• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN RESPONSIF AS TERHADAP IRAK PASCA-TRAGEDI 9/11

A. Munculnya Ancaman Irak Bagi AS

Dengan runtuhnya gedung WTC dan Pentagon pada tahun 2001 serta Pasca-Invasi AS ke Afghanistan, AS menuduh Irak berdiri di balik jaringan terorisme Al-Qaeda dan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Tragedi 9/11 di AS tersebut.1 Selain itu juga Irak dituduh sebagai negara yang

1

memiliki senjata pemusnah massal yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk menyerang AS.2

Eskalasi ancaman Irak terhadap AS sebenarnya telah dianggap penting oleh AS sejak awal tahun 1970-an.3 Pada tahun tersebut merupakan awal mula Irak mengembangkan ilmu dan teknologi serta membuat perhatian bahwa dengan teknologinya, Irak mengembangkan senjata biologi dan kimia miliknya. Hal ini merupakan bagian dari persaingan kekuatan militer terhadap Iran serta adanya keterkaitan dalam isu konflik antara Arab dan Israel.

Pengembangan teknologi dan senjata pada masa tersebut kemudian dibuktikan oleh Irak dalam perang terhadap Iran tahun 1980-1988. Irak membangun reaktor nuklir Tammuz I dan Tammuz II yang pada saat pengembangannya dibantu oleh Perancis serta menggunakan rudal yang berisikan bahan kimia dan biologi yang digunakan pada perang hingga memakan korban sekitar 10.000 korban dari pihak Iran.4 Di samping itu, Irak yang saat itu merasa perlu mengembangkan senjata biologinya menganggap kawasan Teluk dan Timur Tengah memang harus ada kekuatan penyeimbang.5 Pada saat itu negara Iran dan Kuwait adalah sebagai ancaman bagi Irak karena besarnya persaingan eksplorasi minyak di antara ketiganya.

2“Iraq's WMD Programs: Culling Hard Facts from Soft Myths”, diakses pada 29 Maret

2011 pkl. 07:11, dari https://www.cia.gov/news-information/press-releases-statements/press-release-archive-2003/pr11282003.html.

3

Harmiyati, “Dimensi Teknologi, Keamanan dan Ekonomi Dalam Invasi AS Ke Irak”,

Jurnal Paradigma Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Volulme VII, Nomor 20, (Maret 2003), h. 30

4

Ibid., h. 31

5

Kawasan Timur Tengah terdapat berbagai kepentingan mendorong Saddam untuk megembangkan senjata dalam rangka mempertahankan negaranya. Semua dilatarbelakangi oleh kepentingan minyak Timur Tengah sehingga dikhawatirkan akan ada perebutan wilayah yang kaya akan sumber minyak. Lihat dalam “Kontroversi Senjata Kimia dan Biologi Irak, Harian Kompas

Jenis senjata yang berhasil dikembangkan oleh Irak pada saat itu berupa beberapa senjata yang dikategorikan dalam senjata yang paling berbahaya, yakni gas sarin dan gas VX.6 Senjata ini baru diakui oleh Saddam Hussein pada tahun 1990 yang pada saat itu disebutnya juga akan membakar Israel dan reaktor nuklir miliknya di Dimona, Gurun Negev, bila Israel berani menyerang Irak. Selain gas Sarin dan gas VX di atas, Irak juga memfokuskan pengembangan senjata biologinya dari jenis Botulinium, Aflatoksin dan Anthrax.7

Sebelum Perang Teluk II melawan Kuwait tahun 1990, untuk pertama kalinya juga Irak mengakui, bahwa pengembangan senjata biologinya ditujukan untuk kekuatan militernya dan sudah dalam proses produksi.8 Pengakuan tersebut menyebutkan bahwa dimasukkannya bakteri biologi pada 166 bom dan 25 rudal balistik tipe Al-Hussein pada perang melawan Iran tahun 1980-1988 serta menggunakan senjata kimianya melalui Operasi Anfal ketika menghadapi suku Kurdi pada Maret 1988.9

Untuk mengantisipasi agar Irak tidak menggunakan senjatanya yang sangat berbahaya tersebut, maka Dewan Keamanan (DK) PBB meresolusi Irak

6

Gas Sarin dan VX merupakan senjata yang dapat menyerang sistem saraf otak, senjata tersebut dimasukkan ke dalam rudal balistik. Lihat dalam Harmiyati, Dimensi Teknologi, h. 33

7

Botulinum adalah racun yang dikenal paling mematikan. Racun tersebut menyerang kemampuan sistem saraf untuk melepaskan asetilkolin yang menimbulkan kelumpuhan. Satu gram kristal toksin, bisa membunuh 1 juta orang; Aflatoksin merupakan racun yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus yang tumbuh pada kacang tanah, jagung, dan tumbuhan organik lainnya. Racun ini menyebabkan penyakit hati dalam manusia. Racun ini digunakan sebagai senjata dalam peperangan hayati; Anthraks adalah penyakit yang disebabkan bakteri yang disebarkan melalui bahan organik yang dimakan oleh hewan ternak yang kemudian dikonsumsi oleh manusia. Anthraks juga menimbulkan penghancuran sel dan menolak system kekebalan tubuh manusia. Lihat dalam “Weapon Mass Destruction (WMD)”, dikutip pada 22 Maret 2011 pkl. 21:310 dari http://www.globalsecurity.org/cgi-bin/texis.cgi.

8 “Kontroversi Senjata Kimia dan Biologi Irak, Harian Kompas edisi 04 November 2003.

9

Choirul, “Perintahkan Pembunuhan Suku Kurdi”, diakses pada 18 April 2011 pkl. 19:

No. 661 pada 6 Agustus 1990.10 Resolusi tersebut berisikan agar Irak mengembalikan kedaulatan Kuwait seutuhnya dengan meninggalkan dan tidak menyerang, dan larangan transaksi ekonomi terhadap negara-negara lain terutama dalam hal ekspor minyak.

Selain itu, pada tanggal 3 April 1992 DK PBB juga meresolusi kembali No. 687 yang ditujukan untuk melucuti senjata kimia, senjata biologi, dan senjata balistik serta dikirimnya IAEA untuk memonitoring pelaksanaan dari pelucutan.11 Dalam hajat penghancuran tersebut, antara pihak inspeksi PBB dan pihak Irak sendiri melakukan kesalahan yang cukup fatal. Irak berusaha menyembunyikan kekuatan senjata pemusnah massalnya dengan melakukan penghancuran sepihak tanpa kontrol dari tim inspeksi PBB.12 Selain itu, Tim Inspeksi PBB juga diketahui terlibat dengan mata-mata di Irak untuk kepentingan Central Intelligence Agency (CIA) dan Mossad yang jelas-jelas bukan bagian dari PBB.

Pada 8 November 2002, PBB mengeluarkan Resolusi No. 1441.13 Resolusi ini bertujuan untuk menghancurkan senjata pemusnah massal miliknya yang ditandai dengan kembalinya tim inspeksi PBB ke Irak. Hal ini didukung oleh Inggris yang membenarkan tuduhan AS terhadap Irak yang tiada hentinya

10

Dengan meninggalkan Kuwait, Irak otomatis tidak akan menyerang Kuwait. Sanksi ekonomi ini juga dimaksudkan agar militer Irak melemah akibat menurunnya kekuatan ekonomi yang berimbas pada pengembangan program militernya. Selain itu, untuk mengganggu stabilitas politik pemerintahan, mengakhiri penyebaran senjata nuklir, dan mendapatkan konpensasi dari Irak terhadap negara lain. Lihat dalam Yusron Bahauddin Ambarry, “Penerapan Sanksi Ekonomi PBB Terhadap Irak dan Faktor Kegagalannya”, (Tesis Jurusan Hubungan Internasional Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia 2002), h. 19-23.

11 “UN Security Council Resolution 687, 707 and 715 and their implications for the termination all activities of nuclear proliferation-prone-And the law of the technical assessment”,

diakses pada 13 April 2011 pkl. 18:41, dari http://nuclearweaponarchive.org/Iraq/andre/ISR.I-96-06.pdf.

12 Nanang Pamuji, “Dilema Barat Terhadap Irak”, Harian Suara Pembaruan, edisi 13

Maret 2002.

13“Resolution 1441 (2002)” Adopted by the Security Council at its 4644th meeting, on 08 November 2002, diakses pada tanggal 09 Januari 2011 pkl. 20:58, dari http://www.un.org/Depts/unmovic/new/documents/resolutions/s-res-1441.pdf.

didengungkan.14 Dukungan tersebut dilakukan Inggris dengan menyatakan secara tegas bahwa masalah senjata pemusnah massal Irak, Saddam Hussein dan rezimnya merupakan ancaman bagi ketenteraman dunia. Dalam dukungannya juga, pemerintah Inggris mendapatkan protes dari rakyatnya sendiri atas dukungan terhadap AS tersebut.15 Tony Blair sebagai Perdana Menteri disebut oleh demonstran bahwa Blair hanya ingin menguasai ladang minyak dan invasi yang dilakukan AS tidak seharusnya didukung oleh Inggris karena dianggap akan melukai orang-orang yang tidak berdosa. Meskipun demikian, pemerintah Inggris tetap mendukung invasi tersebut.16

Hubungan Inggris yang pro-AS tersebut sebenarnya dapat dilihat melalui sejarah antara 1945 dan tahun-tahun 1960-an. Sebagian besar orang Inggris masih percaya akan adanya suatu hubungan khusus antara Inggris dan AS dan merupakan inti sistem pertahanan Atlantik. Dalam tahun 1952, suatu tim yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang sangat berpengaruh di Inggris menerangkan, bahwa Inggris masih merupakan suatu kekuatan dunia dengan kepentingan-kepentingan vital di luar Eropa.17

Kembali ke masalah invasi, untuk membenarkan invasi ke Irak, AS menyebutkan bahwa masa kosongnya Irak selama empat tahun dari pengawasan

14

Nur Agustina, “Studi Atas Dukungan Inggris Terhadap Invasi Amerika Serikat Atas

Irak Maret 2003”, (Tesis Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Hubungan

Internasional Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, 2007), h. 21-27.

15 “Anti-war protests under way”, diakses pada 09 Mei 2011 pkl 20:05, dari

http://news.bbc.co.uk.

16

Dukungan pemerintah Inggris juga sebenarnya menjadi pembicaraan hangat di Parlemen. Hal ini terjadi karena Tony Blair sebagai PM Inggris dari Partai Buruh justru lebih terlihat mengarahkan kebijakannya terhadap partai Konservatif Inggris. Dalam tulisan “Studi atas dukungan Inggris..”, Agustina menjelaskan bahwa Blair tidak dapat di berikan impeachment oleh parlemen karena Blair merupakan pemimpin dari partai Buruh yang menjadi partai mayoritas di Parlemen. Lihat juga “British Conservative Party denounces Bush Blair relationship” diakses pada 30 April 2011 pkl. 21: 08, dari http://www.bbc.co.uk.

17

Luhulima, C. P. F., Eropa Sebagai Kekuatan Dunia: Lintasan Sejarah dan Tantangan Masa Depan, (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992), h. 85.

tim inspeksi PBB 1998-2002 memberikan isyarat yang cukup serius, bahwa Irak mengembangkan aktivitas nuklirnya.18 Namun tidak adanya Tim Inspeksi PBB empat tahun di Irak menyulitkan pengawasan perkembangan nuklir di Irak.

Selain itu, AS menyebutkan bahwa Irak sejak 1998 terdapat aktivitas di dekat instalasi nuklir Tuwaitha dan dibangunnya kembali infrastruksur serta pengelolaan uranium sehingga meningkatkan usaha untuk membeli bahan komponen pengelolaan tersebut.19 Irak disebut oleh AS telah membeli uranium dari negara-negara Afrika dalam jumlah yang besar, padahal Irak pada saat itu tidak memiliki reaktor nuklir yang sedang dioperasikan.

Dengan adanya tuduhan yang dilontarkan AS terhadap Irak pada saat itu, setidaknya memberikan gambaran atas sikap AS yang berlebihan atas dugaan awal yang belum jelas buktinya. Dari sini AS dapat dinilai memang sengaja membuat perhitungan terburuk jika senjata pemusnah massal Irak terbukti ada. Hal ini menyangkut juga dengan kehati-hatiannya dalam menilai suatu negara pasca-Tragedi 9/11.

Tuduhan-tuduhan yang ditunjukkan oleh AS seperti di atas justru memperlihatkan ambisinya untuk menyerang Irak. Dengan adanya tuduhan tersebut, Irak pun merespon dengan suatu tindakan yang positif dengan membiarkan tim inspeksi PBB masuk untuk menggeledah seluruh istana Saddam.20 Dari kedua argumen masing-masing, akhirnya menunggu keputusan tim inspeksi PBB adalah kata yang tepat untuk menentukan pihak yang benar meskipun invasi tetap saja terjadi.

18“Senjata Nuklir Antara Isu dan Fakta”, HarianKompas, edisi Senin 4 November 2002.

19

Ibid.

20“Tim PBB Kembali Periksa Istana Saddam Hussein”, diakses pada 15 April 2011 pkl. 04:28 , dari http://www.korantempo.com/news/2003/1/16/Internasional/36.html.

Dengan demikian, meskipun tim inspeksi PBB belum tuntas menentukan kebenaran yang terjadi di Irak, namun AS telah mempersiapkan untuk menyerang Irak.21 Pada 18 Februari 2003 AS mempersiapkan, seratus ribu tentaranya untuk dimobilisasikan di Kuwait. Dengan persiapan tersebut justru mendorong Perancis sebagai negara angota tetap di DK PBB untuk menolak invasi dengan mengajak AS untuk berunding.22 Namun AS tetap bersitegas menginvasi Irak dan tidak mengindahkan penolakan Perancis tersebut. AS justru meyakinkan seluruh masyarakat dunia bahwa AS memang sangat terancam oleh Irak melalui senjata yang dituduhkan AS meskipun belum jelas bukti-buktinya.