• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keputusan Pembelian Telur dan Daging Ayam Ras pada Konsumen Menengah Atas Terkait Adanya Isu Flu Burung di Kota Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keputusan Pembelian Telur dan Daging Ayam Ras pada Konsumen Menengah Atas Terkait Adanya Isu Flu Burung di Kota Bogor, Jawa Barat"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

DISUSUN OLEH

THIA ANGGRAENI NAZH

A 14105615

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

THIA ANGGRAENI NAZH. Keputusan Pembelian Telur Dan Daging Ayam Ras Pada Konsumen Menengah Atas Terkait Adanya Isu Flu Burung Di Kota

Bogor, Jawa Barat. Dibawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS

Survei AC Nielsen tahun 2004 dibandingkan tahun 2003 terjadi penurunan persentase konsumen yang berbelanja daging segar, daging ayam serta ikan di pasar tradisional. Banyak peritel modern yang mendirikan usahanya di Bogor. Adanya peritel modern ini membuat pilihan bagi konsumen kota Bogor untuk berbelanja produk pertanian segar terutama bagi kalangan menengah ke atas yang relatif mengutamakan aspek higienitas dan kesehatan produk

Isu flu burung bisa berakibat pada pengambilan keputusan konsumen dalam melakukan pembelian daging dan telur ayam serta produk olahannya termasuk tempat pembelian. Flu burung di Kota Bogor sudah menjangkiti 43 kelurahan di enam kecamatan. Untuk itu, penelitian ini berusaha mengkaji keputusan konsumen menengah ke atas yang membeli daging dan telur ayam ras segar di pasar tradisional serta pasar swalayan dengan isu flu burung di Kota Bogor dengan responden berpendapatan pada kelas menengah dan atas yang relatif tidak sensitif terhadap harga.

Tujuan penelitian ini untuk : (1) Membandingkan karakteristik umum konsumen yang sering membeli telur dan daging ayam ras di pasar tradisional atau pasar swalayan di Kota Bogor, (2) Membandingkan pengetahuan responden tentang flu burung pada pasar tradisional dan swalayan, (3) Membandingkan keputusan pembelian konsumen yang membeli telur dan daging ayam ras di Kota Bogor dengan adanya isu flu burung, (4) Membandingkan atribut-atribut yang mempengaruhi keputusan konsumen yang sering dan jarang membeli telur dan daging ayam ras di pasar tradisional Bogor.

Hasil karakteristik responden telur ayam ras tidak berbeda nyata antara karakteristik pasar modern dan pasar tradisional. Hal ini dibuktikan dengan uji anova (uji F). Hasil uji F menunjukkan semua karakteristik tidak signifikan dengan tingkat kepercayaan lima persen. Hal ini berarti populasi konsumen pasar tradisional dan swalayan tidak berbeda nyata. Karakteristik yang tidak berbeda antara populasi terjadi karena responden pasar swalayan (Ramayana Departement Store) bukan merupakan konsumen dengan pola belanja kelas sosial atas.

Hasil karakteristik responden daging ayam ras tidak berbeda nyata antara karakteristik pasar modern dan pasar tradisional. Hal ini dibuktikan dengan uji anova (uji F). Hasil uji F menunjukkan semua karakteristik tidak signifikan dengan tingkat kepercayaan (α) lima persen kecuali karakteristik untuk umur responden. Hal ini berarti populasi konsumen pasar tradisonal dan pasar swalayan berbeda secara umur.

(3)

mayoritas responden mendapatkan informasi tempat pembelian dari keluarga, teman serta tetangga sedangkan pada responden pada pasar swalayan mengetahui dari media cetak atau selebaran produk, 3) Evaluasi Alternatif : Pada responden swalayan, mayoritas responden melakukan pembelian karena kelengkapan dengan barang lain sedangkan pada responden pasar tradisional lebih banyak karena kenyamanan, 4) Keputusan Pembelian : Responden pasar swalayan lebih merencanakan kebutuhan atau barang yang dibeli dari rumah. Responden pada pasar tradisional lebih banyak melakukan pembelian secara terencana atau melihat tampilan di pasar, 5) Responden pada pasar swalayan lebih puas dibandingkan responden pasar tradisional tetapi tidak berbeda secara signifikan.

Atribut produk yang membedakan penilaian responden untuk pasar swalayan dan tradisional pada atribut cangkang yang lebih bersih dan aman terhadap flu burung serta kemasan. Atribut yang membedakan penilaian pasar yaitu timbangan yang lebih baik, kebersihan pasar, waktu buka serta tanggap terhadap saran. Penilaian pada atribut-atribut tersebut lebih positif untuk responden pasar swalayan.

Proses keputusan konsumen daging ayam ras: 1) Pengenalan Kebutuhan: Responden pasar swalayan lebih banyak melakukan pembelian daging ayam ras karena kebiasaan sedangkan responden pada pasar tradisional mengenali daging ayam sebagai sumber pemenuhan gizi protein hewani., 2) Pencarian Informasi : Pada pasar tradisionaldan swalayan mayoritas responden mendapatkan informasi tempat pembelian dari keluarga, teman serta tetangga, 3) Evaluasi Alternatif : Pada responden pasar swalayan, pertimbangan responden lebih mayoritas pada kelengkapan dengan barang lain sedangkan responden pada pasar tradisional lebih banyak karena faktor kenyamanan, 4) Keputusan Pembelian : Responden yang sering berbelanja di pasar swalayan maupun pasar tradisional lebih merencanakan kebutuhan atau barang yang dibeli dari rumah. 5) Responden yang membeli di pasar tradisional maupun swalayan berbeda tingkat kepuasaan namun tidak signifikan.

Atribut yang membedakan penilaian responden pada atribut daging lebih bersih, tidak lembek, segar, aroma baik serta variasi ukuran. Responden pada pasar swalayan memberikan penilaian yang lebih positif pada atribut tersebut. Atribut pembedaan pasar sebagai tempat pembelian yaitu harga lebih murah, pedagang mudah dijangkau, ketersediaan, kecepatan pelayanan, timbangan yang lebih baik dan pas, kebersihan, waktu buka serta tanggap terhadap saran. Atribut yang membedakan penilaian pasar yaitu semua atribut diatas kecuali atribut kemasan dan atribut waktu buka pasar.

(4)

DISUSUN OLEH

THIA ANGGRAENI NAZH

A 14105615

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada

Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis

Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Pertanian

Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG

BERJUDUL ”KEPUTUSAN PEMBELIAN TELUR DAN DAGING AYAM

RAS PADA KONSUMEN MENENGAH ATAS TERKAIT ADANYA ISU FLU

BURUNG DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT” BELUM PERNAH DIAJUKAN

PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN

UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA

JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL

KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN

YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN

KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM

NASKAH.

.

Bogor, September 2008

(6)

KOTA BOGOR, JAWA BARAT Nama Mahasiswa : Thia Anggraeni Nazh

NRP : A14105615

Menyetujui :

Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 132 158 758

Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(7)

Penulis merupakan anak dari pasangan Nazharuddin Neybo dan Mulyana. Penulis

adalah putri kedua dari enam bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD Yapis Manokwari, Papua pada tahun

1990. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada SD Pertiwi 01 di Kota Ternate,

Maluku Utara pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan

tingkat menengah di SMP Negeri 1 Ternate, Maluku Utara dan lulus pada tahun

1999. Pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan tingkat atas pada SMU

Negeri 1 Ternate, Maluku Utara.

Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program

Diploma Manajemen Agribisnis, Jurusan Ilmu-Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas

Pertanian, IPB melalui jalur test. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan kuliah

dibawah bimbingan Ibu Dwi Rachmina. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana

pada Program Ekstensi Manajemen Agribisnis, Jurusan Ilmu-Ilmu Ekonomi

Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Semasa kuliah, penulis pernah mengikuti

kegiatan organisasi kampus dan non kampus baik secara insendentil maupun

dalam kepengurusan. Selama penulisan skripsi, penulis pernah magang bekerja

sebagai staf pada ESQ Leadership Centre.

Bogor, September 2008

(8)

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas kebesaran dan nikmatNya, penulis

akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan

pada Rasullulah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Skripsi ini

merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di IPB. Skripsi

ini adalah usaha penulis belajar dan mengamati permasalahan sosial ekonomi

masyarakat yang berkaitan dengan agribisnis.

Flu burung di Indonesia sudah merugikan peternak dan mengakibatkan

kematian pada manusia. Flu burung juga membuat sebagian masyarakat

berhati-hati dalam membeli hasil olahan unggas termasuk daging dan telur ayam ras.

Selain itu pasar swalayan yang semakin banyak dan menawarkan harga yang

relatif lebih murah menambah alternatif tempat belanja. Untuk itu, skripsi ini

mengkaji keputusan pembelian daging dan telur ayam ras untuk kalangan

menengah ke atas termasuk pemilihan tempat belanja.

Skripsi ini merupakan hasil karya perjuangan penulis. Penulis menyadari

keterbatasan dan kekurangan dalam kajian ini. Saran dan kritik sangat penulis

harapkan untuk perbaikan kajian ini baik dari segi format penulisan, bahasa, isi

maupun kedalaman kajian ini.

Bogor, September 2008

(9)

ini dapat juga diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari kekuasaan

Allah SWT dengan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih dan doa terbaik kepada :

1. Muhammad Firdaus, PhD sebagai dosen pembimbing selama penulisan skripsi

2. Febriantina Dewi, SE, MSc selaku dosen penguji utama pada sidang

3. Arief Karyadi, SP selaku dosen penguji komdik pada sidang

4. Seluruh Manajemen dan Karyawan Ramayana Departement Store

5. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS yang telah memberikan arahan dan nasehatnya

6. Dinas Pertanian, LIPI Bogor, MM-IPB, LSI IPB

7. Seluruh keluarga besar Papa dan Mama

8. Semua Ksatria dan Srikandi 165 daerah Bogor, Jakarta dan Bandung. Semoga

bisa bertemu ayah, bunda, kakak dan adik-adikku dalam perjuangan yang lain

9. Sahabat-sahabat terbaik (Dhita, Lia, Rayyan, Heidi, Nita, Eko, Nanang, Amel,

Kaka, Nia, Fajar, Renna, Mbak Widi, Andalusia serta Mbak Dyah) beserta

seluruh keluarganya

10.Om Udin sekeluarga dan para teman-teman Sultra

11.Semua teman-teman Mabers dan Ekstensi

12.Sekretariat Ekstensi Manajemen Agribisnis

Bogor, September 2008

(10)

DAFTAR TABEL. ... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flu Burung ... 12

2.1.1 Proses Penularan dan Pencegahan Flu Burung Pada Unggas ... 14

2.1.2 Proses Penularan dan Pencegahan Flu Burung Pada Manusia... 17

2.2 Perdagangan Eceran ... 20

2.3 Pengertian Pasar ... 21

2.4 Penelitian Terdahulu ... 25

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 30

3.1.1 Perilaku Konsumen ... 30

3.1.2 Proses Keputusan Konsumen ... 34

3.1.1 Atribut-Atribut Pemilihan Toko ... 36

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 38

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 41

4.3 Metode Pengambilan Sampel... 42

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 43

4.5 Metode Analisis Data ... 44

4.5.2 Analisis Deskriptif ... 44

4.5.3 Analisis Perbedaan Karakteristik Antar Populasi ... 44

V. GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Umum Kota Bogor ... 47

5.2 Perkembangan Flu Burung di Kota Bogor ... 49

5.3 Pengelolaan Pasar di Kota Bogor ... 54

5.3.1 Pasar Besar ... 55

5.3.2 Pasar Sedang ... 56

(11)

DISUSUN OLEH

THIA ANGGRAENI NAZH

A 14105615

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

THIA ANGGRAENI NAZH. Keputusan Pembelian Telur Dan Daging Ayam Ras Pada Konsumen Menengah Atas Terkait Adanya Isu Flu Burung Di Kota

Bogor, Jawa Barat. Dibawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS

Survei AC Nielsen tahun 2004 dibandingkan tahun 2003 terjadi penurunan persentase konsumen yang berbelanja daging segar, daging ayam serta ikan di pasar tradisional. Banyak peritel modern yang mendirikan usahanya di Bogor. Adanya peritel modern ini membuat pilihan bagi konsumen kota Bogor untuk berbelanja produk pertanian segar terutama bagi kalangan menengah ke atas yang relatif mengutamakan aspek higienitas dan kesehatan produk

Isu flu burung bisa berakibat pada pengambilan keputusan konsumen dalam melakukan pembelian daging dan telur ayam serta produk olahannya termasuk tempat pembelian. Flu burung di Kota Bogor sudah menjangkiti 43 kelurahan di enam kecamatan. Untuk itu, penelitian ini berusaha mengkaji keputusan konsumen menengah ke atas yang membeli daging dan telur ayam ras segar di pasar tradisional serta pasar swalayan dengan isu flu burung di Kota Bogor dengan responden berpendapatan pada kelas menengah dan atas yang relatif tidak sensitif terhadap harga.

Tujuan penelitian ini untuk : (1) Membandingkan karakteristik umum konsumen yang sering membeli telur dan daging ayam ras di pasar tradisional atau pasar swalayan di Kota Bogor, (2) Membandingkan pengetahuan responden tentang flu burung pada pasar tradisional dan swalayan, (3) Membandingkan keputusan pembelian konsumen yang membeli telur dan daging ayam ras di Kota Bogor dengan adanya isu flu burung, (4) Membandingkan atribut-atribut yang mempengaruhi keputusan konsumen yang sering dan jarang membeli telur dan daging ayam ras di pasar tradisional Bogor.

Hasil karakteristik responden telur ayam ras tidak berbeda nyata antara karakteristik pasar modern dan pasar tradisional. Hal ini dibuktikan dengan uji anova (uji F). Hasil uji F menunjukkan semua karakteristik tidak signifikan dengan tingkat kepercayaan lima persen. Hal ini berarti populasi konsumen pasar tradisional dan swalayan tidak berbeda nyata. Karakteristik yang tidak berbeda antara populasi terjadi karena responden pasar swalayan (Ramayana Departement Store) bukan merupakan konsumen dengan pola belanja kelas sosial atas.

Hasil karakteristik responden daging ayam ras tidak berbeda nyata antara karakteristik pasar modern dan pasar tradisional. Hal ini dibuktikan dengan uji anova (uji F). Hasil uji F menunjukkan semua karakteristik tidak signifikan dengan tingkat kepercayaan (α) lima persen kecuali karakteristik untuk umur responden. Hal ini berarti populasi konsumen pasar tradisonal dan pasar swalayan berbeda secara umur.

(13)

mayoritas responden mendapatkan informasi tempat pembelian dari keluarga, teman serta tetangga sedangkan pada responden pada pasar swalayan mengetahui dari media cetak atau selebaran produk, 3) Evaluasi Alternatif : Pada responden swalayan, mayoritas responden melakukan pembelian karena kelengkapan dengan barang lain sedangkan pada responden pasar tradisional lebih banyak karena kenyamanan, 4) Keputusan Pembelian : Responden pasar swalayan lebih merencanakan kebutuhan atau barang yang dibeli dari rumah. Responden pada pasar tradisional lebih banyak melakukan pembelian secara terencana atau melihat tampilan di pasar, 5) Responden pada pasar swalayan lebih puas dibandingkan responden pasar tradisional tetapi tidak berbeda secara signifikan.

Atribut produk yang membedakan penilaian responden untuk pasar swalayan dan tradisional pada atribut cangkang yang lebih bersih dan aman terhadap flu burung serta kemasan. Atribut yang membedakan penilaian pasar yaitu timbangan yang lebih baik, kebersihan pasar, waktu buka serta tanggap terhadap saran. Penilaian pada atribut-atribut tersebut lebih positif untuk responden pasar swalayan.

Proses keputusan konsumen daging ayam ras: 1) Pengenalan Kebutuhan: Responden pasar swalayan lebih banyak melakukan pembelian daging ayam ras karena kebiasaan sedangkan responden pada pasar tradisional mengenali daging ayam sebagai sumber pemenuhan gizi protein hewani., 2) Pencarian Informasi : Pada pasar tradisionaldan swalayan mayoritas responden mendapatkan informasi tempat pembelian dari keluarga, teman serta tetangga, 3) Evaluasi Alternatif : Pada responden pasar swalayan, pertimbangan responden lebih mayoritas pada kelengkapan dengan barang lain sedangkan responden pada pasar tradisional lebih banyak karena faktor kenyamanan, 4) Keputusan Pembelian : Responden yang sering berbelanja di pasar swalayan maupun pasar tradisional lebih merencanakan kebutuhan atau barang yang dibeli dari rumah. 5) Responden yang membeli di pasar tradisional maupun swalayan berbeda tingkat kepuasaan namun tidak signifikan.

Atribut yang membedakan penilaian responden pada atribut daging lebih bersih, tidak lembek, segar, aroma baik serta variasi ukuran. Responden pada pasar swalayan memberikan penilaian yang lebih positif pada atribut tersebut. Atribut pembedaan pasar sebagai tempat pembelian yaitu harga lebih murah, pedagang mudah dijangkau, ketersediaan, kecepatan pelayanan, timbangan yang lebih baik dan pas, kebersihan, waktu buka serta tanggap terhadap saran. Atribut yang membedakan penilaian pasar yaitu semua atribut diatas kecuali atribut kemasan dan atribut waktu buka pasar.

(14)

DISUSUN OLEH

THIA ANGGRAENI NAZH

A 14105615

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada

Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis

Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Pertanian

Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(15)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG

BERJUDUL ”KEPUTUSAN PEMBELIAN TELUR DAN DAGING AYAM

RAS PADA KONSUMEN MENENGAH ATAS TERKAIT ADANYA ISU FLU

BURUNG DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT” BELUM PERNAH DIAJUKAN

PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN

UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA

JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL

KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN

YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN

KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM

NASKAH.

.

Bogor, September 2008

(16)

KOTA BOGOR, JAWA BARAT Nama Mahasiswa : Thia Anggraeni Nazh

NRP : A14105615

Menyetujui :

Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 132 158 758

Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(17)

Penulis merupakan anak dari pasangan Nazharuddin Neybo dan Mulyana. Penulis

adalah putri kedua dari enam bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD Yapis Manokwari, Papua pada tahun

1990. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada SD Pertiwi 01 di Kota Ternate,

Maluku Utara pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan

tingkat menengah di SMP Negeri 1 Ternate, Maluku Utara dan lulus pada tahun

1999. Pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan tingkat atas pada SMU

Negeri 1 Ternate, Maluku Utara.

Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program

Diploma Manajemen Agribisnis, Jurusan Ilmu-Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas

Pertanian, IPB melalui jalur test. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan kuliah

dibawah bimbingan Ibu Dwi Rachmina. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana

pada Program Ekstensi Manajemen Agribisnis, Jurusan Ilmu-Ilmu Ekonomi

Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Semasa kuliah, penulis pernah mengikuti

kegiatan organisasi kampus dan non kampus baik secara insendentil maupun

dalam kepengurusan. Selama penulisan skripsi, penulis pernah magang bekerja

sebagai staf pada ESQ Leadership Centre.

Bogor, September 2008

(18)

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas kebesaran dan nikmatNya, penulis

akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan

pada Rasullulah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Skripsi ini

merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di IPB. Skripsi

ini adalah usaha penulis belajar dan mengamati permasalahan sosial ekonomi

masyarakat yang berkaitan dengan agribisnis.

Flu burung di Indonesia sudah merugikan peternak dan mengakibatkan

kematian pada manusia. Flu burung juga membuat sebagian masyarakat

berhati-hati dalam membeli hasil olahan unggas termasuk daging dan telur ayam ras.

Selain itu pasar swalayan yang semakin banyak dan menawarkan harga yang

relatif lebih murah menambah alternatif tempat belanja. Untuk itu, skripsi ini

mengkaji keputusan pembelian daging dan telur ayam ras untuk kalangan

menengah ke atas termasuk pemilihan tempat belanja.

Skripsi ini merupakan hasil karya perjuangan penulis. Penulis menyadari

keterbatasan dan kekurangan dalam kajian ini. Saran dan kritik sangat penulis

harapkan untuk perbaikan kajian ini baik dari segi format penulisan, bahasa, isi

maupun kedalaman kajian ini.

Bogor, September 2008

(19)

ini dapat juga diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari kekuasaan

Allah SWT dengan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih dan doa terbaik kepada :

1. Muhammad Firdaus, PhD sebagai dosen pembimbing selama penulisan skripsi

2. Febriantina Dewi, SE, MSc selaku dosen penguji utama pada sidang

3. Arief Karyadi, SP selaku dosen penguji komdik pada sidang

4. Seluruh Manajemen dan Karyawan Ramayana Departement Store

5. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS yang telah memberikan arahan dan nasehatnya

6. Dinas Pertanian, LIPI Bogor, MM-IPB, LSI IPB

7. Seluruh keluarga besar Papa dan Mama

8. Semua Ksatria dan Srikandi 165 daerah Bogor, Jakarta dan Bandung. Semoga

bisa bertemu ayah, bunda, kakak dan adik-adikku dalam perjuangan yang lain

9. Sahabat-sahabat terbaik (Dhita, Lia, Rayyan, Heidi, Nita, Eko, Nanang, Amel,

Kaka, Nia, Fajar, Renna, Mbak Widi, Andalusia serta Mbak Dyah) beserta

seluruh keluarganya

10.Om Udin sekeluarga dan para teman-teman Sultra

11.Semua teman-teman Mabers dan Ekstensi

12.Sekretariat Ekstensi Manajemen Agribisnis

Bogor, September 2008

(20)

DAFTAR TABEL. ... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flu Burung ... 12

2.1.1 Proses Penularan dan Pencegahan Flu Burung Pada Unggas ... 14

2.1.2 Proses Penularan dan Pencegahan Flu Burung Pada Manusia... 17

2.2 Perdagangan Eceran ... 20

2.3 Pengertian Pasar ... 21

2.4 Penelitian Terdahulu ... 25

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 30

3.1.1 Perilaku Konsumen ... 30

3.1.2 Proses Keputusan Konsumen ... 34

3.1.1 Atribut-Atribut Pemilihan Toko ... 36

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 38

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 41

4.3 Metode Pengambilan Sampel... 42

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 43

4.5 Metode Analisis Data ... 44

4.5.2 Analisis Deskriptif ... 44

4.5.3 Analisis Perbedaan Karakteristik Antar Populasi ... 44

V. GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Umum Kota Bogor ... 47

5.2 Perkembangan Flu Burung di Kota Bogor ... 49

5.3 Pengelolaan Pasar di Kota Bogor ... 54

5.3.1 Pasar Besar ... 55

5.3.2 Pasar Sedang ... 56

(21)

VI. KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN TELUR AYAM RAS

6.1 Karakteristik Responden Telur Ayam Ras Berdasarkan Pemilihan Pasar... 58

6.2 Pengetahuan Responden Telur Ayam Ras Tentang Flu Burung ... 62

6.3 Proses Keputusan Pembelian Telur Ayam Ras Terkait Isu Flu Burung ... 67

6.4 Perbandingan Penilaian Atribut Telur Ayam Ras Pada Pasar Swalayan dan Pasar Tradisional... 67

VII. KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN DAGING AYAM RAS 6.1 Karakteristik Responden Daging Ayam Ras Berdasarkan Pemilihan Pasar ... 76

6.2 Pengetahuan Responden Daging Ayam Ras Tentang Flu Burung ... 80

6.3 Proses Keputusan Pembelian Daging Ayam RasTerkait Isu Flu Burung ... 86

6.4 Perbandingan Penilaian Atribut Daging Ayam Ras Pada Pasar Swalayan dan Pasar Tradisional ... 91

VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ... 94

8.2 Saran... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(22)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Konsumsi Daging, Telur dan Susu Indonesia Tahun 2002-2006 ... 1

2. Kandungan Gizi Berbagai Ternak... 2

3. Kandungan Gizi Berbagai Telur ... 3

4. Harga Rata-Rata Produk Ternak Segar Bulan Juni Tahun 2008

di Jawa Barat ... 5

5. Jumlah Kasus Positif Flu Burung (Per 21 Januari 2008) ... 7

6. Perbedaan karakteristik antar Pasar Tradisional dengan Pasar Modern) ... 23

7. Rincian Sampel (Responden)... 42

8. Atribut-Atribut Penduga Pembentuk Model ... 45

9. Jumlah Penduduk Kota Bogor Per Kecamatan Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006 ... 48

10.Pertokoan dan Pasar Induk di Kota Bogor... 48

11.Populasi Ternak Unggas di Kota Bogor Tahun 2006-2007 ... 49

12.Karakteristik Responden Telur Ayam Ras Berdasarkan Umur, Gender, Status Pernikahan dan Kepemilikan Rumah Tangga ... 59

13.Karakteristik Responden Telur Ayam Ras Berdasarkan Pendapatan

dan Pengeluaran Pangan per Bulan... 60

14..Karakteristik Responden Telur Ayam Ras Berdasarkan Pekerjaan

dan Pendidikan Akhir... 61

15.Motivasi Responden Telur Ayam Ras dalam Melakukan Pembelian... 68

16.Sumber Informasi Responden Telur Ayam Ras dalam Menentukan

Tempat Pembelian... 69

17.Pertimbangan Responden Telur Ayam Ras dalam Melakukan Pembelian... 69

18.Persepsi Responden Telur Ayam Ras Tentang Perbedaan Telur

(23)

19.Cara Responden Telur Ayam Ras dalam Memutuskan Kunjungan/

Pembelian... 71

20.Tindakan Responden Telur Ayam Ras dengan Adanya Isu Flu Burung ... 71

21.Ketidakpuasan Responden Telur Ayam Ras Terhadap Pasar ... 72

22.Interpretasi Nilai Atribut Produk Telur Ayam Ras ... 73

23.Interpretasi Nilai Atribut Pasar Telur Ayam Ras... 74

24.Karakteristik Responden Daging Ayam Ras Berdasarkan Umur, Gender, Status Pernikahan dan Kepemilikan Rumah Tangga ... 77

25.Karakteristik Responden Daging Ayam Ras Berdasarkan Pendapatan

dan Pengeluaran Pangan per Bulan... 78

26..Karakteristik Responden Daging Ayam Ras Berdasarkan Pekerjaan

dan Pendidikan Akhir... 79

27.Rata-Rata Pendapatan Responden Daging Ayam Ras Berdasarkan

Rentang Umur ... 80

28.Motivasi Responden Daging Ayam Ras dalam Melakukan Pembelian... 86

29.Sumber Informasi Responden Daging Ayam Ras dalam Menentukan

Tempat Pembelian... 87

30.Pertimbangan Responden Daging Ayam Ras dalam Melakukan

Pembelian... 88

31.Persepsi Responden Daging Ayam Ras Tentang Perbedaan Telur

Ayam Ras yang Dijual di Pasar Swalayan dan Pasar Tradisional ... 89

32.Cara Responden Daging Ayam Ras dalam Memutuskan Kunjungan/

Pembelian... 89

33.Tindakan Responden Daging Ayam Ras dengan Adanya Isu Flu Burung ... 90

34.Ketidakpuasan Responden Daging Ayam Ras Terhadap Pasar... 91

35.Interpretasi Nilai Atribut Produk Daging Ayam Ras ... 92

(24)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Grafik Jumlah Pasar Tradisional dan Modern Tahun 2002-2005 di Jawa Barat ... 4

2. Populasi Ternak Unggas di Kota Bogor Tahun 2006 ... 5

3. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen... 30

4. Tahapan Proses Keputusan Konsumen ... 34

5. Bagan Kerangka Penelitian ... 40

6. Peta Penyebaran Penyakit Flu Burung di Kabupaten, Kota Bogor

dan Depok ... 50

7. Grafik Sumber Informasi Responden Tentang Flu Burung ... 61

8. Grafik Jawaban Responden Telur Ayam Ras Terhadap Penyebab Flu

Burung... 63

9. Grafik Jawaban Responden Telur Ayam Ras Terhadap Hewan Pembawa Virus AI... 63

10.Grafik Jawaban Responden Telur Ayam Ras Terhadap Penularan Flu

Burung... 64

11.Grafik Jawaban Responden Telur Ayam Ras Terhadap Orang yang

Rentan Tertular AI ... 65

12.Grafik Jawaban Responden Telur Ayam Ras Terhadap Cara Pencegahan Flu Burung ... 66

13.Grafik Jawaban Responden Telur Ayam Ras Terhadap Status Kota Bogor dan Flu Burung... 67

14.Grafik Jawaban Responden Daging Ayam Ras Terhadap Penyebab Flu Burung... 81

15.Grafik Jawaban Responden Daging Ayam Ras Terhadap Hewan Pembawa Virus AI... 82

(25)

17.Grafik Jawaban Responden Daging Ayam Ras Terhadap Penularan

Flu Burung ... 83

18.Grafik Jawaban Responden Daging Ayam Ras Terhadap Orang yang

Rentan Tertular AI ... 84

19.Grafik Jawaban Responden Daging Ayam Ras Terhadap Cara Pencegahan Flu Burung ... 85

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Jumlah Populasi dan Produksi Ternak di Indonesia ... 98

2. Contoh Brosur Tanggap Flu Burung... 99

3. Depopulasi Terbatas Unggas Positif Avian Influenza di Kota Bogor ... 100

4. Hasil Analisis ANOVA Telur Ayam Ras ... 101

(27)

1.1 Latar Belakang

Penyediaan pangan baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan

aspek yang penting untuk pemenuhan kebutuhan pokok bagi masyarakat untuk

bertahan hidup dan berkembang. Sektor peternakan adalah salah satu bagian yang

penting untuk penyediaan pangan bagi masyarakat karena sektor ini merupakan

penyedia kebutuhan protein hewani yang penting bagi masyarakat Indonesia. Pada

Tabel 1 terlihat konsumsi produk peternakan secara nasional mengalami

pertumbuhan yang positif dari tahun 2002-2006 kecuali produk susu. Konsumsi

perkapita daging, telur dan susu juga mengalami peningkatan dengan trend

pertumbuhan paling tinggi pada produk susu.

Tabel 1 Konsumsi Daging, Telur dan Susu Indonesia Tahun 2002-2006 Tahun

Keterangan

2002 2003 2004 2005 2006 Trend (%/Thn) Konsumsi Nasional (000 Ton) 1. Daging 2. Telur 3. Susu 1.808,40 945,70 1.266,40 1.910,50 974,60 1.517,40 2.020,40 1.107,30 2.136,70 1.817,03 1.051,54 2.126,30 2.070,24 1.133,84 168,00 3,82 4,87 -7,99 Konsumsi Perkapita(Kg/Kap/Thn) 1. Daging 2. Telur 3. Susu 5,75 4,40 7,05 6,05 4,11 6,69 6,28 4,68 9,47 5,79 4,34 9,32 6,43 4,64 9,35 3,07 1,73 8,80

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2007)

Ayam ras pedaging merupakan komoditas peternakan yang banyak

dikembangkan di Indonesia. Produksi ayam ras pedaging dilihat dari jumlah

populasi maupun produksi daging merupakan produksi terbesar bila dibandingkan

(28)

67,32 persen dengan tingkat produksi daging lebih besar 46,17 persen

dibandingkan ternak daging lainnya (Lampiran 1). Keunggulan ternak unggas ini

terletak pada waktu panen yang cepat (5-6 minggu) dengan bobot tubuh 1,4-1,6

kilogram per ekor.

Rasyaf mengemukakan bahwa ciri khas ayam ras pedaging adalah rasanya

yang enak dan khas, dagingnya empuk dan banyak serta pengolahannya mudah

empuk dengan proses perebusan. Bila dilihat dari kandungan gizi, daging ayam

merupakan sumber protein hewani yang berkualitas. Daging ayam memiliki kadar

protein dan mineral/abu yang cukup tinggi dan kadar lemak yang paling rendah.

Nilai kandungan gizi yang terdapat pada daging ayam dan hewan ternak lainnya

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan Gizi Berbagai Jenis Ternak Kadar (%)

Jenis Ternak

Air Protein Lemak Abu

Nilai Energi kkal per 100 gram

Angsa 68,3 22,3 7,1 1,1 153 Itik 68,8 21,4 8,2 1,2 159 Ayam 73,4 20,6 4,8 1,1 126 Sapi (gemuk) 63,0 18,7 17,0 0,9 228

Domba (gemuk) 59,8 16,7 22,4 0,8 268 Babi (gemuk) 52,0 14,8 32,0 0,8 247 Sumber : Udayana (2001) dalam Basuki (2005)

Populasi ayam ras petelur sebanyak 6,61 persen dari ternak lainnya secara

nasional. Penjelasan di atas dapat dilihat pada Lampiran 1. Ayam ras petelur atau

juga dikenal dengan layer merupakan unggas petelur yang banyak dikembangkan.

Hal ini dikarenakan hasil telur yang dihasilkan lebih banyak (kuantitas) daripada

unggas petelur lainnya. Kandungan gizi telur ayam ras juga baik untuk

pemenuhan kebutuhan protein. Kandungan gizi yang terdapat pada telur ayam ras

(29)

Tabel 3 Kandungan Gizi Telur dalam 100 gram

Zat Gizi Satuan Telur Ayam Telur Bebek Telur Puyuh Kalori kalori 162,00 189,00 149,80 Protein gram 12,80 13,10 10,30 Lemak gram 11,50 14,30 10,60 Karbohidrat gram 0,70 0,80 3,30

Kalsium miligram 900,00 56,00 49,00 Fosfor miligram 0,10 175,00 198,00

Besi miligram 54,00 2,08 1,40 Vitamin A UI 180,00 1.230,00 2.741,00

Vitamin B miligram 2,70 0,18 - Air gram 74,00 70,00 - Sumber : Haryoto (1996) dalam Surya (2004)

Sentra produksi ayam ras pedaging di Indonesia adalah propinsi Jawa

Barat. Jawa Barat merupakan salah satu propinsi terpadat bila dibandingkan

propinsi lainnya dengan laju pertumbuhan 1,96 persen (BPS Kota Bogor, 2007).

Menurut catatan publikasi BPS tahun 2007 populasi ayam ras pedaging Jawa

Barat sebesar 38,10 persen dan populasi ayam ras petelur sebesar 15,16 persen

dari jumlah populasi secara nasional. Hasil produksi telur dan daging ayam ini

akan didistribusikan ke daerah-daerah Jawa Barat maupun daerah perkotaan besar

seperti Jakarta.

Kebanyakan masyarakat memilih telur dan daging ayam ras untuk

memenuhi kebutuhan protein hewani keluarga. Hal ini disebabkan telur dan

daging ayam ras banyak tersedia dan mudah ditemukan di pasar baik pedagang

keliling, pasar tradisional maupun pasar swalayan. Dalam waktu tiga tahun

terakhir (2002-2005), perkembangan pasar di setiap kota/kabupaten di Jawa Barat

menunjukkan peningkatan meskipun dengan jumlah dan lokasi yang tidak merata.

Pada tahun 2005, jumlah pasar di Jawa Barat mencapai 911 terdiri dari 530 pasar

(30)

menunjukkan kenaikan yang signifikan dibandingkan tahun 2002 mencapai 147

pasar. Meskipun jumlah pasar tradisional masih lebih besar daripada pasar

swalayan tetapi pertumbuhan pasar modern sangat pesat mencapai 66 persen

sedangkan pasar tradisonal hanya tumbuh lima persen selama rentang waktu

[image:30.612.117.454.247.518.2]

2002-2005. Pertumbuhan pasar modern lebih banyak terjadi di daerah perkotaan

(Gambar 1)

Gambar 1 Grafik Jumlah Pasar Tradisional dan Modern Tahun 2002-2005 di Jawa Barat

Harga telur dan daging ayam ras relatif lebih murah dibandingkan produk

protein hewani lainnya seperti daging sapi, daging ayam buras, telur ayam buras

dan lainnya. Perbandingan harga rata-rata komoditi ternak untuk propinsi Jawa

(31)

Tabel 4 Harga Rata-Rata Produk Ternak Segar Bulan Juni Tahun 2008 di Jawa Barat

Rata-Rata (Rupiah) Komoditi Satuan

Produsen Grosir Consumen Daging Ayam Broiler

(karkas)

Kg 18.725 19.516 20.675

Daging Sapi Has Kg 52.938 55.250 60.754 Daging Sapi Bistik Kg 50.750 53.063 56.375 Daging Sapi Murni Kg 47.063 49.375 54.000 Hati Sapi Kg 27.500 29.219 31.667 Daging Kambing/Domba Kg 36.375 37.875 42.833 Telur Ayam Ras Kg 10.630 11.295 12.542 Telur Ayam Buras Butir 1.005 1.150 1.304 Telur Itik Butir 965 1.163 1.363 Susu Segar Liter 3.120 3.525 3.900 Sumber : Dinas Peternakan Jawa Barat (2008)

Kota Bogor bukan termasuk daerah sentra produksi ayam ras baik broiler

maupun layer. Pada Gambar 2 terlihat populasi ayam ras pedaging dan petelur

lebih kecil daripada unggas yang lain. Sebagian besar unggas di Kota Bogor

bukan peternakan besar tetapi peternakan keluarga/rakyat. Hasil ternaknya bukan

untuk tujuan komersil tapi untuk kebutuhan rumah tangga atau hobbies

masyarakat. Ayam buras merupakan komoditi terbanyak dengan proporsi 75,12

persen dibandingkan dari total populasi.

Ayam Ras Petelur 2.500 Bebek/Itik 3.094

Ayam Pedaging 178.000

[image:31.612.133.507.113.299.2]

Ayam Buras 554.434

[image:31.612.217.401.509.643.2]
(32)

Agribisnis ayam ras mengalami gejolak pada pertengahan tahun 2003

ketika banyak terjadi kasus flu burung (avian influenza) di Indonesia. Kasus flu

burung terjadi pertama kali di Hongkong kemudian menyebar menjadi wabah

unggas (pandemi) ke wilayah Korea Selatan, Jepang, Vietnam, Thailand,

Kamboja, Republik Rakyat China serta Pakistan. Kasus flu burung di Indonesia

pada Maret 2007 pada unggas sudah menyebar di 30 provinsi (Komnas FBPI,

2008). Hal ini bisa berdampak pada ketersediaan dan harga unggas karena banyak

unggas yang mati dan kehati-hatian masyarakat untuk mengkonsumsinya.

Sejak ditemukan wabah flu burung di Indonesia pada Juli 2003 telah

mematikan sekitar lima juta ekor unggas. Tetapi secara nasional produksi ayam

ras tidak mengalami penurunan yang signifikan. Data kematian terbesar terbanyak

pada ayam ras yang berkisar 0,5 persen dari populasi ayam ras dan 0,4 persen dari

polulasi unggas secara keseluruhan1. Produksi ayam ras pedaging di Jawa Barat

tahun 2003 hanya menurun sebesar 0,89 persen dibandingkan tahun 2002

(Direktorat Jenderal Peternakan, 2007).

Saat ini kasus flu burung telah ditangani pemerintah melalui pemberian

vaksin, kontrol kesehatan pada hewan ternak serta pemberian informasi kepada

masyarakat. Tetapi penanggulangan belum sepenuhnya berhasil dengan kasus

7000 unggas mati selama tahun 2007 (Departemen Pertanian). Kasus flu burung

yang terjadi pada manusia di Indonesia ditemukan pertama kali Juli 2005. Kasus

flu burung yang menular pada manusia pada rentang waktu 2005-2008 ini telah

menyebabkan kematian pada manusia.

1

(33)

1.2 Rumusan Masalah

Menurut WHO, Indonesia termasuk dalam periode kewaspadaan terhadap

pandemi. Kasus flu burung di Indonesia cukup mengkhatirkan dengan tingkat

mortalitas 80,83 persen. Pada Tabel 5 dapat dilihat sampai dengan 21 Januari

2008, jumlah kasus positif flu burung di Indonesia sebanyak 120 orang dengan

kasus tertinggi di Jawa Barat. Virus AI mulai masuk di Kota Bogor tahun 2005

dengan 43 kelurahan positif flu burung di enam kecamatan2. Hal ini dapat

menimbulkan kehati-hatian pada sebagian masyarakat untuk membeli dan

[image:33.612.131.510.345.544.2]

mengkonsumsi daging dan telur ayam ras.

Tabel 5 Jumlah Kasus Positif Flu Burung di Indonesia Tahun 2005-2008

Jumlah Kasus

No Propinsi

Positif Meninggal

1 Jawa Barat 30 24

2 DKI Jakarta 27 24

3 Banten 23 19

4 Sumatera Utara 8 7

5 Jawa Timur 7 5

6 Jawa Tengah 9 8

7 Lampung 3 0

8 Sulawesi Selatan 1 1

9 Sumatera Utara 3 1

10 Sumatera Selatan 1 1

11 Riau 6 5

12 Bali 2 2

Jumlah 120 97

Sumber : Pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan, 2008

Saat ini banyak instansi dan organisasi yang telah melakukan berbagai

kegiatan komunikasi pencegahan flu burung baik antar unggas maupun dari

unggas ke manusia namun dengan pesan yang berbeda. Hasil riset UNICEF, 2006

menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat cukup tinggi tentang flu burung tetapi

2

(34)

masyarakat merasa flu burung bukanlah ancaman. Keberagaman materi

komunikasi tersebut menimbulkan kebingungan diantara khalayak (65 persen

responden) karena tidak adanya prioritas pesan dan 73 persen responden tidak

merasa bahwa penyakit ini dapat menjangkiti unggas mereka (Komnas FBPI,

2008).

Pesan yang membingungkan masyarakat bisa berdampak pada pola

belanja masyarakat. Berdasarkan survei AC Nielsen, 2004 menunjukkan minat

belanja produk segar termasuk daging lebih banyak beralih ke pasar swalayan.

Hal ini dipicu efek psikologis bahwa pasar swalayan lebih melakukan seleksi dan

pengecekan yang ketat untuk produknya. Selain itu, konsumen merasa bisa

mengajukan tuntutan pada peritel swalayan apabila produk yang dibeli tidak baik

kondisinya.

Adanya pemberitaan dan promosi yang gencar tentang higienitas makanan

akan lebih banyak menarik konsumen untuk berbelanja di pasar swalayan.

Penelitian yang dilakukan AC Nielsen, 20043 pada 100 responden yang bertempat

tinggal di Jabotabek dan Surabaya menunjukkan 76 persen koresponden

menyatakan peduli pada keamanan (higienitas) dari produk makanan yang

dibelinya. Sebanyak 76 persen responden yang peduli pada keamanan pangan, 87

persen diantaranya menyatakan memberikan dampak pada kebiasaan

berbelanjanya.

Survei AC Nielsen lainnya pada tahun 2004 dibandingkan tahun 2003

terjadi penurunan persentase konsumen yang berbelanja daging segar, daging

ayam serta ikan di pasar tradisional. Pangsa pasar swalayan terus meningkat tetapi

3

(35)

pasar tradisional masih mendominasi penjualan produk segar. Penurunan

persentase minat belanja di pasar tradisional tahun 2004 dibandingkan tahun 2003

paling besar untuk buah segar hingga sebelas persen (pangsa pasar tradisional

turun menjadi 46 persen), sayuran segar sepuluh persen (pangsa pasar tradisional

turun menjadi 47 persen), ikan segar lima persen (pangsa pasar tradisional turun

menjadi 67 persen) serta daging segar dan daging ayam tiga persen (pangsa pasar

tradisional menurun sebesar 10 persen)

Bogor termasuk kota di Jawa Barat yang cukup berkembang. Banyak

peritel modern/swalayan yang mendirikan usahanya di Bogor. Saat ini peritel

swalayan yang menjual lengkap bahan makanan hingga produk makanan segar

yaitu Superindo, Market Place Matahari, Giant Hipermarket, Giant Supermarket,

Hipermarket dan Ramayana Departement Store. Adanya peritel modern ini

membuat pilihan bagi konsumen kota Bogor untuk berbelanja produk pertanian

segar terutama bagi kalangan menengah ke atas yang relatif mengutamakan aspek

higienitas dan kesehatan produk.

Pasar tradisional atau pasar becek sering mendapat stigma negatif dari

konsumen. Pasar tradisional seperti Pasar Bogor, Pasar Jambu Dua atau Pasar

Gunung Batu dengan tampilan pasar yang sederhana, becek serta parkiran yang

sempit sering membuat konsumen merasa tidak betah berbelanja. Beberapa

konsumen juga meragukan kebersihan produk bahan pangan yang dijual di pasar

tradisional maupun pedagang keliling.

Isu flu burung juga menambah kehati-hatian konsumen dalam melakukan

pembelian daging dan telur ayam serta produk olahannya. Flu burung di Kota

(36)

orang suspek di Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Selatan. Tetapi sampai saat

ini Pemerintah Kota Bogor tidak melakukan depopulasi (pemusnahan secara

massal) lagi karena keterbatasan anggaran dan lebih menekankan pada upaya

vaksinasi. Padahal menurut FAO dan WHO, depopulasi massal adalah cara

menjaga virus ini tidak berkembang menjadi pandemi hingga meluas menjadi

pandemi pada manusia. Kota Bogor dikelilingi kota-kota dengan kasus flu burung

yang menulari manusia seperti Jakarta, Bekasi hingga Banten.

Kasus tentang keamanan pangan ini menambah sulitnya persaingan

menghadapi pasar swalayan. Hal ini disebabkan oleh kondisi fisik pasar

tradisional dibandingkan dengan pasar swalayan yang sangat bersih dan nyaman.

Kedua, pasar swalayan berlokasi tidak jauh dari lokasi pasar tradisional. Ketiga,

pasar swalayan yang didukung dengan modal yang besar sehingga mudah

berkembang hingga ke tingkat kelurahan. Pasar tradisional yang merupakan

kumpulan usaha mikro membutuhkan upaya yang saling terintegrasi untuk

tumbuh dan berkembang hingga semua pelaku usaha dalam sistem pemasaran

(petani, pedagang pengumpul, pengecer hingga pedagang di pasar) bisa tetap

bertahan.

Untuk itu, penelitian ini berusaha membandingkan keputusan konsumen

yang membeli daging dan telur ayam ras segar di pasar tradisional serta pasar

swalayan dengan isu flu burung di Kota Bogor dengan responden berpendapatan

pada kelas menengah dan atas. Sampel yang digunakan adalah konsumen

menengah ke atas relatif tidak sensitif terhadap harga daging dan telur ayam ras.

(37)

burung sehingga dapat diperbandingkan sejauh mana isu flu burung berpengaruh

pada perilaku keputusan dan pembelian.

1.3 Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk :

1. Membandingkan karakteristik konsumen dan pengetahuan konsumen yang

sering membeli telur dan daging ayam ras di pasar tradisional atau pasar

swalayan di Kota Bogor terkait isu flu burung

2. Membandingkan keputusan pembelian konsumen yang membeli telur dan

daging ayam ras di pasar tradisional atau pasar swalayan di Kota Bogor terkait

isu flu burung

3. Membandingkan penilaian atribut-atribut yang mempengaruhi keputusan

konsumen yang membeli telur dan daging ayam ras di pasar tradisional atau

pasar swalayan di Kota Bogor

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi berbagai

pihak yang terkait. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan berguna sebagai sarana

memperluas pengetahuan dan upaya memperdalam masalah agribisnis. Bagi

masyarakat umum diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan ataupun

(38)

2.1 Flu Burung

Ayam ras merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari

bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas yang tinggi terutama dalam

memproduksi daging dan telur dibandingkan ayam buras. Ayam ras berupa ayam

pedaging atau ayam petelur yang mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1980an.

Ayam ras pedaging atau disebut juga dengan broiler sedangkan ayam ras petelur

dikenal juga dengan layer.

Ayam broiler memiliki kelebihan yaitu waktu pemeliharaan yang relatif

singkat dengan pertumbuhan bobot badan yang lebih cepat. Kebutuhan protein

hewani harian dengan produktivitas yang tinggi adalah produk telur ayam ras.

Ayam ras petelur menghasilkan telur dalam jumlah yang lebih banyak dengan

waktu yang relatif lebih singkat. Di Indonesia hampir setiap propinsi memiliki

peternakan ayam pedaging maupun petelur baik peternak rakyat maupun

peternakan yang dikelola perusahaan. Jenis-jenis ayam ras atau disebut strain

banyak beredar di pasaran dengan perbedaan produktivitas yang sangat kecil.

Flu burung atau avian influenza (AI)adalah suatu penyakit menular yang

disebabkan virus influenza yang ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang

manusia. Etilogi penyakit flu burung adalah virus influenza. Sifat virus AI bisa

mati pada daging ayam yang dimasak dengan suhu 80oC selama satu menit atau

70oC selama 30 menit, pada telur ayam mati pada suhu 64oC selama 4,5 menit.

(39)

bertahan hidup di air sampai empat hari pada suhu 22oC dan lebih dari 30 hari

pada 0oC. Sebenarnya virus AI lemah tidak tahan panas dan zat disinfektan.

Flu burung sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1960an. Tahun 1997

mulai menyerang lagi dengan kasus manusia pada kasus 18 orang di Hongkong

dan enam orang diantaranya meninggal dunia. Virus ini kemudian menyebar ke

China, Belanda, Vietnam serta Thailand. Akhir tahun 2003, virus AI menjadi

wabah atau epidemi diberbagai negara yaitu : Korea Selatan, Jepang, Vietnam,

Thailand, Kamboja, Hongkong, Republik Rakyat China, Pakistan dan Indonesia.

Pada Januari 2004, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan flu burung

sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa) dan mengucurkan dana 212 milyar sebagai

penanggulangannya.

Di Indonesia hampir setiap propinsi memiliki peternakan ayam pedaging

maupun petelur baik peternak rakyat maupun peternakan yang dikelola

perusahaan. Pada Bulan Juli 2003, flu burung atau virus H5N1 menyerang

peternakan unggas termasuk ayam ras di Indonesia dan negara lainnya. Flu

burung menimbulkan kerugian yang sangat besar pada industri peternakan ayam

ras dan menimbulkan kematian pada manusia hingga pada 29 Januari 2004

pemerintah menerapkan flu burung sebagai bencana darurat nasional dan

mengucurkan dana 212 milyar sebagai penanggulangannya.

Kasus flu burung di Indonesia pada Maret 2007 pada unggas sudah

menyebar di 30 provinsi diantaranya Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, DIY

Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Lampung, Nusa Tenggara Barat,

Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Jambi, Sumatera Utara, Nanggroe Aceh

(40)

ini Pemerintah Indonesia berupaya memberikan informasi kepada masyarakat

untuk tanggap flu burung melalui Komnas FBPI. Informasi berupa tayangan iklan

di televisi, surat kabar maupun brosur. Contoh brosur yang disebarkan Komnas

FBPI dapat dilihat pada Lampiran 2. Komnas FBPI menerangkan gejala flu

burung bila ada kematian mendadak pada unggas tanpa gejala sakit.

Penyebab wabah flu burung pada unggas adalah Highly Pothogenic Avian

Influenza Viru, strain H5N1. Hal ini terlihat dari basil studi yang menunjukkan

unggas yang sakit mengeluarkan virus influenza A (H5N1) dengan jumlah besar

dalam kotorannya. Masa inkubasi virus influenza bervariasi, tiga hari untuk

unggas diluar kandang dan 14-21 hari untuk unggas didalam kandang. Secara

umum, virus flu burung tidak menyerang manusia namun beberapa tipe tertentu

dapat mengalami mutasi lebih ganas dan menyerang manusia.

2.1.1 Proses Penularan dan Pencegahan Flu Burung Pada Unggas

Sesuai dengan panduan Komnas FBPI (Komite Nasional Pengendalian Flu

Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza), penyebaran flu

burung pada unggas terjadi secara cepat dengan tingkat kematian yang tinggi.

Penyebaran penyakit ini terjadi diantara populasi unggas satu peternakan dan

menyebar dari satu peternakan ke peternakan daerah lain. Unggas bisa terinfeksi

flu burung melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Kontak langsung

terjadi bila unggas sehat bercampur dengan unggas yang terinfeksi ataupun

dengan burung-burung liar yang terinfeksi. Kontak tidak langsung dengan kotoran

dari unggas yang terinfeksi virus, sumber air (danau/kolam) yang tercemar

kotoran atau bulu dari unggas yang terinfeksi, jerami tempat sarang unggas yang

(41)

yang terjangkit melalui sepatu, baju, perkakas ataupun alat transportasi serta

melalui pakan unggas yang terinfeksi.

Gejala flu burung pada unggas sebagai berikut :

a. Unggas mati mendadak dalam jumlah yang besar dengan atau tanpa gejala

klinis

b. Gejala yang mungkin terjadi pada unggas: unggas lemas (tidak berenergi),

gelisah, kepala tertunduk menyatu dengan badan, kesulitan bernafas, bengkak

pada kepala dan kelopak mata, pendarahan di kulit area yang tidak ditumbuhi

bulu terutama pada kaki, penurunan jumlah telur yang dihasilkan, diare,

mengigil dan mengeluarkan air mata

Pencegahan perpindahan virus flu burung antar unggas dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

a. Masukkan unggas ke dalam kandang (tidak berkeliaran)

b. Kandangkan masing-masing unggas yang berbeda jenis dalam kandang yang

berbeda

c. Hanya membeli unggas muda yang sehat dan memisahkan unggas yang baru

minimal dua minggu

d. Cuci tangan dengan sabun sesudah kontak dengan unggas

e. Transportasikan hanya unggas yang sehat

f. Bersihkan halaman disekitar kandang setiap hari dengan membuang kotoran

unggas maupun bulunya kemudian bakar atau kuburkan

g. Cuci dan bersihkan peralatan yang dipakai di peternakan dengan disinfektan

(42)

h. Bersihkan, cuci kemudian sucihamakan kandang dengan disinfektan atau

bahan kimia lainnya seperti cairan pemutih pakaian

i. Bagi yang keluar dari halaman peternakan, cuci alas kaki dengan air bersabun

atau ganti dengan alas kaki yang baru

j. Beri pakan yang sehat dan air bersih pada unggas

k. Beri vaksin unggas yang sehat jika memungkinkan

Ketika menemukan unggas mati mendadak dalam jumlah yang banyak maka

tindakan yang harus dilakukan masyarakat sekitar tempat kejadian adalah :

a. Laporkan kepada aparat berwenang (Dinas Pertanian/Peternakan atau Dinas

Kesehatan)

b. Tidak membuang unggas yang mati

c. Musnahkan unggas dengan cara dibakar atau kuburkan bangkai ke dalam

galian setinggi lutut orang dewasa. Gunakan alat pelindung (masker, sarung

tangan, sepatu bot, baju lengan panjang, celana panjang serta topi). Bersihkan

badan sesudahnya dan cuci semua pakaian dengan sabun

d. Bersihkan, cuci kemudian sucihamakan dengan disinfektan seperti pemutih

dan chlor, tepung kapur atau karbol untuk membersihkan sarang, kandang dan

alat transportasi

e. Bersihkan alas kaki, peralatan, roda atau ban mobil transportasi sebelum

memasuki dan setelah meninggalkan kandang unggas. Bagi pedagang jangan

parkir dekat kandang

f. Cuci tangan dengan sabun setelah kontak dengan unggas

(43)

h. Kandang harus dikosongkan selama dua minggu sehingga bebas virus flu

burung

i. Hanya menjual dan membeli unggas yang sehat

2.1.2 Proses Penularan dan Pencegahan Flu Burung Pada Manusia

Virus H5N1 akan menyebabkan kematian pada manusia jika terinfeksi dan

tidak dirawat dengan segera. Manusia bisa terinfeksi atau terjangkit virus ini

melalui : (1) kontak dengan unggas yang terinfeksi saat membawa, mengangkut,

menyembelih dan memproses unggas, (2) makan darah unggas mentah atau telur

dan daging unggas setengah matang.

Seseorang yang diduga secara klinis terkena flu burung memiliki gejala flu

pada umumnya yaitu suhu badan diatas 38oC, sakit tenggorokan, batuk, beringus,

terasa ngilu di persendian lengan, kaki dan punggung (sakit akan meningkat saat

batuk), sakit kepala serta lemas. Dalam waktu yang singkat, penyakit ini menjadi

lebih berat berupa peradangan paru-paru (pneumonia) dan dapat menimbulkan

kematian. Orang yang mempunyai resiko tinggi terserang flu burung adalah

pekerja pada peternakan, keluarga yang memelihara unggas, lingkungan keluarga

disekitar peternakan, penjual dan pekerja pemotong unggas serta para penjamah

unggas. Saat ini belum ada bukti ilmiah penularan virus ini dapat terjadi melalui

daging unggas yang dikonsumsi.

Penularan dari manusia ke manusia belum ada pembuktian penelitian

ilmiah yang dipublikasikan. Saat ini tidak ada vaksin yang mampu mencegah

penyakit ini jika sudah berjangkit pada manusia. Untuk mencegah berjangkitnya

(44)

a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah kontak dengan unggas

serta produk unggas lainnya

b. Membeli unggas yang sehat

c. Tidak mengkonsumsi darah mentah, daging unggas atau telur setengah matang

d. Jangan menyembelih unggas yang sakit

e. Jangan mengkonsumsi unggas yang mati atau sakit

f. Hindari kontak dengan sumber terinfeksi

g. Jangan biarkan anak-anak melakukan kontak dengan unggas atau bermain di

dekat kandang

h. Jangan biarkan unggas berkeliaran di dalam rumah

i. Hindari kontak yang tak perlu dengan unggas bahkan unggas yang sehat

sekalipun

j. Gunakan masker dan sarung tangan saat kontak atau menyembelih unggas

k. Kuburkan limbah unggas (bulu, jeroan, darah) sedalam lutut orang dewasa

setelah disembelih

l. Mandi, ganti serta cuci pakaian, sepatu dan sandal dengan sabun setelah

kontak dengan unggas

m. Cari perawatan segera bila mengalami gejala seperti yang dijabarkan

sebelumnya. Jangan mengobati diri sendiri tetapi minumlah obat yang

diresepkan dokter

Jika ada orang yang terkena flu burung maka bawalah segera ke rumah sakit

terdekat, minum obat yang diresepkan dokter, hindari kontak yang tidak perlu

dengan orang yang terinfeksi atau gunakan pelindung jika harus terjadi kontak

(45)

Dalam penanganan kasus flu burung ada tiga tahapan kasus. Pertama kasus

suspek adalah seseorang yang menderita ISPA dengan gejala demam (temperatur

> 38oC), batuk dan atau sakit tenggorokan dan atau beringus dengan salah satu

keadaan :

1. Seminggu terakhir mengunjungi peternakan yang sedang terjangkit flu burung

2. Kontak dengan kasus konfirmasi flu burung dalam masa penularan

3. Bekerja pada suatu laboratorium yang sedang memproses spesimen manusia

atau binatang yang dicurigai menderita flu burung

Kedua, kasus probable yaitu kasus suspek yang disertai salah satu keadaan :

1. Bukti laboratorium terbatas yang mengarah kepada virus influenza A (H5N1)

2. Dalam waktu singkat berlanjut menjadi pneumonia gagal pernafasan atau

meninggal

3. Terbukti tidak terdapat penyebab lain

Ketiga, kasus kompermasi adalah kasus suspek atau probable yang didukung oleh

salah satu hasil pemeriksaan laboratorium.

Walaupun virus AI merupakan virus yang lemah, pemerintah dan

masyarakat harus waspada sebelum terjadi pandemi antar manusia. Menurut

WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) ada tiga fase/periode perkembangan menuju

terjadinya pandemi :

1. Periode Intrapandemik

Pada Periode ini ada dua fase. Fase pertama tidak ada subtipe virus influenza

baru yang dideteksi pada manusia. Subtipe virus influenza yang telah

diketahui menyebabkan infeksi atau penyakit pada manusia masih rendah.

(46)

virus influenza baru yang dideteksi pada manusia. Tetapi subtipe virus

influenza berkembang dengan perantaraan hewan memiliki resiko penyakit

pada manusia. Di Indonesia fase ini mulai pada bulan Agustus 2003 ketika

virus subtipe H5N1 dideteksi pada unggas.

2. Periode Kewaspadaan terhadap Pandemi

Pada Periode ini ada tiga fase. Fase ketiga, Infeksi pada manusia dengan

subtipe yang baru tetapi tidak ada penyebaran dari manusia ke manusia. Di

Indonesia fase ini mulai pada bulan Juli 2005 ketika infeksi subtipe H5N1

dikonfirmasikan pada manusia. Fase keempat, kelompok melingkar kecil

(clutser) dengan penularan yang terbatas dari manusia ke manusia tetapi

penyebaran sangat terlokalisir. Di Indonesia fase ini belum dimulai. Fase

kelima, Penyebaran dengan daerah yang lebih luas tetapi virus belum

sepenuhnya menular dengan mudah (pandemi yang substantif)

3. Periode Pandemik

Fase keenam, penularan yang singkat dan berkesinambungan pada masyarakat

umum. Menurut Komnas FBPI, pada periode pandemik masyarakat pada

daerah wabah akan diisolir (tidak ada yang keluar dan masuk daerah wabah),

kemudahan mengakses Tamiflu, melakukan karantina dan pembatasan

mobilisasi penduduk (tidak bekerja atau sekolah) serta pemusnahan unggas

secara massal.

2.2 Perdagangan Eceran

Menurut Kotler, 1997 usaha eceran dapat diartikan sebagai seluruh

aktivitas yang melibatkan penjualan barang dan jasa langsung kepada konsumen

(47)

beragam dengan bentuk-bentuk baru yang terus bermunculan. Beberapa

klasifikasi pengecer menurut Kotler (1997) adalah :

a. Pengecer Toko

Usaha eceran toko dapat diklasifikasikan menjadi delapan kategori antara lain

toko khusus, toko serba ada, pasar swalayan, toko kelontong, toko diskon,

pengecer potongan harga, toko super, toko kombinasi, pasar dan ruang pamer

katalog

b. Penjualan Eceran Bukan Toko

Walaupun sebagian besar barang dan jasa dijual melalui toko, penjualan

eceran tidak melalui toko berkembang lebih pesat dibandingkan penjualan

eceran melalui toko. Penjualan eceran tidak melalui toko terbagi menjadi

empat kategori yaitu penjualan langsung, pemasaran langsung, penjualan

otomatis dan jasa pembelian

c. Organisasi Eceran

Banyaknya pemilikan toko secara independen menyebabkan semakin banyak

penjualan eceran menjadi bentuk corporate retailing. Organisasi-organisasi

eceran mencapai skala ekonomis yang lebih besar seperti daya beli yang besar,

pengakuan merek yang lebih luas dan pegawai yang terlatih. Jenis-jenis

penjualan utama eceran yaitu jaringan toko korporat, jaringan sukarela,

koperasi pengecer, koperasi konsumen, organisasi waralaba dan konglomerat

perdagangan

2.3 Pengertian Pasar

Pasar merupakan perdagangan eceran berbentuk toko. Pasar menurut

(48)

ekonomi, kebudayaan, politis dan lain-lainnya. Pasar merupakan tempat pembeli

dan penjual (penukar tipe lain) saling bertemu dan mengadakan tukar-menukar.

Menurut Belshaw, pasar timbul tidak untuk memberi kesempatan kepada orang

untuk menjual surplus tetapi timbul akibat adanya diferensiasi pekerjaan, sehingga

di pasar orang yang mengkhususkan di dalam produksi jenis tertentu bisa

memperoleh hasil produksi orang lain (spesialisasi).

Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No

23/MPP/Kep/1/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan, pasar

didefinisikan sebagai tempat bertemunya pihak penjual dan pembeli untuk

melakukan transaksi dimana proses jual beli terbentuk yang menurut kelas mutu

pelayanan dapat digolongkan sebagai pasar tradisional dan pasar

modern/swalayan. Perbedaan karakteristik antar kedua pasar tersebut dapat dilihat

pada Tabel 6.

1. Pasar modern/swalayan merupakan pasar yang dibangun oleh Pemerintah,

Swasta atau koperasi dimana pengelolaannya dilaksanakan secara modern

dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen

berada di satu tangan, bermodal relatif kuat dan dilengkapi dengan label

harga yang pasti. Pasar swalayan dapat dibedakan menjadi hipermarket,

supermarket, departement store, serta minimarket.

Hipermarket adalah toko modern yang memiliki luas areal diatas 5000 m2 per

outletnya dengan variasi barang yang lebih banyak dan pilihan merek yang lebih

luas. Hipermarket dapat menempati pusat-pusat perdagangan/pusat pasar/pusat

pertokoan atau gedung yang dibangun sendiri di lokasi khusus. Konsep yang

(49)

lengkap yang menyediakan berbagai macam kebutuhan rumah tangga sehari-hari

dimulai dari kebutuhan pokok hingga kebutuhan sandang. Kepemilikan

hipermarket umumnya adalah joint venture antara swasta lokal dengan swasta

asing atau kepeemilikan asing seperti kepemilikan asing seperti kepemilikan Giant

dan Carrefour.

Tabel 6 Perbedaan Karakteristik Antar Pasar Tradisional dengan Pasar Modern

No Aspek Pasar Tradisonal Pasar Swalayan 1 Sejarah Evolusi Panjang Fenomena Baru 2 Fisik Kurang Baik Baik dan Mewah 3 Kepemilikan Milik masyarakat/desa,

Pemda, Sedikit Swasta

Umumnya perorangan/ swasta

4 Modal Modal

lemah/subsidi/swadaya masyarakat/inpres

Modal kuat/digerakkan oleh swasta

5 Konsumen Umumnya golongan menengah ke bawah

Umumnya golongan menengah ke atas 6 Metode

pembayaran

Ciri dilayani, tawar menawar

Harga psati, pembayaran terkonsentrasi

7 Status tanah Tanah negara, sedikit sekali swasta

Tanah

swasta/perorangan 8 Pembiayaan Kadang-kadang ada subsidi Tidak ada subsidi 9 Pembangunan Umumnya dilakukan oleh

Pemda/desa/masyarakat

Pembangunan fisik oleh swasta

10 Pedagang yang masuk

Beragam, massal dari sektor informal sampai pedagang menengah dan besar

Pemilik modal juga pedagangnya (tunggal) atau beberapa pedagang format skala menengah dan besar

11 Peluang masuk/partisipasi

Bersifat massal (pedagang kecil, menegah dan besar)

Terbatas umumnya pedagang tunggal dan menengah ke atas 12 Jaringan Pasar regional, pasar kota

dan pasar kawasan

[image:49.612.134.514.257.662.2]
(50)

Supermarket adalah toko modern yang memiliki rata-rata luas antara 600-1000 m2

yang biasanya berada di mal, pusat perbelanjaan atau gedung milik sendiri.

Komoditi utama yang biasa dijual umumnya adalah barang-barang/bahan pangan

dan peralatan dapur. Model kepemilikan dari supermarket umumnya adalah milik

swasta baik lokal maupun asing. Milik swasta lokal biasanya berasal dari

kepemilikan kelompook atau group perusahaan yang mendirikan cabang

perusahaan diberbagai daerah seperti Matahari Supermarket, Ramayana

Supermarket dan lain-lain.

Departement Store merupakan toko modern dengan luas area yang bervariasi

biasanya berhubungan dengan proses retailing, penyortiran barang konsumsi yang

dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia atau gaya hidup. Self service atau

pelayanan penjualan biasanya dibawah satu manajemen umum. Barang yang

dijual di departement store umumnya adalah barang-barang sandang seperti

pakaian, sepatu dan lain-lain. Kepemilikan departement store biasanya milik

swasta asing dan lokal. Target pasar antara departement store asing umunya

berbeda dengan lokal. Departement store asing lebih membidik masyarakat

kalangan meneengah ke atas sedangkan departement store lokal umunya

membidik pasar dari masyarakat menengah ke bawah

Minimarket adalah pasar swalayan yang berukuran kecil umumnya luas antara

100-300 m2 per outlet. Minimarket dapat menempati pertokoan, perkantoran, mal

ataupun gedung sendiri. Minimarket menerapkan sistem waralaba bagi

masyarakat yang ingin membuka gerai minimarket tersebut pada lokasi pilihan.

Sistem waralaba adalah perjanjian kontrak dimana perusahaan induk memberi hak

(51)

lebih mudah untuk berekspansi ke berbagai daerah yang ada hingga ke daerah

pemukiman dengan menerapkan sistem ini.

2. Pasar Tradisional merupakan pasar yang bentuk bangunannya relatif

sederhana dengan suasana yang relatif kurang menyenangkan (ruang usaha

sempit, sarana parkir yang memadai, kurang menjaga kebersihan pasar dan

penerangan yang kurang baik). Barang yang diperdagangkan adalah

kebutuhan sehari-hari, harga yang relatif murah dengan mutu yang kurang

diperhatikan dan cara pembeliannya dilakukan dengan tawar-menawar.

2.4 Penelitian Terdahulu

Analisis Penilaian Mutu dan Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Produk Pertanian Segar di Bogor pernah dilakukan Tresnawati, 2007 dengan

kasus pasar modern, pasar tradisional dan pedagang keliling. Tujuan penelitian ini

(1) menganalisis perbedaan karakteristik dan proses keputusan pembelian

konsumen terhadap produk pertanian segar, (2) membandingkan penilaian mutu

produk pertanian segar oleh rumah tangga di pasar tradisional, pasar modern dan

pedagang keliling, (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan

lokasi lokasi pembelian konsumen di pasar tradisional, pasar modern dan

pedagang keliling. Berdasarkan analisis diskriminan yang mempengaruhi

penentuan lokasi pembelian adalah jenis kelamin dan pendapatan.

Analisis tentang komoditas ayam ras petelur pernah dilakukan oleh Surya

(2004) yang berjudul Analisis Pendapatan dan Pemasaran Telur Ayam Ras di

Kelurahan Serua, Kecamatan Sawangan, Kotamadya Depok, Jawa Barat. Metode

(52)

penerimaan dan biaya, analisis struktur pasar, analisis perilaku pasar, analisis

marjinh pemasaran dan analisis efisiensi pemasaran.

Untuk komoditas daging ayam ras pernah diteliti Syirwan (2005) yang

meneliti tentang keamanan pangan di beberapa pasar tradisional Kota Bogor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging ayam ras di pasar tradisional di Kota

Bogor menggunakan formalin dengan kandungan yang berbeda-beda. Kandungan

formalin tertinggi pada Pasar Bogor dan Pasar Anyar sedangkan pada Pasar

Gunung Batu tidak ditemukan penggunaan formalin. Ada korelasi yang sangat

nyata antara pengetahuan pedagang dengan kandungan formalin artinya semakin

tinggi pengetahuan keamanan pedagang maka semakin rendah kandungan

formalin pada ayam potong.

Basuki (2005) meneliti tentang analisis struktur pasar, perilaku pasar dan

marjin pemasaran pedagang pengecer daging ayam ras di pasar-pasar tradisional

Kota Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pasar yang terbentuk

bersifat oligopoli murni. Para pedagang pengecer di pasar-pasar tradisional telah

efisien secara operasional karena memiliki rasio L/C lbernilai 4,04.

Penelitian tentang pasar tradisional di Kota Bogor juga pernah dilakukan

oleh Nurmalasari (2007). Berdasarkan hasil analisis porter’sdiamond didapatkan

bahwa pasar tradisional merupakan wadah utama penjualan produk-produk

kebutuhan pokok dan citra pasar tradisional buruk dimata konsumen baik dari segi

bangunan maupun infrastrukturnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi prefensi

belanja di pasar tradisional adalah pendapatan, intensitas belanja, kualitas barang,

(53)

Kebijakan untuk pengembangan pasar tradisional di Kota Bogor dilakukan

oleh Hidayat (2008). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa stakeholders yang

terkait dengan pengembangan pasar tradisional yaitu Bapeda, Disperindagkop,

masyarakat pedagang, UPTD, pengelola swasta. Hasil analisis secara deskriptif

menunjukkan bahwa kegagalan kebijakan karena proses penyusunan dan

perencanaan kebijakan kurang tepat. Tidak semua stakeholders dilibatkan dalam

proses perencanaan dan penerapan kebijakan. Asapek yang paling penting dalam

pengembangan pasar tradisional secara berurutan adalah aspek ekonomi, aspek

manajemen, aspek social dan aspek teknis.

Penelitian tentang kasus flu burung sudah pernah dilakukan sebelumnya.

Penelitian yang berkaitan de

Gambar

Gambar 1  Grafik Jumlah Pasar Tradisional dan Modern Tahun 2002-2005
Tabel  4  Harga Rata-Rata Produk Ternak Segar Bulan Juni Tahun 2008                di Jawa Barat
Tabel 5 Jumlah Kasus Positif Flu Burung di Indonesia Tahun 2005-2008
Tabel 6  Perbedaan Karakteristik Antar Pasar Tradisional dengan Pasar Modern
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teori kepemimpinan, adalah: tentang perilaku pemimpin, konsep kepemimpinan, (latar belakang dan sebab munculnya kepemimpinan, syarat pemimpin, sifat-sifat

[r]

In order to facilitate the creation of a comprehensive and historically accurate scale model of the estate in a time sensitive way for the LAAM, researchers in the

Berdasarkan survei yang telah dilakukan pada RSUD Tugurejo Semarang selama 3 tahun jumlah penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe-2 pada Tahun 2011-2012 sebanyak 1745 kasus

Rerata kadar resistin dan TNF-α pada wanita hamil yang obesitas lebih tinggi dari pada yang memiliki berat badan normal pada Preeklamsi Berat Awitan Lambat. UCAPAN

Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pada setiap pertemuan di siklus I, yaitu pertemuan 1, dan 2. Observasi untuk mengamati guru dan siswa. Hasil observasi

Banyak akun yang membahas tentang Persebaya dan Bonek, namun berdasarkan jumlah followers dan like, akun Bonek Persebaya memiliki followers terbanyak daripada

Selain itu, juga menggunakan PC (Personal Computer) untuk menampilkan data digital serta mikrokontroler ATMega 16 yang memiliki kelebihan pada port ADC 8 channel 10-bit