

Artinya:

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang

memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi,

hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dibuang dari negara (tempat

kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk

mereka ada dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang pedih

(QS. Al Maidah 5 : 33).83

Hukuman untuk pelaku hirabah yang mengambilnya harta tanpa membunuh. Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi‟I, Imam Ahmad dan Syiah Zaidiyah adalah dipotong tangan dan kakinya dengan bersilang yaitu dipotong kaki kiri dan tangan kanan.84

82

Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jinayat al-Islami, Juz II, h. 548

83

Ahmad Mukri Aji, Rasionalitas Ijtihad Ibn.Rusyd, Kajian Atas Fiqih Jinayat dalam Kitab”Bidayatul Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid,Pustaka Pena Ilahi, Bogor 2010, h. 208

84

(52)

Menurut Imam Malik untuk pencurian dengan kekerasan kelompok kedua ini tidak boleh lebih ringan daripada potong tangan. Hukuman bagi pelaku ada tiga pilihan yaitu hukuman mati, penyaliban, atau potong tangan dan kaki secara bersilang, tergantung kepada keputusan ijtihad penguasa.85

2) Hukuman bagi pembunuh tanpa mengambil harta, menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi‟I dan satu riwayat dari Imam Ahmad, hukumannya

adalah dibunuh sebagai hukuman had tanpa disalib. Sementara menurut riwayat lain dari Imam Ahmad dan salah satu pendapat Syi‟ah Zaidiyah,

di samping hukuman mati, pelaku juga harus disalib.86

3) Hukuman bagi pelaku hirabah yang membunuh dan mengambil harta korban, menurut Imam Syafi‟I, Imam Ahmad, Syiah Zaidiyah, Imam Abu

Yusuf dan Imam Muhammad dari kelompok Hanafi hukumannya adalah dibunuh (hukuman mati) dan disalib tanpa dipotong tangan dan kakinya. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah beliau berpendat bahwa dalam kasus ini, hakim boleh memilih dari tiga hukuman alternatif yaitu :

(1) potong tangan dan kaki, kemudian

(2) dibunuh atau disalib dan tanpa potong tangan dan kaki, dan (3) disalib kemudian dibunuh.87

85

Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jinayat al-Islami, Juz, h 650

86

Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jinayat al-Islami, Juz, h 652

87

(53)

BAB III

Tindak Pidana Pencurian Mayat

A. Pengertian Mayat

Mayat adalah tubuh orang yang sudah mati dan masih utuh ataupun tinggal sebagian)88 dari kuburan atau tempat-tempat tertentu.

Mayat adalah kekayaan si korban, Harga ini tidak selalu bersifat ekonomis, Misalnya barang yang diambil itu tidak mungkin akan dijual ke orang lain, tetapi si korban sangat dihargai sebagai kenang-kenangan. Van Bemmelen memberikan contoh berupa beberapa sehelai rambut atau beberapa halaman yang disobek dari suatu buku.89

Tentang res nullius ini, Van Bemmelen menceritakan suatu peristiwa yang sampai diputus oleh Hoge Raad Belanda pada tahun 1946 sebagai berikut :90

Di Amseterdam terdapat suatu laboratorium patologis-anatomis dimana mayat-mayat sering diperiksa. Kebiasaan seorang pegawai laboratorium di sana adalah mengambil gigi-gigi emas yang masih ada pada mayat untuk dimilikinya. Pada suatu saat, perbuatan itu diketahui dan selanjutnya si pegawai dituntut di

88

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasiona; Balai Pustaka, edisi ke-3, Jakarta 2002, h.278

89

Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, edisi revisi 3, Bandung, 2003, PT, Revika Aditama, h. 16

90

(54)

mukapengadilan karena melakukan pencurian gigi-gigi emas tadi.91

Terdakwa dalam pembelaannya mengemukakan bahwa mayat dan gigi-gigi itu tidak ada pemiliknya. Pembelaan ini oleh Hoge Raad karena Keluarga dan si mati mempunyai wewenang terhadap mayat sedemikian rupa sehingga gigi-gigi emas tadi alah milik keluarga.92

B. Motif Di balik Pencurian Mayat

Mengingat ditengah arus modernisasi dan kemajuan teknologi masih ada sebagian masyarakat atau boleh dikatakan sebagian besar masyarakat yang masih sangat diliputi kepercayaan “takhayul”. Penulis katakan takhayaul karena motif dari

tindak pidana pencurian mayat ini bermotif ekonomi yakni mencari kekayaan dengan cara tidak rasional atau dalam bahasa jawanya „nyupang’. yang mana

bermacam-macam motifnya sebagai berikut :

1) Ilmu Hitam

Seperti hilangnya jasad jasad bayi di sidoarjo, jawa timur, beberapa waktu lalu, mendapat tanggapan dari paranormal Ki Kusumo. Menurutnya, pencurian itu bermotif untuk mendalami ilmu hitam.93

“Pelaku pencurian jasad bayi itu adalah orang yang tengah memperdalam

ilmu hitam. Orang yang mencuri mayat bayi itu menginginkan kekebalan tubuh

91

Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, edisi revisi 3, Bandung, 2003, PT, Revika Aditama, h. 16

92

Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, edisi revisi 3, Bandung, 2003, PT, Revika Aditama, h. 16

93

(55)

secara sempurna. Di samping ada juga yang mencuri untuk syarat mencari pesugihan. Keduanya sama-sama penganut ilmu hitam,” ujarnya saat ditemui di Senayan City, Jakarta, kemarin. Produser film 13 Cara Memanggil Setan ini menambahkan, ilmu hitam tersebut sampai sekarang masih sering digunakan meski cara-caranya sudah kuno.“Ilmu itu berasal dari aliran sesat, sudah kuno sekali. Meski sesat itu bisa berhasil bila dilakukan dengan cara-cara yang benar sesuai aliran yang diajarkan kepada si pelaku,” paparnya.94

Mayat bayi yang diambil, katanya, tidak sembarangan. Untuk memiliki kekebalan yang sempurna, maka calon mayat tersebut harus dilihat bagaimana latar belakang kematiannya.“Biasanya yang diincar itu bayi yang usia

kelahirannya tua seperti 13 bulan atau 14 bulan, bayi yang lahir terbalik, atau juga bayi yang meninggal bersama ibunya saat dilahirkan. Yang diambil itu harus mayat bayi yang masih dalam keadaan utuh atau belum dimakan tanah,”

paparnya. Seperti diberitakan, aksi pencurian jasad bayi menghebohkan warga Sidoardjo, Jawa Timur sepekan terakhir. Terdapat 24 makam yang dirusak pelaku. Kasus pencurian itu sendiri sedang diselidiki oleh Polres Sidoarjo dan Polsek Sedati.95

2) Untuk di Jual Praktek ke Kedokteran

Berbagai cara dilakukan para mafia jual-beli organ tubuh untuk

94

Di Akses pada tanggal 10 September 2011 dari Https//.news.okezone.com. 23:58. WIB

95

Gambar

Gambaran electro cahce palogarfi dan brain dalam batas

Referensi

Dokumen terkait

Terdakwa dalam kasus ini telah terpenuhi unsur-unsur yang bisa dilaksanakan suatu hukuman, unsur yang pertama bahwa ada sebuah perbuatan yang dilakukan yaitu

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, bahwa pada hari Sabtu, tanggal 11 April 2020 sekitar pukul 07.00 WIB, Terdakwa mendapatkan kiriman barang dari M

Keempat : Perbuatan terdakwa PT. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. Menimbang, bahwa terhadap pembelaan penasehat hukum terdakwa pada

Penulis sangat membenarkan jika terdakwa melakukan Residivis dengan hukuman 6 bulan penjara tetapi terdakwa tidak pernah melakukan residivis dan baru pertama

3.1 Kesesuaian Dasar Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Bondowoso Nomor 407/Pid.B/2009/PN.Bdw dalam Mempidana Terdakwa Penipuan Dikaitkan dengan Fakta-

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, perbuatan terdakwa Nur Hatta telah terbukti sebagai orang yang menyuruh melakukan penyalahgunaan

Menimbang, bahwa berdasarkan hal diatas ternyata semua Pasal dalam dakwaan telah terbukti, maka Para Terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dimuka persidangan yang diperoleh dari keterangan Saksi-saksi, serta keterangan terdakwa bahwa benar pada