• Tidak ada hasil yang ditemukan

Induksi Keragaman Genetik dengan Mutagen Sinar Gamma pada Nenas Secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Induksi Keragaman Genetik dengan Mutagen Sinar Gamma pada Nenas Secara In Vitro"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENGOPTIMUMAN DAN VALIDASI SIDIK JARI

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

EKSTRAK Phyllanthus niruri L.

WULAN TRI WAHYUNI S.

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengoptimuman dan Validasi Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Ekstrak Phyllanthus niruri L. adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

(3)

ABSTRACT

WULAN TRI WAHYUNI S. Optimization and Validation High Performance Liquid Chromatographic Fingerprint of Phyllanthus niruri L. Under direction of LATIFAH K. DARUSMAN and AJI HAMIM WIGENA

Split-plot mixture-mixture design has been applied for optimization of Phyllanthus niruri L. chromatographic fingerprint. The design applied for unreplicated and simultaneous optimization of extraction mixture and chromatographic mobile phase mixture. The whole-plot was extraction solvent contained varying proportion of methanol, ethyl acetate and dichloromethane in a simplex-centroid with axial design. The sub-plot was reversed phase chromatographic mobile phase in simplex-centroid design contained varying proportion of methanol, acetonitrile and acetonitrile:water (55:45 v/v). Each extract analyzed with seven mobile phase and monitored at 210, 225 and 254 nm. Ratio whole plot error to subplot error smaller than 0,4 ( / < 0,4). Correlation between extraction solvent, chromatographic mobile phase and number of peak analyzed statistically by Ordinary Least Square (OLS) method. The root mean square error of calibration (RMSEC) and root mean square error of prediction (RMSEP) at 210, 225 and 254 nm respectively were 1,86341 and 4,00759; 2,22201 and 5,28394; 1,54367 and 2,26063. Optimum codition obtained when ethyl acetate extract eluted by acetonitrile:water (55:45 v/v) and monitored at 254 nm. Validation of optimum condition performed for precision and extract stability test parameter. Precision of retention time at optimum condition was excellent, percent relative standard deviation (%RSD) were 0,0698 % - 0,3006 %. Extract stability test examined after 2,5 and 5 hours storage at 25 ˚C with protection from light, peak area of each extract component changed in different level during the storage.

(4)

RINGKASAN

WULAN TRI WAHYUNI S. Pengoptimuman dan Validasi Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Ekstrak Phyllanthus niruri L. dibimbing oleh LATIFAH K. DARUSMAN dan AJI HAMIM WIGENA

Phyllanthus niruri L. atau meniran merupakan bahan baku obat herbal yang memiliki khasiat sebagai hepatoprotektor, antihepatitis, antioksidan, serta penghambat replikasi dan transkripsi balik HIV. Sejauh ini kualitas meniran ditentukan berdasarkan kandungan senyawa penanda tunggal dari golongan lignan atau tanin. Hal ini dinilai kurang memadai karena khasiat obat herbal disumbangkan oleh sejumlah senyawa kimia yang bekerja secara sinergis.

Penggunaan sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) untuk kontrol kualitas obat herbal dapat menjadi pendekatan yang efektif karena dapat menjelaskan karakteristik obat herbal secara komprehensif. Diperlukan sidik jari yang informatif dan representatif untuk membangun model kontrol kualitas yang handal. Sidik jari kromatografi yang informatif dan representatif tersebut dapat diperoleh melalui pengoptimuman pelarut ekstraksi dan fase gerak kromatografi dengan bantuan rancangan statistika.

Pada penelitian ini dilakukan pengoptimuman sidik jari KCKT ekstrak meniran menggunakan bantuan split-plot mixture-mixture design. Rancangan ini diterapkan terhadap kombinasi pelarut ekstraksi dan fase gerak KCKT. Pelarut ekstraksi yang terdiri atas metanol, etil asetat, dan diklorometana disusun mengikuti rancangan mixture yang mengambil bentuk simplex-centroid dengan axial design. Sementara fase gerak KCKT terdiri atas metanol, asetonitril, dan asetonitril:air (55:45 v/v) disusun sesuai rancangan mixture dengan bentuk simplex-centroid. Panjang gelombang deteksi yang digunakan ialah 210, 225, dan 254 nm.

Tanaman meniran yang digunakan diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu. Setelah dikeringkan dalam oven bersuhu 40 ˚C kadar air sampel meniran ialah sebesar 6,5696 %. Tanaman meniran asal B2P2TO-OT mengandung senyawa metabolit sekunder dari golongan flavonoid, fenol hidroquinon, steroid, tanin, saponin, dan lignan.

Ekstraksi dengan teknik maserasi menggunakan sepuluh kombinasi pelarut ekstraksi memberikan rendemen ekstraksi yang beragam. Rendemen ekstraksi tertinggi ialah 7,4254 % saat digunakan pelarut metanol dan rendemen terkecil saat menggunakan diklorometana, yaitu sebesar 1,3668 %.

Sepuluh jenis ekstrak meniran dipisahkan dengan tujuh kombinasi fase gerak. Pelarut ekstraksi ditempatkan sebagai whole-plot dan fase gerak KCKT sebagai sub-plot. Pengacakan dilakukan untuk menghindari galat sistematik. Ekstrak metanol terelusi ke luar kolom paling cepat karena interaksinya dengan fase diam C18 bersifat lemah. Ekstrak diklorometana memerlukan waktu yang lebih lama untuk terelusi karena interaksinya dengan fase diam C18 lebihkuat.

(5)

menyebabkan transisi elektronik n→σ*, n→л*, dan л→л*, sementara transisi elektronik yang terjadi pada panjang gelombang 254 nm ialah n→л* dan л→л*. Transisi elektronik yang terjadi pada setiap panjang gelombang deteksi mempengaruhi jumlah puncak yang dapat dideteksi pada masing-masing panjang gelombang tersebut.

Jumlah puncak yang dapat dideteksi dihitung berdasarkan kriteria nilai resolusi dan rasio sinyal terhadap derau (S/N). Puncak diakui dan dihitung jika memiliki nilai resolusi ≥ 1 dan nilai S/N ≥ 3. Jumlah puncak maksimum yang dapat dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ialah 30 buah, pada panjang gelombang 225 nm sebanyak 21 buah, sementara pada panjang gelombang 254 nm ialah 20 buah. Jumlah puncak pada panjang gelombang 210 nm dan 225 nm lebih banyak dibanding pada 254 nm. Namun demikian, perlu diwaspadai jumlah puncak yang dapat dideteksi pada panjang gelombang 210 dan 225 nm tidak seluruhnya berasal dari ekstrak meniran. Pelarut metanol masih memberikan puncak serapan yang berarti pada panjang gelombang 205 hingga 235 nm.

Analisis statistika terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan bantuan perangkat lunak MINITAB. Data yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan nisbah ragam whole-plot terhadap ragam sub-plot kurang dari 0,4 ( / < 0,4) sehingga ragam whole-plot dianggap tidak signifikan dan koefisien model regresi diduga menggunakan metode kuadrat terkecil (OLS).

Interaksi linear pada model regresi secara konsisten memberikan efek yang sinergis terhadap respons. Sinergisme tertinggi pada interaksi linear dihasilkan saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v). Interaksi kuadratik yang fase gerak metanol dengan asetonitril pada proporsi yang sama selalu memiliki interaksi kuadratik yang sinergis dengan pelarut ekstraksi metanol, etil asetat, maupun diklorometana.

Pendugaan jumlah puncak pada titik axial dilakukan menggunakan model regresi pada setiap panjang gelombang. Persamaan regresi juga digunakan untuk menduga jumlah puncak dari data yang digunakan membangun model. Nilai root mean square error of calibration (RMSEC) dan root mean square error of prediction (RMSEP) pada panjang gelombang 210, 225, dan 254 nm berturut-turut ialah 1,86341 dan 4,00759; 2,22201 dan 5,28394; 1,54367 dan 2,26063. Nilai RMSEC dan RMSEP terkecil diperoleh pada panjang gelombang deteksi 254 nm. Berdasarkan nilai RMSEC dan RMSEP model regresi terbaik dibangun dari data pada panjang gelombang deteksi 254 nm, yaitu saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v).

Validasi kondisi optimum dilakukan terhadap parameter presisi dan kestabilan larutan ekstrak. Parameter presisi ditentukan melalui keterulangan injeksi. Nilai persen simpangan baku relatif (%SBR) setiap waktu retensi berkisar antara 0,0698 % hingga 0,3006 %, hasil ini menunjukkan kondisi optimum memiliki ketelitian yang sangat baik. Uji kestabilan ekstrak dilakukan dengan menganalisis ekstrak sesaat setelah disiapkan (t=0), setalah penyimpanan 2,5 jam, dan 5 jam pada ruangan bersuhu 25 ˚C dan terlindung dari cahaya. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa proses penyimpanan menyebabkan perubahan luas puncak yang bervariasi pada setiap komponen ekstrak.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2010

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PENGOPTIMUMAN DAN VALIDASI SIDIK JARI

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

EKSTRAK Phyllanthus niruri L.

WULAN TRI WAHYUNI S.

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Pengoptimuman dan Validasi Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Ekstrak Phyllanthus niruri L. Nama : Wulan Tri Wahyuni S.

NIM : G451070051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S. Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Mayor Kimia Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kapada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2009 ini ialah sidik jari kromatografi tanaman obat, dengan judul Pengoptimuman dan Validasi Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Ekstrak Phyllanthus niruri L.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S. dan Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M. Sc. selaku pembimbing, serta kepada Ibu Dr. Ir. Erfiani, M.S. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk bergabung dalam Hibah Tim Pasca Sarjana yang telah mendanai sebagian penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak M. Rafi dan Ibu Utami Diah Safitri yang telah banyak memberi saran dan masukan, Bapak Eman dan Ibu Nunung dari Laboratorium Kimia Analitik IPB, Bapak M. Agung Zaim dan Ibu Nunuk dari Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB, Bapak Sadiman dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu, dan Ibu Ani Andriyati dari pascasarjana mayor statistika yang telah banyak membantu selama penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, bunda, seluruh keluarga, serta rekan-rekan pascasarjana mayor kimia angkatan 2007 atas segala dukungan dan doa yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 23 November 1982 dari ayah bernama Bajang Saepudin dan ibu bernama Titi Rohayati. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di SMU Negeri I Cibadak dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen Kimia Dasar I sebanyak dua kali, yaitu pada semester pendek (matrikulasi) tahun ajaran 2003/2004 dan semester reguler pada tahun ajaran yang sama. Penulis juga menjadi asisten praktikum Kimia Analitik IV pada tahun ajaran 2004/2005 dan menjadi Penanggung Jawab Praktikum (PJP) semester ganjil Kimia Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun ajaran 2005/2006.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Phyllanthus niruri L. (Meniran) ... 4

Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)... 5

Pengoptimuman Pelarut Ekstraksi dan Fase Gerak KCKT dengan Split-PlotMixture-Mixture Design... 6

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

Alat dan Bahan ... 11

Metode Penelitian ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi dan Ekstraksi Phyllanthus niruri L. (meniran) ... 15

Pengoptimuman Kondisi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Pemisahan Ekstrak Meniran ... 18

Analisis Data Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)... 22

Validasi Kondisi Optimum ... 27

SIMPULAN DAN SARAN ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Tanaman Phyllanthus niruri L. ... 4

2 Simplex-lattice, simplex-centroid, simplex-centroid dengan axial design... 8

3 Mixture-mixturedesign untuk pelarut ekstraksi (a) dan mixturedesign untuk fase gerak KCKT (b)... 9

4 Komposisi pelarut ekstraksi sesuai mixture design ... 13

5 Komposisi fase gerak KCKT sesuai mixture design ... 13

6 Titik percobaan yang digunakan untuk membangun model regresi ... 14

7 Simplisia meniran sebelum dihaluskan (a) dan setelah dihaluskan (b) ... 16

8 Rendemen ekstraksimeniran ... 18

9 Kromatogram ekstrak metanol (a) dan diklorometana(b)... 20

10 Grafik hubungan jumlah puncak terdeteksi dengan jumlah puncak dugaan pada panjang gelombang deteksi 254 nm ... 25

11 Sidik jari KCKT ekstrak etil asetat meniran pada panjang gelombang deteksi 254 nm ... 26

12 Kontur plot ekstrak etil asetat pada panjang gelombang 254 nm ... 27

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan alir penelitian ... 35 2 Penentuan kadar air meniran berdasarkan metode gravimetri evolusi ... 36 3 Uji fitokimia serbuk kering meniran ... 36 4 Pemayaran ekstrak meniran dengan spektrofotometer ultraviolet berkas ganda pada panjang gelombang 200-400 nm Bagan alir penelitian ... 36 5 Pengacakan terhadap whole dan sub-plot, menunjukkan urutan eksperimen dengan KCKT ... 38

6 Jumlah puncak hasil pemisahan ekstrak meniran dengan KCKT fase terbalik pada panjang gelombang deteksi 210, 225, dan 254 nm ... 39

7 Profil hubungan pelarut ekstraksi, fase gerak KCKT, dan jumlah puncak maskimum pada 210 nm (a), 225 nm (b), dan 254 nm (c) ... 41

8 Plot kuantil-kuantil pada panjang gelombang 210, 225, dan 254 nm... 42 9 Grafik hubungan jumlah puncak terdeteksi dengan jumlah puncak dugaan pada panjang gelombang 210 nm (a) dan 225 nm (b)... 43 10 Waktu retensi komponen kimia dalam ekstrak etil asetat meniran pada

enam kali ulangan injeksi dengan fase gerak asetonitril:air (55:45) ... 44 11 Luas puncak komponen kimia dalam ekstrak etil asetat meniran

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Obat herbal digunakan di negara Asia sejak ratusan tahun yang lalu (Liang et al. 2004). Di Indonesia obat herbal yang digunakan meliputi jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) pada tahun 2008 persentase penduduk Indonesia yang menggunakan obat tradisional, termasuk di dalamnya obat herbal, mencapai 22,26 % (BPS 2009). Menteri Kesehatan RI dalam laporannya menuliskan bahwa menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 80% penduduk dunia bergantung pada pengobatan tradisional, termasuk obat herbal (Depkes 2009). Meningkatnya konsumsi obat herbal dipengaruhi oleh gaya hidup kembali ke alam (back to nature) pada masyarakat modern dan keyakinan masyarakat bahwa pengobatan menggunakan herbal lebih aman dibanding pengobatan modern (WHO 2000; Wayland 2004; Lynch & Berry 2007).

Berkembangnya penggunaan obat herbal perlu didukung oleh upaya untuk menjamin konsistensi kualitas dan khasiatnya. Selain hal tersebut, upaya untuk mencari kandidat tanaman obat yang memiliki khasiat tertentu yang diharapkan (fitoekivalensi) juga menjadi fokus perhatian. Sejauh ini kualitas tanaman obat sebagai bahan baku obat herbal ditentukan berdasarkan kandungan senyawa penanda tunggal. Namun demikian, analisis senyawa penanda tunggal untuk kontrol kualitas dinilai kurang memadai karena khasiat tanaman obat disumbangkan oleh sejumlah senyawa kimia yang bekerja secara sinergis (Liang et al. 2004; Xie & Leung 2009).

(17)

2000). Sidik jari kromatografi yang telah banyak dimanfaatkan untuk membangun model kontrol kualitas ialah sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

Phyllanthus niruri L. atau meniran merupakan tanaman obat dari famili Euphorbiaceae yang memiliki khasiat sebagai hepatoprotektor (Syamsundar et al. 1985; Sabir & Rocha 2008), antihepatitis (Venkateswaran 1987; Shin et al. 2005), dan antioksidan (Harish & Shivanandappa 2006; Sabir & Rocha 2008). Di Indonesia tanaman ini telah digunakan sebagai bahan baku jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Sejauh ini kualitas meniran ditentukan berdasarkan kandungan senyawa penanda tunggal dari golongan lignan (Murugaiyah & Chan 2007b) dan tanin (Colombo et al. 2009). Model kontrol kualitas meniran berdasarkan sidik jari kromatografi sampai saat ini belum dilaporkan. Teknik ini perlu dikembangkan untuk melengkapi kelemahan kontrol kualitas berdasarkan senyawa penanda tunggal.

Dalam rangka mengembangkan model kontrol kualitas tanaman meniran, diperlukan sidik jari kromatografi ekstrak meniran yang informatif dan mampu menampilkan semaksimal mungkin komponen kimia dengan resolusi yang baik. Sidik jari ekstrak meniran yang informatif dapat diperoleh melalui pengoptimuman faktor-faktor yang mempengaruhi waktu retensi, resolusi, jumlah puncak, dan luas puncak kromatografi. Faktor tersebut meliputi metode dan pelarut ekstraksi, kondisi instrumen kromatografi (termasuk panjang gelombang deteksi dan kolom kromatografi), dan fase gerak kromatografi (Liang et al. 2004; Borges et al. 2007a).

Pada penelitian ini pengoptimuman dilakukan terhadap komposisi pelarut ekstraksi, fase gerak KCKT, dan panjang gelombang deteksi KCKT. Komposisi pelarut ekstraksi menentukan jenis dan jumlah senyawa kimia yang dapat diambil dari tanaman meniran, sementara komposisi fase gerak KCKT menentukan baik tidaknya pemisahan setiap senyawa kimia yang dikandung dalam ekstrak meniran pada KCKT. Dengan demikian, untuk mendapatkan sidik jari kromatografi meniran yang informatif diperlukan komposisi pelarut ekstraksi dan komposisi fase gerak KCKT yang tepat.

(18)

dapat diterapkan untuk masing-masing sistem tersebut. Pelarut ekstraksi dan fase gerak KCKT saling berinteraksi dalam menghasilkan sidik jari KCKT yang informatif sehingga mixture design yang digunakan dapat dikombinasikan membentuk mixture-mixture design. Pengoptimuman pelarut ekstraksi, komposisi fase gerak kromatografi, dan panjang gelombang deteksi pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan plit-plot mixture-mixture design. Parameter yang digunakan untuk mengevaluasi sidik jari KCKT yang dihasilkan ialah jumlah puncak.

Tujuan Penelitian

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Phyllanthus niruri L. (meniran)

Meniran ialah tanaman semak semusim dengan tinggi sekitar 30 sampai 60 cm. Tanaman ini termasuk famili Euphorbiaceae, banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Memiliki morfologi tumbuh tegak bercabang, daun tunggal dengan letak berseling, helaian daun bundar telur sampai bundar memanjang dengan ujung tumpul dan pangkal membulat, buahnya berbentuk bulat pipih dan licin dengan biji kecil, keras, berbentuk ginjal, dan berwarna cokelat (Gambar 1).

Gambar 1 Tanaman Phyllanthus niruri L.

Secara turun temurun seluruh bagian tanaman ini telah digunakan sebagai obat. Bagian daun diketahui mengandung senyawa aktif lignan dengan konsentrasi tertinggi (Sharma et al. 1993). Meniran memiliki aktivitas sebagai hepatoprotektor (Syamsundar et al. 1985; Sabir & Rocha 2008), antihepatitis (Shin et al. 2005), dan antioksidan (Harish & Shivanandappa 2006; Sabir & Rocha 2008).

(20)

Senyawa phyllanthin dan hipophyllanthin berhasil diekstraksi dari meniran dengan pelarut metanol, etil asetat, dan kloroform (Tripathi et al. 2006; Murugaiyah & Chan 2007b). Ekstraksi senyawa golongan tanin telah dilakukan dengan menggunakan pelarut polar seperti air, etanol, dan metanol (Markom et al. 2007). Pelarut lain yang telah digunakan untuk mengekstraksi senyawa kimia dalam meniran antara lain ialah aseton, diklorometana, dietil eter, dan heksana. Efisiensi ekstraksi masing-masing pelarut secara berurutan ialah sebesar 3,9 %, 4 %, 2,2 %, dan 1,8 % (Markom et al. 2007).

Pemisahan ekstrak meniran telah dilakukan dengan kromatografi menggunakan kolom C18 dan beberapa kombinasi fase gerak. Fase gerak tersebut antara lain asetonitril:air (55:45 v/v) (Murugaiyah & Chan 2007a; Murugaiyah & Chan 2007b), asetonitril:air secara gradien dengan penambahan asam fosfat 0,1 % sebagai aditif (Markom et al. 2007), air:metanol secara gradien (Colombo et al. 2009), metanol:air (70:30) (Tripathi et al. 2006), dan fase gerak metanol:air (66:34) (Sharma et al. 1993).

Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) memisahkan komponen berdasarkan interaksi komponen dengan fase gerak berupa cairan dan fase diam. Fase gerak mengalir dengan bantuan tekanan. Komponen yang dipisahkan teramati sebagai puncak dengan waktu retensi tertentu, sementara kadar komponen ditunjukkan oleh luas area masing-masing puncak (Harvey 2000; Ahuja & Rasmussen 2007).

(21)

dikatakan terpisah apabila memiliki nilai resolusi minimumsama dengan 1 (Dong 2006). Puncak dapat dideteksi jika memiliki nilai rasio sinyal terhadap derau lebih besar sama dengan 3 sementara analisis kuantitatif dapat dilakukan secara presisi dan akurasi terhadap puncak yang memiliki rasio sinyal terhadap derau lebih besar sama dengan 10 (Bliesner 2006).

KCKT secara luas digunakan untuk analisis obat herbal karena teliti, sensitif, dan memiliki ketersalinan yang baik (Xie & Leung 2009). Sidik jari kromatografi obat herbal yang dihasilkan bersifat sangat khas. Sidik jari tersebut merepresentasikan senyawa aktif yang terdapat dalam obat herbal dan interaksi yang terjadi antar komponen aktif maupun antara komponen aktif dengan fase gerak dan fase diam. Sidik jari KCKT di antaranya telah digunakan untuk kontrol kualitas Turnera diffusa (Garza-Juarez et al. 2009), Ginkgo biloba (Ding et al. 2009), Ganodermalucidum (Chen et al. 2008), Pericarpium Citri Reticulatae dan Pericarpium Citri Reticulatae Viride (Yi et al. 2007), Rheum tanguticum (Jin et al. 2006), dan Angelica sinensis (Lu et al. 2005; Wang et al. 2007).

Metode KCKT yang digunakan untuk memperoleh sidik jari perlu divalidasi untuk memastikan bahwa metode tersebut memberikan kromatogram yang identik untuk sampel yang sama. Mengacu pada United States Pharmacopea, parameter validasi yang dilakukan ialah parameter presisi, sementara parameter lainnya dapat dilakukan ataupun tidak.

Pengoptimuman Pelarut Ekstraksi dan Fase Gerak KCKT dengan Split-Plot Mixture-MixtureDesign

Efisiensi ekstraksi dipengaruhi oleh temperatur, pH, waktu ekstraksi, metode ekstraksi, nisbah sampel dengan pelarut, selektivitas pelarut, dan stabilitas solut dalam pelarut tersebut. Keberhasilan ekstraksi dipengaruhi oleh komposisi pelarut ekstraksi (Soares & Scarminio 2008). Dengan demikian, penggunaan komposisi pelarut ekstraksi yang tepat dapat meningkatkan keberhasilan ekstraksi. Mixture design merupakan rancangan komposisi campuran yang dapat digunakan untuk memilih komposisi pelarut ekstraksi yang tepat.

(22)

deteksi (Heyden et al. 2000). Pengoptimuman fase gerak paling sering dilakukan, kekuatan pelarut dan selektivitas pelarut dapat dijadikan pertimbangan dalam pemilihan fase gerak (Borges et al. 2007a). Rancangan percobaan yang sering digunakan pada pengoptimuman fase gerak KCKT ialah mixture design (Borges et al. 2007a; Borges et al. 2007b; Soares & Scarminio 2008; Delaroza & Scarminio 2008).

Mixture design digunakan saat suatu sistem terdiri atas campuran beberapa komponen yang jumlah totalnya konstan, yaitu 100 %. Respons yang diperoleh merupakan fungsi dari proporsi relatif tiap komponen dalam sistem. Pada Mixture design dapat digunakan 2 komponen atau lebih. Bertambahnya jumlah komponen yang terlibat akan menambah jumlah dimensi ruang yang dipakai untuk menggambarkan mixture. Saat 2 komponen terlibat, maka profil campuran komponen akan mengikuti garis lurus, saat tiga komponen akan berbentuk segitiga, berbentuk tetrahedron saat empat komponen digunakan, dan seterusnya. Objek paling sederhana yang menggambarkan dimensi mixture disebut sebagai simplex.

(23)

mengikuti simplex-centroid, maka kombinasi mixture-mixture design yang diperoleh disajikan pada Gambar 3.

b

Gambar 2 Simplex-lattice (a), simplex-centroid (b), simplex-centroid dengan axial design (c).

(24)

(b) (a)

Gambar 3 Mixture-mixturedesign untuk pelarut ekstraksi (a), mixturedesign untuk fase gerak KCKT (b).

...(1)

...(2a) ...(2b)

...(3a) ...(3b)

...(4a) ...(4b)

(25)

...(6a) ...(6b)

...(7a) ...(7b)

(26)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan sejak Mei 2009 hingga Januari 2010 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA IPB dan Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan meliputi oven konveksi gravitasi, botol timbang, perangkat ekstraksi, penguap putar, peralatan gelas, spektrofotometer ultraviolet berkas ganda Hitachi U-2800, serta sistem KCKT Shimadzu LC-20 AD yang dilengkapi dengan detektor larik dioda, sistem pompa gradien, sistem injeksi loop, dan kolom oven.

Bahan yang digunakan meliputi Phyllanthus niruri L. (meniran) yang berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu, pereaksi fitokimia, pelarut ekstraksi (metanol, etilasetat, dan diklorometana), kolom kromatografi C18 LiChospher (5 µm, 250 mm x 4 mm) produksi Merck, dan fase gerak KCKT (metanol,asetonitril, dan air) produksi merck.

Metode Penelitian

(27)

optimum pemisahan diperoleh, dilakukan validasi terhadap kondisi pemisahan optimum (Lampiran 1).

Preparasi Sampel. Tanaman meniran dikeringkan menggunakan oven bersuhu 40 ◦C hingga kadar airnya kurang dari 10 %. Sampel yang telah kering dihaluskan hingga menjadi serbuk berukuran 80 mesh.

Penentuan Kadar Air. Kadar air sampel meniran ditentukan dengan metode gravimetri evolusi tidak langsung (Depkes 1995). Sebanyak 3 gram sampel ditimbang, digunakan wadah yang telah dikeringkan pada suhu 105 ◦C selama 30 menit dan ditara. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven konveksi gravitasi bersuhu 105 ◦C hingga diperoleh bobot konstan. Kadar air diperoleh sebagai nisbah selisih bobot sampel awal dengan bobot sampel setelah dikeringkan tehadap bobot sampel sebelum dikeringkan. Kadar air sampel ditentukan sebanyak tiga kali ulangan.

Uji Fitokimia. Kandungan metabolit sekunder meniran diperiksa dengan uji fitokimia yang terdiri atas uji alkaloid, flavonoid, fenol hidrokuinon, terpenoid, steroid, tanin, saponin, dan lignan (Harborne 1987).

Ekstraksi. Ekstraksi sampel meniran dilakukan dengan teknik maserasi menggunakan komposisi pelarut yang ditentukan dengan mixture design dengan bentuk simplex-centroid dengan axial design (Gambar 4). Pelarut yang digunakan terdiri atas metanol (z1), etil asetat (z2), dan diklorometana (z3). Sebanyak 25 gram serbuk meniran direndam dengan 125 mL pelarut selama 24 jam. Maserat dipisahkan dari residu dengan penyaringan. Ke dalam residu ditambahkan kembali pelarut dan tahapan ekstraksi diulangi hingga tiga kali. Maserat dari setiap ulangan ekstraksi digabung dan dikeringkan dengan penguap putar.

(28)

Fase gerak yang akan digunakan disaring terlebih dulu menggunakan membran filter 0,45 µm. Panjang gelombang deteksi KCKT yang digunakan ialah 210, 225, dan 254 nm. Panjang gelombang ini dipilih berdasarkan profil serapan ekstrak meniran saat pemayaran dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 200-400 nm dan merujuk pada beberapa pustaka.

Pada analisis dengan KCKT, 50 miligram ekstrak meniran dilarutkan dalam 5 mL pelarut ekstraksi. Sebanyak 100 µL ekstrak tersebut dilarutkan dengan 1900 µL fase gerak dan disaring dengan membran filter 0,45 µm sebanyak dua kali. Selanjutnya 20 µL larutan sampel yang telah disaring diinjeksikan ke dalam kolom C18. Suhu kolom dijaga konstan pada 40 ◦C dengan laju alir fase gerak 1 mL/menit. Jumlah puncak yang muncul pada kromatogram setiap ekstrak dihitung. Puncak yang dihitung ialah puncak yang memiliki rasio sinyal terhadap derau ≥ 3 dan nilai resolusi ≥ 1.

Gambar 4 Komposisi pelarut ekstraksi sesuai mixture design. z2

(29)

Analisis Data Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Pengaruh interaksi pelarut ekstraksi dengan fase gerak KCKT terhadap jumlah puncak yang ditampilkan sidik jari kromatografi dimodelkan dengan bantuan pengolahan statistika. Perangkat lunak MINITAB digunakan untuk membangun model regresi dari data pemisahan KCKT tersebut. Data yang digunakan untuk membangun model ialah data yang terletak pada sisi dan pusat simplex mengikuti bentuk simplex-centroid (Gambar 6). Sementara data diperoleh dari titik axial digunakan sebagai data validasi untuk memeriksa keajegan model yang dihasilkan.

Gambar 6 Titik percobaan yang digunakan untuk membangun model regresi.

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Preparasi dan Ekstraksi Phyllanthus niruri L. (meniran)

Tanaman meniran yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu, Jawa Tengah-Indonesia. Tanaman dipanen pada tanggal 6 Mei 2009 dan dikeringkan dalam oven gravitasi bersuhu 40 ◦C selama 36 jam. Tanaman meniran dideterminasi dan dibuat spesimen contohnya (voucher specimen) oleh Herbarium Bogoriense. Berdasarkan determinasi yang dilakukan, tanaman tersebut benar Phyllanthus niruri L. dan spesimen contohnya disimpan di Herbarium Bogoriense sebagai koleksi dengan nomor BO 1880583.

Menggunakan metode gravimetri evolusi tidak langsung diketahui sampel meniran yang siap diekstraksi memiliki kadar air sebesar 6,5696 % (Lampiran 2). Hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam 100 gram sampel meniran terkandung 6,5696 gram air yang terikat secara fisik dan dapat hilang oleh pemanasan pada suhu sekitar 105 ◦C. Kadar air kurang dari 10 % diharapkan mengurangi resiko kerusakan sampel meniran akibat serangan jamur dan bakteri.

(31)

Tanaman meniran kering yang meliputi bagian daun, batang, akar, dan buah dihaluskan hingga berukuran 80 mesh sebelum ekstraksi dilakukan (Gambar 7). Hal ini bertujuan meningkatkan luas permukaan sampel sehingga daerah kontak sampel dengan pelarut ekstraksi lebih besar dan proses ekstraksi berlangsung lebih optimal (Coats & Wingard 1950; Gião et al. 2009; Sembiring et al. 2006). Ekstraksi dilakukan dengan teknik maserasi pada suhu ruang untuk menghindari kerusakan komponen kimia meniran akibat panas.

(a) (b)

Gambar 7 Simplisia meniran sebelum dihaluskan (a) dan setelah dihaluskan (b).

Kombinasi pelarut ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak meniran disusun sesuai rancangan campuran (mixture design) yang mengambil bentuk simplex-centroid dengan axial design (Gambar 4). Rancangan ini digunakan untuk mempelajari pengaruh pelarut tunggal, campuran dua pelarut pada titik tengah setiap sisi simplex, serta campuran tiga pelarut pada pusat simplex dan pada titik axial terhadap efisiensi ekstraksi meniran. Pelarut ekstraksi yang digunakan harus dapat bercampur dengan baik pada setiap titik rancangan campuran simplex-centroid dengan axial design. Hal ini dimaksudkan agar kaidah kimia dan statistika dapat ditaati oleh setiap kombinasi pelarut ekstraksi yang digunakan.

(32)

Ketiga pelarut tersebut memiliki polaritas berlainan. Metanol dengan nilai polaritas 5,1 dikategorikan sebagai pelarut polar. Etil asetat memiliki kepolaran di pertengahan dengan nilai polaritas 4,4. Sementara diklorometana memiliki polaritas sebesar 3,1 dan dikategorikan sebagai pelarut yang tidak polar. Ketiga pelarut tersebut dikategorikan ke dalam kelas yang berbeda oleh Marcus (2004). Metanol termasuk pelarut protogenik (kelas 2) karena memiliki hidrogen yang terikat unsur elektronegatif dan memiliki unsur elektronegatif yang mampu membentuk ikatan hidrogen. Etil asetat termasuk kelas aprotik dipolar (kelas 3) karena mengandung unsur elektronegatif namun tidak memiliki hidrogen yang terikat unsur elektronegatif. Diklorometana termasuk dalam kelas 4 karena tidak memiliki unsur elektronegatif yang dapat membentuk ikatan hidrogen. Walaupun pelarut tersebut memiliki polaritas yang berlainan dan dikategorikan ke dalam kelas yang berbeda, ketiganya dapat bercampur dengan baik pada setiap titik rancangan campuran simplex-centroid dengan axial design.

Pemilihan pelarut ekstraksi juga didasarkan pada pertimbangan nilai tegangan antar muka pelarut. Pelarut ekstraksi yang baik memiliki tegangan antar muka yang nilainya di pertengahan. Tegangan antar muka yang terlalu tinggi menyebabkan kontak antara pelarut dengan sampel sulit terjadi. Sementara jika tegangan antar mukanya terlalu kecil akan terbentuk emulsi yang stabil antara pelarut dengan sampel, sehingga akan sulit memisahkannya. Dalam hal ini ketiga pelarut yang dipilih memiliki tegangan permukaan yang nilainya di pertengahan.

(33)

senyawa kimia pada meniran dengan metanol dapat berupa ikatan hidrogen maupun interaksi dwikutub-dwikutub.

Gambar 8 Rendemen ekstraksi meniran.

Pengoptimuman Kondisi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Pemisahan Ekstrak Meniran

Panjang gelombang deteksi KCKT yang digunakan ditentukan berdasarkan panjang gelombang maksimum yang muncul saat pemayaran ekstrak meniran dengan spektrofotometer ultraviolet berkas ganda pada panjang gelombang 200 hingga 400 nm. Pemayaran dengan spektrofotometer ultraviolet berkas ganda terhadap ekstrak meniran memberikan puncak serapan maksimum pada kisaran 217 nm hingga 235 nm (Lampiran 4). Di samping itu, pemilihan panjang gelombang deteksi dilakukan mengacu pada penelitian terdahulu terhadap genus Phyllanthus. Sharma et al. (1993) mengukur kadar phyllanthin dan hypophyllanthin dari Phyllanthus niruri L. pada panjang gelombang 230 nm, sementara penentuan senyawa phyllanthin dan hypophyllanthin dari Phyllanthus amarus dideteksi pada panjang gelombang 220 nm (Tripathi et al. 2006).

(34)

hipophyllanthin, phyltetralin, dan niranthin (Murugaiyah & Chan 2007a; Murugaiyah & Chan 2007b), asam galat, asam elagat, dan korilagin (Markom et al. 2007) memiliki struktur benzena dan turunannya yang mengalami transisi elektronik л→л* pada panjang gelombang 254 nm (Lindon et al. 2000).

Fase gerak KCKT yang digunakan pada penelitian ini ialah metanol, asetonitril, dan asetonitril:air (55:45 v/v). Pemilihan fase gerak KCKT didasarkan pada pertimbangan sifat fisika dan kimianya. Ketiga fase gerak yang digunakan bersifat polar, menurut Sadek (2002) ketiganya telah umum digunakan sebagai fase gerak pada KCKT fase terbalik. Menurut Snyder & Kirkland (1979) metanol, asetonitril, dan air memiliki selektivitas berlainan, sehingga akan memberikan kecepatan elusi yang bervariasi. Ketiga pelarut tersebut memiliki viskositas dan titik didih yang nilainya di pertengahan, dapat bercampur dengan baik, sesuai untuk detektor ultraviolet, dan mudah diperoleh.

Pemilihan fase gerak juga mengacu pada penelitian yang telah dilakukan terhadap meniran. Fase gerak yang telah dilaporkan untuk pemisahan ekstrak meniran antara lain asetonitril:air (55:45 v/v) (Murugaiyah & Chan 2007a; Murugaiyah & Chan 2007b), asetonitril:air secara gradien dengan penambahan asam fosfat 0,1 % sebagai aditif (Markom et al. 2007), air:metanol secara gradien (Colombo et al. 2009), metanol:air (70:30) (Tripathi et al. 2006), dan fase gerak metanol:air (66:34) (Sharma et al. 1993).

Sepuluh jenis ekstrak meniran dipisahkan dengan KCKT fase terbalik menggunakan tujuh kombinasi fase gerak sesuai mixture design yang mengambil bentuk simplex-centroid (Gambar 5). Rancangan ini digunakan untuk mempelajari pengaruh fase gerak tunggal, campuran dua fase gerak dengan proporsi yang sama pada titik tengah setiap sisi simplex, dan campuran tiga pelarut di pusat simplex terhadap sidik jari kromatografi yang dihasilkan. Pemisahan dilakukan tanpa pengulangan sehingga jumlah pemisahan yang dilakukan ialah sebanyak 70 buah. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengulangan untuk menghindari jumlah eksperimen yang sangat banyak.

(35)

sub-plot. Pengacakan dilakukan terhadap whole-plot terlebih dulu diikuti pengacakan terhadap sub-plot (Lampiran 5). Pengacakan lengkap tidak dipilih karena dapat menimbulkan kendala teknis, di samping itu jumlah titik eksperimen yang dilakukan akan sangat banyak. Pengacakan lengkap mengharuskan larutan ekstrak disiapkan terpisah untuk setiap unit eksperimen KCKT sehingga pengaruh yang tidak diinginkan dari lingkungan dapat menyumbangkan galat yang besar.

Ekstrak meniran dipisahkan pada kolom C18 dengan waktu elusi bervariasi. Ekstrak metanol terelusi ke luar kolom paling cepat, sedangkan ekstrak diklorometana memerlukan waktu yang lebih lama untuk terelusi (Gambar 9). Pada kromatografi fase terbalik mekanisme retensi mengikuti kesetimbangan partisi komponen sampel antara fase gerak dengan fase diam. Ekstrak metanol mengalami retensi yang kecil oleh fase diam, interaksi antara ekstrak metanol yang bersifat polar dengan fase diam C18 yang bersifat nonpolar sangat lemah. Sebaliknya, interaksi antara ekstrak metanol dengan fase gerak sangat kuat. Ekstrak diklorometana yang bersifat nonpolar mengalami retensi sangat kuat oleh fase diam yang juga bersifat nonpolar, sementara interaksi yang terjadi antara ekstrak diklorometana dengan fase gerak bersifat lemah. Secara umum interaksi antara komponen sampel dengan fase gerak dapat berupa interaksi dwikutub-dwikutub, ikatan hidrogen, gaya dispersi, dan interaksi dielektrik (Snyder & Kirkland 1979).

(a) (b)

Gambar 9 Kromatogram ekstrak metanol (a) dan ekstrak diklorometana (b).

(36)

dapat terjadi berkorelasi dengan jumlah energi radiasi yang diberikan. Pada daerah ultraviolet transisi yang dapat terjadi meliputi n→σ*, n→л*, dan л→л*. Transisi elektronik σ→σ* hanya dapat terjadi pada daerah ultraviolet vakum (panjang gelombang kurang dari 200 nm) karena energi yang diperlukan untuk transisi ini sangat tinggi.

Pada panjang gelombang deteksi 210 dan 225 nm akan diserap sejumlah energi yang menyebabkan terjadinya transisi elektronik n→σ*, n→л*, dan л→л*, sementara pada panjang gelombang deteksi 254 nm energi yang diserap menyebabkan terjadinya transisi elektronik n→л* dan л→л* (Gauglitz & Vo-Dinh 2003). Jenis transisi elektronik yang terjadi pada panjang gelombang deteksi 210 dan 225 nm lebih banyak dibandingkan pada 254 nm. Hal ini turut menentukan jumlah puncak dan intensitas serapan yang dapat dideteksi pada ketiga panjang gelombang tersebut.

Jumlah puncak yang muncul pada kromatogram KCKT ekstrak meniran dihitung berdasarkan kriteria nilai resolusi dan rasio sinyal terhadap derau (S/N). Puncak diakui dan dihitung jika memiliki nilai resolusi ≥ 1 dan nilai S/N ≥ 3. Nilai resolusi ≥ 1 digunakan sebagai batasan karena suatu puncak dikatakan terpisah apabila memiliki nilai resolusi ≥ 1 (Dong 2006). Nilai S/N ≥ 3 dipilih karena nilai ini umum digunakan untuk menentukan nilai limit deteksi (Bliesner 2006). Informasi nilai resolusi dan S/N diperoleh melalui pengolahan kromatogram masing-masing ekstrak menggunakan perangkat lunak LC solution yang terintegrasi dengan KCKT Shimadzu varian LC-20 AD yang digunakan pada penelitian ini. Jumlah puncak yang dideteksi pada masing-masing panjang gelombang disajikan pada Lampiran 6. Jumlah puncak maksimum pada masing-masing panjang gelombang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah puncak maksimum pada panjang gelombang 210, 225, 254 nm

(37)

Jumlah puncak pada panjang gelombang deteksi 210 dan 225 nm lebih banyak dibanding pada 254 nm. Namun demikian, perlu diwaspadai jumlah puncak yang dapat dideteksi pada panjang gelombang deteksi 210 dan 225 nm tidak seluruhnya berasal dari ekstrak meniran. Menurut Sadek (2002) pelarut metanol masih memberikan puncak serapan yang berarti pada panjang gelombang 205 hingga 235 nm. Profil hubungan pelarut ekstraksi, fase gerak KCKT, dan jumlah puncak disajikan pada Lampiran 7.

Analisis Data Pemisahan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Persamaan regresi yang menggambarkan pengaruh pelarut ekstraksi dan fase gerak KCKT terhadap jumlah puncak KCKT dibangun dari 49 data menggunakan perangkat lunak MINITAB. Empat puluh sembilan data tersebut diambil dari setiap sisi simplex dan titik centroid (Gambar 4). Data tersebut dipilih karena dinilai paling tepat untuk membangun model regresi pada rancangan mixture-mixture. Struktur data yang diperoleh dari rancangan split-plot mixture-mixture design memiliki ragam yang bersumber dari whole-plot dan sub-plot. Data yang diperoleh memiliki nisbah ragam whole-plot terhadap ragam sub-plot kurang dari 0,4 / < 0,4), hal ini dimungkinkan karena sampel meniran untuk setiap perlakuan whole-plot berasal satu daerah. Pada saat / < 0,4 ragam whole-plot dianggap tidak signifikan (Naes et al. 2006) dan koefisien persamaan regresi diduga menggunakan metode kuadrat terkecil (OLS). Metode OLS menerapkan prinsip meminimalkan jumlah kuadrat simpangan antara data aktual dengan data dugaan.

(38)

(persamaan 7b). Interaksi yang memiliki nilai mutlak hitung lebih besar dari t-tabel pada selang kepercayaan 99 % digunakan untuk membangun model regresi. Plot kuantil-kuantil untuk setiap interaksi pada masing-masing panjang gelombang disajikan pada Lampiran 8.

Persamaan regresi pada panjang gelombang 210 nm dibangun dari 33 interaksi, pada panjang gelombang 225 nm dibangun dari 29 interaksi, dan 18 interaksi digunakan untuk membangun persamaan regresi pada panjang gelombang 254 nm. Persamaan regresi pada masing-masing panjang gelombang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Persamaan regresi pada panjang gelombang 210, 225, dan 254 nm

λ (nm) Persamaan regresi

(39)

Sebelas interaksi kuadratik terdapat dalam model regresi pada panjang gelombang 210 nm, sebagian di antaranya memiliki interaksi sinergis terhadap respons dan lainnya memiliki interaksi nonsinergis. Interaksi nonsinergis dimaknai sebagai interaksi yang tidak memiliki potensi untuk meningkatkan respons deteksi. Efek sinergis tertinggi pada interaksi kuadratik terjadi saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan metanol:asetonitril dengan proporsi yang sama. Interaksi kubik ada sebanyak empat buah, seluruhnya menunjukkan interaksi nonsinergis. Terdapat lima interaksi biner-biner, sebagian memiliki interaksi sinergis dan lainnya nonsinergis. Tiga buah interaksi ternary-biner yang ada memiliki interaksi yang sinergis dan nonsinergis. Sementara itu satu buah interaksi ternary-ternary memberikan interaksi nonsinergis.

Terdapat delapan interaksi linear pada model regresi panjang gelombang 225 nm. Seluruh interaksi linear tersebut bersifat sinergis. Sinergisme terkuat pada interaksi linear terjadi saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v). Interaksi kuadratik yang muncul ialah sebelas buah. Sinergisme tertinggi dihasilkan dari interaksi pelarut diklorometana dengan fase gerak metanol:asetonitril dengan proporsi yang sama. Ada tiga buah interaksi kubik yang muncul dan efek interaksinya ialah nonsinergis. Enam buah interaksi biner-biner dengan efek sinergis dan nonsinergis dan satu interaksi ternary -ternary yang memberikan efek nonsinergis.

Seluruh interaksi linear menjadi bagian dari model regresi pada panjang gelombang 254 nm dan seluruhnya merupakan interaksi sinergis. Sinergisme tertinggi pada interaksi linear terjadi saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v). Tujuh interaksi kuadratik memiliki efek sinergis maupun nonsinergis, sinergisme tertinggi untuk interaksi kuadratik diperoleh saat digunakan pelarut ekstraksi etil asetat dan fase gerak metanol:asetonitril dengan proporsi yang sama. Ada satu buah interaksi kubik dan satu buah interaksi biner-biner masing-masing memiliki efek nonsinergis.

(40)

panjang gelombang 210, 225, dan 254 nm disajikan pada Tabel 3. RMSEC dan RMSEP secara berurutan menunjukkan kesesuaian jumlah puncak dugaan dengan jumlah puncak yang dideteksi pada data yang digunakan membangun model dan pada data validasi. Semakin kecil nilai RMSEC dan RMSEP, semakin baik model regresi yang dibangun (Naes et al. 2002). Berdasarkan nilai RMSEC dan RMSEP, model regresi terbaik dibangun dari data pada panjang gelombang deteksi 254 nm.

Tabel 3 Nilai RMSEC dan RMSEP pada 210, 225, dan 254 nm

Parameter 210 nm 225 nm 254 nm

RMSEC 1,86341 2,22201 1,54367

RMSEP 4,00759 5,28394 2,26063

Gambar 10 menunjukkan grafik hubungan jumlah puncak yang dideteksi dengan jumlah puncak hasil dugaan model regresi pada panjang gelombang 254 nm. Pada gambar dapat diamati bahwa titik-titik yang menunjukkan koordinat jumlah puncak yang dideteksi dan jumlah puncak dugaan berada di sekitar garis lurus bersudut 45˚. Hal ini mengindikasikan kedekatan antara jumlah puncak dugaan dengan jumlah puncak yang dapat dideteksi, dan sepakat dengan nilai RMSEC dan RMSEP yang disajikan pada Tabel 3. Grafik hubungan jumlah puncak yang dideteksi dengan jumlah puncak dugaan pada panjang gelombang 210 dan 225 nm disajikan pada Lampiran 9.

(41)

Kondisi optimum pada panjang gelombang 254 nm dicapai saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v). Pada Gambar 11 dapat diamati bahwa pemisahan ekstrak etil asetat dengan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v) yang terletak di ujung segitiga kanan bawah menghasilkan jumlah puncak lebih banyak dengan resolusi yang lebih baik dibanding kromatogram yang dihasilkan fase gerak KCKT lainnya. Kondisi optimum ini tidak hanya memberikan respons tertinggi pada panjang gelombang 254 nm, namun secara konsisten memberikan respons tertinggi untuk interaksi linear pada dua panjang gelombang deteksi lainnya.

Kombinasi fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v) menghasilkan fase gerak yang mampu membentuk ikatan hidrogen dengan komponen ekstrak etil asetat yang memiliki gugus hidroksil seperti golongan lignan maupun flavonoid. Interaksi dwikutub-dwikutub juga dapat terjadi antara asetonitril dengan komponen kimia ekstrak etil asetat yang memiliki momen dipol. Interaksi tersebut diduga menjadikan kemampuan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v) lebih baik dibanding fase gerak lainnya dalam mengelusi ekstrak etil asetat.

(42)

Sidik jari ekstrak etil asetat yang disajikan pada Gambar 11 menunjukkan beberapa puncak serapan yang muncul secara konsisten. Puncak tersebut diduga milik phyllanthin dan hipophyllanthin, marker yang biasa digunakan dalam kontrol kualitas meniran, karena menurut Tripathi et al. (2006) ekstrak etil asetat mengandung kedua senyawa marker tersebut. Pelarut ekstraksi etil asetat dan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v) pada penelitian selanjutnya dapat diaplikasikan untuk membuat sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi tanaman obat meniran dari daerah yang berbeda, musim panen dan tanam berbeda, bagian tanaman meniran yang berbeda, maupun beberapa spesies tanaman obat dari genus Phyllanthus untuk memperoleh pola pengelompokkan dan model kontrol kualitas.

Gambar 12 menyajikan kontur plot yang dihasilkan saat ekstrak etil asetat dipisahkan dengan berbagai jenis fase gerak KCKT. Dapat diamati bahwa jumlah puncak optimum ditunjukkan oleh warna hijau tua, yaitu saat digunakan asetonitril:air (55:45 v/v) sebagai fase gerak. Fase gerak lain yang berpotensi meningkatkan jumlah puncak ialah kombinasi metanol asetonitril pada komposisi yang sama dan kombinasi asetonitril:air, namun potensinya lebih kecil dibandingkan fase gerak asetonitril:air (55:45 v/v).

Gambar 12 Kontur plot ekstrak etil asetat pada panjang gelombang 254 nm.

Validasi Kondisi Optimum

(43)

larutan ekstrak diperiksa untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap kandungan senyawa kimia yang dimiliki ekstrak meniran.

Parameter presisi ditentukan melalui keterulangan injeksi dan dinyatakan dengan nilai persen simpangan baku relatif (%SBR) waktu retensi. Data waktu retensi setiap komponen disajikan pada Lampiran 10. Dua puncak pertama yang muncul memiliki %SBR yang lebih tinggi dibandingkan puncak lainnya. Kedua puncak ini memiliki waktu retensi kurang dari 2 menit dan diduga merupakan puncak milik dead volume atau volume yang tidak mengalami retensi pada kolom. Menurut Kromidas (2005), puncak yang muncul pada waktu retensi kurang dari dua menit pada proses pemisahan KCKT menggunakan kolom dengan panjang 250 mm dan diameter 4 mm dimungkinkan merupakan puncak milik dead volume. Puncak tersebut tidak dilibatkan dalam penentuan presisi injeksi kondisi optimum. Nilai %SBR waktu retensi setiap komponen berada pada kisaran 0,0698 % hingga 0,3006 %. Berdasarkan nilai persen simpangan baku relatifnya, kondisi KCKT optimum dikategorikan sebagai metode dengan presisi yang sangat tinggi.

Kestabilan ekstrak ditentukan dengan menganalisis ekstrak sesaat setelah disiapkan (t=0), setalah penyimpanan 2,5 jam, dan setelah penyimpanan 5 jam pada ruangan bersuhu 25 ˚C dan terlindung dari cahaya. Data yang diperoleh menunjukkan proses penyimpanan menyebabkan perubahan luas puncak yang bervariasi pada setiap komponen ekstrak (Lampiran 11). Perubahan luas puncak masing-masing komponen ekstrak disajikan pada Gambar 13.

lama

penyimpanan (jam)

(44)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Phyllanthus niruri L. asal Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu mengandung metabolit sekunder golongan flavonoid, fenol hidroquinon, steroid, tanin, saponin, dan lignan. Rendemen ekstraksi tertinggi diperoleh saat digunakan pelarut metanol, sementara rendemen ekstraksi terendah diperoleh saat menggunakan pelarut diklorometana. Berdasarkan niali root mean square error of calibration (RMSEC) dan root mean square error of prediction (RMSEP) model regresi terbaik dibangun pada panjang gelombang deteksi 254 nm dan kondisi optimum pada panjang gelombang deteksi 254 nm diperoleh saat digunakan etil asetat sebagai pelarut ekstraksi dan asetonitril:air (55:45 v/v) sebagai fase gerak kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Validasi terhadap kondisi optimum menunjukkan presisi waktu retensi yang sangat tinggi, yaitu berada pada kisaran 0,0698 % hingga 0,3006 %. Terjadi perubahan luas puncak yang bervariasi pada setiap komponen ekstrak akibat proses penyimpanan.

Saran

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Ahuja S, Rasmussen H. 2007. HPLC Method Development for Pharmaceuticals. Amsterdam: Elsevier Academic Press.

Bliesner DM. 2006. Validating Chromatographic Methods: A Practical Guide. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Borges CN, Bruns RE, Almeida AA, Scarminio IS. 2007a. Mixture–mixture design for the fingerprint optimization of chromatographic mobile phases and extraction solutions for Camellia sinensis. Anal Chim Acta 595: 28–37.

Borges CN, Breitkreitz MC, Bruns RE, Silva LMC, Scarminio IS. 2007b. Unreplicated split-plot mixture designs and statistical models for optimizing mobile chromatographic phase and extraction solutions for fingerprint searches. Chemometr Intell Lab Syst 89: 82–89.

[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2009. Indikator kesehatan 1995-2008. [terhubung berkala]. http://www.bps.go.id. [18 Januari 2010].

Brereton. 2005. Optimization Strategies. Bristol: Elsevier Ltd.

Briskin DP. 2002. Production of Phytomedicinal Chemicals by Plants. Urbana: Marcel Dekker, Inc.

Calixto JB, Santos ARS, Filbo VC, Yunes RA. 1998. A review of the plants of the genus Phyllanthus: Their chemistry, pharmacology, and therapeutic potential. Med Res Rev 18(4): 225–258.

Chen Y et al. 2008. Quality control and original discrimination of Ganoderma lucidum based on high-performance liquid chromatographic fingerprints and combined chemometrics methods. Anal Chim Acta 623: 146-156.

Coats HB, Wingard MR. 1950. Solvent extraction III. The effect of particle size on extraction rate. J the American Oil Chem Soc: march.

Colombo R et al. 2009. Validated HPLC method for the standardization of Phyllanthus niruri (herb and commercial extracts) using corilagin as a phytochemical marker. Biomed Chromatogr, 2009.

Delaroza F, Scarminio IS. 2008. Mixture design optimization of extraction and mobile phase media for fingerprint analysis of Bauhinia variegata L. J Sep Sci 31: 1034-1041.

[Depkes]. Departemen Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia. Ed. ke-IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

[Depkes]. Departemen Kesehatan. 2009. Nilai perdagangan jamu di Indonesia Rp 4 trilyun per tahun. [terhubung berkala]. http://www.depkes.co.id. [13 Mar 2009].

(46)

Dong MW. 2006. Modern HPLC for Practicing Scientists. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Famei L, Zhili X, Xiumei L, Xiaoqin L. 2006. Strategy and chromatographic technology of quality control for traditional Chinese medicines. Chin J Chromatogr 24(6): 537–544.

Garza-Juarez A, Waksman-De-Torres N, Ramirez-Duron R, Cavazos MLS. 2009. Development and validation of fingerprints of Turnera diffusa extracts obtained by use of high-performance liquid chromatography with diode array detection and chemometric methods. Acta Chromatogr 21(2): 217–235.

Gauglitz G, Vo-Dinh T. 2003. Handbook of Spectroscopy. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmBh & Co.

GiãoMS, Pereira CI, Fonseca SC, Pintado ME, Malcata FX. 2009. Effect of particle size upon the extent of extraction of antioxidant power from the plants Agrimonia eupatoria, Salvia sp., and Satureja montana. Food Chem 117:412-416. Gunawan IWG, Bawa IGAG, Sutrisnayanti NL. 2008. Isolasi dan identifikasi senyawa terpenoid yang aktif antibakteri pada herba meniran (Phyllanthus niruri Linn). J Kimia 2 (1) : 31-39.

Gupta DR, Ahmed B. 1984. Nirurin: a new prenylated flavanone glycoside from Phyllanthus niruri. J Nat Prod 47 (6): 958–963.

Harish R, Shivanandappa T. 2006. Antioxidant activity and hepatoprotective potential of Phyllanthus niruri. Food Chem 95: 180–185.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Ed. ke-2. Bandung: Penerbit ITB.

Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: Mc.Graw-Hill Co. Heyden YV, Pert’in C, Massart DL. 2000. Separation Methods in Drug Synthesis and Purification: Optimizatioan Strategies for HPLC and CZE. Handbook of Analytical Separations, Vol. 1. Elsevier Science.

Jin W et al. 2006. Development of high-performance liquid chromatographic fingerprint for the quality control of Rheum tanguticum Maxim. ex Balf. J Chromatogr A 1132: 320-324.

Kromidas S. 2005. More Practical Problem Solving in HPLC. Weinheim: Wiley VCH-Verlag GmbH & Co.

Liang XM et al. 2009. Qualitative and quantitative analysis in quality control of traditional Chinese medicines. J Chromatogr A 1216: 2033–2044.

(47)

Lindon JC, Tranter GE, Holmes JL. 2000. Encyclopedia of Spectroscopy and Spectrometry. London: Academic Press.

Lu GH et al. 2005. Development of high-performance liquid chromatographic fingerprints for distinguishing Chinese Angelica from related umbelliferae herbs. J Chromatogr A 1073: 383–392.

Lynch N, Berry D. 2007. Differences in perceived risks and benefits of herbal, over-the-counter conventional, and prescribed conventional, medicines, and the implications of this for the safe and effective use of herbal products. Complem Ther Med 15: 84-91.

Markom M, Hasan M, Daud WRW, Singh H, Jahim JM. 2007. Extraction of hydrolysable tannins from Phyllanthus niruri Linn.: Effects of solvents and extraction methods. Sep pur tech 52: 487-496.

Murugaiyah V, Chan KL. 2007a. Analysis of lignans from Phyllanthus niruri L. in plasma using a simple HPLC method with fluorescence detection and its application in a pharmacokinetic study. J Chromatogr B 852: 138–144.

Murugaiyah V, Chan KL. 2007b. Determination of four lignans in Phyllanthus niruri L. by a simple high-performance liquid chromatography method with fluorescence detection. J Chromatogr A 1154: 198–204.

Naes T, Isaksson T, Fearn T, Davies T. 2002. A User-Friendly Guid to Multivariate Calibration and Classification. Chichester: NIR Publications.

Naes T, Aastveit AH, Sahni NS. 2006. Analysis of split-plot design: an overview and comparison of methods. J Qual Reliab Engng Int 23:801–820.

Petchnaree P et al. 1986. X-ray crystal and molecular structure of nirurine, a novel alkaloid related to the securinega alkaloid skeleton, from Phyllanthus niruri L. (Euphorbiaceae). J Chem Soc 1: 1551-1556.

Marcus Y. 2004. Principles of Solubility and Solutions. Di dalam: Rydberg J, Cox M, Musikas C, Choppin GR, editor. 2004. Solvent Extraction Principles and Practice. Ed ke-2. New York: Marcel Dekker, Inc.

Row LC, Srinivasulu C, Smith M, Rao GSRS. 1966. Crystalline constituents of Euphorbiaceae. V. New lignans from Phyllanthus niruri Linn: The constitution of phyllanthin. Tetrahedron 22:2899-2908.

(48)

Sharma A, Singh RT, Handa SS. 1993. Estimation of Phyllanthin and Hypophyllanthin by High Performance Liquid Chromatography in Phyllanthus amarus. Phytochem Anal 4: 226-229.

Shimizu M et al. 1989. Studies on aldose reductase inhibitors from natural products. II. Active components of paraguayan crude drug ”para-parai mi”, Phyllanthus niruri. Chem Pharm Bull 37 (9): 2531-2532.

Shin MS, Kang EH, Lee YI. 2005. A flavonoid from medicinal plants blocks hepatitis B virus-e antigen secretion in HBV-infected hepatocytes. Antivir 67:163-168.

Singh B, Agrawal PK, Thakur RS. 1989. Anacyclic triterpene from Phyllanthus niruri L. Phytochemistry 28 (7): 1980-1981.

Snyder LR, Kirkland JJ. 1979. Introduction to Modern Liquid Chromatography. Ed ke-2. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Soares PK, Scarminio IS. 2008. Multivariate chromatographic fingerprint preparation and authentication of plant material from the genus Bauhinia. Phytochem Anal 19: 78–85.

Syamasundar et al. 1985. Antihepatotoxic principles of Phyllanthus niruri herbs. JEthnopharm 14(1): 41-44.

Tripathi AK, Verma RK, Gupta AK, Gupta MM, Khanuja SPS. 2006. Quantitative determination of phyllanthin and hypophyllanthin in Phyllanthus species by high-performance thin layer chromatograph. Phytochem Anal 17: 394– 397.

Venkateswaran PS, Willman I, Blumberg. 1987. Effects of an extract from Phyllanthus niruri on hepatitis B and woodchuck hepatitis viruses: in vitro and in vivo studies. Proc Nati Acad Sci 84: 274-278.

Wang S et al. 2007. Fingerprint quality control of Angelica sinensis (Oliv.) Diels by high-performance liquid chromatography coupled with discriminant analysis. Talanta 72: 434-436.

Wayland C. 2004. The failure of pharmaceuticals and the power of plants: medicinal discourse as a critique of modernity in the Amazon. Soc Sci Med 58: 2409-2419.

WHO. World Health Organization. 2000. Development of national policy on traditional medicine. Report of Workshop on Development of National Policy on Traditional Medicine; Beijing, 11-15 Okt 1999.

Xie PS, Leung AY. 2009. Understanding the traditional aspect of Chinese medicine in order to achieve meaningful quality control of Chinese materia medica. J of Chromatogr A 1216: 1933-1940.

(49)
(50)

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Phyllanthus niruri L.

Pengeringan hingga kadar air < 10% Uji fitokimia

Penghalusan

Ekstraksi dengan komposisi pelarut mengacu pada

mixture design

Pengeringan ekstrak

Pengoptimuman fase gerak KCKT mengacu pada mixture design

dan pengoptimuman panjang gelombang deteksi

Validasi kondisi optimum Pengolahan data Informasi

kandungan fitokimia Phyllanthus niruri

Kondisi optimum

(51)

Lampiran 2 Penentuan kadar air meniran berdasarkan metode gravimetri evolusi

No Ulangan Kadar Air (%)

1 Ulangan 1 6,5820

2 Ulangan 2 6,5526

3 Ulangan 3 6,5743

Rerata kadar air 6,5696

Lampiran 3 Uji fitokimia serbuk kering meniran

No Kandungan Fitokimia Hasil Uji

1 Alkaloid Tidak terdeteksi

2 Flavonoid ++

3 Fenol hidroquinon ++

4 Terpenoid Tidak terdeteksi

5 Steroid +++

6 Tanin ++++

7 Saponin ++

8 Lignan positif

Lampiran 4 Pemayaran ekstrak meniran dengan spektrofotometer ultraviolet berkas ganda pada panjang gelombang 200-400 nm

Ekstrak z1metanol:etilasetat:diklorometana (1:0:0)

Peak Start (nm) Apex (nm) End (nm) Height (Abs) 1 400.0 400.0 379.0 0.560 2 379.0 369.0 352.0 0.497 3 352.0 273.0 256.0 1.593 4 256.0 224.0 200.0 2.432

Ekstrak z2 metanol:etilasetat:diklorometana (0:1:0)

Peak Start (nm) Apex (nm) End (nm) Height (Abs) 1 400.0 400.0 341.0 1.128 2 341.0 234.0 200.0 2.456

Ekstrak z3 metanol:etilasetat:diklorometana (0:0:1)

(52)

Ekstrak z12 metanol:etilasetat:diklorometana (1/2:1/2:0)

Peak Start (nm) Apex (nm) End (nm) Height (Abs) 1 400.0 400.0 345.0 0.610 2 345.0 269.0 260.0 1.304 3 260.0 232.0 200.0 2.481

Ekstrak z13 metanol:etilasetat:diklorometana (1/2:0:1/2)

Peak Start (nm) Apex (nm) End (nm) Height (Abs) 1 400.0 400.0 347.0 0.729 2 347.0 269.0 257.0 1.066 3 257.0 220.0 200.0 2.469

Ekstrak z23 metanol:etilasetat:diklorometana (0:1/2:1/2)

Peak Start (nm) Apex (nm) End (nm) Height (Abs) 1 400.0 400.0 310.0 0.517 2 310.0 234.0 200.0 2.495

Ekstrak z123 metanol:etilasetat:diklorometana (1/3:1/3:1/3)

Peak Start (nm) Apex (nm) End (nm) Height (Abs) 1 400.0 400.0 341.0 0.794 2 341.0 325.0 311.0 0.414 3 311.0 234.0 200.0 2.523

Ekstrak z1123 metanol:etilasetat:diklorometana (2/3:1/6:1/6)

Peak Start (nm) Apex (nm) End (nm) Height (Abs) 1 400.0 400.0 341.0 1.097 2 341.0 327.0 311.0 0.505 3 311.0 235.0 200.0 2.523

Ekstrak z1223 metanol:etilasetat:diklorometana (1/6:2/3:1/6)

Peak Start (nm) Apex (nm) End (nm) Height (Abs) 1 400.0 400.0 341.0 0.529 2 341.0 234.0 221.0 2.553 3 221.0 217.0 200.0 2.538

Ekstrak z1233 metanol:etilasetat:diklorometana (1/6:1/6:2/3)

(53)

Lampiran 5 Pengacakan terhadap whole dan sub-plot, menunjukkan urutan

z1 sampai z1233 merupakan whole-plot x1 sampai x123 merupakan sub-plot

(54)

Lampiran 6 Jumlah puncak hasil pemisahan ekstrak meniran dengan KCKT fase terbalik pada panjang gelombang deteksi 210, 225, dan 254 nm

(55)
(56)

Lampiran 7 Profil hubungan pelarut ekstraksi, fase gerak KCKT, dan jumlah puncak maskimum pada 210 nm (a), 225 nm (b), dan 254 nm (c)

a b

(a) (b)

(57)

Lampiran 8 Plot kuantil-kuantil pada panjang gelombang 210 nm (a), 225 nm (b), dan 254 nm (c)

zi

(a)

(c) zi

(58)

Lampiran 9 Grafik hubungan jumlah puncak terdeteksi dengan jumlah puncak dugaan pada panjang gelombang 210 nm (a) dan 225 nm (b)

(a)

(59)

Lampiran 10 Waktu retensi komponen kimia dalam ekstrak etil asetat meniran pada enam kali ulangan injeksi dengan fase gerak asetonitril:air (55:45) 24.323 24.332 24.342 24.307 24.272 24.244 24.30333 0.156350 36.435 36.431 36.391 36.407 36.317 36.408 36.39817 0.118162 38.663 38.718 38.706 38.626 38.528 38.645 38.64767 0.176940 43.359 43.392 43.399 43.332 43.236 43.42 43.35633 0.153775

(60)

ABSTRACT

WULAN TRI WAHYUNI S. Optimization and Validation High Performance Liquid Chromatographic Fingerprint of Phyllanthus niruri L. Under direction of LATIFAH K. DARUSMAN and AJI HAMIM WIGENA

Split-plot mixture-mixture design has been applied for optimization of Phyllanthus niruri L. chromatographic fingerprint. The design applied for unreplicated and simultaneous optimization of extraction mixture and chromatographic mobile phase mixture. The whole-plot was extraction solvent contained varying proportion of methanol, ethyl acetate and dichloromethane in a simplex-centroid with axial design. The sub-plot was reversed phase chromatographic mobile phase in simplex-centroid design contained varying proportion of methanol, acetonitrile and acetonitrile:water (55:45 v/v). Each extract analyzed with seven mobile phase and monitored at 210, 225 and 254 nm. Ratio whole plot error to subplot error smaller than 0,4 ( / < 0,4). Correlation between extraction solvent, chromatographic mobile phase and number of peak analyzed statistically by Ordinary Least Square (OLS) method. The root mean square error of calibration (RMSEC) and root mean square error of prediction (RMSEP) at 210, 225 and 254 nm respectively were 1,86341 and 4,00759; 2,22201 and 5,28394; 1,54367 and 2,26063. Optimum codition obtained when ethyl acetate extract eluted by acetonitrile:water (55:45 v/v) and monitored at 254 nm. Validation of optimum condition performed for precision and extract stability test parameter. Precision of retention time at optimum condition was excellent, percent relative standard deviation (%RSD) were 0,0698 % - 0,3006 %. Extract stability test examined after 2,5 and 5 hours storage at 25 ˚C with protection from light, peak area of each extract component changed in different level during the storage.

(61)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Obat herbal digunakan di negara Asia sejak ratusan tahun yang lalu (Liang et al. 2004). Di Indonesia obat herbal yang digunakan meliputi jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) pada tahun 2008 persentase penduduk Indonesia yang menggunakan obat tradisional, termasuk di dalamnya obat herbal, mencapai 22,26 % (BPS 2009). Menteri Kesehatan RI dalam laporannya menuliskan bahwa menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 80% penduduk dunia bergantung pada pengobatan tradisional, termasuk obat herbal (Depkes 2009). Meningkatnya konsumsi obat herbal dipengaruhi oleh gaya hidup kembali ke alam (back to nature) pada masyarakat modern dan keyakinan masyarakat bahwa pengobatan menggunakan herbal lebih aman dibanding pengobatan modern (WHO 2000; Wayland 2004; Lynch & Berry 2007).

Berkembangnya penggunaan obat herbal perlu didukung oleh upaya untuk menjamin konsistensi kualitas dan khasiatnya. Selain hal tersebut, upaya untuk mencari kandidat tanaman obat yang memiliki khasiat tertentu yang diharapkan (fitoekivalensi) juga menjadi fokus perhatian. Sejauh ini kualitas tanaman obat sebagai bahan baku obat herbal ditentukan berdasarkan kandungan senyawa penanda tunggal. Namun demikian, analisis senyawa penanda tunggal untuk kontrol kualitas dinilai kurang memadai karena khasiat tanaman obat disumbangkan oleh sejumlah senyawa kimia yang bekerja secara sinergis (Liang et al. 2004; Xie & Leung 2009).

Gambar

Gambar 1  Tanaman Phyllanthus niruri L.
Gambar 2  Simplex-lattice (a), simplex-centroid (b), simplex-centroid denganaxial design (c)
Gambar 3  Mixture-mixture design untuk pelarut ekstraksi (a), mixture design untuk fase gerak KCKT (b)
Gambar 5  Komposisi fase gerak KCKT sesuai mixture design.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai cinta akan alam sekitar – Contoh : Penyajak menghayati keindahan alam yang diciptakan oleh Tuhan yang digambarkan melalui awan yang bergumpal, angin yang

[r]

Site didasarkan atas konsep yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu akses menuju site mudah dijangkau oleh pengunjung,hal itu akan memberikan pengaruh terhadp

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan terhadap semua variabel pada penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan tepung limbah labu kuning

Juwel otang adalah istilah transaksi jual beli yang dilakukan oleh warga Kelurahan Bulakbanteng Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya yaitu seorang yang ingin berhutang uang

pengolahan produk pisang yang dilakukan pada pisang aroma Mahkota di desa. Gesing, Kecamatan Kandangan, Kabupaten

Perbandingan tanah dan pupuk kandang 1 : 1 memberikan waktu mencapai 50% tumbuh tunas, persentase okulasi jadi, persentase bibit mati, panjang tunas, jumlah daun pada

“ Pertama Setiap mahasiswa berhak menjadi anggota perpustakaan dengan cara mendaftar dan mengisi formulir yang telah disiapkan oleh kepala perpustakaan dengan