• Tidak ada hasil yang ditemukan

Semiotika KPK VS Polri Jilid Ketiga Pada Kaver Majalah Tempo Edisi 26 Januari, 2 ,9, Dan 16 Februari 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Semiotika KPK VS Polri Jilid Ketiga Pada Kaver Majalah Tempo Edisi 26 Januari, 2 ,9, Dan 16 Februari 2015"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

OLEH:

MUHAMMAD AULIA PRATAMA NIM: 109051100040

KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

(2)
(3)
(4)

SEMIOTIKA KONFLIK KPK VS POLRI JILID KETIGA PADA KAVER MAJALAH TEMPO EDISI 26 JANUARI, 2, 9, DAN 16 FEBRUARI 2015

Majalah adalah sebuah media publikasi atau terbitan secara berkala yang memuat artikel-artikel dari berbagai penulis. Majalah merupakan media massa cetak yang penerbitannya berkala, artinya tidak terbit setiap hari layaknya surat kabar. Salah satu majalah yang dapat menginspirasi serta memberikan edukasi adalah majalah Tempo. Majalah Tempo terbit sejak bulan April 1971.

Kaver majalah merupakan salah satu faktor utama apakah suatu majalah akan laku di pasaran. Kaver majalah Tempo yang memuat ilustrasi mengenai kasus KPK Vs POLRI pada empat edisi berturut-turut memiliki tanda-tanda tersembunyi di balik gambar yang ditampilkan. Kemudian muncul pertanyaan apa saja petanda yang terdapat pada kaver majalah Tempo? Siapa yang menjadi objek pada ilustrasi yang ditampilkan oleh Tempo? dan bagaimana interpretasi peneliti melihat ilustrasi KPK Vs POLRI yang ditampilkan oleh Tempo?

Tinjauan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika model Charles Sanders Peirce, yaitu dengan melihat makna atau sign

(ikon, indeks, dan simbol), object, dan interpretant. Ikon merupakan tanda yang dirancang untuk merepresentasikan sumber acuan melalui simulasi atau persamaan. Indeks merupakan tanda yang dirancang untuk mengindikasikan sumber acuan atau saling menghubungkan sumber acuan. Sedangkan simbol merupakan tanda yang dirancang untuk menjadikan sumber acuan melalui kesepakatan atau persetujuan.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis semiotika yang bersifat kualitatif deskriptif. Data yang didapatkan adalah dari kaver majalah Tempo edisi 26 Januari, 2, 9, dan 16 Februari 2015, serta digabung dengan observasi buku-buku tentang majalah, wawancara, dan dokumentasi.

Setelah melihat empat kaver yang diteliti, maka kesimpulannya adalah ilustrasi yang ditampilkan oleh Tempo adalah upaya untuk membongkar apa saja yang terjadi di balik konflik KPK dan POLRI. Kalimat yang terdapat pada keempat kaver merupakan keterangan yang diberikan oleh si pembuat ilustrasi mengenai gambar yang ditampilkan.

(5)

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirobbil’alamin, puja dan puji syukur peneliti panjatkan

hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, dan juga hikmat yang

begitu banyak sehigga dengan ridho-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

shalawan serta salam senantiasa selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW yang telah memberi banyak perubahan kepada umatnya, dari

zaman jahiliyah menuju zaman penuh ilmiyah seperti apa yang kita rasakan

sekarang.

Alhamdulillah peneliti telah menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir pendidikan Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti

menyadari tanpa bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak,

penelitian skripsi ini tidak akan selesai, untuk itu pada kesempatan kali ini peneliti

ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi, bapak Dr. H. Arief

Subhan, M.A, Wakil Dekan I bapak Dr. Suparto, M.Ed, M.A, Dr. Roudhonah,

M. Ag, selaku Wakil Dekan II, serta Dr. Suhaimi, M. Si, selaku Wakil Dekan

III.

2. Ketua konsentrasi jurnalistik bapak Kholis Ridho, M.Si serta sekertaris

konsentrasi jurnalistik Dra. Musfirah Nurlaily, M.A yang telah banyak

(6)

sehingga skripsi ini selesai dengan baik tanpa suaru halangan apapun.

4. Seluruh dosen fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi terima kasih atas

ilmu yang telah diberikan kepada peneliti.

5. Segenap staf perpustakaan utama UIN Jakarta dan perpustakaan fakultas ilmu

dakwah dan ilmu komunikasi.

6. Majalah Tempo khususnya kepada mas I Wayan Agus selaku wartawan

Tempo, yang disela kesibukannya menyempatkan diri untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini.

7. Teruntuk yang mulia kedua orang tuaku, ibunda Faradiani dan ayahanda Agus

Harun yang senantiasa mencurahkan cinta, kasih dan sayangnya dikala sehat

maupun sakit, dikala susah maupun senang, dikala mudah maupun sulit.

Membantu dengan segenap kemampuan dan doa-doa dalam setiap sholatnya.

Sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Segenap keluarga yang turut serta mendoakan peneliti untuk menyelesaikan

skripsi ini.

9. Virlindayani Nur Maulida terima kasih atas kesabaran, pengertian, tenaga, dan

semua motivasi dalam membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.

10.Terima kasih untuk teman-teman jurnalistik angkatan 2009, teman-teman

KKN ANOMALI yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang sudah

(7)

POLAR, terima kasih atas bantuannya selama ini, semoaga pertemanan kita

akan terus terjalin dengan baik.

12.Semua pihak dan teman-teman yang telah mendukung dan mendoakan.

Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan.

Karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat peneliti harapkan

sehingga skripsi ini menjadi jalan penerang bagi peneliti dan bermanfaat bagi

pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 27 Juli 2016

(8)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan meraih gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 27 Juli 2016

(9)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Metodologi Penelitian ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Sistematika penulisan ... 9

BAB II KERANGKA TEORI A. Majalah ... 10

B. Pemaknaan Dalam Kaver ... 14

1. Kaver Majalah ... 14

2. Teori Konflik ... 17

3. Semiotika ... 19

4. Semiotika Charles Sanders Peirce ... 23

C. Fenomena Korupsi Di Indonesia ... 28

BAB III PROFIL MAJALAH TEMPO A. Sejarah Singkat Majalah Tempo... 31

(10)

B. Analisis KPK VS POLRI Dalam Kaver ... 61

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65

Daftar Pustaka ... 66

(11)

Gambar 2.1 Semiotika Charles Sanders Peirce ... 25

Gambar 4.1 Kaver Majalah Tempo edisi 26 Januari-1 Februari 2015 ... 38

Gambar 4.2 Kaver Majalah Tempo edisi 2 Februari-8 Februari 2015 ... 44

Gambar 4.3 Kaver Majalah Tempo edisi 9 Februari-15 Februari 2015 ... 50

(12)

Tabel 4.2 Tanda-tanda Dalam Kaver Edisi 26 Januari-1 Februari 2015 ... 40

Tabel 4.3 Analisis Kaver Edisi 26 Januari-1 Februari 2015 ... 42

Tabel 4.4 Tanda-tanda Dalam Kaver Edisi 2-8 Februari 2015 ... 46

Tabel 4.5 Analisis Kaver Edisi 2-8 Februari 2015 ... 48

Tabel 4.6 Tanda-tanda dalam Kaver Edisi 9-15 Februari 2015 ... 52

Tabel 4.7 Analisis Kaver Edisi 9-15 Februari 2015 ... 54

Tabel 4.8 Tanda-tanda dalam Kaver Edisi 16-22 Februari 2015 ... 58

Tabel 4.9 Analisis Kaver Edisi 16-22 Februari 2015 ... 60

(13)

1

A.Latar Belakang Masalah

Majalah adalah sebuah media publikasi atau terbitan secara berkala yang

memuat artikel-artikel dari berbagai penulis. Selain memuat artikel, majalah

juga merupakan publikasi yang berisi cerita pendek, gambar, review, ilustrasi atau fitur lainnya yang mewarnai isi dari majalah. Oleh karena itu, majalah

dijadikan salah satu pusat informasi bacaan yang sering dijadikan bahan

rujukan oleh para pembaca dalam mencari sesuatu hal yang diinginkannya.

Majalah sebagai salah satu media penyedia nilai-nilai informasi dan

hiburan, memiliki segmentasi para pembaca secara khusus. Sebelum dirancang

terbit, biasanya pihak pengelola akan menetapkan siapa segmentasi pembaca

majalah yang akan mereka terbitkan tersebut.

Sebagai media massa cetak, majalah sering kali disamakan dengan surat

kabar karena beberapa kesamaan kriteria yang dimiliki keduanya, tetapi

sesungguhnya majalah memiliki kriteria-kriteria serta pengertian lain yang

membedakan dari surat kabar.

Meski tidak seaktual surat kabar yang terbit setiap hari, majalah yang

terbit tiap mingguan, dwi minggguan atau bulanan memiliki efek edukasi yang

cukup tinggi, para pengelola majalah juga mempunyai strategidan gaya

penyajian tersendiri agar majalah tetap menarik untuk dibaca kapan pun dan

(14)

Di dalam suatu majalah terkandung banyak elemen-elemen grafis seperti

gambar, tipografi, warna, ilustrasi dan elemen lainnya, termasuk kaver. Kaver

suatu majalah harus terlihat menarik agar masyarakat tertarik untuk membeli

dan membacanya.

Kaver majalah merupakan salah satu faktor utama apakah suatu majalah

akan laku atau laris di pasaran. Sebelum membeli, orang biasanya menilai

bagus atau tidaknya dengan melihat terlebih dahulu kavernya. Apabila kaver

majalah tersebut menarik, maka pembeli akan tertarik pula untuk membelinya.

Salah satu majalah yang dapat menginspirasi adalah majalah Tempo

terbit sejak bulan April 1971 Tempo adalah majalah berita mingguan yang umumnya meliputi berita dan politik. Majalah ini merupakan majalah pertama

yang tidak memiliki afiliasi dengan pemerintah. Pada tahun 1982 majalah

Tempo pernah dibredel karena dianggap terlalu ekstrim mengkritik pemerintahan pada masa orde baru.

Awal terbit kembali ditahun 1998, desain majalah Tempo adalah hitam putih. Kemudian tampil menjadi berwarna pada tahun 2000. Perubahan cukup

signifikan terjadi pada tahun 2008 dengan mengusung konsep go younger, visual ditampilkan sesuai tren. Terlihat dari kavernya yang berwarna merah

dan hitam kemudian diberi tambahan warna oranye. Pemilihan oranye, sebagai

warna anak muda yang fresh sedangkan merah sebagai cooperate color.

Oleh karena persoalan yang menjadi fokus kajian ini adalah terkait

dengan tanda-tanda dalam foto, maka untuk menjawab persoalan tersebut

(15)

Charles Sanders Peirce.1 Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign), berfungsinya tanda, dan produksi makna.2

Maka, peneliti akan meneliti bagaimana semiotika konflik KPK

VERSUS POLRI jilid ketiga pada kaver majalah Tempo. Penelitian ini ingin mengupas lebih dalam mengenai tanda-tanda yang ada pada foto dalam kaver

majalah Tempo. Kemudian penelitan ini melihat fenomena sosial dan kebudayaan merupakan bentuk tanda-tanda, dimana ada sistem aturan,

konfensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki arti. Dalam kasus

penelitian ini adalah kaver majalah Tempo.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Peneliti membatasi penelitian ini pada kaver majalah Tempo edisi 26 Januari 2015, 2 Februari, 9 Februari, dan 16 Februari 2015.Peneliti

mengambil kaver majalah Tempo edisi tersebut karena keterbatasan peneliti dan agar penelitian ini lebih fokus.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah

1. Apa saja petanda yang terdapat pada kaver majalah Tempo edisi 26 Januari 2015, 2 Februari, 9 Februari, dan 16 Februari 2015?

2. Siapa objek pada kaver majalah Tempo edisi 26 Januari 2015, 2 Februari, 9 Februari, dan 16 Februari 2015?

1

Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan Dalam Iklan (Yogyakarta: PT ombak, 2008), h.13.

2

(16)

3. Bagaimana interpretasi peneliti mengenai kaver majalah Tempo edisi 26 Januari 2015, 2 Februari, 9 Februari, dan 16 Februari 2015?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, secara spesifik tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui tanda tanda, objek, dan

interpretasi peneliti mengenai kaver majalah Tempo edisi 26 Januari 2015, 2 Februari, 9 Februari, dan 16 Februari 2015.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis semoga dapat

menambah wawasan keilmuan.

a. Segi Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dalam

media massa melalui majalah, khususnya kaver majalah untuk

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi jurusan jurnalistik.

b. Segi Praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif

bagi tim produksi majalah. Selain itu, penelitian ini diharapkan

(17)

D. Metodologi Penelitian

a. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode analisis semiotika yang bersifat kualitatif deskriptif yang

bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang

fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.3 Analisis semiotika sebagai upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari subjek yang

mengemukakan suatu pernyataan.

Penelitian ini juga melakukan penelusuran terhadap berbagai

literatur dan studi lapangan. Pembahasan ini dilakukan dengan

pendekatan kualitatif, penggunaan sumber literatur yang memuat tentang

majalah, baik berupa artikel, makalah, ataupun buku-buku dan

sumber-sumber tertulis lainnya untuk mengeksplorasi makna pesan yang terdapat

dalam tanda-tanda di kaver majalah Tempo.

Maka peneliti menggunakan analisis semiotika Charles Sanders

Peirce. Dengan analisis semiotika ini akan sangat membantu peneliti

untuk melakukan penelitian.

b. Subjek dan Objek Penelitian

i. Subjek Penelitian

Dalam masalah ini subjek penelitiannya adalah kaver majalah

Tempo edisi 26 Januari 2015, 2 Februari, 9 Februari, dan 16 Februari 2015.

3

(18)

ii. Objek Penelitian

Sesuai dengan apa yang menjadi topiknya maka objek penelitian

ini adalah meneliti petanda, objek, dan interpretasi peneliti mengenai

foto pada kaver majalah Tempo edisi 26 Januari 2015, 2 Februari, 9 Februari, dan 16 Februari 2015.

c. Teknik Pengumpulan Data

Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data, peneliti

menggunakan metode sebagai berikut:

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan

majalah, pengamatan secara menyeluruh dari semua kaver dan isi teks.

a. Observasi

Observasi adalah metode pertama yang digunakan dalam

penelitian ini dengan melakukan pengamatan secara sistematis

terhadap fenomena fenomena yang diselidiki. Observasi pada riset ini

diartikan sebagai kegiatan mengamati subjek (majalah Tempo) dan objek (kaver majalah Tempo edisi 26 Januari 2015, 2 Februari, 9 Februari, dan 16 Februari 2015.) penelitian secara langsung.Pada

metode observasi, periset biasanya menggunakan instrument

observasi. Instrument observasi tersebut antaralain: sistem kategori,

sistem skala, sistem tanda, diary keeping, analisis dokumen, lembar pengamatan, dan panduan pengamatan.4 Pada riset ini peneliti hanya menggunakan analisis dokumen sebagai instrument observasi.

4

(19)

Analisis dokumen hanya mengamati dokumen sebagai sumber

informasi dan menginterpretasikannya kedalam hasil penelitian.

Dokumen yang digunakan berupa majalah Tempo edisi 26 Januari 2015, 2 Februari, 9 Februari, dan 16 Februari 2015.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah penelitian yang mengumpulkan, membaca,

dan mempelajari berbagai bentuk data tertulis (buku, majalah, atau

jurnal) yang terdapat di perpustakaan, internet, atau instansi lain yang

dapat dijadikan analisis dalam penelitian ini.

c. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dengan menggunakan semiotika model

Charles Sanders Peirce yang membagi tanda atas ikon, indeks, dan

simbol. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan

petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah atau dengan kata lain,

ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat

kemiripan. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan

alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan

sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan.

Sedangkan simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah

antara penanda dengan petandanya.5

5

(20)

Menurut Charles Sanders Peirce, semiotika berangkat dari tiga

elemen utama tersebut, yang disebut Peirce sebagai teori segitiga

makna triangle meaning.6

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam menentukan judul skripsi ini peneliti sudah melakukan

tinjauan pustaka ke perpustakaan yang terdapat di Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan perpustakaan utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.Peneliti belum menemukan skripsi mahasiswa/i

yang meneliti tentang judul ini. Ada beberapa skripsi mahasiswa/i yang

hampir serupa, namun berbeda dengan yang peneliti teliti diantara:

Semiotika Keluarga Pada Cover Majalah Ummi karya Virlindayani Nur Maulida, Analisis Semiotika Terhadap Rubrik Busana Pada Majalah Paras karya Risqa Fadilah, Analisis Semiotika Kritik Sosial Handphone Dalam Komik Kartun benny & mice talk about hape

karya Nurma Wazibali.

Dengan begitu maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa

belum ada mahasiswa/i yang meneliti tentang Semiotika Konflik KPK VERSUS POLRI Jilid Ketiga Pada Kaver Majalah Tempo Edisi 26 Januari 2015, 2 Februari, 9 Februari, dan 16 Februari 2015 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6

(21)

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan

karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang diterbitkan oleh

CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pembahasan dan penelitian dibagi ke dalam V bab. Dalam setiap

babnya akan dibagi ke dalam sub bab, adapun sistematika

penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I : Latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan peneltian, metodologi penelitian, teknik

pengumpulan data, teknik analisis data, tinjauan

kepustakaan, metodologi, dan sistematika penulisan.

BAB II : Majalah, majalah berita, majalah Tempo, pemaknaan dalam kaver majalah, kaver majalah, semiotika, semiotika model

Charles Sanders Peirce.

BAB III : Sejarah singkat majalah Tempo, dan visi dan misi majalah

Tempo.

BAB IV : Analisis semiotika pada kaver majalah Tempo, semiotika konflik KPK VERSUS POLRI dalam kaver.

(22)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.Majalah

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan bahwa majalah

adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik,

pandangan tentang topik aktual yang patut dikethuin pembaca, dan menurut

waktu penerbitnya dibedakan atas majalah bulanan, tengah bulanan, mingguan,

dan sebagainnya, dan menurut penyusunan isinya dibedakan atas majalah

berita, wanita remaja, olahraga, sastra, ilmu pengetahuan tertentu, dan

sebagainya (KBBI, 2002:698).

Majalah merupakan media massa cetak yang penerbitannya berkala,

artinya tidak terbit setiap hari seperti layaknya surat kabar. Majalah juga

menggunakan kertas sampul yang memuat macam-macam tulisan yang dihiasi

ilustrasi maupun foto.

Awalnya majalah menyajikan tulisan budaya dan ilmu pengetahuan,

namun dengan berkembangnya zaman majalahpun semakin berkembang.

Majalah memiliki arti yang lebih luas dari sebelumnya, isinya mencakup

berbagai bentuk sastra, liputan jurnalistik, dan berbagai topik aktual yang patut

diketahui pembaca.

Menurut ensiklopedia pers Indonesia majalah adalah:

Penerbitan berkalayang menggunakan kertas bersampul, memuat bermacam-macam tulisan yang dihiasi ilustrasi maupun foto-foto.Dari segi isi dibagi menjadi dua jenis yakni majalah umum, yaitu majalah yang memuat karangan pengetahuan umum,

(23)

karangan yang menghibur, gambar-gambar, olahraga, film, seni, dll. Majalah khusus , yaitu majaah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang khusus, seperti majalah wanita, majalah keluarga, majalah humor, majalah kecantikan, politik, kebudayaan, cerpen, dll.7

Sebagai media massa, majalah tentunya diterbitkan oleh instansi

tertentu yang bertanggungjawab terhadap semua materi pemberitaanya, karena

hal mendasar dalam komunikasi massa adalah keterlibatan lembaga walaupun

interpretasi dan opini personal tetap sangat dibutuhkan dalam proses

pengemasan materi komunikasi. Sebagaimana diungkapkan oleh Gerbner

dalam Ardianto (2007:5) bahwa “komunikasi massa itu melibatkan lembaga”.

Dapat didefinisikan komunikasi massa adalah aktivitas berkomunikasi yang

secara massal dapat mengatasnamakan lembaga tertentu, bukan perorangan,

sebuah lembaga yang mampu memberesproduksi dan mendistribusikan pesan

secara massal dalam bentuk tertentu yang lebih dikenal sebagai media massa.

Sebagaimana menurut pakar komunikasi Alex Sobur, bahwa:

Media massa adalah suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik, antara lain, karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas suatu ide atau gagasan, dan bahkan suatu kepentingan atau citra yang ia representasikan untuk diletakkan dalam konteks kehidupan yang lebih empiris. (Sobur, 2002).

Eksistensi majalah muncul karena kebutuhan masyarakat akan

informasi beragam yang sesuai dengan gaya hidup masyarakat saat ini. Maka

7

(24)

tak heran banyak berbagai macam majalah beredar saat ini yang disesuaikan

dengan segmentsinya.

Dari segi isi, majalah terbagi menjadi dua, yakni majalah umum dan

majalah khusus. Majalah umum berisi tentang masalah masalah yang bersifat

umum, berisi artikel politik, agama, seni, budaya, ekonomi, dll. Majalah umum

tidak hanya berisikan satu jenis permasalahan, tetapi berisikan permasalahan

dari berbagai bidang. Sedangkan majalah khusus adalah majalah yang

berisikan tentang permasalahan khusus menyangkut kepentingan yang

terfokus, seperti majalah khusus wanita, majalah ekonomi, majalah politik,

majalah seni dan budaya, majalah komputer, dan majalah musik.

Sebagai media massa cetak, majalah sering kali disamakan dengan surat

kabar karena beberapa kesamaan kriteria yang dimiliki keduannya, tetapi

sesunguhnya majalah memiliki kriteria-kriteria serta pengertian lain yang

membedakan dari surat kabar.

Meski tidak seaktual surat kabar yang terbit setiap hari, majalah yang

terbit tiap mingguan, dwi mingguan, atau bulanan memiliki efek edukasi yang

cukup tinggi. Para pengelola majalah juga mempunyai strategi dan gaya

penyajian tesendiri agar majalah tetap menarik untuk dibaca kapanpun dan

dimanapun.

Tulisan yang dimuat dalam majalah tidak terlalu mementingkan

aktualitas berita karena majalah tidak terbit setiap hari, maka ia tidak

melaporkan berita-berita hangat pada hari itu. Ia memuat berita-berita sesuai

(25)

Selain itu, majalah mempunyai keunggulan-keunggulan lainnya, yakni

majalah tampil lebih berisikan pengetahuan daripada hal-hal yang menyangkut

selera dan perasaan dari komunikasinya. Media ini bukan sarana yang dibaca

selintas saja seperti media aktual, tidak juga membutuhkan perhatian pada

waktu tertentu, media ini tidak dengan segera dapat dikesampingkan seperti

surat kabar, majalah dapat disimpan oleh pembaca selama berminggu-minggu,

berbulan-bulan dan kadang bertahun-tahun.

Sebuah majalah adalah bahan bacaan. Sebagai bahan bacaan ia harus

memenuhi suatu fungsi, yaitu untuk memeri jawaban kepada rasa ingin tahu

pembacanya. Majalah adalah salah satu bagian dari pers yang membawa misi

penerangan, pendidikan, dan hiburan.

Dari definisi-definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa majalah

adalah media massa cetak yang memiliki waktu terbit berkala, yakni setiap

minggu, dwi minggu, atau setiap bulan. Sedangkan menurut isinya, majalah

terbagi atas majalah umum dan khusus.

Jika dilihat dari segi isi yang dituju, majalah Tempo adalah majalah mingguan yang membawakan liputan berita politik, ekonomi, dan investigasi

mendalam terhadap isu-isu yang terjadi di Indonesia.

Majalah Tempo merupakan salah satu contoh majalah berita mingguan yang tumbuh dan berkembang pesat serta relatif minim pesaing, setelah

(26)

musik dan seni. Mulai pula muncul majalah di bidang otomotif, interior,

kedirgantaraan, menejemen, bisnis, komputer, dll.

Tempo terbit sejak bulan April 1971, majalah ini merupakan majalah pertama yang tidak memiliki afiliasi dengan pemerintah.Pada tahun 1982,

majalah Tempo pernah dibredel karena dianggap terlalu ekstrim mengkritik pemerintahan pada masa orde baru.Awal terbit kembali tahun 1998.

B. Pemaknaan Dalam Kaver Majalah 1. Kaver Majalah

Pada sebuah majalah terdapat ruang lingkup desain, yaitu tentang

kaver majalah. Elemen visual pada kaver majalah saling berkaitan satu

dengan yang lainnya. Tipografi, ilustrasi, dan warna adalah beberapa

elemen visual untuk menciptakan komposisi yang menarik pada sebuah

kaver majalah.

Kaver adalah sampul halaman depan yang membuat identitas

perusahaan dan menghimpun isi pemberitaan verbal dan visual yang

berkaitan dengan materi pemberitaan agar dapat menarik pembaca.

Unsur-unsur yang harus ada pada sebuah kaver majalah adalah ukuran dasar dari

majalah tersebut (ukuran saku atau ukuran tabloid), logo fotografi, warna

dasar, keterangan mengenai jadwal pemberitaan, pencantuman harga,

headline (judul artikel dan judul sub artikel). Unsur-unsur ini mempunyai fungsi praktis dan fungsi komunikasi yang mewakili konsep yang

(27)

Selain itu kaver adalah halaman pertama yang ditampilkan oleh

sebuah majalah yang berisi foto atau ilustrasi, headline, dan warna.Foto atau ilustrasi adalah gambar yang menjelaskanapa isi dari majalah

tersebut, biasanya selalu berhubungan dengan headline. Headline adalah judul artikel yang sedang dibahas oleh majalah dalam setiap edisinya.

Kaver dalam sebuah buku atau majalah merupakan bagian yang

tidak terpisahkan. Peranan kaver sangat penting karena pada saat akan

membeli buku atau majalah yang pertama kali dilihat adalah kaver atau

ilustrasi gambarnya. Pemilihan judul (teks) harus singkat, mudah dibaca,

mudah dimengerti, dan secara langusng dapat menginformasikan isi yang

terkandung di dalamnya. Jika tampilan pada kaver dibuat semenarik

mungkin, pasti akan membuat seseorang tertarik untuk membeli majalah

tersebut.

Kaver dibuat untuk membantu calon konsumen dalam hal

pemahaman pesan yang ingin disampaikan oleh seorang penulis tentang

apa yang ada di dalamnya. Melalui gambar dalam kaver, seorang penulis

dapat menuangkan ide dan kreatifitasnya sebagai salah satu kesatuan dari

karya sastra yang dihasilkan, selain itu ada misi tertentu yang ingin

disampaikan oleh seorang penulis kepada khalayak umum.

Gambar secara visual pada kaver mampu mengomunikasikan pesan

dengan cepat dan berkesan, sebuah gambar bila tepat memilihnya bisa

(28)

sarana yang tepat untuk membuat sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas,

pnampilan secara visual mampu untuk menarik emosi pembaca.

Banyak penerbitan yang digunakan sebagai media, tetapi

penggunaannya disesuaikan dengan tujuan bidang-bidang tertentu. Kapan

akan digunakannya, tergantung pada jenis, serta jumlah artikel yang

ditulis. Tetapi yang paling penting adalah bentuk perwajahan penerbitan,

sehingga perlu adanya perencanaan desain yang baik dari setiap unsur

yang akan ditampilkan.

Unsur-unsur penerbitan antara lain berupa tanda atau simbol,

gunanya untuk membantu pembaca mengikuti alur suatu tulisan jika

tanda-tanda atau simbol itu memiliki bentuk yang sama semua, tentu

pembaca akan sulit membedakan serta memahami apa yang dimaksud

dengan simbol tersebut.

Media gambar atau visual mampu mengomunikasikan pesan

dengan cepat dan berkesan. Sebuah gambar jika tepat memilihnya bisa

memiliki nilai yang sama dengan ribuan kata, juga secara individu mampu

mengikat perhatian.

Kaver merupakan perpaduan antara teks dan foto. Keberadaan foto

ini diungkapkan lewat teks. Fungsi teks adalah documenter atau evidential,

sedangkan kehadiran foto sebagai docere (pembuktian) atau memberikan dokumentasi pada apa yang tertulis. Barthes melihat ”bahwa teks itu

(29)

2. Teori Konflik

Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan

sosial, sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja.

Istilah “konflik” secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con

yang berarti bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan.8 Pada umumnya istilah konflik sosial mengandung suatu rangkaian

fenomena pertentangan dan pertikaian antar pribadi melalui dari konflik

kelas sampai pada pertentangan dan peperangan internasional.

Coser mendefinisikan konflik sosial sebagai suatu perjuangan

terhadap nilai dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian

kekuasaan dan sumber-sumber pertentangan dinetralisir atau

dilangsungkan atau dieliminir saingannya.9

Konflik artinya percekcokan, perselisihan dan pertentangan.

Sedangkan konflik sosial yaitu pertentangan antar anggota atau masyarakat

yang bersifat menyeluruh dikehidupan.10 Konflik yaitu proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan, tanpa memperhatikan norma

dan nilai yang berlaku.11

8

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal 345.

9

Irving M. Zeitlin, Memahami Kembali Sosiologi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998),hal.156

10

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal.587.

11

(30)

Dalam pengertian lain, konflik merupakan suatu proses sosial yang

berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompok-kelompok

yang saling menantang dengan ancaman kekerasan. Konflik juga dapat

diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka

seperti nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya dimana tujuan mereka

berkonflik itu tidak hanya memperoleh keuntungan tetapi juga untuk

menundukkan pesaingnya. Konflik juga dapat diartikan sebagai benturan

kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lain

dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik,

sosial, dan budaya) yang relatif terbatas.12

Dari berbagai pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

konflik adalah percekcokan, perselisihan dan pertentangan yang terjadi

antar anggota atau masyarakat dengan tujuan untuk mencapai sesuatu yang

diinginkan dengan cara saling menantang dengan ancaman kekerasan.

Konflik sosial adalah salah satu bentuk interaksi sosial antara satu

pihak dengan pihak lain didalam masyarakat yang ditandai dengan adanya

sikap saling mengancam, menekan, hingga saling menghancurkan. Konflik

sosial sesungguhnya merupakan suatu proses bertemunya dua pihak atau

lebih yang mempunnyai kepentingan yang relatifsama terhadap hal yang

sifatnya terbatas. Sedangkan konflik politik yaitu konflik yang terjadi

akibat adanya kepentingan atau tujuan politis seseorang atau kelompok

.

12

(31)

3. Semiotika

Semiotika secara etimologi berasal dari kata Yunani, semeion yang berarti “tanda”. Secara terminologi, semiotika dapat didefinisikan sebagai

ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial

atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan bentuk dari tanda-tanda.

Semiotika juga mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,

konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki arti.

Semiotika yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian

tanda-tanda (the study of signs), pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apapun yang memungkinkan kita memandang

entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang

bermakna (Scholes, 1982: ix).13

Semiotika berupaya menemukan tanda termasuk hal-hal yang

tersembunyi dibalik sebuah tanda (teks, iklan, berita).Karena sistem tanda

sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut.

Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai

konstruksi sosial dimana pengguna tanda tersebut berada.14

Diantara sekian banyak pakar tentang semiotika, Charles Sanders

Peirce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang dapat

sebagai pemuka-pemuka semiotika moderen. Kedua tokoh inilah yang

memunculkan dua aliran utama semiotika moderen, yang satu

13

Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitas, (Yogyakarta: Jalasutra,2011), h. 3.

14

(32)

menggunakan konsep Peirce dan yang lain menggunakan konsep Saussure.

Ketidak samaan itu mungkin terutama disebabkan oleh perbedaan yang

mendasar, yaitu Peirce adalah ahli filsafat dan logika, sedangkan Saussure

adalah cikal bakal linguistik umum. Kedua tokoh tersebut

mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak saling mengenal

satu sama lain. Pemahaman atas dua gagasan ini merupakan syarat mutlak

bagi mereka yang ingin memperoleh pengetahuan dasar tetang semiotika.

Semiotika menurut Charles Sanders Peirce adalah tidak lain

daripada sebuah nama lain bagi logika, yakni doktrin formal tentang

tanda-tanda.15 Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda: tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tesusun oleh tanda-tanda,

melainkan dunia itu sendiri terkait dengan pikiran manusia.16 Penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat

bernalar lewat tanda.

Sementara bagi Ferdinand de Saussure, semiotika adalah sebuah

ilmu umum tentang tanda, “suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda

-tanda di dalam masyarakat ”Tujuannya adalah untuk menunjukkan

bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang

mengaturnya.

Semiotika menurut Saussure, didasarkan pada anggapan bahwa

selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama

berfungsi sebagai tanda, harus ada di belakang sistem tanda pembedaan

15

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 11.

16

(33)

dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Dengan demikian bagi

Peirce semiotika adalah suatu cabang dari filsafat, sedangkan bagi

Saussure semiotika adalah bagian dari disiplin psikologi sosial.17

Sebagai metode kajian, semiotika memperlihatkan kekuatannya di

dalam berbagai bidang, seperti antropologi, sosiologi politik, kajian

keagamaan, media studies, dan cultural studies. Sebagai metode penciptaan, semiotika mempunyai pengaruh pada bidang-bidang seni rupa,

seni tari, seni film, desain produk, arsitektur, termasuk desain komunikasi

visual.

Dilihat dari sudut pandang semiotika, desain komunikasi visual

adalah sebuah sistem semiotika khusus, dengan perbendaharaan tanda

(vocabulary) dan sintaks (syntagm) yang khas, yang berbeda dengan sistem semiotika seni. Di dalam sistem semiotika komunikasi visual

melekat fungsi komunikasi, yaitu fungsi tanda dalam menyampaikan pesan

(message) dari sebuah pengirim pesan (sender) kepada para penerima (reciever) tanda berdasarkan aturan atau kode-kode tertentu.

Semiotika visual pada dasarnya merupakan salah sebuah bidang

studi semiotika yang secara khusus menaruh minat pada penyelidikan

terhadap segala jenis makna yang disampaikan melalui sarana indra lihatan

(visual senses).18

17

Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Ikonisitas, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), h. 3.

18

(34)

Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam karya desain

komunikasi visual disosialisasikan pada khalayak melalui tanda. Secara

garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda

visual. Tanda verbal adalah aspek bahasa, tema dan pengertian yang

didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara

menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksial, atau simbolis, dan

bagaimana cara mengungkapkan idiom estetiknya. Tanda-tanda yang telah

dilihat dan dibaca dari dua aspek secara terpisah, kemudian

diklasifikasikan dan dicari hubungan antara yang satu dengan yang

lainnya.19

Agar pesan mampu menarik perhatian calon konsumen, maka

karya desain komunikasi visual harus menawarkan eksklusivisme,

keistimewaan, dan kekhususan yang kemudian dapat memberikan akibat

berupa ketertarikan calon konsumen untuk membeli. Contohnya adalah

kaver majalah, kaver majalah harus dibuat semenarik mungkin agar calon

pembaca tertarik untuk membeli majalah tersebut, karena biasanya

sebelum membeli calon pembaca melihat terlebih dahulu kavernya, apakah

menarik atau tidak. Strategi semacam ini sengaja dilakukan karena produk

desain komunikasi visual, yang salah satunya adalah kaver majalah

hanyalah sekedar “alat pembius” bagi produsen untuk berburu

konsumen.20

19

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 9-10.

20

(35)

Tanda adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan

perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya.

Kajian semiotika dibedakan atas dua jenis, yaitu semiotika komunikasi dan

semiotika signifikasi.21

Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi

tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor

dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima, kode, pesan, saluran

komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan). Sedangkan semiotika

signifikasi memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya

dalam suatu konteks tertentu.22 Dalam hal ini yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerimaan

tanda lebih diperlihatkan daripada proses komunikasinya, karena tujuan

dari komunikasi pada hal ini tidak dipersoalkan.

Ketika semua bentuk komunikasi adalah tanda, maka dunia ini

penuh dengan tanda. Ketika kita berkomunikasi, kita menciptakan tanda

sekaligus makna. Dalam perspektif semiotika, pada akhirnya komunikasi

aka menjadi suatu ilmu untuk mengungkapkan pemaknaan dari tanda yang

diciptakan oleh proses komunikasi itu sendiri.

4. Semiotika Charles Sanders Peirce

Charles Sanders Peirce ialah seorang ahli matematika dari Amerika

Serikat yang sangat tertarik pada persoalan lambang-lambang. Perice

terkenal karena teori tandanya. Di dalam lingkup semiotika, Peirce,

21

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) , h. 12.

22

(36)

sebagaimana dipaparkan Lechte (2001:227), seringkali mengulang-ulang

bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang.

Sebuah tanda atau represemtamen (representamen) menurut Peirce adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam

beberapa hal atau kapasitas. Sesuatu yang lain itu dinamakan sebagai

interpretan (interpretant) dari tanda yang pertama yang pada gilirannya mengacu pada objek (object). Dengan demikian, sebuah tanda atau represetamen memiliki relasi triadik langsung dengan interpretan dan

objeknya. Apa yang disebut sebagai proses semiosis merupakan suatu

proses yang memadukan entitas yang disebut sebagai representamen tadi

dengan entitas lain yang disebut sebagai objek. Proses semiosis ini sering

juga disebut sebagai signifikasi (signification).23

Peirce menandaskan bahwa kita hanya dapat berfikir dengan

medium tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda.

Peirce dikenal dengan teori segitiga maknanya (tiangle meaning). Menurutnya semiotika berangkat dari tiga elemen utama, yaitu tanda (sign

atau represetamen), acuan tanda (object), pengguna tanda (interpretant).

Yang dikupas teori segitiga adalah bagaimana makna muncul dari sebuah

tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.24

23

Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem ikonisitas, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), h.17.

24

(37)

Sign

Interpretant Object

Gambar 2.1 Semiotika Peirce Sumber: Rachmat Krisyantono (2006)

Karena proses semiosis seperti tergambarkan pada skema di atas ini

menghasilkan rangkaian hubungan yang tak berkesudahan, maka pada

gilirannya sebuah interpretan akan menjadi representamen, menjadi

interpretan lagi, menjadi representamen lagi dan seterusnya. Gerakan yang

tak berujung-pangkal ini oleh Umberto Eco dan Jacques Derrida kemudian

dirumuskan sebagai proses semiosis tanpa batas.25

Upaya klasifikasi yang dikerjakan oleh Peirce terhadap tanda-tanda

sungguh tidak bisa dibilang sederhana, melainkan sangatlah rumit.

Meskipun demikian, pembedaan tipe-tipe tanda yang agaknya paling

simple dan fundamental adalah diantara ikon (object), indeks (index), dan simbol (symbol) yang didasarkan atas relasi di antara representamen dan objeknya.26

Berdasarkan objeknya peirce membagi tanda atas icon (ikon), index

(indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya, ikon adalah tanda yang memiliki ciri-ciri yang sama

25

Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonitas, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), h. 18.

26

(38)

dengan apa yang dimaksudkan.27 Misalnya, gambar cicak dan buaya yang ditampilkan pada kaver majalah Tempo adalah ikon dari KPK dan POLRI. Indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan apa

yang diwakilinya atau disebut juga tanda sebagai bukti. Misalnya, teks

yang ada pada kaver majalah Tempo yang mewakili keterangan atas gambar yang ditampilkan. Teks “KPK adalah kita, setelah menetapkan

Budi Gunawan sebagai tersangka, KPK digebuk dari pelbagai penjuru”

adalah indeks dari gambar cicak yang seolah-olah diserang oleh hewan

lain. Simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan atau

perjanjian yang disepakati bersama.Simbol baru dapat dipahami jika

seseorang sudah mengerti arti yang telah disepakati sebelumnya.28 jadi, simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda

dengan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena,

hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.29 Misalnya,

gambar yang ditampilkan pada kaver majalah Tempo adalah simbol dari perseteruan antara KPK dan POLRI.

Menurut interpretan, tanda (sign, representamen) dibagi atas

rheme, dicent sign atau dicisign dan argument.30 Pertama, rema adalah suatu tanda kemungkinan kualitatif, yakni tanda apapun yang tidak betul

dan tidak pula salah.31 Rema merupakan tanda yang memungkinkan orang

27

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutea, 2008), h.17.

28

Ibid, h. 17

29

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) h.41-42

30 Ibid, h. 42

31

(39)

menafsirkan berdasarkan pilihan.32 Misalnya, gambar cicak yang dikelilingi binatang lain pada kaver majalah Tempo dapat menandakan bahwa gambar tersebut adalah KPK yang diserang dari berbagai penjuru.

Kedua, dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya, pada kaver majalah tersebut ditambahkan teks yang menyatakan bahwa gambar

tersebut adalah gambar KPK yang diserang dari berbagai penjuru. Ketiga,

argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. Misalnya teks yang menyatakan bahwa itu adalah gambar KPK yang

diserang dari berbagai penjuru.

Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Menurutnya, tanda adalah sesuatu

yang dapat mewkili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu.33 Sesuatu

yang digunakan agar tanda bisa berfungsi oleh Peirce disebut ground. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign,

sinsign¸dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lembut, lemah, dan merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda, misalnya kata

kabur atau keruh yang ada pada urutan kata “air sungai keruh” yang

menandakan bahwa ada hjan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan

hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia.34

32

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.42.

33

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 13.

34

(40)

Titik sentral dari semiotika Peirce adalah sebuah trikotomi dasariah

mengenai relasi “menggantikan” (stands for) di antara tanda dengan objeknya melalui interpretan. Representamen adalah sesuatu yang bersifat indrawi (perceptible) atau material yang berfungsi sebagai tanda. Kehadirannya membangkitkan interpretan, yakni suatu tanda lain yang

ekuivalen dengannya, di dalam benak seseorang (interpreter). Dengan kata lain, baik representamen maupun interpretan pada hakikatnya tidak lain

dan tidak bukan adalah tanda, yakni sesuatu yang menggantikan sesuatu

yang lain. Hanya saja, representamen muncul mendahului interpretan,

sementara adanya interpretan dibangitkan oleh representamen.35

C. Fenomena Korupsi di Indonesia

Korupsi di tanah negeri ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia

tetap lestari sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam

tiap orde yang datang silih berganti. Hampir semua segi kehidupan terjangkit

korupsi. Apabila disederhanakan penyebab korupsi meliputi dua faktor, yaitu

faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri

pribadi sedangkan faktor eksternal adalah faktor penyebab terjadinya korupsi

karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal terdiri dari aspek moral,

misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, aspek sikap atau prilaku

35

(41)

misalnya pola hidup konsumtif dan aspek sosial seperti keluarga yang dapat

mendorong seseorang untuk berprilaku korup.

Faktor eksternal bisa dilacak dari aspek ekonomi misalnya pendapatan

atau gaji tidak mencukupi kebutuhan, aspek politis misalnya instabilitas

politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan kekuasaan, aspek

menejemen dan organisasi yaitu ketiadaan akuntabilitas dan transparasi,

aspek hukum, terlihat dalam buruknya wujud perundang-undangan dan

lemahnya penegakan hukum serta aspek sosial yaitu lingkungan atau

masyarakat yang kurang mendukung prilaku anti korupsi.36

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik berasal dari

dalam diri pelaku atau dari luar pelaku. Sebagaimana dikatakan Yamamah

bahwa ketika perilaku materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem

politik yang masih “mendewakan”materi maka dapat “memaksa” terjadinya

permainan uang dan korupsi (Ansari Yamamah: 2009) “Dengan kondisi itu

hampir dapat dipastikan seluruh pejabat kemudian `terpaksa` korupsi kalau

sudah menjabat”. Nur Syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab

seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia

materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya.

Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara

akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah

seseorang akan melakukan korupsi. Dengan demikian, jika menggunakan

sudut pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab

36

(42)

korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap

kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses

(43)

BAB III

PROFIL MAJALAH TEMPO

A. Sejarah singkat majalah Tempo

Habis gelap terbitlah terang. Itulah suasana politik sesudah jatuhnya

rezim Presiden Soekarno pada 1960-an. Orang menaruh harap agar zaman

segera normal. Antre beras supaya berlalu, inflasi tinggi segera turun, dan

kebebasan berpendapat tak lekang. Maka setelah krisis 1965-1966, aktivisme

mulai reda dan orang mulai bekerja kembali.

Diantaranya ada sekelompok wartawan muda di Jakarta. Seorang

diantaranya baru pulang dari studi lanjut di Brugges, Belgia, dan bergabung

dengan Harian Kami. Namanya Goenawan Mohamad. Ia bukan saja

wartawan tapi juga dikenal sebagai penyair. Ada juga Fikri Jufri, seorang

mahasiswa yang bercita-cita jadi ekonom, tapi bekerja buat harian Pedoman.

Orang-orang muda tak bekerja dalam pengertian kerja yang

mengasingkan. Kelompok ini, yang kebetulan adalah seniman dan mantan

aktivis anti rezim Soekarno, mencari sesuatu yang lebih substansial

ketimbang sekadar kerja untuk mencederai kejenuhan.

"Di tahun 1969 beberapa kawan berangan-angan membuat sebuah

majalah.Istri saya kemudian menulis di atas map sebuah nama,

Perusahaan Awang-awang," ujar Goenawan Mohamad. "Tapi kali ini," kata

Goenawan dalam majalah Tempo edisi khusus November 1986, "angan-angan itu kami rentang lebih jauh. Saya misalnya menyarankan, kalau mau

(44)

bikin majalah, kenapa tak mencoba bentuk yang selama ini belum dicoba

di Indonesia? Mengapa tidak mencoba mingguan berita model Time

dan Newsweek di Amerika Serikat, yang dipakai l'Express di Prancis, Spiegel

di Jerman Barat, atau Elsevier di Belanda?"

Gagasan yang bertengger di awang-awang itu akhirnya mendarat ke

bumi. Pada 1969 Goenawan dan kawan-kawan menerbitkan majalah Ekspres

yang dibiayai B.M. Diah, pemilik harian Merdeka yang pernah jadi duta besar

Indonesia. Kawan-kawannya menunjuk Goenawan jadi pemimpin redaksi.

Ketika terbit, Taufiq Ismail, seorang penyair kondang, diajak

Goenawan ke dapur majalah Ekspres. Ismail tampak antusias dan berkata,

"Bung majalah ini mungkin berumur pendek, sebulan dua bulan. Tapi kalau

nanti mati, sudahlah, sudah membuat sejarah.”

Dugaan Ismail ada benarnya. Belum genap setahun terjadilah

pertikaian dalam tubuh Persatuan Wartawan Indonesia atau biasa disingkat

PWI. Ekspres sebenarnya tak terlibat. Tapi B.M. Diah ditunjuk oleh

Ali Moertopo, salah seorang asisten Jenderal Soeharto, untuk jadi ketua PWI.

Tujuannya apalagi kalau bukan untuk mengontrol wartawan. Padahal PWI

baru menyelenggarakan kongres dan memilih Rosihan Anwar dari Pedoman

sebagai ketuanya yang baru. Terjadilah dualisme kepemimpinan. "Waktu itu

saya bikin pernyataan yang tidak mendukung keputusan Moertopo. Saya

kemudian dipecat oleh B.M. Diah," tutur Goenawan.

Kata-kata Taufiq Ismail kembali terngiang di telinga Goenawan.

(45)

diri tak menganggur."Apalagi ketika saya dipecat, teman-teman pada solider

dengan turut hengkang dari Ekspres. Saya terharu dengan solidaritas itu," kata

Goenawan.

Bersamaan dengan itu Harjoko Trisnadi sedang mengalami masalah.

Majalah Djaja, milik Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) , yang

dikelolanya sejak 1962 macet terbit. Menghadapi kondisi tersebut, karyawan

Djaja menulis surat kepada Gubernur DKI saat itu, Ali Sadikin, minta agar

Djaja diswastakan dan dikelola Yayasan Jaya Raya-sebuah yayasan yang

berada di bawah Pemerintah DKI. Lalu terjadi rembugan tripartite antara

Yayasan Jaya Raya-yang dipimpin Ir. Ciputra-orang-orang bekas majalah

Ekspres, dan orang-orang bekas majalah Djaja. Disepakatilah berdirinya

majalah Tempo di bawah PT. Grafiti Pers sebagai penerbitnya.

Kenapa nama Tempo? Menurut Goenawan -Pemimpin Redaksi saat itu- karena kata ini mudah diucapkan, terutama oleh para pengecer. Cocok pula

dengan sifat sebuah media berkala yang jarak terbitnya longgar, yakni

mingguan. Mungkin juga karena dekat dengan nama majalah berita terbitan

Amerika Serikat, Time-sekaligus sambil berolok-olok-yang sudah terkenal.

Edisi perdana majalah Tempo terbit pada 6 Maret 1971.

Dengan rata-rata umur pengelola yang masih 20-an, Tempo tampil beda dan diterima masyarakat. Dengan mengedepakan peliputan berita yang jujur

dan berimbang, serta tulisan yang disajikan dalam prosa yang menarik dan

jenaka, Tempo diterima masyarakat. Pada tahun 1982, untuk pertama kalinya

(46)

dan kendaraan politiknya, Golkar. Saat itu tengah dilangsungkan kampanye

dan prosesi Pemilihan Umum. Tapi akhirnya Tempo diperbolehkan terbit kembali setelah menandatangani semacam "janji" di atas kertas segel dengan

Ali Moertopo, Menteri Penerangan saat itu (zaman Soeharto ada Departemen

Penerangan yang fungsinya, antara lain mengontrol pers).

Makin sempurna mekanisme internal keredaksian Tempo, makin mengental semangat jurnalisme investigasinya. Maka makin tajam pula daya

kritik Tempo terhadap pemerintahan Soeharto yang sudah sedemikian melumut. Puncaknya, pada Juni 1994. Untuk kedua kalinya Tempo dibredel oleh pemerintah, melalui Menteri Penerangan Harmoko. Tempo dinilai terlalu keras mengkritik Habibie dan Soeharto ihwal pembelian kapal kapal bekas

dari Jerman Timur.

Selepas Soeharto lengser pada Mei 1998, mereka yang pernah bekerja

di Tempodan tercerai berai akibat bredel berembuk ulang. Mereka bicara ihwal perlu-tidaknya majalah Tempo terbit kembali. Hasilnya, Tempo harus terbit kembali. Maka, sejak 12 Oktober 1998, majalah Tempo hadir kembali.

Untuk meningkatkan skala dan kemampuan penetrasi ke bisnis dunia

media, maka pada tahun 2001, PT. Arsa Raya Perdanago public dan menjual

sahamnya ke publik dan lahirlah PT. Tempo Inti Media Tbk. (PT.TIM) sebagai penerbit majalah Tempo yang baru. Pada tahun yang sama (2001), lahirlah Koran Tempo yang berkompetisi di media harian.

Sebaran informasi di bawah bendera PT TIM Tbk, terus berkembang

(47)

Inggris, Travelounge (2009) dan Tempo Interaktif- yang kemudian menjadi

Tempo.co serta Tempo News Room (TNR), kantor berita yang berfungsi sebagai pusat berita media Group Tempo. Tempo juga mencoba menembus bisnis televisi dengan mendirikan Tempo TV, kerja sama dengan kantor berita radio KBR68H.

B. Visi dan Misi Majalah Tempo

Visi dari majalah Tempo adalah menjadi acuan dalam proses meningkatkan kebebasan rakyat untuk berpikir dan mengutarakan pendapat

serta membangun suatu masyarakat yang menghargai kecerdasan dan

perbedaan pendapat.

Sedangkan misi dari majalah Tempo adalah:

1. Menyumbangkan kepada masyarakat suatu produk multimedia yang

menampung dan menyalurkan secara adil suara yang berbeda-beda.

2. Menghasilkan produk multimedia yang mandiri, bebas dari tekanan

kekuasaan modal maupun politik.

3. Terus-menerus meningkatkan apresiasi terhadap ide-ide baru, bahasa,

dan tampilan visual yang baik.

4. Menghasilkan karya yang bermutu tinggi dan berpegang kepada kode

etik.

5. Menjadi tempat kerja yang mencerminkan Indonesia yang beragam

sesuai dengan kemajuan zaman.

(48)

7. Menjadi lahan yang subur bagi kegiatan-kegiatan untuk memperkaya

(49)

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Analisis Semiotika Pada Kaver Majalah Tempo

Pada bab ini akan dibahas mengenai masalah pokok yang diambil

untuk bahan penelitian dengan menggunakan teori Charles Sanders Pierce

yang mengemukakan tentang jenis tanda, di antaranya sign (ikon, indeks, dan simbol), object, dan interpretant. Untuk penelitian ini peneliti mengambil kaver majalah Tempo edisi Januari sampai Februari 2015.

Selain itu dalam bab ini juga peneliti menambahkan beberapa tabel

agar memudahkan para pembaca mengerti apa yang diteliti. Peneliti juga

menambahkan gambar agar pembaca juga dapat melihat apa saja yang diteliti

dan dapat juga melihat tanda-tanda yang ada dalam kaver majalah Tempo

edisi Januari sampai Maret 2015. Kaver majalah Tempo yang diteliti adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Kaver Majalah Tempo yang diteliti

Edisi No.1/26 Januari- 1 Februari 2015

Edisi No. 2/2-8 Februari 2015

Edisi No. 3/9-15 Februari 2015

Edisi No. 4/16-22 Februari 2015

(50)

1. Majalah Tempo edisi 26 Januari- 1 Februari 2015 ini bertemakan “KPK

Adalah Kita”. Gambar yang ditampilkan pada edisi ini adalah

binatang-binatang seperti buaya, kalajengking, ular, laba-laba, kaki seribu, kecoak,

dan kelabang yang sedang mengelilingi seekor cicak.

Gambar 4.1

Kaver Majalah Tempo edisi 26 Januari-1 Februari 2015

Pada kaver tersebut gambaran cicak berwarna merah dan

binatang-binatang lain yang mengelilinginya adalah ikon dari KPK yang merupakan

cicak berwarna merah seperti sedang diserang dari berbagai penjuru oleh

C

A

B

(51)

POLRI yang merupakan buaya pada gambar tersebut, serta

pendukung-pendukung POLRI seperti pemerintah, kejaksaan agung, dan DPR sebagai

binatang lainnya. Realitas bisa jadi berbeda bahwa binatang-binatang yang

digambarkan di kaver hanyalah binatang biasa. Namun, dengan menampilkan

seekor cicak yang sedang dikelilingi binatang lainnya seperti hendak diserang

itu menimbulkan kesan yang ditampilkan itu adalah ikon dari KPK dan

POLRI.

Indeks pada kaver ini ditampilkan melalui kata-kata yang terkait

dengan serangan yang diterima KPK setelah menetapkan Budi Gunawan

sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi (kode C), melalui gambar buaya

dan binatang lain (kode B dan D) yang seolah-olah akan menyerang cicak

(kode A). Dalam kaver tersebut kata-kata pada kode C adalah “Setelah

menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka, KPK digebuk dari pelbagai

penjuru”.

Sementara simbol yang muncul adalah sekelompok binatang yang

mengelilingi seekor cicak yang diibaratkan sebagai KPK yang dikelilingi oleh

POLRI dan pendukung-pendukungnya (kode A, B dan D). Pada gambar

tersebut buaya dan binatang lainnya digambarkan dengan tinta hitam,

sedangkan cicak digambarkan dengan tinta berwarna merah dan posisi cicak

(52)

Tabel 4.2

Tanda-tanda dalam kaver

Jenis Tanda Contoh Tanda Kode

Ikon Ilustrasi dalam kaver A, B, D

Indeks Kara-kata, ilustrasi, dan

posisi masing-masing

hewan pada kaver

C, A, B, D

Simbol KPK dan POLRI A, B

Petugas keamanan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

mendeteksi kehadiran “orang asing” di sekitar kantor mereka. Kewaspadaan

ditingkatkan setelah lembaga itu menetapkan Komisaris Jenderal Budi

Gunawan sebagai tersangka perkara suap dan gratifikasi.37

Seperti yang diketahui, Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka

oleh KPK setelah Presiden Jokowi menetapkan dirinya sebagai calon tunggal

KAPOLRI. Pengalaman memberi peringatan bahwa proses hukum terhadap

perwura tinggi kepolisian selalu memantik serangan balik ke komisi anti

korupsi, seperti yang terjadi pada tahun 2009 dan 2012.38

Dari pemaparan terhadap ikon, indeks, dan simbol di atas, maka

peneliti melihat bahwa ilustrasi pada kaver majalah Tempo edisi 26 Januari-1

37

Tempo, No.1/26 Januari- 1 Februari 2015, h. 29.

38

(53)

Februari 2015 ini adalah gambaran mengenai KPK dan POLRI. Teks “Setelah

menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka, KPK digebuk dari pelbagai

penjuru” menginterpretasikan peneliti bahwa ilustrasi pada kaver tersebut

adalah gambaran KPK yang diserang dari berbagai penjuru oleh POLRI.

Penggunaan kalimat “digebuk dari pelbagai penjuru” dalam kaver

tersebut memiliki makna diserang dari berbagai arah.Peneliti

menginterpretasikan bahwa ilustrasi pada kaver tersebut adalah KPK yang

diserang dari berbagai penjuru setelah menetapkan komisaris jendral Budi

Gunawan sebagai tersangka. Seperti yang terjadi pada tahun 2009 dan 2012

proses hukum terhadap perwira tinggi kepolisian selalu memantik serangan

balik ke KPK.

Ketika pertama melihat, ilustrasi yang ditampilkan pada kaver ini

hanyalah visualisasi hewan saja. Namun, dengan kalimat yang tertulis (kode

C), merupakan upaya untuk mengarahkan bahwa ilustrasi tersebut adalah

gambaran mengenai KPK yang diserang dari berbagai penjuru. Calon

pembaca majalah tersebut terfokus pada gambar cicak berwarna merah dan

berbagai hewan lainnya yang mengelilinginya (kode A, B, D) sebgai subjek

dan disertai oleh teks yang terkait dengan gambar tersebut (kode C).

Terkait dengan objek penelitian ini, pada dasarnya menciptakan

identitas social yang berkaitan dengan konflik politik.Identitas ini muncul

atau lebih tepatnya dikonstruksi sebagai gambaran mengenai konflik yang

(54)

Tabel 4.3

Hasil Analisis Kaver Edisi 26 Januari-1 Februari 2015

(55)

dipengaruhi oleh antar

tanda, dan pada

akhirnya ada narasi

atau kalimat yang

mendekati keinginan si

pembuat tanda. Ketika

pertama melihat,

gambaryang

ditampilakan pada

kaver adalah gambar

hewan melata biasa

namun ketika melihat

warna, posisi, dan

kata-kata yang terkait

dengan gambar

tersebut, kesan yang

ditampilkan adalah

gambaran mengenai

KPK yang diserang

(56)

2. Majalah Tempo edisi 2 Februari-8 Februari 2015 ini bertemakan

“Skenario Membidik KPK”. Gambar yang ditampilkan pada edisi ini

adalah ilustrasi dari empat pemimpin KPK, yaitu Adnan Pandu Praja,

Zulkarnain, Abraham Samad, dan Bambang Widjojanto.

Gambar 4.2

Kaver Majalah Tempo Edisi 2 Februari-8 Februari 2015

Dalam kaver tersebut, ilustrasi yang ditampilkan adalah ikon dari

pemimpin KPK. Pada realitasnya bisa jadi berbeda bahwa empat orang yang

diilustrasikan tidak ada hubungan dengan KPK. Namun, ketika melihat wajah

A

E

B

C

Gambar

Gambar 2.1 Semiotika Charles Sanders Peirce ...............................................
Tabel 4.1 Kaver Majalah Tempo yang diteliti .................................................
gambar, tipografi, warna, ilustrasi dan elemen lainnya, termasuk kaver. Kaver
Gambar secara visual pada kaver mampu mengomunikasikan pesan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa untuk kurun waktu 2005-2010 acuan pelaksanaan pembangunan daerah menggunakan Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Koefisien Determinasi dalam penelitian ini adalah 0,433 atau 43,3% yang artinya memiliki pengaruh yang sedang antara Kebijakan Dividen, Kebijakan Utang dan

Pembuatan sistem dapat memudahkan seseorang untuk menghitung biaya yang akan dikeluarkan untuk membuat rumah atau bangunan. Data yang diolah akan berguna bila

Dalam penelitian ini keahlian komite audit diukur menggunakan persentase jumlah komite audit dengan keahlian finansial atau akuntansi terhadap jumlah total komite audit

Tabel IV.15 Penonton mengetahui bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai bahaya seperti menyebabkan kanker mulut, kanker tenggorokan, kanker paru-paru dan bronkitis kronis

PANITIA PENGADAAN BARANG/JASA PADA DINAS PEKERJAAN UMUM.. KABUPATEN INDRAGIRI HULU TAHUN

Apabila pada sambungan dengan saluran berbeda disisipkan suatu induktor atau kapasitor, maka pada titik sambungan, bentuk gelombang pantul dan terusan akan berbeda

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dikatakan bahwa selain untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang maka tugas kedua adalah untuk membantu penegakan hukum