• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Keterbukaan Perdagangan Terhadap Kinerja Manufaktur Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Keterbukaan Perdagangan Terhadap Kinerja Manufaktur Di Indonesia"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP

KINERJA MANUFAKTUR DI INDONESIA

WAHYU DYAH NOVITASARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul dampak keterbukaan perdagangan terhadap kinerja manufaktur di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

Wahyu Dyah Novitasari

(4)

RINGKASAN

Wahyu Dyah Novitasari. Dampak Keterbukaan Perdagangan Terhadap Kinerja Manufaktur di Indonesia. Dibimbing oleh SRI HARTOYO dan LUKYTAWATI ANGGRAENI.

Keterbukaan dalam perdagangan mendorong adanya liberalisasi yang mempercepat proses modernisasi suatu negara sehingga identik dengan industrialisasi. Indonesia yang menganut small open liberalization dalam perdagangannya telah membawa perubahan terhadap perekonomian yang semula identik dengan sektor pertanian kemudian beralih menjadi industri. Sektor industri manufaktur merupakan komponen utama penggerak dalam pembangunan perekonomian nasional dan berkontribusi sebesar 20-30 persen dalam pembentukan PDB Indonesia selama dua puluh tahun terakhir. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu produktivitas dan sumberdaya. Tujuan dari penelitian ini adalah membangun analisis empiris mengenai dampak keterbukaan perdagangan internasional terhadap kinerja sektor manufaktur. Ukuran kinerja manufaktur yang digunakan adalah kinerja produktivitas yaitu dengan pendekatan nilai tambah manufaktur dan kinerja perdagangan dengan pendekatan daya saing.

Estimasi mengenai dampak keterbukaan perdagangan terhadap kinerja manufaktur menggunakan data sekunder runtun waktu dari tahun 1988-2015 dengan variabel jumlah tenaga kerja, pembentukan modal, export openness, import openness dan dummy krisis sebagai variabel independen kemudian nilai tambah manufaktur sebagai variabel independen. Tahap estimasi yang dilakukan melalui tiga tahap, dimana pada tahap pertama yaitu adanya uji stasioneritas, tahap kedua uji kointegrasi dan langkah ketiga estimasi error correction model (ECM).

Hasil analisis menunjukan variabel jumlah tenaga kerja, modal dan export openness dalam jangka panjang ataupun jangka pendek, baik secara parsial maupun simultan signifikan berpengaruh positif terhadap nilai tambah manufaktur. Nilai koefisien error correction term (ECT) sebesar -0.1299 yang menunjukkan kecepatan error correction untuk mengoreksi perilaku tiap variabel dalam jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang cukup lambat yaitu sebesar 12.99 persen.

Peningkatan kinerja produktivitas manufaktur dapat dilakukan dengan menambahkan faktor input produksi yaitu jumlah tenaga kerja dan modal. Dengan bertambahnya input produksi diharapkan akan meningkatkan output produksi sehingga meningkatkan nilai tambah manufaktur. Peningkatan kinerja perdagangan manufaktur dapat dilakukan dengan meningkatkan daya saing produk. Langkah untuk meningkatkan daya saing produk adalah dengan memberikan nilai tambah bagi komoditas yang akan diekspor serta melakukan diversifikasi terhadap produk ekspor manufaktur.

(5)

SUMMARY

Wahyu Dyah Novitasari. The Impact of Trade Openness on Manufacturing Performance in Indonesia. Supervised by SRI HARTOYO and LUKYTAWATI ANGGARENI.

Openness in trade contribute to the liberalization that expedite the modernization a country that synonymous with industrialization .Indonesia are small open liberalization in its trade has brought amendments to the economy was synonymous with the agricultural sector later turned into an industry sector. Manufacturing sector is a major component locomotion in national economic development and contributing to 20-30 percent in the formation of economics growth been twenty years .Improve economic growth can be done by two approaches the productivity and resources. The purpose of this research is to build empirical analysis on The impact of openness trade on performance the manufacturing sector . Performance indicators manufacturing used is a productivity namely by approach manufacturing value added and performance trade with approach competitiveness.

Estimation on the impact of openness trade on the performance of manufacturing use secondary data timeseries from year 1988-2015 with variable the amount of labor, capital formation, export openness, import openness and dummy the crisis as the independent variable then manufacturing value added as the independent variable. The estimate made it through three stages, where in the first phase namely the test stasioneritas, the second phase test cointegration and the last step is to apply estimation error correction model ( ECM).

The analysis showed variable the amount of labor, capital and export openness in the long term or short term, both directly and significant partial simultaneous influential positive on manufacturing value added. The error correction term ( ECT) of -0.1299 showing speed error correction to correct every variable behavior in the short term to balance the long term moderately slow about 12.99 percent.

Increasing the manufacturing productivity can be done by adding the production input the sum labor and capital. The rising production input is expected to boost output production raising manufacturing value added. Increasing the manufacturing trade can be done by improving competitiveness products. Measures to improve competitiveness of the product is by adding additional value for commodities to be exported and diversify in the manufacturing exports.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

DAMPAK KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP

KINERJA MANUFAKTUR DI INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

(8)
(9)
(10)

Judul Tesis : Dampak Keterbukaan Perdagangan Terhadap Kinerja Manufaktur di Indonesia

Nama : Wahyu Dyah Novitasari

NIM : H151137184

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS Ketua

Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala

atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian dengan tema perdagangan internasional yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini berjudul “Analisis Keterbukaan Perdagangan dan Pertumbuhan Manufaktur di Indonesia”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini. Apresiasi dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan secara khusus kepada:

1. Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama proses penelitian ini.

2. Dr Tanti Novianti SP MSi sebagai penguji utama dan dosen penguji dari komisi akademik yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

3. Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi selaku Ketua Program Studi beserta jajaran selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPs IPB dan semua dosen yang telah mengajar penulis.

4. Biro Organisasi dan Kepegawaian (Roganpeg) Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPs IPB).

5. Rekan-rekan di Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan dukungan bagi penulis untuk menyelesaikan penyusunan tesis ini.

6. Teman-teman kuliah kelas khusus IPB-Kemendag batch 1 dan 2 maupun kelas reguler atas segala bantuannya selama penulis menyelesaikan pendidikan di IPB.

7. Orang tua dan keluarga besar penulis yang senantiasa mendoakan, mendukung dan kesabarannya sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan ini. Kepada sahabat-sahabat tercinta atas segala semangat dan kasih sayang dalam suka duka menemani perjalanan penyelesaian kuliah ini.

Besar harapan penulis bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan bermanfaat untuk pengembangan penelitian di masa mendatang

Bogor, Januari 2017

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 7

2. TINJAUAN PUSTAKA 8

Tinjauan Teoritis 8

Tinjauan Empiris 15

Alur Pemikiran 18

Hipotesis Penelitian 19

3. METODE PENELITIAN 20

Jenis dan Sumber Data 20

Metode Analisis 20

Spesifikasi Model 22

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29

Perkembangan Kinerja Perdagangan Indonesia 29

Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Indonesia 34 Dampak Keterbukaan Perdagangan dan Input terhadap Nilai Tambah

Manufaktur 35

Pengaruh Faktor Guncangan dan Random Shock Modal, Jumlah Tenaga Kerja dan Keterbukaan Perdagangan terhadap Nilai tambah 41 Pengaruh Variabilitas yang Mempengaruhi Nilai Tambah dalam Model. 43

5. SIMPULAN DAN SARAN 45

Simpulan 45

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 51

(13)

DAFTAR TABEL

1. Klasifikasi industri manufaktur menurut ISIC dua digit 8

2. Jenis dan sumber data 20

3. Perkembangan perdagangan manufaktur Indonesia tahun 1996 -2014 30

4. Sepuluh komoditas unggulan sektor manufaktur Indonesia tahun

2010-2015 31

5. Sepuluh komoditas impor manufaktur Indonesia tahun 2010-2015 33

6. Perkembangan input manufaktur dan perdagangan Tahun 1996-2015 34

7. Uji stasioner Phillip-Perron 36

8. Uji stasioner ECT 37

9. Model jangka panjang hubungan nilai tambah manufaktur dengan

input 38

10. Model jangka pendek hubungan nilai tambah manufaktur dengan

input 38

DAFTAR GAMBAR

1. Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB di Indonesia tahun

1990-2015 2

2. Pangsa perdagangan sektor manufaktur Indonesia tahun 1980-2015 3

3. Keterbukaan perdagangan, nilai tambah manufaktur, pertumbuhan

GDP di Indonesia tahun 1980-2015 5

4. Kerangka pemikiran 19

5. Respon nilai tambah manufaktur terhadap guncangan jumlah tenaga 43

6. Hasil FEVD faktor yang mempengaruhi nilai tambah manufaktur 44

DAFTAR LAMPIRAN

1. Industri-industri pada Sektor Manufaktur Berdasarkan Kategori 52

2. Uji stasioner Phillip-Perron 53

3. Uji Kointegrasi 54

4. Model ECM jangka panjang 55

5. Model ECM jangka pendek 56

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi dari setiap negara di dunia, salah satunya ditunjukkan dengan semakin hilangnya hambatan dalam melakukan perdagangan berupa tarif maupun non-tarif dan semakin lancarnya mobilitas modal antarnegara. Secara teori keterbukaan ekonomi menjanjikan tantangan dan peluang yaitu dengan semakin terbukanya perdagangan antar satu negara dengan negara lainnya dapat memberikan peluang meningkatnya akses pasar produk dalam negeri di pasar internasional sekaligus juga tantangan terhadap daya saing industri dalam negeri terhadap produk luar negeri (Abbas et al.,2016). Menurut Global Competitiveness Index (2016), semakin tinggi indeks market size

suatu negara maka semakin meningkat market accessnya. Jika dilihat dari domestic market size, Indonesia menduduki peringkat 15 pada tahun 2014-2015 sedangkan dari foreign market size menduduki peringkat 23 pada periode yang sama. Namun demikian manfaat yang diterima oleh setiap negara dari keterbukaan ekonomi tidak menunjukkan pola dan besaran yang sama. Bagi sebagian negara berkembang, keterbukaan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi akan tetapi akan berdampak postif bagi negara maju yang telah mengoptimalkan keterbukaannya pada perdagangan.

Salah satu tanda keterbukaan perdagangan adalah adanya liberalisasi perdagangan yang diantaranya berupa penghapusan dukungan domestik, subsidi ekspor dan pembukaan akses pasar yang seluas-luasnya. Secara teoritis, perdagangan bebas dapat memberikan keuntungan secara ekonomi karena meningkatnya akses pasar dan surplus ekonomi secara keseluruhan. Perdagangan bebas juga memberikan sejumlah manfaat, seperti terpenuhinya bahan baku penolong dan barang modal; peningkatan investasi dalam industri; mendorong peningkatan kapasitas (capacity building) untuk peningkatan daya saing industri domestik, dan peningkatan daya beli masyarakat. Namun, perdagangan bebas tidak dapat memberikan manfaat yang besar jika daya saing industri dalam negeri jauh lebih rendah dibandingkan dengan industri luar negeri.

Perdagangan bebas semakin mempecepat proses modernisasi yang membuat suatu negara tidak dapat lepas dari industrialisasi. Kondisi tersebut membawa perubahan terhadap perekonomian Indonesia yang semula identik dengan sektor pertanian beralih menjadi sektor industri. Sektor industri manufaktur merupakan komponen utama penggerak dalam pembangunan perekonomian nasional dan menyumbang hampir mencapai 25 persen dalam pembentukan PDB Indonesia selama dua puluh tahun terakhir. Selain besarnya pangsa industri manufaktur terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja pada industri manufaktur mencapai 21.00 persen dari total tenaga kerja (WDI 2016) pada tahun 2014 sehingga kinerja sektor industri manufaktur mempunyai dampak nyata baik terhadap ekspor, penyerapan tenaga kerja maupun ekonomi secara keseluruhan.

(15)

2

sektor industri memerlukan input dari sektor lain dan outputnya banyak dipakai oleh sektor lain.

Selama lebih dari sepuluh tahun kontribusi sektor industri manufaktur berada disekitar 20-30 persen terhadap PDB. Pada gambar 1 sekitar tahun 2000-2002 terjadi peningkatan kontribusi manufaktur dimana periode tersebut adalah pemulihan kondisi perekonomian setelah krisis Asia 1998 sedangkan tahun 2010 mulai terjadi penurunan kontribusi manufaktur yang mencapai 20 persen. Selama 5 tahun terakhir penurunan kontribusi manufaktur bisa disebabkan oleh banyak faktor diantaranya segi produksi, investasi, perdagangan maupun keadaan makroekonomi.

Sumber : Bank Indonesia, 2016 (diolah)

Gambar 1 Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB di Indonesia tahun 1990- 2016

Salah satu komponen pertumbuhan sektor manufaktur adalah sektor perdagangan. Ekspor manufaktur akan mendorong terjadinya persaingan dan spesialisasi dalam hal produksi; skala ekonomi; alokasi sumber daya yang lebih baik dan peningkatan nilai tambah. Sementara itu peranan impor dari sisi konsumsi, impor dapat mendorong kompetisi antara barang dari luar negeri dan barang dalam negeri. Selanjutnya, impor akan mendorong percepatan alih teknologi yang dapat meningkatkan nilai tambah sektor manufaktur, khususnya jika yang diimpor adalah mesin dan barang modal. Oleh karena itu, pertumbuhan sektor manufaktur suatu negara tergantung pada sifat dari barang yang diimpor.

(16)

3 Pada periode 1998 hingga 2000, peningkatan pangsa ekspor manufaktur cukup tinggi hingga lebih dari 50 persen dari total ekspor Indonesia dimana saat itu pemulihan perekonomian akibat Asia Financial Crisis. Krisis yang melanda Asia saat itu membuat nilai tukar rupiah terdepresiasi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor Indonesia. Seiring dengan pemulihan kondisi perekonomian Asia, kinerja ekspor manufaktur Indonesia mulai mengalami penurunan pada periode 2002 hingga periode selanjutnya. Hal yang sama juga terjadi pada kinerja impor manufaktur, dimana mencapai penurunan hingga 50 persen. Pengaruh impor manufaktur ternyata lebih besar dalam pertumbuhan perekonomian karena pangsa impor manufaktur lebih besar dibandingkan dengan pangsa ekspornya.

1997; 42.34

Gambar 2 Pangsa perdagangan sektor manufaktur Indonesia tahun 1980-2015 Kinerja perdagangan industri manufaktur oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dipengaruhi oleh iklim usaha yang belum kondusif, penguasaan teknologi yang masih lemah, dan kualitas serta jumlah sumber daya belum memadai. Hal ini terlihat dari nilai indeks ease of doing business di Indonesia yang masih tergolong besar yaitu peringkat 91 pada tahun 2016 (World Bank 2016) sedangkan faktor eksternal dari persaingan di pasar internasional yang menawarkan produk sejenis yang lebih murah dan krisis ekonomi yang melanda sebagai negara di dunia barat. Dalam teori liberalisasi menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat efisiensi suatu negara dapat meningkatkan keterbukaan perdagangan, yang berarti bahwa meningkatnya spesialisasi dan pembagian kerja akan meningkatkan produktivitas dan kemampuan ekspor serta kinerja ekonomi. Nilai efisiensi dalam hal ini meliputi labor market efficiency dan goods market efficiency. Menurut

Global Competitiveness Index (2016), Indonesia menduduki peringkat 110 dalam

labor market efficiency pada tahun 2014-2015 sedangkan peringkat 48 dalam goods market efficiency pada tahun yang sama.

Pengaruh krisis ekonomi memberikan dampak pada kinerja perdagangan sektor manufaktur Indonesia. Gambar 2 menunjukan penurunan pangsa ekspor manufaktur salah satu dari akibat krisis ekonomi yang melanda luar negeri seperti

(17)

4

adalah kecenderungan penurunan daya saing di pasar internasional. Penyebabnya antara lain adalah meningkatnya biaya energi dan ekonomi biaya tinggi; masih lemahnya keterkaitan antar industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil menengah, adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen didalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, dan ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi tertentu. Sementara itu, tingkat kapasitas produksi manufaktur masih belum optimal dan ditambah dengan masih tingginya impor bahan baku.

Perumusan Masalah

Keterbukaan dalam perdagangan internasional (trade openness) mendorong adanya liberalisasi, sebagai konsekuensinya yaitu tantangan dan peluang. Semakin terbukanya perdagangan antar satu negara dengan negara lainnya dapat memberikan peluang meningkatnya akses pasar produk dalam negeri di pasar internasional sekaligus juga tantangan terhadap daya saing industri dalam negeri terhadap produk luar negeri. Tingginya ekspor suatu negara menunjukan bahwa negara tersebut mempunyai comparative advantage (daya saing) dari komoditi yang diekspornya serta mempunyai efisiensi dan produktivitas yang baik. Peranan perdagangan terhadap pertumbuhan tergantung dari perekonomian suatu negara mampu merubah struktur industri dan merubah pergerakan acuan perdagangannya (terms of trade). Saat ini negara berkembang berada pada posisi yang inferior jika dibandingkan dengan negara maju sehingga keuntungan yang diperoleh dari terms of trade untuk sebagian besar komoditas banyak dinikmati oleh negara-negara maju sesuai dengan penelitian Pilinkiene (2016).

Salah satu peran perdagangan terhadap sektor produksi di dalam negeri yaitu menciptakan spesialisasi produksi sehingga memiliki keunggulan komparatif yang dapat meningkatkan nilai dan volume perdagangan. Kenaikan output produksi dapat menggerakkan kegiatan perekonomian dalam negeri yaitu dengan meningkatkan penggunaan input-input produksi (tenaga kerja, investasi dan bahan baku penolong). Peningkatan penggunaan input produksi, berarti akan meningkatkan pendapatan faktor-faktor produksi

Peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu produktivitas dan sumberdaya. Peningkatan produktivitas terjadi jika dengan menggunakan kuantitas sumber daya yang sama dapat diperoleh produk yang lebih besar. Sedangkan peningkatan kemampuan sumber daya tercermin dari ada tidaknya sumber daya yang idle (menganggur). Sumber daya yang menganggur dapat dipandang sebagai pemborosan dan tidak efisien sistem pasar yang ada. Pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada pertumbuhan produktivitas, yaitu produktivitas total yang seimbang antara pertumbuhan modal dan sumber daya manusia (human capital/ knowledge) sehingga akan menghindarkan dari pertumbuhan ekonomi yang semu.

(18)

5 negatif (Harrison, 1996; Rodriguez dan Rodrik, 2001) Tabi (2011), Hye dan Lau (2012). Perbedaan hasil yang ada menunjukan bahwa tiap negara tidak serta merta mengalami peningkatan produktivitas hanya dengan berperan aktif dalam perdagangan akan tetapi karena memiliki kondisi yang berbeda baik dalam perekonomian maupun kualitas sumber dayanya. Beberapa negara yang memiliki pondasi ekonomi yang kuat dan stabil secara ekonomi (negara maju) memperoleh manfaat lebih banyak terhadap keterbukaan perdagangan yang ditandai dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi maupun sektor industri. Hal ini berkebalikan dengan beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa sebagian negara berkembang mendapatkan efek negatif dari keterbukaan karena kurang mampu mengoptimalkan keterbukaan tersebut. Perbedaan itu menunjukan bahwa didalam perdagangan tidak hanya terdapat aliran barang dan jasa dari pasar internasional, namun juga

1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

P

Gambar 3 Keterbukaan perdagangan, nilai tambah manufaktur, pertumbuhan GDP di Indonesia tahun 1980-2015

Gambar 3 menunjukan pertumbuhan sektor manufaktur memiliki selisih yang kecil dengan pertumbuhan PDB, sedangkan persentase keterbukaan perdagangan memiliki pola yang berbalikan dengan pertumbuhan. Pada saat persentase keterbukaan perdagangan meningkat, pertumbuhan sektor manufaktur dan pertumbuhan PDB justru mengalami penurunan. Hal ini berkebalikan dengan paham yang telah disebutkan diatas yaitu keterbukaan perdagangan memiliki potensi meningkatan pertumbuhan produktivitas. Semakin tinggi persentase keterbukaan perdagangan di Indonesia maka pertumbuhan manufaktur semakin menurun, hal ini sesuai dengan Gambar 3 yang menunjukan selisih antara pertumbuhan manufaktur dengan pertumbuhan ekonomi sangat tipis selama 10 tahun terakhir. Secara empiris keterbukaan perdagangan memberikan efek berkebalikan pada pertumbuhan sektor manufaktur maupun pertumbuhan ekonomi akan tetapi berdasarkan teori dan beberapa studi literatur menunjukan hasil yang berkebalikan.

(19)

6

Penggunaan kinerja manufaktur mengandung dua maksud yaitu kinerja produktivitas dengan pendekatan nilai tambah manufaktur dan kinerja perdagangan dengan pendekatan daya saing. Konsep nilai tambah yaitu besarnya output produksi dikurangi besarnya nilai input (biaya antara) sedangkan konsep daya saing adalah suatu keunggulan pembeda dari yang lain terdiri dari comparative advantage

(faktor keunggulan komparatif) dan competitive advantage (faktor keunggulan kompetitif). Selain itu tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh krisis ekonomi dan guncangan suatu variabel tertentu terhadap variabel yang lain.

Ide dari penelitian ini diperoleh melalui pemahaman bahwa keterbukaan perdagangan dalam perekonomian memiliki potensi melahirkan pertumbuhan produktivitas. Menurut Dasgupta dan Singh (2006) berdasarkan Kaldor’s first law, semakin besar selisih antara pertumbuhan sektor manufaktur dengan pertumbuhan PDB maka pertumbuhan PDB akan semakin cepat. Hal ini mengimplikasikan bahwa seharusnya pertumbuhan sektor manufaktur melebihi pertumbuhan PDB. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang sudah dijelaskan, peneliti melakukan pengujian empiris terhadap kasus di Indonesia dengan menggunakan sektor manufaktur sebagai tinjauan utamanya, sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan penelitian yaitu:

1. Bagaimana kinerja sektor manufaktur Indonesia.

2. Bagaimana pengaruh keterbukaan perdagangan, penggunaan input produksi (modal tetap dan jumlah tenaga kerja) dan krisis ekonomi terhadap nilai tambah manufaktur.

3. Bagaimana pengaruh faktor guncangan dan random shock terhadap nilai tambah manufaktur, modal tetap dan jumlah tenaga kerja.

4. Seberapa besar variabilitas yang mempengaruhi nilai tambah dalam model. Tujuan Penelitian

Hasil elaborasi data empiris dan latar belakang permasalahan kemudian merujuk pada tujuan penelitian yaitu

1. Menganalisa kinerja sektor manufaktur Indonesia

2. Menganalisa pengaruh keterbukaan, penggunaan input produksi (modal tetap dan jumlah tenaga kerja) dan krisis ekonomi terhadap nilai tambah manufaktur.

3. Menganalisa pengaruh faktor guncangan dan random shock terhadap nilai tambah manufaktur, modal tetap dan jumlah tenaga kerja dalam model. 4. Menganalisa besarnya variabilitas yang mempengaruhi nilai tambah dalam

model.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penulisan penelitian ini selain untuk mengaplikasi teori adalah: 1. Sumber informasi ilmiah dan salah satu referensi bagi pemerintah dalam perumusanan kebijakan, maupun program dalam rangka meningkatkan kinerja industri terutama sektor manufaktur yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi pemerintah Indonesia.

(20)

7 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup data yang digunakan dalam penelitian meliputi seluruh komoditi berdasarkan pengelompokan pada ISIC (International Standard Industrial Classification for All Economic Activities) revisi 3 atau dalam artian menggunakan data agregat manufaktur. Lingkup daya saing untuk memberikan deskripsi tujuan penelitian yang pertama menggunakan harmonized system (HS) 2. Data series waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder nasional dan internasional series tahunan yang dibatasi dalam kurun waktu mulai dari tahun 1988 sampai dengan 2015. Terkait dengan data, penelitian ini menggunakan data nilai tambah manufaktur yang berasal dari World Bank Indicator secara agregat dengan tahun dasar 2010.

Sementara itu, untuk metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif guna menganalisis kondisi dan perkembangan industri manufaktur di Indonesia serta dengan analisis kuantitatif, yaitu analisis daya saing seperti Revealed Comparatif Advantage (RCA) dan Indek Spesialisasi Perdagangan (ISP) dan model error correction (ECM). Analisis daya saing digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama yaitu untuk menganalisis kinerja perdagangan industri manufaktur berdasarkan tingkat daya saing. Sedangkan metode ECM digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua hingga keempat yaitu melihat dampak keterbukaan perdagangan terhadap nilai tambah manufaktur di Indonesia.

Keterbatasan penelitian ini meliputi asumsi yang digunakan baik dalam pemilihan konsep dan model. Konsep kinerja industri manufaktur menggunakan dua pendekatan yaitu kinerja produktivitas dan perdagangan. Kinerja produktivitas manufaktur yaitu nilai tambah manufaktur sebagai parameter pada pendekatan agregate supply (AS) yang diturunkan dari fungsi produksi agregatif neo klasik, dimana produksi ditentukan oleh tenaga kerja dan kapital. Sedangkan dari sisi

agregate demand menggunakan keterbukaan perdagangan yang diperoleh dari

export openness dan import openness.

(21)

8

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teoritis

Pada bab ini, akan dijelaskan beberapa pustaka yang mendukung penelitian antara lain: konsep industri manufaktur, keterbukaan perdagangan, dan konsep daya saing serta beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan pada penelitian ini. Pada bagian terakhir bab ini juga akan dijelaskan kerangka konseptual dari penelitian.

Industri Manufaktur

Industri manufaktur diklasifikasikan menurut produksi utama yang dihasilkan dalam satu tahun berdasarkan International Standard of Industrial Classification

(ISIC) 2, 3, dan 5 digit yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1983 (revisi ke-2). Klasifikasi tersebut selanjutnya disesuaikan dengan keadaan di Indonesia dan dinamakan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dengan kode 3 adalah sektor industri manufaktur (BPS, 2006).

Tabel 1 Klasifikasi industri manufaktur menurut ISIC dua digit Kode ISIC Kelompok Industri

31 Sektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 32 Sektor Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit

33 Sektor Industri Kayu dan Barang-Barang dari Kayu, Termasuk Perabot Rumah Tangga

34 Sektor Industri Kertas dan Barang-Barang dari Kertas, Percetakan, dan Penerbitan

35 Sektor Industri Kimia dan Barang-Barang dari Bahan Kimia, Minyak Bumi, Batu Bara, Karet, dan Plastik

36 Sektor Industri Bahan Galian Bukan Logam, Kecuali Minyak Bumi dan Batu Bara

37 Sektor Industri Logam Dasar

38 Sektor Industri Barang dari logam, Mesin, dan Peralatannya 39 Sektor Industri Pengolahan Lainnya

Sektor industri manufaktur yaitu sektor yang mencakup semua perusahaan atau usaha di bidang industri yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Termasuk dalam sektor ini adalah perusahaan yang melakukan kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling) dari suatu industri (BPS, 2003). Dalam penelitian ini menggunakan data agregat sektor industri manufaktur dengan standart klasifikasi ISIC 2 digit tahun 2000. Dalam standar klasifikasi ISIC 2 digit, sektor industri manufaktur diklasifikasikan dalam sembilan subsektor.

(22)

9 modal serta tahapan kebijakan pemerintah dalam melindungi infant industry

domestik. Dampak kebijakan pemerintah dan keterbukaan terhadap perdagangan dan penanaman modal internasional, selain membuat peranan industri semakin signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, juga menciptakan masalah yang bersifat struktural, misalnya ketergantungan tinggi pada teknologi impor dan utang luar negeri. Sensitivitas sektor industri terhadap gejolak nilai tukar terjadi terutama pada sejumlah perusahaan yang berorientasi pasar domestik tetapi memiliki kandungan bahan baku impor yang tinggi. Beberapa komoditi nonmigas utama, seperti industri kertas dan barang cetakan; industri logam dasar, besi dan baja; serta industri alat angkutan, mesin dan peralatannya, memiliki kandungan bahan baku (BB) impor yang cukup signifikan dengan orientasi pasar lebih banyak ditujukan untuk domestic.

Fungsi Faktor Produksi

Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor Swan pada tahun 1950-an. Menurut Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi tergantung pada ketersediaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan akumulasi modal, serta kemajuan teknologi. Pandangan teori ini disandarkan pada asumsi yang mendasari analisis ekonomi klasik, yaitu perekonomian berada pada tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan tingkat pemanfaatan penuh (full utilization) dari faktor-faktor produksinya. Rasio modal-output (capital-output ratio) dapat berubah-ubah sesuai dengan output yang ingin dihasilkan. Jika lebih banyak modal yang digunakan maka tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit, dan sebaliknya. Fleksibilitas ini menggambarkan suatu perekonomian yang memiliki kebebasan dalam menentukan kombinasi antara modal (capital, K) dan tenaga kerja (labour, L) yang akan digunakan dalam kegiatan produksi.

Teori pertumbuhan neo-klasik dapat disajikan ke dalam bentuk fungsi produksi Cobb-Douglass, yaitu output merupakan fungsi dari tenaga kerja dan modal. Sementara itu, tingkat kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen. Asumsi yang digunakan adalah skala pengembalian yang konstan (constant return to scale, CRTS), substitusi antara modal dan tenaga kerja bersifat sempurna, serta adanya produktivitas marginal yang semakin menurun (diminishing marginal produktivity) dari tiap-tiap inputnya. Menurut Romer (1996), pengukuran pada sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dilakukan oleh Neo-Klasik dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi agregatif yaitu = , . Fungsi tersebut menunjukkan bahwa produksi nasional (Y) ditentukan oleh kapital (K), tenaga kerja (L), dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhinya.

Pertumbuhan Ekonomi dengan Faktor Produksi

(23)

10

peningkatan pendapatan tenaga kerja dan atau peningkatan return to capital. Berarti pendapatan per tenaga kerja tidak bisa meningkat, sehingga tidak ada peningkatan kesejahteraan tenaga kerja, walaupun kesejahteraan penduduk secara keseluruhan bisa meningkat karena lebih banyak tenaga kerja yang bisa diserap oleh pasar kerja.

Pertumbuhan ekonomi yang dikarenakan pertumbuhan input (input driven) akan mempengaruhi perekonomian secara labil, terlebih jika investasi berasal dari modal atau pinjaman luar negeri. Jika terjadi krisis kepercayaan (tidak ada investasi atau pinjaman dari luar negeri), maka pertumbuhan ekonomi bisa negatif, seperti yang terjadi pada tahun 1998 di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh pertambahan kapital dan tenaga kerja masih bermanfaat, yaitu (1) untuk meningkatkan pendapatan per kapita, karena semakin banyak penduduk yang bisa bekerja dan mendapatkan pendapatan, maka peningkatan pendapatan akan dapat meningkatkan tabungan atau investasi. (2) pangsa investasi tidak diklaim semua pada satu tahun, tetapi hanya sebagian saja, sisanya merupakan additional return

yang bebas dan sebagian dapat diinvestasikan kembali.

Selama kondisi perekonomian normal, reinvestasi bisa berjalan dan ekonomi tumbuh, tetapi jika terjadi krisis maka sebagian besar re-investasi dan investasi baru tidak bisa terjadi, dan ekonomi kemudian merosot. Karena itu, pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah jika disertai dengan dengan kenaikan produktivitas, yang merupakan sisa pertumbuhan output setelah dikurangi dengan kontribusi dari pertumbuhan modal dan tenaga kerja. Sisa output ini bisa digunakan untuk meningkatkan gaji karyawan serta peningkatan return to capital atau reinvestasi. Dengan demikian, walaupun investasi atau pinjaman dari luar negeri berkurang, masih ada sifat output yang bisa digunakan untuk investasi. Sisa output inilah yang bisa menjamin secara akumulatif berlanjutnya pertumbuhan ekonomi.

Liberalisasi Perdagangan dan Keterbukaan Perdagangan

Liberalisasi perdagangan adalah pengurangan hambatan perdagangan internasional menuju rezim perdagangan yang lebih terbuka. Hambatan perdagangan yang dikurangi dapat berupa tarif maupun nontarif. Menurut Jayanthakumaran (2004), liberalisasi perdagangan merujuk pada kebijakan promosi ekspor dan peningkatan produktivitas dengan mengeksploitasi keunggulan komparatif yang dimiliki. Hal ini pada akhirnya membuat suatu negara mampu menghadapi kompetisi global dan membentuk skala ekonomis pada industri domestik. Liberalisasi perdagangan dapat meningkatkan efisiensi industri, mengurangi faktor produksi yang tidak tergunakan, mengurangi profit monopoli, dan mengoptimalkan alokasi sumber daya.

(24)

11 sementara secara definisi keterbukaan ialah menghilangkan atau mengurangi kebijakan yang menghambat terjadinya perdagangan internasional.

Intensitas perdagangan internasional tidak hanya disebabkan oleh kebijakan perdagangan tapi juga oleh jarak antar mitra dagang, biaya transportasi, permintaan dunia dan ukuran sebuah negara. Indikator pertama, salah satu indeks ketergantungan perdagangan, adalah yang paling banyak digunakan, yaitu indeks keterbukaan, dimana indeks tersebut mengukur rasio perdagangan internasional dengan nilai total output bersih (GDP). Nilai indeks tinggi sering diartikan sebagai menunjukkan perekonomian yang lebih terbuka meskipun indeks ini bias oleh faktor-faktor lain, termasuk ukuran ekonomi.

Dua indikator berikutnya adalah variasi pada indikator ketergantungan perdagangan yang mungkin lebih berguna dalam memahami kerentanan perekonomian terhadap beberapa jenis guncangan eksternal (misalnya, pergerakan nilai tukar). Indeks penetrasi impor mengukur proporsi permintaan domestik yang dipenuhi oleh impor atau disebut dengan indeks ketergantungan impor dan indeks swasembada agregat. Selanjutnya adalah indeks kecenderungan ekspor, yang mengukur pangsa ekspor dalam PDB. Terakhir adalah kecenderungan marjinal untuk mengimpor merupakan indeks perkiraan untuk variabel makroekonomi yang umum digunakan. Indeks ini menginformasikan berapa banyak kenaikan impor seiring peningkatan GDP.

Hubungan Perdagangan Internasional dengan Pertumbuhan Produktivitas Menurut teori yang dikemukakan oleh Heckscher-Ohlin (H-O), yang merupakan teori perdagangan internasional modern, mengemukakan kelemahan teori klasik keunggulan komparatif dalam menjelaskan mengenai penyebab perbedaan produktivitas yaitu dikarenakan adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya. Menurut Apridar (2012) efek perdagangan internasional terhadap pertumbuhan berpengaruh pada berbagai sektor diantaranya efek terhadap produksi (spesialisasi produksi, kenaikan produktivitas) dan efek terhadap neraca perdagangan.

(25)

12

Dunn dan Mutti (2000) menjelaskan bahwa, sumber daya sebuah negara dapat mengalami pertumbuhan misalnya angkatan kerja meningkat karena pertumbuhan penduduk, atau kapital stok fisik bertumbuh melalui net investasi. Pertumbuhan faktor ini menyebabkan kurva kemungkinan produksi bergeser ke kanan yang berarti kapasitas negara untuk berproduksi sedang naik. Pertumbuhan yang terjadi ini kemudian akan berinteraksi dengan kondisi permintaan dalam negeri dan luar negeri menentukan efek akhir pada output, termasuk kegiatan perdagangan yaitu ekspor dan impor, dan term of trade. Bilamana semua faktor produksi negara bertumbuh pada tingkat yang sama dan semua industri mengalami

constant return to scale dan teknologi tidak mengalami perubahan, maka pertumbuhan kapasitas ini menyebabkan kurva kemungkinan produksi bergeser ke kanan dalam proporsi yang sama dan disebut sebagai pertumbuhan yang netral. Jika pada kondisi ini, term of trade negara tidak mengalami perubahan dan elastisitas

income of demand untuk kedua barang sama dengan satu maka sebuah negara akan terus memproduksi kedua komoditi yang diperdagangkan dalam proporsi yang sama sehingga baik impor dan ekspor negara tersebut akan meningkat sebanding dengan kenaikan output atau pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan perspektif penawaran, perluasan ekspor dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui kenaikan dalam total factor productivity (TFP), karena perluasan ekspor dapat meningkatkan spesialisasi sektor-sektor yang memiliki keunggulan komparatif, dan menyebabkan realokasi sumberdaya dari sektor tertentu ke sektor ekspor yang lebih produktif dan menjadi efisien. Pertumbuhan ekspor dapat meningkatkan produktivitas melalui skala ekonomi yang lebih besar (Helpman and Krugman, 1985).

Hubungan Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Bruto (GDP) menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) merupakan teori pertumbuhan yang menolak asumsi model Solow tentang perubahan teknologi yang berasal dari luar (eksogen). Model pertumbuhan endogen dikemukankan oleh Romer, dapat ditulis sebagai berikut:

Y=A Kα L1-α (1)

Asumsi dasar dari teori pertumbuhan endogen adalah bahwa pengetahuan baru akan menciptakan kemajuan teknologi dan produksi ekonomi yang meningkat sedikit demi sedikit melalui upaya menciptakan mesin dan pabrik yang lebih efisien dalam kegiatan investasi. Penambahan human capital adalah salah satu cara untuk mempertahankan proses pertumbuhan.

(26)

13

abundant” secara lebih intensif. Semakin terbukanya perekonomian menyebabkan

pergeseran sumber daya ke arah sektor yang memanfaatkan faktor yang berlimpah, dengan demikian nilai total produksi meningkat (Deluna dan Chelly, 2014)

Hubungan Nilai Tambah dengan Kapital

Menurut Pitelis dan Antonakis (2003), peningkatan produktivitas sektor manufaktur apabila diasumsikan ceterisparibus akan menyebabkan penurunan biaya relatif dalam memproduksi barang, sehingga harga barang manufaktur semakin murah. Hal ini menyebabkan proporsi nilai tambah sektor manufaktur menurun, dengan asumsi demand terhadap barang manufaktur dan jasa bersifat inelastis. Implikasinya adalah pengurangan aktivitas sektor manufaktur dengan cara melakukan outsourcing atau dikontrakkan untuk sebagian proses produksinya berakibat pada turunnya proporsi nilai tambah sektor manufaktur. Hal ini tidak memberikan pengaruh terhadap kondisi perekonomian. Fenomena ini adalah deindustrialisasi yang memberikan dampak positif bagi sektor manufaktur karena produktivitasnya yang tinggi.

Menurut pandangan neoklasik Solow (1956), pertumbuhan didukung oleh akumulasi modal dengan “diminishing rate” dalam jangka panjang. Sebagai

konsekuensinya, negara akan mencapai “steady-state” dalam jangka panjang, yaitu stagnasi pertumbuhan ekonomi. Salah satu implikasi dari model pertumbuhan ini adalah bahwa negara-negara terbelakang dengan ekonomi terbuka akhirnya dapat mengejar ketertinggalannya dari negara-negara maju sebab modal mengalir dari negara maju ke negara terbelakang sehingga dapat menawarkan keuntungan yang lebih tinggi atas investasi, yang mengakibatkan konvergensi ekonomi (Todaro dan Smith, 2006).

Hubungan Nilai Tambah dengan Tenaga Kerja

Pengaruh keterbukaan ekonomi terhadap produktivitas dibahas oleh Kim, et al (2007). Teori export-led growth menyatakan bahwa ekspor meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas. Secara tidak langsung transfer teknologi terjadi melalui kegiatan ekspor dan mengadopsinya pada proses produksi agar dapat menghasilkan produk yang berdaya saing di pasar internasional. Peningkatan produksi karena meningkatnya ekspor berdampak pada menurunnya biaya produksi per unit selain itu ekspor juga menghasilkan uang dalam mata uang asing yang dapat digunakan untuk mengimpor barang modal dan input antara. Hubungan teoritis antara impor dan produktivitas cenderung lebih rumit dibandingkan hubungan ekspornya. Peningkatan impor barang konsumsi akan mendorong substitusi impor domestik untuk berinovasi agar dapat bersaing, sehingga impor meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Secara umum, pengaruh keterbukaan perdagangan terhadap produktivitas tergantung pada struktur pasar dan faktor institusinal. Di dalam pasar persaingan tidak sempurna, pasar substitusi impor domestik akan terpuruk akibat peningkatan impor. Hal ini menyebabkan investasi berkurang dan pada akhirnya produktivitas menurun.

(27)

14

diserap oleh sektor jasa. Sebaliknya, ketika perdagangan manufaktur memburuk dan investasi di bidang manufaktur menurun, sektor manufaktur mulai melimpahkan tenaga kerjanya dan tidak dapat terserap oleh sektor jasa sehingga perekonomian stagnan atau semakin memburuk.

Menurut Sukirno (2011) penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat perkembangan ekonomi suatu negara. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut memungkinkan negara itu menambah produksi. Pengaruh positif atau negatif dari pertambahan tenaga kerja tergantung pada kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut.

Hubungan Nilai Tambah dengan Krisis

Sejalan dengan semakin terintegrasinya perekonomian di tengah era globalisasi, krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi pada suatu negara dapat dengan mudah menyebar ke negara-negara lain dan menjadi bencana global dalam kurun waktu yang singkat. Sejak era globalisasi, krisis ekonomi dan keuangan menjadi lebih sering terjadi daripada sebelumnya. Salah satu alasan utamanya adalah kemajuan dalam teknologi informasi, yang, sampai batas tertentu, memperbesar gelombang krisis dan mempercepat penyebarannya ke daerah atau negara lain. Terjadinya krisis akibat yang terjadi di internasional maupun internasional sangat mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia, baik secara makro maupun mikro bahkan hingga ke dunia usaha baik sektor primer maupun manufaktur sesuai dengan penelitian (Chansoumphou dan Ichihashi, 2011).

Konsep Daya Saing

Perdagangan internasional secara konseptual terjadi karena dua alasan utama yaitu karena adanya perbedaan geografis antara satu negara dengan negara lainnya, sehingga perdagangan internasional akan meningkatkan kesejahteraan rakyat bagi kedua negara dan juga memberikan keuntungan bagi keduanya. Alasan kedua adalah bahwa suatu negara melakukan perdagangan dengan tujuan mencapai skala ekonomi dalam produksi, maksudnya jika tiap negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, maka negara tersebut dapat memproduksi dalam skala besar dan akan lebih efisien jika dibandingkan bila memproduksi semua jenis barang (spesialisasi).

Perbedaan atau keunggulan komparatif dan spesialisasi yang dapat menyebabkan terjadinya proses perdagangan, oleh karena itu komoditas yang dapat diunggulkan dalam perdagangan harus mampu bersaing dalam menghadapi pasar internasional. Metode yang dapat digunakan dalam memilih komoditas yang dapat diunggulkan melalui pendekatan yang mampu menunjukkan kekuatan keunggulan komparatif dan juga daya saing.

(28)

15 perubahan perilaku permintaan, dan kemampuan dasar industri di negara bersangkutan. Daya saing suatu negara selalu menjadi bahan pembicaraan yang menarik, baik di ekonomi, politik, sosial, maupun teknologi. Daya saing suatu negara dianggap sebagai salah satu sumber dari ketahanan suatu negara menghadapi segala rintangan dalam membangun peradaban bangsa. Konsep daya saing yang akan dibahas beberapa diantaranya indeks spesialisasi perdagangan dan indek daya saing.

Tinjauan Empiris

Dasar penelitian ini adalah ingin mengetahui hubungan keterbukaan perdagangan dengan pertumbuhan ekonomi dengan proxy nilai tambah manufaktur. Motivasi penelitian berasal dari beberapa tinjauan empiris yang bertentangan terus-menerus diantara para peneliti dan pembuat kebijakan atas hubungan keterbukaan perdagangan dengan pertumbuhan. Berbagai macam pendekatan yang digunakan untuk merumuskan hubungan tersebut menunjukan hasil yang afirmatif dari beberapa sisi misalnya dari segi kekuatan ekonomi suatu negara. Salah satu hal yang menarik dari tinjauan empiris tersebut memang terdapat hubungan positif dan negatif antara keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan.

Beberapa contoh hubungan positif antara keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan diantaranya: Were (2015) menyampaikan efek yang disebabkan oleh perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan investasi dengan beberapa hasil yang menyatakan bahwa berdasarkan kategori yang berbeda dari negara-negara menunjukan secara sementara perdagangan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju dan berkembang. Selanjutnya perdagangan merupakan penentu utama dari investasi langsung asing di semua kelompok negara termasuk lower and middle income.

Nowbutsing (2014) menganalisis pengaruh keterbukaan ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi pada negara anggota Indian Ocean Rim (IOR) untuk 15 negara periode 1997-2011. Variabel bebas yang digunakan adalah pengeluaran pemerintah, pembentukan modal bruto, inflasi, tenaga kerja dan keterbukaan ekonomi. Peneliti menggunakan 3 Indikator keterbukaan ekonomi yaitu rasio ekspor terhadap PDB, rasio impor terhadap PDB dan rasio ekspor dan impor terhadap PDB. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa ada hubungan positif antara keterbukaan dan pertumbuhan ekonomi. Keterbukaan yang diwakili impor terhadap PDB memiliki pengaruh paling besar pada pertumbuhan ekonomi.

(29)

16

Keterbukaan perdagangan berdampak positif pada pada output Indonesia dan Malaysia tetapi efeknya lebih kecil di Thailand. Keterbukaan perdagangan mempercepat pertumbuhan ekonomi di Filipina sebelum krisis dan setelah itu pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh hanya oleh perdagangan saja.

Chandran dan Munusamy (2009) mengkaji hubungan jangka panjang antara keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan manufaktur di Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, keterbukaan perdagangan memiliki hubungan positif dengan manufaktur pertumbuhan di Malaysia. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa keterbukaan perdagangan harus dipandang sebagai inisiatif jangka panjang dalam kebijakan sektor manufaktur untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, arah kebijakan sector manufaktur Malaysia harus fokus pada kebijakan keterbukaan perdagangan jangka panjang selain itu tergantung juga apakah liberalisasi sektor manufaktur memiliki keunggulan komparatif.

Wong (2009) menganalisis produktivitas dan keterbukaan perdagangan dalam industri manufaktur di Ekuador. Penelitian ini menggunakan prosedur estimasi pada data tingkat mikro dan makro yang mempengaruhi produktivitas dengan melihat perilaku eksportir dan sektor persaingan impor dalam era keterbukaan perdagangan. Hasil analisis menunjukan dampak positif dan signifikan keterbukaan perdagangan terhadap produktivitas industri manufaktur akan tetapi terjadi penurunan produktivitas setelah tahun 2000. Industri manufaktur yang dimaksud adalah industri yang berorientasi ekspor setelah melakukan reformasi perdagangan.

Aka (2006) melakukan pengujian hubungan keterbukaan, globalisasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Pantai Gading menggunakan Vektor Autoregressive (VAR). Hasil empiris menunjukan terdapat hubungan kausalitas diantara tiga variable secara bersama-sama dalam jangka panjang. Globalisasi memiliki efek negatif pada pertumbuhan ekonomi, sedangkan keterbukaan berefek positif pada pertumbuhan yang diamati dalam jangka pendek. Peningkatan keterbukaan dan globalisasi tidak memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi jangka pendek di negara ini. Hal ini tidak sesuai dengan prediksi new growth theory tentang potensi efek jangka panjang dari perdagangan pada pertumbuhan. Sedangkan pada penelitian Alcala dan Ciccone (2004) menganalisis dampak keterbukaan perdagangan terhadap produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang menunjukan hasil positif bahwa kenaikan satu persen dalam keterbukaan perdagangan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sebesar 1.45 persen sehingga akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Yanikkaya (2003), menguraikan hubungan keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menggunakan dua indikator keterbukaan perdagangan (120 negara) dengan menggunakan data volume perdagangan dan pembatasan valuta asing pada bilateral pembayaran yang menunjukan bahwa adanya hubungan positif antara keterbukaan dan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan total faktor produktifitas. Salah satu penelitian yang mendukung hubungan positif tersebut adalah Paus et al. (2003) melakukan studi untuk mengetahui pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap pertumbuhan produktivitas sektor manufaktur pada negara Amerika Latin. Regressand model yang digunakan adalah pertumbuhan produktivitas diukur dengan produktivitas tenaga kerja.

(30)

17 reformasi komersial, produktivitas relatif dan pertumbuhan produktivitas Amerika Serikat. Dengan menggunakan Arellano-Bond GMM estimator, hasil analisis menyiratkan bahwa liberalisasi perdagangan berdampak afirmatif dan secara statistik penting pada pertumbuhan produktivitas.

Hasil studi empiris diatas mengkonfirmasi hubungan positif antara keterbukaan perdagangan dan efek pertumbuhan ekonomi, akan tetapi ukuran efek ini bisa berbeda. Perbedaan gap ini timbul karena kemungkinan bentuk dan struktur perekonomian tiap negara berbeda seperti penelitian Pilinkiene (2016) yang menganalisis efek dari keterbukaan terhadap perdagangan pada pertumbuhan ekonomi dan daya saing negara-negara Eropa Tengah dan Timur (CEE). Analisis empiris dari penelitian ini terdiri atas 15 data panel tahun dari 11 negara CEE selama periode 2000 hingga 2014 menggunakan sistem GMM. Hasil estimasi menunjukkan bahwa efek positif dari keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi dikondisikan oleh pendapatan awal per kapita dan variabel penjelas lainnya (tidak ada bukti kuat). Selain itu, keterbukaan perdagangan lebih menguntungkan untuk negara-negara dengan tingkat yang lebih tinggi dari pendapatan awal per kapita, serta keterbukaan perdagangan lebih banyak dirasakan manfaatnya oleh negara-negara dengan tingkat Foreign Direct Investment dan pembentukan modal tetap bruto lebih tinggi.

Keterbukaan perdagangan tidak hanya memberikan kontribusi positif tetapi juga bisa berkontribusi negatif dalam perekonomian baik untuk pertumbuhan ekonomi maupun sektor manufaktur. Dalam penelitiannya, Musila dan Yiheyis (2015) menganalisis keterbukaan perdagangan pada tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi di Kenya menggunakan data time series tahunan. Hasil analisis menyatakan keterbukaan perdagangan mempengaruhi secara positif tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi, akan tetapi tidak signifikan secara statistik. Di sisi lain, kebijakan perdagangan mempengaruhi keterbukaan perdagangan, investasi dan pertumbuhan ekonomi secara negatif dan signifikan. Hasil kausalitas Granger menunjukkan bahwa perubahan dalam keterbukaan perdagangan mempengaruhi tingkat jangka panjang pertumbuhan ekonomi melalui interaksi dengan pertumbuhan modal fisik. Namun demikian, beberapa studi empiris mengungkapkan hubungan negatif antara keterbukaan perdagangan dan tingkat pertumbuhan jangka panjang dengan analisis yang disebut dengan “

Tariff-Growth Paradox” dalam penelitian Clemens dan Williamson (2001) hubungan negatif antara keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi, yang muncul karena penerapan tarif yang berbeda antara mitra dagang. Abbas (2014) menganalisis dampak keterbukaan perdagangan dan liberalisasi terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang selama periode 1990-2011 dengan menggunakan panel model efek tetap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan memiliki dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dari negara-negara yang dipilih sedangkan ekspor riil berdampak positif signifikan.

(31)

18

berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Penelitian Tabi (2011) menyatakan analisis efek keterbukaan perdagangan pada industrialisasi sektor manufaktur di Kamerun menggunakan pendekatan error correction model menyimpulkan bahwa keterbukaan perdagangan dan industrialisasi sektor manufaktur memiliki hubungan yang tidak stabil sehingga berpengaruh negatif terhadap sektor manufaktur.

Alur Pemikiran

Alur pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada gambar .yaitu diawali dengan globalisasi yang menuntut adanya keterbukaan dalam perdagangan sehingga liberalisasi perdagangan tidak dapat terhindarkan bagi negara yang menganut perekonomian terbuka seperti Indonesia. Perdagangan bebas tidak akan dapat memberikan manfaat yang besar jika daya saing industri dalam negeri jauh lebih rendah dibandingkan dengan industri luar negeri serta penurunan kontribusi sektor manufaktur dalam pendapatan nasional. Perdagangan internasional menjadi mesin bagi pertumbuhan ekonomi dalam peningkatan produktivitas melalui transmisi keterbukaan perdagangan terhadap kinerja sektor manufaktur.

Tolok ukur produktivitas berdasarkan fungsi produksi menggunakan dua faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja dan modal tetap. Perhitungan dampak keterbukaan perdagangan terhadap produktivitas menggunakan variabel nilai tambah manufaktur. Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama adalah Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) dan Revalead Comparatif Advantage (RCA), sedangkan untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua menggunakan model error correction (ECM).

(32)

19

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan data empiris yang telah dilakukan oleh maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Dugaan keterbukaan perdagangan (export openness dan import openness) berpengaruh positif terhadap nilai tambah manufaktur Indonesia.

2. Dugaan pembentukan modal berpengaruh positif terhadap nilai tambah manufaktur Indonesia.

3. Dugaan jumlah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap nilai tambah manufaktur Indonesia.

4. Dugaan dummy krisis berpengaruh negatif terhadap nilai tambah manufaktur Indonesia

(33)

20

3

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data time series periode 1988-2015 di Indonesia. Penelitian ini melihat pengaruh dan dampak keterbukaan perdagangan dan kinerja manufaktur Indonesia dari segi agregat. Kinerja perdagangan menggunakan indek daya saing sebagai tolok ukurnya sedangkan kinerja produktivitas menggunakan nilai tambah manufaktur. Dalam penelitian ini keterbukaan perdagangan yang digunakan yaitu indeks ketergantungan perdagangan (jumlahan ekspor dan impor dibandingkan dengan GDP), indeks penetrasi impor atau Import Openness (impor dibandingkan dengan GDP) dan indeks kecenderungan ekspor atau Export Openness (ekspor dibandingkan dengan GDP).

Indek keterbukaan perdagangan akan digunakan untuk memberikan ilustrasi secara deskriptif dan menjawab tujuan penelitian. Selain itu penelitian ini menggunakan data sektor manufaktur dengan HS 2 untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama yaitu memberikan gambaran umum kinerja sektor manufaktur Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber seperti World Bank Indicator, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia dan WITS. Data lainnya diperoleh dari berbagai sumber seperti jurnal, buku, dan artikel baik berupa media cetak maupun media eletronik. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel 2013 dan Eviews 8. Variabel dan data yang digunakan pada analisis ini secara rinci disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan sumber data

Data Satuan Sumber

Ekspor dan Impor Indonesia US Dollar BPS

Ekspor dan Impor Dunia US Dollar WITS

Keterbukaan perdagangan Persentase World Bank

Import Openness Persentase World Bank

Export Openness Persentase World Bank

Pertumbuhan PDB Persentase Bank Indonesia

Pertumbuhan Manufaktur Persentase World Bank

Jumlah tenaga kerja Orang BPS

Gross Capital Formation (Modal) Rupiah World Bank Manufacturing Value Added (Nilai tambah manufaktur) Rupiah World Bank

Metode Analisis

Tahapan analisa dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu analisa daya saing untuk mengetahui kinerja perdagangan sektor manufaktur dengan Indek Spesialisasi Perdagangan (ISP) dan Revealed Comparatif Advantage

(34)

21 Tahapan analisa tersebut akan digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang telah disebutkan. Tujuan pertama penelitian ini akan dijawab menggunakan analisa daya saing yaitu ISP dan RCA. Tujuan kedua penelitian akan dijawab menggunakan pendekatan ECM, selanjutnya untuk menjawab tujuan penelitian yang ketiga menggunakan Impulse Response Function (IRF), dan analisis Forecast Error Variance Decompotition (FEVD) yang merupakan rangkaian lanjutan dari analisa pendekatan ECM.

Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)

ISP digunakan untuk menganalisis tahapan perkembangan suatu produk. Secara implisit, indeks ini mempertimbangkan sisi permintaan dan sisi penawaran, dimana ekspor identik dengan suplai domestik dan impor adalah permintaan domestik, atau sesuai dengan teori perdagangan internasional, yaitu teori net of surplus, dimana ekspor dari suatu barang terjadi apabila ada kelebihan atas barang tersebut di pasar domestik. Dari nilai ISP akan bisa dilakukan pembabakan industrialisasi dan perkembangan pola perdagangan. Dari sini dapat dipantau apakah suatu produk sudah mengalami kejenuhan atau sedang mengalami pertumbuhan.

ISP =

Xmj−Mmj

Xmj+Mmj (2)

Dimana :

Xmj = Nilai ekspor manufaktur (m) Indonesia (j) (dalam US$)

Mmj = Nilai impor manufaktur (m) Indonesia (j) (dalam US$)

Nilai ISP berkisar antara +1 dan -1. Jika nilai dari ISP positif (di atas 0 sampai dengan +1) maka komoditi manufaktur dikatakan mempunyai daya saing kuat atau Indonesia cenderung menjadi negara pengekspor. Jika nilai ISP negatif (di bawah 0 sampai dengan -1), maka komoditi manufaktur berdaya saing rendah atau Indonesia cenderung menjadi negara pengimpor. Indeks ISP dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan suatu komoditi dalam perdagangan yang terbagi ke dalam 5 tahap sesuai dengan ilustrasi sebagai berikut :

1. Tahap Pengenalan

Jika suatu industri (forerunner) disuatu negara (sebut A) mengekspor produk-produk baru dan industri pendatang belakangan (latercomer) di negara B mengimpor produk-produk tersebut. Dalam tahap ini. nilai indeks ISP dari industri latercomer ini adalah -1.00 sampai -0.50.

2. Tahap Subtitusi Impor

Nilai indeks ISP naik antara - 0.51 sampai 0.00. Pada tahap ini, industri di negara B menunjukkan daya saing yang rendah, dikarenakan tingkat produksinya tidak cukup tinggi untuk mencapai skala ekonominya. Industri tersebut mengekspor produk-produk dengan kualitas yang kurang bagus dan produksi dalam negeri masih lebih kecil daripada permintaan dalam negeri. Dengan kata lain, untuk komoditi tersebut, pada tahap ini negara B lebih banyak mengimpor daripada mengekspor.

3. Tahap Pertumbuhan

(35)

22

ekspornya. Di pasar domestik, penawaran untuk komoditi tersebut lebih besar daripada permintaan.

4. Tahap Kematangan

Nilai indeks berada pada kisaran 0.81 sampai 1.00. Pada tahap ini negara B merupakan negara net exporter untuk produk yang diekspor karena sudah pada tahap standardisasi menyangkut teknologi yang dikandungnya. 5. Tahap kembali mengimpor

Nilai indeks ISP kembali menurun antara 1.00 sampai 0.00. Pada tahap ini industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya dengan industri dari negara A dan produksi dalam negeri lebih sedikit dari permintaan dalam negeri.

Revealed Comparatif Advantage (RCA)

Salah satu indikator yang dapat menunjukkan tingkat daya saing suatu produk dari suatu negara adalah dengan pendekatan Revealed Comparative Advantage

(RCA). Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan dalam ekspornya. Metode RCA didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Kinerja ekspor produk dari suatu negara diukur dengan menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara dibandingkan dengan pangsa nilai produk tersebut dalam perdagangan dunia. Secara matematis, Indeks RCA dirumuskan sebagai berikut:

= �/ �/ (3)

Dimana

Xmj : Nilai ekspor komoditas manufaktur (m) Indonesia (j) ke dunia

(dalam US$)

Xj : Nilai ekspor total Indonesia (j) ke dunia (dalam US$)

Xmw : Nilai ekspor komoditas manufaktur (m) dunia (w) (dalam US$)

Xw : Nilai ekspor total dunia (w) (dalam US$)

Jika nilai RCA suatu negara untuk komoditas tertentu adalah lebih besar dari satu (RCA >1), maka negara bersangkutan memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia. Sebaliknya, bila lebih kecil dari satu (RCA <1),berarti memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata dunia. Semakin besar nilai RCA, semakin tinggi pula tingkat keunggulan komparatifnya.

Spesifikasi Model

(36)

23 terdapatnya aliran barang dan jasa dari pasar internasional, namun juga membuka kemungkinan terjadinya transfer teknologi. Perpindahan barang dan jasa melalui transaksi internasional meningkatkan kemungkinan terdapatnya transfer teknologi antar negara yang terlibat perdagangan bebas karena masuknya barang dan jasa ke dalam pasar domestik akan disertai dengan perpindahan teknologi, terutama teknologi yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut. Dengan terbukanya perekonomian terhadap perdagangan bebas, semakin besar kesempatan yang tercipta bagi masing-masing negara untuk memperbaiki penguasaan teknologi dalam proses produksi. Selanjutnya, dengan technological progress tersebut diharapkan akan terdapat peningkatan produktivitas yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Analisa kuantitatif tentang perdagangan bebas dan produktivitas dilakukan berdasarkan fungsi produksi yang menggunakan dua faktor produksi. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, fungsi produksi secara umum menjelaskan bagaimana output dapat dihasilkan dengan menggunakan faktor-faktor produksi, yang dalam teori ini diasumsikan terdiri dari tenaga kerja (labor) dan modal (capital). Dampak perdagangan bebas terhadap produktivitas menggunakan variabel nilai tambah (value added) sebagai variabel terikat (dependent variable), sedangkan variabel bebas (independent variable) terdiri dari beberapa variabel, yaitu jumlah tenaga kerja, gross capital formation (sebagai indikiator modal), export openness (kecenderungan ekspor) dan import openness

(penetrasi impor) sehingga model akan terbentuk sebagai berikut :

Value added = f (labor, capital, export openness, import openness) (4) Ketergantungan perdagangan

Persentase ketergantungan perdagangan (juga sering disebut keterbukaan) adalah suatu ukuran seberapa penting perdagangan internasional dalam perekonomian secara keseluruhan. Angka ini memberikan indikasi sejauh mana perekonomian terbuka untuk perdagangan. Angka ini didefinisikan dengan nilai total perdagangan (impor ditambah ekspor) sebagai persentase dari PDB. Rentang nilai dari indeks ini adalah 0 hingga positif tak hingga. Ruang lingkupnya yaitu keterbukaan ekonomi ditentukan oleh banyak faktor, yang paling penting adalah pembatasan perdagangan seperti tarif, hambatan nontarif, rezim devisa, kebijakan non perdagangan dan struktur ekonomi nasional.

� �� = �� � �+� (5)

Penetrasi impor

Tingkat penetrasi impor menunjukkan seberapa besar tingkat permintaan domestik (perbedaan antara PDB dan net ekspor) yang dapat dipenuhi oleh impor. Angka ini dapat digunakan sebagai dasar tujuan kebijakan tertentu seperti menargetkan swasembada. Angka ini didefinisikan sebagai persentase rasio total impor permintaan domestik, dengan rentang nilai antara 0 hingga 100. Nilai 100 persen diinterpretasikan ketika semua permintaan domestik dipenuhi oleh impor saja (tidak ada produksi dalam negeri dan tidak ada ekspor).

Gambar

Gambar 4 Kerangka pemikiran
Tabel 3 Perkembangan perdagangan manufaktur Indonesia tahun 1996 -2014
Tabel 4 Sepuluh komoditas unggulan sektor manufaktur Indonesia tahun 2010-2015
Tabel 5 Sepuluh komoditas impor manufaktur Indonesia tahun 2010-2015
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian tahanan kontak merupakan pertemuan dari beberapa konduktor  menyebabkan suatu hambatan tahan terhadap arus yang melaluinya sehinga akan terjadi panas

Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan larutan ditimbang terlebih dahulu (lampiran 4).Satu per satu bahan dilarutkan ke dalam erlenmeyer 200 ml yang telah diisi dengan

Penyusunan tesis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan memperoleh Gelar Magister Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan pada studi Program Pasca Sarjana

Kurangnya penguasaan bahasa sumber juga terlihat pada hasil terjemahan mahasiswa dengan kode 021 di saat menerjemahkan penggalan dari novel Giok di Tengah Salju (Xue Ke/雪珂)

PT Jasa Marga Tbk (JSMR) sepanjang kuartal pertama 2011 membukukan laba bersih Rp.373 miliar, tumbuh 27,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp.292 miliar..

Demikian pula bila si mayit digabungkan bersama orang-orang yang masih hidup, contohnya seseorang menyembelih hewan kurban dengan niat untuk dirinya dan keluarganya, dia

Dengan demikian dipandang perlu untuk melakukan kajian pengaruh variasi densitas bahan bakar, mulai dari 5,92 g/cc hingga 9,47 g/cc, terhadap intensitas sumber