• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Kandungan Timbal dan Kadmium pada Hati Ayam Buras dan Hati Ayam Ras Secara Spektrofotometri Serapan Atom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemeriksaan Kandungan Timbal dan Kadmium pada Hati Ayam Buras dan Hati Ayam Ras Secara Spektrofotometri Serapan Atom"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERIKSAAN KANDUNGAN TIMBAL DAN KADMIUM

PADA HATI AYAM BURAS DAN HATI AYAM RAS

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

OLEH:

DESY ERMAYANTI HASIBUAN NIM 111524050

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PEMERIKSAAN KANDUNGAN TIMBAL DAN KADMIUM

PADA HATI AYAM BURAS DAN HATI AYAM RAS

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DESY ERMAYANTI HASIBUAN NIM 111524050

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PEMERIKSAAN KANDUNGAN TIMBAL DAN KADMIUM

PADA HATI AYAM BURAS DAN HATI AYAM RAS

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

OLEH:

DESY ERMAYANTI HASIBUAN NIM 111524050

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 03 Agustus 2013

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Tuty R. Pardede, M.Si., Apt. Drs. Chairul A. Dalimunthe, M.Sc., Apt. NIP 195401101980032001 NIP 194907061980021001

Pembimbing II, Dra. Tuty R. Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001

Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. NIP 195006221980021001 NIP 195191311976031003

Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. NIP 195409101983032001

Medan, Oktober 2013 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Pemeriksaan Kandungan Timbal dan Kadmium pada Hati Ayam Buras dan Hati Ayam Ras Secara Spektrofotometri Serapan Atom”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, teristimewa kepada kedua Orangtuaku tercinta, Ayahanda Gusman Oloan Hasibuan dan Ibunda Derminta Hotna yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan cinta dari kecil hingga saat ini memberikan motivasi dan restu serta materi yang tak ternilai harganya dengan apapun. Saudaraku Bang Andri Usmin Gading, Kak Juniarti Annalia, Kak Yusnani Elvinaria dan Kak Hervina Novita Sari Lubis yang telah memberikan semangat, doa dan menjadi penopang setiap langkahku.

(5)

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan bimbingan dan penyediaan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

2. Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh perhatian hingga Skripsi ini selesai.

3. Bapak Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt., Bapak Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt., dan Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Fathur Rahman Harun M.Si., Apt., selaku dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.

5. Bapak/Ibu staf pengajar di Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik dan membina penulis selama masa pendidikan.

(6)

7. Sahabat-sahabat penulis (Nisa, Tika, Okti, Ayu Sari, Dwinanda, Niki, Maya, Anita, Winda, Anggita, Riski, Vivi, Rama, Dani, bg Subhan, bg Farhan) yang telah membantu, memberikan dukungan dan menjadi penyemangat bagi penulis.

8. Teman-teman ekstensi stambuk 2011 serta kakak dan adik kelas Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dorongan, semangat dan kebersamaannya selama ini, serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi dari skripsi ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan demi peningkatan mutu penulisan Skripsi di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan dan dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang Farmasi. Amiiin.

Medan, 03 Agustus 2013 Penulis,

(7)

PEMERIKSAAN KANDUNGAN TIMBAL DAN KADMIUM

PADA HATI AYAM BURAS DAN HATI AYAM RAS

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ABSTRAK

Hati ayam merupakan organ yang paling sering dikonsumsi masyarakat selain daging dan telur. Bahan ini merupakan salah satu sumber pangan hewani tambahan yang diolah untuk tambahan gizi makanan bayi dan anak-anak dibawah usia lima tahun. Bahan ini dapat berperan penting dalam makanan, khususnya penyediaan sumber mineral yang mudah diabsorbsi oleh tubuh. Oleh karena itu hati ayam harus bebas dari akumulasi logam berat timbal dan kadmium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan timbal dan kadmium pada hati ayam buras dan hati ayam ras.

Analisis kualitatif timbal dan kadmium dilakukan dengan pereaksi dithizon 0,005% dalam suasana pH yang berbeda-beda. Analisis kuantitatif timbal dilakukan dengan cara spektrofotometri serapan atom graphite furnace

pada panjang gelombang 283,3 nm sedangkan kadmium dilakukan dengan cara spektrofotometri serapan atom nyala udara-asetilen pada panjang gelombang 228,8 nm.

Dari hasil penelitian diperoleh kadar timbal pada hati ayam buras dan hati ayam ras, serta kadar kadmium pada hati ayam buras. Kandungan timbal yang tertinggi yaitu pada hati ayam buras bebas yang pola makannya tidak dikontrol dengan kadar (0,0052 ± 0,0006) mg/kg sedangkan kandungan kadmium pada semua jenis hati ayam buras dengan kadar yang hampir sama, yaitu pada hati ayam buras ternak (0,0568 ± 0,0068) mg/kg, hati ayam buras sawah (0,0531 ± 0,0020) mg/kg dan hati ayam buras bebas (0,0503 ± 0,0059) mg/kg. Dari hasil uji statistika menunjukkan bahwa pada hati ayam buras bebas memiliki kandungan kadar timbal paling tinggi diantara keenam sampel, sedangkan kandungan kadar kadmium yang diperoleh tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap semua jenis hati ayam buras. Diperoleh kesimpulan bahwa semua kadar masih dibawah batas maksimum cemaran timbal dan kadmium yang diizinkan. Berdasarkan batas maksimum yang telah direkomendasikan oleh SNI, yaitu pada timbal 1,0 mg/kg dan kadmium 0,5 mg/kg.

(8)

THE EXAMINATION OF LEAD AND CADMIUM

CONTENT IN BURAS CHICKEN LIVER AND RAS

CHICKEN LIVER BY ATOMIC ABSORPTION

SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

Chicken liver is the organ most commonly consumed by people other than meat and eggs. This materialis on eadditional animal food sources are processed for baby food and supplementary nutrition of children under five years of age. This material can be as important role in the food, especially the provision of mineral resources are easily absorbed by the body. Therefore the chicken livers must be free of accumulation of heavy metals lead and cadmium. The purpose of this study was to determine the content of lead and cadmium on buras chicken liver and ras chicken liver.

Qualitative analysis of lead and cadmium reagent dithizon performed with 0.005% in the atmosphere of different pH. Quantitative analysis of lead was done by graphite furnace atomic absorption spectrophotometry at a wave length of 283.3 nm, while cadmium was done by atomic absorption spectrophotometry air-acetylene flame at a wavelength of 228.8 nm.

The result showed lead levels in buras chicken liver and ras chicken liver, and cadmium levels in buras chicken liver. The highest lead level is in the free buras chicken liver diet is not controlled by levels (0.0052 ± 0.0006) mg/kg, while the content of cadmium in all kinds of domestic poultry liver with almost the same level, on the farm buras chicken liver (0.0568 ± 0.0068) mg/kg, buras chicken liver rice (0.0531 ± 0.0020) mg/kg and free buras chicken liver (0.0503 ± 0.0059) mg/kg. From statistical test results showed that the free buras chicken liver contains the highest lead levels among the six samples, while the content of cadmium levels are not obtained significant differences for all types of buras chicken liver. The conclusions are that all levels are still below the maximum limits of lead and cadmium contamination ispermitted. Based on the maximum limits recommended by the SNI, which is the lead of 1.0 mg/kg and cadmium 0.5 mg/kg.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Klasifikasi Ayam ... 5

2.1.1 Ayam Buras ... 5

2.1.2 Ayam Ras ... 6

2.2 Hati Ayam ... 6

2.3 Nutrisi Pakan ... 8

2.3.1 Pakan Ayam Buras ... 8

2.3.2 Pakan Ayam Ras ... 10

2.4 Pencemaran ... 11

(10)

2.5.1 Timbal ... 12

2.5.2 Kadmium ... 14

2.6 Spektrofotometri Serapan Atom ... 16

2.7 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom ... 17

2.8 Gangguan-Gangguan pada Spektrofotometer Serapan Atom ... 20

2.9 Validasi Metode Analisis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.2 Bahan-bahan ... 25

3.2.1 Sampel ... 25

3.2.2 Pereaksi ... 25

3.3 Alat-alat ... 25

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 26

3.4.1 Larutan HNO3 (1:1) ... 26

3.4.2 Larutan HNO3 1 N ... 26

3.4.3 Larutan Dithizon 0,005% ... 26

3.4.4 Larutan NH4OH 1N ... 26

3.4.5 Larutan KCN 10% ... 26

3.5 Prosedur Penelitian ... 26

3.5.1 Pengambilan Sampel ... 26

3.5.2 Penyiapan Bahan ... 27

3.5.3 Proses Destruksi ... 27

3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel ... 27

3.5.5 Analisis Kualitatif ... 28

3.5.5.1 Timbal ... 28

(11)

3.5.6 Analisis Kuantitatif ... 29

3.5.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 29

3.5.6.1.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Timbal 29

3.5.6.1.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kadmium ... 29

3.5.6.2 Penetapan KadarTimbal dan Kadmium dalam Sampel ……….……….. 30

3.5.6.2.1 Penetapan Kadar Timbal dalam Sampel ……….. 30

3.5.6.2.2 Penetapan Kadar Kadmium dalam Sampel ….. ... 30

3.5.7 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 31

3.5.8 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 31

3.5.9 Simpangan Baku Relatif ... ... 32

3.5.10 Analisis Data Secara Statistik ... ... 33

3.5.11 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata ... .... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Analisis Kualitatif ... 37

4.2 Analisis Kuantitatif ... 38

4.2.1 Kurva Kalibrasi Timbal dan Kadmium ... 38

4.2.2 Analisis Kadar Timbal dan Kadmium dalam Sampel 40 4.2.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 41

4.2.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 42

4.2.5 Simpangan Baku Relatif ... . 42

4.2.6 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Timbal dan Kadmium dalam Sampel ... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

(12)
(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kebutuhan Nutrisi Ayam Buras ... 8 Tabel 2.2 Kebutuhan Nutrisi Ayam Ras ... 10 Tabel 3.1 Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95% ... 34 Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif dalam Sampel yang Telah

di Dekstruksi ... 37 Tabel 4.2 Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Timbal dan Kadmium

dalam Sampel ... 40 Tabel 4.3 Persen Uji Perolehan Kembali (recovery) Kadar Timbal

dan Kadmium ... 42 Tabel 4.4 Hasil Uji Beda Nilai Rata-Rata Kadar Timbal dan

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom ... 20

Gambar 2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Timbal ... 39

Gambar 3. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kadmium ... 39

Gambar 4. Ayam Buras ... 49

Gambar 5. Ayam Ras ... 49

Gambar 6. Hati Ayam Sebelum didekstruksi ... 50

Gambar 7. Spektrofotometer Serapan Atom hitachi Z-2000 ... 51

Gambar 8. Neraca Analitik ... 51

Gambar 9. Blender ... 52

Gambar 10. Hot Plate ... 52

Gambar 11. Tanur Stuart ... 53

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Sampel yang Digunakan ... 49

Lampiran 2. Gambar Alat-alat yang Digunakan ... 51

Lampiran 3. Bagan Alir Proses Dekstruksi Kering ... 54

Lampiran 4. Bagan Alir Proses Pembutan Larutan Sampel ... 55

Lampiran 5. Hasil Analisis Kualitatif Timbal dan Kadmium ... 56

Lampiran 6. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Timbal dan Perhitungan Persamaan Garis Regresi Timbal ... 57

Lampiran 7. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Kadmium dan Perhitungan Persamaan Garis Regresi Kadmium ... 59

Lampiran 8. Hasil Analisis Kadar Timbal dan Kadmium dalam Sampel ... 61

Lampiran 9. Contoh Perhitungan Kadar Timbal dan Kadmium dalam Hati Ayam Buras Ternak ... 64

Lampiran 10. Contoh Perhitungan Kadar Timbal dan Kadmium dalam Hati Ayam Buras Sawah ... 66

Lampiran 11. Contoh Perhitungan Kadar Timbal dan Kadmium dalam Hati Ayam Buras Bebas ... 68

Lampiran 12. Contoh Perhitungan Kadar Timbal dan Kadmium dalam Hati Ayam Ras Ternak ... 70

Lampiran 13. Perhitungan Statistik Kadar Timbal dalam Sampel ... 72

Lampiran 14. Perhitungan Statistik Kadar Kadmium dalam Sampel .. 79

Lampiran 15. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantikasi (LOQ) pada Timbal dan Kadmium ... 83

Lampiran 16. Hasil Analisis Kadar Timbal dan Kadmium Setelah Penambahan Masing-masing Larutan Standar pada Sampel ... 85

(16)

Lampiran 18. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kadar

Timbal dan Kadmium dalam Hati Ayam Buras Sawah 89

Lampiran 19. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Timbal dalam Sampel ... 91

Lampiran 20. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Kadmium dalam Sampel ... 94

Lampiran 21. Daftar Kebutuhan Pakan Ternak ... 97

Lampiran 22. Tabel Distribusi t ... 98

(17)

PEMERIKSAAN KANDUNGAN TIMBAL DAN KADMIUM

PADA HATI AYAM BURAS DAN HATI AYAM RAS

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ABSTRAK

Hati ayam merupakan organ yang paling sering dikonsumsi masyarakat selain daging dan telur. Bahan ini merupakan salah satu sumber pangan hewani tambahan yang diolah untuk tambahan gizi makanan bayi dan anak-anak dibawah usia lima tahun. Bahan ini dapat berperan penting dalam makanan, khususnya penyediaan sumber mineral yang mudah diabsorbsi oleh tubuh. Oleh karena itu hati ayam harus bebas dari akumulasi logam berat timbal dan kadmium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan timbal dan kadmium pada hati ayam buras dan hati ayam ras.

Analisis kualitatif timbal dan kadmium dilakukan dengan pereaksi dithizon 0,005% dalam suasana pH yang berbeda-beda. Analisis kuantitatif timbal dilakukan dengan cara spektrofotometri serapan atom graphite furnace

pada panjang gelombang 283,3 nm sedangkan kadmium dilakukan dengan cara spektrofotometri serapan atom nyala udara-asetilen pada panjang gelombang 228,8 nm.

Dari hasil penelitian diperoleh kadar timbal pada hati ayam buras dan hati ayam ras, serta kadar kadmium pada hati ayam buras. Kandungan timbal yang tertinggi yaitu pada hati ayam buras bebas yang pola makannya tidak dikontrol dengan kadar (0,0052 ± 0,0006) mg/kg sedangkan kandungan kadmium pada semua jenis hati ayam buras dengan kadar yang hampir sama, yaitu pada hati ayam buras ternak (0,0568 ± 0,0068) mg/kg, hati ayam buras sawah (0,0531 ± 0,0020) mg/kg dan hati ayam buras bebas (0,0503 ± 0,0059) mg/kg. Dari hasil uji statistika menunjukkan bahwa pada hati ayam buras bebas memiliki kandungan kadar timbal paling tinggi diantara keenam sampel, sedangkan kandungan kadar kadmium yang diperoleh tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap semua jenis hati ayam buras. Diperoleh kesimpulan bahwa semua kadar masih dibawah batas maksimum cemaran timbal dan kadmium yang diizinkan. Berdasarkan batas maksimum yang telah direkomendasikan oleh SNI, yaitu pada timbal 1,0 mg/kg dan kadmium 0,5 mg/kg.

(18)

THE EXAMINATION OF LEAD AND CADMIUM

CONTENT IN BURAS CHICKEN LIVER AND RAS

CHICKEN LIVER BY ATOMIC ABSORPTION

SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

Chicken liver is the organ most commonly consumed by people other than meat and eggs. This materialis on eadditional animal food sources are processed for baby food and supplementary nutrition of children under five years of age. This material can be as important role in the food, especially the provision of mineral resources are easily absorbed by the body. Therefore the chicken livers must be free of accumulation of heavy metals lead and cadmium. The purpose of this study was to determine the content of lead and cadmium on buras chicken liver and ras chicken liver.

Qualitative analysis of lead and cadmium reagent dithizon performed with 0.005% in the atmosphere of different pH. Quantitative analysis of lead was done by graphite furnace atomic absorption spectrophotometry at a wave length of 283.3 nm, while cadmium was done by atomic absorption spectrophotometry air-acetylene flame at a wavelength of 228.8 nm.

The result showed lead levels in buras chicken liver and ras chicken liver, and cadmium levels in buras chicken liver. The highest lead level is in the free buras chicken liver diet is not controlled by levels (0.0052 ± 0.0006) mg/kg, while the content of cadmium in all kinds of domestic poultry liver with almost the same level, on the farm buras chicken liver (0.0568 ± 0.0068) mg/kg, buras chicken liver rice (0.0531 ± 0.0020) mg/kg and free buras chicken liver (0.0503 ± 0.0059) mg/kg. From statistical test results showed that the free buras chicken liver contains the highest lead levels among the six samples, while the content of cadmium levels are not obtained significant differences for all types of buras chicken liver. The conclusions are that all levels are still below the maximum limits of lead and cadmium contamination ispermitted. Based on the maximum limits recommended by the SNI, which is the lead of 1.0 mg/kg and cadmium 0.5 mg/kg.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat mengenal dua jenis ayam, yaitu ayam buras (ayam bukan ras) atau ayam kampung dan ayam ras atau ayam broiler. Ayam buras diberi pakan beragam yaitu dedak, jagung, kacang-kacangan, daun-daunan dan makanan asal hewan misalnya tepung ikan, dan lain-lain sedangkan ayam ras diberi pakan konsentrat. Ayam buras umumnya dipelihara secara bebas mendapatkan makanannya dengan cara mengais tanah, sedangkan ayam ras pemeliharaannya secara intensif diberi pakan konsentrat (Samosir dan Sudaryani, 2003).

Perkembangan peternakan ayam di Indonesia semakin pesat, sehubungan dengan peranannya dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat yang meningkat, yaitu melalui produksi daging dan telur, baik dari ayam buras maupun ayam ras. Dibidang produksi daging ternyata jumlahnya melampaui hasil daging dari jenis ternak yang lain seperti: sapi, kerbau dan babi (Sarwono, 2005).

(20)

Bahan pangan hewani yang layak dikonsumsi harus memenuhi syarat keamanan pangan yaitu aman, sehat, utuh dan halal. Kepedulian masyarakat terhadap keamanan pangan meningkat karena adanya beberapa kasus akibat kontaminasi dari beberapa sumber diantaranya mikroorganisme, pestisida, hormon, antibiotik dan logam berat. Logam berat yang sering mengkontaminasi pangan, pakan, hewan maupun manusia adalah timbal dan kadmium (Darmono, 2001).

Timbal dan kadmium adalah logam berat yang mendapat perhatian khusus karena bersifat toksik. Toksisitas timbal di dalam tubuh manusia yaitu dengan menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb). Hanya sebagian kecil timbal dieksresikan lewat urin atau feses dan sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak dan rambut. Toksisitas kadmium antara lain merusak sistem fisiologi tubuh, seperti sistem urinaria, sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah) dan jantung, kerusakan sistem reproduksi, sistem syaraf, bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan tulang (Widowati, dkk., 2008).

(21)

polusi udara dan rokok. Logam berat melalui udara dapat mengkontaminasi pakan, biji-bijian, air dan tanah sehingga pada sistem pemeliharaan bebas ternak ayam berdampak adanya akumulasi logam berat pada tubuh ayam (Palar, 2008).

Analisis kuantitatif kandungan logam timbal dan kadmium dalam sampel dapat dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom, Spektrofotometri Visibel dan Titrasi Kompleksometri. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti apakah di dalam organ hati ayam yang sering dikonsumsi masyarakat khususnya anak balita mengandung logam timbal dan kadmium, selanjutnya memeriksa kadar kedua logam tersebut pada hati ayam buras dan hati ayam ras dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (Khopkar, 2008).

Dalam penelitian ini penetapan kadar timbal dan kadmium dilakukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom, pemilihan ini didasarkan pada ketelitian alat, kecepatan analisis, tidak memerlukan pemisahan pendahuluan, dapat menentukan kadar logam tanpa dipengaruhi oleh keberadaan logam yang lain dan dapat mengukur sampel dengan konsentrasi yang rendah (Khopkar, 2008).

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah pada hati ayam buras dan hati ayam ras mengandung timbal dan kadmium?

(22)

1.3 Hipotesis

1. Pada hati ayam buras dan hati ayam ras terdapat kandungan timbal dan kadmium.

2. Pada hati ayam buras dan hati ayam ras terdapat kandungan timbal dan kadmium pada kadar tertentu.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kandungan timbal dan kadmium pada hati ayam buras dan hati ayam ras.

2. Untuk mengetahui kandungan kadar timbal dan kadmium pada hati ayam buras dan hati ayam ras dibandingkan dengan batas maksimum cemaran logam berat timbal dan kadmium yang direkomendasikan oleh SNI.

1.5 Manfaat Penelitian

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ayam

Klasifikasi ayam menurut Rahayu HS, I (2011), adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Aves

Ordo : Galliformes (Game birds) Family : Phasianidae (Peasants) Genus : Gallus

Species : Gallus gallus

Masyarakat mengenal dua jenis ayam, yaitu ayam buras (ayam bukan ras) atau ayam kampung dan ayam ras atau ayam broiler. Ayam buras diberi pakan beragam yaitu dedak, jagung, kacang-kacangan, daun-daunan dan makanan asal hewan misalnya tepung ikan, dan lain-lain sedangkan ayam ras diberi pakan konsentrat (Samosir dan Sudaryani, 2003).

2.1.1 Ayam Buras

(24)

Dalam kehidupan sehari-hari, ayam hidup berkeliaran bebas dikebun, sawah atau pekarangan rumah. Ditempat itulah banyak dijumpai pakan berupa limbah pertanian dan sisa-sisa makanan. Ayam sangat rajin mengais tanah dalam upaya mendapatkan makanannya (Sarwono, 2005).

2.1.2 Ayam Ras

Ayam ras atau disebut juga broiler merupakan hasil persilangan dari ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Ayam ras telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya, hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen dengan waktu pemeliharaan intensif yang relatif singkat dan menguntungkan. Oleh karena itu, semakin banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia. Ternak ayam ini telah dikembangkan sangat pesat disetiap Negara. Di Indonesia usaha ternak ayam ras juga sudah dijumpai hampir disetiap provinsi (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).

2.2 Hati Ayam

(25)

Hati ayam merupakan bahan makanan yang sering diolah oleh masyarakat Indonesia. Selain lezat, juga memiliki kandungan zat gizi, protein tinggi dan kaya akan folat, vitamin A, zat besi dan beberapa vitamin B, terutama vitamin B12 yang baik untuk meningkatkan kesuburan serta mencegah kecacatan pada bayi. Kandungan nutrisi penting tersebut menjadikan hati ayam sebagai pilihan yang tepat untuk penderita anemia, ibu hamil atau menyusui. Hati ini dapat diolah menjadi berbagai jenis sajian, mulai dari menjadi campuran bubur ayam, sambal goreng, sampai sate yang lezat dengan memasaknya sampai matang untuk mencegah keracunan makanan yang berasal dari bakteri. Hati ini adalah jenis hati yang mempunyai emulsi cukup halus sehingga mudah diserap oleh usus bayi (Anonim, 2006).

(26)

mutagenik), resisten terhadap antibiotik sendiri dan alergi (bintik-bintik dan gatal-gatal pada kulit) (Anonim, 2006).

2.3 Nutrisi Pakan

Fungsi makanan yang diberikan pada ayam untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, membentuk sel-sel dan jaringan tubuh, serta menggantikan bagian yang rusak dan untuk keperluan berproduksi (Rahayu, dkk., 2011).

Zat-zat gizi yang diperlukan ayam adalah karbohidrat, lemak, protein, serat kasar, mineral dan vitamin. Karbohidrat, lemak dan protein akan membentuk energi sebagai hasil pembakarannya (Rahayu, dkk., 2011).

2.3.1 Pakan Ayam Buras

Menurut Cahyono (1998), sumber bahan pakan yang mengandung zat esensial bagi pertumbuhan ayam buras adalah sebagai berikut (Tabel 2.1). Tabel 2.1 Kebutuhan Nutrisi Ayam Buras

No. Zat Sumber Bahan Pakan Pengaruhnya Terhadap

Pertumbuhan 1. Karbohidrat Jagung, beras, bekatul,

kedelai, sorgum, dedak padi

Menghasilkan energi & panas. Defisiensi zat

karbohidrat akan

menghambat proses metabolisme tubuh, ayam menjadi lemas tidak bertenaga

2. Protein Tepung daging, tepung

cacing, tepung ikan, tepung bekicot, tepung darah, tepung tulang, tepung kepiting, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, kacang kedelai, kacang hijau, kacang tanah, bungkil kacang kedelai

Untuk pembentukan dan pertumbuhan jaringan tubuh seperti, urat, daging, kulit dan pembentukan enzim.

Defisiensi protein menyebabkan

(27)

3. Lemak Kacang tanah, bungkil kelapa, dedak halus, kacang kedelai, bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, tepung ikan, tepung daging

Sebagai sumber tenaga dan melarutkan beberapa vitamin seperti vitamin A, D, E dan K.

4. Vitamin Hijauan/sayuran, jagung dan biji-bijian lainnya, minyak hati ikan, tepung ikan, dedak, bekatul

Berfungsi sebagai zat pengatur didalam tubuh untuk pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan serta melancarkan proses metabolisme tubuh.

Vitamin dikelompokkan menjadi vitamin yang larut didalam lemak yaitu A, D, E, K dan vitamin yang larut didalam air yaitu vitamin B1, B2, B6, B12 dan vitamin C.

5. Mineral Biji-bijian, bungkil-bungkil, tepung tulang, garam dapur, kulit kerang, tepung daging

Untuk pertumbuhan tubuh. Defisiensi zat ini menyebabkan

terganggunya proses pertumbuhan.

(28)

2.3.2Pakan Ayam Ras

Pakan konsentrat ayam ras mengandung nutrisi dengan jumlah yang berbeda sesuai dengan kebutuhan untuk setiap tahap pertumbuhan ayam. Menurut Murtidjo (1994), kebutuhan nutrisi ayam pada setiap tahapan umur adalah sebagai berikut (Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Kebutuhan Nutrisi Ayam Ras

Nutrisi Makanan Umur Ayam (Minggu)

0-8 8-13 13-18 18-dst Bibit

Energi, kcal/kg 2.900 2.900 2.900 2.850 2.850

Protein % 18 15 12 15 15

Vitamin A, I.U. 1.500 1.500 1.500 400 400

Vitamin D, I.U. 200 200 200 500 500

Vitamin E, I.U. 10 5 5 5 10

Vitamin K 1, mg 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Thiamin, mg 1,8 1,3 1,3 0,8 0,8

Riboflavin, mg 3,6 1,8 1,8 2,2 3,8

Panthothenic acid, mg 10 10 10 2,2 10

Niacin, mg 27 11 11 10 10

Piridoxin, mg 3 3 3 3 4,5

Biotin, mg 0,15 0,10 0,10 0,10 0,15

Kholin, mg 1.300 500 500 500 500

Folacin, mg 0,55 0,25 0,25 0,25 0,35

Vitamin B12, mg 9 3 3 3 3

Linoleic acid, % 1 0,80 0,80 1 1

Kalsium, % 0,90 0,60 0,60 3,25 2,75

Phospor, % 0,70 0,40 0,40 0,50 0,50

Potassium, % 0,20 0,16 0,16 0,10 0,10

Sodium, % 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15

Copper, mg 800 800 800 800 800

Iodin, mg 0,35 0,35 0,35 0,30 0,30

Iron, mg 80 40 40 50 80

Magnesium, mg 600 400 400 500 500

Mangan, mg 55 25 25 25 33

Selenium, mg 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

Zinc, mg 40 35 35 50 65

(29)

2.4 Pencemaran

Pencemaran merupakan salah satu masalah setiap negara di dunia, terutama di Indonesia. Keadaan tercemar atau terpolusi adalah kondisi yang telah berubah dari bentuk asal menjadi keadaan yang lebih buruk akibat masuknya bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan dapat menjadi pemicu terjadinya pencemaran (Palar, 2008).

Logam berat dapat memasuki tanah melalui sumber yang berbeda-beda, diantaranya: pupuk, pestisida, residu limbah pabrik dan lumpur aktif yang mengandung sejumlah logam berat (Yulipriyanto, 2010).

Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses yang berhubungan dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Awal digunakannya logam pada alat, belum diketahui pengaruh pencemaran pada lingkungan. Proses oksidasi pada logam yang menyebabkan perkaratan merupakan tanda-tanda adanya hal tersebut. Tahun demi tahun ilmu kimia mulai berkembang dengan cepat dengan ditemukannya garam logam (PbNO3, CdCl2, dan lain-lain) serta diperjualbelikannya garam tersebut untuk industri, maka tanda-tanda pencemaran lingkungan mulai timbul (Darmono, 1995).

2.5 Logam Berat

(30)

bersifat racun bagi sel walaupun dalam konsentrasi rendah (Martaningtas, 2005).

Logam berat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu:

1. Logam berat esensial: yaitu logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan logam tersebut akan menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain sebagainya.

2. Logam berat tidak esensial: yaitu logam yang berada dalam tubuh yang belum diketahui manfaatnya dan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr, dan lain-lain.

Efek toksik dari logam ini mampu menghambat kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia maupun hewan (Widowati, dkk., 2008).

2.5.1 Timbal

Timbal adalah logam yang berwarna abu-abu kebiruan, dengan kerapatan yang tinggi, mudah melarut dalam asam nitrat pekat (Svehla, 1979).

Menurut Fardiaz (1992), timbal mempunyai sifat-sifat khusus seperti berikut:

1. Merupakan logam yang lunak, sehingga mudah dipotong dan dibentuk menjadi bentuk lain.

(31)

3. Mempunyai kerapatan lebih besar dibandingkan dengan logam-logam biasa, kecuali emas dan merkuri.

4. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik.

Timbal yang bersifat toksik terhadap manusia, bisa berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit dan mata. Logam ini tidak dibutuhkan manusia sehingga bila makanan dan minuman yang dikonsumsi tercemar Pb, maka tubuh akan mengeluarkannya. Orang dewasa mengabsorbsi timbal sebesar 5-15% dari keseluruhan timbal yang dicerna, sedangkan anak-anak mengabsorbsi timbal lebih besar 41,5% (Widowati, dkk., 2008).

Konsentrasi timbal di udara di daerah perkotaan mencapai 5 sampai 50 kali daripada di daerah pedesaan. Semakin jauh dari perkotaan, semakin rendah konsentrasi timbal di udara. Logam timbal yang ada di udara, terutama bersumber dari buangan (asap) kendaraan bermotor. Logam ini merupakan sisa-sisa pembakaran yang terjadi antara bahan bakar dengan mesin kendaraan. Melalui buangan mesin kendaraan tersebut, unsur Pb terlepas ke udara. Sebagian akan membentuk partikulat di udara bebas dengan unsur-unsur lain, sedangkan sebagian lainnya akan menempel dan diserap oleh daun tumbuh-tumbuhan yang ada disepanjang jalan dan sebagian diserap tanah (Palar, 2008).

(32)

protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak dan rambut (Widowati, dkk., 2008).

Menurut Widowati, dkk., (2008), senyawa timbal dalam konsentrasi tinggi yang terakumulasi ke dalam tubuh akan menimbulkan beberapa gejala, antara lain:

1. Gangguan gastrointestinal, seperti kram perut yang biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah-muntah dan sakit perut yang hebat.

2. Gangguan neurologi, seperti sakit kepala, bingung atau pikiran kacau dan pingsan.

3. Gangguan fungsi ginjal dan gagal ginjal yang akut dapat berkembang dengan cepat.

2.5.2 Kadmium

Kadmium adalah logam putih keperakan, yang dapat melarut dengan lambat dalam asam encer dengan melepaskan hidrogen (disebabkan potensial elektrodanya yang negatif) (Svehla, 1979).

Logam ini berasal dari hasil penambangan, hasil sampingan peleburan Zn dan Pb, pabrik baterai, electroplating, pupuk, pestisida, limbah industri dan rumah tangga. Pelepasan logam ini dari limbah industri dan alam akan menimbulkan pencemaran lingkungan di atmosfer, tanah, dan perairan (Widowati, dkk., 2008).

(33)

1. Mempunyai sifat tahan panas sehingga sangat bagus untuk campuran pembuatan bahan-bahan keramik dan plastik.

2. Sangat tahan terhadap korosi sehingga bagus untuk melapisi pelat besi dan baja.

Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Logam berat ini bergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Kadmium yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya sejumlah kecil berasal dari air minum dan polusi udara. Menurut penelitian yang dilakukan, pemasukan Cd melalui makanan adalah 10-40 mg/hari, sedikitnya 50% diserap oleh tubuh (Widowati, dkk., 2008).

(34)

2.6 Spektrofotometri Serapan Atom

Prinsip dasar Spektrofotometri Serapan Atom adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel. Spektrofotometri Serapan Atom merupakan metode yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini merupakan teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur yang didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom. Komponen kunci pada metode Spektrofotometri Serapan Atom adalah sistem (alat) yang dipakai untuk menghasilkan uap atom dalam sampel (Khopkar, 2008).

Proses yang terjadi ketika dilakukan analisis dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom dengan cara absorbsi yaitu penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar. Atom-atom tersebut menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat atom tersebut. Sebagai contoh timbal menyerap radiasi pada panjang gelombang 283,3 nm; kadmium pada 228,8 nm; magnesium pada 285,2 nm; natrium pada 589 nm serta kalium menyerap pada panjang gelombang 766,5 nm. Dengan menyerap energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom dalam keadaan dasar dapat ditingkatkan menjadi ke tingkat eksitasi. Dasar analisis ini yaitu dengan mengukur besarnya absorbsi oleh atom analit, maka konsentrasi analit tersebut dapat ditentukan (Gandjar dan Rohman, 2007).

(35)

deteksi kurang dari 1 ppm), dan pelaksanaannya relatif sederhana (Gandjar dan Rohman, 2007).

Mesin dengan sistem atomisasi ada beberapa macam yaitu dengan menggunakan nyala (flame) dan dengan menggunakan pembakaran (graphite

furnace). Mesin yang menggunakan sistem nyala disebut flame atomic

absorption spesctrophotometry, biasanya untuk mengukur logam dalam jumlah

relatif besar (dalam ppm) dan dapat juga digunakan untuk mengukur dalam jumlah yang kecil (ppb) dengan menggunakan alat tambahan berupa alat generasi uap (Darmono, 1995).

Mesin dengan sistem pembakaran atau disebut graphite furnace atomic absoption spectrophotometry, biasanya lebih sensitif dan alat ini sering disebut

Zeman AAS yang dapat mengukur logam sampai ppb. Biasanya larutan yang

diperlukan hanya 1-100 µ l dengan temperatur pembakaran mencapai 3000oC (pembakaran secara elektrik). Proses atomisasi dengan temperatur tinggi tersebut dapat menyempurnakan proses pengatoman dari larutan sampel (Darmono, 1995).

2.7 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) terdiri dari:

a. Sumber Sinar

Sumber sinar yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hallow

cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung

(36)

dengan logam tertentu. Setiap pengukuran harus menggunakan lampu katoda berongga khusus, misalnya akan menentukan konsentrasi tembaga dari suatu cuplikan. Maka kita harus menggunakan Hallow Cathode Cu. Hallow Cathode

Cu akan memancarkan energi radiasi yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron atom.

b. Tempat Sampel

Dalam analisis dengan Spektrofotometer Serapan Atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam sumber atomisasi yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu:

1. Dengan nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atom dan untuk proses atomisasi. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasa dihasilkan oleh nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 2200oC. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi.

2. Tanpa nyala (Flameless)

(37)

kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif.

Pemanasan tabung ini dilakukan dengan arus listrik yang biasa berlangsung dalam tiga tahap, yaitu pengeringan, pengabuan dan pembakaran cairan sampel masing-masing dengan temperatur 500, 700, 3000ºC. Semua proses tahapan tersebut berjalan secara elektrik dan otomatik yang dikontrol dengan komputer.

c. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan radiasi yang tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh Hallow chatode lamp dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis.

d. Detektor

(38)

e. Sistem Pengolah (Amplifier)

Sistem pengolah atau Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil atau Readout.

f. Pencatat hasil (Readout)

[image:38.595.116.496.378.531.2]

Pencatat hasil atau Readout merupakan suatu alat penunjuk atau suatu sistem pencatatan hasil yang berupa hasil pembacaan. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi. Menurut Gandjar dan Rohman (2007), susunan komponen alat Spektrofotometri Serapan Atom dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom

2.8 Gangguan-Gangguan pada Spektrofotometer Serapan Atom

(39)

Interferensi secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu interferensi spektral dan interferensi kimia. Interferensi spektral disebabkan karena adanya gangguan absorbansi antara bahan pengganggu dengan bahan yang diukur, karena rendahnya resolusi monokromator. Karena sempitnya garis emisi pada sumber hallow cathode maka interferensi garis spektral atom jarang terjadi. Sedangkan interferensi kimia disebabkan adanya reaksi kimia selama atomisasi, sehingga merubah sifat-sifat absorbs yang dapat dieliminasi dengan temperatur nyala yang tinggi (Khopkar, 2008).

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometri serapan atom sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom di dalam nyala.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan oleh bukan dari absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.

(40)

2.9 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis diuraikan dan didefenisikan sebagaimana cara penentuannya yaitu kecermatan, keseksamaan, selektivitas, linearitas dan rentang, batas deteksi dan batas kuantitasi (Harmita, 2004).

a. Kecermatan (akurasi)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya yang merupakan ukuran ketepatan posedur analisis. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.

(41)

Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu: - Metode simulasi

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).

- Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali.

Menurut Ermer (2005), rentang persen perolehan kembali memenuhi syarat jika nilai persen perolehan kembali berada pada rentang 80% -120%. b. Keseksamaan (presisi)

(42)

memenuhi persyaratan menunjukan adanya keseksamaan metode yang dilakukan.

Nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya adalah tidak lebih dari 32%.

c. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas adalah suatu metode dengan kemampuan hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel.

d. Linearitas dan rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima.

e. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of

quantitation)

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif dan di Laboratorium Penelitian Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Maret 2013 - Mei 2013.

3.2 Bahan-bahan

3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah hati ayam buras dan hati ayam ras yang diambil secara purposif dari tempat yang berbeda di daerah Sunggal (Gambar dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 49).

3.2.2 Pereaksi

Pereaksi yang digunakan adalah pro analisis keluaran E.Merck yaitu HNO3 65%, larutan baku timbal 1000 µg/ml, larutan baku kadmium 1000 µg/ml, asam sulfat 95%, dithizon 98%, ammonium hidroksida 25%, kloroform 99%, kecuali akuabides (PT. Ikapharmindo Putramas).

3.3 Alat-alat

(44)

Hot plate (shott), Alat-alat gelas (Pyrex dan Oberoi) (Gambar dapat dilihat pada Lampiran 2, Halaman 51).

3.4 Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Larutan HNO3 (1:1) v/v

Larutan HNO3 (1: 1) v/v dibuat dengan cara mengencerkan 500 ml HNO3 65% b/v diencerkan dengan air suling 500 ml (Ditjen POM, 1979).

3.4.2 Larutan HNO3 1 N

Larutan HNO3 1 N dibuat dengan cara mengencerkan 69 ml HNO3 65% diencerkan dengan air suling 1000 ml (Ditjen POM, 1979).

3.4.3 Larutan Dithizon 0,005% b/v

Larutan dithizon 0,005% b/v dibuat dengan cara dithizon sebanyak 5 mg dilarutkan dalam 100 ml kloroform (Ditjen POM, 1979).

3.4.4 Larutan NH4OH 1N

Larutan NH4OH 1 N dibuat dengan cara mengencerkan 7,4 ml NH4OH 25% diencerkan dengan air suling 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.5 Larutan KCN 10% b/v

Larutan KCN 10% b/v dibuat dengan cara Kristal KCN sebanyak 1 g dilarutkan dalam 10 ml air suling (Ditjen POM, 1995).

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pengambilan Sampel

(45)

atas pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan sampel yang tidak diambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang sedang diteliti (Sudjana, 2005).

3.5.2 Penyiapan Bahan

Sampel berupa hati ayam buras dan hati ayam ras dicuci bersih dengan akuades kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender. Sampel yang telah halus ditimbang masing-masing ± 5 gram dalam kurs porselin yang telah diberi kode sampel. Perlakuan penimbangan dan penetapan kadar timbal dan kadmium dilakukan sebanyak 6 kali.

3.5.3 Proses Dekstruksi Kering

Masing-masing hati ayam yang telah ditimbang sebanyak ± 5 gram dalam kurs porselen, ditambah 10 ml HNO3 (p) lalu didekstruksi menggunakan

hot plate dengan suhu 100oC sampai mengarang, lalu diabukan di tanur, mula-mula pada temperatur 100oC dan secara perlahan-lahan dinaikkan interval 25oC setiap 5 menit sampai temperatur menjadi 500oC dan pengabuan dilakukan selama 36 jam. Setelah itu dibiarkan dingin di dalam desikator. Kemudian abu dilarutkan dalam 10 ml HNO3 (1:1) dan dipanaskan di atas hot plate dengan suhu 100oC sampai kering, kemudian ditanur pada suhu 500oC selama 1 jam (Isaac, 1990). Bagan alir proses dekstruksi kering dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 54.

3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel

(46)

porselin dibilas dengan akuabides sebanyak 3 kali. Hasil pembilasan dimasukkan ke dalam labu tentukur. Setelah itu dicukupkan volumenya dengan akuabides hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no. 42 dengan membuang 5 ml larutan pertama hasil penyaringan untuk menjenuhkan kertas saring (Isaac, 1990). Larutan ini digunakan untuk analisis kualitatif dan analisis kuantitatif timbal dan kadmium. Bagan alir proses pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 55. 3.5.5 Analisis Kualitatif

3.5.5.1 Timbal

Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 ml larutan sampel, diatur pH=8,5 dengan penambahan ammonium hidroksida 1N, dimasukkan kalium sianida, ditambahkan 5 ml dithizon 0,005%, dikocok kuat, dibiarkan lapisan memisah. Terbentuk warna merah tua berarti sampel mengandung Pb (Fries dan Getrost, 1977).

3.5.5.2 Kadmium

(47)

3.5.6 Analisis Kuantitatif

3.5.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi

3.5.6.1.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Timbal

Larutan standar timbal (konsentrasi1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan 10 ml HNO3 1 N dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 10 µg/ml).

Larutan standar timbal (konsentrasi 10 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan 10 ml HNO31 N dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 0,1 µg/ml).

Larutan standar timbal (konsentrasi 0,1 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan 5 ml HNO3 1 N dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 0,01 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi timbal dibuat dengan memipet larutan standar timbal (konsentrasi 0,01 µg/ml) sebanyak (1,25; 2,5; 3,75; 5; dan 6,25) ml. Dimasukkan masing-masing ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambahkan 2,5 ml HNO31 N dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (larutan ini mengandung 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 dan 2,5) ng/ml dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 283,3 nm dengan graphite furnace.

3.5.6.1.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kadmium

(48)

Larutan untuk kurva kalibrasi kadmium dibuat dengan memipet larutan standar kadmium (konsentrasi 1 µg/ml) sebanyak (0,4; 0,6; 0,8; 1 dan 1,2) ml. Dimasukkan masing-masing kedalam labu tentukur 100 ml, dtambahkan 10 ml HNO31 N dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides. Larutan ini mengandung (4; 6; 8; 10 dan 12) ng/ml dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 228,8 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.5.6.2 Penetapan KadarTimbal dan Kadmium dalam Sampel

3.5.6.2.1 Penetapan Kadar Timbal dalam Sampel

Larutan sampel hasil destruksi diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 283,3 nm dengan graphite furnace. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan standar timbal. Konsentrasi timbal dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.2.2 Penetapan Kadar Kadmium dalam Sampel

(49)

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), kadar timbal dan kadmium dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Kadar (ng/g) =

������

Keterangan: C = Konsentrasi logam dalam larutan sampel (ng/ml) V = Volume larutan sampel (ml)

Fp = Faktor pengenceran W = Berat sampel (g)

3.5.7 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Menurut Harmita (2004), batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat di deteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sebaliknya batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

Batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan baku =

∑(

�−��)

2

�−2

Batas Deteksi (LOD) =

3���

�����

Batas Kuantitasi (LOQ) = 10���

�����

3.5.8 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

(50)

kadar logam dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Ermer, 2005).

Larutan baku yang di tambahkan pada sampel yaitu sebanyak 0,25 ml (konsentrasi 100 µg/ml) untuk logam timbal dan sebanyak 0,63 ml (konsentrasi 100µg/ml) untuk logam kadmium.

Sampel yang telah di timbang ± 5gram, ditambahkan 0,25 ml larutan baku timbal (konsentrasi 100 µg/ml) dan 0,63 ml larutan baku kadmium (konsentrasi 100 µg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur dekstruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Prosedur pengukuran uji perolehan kembali dilakukan sama dengan prosedur penetapan kadar sampel.

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

Persen Perolehan Kembali = ��−��

100 %

Keterangan: CA = Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku CF = Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku C*A = Kadar larutan baku yang ditambahkan

3.5.9 Simpangan Baku Relatif

(51)

relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan.

Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah sebagai berikut:

RSD = ×100%

X SD

Keterangan:

X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

RSD = Relative Standard Deviation

3.5.10 Analisis Data Secara Statistik

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), kadar timbal dan kadmium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik dengan metode standar deviasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

SD =

(

)

1 -n X -Xi 2

Keterangan: Xi = Kadar sampel

X = Kadar rata-rata sampel n = Jumlah pengulangan

Kadar timbal dan kadmium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing keenam larutan sampel, diuji secara statistik dengan uji Q.

Untuk mengetahui data ditolak atau diterima dilakukan dengan uji Q yang dapat dihitung dengan rumus:

Qhitung =

(52)
[image:52.595.113.498.212.355.2]

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Q pada Tabel 3.1, apabila Qhitung > Qkritis maka data tersebut ditolak.

Tabel 3.1 Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95 %

Menurut Sudjana (2005), untuk menentukan kadar timbal dan kadmium di dalam sampel dengan interval kepercayaan 95, α = 0,05, dk = n-1, dapat di gunakan rumus:

µ = X ± t (½

α,dk) x (SD/

n )

Keterangan : µ = Interval kepercayaan X = Kadar rata-rata sampel

t = Harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 α = Tingkat kepercayaan

SD = Standar deviasi n = Jumlah pengulangan

Banyak Data Nilai Qkritis

4 0,831

5 0,717

6 0,621

7 0,570

(53)

3.5.11 Pengujian Beda Nilai Rata-rata

Menurut Sudjana (2005), sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan varians (σ) tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah varians kedua populasi sama (σ1 = σ2) atau berbeda (σ1 ≠ σ2) dengan menggunakan rumus:

F0 =

12

22 Keterangan : F0 = Beda nilai yang dihitung

S1 = Standar deviasi sampel 1

S2 = Standar deviasi sampel 2

Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji

dengan distribusi t dengan rumus:

to =

(�1−2)

���1/�1+1/�2

Sp

=

(�1−1)�12 + (�1−1)�22

1+�2−2

Keterangan: X1 = Kadar rata-rata sampel 1

X2 = Kadar rata-rata sampel 2

Sp = Simpangan baku

n1 = Jumlah pengulangan sampel 1

n2 = Jumlah pengulangan sampel 2

S1 = Standar deviasi sampel 1

(54)

Dan jika Fo melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan

rumus:

to =

(�1−2)

����12/�1+�22/�2

Keterangan: X1 = Kadar rata-rata sampel 1

X2 = Kadar rata-rata sampel 2

Sp = Simpangan baku

n1 = Jumlah pengulangan sampel 1

n2 = Jumlah pengulangan sampel 2

S1 = Standar Deviasi sampel 1

S2 = Standar Deviasi sampel 2

Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila to yang diperoleh melewati nilai kritis t, dan

(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kualitatif

[image:55.595.114.498.327.562.2]

Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengetahui ada atau tidaknya ion-ion timbal dan kadmium dalam sampel. Analisis kualitatif ini dilakukan dengan penambahan larutan dithizon 0,005 %. Data dan Gambar dapat dilihat pada tabel dan Lampiran 5, halaman56.

Tabel 4.1. Hasil Analisis Kualitatif dalam Sampel yang Telah di Dekstruksi

No. Sampel Logam Pereaksi

larutan dithizon 0,005 % b/v

Hasil Reaksi

1. Hati Ayam Buras Ternak -

2. Hati Ayam Buras Sawah -

3. Hati Ayam Buras Bebas Pb pH 8,5 -

4. Hati Ayam Ras Ternak 1 -

5. Hati Ayam Ras Ternak 2 -

6. Hati Ayam Ras Ternak 3 -

1. Hati Ayam Buras Ternak Merah muda

2. Hati Ayam Buras Sawah Merah muda

3. Hati Ayam Buras Bebas Cd pH 6,5 Merah muda

4. Hati Ayam Ras Ternak 1 -

5. Hati Ayam Ras Ternak 2 -

6. Hati Ayam Ras Ternak 3 -

Keterangan : Pb + : Merah tua Cd + : Merah muda

(56)

dan pada pH 6,5 memberikan warna merah muda yang menunjukkan adanya ion kadmium pada sampel. Warna yang terbentuk adalah karena terbentuknya kompleks logam dithizonat. Namun analisa untuk ion timbal pada sampel tidak memberikan warna. Hal ini disebabkan karena kadar ion timbal pada sampel yang terlalu kecil sehingga tidak dapat terdeteksi. Kadar batas timbal yang dapat dideteksi dengan menggunakan dithizonat adalah 1 ppm (Fries dan Getrost, 1977).

Hasil absorbansi dengan Spektrofotometer Serapan Atom menunjukkan adanya absorbansi pada panjang gelombang 283,3 nm untuk timbal dan kadmium 228,8 nm. Hal ini juga membuktikan secara kualitatif bahwa sampel mengandung ion timbal dan ion kadmium.

4.2 Analisis Kuantitatif

4.2.1 Kurva Kalibrasi Timbal dan Kadmium

Kurva kalibrasi timbal dan kadmium diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan standar pada panjang gelombang masing-masing. Dari pengukuran kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y= 0,00068 X – 4,3334 x 10-5 untuk timbal, dan Y= 49,6428 x 10-5 X + 10,7146 x 10-5 untuk kadmium.

(57)
[image:57.595.113.498.96.326.2]

Gambar 2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Timbal

Gambar 3. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kadmium

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) timbal sebesar 0,9980 dan kadmium sebesar 0,9990. Nilai r ≥ 0,97 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (konsentrasi) dan Y Y = 0,00068 X - 4,3334 x 10-5

r = 0,9980

0 0,0002 0,0004 0,0006 0,0008 0,001 0,0012 0,0014 0,0016 0,0018

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

A bs or ban si Konsentrasi (ppb)

Y = 49,6428 x 10-5 X + 10,7146 x 10-5 r = 0,9990

0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,007

0 2 4 6 8 10 12 14

[image:57.595.114.499.347.578.2]
(58)

(absorbansi) (Ermer, 2005). Data hasil pengukuran absorbansi larutan standar timbal dan kadmium dan perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 57 dan Lampiran 7, halaman 59.

4.2.2 Analisis Kadar Timbal dan Kadmium dalam Sampel

Penentuan kadar timbal dan kadmium dilakukan secara Spektrofotometri Serapan Atom dimana sampel terlebih dulu didekstruksi hingga menjadi abu kemudian dilarutkan dan diukur pada Spektrofotometri Serapan Atom. Konsentrasi logam timbal dan kadmium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan standar masing-masing logam. Data dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 61.

Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik (perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14 halaman 72 sampai halaman 79). Hasil analisis kuantitatif kadar timbal dan kadmium dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Timbal dan Kadmium dalam Sampel.

No. Sampel Kadar Timbal

(mg/kg)

Kadar Kadmium (mg/kg) 1 Hati Ayam Buras Ternak 0,0035 ± 0,0010 0,0568 ± 0,0068 2 Hati Ayam Buras Sawah 0,0031 ± 0,0002 0,0531 ± 0,0020 3 Hati Ayam Buras Bebas 0,0052 ± 0,0006 0,0503 ± 0,0059

4 Hati Ayam Ras Ternak 1 0,0039 ± 0,0013 -

5 Hati Ayam Ras Ternak 2 0,0037 ± 0,0010 -

6 HatiAyam Ras Ternak 3 0,0045 ± 0,0010 -

[image:58.595.114.499.527.643.2]
(59)

tertinggi yaitu pada hati ayam buras bebas dengan kadar (0,0052±0,0006) mg/kg sedangkan kandungan kadmium pada semua jenis hati ayam buras dengan kadar yang hampir sama. Hal ini disebabkan faktor sistem pemeliharaan yang cenderung dibebaskan, sehingga mengakibatkan organ hati terjadi pengambilan makanan dari sembarang tempat.

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pada hati ayam buras mengandung timbal dan kadmium, sedangkan pada hati ayam ras hanya mengandung timbal saja, tidak mengandung kadmium dengan kadar masih dibawah batas maksimum cemaran timbal dan kadmium yang diizinkan.

4.2.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Berdasarkan data kurva kalibrasi timbal dan kadmium diperoleh batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) untuk logam tersebut. Dari hasil perhitungan diperoleh LOD untuk pengukuran timbal sebesar 0,2469 ng/ml, untuk kadmium 0,6560 ng/ml, sedangkan LOQ sebesar 0,8232 ng/ml untuk timbal dan 2,1868 ng/ml untuk kadmium.

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat pada Lampiran 15, halaman 83.

4.2.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

(60)

dapat dilihat pada Lampiran 16, halaman 85. Persen recovery timbal dan kadmium dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Persen Uji Perolehan Kembali (recovery) Kadar Timbal dan Kadmium

No. Sampel Logam Recovery

(%)

Syarat rentang persen recovery (%) 1. Hati Ayam

Buras Sawah Timbal 102,04 80-120

2. Hati Ayam

Buras Sawah Kadmium 99,21 80-120

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan kembali (recovery) untuk kandungan timbal pada hati ayam buras sawah adalah 102,04% dan untuk kandungan kadmium adalah 99,21%. Persen

recovery tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang baik pada saat

pemeriksaan kadar timbal dan kadmium dalam sampel. Hasil uji perolehan kembali (recovery) ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan, rata-rata hasil perolehan kembali (recovery) berada pada rentang 80-120% (Ermer, 2005).

4.2.5 Simpangan Baku Relatif

[image:60.595.111.499.195.287.2]
(61)

dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya adalah tidak lebih dari 32%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki presisi yang baik.

4.2.6 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Timbal dan Kadmium dalam Sampel

Pengujian beda nilai rata-rata kadar timbal dan kadmium dalam sampel bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan pada rata-rata kadar timbal dan kadmium antara keenam sampel hati ayam. Uji statistik yang digunakan yaitu uji beda nilai rata-rata kadar timbal dan kadmium antara keenam sampel dengan menggunakan distribusi t pada taraf kepercayaan 95%, jika di peroleh to atau thitung lebih tinggi atau lebih rendah dari range t tabel maka menunjukkan perbedaan kadar yang signifikan antara keenam sampel tersebut. Tabel 4.4 Hasil Uji Beda Nilai Rata-rata Kadar Timbal dan Kadmium

dalam Sampel.

Logam No. Sampel S1 S2 S3 S4 S5 S6

Pb

1. S1 + - + + +

2. S2 + - + + -

3. S3 - - - - +

4. S4 + + - + +

5. S5 + + - + +

6. S6 + - + + +

Cd

1. S1 + +

2. S2 + +

3. S3 + +

Keterangan : S1 = Sampel Hati Ayam Buras Ternak S2 = Sampel Hati Ayam Buras Sawah S3 = Sampel Hati Ayam Buras Bebas

S4 = Sampel Hati Ayam Ras Ternak 1 S5 = Sampel Hati Ayam Ras Ternak 2 S6 = Sampel Hati Ayam Ras Ternak 3 + = Tidak berbeda

[image:61.595.112.497.436.698.2]
(62)
(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa pada hati ayam buras mengandung timbal dan kadmium, sedangkan pada hati ayam ras hanya terdapat kandungan timbal, tidak mengandung kadmium.

(64)

5.2 Saran

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2006). Konsumsi Hati Ayam. Diakses tanggal 05 Juli 2013.

Cahyono, B. (1998). Ayam Buras Pedaging. Ungaran: Trubus Agriwijaya. Halaman 60.

Darmono. (1995). Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Cetakan I. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 9, 129-132.

Darmono. (2001). Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Cetakan I. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 86.

Depkes RI. (1996). Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bharata. Halaman 32.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 650.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 362, 1127, 1165.

Ermer, J. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KGaA. Halaman 171.

Fardiaz, S. (1992). Polusi Air dan Udara.Yogyakarta: Kanisius. Halaman 58. Fries, J., dan Getrost, H. (1977). Organic Reagents For Trace Analysis. Jerman

Darmstat: E. Merck. Halaman 208-209.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 22-23, 305-313, 319-322.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 1 (3): 117-119, 121-122, 127-128, 130.

Isaac, R.A. (1990). Plants inOfficial Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. Edisi ke-15. Georgia: Official Analytical Chemist. Halaman 42.

(66)

Martaningtas, D. (2005). Bahaya Cemaran Logam Berat Rubrik Cakrawala.

Diakses tanggal 15 Juni 2013.

Murtidjo, B.A. (1994). Mengelola Ayam Buras. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 50.

Palar, H. (2008). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Cetakan IV. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 23-25.

Rahayu, HS., Sudaryani, T., dan Santosa, H. (2011). Panduan Lengkap Ayam.

Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 6, 49.

Samosir, D.J., dan Sudaryani, T. (2003). Mengatasi Permasalahan Beternak Ayam. Cetakan 8. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 30, 48.

Sarwono, B. (2005). Beternak Ayam Buras. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 55.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi Keenam. Bandung: Tarsito. Halaman 93.

Svehla, G. (1979). Textbook of Macro and Semimikro Qualitative Anorganic

Analysis. Bagian I. Penerjemah: Lukman Setiono dan Hadyana

Pudjaatmaka. (1990). Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan

Semimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka. Halaman 207, 235.

Tim Karya Tani Mandiri. (2009). Pedoman Budidaya Beternak Ayam Broiler. Bandung: Nuansa Aulia. Halaman 17.

Widowati, W., Sastiono, A., dan Rumampuk, R.J. (2008). Efek Toksik Logam

Pencegahan Dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: Andi

Yogyakarta. Halaman 2-3.

(67)
[image:67.595.131.483.126.400.2]

Lampiran 1. Sampel yang digunakan

Gambar 4. Ayam Buras

[image:67.595.127.485.442.716.2]

Gambar

Tabel 2.1 Kebutuhan Nutrisi Ayam Buras
Tabel 2.2 Kebutuhan Nutrisi Ayam Ras
Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom
Tabel 3.1 Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95 %
+7

Referensi

Dokumen terkait

Deputi Bidang KB dan KR, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan

Pokja ULP/Panitia Pengadaan Pada Satker Deputi Bidang KB dan KR BKKBN Pusat TA 2013 akan melaksanakan pelelangan Sederhana dengan pascakualifikasi untuk paket

Deputi Bidang KB dan KR,Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik ( LPSE ) yang memenuhi persyaratan :.. a) Siup yang masih berlaku

004/ULPD.KALTIM/KPP.PRATAMA.SMD/2016 tanggal 20 Juni 2016 telah melaksanakan pemilihan penyedia untuk Pekerjaan Pengadaan Jasa Konstruksi Pengecoran Jalan Lingkungan KPP

Panitia Pengadaan VTP Kit pada Satuan Kerja Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Pusat akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan

Pada umumnya jumlah sarana ibadah yang terdapat di Desa Pariksabungan.. adalah 8 (unit) bangunan gereja dan tidak mempunyai masjid ataupun

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara