KETERAMPILAN DI BEKASI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: Fikri Dzulkarnain
1110054000032
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
1
PERAN YAYASAN GRIYA YATIM DAN DHUAFA DALAM
PEMBERDAYAAN KAUM DHUAFA MELALUI PENDIDIKAN
KETERAMPILAN DI BBKASI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial lslam (S.Kom.I)
Oleh:
FIKRI DZULKARNAIN NIM. 1110054000032
Di bawahbimbingan,
NrP. 19710520 199903 2 002
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi berjudul PERAN YAYASAN
GRIYA
YATIM
DAN DI{UAFADALAM
PEMBERDAYAAN KA{.TMDHUAFA
MELALUI
PENDIDIKANKETERAMPILAN DI BEKASI telah diujikan dalam Sidang Munaqosah Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada kamis, 1B
september 2014 skripsi ini telah diterima sebagai salah satu sarat memeperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
Islam.
.J akarta, 2
I
September 201 4Sidano Mrrnannsvah
M. Hr-rdri. MA
Nrpliffioo
lee8o3Anggota
1 003
NrP.19671126 t99603 2 001 Penguji I
f;*Yt^l
Nurul Hldhvati. M.Pd
NrP. 19690322199603 2 001 19710s20 199903 2 002
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoleh ge;ar Sarjana Strata I di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 04 September 2014
i
Fikri Dzulkarnain
Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi.
Kaum dhuafa sebagai bagian Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang senantiasa untuk ditangani bersama dan harus dicari jalan keluarnya. Program pemerintah dicanangkan dengan mendirikan lembaga-lembaga, seperti rumah singgah dan lain-lain. Kesenjangan sosial menjadi faktor utama, oleh sebab itu pembangunan harus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas pemenuhan sandang, pangan, dan papan. Dengan demikian kehadiran lembaga sosial menjadi penting sebagai penengah antara pemerintah dan masyarakat (kaum dhuafa).
Tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam berbagai upayanya untuk memberikan harapan-harapan kepada anak yatim dan kaum dhuafa. Strategi pelaksanaan pemberdayaan melalui pendidikan dan keterampilaan. Tujuan lain untuk mengetahui metode pendidikan nonformal bagi kaum dhuafa yang berdampak pada kemandirian ekonomi, sosial, dan masyarakat. Selain itu, adalah untuk mengetahui tindakan atau sikap kaum dhuafa dalam menerima program pemberdayaan oleh Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa.
Metodologi penelitian karya ilmiah ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan analisis deskriptif yang didapatkan dari data-data yang telah berhasil diolah secara sistematis baik berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati. Subjek penelitian adalah orang yang dapat memberikan informasi. Adapun yang dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini adalah masyarakat dan pengelola Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa. Sedangkan objeknya adalah tentang peran dari Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan melalui pendidikan adalah Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa berperan sebagai mediator, fasilitator, pendidik, sekaligus sebagai perwakilan bagi kaum dhuafa yang mengupayakan dapat membangun hidup mereka secara mandiri.
ii
Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah member
nikmat islam, iman, dan kemudahan, sehingga penulis dapat menyeleaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam tidak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, dan pengikutnya.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna,
sekalipun penulis telah berusaha untuk melakukan yang terbaik. Namun pasti ada
kekurangan dan kelemahan baik dari isi atau teknik penyusunannya. Dengan
demikian, penulis membuka diri untuk menerima masukan dan kritik demi perbaikan
skripsi dan diri penulis sendiri sebagai bahan evaluasi dan intropeksi diri sekarang
dan dimasa yang akan dating.
Berkat keridhoan Allah SWT semata akhirnya penyusunan skripsi ini dapat
selesai. Serta tak lupa penulis menyampaikan ungkapan terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi, arahan terhadap penyusunan skripsi
ini.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu wati Nilamsari, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat
iii
4. Ibu Wati Nilamsari M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi, yang dengan
sabar membimbing penulis dan senantiasa menyediakan waktunya ditengah
kesibukannya memberikan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan
ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalankan perkuliahan.
6. Orang tua tercinta, Ayahanda H. Abdul Aziz, S.Ag dan Ibunda Hj. Muslimah,
S.Pdi, yang selalu memberikan kasih sayang yang tak terhingga sepanjang
hayatku, serta selalu mendoakan dan memberikan semangat tanpa henti
kepada penulis.
7. Kepada ketiga adikku, Husni Syahrizal (cus), Ahmad Bahraysi (brew), dan
Afifuroihan (sipit) yang selalu menjadi penyemangatku.
8. Yang tersayang Lisa Farial S.Psi yang selalu mendampingi, membantu, dan
memotivasi penulis dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.
9. Kepada Kang Iing yang selalu mendoakan saya siang dan malam, sehingga
penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
10.Kepada sahabat yang paling setia Sri Rahmayani yang sudah mau meluangkan
waktunya sehingga proses sidang penulis berjalan dengan lancer.
11.Sahabat dan temen-temen seperjuangn di Jurusan PMI angkatan 2010 yang
iv
12.kepada Bapak Tarjuni, Bapak Nasrullah, Bapak Pardinal, Bapak Dani, Dll
selaku Pimpinan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa, Staf, dan Pendamping
Anak-anak Binaan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa yang tidak saya
sebutkan satu persatu namanya. Terimakasih atas dukungan semangatnya dan
berterima kasih sudah banyak meluangkan waktu untuk memberikan
pengetahuan yang terkait dengan skripsi ini.
13.Kepada pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Dakwah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu penulis selama
menyelesaikan skripsi ini.
14.Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Akhir kata, karena keterbatasan wawasan pengetahuan, dan pengalaman maka
kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat. Amien.
Ciputat, 04 September 2014
Fikri Dzulkarnain
,
v
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
D. Metodologi Penelitian ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 15
F. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 18
A. Peran ... 18
Pengertian Peran…. ... 18
B. Pemberdayaan... 19
1. Pengertian Pemberdayaan ... 20
2. Tahapan-tahapan Pemberdayaan ... 25
3. Tujuan dan Proses Pemberdayaan ... 27
C. Dhu’afa ... 28
1. Pengertian Dhu’afa ... 28
2. Pengertian Fakir dan Miskin ... 31
D. Pendidikan ... 35
1. Pengertian Pendidikan ... 35
2. Jenis-jenis Pendidikan ... 37
E. Keterampilan ... 38
1. Pengertian Keterampilan ... 38
2. Jenis-jenis Keterampilan ... 40
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN GRIYA YATIM DAN DHUAFA ... 42
A. Profil Yayasan GriyaYatim dan Dhuafa ... 42
1. Sejarah Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 42
2. Visi Misi Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 46
3. Letak Geografis Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 46
4. Program Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 46
B. Struktur Pengurus Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 50
vi Pendidikan
Keterampilan ... 51
B. Harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan 56 C. Harapan Kaum Dhuafa dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan ... 61
D. Kesesuaian Antara Kewajiban/Tugas dan Harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan ... 64
BAB V PENUTUP ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 67
1
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai salah satu bagian dari negara berkembang, Indonesia tidak
pernah terlepas dari berbagai krisis yang ada. Sadar akan hal tersebut,
Indonesia berupaya untuk berbenah diri mewujudkan perubahan nyata melalui
suatu pembangunan. Pembangunan yang dimaksud adalah dengan membentuk
suatu interaksi dari semua faktor yang ada di dalam masyarakat, baik faktor
ekonomi maupun faktor manusia.
Menurut pandangan para ahli tentang sumber daya manusia, masalah
kualitas menjadi hal yang sangat diprioritaskan dibanding kuantitas.
Membicarakan tingkat kualitas manusia, seyogyanya ada dua hal yang harus
dibedakan satu dengan yang lainnya. Dua komponen kualitas manusia ini yang
pertama, tingkat keterampilan atau keahlian, dalam hal ini kaitannya dengan
pendidikan, training. Kedua, usaha kerja dan etika kerja/budaya kerja, dalam
hal ini kaitannya dengan prinsip moral kemasyarakatan dan merupakan
warisan budaya yang diturunkan dari generasi ke generasi.1
Untuk mendapatkan manusia yang berkualitas, salah satu cara yang
bisa ditempuh adalah dengan melakukan pemberdayaan terhadap
manusia-manusia tersebut melalui pendidikan keterampilan. Dengan pendidikan
keterampilan, masyarakat dibekali pengetahuan dan sikap yang diperlukan
sehingga masyarakat dapat melakukan sesuatu untuk peningkatan kualitas
1
hidup dalam mewujudkan suatu pembangunan.
Pemberdayaan melalui pendidikan keterampilan menekankan
pentingnya suatu proses edukatif dalam melengkapi masyarakat untuk
meningkatkan keberdayaan mereka. Pendidikan adalah permasalahan besar
yang menyangkut nasib dan masa depan bangsa. Karena itu, tuntutan
reformasi politik, ekonomi, sosial, hak azasi manusia, sistem pemerintahan
dan agrarian tidak akan membuahkan hasil yang baik tanpa reformasi sistem
pendidikan. Krisis multidimensi yang melanda Negara dan bangsa Indonesia
ini, tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi, sosial dan politik, melainkan
juga oleh krisis pada sistem pendidikan.
Melalui pendidikan, masyarakat dibekali pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang diperlukan, sehingga masyarakat menjadi tahu, mengerti,
dapat melakukan dan mau melakukan sesuatu untuk peningkatan kualitas
hidup. Perubahan perilaku ini apabila dipadukan dengan sumber daya alam
yang tersedia, akan melahirkan perilaku baru yang disebut partisipasi.
Partisipasi ini akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dan kreatif
melaksanakan pembangunan yang terarah dan berencana terutama dalam
meningkatkan pendapatan income generating, serta membuka lapangan kerja
baru employment generating untuk perbaikan kualitas hidup masyarakat.2
Memberdayakan masyarakat berarti melakukan investasi pada
masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Maka pemberdayaan menunjuk
pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu
masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan
2
dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat
fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memilki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.3
Pemberdayaan dan partisipasi merupakan hal yang menjadi pusat
perhatian dalam proses pembangunan belakangan ini di berbagai negara.
Kemiskinan yang terus melanda dan menggerus kehidupan umat manusia
akibat resesi internasional yang terus bergulir dan proses restrukturisasi,
agen-agen nasional-internasional, serta negara-negara setempat menunjukan
perhatian yang sangat besar terhadap strategi partisipasi masyarakat sebagai
sarana percepatan proses pembangunan. Karena itu, perlu ditekankan
peningkatan tentang pentingnya pendekatan alternatif berupa pendekatan
pembangunan yang diawali oleh proses pemberdayaan masyarakat lokal.4
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di
tengah-tengah masyarakat, khususnya di Negara-negara berkembang.5
Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan baik para
akademisi maupun para praktisi. Persoalan yang serius yang dihadapi bangsa
Indonesia saat ini adalah perekonomian yang lemah.6 Kemiskinan bukan
karena mereka tidak rasional, atau karena mereka memang mempunyai
kebudayaan miskin, atau karena mereka memang mempunyai budaya miskin
3
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. (PT. Refika Aditama, 2005), h. 60
4
Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Humaniora Utama Press, 2010), h. 4.
5
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h. 131
6
(the culture of poverty) atau karena mereka kurang motivasi berprestasi dan
kewiraswastaan, atau bahkan karena etos kerja yang lemah.7 Masyarakat
miskin atau yang biasa disebut kaum dhu’afa yang ada di Indonesia,
merupakan bagian dari komponen masyarakat yang mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dengan komponen masyarakat yang lainnya yang tidak
boleh dimarjinalkan.
Berangkat dari permasalahan tersebut maka diperlukanlah suatu usaha
sadar dari segolongan masyarakat yang peduli akan kesejahteraan mereka
dengan membentuk suatu organisasi, atau biasa disebut yayasan. Yayasan
merupakan salah satu sarana yang sangat efektif dalam menjawab
permasalahan di atas. Yayasan dapat mengadakan kegiatan yang mengarah
pada berbagai bentuk bimbingan, termasuk didalamnya bimbingan pendidikan
keterampilan. Hal ini sangat diperlukan, sehingga mereka bisa tetap
mendapatkan sesuatu yang memang dibutuhkan dalam mencapai
kesejahteraan dikemudian hari.
Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa adalah lembaga sosial yang
menjembatani kepedulian para dermawan kepada anak yatim dan kaum dhuafa
untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui pendidikan keterampilan.
Sasaran yang dituju adalah para dhuafa untuk mengembangkan usaha kecil
mereka.
Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa adalah lembaga sosial terdepan
dalam mewujudkan masa depan yatim dan dhuafa. Sebagai lembaga sosial
Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa memiliki berbagai macam program
diantaranya program pendidikan, program sosial, program pemberdayaan,
7
program kemanusiaan, program wakaf, dan program aqiqah dan qurban.
Untuk lebih mengetahui seberapa jauh peran Yayasan Griya Yatim dan
Dhuafa dalam peningkatan pemberdayaan kaum dhu’afa, maka penulis
menuangkan bahasan ini dalam sebuah skripsi dengan judul: Peran Yayasan
Griya Yatim dan Dhuafa dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa melalui
pendidikan keterampilan Di Bekasi.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis membatasi masalah
pada pendidikan keterampilan yang dilakukan oleh Yayasan Griya Yatim dan
Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa di Bekasi.
Berdasarkan batasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana tugas utama Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam
pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di Bekasi?
2. Bagaimana harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam
pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di Bekasi?
3. Bagaimana harapan kaum dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa
melalui pendidikan keterampilan di Bekasi?
4. Bagaimana keterkaitan antara tugas utama dan harapan Yayasan Griya
Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan
keterampilan di Bekasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
adalah:
a. Untuk mengetahui tugas utama Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa
dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di
Bekasi.
b. Untuk mengetahui harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam
pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di
Bekasi.
c. Untuk mengetahui harapan kaum dhuafa dalam pemberdayaan kaum
dhuafa melalui pendidikan keterampilan di Bekasi.
d. Untuk mengetahui keterkaitan antara tugas utama dan harapan
Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa
melalui pendidikan keterampilan di Bekasi.
2. Manfaat Penelitian
Terkait dengan tujuan di atas, maka penelitian ini memiliki manfaat
sebagai berikut:
a. Manfaat Akademis.
1) Penelitian ini sebagai persyaratan tugas akhir dan memperoleh
kesarjanaan (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2) Menambah khazanah keilmuan, khususnya memperkaya tipe-tipe
pengembangan masyarakat.
b. Manfaat Praktis: Dengan penelitian ini diharapkan akan mampu
membangun sebuah paradigma baru tentang disiplin pengembangan
D. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah suatu cara kerja untuk memahami objek
penelitian dalam rangka menemukan, menguji terhadap suatu kebenaran atau
pengetahuan. Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan penelitian
Kualitatif. Menurut Tailor sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J Moleong
adalah prosedur sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati.8
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh penulis termasuk dalam
pendekatan penelitian kualitatif, pendekatan kualitatif ini digunakan
karena beberapa pertimbangan, yaitu bersifat luwes, tidak terlalu rinci,
tidak lazim mendefinisikan suatu konsep serta memberi kemungkinan bagi
perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar,
menarik dan unik bermakna dilapangan.9
Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian
karena berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan
hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat dan digambarkan secara
jelas dari kondisi sebenarnya.
2. Jenis Penelitian
Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah Dekriptif.
[image:17.595.100.515.251.607.2]Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian akan
8
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif: edisi revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2012) Cet. Ke-30. h. 4.
9
berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan
tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara catatan lapangan,
catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya.10
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah menunjuk pada orang/individu atau
kelompok yang dijadikan unit atau satuan (kasus) yang diteliti.11 Adapun
yang dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini adalah masyarakat
dan pengelola Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa.
Sedangkan objeknya adalah tentang peran dari Yayasan Griya
Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan
keterampilan. Artinya Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa sangat
menentukan bagi anak-anak yatim dan kaum dhuafa untuk meningkatkan
kualitas hidupnya.
4. Sumber Data
Sumber data penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Sumber data primer, merupakan data yang diperoleh dari Yayasan
Griya Yatim dan Dhuafa yang berkaitan tentang kegiatan
pemberdayaan kaum dhu’afa.
b. Sumber data sekunder, merupakan data-data yang diperoleh dari
buku-buku, majalah, dokumen-dokumen maupun dari benda-benda tertulis
yang berhubungan dengan penelitian ini.
10
Ibid. h. 39 11
5. Teknik Penentuan Subyek Penelitian
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, teknik penentuan
subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi yang didasarkan atas
tujuan atau pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti dalam
sampling ini peneliti berusaha menguji pertimbangan-pertimbangannya
untuk dapat memasukkan unsur yang dianggap khusus dari suatu populasi
dimana peneliti mencari informasi.12
Peneliti memperoleh 4 (empat) orang yang akan diwawancarai,
untuk memperoleh sampelnya berdasarkan susunan masing-masing tingkat
jabatan. Adapun informasi yang diperoleh adalah mengenai Peran Yayasan
Griya Yatim dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui
Pendidikan keterampilan. Untuk data pendukung, peneliti mewawancarai 2
(dua) orang anak binaan, untuk memperoleh 2 (dua) anak binaan, peneliti
memperoleh sampelnya berdasarkan susunan tingkat usia dan pendidikan
terakhir. Adapun informasi yang diperoleh menegenai proses resosialisasi
dan harapan kaum dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui
pendidikan keterampilan.
Berdasarkan pada kontek tersebut, maka peneliti memilih
[image:19.595.100.512.187.668.2]subyek-subyek penelitian diantaranya:
Tabel 1 Subyek Penelitian
No Subyek Informasi yang Dicari Jumlah
12
1 Yayasan Griya
[image:20.595.100.514.81.589.2]Yatim dan Dhuafa
Gambaran yayasan griya Yatim
dan dhuafa, latar belakang sejarah
beririnya Yayasan Griya Yatim dan
Dhuafa, pelaksanaan pembelajaran,
strategi pemberdayaan, faktor
penghambat dan pendukung
1
2. Pembina/Tutor Pelaksanaan pemberdayaan, faktor
penghambat dan faktor pendukung,
hasil yang dicapai, evaluasi
pembelajaran
1
3. Staf Yayasan Gambaran yayasam, latar belakang
sejarah yayasan, strategi
pemberdayaan, serta dokumentasi
2
4. Kaum Dhuafa
Yayazan Griya
Yatim dan Dhuafa
Pelaksanaan pemberdayaan, faktor
penghambat dan pendukug, hasil
yang dicapai
2
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran yang dipandang ilmiah dalam melakukan sebuah penelitian.
Ada beberapa hal yang peneliti lakukan dalam pencarian data, yaitu:
a. Observasi. Adalah merupakan teknik untuk menambah kecermatan
pengamatan atas beberapa fenomena yang terjadi terhadap subjek
penelitian dilapangan. Menurut E.C Wragg menjelaskan bahwa
observasi yaitu pengamatan secara sistematis dan analisa yang
memegang peranan penting untuk meramalkan tingkah laku sosial,
menjadi jelas.13 Dalam hal ini peneliti menggunakan metode observasi
untuk mengamati semua hal yang berhubungan dengan subjek
penelitian dilapangan. Yaitu masyarakat serta Yyasan Griya Yatim dan
Dhuafa.
b. Wawancara. Adalah merupakan suatu alat pengumpulam informasi
langsung tentang beberapa jenis data.14 Selain itu wawancara juga
sebagai salah satu bagian terpenting dalam setiap survai.15 Dalam
penelitian ini penulis akan mewawancarai pembina yayasan, pengurus
yayasan, staf yayasan dan beberapa peserta program guna memperoleh
data dan informasi tentang Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa terhadap
masalah yang diteliti. Peneliti mengadakan Tanya jawab yang
berkenaan dengan peran dan pelaksanaan pemberdayaan kaum dhu’afa
melalui pendidikan keterampilan di Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa
dengan pihak-pihak yang terkait.
c. Dokumentasi. Yaitu peneliti mengumpulkan, membaca dan
mempelajari berbagai macam bentuk data tertulis yang ada di lapangan
serta data-data lain di perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa
untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk
memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam buku dan
majalah. Agenda kegiatan Yayasan, Rancangan Program (jangka
panjang dan jangka pendek) Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa, Foto,
Akta Notaris, dan lain-lain.
13
Nurul Hidayati S. Ag, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif,
(Jakarta: Lembaga Penelitian dan UIN Jakarta Press, 2006) Cet. Ke-1, h. 8. 14
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Jogjakarta: Andi Offset, 1983), h. 49. 15
7. Analisis Data
Analisis data adalah menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber dengan hasil yang diperoleh pengamatan peneliti secara
langsung di lapangan. Analisis data adalah proses penyusunan data agar
bisa ditafsirkan dan memberikan makna. Model analisis yang dipakai
dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Hal ini didasarkan
atas pertimbangan bahwa sasaran penelitian ini adalah kegiatan analisis
data meliputi kegiatan reduksi data, reduksi yaitu menganalisa sesuatu
secara keseluruhan kepada bagian-bagiannya atau menjelaskan tahap akhir
dari proses perkembangan sebelumnya yang lebih sederhana.16
8. Teknik Keabsahan Data
Teknik Keabsahan Data, Data yang telah digali, dikumpulkan dan
dicatat dalam kegiatan penelitian. Untuk menjaga keabsahan data dalam
penelitian ini diperlukan teknik pemeriksaan. Adapun teknik yang
digunakan untuk menjaga keabsahan adalah sebagai berikut:
a. Kriterium Kredibilitas/Kepercayaan
Fungsi kriterium kredibilitas ini adalah untuk melaksanakan
inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya
dapat dicapai, kemudian mempertunjukan derajat kepercayaan
hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh penulis pada kenyataan
ganda yang sedang diteliti.
Kriterium kredibilitas ini menggunakan dua teknik pemeriksaan.
1) Ketekunan pengamatan
Dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
16
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu dalam
penelitian ini dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci.
Dengan kata lain, peneliti mengadakan pengamatan kepada
subyek penelitian yaitu, pembina yayasan, pengurus yayasan, staf
yayasan dan beberapa peserta program pemberdayaan. Sehingga
data yang didapat benar-benar valid, objektif, dan saling
mendukung untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu (triangulasi).
2) Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Salah satu
teknik triangulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik triangulasi dengan sumber, triangulasi dengan
sumber akan digunakan untuk membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda. Hal ini akan dilakukan dengan jalan:
a) membandingkan data hasil wawancara dengan pengamatan di
lapangan, misalnya peneliti membandingkan hasil wawancara
subyek penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan
tentang program Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa.
b) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
membandingkan jawaban yang diberikan oleh Pembina, pengurus,
staf yayasan dengan jawaban wawancara dari peserta program
pemberdayaan di Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa.
c) membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Wawancara
tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data tersebut.17
b. Kriterium Kepastian
Mengutip pendapat Scriven, yang menyatakan bahwa masih
ada unsur „kualitas’ yang melekat pada konsep objektif, dalam hal ini
dapat digali dari pengertian bahwa sesuatu objektifitas berarti dapat
dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Dari sisi peneliti dapat
membuktikan bahwa data-data ini terpercaya. Keterpercayaan ini
didasarkan pada hasil data-data yang diperoleh dari hasil wawancara
dan observasi terhadap subjek penelitian.18
9. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhitung mulai april 2014 sampai dengan
September 2014. Adapun lokasi penelitiannya di Yayasan Griya Yatim
dan Dhuafa yang beralamatkan di perum kranggan permai jl. Merak raya
Blok AP 1/8 Rt 001/105 kelurahan jatisampurna Bekasi.
Untuk penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis mengacu pada
buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Jakarta yang
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance)
17
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta:UIN Press), h. 74
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cetakan I Tahun 2007. Lokasi penelitian
itu sendiri akan dilakukan di Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa di Bekasi.
E. Tinjaun Pustaka
Untuk mendukung penelaahan yang lebih mendetail, penulis berusaha
melakukan kajian terhadap beberapa pustaka ataupun karya ilmiah yang
relevan dengan topik penulisan karya ilmiah ini. Dalam penulisan karya ilmiah
ini, penulis membandingkan isi skripsi nya dengan skripsi milik orang lain
yang isinya hampir menyerupai. Adapun tinjaun pustaka dalam penulisan
skripsi ini penulis menggunakan skripsi yang berjudul “Peran Yayasan
Kumala Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Pendidikan
Keterampilan Di Kelurahan Rawa Badak Utara, Kecamatan Koja, Jakarta
Utara” 2010, yang disusun Ari Kurniawan. Skripsi yang membahas tentang
pemberdayaan anak jalanan melalui pendidikan, yayasan kumala berperan
sebagai mediator, fasilitator, pendidik, sekaligus sebagai perwakilan bagi anak
jalanan yang mengupayakan anak jalanan dapat membangun hidup mereka
secara mandiri. Untuk membedakan skripsi penulis dengan skripsi milik orang
lain terdapat pada subjek penelitian serta perannya dalam memberdayakan
kaum dhuafa.
Skripsi kedua, penulis menggunakan skripsi yang berjudul “Peran
Suku Dinas Sosial Jakarta Utara Dalam Peningkatan Kesejahteraan Warga
Masyarakat melalui Program Keluarga Harapan di Kelurahan Koja Jakarta
Utara Tahun Pelaksanaan 2011-2012” 2012, yang disusun Hidmatullah.
Skripsi yang membahas tentang peningkatan kesejahteraan masyarakat
dapat membantu masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan atau
RTSM mendapatkan kehidupan yang lebih baik karena mereka dapat
menyekolahkan anaknya dengan dana yang diberikan oleh pemerintah. Untuk
membedakan skripsi penulis dengan skripsi milik orang lain terdapat pada
subjek penelitian serta perannya dalam memberdayakan kaum dhuafa.
Skripsi ketiga, penulis menggunakan skripsi yang berjudul “Peran
Sekolah Alam Kandank Jurank Doank Dalam Pengembangan Kreativitas
Anak Di Kelurahan Jurang Mangu” yang disusun oleh Trijadi Risnanto.
Skripsi ini membahas tentang Peran Sekolah Alam Kandang Jurank Doank
dalam pengembangan kreativitas anak. Salah satu langkah menyelamatkan
generasi penerus bangsa ini adalah dengan membekali mental anak-anak
dengan pendidikan yang memiliki nilai tepat guna dan langsung pada sasaran.
Yaitu dengan memberikan mereka keleluasaan untuk berkreativitas setinggi
dan sebanyak mungkin tanpa mengekang mereka dengan peraturan yang kaku.
Untuk membedakan skripsi penulis dengan skripsi milik orang lain terdapat
pada subjek penelitian serta perannya dalam memberdayakan kaum dhuafa.
F. Sistematika Penulisan
Guna memudahkan pembahasan dan penulisan hasil penelitian ini,
maka penulis berusaha membuat sistematika khusus dengan jalan
mengelompokkan berdasarkan kesamaan dan hubungan masalah yang ada.
Sistematika skripsi ini dalam penulisannya akan dibagi menjadi 5 (lima) bab,
dan masing-masing bab akan dibagi menjadi sub-sub bab, yaitu sebagai
berikut:
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan
sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan teoritis tentang peranan, dhua’afa, pemberdayaan,
terdiri dari beberapa sub, pengertian peranan, tinjauan
sosiologis tentang peranan, pengertian dhu’afa, ruang lingkup
dhu’afa. Sub berikutnya pengertian tentang pemeberdayaan.
Langkah-langkah pemberdayaan kaum dhu’afa.
BAB III Gambaran umum tentang Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa
dengan uraian latar belakang berdirinya yayasan, struktur
organisasi, tujuan berdirinya yayasan dan
program-programYayasan Griya Yatim dan Dhuafa. Sub berikutnya
bentuk pemberdayaan kaum dhu’afa yang di lakukan
diYayasan Griya Yatim dan Dhuafa serta hambatan yang
dihadapi Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pelaksanaan
pemberdayaan kaum dhu’afa.
BAB IV Peranan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam
pemberdayaan kaum dhu’afa yang terdiri dari beberapa sub.
Apa saja kegiatan yang di lakukan oleh Yayasan Griya Yatim
dan Dhuafa,bagaimana kegiatan tersebut dapat di laksanakan,
hambatan yang dihadapi yayasan, dan sejauh mana kegiatan
pemberdayaan memberi manfaat bagi masyarakat.
[image:27.595.98.517.235.590.2]18
TINJAUAN TEORITIS
A. Peran
Pengertian Peran
Peran (role) merupakan istilah sosiologi yang mengandung pengertian
yang memiliki aspek dinamis (kedudukan dan status). Apabila seorang atau
(lembaga) melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya
maka dia menjalankan suatu peranan.1 Peranan mencakup 3 (tiga) hal:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat.
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.2
Pengertian peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus
dilaksanakan. Peranan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
beberapa tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan di masyarakat dan harus dilaksanakan.3 Dengan kata lain,
seseorang dikatakan dapat memainkan peranannya apabila mempunyai status
dalam masyarakat.
Tidak sekedar memiliki status, namun seseorang tersebut harus dapat
menjalankan harapan-harapan masyarakat. Seperti yang dikatakan Gross
1
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005) Cet. Ke-38, h. 243.
2
Ibid, h. 244. 3
Mason dan A.W Eachern sebagaimana dikutip oleh David Barry
mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan
pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Menurutnya pula
bahwa harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma
sosial.4 Berdasarkan hal tersebut maka norma-norma sosial dan
harapan-harapan yang dimaksud ditentukan oleh masyrakat.
Didalam peranannya terdapat dua macam harapan yaitu: pertama,
harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran. Kedua,
harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari
pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang
berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau
kewajiban-kewajibannya.5
Dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat dikatakan berperan apabila
telah memiliki status. Di dalam status tersebut terdapat tugas-tugas yang
sebelumnya disusun berdasarkan harapan-harapannya, namun harus sesuai
dengan harapan masyarakat.
B. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan yang memiliki arti sangat luas tersebut memberikan
keleluasaan dalam pemahaman dan juga pemilihan model pelaksananya
sehingga variasi di tingkat lokalitas sangat mungkin terjadi. Konsep partisipasi
dalam pembangunan di Indonesia mempunyai tantangan yang sangat besar.
Model pembangunan yang telah kita jalani selama ini tidak memberikan
kesempatan pada lahirnya partisipasi masyarakat. Oleh karenanya diperlukan
4
N.Grass W.S Massan dan A.W MC Eachern, Exploration Role Analiysis dalam David Barry, Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet, Ke-3, h. 99.
5
upaya membangkitkan partisipasi masyarakat tersebut. Solusi yang bisa
dilakukan adalah dengan memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat
akan berpartisipasi secara langsung terhadap pembangunan.
Masyarakat sebagai sebuah tempat bersama, yakni sebuah wilayah
geografi yang sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di
daerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah pedesaan. Masyarakat
sebagai kepentingan bersama, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan
kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada
masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi
kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orang tua yang memiliki
anak dengan kebutuhan pendidikan dan keterampilan yang minim.
Masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat adalah
masyarakat atau community dalam bahasa inggris atau juga komunitas. Secara
etimologis community berasal dari communitat yang berakar pada communete
atau common.6 Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki rasa satu
kesatuan satu sama lain dikarenakan adanya interaksi untuk saling berbagi
identitas, kepentingan-kepentingan yang sama, perasaan memiliki, dan
biasanya berada di dalam satu tempat yang sama.
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
proses, cara, serta perbuatan memberdayakan.7
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan
(empowerment), berasal dari kata Power (kekuasaan atau keberdayaan).
6
H. Roesmidi, dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: ALQAPRINT, 2006), Cet. Ke-1, h. 4.
7
Karenanya ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai
kekuasaan. Kekuasaan sering kali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk
membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan terlepas dari
keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa
kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Kekuasaan senantiasa
hadir dalam konteks relasi sosial, karena itu kekuasaan dan hubungan
kekuasaan dapat berubah, dengan pemahaman seperti ini, pemberdayaan
sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang
bermakna.8
Menurut Gunawan Sumodiningrat pemberdayaan adalah upaya
untuk membangun daya yang dimiliki dhua’afa dengan mendorong,
memberikan motivasi, serta berupaya untuk mengembangkannya.9
Selaras dengan pengertian di atas Shardlow melihat bahwa
berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya
membahasa bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk
memebentuk masa depan sesuai dengan keinginana mereka. Dalam
kesimpulannya Shardlow menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai
suatu gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan Blesek yang dikenal
di bidang pendidikan ilmu kesejahteraan sosial dengan nama Self
Determination, yang dikenal sebagai salah satu prinsip dasar dalam bidang
pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial. Prinsip ini pada intinya
8
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat,kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial (Bandung: Rafika Aditama, 2005), h. 57.
9
mendorong klien untuk menentukan sendiri apayang harus ia lakukan
dalam kaitannya dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi
sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam
membentuk hari depannya.10
Selanjutnya Kartasasmita dalam buku sosiologi pedesaan yang
ditulis oleh Syamsir Salam menegaskan, bahwa pemberdayaan sebagai
strategi pembangunan adalah upaya untuk membangun daya dengan
mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Memberdayakan
masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan
masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan
diri dari perangkat kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain,
memberdayakan adalah memampukan dan mendirikan masyarakat.11
Sesuai dengan pemberdayaan kaum dhu’afa pada tulisan ini
pemberdayaan adalah usaha untuk meningkatkan harkat dan martabat
kaum dhuafa untuk melepaskan diri dari ketidakberdayaan agar
mempunyai kemampuan dan kemandirian untuk menjalani hidup yang
lebih baik lagi, sehingga mereka dapar hidup normal ditengah-tengah
masyarakat.
Menurut Ife Pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni
kekuasaan dan kelompok lemah, kekuasaan di sini diartikan bukan hanya
menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan
atau penguasaan klien atas:
10
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: FEUI Press, 2001), h. 33.
11
a. Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup yaitu
kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya
hidup, tempat tinggal dan pekerjaan.
b. Pendefinisian kebutuhan yaitu kemampuan menentukan kebutuhan
selaras dengan aspirasi dan keinginannya.
c. Ide atau gagasan yaitu kemampuan untuk mengekspresikan dan
menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas
tanpa tekanan.
d. Lembaga-lembaga yaitu kemampuan menjangkau, menggunakan dan
mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga
kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesehatan.
e. Sumber-sumber yaitu kemampuan memobilisasi sumber-sumber
formal, informal dan kemasyarakatan.
f. Aktivitas ekonomi yaitu kemampuan memanfaatkan dan mengelola
mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa.
g. Reproduksi yaitu kemampuan dalam kaitannya denga proses kelahiran,
perawatan fisik, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.
Pemberdayaan masyarakat sering dipahami sebagai perwujudan
dari pengembangan masyarakat yang lahir dari tradisi pendidikan massa
(Mass Education) dan berbasis pada bidang pekerjaan sosial, serta
memiliki kemiripan cakupan dengan pendidikan luar sekolah, namun
pengembangan masyarakat berkembang menjadi disiplin ilmu mandiri.12
Menurut Suhartini pemberdayaan biasanya menggunakan strategi
bottom up. Artinya, masyarakat sejak awal dilibatkan dalam proses
12
perencanaan sampai pada pelaksanaan, dengan demikian disamping
menjadi objek, masyarakat juga menajdi subjek dan pelaku pembangunan
yang merupakan bagian dari proses perubahan sosial.13
Menurut beberapa ahli dalam Edi Suharto pemberdayaan bertujuan
untuk:
a. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang
yang lemah atau tidak beruntung.
b. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi
cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas dan
mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga
yang mempengaruhi kehidupannya.
c. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali
kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.
d. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi dan
komunitas diarahkan agar mampu menguasai/berkuasa atas
kehidupannya.14
Dari berbagai pengertian yang ada, maka penulis menarik
kesimpulan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya yang
dilakukan untuk membuat masyarakat semakin berdaya dengan melibatkan
masyarakat sebagai subjek sehingga mereka mempunyai kekuatan dengan
cara mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, yang dapat
dikembangkan melalui pelatihan-pelatihan agar mempunyai modal untuk
hidup mandiri.
13
Rr. Suhartini, Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT. LKis Pelangi Aksara, 2005), Cet. Ke-1, h. 133.
14
2. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat
Ada beberapa tahapan dalam proses pemberdayaan masyarakat
diantaranya adalah:
a. Tahap Persiapan. Tahap ini meliputi persiapan petugas (community
worker) dengan tujuan supaya ada kesamaan persepsi antara anggota
agen perubahan (agent of change) mengenai pendekatan apa yang
dipilih dalam melakukan pengembangan masyarakat.
b. Assesment. Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap masalah dan
sumber daya yang dimiliki klien/masyarakat, assessment ini dapat juga
dilakukan dengan menggunakan penilaian SWOT, strength/kekuatan,
weaknes/kelemahan, opportunity/kesempatan dan threat/tantangan.
c. Tahapan Perencanaan Program. Pada tahap ini agen perubahan
mencoba melibatkan masyarakat untuk memahami masalah yang
mereka hadapi dan berusaha mencari solusi terhadap masalah tersebut.
d. Tahap Formulasi Aksi. Dalam tahap ini agen perubahan membantu
kelompok masyarakat untuk menentukan program dan kegiatan yang
akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Formulasi rencana aksi dirumuskan oleh petugas dengan masyarakat.
e. Tahap Pelaksanaan Program/kegiatan. Pada tahap ini agen perubahan
membantu kelompok masyarakat dalam melaksanakan program yang
telah direncanakan.
f. Tahap Evaluasi. Pada tahap ini agen perubahan bersama peserta dari
kelompok masyarakat melakukan pengawasan terhadap
program-program yang sudah dilaksanakan dan mengawasinya.
g. Tahap Terminasi. Pada tahap ini dilakukan pemutusan hubungan kerja
pada program pemberdayaan dilakukan di akhir kegiatan berupa focus
group discussion sebagai program evaluasi terhadap seluruh kegiatan.15
Selaras dengan tahapan pemberdayaan diatas Suhartini membagi
tahapan pemberdayaan kedalam enam tahapan yaitu:
a. Membantu masyarakat dalam menemukan masalah.
b. Melakukan analisis/kajian terhadap permasalahan tersebut secara
mandiri/partisipatif. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan cara curah
pendapat, membentuk kelompok-kelompok diskusi, dan mengadakan
pertemuan warga secara periodik/terus menerus.
c. Melakukan skala prioritas, dalam arti memilih dan memilih tiap
masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan.
d. Mencari cara penyelesaian masalah yang sedang dihadapi antara lain
dengan pendekatan sosio-kultural yang ada dalam masyarakat.
e. Melaksanakan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang
sedang dihadapi.
f. Mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk
dinilai sejauh mana keberhasilan dan kegagalannya.16
Lebih spesifik kepada pemberdayaan kaum dhu’afa menurut Asep
Usman Ismail dikutip dari bukunya Isbandi mengambarakan 5 tahapan
utama; pertama, menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan
dan pengalaman yang tidak memberdayakan. Kedua, mendiskusikan alasan
mengapa terjadi pemberdayaan dan pentidakberdayaan. Ketiga,
15
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: FEUI Press, 2003), h. 244.
16
mengidentifikasikan suatu masalah atau projek pemberdayaan. Keempat,
mengidentifikasikan basis daya yang bermakna bagi pemberdayaan. Kelima,
mengembangkan rencana-rencana aksi pemberdayaan dan
mengimplementasikannya.17
3. Tujuan dan Proses Pemberdayaan.
Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah mendirikan masyarakat
atau membangun masyarakat untuk memajukan diri kearah yang lebih baik
secara berkesinambungan. Oleh karenanya pemberdayaan masyarakat
adalah upaya memperluas pilihan bagi masyarakat yang berarti masyarakat
diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi
dirinya.18 Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan
masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan,
baik karena internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena
eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil).19
Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama,
proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau
mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada
masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya
(survival of the fittes). Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya
membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian
mereka melalui organisasi. Kecenderungan atau proses yang pertama
tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna
17
Asep Usman Ismail, dkk, Pengamalan Al-Qur’an Tentang Pemberdayaan Dhua’afa, (Jakarta: Dakwah Press, 2008), Cet. Ke-1, h.10.
18 Agus Ahmad Syafe’i,
Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam, (Bandung: Gerbang Masyarakat Baru, 2001), h. 39.
19
pemberdayaan. Kedua, atau kecenderungan sekunder, menekankan pada
proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu
mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang
menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Diantara kedua proses
tersebut saling terkait. Agar kecenderungan primer dapat terwujud,
seringkali harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu.20
C. Pengertian Dhuafa, Fakir dan Miskin
1. Pengertian Dhuafa.
Perkataan dhu’afa dalam kosa kata Al-Qur’an merupakan bentuk jamak dari kata dha’if. Kata ini berasal dari kata dhu’afa, yadh’ufu,
dhu’fan atau dha’fan yang secara umum mengandung dua pengertian,
lemah dan berlipat ganda. Tentu saja yang dimaksudkan dalam konteks
pembahasan ini dhu’afa secara literal berarti orang-orang yang lemah. Menurut Al-Ashfahani perkataan dhu’fu merupakan lawan dari quwwah
yang berarti kuat. Kemudian menurut imam khalil, pakar ilmu nahwu,
istilah dhu’fu biasanya dimaksudkan untuk menunjukkan lemah fisik,
sedangkan dha’fu biasanya digunakan untuk menunjukkan lemah akal.
Sejalan dengan penjelasan di atas, Al-Raghib Al-Ashfahani
didalam kitab Mufradat Alfadah Al-Qur’an ketika menjelaskan makna
dan maksud istilah dhi’af-an pada surat annisa ayat 9 sebagai berikut:
20
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Dari ayat di atas bahwa istilah dhi’af-an memiliki beberapa
pengertian:
Pertama, dha’if al-jism yakni lemah secara fisik. Maksudnya,
bahwa orang-orang beriman tidak boleh membiarkan anak-anak mereka
memiliki fisik, tubuh, atau badan yang lemah. Bagi orang Islam, makanan
yang bergizi itu selain memenuhi gizi yang seimbang sebagaimana
dirumuskan dalam prinsip empat sehat lima sempurna, tetapi juga harus
memperhatikan syarat halalan thayibba, yakni halal secara ilmu fikih dan
berkualitas bagi kesehatan tubuh.21 Sejalan dengan ini Sajogyo
menjelaskan seseorang belum dikatakan sejahtera jika belum mencukupi
standar protein dan kalori tertentu, sedang menurut BPS kebutuhan
minimum untuk hidup di ukur dengan pengeluaran untuk makanan setara
2.100 kalori perkapita perhari.22
Kedua, dha’if fi al-aqly yakni lemah secara intelektual. Sebenarnya
setiap anak memiliki potensi kecerdasan yang hampir sama. Misalnya
kelemahan intelektual anak-anak pada umumnya tidak terletak pada
potensi anak itu sendiri, tetapi terletak pada kemampuan orang tua, guru,
dan orang dewasa disekitar kehidupan anak-anak dalam mengembangkan
potensi kecerdasan mereka.
21
Asep Usman Ismail, dkk, Pengamalan Al-Qur’an Tentang Pemberdayaan Dhua’afa, (Jakarta: Dakwah Press, 2008), Cet. Ke-1, h.19.
22
Ketiga, dha’if al-hali lemah karena keadaan sosial ekonomi yang
dihadapinya. Adapun yang dimaksud dengan kelemahan yang ketiga ini
adalah sebagai berikut: (1) kelemahan itu tidak berkenaan dengan fisik,
keterampilan hidup dan kecerdasan, tetapi berkenaan dengan kemampuan
untuk mendapat informasi dan peluang pengembangan diri. (2)
kelemahan itu berkenaan dengan kemiskinan dan masalah-masalah sosial.
Anak-anak yatim dari lingkungan masyarakat fakir miskin yang cerdas
dan memiliki keinginan untuk maju termasuk salah satu contoh
kelemahan bemtuk ketiga. Seorang muslim selain diperintahkan agar
senantiasa meningkatkan ketakwaannya kepada Allah, juga sangat
ditekankan agar tidak membiarkan generasi yang lemah dilingkungan
terdekatnya, terutama kaum dhu’afa seperti anak yatim, fakir miskin, anak
jalanan, dan anak-anak terlantar, serta orang-orang dari keluarga yang
termasuk penyandang masalah kesejahteraan sosial.
Dapat disimpulkan menurut al-ashfahani, pengertian dhu’afa yang berakar dari kata dha’afa membentuk kata dhu’afa dengan segala
perubahannya di dalam Al-Qur’an mengandung pengertian lemah: lemah secara fisik, lemah kedudukan, lemah ekonomi, lemah akal dan
ilmu/kurang pendidikan, lemah iman/keyakinan, dan lemah jiwa.
Istilah dhu’afa ini antara lain ditemukan pada ayat Al-Qur’an, yang mengandung pengertian lemah fisik, baik karena belum cukup umur,
lanjut usia maupun karena faktor kwalitas kesehatan.23
23
Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,
2. Pengertian Fakir dan Miskin
Berkenaan dengan fenomena kemiskinan, Al-Qur’an menyebut istilah miskin dalam bentuk tunggal sebanyak 11 kali dan menyebutnya
dalam bentuk jamak, masakin sebanyak 12 kali. Jadi secara keseluruhan
Al-Qur’an menyebut istilah miskin sebanyak 23 kali. Dilihat dari segi kebahasaannya istilah miskin berasal dari kata kerja sakana, yang akar
hurufnya terdiri atas s-k-n. perkataan sakana mengandung arti diam,
tetap, jumud, dan statis. Al-ashfahani mendefinisikan miskin adalah
seorang yang tidak memiliki apapun.
Istilah miskin menggambarkan akibat dari keadaan diri seseorang
atau sekelompok orang yang lemah. Ketika seseorang itu tidak berhasil
mengembangkan potensi dirinya secara optimal, yakni potensi
kecerdasan, mental dan keterampilan, maka keadaan itu akan berakibat
langsung pada kemiskinan, yakni ketidakmampuan mendapatkan,
memiliki dan mengakses sumber-sumber rizki sehingga ia tidak memiliki
sesuatu apapununtuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang miskin
memiliki tenaga untuk bekerja, tetapi ia tidak melatih dan membiasakan
potensi untuk mengembangkan dirtinya tetapi tidak berhasil menjadi
pekerja yang ulet. Mereka memilih pola hidup sakana yang berarti diam,
jumud dan statis tidak mengembangkan skill atau keterampilan dan
keahlian dalam hidupnya karena malas. Akibatnya miskin.24
Namun menurut Gunawan Sumodiningrat dalam bukunya
kemiskinan teori, fakta dan kebijakan, penyebab kemiskinan tidak hanya
disebabkan karena seseorang diam, apatis, malas dan tidak
mengembangkan skillnya yang di istilahkan dengan kemiskinan
cultural/culture of poverty, akan tetapi juga seseorang menjadi miskin
karena lebih bersifat hambatan kelembagaan atau strukturnya memang
bisa menghambat seseorang untuk meraih kesempatan-kesempatannya
sehingga masyarakat tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber
pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.25 Menurut Tadjuddin
Noer Effendi kemiskinan ini meliputi kekurangan fasilitas pemukiman
yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunai
sekitarnya, kekurangan perlindungan dari hukum dan pemerintah.26
Selanjutnya Sajogyo dalam Mustofa (2010) menggunakan satuan
kilogram beras ekuivalen untuk menetukan criteria batas garis kemiskinan
penduduk.
a. Sangat Miskin
Penduduk yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka
yang mempunyai penghasilan di bawah setara dengan 240 kg beras
24
Ibid, h. 20. 25
Gunawan Sumodiningrat, Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan, (Jakarta: IMPAC, 1999), h. 16.
26
ekuivalen setiap orang dalam setahun untuk penduduk yang hidup di
perdesaan, dan mereka yang berpenghasilan setara dengan 360 kg
beras untuk penduduk yang tinggal di perkotaan.
b. Miskin.
Penduduk yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka
yang mempunyai penghasilan setara dengan 240 kg beras sampai 320
kg beras per tahun untuk penduduk yang tinggal di desa, dan mereka
yang berpenghasilan setara dengan 360 kg beras sampai 480 kg beras
pertahun untuk penduduk yang tinggal di kota.
c. Hampir Cukup.
Penduduk yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka
yang mempunyai penghasilan setara 320 kg beras sampai 480 kg
beras pertahun untuk penduduk yang tinggal di desa, dan mereka yng
mempunyai penghasilan setara 480 kg beras sampai 720 kg beras
pertahun untuk penduduk yang tinggal di kota.
d. Cukup.
Penduduk yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka
yang mempunyai penghasilan setara dengan lebih dari 480 kg beras
setiap orang selama setahun di daerah perdesaan, dan mereka yang
mempunyai penghasilan setara 720 kg beras setiap orang selama
setahun untuk daerah perkotaan.27
Sementara itu, istilah di dalam bahasa Indonesia berasal dari kosa
kata bahasa arab faqir dalam bentuk tunggal dan fuqara’ dalam bentuk
jamak yang secara kebahasaan, menurut Al-Raghib Al-Ashfahani,
27
memiliki empat pengertian. Pertama, perkataan fakir berarti orang yang
membutuhkan Allah. Kebutuhan ini merupakan eksistensial yang
berkenaandengan eksistensi manusia, yakni bahwa setiap manusia secara
universal membutuhkan allah sebagaiman dinyatakan di dalam ayat
berikut:
Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah dialah yang Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.
Kedua, perkataan faqir berarti membutuhkan. Dalam pengertian bahwa
setiap orang membutuhkan makanan dan minuman serta kebutuhan
fisik-biologis lainnya untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Ketiga,
perkataan faqir berarti tidak memiliki, tidak mengakses, dan tidak
mendapatkan Sembilan bahan pokok (sembako) untuk memenuhi
kebutuhan hidup setiap hari sehingga ia menjadi faqir, yakni
membutuhkan pertolongan dan bantuan dari yang memiliki kemampuan.
Keempat, perkataan faqir berarti faqir al-nafs, yakni jiwa yang tidak
memiliki, tidak mengakses, dan tidak mendapatkan siraman rohani untuk
pengayaan batin.28
Para ulama fikih seperti Imam Hanfi berpendapat bahwa fakir
adalah orang yang tidak memiliki penghasilan tetap dan tidak ada yang
memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sementara itu Imam Syafi’I berpendapat bahwa fakir adalah orang yang tidak dapat mencukupi
kebutuhan dasar. Sementara itu, oarng miskin adalah orang yang memiliki
28
pekerjaan tetap tetapi penghasilannya tidak dapat memenuhi
kebutuhannya sehari-hari.29
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa istilah fakir dan
miskin pada dasarnya sama yakni seseorang yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya karena keterbatasan mereka. Namun antara
fakir dan miskin ada derajat yang membedakan yakni istilah fakir lebih
rendah derajatnya dibandingkan dengan istilah miskin.
D. Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Arti pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan.30 Sementara itu, dalam Undang
-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1
dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara.31
29
Hasan Shadili, (ed), Fakir Dalam Ensiklopedia Indonesia Edisi Khusus, jilid 7, (Jakarta: PT ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), h. 3977.
30
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet. Ke-4 Ed. Ke-3 h. 263.
31
Beberapa ahli pendidikan mendefinisikan pendidikan, sebagai
berikut:
a. Menurut M. Arifin bahwa pendidikan adalah usaha orang dewasa
secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadiannya
serta kemampuan dasar didik, baik dalam pendidikan formal maupun
non formal.32
b. Menurut Zuhairini bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam
masyarakat dan kebudayaan.33
c. S.A. Branata, dkk pendidikan ialah usaha yang sengaja diadakan, baik
langsung maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu
anak dalam perkembngannya mencapai kedewasaan.34
Defines pendidkan tersebut sejalan dengan GBHN (Garis-garis besar
Haluan Negara) dan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.
Menurut GBHN (Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1973) dikatakan
bahwa: pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Menurut ketentuan umum, Bab 1
Pasal 1 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun
1989, menjelaskan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan
atau latihan bagi