STRATEGI PEDAGANG WARALABA
DALAM MEREKRUT PELANGGAN
(Studi Deskriptif : Pedagang Tela-Tela Fried Cassava di Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Petisah Tangah, Kecamatan Medan
Petisah)
Oleh :
030901048
ARLISA RAKHMADANI
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS IMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Arlisa Rakhmadani
NIM : 030901048
Departemen : Sosiologi
Judul :
STRATEGI PEDAGANG
WARALABA DALAM MEREKRUT
PELANGGAN (Studi Deskripsi :
pedagang Tela-Tela Fried Cassava di
jalan Gatot Subroto, kelurahan Petisah
Tengah, kecamatan Medan Petisah)
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Drs. Sismudjito, M.Si
NIP . 132 270 051 NIP 131 996 175
DR. Badaruddin M.A
Dekan
NIP 131 757 010
ABSTRAK
Penulisan skripsi yang berjudul “Strategi Pedagang Waralaba Dalam Merekrut Pelanggan (Studi Deskripsi : Pedagang Tela-Tela Fried Cassava di Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, berawal dari maraknya pedagang waralaba yang mempunyai produk sejenis yaitu tela-tela. Persaingan global yang telah mengubah peta persaingan melahirkan sistem pemasaran baru yaitu waralaba. Dengan bertambahnya pesaing-pesaing baru dalam dunia usaha membuat para pengusaha atau pedagang harus berpikir seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan serta mempertahankan keberadaan para pelanggan dan pembeli (konsumen) yang memegang peranan penting dalam keberlangsungan sirkulasi pasar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dalam penelitian ini adalah
Master Franchisee, Sub Master Franchisee, karyawan serta pembeli dan pelanggan. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan-catatan dari setiap kali turun lapangan.
Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa tingginya kompetisi pasar di wilayah tersebut baik produk lokal maupun luar negeri membuat pedagang Tela-Tela harus mampu melakukan kreativitas maupun inovasi produk. Harga murah, kemasan pembungkus, ramah tamah karyawan, dan produk Tela-Tela Fried Cassava yang diolah dengan bahan tradisional dan keunggulan rasa yang modren yaitu rasa keju, barbeque, ayam, pizza, kebab, balado, lado mudo, rujak, pepperoni, pedas asin, pedas manis, super pedas, jagung manis, jagung pedas, jagung bakar dan campur, membuat pedagang Tela-Tela Fried Cassava dapat bertahan dan merekrut pelanggan. Warna yang mencolok di gerai merupakan daya tarik terbesar untuk menarik perhatian pelanggan. Untuk menghadapi persaingan produk sejenis, maka Tela-Tela Fried Cassva mempertahankan kualitas, meningkatkan aneka produk serta memiliki hak paten merek Tela-Tela Fried Cassava. Bertahannya pelanggan membeli produk Tela-Tela Fried Cassava adalah strategi-strategi yang berhasil dilakukan dalam merekrut pelanggan
Untuk menjalankan peran dan tanggung jawab Master Franchisee juga dibantu oleh Franchisor maupun Master Franchisee
KATA PENGANTAR
Syukur Alhambulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT,
atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Strategi
Pedagang Waralaba dalam Merekrut Pelanggan (Studi Deskriptif :
pedagang Tela-Tela Fried Cassava di Jalan Gatot Subroto, Kelurahan
Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah), disusun sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP-USU). Secara
ringkas skripsi ini menggambarkan strategi-strategi pedagang waralaba
dalam mempertahankan pelanggan pada persaingan dengan pasar-pasar
modern.
Penulis menyadarai sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari
berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak
yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, semangat,
doa, bantuan maupun materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya dan tiada henti-hentinya penulis ucapkan kepada Ibu tercinta, S
br Sembiring yang dengan cinta kasihnya memotivasi dan mengingatkan
Izinkan penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan
ucapan terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah
membantu penyelesaian skripsi :
1. Bapak Prof DR. M. Arief Nasution, M.A, selaku Dekan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak DR. Badaruddin, M.A, selaku ketua departemen Sosiologi
dan ibu Dra. Rosmiani, M.Si selaku sekretaris departemen
Sosiologi Universitas Sumatera Utara dan dosen wali.
3. Rasa hormat dan terima kasih yang tidak akan dapat penulis
ucapkan dengan kata-kata kepada bapak Drs. Sismudjito, M.Si,
selaku dosen pembimbing yang telah banyak mencurahkan
waktu, tenaga, ide-ide dan pemikiran dalam membimbing
penulis dari awal hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.
4. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, kak Fenni dan kak
Betti yang telah cukup banyak membantu penulis sejak masa
perkuliahan hingga meja hijau.
5. Saudara-saudara yang saya sayangi, adekku Lia, Agung dan
Ikbal yang telah memberikan semangat kepada penulis.
6. Para informan yang telah banyak membantu memberikan
informasi yang dibutuhhan dalam penulisan skripsi ini. Terima
7. Kawan-kawan satu angkatan di Sosiologi Sos 03, terutama
kepada Madan, Lena, Grace, Achong, Sri ‘cumi’, Ndah, Kiki,
Cecep, Feri, Vorta, Ferdinan, Bastian, Sidiq dan David markus
yang memberikan keceriaan dan teman-teman yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
8. Keluarga Besar IMASI (Ikatan Mahasiswa Sosiologi) FISIP
USU, adik-adik junior, abang/kakak senior terutama mas Ded
(Sos 01) yang telah meluangkan waktu untuk diskusi.
9. Anak-anak KU (KOMPAS-USU) yang seangkatan ‘SYLVA
DUPA’ terutama marihot dengan kesabaran, perhatian, kasih dan
semangatnya untuk segera menyelesaikan skripsi, Tari yang
mengutangkan pulsa serta menemani petualangan alam bebas
“alam memang ganas tapi indah”, Yoyo, April, Vani, Ibid, Rio,
Arif dan tujuh belas orang lainnya yang tidak kusebutkan satu
persatu
10. Senior-senior KOMPAS-USU yang telah menempa
kepribadianku menjadi lebih percaya diri dan mengasah
kemampuanku serta junior-junior yang menjadi cerminan diriku
untuk bersikap sebagai bagian dari masyarakat
11. Pengurus KOMPAS-USU periode 2008/2009 yang telah
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi terdapat
berbagai kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis
mengharapkan masukan dan saran-saran yang sifatnya membangun
demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah yang dapat penulis
sampaikan, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca,
dan akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima
kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu skripsi ini.
Medan, September 2008
(Penulis)
DAFTAR ISI
halaman
Abstrak ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... ix
Daftar Gambar ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
1.4.1. Manfaat Teoritis ... 6
1.4.2. Manfaat Praktis ... 6
1.5. Definisi Konsep ... 6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 9
BAB III. METODE PENELITIAN ... 14
3.1. Jenis Penelitian ... 14
3.2. Lokasi Penelitian ... 14
3.3. Unit Analisa dan Informan ... 15
3.3.1. Unit Analisa ... 15
3.3.2. Informan ... 15
b. Informan Biasa ... 16
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 17
3.5. Interpretasi Data ... 18
3.6. Jadwal Kegiatan ... 19
BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA ... 21
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 21
4.1.1. Sejarah Kelurahan Petisah ... 21
4.1.2. Topografi, Keadaan Alam dan Batas Wilayah ... 21
4.1.3. Administrasi Desa ... 22
4.1.4. Tata Penggunaan Lahan ... 25
4.1.5. Komposisi Penduduk ... 26
1. Berdasarkan Jenis Kelamin ... 26
2. Berdasarkan Kelompok Usia ... 27
3. Berdasarkan Agama ... 28
4. Berdasarkan Suku ... 29
5. Berdasarkan Bidang Pekerjaan ... 30
6. Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 31
4.1.6. Sarana dan Prasarana Kelurahan Petisah Tengah ... 32
4.2. Profil Informan ... 35
4.2.1. Informan Kunci ... 35
4.2.2. Informan Biasa ... 42
4.3. Strategi Tela-Tela Fried Cassava Merekrut Pelanggan ... 48
4.3.2 Pelanggan Bertahan Membeli Tela-Tela Fried
Cassava ... 65
BAB IV. PENUTUP ... 68
5.1 Kesimpulan... 68
5.2 Saran ... 70
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. Jadwal Kegiatan ... 19
Tabel 2. Tata Penggunaan Lahan... 25
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 26
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia ... 27
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 28
Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku ... 29
Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Bidang Pekerjaan ... 30
Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 31
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar I. Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Petisah Tengah ... 23
Nama : Jenis Kelamin : Agama : Umur : Pekerjaan : Alamat : Penghasilan : Pertanyaan
1. Sejak kapan bekerja di Tela-tela?
2. Bagaimana anda dapat bekerja disini?
3. Apakah anda menjalani training sebelum bekerja disini?
4. Berapa jam anda bekerja dalam satu hari?
5. Apa tugas anda?
6. Darimana anda mendapatkan bahan tela-tela (ubi, bumbu, minyak) bahan dagangan anda?
7. Berapa besar jumlah bahan tela-tela (ubi, bumbu, minyak) yang habis daam satu hari?
8. Menurut anda berapa jumlah pembeli dalam satu hari?
9. Menurut anda, apa yang menjadi alasan pelanggan membeli tela?
10.Pilihan rasa apa yang paling diminati oleh pelanggan tela-tela?
ABSTRAK
Penulisan skripsi yang berjudul “Strategi Pedagang Waralaba Dalam Merekrut Pelanggan (Studi Deskripsi : Pedagang Tela-Tela Fried Cassava di Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, berawal dari maraknya pedagang waralaba yang mempunyai produk sejenis yaitu tela-tela. Persaingan global yang telah mengubah peta persaingan melahirkan sistem pemasaran baru yaitu waralaba. Dengan bertambahnya pesaing-pesaing baru dalam dunia usaha membuat para pengusaha atau pedagang harus berpikir seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan serta mempertahankan keberadaan para pelanggan dan pembeli (konsumen) yang memegang peranan penting dalam keberlangsungan sirkulasi pasar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dalam penelitian ini adalah
Master Franchisee, Sub Master Franchisee, karyawan serta pembeli dan pelanggan. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan-catatan dari setiap kali turun lapangan.
Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa tingginya kompetisi pasar di wilayah tersebut baik produk lokal maupun luar negeri membuat pedagang Tela-Tela harus mampu melakukan kreativitas maupun inovasi produk. Harga murah, kemasan pembungkus, ramah tamah karyawan, dan produk Tela-Tela Fried Cassava yang diolah dengan bahan tradisional dan keunggulan rasa yang modren yaitu rasa keju, barbeque, ayam, pizza, kebab, balado, lado mudo, rujak, pepperoni, pedas asin, pedas manis, super pedas, jagung manis, jagung pedas, jagung bakar dan campur, membuat pedagang Tela-Tela Fried Cassava dapat bertahan dan merekrut pelanggan. Warna yang mencolok di gerai merupakan daya tarik terbesar untuk menarik perhatian pelanggan. Untuk menghadapi persaingan produk sejenis, maka Tela-Tela Fried Cassva mempertahankan kualitas, meningkatkan aneka produk serta memiliki hak paten merek Tela-Tela Fried Cassava. Bertahannya pelanggan membeli produk Tela-Tela Fried Cassava adalah strategi-strategi yang berhasil dilakukan dalam merekrut pelanggan
Untuk menjalankan peran dan tanggung jawab Master Franchisee juga dibantu oleh Franchisor maupun Master Franchisee
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Globalisasi telah mengubah peta perdagangan dunia. Pasar yang semakin terbuka membuat persaingan semakin ketat dan melahirkan hiper kompetisi (hyper
competition). Dengan bertambahnya pesaing-pesaing baru dalam dunia usaha membuat para pengusaha atau pedagang harus berpikir seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan. Belum lagi keberadaan para pelanggan dan pembeli (konsumen)
yang memegang peranan penting dalam keberlangsungan sirkulasi pasar. Pelanggan global yang telah bebas memilih mengenai produk-produk yang akan dibeli serta
dimana dia membeli menjadi manja dengan situasi global saat ini (
Pelanggan merupakan fokus dari aktivitas bisnis pasar apapun. Dengan
demikian, pelanggan adalah orang nomor satu di sirkulasi pasar. Ingatlah salah satu slogan ”costumer is our boss”. Segala sesuatunya harus dipandang dari sudut
pelanggan. Keingintahuan tentang pelanggan hendaknya terfokus pada apa yang sebenarnya mereka inginkan serta mengantisipasi apa yang mereka inginkan besok.
Penjualan bersifat dinamis, baik teknologi, pasar maupun ekonomi akan
berubah. Ekspektasi pelanggan berubah karena terimbas oleh perubahan, perkembangan informasi, provokasi pesaing dan sebagainya. Pelanggan lebih
mampu menyelaraskan antara kemampuan dan keterbatasannya untuk memanfaatkan
peluang sekaligus menahan ancaman yang diakibatkan perubahan tersebut.
Perubahan peta persaingan itu memaksa setiap pengusaha atau pedagang untuk mengubah strategi dasar mereka sehingga melahirkan sistem atau jenis pemasaran
baru, salah satunya adalah sistem waralaba (franchise).
Kata waralaba atau Franchise, berasal dari bahasa Prancis kuno (Franchise)
yang berarti bebas dari kungkungan/belenggu (free from servitude). Hakekat dari pengertian waralaba adalah mandiri atau bebas. Kata ’mandiri’atau ’bebas’ di sini lebih mengarah pada arti kepemilikan. Penerima waralaba (Franchisee) bukan
anak/cabang perusahaan atau unit (company-owned) pemberi waralaba (Franchisor). Hubungan antar kedua pihak ini bersifat horisontal. Dalam hubungan bisnis dan
aspek hukum keduanya setara, dalam arti sama-sama memiliki hak dan kewajiban yang harus ditaati dan dilaksanakan sesuai kesepakatan. Salah satu azas waralaba adalah kemitraan atau jaringan sosial, di dalam perjanjian waralaba, pemberi
waralaba (Franchisor) memberikan lisensi kepada penerima waralaba untuk dapat menggunakan merek dagang/jasa yang dimiliki oleh pemberi waralaba. Sistem bisnis
tersebut berupa pedoman yang mencakup standarisasi produk, metode untuk mempersiapkan atau mengolah produk atau makanan, atau metode jasa, standar rupa dari fasilitas bisnis, standar periklanan, sistem reservasi, sistem akuntansi, kontrol
persediaan, kebijakan dagang dan lain-lain.
Dalam setiap format bisnis waralaba, sang pemberi waralaba (Franchisor) baik
partisipasi dalam sistem waralaba yang dijalankan. Biaya biasanya terdiri atas biaya
awal, biaya royalti, biaya jasa, biaya lisensi atau biaya pemasaran. Untuk melebarkan wilayah usaha maka si pemberi waralaba (Franchisor) mencari sebanyak-banyaknya si penerima waralaba (Franchisee, Master Franchisee) sedangkan si penerima
waralaba akan mencari sebanyak-banyaknya Sub Master franchisee.
Pewaralabaan bisnis bertujuan meningkatkan efisien dan produktivitas. Ada
tiga alasan mengapa seorang pedagang mewaralabakan bisnisnya, yaitu : 1. Kekurangan modal untuk ekspansi usaha pasar
2. Kekurangan personil
3. Melakukan perluasan pasar secara cepat
Dari literatur, Isaac Singer (pencipta dan pemilik mesin jahit merek Singer),
dianggap sebagai pelopor waralaba. Pada tahun 1851, ia memasarkan produknya melalui penyalur-penyalur independen dengan memungut royalti. Walaupun demikian ada pula yang berpendapat jauh sebelum Isaac Singer, seorang pengusaha
di Cina telah mempraktekkannya. Mungkin, pelopor waralaba bukan Amerika Serikat melainkan Cina. Di AS, bisnis waralaba menyerap lebih dari 10 juta tenaga kerja dan
diperkirakan meningkat menjadi 15 juta pada tahun 2005. di Inggris total penjualan waralaba tahun 2000 menjadi 50, 24 miliar poundstering, dan meningkat 59,59 miliar poundsterling pada tahun 2001. Di AS dan Inggris, waralaba dijadikan program untuk
menanggulangi pengangguran dan mendorong kemajuan pengusaha kecil, yang merupakan perusahaan-perusahaan yang dimiliki dan dikendalikan suatu keluarga.
pertumbuhan bisnis waralaba. Di Indonesia, sistem ini mulai dikenal pada tahun
1950-an, pelopornya ialah Pertamina yang menjual minyak bumi atau melalui pompa-pompa bensin (SPBU). Kemudian perusahaan jamu antara lain Nyonya Meneer. Namun, mereka tidak pernah menyatakan bahwa sistem pemasaran dilakukan secara
waralaba (Karamoy, 1996:5).
Di tahun 1996, terdapat 154 franchisor pendatang baru diantaranya 20
franchisor lokal. Salah satunya adalah Tela-Tela Fried Cassava yang sampai saat ini laris di pasaran dengan produk singkong gaul. Tela-Tela Fried Cassava merupakan merek (brand) lokal dari Jogjakarta yang menyajikan makanan ringan siap saji (fast
food) yang mengandalkan bahan dasarnya ubi kayu dan keajaiban bumbu sehingga melahirkan rasa keju, barbeque, ayam, pizza, kebab, balado, lado mudo, rujak,
pepperoni, pedas asin, pedas manis, super pedas, jagung manis, jagung pedas, jagung bakar dan campur. Ubi kayu (Manihot Esculenta Grant) atau Singkong dalam bahasa Jawa atau Ketela menurut Rukmana dalam Simanjuntak, merupakan salah satu bahan
pangan yang utama. Dengan hadirnya singkong gaul mengubah citra ubi yang menjadi makanan kelas dua menjadi naik kelas
tanggal 19 Desember 2007).
Banyaknya permintaan membuat pedagang Tela-Tela Fried Cassava mewaralabakan usahanya dan hingga saat ini telah menjangkau 700 gerobak merah
kuning yang tersebar dari Aceh hingga Sorong dan Medan merupakan salah satu wilayah tersebut (Ardiansyah, 2008:16)
memunculkan strategi yang baru agar pembeli ataupun pelanggan tetap tertarik atau
bertambah. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui strategi-strategi yang dilakukan pedagang waralaba Tela-Tela Fried Cassava khususnya pada pedagang waralaba Tela-Tela Fried Cassava di jalan Gatot Subroto, kelurahan Petisah Tengah,
Kecamatan Medan Petisah-Medan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba untuk menarik suatu permasalahan agar lebih mengarah pada penelitian dimaksud yaitu :
1. Apakah strategi-strategi yang dilakukan oleh pedagang waralaba Tela-Tela Fried Cassava yang berada di jalan Gatot Subroto, kelurahan Petisah Tengah,
kecamatan Medan Petisah- Medan dalam merekrut pelanggan?
2. Bagaimana Strategi Tela-Tela Fried Cassava terhadap maraknya produk sejenis? 3. Apakah penyebab para pelanggan bertahan membeli Tela-tela Fried
Cassava tersebut?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui strategi-strategi yang dilakukan oleh pedagang waralaba
khususnya pada pedagang waralaba Tela-tela Fried Cassava di jalan Gatot Subroto, kelurahan Petisah Tengah, kecamatan Medan Petisah-Medan dalam
2. Untuk mengetahui hal-hal yang dilakukan dalam menghadapi maraknya produk
sejenis
3. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menarik dari pedagang waralaba Tela-tela Fried Cassava sehingga para pelanggan membeli Tela-tela ?
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis
1. Untuk melatih kemampuan akademis sekaligus penerapan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh penulis.
2. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya yang mempunyai ketertarikan dengan masalah penelitian ini
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Data-data dalam penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi perumus
Kebijakan dan instansi terkait.
2. Hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi pedagang (penerima
waralaba) Tela-Tela Fried Cassava
1.5. Definisi Konsep
Dalam penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dalam memfokuskan penelitian. Agar tidak menimbulkan
1. Waralaba (Franchise) menurut peraturan menteri perdagangan (no.12/2006)
adalah perikatan antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dimana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas
usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultan operasional yang berkesinambungan oleh pemberi waralaba
kepada penerima waralaba.
2. Pemberi waralaba (franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan
hak atas kekayaan intelektual atau penerimaan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
3. Penerima Waralaba (Master Franchisee, Franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi
waralaba.
4. Pedagang adalah orang atau institusi yang memperjualbelikan produk atau barang
kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Pelanggan yaitu mereka datang ke lokasi pasar dengan maksud untuk membeli suatu barang atau jasa, tetapi tidak mempunyai ke (di) mana akan membeli.
6. Pembeli adalah mereka yang datang ke lokasi pasar dengan maksud untuk membeli suatu barang atau jasa, tetapi tidak mempunyai ke (di) mana akan
7. Stategi adalah rencana atau langkah tindakan mengarah pada alokasi sumber daya
langka organisasi atau badan usaha menurut waktu untuk mencapai tujuan
8. Merekrut adalah mencari atau mengajak orang-orang untuk ikut atau menikmati dan berpartisipasi dalam sebuah kegiatan.
9. Sub Master Franchisee adalah seseorang yang mempunyai gerai/gerobak yang dinaungi oleh Master Franchisee
10. Karyawan adalah pekerja
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
Umumnya bertumbuhnya ekonomi selalu dijelaskan lebih karena faktor
eksternal seperti struktur dan sistem ekonomi. Namun, pengaruh internal juga sangat menentukan. Strategi utama yang harus dilakukan oleh pedagang waralaba Tela-Tela
Fried Cassava agar dapat banyak merekrut pelanggan adalah mengemas produk mereka dengan inovasi dan kreasi moderen yang mengikuti kualitas selera pelanggan.
Veblen memandang selera sebagai senjata dalam kompetisi. Kompetisi tersebut
berlangsung antarpribadi, antara seseorang dengan orang lain. Jika masyarakat tradisional, kepercayaan seseorang sangat dihargai sedangkan dalam masyarakat
modren, penghargaan diletakkan atas dasar selera dengan mengkonsumsi sesuatu yang merupakan refleksi. Konsumsi dapat dilihat sebagai pembentuk identitas. Barang-barang simbolis dapat juga dipandang sebagai sumber dengan mana
mengkonstruksi identitas dan hubungan-hubungan dengan orang lain yang menempati simbolis yang sama (Damsar, 2002:12).
Menurut Weber, gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu adalah konsumsi. Konsumsi dipandang dalam sosiologi bukan sekedar pemenuhan kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia tetapi terkait kepada aspek-aspek
sosial budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas, atau gaya hidup yang dapat berubah, dan tergantung pada persepsi tentang selera dari orang lain
2.1 Teori Aksi
Strategi pedagang waralaba dalam merekrut pelanggan diwujudkan dalam bentuk tindakan sosial yang penuh arti dilakukan oleh pedagang itu sendiri. Menurut Weber tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai
makna atau arti subjek bagi dirinya (Damsar, 2002:124)
Tindakan pedagang waralaba menyangkut prilaku perdagangan yang
merupakan pertukaran prilaku dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Dalam hal ini termasuk melakukan adaptasi trend dan model yang beredar dipasaran. Dan merekapun memperhitungkan strategi dan merek dengan tujuan agar
memperoleh keuntungan sebagai pendapatan hidup sehingga strategi yang dilakukan dapat mempertahankan usahanya.
Pedagang waralaba Tela-Tela Fried Cassava dalam strategi mempertahankan usahanya berusaha melebarkan jaringannya dan merekrut pelanggan melalui teori aksi tentang tindakan sosial sebagai konsep dasar dari Talcott Parsons mengatakan
bahwa manusia merupakan aktor yang kreatif dari realitas sosialnya dan memiliki kebebasan untuk bertindak. Menurut teori aksi manusia merupakan aktor yang aktif
dan kreatif dari realitas sosial. Asumsi teori aksi yakni :
1. Tindakan manusia mulai dari kesadaran sendiri sehingga subjek dan situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek.
2. Sebagai subjek manusia bertindak untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, metode, serta perangkat yang
4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi tidak dapat diubah
dengan sendirinya.
5. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan dilakukannya.
Talcott Parsons menggunakan istilah ”action” mengatakan secara tidak langsung aktifitas, kreatifitas, dan proses penghayatan diri individu dengan menyusun
skema unit-unit dasar tindakan sosial dan karekteristik sebagai berikut : 1. Adanya individu sebagai aktor.
2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan tertentu
3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuan.
4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi/situasi serta dapat membatasi tindakan
untuk mencapai tujuan.
5. Aktor berada di bawah kendali nilai-nilai, norma-norma dan ide abstrak yang mempengaruhi dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif
untuk mencapai tujuan (Ritzer, 2004:57).
Talcott Parsons juga mengatakan bahwa masyarakat adalah suatu organisme
yang hidup, agar dapat bertahan hidup dan mencapai suatu tujuan maka perlu empat prasyarat fungsional yaitu :
1. A-Adaptation (Adaptasi)
-Bahwa semua sistem sosial berawal dari hubungan dua (2) orang sampai dengan sistem sosial yang lebih besar dan rumit, harus mampu menyesuaikan
-Harus terdapat suatu penyesuaian dari sistem itu terhadap tuntutan kenyataan
yang keras dan mungkin dapat diubah dari lingkungan.
-Juga dapat dilakukan proses transformasi aktif dari situasi itu, yakni menggunakan keadaan lingkungan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
2. G-Goal Attainment (Pencapaian Tujuan)
Tindakan diarahkan bukan untuk mencapai tujuan pribadi individu, melainkan
tujuan bersama para anggota sistem sosial. 3. I-Integration
Agar suatu sistem sosial dapat berfungsi secara efektif maka diperlukan adanya
tindakan solidaritas di antara individu-individu terlibat. Masalah integrasi merujuk pada kebutuhan untuk menjamin ikatan emosional yang mampu menghasilkan
solidaritas dan kerelaan untuk bekerja sama dapat dikembangkan dan dipertahankan.
4. L-Latent Patent Maintenance (Pemeliharaan Pola-pola yang Laten)
Suatu sistem sosial diharapkan mampu mengatasi kemungkinan bahwa suatu saat para anggotanya akan merasa letih dan jenuh sehingga mengarah pada terhentinya
interaksi. Ini dapat dikatakan wajar, tetapi harus diperhatikan agar komitmen terhadap kelompok tetap utuh sehingga interaksi sistem dapat dilanjutkan bila dirasa perlu (Doyle, 1986:131).
2.2 Jaringan Sosial
kerjasama yang dapat diterapkan oleh pedagang waralaba Tela-Tela Fried Cassava
yaitu :
1. Jaringan sosial yang dibentuk adalah pola kerja sama pemberi waralaba dengan penerima waralaba yang berdasarkan pada sistem perjanjian usaha waralaba serta
sesama penerima waralaba
2. Jaringan sosial sesama pedagang waralaba dikembangkan melalui jaringan sosial
yang bersifat timbal balik dan sejajar. Jaringan sosial dapat dipandang sebagai pengaturan logika atau cara menggerakkan hubungan atau pelaku ekonomi dalam hal ini pedagang waralaba Tela-Tela Fried Cassava. Jaringan sosial merupakan
perekat yang menyatukan individu-individu secara bersama-sama ke dalam suatu sistem terpadu. Keterlekatan hubungan timbal-balik dan koneksi semuanya
merupakan hubungan jaringan baik setiap tindakan tertentu melekat dalam struktur yang lebih luas (Damsar, 2002:45).
Aktor dalam jaringan sosial berhubungan satu dengan lainnya. Melalui jaringan
sosial, individu-individu ikut serta dalam tindakan yang respositas (hubungan timbal-balik) dan melalui hubungan ini pula diperoleh keuntungan yang saling memberikan
BAB III.
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan tentang apa yang diteliti dan berusaha mendapatkan data sebanyak mungkin sehingga
memberikan gambaran yang jelas dan tepat tentang apa yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian.
Dalam penelitian deskriptif juga mengandung pekerjaan mencatat, menganalisis
dan mengintrepretasikan kondisi-kondisi sekarang yang terjadi. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai
keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada (Mardalis, 1990:26).
Pendekatan deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan tentang
apa yang diteliti dan berusaha mendapatkan data sebanyak mungkin sehingga dapat memberikan suatu gambaran yang jelas dan tepat tentang apa yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian.
3.2. Lokasi Penelitian
Pedagang waralaba Tela-Tela Fried Cassava ini berada di jalan Gatot Subroto, kelurahan Petisah Tengah, kecamatan Medan Petisah-Medan. Alasan pemilihan
1. Pedagang waralaba Tela-Tela Fried Cassava menganut sistem pemasaran yang
baru-baru ini berkembang pesat di Indonesia yang memiliki pesaing yang sangat banyak di lokasi ini.
2. Lokasinya berada di sekitar pasar-pasar modren yaitu Medan Plaza, Medan Fair
Plaza dan Pasar Petisah yang mempunyai produk-produk lebih inovatif, menawarkan banyak pilihan dan merupakan gambaran status sosial masyarakat
yang merupakan cerminan gaya hidup.
3.3. Unit Analisa dan Informan 3.3.1. Unit Analisa
Yang menjadi unit analisa data dalam penelitian ini adalah pedagang
Tela-Tela (Master Franchisee II) Fried Cassava Medan, Sub Master Franchisee, karyawan Tela Fried Cassava, pelanggan dan pembeli yang membeli Tela-Tela di jalan Gatot Subroto, kelurahan Petisah Tengah, kecamatan Medan
Petisah-Medan.
3.3.2. Informan
a) Informan Kunci (key informan)
Informan kunci merupakan sumber informasi yang aktual dalam menjalankan tentang dunia usaha Tela-Tela dalam strateginya merekrut
1) Master Franchisee II Tela-Tela Fried Cassava Medan
Informasi yang ingin diperoleh dari informan ini adalah berupa informasi tentang strategi-strategi menguasai pasar serta merekrut dan mempertahankan pelanggan Tela-Tela Fried Cassava
2) Sub Master Franchisee II Tela-Tela Medan
Informasi yang ingin diperoleh dari informan ini adalah berupa informasi
mengenai strategi-strategi khusus yang dilakukannya sehingga dapat merekrut dan mempertahankan pelanggan.
b) Informan Biasa
Informan biasa merupakan sumber informasi sebagai data-data pendukung. Informan biasa dalam penelitian ini adalah :
1) Karyawan Tela-Tela Fried Cassava
Informasi yang ingin diperoleh dari informan ini adalah mengenai pelayanan yang diberikan kepada pembeli ataupun pelanggan serta
kuantitas pembeli atau pelanggan. 2) Pelanggan Tela-Tela Fried Cassava
Adapun informasi yang ingin diperoleh dari informan ini adalah pendapat dan alasan mereka untuk tetap bertahan mengkonsumsi Tela-Tela Fried Cassava
3) Pembeli Tela-Tela Fried Cassava
Informasi yang ingin diperoleh dari informan ini adalah penyebab yang
4) Staf Pemerintahan Kelurahan Petisah Tengah
Informasi yang ingin diperoleh dari informan ini adalah berupa informasi lokasi penelitian.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode tertentu untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Metode yang dipilih berdasarkan pada berbagai faktor terutama jenis data dan informan. Metode pengumpulan data tergantung karakteristik data,
maka metode yang digunakan tidak selalu sama dengan informan (Gulo, 2002:110-115).
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada 2 (dua) jenis, yakni data
primer dan data skunder.
1. Data Primer, diperoleh melalui :
a) Observasi partisipan, adalah suatu bentuk observasi khusus dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat pasif, melainkan juga mengambil berbagai peranan dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang
akan diteliti (K.Yin, 2002:113-114). Disini peneliti akan melakukan observasi langsung ke lapangan, ikut serta dalam meracik dan mengemas Tela-Tela Fried
b) Wawancara Mendalam, yakni melakukan suatu percakapan atau tanya jawab
secara mendalam dengan informan. Disini peneliti akan berusaha menggali informasi yang sebanyak-banyaknya dari informan dengan dipandu oleh pedoman wawancara (Depth Interview). Hal-hal yang ingin diwawancarai
adalah berupa informasi penyebab tertariknya pembeli atau pelanggan, lamanya waktu serta bertahannya pelanggan atau pembeli serta strategi-strategi dari
pedagang (Master Franchisee). 2. Data Sekunder, diperoleh melalui :
a) Studi Kepustakaan
Yakni dengan menggunakan buku-buku atau referensi lainnya yang dapat mendukung penelitian ini.
3.5. Interpretasi Data
Bogdan dan Biklei menjelaskan bahwa analisis data adalah upaya yang
dilakukan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang diceritakan pada orang lain (Moleong, 2005:248).
Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan, dikelompokkan
ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Disini peneliti akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan sebagainya yang
sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian agar diperoleh hasil atau
kesimpulan yang baik.
3.6. Jadwal Kegiatan
Pengajuan judul ini merupakan tahap awal dari serangkaian kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan. Setelah seminar proposal dilakukan, lalu revisi proposal,
pengurusan izin penelitian, dan tahapan selanjutnya adalah persiapan penelitian langsung ke lapangan. Untuk lebih rinci jadwal penelitian dapat dilihat pada Tabel 1:
Tabel 1. Jadwal Kegiatan
No Kegiatan Bulan
I II III IV V VI VII VIII IX X XI
1 Pengajuan Judul Penelitian ●
2 Penyusunan Proposal Penelitian ●
3 Seminar Proposal ●
4 Revisi Proposal ● ● ● ● ●
5 Pengurusan Izin Penelitian ●
6 Penyusunan Interview Guide ●
7 Turun ke Lapangan ●
8 Interpretasi Data ●
9 Penyusunan Laporan Penelitian ●
3.7. Keterbatasan Penelitian
Sebagai peneliti yang belum berpengalaman penulis merasakan banyak kendala yang dihadapi, salah satu diantaranya penulis masih belum menguasai secara penuh teknik dan metode penelitian, sehingga dapat menjadi keterbatasan dalam
mengumpulkan dan menyajikan data. Kendala tersebut dapat diatas melalui proses bimbingan dari dosen pembimbing skripsi, selain bimbingan dengan dosen
pembimbing, penulis juga berusaha untuk mencari informasi dari berbagai sumber yang dapat mendukung proses penelitian ini. Terbatasnya waktu yang dimiliki informan juga mempengaruhi pengerjaan tulisan ini, para informan yang hanya
membeli dan pedagang yang tidak menyediakan tempat hidangan membuat informan hanya sekedar saja meluangkan waktunya. Waktu yang terbatas karena banyaknya
BAB IV.
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1. Sejarah Kelurahan Petisah Tengah
Sejarah mengenai berdirinya kelurahan Petisah Tengah sampai saat ini
belum ada secara tertulis, penulis membuat tulisan ini berdasarkan hasil wawancara dengan staf kelurahan. Berdasarkan penuturannya diperoleh informasi bahwa awalnya kelurahan ini merupakan kuburan cina dan
semenjak tahun 1983-an mulailah berdiri pemukiman hingga sampai sekarang sedangkan, suku Melayu adalah suku yang mendominasi saat itu. Kehadiran
Pasar Petisah memicu tingkat mobilitas suku pendatang dan menetap di kelurahan ini sedangkan, pasar-pasar modern mulai merambah kawasan ini yaitu Medan Plaza dan Medan Fair Plaza yang menyemarakkan persaingan
dunia usaha.
4.1.2. Topografi, Keadaan Alam dan Batas Wilayah
Topografi kelurahan Petisah Tengah, kecamatan Medan Petisah-Medan memiliki topografi miring ke arah utara dan berada pada ketinggian tempat
30-32 m di atas permukaan laut. Secara geografis terletak diantara 2º29’-2º49’ Lintang Utara dan 98º35’-98º44’ Bujur Timur dan mempunyai dua sungai
wilayah ini tidak sampai membuat tercemarnya polusi udara, mungkin
dikarenakan pepohonan yang berdiri di sekitar jalan dan mempunyai sebuah taman.
Tanah diolah untuk pembangunan infrastruktur perkotaan dan keadaan
jalan yaitu jalan aspal yang lumayan bagus. Secara geografis kelurahan Petisah Tengah memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah kelurahan Kesawa 2. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kelurahan Siskambing 3. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kelurahan Skip
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kelurahan Madrasulu
4.1.3. Administrasi Desa
Kelurahan Petisah Tengah merupakan wilayah yang terletak di kecamatan Medan Petisah. kelurahan ini memiliki luas wilayah ±127 Ha.
Adapun jarak antara kelurahan Petisah Tengah dengan pusat pemerintahan kecamatan adalah ±1 Km.
Keterangan :
Lurah : H Azrul
Sekretaris Lurah : Frans Siahaan
Seksi Pemerintahan : Muhammad A Seksi Ketentraman Ketertiban : I Ginting
Seksi Pembangunan : Agustia Br Harahap Seksi Kesejahteraan Masyarakat : Syahdani
Seksi Umum : Mismi Z
Kepala Lingkungan I : Emmy T Kepala Lingkungan XIII : Dahril Nst
Kepala Lingkungan II : Indra Amri Kepala Lingkungan XIV: Eswin Sukarja Kepala Lingkungan III : Thamrin Kepala Lingkungan XVI : E Sitepu Kepala Lingkungan IV : Adrah Kepala Lingkungan XVII : Sinar Gtg
Kepala Lingkungan V/XV : A.Soemasis Kepala Lingkungan VI : Husin
Kepala Lingkungan VII : Sukiman Kepala Lingkungan VIII : H.Mansur Kepala Lingkungan IX : Siti Nurhaidah
Kepala Lingkungan X : Rustam Effendi Kepala Lingkungan XI : Kasim Pulungan
Lembaga pemerintahan desa merupakan lembaga formal paling penting
yang ada, di kelurahan Petisah Tengah telah memiliki perangkat pemerintahan desa yang lengkap, namun secara umum peran lurah bertanggung jawab dalam menjalankan fungsi lembaga, sementara perangkat lurah lainnya seperti
seksi-seksi lebih kepada administrasi kantor dan kepala lingkungan mempunyai peranan penting untuk membantu tugas lurah. Lurah dipilih
langsung oleh walikota dan lurah H.Azrul telah terpilih sejak 30 Januari 2004 sampai sekarang. Di lingkup internal kelurahan, lurah merupakan orang yang dihormati termasuk juga pemuka agama (haji)
4.1.4. Tata Penggunaan Lahan
Kelurahan Petisah Tengah yang memiliki luas wilayah ±127 Ha terbagi atas beberapa bagian lahan seperti lahan pemukiman, lahan kuburan, lahan pekarangan, lahan taman, lahan perkantoran dan lahan prasarana umum.
Adapun jumlah luas lahan-lahan tersebut dapat dilihat dari tabel berikut ini : Tabel 2.
Tata Penggunaan Lahan
No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Pemukiman 13 Ha 10
2 Kuburan 0,5 Ha 0,3
3 Pekarangan 3 Ha 2
5 Perkantoran 12 Ha 9,4
6 Prasarana Umum 100 Ha 78
Total 127 Ha 100
Sumber : Kantor Kelurahan Petisah Tengah, 2007.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan lahan untuk prasarana umum menempati posisi paling tinggi yakni 100 Ha, jumlah ini termasuk
prasarana transportasi, prasarana pemerintahan, prasarana peribadatan, prasarana olahraga, prasarana kesehatan, prasarana pendidikan, prasarana hiburan dan prasarana TPA umum.
4.1.5 Komposisi Penduduk
Secara demografi kelurahan Petisah Tengah dapat dilihat dari berbagai komposisi pendududuk. Untuk memudahkan proses penyusunan datanya, maka komposisi kelurahan Petisah Tengah di bagi dalam beberapa bagian yaitu :
1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 3.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Laki-laki 8.060 orang 53
2 Perempuan 7.050 orang 47
Total 15.110 orang 100
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah
penduduk kelurahan Petisah Tengah yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8.060 orang (53%),
sedangkan penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 7.050 orang (47%).
2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia
Komposisi penduduk kelurahan Petisah Tengah berdasarkan usia dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia
No Kelompok Usia (Tahun) Jumlah Persentase (%)
1 0-15 5.091 orang 33.6
2 >15-24 2.168 orang 14.3
3 >24-58 7.018 orang 46.4
4 >58 833 orang 5.7
Total 15.110 orang 100
Sumber : Kantor Kelurahan Petisah Tengah, 2007.
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah usia penduduk yang paling banyak yaitu >24-58 tahun yaitu 7.018 orang (46,4 %) dan
3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
Manusia adalah mahluk sosial yang mempunyai kebutuhan yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani, kebutuhan tersebut saling
berhubungan dan harus seimbang. Agama termasuk kebutuhan rohani yang sangat penting karena turut mempengaruhi tata kehidupan sosial.
Secara sosiologis agama mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah fungsi edukatif, penyelamat, dan kontrol sosial (social control).
Komposisi penduduk berdasarkan agama dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 5
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
No Agama Jumlah Persentase (%)
1 Islam 4.766 orang 31.5
2 Kristen 1.099 orang 7.2
3 Katholik 2.662 orang 17.6
4 Hindu 448 orang 2.9
5 Budha 6.135 orang 40.8
Total 15.110 orang 100
Sumber : Kelurahan Petisah Tengah, 2007.
sebagai kontrol sosial masih berfungsi walaupun memiliki heterogen
agama yang banyak karena setiap agama di kelurahan Petisah Tengah mempunyai tujuan yang sama yaitu berbuat baik.
4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku
Komposisi penduduk berdasarkan suku dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 6
Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku
No Suku Jumlah Persentase (%)
1 Batak Toba 282 orang 1,86
2 Nias 57 orang 0,3
3 Melayu 636 orang 4.2
4 Minang 840 orang 5.5
5 Mandailing 974 orang 6.4
6 Karo 406 orang 2.6
7 Jawa 995 orang 6.5
8 Aceh 195 orang 1.2
Cina, dll 10.725 orang 71.4
Total 15.110 orang 100
Sumber : Kantor Kelurahan Petisah Tengah, 2007
Dari tabel di atas dapat kita lihat suku Melayu yang pada dulunya
suku pendatang membuat bertambah heterogennya suku di wilayah ini.
Suku yang paling banyak adalah suku pendatang yaitu Cina dan lainnya dengan jumlah 10.725 orang (71,4 %) sedangkan suku yang paling sedikit yaitu suku pendatang juga yaitu Nias dengan jumlah 57
orang (0,3%). Adat di wilayah ini hanya terlihat pada pesta perkawinan dan upacara adat lainnya misalnya menyambut kelahiran.
Sedangkan bentuk rumah ataupun material rumah yang sudah permanen tidak berbau etnis. Pengaruh pasar dan perekonomian telah mengubahnya menjadi rumah-rumah model ruko.
5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Bidang Pekerjaan
Komposisi penduduk berdasarkan bidang pekerjaan dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 7
Jumlah Penduduk Berdasarkan Bidang Pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1 Buruh/Swasta 3.603 orang 67.9
2 Pegawai Negeri 105 orang 0.6
3 Pengrajin 6 orang 0.03
4 Pedagang 1.001 orang 6.62
5 Penjahit 11 orang 0.07
6 Tukang Batu 20 orang 0.1
8 Peternak 1 orang 0.00
9 Montir 25 orang 0.1
10 Dokter 12 orang 0.07
11 Supir 50 orang 0.3
12 Pengemudi Becak 10 orang 0.07
13 TNI/Polri 54 orang 0.3
14 Pengusaha 959 orang 23.8
Total 5.874 100
Sumber : Kantor Kelurahan Petisah Tengah, 2007
Dari tabel di atas dapat kita lihat di dominasi penduduk yang bekerja sebagai buruh/swasta yaitu 3.603 orang (67.9%) dan
pengusaha yang banyak yaitu 959 orang (23.8) di urutan kedua. Tingginya tingkat persaingan di dunia usaha dapat dilihat dari besarnya angka buruh/swasta dan pengusaha.
6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel di bawah ini memperlihatkan pembagian jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 8
Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
2 Tidak Pernah Sekolah 7 orang 0.0
3 Tidak tamat SD 54 orang 0.3
4 SD 3.006 orang 19.8
5 SLTP 3.417 orang 22.6
6 SLTA 3.742 orang 24.7
7 DI-D3 2.540 orang 16.8
6 S1 1.302 orang 8.6
7 S2 158 orang 1.04
6 S3 4 orang 0.4
Total 15.110 orang 100
Sumber : Kelurahan Petisah Tengah, 2007
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kesadaran masyarakat akan pendidikan sangat tinggi, banyaknya jumlah dari tingkat SLTA,
DI-D3, S1,S2 sampai S3 yang dari persentasenya hampir 50% dari seluruh persentase penduduk berdasarkan pendidikannya.
4.1.6 Sarana dan Prasarana Kelurahan Petisah Tengah
Untuk menunjang aktifitas masyarakat di kelurahan Petisah Tengah
terdapat berbagai sarana dan prasarana yang mendukung berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan adanya sarana dan prasarana tersebut
Sarana Transportasi
Sarana transportasi dari kelurahan Petisah Tengah menuju kelurahan yang lainnya atau ke kota Medan menggunakan angkutan umum dari ±20
jenis trayek yang selalu ada setiap hari selama 24 jam atau menggunakan jasa penarik becak mesin yang selalu mangkal di persimpangan jalan, dan
waktunya juga sama seperti angkutan umum, setiap hari dan selama 24 jam. Ditambah lagi taksi, bila memerlukan privatisasi penumpang namun, tarif yang sedikit tinggi dengan transportasi umum lainnya.
Walaupun kelurahan ini mempunyai dua sungai yaitu sungai Babura dan sungai Deli namun, tidak memiliki alat transportasi sungai dikarenakan
tersedianya jembatan-jembatan beton di setiap wilayah yang mengharuskan menyeberangi sungai tersebut.
Sarana Komunikasi
Saat ini, kelurahan Petisah Tengah memiliki 220 orang pelanggan telepon, 2000 unit TV dan 100 unit parabola belum lagi jumlah ponsel yang
tidak dapat dihitung. Kebutuhan akan komunikasi sangat perlu dan sarana komunikasi tersebut memudahkan aktifitas masyarakat.
Sarana Air Bersih
Pengguna PAM di kelurahan Petisah Tengah yaitu 2.562 KK namun, masih ada saja yang menggunakan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari
yang tidak mungkin untuk menjadi pelanggan PAM. Di desa ini tidak pernah
kekurangan air bersih Sarana Peribadatan
Dengan tingkat heterogen agama yang tinggi, masing-masing agama
mempunyai rumah peribadatan yaitu delapan buah mesjid dengan dua mushalla, empat gereja, lima wihara dan dua pura yang terpencar di berbagai
wilayah di kelurahan Petisah Tengah. Sarana Olah Raga
Sesuai dengan minatnya masyarakat kelurahan Petisah Tengah dengan
jenis olahraga maka dikelurahan ini terdapat sebuah lapangan sepak bola, sebuah lapangan bulu tangkis, dua buah lapangan voli dan dua buah lapangan
basket. Walaupun fasilitas olahraga lengkap namun, prestasi yang di raih tidak unggul. Hal ini dimaklumi, karena sarana olahraga tersebut bukan orientasi menjadi atlet.
Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang dimiliki kelurahan Petisah Tengah adalah lima
unit rumah sakit yaitu rumah sakit Malahayati, rumah sakit Naterna, rumah sakit Sri Ratu, rumah sakit Sarah dan rumah sakit Gleni serta satu unit puskesmas, tiga poliklinik, sepuluh apotik, empat posyandu, tiga unit toko
obat dan sepuluh tempat praktek dokter. Dengan begitu banyaknya pilihan, membuat masyarakat mudah menentukan pilihannya sesuai dengan penyakit
Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang dimiliki kelurahan Petisah Tengah adalah sebuah perguruan tinggi, tiga unit SLTA, tiga unit SLTP, satu unit SD, dua TK, satu TPA, dan sebuah perpustakaan. Memudahkan masyarakat di
kelurahan ini memasuki tahapan-tahapan dalam dunia pendidikan namun, tidak tertutup kemungkinan atau menemui hambatan yang berarti bila
masyarakat ingin bersekolah di luar kelurahan ini. Sarana Hiburan/Wisata
Sarana hiburan di kelurahan ini yaitu sebuah hotel berbintang 4, dua
buah hotel berbintang 3, sebuah hotel berbintang 2, delapan hotel melati, 20 diskotik, 20 bilyar, 20 karaoke dan 20 restauran. Fasilitas tidak hanya
dinikmati oleh masyarakat kelurahan Petisah Tengah saja, namun masyarakat dari kota Medan, luar kota Medan juga datang kemari untuk menikmatinya.
4.2. Profil Informan
4.2.1. Informan Kunci (Key Information)
Dalam penelitian ini terdapat seorang informan kunci untuk mengetahui banyak hal yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini. Informan ini mempunyai pengetahuan dan keterlibatan langsung dalam
menjalankan usaha waralaba Tela-Tela Fried Cassava serta mengetahui strategi-strategi untuk merekrut dan mempertahankan pelanggan sehingga
A.Penerima Waralaba (Franchisee, Master Franchisee)
1. Sulistyaningtyas
Sulistyaningtyas (41 tahun) yang beralamat di jalan Karya Gg Sosro Medan adalah Master Franchisee II Tela-Tela Fried Cassava di Medan,
sedangkan Master Franchisee I Tela-Tela Fried Cassava di Medan adalah bapak Ponijan. Ibu Sulistyaningtyas atau akrab dipanggil ibu Sulis
mempunyai suami yang bekerja sebagai distributor tunggal buku-buku terbitan Jogjakarta, Bandung dan Jakarta, dan dua orang anak yang masih mengeyam pendidikan dasar. Ibu Sulis berasal dari Blitar dan sudah
menetap delapan tahun di Medan. Selama proses wawancara berlangsung ibu Sulis menjawab pertanyaan demi pertanyaan dengan santai dan jelas,
tutur katanya sangat kental dengan Jawa. Sebelum menekuni bidang ini, ibu Sulis bekerja sebagai perias pengantin dan pada Juli 2007 mulailah beralih ke Tela-Tela Fried Cassava sekaligus menyewakan pakaian
pengantin Jawa.
Bermula dari jalan-jalan ke Jogjakarta, ibu Sulis melihat outlet
Tela-Tela Fried Cassava. Tela-Tela-Tela-Tela salah satu makanan kesukaannya dan tertarik melihat warna outletnya akhirnya membeli. Melihat proses pembuatannya yang mudah karena ibu Sulis ini tidak bisa memasak membuat ibu ini ingin
mas eko akhirnya jadilah ibu Master Franchisee yang agen kota Medan”
( Hasil wawancara, bulan September 2008)
Dengan modal 8 juta, si Franchisor memberikan alat memasak, gerobak, bumbu, pembungkus serta bahan-bahan promosi. Tahun 2007
dan pelatihan di Jogjakarta selama dua hari yaitu pelatihan pemilihan ubi, produksi, sistem keuangan, sampai menajerial maka, mulailah ibu Sulis
merintisnya. Bermodalkan bumbu, Pencarian bahannya yaitu ubi membuat ia harus menjelajahi pasar-pasar di sekitarnya untuk mencari ubi. Dengan 10 Kg ubi/hari yang direbus, digoreng dan diracik dengan
bumbu modern dalam keadaan hangat dijualnya secara door to door tanpa memakai gerobak, hal itu dikarenakan belum selesainya pembuatan
gerobak. Masa percobaan Franchisor hanya memberi sampel bumbu sebanyak 1 Ons setiap jenisnya. Awalnya tetangga terdekat yang menjadi pelanggan, lama kelamaan publikasi dari mulut ke mulut membuat
bertambahnya omzet penjualan. Sebagaimana diutarakan oleh ibu Sulistyaningtyas dalam wawancara penulis berikut ini :
“Awalnya capek kali dek yang door to door itu apalagi ibu ke sekolah-sekolah dekat sini, ibu jual juga ke ibu-ibu yang nungggu anaknya pulang sekalian promosi lho. Terus mereka suka, ih koq ubi rasanya beda lebih modern. Lalu ibu bilang, ya iyalah inikan singkong gaul tuh banyak lagi di rumah. Maen2 aja ke rumah. Akhirnya mereka datang dan jadi pelanggan”
(Hasil wawancara, bulan September 2008)
Dan sekarang ibu ini harus menyiapkan sedikitnya 200-500 Kg ubi
Sulis akan di sebar pada 18 gerai yang tersebar di jalan Karya, Kartika,
Sari Mutiara, SMA 4, Gaperta Ujung, Glambir 5, Pasar IV, Sumber, Pringgan, Hangtuah, Brayan, Gatot Subroto, dan Setia Budi. Kriteria dalam pemilihan lokasi hanya melihat tempat yang strategis yaitu
kampus/sekolahan, pusat perbelanjaan, perkantoran, tempat hiburan dan rekreasi. Hasil keuntungan bersih yang diterima oleh ibu ini kira-kira 5-10
juta/bulan.
Sebenarnya dalam waralaba Tela-Tela Fried Cassava ini di setiap wilayah hanya boleh satu orang Master Franchisee saja. Namun, karena
Franchisor membayangkan kota Medan yang sangat luas akhirnya, ibu Sulistyaningtyas diterima menjadi Master Franchisee II setelah bapak
Ponizan sebagai Master Franchisee I. Hal ini diutarakan ibu Sulistyaningtyas dalam wawancara sebagai berikut :
“Seharusnya di setiap kota hanya ada satu master franchisee, nah dikirain si mas eko (Franchisor) kota Medan itu luas kali makanya ibu diterima jadi Master Franchisee setelah pak Ponijan yang telah lebih dahulu jadi Master Franchisee”.
(Hasil wawancara, bulan September 2008)
Walaupun begitu, di antara mereka tidak terjadi friksi sama sekali karena ada peraturan dalam waralaba Tela-Tela Fried Cassava bahwa setiap outlet berjarak ±2 Km. Dalam perjanjian antara Franchisor dan
Master Franchisee selain itu disebutkan juga bahwa kontrak kerja dua tahun yang akhir-akhir ini diganti menjadi lima tahun, pembagian
Master Franchisee ke Franchisor 3% dan bila dalam masa kontrak
terputus karena kejadian yang tidak terduga maka akan dilimpahkan ke atasnya misalnya bila Master Franchisee yang putus maka dilimpahkan ke Master Franchisee lainnya dan tidak ada sangsi. Namun, beda halnya
bila Sub Master Franchisee yang belum penuh masa kontraknya maka gerobak saja yang ditarik dan uang kembali maksimal 5 % dari uang
pokok.
Bila ada produk-produk maupun rasa baru maka, diadakan seminar di Jogyakarta. Seminar itu juga menjadi berkumpul sesama master
franchisee karena kalau di hari kerja, hal itu sangatlah tidak mungkin mengingat kesibukan masing-masing. Namun, biaya operasional
ditanggung pribadi. Sebagaimana diutarakan ibu Sulistyaningtyas sebagai berikut :
“Kalau ada produk-produk baru atau rasa-rasa yang baru diadakanlah seminar oleh mas eko (franchisor) di Jogjakarta. Jadi, wong dari mana-mana kesitu semua. Kesempatan itu digunakan untuk ngobrol-ngobrol, tanyak sana-sini”
(Hasil wawancara, bulan September 2008)
Walaupun memiliki sub agen tetapi ibu sulis tetap memberikan training kepada karyawan-karyawan yang dimiliki sub Master Franchisee. Hal itu dilakukan untuk tetap menjaga kualitas rasa dan memang ada
tanggung jawab Master Franchisee untuk mengontrol wilayahnya. Namun, itu hanya salah satu strategis untk mempertahankan rasa yang
gerai ataupun kemasan yaitu merah dan kuning. Merah artinya
perusahaan ingin selalu tampil menonjol, menunjukkan keberanian, kekuatan, semangat, dan kesuksesan. Warna Merah juga bisa mempengaruhi orang yang melihatnya untuk selalu bergerak dan tidak
kenal lelah. Kuning artinya bahwa perusahaan itu selalu menjunjung tinggi nilai kebijaksanaan dan intelektualitas, kehangatan dan keceriaan
yang ditebarkan warna Kuning ini diharapkan bisa meningkatkan kreativitas dan optimis karyawan. Berikut penuturannya :
“Warna gerai ituh mempunyai arti, gak sembarangan pilih. Semua itu ada artinya. Merah artinya perusahaan ingin selalu tampil menonjol, menunjukkan keberanian, kekuatan, semangat, dan kesuksesan. Warna Merah juga bisa mempengaruhi orang yang melihatnya untuk selalu bergerak dan tidak kenal lelah. Kuning artinya bahwa perusahaan itu selalu menjunjung tinggi nilai kebijaksanaan dan intelektualitas, kehangatan dan keceriaan yang ditebarkan warna Kuning ini diharapkan bisa meningkatkan kreativitas dan optimis karyawan”
(Hasil wawancara bulan Agustus 2008).
Lalu, masih banyak lagi strateginya yaitu dengan kemasannya yang cantik dan karyawan yang ramah serta publikasi yang diserahkan kepada
setiap Master Franchisee namun, tetap ada publikasi yang dilakukan oleh Franchisor. Berikut penuturannya :
“Pembungkusnya yang cantik, terbuat dari kertas bukan plastik keresek, terus karyawan yang ramah karena dengan senyuman, orang akan ingat. Dan publikasi dari setiap sub, terserah mereka mo buat apa tetapi tetap ada bantuan dari Franchisor untuk mempublikasikannya”
Terkenalnya Tela-Tela Fried Cassava karena produknya sudah berada
di sebagian besar wilayah Indonesia. Hal itu terjadi karena banyaknya permintaan masyarakat untuk menjadi pewaralaba maka muncullah ide dari 4 orang sahabat pada tahun 1995 untuk mengemas ulang bentuk
produk dan paket bisnis yang lebih menjual yaitu waralaba.
Sekarang, telah banyak produk sejenis singkong gaul yang
berserakan di Medan. Namun, ibu Sulis tidak gentar menghadapinya karena mengandalkan produknya yang lebih bermutu, kemasan yang cantik, gerai yang mencolok serta karyawan yang ramah. Kira-kira 3
bulan yang ada, ada perusahaan waralaba yang mengeluarkan singkong gaul dengan memakai merek Tela-Tela, akhirnya di somasi oleh pihak
Tela-Tela Fried Cassava karena nama Tela-Tela telah dipatenkan. Berarti bila ada produk yang sejenis, dilarang memakai nama Tela-Tela. Berikut penuturannya :
“Kalo’ gak salah inget, tiga bulan yang lalu ada orang yang menjual singkong gaul dengan memakai Tela-Tela. Nah, kita somasi karena nama itu sudah dipatenkan. Akhirnya diganti mereka. Tapi, kenapa mereka pake kata Tela-Tela yah? Nampak kali pengen numpang tenar (sembari tersenyum).
(hasil wawancara bulan Agustus).
Masalah lainnya, bila produk Tela-Tela Fried Cassava tidak enak
atau gurih. Hal itu pernah terjadi di gerai ibu Sulis dengan Sub gerai Yanti yang beralokasi di jalan Padang Bulan. Dalam satu hari hanya
ada pada pengolahannya yaitu penggorengan hingga dapat mengurangi
rasa. Maka, ibu Sulis kembali lagi mengadakan pelatihan memasak pada karyawannya tersebut. Berikut penuturannya :
“masalah lainnya, bila pengolahannya yaitu pada penggorengan ubi tersebut tidak sampai berwarna kuning. Itu akan mengurangi rasa. Itu pernah terjadi di gerai saya yang subnya Yanti. Saya heran, koq penjualannya paling rendah dibandingkan gerai lainnya dan terus berlanjut hingga beberap hari kedepannya. Setelah saya chek kesana, ternyata kesalahan ada di situ. Ya udah deh ibu latih karyawannya selama satu hari”
(Hasil wawancara bulan Agustus 2008)
4.2.2 Informan Biasa 1. Wito
Wito (30) tahun adalah sub agen Tela-Tela Fried Cassava di jalan Gatot Subroto Keluran Petisah Tengah, kecamatan Medan Petisah yang
mempunyai 2 outlet yaitu di jalan Gatot Subroto dan jalan Sumber, Padang Bulan. Telah ± I tahun menggeluti bidang ini. Awal ketertarikannya memulai
usaha ini karena melihat maraknya penjualan Tela-Tela dan modal yang tidak banyak yaitu 4 juta yang diserahkannya kepada Master Franchise II Medan dengan kontrak dua tahun dan memberikan laporan keuangan kepada Master
Franchisee II Medan setiap harinya . Uang tersebut sudah termasuk gerobak, alat-alat masak, pembungkus serta bumbu. Tugasnya adalah mengawasi
memberikan laporan keuangan kepada Master Franchisee II Medan serta
membeli bahan-bahan yang telah habis kepada Master Franchisee II Medan. Adapun keunikan pada gerai dibandingkan yang gerai lainnya adalah pada dinding gerai dihiasi lampu hias dan pada atas gerai di beri dua lampu merah
seperti lampu ambulans. Hal ini merupakan inisiatif Wito untuk menarik calon pembeli. Berikut penuturannya :
“ Keunikan dari punyaku ini adalah lampu-lampu hias di sepanjang dinding gerai. Ini kumaksudkan untuk menarik pembeli supaya beli di sini. Setelah beli, manatau bisa jadi pelanggan”
(Hasil wawancara bulan Agustus).
Alasan pemilihan lokasi ini karena tingginya mobilitas masyarakat yang berlalu-lalang di wilayah ini serta mempunyai tantangan yang besar
yaitu adanya pasar modern yaitu Medan Plaza dan Medan Fair Plaza dan salah satu pasar yang terkenal di kota Medan yaitu Pasar Petisah. Berikut
penuturannya :
“setelah dikasih izin ama bu Sulis, aku pilih tempat ini karena ramenya orang lewat disini serta ada dua plaza yaitu Medan Plaza dan di depan ini dan di sana ada pasar terkenal yaitu Pasar Petisah jadi, lebih menantang”
(Hasil wawancara bulan Agustus)
2. Uti
Uti (24 tahun) adalah seorang karyawan Tela-Tela Fried Cassava lulusan SLTA yang telah bekerja sejak lima bulan yang lalu sampai sekarang
Wib-21.00 Wib setiap hari Senin-Sabtu. Pekerjaan sebelumnya adalah karyawan
toko grosir, dan memilih bekerja di sini karena lebih dekat dengan tempat tinggal. Dalam proses wawancara, kadang-kadang terputus karena adanya pembeli namun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dijawab dengan santai
saja.
Pekerjaan Uti tidaklah berat, mulai dari memasak ubi yang sudah
direbus, meraciknya dengan bumbu dan mengemasnya. Bekal itu di dapatnya ketika di-training oleh ibu Sulistyaningtyas. Walaupun, outlet ini dimiliki oleh sub agen tapi ibu sulistyaningtyas tetap mengajari karyawan untuk mengolah
Tela-Tela tersebut. Berikut penuturannya :
“Sebelum kerja tetap, aku di ajari selama satu hari tentang mengolah Tela-Tela, berapa timbangannya, memasaknya hingga menguning, cara mengaduknya dan mengemasnya. Semua itu diajari ibu Sulis. (Hasil wawancara, bulan Agustus 2008)
Tersedia 14 rasa unik dan modern dengan harga Rp 3.500-Rp 4.000
dengan timbangan 1,5 ons. Terkadang ada permintaan konsumen untuk menambah sedikit lebih banyak namun, tidak di beri olehnya karena itu sudah
standarnya. apalagi bahan ubi tersebut telah ditimbang sebelum sampai kepadanya yaitu bahan dan bumbu dari Master Franchisee yang telah ditimbang yaitu 10 Kg/plastik besar.
Outlet ini menghabiskan ubi ± 20 Kg/hari atau 2 plastik besar dengan jumlah pembeli ± 83 orang. Yang sebagian besar adalah pelanggan Tela-Tela
di sini karena unik dan murah. Mulai dari warna outlet, rasa dan
pengemasannya. Rasa yang paling diminati pembeli adalah Barbeque dan Balado.
3. Murni
Murni (40 tahun) adalah salah satu pelanggan Tela-Tela Fried
Cassava. Nenek yang sehari-hari tidak mempunyai pekerjaan, selalu menghabiskan waktu dengan cucu di rumah yang tidak jauh dengan lokasi penjualan. Nenek ini adalah penggemar berat ubi sejak masih muda. Semenjak
dia mengetahui Tela-Tela Fried Cassava dari televisi maka nenek ini mulai menjadi pelanggan Tela-Tela tersebut. Dari setahun yang lalu, hampir setiap
hari dia membeli ubi gaul di sini dengan rasa Ballado. Selain karena dekat dari rumah, Tela-Tela Fried Cassava lebih gurih dibanding produk sejenisnya. Berikut penuturannya :
“ Nenek suka ubi, dari muda dulu. Waktu nenek nonton tv penguasahanya di wawancarai, yang dari jogja. Ternyata Tela-Tela yang inih (sambil menunjuk outlet). Karena deket dari rumah jadi sering-sering beli. Di pringgan juga ada, tapi lebih gurih di sini.kreyes kreyes makannya”
(Hasil wawancara, bulan Agustus 2008).
4. Fina
Fina (21 tahun) adalah seorang gadis manis yang mempunyai toko sepatu. Awalnya dia tidak menyukai ubi. Namun, karena penasaran dengan
banyak rasa. Agak sedikit bingung akhirnya dia memilih rasa Ballado. Berikut
penuturannya :
“Warnanya itu lho yang buat aq tertarik dan rasa-rasa yang gak mungkin kalilah ubi koq rasanya aneh-aneh, malah agak sok gaul (sambil tertawa).
(Hasil wawancara, bulan Agustus 2008)
Setelah itu, dia mulai menyukai Tela-Tela Fried Cassava dengan rasa Ballado yang menjadi pilihannya. Apalagi murahnya harga serta kemasannya
membuat semakin gaul tapi tidak boros membuatnya hampir setiap hari membelinya. Berikut penuturannya :
“Aku suka pedas. Ballado kan pedas jadi sama dia. Harganya pun murah. Adek bayangkan aja, di Carrefour mana ada makanan yang harganya tiga setengah. Plus bungkusnya ini, gak malu-maluin
(Hasil wawancara, bulan Agustus 2008)
5. Nita
Nita (21 tahun) adalah karyawan di salah satu toko di Medan Fair
Plaza. Awal mulanya dia di ajak temennya untuk membeli Tela-Tela Fried Cassava. Murahnya harga dan rasa yang beraneka ragam membuat dia
menjadi pelanggan Tela-Tela Fried Cassava yang tidak jauh dari tempat kerjanya. Setiap pulang kerja sambil menunggu angkutan umum dia membeli Tela-Tela.
“Makanan ini cocok untuk cemilan aku waktu nunggu angkot. Ngenyangin, enak dan murah.