• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dirawat Inap di RSUD Lubuk Pakam Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dirawat Inap di RSUD Lubuk Pakam Tahun 2011"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) YANG RAWAT INAP DI RSUD LUBUK PAKAM TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh :

KHOIRUN TAMIMI HSB NIM. 071000180

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) RAWAT INAP DI RSUD LUBUK PAKAM TAHUN 2011

oleh:

KHOIRUN TAMIMI HSB NIM.071000180

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 26 Juli 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH drh. Hiswani, M.Kes NIP. 194904171979021001 NIP. 196501121994022001

Penguji II Penguji III

Teguh Supriadi, SKM, MPH dr. Heldy BZ, MPH

NIP. 195908181985032002 NIP.195206011982031003

Medan, Juli 2012

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan

(3)

ABSTRAK

Penyakit DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, jumlah kasus 58 orang dengan 24 orang meninggal dengan CFR 41,38%, akan tetapi konfirmasi virulogis baru didapat pada tahun 1972, sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit DBD.

Untuk mengetahui karakteristik penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series . Populasi penelitian 210 data penderita DBD dan sampel 138 data penderita DBD.

Hasil: Proporsi sosiodemografi tertinggi: umur ≥ 15 tahun (63%), perempuan (50,7%), islam (74,6%), pendidikan SLTA (37,7%), pekerjaan pelajar/mahasiswa (43,5%), tempat tinggal luar lubuk pakam (51,4%). Sumber biaya bukan biaya sendiri (62,3%), trombosit ≤ 100.000/µl (69,6%), hematokrit ≤ 40% (57,2%), derajat I (76,1%), pengobatan cairan tunggal (100%), Lama rawatan rata-rata 4,36 hari, pulang berobat jalan (87,7%). Perbedaan secara bermakna di jumpai pada: Lama rawatan rata-rata bukan biaya sendiri lebih lama dari biaya sendiri (4,77 vs 3,67, t= -3,429, p=0,001), Lama rawatan rata-rata (hari) keadaan sewaktu pulang berobat jalan lebih lama dari pada pulang atas permintaan sendiri (4,53 vs 3,12, t= 2,969, p=0,004).Tidak ada perbedaan bermakna tingkat keparahan berdasarkan umur (p= 0,370), lama rawatan rata-rata ( hari) berdasarkan jumlah trombosit (p=0,852), lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan persentase hematokrit (p=0,123), lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan tingkat keparahan (p=0,383), tingkat keparahan berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=1,000), sumber biaya berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,751), jumlah trombosit berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,509), persentase hematokrit berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,235).

Disarankan kepada pihak RS untuk meningkatkan pelayanan pengobatan pada penderita DBD untuk mencegah kematian, Perlunya melengkapi pencatatan suku pada buku kartu status.

(4)

ABSTRACT

Dengue fever in Indonesia was first discovered in Surabaya in 1968, the number of cases of 58 people with 24 people dying with CFR 41.38%, but the confirmation of new virulogis acquired in 1972, since then the disease spread to different regions, so that until the year 1980 all provinces in Indonesia have been infected with dengue.

To investigate the characteristics of DHF patients hospitalized in the Hospital Lubuk Pakam in 2011 conducted a descriptive research design with case series. The study population of data 210 DHF patients and 138 samples of data DHF patients.

Results: The highest proportion of sociodemographics: age ≥ 15 years (63%), women (50.7%), Islam (74.6%), high school education (37.7%), the work of student / students (43.5%) , residence outside of the bottom pakam (51.4%). Sources of cost rather than cost alone (62.3%), platelet count ≤ 100.000/μl (69.6%), hematocrit ≤ 40% (57.2%), grade I (76.1%), single fluid treatment (100% ), Old maintainability average 4.36 days, home ambulatory (87.7%). Significant differences in the encounter on: Old is not the average treatment costs alone for longer than cost alone (4.77 vs 3.67, t = -3.429, p = 0.001), Old maintainability average (days) during the home state outpatient treatment for longer than at the request of your own home (4.53 vs. 3.12, t = 2.969, p = 0.004). there was no significant difference in severity with age (p = 0.370), the average treatment time (days) based on the number of platelets (p = 0.852), the average treatment time (days) based on the percentage of hematocrit (p = 0.123), the average treatment time (days) based on the severity (p = 0.383), based on the severity of the condition when returned (p = 1.000), the source of the cost based on the state coming home (p = 0.751), platelet count based on the state coming home (p = 0.509), hematocrit percentage based on the state coming home (p = 0.235).

Recommended to the hospital to improve medical services in patients with DHF to prevent death, need for complete records on the ethnic status of card books.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Khoirun Tamimi Hsb

Tempat/Tanggal Lahir : Sibuhuan / 21 Februari 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah anggota keluarga : 3 (tiga) bersaudara Nama Ayah : Najamuddin Irpan Hsb

Nama Ibu : Sauya

Alamat rumah : Sibuhuan kec. Barumun Kab. Padang Lawas Sumatera Utara.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dirawat Inap di RSUD Lubuk Pakam Tahun 2011”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayahanda Najamuddin Irpan Hsb dan Ibunda Sauya yang telah membesarkan, membimbing, dan mendidik penulis dengan kasih sayang serta memberikan dukungan dan do’a kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

Terima kasih kepada Dosen Pembimbing I Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH dan Dosen Pembimbing II Ibu drh. Hiswani, M.Kes serta Dosen Pembanding I Bapak Teguh Supriadi, SKM, M.kes serta Dosen Pembanding II Bapak dr. Heldy B.Z, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberi saran, kritikan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M. Kes selaku Kepala Bagian Epidemiologi.

(7)

4. Bapak Direktur Utama, Kepala Instalasi Litbang dan Staff, dan Kepala Instalasi Rekam Medik beserta Staff serta seluruh pihak terkait dalam penelitian ini di RSUD Lubuk Pakam.

5. Seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Ratna yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Seluruh keluarga yang penulis sayangi: Ayahanda Najamuddin Irpan Hsb dan

Ibunda Sauya, Adinda Paujiah Hsb dan Hamidah Maimunah Hsb yang sudah begitu bijak memahami penulis apa adanya dan senantiasa memberi dukungan kepada penulis.

8. Sahabat-sahabatku (Muhammaad Ihsan, Very Fadli, Octavianus, dan Dewi Malau) terima kasih atas semangat, saran, masukan, doa, dan canda tawa selama ini.

9. Para alumni yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 10.Teman-teman peminatan Epidemiologi FKM-USU

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Semoga Alllah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Amin.

(8)

DAFTAR ISI

2.7.1. Distribusi Frekuensi ... 16

(9)

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.4. Teknik Pengambilan Sampel ... 30

4.5. Pengumpulan Data... 30

4.6. Analisa Data ... 30

BAB 5. HASIL PENELITIAN 5.1. Keadaan umum dan perkembangan RSUD Lubuk Pakam ... 31

5.1.1. Keadaan umum ... 31

5.1.2. Kronologis perkembangan ... 31

5.2. Proporsi penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk Pakam berdasarkan Sosiodemografi ... 32

5.3. Sumber Biaya ... 34

5.4. Jumlah Trombosit ... 34

5.5. Persentase Hematokrit ... 35

5.6. Tingkat Keparahan ... 35

5.7. Tindakan Pengobatan ... 36

5.8. Lama Rawatan Rata-rata (hari) ... 36

5.9. Keadaan Sewaktu Pulang ... 37

5.10. Analisis Statistik ... 38

5.10.1. Tingkat Keparahan Berdasarkan Umur ... 38

5.10.2. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Sumber Biaya ... 39

5.10.3. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Jumlah Trombosit... 39

5.10.4. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Persentase Hematokrit ... 40

5.10.5. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Tingkat Keparahan .... 40

5.10.6. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 41

5.10.7. Tingkat Keparahan Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 41

5.10.8. Sumber biaya Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 42

5.10.9. Jumlah Trombosit Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang .... 43

5.10.10. Persentase Hemarokrit Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 44

BAB 6. PEMBAHASAN 6.1. Sosiodemografi ... 45

6.1.1. Proporsi penderita DBD berdasarkan Umur ... 45

6.1.2. Proporsi penderita DBD berdasarkan Jenis Kelamin ... 46

6.1.3. Proporsi penderita DBD berdasarkan Agama ... 47

6.1.4. Proporsi penderita DBD berdasarkan Pendidikan ... 48

(10)

6.1.6. Proporsi penderita DBD berdasarkan Tempat Tinggal ... 50

6.2. Sumber Biaya ... 51

6.3. Jumlah Trombosit ... 52

6.4. Persentase Hematokrit ... 54

6.5. Tingkat Keparahan ... 55

6.6. Tindakan Pengobatan ... 56

6.7. Lama rawatan rata-rata ... 57

6.8. Keadaan sewaktu pulang ... 57

6.9. Analisis Statistik ... 59

6.9.1. Tingkat keparahan berdasarkan Umur ... 59

6.9.2. Lama rawatan rata-rata berdasarkan Sumber biaya ... 60

6.9.3. Lama rawatan rata-rata berdasarkan Jumlah trombosit ... 61

6.9.4. Lama rawatan rata-rata berdasarkan Persentase hematokrit ... 62

6.9.5. Lama rawatan rata-rata berdasarkan Tingkat keparahan .... 62

6.9.6. Lama rawatan rata-rata berdasarkan Keadaan sewaktu Pulang ... 63

6.9.7. Tingkat keparahan berdasarkan Keadaan sewaktu Pulang ... 64

6.9.8. Sumber biaya berdasarkan Keadaan sewaktu pulang ... 65

6.9.9. Jumlah trombosit berdasarkan Keadaan sewaktu pulang ... 66

6.9.10. Persentase hematokrit berdasarkan Keadaan sewaktu Pulang ... 67

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 69

7.2. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Surat permohonan izin penelitian Surat keterangan selesai penelitian Tabel acak C-Survey

Master data Out put data

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita DBD rawat inap Berdasarkan Sosiodemografi di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 ... 33 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita DBD rawat inap Berdasarkan

Sumber biaya di RSUD Lubuk Pakam tahun2011 ... 34 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita DBD rawat inap Berdasarkan Jumlah

trombosit di RSUD Lubuk Pakam tahun2011 ... 35 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita DBD rawat inap Berdasarkan

Persentase hematokrit di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 ... 35 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita DBD rawat inap Berdasarkan

Tingkat keparahan di RSUD Lubuk Pakam tahun2011 ... 36 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita DBD rawat inap Berdasarkan

Tindakan pengobatan di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 ... 36 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita DBD rawat inap Berdasarkan Lama

rawatan rata-rata di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 ... 37 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita DBD rawat inap Berdasarkan

Keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 ... 37 Tabel 5.9. Proporsi umur penderita DBD rawat inap berdasarkan tingkat

keparahan di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 ... 38 Tabel 5.10. Proporsi Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap

berdasarkan Sumber biaya di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 ... 39 Tabel 5.11. Proporsi Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap

berdasarkan Jumlah trombosit di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 .... 39 Tabel 5.12. Proporsi Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap

berdasarkan persentase hematokrit di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 ... 40 Tabel 5.13. Proporsi Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap

(12)

Tabel 5.14. Proporsi Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap berdasarkan Keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 ... 41 Tabel 5.15. Proporsi tingkat keparahan penderita DBD rawat inap berdasarkan

Keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 ... 42 Tabel 5.16. Proporsi Sumber biaya penderita DBD rawat inap berdasarkan

Keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 ... 43 Tabel 5.17. Proporsi Jumlah trombosit penderita DBD rawat inap berdasarkan

Keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 ... 43 Tabel 5.18. Proporsi Persentase hematokrit penderita DBD rawat inap

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti ... 11 Gambar 2.2. Cara Penularan DBD ... 12 Gambar 6.1. Diagram Pie Proporsi Penderita DBD Rawat Inap

Berdasarkan Umur di RSUD Lubuk Pakam Tahun 2011 ... 45 Gambar 6.2. Diagram Pie Proporsi Penderita DBD Rawat Inap

Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Lubuk Pakam Tahun

2011 ... 46 Gambar 6.3. Diagram Pie Proporsi Penderita DBD Rawat Inap

Berdasarkan Agama di RSUD Lubuk Pakam Tahun 2011 ... 48 Gambar 6.4. Diagram Pie Proporsi Penderita DBD Rawat Inap

Berdasarkan Pendidikan di RSUD Lubuk Pakam Tahun 2011 ... 49 Gambar 6.5. Diagram Bar Proporsi Penderita DBD Rawat Inap

Berdasarkan Pekerjaan di RSUD Lubuk Pakam Tahun 2011 ... 50 Gambar 6.6. Diagram Pie Proporsi Penderita DBD Rawat Inap

Berdasarkan Tempat tinggal di RSUD Lubuk Pakam Tahun

2011 ... 51 Gambar 6.7. Diagram Pie Proporsi Penderita DBD Rawat Inap

Berdasarkan Sumber Biaya di RSUD Lubuk Pakam Tahun

2011 ... 52 Gambar 6.8. Diagram Pie Proporsi Penderita DBD Rawat Inap

Berdasarkan Jumlah Trombosit di RSUD Lubuk Pakam

Tahun 2011 ... 53 Gambar 6.9. Diagram Pie Proporsi Penderita DBD Rawat Inap

Berdasarkan Persentase Hematokrit di RSUD Lubuk Pakam

Tahun 2011 ... 54 Gambar 6.10. Diagram Pie Proporsi Penderita DBD Rawat Inap

Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Lubuk Pakam

Tahun 2011 ... 55 Gambar 6.11. Diagram Pie Proporsi Penderita DBD Rawat Inap

Berdasarkan Tindakan Pengobatan di RSUD Lubuk Pakam

(14)

Gambar 6.12. Diagram Pie Proporsi Penderita DBD Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Lubuk

Pakam Tahun 2011 ... 58 Gambar 6.13. Proporsi Tingkat keparahan penderita DBD rawat inap

berdasarkan umur di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 ... 59 Gambar 6.14. Proporsi Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap

berdasarkan Sumber biaya di RSUD Lubuk Pakam tahun

2011 ... 60 Gambar 6.15. Proporsi Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap

berdasarkan Jumlah trombosit di RSUD Lubuk Pakam tahun

2011 ... 61 Gambar 6.16. Proporsi Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap

berdasarkan Persentase hematokrit di RSUD Lubuk Pakam

tahun 2011 ... 62 Gambar 6.17. Proporsi Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap

berdasarkan Tingkat keparahan di RSUD Lubuk Pakam

tahun2011 ... 63 Gambar 6.18. Proporsi Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap

berdasarkan Keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk

pakam tahun 2011 ... .64 Gambar 6.19. Proporsi Tingkat keparahan penderita DBD rawat inap

berdasarkan Keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk

pakam tahun 2011 ... .65 Gambar 6.20. Proporsi Sumber biaya penderita DBD rawat inap

berdasarkan Keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk

pakam tahun 2011 ... .66 Gambar 6.21. Proporsi Jumlah trombosit penderita DBD rawat inap

berdasarkan Keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk

pakam tahun 2011 ... .67

Gambar 6.22. Proporsi Persentase hematokrit penderita DBD rawat inap berdasarkan Keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk

(15)

ABSTRAK

Penyakit DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, jumlah kasus 58 orang dengan 24 orang meninggal dengan CFR 41,38%, akan tetapi konfirmasi virulogis baru didapat pada tahun 1972, sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit DBD.

Untuk mengetahui karakteristik penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series . Populasi penelitian 210 data penderita DBD dan sampel 138 data penderita DBD.

Hasil: Proporsi sosiodemografi tertinggi: umur ≥ 15 tahun (63%), perempuan (50,7%), islam (74,6%), pendidikan SLTA (37,7%), pekerjaan pelajar/mahasiswa (43,5%), tempat tinggal luar lubuk pakam (51,4%). Sumber biaya bukan biaya sendiri (62,3%), trombosit ≤ 100.000/µl (69,6%), hematokrit ≤ 40% (57,2%), derajat I (76,1%), pengobatan cairan tunggal (100%), Lama rawatan rata-rata 4,36 hari, pulang berobat jalan (87,7%). Perbedaan secara bermakna di jumpai pada: Lama rawatan rata-rata bukan biaya sendiri lebih lama dari biaya sendiri (4,77 vs 3,67, t= -3,429, p=0,001), Lama rawatan rata-rata (hari) keadaan sewaktu pulang berobat jalan lebih lama dari pada pulang atas permintaan sendiri (4,53 vs 3,12, t= 2,969, p=0,004).Tidak ada perbedaan bermakna tingkat keparahan berdasarkan umur (p= 0,370), lama rawatan rata-rata ( hari) berdasarkan jumlah trombosit (p=0,852), lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan persentase hematokrit (p=0,123), lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan tingkat keparahan (p=0,383), tingkat keparahan berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=1,000), sumber biaya berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,751), jumlah trombosit berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,509), persentase hematokrit berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,235).

Disarankan kepada pihak RS untuk meningkatkan pelayanan pengobatan pada penderita DBD untuk mencegah kematian, Perlunya melengkapi pencatatan suku pada buku kartu status.

(16)

ABSTRACT

Dengue fever in Indonesia was first discovered in Surabaya in 1968, the number of cases of 58 people with 24 people dying with CFR 41.38%, but the confirmation of new virulogis acquired in 1972, since then the disease spread to different regions, so that until the year 1980 all provinces in Indonesia have been infected with dengue.

To investigate the characteristics of DHF patients hospitalized in the Hospital Lubuk Pakam in 2011 conducted a descriptive research design with case series. The study population of data 210 DHF patients and 138 samples of data DHF patients.

Results: The highest proportion of sociodemographics: age ≥ 15 years (63%), women (50.7%), Islam (74.6%), high school education (37.7%), the work of student / students (43.5%) , residence outside of the bottom pakam (51.4%). Sources of cost rather than cost alone (62.3%), platelet count ≤ 100.000/μl (69.6%), hematocrit ≤ 40% (57.2%), grade I (76.1%), single fluid treatment (100% ), Old maintainability average 4.36 days, home ambulatory (87.7%). Significant differences in the encounter on: Old is not the average treatment costs alone for longer than cost alone (4.77 vs 3.67, t = -3.429, p = 0.001), Old maintainability average (days) during the home state outpatient treatment for longer than at the request of your own home (4.53 vs. 3.12, t = 2.969, p = 0.004). there was no significant difference in severity with age (p = 0.370), the average treatment time (days) based on the number of platelets (p = 0.852), the average treatment time (days) based on the percentage of hematocrit (p = 0.123), the average treatment time (days) based on the severity (p = 0.383), based on the severity of the condition when returned (p = 1.000), the source of the cost based on the state coming home (p = 0.751), platelet count based on the state coming home (p = 0.509), hematocrit percentage based on the state coming home (p = 0.235).

Recommended to the hospital to improve medical services in patients with DHF to prevent death, need for complete records on the ethnic status of card books.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan dan status gizi masyarakat.1

Untuk mencapai tujuan tersebut diatas maka salah satu pokok program pembangunan kesehatan adalah untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecatatan dari penyakit menular dan mencegah penyebaran serta mengurangi dampak sosial akibat penyakit, sehingga tidak menjadi masalah kesehatan.2

Salah satu upaya yang dilakukan adalah program pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menjadi masalah nasional. Penyakit ini dapat berkembang sangat cepat dan dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa (KLB) serta dapat menyebabkan kematian bagi penderitanya dan sampai saat ini belum ditemukan obat atau vaksin bagi pengobatan penyakit DBD.3

(18)

Pakistan tahun 2010 melaporkan 1.500 kasus dengan 15 kematian (CFR= 1%).6 WHO 2008 melaporkan kasus Demam Berdarah Dengue di brasil sebanyak 647 kasus dengan 48 kematian (CFR= 7,41%), di Rio De Janairo dilaporkan kasus DBD sebanyak 57.010 kasus dengan 125 kematian (CFR= 0,21%).7 WHO 28 Februari 2005 di Timor Leste melaporkan 336 kasus Demam Berdarah Dengue dengan 22 kematian (CFR= 6,5%). 15 Februari 2005, 215 kasus dengan 20 kematian (CFR= 9,3%). 9 Februari 2005, 178 kasus dengan 16 kematian (CFR= 8,9%).8

Di Australia dari 1 januari- 31 oktober 2011 terdapat 611 kasus dengan tidak ada kematian, Kamboja 14.652 kasus dengan CFR 0,45% dari 1 januari- 25 oktober 2011, Laos 3.317 kasus dengan CFR 0,18% dari 1 januari- 2 november 2011, Malaysia 16.300 kasus dengan CFR 0,17% dari 1 januari- 29 oktober 2011, Filipina 95.178 kasus dengan CFR 0,54% dari 1 januari- 22 oktober 2011, dan Vietnam 38.684 kasus dengan CFR 0,08% dari 1 januari-31 Agustus 2011.9

Di singapura terdapat sebanyak 8.826 kasus Demam Berdarah Dengue dengan CFR 0,27% pada tahun 2007.10 Pada tahun 2010 terjadi penurunan kasus menjadi 5.364 kasus dengan CFR 0,11%.11

Penyakit DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, jumlah kasus 58 orang dengan 24 orang meninggal dengan CFR 41,38%, akan tetapi konfirmasi virulogis baru didapat pada tahun 1972, sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit DBD.12

(19)

100.000 penduduk. Provinsi dengan angka IR DBD tertinggi pada tahun 2005 adalah DKI Jakarta (296,87 per 100.000 penduduk), Kalimantan Timur (121,74 per 100.000 penduduk), dan Sulawesi Utara (119,89 per 100.000 penduduk). Sedangkan CFR tertinggi di Provinsi Bangka Belitung sebesar 4,35%, Maluku Utara sebesar 4,17%, dan Kepulauan Riau sebesar 3,49%.13

Pada tahun 2006, jumlah penderita DBD dilaporkan sebanyak 114.656 kasus dengan CFR 1,04% dan IR 52,48 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan IR tertinggi adalah DKI Jakarta (316,17 per 100.000 penduduk), Bali (170,57 per 100.000 penduduk), Kalimantan Timur (103,64 per 100.000 penduduk), dan Kepulauan Riau (74,79 per 100.000 penduduk). Sedangkan CFR tertinggi adalah Sulawesi Barat sebesar 3,23%, Sulawesi Tenggara sebesar 3,16%, dan Jambi sebesar 3,01%.14

Tahun 2007 dilaporkan terjadi 158.115 kasus DBD, Insiden rate sebesar 71,78 per 100.000 penduduk dengan CFR sebesar 1,01%. Provinsi DKI Jakarta merupakan wilayah dengan IR tertinggi sebesar 392,64 per 100.000 penduduk. Provinsi lain dengan IR tinggi yaitu Bali sebesar 193,18 dan Kalimantan Timur sebesar 193,15 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan angka CFR tertinggi adalah Papua sebesar 3,88% diikuti oleh provinsi Maluku Utara dan Bengkulu masing masing sebesar 2,55%.15

Tahun 2008 terjadi penurunan Insiden rate dan Case fatality rate DBD, Insiden rate DBD tahun 2008 adalah 60,06 per 100.000 penduduk dengan CFR 0,86%.16

(20)

100.000 penduduk dan Kalimantan Timur sebesar 167,31 per 100.000 penduduk. Sedangkan IR terendah di Provinsi Maluku sebesar 0,42, per 100.000 penduduk, Jambi sebesar 5,99 per 100.000 penduduk, dan Kalimantan Barat sebesar 13,86 per 100.000 penduduk.17

Di propinsi Riau tahun 2006 dilaporkan sebanyak 948 kasus dengan Insiden rate 21,0 per 100.000 penduduk dan CFR 1,9%.18 Pada tahun 2006 kota Palembang mencatatkan 1.475 kasus dengan 2 kematian (CFR=0,13%). pada tahun 2007 terdapat 1.957 kasus, dengan angka kematian 14 orang (CFR=0,72%). Dan pada tahun 2008 terjadi penurunan dari tahun 2007 yaitu sebanyak 1.581 kasus dengan angka kematian 7 orang (CFR=0,44%).19

Tahun 2008 di Kota Tebing Tinggi dilaporkan 176 kasus dan kasus DBD terbesar terjadi pada tahun 2007 dengan 394 kasus, tahun 2006 dengan 86 kasus, meningkat pada tahun 2005 dengan 357 kasus dan paling sedikit pada tahun2004 dengan 57 kasus.20

Pada tahun 2008 dilaporkan terjadi 3 kali KLB DBD di 3 Kota di Sumatera Utara yaitu Tanjung Balai (179 penderita, 5 orang meninggal), Tebing Tinggi (62 penderita, 2 orang meninggal) dan Pematang Siantar (28 penderita, 1 orang meninggal). Total jumlah penderita sebanyak 269 orang dan 8 diantaranya meninggal dunia(CFR= 2,97%).21

(21)

Dari penelitian yang dilakukan oleh Essy Mandriani di RSUD Dr.Piringadi Medan pada tahun 2006 diketahui jumlah penderita DBD sebanyak 1.272 penderita dengan proporsi 15,8%, pada tahun 2007 sebanyak 1.419 penderita dengan proporsi 17,3%, dan pada tahun 2008 sebanyak 780 penderita dengan proporsi 25,42%.23

Tahun 2007 Kabupaten Deli Serdang melaporkan kasus Demam Berdarah Dengue 433 penderita dengan Insiden Rate 0,26 per 1000 penduduk, mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2008 dengan 325 penderita dan Insiden Rate 0,19 per 1000 penduduk. 24

Menurut hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Lubuk Pakam diketahui jumlah penderita Demam Berdarah Dengue yang dirawat inap adalah sebanyak 210 penderita dan termasuk peringkat 5 besar penyakit terbanyak pada tahun 2011.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik DBD yang dirawat inap di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011. 1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita DBD yang di rawat inap di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

(22)

1.3.2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan variabel sosiodemografi yaitu: umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal.

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan sumber biaya.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan jumlah trombosit.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan persentase hematokrit.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan tingkat keparahan.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan tindakan pengobatan.

g. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita DBD.

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

i. Untuk mengetahui distribusi proporsi tingkat keparahan berdasarkan umur. j. Untuk mengetahui distribusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan

sumber biaya.

(23)

l. Untuk mengetahui distribusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan persentase hematokrit

m. Untuk mengetahui distribusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan tingkat keparahan.

n. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

o. Untuk mengetahui distribusi proporsi tingkat keparahan berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

p. Untuk mengetahui distribusi proporsi sumber biaya berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

q. Untuk mengetahui distribusi proporsi jumlah trombosit berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

r. Untuk mengetahui distribusi proporsi persentase hematokrit berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai bahan masukan bagi pihak RSUD Lubuk Pakam sehingga dapat meningkatkan perencanaan program pelayanan kesehatan dalam penyedian fasilitas perawatan bagi penderita DBD.

1.4.2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini dan bahan referensi bagi perpustakaan FKM USU Medan.

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat terjadi pada semua kelompok umur terutama pada anak-anak.25 2.2 Proses Timbulnya Penyakit DBD

2.2.1 Demam Dengue

Demam dengue adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi gejala, seperti : nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam pada kulit, manifestasi perdarahan, dan leukopenia serta di tunjang dengan pemeriksaan laboratorium serologis IgM dan IgG.

2.2.2. Demam Berdarah Dengue

Gejala yang di timbulkan antara lain demam yang tinggi (380C – 40oC), manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan ( sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian. Trombositopenia dengan hemokonsetrasi secara bersamaan adalah temuan laboratorium klinis khusus dari DBD.27

2.2.3. Dengue Shock Syndrome

(25)

kesembuhan, penurunan suhu tubuh sering menjadi gejala awal penderita memasuki tahap dengue shock syndrome.26

Tanda khas dari dengue shock syndrome antara lain kulit menjadi dingin, kongesti, sianosis, nadi cepat, letargi kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat memasuki tahap kritis dari shock. Gejala yang sering sebelum shock adalah nyeri perut akut. Pasien yang shock dalam bahaya kematian bila pengobatan yang tepat tidak segera diberikan. Penderita akan sembuh dengan cepat setelah terapi penggantian volume yang tepat.27

2.3. Agent Infeksius dan Vektor Penularan DBD 2.3.1. Agent Infeksius DBD

(26)

2.3.2. Vektor Penularan DBD

Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus Dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitan. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan di pedesaan (daerah rural) kedua jenis spesies nyamuk Aedes tersebut berperan dalam penularan. Namun Aedes Aegypti berkembang biak di tempat lembab dan genangan air bersih. Sedangkan Aedes albopictus berkembang biak di lubang-lubang pohon, dalam potongan bambu dan genangan air lainnya.28

Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

Telur→ Jentik→ Kepompong→Nyamuk dewasa

Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti41

(27)

2.4. Cara Penularan DBD

Gambar 2.2. Cara Penularan DBD41

(28)

2.5. Gejala Klinis DBD30

Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari.31 Gejala DBD sangat bervariasi, WHO 1997 membagi 4 derajat:

Derajat I : Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi perdarahan spontan satu-satunya adalah uji tourniquet positif.

Derajat II : Gejala –gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat.

Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulitdingin dan lembab, gelisah,

Derajat IV: Shock berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. 2.6. Tata Laksana DBD32

Tata laksana DBD sebaiknya berdasarkan berat ringanya penyakit yang ditemukan antara lain:

2.6.1. Kasus DBD yang diperbolehkan berobat jalan.

Penderita diperbolehkan berobat jalan jika hanya mengeluh panas, tetapi keinginan makan dan minum masih baik. untuk mengatasi panas diperbolehkan memberikan obat panas paracetamol. Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua.

2.6.2. Kasus DBD derajat I dan II

(29)

2.6.3. Kasus DBD derajat III dan IV

Dengue shock syndrome termasuk kasus kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu memperoleh cairan pengganti secara cepat. Biasanya di jumpai kelainan asam basa dan elektrolit.

2.7. Epidemiologi DBD

Epidemi dengue dilaporkan sepanjang abad kesembilan belas dan awal abad keduapuluh di Amerika, Eropa selatan, Afrika utara, Mediterania timur, Asia, Australia, dan pada beberapa pulau di Samudra India, Pasifik selatan dan tengah serta Karibia.27

Kejadian luar biasa penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dicatat pertama kali terjadi di Australia pada tahun 1897. Penyakit perdarahan serupa juga berhasil dicatat pada tahun 1928 saat terjadi epidemik di Yunani.33

Kejadian luar biasa pertama penyakit Demam Berdarah Dengue di Asia ditemukan di Manila pada tahun 1954. Pada tahun 1958 terjadi Kejadian Luar Biasa penyakit Demam Berdarah Dengue “Thai” yang ditemukan di Bangkok-Thonburi dan sekitarnya. Tahun 1960 di Singapura ditemukan kasus Demam Berdarah Dengue dalam jumlah yang lebih banyak lagi dengan hasil isolasi virus dengue menunjukkan tipe 1dan 2.29

(30)

Tahun 1968, empat belas tahun sesudah kejadian Luar Biasa pertama di Manila, Demam Berdarah Dengue dilaporkan untuk pertama kalinya di Indonesia yaitu berupa Kejadian Luar Biasa penyakit Demam Berdarah Dengue di Jakarta dan Surabaya mencatat 58 kasus DBD dengan 24 kematian (CFR=41,5%). Pada tahun beriktnya kasus DBD menyebar ke lain kota yang ada di Indonesia dan di laporkan meningkat setiap tahunnya.29

Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan terjadinya kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan terjadinya kasus DBD juga meningkat. Namun angka kematian menurun tajam dari 41,3% tahun 1968 menjadi 3% tahun 1984 dan sejak tahun 1991 CFR stabil dibawah 3% .25

Selama tahun 2003 di Indonesia tercatat 51.516 kasus (IR= 23,87; CFR= 1,5%); tahun 2004 tercatat 79.462 kasus (IR= 37,11; CFR= 1,2%); tahun 2005 tercatat 95.279 kasus (IR= 43,42; CFR= 1,36%); tahun 2006 tercatat 114.656 kasus (IR= 52,48; CFR= 1,04%); dan tahun 2007 tercatat 158.115 kasus (IR= 71,78; CFR= 1,01%);tahun 2008 tercatat 137.469 kasus (CFR 0,86%);tahun 2009 tercatat 158.912 kasus (IR=35,7;CFR=0,89%).34

(31)

317,09; CFR= 0,09%) mengalami penurunan pada tahun 2009 (IR= 312,65; CFR= 0,11%).35

Di Propinsi Sumatera Utara Kasus DBD selalu terjadi setiap tahun. Pada tahun 2005 tercatat sebanyak 3.723 kasus dengan CFR 1,80%. Pada tahun 2006 sebanyak 2.165 kasus dengan CFR 1,60%, dan pada tahun 2007 sebanyak 4.231 kasus dengan CFR 0,86%.22

Tahun 2007 Kabupaten Langkat melaporkan kasus Demam Berdarah Dengue dengan CFR 0,10%; Insiden Rate 98,00 per 1000 penduduk, mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2008 (CFR= 0,19%; IR= 197,00).24

2.7.1. Distribusi Frekuensi a. Orang

(32)

Hasil penelitian Essy (2009) proporsi penderita DBD rawat inap di RSU. DR. Pirngadi Medan, umur penderita tertinggi pada kelompok umur 10-14 tahun (26%) dan proporsi umur penderita terendah pada kelompok umur 30-34 tahun (0,9%). Laki-laki (48,1%) dan perempuan (51,9%).23

b. Tempat

DBD dapat terjadi di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di Daerah perkotaan bertindak sebagai vektor utama adalah Aedes aegypti sedang di daerah pedesaan nyamuk Aedes albopictus. Namun tidak jarang kedua spesies nyamuk tersebut di jumpai baik daerah pedesaan maupun perkotaan.37

Sejak pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968, penyakit DBD makin menyebar, jika pada mulannya hanya dilaporkan dari kota-kota besar di Jawa, sekarang hampir seluruh kota besar di Indonesia pernah melaporkan adanya penyakit DBD, bahkan kota-kota kecil dan tempat terpencilpun pernah terserang.37

Sampai akhir tahun 2005, DBD telah ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan 35 Kab/Kota telah melaporkan adanya kejadian Luar Biasa ( KLB). IR meningkat dari per 100.000 penduduk adanya tahun 1968 menjadi 43,42 per 100.000 penduduk akhir tahun 2005.38

c. Waktu

(33)

hujan yang hampir setiap tahun terjadi. Banyaknya penderita sesuai dengan keadaan curah hujan yang hampir setiap tahun terjadi.31

Pola berjangkitnya infeksi virus Dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di pulau Jawa pada umumnya infeksi virus Dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.39

Hasil penelitian Essy (2009) penderita DBD rawat inap di RSU. DR. Pirngadi Medan, paling banyak pada bulan Januari (22,1%) dan terendah pada bulan Februari dan Mei (2,9%).23

2.7.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian DBD28

Menurut Jhon Gordon terjadinya suatu penyakit disebabkan oleh lebih dari satu faktor (Multiple Causal). Faktor-faktor tersebut adalah agent, pejamu (host), dan lingkungan ( environment).

a. Faktor Agent

(34)

dan natrium dioksisiklat, stabil pada suhu 700C. Keempat serotipe telah ditemukan pada pasien di Indonesia dengan Dengue 3 merupakan serotipe yang paling banyak beredar.

b. Faktor Pejamu (host)

Pejamu yang dimaksud adalah manusia yang kemungkinan menderita DBD. Faktor manusia erat kaitannya dengan perilaku serta peran dalam kegiatan pemberantasan vektor dimasyarakat. Mobilitas penduduk yang tinggi akan memudahkan penularan virus dengue dari satu tempat ke tempat lain. Faktor lainnya adalah umur dan kondisi individu masing-masing dalam mempertahankan daya tahan tubuh dari serangan penyakit. Selain itu faktor pendidikan juga mempengarguhi cara berfikir dalam penerimaan penyuluhan yang diberikan dan cara mengatasi DBD.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan adalah termasuk segala sesuatu yang berada diluar agent dan pejamu, antara lain :

1. Kualitas pemukiman dan sanitasi lingkungan yang kurang baik merupaka kondisi ideal untuk perkembangbiakan nyamuk vektor penyakit dan penularan penyakit. 2. Ketinggian tempat berpengaruh terhadap perkembangbiakan nyamuk Aedes

aegypti. Pada daerah ketinggian di atas 1000 meter dari permukaan laut tidak ditemukan vektor penular penyakit.

(35)

4. Iklim dan temperatur, virus dengue hanya endemis diwilayah tropis dimana iklim dan temperatur memungkinkan untuk perkembangbiakan nyamuk.

5. Kepadatan penduduk akan memudahkan penularan DBD karena berkaitan dengan jarak terbang nyamuk aedes aegypti.

2.8. Pencegahan DBD

Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama yang dilakukan untuk memberantas DBD, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum ada.40

2.8.1. Pencegahan Primer

Uapaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit belum mulai (pada periode pre-patogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit.

a. Host (Manusia)

Dapat dilakukan dengan cara membangun tubuh agar memiliki daya tahan yang kuat, sekalipun terajangkit virus Dengue penyakitnya tidak terlalu berat. Tidak ada diet atau makanan khusus yang bisa mencegah tubuh terhadap ancaman virus Dengue, makanan bergizi khususnya yang berpotensi tinggi baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh , istirahat, olahraga dan mencegah gigitan nyamuk juga penting untuk dilakukan.41

b. Agent (Virus Dengue)

(36)

ikut mati. Sekalipun mungkin virusnya masih bisa hidup, diluar tubuh nyamuk bukanlah habitat virus Dengue sehingga virus dapat bertahan hidup.41

c. Environment (Lingkungan)38

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan nyamuk dewasa dan jentik nyamuk.

1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara penyemprotan ( pengasapan) dengan insektisida. Penyemprotan tidak di lakukan di dinding seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria, tetapi pada benda yang bergantungan karna nyamuk mempunyai kebiasaan hinggap pada benda-benda bergantungan.

2. Pemberantasan Jentik

Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara:

a. Fisik

Cara ini dikenal dengan kegitan 3M yaitu: Menguras bak mandi, bak WC, dan lain-lain; Menutup tempat penampungan air rumah tangga; serta Mengubur barang-barang bekas yang menampung air.

b. Kimia

(37)

c. Biologi

Misalnya memelihara ikan pemakan jentik, seprti ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo dan lain-lain.

2.8.2. Pencegahan Sekunder42

Upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit belangsung (awal periode potogenesis) dengan tujuan proses penyakit yang tidak berlanjut, pencegahan sekunder meliputi :

Diagnosis dini dan pengobatan segera

a. Diagnosis Dini

Diagnosa demam berdarah dengue ditegakkan dari gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah (laboratorium).

Gejala Klinis :

1. Demam tinggi mendadak bersifat akut 2-7 hari

2. Manifestasi hemoragi (sedikitnya tes tourniket positif) 3. Hepatomegali

4. Shock

Temuan laboratorium :

a. Trombositopenia (100.000/µl atau kurang), nilai trombosit normal 150.000/µl – 450.000/µl.

b. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit sedikitnya 20% diatas rata-rata), persentase hematokrit normal 37% - 47%.

(38)

Bila patokan hemokonsentrasi dan trombositopeni menurut kriteria WHO dipakai secara murni maka banyak penderita DBD yang tidak terjaring dan luput dari pengawasan. Dalam kenyataan di klinik tidak mungkin mengukur kenaikan hemokosentrasi pada saat penderita pertama kali datang sehingga nilai hematokritlah yang dapat dipakai sebagai pegangan. Penelitian pada penderita DBD berkesimpulan nilai hematokrit ≥ 40% dapat dipakai sebagai pet unjuk adanya hemokosentrasi dan selanjutnya diperhatikan kenaikannya selama pengawasan.

b. Pengobatan Segera

Terhadap virus Dengue tidak ada obat yang spesifik untuk memberantasnya pengobatan ditujukan untuk mengatasi akibat perdarahan atau shock dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita serta terapi simtomatik untuk mengurangi gejala dan keluhan penderita.

Keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Fase kritis umumnya terjadi pada hari ketiga sakit.

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simtomatik dan suportif. Tujuan pengobatan itu sendiri adalah untuk mengganti cairan intravaskuler (volume plasma) yang hilang dalam memperbaiki keadaan umum penderita, jenis tindakan pengobatan yang harus segera dilakukan adalah penggatian cairan tubuh, dengan cara :

(39)

2.8.3. Pencegahan Tersier42

Upaya yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut (akhir periode patogenesisi) dengan tujuan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Pencegahan tersier dapat dilakuka dengan cara :

(40)

BAB 3

KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Penderita DBD adalah orang yang dinyatakan sakit/menderita DBD berdasarkan diagnosa dokter dan tercatat di kartu status.

3.2.2. Umur adalah lamanya hidup penderita DBD yang dihitung berdasarkan tahun sejak di lahirkan hingga saat penderita DBD menjadi pasien di RSUD Lubuk Pakam dan tercatat di kartu status yang dikelompokkan atas:

(41)

Pada analisis bivariat di kategorikan menjadi: 1. < 15 tahun

2. ≥ 15 tahun

3.2.3. Jenis kelamin adalah setiap individu yang berdasarkan ciri-ciri tertentu yang khas di milikinya tercatat di kartu status dan dikategorikan atas:

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.4. Agama adalah kepercayaan yang dianut penderita yang tercatat dikartu status dan dikategorikan atas:

1. Islam 2. Kristen

3.2.5. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang dijalani penderita DBD yang tercatat di kartu status, dikategorikan atas:

1. Belum sekolah 2. SD

3. SLTP 4. SLTA

5. Akademi/Perguruan Tinggi

3.2.6. Pekerjaan adalah kegitan utama penderita DBD yang tercatat di kartu status, dikategorikan atas:

(42)

1.kota lubuk pakam

2.di luar kota lubuk pakam pakam

3.2.8. Sumber Biaya adalah biaya yang di gunakan oleh penderita DBD untuk membiayai kebutuhannya selama di rawat inap di RSUD lubuk di katagorikan menjadi:

1.biaya sendiri 2.bukan biaya sendiri

3.2.9. Jumlah Trombosit adalah jumlah trombosit pada saat masuk RS yang terdapat pada darah penderita yang didapat melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan tercatat di kartu status dan dikelompokkan menurut WHO 1975:

1.≤100.000/ µl

2.>100.000/µl – 150.000/µl

3.2.10. Persentase Hematokrit adalah persentase hematokrit pada saat masuk RS yang terdapat pada darah penderita yang di dapat melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan tercatat di kartu status dan di kelompokkan menjadi:

1.≤40% 2.>40%

3.2.11. Tingkat keparahan adalah tingkat penyakit DBD yang di derita oleh penderita DBD berdasarkan diagnosa dokter dan tercatat di kartu status,dikategorikan menjadi:

1.Derajat I: Demam 2-7 hari disertai gejala yang tidak khas,manifestasi perdarahan hanya berupa tes tourniquet positif

2.Derajat II: Derajat I disertai dengan perdarahan spontan di kulit/perdarahan lain.

(43)

4.Derajat IV: Derajat III di tambah shock yang berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah yang tidak terukur

Pada analisis bivariat di kategorikan menjadi: 1. Ringan (Derajat I dan II)

2.Berat (Derajat III dan IV)

3.2.12. Penatalaksanaan medis adalah usaha pengobatan/penyembuhan yang diberikan terhadap penderita DBD seperti yang tercatat pada kartu status,dikategorikan atas :

1. Cairan tunggal 2.Cairan dan transfusi

3.2.13. lama rawatan rata-rata adalah rata-rata lama hari rawatan penderita DBD di hitung dari tanggal mulai di rawat inap sampai keluar yang tercatat di kartu status.

3.2.14. keadaan sewaktu pulang adalah kondisi penderita DBD waktu keluar dari RSUD Lubuk pakam dan dikategorikan atas :

1.Pulang berobat jalan (PBJ)

2.Pulang atas permintaan sendiri (PAPS)

(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif yang menggunakan desain case saries.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di RSUD Lubuk Pakam. Adapun pertimbangan dalam pemilihan lokasi ini adalah rumah sakit ini merupakan rumah sakit pemerintah yang melayani sebagian besar warga lubuk pakam dan sekitarnya, tingginya kasus DBD yang di rawat inap, belum pernah dilakukan penelitian yang serupa pada tahun 2011, serta tersedianya data yang diperlukan.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan sejak bulan Oktober tahun 2011 sampai Juni tahun 2012. 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 sebanyak 210 penderita.

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah sebagian dari data penderita DBD yang dirawat inap di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011. Besar sampel diperoleh berdasarkan rumus:43

n =

(45)

Dimana: n = Besar sampel N = Besar populasi

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0.05)

n =

= 137,70 ≈ 138

4.4. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dari daftar populasi yang telah dipersiapkan (diurutkan berdasarkan bulan yang tertulis di kartu status) dilakukan dengan cara Simple Random Sampling yang menggunakan tabel angka acak dengan bergerak sejajar dari kiri ke kanan.

4.5. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder dari rekam medik RSUD Lubuk Pakam pada tahun 2011. Selanjutnya melakukan pencatatan sesuai dengan variabel yang dibutuhkan.

4.6. Analisa Data

Data yang diperoleh diolah menggunakan program SPSS. Analisa univariat secara deskriptif dan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-square, uji Exact Fisher, uji Kolmogorov-smirnov dan uji t kemudian disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi proporsi, diagram batang dan, diagram pie.

(46)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Keadaan umum dan perkembangan RSUD. Deli Serdang. 5.1.1. Keadaan Umum

Lokasi RSUD. Deli Serdang : Kota Lubuk Pakam

Luas Areal : ± 2,5 Ha

Luas Bangunan : ± 19.362 m2

Kapasitas tempat tidur : 160 Tempat tidur

Kedudukan/Status : Lembaga Teknisi Daerah. 5.1.2. Kronologis Perkembangan

Tahun 1958 : Rumah Sakit Pembantu

Tahun 1979 : Rumah sakit umum kelas D. Kep. Menkes. RI Nomor : 51/ Menkes/SK/II/1979.

Tahun 1987 : Rumah sakit umum daerah kelas C, Kep. Menkes. RI Nomor : 303/ Menkes/SK/IV/1987.

Tahun 2002 : Lembaga teknis daerah berbentuk badan disebut badan pelayanan RSUD. Deli serdang berdasarkan Kep. Bupati Deli Serdang Nomor: 264 tahun 2002.

Tahun 2008 : Rumah Sakit Umum kelas B non pendidikan ( Kep. Menkes RI Nomor : 405/MENKES/SK/IV/2008).

(47)

Misi Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Lubuk Pakam adalah

1. Memberikan pelayanan yang profesional, terjangkau, mudah, serta bertanggung jawab.

2. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM maupun sarana prasarana sesuai kebutuhan secara universal terarah dan berkesinambungan.

3. Mengembangkan sistem administrasi, informasi dan komunikasi serta pengelolaan data dan pelaporan secara cepat dan akurat.

4. Membina dan mengembangkan hubungan kerja sama sektor pelayanan kesehatan, pendidikan, penelitian, dan lingkungan dengan instansi, perusahaan, lembaga pendidikan, serta lembaga sosial lainnya.

5. Meningkatkan serta mengembangkan sistem manajemen yang transparan, akomodatif dan responsive.

5.2. Proporsi penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk Pakam berdasarkan Sosiodemografi.

(48)

Tabel.5.1. Distribusi proporsi penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 berdasarkan umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal.

(49)

6 Tempat tinggal 1.Lubuk pakam 2.Luar lubuk pakam

67 71

48,6 51,4

Total 138 100

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui distribusi proporsi tertinggi penderita DBD berdasarkan sosiodemografi sebagai berikut: umur ≥ 15 tahun (63%), jenis kelamin Perempuan (50,7%), agama Islam (74,6%), pendidikan SLTA (37,7%), pekerjaan Pelajar/ mahasiswa (43,5%) tempat tinggal Luar lubuk pakam (51,4%). 5.3. Sumber biaya

Distribusi Proporsi penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 berdasarkan sumber biaya dapat dilihat pada table berikut:

Tabel.5.2. Distribusi proporsi penderita DBD rawat inap berdasarkan sumber biaya di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Sumber biaya n %

Biaya sendiri 52 37,7

Bukan biaya sendiri 86 62,3

Total 138 100

Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui distribusi proporsi tertinggi penderita DBD berdasarkan sumber biaya yaitu dengan bukan biaya sendiri (62,3%).

5.4. Jumlah trombosit

(50)

Tabel.5.3. Distribusi proporsi penderita DBD rawat inap berdasarkan jumlah trombosit di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Jumlah trombosit n %

100.000/µl 96 69,6

>100.00/µl – 150.000/µ 42 30,4

Total 138 100

Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui distribusi proporsi tertinggi penderita DBD berdasarkan jumlah trombosit yaitu dengan jumlah trombosit ≤ 100.000/µl (69,6%).

5.5. Persentase hematokrit

Distribusi proporsi penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk pakam tahun 2011 berdasarkan persentase hematokrit dapat dilihat pada table berikut:

Tabel.5.4. Distribusi proporsi penderita DBD rawat inap berdasarkan persentase hematokrit di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Persentase hematokrit n %

40% 79 57,2

>40% 59 42,8

Total 138 100

Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui distribusi proporsi tertinggi penderita DBD berdasarkan persentase hematokrit yaitu dengan persentase hematokrit ≤ 40% (57,2%).

5.6. Tingkat keparahan

(51)

Tabel.5.5. Distribusi proporsi penderita DBD rawat inap berdasarkan tingkat keparahan di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Tingkat keparahan n %

Derajat I 105 76,1

Derajat II 32 23,2

Derajat III 1 0,7

Total 138 100

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui distribusi proporsi tertinggi penderita DBD berdasarkan tingkat keparahan yaitu dengan derajat I (76,1%).

5.7. Tindakan pengobatan

Distribusi proporsi penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk pakam tahun 2011 berdasarkan tindakan pengobatan dapat dilihat pada table berikut:

Tabel.5.6. Distribusi proporsi penderita DBD rawat inap berdasarkan tindakan pengobatan di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Tindakan pengobatan n %

Cairan tunggal 138 100

Cairan tunggal dan transfusi 0 0

Total 138 100

Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui distribusi proporsi tertinggi penderita DBD berdasarkan tindakan pengobatan yaitu dengan tindakan penggobatan cairan tunggal (100%)

5.8. Lama rawatan rata-rata (hari)

(52)

Tabel.5.7. Lama rawatan rata-rata (hari) penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk pakam tahun 2011.

Variabel Mean SD Minimal-Maksimal 95%CI

Lama rawatan (hari) 4,36 2,887 1 hari-9 hari 4,04 – 4,67

Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui lama rawatan rata-rata penderita DBD adalah 4,36 hari dengan standar deviasi 2,887 hari, lama rawatan yang paling singkat adalah 1 hari dan paling lama 9 hari. Berdasarkan 95 % confidence interval didapatkan lama rawatan rata-rata selama 4,04 hari sampai dengan 4,67 hari.

5.9. Keadaan sewaktu pulang

Distribusi proporsi penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk pakam tahun 2011 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada table berikut:

Tabel.5.8. Distribusi proporsi penderita DBD rawat inap berdasarkan keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Keadaan sewaktu pulang n %

Pulang berobat jalan (PBJ) 121 87,7

Pulang atas permintaan sendiri (PAPS)

17 12,3

Total 138 100

(53)

5.10. Analisis statistik

5.10.1. Tingkat keparahan berdasarkan umur

Tingkat keparahan penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk pakam tahun 2011 berdasarkan umur dapat dilihat pada table berikut:

Tabel.5.9. Proporsi umur penderita DBD rawat inap berdasarkan tingkat keparahan di RSUD Lubuk pakam tahun 2011.

Umur (tahun) Tingkat keparahan

Ringan (derajat I dan II)

Berat (derajat III dan IV)

n % n %

< 15 50 36,2 1 0,7

≥ 15 87 63,1 0 0

Total 137 99,3 1 0,7

Χ2

= 1,718 df= 1 p= 0,370

Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui proporsi tingkat keparahan berat lebih besar pada umur < 15 tahun (0,7%) dari pada umur ≥ 15 tahun (0%) dan proporsi tingkat keparahan ringan lebih besar pada umur ≥ 15 tahun (63,1%) dari pada umur < 15 tahun (98%).

(54)

5.10.2. Lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan sumber biaya

Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk pakam tahun 2011 berdasarkan sumber biaya dapat dilihat pada table berikut:

Tabel.5.10. Proporsi lama rawatan rata-rata (hari) penderita DBD rawat inap berdasarkan sumber biaya di RSUD Lubuk pakam tahun 2011 Sumber biaya Lama rawatan rata-rata (hari)

n Mean SD

Biaya sendiri 52 3,67 1,746

Bukan biaya sendiri 86 4,77 1,858

t= -3,429 df= 136 p= 0.001

Uji Kolmogorov-smirnov dengn p=0,003 menunjukkan bahwa data lama rawatan rata-rata berdistribusi normal, sehingga uji t dapat digunakan. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji t diperoleh p=0,001 yang berarti p<0,05 sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya.

5.10.3. Lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan jumlah trombosit

Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk pakam tahun 2011 berdasarkan jumlah trombosit dapat dilihat pada table berikut:

Tabel.5.11. Proporsi lama rawatan rata-rata (hari) penderita DBD rawat inap berdasarkan jumlah trombosit di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Jumlah trombosit Lama rawatan rata-rata (hari)

n Mean SD

100.000/µl 96 4,38 1,825

>100.000/µl – 150.000/µl 42 4,31 2,042

(55)

Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji t diperoleh p=0,852 yang berarti p>0,05 sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan jumlah trombosit.

5.10.4. Lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan persentase hematokrit

Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk pakam tahun 2011 berdasarkan persentase hematokrit dapat dilihat pada table berikut:

Tabel.5.12. Proporsi lama rawatan rata-rata (hari) penderita DBD rawat inap berdasarkan persentase hematokrit di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Persentase hematokrit Lama rawatan rata-rata (hari)

n Mean SD

≤ 40% 79 4,57 2,074

>40% 59 4,07 1,574

t= 1,554 df= 136 p= 0,123

Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji t diperoleh p=0,852 yang berarti p>0,05 sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan persentase hematokrit. 5.10.5. Lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan tingkat keparahan

Lama rawatan rata-rata penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk pakam tahun 2011 berdasarkan tingkat keparahan dapat dilihat pada table berikut:

Tabel.5.13. Proporsi lama rawatan rata-rata (hari) penderita DBD rawat inap berdasarkan tingkat keparahan di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Tingkat keparahan Lama rawatan rata-rata (hari)

n Mean SD

Ringan (derajat I dan II) 137 4,34 0,161

Berat (derajat III dan IV) 1 6,00 -

(56)

Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji t diperoleh p=0,383 yang berarti p>0,05 sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan tingkat keparahan.

5.10.6. Lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan keadaan sewaktu pulang Lama rawatan rata-rata (hari) penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk pakam tahun 2011 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada table berikut:

Tabel.5.14. Proporsi lama rawatan rata-rata (hari) penderita DBD rawat inap berdasarkan keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Keadaan sewaktu pulang Lama rawatan rata-rata (hari)

n Mean SD

Pulang berobat jalan (PBJ) 121 4,53 0,165

Pulang atas permintaan sendiri (PAPS)

17 3,12 0,428

t= 2,969 df= 136 p= 0,004

Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji t diperoleh p=0,004 yang berarti p<0,05 sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

5.10.7. Tingkat keparahan berdasarkan keadaan sewaktu pulang

(57)

Tabel.5.15. Tingkat keparahan penderita DBD rawat inap berdasarkan keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Keadaan sewaktu pulang Tingkat keparahan Total

Ringan (derajat I dan II)

Berat (derajat III dan IV)

n % n % n %

Pulang berobat jalan (PBJ) 120 99,2 1 0,8 121 100

Pulang atas permintaan sendiri (PAPS) 17 100 - 0 17 100

X2= 0,142 df= 1 p= 1,000

Berdasarkan Tabel 5.18 dapat diketahui tingkat keparahan berat (derajat III dan IV) lebih besar pada pulang berobat jalan (0,8%) dari pada pulang atas permintaan sendiri (0%).

Analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-square tidak dapat dilakukan karena terdapat 2 sel yang nilai expected count kurang dari 5 sehingga menggunakan uji Exact Fisher. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Exact Fisher diperoleh p=1,000 yang berarti p>0,05 sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan antara proporsi tingkat keparahan berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

5.10.8. Sumber biaya berdasarkan keadaan sewaktu pulang

(58)

Tabel.5.16. Sumber biaya penderita DBD rawat inap berdasarkan keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Keadaan sewaktu pulang Sumber biaya Total

Biaya sendiri Bukan biaya sendiri

n % N % n %

Pulang berobat jalan (PBJ) 45 37,2 76 62,8 121 100

Pulang atas permintaan sendiri (PAPS) 7 41,2 10 58,8 17 100

X2= 0,101 df= 1 p= 0,751

Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p=0,751 yang berarti p>0,05 sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi sumber biaya berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

5.10.9. Jumlah trombosit berdasarkan keadaan sewaktu pulang

Jumlah trombosit penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk pakam tahun 2011 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada table berikut:

Tabel.5.17. Jumlah trombosit penderita DBD rawat inap berdasarkan keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Keadaan sewaktu pulang Jumlah trombosit Total

≤100.000/µl >100.000/µl-150.000/µl

n % n % n %

Pulang berobat jalan (PBJ) 83 68,6 38 31,4 121 100

Pulang atas permintaan sendiri (PAPS)

13 76,5 4 23,5 17 100

X2=0,437 df= 1 p= 0,509

(59)

5.10.10. Persentase hematokrit berdasarkan keadaan sewaktu pulang

Persentase hematokrit penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk pakam tahun 2011 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada table berikut: Tabel.5.18. Persentase hematokrit penderita DBD rawat inap berdasarkan

keadaan sewaktu pulang di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Keadaan sewaktu pulang Persentase hematokrit Total

≤40% >40%

n % N % n %

Pulang berobat jalan ( PBJ) 67 55,4 54 44,6 121 100

Pulang atas permintaan sendiri (PAPS) 12 70,6 5 29,4 17 100

X2= 1,410 df= 1 p= 0,235

(60)

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Sosiodemografi

6.1.1. Proporsi penderita berdasarkan umur

Distribusi Proporsi penderita DBD berdasarkan umur dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 6.1. Proporsi penderita DBD rawat inap berdasarkan umur di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Berdasarkan Gambar 6.1. dapat diketahui proporsi tertinggi penderita DBD berdasarkan umur adalah umur 11-19 tahun (26%). Dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 proporsi kasus DBD di Indonesia terbanyak pada kelompok umur 4-5 tahun, kelompok resiko tinggi DBD meliputi anak berumur 5-9 tahun.31

(61)

Di kabupaten Tranggalek sampai dengan November 2004 jumlah penderita DBD tertinggi pada umur 5-9 tahun. Pada umur 5-6 tahun anak mulai masuk TK dan pada usai 7-9 tahun anak duduk di bangku SD. Dari data ini tidak menutup kemungkinan penularanya terjadi bukan pada rumah mereka, tapi pada sekolah anak-anak tersebut.46 Dari gambar 6.1 di atas penderita DBD juga dijumpai pada umur ≥ 65 tahun, kelompok umur ini pada umumnya lebih lama beraktivitas di dalam rumah, nyamuk pembawa virus dengue yang gemar hidup di dalam rumah adalah Aedes aegypti berbeda dengan nyamuk Aedes albopictus yang gemar tinggal disekitar rumah.44

Hasil penelitian Safinah (2004) dengan desain case series menemukan proporsi umur terbanyak ≥ 15 tahun (54%), 28 hasil yang sama juga di dapat pada penelitian Sondang (2006) dengan desain case series menemukan proporsi umur terbanyak ≥ 15 tahun (52,1%).45

6.1.2. Proporsi penderita berdasarkan jenis kelamin

(62)

Gambar 6.2. Proporsi penderita DBD rawat inap berdasarkan jenis kelamin di RSUD Lubuk pakam tahun 2011

Berdasarkan Gambar 6.2 dapat diketahui proporsi tertinggi penderita DBD berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan (50,7%). Pada umumnya anak laki-laki lebih rentan terhadap infeksi dari pada anak perempuan. Hal ini disebabkan karena produksi imunoglobin dan anti bodi yang dikelola secara genetika dan hormonal pada anak perempuan lebih efisien dibandingkan pada anak laki-laki, sampai sekarang belum ada yang dapat memberikan jawaban yang tuntas mengenai perbedaan jenis kelamin pada penderita DBD.47

Hasil penelitian Safinah(2004) dengan desain case series menemukan proporsi tertinggi penderita DBD berjenis kelamin perempuan (53,2),28 berbeda dengan hasil penelitian Sondang (2006) dengan desain case series menemukan proporsi penderita tertinggi berjenis kelamin laki-laki (53,1%).45

50.7% 49.3%

(63)

6.1.3. Proporsi penderita berdasarkan agama

Distribusi Proporsi penderita DBD berdasarkan agama dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 6.3. Proporsi penderita DBD rawat inap berdasarkan agama di RSUD Lubuk pakam tahun 2011.

Berdasarkan Gambar 6.3. diketahui proporsi tertinggi penderita DBD adalah agama Islam (74,6%), Hal ini bukan berarti bahwa agama Islam merupakan risiko tinggi terjadinya DBD, tetapi kemungkinan disebabkan lebih banyak penderita yang datang untuk berobat ke rumah sakit tersebut adalah yang beragama Islam.

Hasil penelitian Puteri (2007) dengan desain case series menemukan proporsi penderita terbanyak beragama Islam (94,5%),41 hasil yang sama juga didapat pada penelitian Vivijulia (2010) dengan desain case series menemukan proporsi penderita terbanyak beragama Islam (86,8%).42

74.6% 25.4%

Gambar

Tabel.5.1. Distribusi proporsi penderita DBD rawat inap di RSUD Lubuk Pakam tahun 2011 berdasarkan umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal
Tabel.5.2. Distribusi proporsi penderita DBD rawat inap berdasarkan sumber
Tabel.5.9. Proporsi umur penderita DBD rawat inap berdasarkan tingkat keparahan di RSUD Lubuk pakam tahun 2011
Tabel.5.11. Proporsi lama rawatan rata-rata (hari) penderita DBD rawat inap berdasarkan jumlah trombosit di RSUD Lubuk pakam tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Conclusions: The finding that women and men with major depressive disorder demonstrated a similar therapeutic outcome after placebo administration suggests that gender is not

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola pemberian makan dan status gizi anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Kabupaten Samosir..

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Dijumpai hubungan level parameter hematologi rutin dengan outcome , dimana level hemoglobin, hematokrit dan LED memiliki hubungan terbalik yang signifikan.. terhadap skor

[r]

Diumumkan kepada penyedia Lelang untuk jenis Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultan perencanaan pembangunan Tahap II Gedung Kuliah Fakultas Adab dan Humaniora UIN

Bagi Peserta yang berkeberatan, dapat mengajukan sanggahan ditujukan kepada Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung paling lambat hari