• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Yayasan Griya Yatim Dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Yayasan Griya Yatim Dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

KETERAMPILAN DI BEKASI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh: Fikri Dzulkarnain

1110054000032

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

1

PERAN YAYASAN GRIYA YATIM DAN DHUAFA DALAM

PEMBERDAYAAN KAUM DHUAFA MELALUI PENDIDIKAN

KETERAMPILAN DI BBKASI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial lslam (S.Kom.I)

Oleh:

FIKRI DZULKARNAIN NIM. 1110054000032

Di bawahbimbingan,

NrP. 19710520 199903 2 002

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Skripsi berjudul PERAN YAYASAN

GRIYA

YATIM

DAN DI{UAFA

DALAM

PEMBERDAYAAN KA{.TM

DHUAFA

MELALUI

PENDIDIKAN

KETERAMPILAN DI BEKASI telah diujikan dalam Sidang Munaqosah Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada kamis, 1B

september 2014 skripsi ini telah diterima sebagai salah satu sarat memeperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Program Studi Pengembangan Masyarakat

Islam.

.

J akarta, 2

I

September 201 4

Sidano Mrrnannsvah

M. Hr-rdri. MA

Nrpliffioo

lee8o3

Anggota

1 003

NrP.19671126 t99603 2 001 Penguji I

f;*Yt^l

Nurul Hldhvati. M.Pd

NrP. 19690322199603 2 001 19710s20 199903 2 002

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan untuk memperoleh ge;ar Sarjana Strata I di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 04 September 2014

(5)

i

Fikri Dzulkarnain

Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi.

Kaum dhuafa sebagai bagian Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang senantiasa untuk ditangani bersama dan harus dicari jalan keluarnya. Program pemerintah dicanangkan dengan mendirikan lembaga-lembaga, seperti rumah singgah dan lain-lain. Kesenjangan sosial menjadi faktor utama, oleh sebab itu pembangunan harus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas pemenuhan sandang, pangan, dan papan. Dengan demikian kehadiran lembaga sosial menjadi penting sebagai penengah antara pemerintah dan masyarakat (kaum dhuafa).

Tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam berbagai upayanya untuk memberikan harapan-harapan kepada anak yatim dan kaum dhuafa. Strategi pelaksanaan pemberdayaan melalui pendidikan dan keterampilaan. Tujuan lain untuk mengetahui metode pendidikan nonformal bagi kaum dhuafa yang berdampak pada kemandirian ekonomi, sosial, dan masyarakat. Selain itu, adalah untuk mengetahui tindakan atau sikap kaum dhuafa dalam menerima program pemberdayaan oleh Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa.

Metodologi penelitian karya ilmiah ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan analisis deskriptif yang didapatkan dari data-data yang telah berhasil diolah secara sistematis baik berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati. Subjek penelitian adalah orang yang dapat memberikan informasi. Adapun yang dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini adalah masyarakat dan pengelola Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa. Sedangkan objeknya adalah tentang peran dari Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan melalui pendidikan adalah Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa berperan sebagai mediator, fasilitator, pendidik, sekaligus sebagai perwakilan bagi kaum dhuafa yang mengupayakan dapat membangun hidup mereka secara mandiri.

(6)

ii

Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah member

nikmat islam, iman, dan kemudahan, sehingga penulis dapat menyeleaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam tidak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,

sahabat, dan pengikutnya.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna,

sekalipun penulis telah berusaha untuk melakukan yang terbaik. Namun pasti ada

kekurangan dan kelemahan baik dari isi atau teknik penyusunannya. Dengan

demikian, penulis membuka diri untuk menerima masukan dan kritik demi perbaikan

skripsi dan diri penulis sendiri sebagai bahan evaluasi dan intropeksi diri sekarang

dan dimasa yang akan dating.

Berkat keridhoan Allah SWT semata akhirnya penyusunan skripsi ini dapat

selesai. Serta tak lupa penulis menyampaikan ungkapan terimakasih kepada semua

pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi, arahan terhadap penyusunan skripsi

ini.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu wati Nilamsari, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat

(7)

iii

4. Ibu Wati Nilamsari M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi, yang dengan

sabar membimbing penulis dan senantiasa menyediakan waktunya ditengah

kesibukannya memberikan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

5. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan

ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalankan perkuliahan.

6. Orang tua tercinta, Ayahanda H. Abdul Aziz, S.Ag dan Ibunda Hj. Muslimah,

S.Pdi, yang selalu memberikan kasih sayang yang tak terhingga sepanjang

hayatku, serta selalu mendoakan dan memberikan semangat tanpa henti

kepada penulis.

7. Kepada ketiga adikku, Husni Syahrizal (cus), Ahmad Bahraysi (brew), dan

Afifuroihan (sipit) yang selalu menjadi penyemangatku.

8. Yang tersayang Lisa Farial S.Psi yang selalu mendampingi, membantu, dan

memotivasi penulis dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.

9. Kepada Kang Iing yang selalu mendoakan saya siang dan malam, sehingga

penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

10.Kepada sahabat yang paling setia Sri Rahmayani yang sudah mau meluangkan

waktunya sehingga proses sidang penulis berjalan dengan lancer.

11.Sahabat dan temen-temen seperjuangn di Jurusan PMI angkatan 2010 yang

(8)

iv

12.kepada Bapak Tarjuni, Bapak Nasrullah, Bapak Pardinal, Bapak Dani, Dll

selaku Pimpinan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa, Staf, dan Pendamping

Anak-anak Binaan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa yang tidak saya

sebutkan satu persatu namanya. Terimakasih atas dukungan semangatnya dan

berterima kasih sudah banyak meluangkan waktu untuk memberikan

pengetahuan yang terkait dengan skripsi ini.

13.Kepada pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Dakwah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu penulis selama

menyelesaikan skripsi ini.

14.Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Akhir kata, karena keterbatasan wawasan pengetahuan, dan pengalaman maka

kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi

ini dapat bermanfaat. Amien.

Ciputat, 04 September 2014

Fikri Dzulkarnain

,

(9)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 15

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 18

A. Peran ... 18

Pengertian Peran…. ... 18

B. Pemberdayaan... 19

1. Pengertian Pemberdayaan ... 20

2. Tahapan-tahapan Pemberdayaan ... 25

3. Tujuan dan Proses Pemberdayaan ... 27

C. Dhu’afa ... 28

1. Pengertian Dhu’afa ... 28

2. Pengertian Fakir dan Miskin ... 31

D. Pendidikan ... 35

1. Pengertian Pendidikan ... 35

2. Jenis-jenis Pendidikan ... 37

E. Keterampilan ... 38

1. Pengertian Keterampilan ... 38

2. Jenis-jenis Keterampilan ... 40

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN GRIYA YATIM DAN DHUAFA ... 42

A. Profil Yayasan GriyaYatim dan Dhuafa ... 42

1. Sejarah Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 42

2. Visi Misi Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 46

3. Letak Geografis Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 46

4. Program Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 46

B. Struktur Pengurus Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa ... 50

(10)

vi Pendidikan

Keterampilan ... 51

B. Harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan 56 C. Harapan Kaum Dhuafa dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan ... 61

D. Kesesuaian Antara Kewajiban/Tugas dan Harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui Pendidikan Keterampilan ... 64

BAB V PENUTUP ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai salah satu bagian dari negara berkembang, Indonesia tidak

pernah terlepas dari berbagai krisis yang ada. Sadar akan hal tersebut,

Indonesia berupaya untuk berbenah diri mewujudkan perubahan nyata melalui

suatu pembangunan. Pembangunan yang dimaksud adalah dengan membentuk

suatu interaksi dari semua faktor yang ada di dalam masyarakat, baik faktor

ekonomi maupun faktor manusia.

Menurut pandangan para ahli tentang sumber daya manusia, masalah

kualitas menjadi hal yang sangat diprioritaskan dibanding kuantitas.

Membicarakan tingkat kualitas manusia, seyogyanya ada dua hal yang harus

dibedakan satu dengan yang lainnya. Dua komponen kualitas manusia ini yang

pertama, tingkat keterampilan atau keahlian, dalam hal ini kaitannya dengan

pendidikan, training. Kedua, usaha kerja dan etika kerja/budaya kerja, dalam

hal ini kaitannya dengan prinsip moral kemasyarakatan dan merupakan

warisan budaya yang diturunkan dari generasi ke generasi.1

Untuk mendapatkan manusia yang berkualitas, salah satu cara yang

bisa ditempuh adalah dengan melakukan pemberdayaan terhadap

manusia-manusia tersebut melalui pendidikan keterampilan. Dengan pendidikan

keterampilan, masyarakat dibekali pengetahuan dan sikap yang diperlukan

sehingga masyarakat dapat melakukan sesuatu untuk peningkatan kualitas

1

(12)

hidup dalam mewujudkan suatu pembangunan.

Pemberdayaan melalui pendidikan keterampilan menekankan

pentingnya suatu proses edukatif dalam melengkapi masyarakat untuk

meningkatkan keberdayaan mereka. Pendidikan adalah permasalahan besar

yang menyangkut nasib dan masa depan bangsa. Karena itu, tuntutan

reformasi politik, ekonomi, sosial, hak azasi manusia, sistem pemerintahan

dan agrarian tidak akan membuahkan hasil yang baik tanpa reformasi sistem

pendidikan. Krisis multidimensi yang melanda Negara dan bangsa Indonesia

ini, tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi, sosial dan politik, melainkan

juga oleh krisis pada sistem pendidikan.

Melalui pendidikan, masyarakat dibekali pengetahuan, sikap dan

keterampilan yang diperlukan, sehingga masyarakat menjadi tahu, mengerti,

dapat melakukan dan mau melakukan sesuatu untuk peningkatan kualitas

hidup. Perubahan perilaku ini apabila dipadukan dengan sumber daya alam

yang tersedia, akan melahirkan perilaku baru yang disebut partisipasi.

Partisipasi ini akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dan kreatif

melaksanakan pembangunan yang terarah dan berencana terutama dalam

meningkatkan pendapatan income generating, serta membuka lapangan kerja

baru employment generating untuk perbaikan kualitas hidup masyarakat.2

Memberdayakan masyarakat berarti melakukan investasi pada

masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Maka pemberdayaan menunjuk

pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu

masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan

2

(13)

dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat

fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memilki kepercayaan diri, mampu

menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam

kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.3

Pemberdayaan dan partisipasi merupakan hal yang menjadi pusat

perhatian dalam proses pembangunan belakangan ini di berbagai negara.

Kemiskinan yang terus melanda dan menggerus kehidupan umat manusia

akibat resesi internasional yang terus bergulir dan proses restrukturisasi,

agen-agen nasional-internasional, serta negara-negara setempat menunjukan

perhatian yang sangat besar terhadap strategi partisipasi masyarakat sebagai

sarana percepatan proses pembangunan. Karena itu, perlu ditekankan

peningkatan tentang pentingnya pendekatan alternatif berupa pendekatan

pembangunan yang diawali oleh proses pemberdayaan masyarakat lokal.4

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di

tengah-tengah masyarakat, khususnya di Negara-negara berkembang.5

Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan baik para

akademisi maupun para praktisi. Persoalan yang serius yang dihadapi bangsa

Indonesia saat ini adalah perekonomian yang lemah.6 Kemiskinan bukan

karena mereka tidak rasional, atau karena mereka memang mempunyai

kebudayaan miskin, atau karena mereka memang mempunyai budaya miskin

3

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. (PT. Refika Aditama, 2005), h. 60

4

Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Humaniora Utama Press, 2010), h. 4.

5

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h. 131

6

(14)

(the culture of poverty) atau karena mereka kurang motivasi berprestasi dan

kewiraswastaan, atau bahkan karena etos kerja yang lemah.7 Masyarakat

miskin atau yang biasa disebut kaum dhu’afa yang ada di Indonesia,

merupakan bagian dari komponen masyarakat yang mempunyai hak dan

kewajiban yang sama dengan komponen masyarakat yang lainnya yang tidak

boleh dimarjinalkan.

Berangkat dari permasalahan tersebut maka diperlukanlah suatu usaha

sadar dari segolongan masyarakat yang peduli akan kesejahteraan mereka

dengan membentuk suatu organisasi, atau biasa disebut yayasan. Yayasan

merupakan salah satu sarana yang sangat efektif dalam menjawab

permasalahan di atas. Yayasan dapat mengadakan kegiatan yang mengarah

pada berbagai bentuk bimbingan, termasuk didalamnya bimbingan pendidikan

keterampilan. Hal ini sangat diperlukan, sehingga mereka bisa tetap

mendapatkan sesuatu yang memang dibutuhkan dalam mencapai

kesejahteraan dikemudian hari.

Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa adalah lembaga sosial yang

menjembatani kepedulian para dermawan kepada anak yatim dan kaum dhuafa

untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui pendidikan keterampilan.

Sasaran yang dituju adalah para dhuafa untuk mengembangkan usaha kecil

mereka.

Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa adalah lembaga sosial terdepan

dalam mewujudkan masa depan yatim dan dhuafa. Sebagai lembaga sosial

Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa memiliki berbagai macam program

diantaranya program pendidikan, program sosial, program pemberdayaan,

7

(15)

program kemanusiaan, program wakaf, dan program aqiqah dan qurban.

Untuk lebih mengetahui seberapa jauh peran Yayasan Griya Yatim dan

Dhuafa dalam peningkatan pemberdayaan kaum dhu’afa, maka penulis

menuangkan bahasan ini dalam sebuah skripsi dengan judul: Peran Yayasan

Griya Yatim dan Dhuafa dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa melalui

pendidikan keterampilan Di Bekasi.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis membatasi masalah

pada pendidikan keterampilan yang dilakukan oleh Yayasan Griya Yatim dan

Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa di Bekasi.

Berdasarkan batasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana tugas utama Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam

pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di Bekasi?

2. Bagaimana harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam

pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di Bekasi?

3. Bagaimana harapan kaum dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa

melalui pendidikan keterampilan di Bekasi?

4. Bagaimana keterkaitan antara tugas utama dan harapan Yayasan Griya

Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan

keterampilan di Bekasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

(16)

adalah:

a. Untuk mengetahui tugas utama Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa

dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di

Bekasi.

b. Untuk mengetahui harapan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam

pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan keterampilan di

Bekasi.

c. Untuk mengetahui harapan kaum dhuafa dalam pemberdayaan kaum

dhuafa melalui pendidikan keterampilan di Bekasi.

d. Untuk mengetahui keterkaitan antara tugas utama dan harapan

Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa

melalui pendidikan keterampilan di Bekasi.

2. Manfaat Penelitian

Terkait dengan tujuan di atas, maka penelitian ini memiliki manfaat

sebagai berikut:

a. Manfaat Akademis.

1) Penelitian ini sebagai persyaratan tugas akhir dan memperoleh

kesarjanaan (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2) Menambah khazanah keilmuan, khususnya memperkaya tipe-tipe

pengembangan masyarakat.

b. Manfaat Praktis: Dengan penelitian ini diharapkan akan mampu

membangun sebuah paradigma baru tentang disiplin pengembangan

(17)

D. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah suatu cara kerja untuk memahami objek

penelitian dalam rangka menemukan, menguji terhadap suatu kebenaran atau

pengetahuan. Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan penelitian

Kualitatif. Menurut Tailor sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J Moleong

adalah prosedur sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati.8

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh penulis termasuk dalam

pendekatan penelitian kualitatif, pendekatan kualitatif ini digunakan

karena beberapa pertimbangan, yaitu bersifat luwes, tidak terlalu rinci,

tidak lazim mendefinisikan suatu konsep serta memberi kemungkinan bagi

perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar,

menarik dan unik bermakna dilapangan.9

Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian

karena berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan

hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat dan digambarkan secara

jelas dari kondisi sebenarnya.

2. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah Dekriptif.

[image:17.595.100.515.251.607.2]

Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata,

gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian akan

8

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif: edisi revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2012) Cet. Ke-30. h. 4.

9

(18)

berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan

tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara catatan lapangan,

catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya.10

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah menunjuk pada orang/individu atau

kelompok yang dijadikan unit atau satuan (kasus) yang diteliti.11 Adapun

yang dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini adalah masyarakat

dan pengelola Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa.

Sedangkan objeknya adalah tentang peran dari Yayasan Griya

Yatim dan Dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui pendidikan

keterampilan. Artinya Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa sangat

menentukan bagi anak-anak yatim dan kaum dhuafa untuk meningkatkan

kualitas hidupnya.

4. Sumber Data

Sumber data penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Sumber data primer, merupakan data yang diperoleh dari Yayasan

Griya Yatim dan Dhuafa yang berkaitan tentang kegiatan

pemberdayaan kaum dhu’afa.

b. Sumber data sekunder, merupakan data-data yang diperoleh dari

buku-buku, majalah, dokumen-dokumen maupun dari benda-benda tertulis

yang berhubungan dengan penelitian ini.

10

Ibid. h. 39 11

(19)

5. Teknik Penentuan Subyek Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, teknik penentuan

subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi yang didasarkan atas

tujuan atau pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti dalam

sampling ini peneliti berusaha menguji pertimbangan-pertimbangannya

untuk dapat memasukkan unsur yang dianggap khusus dari suatu populasi

dimana peneliti mencari informasi.12

Peneliti memperoleh 4 (empat) orang yang akan diwawancarai,

untuk memperoleh sampelnya berdasarkan susunan masing-masing tingkat

jabatan. Adapun informasi yang diperoleh adalah mengenai Peran Yayasan

Griya Yatim dan Dhuafa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhuafa Melalui

Pendidikan keterampilan. Untuk data pendukung, peneliti mewawancarai 2

(dua) orang anak binaan, untuk memperoleh 2 (dua) anak binaan, peneliti

memperoleh sampelnya berdasarkan susunan tingkat usia dan pendidikan

terakhir. Adapun informasi yang diperoleh menegenai proses resosialisasi

dan harapan kaum dhuafa dalam pemberdayaan kaum dhuafa melalui

pendidikan keterampilan.

Berdasarkan pada kontek tersebut, maka peneliti memilih

[image:19.595.100.512.187.668.2]

subyek-subyek penelitian diantaranya:

Tabel 1 Subyek Penelitian

No Subyek Informasi yang Dicari Jumlah

12

(20)

1 Yayasan Griya

[image:20.595.100.514.81.589.2]

Yatim dan Dhuafa

Gambaran yayasan griya Yatim

dan dhuafa, latar belakang sejarah

beririnya Yayasan Griya Yatim dan

Dhuafa, pelaksanaan pembelajaran,

strategi pemberdayaan, faktor

penghambat dan pendukung

1

2. Pembina/Tutor Pelaksanaan pemberdayaan, faktor

penghambat dan faktor pendukung,

hasil yang dicapai, evaluasi

pembelajaran

1

3. Staf Yayasan Gambaran yayasam, latar belakang

sejarah yayasan, strategi

pemberdayaan, serta dokumentasi

2

4. Kaum Dhuafa

Yayazan Griya

Yatim dan Dhuafa

Pelaksanaan pemberdayaan, faktor

penghambat dan pendukug, hasil

yang dicapai

2

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu cara untuk memperoleh

kebenaran yang dipandang ilmiah dalam melakukan sebuah penelitian.

Ada beberapa hal yang peneliti lakukan dalam pencarian data, yaitu:

a. Observasi. Adalah merupakan teknik untuk menambah kecermatan

pengamatan atas beberapa fenomena yang terjadi terhadap subjek

penelitian dilapangan. Menurut E.C Wragg menjelaskan bahwa

observasi yaitu pengamatan secara sistematis dan analisa yang

memegang peranan penting untuk meramalkan tingkah laku sosial,

(21)

menjadi jelas.13 Dalam hal ini peneliti menggunakan metode observasi

untuk mengamati semua hal yang berhubungan dengan subjek

penelitian dilapangan. Yaitu masyarakat serta Yyasan Griya Yatim dan

Dhuafa.

b. Wawancara. Adalah merupakan suatu alat pengumpulam informasi

langsung tentang beberapa jenis data.14 Selain itu wawancara juga

sebagai salah satu bagian terpenting dalam setiap survai.15 Dalam

penelitian ini penulis akan mewawancarai pembina yayasan, pengurus

yayasan, staf yayasan dan beberapa peserta program guna memperoleh

data dan informasi tentang Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa terhadap

masalah yang diteliti. Peneliti mengadakan Tanya jawab yang

berkenaan dengan peran dan pelaksanaan pemberdayaan kaum dhu’afa

melalui pendidikan keterampilan di Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa

dengan pihak-pihak yang terkait.

c. Dokumentasi. Yaitu peneliti mengumpulkan, membaca dan

mempelajari berbagai macam bentuk data tertulis yang ada di lapangan

serta data-data lain di perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa

untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk

memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam buku dan

majalah. Agenda kegiatan Yayasan, Rancangan Program (jangka

panjang dan jangka pendek) Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa, Foto,

Akta Notaris, dan lain-lain.

13

Nurul Hidayati S. Ag, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif,

(Jakarta: Lembaga Penelitian dan UIN Jakarta Press, 2006) Cet. Ke-1, h. 8. 14

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Jogjakarta: Andi Offset, 1983), h. 49. 15

(22)

7. Analisis Data

Analisis data adalah menelaah seluruh data yang tersedia dari

berbagai sumber dengan hasil yang diperoleh pengamatan peneliti secara

langsung di lapangan. Analisis data adalah proses penyusunan data agar

bisa ditafsirkan dan memberikan makna. Model analisis yang dipakai

dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Hal ini didasarkan

atas pertimbangan bahwa sasaran penelitian ini adalah kegiatan analisis

data meliputi kegiatan reduksi data, reduksi yaitu menganalisa sesuatu

secara keseluruhan kepada bagian-bagiannya atau menjelaskan tahap akhir

dari proses perkembangan sebelumnya yang lebih sederhana.16

8. Teknik Keabsahan Data

Teknik Keabsahan Data, Data yang telah digali, dikumpulkan dan

dicatat dalam kegiatan penelitian. Untuk menjaga keabsahan data dalam

penelitian ini diperlukan teknik pemeriksaan. Adapun teknik yang

digunakan untuk menjaga keabsahan adalah sebagai berikut:

a. Kriterium Kredibilitas/Kepercayaan

Fungsi kriterium kredibilitas ini adalah untuk melaksanakan

inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya

dapat dicapai, kemudian mempertunjukan derajat kepercayaan

hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh penulis pada kenyataan

ganda yang sedang diteliti.

Kriterium kredibilitas ini menggunakan dua teknik pemeriksaan.

1) Ketekunan pengamatan

Dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam

16

(23)

situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu dalam

penelitian ini dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut

secara rinci.

Dengan kata lain, peneliti mengadakan pengamatan kepada

subyek penelitian yaitu, pembina yayasan, pengurus yayasan, staf

yayasan dan beberapa peserta program pemberdayaan. Sehingga

data yang didapat benar-benar valid, objektif, dan saling

mendukung untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu (triangulasi).

2) Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Salah satu

teknik triangulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik triangulasi dengan sumber, triangulasi dengan

sumber akan digunakan untuk membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui

waktu dan alat yang berbeda. Hal ini akan dilakukan dengan jalan:

a) membandingkan data hasil wawancara dengan pengamatan di

lapangan, misalnya peneliti membandingkan hasil wawancara

subyek penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan

tentang program Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa.

b) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan

(24)

membandingkan jawaban yang diberikan oleh Pembina, pengurus,

staf yayasan dengan jawaban wawancara dari peserta program

pemberdayaan di Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa.

c) membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang

berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Wawancara

tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data tersebut.17

b. Kriterium Kepastian

Mengutip pendapat Scriven, yang menyatakan bahwa masih

ada unsur „kualitas’ yang melekat pada konsep objektif, dalam hal ini

dapat digali dari pengertian bahwa sesuatu objektifitas berarti dapat

dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Dari sisi peneliti dapat

membuktikan bahwa data-data ini terpercaya. Keterpercayaan ini

didasarkan pada hasil data-data yang diperoleh dari hasil wawancara

dan observasi terhadap subjek penelitian.18

9. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhitung mulai april 2014 sampai dengan

September 2014. Adapun lokasi penelitiannya di Yayasan Griya Yatim

dan Dhuafa yang beralamatkan di perum kranggan permai jl. Merak raya

Blok AP 1/8 Rt 001/105 kelurahan jatisampurna Bekasi.

Untuk penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis mengacu pada

buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Jakarta yang

diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance)

17

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta:UIN Press), h. 74

18

(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cetakan I Tahun 2007. Lokasi penelitian

itu sendiri akan dilakukan di Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa di Bekasi.

E. Tinjaun Pustaka

Untuk mendukung penelaahan yang lebih mendetail, penulis berusaha

melakukan kajian terhadap beberapa pustaka ataupun karya ilmiah yang

relevan dengan topik penulisan karya ilmiah ini. Dalam penulisan karya ilmiah

ini, penulis membandingkan isi skripsi nya dengan skripsi milik orang lain

yang isinya hampir menyerupai. Adapun tinjaun pustaka dalam penulisan

skripsi ini penulis menggunakan skripsi yang berjudul “Peran Yayasan

Kumala Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Pendidikan

Keterampilan Di Kelurahan Rawa Badak Utara, Kecamatan Koja, Jakarta

Utara” 2010, yang disusun Ari Kurniawan. Skripsi yang membahas tentang

pemberdayaan anak jalanan melalui pendidikan, yayasan kumala berperan

sebagai mediator, fasilitator, pendidik, sekaligus sebagai perwakilan bagi anak

jalanan yang mengupayakan anak jalanan dapat membangun hidup mereka

secara mandiri. Untuk membedakan skripsi penulis dengan skripsi milik orang

lain terdapat pada subjek penelitian serta perannya dalam memberdayakan

kaum dhuafa.

Skripsi kedua, penulis menggunakan skripsi yang berjudul “Peran

Suku Dinas Sosial Jakarta Utara Dalam Peningkatan Kesejahteraan Warga

Masyarakat melalui Program Keluarga Harapan di Kelurahan Koja Jakarta

Utara Tahun Pelaksanaan 2011-2012” 2012, yang disusun Hidmatullah.

Skripsi yang membahas tentang peningkatan kesejahteraan masyarakat

(26)

dapat membantu masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan atau

RTSM mendapatkan kehidupan yang lebih baik karena mereka dapat

menyekolahkan anaknya dengan dana yang diberikan oleh pemerintah. Untuk

membedakan skripsi penulis dengan skripsi milik orang lain terdapat pada

subjek penelitian serta perannya dalam memberdayakan kaum dhuafa.

Skripsi ketiga, penulis menggunakan skripsi yang berjudul “Peran

Sekolah Alam Kandank Jurank Doank Dalam Pengembangan Kreativitas

Anak Di Kelurahan Jurang Mangu” yang disusun oleh Trijadi Risnanto.

Skripsi ini membahas tentang Peran Sekolah Alam Kandang Jurank Doank

dalam pengembangan kreativitas anak. Salah satu langkah menyelamatkan

generasi penerus bangsa ini adalah dengan membekali mental anak-anak

dengan pendidikan yang memiliki nilai tepat guna dan langsung pada sasaran.

Yaitu dengan memberikan mereka keleluasaan untuk berkreativitas setinggi

dan sebanyak mungkin tanpa mengekang mereka dengan peraturan yang kaku.

Untuk membedakan skripsi penulis dengan skripsi milik orang lain terdapat

pada subjek penelitian serta perannya dalam memberdayakan kaum dhuafa.

F. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan pembahasan dan penulisan hasil penelitian ini,

maka penulis berusaha membuat sistematika khusus dengan jalan

mengelompokkan berdasarkan kesamaan dan hubungan masalah yang ada.

Sistematika skripsi ini dalam penulisannya akan dibagi menjadi 5 (lima) bab,

dan masing-masing bab akan dibagi menjadi sub-sub bab, yaitu sebagai

berikut:

(27)

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan

sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan teoritis tentang peranan, dhua’afa, pemberdayaan,

terdiri dari beberapa sub, pengertian peranan, tinjauan

sosiologis tentang peranan, pengertian dhu’afa, ruang lingkup

dhu’afa. Sub berikutnya pengertian tentang pemeberdayaan.

Langkah-langkah pemberdayaan kaum dhu’afa.

BAB III Gambaran umum tentang Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa

dengan uraian latar belakang berdirinya yayasan, struktur

organisasi, tujuan berdirinya yayasan dan

program-programYayasan Griya Yatim dan Dhuafa. Sub berikutnya

bentuk pemberdayaan kaum dhu’afa yang di lakukan

diYayasan Griya Yatim dan Dhuafa serta hambatan yang

dihadapi Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam pelaksanaan

pemberdayaan kaum dhu’afa.

BAB IV Peranan Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa dalam

pemberdayaan kaum dhu’afa yang terdiri dari beberapa sub.

Apa saja kegiatan yang di lakukan oleh Yayasan Griya Yatim

dan Dhuafa,bagaimana kegiatan tersebut dapat di laksanakan,

hambatan yang dihadapi yayasan, dan sejauh mana kegiatan

pemberdayaan memberi manfaat bagi masyarakat.

[image:27.595.98.517.235.590.2]
(28)

18

TINJAUAN TEORITIS

A. Peran

Pengertian Peran

Peran (role) merupakan istilah sosiologi yang mengandung pengertian

yang memiliki aspek dinamis (kedudukan dan status). Apabila seorang atau

(lembaga) melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya

maka dia menjalankan suatu peranan.1 Peranan mencakup 3 (tiga) hal:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat.

2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.2

Pengertian peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus

dilaksanakan. Peranan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

beberapa tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan di masyarakat dan harus dilaksanakan.3 Dengan kata lain,

seseorang dikatakan dapat memainkan peranannya apabila mempunyai status

dalam masyarakat.

Tidak sekedar memiliki status, namun seseorang tersebut harus dapat

menjalankan harapan-harapan masyarakat. Seperti yang dikatakan Gross

1

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005) Cet. Ke-38, h. 243.

2

Ibid, h. 244. 3

(29)

Mason dan A.W Eachern sebagaimana dikutip oleh David Barry

mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan

pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Menurutnya pula

bahwa harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma

sosial.4 Berdasarkan hal tersebut maka norma-norma sosial dan

harapan-harapan yang dimaksud ditentukan oleh masyrakat.

Didalam peranannya terdapat dua macam harapan yaitu: pertama,

harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran. Kedua,

harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari

pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang

berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau

kewajiban-kewajibannya.5

Dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat dikatakan berperan apabila

telah memiliki status. Di dalam status tersebut terdapat tugas-tugas yang

sebelumnya disusun berdasarkan harapan-harapannya, namun harus sesuai

dengan harapan masyarakat.

B. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan yang memiliki arti sangat luas tersebut memberikan

keleluasaan dalam pemahaman dan juga pemilihan model pelaksananya

sehingga variasi di tingkat lokalitas sangat mungkin terjadi. Konsep partisipasi

dalam pembangunan di Indonesia mempunyai tantangan yang sangat besar.

Model pembangunan yang telah kita jalani selama ini tidak memberikan

kesempatan pada lahirnya partisipasi masyarakat. Oleh karenanya diperlukan

4

N.Grass W.S Massan dan A.W MC Eachern, Exploration Role Analiysis dalam David Barry, Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet, Ke-3, h. 99.

5

(30)

upaya membangkitkan partisipasi masyarakat tersebut. Solusi yang bisa

dilakukan adalah dengan memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat

akan berpartisipasi secara langsung terhadap pembangunan.

Masyarakat sebagai sebuah tempat bersama, yakni sebuah wilayah

geografi yang sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di

daerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah pedesaan. Masyarakat

sebagai kepentingan bersama, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan

kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada

masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi

kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orang tua yang memiliki

anak dengan kebutuhan pendidikan dan keterampilan yang minim.

Masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat adalah

masyarakat atau community dalam bahasa inggris atau juga komunitas. Secara

etimologis community berasal dari communitat yang berakar pada communete

atau common.6 Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki rasa satu

kesatuan satu sama lain dikarenakan adanya interaksi untuk saling berbagi

identitas, kepentingan-kepentingan yang sama, perasaan memiliki, dan

biasanya berada di dalam satu tempat yang sama.

1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

proses, cara, serta perbuatan memberdayakan.7

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan

(empowerment), berasal dari kata Power (kekuasaan atau keberdayaan).

6

H. Roesmidi, dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: ALQAPRINT, 2006), Cet. Ke-1, h. 4.

7

(31)

Karenanya ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai

kekuasaan. Kekuasaan sering kali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk

membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan terlepas dari

keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa

kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Kekuasaan senantiasa

hadir dalam konteks relasi sosial, karena itu kekuasaan dan hubungan

kekuasaan dapat berubah, dengan pemahaman seperti ini, pemberdayaan

sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang

bermakna.8

Menurut Gunawan Sumodiningrat pemberdayaan adalah upaya

untuk membangun daya yang dimiliki dhua’afa dengan mendorong,

memberikan motivasi, serta berupaya untuk mengembangkannya.9

Selaras dengan pengertian di atas Shardlow melihat bahwa

berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya

membahasa bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha

mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk

memebentuk masa depan sesuai dengan keinginana mereka. Dalam

kesimpulannya Shardlow menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai

suatu gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan Blesek yang dikenal

di bidang pendidikan ilmu kesejahteraan sosial dengan nama Self

Determination, yang dikenal sebagai salah satu prinsip dasar dalam bidang

pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial. Prinsip ini pada intinya

8

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat,kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial (Bandung: Rafika Aditama, 2005), h. 57.

9

(32)

mendorong klien untuk menentukan sendiri apayang harus ia lakukan

dalam kaitannya dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi

sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam

membentuk hari depannya.10

Selanjutnya Kartasasmita dalam buku sosiologi pedesaan yang

ditulis oleh Syamsir Salam menegaskan, bahwa pemberdayaan sebagai

strategi pembangunan adalah upaya untuk membangun daya dengan

mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang

dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Memberdayakan

masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan

masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan

diri dari perangkat kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain,

memberdayakan adalah memampukan dan mendirikan masyarakat.11

Sesuai dengan pemberdayaan kaum dhu’afa pada tulisan ini

pemberdayaan adalah usaha untuk meningkatkan harkat dan martabat

kaum dhuafa untuk melepaskan diri dari ketidakberdayaan agar

mempunyai kemampuan dan kemandirian untuk menjalani hidup yang

lebih baik lagi, sehingga mereka dapar hidup normal ditengah-tengah

masyarakat.

Menurut Ife Pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni

kekuasaan dan kelompok lemah, kekuasaan di sini diartikan bukan hanya

menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan

atau penguasaan klien atas:

10

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: FEUI Press, 2001), h. 33.

11

(33)

a. Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup yaitu

kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya

hidup, tempat tinggal dan pekerjaan.

b. Pendefinisian kebutuhan yaitu kemampuan menentukan kebutuhan

selaras dengan aspirasi dan keinginannya.

c. Ide atau gagasan yaitu kemampuan untuk mengekspresikan dan

menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas

tanpa tekanan.

d. Lembaga-lembaga yaitu kemampuan menjangkau, menggunakan dan

mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga

kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesehatan.

e. Sumber-sumber yaitu kemampuan memobilisasi sumber-sumber

formal, informal dan kemasyarakatan.

f. Aktivitas ekonomi yaitu kemampuan memanfaatkan dan mengelola

mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa.

g. Reproduksi yaitu kemampuan dalam kaitannya denga proses kelahiran,

perawatan fisik, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.

Pemberdayaan masyarakat sering dipahami sebagai perwujudan

dari pengembangan masyarakat yang lahir dari tradisi pendidikan massa

(Mass Education) dan berbasis pada bidang pekerjaan sosial, serta

memiliki kemiripan cakupan dengan pendidikan luar sekolah, namun

pengembangan masyarakat berkembang menjadi disiplin ilmu mandiri.12

Menurut Suhartini pemberdayaan biasanya menggunakan strategi

bottom up. Artinya, masyarakat sejak awal dilibatkan dalam proses

12

(34)

perencanaan sampai pada pelaksanaan, dengan demikian disamping

menjadi objek, masyarakat juga menajdi subjek dan pelaku pembangunan

yang merupakan bagian dari proses perubahan sosial.13

Menurut beberapa ahli dalam Edi Suharto pemberdayaan bertujuan

untuk:

a. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang

yang lemah atau tidak beruntung.

b. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi

cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas dan

mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga

yang mempengaruhi kehidupannya.

c. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali

kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.

d. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi dan

komunitas diarahkan agar mampu menguasai/berkuasa atas

kehidupannya.14

Dari berbagai pengertian yang ada, maka penulis menarik

kesimpulan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya yang

dilakukan untuk membuat masyarakat semakin berdaya dengan melibatkan

masyarakat sebagai subjek sehingga mereka mempunyai kekuatan dengan

cara mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, yang dapat

dikembangkan melalui pelatihan-pelatihan agar mempunyai modal untuk

hidup mandiri.

13

Rr. Suhartini, Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT. LKis Pelangi Aksara, 2005), Cet. Ke-1, h. 133.

14

(35)

2. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat

Ada beberapa tahapan dalam proses pemberdayaan masyarakat

diantaranya adalah:

a. Tahap Persiapan. Tahap ini meliputi persiapan petugas (community

worker) dengan tujuan supaya ada kesamaan persepsi antara anggota

agen perubahan (agent of change) mengenai pendekatan apa yang

dipilih dalam melakukan pengembangan masyarakat.

b. Assesment. Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap masalah dan

sumber daya yang dimiliki klien/masyarakat, assessment ini dapat juga

dilakukan dengan menggunakan penilaian SWOT, strength/kekuatan,

weaknes/kelemahan, opportunity/kesempatan dan threat/tantangan.

c. Tahapan Perencanaan Program. Pada tahap ini agen perubahan

mencoba melibatkan masyarakat untuk memahami masalah yang

mereka hadapi dan berusaha mencari solusi terhadap masalah tersebut.

d. Tahap Formulasi Aksi. Dalam tahap ini agen perubahan membantu

kelompok masyarakat untuk menentukan program dan kegiatan yang

akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Formulasi rencana aksi dirumuskan oleh petugas dengan masyarakat.

e. Tahap Pelaksanaan Program/kegiatan. Pada tahap ini agen perubahan

membantu kelompok masyarakat dalam melaksanakan program yang

telah direncanakan.

f. Tahap Evaluasi. Pada tahap ini agen perubahan bersama peserta dari

kelompok masyarakat melakukan pengawasan terhadap

program-program yang sudah dilaksanakan dan mengawasinya.

g. Tahap Terminasi. Pada tahap ini dilakukan pemutusan hubungan kerja

(36)

pada program pemberdayaan dilakukan di akhir kegiatan berupa focus

group discussion sebagai program evaluasi terhadap seluruh kegiatan.15

Selaras dengan tahapan pemberdayaan diatas Suhartini membagi

tahapan pemberdayaan kedalam enam tahapan yaitu:

a. Membantu masyarakat dalam menemukan masalah.

b. Melakukan analisis/kajian terhadap permasalahan tersebut secara

mandiri/partisipatif. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan cara curah

pendapat, membentuk kelompok-kelompok diskusi, dan mengadakan

pertemuan warga secara periodik/terus menerus.

c. Melakukan skala prioritas, dalam arti memilih dan memilih tiap

masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan.

d. Mencari cara penyelesaian masalah yang sedang dihadapi antara lain

dengan pendekatan sosio-kultural yang ada dalam masyarakat.

e. Melaksanakan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang

sedang dihadapi.

f. Mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk

dinilai sejauh mana keberhasilan dan kegagalannya.16

Lebih spesifik kepada pemberdayaan kaum dhu’afa menurut Asep

Usman Ismail dikutip dari bukunya Isbandi mengambarakan 5 tahapan

utama; pertama, menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan

dan pengalaman yang tidak memberdayakan. Kedua, mendiskusikan alasan

mengapa terjadi pemberdayaan dan pentidakberdayaan. Ketiga,

15

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: FEUI Press, 2003), h. 244.

16

(37)

mengidentifikasikan suatu masalah atau projek pemberdayaan. Keempat,

mengidentifikasikan basis daya yang bermakna bagi pemberdayaan. Kelima,

mengembangkan rencana-rencana aksi pemberdayaan dan

mengimplementasikannya.17

3. Tujuan dan Proses Pemberdayaan.

Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah mendirikan masyarakat

atau membangun masyarakat untuk memajukan diri kearah yang lebih baik

secara berkesinambungan. Oleh karenanya pemberdayaan masyarakat

adalah upaya memperluas pilihan bagi masyarakat yang berarti masyarakat

diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi

dirinya.18 Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan

masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan,

baik karena internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena

eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil).19

Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama,

proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau

mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada

masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya

(survival of the fittes). Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya

membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian

mereka melalui organisasi. Kecenderungan atau proses yang pertama

tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna

17

Asep Usman Ismail, dkk, Pengamalan Al-Qur’an Tentang Pemberdayaan Dhua’afa, (Jakarta: Dakwah Press, 2008), Cet. Ke-1, h.10.

18 Agus Ahmad Syafe’i,

Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam, (Bandung: Gerbang Masyarakat Baru, 2001), h. 39.

19

(38)

pemberdayaan. Kedua, atau kecenderungan sekunder, menekankan pada

proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu

mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang

menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Diantara kedua proses

tersebut saling terkait. Agar kecenderungan primer dapat terwujud,

seringkali harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu.20

C. Pengertian Dhuafa, Fakir dan Miskin

1. Pengertian Dhuafa.

Perkataan dhu’afa dalam kosa kata Al-Qur’an merupakan bentuk jamak dari kata dha’if. Kata ini berasal dari kata dhu’afa, yadh’ufu,

dhu’fan atau dha’fan yang secara umum mengandung dua pengertian,

lemah dan berlipat ganda. Tentu saja yang dimaksudkan dalam konteks

pembahasan ini dhu’afa secara literal berarti orang-orang yang lemah. Menurut Al-Ashfahani perkataan dhu’fu merupakan lawan dari quwwah

yang berarti kuat. Kemudian menurut imam khalil, pakar ilmu nahwu,

istilah dhu’fu biasanya dimaksudkan untuk menunjukkan lemah fisik,

sedangkan dha’fu biasanya digunakan untuk menunjukkan lemah akal.

Sejalan dengan penjelasan di atas, Al-Raghib Al-Ashfahani

didalam kitab Mufradat Alfadah Al-Qur’an ketika menjelaskan makna

dan maksud istilah dhi’af-an pada surat annisa ayat 9 sebagai berikut:

                             20

(39)

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Dari ayat di atas bahwa istilah dhi’af-an memiliki beberapa

pengertian:

Pertama, dha’if al-jism yakni lemah secara fisik. Maksudnya,

bahwa orang-orang beriman tidak boleh membiarkan anak-anak mereka

memiliki fisik, tubuh, atau badan yang lemah. Bagi orang Islam, makanan

yang bergizi itu selain memenuhi gizi yang seimbang sebagaimana

dirumuskan dalam prinsip empat sehat lima sempurna, tetapi juga harus

memperhatikan syarat halalan thayibba, yakni halal secara ilmu fikih dan

berkualitas bagi kesehatan tubuh.21 Sejalan dengan ini Sajogyo

menjelaskan seseorang belum dikatakan sejahtera jika belum mencukupi

standar protein dan kalori tertentu, sedang menurut BPS kebutuhan

minimum untuk hidup di ukur dengan pengeluaran untuk makanan setara

2.100 kalori perkapita perhari.22

Kedua, dha’if fi al-aqly yakni lemah secara intelektual. Sebenarnya

setiap anak memiliki potensi kecerdasan yang hampir sama. Misalnya

kelemahan intelektual anak-anak pada umumnya tidak terletak pada

potensi anak itu sendiri, tetapi terletak pada kemampuan orang tua, guru,

dan orang dewasa disekitar kehidupan anak-anak dalam mengembangkan

potensi kecerdasan mereka.

21

Asep Usman Ismail, dkk, Pengamalan Al-Qur’an Tentang Pemberdayaan Dhua’afa, (Jakarta: Dakwah Press, 2008), Cet. Ke-1, h.19.

22

(40)

Ketiga, dha’if al-hali lemah karena keadaan sosial ekonomi yang

dihadapinya. Adapun yang dimaksud dengan kelemahan yang ketiga ini

adalah sebagai berikut: (1) kelemahan itu tidak berkenaan dengan fisik,

keterampilan hidup dan kecerdasan, tetapi berkenaan dengan kemampuan

untuk mendapat informasi dan peluang pengembangan diri. (2)

kelemahan itu berkenaan dengan kemiskinan dan masalah-masalah sosial.

Anak-anak yatim dari lingkungan masyarakat fakir miskin yang cerdas

dan memiliki keinginan untuk maju termasuk salah satu contoh

kelemahan bemtuk ketiga. Seorang muslim selain diperintahkan agar

senantiasa meningkatkan ketakwaannya kepada Allah, juga sangat

ditekankan agar tidak membiarkan generasi yang lemah dilingkungan

terdekatnya, terutama kaum dhu’afa seperti anak yatim, fakir miskin, anak

jalanan, dan anak-anak terlantar, serta orang-orang dari keluarga yang

termasuk penyandang masalah kesejahteraan sosial.

Dapat disimpulkan menurut al-ashfahani, pengertian dhu’afa yang berakar dari kata dha’afa membentuk kata dhu’afa dengan segala

perubahannya di dalam Al-Qur’an mengandung pengertian lemah: lemah secara fisik, lemah kedudukan, lemah ekonomi, lemah akal dan

ilmu/kurang pendidikan, lemah iman/keyakinan, dan lemah jiwa.

Istilah dhu’afa ini antara lain ditemukan pada ayat Al-Qur’an, yang mengandung pengertian lemah fisik, baik karena belum cukup umur,

lanjut usia maupun karena faktor kwalitas kesehatan.23

23

(41)

                                             

Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,

2. Pengertian Fakir dan Miskin

Berkenaan dengan fenomena kemiskinan, Al-Qur’an menyebut istilah miskin dalam bentuk tunggal sebanyak 11 kali dan menyebutnya

dalam bentuk jamak, masakin sebanyak 12 kali. Jadi secara keseluruhan

Al-Qur’an menyebut istilah miskin sebanyak 23 kali. Dilihat dari segi kebahasaannya istilah miskin berasal dari kata kerja sakana, yang akar

hurufnya terdiri atas s-k-n. perkataan sakana mengandung arti diam,

tetap, jumud, dan statis. Al-ashfahani mendefinisikan miskin adalah

seorang yang tidak memiliki apapun.

Istilah miskin menggambarkan akibat dari keadaan diri seseorang

atau sekelompok orang yang lemah. Ketika seseorang itu tidak berhasil

mengembangkan potensi dirinya secara optimal, yakni potensi

kecerdasan, mental dan keterampilan, maka keadaan itu akan berakibat

langsung pada kemiskinan, yakni ketidakmampuan mendapatkan,

memiliki dan mengakses sumber-sumber rizki sehingga ia tidak memiliki

sesuatu apapununtuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang miskin

memiliki tenaga untuk bekerja, tetapi ia tidak melatih dan membiasakan

(42)

potensi untuk mengembangkan dirtinya tetapi tidak berhasil menjadi

pekerja yang ulet. Mereka memilih pola hidup sakana yang berarti diam,

jumud dan statis tidak mengembangkan skill atau keterampilan dan

keahlian dalam hidupnya karena malas. Akibatnya miskin.24

Namun menurut Gunawan Sumodiningrat dalam bukunya

kemiskinan teori, fakta dan kebijakan, penyebab kemiskinan tidak hanya

disebabkan karena seseorang diam, apatis, malas dan tidak

mengembangkan skillnya yang di istilahkan dengan kemiskinan

cultural/culture of poverty, akan tetapi juga seseorang menjadi miskin

karena lebih bersifat hambatan kelembagaan atau strukturnya memang

bisa menghambat seseorang untuk meraih kesempatan-kesempatannya

sehingga masyarakat tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber

pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.25 Menurut Tadjuddin

Noer Effendi kemiskinan ini meliputi kekurangan fasilitas pemukiman

yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunai

sekitarnya, kekurangan perlindungan dari hukum dan pemerintah.26

Selanjutnya Sajogyo dalam Mustofa (2010) menggunakan satuan

kilogram beras ekuivalen untuk menetukan criteria batas garis kemiskinan

penduduk.

a. Sangat Miskin

Penduduk yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka

yang mempunyai penghasilan di bawah setara dengan 240 kg beras

24

Ibid, h. 20. 25

Gunawan Sumodiningrat, Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan, (Jakarta: IMPAC, 1999), h. 16.

26

(43)

ekuivalen setiap orang dalam setahun untuk penduduk yang hidup di

perdesaan, dan mereka yang berpenghasilan setara dengan 360 kg

beras untuk penduduk yang tinggal di perkotaan.

b. Miskin.

Penduduk yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka

yang mempunyai penghasilan setara dengan 240 kg beras sampai 320

kg beras per tahun untuk penduduk yang tinggal di desa, dan mereka

yang berpenghasilan setara dengan 360 kg beras sampai 480 kg beras

pertahun untuk penduduk yang tinggal di kota.

c. Hampir Cukup.

Penduduk yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka

yang mempunyai penghasilan setara 320 kg beras sampai 480 kg

beras pertahun untuk penduduk yang tinggal di desa, dan mereka yng

mempunyai penghasilan setara 480 kg beras sampai 720 kg beras

pertahun untuk penduduk yang tinggal di kota.

d. Cukup.

Penduduk yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka

yang mempunyai penghasilan setara dengan lebih dari 480 kg beras

setiap orang selama setahun di daerah perdesaan, dan mereka yang

mempunyai penghasilan setara 720 kg beras setiap orang selama

setahun untuk daerah perkotaan.27

Sementara itu, istilah di dalam bahasa Indonesia berasal dari kosa

kata bahasa arab faqir dalam bentuk tunggal dan fuqara’ dalam bentuk

jamak yang secara kebahasaan, menurut Al-Raghib Al-Ashfahani,

27

(44)

memiliki empat pengertian. Pertama, perkataan fakir berarti orang yang

membutuhkan Allah. Kebutuhan ini merupakan eksistensial yang

berkenaandengan eksistensi manusia, yakni bahwa setiap manusia secara

universal membutuhkan allah sebagaiman dinyatakan di dalam ayat

berikut:                     

Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah dialah yang Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.

Kedua, perkataan faqir berarti membutuhkan. Dalam pengertian bahwa

setiap orang membutuhkan makanan dan minuman serta kebutuhan

fisik-biologis lainnya untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Ketiga,

perkataan faqir berarti tidak memiliki, tidak mengakses, dan tidak

mendapatkan Sembilan bahan pokok (sembako) untuk memenuhi

kebutuhan hidup setiap hari sehingga ia menjadi faqir, yakni

membutuhkan pertolongan dan bantuan dari yang memiliki kemampuan.

Keempat, perkataan faqir berarti faqir al-nafs, yakni jiwa yang tidak

memiliki, tidak mengakses, dan tidak mendapatkan siraman rohani untuk

pengayaan batin.28

Para ulama fikih seperti Imam Hanfi berpendapat bahwa fakir

adalah orang yang tidak memiliki penghasilan tetap dan tidak ada yang

memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sementara itu Imam Syafi’I berpendapat bahwa fakir adalah orang yang tidak dapat mencukupi

kebutuhan dasar. Sementara itu, oarng miskin adalah orang yang memiliki

28

(45)

pekerjaan tetap tetapi penghasilannya tidak dapat memenuhi

kebutuhannya sehari-hari.29

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa istilah fakir dan

miskin pada dasarnya sama yakni seseorang yang tidak dapat memenuhi

kebutuhan dasar hidupnya karena keterbatasan mereka. Namun antara

fakir dan miskin ada derajat yang membedakan yakni istilah fakir lebih

rendah derajatnya dibandingkan dengan istilah miskin.

D. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Arti pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

disebutkan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah

laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan.30 Sementara itu, dalam Undang

-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

Negara.31

29

Hasan Shadili, (ed), Fakir Dalam Ensiklopedia Indonesia Edisi Khusus, jilid 7, (Jakarta: PT ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), h. 3977.

30

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet. Ke-4 Ed. Ke-3 h. 263.

31

(46)

Beberapa ahli pendidikan mendefinisikan pendidikan, sebagai

berikut:

a. Menurut M. Arifin bahwa pendidikan adalah usaha orang dewasa

secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadiannya

serta kemampuan dasar didik, baik dalam pendidikan formal maupun

non formal.32

b. Menurut Zuhairini bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk

membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

masyarakat dan kebudayaan.33

c. S.A. Branata, dkk pendidikan ialah usaha yang sengaja diadakan, baik

langsung maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu

anak dalam perkembngannya mencapai kedewasaan.34

Defines pendidkan tersebut sejalan dengan GBHN (Garis-garis besar

Haluan Negara) dan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.

Menurut GBHN (Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1973) dikatakan

bahwa: pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar

sekolah dan berlangsung seumur hidup. Menurut ketentuan umum, Bab 1

Pasal 1 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun

1989, menjelaskan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar untuk

menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan

atau latihan bagi

Gambar

gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian akan
Tabel 1
Gambaran yayasan  griya Yatim
Gambaran umum tentang Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Di Bengkel Kreativitas Yayasan Nanda Dian Nusantara ini adalah sebuah lembaga pemberdayaan pendidikan dan keterampilan yang sangat bermanfaat bagi anak-anak pemulung di

Peran PKPU dalam pemberdayaan anak yatim/piatu yang pertama dilakukan oleh lembaga PKPU dalam bentuk strategi pemberdayan dilakukan sesuai dengan bakat dan minat

Peran Zakat, Infak dan Wakaf dalam pemberdayaan ekonomi dhuafa di dalam Lembaga Keuangan Syariah itu ada yang namanya intangible (tidak berwujud) yang berarti

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap tentang bagaimana peran pendidik dalam melakukan penerapan Pendidikan Agama Islam melalui Sistem Homeschooling di

Hasil penelitian ini adalah (1) Upaya pendayagunaan zakat, infaq dan ṣadaqah (zis) dalam pemberdayaan anak yatim melalui program Mandiri Entrepreneur Center (MEC)

Hasil peneitian menunjukkan bahwa: Praktek pemberdayaan yang dilakukan pada programSocial Trust Fund (STF), Dompet Dhuafa Sul-Sel memiliki peran sebagai 1) Edukator,

Kesimpulan Program pendampingan peningkatan kreativitas anak yatim dan dhuafa di Rumah Pintar Al-Ikhlas Taman Graha Asri melalui pembuatan ekoenzim dari pemanfaatan sampah organik Di