• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya fox news channel dan pemerintah Amerika Serikat dalam membangun opinni publik AS pada masa invansi Irak 2003

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya fox news channel dan pemerintah Amerika Serikat dalam membangun opinni publik AS pada masa invansi Irak 2003"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

DAN PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT

DALAM MEMBANGUN OPINI PUBLIK AS

PADA MASA INVASI IRAK 2003

SKRIPSI

OLEH :

RIFQI ACHMAD SAZALI

1060 8300 2756

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri yang asli dibuat dan diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Agustus 2011

(5)

i

Pada masa invasi Irak 2003, Fox News Channel (FNC) dan pemerintah AS berupaya membangun opini publik agar menjadi terarah berdasarkan publikasi dan pandangan media massa yang dipelopori oleh FNC. Upaya FNC dan pemerintah tersebut didasari oleh kepentingan kedua belah pihak, yakni untuk mendapatkan keuntungan berupa rating dan dukungan terhadap invasi. Tulisan ini bersifat deskriptif, yaitu melalui studi pustaka dengan menggunakan metoda kualitatif maka dapat menggambarkan permasalahan yang dibahas.

Dengan metoda tersebut dapat digunakan secara mendalam untuk mengidentifikasi dan menganalisis upaya FNC dan pemerintah AS dalam membangun opini publik, dan melihat opini publik sebagai hasil dari upaya FNC dan pemerintah AS tersebut.

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT, karena dengan

hidayah dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya

Fox News Channel dan Pemerintah AS Dalam Membangun Opini Publik Pada Masa Invasi Irak 2003”. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan baik yang bersifat teknis maupun materi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Kritik dan saran yang diberikan, akan penulis jadikan bahan dalam penyempurnaan skripsi ini.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis menguncapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu membantu penyelesaian skripsi ini. Dimana dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak menemui hambatan dan ritangan yang dihadapi penulis tetapi berkat bantuan yang diberikan berbagai pihak, terutama dosen pembimbing, semua permasalahan dan kendala dapat teratasi. Oleh kerena itu, penulis dengan tulus menguncapkan terima kasih atas bantuannya baik langsung dan tidak langsung kepada:

1. Prof. Dr. Bachtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

3. Kiky Rizky, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang telah memberikan ilmu, saran dan arahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. H. Djayani Adnan dan Hj. Tuta Rosita, Spd.I., kedua orang tua

tercinta terima kasih atas do‟a, kasih sayang, dan dukungan baik moril

maupun materi sehingga skripsi ini dapat selesai.

5. Nazaruddin Nasution, SH., MH, sebagai Dosen Pembimbing Akademik. 6. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam meyelesaikan tugasnya sebagai mahasiwa.

7. Bapak Amaly dan Bang Nanda, sebagai staff di Jurusan Hubungan Internasional yang telah membantu penulis dalam mengurus segala bentuk yang berhubungan dengan nilai kuliah.

8. Yulis Maghita Bungsu, Ph.D., yang telah mendukung proses penyelesaian skripsi ini dan mengizinkan datang ke perpustakaan pribadinya.

9. Haninda Farah Moetya, terima kasih atas pengertian, waktu, dukungan, semangat dan doanya dalam penyusunan skripsi ini, semoga engkau diberikan kesehatan selalu.

(8)

kawan-kawan dan jangan pernah lelah untuk mengejar cita-cita. We’re the seven

souls….. LUV Y’ALL!!!

11.Seluruh teman-teman HI angkatan 2006 dan teman-teman HI angkatan 2007. Semoga kekompakan kita terus terjaga, semangat terus kawan-kawan!

12.Teman-teman dari “HiRo‟ Band”: Reza, Galuh, Arie, Melynda, terima kasih atas dukungan dan pengertiannya dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini. Main musik sama kalian punya arti tersendiri, maaf kalo latihan atau manggung sering absen dengan alasan skripsi. Semoga

HiRo‟ bisa berkarya dan lagu-lagunya bisa didengar sampai kita tua.

Band - No one better than HiRo’.

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan dalam penulisan skripsi ini. Semoga mendapatkan balasan dari Allah SWT atas kebaikan.

Akhir kata, penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan studi Hubungan Internasional.

Jakarta, Juli 2011

(9)

DAFTAR ISI

Abstrak ... ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... v

Daftar Tabel ... vii

Bab I Pendahuluan A. Latar belakang masalah ... 1

B. Identifikasi masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kerangka pemikiran ... 7

E. Metoda penelitian ... 13

F. Sistematika penulisan ... 14

Bab II Tinjauan Umum Fox News Channel (FNC) A. Media Massa AS dan FNC ... 16

B. FNC Dalam Persaingan Antarmedia Massa di Amerika Serikat ... 25

C. Peliputan Perang Irak ... 32

Bab III Kebijakan Responsif AS Terhadap Irak Pasca-Tragedi 9/11 A. Munculnya Ancaman Irak Bagi AS ... 36

B. Kebijakan AS terhadap Irak ... 43

C. Invasi AS ke Irak ... 50

(10)

B. Upaya Pemerintah AS Dalam Menangani Media Massa di Medan Perang Pada Saat Invasi Irak Tahun 2003 ... 65

C. Dampak Upaya FNC dan Pemerintah AS Dalam Menbangun Opini Publik Tentang Invasi Irak 2003 ... 71

Bab V Penutup

Kesimpulan ... 77

(11)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1: Acara TV Unggulan dan Jangkauan FNC ... 21

Bagan 2: Pandangan Publik Terhadap Jaringan yang Berideologi. ... 24

Bagan 3: Konsumsi Berita Televisi: 2000. ... 28

Bagan 4: Enam Perusahaan Media dan Media Utamanya... 29

Bagan 5: Rating Media AS Tahun 2003 Menurut Guardian (CNN, FNC dan MSNBC). ... 30

Bagan 6: Dukungan Publik AS Terhadap Invasi Irak. ... 31

Bagan 7: Pembungkaman Aljazeera oleh AS. ... 35

Bagan 8: Perbandingan Persenjataan AS-Koalisi dan Irak Tahun 2003. ... 52

Bagan 9: Publisitas Acara Berita Malam Utama Selama Perang Irak 2003 (CBS, ABC, NBC, FNC dan CNN). ... 64

Bagan 10: Ungkapan Jurnalis yang Menyertakan Diri Dengan Militer Pada Invasi Irak 2003. ... 66

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat, memancing tiap individu baik aktor negara maupun masyarakat biasa dapat mengetahui berita secara real time.1 Beragam peristiwa yang terjadi mulai dari perang, krisis, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), bencana alam, hingga aksi terorisme di seluruh dunia dapat diterima melalui pemberitaan media massa, baik surat kabar, internet, televisi (TV) maupun radio.

Teknologi informasi dengan bantuan satelit mampu memberikan tayangan suatu kejadian atau peristiwa secara langsung dari tempat kejadian, seakan-akan media elektronik menjadikan pemirsa sebagai saksi mata terhadap setiap peristiwa yang ditayangkan.2 Seperti Perang Teluk 1991, invasi AS ke Kosovo 1999, bahkan serangan teroris terhadap World Trade Center (WTC) dan gedung

Pentagon di Amerika Serikat 2001 dapat disaksikan oleh pemerhati berita dari seluruh dunia.

Dalam merespon kemajuan teknologi informasi, aktor kebijakan luar negeri menjadikan teknologi informasi khususnya media massa masuk sebagai dimensi ke empat dalam hubungan antarnegara.3 Teknologi informasi berada

1

Real Time adalah informasi yang dapat diperoleh dengan cepat melalui jaringan internet

atau satelit dalam waktu kurang dari 24 jam. Hal ini dapat dilihat pada saat Perang Teluk tahun 1991, yaitu baik Saddam Hussein maupun George W. H. Bush (Bush senior) sebagai aktor negara sama-sama menonton Cable News Network (CNN) untuk mengetahui perkembangan berita terbaru di antara kedua negara tersebut. Lihat dalam Joseph S. Nye, Understanding International Conflicts: An Introduction to Theory and History, (London: Harper Collins College Publisher, 1993), h. 184.

2

Ibid., h. 184.

3

(13)

setelah diplomasi, interaksi ekonomi, dan militer. Dalam hubungan antarnegara tersebut, teknologi informasi dijadikan alat untuk mencapai kepentingan nasional, yakni menjadikan media massa untuk menyampaikan pesan dan pandangannya terhadap suatu fenomena internasional melalui sudut pandang budaya negaranya.

Dengan dijadikannya teknologi informasi sebagai dimensi ke empat dalam hubungan antarnegara, maka hal ini menggambarkan bahwa informasi merupakan alat sosialisasi kebijakan luar negeri.4 Namun sosialisasi yang disampaikan oleh teknologi informasi merujuk pada pencitraan suatu negara yang sengaja dibangun di negara lain yang pada umumnya menggunakan media massa. Hal ini dapat ditunjukkan dengan melihat mekanisme berita yang dikonstruksikan oleh media massa, di mana jurnalis meliput dan mempublikasikan berita ke negara lain sebagai berita aktual untuk membangun citra bahkan ditujukan untuk mengubah kebijakan suatu negara.

Seperti halnya pada konflik Bosnia tahun 1992-1995, Presiden Bill Clinton tidak menganggap penting masalah tersebut karena tidak mengancam kepentingan nasional Amerika Serikat.5 Namun, gencarnya pemberitaan dari media massa mengenai pembantaian penduduk sipil Serbia, maka pemerintah mendapat keyakinan untuk bertindak atas kasus yang terjadi.

4

Teknologi informasi memiliki tiga fungsi dalam komunikasi internasional: pertama, untuk mendinamisasikan hubungan yang terjalin antara dua negara atau lebih; kedua, untuk menghidari konflik agar tidak terjadi kesalah fahaman; ketiga, untuk membantu kepentingan suatu negara dengan mendukung pelaksanaan politik luar negerinya. Dengan ketiga fungsi tersebut maka informasi digolongkan sebagai aktor diplomasi jalur kedua (second track diplomacy) yang menggantikan diplomasi tradisional (first track diplomacy). Dalam bab yang sama menjelaskan bahwa diplomasi yang ada pada media massa digunakan untuk membanguncitra suatu negara di negara lain. Lihat dalam Teuku May Rudy, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional,

(Bandung: IKAPI-PT Refika Aditama, 2005), h. 126-134.

5

Warren p. strobel, (Senior Editor) “The Media: Influencing Foreign Policy in the Information Age”, U.S News and World Report, diakses pada 02 Agustus 2010 pkl. 03:03, dari

(14)

Pada penulisan skripsi ini, penulis akan memfokuskan pembahasan pada negara Amerika Serikat. Dalam konteks Amerika Serikat, telah dijelaskan skema sosialisasi kebijakan luar negerinya melalui laporan The US Advisory Commission on Public Diplomacy pada bulan Maret 1995. Dalam laporan tersebut menjelaskan bahwa sosialisasi kebijakan luar negeri Amerika Serikat menggunakan diplomasi publik secara berdampingan dengan diplomasi tradisional.6 Dengan demikian, untuk mencapai kepentingan nasionalnya, maka pemerintah AS juga harus menyampaikan kebijakannya melalui media massa yang dikonsumsi oleh masyarakat AS sendiri atau menyampaikan kebijakannya kepada masyarakat internasional melalui media yang berada di negara lain. Hal ini merupakan bentuk upaya pemerintah memahami bahwa publik juga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi peristiwa dan keputusan.

Media massa sebagai alat sosialisasi antarnegara juga dapat memainkan peran dalam kepentingan nasional suatu negara.7 Hal ini juga berkaitan dengan publikasi media yang diterima oleh negara lain untuk membantu kepentingan negaranya. Dalam hubungan publikasi media massa mendukung kebijakan luar negeri suatu negara dapat diteliti dalam kasus invasi AS ke Irak tahun 2003. Invasi AS ke Irak tahun 2003 yang menjadi fokus penelitian skripsi ini, merupakan realisasi kebijakan pemerintah AS sebagai respon terhadap aksi terorisme Pasca-Tragedi 9/11.8 Kebijakan tersebut merupakan tindakan kontroversial karena AS tidak dapat dukungan yang kuat dari data yang dimiliki oleh United Nations Monitoring, Verification and Inspection Commission

6 Taylor, “

Public Diplomacy in the 21st Century” dalam Global Communication International Affairs, h. 82.

7

Rudy, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional, h, 127.

8Dewi Fortuna Anwar, “Tatanan Dunia Baru”

(15)

(UNMOVIC) dan International Atomic Energy Agency (IAEA) setelah melakukan pemeriksaan di Irak sebelum invasi.9

Invasi AS tersebut juga mendapat kecaman dari penjuru dunia terutama negara-negara Arab maupun Irak sendiri.10 Hal ini terjadi karena invasi AS ke Irak tidak mendapat legalitas yang jelas dari PBB. Dengan banyaknya kecaman tersebut, namun AS tetap menganggap invasi Irak merupakan sesuatu hal yang penting sehingga invasi terus dilakukan. Seperti halnya demonstrasi yang dilakukan warga Irak pada 19 April 2003, pemerintah AS justru akan mengirim seribu orang yang terdiri dari ahli senjata, intelijen, dan ilmuwan sipil untuk mencari senjata pemusnah massal milik Saddam.11 Pengiriman tersebut semakin menegaskan, bahwa invasi memang penting bagi AS.

Dengan kondisi seperti di atas, maka hal ini tentu tidak luput dari sorotan media massa di seluruh dunia terutama media AS. Beragam media massa berlomba mempublikasikan beritanya dari sudut pandang masing-masing.12 Hal

9

AS dan sekutunya (Inggris) menuduh Irak masih memiliki senjata pemusnah massal yang dikembangkan pasca keluarnya tim inspeksi PBB tahun 1998-2002 dari Irak. Ancaman lain berupa keterkaitan Saddam Hussein dengan Al-Qaida dalam hal terorisme serta AS berupaya untuk menjadikan Irak sebagai negara demokratis yang lebih terbuka. Tuduhan AS tersebut tidak terbukti karena UNMOVIC dan IAEA tidak menemukan tuduhan yang didengungkan oleh AS. Lihat dalam Sihbudi, Menyandera Timur Tengah, (Jakarta: Penerbit Mizan, 2007), h.147.

10

Pertemuan enam menteri luar negeri negara-negara yang berbatasan dengan Irak, yaitu Arab Saudi, Iran, Kuwait, Turki, Suriah, dan Yordania, ditambah Mesir dan Bahrain di Riyadh tanggal 16 April 2003, membahas persoalan negara yang sekarang diserang dan diduduki oleh Amerika Serikat. Dalam pertemuan tersebut para menteri luar negeri sepakat bahwa Irak seharusnya tidak diinvasi AS dan harus diperintah oleh warga Irak sendiri. Lihat Nurkhoiri,“Negara Arab Ingin AS Segera Pergi”, dalam Harian Tempo edisi 20 April 2003. Selain itu warga Irak yang merasa sedang dijajah oleh AS berdemo agar AS keluar dari Irak dengan menuntut perdamaian pasca jatuhnya Saddam Hussein oleh AS, lihat juga Daru P.,“Demo Anti-AS Guncang Bagdad, Harian Tempo, 21 April 2003.

11

Daru, “Demo Anti-AS Guncang Bagdad”, Harian Tempo, 21 April 2003.

12

Pada massa awal perang Irak berlangsung tahun 2003, media massa seperti Cable News Network (CNN), British Broadcast (BBC), Fox News Chanel (FNC) serta media Timur seperti Al-Jazeera dan Al-Arabiya merupakan media yang paling menonjol dalam mempublikasi Perang Irak 2003. Media tersebut berlomba-lomba menampilkan berita melalui sudut pandang masing-masing. Media Barat (CNN, FNC dan BBC) terlihat lebih menyorot dari sudut pandang budaya Barat yang terkesan membela pemerintah AS dan seakan mempropagandakan beritanya. Lihat Kurie

(16)

ini tidak berbeda dengan keterlibatan Fox News Chanel (FNC) yang mempublikasikan berita dari sudut pandangnya. FNC yang menyorot kasus tersebut secara intensif dalam menanggapi invasi yang terjadi, acara-acara yang ditampilkan lebih banyak tentang dukungan terhadap perang hingga mengindikasikan bahwa media tersebut mendukung kebijakan luar negeri AS dan mendapatkan keuntungan dari pemberitaan tersebut.13 Hal ini ditujukan agar publik AS yakin bahwa invasi AS ke Irak memang harus dilakukan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa antara FNC dan pemerintah AS sama-sama memiliki upaya untuk membangun opini publik pada masa invasi terjadi.

Pada penulisan skripsi ini, penulis akan memaparkan tentang upaya FNC dalam membentuk opini publik di AS yang positif serta upaya pemerintah AS dalam membangun opini publik melalui media massa yang menyorot invasi agar berita yang dipublikasikan oleh media dapat mendorong masyarakat untuk mendukung invasi Irak 2003. Dalam skripsi ini hanya akan membahas mengenai upaya kedua belah pihak antara FNC dan pemerintah dalam membangun opini publik yang positif.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latarbelakang yang ada, maka pertanyaan dalam skripsi ini adalah:

13

Indikasi FNC yang acaranya seakan mendukung kebijakan luar negeri AS dibahas oleh

(17)

A. Bagaimana upaya Fox News Channel dalam membentuk opini publik AS pada masa invasi?

B. Bagaimana upaya pemerintah AS dalam membangun opini publik AS ketika terdapat banyaknya media massa yang menyorot kasus invasi tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Skripsi ini memiliki tujuan:

1. Dapat menggambarkan upaya FNC dalam membangun opini publik AS terhadap invasi serta menggambarkan perannya dalam atmosfer persaingan antarmedia massa di AS.

2. Dapat menggambarkan upaya pemerintah AS mengontrol media di medan perang untuk membangun opini publik yang positif terhadap invasi.

3. Melihat opini publik AS sebagai hasil dari upaya FNC dan pemerintah AS dalam membangun opini publik.

D. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran yang digunakan dalam skripsi ini bertumpu pada teori hubungan internasional dan teori komunikasi. Dalam mendukung penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori komunikasi politik internasional yang beralur pada pemikiran Vandana. Dalam pemikirannya, Vandana menjelaskan bahwa arus informasi yang masuk dan keluar pada dasarnya memiliki kepentingan-kepentingan politik bagi suatu negara.14 Dari pemikiran ini juga

14

(18)

mencoba menjelaskan bahwa sesungguhnya pendekatan politik internasional yang ingin ditunjukkan adalah aspek politik dari komunikasi internasional itu sendiri.

Dalam pemikirannya juga dijelaskan lebih jauh bahwa komunikasi merupakan elemen yang tidak bisa lepas dari kemampuan untuk mengendalikan. Dalam hal ini, komunikasi digunakan untuk mengendalikan antara komunikator dan komunikan yang menerima informasi dari komunikasi itu sendiri. Selain itu, dalam pendekatan teori politik, aspek yang sangat diperhatikan adalah unsur pengendalian politik.15 Sementara pengendalian politik sangat begantung kepada aktor negara untuk mengatur negaranya. Atau berhubungan erat dengan kemampuan negara tersebut menangani arus informasi yang dimilikinya. Karena bila suatu negara mampu mengelola informasi yang dimilikinya dengan baik, maka informasi tersebut dapat menjadi sumber kekuatan bagi negara tersebut. Dimana negara dapat mengendalikan masyarakatnya melalui informasi yang diberikan kepada masyarakat yang memperhatikan setiap kebijakan yang dikeluarkan negara. Dengan keadaan tersebut sehingga menjadikan kebijakan yang telah dikeluarkan dan dipublikasikan melalui media massa tersebut sebagai tolak ukur untuk disetujui oleh masyarakat.

Vandana menjelaskan analisis dalam proses komunikasi tidak lain adalah cara untuk mempelajari fenomena sosial dan politik. Sedangkan dalam konteks hubungan internasional, pendekatan komunikasi dipandang sebagai interaksi antar negara dalam konteks proses komunikasi dari cara keluar-masuknya informasi dari negara satu ke negara lainnya, atau umpan balik dan sebagainya yang berhubungan dengan Kebijakan Luar Negeri.

15

(19)

Dalam menganalisis suatu fenomena yang berhubungan dengan komunikasi dan media massa, dapat menggunakan teori kultivasi, teori kegunaan dan kepuasan, dan teori proses belajar sosial. Teori kultivasi pertama kali diperkenalkan oleh George Gerbner.16 Menurut Gerbner, media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu yang kemudian memelihara dan menyebarkan sikap serta nilai-nilainya kepada masyarakat. Dengan kata lain, media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton meyakininya bahwa apa yang disiarkan oleh televisi adalah sebuah kenyataan yang benar adanya.

Menurut teori kultivasi, media merupakan tempat masyarakat belajar tentang masyarakat dan kultur lingkungan sosial. Dalam hal ini televisi merupakan media utama yang digunakan untuk belajar bagi masyarakat. Persepsi masyarakat tentang budayanya sangat ditentukan oleh televisi.17 Dengan kata lain, melalui televisi masyarakat belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya, adat kebiasaannya, serta hal apa saja yang dibutuhkan oleh lingkungan sosial yang dianggapnya penting. Teori kultivasi juga menjelaskan bahwa yang terpenting dalam penyampaian komunikasi oleh media merupakan sebagai agen homogenitas persepsi. Homogenitas persepsi ini diartikan sebagai pemahaman pandangan tentang nilai yang sesuai dengan apa yang ditampilkan oleh media.

Dengan adanya homogenitas persepsi yang telah dijelaskan di atas, maka hal ini merujuk pada opini publik sebagai hasil dari penyampaian infromasi oleh media massa. Dalam opini publik, menurut Jackson E. Baur terdapat beberapa

16

Straubhaar, J., & LaRose, R. Communications media in the information society.

(Belmont, CA: Wadsworth/Thomson Learning, 2002), h. 437.

17

(20)

proses pembentukan pendapat melaui tujuh langkah, yakni:18 Pertama, timbulnya kerisauan dikalangan anggota masyarakat mengenai suatu masalah, dan mencoba menghubungkan pendapat-pendapat dari berbagai sumber. Ke dua, timbulnya gagasan penyelesaian yang dikemukakan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang menaruh perhatian pada masalah tersebut, atau publik pemerhati. Ke tiga,

munculnya kelompok baru dengan mengajukan pendapat yang mendukung atau bertentenangan lewat lembaga formal seperti organisasi, partai atau langsung memprotes terhadap lembaga terkait. Ke empat, kelompok penentang mulai menyatu dan mencari dukungan dari luar. Ke lima, melalui pembicaraan dan perdebatan yang kontroversial inilah pendapat umum muncul. Ke enam, efek pendapat umum apabila kelompok–kelompok tersebut mulai melakukan himabuan agar pemerintah atau lembaga yang berkenaan mengambil tindakan tegas. Ke tujuh, akhirnya pihak yang merasa berwenang mengambil tindakan dan membuat keputusan keputusan yang pantas.

Selain menjelaskan media massa yang dikaitkan dengan aspek politik oleh Vandana, serta media massa yang dikaitkan dengan aspek sosial, media massa juga dapat dijelaskan dari aspek hubungan internasional. Dari perspektif hubungan internasional, Arie Indra Chandra mencoba menjelaskan bahwa media massa yang terhubungan dengan elemen komunikasi didefinisikan sebagai pencipta realitas kedua dalam politik global.19 Media massa dalam menciptakan realitasnya menghadirkan sudut pandang suatu negara sampai dengan manipulasi

18

Jackson E. Baur, The Public Opinion Quarterly, Vol. 26, No. 2 (Summer, 1962), h. 212-226.

19Arie Indra Chandra, ”

(21)

berita untuk dunia luas atau hanya kelompok-kelompok kecil tertentu yang terpengaruh oleh media massa.

Dalam hubungan media massa dengan kebijakan luar negeri suatu negara, Charles W. Kegley dan Eugene Wittkopf juga mendefinisi media massa sebagai mediator, yakni membantu menentukan alternatif politik luar negeri.20 Alternatif tersebut tidak secara langsung menentukan politik luar negeri apa yang ditempuh pemerintah suatu negara. Namun menurut mereka, definisi kebijakan luar negeri merujuk pada tujuan yang berusaha diraih oleh para pejabat negara baik di dalam maupun di luar negeri melalui nilai yang memunculkan tujuan tersebut dan instrumen yang digunakan untuk mencapainya. Dengan kata lain, media yang dijadikan instrumen dalam pencapaian kebijakan luar negeri suatu negara, merupakan pendorong bagi pemerintah AS untuk menjalankan kebijakannya.

Selain itu, KJ Holsti juga menjelaskan dari teori kebijakan luar negeri. Menurut Holsti, instrumen yang digunakan dalam kebijakan luar negeri terbagi menjadi 5 bagian, yaitu: diplomasi, bantuan ekonomi, propaganda, intervensi, dan tindakan militer.21 Pelaksanaan kelima instrumen ini melibatkan media massa yang merujuk pada diplomasi, opini publik dan propaganda. Diplomasi dimaknai sebagai transformasi kebijakan suatu negara kepada negara lain, opini publik dimaknai sebagai pembangun citra dan makna bagi pemerhati berita, dan propaganda tertuju pada pengaruh pola pikir hingga kebijakan baik di dalam maupun di luar negeri.

20

Charles W. Kegley and Eugene WittKopf, American Foreign Policy: Pattern and Process,Fourth eds., (St. Martin Press, New York: 1991), h. 339.

21

(22)

Dalam hal di atas, film, koran, TV, radio, majalah, poster merupakan alat utama untuk mentransmisikan gagasan, simbol-simbol dan cerita. Sasaran propaganda meliputi:22 publik domestik, publik sekutu, publik musuh, dan publik netral. Dari seluruh sasaran tersebut, media massa yang dijadikan alat pengambilan kebijakan tidak lain dijadikan juga sebagai alat untuk mengubah pola pikir hingga mempengaruhi segala tindakan.

Menurut Kegley dan Wittkopf media melalui fungsinya sebagai gate keeper dan agenda setting mampu mengkondisikan cara pandang rakyat AS dan publik internasional, akan tetapi hal ini terjadi secara tidak langsung dan melalui penyesuaian.23 Penyesuaian tersebut merupakan pencocokan pandangan masyarakat AS dari nilai-nilai yang ada pada kehidupan masyarakat terhadap kepentingan dalam suatu fenomena. Kegley dan Wittkopf menjelaskan bahwa media massa dapat berpengaruh lebih langsung pada tingkat elit pembuat kebijakan, pihak-pihak yang mempengaruhi kebijakan, dan publik yang perhatian, sehingga dapat membentuk opini dalam memandang suatu masalah. Media massa juga lebih berpengaruh pada aktor-aktor yang berperan dalam kebijakan luar negeri karena terkait dengan popularitas aktor tersebut dalam tatanan politik lokal. Informasi yang diterima oleh elit pembuat kebijakan akan mendorong perubahan pada sikap publik yang selalu memperhatikan perkembangan yang ada, secara bertahap akan berpengaruh pada sikap masyarakat terhadap masalah-masalah luar

22

Teuku May Rudy, Perspektif Komunikasi Internasional dan Media Humas Internasional, (IKAPI-PT Refika Aditama, Bandung: 2005), h. 128-129.

23

Kegley and WittKopf, American Foreign Policy, h. 316-318. Agenda Setting dan

Gatekeeper juga telah dibahas dalam dalam buku yang ditulis oleh Mohammad Sholehi,

(23)

negeri. Hal ini didukung oleh pernyataan James Rosenau yang menyatakan bahwa sistem politik di AS banyak dipengaruhi oleh pendapat masyarakatnya sendiri.24

Pada saat yang sama, elit pemerintah menggunakan media massa untuk mengarahkan cara pandang publik.25 Jadi, media massa masuk dalam proses pembuatan bahkan implementasi kebijakan luar negeri lebih dari sebagai sumber dimana kebijakan didapat dan dikeluarkan sebagai mesin penggerak yang menghasilkan keputusan dan cara untuk menyikapi kebijakan luar negeri, baik bagi elit politik maupun bagi kelompok penekan.

Dalam hubungan antara aktor politik dan masyarakat, media massa dapat dijadikan sebagai realitas ke dua, yakni dengan jangkauan yang luas dapat dijadikan komunikasi politik oleh pemimpin negara.26 Selain itu, keterlibatan media kepada masyarakat secara langsung melalui berita, dalam menciptakan realitas politik dapat dimanfaatkan sebagai konstruksi realitas. Media massa juga dipahami sebagai alat penyaluran pesan, sebagai sarana bagaimana pesan disebarkan kepada masyarakat.

Selain pemanfaatan media oleh aktor politik, persaingan antarmedia massa saat ini menjadi industri yang berunsur kapital.27 Artinya, media massa mau tidak

24

Kegley dan WittKopf, American Foreign Policy, h. 253.

25

Ibid., h. 318.

26

Bahasan tentang realitas politik dalam konstruksi realitas dapat dilihat dalam Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. (Granit, Jakarta: 2004), h. 3-10. Dalam buku tersebut, Hamad menjelaskan bagaimana media massa membangun realitas politik melalui pemberitaannya, berita verbal maupun non-verbal merupakan realitas yang mengandung makna, sehingga berita politik merupakan realitas dan dapat dimaknai secara cermat. Dalam konstruksi realitas politik berarti bahwa media masa membangun kenyataan politik yang dipublikasikan kepada masyarakat pemerhati berita. Dalam buku tersebut juga menjelaskan bahwa konstruksi realitas politik oleh media massa belum tentu menggambarkan keadaan politik sebenarnya karena terdapat tujuan dan aktor dibalik kursi redaksi.

27

(24)

mau harus memikirkan pasar demi memperoleh keuntungan, baik dari penjualan (bagi media cetak), iklan maupun rating konsumsi masyarakat terhadap media tersebut. Dalam menyajikan peristiwa politik, pengaruh modal media massa akan lebih memperhatikan kepuasan masyarakat (pembaca/ pendengar dan pengiklan) sebagai pasar mereka dalam mengkonsumsi berita-berita politik.

Demi tujuannya, media yang tergantung oleh pasar juga secara otomatis mengontrol lebih mendalam atas semua agenda penyiarannya, yaitu mulai dari bahasa yang digunakan (tata bahasa), arah pembicaraan, agenda penyiaran (agenda setting) serta pangsa pasarnya.28

E. Metoda Penelitian

Metoda penelitian yang akan dilakukan ini bersifat kualitatif. Penelitian yang penulis gunakan dalam menyusun skripsi ini adalah deskriptif, yaitu mengandung pengertian bahwa dalam melakukan penelitian harus menjelaskan dengan menggambarkan permasalahan yang ada.29

Metoda kualitatif yang digunakan banyak mengandalkan pengumpulan data melalui buku, gambar visual, laporan dan website yang masing-masing mempunyai fungsi dan batasan.30 Mengacu kepada pengumpulan data tersebut, penelitian yang dilaksanakan ini mengandalkan data sekunder yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa buku, berita dari media massa dan penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh pihak atau instansi lain. Melalui studi kepustakaan tersebut diharapkan dapat dipelajari mengenai konsepsi hubungan

28

Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. h.17.

29 Mochtar Mas‟oed,

Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, (Jakarta: LP3ES, 1990), h.223.

30

(25)

pemerintah dan media massa pada masa implementasi kebijakan luar negeri. Selain itu agar mengetahui bagaimana peran FNC dalam mengkonstruksi realitas politik terhadap publik AS pada saat invasi AS ke Irak 2003.

Dalam mengolah data yang ada, diferensiasi dua metoda yang berbeda

antara “kualitas” yang merujuk pada segi “alamiah”, dan “kuantum” atau

“jumlah”, hal ini diartikan bahwa atas dasar itulah maka penelitian ini merupakan

penelitian yang tidak mengandalkan perhitungan. Dengan kata lain, kuantitas atau angka yang ada pada data, cenderung fokus dan digunakan pada usaha mengeksplorasi sedetail mungkin melalui sejumlah contoh atau peristiwa yang dipandang menarik dan mencerahkan, dapat memberikan pemahaman yang mendalam, bukan luas.31 Karena itu dalam penelitian ini menggunakan metoda kualitatif yang memberi kesempatan pada ekspresi dan penjelasan yang lebih besar, dan data kuantitatif yang ditujukan agar dapat memberikan ruang pada penjelasan yang mendalam.32 Metoda kualitatif ini juga didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau perilaku yang dapat diamati.33

F. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kerangka pemikiran

31

Lisa Harison, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana. 2007), h. 86.

32

Ibid, h.87. 33

(26)

E. Metoda penelitian F. Sistematika penulisan

Bab II Tinjauan Umum Fox News Channel (FNC)

A. Media Massa AS dan FNC

B. FNC Dalam Persaingan Antarmedia Massa di Amerika Serikat C.Peliputan Perang Irak

Bab IIIKebijakan Responsif AS Terhadap Irak Pasca-Tragedi 9/11

A. Munculnya Ancaman Irak Bagi AS B. Kebijakan AS terhadap Irak

C. Invasi AS ke Irak

Bab IV Upaya FNC dan Pemerintah AS Dalam Membangun Opini Publik

Pada Masa Invasi Irak 2003

A. Upaya FNC Dalam Membentuk Opini Publik Pada Saat Invasi Irak 2003 B. Upaya Pemerintah AS Dalam Menangani Media Massa di Medan Perang

Pada Saat Invasi Irak Tahun 2003

C. Dampak Upaya FNC dan Pemerintah AS Dalam Menbangun Opini Publik Tentang Invasi Irak 2003.

Bab VPenutup

(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM

FOX NEWS CHANNEL

(FNC)

Dalam bab ini akan dibahas mengenai tinjauan umum FNC di AS. Pembahasan tersebut akan memberikan gambaran mengenai upaya FNC dalam membangun pandangan positif terhadap terhadap publik AS dan publik internasional yang terjaungkau oleh jaringan miliknya. Pembahasan ini akan terbagi menjadi beberapa bagian berdasarkan ruang lingkup yang dimiliki oleh media massa dan pemerintah AS. Lingkup media massa akan memberikan gambaran mengenai peran FNC dalam persaingan antarmedia massa di AS berupa upaya dan pengaruh yang dimilikinya dalam membangun pandangan publik pada saat invasi Irak 2003. Lingkup pemerintah akan memberikan gambaran mengenai upaya pemerintah dalam menangani media massa di medan perang, yakni melihat pengaruh yang dimilikinya untuk membangun pandangan publik yang positif terhadap invasi Irak 2003 dengan konstruksi berita dari media massa yang ditekan melalui kebijakan khusus terhadap media ketika meliput perang.

A. Media Massa Amerika Serikat dan Fox News Chanel (FNC)

Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem demokrasi. Sebagai negara demokrasi, yang paling utama dalam kehidupan bernegara di AS merupakan nilai-nilai kebebasan yang mutlak pada setiap individu.1 Dalam hal kebebasannya, media sebagai elemen informasi dalam negara AS menerapkan sistem yang didasari oleh konsep dan nilai liberalisme yang demokratis, yakni setiap individu bebas untuk menyatakan pendapat.

1

(28)

AS baru dapat mengesahkan kebebasan berekspresi pada tahun 1791, yakni oleh kongres AS yang diajukan oleh James Madison.2 Kebebasan berekspresi tersebut didefinisikan menjadi tiga poin penting, hal ini dijabarkan pada tahun 1947 oleh Komisi Hutchkins (Commision on Freedom of The Press), yaitu sebagai berikut:3

1. Pers bebas merupakan pers yang bebas dari tekanan manapun, baik dari pemerintah maupun sosial luar dan dalam. Namun hal ini tidak berlaku ketika pers mendapat tekanan dari masyarakat yang hampir mati akibat dari tekanan pihak lain. Tekanan lain yang dapat menghilangkan kebebasan bagi pers itu sendiri terjadi juga ketika pers menyimpang ke arah komersial dan tata usaha hingga akhirnya menjadikan prioritas kepada pemilik modal.

2. Pers bebas merupakan pers yang bebas berpendapat dalam segala bentuk yang merujuk pada pencapaian pelayanan. Pers harus memadukan apa yang diharapkan oleh masyarakat melalui pencapaian yang memungkinkan. Hal ini pers juga dituntut menguasai sumber daya teknis, keuangan yang mantap, akses yang layak untuk mendapatkan dan mengeluarkan informasi.

3. Pers juga harus bebas mengeluarkan apa yang harus diketahui oleh umum, sehingga masyarakat dapat menghargai apa yang seharusnya mereka dapat dari pers.

2

WisnuB. Widjadjanto, “Hak Mengetahui Sebagai Wujud Kebebasan Pers di AS”, KWA

(Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992). h. 55-70.

3

Hutchkins Commission (1947) Recommendations”, diakses pada 14 April 2011 pk.

(29)

Rekomendasi Komisi Hutchkins yang tertera di atas memang tidak secara tegas dan resmi didefinisikan untuk kalangan tertentu, namun tulisan tersebut memberikan acuan terhadap etika kebebasan pers di AS.4 Kebebasan pers di AS merupakan kebebasan yang tidak dapat dihalangi oleh kepentingan kalangan seperti pemerintah, kelompok masyarakat, pemilik modal, dan pers itu sendiri.

Media massa AS merupakan cerminan kompleks dalam perannya sebagai wadah kebebasan berekspresi, yakni media yang terdapat organisasi perusahaan pada tiap masing-masingnya sangat berperan untuk mengatur netralitas yang dimilikinya.5 Namun, dengan ciri yang kompleks tersebut, terdapat benang merah yang mencirikan suatu ikatan media massa di AS. Benang merah ini terdiri dari empat ciri umum6, yaitu: Pertama, media massa AS merupakan sebuah bisnis yang industrinya dimaksudkan untuk mencari laba dan keuangan secara sehat agar dapat tetap bertahan. Hal ini tentu akan terjadi pada seluruh media yang ada di AS karena tidak ada subsidi dari pemerintah terhadap operasional dan redaksional media massa. Keuntungan media massa AS hanya berpaku pada iklan sebagai pendapatan utamanya serta dari penjualan surat kabar media itu sendiri. Di AS, media massa sangat menjamur sehingga menimbulkan persaingan antarmedia dan sulitnya bagi media untuk mendapatkan iklan. Mengingat media massa di AS terdapat sistem terbuka maka tak disangkal banyak juga media AS yang menggeluti berita sensasional.

Ke dua, pers AS merasa dirinya sebagai kepercayaan masyarakat untuk menjaga jalannya pemerintahan, sehingga peran media massa ditempatkan ke dalam lembaga keempat setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ke tiga,

4Widjadjanto, “

Hak Mengetahui Sebagai Wujud Kebebasan Pers di AS”, h. 68 5

Ibid., h. 70-73.

6

(30)

industri berita media massa pada umumnya tidak diatur secara resmi, tetapi terdapat persamaan nilai dan praktik yang menekankan pada pelayanan masyarakat. Peliputan dan publikasi berita tidak memihak pada satu opini dan

adanya “check and balance” terhadap akses jurnalistik. Ke empat, tidak ada definisi baku tentang berita yang sifatnya universal diterima di mata masyarakat AS. Dengan empat ciri umum seperti di atas, maka media massa di AS memiliki fungsi sebagai penyambung lidah dan wadah bagi masyarakat tanpa ada intervensi dalam mengungkapkan pendapatnya.

Pada dasarnya, masyarakat AS dapat menilai suatu fenomena yang terjadi tergantung publikasi berita.7 Hal ini terjadi karena media sering memberikan pandangan dan cara berpikir yang umumnya dapat diterima oleh masyarakat biasa. Hal ini juga dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat di AS yang percaya dengan kebebasan berpendapat serta independensi media massa yang begitu mutlak sehingga menganggap media sebagai sebuah wadah aspirasi baginya.8 Masyarakat AS secara umum mampu menggantungkan pandangannya pada media massa melalui pandangan berita yang dipaparkan oleh pemberitaan media massa.9 Dalam hal ini juga menjelaskan bahwa media yang terpengaruh dari suatu aktor yang memfokuskan berita dalam satu pandangan, maka akan terjadi juga pengaruh serta keseragaman pandangan antara media dan masyarakat.

Berkaitan dengan keseragaman pandangan melalui media massa, hal ini dapat dilihat dari keadaan yang terjadi di AS pada massa implementasi kebijakan invasi AS ke Irak 2003. Keseragaman pandangan mengenai suatu isu dapat dilihat juga pada mainstream media (media utama) yang dapat mengambil peran

7

Graber, Mass Media & American Politics, h. 3.

8

Ibid., h. 5.

9

(31)

dalam membahas suatu isu menjadi menarik dan menjadi isu sentral yang dapat mempengaruhi suatu kebijakan dan pola pikir masyarakat.10 Nama media massa seperti Fox News Channel (FNC) muncul sebagai mainstream media yang sangat berperan dalam memainkan isu kebijakan luar negeri invasi AS ke Irak 2003.11 Peran FNC tersebut mempengaruhi media lain dan masyarakat AS menjadi isu sentral hingga akhirnya semakin terarah.

Fox News Channel merupakan sebuah jaringan TV kabel dan satelit yang saluran beritanya berada di bawah naungan Fox Entertainment Group, yakni menjadi jaringan TV kabel yang dominan di Amerika Serikat.

FNC merupakan media yang besar. Hal ini dapat dilihat dari kepemilikan media massa tersebut serta dari tujuan dibangunnya FNC oleh pemiliknya pada

10

Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta: Granit, 2004), h. 11.

11

Mainstream media atau media utama merupakan media massa yang memiliki jangkauan sekala luas dan juga memiliki pengaruh pada tatanan masyarakat yang mengkonsumsinya. Hal ini dapat dilihat ketika Fox News Channel muncul untuk mendukung pemerintah Amerika Serikat hingga akhirnya dapat mempengaruhi masyarakat dalam menilai invasi tersebut. Lihat dalam Retna Christa, “Peran News Corporation dalam Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Menginvasi Irak 2003“, diakses pada 01 November 2010 pk. 19:51, dari http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1207138150.pdf, h. 3.

12

News Corporation adalah perusahaan publik yang dipegang oleh Rupert Murdoch. Didirikan pada tahun 1979 di Australia, perusahaan ini dipindahkan ke Amerika Serikat pada tahun 1980.

13Lawrie Mifflin “At the new Fox News Channel”, artikel ini diakses pada tanggal 30

(32)

saat pertama kali diluncurkan. Rupert Murdoch membangun FNC untuk bersaing langsung dengan media massa ternama seperti Columbia Broadcasting System

(CBS), National Broadcasting Company (NBC), dan American Broadcasting Company (ABC) serta Cables News Network (CNN) pada tingkat internasional.14

Jaringan FNC menawarkan delapan belas jam pada hari kerja, mencakup berita di seluruh dunia, serta politik, bisnis, dan berita hiburan.15 FNC memiliki 28 acara TV yang diunggulkan dalam tiap penyiarannya. Seluruh acaranya disiarkan ke seluruh dunia dalam bobot yang sama, yakni siaran yang ditampilkan di negara lain berdasarkan apa yang disiarkan di AS. Hal ini dapat dilihat di 62 negara jangkauan FNC.

Bagan A.1 Acara TV Unggulan dan Jangkauan FNC

Acara TV Jangkauan

Robert Lenzner dan Globe Staff, “Murdoch, Partner Plan 4th Network”, diakses pada 03 April 2011 pk 20:21, dari http://nl.newsbank.com/nl-search/we/archives.

15 “Fox News Channel”, diakses pada 06 April 2011 pk. 20:43 ,, dari

(33)

Fox News Sunday

Dalam pemberitaannya, pada dasarnya FNC dibuat secara independen dan tidak dipengaruhi oleh satu sama lain serta menolak segala publikasi berita yang bias.16 Namun, FNC disebut sebagai media pendukung pemerintah dari Partai Republik.17 Hal ini diungkapkan oleh publik AS sendiri, bahkan publik dan media dari negara lain seperti dari Inggris yang menganggap, bahwa berita-berita yang dipublikasikan FNC sering mempromosikan kebijakan dari partai politik yang neokonservatif. Selain itu, bahkan lembaga survei media Pew Research Center (PRC) di AS, menyebutkan bahwa FNC merupakan jaringan yang paling sering mendukung pemerintah AS di bawah kepemimpinan Partai Republik.18

16Mark Memmott, “Fox news, people say allegations of bias unfounded” diakses pada 01

April 2011 pk. 20:41, dari http://www.webcitation.org/5uRTx6pMd.

17

Julia Day, “Murdoch praises Blair's 'courage'”, artikel ini diterbitkan oleh Surat Kabar Guardian pada 12 Februari 2003 dan diakses pada 16 April 2011 pk. 21:08, dari http://www.guardian.co.uk/politics/2003/feb/12/uk.iraqandthemedia. Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa FNC (pembawa acara dan pemiliknya) adalah konservatif, terbukti dukungan yang dilakukan oleh Murdoch ketika adanya eskalasi isu penyerangan AS ke Irak atas isu terorisme melalui pernyataannya "We can't back down now – I think Bush is acting very morally, very correctly". Dalam artikel tersebut juga dijelaskan bahwa niat Blair semakin kuat untuk mendukung invasi karena statement Murdoch dianggap sebagai sebuah dorongan bahwa kebijakan pemerintah untuk melakukan invasi adalah sebuah tindakan yang sangat bermoral. Lihat juga artikel yang ditulis oleh Eric Alterman, “Fox Outfoxes Itself”, yang diakses dari http://www.americanprogress.org/issues/2004/07/b122948.html. Dalam tulisan tersebut menjelaskan bahwa pemilik Fox News Channel adalah seorang neokonservatif yang mendukung Bush untuk menginvasi Irak. Tulisan ini juga telah disinggung pada artikel yang ditulis oleh Eric

Pfeiffer “Watching Robert Greenwald's "Outfoxed" with a MoveOn.org crowd at the Peace House”, diakses dari http://www.weeklystandard.com/Content/Publik/Articles/wcb.asp.

18“Summary of Findings: Fox News Viewed as Most Ideological Network” diakses pada

(34)

Bagan A.2 Pandangan Publik Terhadap Jaringan yang Berideologi

Sumber: www.people-press.org

Ungkapan dan survei seperti di atas memberikan gambaran, bahwa pandangan publik terhadap FNC telah banyak dipengaruhi oleh berita yang dipublikasikannya. Hal ini dilatarbelakangi oleh kepemilikan FNC yang juga mempengaruhi berita yang dipublikasikannya sehingga berujung pada penilaian tersebut. Rupert Murdoch sebagai pemilik News Corps sangat berperan dalam menentukan berita yang akan ditampilkan oleh FNC serta media lain miliknya.19

Murdoch terkenal sebagai tokoh neokonservatif, sehingga serangkaian berita yang disajikan tidak lain adalah berisi tentang dukungan kebijakan invasi AS ke Irak 2003. Hal ini dibuktikan dengan publikasi berita dari media cetak

19

Rupert Murdoch disebut sebagai orang yang berperan penuh dalam membuat dan mempublikasikan berita, seperti halnya yang dilakukan pada masa kampanye di AS tahun 2004. Lihat dalam Jacques Steinberg dan David Carr, “The 2004 Campaign: The News Media; Murdoch

Is Said to Be Source of Post's Gephardt 'Exclusive'” diakses pada 17 April 2011 pk. 21:50, dari

(35)

miliknya yang juga membahas dan mendukung invasi Irak, seperti pengumpulan empat puluh tanda tangan penulis opini majalah tersebut yang dilakukan William Bill Kristol (editor majalah The Weekly Standard) untuk mendukung keterlibatan militer dalam invasi tersebut.20

Selain Murdoch yang berperan dalam pemberitaan FNC, Ailes sebagai CEO tentu dapat memberikan instruksi kemana arah pemberitaan FNC akan dibawa.21 Secara historis, Ailes pernah menjabat sebagai konsultan politik bagi kandidat dari Partai Republik dari tahun 1960-an, dan 80-an. Pertama kali ia berperan dalam Partai Republik adalah sebagai penasihat kampanye Richard Nixon untuk media pada tahun 1968. Kemudian ia menjadi seorang konsultan kampanye untuk Presiden Ronald Reagan pada kampanye akhir 1984. Pada tahun 1987 dan 1988, Ailes menjadi penasihat George H. Bush dalam pemilihan presiden di AS.

Dengan melihat alasan didirikannya FNC, serta melihat latar belakang Murdoch dan Ailes, maka terlihat gambaran serta indikasi bahwa media tersebut memang mengacu pada segala kebijakan pemerintah dari Partai Republik.

B. FNC Dalam Persaingan Antarmedia Massa di Amerika Serikat

Media massa di AS merupakan industri media atau media industry yang sistem operasinya berunsur kapital.22 Aspek bisnis diperhatikan bahwa pemilik

20

Jumlah 40 tanda tangan tersebut merupakan data yang dapat diferivikasi dan dijadikan acuan untuk bukti dukungan opini publik terhadap invasi. Lihat dalam Christa, “Peran News

Corporation“, h. 9.

21

Seth Ackerman, “Fox News Channel's extraordinary right-wing tilt”, diakses pada 26 April 2011 pk. 22:06, dari http://www.fair.org/index.php?page=1067.

22

(36)

dan pengelola bercampur antara komersialisme dan idealisme dalam media massa. Hal ini menjelaskan, bahwa media massa AS merupakan sebuah bisnis yang industrinya dimaksudkan untuk mencari laba dan keuangan, mengingat tidak ada subsidi dari pemerintah AS terhadap operasional dan redaksional media massa. Media massa AS hanya berpaku keuntungan pada iklan sebagai pendapatan utamanya serta dari penjualan surat kabar media itu sendiri (bagi perusahaan media yang memiliki media cetak).

Media massa AS yang berunsur kapital semakin diperkuat dengan Undang-Undang Komunikasi yang mengatur tentang penyelenggaraan jaringan informasi untuk digunakan dalam rangka penyebaran informasi.23 Federal Communication Center (FCC) memperbaharui UU Telekomunikasi tahun 1934 untuk mempromosikan daya saing dan mengamankan media dari harga jual yang rendah serta meningkatkan pelayanan yang berkualitas tinggi untuk konsumen telekomunikasi Amerika. UU tersebut dikeluarkan pada tahun 1996 yang diekspektasikan kepada kekuatan ekonomi pemilik modal yang dapat memainkan sahamnya untuk membangun media massa yang sesuai dengan UU Telekomunikasi tersebut. Adapun jaringan informasi yang ada dalam UU tersebut adalah:

1. Dibangunnya perusahaan komunikasi telepon (bell operating companies)

23

UU Komunikasi tahun 1996 mendorong penyebaran teknologi telekomunikasi secara cepat dengan teknologi baru, yakni penggunaan layanan TV kabel (satelit) dan internet melalui

perusahaan yang bersaing pada tatanan tersebut. Lihat dalam “Information Technology (IT)”,

diakses pada 04 Maret 2011 pk. 22:15, dari http://www.fcc.gov/Reports/tcom1996.pdf. Dari daya saing tersebut memicu perusahaan media untuk membangun media yang sesuai konsep dengan UU Telekomunikasi tersebut. Dibangunnya FNC oleh NC merupakan implikasi dari UU

Telekomunikasi tahun „96. Persaingan dan kepemilikan media secara perorangan juga dibahas dalam Goodman dan Goodman, “Perang Demi Uang”, h. 195. Dalam tulisannya Goodman

(37)

2. Adanya lembaga penyiaran (broadcasting service)

3.Tersedianya jaringan telekomunikasi kabel (cable service). Bagian ini merujuk pada no. 1, yakni telekomunikasi kabel ditanggung oleh perusahaan yang membangun jaringan telekomunikasi telepon.

UU Komunikasi AS yang dikeluarkan tahun 1996 berimplikasi pada munculnya media FNC yang sesuai dengan tiga poin di atas tersebut. Setelah dikeluarkan UU Telekomunikasi tahun 1996 yang berimplikasi munculnya media massa baru seperti FNC, UU tersebut juga diperkuat dengan peraturan dari FCC yang dikeluarkan pada tahun 2003. Michael Powell sebagai ketua FCC mengalihkan media massa kecil atau media massa besar sekalipun agar masuk ke dalam satu kepemilikan melalui penjualan sahamnya.24 Pengalihan tersebut seperti halnya pembaharuan UU Telekomunikasi tahun 1996 yang ditujukan agar media yang terbentur masalah finansial dapat masuk ke dalam satu perusahaan media yang memiliki modal banyak.

Masuknya Clear Channel merupakan implikasi yang nyata dari peraturan yang dikeluarkan FCC tahun 2003 tersebut.25 Clear Channel masuk menjadi bagian dari News Corporations yang jelas pada saat itu dinilai sebagai perusahaan media pendukung invasi AS ke Irak. Masuknya Clear Channel tersebut dapat dijadikan corong oleh News Corporations.

Dalam pola penggunaan media di AS, media elektronik seperti TV,

internet dan radio serta media cetak seperti surat kabar dan majalah merupakan

24

Eric Alterman, “Media Concentration: the Repudiation of Michael Powell” diakses

pada 13 Februari 2011 pk. 22:30, dari http://americanprogress.org/issues/2004/07/b108399.html.

25

(38)

publikasi utama yang digunakan oleh masyarakat AS.26 Hal ini terjadi karena masyarakat AS menganggap media-media tersebut dapat menceritakan pesan secara detail dan konteks yang penuh serta sesuai dengan yang dibutuhkan dengan masyarakat, seperti halnya sebuah perang yang lebih pantas diberitakan melalui media elektronik tersebut. Namun, dengan banyaknya media elektronik seperti yang disebut di atas, TV merupakan media elektronik yang paling banyak dikonsumsi oleh warga di AS dibanding media lainnya.27 Hal ini dapat dilihat pada konsumsi masyarakat AS yang menggunakan jaringan televisi sebagai media utama dalam mendapatkan berita.

Bagan B.1. Konsumsi Berita Televisi: 2000

Media Persentase

Televisi Lokal 56% Nightly Network News 30%

CNN 21%

Fox News Cable 17%

CNBC 13%

MNSBC 11%

ABC 4%

Sumber: Graber (13 Juni 2000). Adaptasi dari Pew Research Centrer for People

and the Press, “Television Sapping Broadcast News Audience,”

http://www.peoplepress.org (data diolah oleh penulis)

Pada tahun 2003, media massa elektronik di AS bersaing untuk dapat menampilkan berita yang baik dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat.28 Media-media tersebut terhimpun oleh enam perusahaan media massa raksasa yang masing-masing dari perusahaan memiliki media elektronik yang diandalkan. Hal ini membuktikan adanya persaingan ketat antarmedia massa di AS.

26

Ibid., h. 4.

27 Graber, “Television Sapping Broadcast News Audience,” diakses pada 14 Februari

2011 pkl. 15:30, dari http://www.peoplepress.org

28

(39)

Bagan B.2. Enam Perusahaan Media dan Media Utamanya

No. Perusahaan Media Massa

1. News Corporations FNC, HarperCollins, New York Post, Direct

TV, Sun, dan 33 stasiun televisi lainnya 2. General Electric NBC, CNBC, MSNBC, Telemundo, Bravo,

Sumber: Amy Goodman dan David Goodman, “Perang Demi Uang”,

2005. (data diolah oleh penulis)

Pada Perang Irak 2003, media yang paling menonjol adalah FNC. Hal ini terjadi karena pada masa tersebut, FNC memberikan pandangan yang berbeda dari media massa lainnya. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan naiknya rating FNC pada puncak klasemen tertinggi dibanding media massa lain yang di luar kepemilikan Murdoch.29 Selain itu majalah Guardian juga menyebutkan, bahwa FNC mengalahkan rival utamanya CNN dan MSNBC.30

29

Murdoch mengungkapkan kebanggaan atas naiknya keuntungan media News Corporation melalui rating FNC yang mengalahkan saingan terberatnya (CNN). Menurutnya, naiknya rating tersebut bukan hanya karena berita real time, namun dengan membuat agenda setting tentang invasi Irak yang lebih besar, sehingga perhatian publik semakin besar dan terfokuskan pada berita tentang invasi. “Chairman Speech to Shareholders News Corporation Limited Annual Meeting”, diakses pada 14 Februari 2011 pkl. 01:11, dari http://www.newscorp.com/news.

30

Jason Deans, “Fox challenges CNN's US ratings dominance”, diakses pada 14 Februari

(40)

Bagan B.3. Rating Media AS Tahun 2003 Menurut Guardian (CNN, FNC dan MSNBC)

Sumber: “Fox challenges CNN's US ratings dominance

http://www.guardian.co.uk

Tingginya rating di atas terjadi karena FNC merupakan media yang beritanya sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat, yakni berita tentang invasi.31 Sejak adanya isu akan dilakukannya invasi oleh AS, FNC dan CNN menunjukan adanya persaingan dua media besar, sebagian besar masing-masing beritanya berisi tentang kebijakan invasi AS ke Irak.32 Dalam persaingan tersebut, kegiatan jurnalistik yang dilakukan CNN tentang invasi dilakukan lebih mengarah kepada upaya untuk menjaga eksistensinya dalam fenomena internasional dan perang. CNN juga terkesan ingin mengulang kejayaannya menjadi trend setter

dan mainstream media, baik di AS maupun di seluruh dunia dengan menampilkan berita perang langsung dari lokasi.33 Seperti pada Perang AS dan Irak tahun 1991 serta Perang Serbia-Kosovo 1999, CNN hadir sebagai pemasok utama berita internasional.

31

Murdoch, “Chairman Speech to Shareholders” 32Gustiana, “

Peranan Media Massa”,h. 86.

33

Ibid., h. 87.

CNN FNC MSNBC

rating 39.30% 65.10% 37.90%

(41)

Selain dua media di atas, CBS, ABC, dan NBC diposisikan sebagai media pelengkap yang intensitas beritanya tidak terlalu menekankan tentang invasi AS ke Irak 2003.34 Dengan demikian, FNC yang beritanya lebih eksposif terhadap perang, dapat dijadikan sorotan utama publik AS dibanding CNN yang lebih menjaga eksistensinya saja serta CBS, ABC, dan NBC yang hanya sebagai media alternatif setelah dua media tersebut.

Dengan besarnya persaingan antarmedia massa di atas mengenai invasi, maka berpengaruh juga terhadap masyarakat AS sehingga berimplikasi pada pandangan tentang invasi menjadi positif. Hal ini dapat dilihat dengan naiknya opini publik yang terangkum dalam GallupPolling pada Maret 2003.35

Bagan B.4. Dukungan Publik AS Terhadap Invasi Irak

Sumber: “Seventy-Two Percent of Americans Support War Against Iraq”

Gallup Polling tahun 2003.

34

Fox and Big Media”, diakses pada 14 Februari 2011 pk. 06:03 , dari

http://www.americanprogress.org/issues/2004/07/b122990.html.

35“Seventy

(42)

C. Peliputan Perang Irak

Perang merupakan sebuah fenomena yang menarik seperti halnya sebuah kegiatan yang patut disimak oleh masyarakat melalui media massa yang meliputnya.36 Hal di atas dapat diistilahkan sebagai bad news is good news for mass media yang dimaknai bahwa berita buruk seperti perang sekalipun dapat dijadikan suatu tayangan menarik.

Dengan keadaan seperti di atas, maka dapat dilihat bahwa media dapat mengambil peran dalam pelaporkan hasil investigasinya di lapangan. Peran media tersebut berupa pengaruh terhadap masyarakat yang dapat menilai suatu fenomena yang dipublikasikan oleh media berupa opini publik.37 Namun, opini publik tersebut tidak terbatas pada penilaian masyarakat terhadap suatu fenomena, terkumpulnya pandangan individu dalam menilai juga dapat dijadikan bukti atau data yang kuat oleh kelompok tertentu termasuk pemerintah.

Dalam Perang Irak 2003, ada upaya oleh media yang menginvestigasi jalannya perang untuk mempengaruhi masyarakat dalam membentuk pola pikir masyarakat. Hal ini ditujukan untuk membentuk penilaian positif terhadap seberapa pantasnya invasi tersebut sesuai dengan pandangan media. Namun, upaya yang dimaksud dapat terbentuk secara alamiah yang sendirinya dilakukan media melalui kondisi di medan perang. Seperti yang telah dijelaskan oleh Chomsky di atas tentang pengaruh media dalam membentuk opini publik, maka investigasi yang dilakukan oleh media dalam perang Irak tersebut juga sedikit

36

Lukas S. Ispandriano dkk, Media-Militer-Politik: Crisis Communication, (Yogyakarta: Galang, 2002), h 161-162.

37

(43)

banyak mempengaruhi masyarakat internasional khususnya masyarakat AS dalam menilai jalannya perang. Hal ini dapat dilihat dari peliputan yang dilakukan media massa khususnya media AS.

Dalam peliputan saat Perang Irak berlangsung, pemerintah AS memberlakukan embedded journalism terhadap media massa.38 Pemberlakuan tersebut dilakukan terhadap seluruh jurnalis yang akan meliput invasi di Irak. Terdapat enam ratus jurnalis yang mengikutsertakan dirinya bersama tentara untuk meliput dan mempublikasikan perang secara langsung. Sebagian besar jurnalis yang tergabung dalam operasi militer tersebut adalah dari media Barat sebanyak 90% dari jumlah keseluruhan.39 Hal ini menurut Victoria Clarke, juru-bicara Pentagon, merupakan suatu hal yang efektif guna melindungi jurnalis yang akan menampilkan perang yang dimotori oleh AS.40 Perlindungan ini juga dilakukan agar jurnalis yang ikut serta dalam aksi militer AS dan koalisi tidak dapat diserang oleh pihak lawan yang menganggap jurnalis sebagai musuh atau menjadi sasaran tembak oleh lawan.

Pemberlakuan embedded journalism yang diberlakukan oleh pemerintah AS terhadap jurnalis dalam medan perang, menurut Goodman dan Goodman justru menimbulkan:41 Pertama, keterbatasan jurnalis untuk meliput Perang Irak dan sensor laporan berita. Hal ini terjadi karena jurnalis mau tidak mau juga membawa berita yang akan dipublikasikan merupakan berdasarkan dari satu pandangan karena pers yang meliput akan mengikutsertakan dirinya pada operasi

38

Embedded journalism adalah wartawan yang mengikut sertakan diri mereka ke unit

militer. Lihat dalam Andrew M. Lindner, “Controlling The Media in Iraq”, diakses pada 23 Mei

2011 pk. 07:12, dari http://www.sociology.psu.edu/Control%20media.pdf.

39 Ibid.

40Chantal Escoto “Military, Media Benefit from „Embed‟”,

The Leaf-Chronicle, 22 Juni 2003, diakses 09 Januari 2011 pk. 20:07, dari http://www.theleafchronicle.com.

41Goodman dan Goodman, “

(44)

militer AS dan sekutu yang sedang bertugas. Hal ini juga sesuai dengan pandangan Dimitrova bahwa pemberlakuan embedded journalism akan terdapat komitmen yang terbangun secara alamiah dalam kondisi tertentu, yakni dibangunnya rasa saling percaya antara jurnalis dengan pihak militer sehingga semakin mudah untuk bekerja sama.42

Ke dua, keterbatasan waktu dan ruang untuk meliput. Hal ini berujung pada redaksi yang harus mempertimbangkan penyiarannya karena pembatasan waktu di medan perang berujung pada agenda setting. Artinya adalah keterbatasan tersebut mendorong redaktur untuk menyediakan berita hasil liputan meskipun berita tersebut tidak sesuai dengan standar penyiaran. Hal ini didasarkan karena seluruh media massa yang ada memiliki core interest yang berbeda-beda sehingga layak atau tidaknya suatu liputan yang akan dipublikasikan tergantung persepsi media tersebut. Selain itu, pembatasan tempat juga merujuk pada seluruh latar belakang peliputan sesungguhnya telah diatur sebelumnya oleh tentara yang diikutinya. Ke tiga, dari dua keterbatasan tersebut, maka jurnalis dibawa untuk sering bertindak tidak sesuai dengan independensi jurnalistik, hal ini sesuai Rekomendasi Hucthkins yang menunjukan bahwa jurnalis seharusnya bebas meliput dan menyampaikan hasil liputannya serta tidak dalam kontrol pihak manapun.43

Dalam melakukan operasinya, jurnalis dalam perang Irak juga mendapat tekanan dari militer AS, tekanan ini dilakukan terhadap jurnalis yang tidak berada dalam kontrol militer seperti halnya jurnalis yang melakukan embedded journalism. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kejadian yang dialami oleh jurnalis

42

Daniel Dimitrova, The Immediate News Framing of Gulf War II, dalam Television Coverage of the Iraq War, h. 25-29.

43

(45)

internasional di medan perang seperti penembakan bahkan pengeboman terhadap tempat para jurnalis bermukim dan melaporkan hasil liputannya.

Penembakan tentara AS tanggal 8 April 2003 terhadap Taras Protsiu, jurnalis Reuters dari Perancis dan Jose Couso, jurnalis Telecinco dari Spanyol di

Hotel Palestine, Baghdad, merupakan upaya AS untuk menahan arus komunikasi dari media yang tidak menyertai militer.44 Terbunuhnya Protsiu dan Couso merupakan upaya AS menutup informasi tentang invasi agar tidak terciptanya opini publik yang negatif tentang invasi tersebut mengingat Perancis adalah salah satu negara angota DK PBB yang menentang invasi.

Selain kasus di atas, upaya kontrol AS juga dilakukan terhadap media asing dari Timur Tengah agar tidak ada media besar yang menandingi media Barat yang notabene sebagian banyak masuk ke dalam bagian militer ketika meliput perang. Hal ini terlihat seperti Aljazeera yang dibungkam mulai dari sebelum hingga invasi berjalan.

Bagan C.1. Pembungkaman Aljazeera oleh AS

Perlakuan AS Terhadap Aljazeera Bulan/ Tahun

1. Seorang jurnalis Aljazeera yang meliput pertemuan antara George W. Bush dan Fladimir Putin di Crawford, Texas, ditangkap oleh FBI karena kartu kredit yang digunakan dituduh berkaitan dengan Afghanistan. Jurnalis tersebut baru dibebaskan oleh FBI setelah diakui bahwa Aljazeera dan Al-Qaeda adalah organisasi yang berbeda.

2. Pesawat perang AS menjatuhkan dua bom masing-masing seberat lima ratus pon di biro Aljazeera di Kabul hingga hancur. Padahal titik kordinat telah diketahui AS yang sebelumnya telah diinstruksikan oleh salah satu wartawan Aljazeera. Hal ini dilakukan karena AS mengklaim bahwa kantor tersebut sebagai fasilitas informasi Al-Qaeda.

3. Di Basra, Irak. Militer AS menjatuhkan empat bom di hotel Sheraton. Hotel tersebut merupakan penginapan yang diketahui AS sebagai tempat mukim satau-satunya koresponden yang melaporkan mengenai kacaunya wilayah Basra. Kali inipun pihak Aljazeera telah melapor ke Pentagon untuk dilindungi dan meminta titik aman oleh tentara AS.

(46)

4. Seorang jurnalis Aljazeera yang melewati perbatasan Baghdad diizinkan oleh marinir AS untuk masuk wilayah tersebut setelah menunjukkan kartu identitas. Namun setelah berjalan beberapa meter dari perbatasan tersebut, mobil yang ditumpangi junalis tersebut ditembaki hingga rusak parah. Meskipun tidak menimbulkan luka yang berarti, namun jurnalis tersebut tidak dapat melanjutkan aksi jurnalistiknya.

5. Di Nasiriya, Irak. Seorang jurnalis Aljazeera yang menempel pada militer AS diancam akan dubunuh oleh Pasukan Pembebasan Irak anti-Saddam. Pasca ancaman tersebut, Komandan Marinir menolak turut campur dan melindunginya serta melarang jurnalis tersebut untuk tidak meliput pada saat perang. Jurnalis yang ketakutan itupun menuruti perintahnya. 6. Dewan Pemerintahan Irak pilihan AS melarang jaringan media

massa Aljazeera dan Al-Arabiyah untuk tidak meliput berita dari Irak selama dua pekan pada saat perang. Kedua jaringan televisi tersebut dituduh akan membangkitkan kekerasan politik bila berita yang disiarkan tidak sesuai dengan program penegakan demokrasi secepatnya di Irak. Sanksi dan larangan ini adalah pertanda buruk dari niat dewan berkenaan penegakan demokrasi secepatnya di Irak.

04 Septermber 2003

September 2003

November 2003

Sumber: Amy Goodman dan David Goodman dan TEMPO Interaktif

(data diolah oleh penulis)

Referensi

Dokumen terkait