PEMBUATAN KERUPUK MPF (MULTI PURPOSE FOOD) DARI
CAMPURAN UBI KAYU, WORTEL DAN ISOLAT PROTEIN
PROTEIN HASIL ISOLASI PROTEIN DARI LIMBAH
PADAT PABRIK KECAP DENGAN CaSO
4SKRIPSI
CUT RAMSULIANA
070822029
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMBUATAN KERUPUK MPF (MULTI PURPOSE FOOD) DARI CAMPURAN UBI KAYU, WORTEL DAN ISOLAT PROTEIN PROTEIN HASIL ISOLASI
PROTEIN DARI LIMBAH PADAT PABRIK KECAP DENGAN CaSO4
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
CUT RAMSULIANA 070822029
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PEMBUATAN KERUPUK MPF (MULTI PURPOSE
FOOD) DARI CAMPURAN UBI KAYU, WORTEL DAN ISOLAT PROTEIN DARI LIMBAH PADAT PABRIK KECAP DENGAN CaSO4.
Kategori : SKIRIPSI
Nama : CUT RAMSULIANA
Nomor Induk Mahasiswa : 070822029
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
DISETUJUI
Medan, Agustus 2012
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Dr. Rumondang Bulan Nst, MS
NIP. 195408031985032001 NIP.130 175 778
Prof. Dr. RA. Harlinah SPW, M.Sc
Diketahui/ Disetujui
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PEMBUATAN KERUPUK MPF (MULTI PURPOSE FOOD) DARI CAMPURAN UBI KAYU, WORTEL DAN ISOLAT PROTEIN PROTEIN HASIL ISOLASI
PROTEIN DARI LIMBAH PADAT PABRIK KECAP DENGAN CaSO4
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Januari 2012
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadhirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia – Nya serta kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada terima kasih kepada orang tua yang telah membimbing, memberikan semangat dan selalu mendo’akan penulis. Selama penulisan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada : Ibu Prof. Dr. RA. Harlinah SPW, M.Sc. selaku Dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS selaku Dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan karya ilmiah ini. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU. Bapak selaku Dekan FMIPA USU. Para Dosen dan Civitas Akademik Departemen Kimia USU. Teristimewa dalam ksempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada suami dan anak yang selalu menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Buat adik – adik yang selalu memberikan bantuan dalam mencari sampel dalam penelitian ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan dari berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
Dan penulis juga menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis menghrapkan kritik dan saran yang membangun karya ilmiah ini ke arah yang lebih baik.
Medan, Juli 2007 Penulis
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan salah satu usaha penganekaragaman bahan pangan untuk menciptakan suatu makanan baru yang bernilai gizi yang baik dan bernilai ekonomis. Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan isolat protein dari Pabrik Kecap untuk campuran kerupuk dengan variasi perbandingan antara isolat protein dan ubi kayu dengan penambahan warna alami wortel dan kandungan nutriennya. Kadar nutrient yang dianalisa adalah kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl, kadar
β – Karoten dan uji organoleptik terhadap rasa dari kerupuk yang dihasilkan yang
ditentukan dengan menggunakan metode skala hedonik. Kadar protein dan kadar β – Karoten tertinggi di peroleh pada kerupuk dengan perbandingan (1:3) yaitu 5,38 %
THE MAKING CRACKERS FROM THE MIXTURE OF CASSAVA, CARROT AND ISOLATE OF PROTEIN FROM THE WASTE OF
KETCHUP FACTORY WITH CaSO4
ABSTRACT
This research is one of diversification effort of food subtance to create an economic valuable nutrious food. It has been done the research about the using of isolat of protein from Ketchup Industry as the mixture of crackers with various comparison between isolat of protein from Ketchup Industry and cassava by adding extract of carrot and about it’s nutrient content also. The analyzing nutrient are protein content
by using Kjeldahl method, and turning to dust β – Karotena and organoleptic test
about taste of crackers by using hedonic scale. The highest content of protein and β – Karotena is found in the crackers in comparison (1:3) namely 5,38 % and 53,59 ppm.
\
1.7.Metodologi Penelitian 3
Bab 2 Tinjauan Pustaka 5
2.1.Protein 5
2.1.1. Fungsi Protein 5
2.1.2. Analisa Protein Secara Kualitatif 6
2.1.3. Analisa Protein Secara Kuantitatif 7
2.1.4. Salting Out 9
2.2.Multi Purpose Food 9
2.3.Kacang Kedelai 10
2.3.1. Klasifikasi Tanaman Kedelai 10
2.3.2. Morfologi Tanaman Kedelai 10
2.3.3. Syarat – Syarat Tumbuh 11
2.3.4. Jenis – Jenis Kacang Kedelai 11
2.3.5. Kriteria Mutu Kedelai 12
2.3.6. Manfaat Kacang Kedelai 12
2.3.7. Kandungan Gizi Kacang Kedelai 13
2.4.Kecap 13
2.4.1. Prosedur Pembuatan Kecap Kedelai 14
2.4.2. Limbah Kecap 15
2.5.Ubi Kayu 15
2.6.Kerupuk 17
2.7.Wortel 17
2.8.Beta Karoten 19
Bab 3 Bahan dan Prosedur Penelitian 21
3.1.Alat – Alat 21
3.2.Bahan – Bahan 22
3.3.Prosedur Penelitian 22
3.3.1. Penyediaan Indikator Dan Katalis 22
3.3.2. Pembuatan Reagent 22
3.3.3. Pengambilan Sampel 23
3.3.4. Pembuatan Isolat Protein dari Pabrik Kecap 23
3.3.5. Pembuatan Kerupuk 23
3.3.6. Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Kjeldahl 24 3.3.7. Penentuan Kadar β – Karoten Sampel (Porim Test 24
Method 1995)
3.3.8. Uji Organoleptik 25
3.4.Bagan Penelitian 26
3.4.1. Pembuatan Isolat Protein dari Pabrik Kecap 26
3.4.2. Pembuatan Kerupuk 27
3.4.3. Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Kjeldahl 28 3.4.4. Penentuan Kadar β – Karoten Sampel (Porim Test 29
Method 1995)
3.4.5. Uji Organoleptik 29
Bab 4 Data Dan Pembahasan 30
4.1.Hasil 30
4.4.1. Penentuan Kadar Protein 31
4.4.1.1. Analisa Data Dengan Metode CCT 31 (Chauvenet Criterion Test)
4.4.2. Perhitungan Kadar β – Karoten 31
4.4.2.1. Analisa Data Dengan Metode CCT 32 4.4.2.2. (Chauvenet Criterion Test
4.2.Pembahasan 32
Bab 5 Hasil Dan Kesimpulan 34
5.1 Kesimpulan 34
5.2 Saran 34
Daftar Pustaka 35
DAFTAR TABEL
Tabel. 2.1 Kriteria Mutu Kedelai 12
Tabel. 2.2 Kandungan Zat – Zat Makanan Pada Kedelai 13 Tabel. 2.3 Komposisi Zat Gizi Kecap Kedelai dalam 100 gram 14 Tabel. 2.4 Komposisi Nutrien Ubi Kayu (per 100 gram bahan) 16 Tabel. 2.5 Kandungan Nilai Gizi dan Kalori dalam Umbi 18
Wortel per 100 gram Bahan Segar
Tabel. 2.6 Uji Kesukaan dengan Skala Hedonik 20
DAFTAR GAMBAR
Gambar. 2.1 Lingkaran Pada Proses Penglihatan 6
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel L.1 Data Kadar Nutrien Kerupuk 38
Tabel L.2 Data Hasil Pengukuran Kadar Protein 39
Tabel L.3 Data Statistik Kadar Protein 39
Tabel L.4 Data Hasil Pengukuran Kadar β – Karoten 40
Tabel L.5 Data Statistik Kadar β – Karoten 40
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan salah satu usaha penganekaragaman bahan pangan untuk menciptakan suatu makanan baru yang bernilai gizi yang baik dan bernilai ekonomis. Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan isolat protein dari Pabrik Kecap untuk campuran kerupuk dengan variasi perbandingan antara isolat protein dan ubi kayu dengan penambahan warna alami wortel dan kandungan nutriennya. Kadar nutrient yang dianalisa adalah kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl, kadar
β – Karoten dan uji organoleptik terhadap rasa dari kerupuk yang dihasilkan yang
ditentukan dengan menggunakan metode skala hedonik. Kadar protein dan kadar β – Karoten tertinggi di peroleh pada kerupuk dengan perbandingan (1:3) yaitu 5,38 %
THE MAKING CRACKERS FROM THE MIXTURE OF CASSAVA, CARROT AND ISOLATE OF PROTEIN FROM THE WASTE OF
KETCHUP FACTORY WITH CaSO4
ABSTRACT
This research is one of diversification effort of food subtance to create an economic valuable nutrious food. It has been done the research about the using of isolat of protein from Ketchup Industry as the mixture of crackers with various comparison between isolat of protein from Ketchup Industry and cassava by adding extract of carrot and about it’s nutrient content also. The analyzing nutrient are protein content
by using Kjeldahl method, and turning to dust β – Karotena and organoleptic test
about taste of crackers by using hedonic scale. The highest content of protein and β – Karotena is found in the crackers in comparison (1:3) namely 5,38 % and 53,59 ppm.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kacangan – kacangan merupakan sumber zat protein nabati. Tiap 100 gram kacang –
kacangan mengandung sekitar 25 – 35 gram zat protein nabati. Selain zat protein,
mengandung pula zat lemak, zat hidrat arang, vitamin B, vitamin A, mineral (seperti
zat kalsium, zat pospor, dan serat terutama di bagian kulit ari) (C. Soejoeti T, 1998).
Mendengar kata limbah, bayangan orang tertuju pada barang sisa, buangan,
kotor, dan mencemari lingkungan. Salah satu industri pertanian yang cukup
berkembang dan potensial mencemari lingkungan adalah industri kecap. Di Indonesia
kebanyakan indsutri kecap menggunakan bahan dasar kedelai. Hal yang menarik dari
pembuatan kecap ini adalah tingginya kadar protein dari bahan dasar yang ada pada
kedelai dapat mencapai 37,2% bahkan pada varietas unggul kadar protein bisa
mencapai 40 – 43 %. Tetapi setelah menjadi kecap hanya sekitar 2 – 6 % saja
kandungan protein yang terdapat di dalamnya. Disamping karena pengenceran,
berkurangnya kadar protein ini juga karena tidak semua protein terkandung dalam
kedelai dapat terikut kedalam kecap tetapi teringgal dalam ampas kecap. Karena
ampas kecap ini mengandung kadar protein yang cukup tinggi yaitu + 20 % yang
dapat merupakan sumber protein (Muhammad Yuzar Fahrie, 2005).
Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat
bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Disamping berat molekul yang
berbeda – beda, protein mempunyai sifat – sifat yang berbeda – beda pula (Anna
Poedjiadi, 1994)
MPF ( Multi Purpose Food) merupakan teknologi tepat guna yang mempunyai
tujuan untuk menciptakan makanan baru yang mempunyai nilai yang baik,
makanan yang siap saji tetapi mempunyai mutu untuk memenuhi kebutuhan manusia
dalam bidang pangan.
Berkaitan dengan penggunaan bahan tambahan makanan sumber protein yang
bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi dari suatu makanan, misalnya bila
dicampurkan dalam pembuatan kerupuk ubi/ kanji (kerupuk aci), tepung gaplek dan
lain – lain, maka penulis tertarik untuk memanfaatkan limbah padat indsutri kecap
sebagai bahan campuran pembuatan makanan dan sebagai sumber protein pada
makanan.
1.2. Permasalahan
Menurut Departemen Perindustrian ada empat buah Pabrik Kecap di Kota Medan
dengan total limbah 250 ton pertahun atau 85 ton/pabrik/tahun. Hal ini perlu mendapat
perhatian karena limbah padat industri kecap umumnya hanya ditumpukkan pada bak
segi empat dan hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak, padahal kandungan protein
nabati yang terdapat pada limbah padat industri kecap masih sangat tinggi. Oleh
karena itu dalam membantu program pemerintah dalam pelestarian lingkungan juga
penulis tertarik untuk memanfaatkan isolat protein dari pabrik kecap dalam
penganekaragaman makanan atau MPF sehingga timbul permasalahan apakah dengan
itu nilai makanan yang rendah gizinya menjadi makanan yang bernilai gizi.
1.3. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masalah sebagai berikut :
1. Sampel yang digunakan adalah limbah padat industri kecap yang digunakan
berasal dari PT. Ketjap Angsa yang beralamat di Jalan Meranti No. 12 Medan.
2. Bahan pangan kerupuk dibuat dari ubi kayu dan isolat protein dari Pabrik
Kecap dengan penambahan wortel dengan variasi perbandingan yaitu 1:0, 1:1,
1:2, 1:3 dengan penambahan wortel.
3. Dilakukan uji organoleptik untuk memperoleh kerupuk terbaik.
4. Parameter yang dianalisa dibatasi pada penentuan kadar protein dan kadar β –
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menentukan apakah dapat dibuat isolat protein dari Pabrik Kecap dan
menentukan kadar protein yang terkandung pada bubuk isolat protein dari
pabrik Kecap tersebut.
2. Untuk mengetahui bahwa ubi kayu yang tidak memiliki nilai gizi dengan
penambahan isolat protein menjadi makanan yang bernilai gizi,
3. Diversifikasi makanan.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada :
1. Pengusaha pabrik kecap bahwa limbah padatnya masih dapat digunakan
sehingga bisa menambah income/ pendapatan pabrik kecap tersebut.
2. Untuk membuat diversifikasi makanan bagi jajan anak – anak yang bernilai
gizi khususnya bagi balita.
3. Membantu pemerintah dalam menanggulangi pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh buangan limbah kecap.
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/ KBM (Kimia Bahan Makanan)
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Pangan Badan
Riset dan Standardisasi Industri Medan di Jl. Sisingamaraja No. 24 tepat di depan
Taman Makam Pahlawan Medan.
1.7. Metodolodi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium.
Adapun langkah – langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
2. Penyediaan sampel yaitu limbah padat pabrik kecap dicuci bersih dulu lalu
direbus dan dihaluskan kemudian disaring, ditambah batu tahu selanjutnya
dikeringkan di bawah sinar matahari dan dihaluskan.
3. Ditentukan parameter kadar protein.
4. Pembuatan kerupuk dengan variasi perbandingan antara campuran ubi kayu
dan isolat protein dari Pabrik Kecap yaitu 1:0, 1:1, 1:2, 1:3 dengan
penambahan wortel.
5. Ditentukan parameter kadar protein dan kadar β – karoten, yaitu : • Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl.
• Penentuan kadar β – karoten dengan MPOB Test Method p.2.6: 2004
6. Dilakukan uji organoleptik dengan skala hedonik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Protein
Protein dibuat dari satu atau lebih rantai polipeptida yang terdiri dari banyak asam
amino yang dihubungkan oleh rantai peptida. Berat molekul protein bervariasi mulai
dari 5000 hingga satu juta atau lebih. Semua protein, tanpa memperhatikan fungsi atau
jenis dari sumbernya dibuat dari dua puluh asam amino, yang disusun dari rangkaian
yang bervariasi ( Lehninger, 1976).
Sumber protein di dalam makanan dapat dibedakan atas dua sumber yaitu
protein hewani dan nabati. Oleh karena struktur fisik dan kimia protein hewani sama
dengan yang dijumpai pada tubuh manusia, maka protein yang berasal dari hewan
mengandung semua asam amino dalam jumlah yang cukup membentuk dan
memperbaiki jaringan tubuh manusia. Kecuali pada kedelai, semua pangan nabati
mempunyai protein dengan mutu yang lebih rendah dibandingkan hewani (Agus
Krisno Budianto, 2009).
Beberapa makanan sumber protein ialah daging, telur, susu, ikan, beras,
kacang, kedelai, gandum, jagung, dan buah – buahan. Beberapa makanan yang
mengandung protein serta kadar proteinnya dapat dilihat pada tabel (Anna poedjiadi,
1994).
2.5.1. Fungsi Protein
Berdasarkan fungsi biologinya, protein dapat diklasifikasikan sebagai enzim
(dehidrogenase, kinase), protein penyimpanan (feritin, mioglobin), protein pengatur
(protein pengikat DNA, hormon peptida), protein struktural (kolagen, proteoglikan),
(hemoglobin, lipoprotein plasma) dan protein kontraktil/ motil (aktin, tubulin) (Robert
K. Murray, 2003).
Protein yang mempunyai fungsi sebagai media perambatan impuls saraf ini
biasanya berbentuk reseptor; misalnya rodopsin, suatu protein yang bertinak sebagai
reseptor penerima warna atau cahaya pada sel – sel mata (Winarno, 1997).
2.5.2. Salting Out
Pertama – tama cara presipitasi isoelektrik, diikuti dengan metoda salting – out atau
pengendapan proteinnya dengan menurunkan konstanta dielektrik dari medium
dengan etanol. Protein pengotor lain dapat dihilangkan dengan cara denaturasi selektif
atau koagulasi. Pada tahap terakhir dilakukan dengan metoda kromatografi dan
elektroforesa, untuk mendapatkan protein yang murni (Wirahadikusumah, 1977).
2.5.3. Analisa Protein Secara Kualitatif 1. Reaksi Xantoprotein
Reaksi untuk melihat adanya gugus fenil pada molekul protein, gugus fenil dengan
asam nitrat membentuk senyawa nitro yang berwarna kuning setelah dipanaskan.
2. Reaksii Sakaguchi
Reaksi ini berdasarkan adanya gugus guanidin dengan reagensia Sakaguchi,
memberikan warna merah.
3. Reaksi Millon
Reaksi ini berdasarkan inti fenol bereaksi dengan reagensia Millon, memberikan
warna merah.
4. Metode Biuret
Reaksi ini berdasarkan adanya dua atau lebih ikatan peptida dengan reagensia
Biuret memberikan warna lembayung (Pantjita H, 1993).
5. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah
dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung
6. Reaksi Hopkins – Cole
Triptofan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehida dengan bantuan asam
kuat dan membentuk senyawa yang berwarna. Larutan protein yang mengandung
triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins – Cole hingga membentuk
lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu
pada batas antara kedua lapisan tersebut (Anna Poedjiadi, 1994).
2.5.4. Analisa Protein Secara Kuantitatif 1. Metode Biuret.
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan
CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa – senyawa yang
mengandung gugus amida asam.
2. Metode Lowry
Protein dengan asam fosfotungstat-fosfomolibdat pada suasana alkalis akan
memberikan warna biru yang intensitasnya bergantung pada konsentrasi yang
ditera. Kosentrasi protein diukur berdasarkan optik density pada panjang
gelombang 600 nm.
3. Metode Spektrofotometer UV
Kebanyakan protein mengabsorpsi sinar ultraviolet maximum pada 280 nm. Hal
ini terutama oleh adanya asam amino tirosin triptofan dan fenilalanin yang ada
pada protein tersebut.
4. Metode Turbidimeter
Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila
ditambahkan bahan pengendap protein misalnya TCA, K4Fe(CN)6 atau asam
sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter.
5. Penentuan Protein dengan Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa NaOH, kemudian ditambahkan formalin
akan membentuk dimethilol. Indikator yang digunakan adalah PP, akhir titrasi bila
tepat terjadi perrubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30
6. Metode Kjeldahl
Prinsip metode Kjeldahl adalah mula – mula bahan didekstruksi dengan asam
sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Ammonia
yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Metode Kjeldahl
pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimikro.
Cara makro – Kjeldahl digunakan untuk sampel yang sukar dihomogenisasi dan
besarnya 1– 3 gram, sedangkan semimikro – Kjeldahl dirancang untuk sampel
yang berukuran kecil, yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen (Maria
Bintang, 2010).
1. Tahap Destruksi
Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur – unsurnya.Elemen karbon, hydrogen teroksidai menjadi
CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya ( N ) akan berubah menjadi
(NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses dekstruksi sering ditambahkan katalisator
selenium. Dengan penambahan bahan katlisator tersebut titik didih asam sulfat
akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar
antara 370 – 4100 C. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih
atau tidak berwarna lagi.
2. Tahap Destilasi
Pada tahap destilasi ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia ( NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan
selanjutnya ditangkap oleh larutan asam standar.Asam standar yang dipakai
adalah asam borat 3 % dalam jumlah yang berlebihan. Untuk mengetahui asam
dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR dan atau
PP. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi dengan ditandai
destilat tidak bereaksi basis.
3. Tahap Titrasi
Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan
titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N
% N = ����� ( ������−������ )
����������� (�)�1000 x N HCl x 14,008 x 100 %
Setelah diperoleh % N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan
suatu faktor : % P = % N x faktor konversi
2.2. Multi Purpose Food (MPF)
Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk
mengatasi masalah ketergantungan pada suatu bahan pangan pokok saja (Suyarno, E.,
1989). MPF (Multi Purpose Food) merupakan teknologi tepat guna yang mempunyai
tujuan untuk menciptakan makanan baru yang mempunyai nilai gizi yang baik,
menciptakan makanan yang lezat dan bernilai ekonomis rendah dan menciptakan
makanan yang siap saji tetapi mempunyai mutu yanga tinggi untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam bidang pangan.
Menurut W.C. Rose 1950 bahwa MPF mempunyai 4 fungsi yaitu :
1. Konsumsi protein boleh dipenuhi oleh protein nabati
2. Peningkatan nilai gizi bahan makanan yang rendah nilai gizinya
3. Pemanfaatan bahan makanan rendah nilai gizi
4. Diversifikasi bahan pangan.
Yang dimaksud dengan penganekaragaman pangan adalah upaya untuk
mengankeragamkan pola konsumsi pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan
mutu gizi makanan yang dikonsumsi pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan
mutu gizi makanan yang dikonsumsi yang pada akhirnya akan meningkatkan status
gizi penduduk. Pola konsumsi pangan, yang lebih banyak menekankan ebergi berasal
dari karbohidrat didorong untuk berubah ke arah pola sesuai dengan Pedoman Umum
Gizi seimbang (PUGS), (Sunita Almatsier, 2004).
2.3. Kacang Kedelai
Kedelai ini merupakan sumber protein yang penting bagi manusia. Kedelai dapat
digunakan untuk berbagai macam keperluan. Untuk makanan manusia, makanan
ternak, dan untuk bahan industri. Di Indonesia penggunaan kedelai masih terbatas
2.3.1. Klasifikasi Tanaman Kedelai
Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan
Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa botani yang dapat diterima
dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai
sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Familia : Papilionaceae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.) Merill
2.3.2. Morfologi Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan merupakan tanaman
semusim. Kedelai berakar tunggang, pada tanah gembur akar kedelai dapat sampai
kedalaman 150 cm. Pada akarnya terdapat bintil – bintil akar, berupa koloni dari
bakteri Rhizobium japonikum. Kedelai berbatang semak, dengan tinggi batang antara
30 – 100 cm. Setiap batang dapat membentuk 3 – 6 cabang. Bunga kedelai termasuk
bunga sempurna, artinya dalam setiap bunga terdapat alat jantan dan alat betina.
Bunga terletak pada ruas – rusa batang, berwarna ungu atau putih. Buah kedelai
berbentuk polong, setiap buah berisi 1 – 4 biji. Rata – rata berisi 2 biji. Polong kedelai
mempunyai bulu, berwarna kuning kecoklatan atau abu – abu.
2.3.3. Syarat – Syarat Tumbuh
Indonesia mempunyai iklim tropis yang cocok untuk pertumbuhan kedelai, karena
kedelai menghendaki hawa yang cukup panas. Pada umumnya pertumbuhan kedelai
sangat ditentukan oleh ketinggian tempat dan biasanya akan tumbuh baik pada
ketinggian tidak lebih dari 500 m di atas permukaan laut. Suhu yang cukup tinggi dan
curah hujan yang kurang, atau sebaliknya pada suhu yang rendah dan curah hujan
yang berlebihan menyebabkan turunnya kualitas biji kedelai yang dihasilkan. Suhu
banyak keuntungan. Pertumbuhan yang optimal dapat diperoleh dengan menanam
kedelai pada bulan – bulan kering asal kelembapan tanah masih cukup terjamin
(Suprapto HS, 2001).
2.3.4. Jenis – Jenis Kacang Kedelai
Jenis kedelai dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu : kedelai kuning, kedelai hitam
kedelai hijau, kedelai coklat. Jenis-jenis kedelai tersebut dapat didefinisikan sebagai
berikut:
Kedelai kuning adalah kedelai yang kulit bijinya berwarna kuning, putih atau hijau,
yang bila dipotong melintang memperlihatkan warna kuning pada irisan keping
bijinya.
Kedelai hitam adalah kedelai yang kulit bijinya berwarna hitam. Kedelai hitam
inilah yang biasanya dijadikan kecap.
Kedelai hijau dalah kedelai yang kulit bijinya berwarna hijau yang bila dipotong
melintang memperlihatkan warna hijau pada irisan keping bijinya.
Kedelai coklat adalah kedelai yang kulit bijinya berwarna coklat
2.3.5. Kriteria Mutu Kedelai
Untuk memperoleh produk olahan kedelai yang bermutu baik, biji kedelai yang
diperdagangkan harus memenuhi dua persyaratan yang telah ditetapkan oleh
Departemen Perdagangan, yaitu persyaratan umum dan persyaratan pokok.
1. Persyaratan umum
Persyaratan biji kedelai sebagai bahan baku pangan secara umum sebagai berikut :
Bebas dari sisa tanaman, baik berupa kulit polong, potongan batang, ranting, batu,
kerikil, tanah, atau biji – biji yang lain.
Biji kedelai tidak terdapat luka atau bebas serangan hama dan penyakit.
Biji tidak memar, rusak atau keriput.
2. Persyaratan pokok
Ada tiga tingkatan mutu kedelai yang telah diklarifikasi yaitu mutu I, mutu II, dan
Tabel. 2.1. Kriteria Mutu Kedelai
2.3.6. Manfaat Kacang Kedelai
Kedelai bisa diolah menjadi bahan makanan, minuman serta penyedap cita rasa
masakan. Di pasar – pasar, kedelai dijajakan dalam bentuk rebusan, dan diberi sedikit
gula sehingga rasanya manis dan sangat disukai anak – anak. Sebagai bahan makanan
pada umumnya kedelai tidak langsung dimasak, melainkan diolah terlebih dahulu,
sesuai dengan kegunaannya, misalnya dibuat tempe dan tahu, kedelai juga dibuat
kecap, taoco, taoge bahkan diolah secara modern menjadi susu dan minuman sari
kedelai, kemudian dikemas di dalam botol (AAK, 2002).
2.3.7. Kandungan Gizi Kacang Kedelai
Sebagai makanan, kedelai sangat berkhasiat bagi pertumbuhan dan menjaga kondisi
sel – sel tubuh. Kedelai banyak mengandung unsur – unsur dan zat – zat makanan
penting seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel.2.2. Kandungan Zat – Zat Makanan Pada Kedelai
2.4. Kecap
Kecap adalah
hitam yang rasanya manis atau asin. Bahan dasar pembuatan kecap umumnya adalah
kedelai atau kedelai hitam. Namun adapula kecap yang dibuat dari bahan dasar air
kelapa yang umumnya berasa asin. Kecap manis biasanya kental dan terbuat dari
kedelai hitam bahkan air kelapa, kecap juga dapat dibuat dari ampas padat dari
pembuatan
Tabel. 2.4. Komposisi zat gizi kecap kedelai dalam 100 gram
N0 Zat gizi Kecap
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1979
Kecap termasuk bumbu makanan berbentuk cair, berwarna coklat kehitaman,
serta memiliki rasa dan aroma yang khas.
2.4.1. Prosedur Pembuatan Kecap Kedelai
1. Penyortiran : Menyiapkan biji kedelai hitam yang tua. Bebas dari sisa tanaman
batu, kerikil, tanah, biji kedelai tidak luka, bebas serangan hama dan penyakit,
tidak memar atau rusak, kulit biji tidak keriput. Caranya biji kedelai diletekan
pada tampah kemudian di tampi.
2. Pencucian : Setelah disortir, kedelai dicuci dengan air bersih.
3. Perebusan : Perebusan dilakukan selama 2 jam. Caranya biji kedelai
dimasukan ke dalam panci kemudian direbus dengan kompor. Banyaknya air
4. Penirisan : Penirisan dilakukan dengan menggunakan kalo selama 0,5 – 1 jam
sampai kedelai dingin.
5. Penjamuran : Setelah kedelai dingin dilakukan penjamuran menggunakan laru
kecap dengan perbandingan 1 kg bahan membutuhkan 1 gram laru jenis
Rhizopus.Sp.
6. Penggaraman : Biji kedelai yang telah berjamur dimasukan dalam larutan
garam 20 %. Maksudnya mencampur 200 gram garam kedalam air 1 liter.
Sebagai patokan untuk 1 kg bahan membutuhkan 4 liter larutan garam 20 %.
7. Penyaringan I : Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan
kalo. Hasil utamanya berupa filtrat, sedangkan hasil sampingnya berupa
ampas.
8. Perebusan II : Sebelum direbus, kedalam filtrat ditambahkan gula kelapa yang
dicairkan, bumbu-bumbu penyedap dan air bersih. Sebagi patokan untuk 1
liter filtrat membutuhkan 2 kg gula kelapa yang telah dicairkan atau larutkan
dalam 0,5 liter air.
.9. Penyaringan II : Selanjutnya dilakukan penyaringan II dengan menggunakan
kain penyaring.
10. Pembotolan : Pembotolan dengan menggunakan botol yang bersih. Kemudian
cairan kecap dimasukan ke dalam botol dan di tutup rapat
2.4.2. Limbah Kecap
Salah satu jenis industri pertanian yang cukup berkembang dan potensial mencemari
lingkungan adalah industri kecap. Diketahui bahwa limbah dari industri kecap
merupakan padatan terapung yang mengandung 27,26% protein, 24,30 % lemak,
28,83 % karbohidrat dan kadar garam yang cukup tinggi (Widayati, 1996).
Selain itu juga dihasilkan limbah cair yang berasal dari bahan baku atau bahan
pembantu yang digunakan. Apabila padatan itu dibuang ke perairan (sungai atau
danau) maka akan terjadi pengendapan. Kemudian akan terurai secara perlahan
mengganggu daerah pembiakan ikan bahkan dapat mematikan kehidupan makhluk air
di sepanjang aliran sungai tersebut (Lubis, 1997).
2.5. Ubi kayu
Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adala
tahunan tropika dan subtropika dari keluarga
sebagai
Klasifikasi ilmiah,
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Upafamili : Crotonoideae
Bangsa : Manihoteae
Genus : Manihot
Spesies : M. Esculenta
Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan
daunnya sebagai sayuran. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning –
kuningan.Umbi singkong tidak tahan disimpan meskipun ditempatkan di lemari
pendingin (
Tinggi tanaman singkong mencapai 1,5 – 3 m. Singkong banyak ditanam di
sawah, kebun, dan pekarangan. Batangnya lunak. Daun bertangkai panjang metah atau
hijau. Helaian daun seperti telapak tangan dengan jari 3 – 7 buah..umbi dan daun
mengandung minyak asiri, gom, saponin, flavonoid, dan sulfur (Daniel Mangonting,
dkk, 2005 ).
Singkong yang berbahaya untuk dikonsumsi adalah umbi yang kulitnya cacat,
terluka atau terpotong. Keadaan kulit yang demikian menyebabkan enzim linase yang
menghasilkan asam sianida. Bila singkong yang sudah dalam keadaan yang demikian
itu dikonsumsi juga maka konsumen tidak dapat terhindar dari keracunan asam
sianida (Batunahal PP Gultom & Dina A.S, 2003).
Tabel. 2.5. Komposisi Nutrien Ubi Kayu ( per 100 gram bahan )
Komponen Kadar
Kalori 146,00 kal
Air 62,50 gram
Phospor 40,00 mg
Karbohidrat 34,00 gram
Kalsium 33,00 mg
Berat dapat dimakan 75,00
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1979
2.6. Kerupuk
Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka
dicampur bahan perasa seperti udang atau ikan. Kerupuk udang dan kerupuk ikan
adalah jenis kerupuk yang paling umum dijumpai di Indonesia. Kerupuk berharga
murah seperti kerupuk aci atau kerupuk mlarat hanya dibuat dari adonan sagu
dicampur garam, bahan pewarna makanan, dan vetsin
Kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan
yang bahan utamanya adalah pati. Berbagai bahan berpati dapat diolah menjadi
kerupuk, diantaranya adalah ubi kayu, ubi jalar, beras sagu, tapioka dan talas. Pada
umumnya pembuatan kerupuk adalah sebagai berikut : bahan berpati dilumatkan
bersama atau tanpa bumbu, kemudian dimasak (direbus atau dikukus) dan dicetak
berupa lempengan tipis yang disebut kerupuk kering. Sebelum dikonsumsi. Keripik
2.7. Wortel
Wortel merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang dapat digunakan untuk
membuat bermacam – macam masakan, misalnya sup, capcai, bistik, kari, mie, dan
sebagainya. Sebagai bahan pangan, umbi wortel mengandung nilai gizi yang tinggi.
Kandungan zat – zat gizi yang terdapat pada umbi wortel secara terperinci dapat
dilihat dalam tabel berikut :
Tabel.2.6. Kandungan Nilai Gizi dan Kalori dalam Umbi Wortel per 100 g Bahan Segar
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI (1981) dan Food and Nutrition Research Center
Handbook No 1, Manila (1964) dalam Rahmat Rukmana (1995).
Dari data kandungan nilai gizi tersebut, terlihat bahwa wortel sangat kaya akan
vitamin, yang diperlukan untuk menjaga kesehatan mata dan memelihara jaringan
epitel, yakni jaringan yang ada di permukaan kulit. Selain zat – zat gizi, umbi wortel
juga mengandung zat – zat lain, antara lain alkaloida akonitina atau asetbencilakonin,
Selain digunakan sebagai bahan pangan wortel juga dapat berfungsi sebagai
bahan pewarna pangan alami dengan jalan menepungkannya (mengolah umbi menjadi
tepung) terlebih dahulu. Wortel dapat pula diolah menjadi minuman sari wortel
dengan jalan mengekstrak hasil parutan wortel. Penyajian lainnya adalah dibuat
manisan dengan mencampurkan gula putih, essens, dan asam sitrat (Nur Berlian,
1995).
2.8. β – Karoten
Wortel memiliki kandungan gizi yang banyak diperlukan oleh tubuh terutama sebagai
sumber vitamin A. Umbi wortel banyak mengandung vitamin A yang disebabkan oleh
tingginya kandungan karoten, yakni suatu senyawa kimia pembentuk vitamin A atau
provitamin A. Senyawa ini pula yang membuat umbi wortel berwarna kuning
kemerahan. Wortel juga dapat bermanfaat sebagai salah satu obat untuk serangan
jantung dan penyempitan pembuluh darah. Beta – karoten yang terkandung dalam
wortel terbukti bermanfaat untuk mengurangi resiko kedua jenis penyakit tersebut
(Nur Berlian, 1995).
Analisa Kuantitaif β – Karoten
Kadar β – Karoten biasanya ditentukan dengan menggunakan metode spektrofometri ultraviolet – visible pada panjang gelombang 446 nm ( Imelda Siahaan, 2007).
2.9. Uji Organoleptik
Uji organoleptik adalah penilaian penggunaan indera, penilaian menggunakan
kemampuan sensorik, tidak dapat diturunkan pada orang lain. Salah satu cara
pengujian organoleptik adalah dengan metode uji pencicipan yang disebut juga
dengan “Acceptance Test”. Uji pencicipan menyangkut penilaian seseorang akan
suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Dalam
Seleksi sangat penting untuk mengembangkan deskriptif efektif sensoris dari
panelis. Pilih panelis berdasarkan karakteristik pribadi tertentu dan potensi
kemampuan dalam menjalankan tugas sensorik tertentu. Sertakan dalam kriteria
seleksi kesehatan, ketertarikan, ketepatan waktu ketersediaan, dan kemampuan verbal.
Tes yang paling umum digunakan untuk mengukur tingkat menyukai suatu sampel
adalah skala hedonik. Istilah hedonik didefinisikan sebagai "harus melakukan dengan
senang hati ". Skala serangkaian pernyataan atau titik dimana panelis menyatakan
tingkat menyukai atau tidak menyukai sampel.
Pengukuran nilai organoleptik dari kerupuk dilakukan dengan metode
kesukaan memakai angka hedonik dan numerik. Dalam penelitian nilai organoleptik
ditentukan dengan skala yang terdapat pada tabel berikut (Elizabeth Larmond, 1987).
Tabel 2.7. Uji Kesukaan dengan Skala Hedonik
Uji Kesukaan (Skala Hedonik) Skala Numerik
Amat Sangat Suka 5
Sangat Suka 4
Suka 3
Kurang Suka 2
BAB 3
BAHAN DAN PROSEDUR PENELITIAN
3.1. Alat – Alat
- Alat Destruksi DK 6 Velp Scientific
- Alat Destilasi UDK 130 Velp Scientific
- Alat Spektrofotometer UV – 1700 Shimadzu
- Digester Velp Scientific
- Labu Kjeldahl Pyrex
- Neraca Analitik Metler
- Spatula
- Rak Tabung
- Labu Ukur Pyrex
- Botol Aquadest
- Pipet Volume Pyrex
- Pipet Tetes
- Gelas Beaker Pyrex
- Alat Pendingin Liebig
- Erlenmeyer Pyrex
- Buret Pyrex
- Gelas Ukur Pyrex
- Statif dan Klemp
- Batang Pengaduk
- Corong
- Kertas Saring
- Blender National
- Plastik
- Dandang
- Kompor Gas
3.2. Bahan – Bahan
- Katalis Selenium p.a. Merk
- Indikator Tashiro
- Aquadest
- Ubi Kayu
- Bawang Putih
- Garam
- Limbah Padat Industri Kecap (Ampas Kecap)
- Wortel
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Penyediaan Indikator Dan Katalis 1. Indikator Tashiro
425 mg Metil Merah + 500 mg Metil Biru + Alkohol 96% dalam labu 100 mL
2. Katalis Selenium
Campurkan 2,5 g serbuk SeO2, 100 g K2SO4 dan 20 g CuSO4. 5 H2O
3.3.2. Pembuatan Reagent 1. NaOH 30 %
Dilarutkan 30 g Natrium Hidroksida ke dalam labu takar 100 mL dan
ditambahkan air suling sampai tanda batas.
2. HCl 0,1 N
Dipipet 2,07 mL HCl 37% kemudian diencerkan dengan aquadest dalam labu
takar 250 mL sampai garis tanda lalu diaduk rata.
Standarisasi HCl 0,1 N
Dipipet 25 mL HCl 0,1 N lalu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer.
Na2B4O7. 10H2O 0,1 N hingga larutan berwarna kuning orange. Dilakukan
sebanyak 3 kali. Diperoleh konsentrasi HCl sebesar 0,0968 N.
3. H3BO3 4 %
Ditimbang dengan tepat 20 g H3BO3 dan dilarutkan dengan aquadest dalam
labu takar 500 mL sampai garis tanda lalu diaduk rata.
3.3.3. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Sampel diambil dari lima titik yang
berbeda pada satu bak bagian. Skema pengambilan sampel
3.3.4. Pembuatan Isolat Protein dari Pabrik Kecap
a. Limbah padat industri kecap ditimbang 3,2 Kg, dicuci bersih dan ditimbang
kembali beratnya menjadi 1,8 Kg
b. Direbus dengan air sebanyak 3 L hingga mendidih
c. Disaring, dihaluskan hingga menjadi bubur dengan penambahan air rebusan
d. Disaring kembali dengan mengggunakan kain kasa, lalu ditambah batu tahu
(CaSO4), ( penambahan batu tahu sebanyak 2 sendok makan ).
e. Didiamkan sebentar, dikeringkan di bawah sinar matahari hingga kering,
kemudian dihaluskan menjadi bubuk.
3.3.5. Pembuatan Kerupuk
a. Ditimbang bubuk isolat proteindari pabrik Kecap sebanyak 50 gram
b. Ubi kayu dikupas, dicuci kemudian diparut lalu ditimbang sebanyak 50 g
c. Disiapkan bumbu yang dihaluskan, yaitu 5 g bawang putih dan garam
d. Setelah itu dicampurkan bumbu tersebut dengan bubuk isolat protein sambil
diaduk perlahan supaya bumbunya tercampur rata
e. Ditambahkan hasil parutan ubi kayu
g. Adonan dibentuk bulat – bulat tipis dan dilapisi plastik
h. Dimasukkan ke dalam dandang
i. Dikukus selama 10 – 15 menit
j. Setelah matang, diangkat lalu dijemur di bawah sinar matahari hingga kering
merata
k. Setelah kering plastik yang menempel pada kerupuk dilepas
l. Dilakukan analisa kandungan protein untuk perbandingan kerupuk 1:0, 1:1.
1:2, 1:3
m. digoreng
n. Dilakukan uji organoleptik untuk perbandingan kerupuk 1:0, 1:1, 1:2, 1:3
3.3.6. Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Kjeldahl
a. Ditimbang sampel ( bubuk dan kering), yang telah dihaluskan sebanyak 2 g
b. Dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
c. Ditambah katalis Selenium sebanyak 2 g dan 25 mL H2SO4 (p)
d. Didestruksi sampel hingga larutan yang di dalam labu Kjeldahl menjadi
larutan hijau bening atau jernih (+
e. Destruat dibiarkan dingin selama + 3 jam lalu ditambahkan aquadest 2 jam), hasilnya disebut destruat
f. Kemudian diencerkan dengan akuades dalam labu ukur 100 mL
g. Dipipet 25 mL ditambah 60 mL NaOH 30%, lalu dihubungkan dengan alat
destilasi hingga destilat berwarna hijau
h. Destilat ditampung dengan H3BO3 3% yang telah dicampur dengan indikator
tashiro 3 tetes.
i. Dititrasi dengan HCl 0,0968 N hingga larutan berwarna ungu
j. Dihitung % N dan kadar proteinnya.
%�= ������������� 0,014 ���
����������� � 100 %
3.3.7. Penentuan Kadar β – Karoten Sampel (Porim Test Method 1995)
1. Dilarutkan sampel 0,04 gram dengan n – heksana dan dimasukkan ke dalam
2. Diencerkan dengan n – heksana sampai garis tanda lalu dihomogenkan sampai
sampel dapat larut dengan sempurna.
3. Diukur absorbansi pada panjang gelombang 446 nm
4. Dihitung kadar β – Karoten. Perhitungan Kadar β – Karoten :
Kandungan β – Karoten
=
25���383 ��100W = Berat sampels
A = Absorbansi contoh
3.3.8. Uji Organoleptik
1. Dipersiapkan sampel berupa kerupuk yang terbuat dari variasi perbandingan
campuran ubi kayu dan bubuk isolat protein dari pabrik kecap dengan variasi
(1:0); (1:1); (1:2); (1;3)
2. Dilakukan uji organoleptik cita rasa terhadap 15 orang panelis dengan
memberikan skor sebagai berikut :
5 = Sangat Suka
4 = Suka
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Pembuatan Bubuk Isolat Protein Dari Limbah Pabrik Kecap
Ditimbang 3,2 Kg
Dicuci, ditimbang kembali menjadi 1,9 Kg
Direbus dengan air 3 L hingga mendidih
Disaring
Dihaluskan ( diblender ) dengan penambahan air rebusan
Disaring dengan kain kasa
Ditambah batu tahu (CaSO4) 2 sendok makan
Dijemur di bawah matahari
dihaluskan
Sampel limbah padat industri kecap
Padatan
Bubur hasil blender (1.610 g)
Filtrat
Bubuk isolat protein dari pabrik Kecap (210 g)
Filtrat Padatan
3.4.2. Pembuatan Kerupuk
ditimbang 50 g dihaluskan
dicampur dan diaduk rata
ditambah hasil parutan ubi kayu
sebanyak 50 g
ditambah hasil parutan wortel
sebanyak 100 g
diaduk rata
dibentuk bulat – bulat tipis
dilapisi plastik
dikukus dalam dandang hingga matang
selama 10 – 15 menit
dijemur di bawah sinar matahari
dilepas plastik yang menempel pada
kerupuk Bubuk hasil isolasi protein
limbah padat industri kecap
5 g bawang putih dan garam
Bumbu halus
Adonan padat
hasil
3.4.3. Penentuan Kadar Protein dengan metode Kjeldahl
Dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
ditambah 2 g katalis Se, 25 mL H2SO4(p)
didestruksi
didinginkan
diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 100
mL
dipipet 25 mL
ditambah 60 mL NaOH 30 %
didestilasi
ditambah aquadest
dititrasi dengan HCl 0,1 N
dicatat volume titrasi Sampel 2 g
Larutan jernih
Destruat dalam erlenmeyer
Destilat ditampung dengan 25 mL H3BO3 3 % + 3 tetes
indikator tashiro
Larutan berwarna ungu
Kadar N – total
3.4.4. Penentuan Kadar β – Karoten Sampel (Porim Test Method 1995)
Dilarutkan dengan n – heksana
Dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml
Diencerkan dengan n – heksan sampai garis
tanda
Dihomogenkan
Diukur absorbansi pada panjang gelombang
446 nm
Dihitung kadar β - Karoten
3.4.5. Uji Organoleptik
Disajikan kerupuk MPF kepada Panelis
Dilakukan uji kesukaan (rasa)
Ditentukan skor nilainya
0,04 gram sampel
Hasil
Kerupuk
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya data yang diperoleh pada masing – masing kadar gizi kerrupuk maka digunakan analisa data statistik dengan metode CCT (Chauvenet Criretion Test). Pada metode ini, suatu hasil data dikatakan dignifikan apabila harga htabel berdasarkan harga erf (t) atau erf (hx)dari harga T (pada lampiran) lebih besar daripada harga hhitung.
Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Kadar Protein
No Jenis
Tabel 4.2 Data Hasil Pengukuran Kadar β – Karoten
N
4.1.1. Penentuan Kadar Protein
%� = ������� ����� � 0,014 ���
Keterangan : fP = Faktor Pengenceran (100/25) Fk = Faktor Konversi, (6,25)
VHCl = Volume Larutan Standar yang telah distandarisasi, N W = Berat Sampel, g
Sebagai contoh perhitungan penentuan kadar protein dari kerupuk :
% � = 2,0 � 100
25 � 0,0968 � 0,014 � 6,25
2,0100 � 100%
= 3,37 %
Hasil pengukuran kadar protein selengkapnya terdapat pada tabel 4.1.
4.1.1.1.Analisa Data dengan Metode CCT (Chauvenet Criretion Test) Jenis Sampel A Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada tabel L3 pada lampiran.
4.1.2. Perhitungan Kadar β – Karoten
Untuk menghitung kadar β – Karoten menggunakan rumus :
Kandungan ⠖ Karoten = 25���383 ��100
Sebagai contoh perhitungan penentuan kadar β – Karoten dari kerupuk :
Kandungan β – Karoten =25 � 0,0122 � 383
0,0411 � 100
= 28,82
ppm
4.1.2.1.Analisa Data dengan Metode CCT (Chauvenet Criretion Test) Jenis Sampel A maka untuk data tersebut adalah signifikan.
Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada tabel L6 pada lampiran.
4.2. Pembahasan a. Kadar Protein
Penentuan kadar protein berdasarkan jumlah N terjadi dalam tiga tahapan, berdasarkan reaksi berikut :
1. Tahap Destruksi
2. Tahap Destilasi
(NH4)2 SO4 + 2 NaOH dipanaskan Na2SO4 + 2 NH4OH
NH4OH dipanaskan NH3(g) + H2O
NH3(g) dipanaskan NH3( I)
NH3( I) + 4 H3BO3 tashiro (NH4)2B4O7 + 5 H2O
3. Tahap Titrasi
(NH4)2B4O7 + 2 HCl 2 NH4Cl + H2B4O7 + 5 H2O
Berdasarkan reaksi di atas, banyaknya asam borat yang bereaksi dengan amonia dapat
diketahui dengan titrasi dengan menggunakan asam klorida sehingga diperoleh % N,
selanjutnya dihitung kadar perotein dengan mengalikan suatu faktor.
Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi sebesar 5,38 % untuk
perbandingan 1:3, sedangkan kadar protein terendah diperoleh 2,35 % untuk
perbandingan 1:0. Hal ini menunjukkan dengan adanya penambahan isolat protein
dari Pabrik Kecap maka kadar protein juga semakin tinggi apalagi dengan adanya
penambahan ekstrak wortel maka akan semakin meningkatkan kadar protein.
b. Kadar β – Karoten
Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa kadar β – Karoten tertinggi diperoleh sebesar
53,39 ppm pada kerupuk dengan perbandingan 1:3, sedangkan kadar β – Karoten terendah diperoleh sebesar 27,49 ppm pada kerupuk dengan perbandingan 1:0. Hal ini
disebabkan dengan penambahan ekstrak wortel maka kandungan β – Karoten juga semakin tinggi.
c. Uji Organoleptik
Dari hasil uji organoleptik cita rasa yang telah dilakukan terhadap 15 orang panelis
yang terdiri dari dari balita dan anak – anak diperoleh bahwa kerupuk pada variasi 1:2
dan 1:3 disukai panelis dengan nilai tertinggi yaitu 65 dan 64 sedangkan nilai
terendah pada variasi 1 : 0, sedangkan dari warna yang paling menarik adalah kerupuk
pada perbandingan 1 : 3. Hal ini disebabkan karena kandungan ekstrak wortel
menyebabkan warna dari kerupuk berubah menjadi orange sehingga menjadi lebih
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Limbah padat dari Pabrik Kecap yang dalam hal ini berupa ampas kecap dapat
diolah menjadi isolat protein yang digunakan sebagai campuran dan sumber
protein dalam pembuatan kerupuk yang dapat menambah nilai gizi dari
kerupuk tersebut.
2. Kadar protein tertinggi diperoleh sebesar 5,38 % yaitu pada kerupuk dengan
perbandingan 1:3 dengan penambahan alami wortel dan terendah yaitu 2,35 %
pada kerupuk dengan perbandingan 1:0.
3. Kadar β – Karoten yang tertinggi diperoleh sebesar 53,59 ppm yaitu pada
kerupuk dengan perbandingan 1:3 dan terendah yaitu 27,49 ppm pada kerupuk
dengan perbandingan 1:0
4. Kerupuk yang paling enak, gurih, dan harum serta yang paling banyak disukai
yaitu kerupuk dengan perbandingan 1:2.
5.2. Saran
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan limbah dari isolat protein dari pabrik
Kecap tersebut bisa dimanfaatkan untuk pelet ikan ditambah dedak sehingga
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 2002. Kedelai. Cetakan Kelimabelas. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Ali, N.B.V dan Rahayu, E. 1995. Wortel dan Lobak. Cetakan Kedua. Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya.
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan Keempat. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Brewer, J.M. Pesce, A.J. dan Asworth, R.B. 1974. Experimental Techniques in Biochemistry. New Jersey : Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs.
Budianto, A.K. 2009. Dasar – Dasar Ilmu Gizi. Cetakan Keempat. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Cahyono, B.2002. Wortel, Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Cetakan 6. Yogyakarta: Penebit Kanisius.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta : Penerbit Bhratara Karya Aksara.
Fahrie, M.Y. 2005. Analisis Kandungan Nutrisi Limbah Padat Pabrik Kecap Kedelai Sebagai Bahan Baku Pakan Ternak Melalui Proses Pencucian. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Gultom, B.PP & Soelistijani, D.A. 2003. Mengobati Keracunan. Cetakan Ketujuh. Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya.
Halimatussa’diah. 2007. Pencampuran Tepung Hasil Isolasi Protein Dari Limbah Padat Indsutri Kecap Dengan Tepung Kaldu Ayam Sebagai Penyedap Rasa Makanan. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Hardjasasmita, P. 1993. Ikhtisar Biokimia Dasar B. Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Diakses tanggal 23 Februari 2012.
Diakses tanggal 23 Februari 2012.
Lehninger, A.L. 1976. Biochemistry, The Moleculer Basis Of Cell Structure And Function. Second Edition. New York : Worth Publisher, Inc.
Mangonting, D. Irawan, I. dan Abdullah, S. 2005. Tanaman Lalap Berkhasiat Obat. Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya.
Panduan Tatacara Penulisan Tugas Akhir. 2005. Dokumen Nomor : Akad/05/ 2005. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Pedoman Analisa Laboratorium Pangan. 2002. Medan : Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
Plummer, D.T. 1978. An Introducing to Practical Biochemistry. Second Edition. London: Mc. Graw-Hill Book Company.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Scope, R. 1982. Protein Purification Principles And Practise. New Jersey : Springer Verlag.
Siahaan, I. 2009. Pemanfaatan Tangkil Untuk Campuran Kerupuk dengan Variasi Perbandingan Antara Tepung Tangkil dan Tepung Tapioka. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Siregar, W.L. 2006. Studi Perbandingan Kandungan Nutrien Dari MPF (Multi Purpose Food) Pada Beberapa Jenis Bolu. Skripsi. Medan: USU
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik: Untuk Industri Pangan dan Pertanian. Jakarta: Bhrata Karya Aksara.
Sudarmadji, S. 1989. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Ketiga. Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Suprapto. H.S. 2001. Bertanam Kedelai. Cetakan Keduapuluh. Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya.
Tarwotjo, C.S. 1998. Dasar – Dasar Gizi Kuliner. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan Kedelapan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Wirahadikusumah. 1977. Biokimia Proteina, Enzima, dan Asam Nukleat. Bandung : Penerbit ITB
Tabel L.1 Data Kadar Nutrien Kerupuk
No. Jenis Kerupuk
Kadar Nutrien
Protein (%) β – Karoten (ppm)
1. A
2,35 27,49
2. B
3,37 28,94
3. C
4,35 33,17
4. D
5,38 53,59
Keteragan : A = perbandingan ubi kayu dan isolat protein 1:0
B = perbandingan ubi kayu dan isolat protein 1:1
C = perbandingan ubi kayu dan isolat protein 1:2
Tabel L.2 Data Hasil Pengukuran Kadar Protein
No Jenis Kerupuk
Volume Titrasi
(mL) Kadar Protein (%) ∑ Xt (%)
Kadar
Rataan
Protein
I II III I II III
1. A 1,45 1,4 1,4 2,33 2,35 2,36 7,04 2,35
2. B 2,05 2,0 2,0 3,37 3,37 3,36 10,1 3,37
3. C 2,6 2,55 2,6 4,38 4,30 4,36 13,04 4,35
4. D 3,3 3,15 3,2 5,45 5,32 5,38 16,15 5,38
TOTAL 46,33 15,45
Keterangan ∑ Xt = Total Kadar Protein
Tabel L.3 Data Statistik Kadar Protein
No Jenis Kerupuk htabel hhitung Kesimpulan
1 A
2 B
3 C
4 D
Keterangan : jika htabel > hhitung maka adalah signifikan, dan sebaliknya jika
Tabel 4.2 Data Hasil Pengukuran Kadar β – Karoten
N o
Jenis Kerupuk
ABSORBANSI Kadar β – Karoten ppm
∑ Xt (%)
Kadar Rataan
β – Karoten
(%)
I II III I II III
1. A 0,0117 0,0116 0,0115 27,73 27,5 27,25 82,84 27,49 2. B 0,0125 0,0124 0,0122 29,12 28,89 28,82 86,83 28,94 3. C 0,0135 0,0131 0,0132 33,75 32,75 33 99,5 33,17 4. D 0,0258 0,0254 0,0257 53,94 53,10 53,73 160,77 53,59
TOTAL 429,94 143,19
Keterangan ∑ Xt = Total Kadar β – Karoten
Tabel L.5 Data Statistik Kadar β – Karoten
No Jenis Kerupuk htabel hhitung Kesimpulan
1 A
2 B
3 C
4 D
Keterangan : jika htabel > hhitung maka adalah signifikan, dan sebaliknya jika
Tabel L.6 Hasil Penilaian Panelis terhadap Uji Rasa Kerupuk
PANELIS A B C D
1 : 0 1 : 1 1 : 2 1 : 3
1 4 4 4 4
2 4 3 3 5
3 3 5 4 5
4 4 5 5 5
5 4 4 5 4
6 4 4 5 5
7 4 4 4 4
8 3 4 4 4
9 5 5 3 5
10 5 3 5 5
11 4 4 5 4
12 3 5 5 3
13 4 5 5 3
14 4 4 5 4
15 3 3 3 4
TOTAL 58 62 65 64