• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lingkungan Fisik terhadap Semangat Kerja Perawat di RSU.Dr.Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Lingkungan Fisik terhadap Semangat Kerja Perawat di RSU.Dr.Pirngadi Medan"

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LINGKUNGAN FISIK TERHADAP SEMANGAT KERJA PERAWAT DI RSU Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012

TESIS

Oleh

BENI SATRIA 087013003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

▸ Baca selengkapnya: tes tulis kerja perawat

(2)

THE INFLUENCE OF PHYSICAL ENVIRONMENT ON WORKING SPIRIT OF THE NURSES AT Dr. PIRNGADI GENERAL HOSPITAL

MEDAN IN 2012

THESIS

By

BENI SATRIA 087013003/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH LINGKUNGAN FISIK TERHADAP SEMANGAT KERJA PERAWAT DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BENI SATRIA 087013003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH LINGKUNGAN FISIK

TERHADAP SEMANGAT KERJA PERAWAT DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

Nama Mahasiswa : Beni Satria Nomor Induk Mahasiswa : 087013003

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Dra. Syarifah, M.S Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada tanggal : 26 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R.Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH LINGKUNGAN FISIK TERHADAP SEMANGAT KERJA PERAWAT DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis di acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012

BENI SATRIA

(7)

ABSTRAK

Semangat Kerja pada hakekatnya adalah perwujudan moral kerja yang tinggi. Semangat kerja harus menjadi perhatian, sebab semangat kerja yang timbul akan meningkatkan professional kerja dan juga meningkatkan kualitas pelayanan. Pelayanan Keperawatan RSU Dr. Pirngadi Medan mengalami penurunan kualitas pelayanan 9 % perawat yang berstatus PNS sering mangkir (2008) menjadi 12 % pada tahun 2009, rata-rata ketidakhadiran mencapai 2-5 hari (2008) meningkat menjadi 4-9 hari (2009), keterlambatan perawat 11-18 % (2008) meningkat menjadi 15-20 % pada tahun 2009 dari jumlah perawat yang bertugas.

Jenis penelitian ini merupakan explanatory survey yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh lingkungan fisik (suhu, pencahayaan, suara, penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja) terhadap semangat kerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di RSUD Dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 596 orang. Sampel penelitian berjumlah 240 orang yang diambil dengan simple random sampling. Data diperoleh melalui pengisisan kuesioner angket dan pengamatan, dianalisis dengan menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan lingkungan fisik yang meliputi pencahayaan, dan sikap kerja mempunyai pengaruh yang signifikan dengan semangat kerja perawat.

Disarankan kepada pihak manajemen RSUD Dr. Pirngadi Medan agar memperhatikan kenyamanan perawat dalam menjalankan tugas dan kewajibannya melalui fasilitas fisik Rumah Sakit terutama ruang kerja perawat. Kepada Kepala ruangan perawat agar memantau dan memperhatikan secara rutin lingkungan kerja fisik perawat sehingga ruangan perawat menjadi tempat yang nyaman dalam bekerja demi kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.

(8)

ABSTRACT

Working spirit is in fact a manifestation of high working moral. Working spirit must be paid attention because it will improve work professionalism and service quality. Nursing service at Dr. Pirngadi General Hospital Medan has experienced a decline in service quality. Of all the nurses on duty, 9% of the nurses with Civil Servant status frequently were absent from work in 2008 and the percentage increased to 12% in 2009; the average absence of the nurses reached 2 – 5 days in 2008 and increased to 4 – 9 days in 2009; and 11 – 18% of the nurses came late to work in 2008 and the percentage increased to 15-20% in 2009.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of physical environment (temperature, lighting, noise, ventilation, sanitary and work attitude) on the working spirit of the nurses at Dr. Pirngadi General Hospital Medan. The population of this study was all of the 596 nurses working at Dr. Pirngadi General Hospital Medan and 240 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through observation and questionnaire distribution. The data obtained were analyzed through chi-square test.

The result of this study showed that physical environment including lighting and work attitude had a significant influence on working spirit of the nurses.

The management of Dr. Pirngadi General Hospital Medan is suggested to pay attention to the comfort of the nurses in doing their duties and responsibilities through the physical facilities of the hospital especially the nurses’ station. The Head of Nurse’s Station should monitor and routinely pay attention to the physical working environment of the nurses that the nurse’s station becomes a comfortable working place to achieve the health service quality in a hospital.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya dan atas izinNya pula sehingga

penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ” Pengaruh Lingkungan Fisik

terhadap Semangat Kerja Perawat di RSU.Dr.Pirngadi Medan”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan guna

memperoleh gelar Magister Kesehatan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajemen

RSU.Dr.Pirngadi Medan guna lebih meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.

Banyak sekali bantuan dari berbagai pihak yang telah penulis dapatkan selama

menjalani pendidikan, melaksanakan penelitian serta menyusun tesis ini. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H,

M.Sc (CTM), Sp. A (K).

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs.

(10)

3. Komisi Pembimbing Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Dra. Syarifah,

MS yang telah memberikan bimbingan, arahan, perhatian serta dukungan

semangat dari awal hingga selesainya tesisi ini.

4. Komisi penguji Prof. Dr. A. Rahim Matondang, M.S.I.E. dan Siti Zahara

Nasution,S. Kp, MNS yang telah memberi masukan dan saran untuk perbaikan

tesis ini.

5. Terima kasih kepada Direktur Rumah Sakit RSU.Dr. Pirngadi Medan yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit

Umum dr. PIRNGADI Medan

6. Terima kasih Ibu Linny Lumongga,S.Kp selaku kepala bidang keperawatan

RSU.dr.Pirngadi Medan yang telah sangat banyak membantu dalam

pengumpulan data juga memberi masukan dan saran untuk kesempurnaan tesis

ini.

7. Terima kasih kepada bapak Ir.Khairuddin selaku Insinyur Teknis RSU

dr.Pirngadi Medan yang banyak membantu dalam pengumpulan data fisik juga

masukan dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.

8. Sumber kekuatan dan inspirasi, orang tua tercinta ayahanda (H.Juadi) dan ibunda

(Almh.Hj.Laisyah), yang selalu dengan sabar mendidik, memberi semangat, doa

dan kasih sayang serta menanamkan nilai-nilai luhur yang tidak pernah

terlupakan. Semoga ayah panjang umur dan sehat selalu dan ibunda tenang,

(11)

9. Istri tercinta dr.Fitriana Nasution terima kasih atas cintanya, kesabarannya dan

perhatiannya, ketulusannya, dan dorongan semangatnya, semoga kita berdua

dapat mencapai cita-cita kita.

10. Teman-teman di Universitas Sumatera Utara, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Minat Studi Administrasi Rumah Sakit angkatan 2008.

11. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari, tesis ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi

maupun penulisan. Penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat

membangun demi kesempurnaan tesis ini. Ahirnya penulis mengharapkan agar tesis

ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2012

Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

BENI SATRIA, lahir pada tanggal 30 Oktober tahun 1980 di Medan Propinsi

Sumatera Utara, anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda H.Juadi

dan Ibunda Almh.Hj.Laisyah.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari Sekolah Dasar Swasta

Laks.Martadinata selesai tahun 1993, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 9

Medan selesai 1996, SMU Negeri 7 Medan selesai tahun 1999, Fakultas Kedokteran

UISU Medan selesai tahun 2006.

Penulis bekerja sebagai Dokter Jaga IGD di RSU.Imelda Medan tahun 2005,

Dokter Jaga IGD di RSU Bandung Medan tahun 2006 – 2007, Dokter Jaga Klinik

Citra Medika Medan tahun 2006, Dokter Kontrak PT.Arindo I & II

Petapahan,Kampar,Riau tahun 2006. Dokter dan penanggung jawab Klinik dan

Rumah Bersalin Mariani tahun 2007 – 2010, Direktur Klinik PKBI SUMUT tahun

2007 – 2011, Direktur Klinik Laisya tahun 2010 – sekarang, Konsultan Medis

Natasha Skin care tahun 2010 - sekarang. Narasumber Talkshow All about Woman di

Radio LafeMme FM tahun 2010 – sekarang. Anggota IDI Medan 2006-sekarang.

Pengurus IDI SUMUT 2009-sekarang. Dan memasuki Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat FKM USU Minat Studi Administrasi Rumah Sakit sejak tahun

(13)

DAFTAR ISI

2.2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Semangat Kerja ... 48

2.2.4. Indikasi Turunnya Semangat Kerja... 50

2.2.5. Sebab-sebab Turunnya Semangat dan Kegairahan Kerja... 52

2.2.6. Cara Meningkatkan Semangat dan Gairah Kerja ... 52

2.2.7. Unsur-unsur yang Memengaruhi Semangat Kerja... ... 54

(14)

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 66

4.2.3. Karakteristik Lingkungan Fisik Menurut Jawaban Responden ... 82

5.1. Pengaruh Suhu Udara terhadap Semangat Kerja Perawat ... 103

5.2. Pengaruh Pencahayaan terhadap Semangat Kerja Perawat ... 106

5.3. Pengaruh Suara terhadap Semangat Kerja Perawat ... 110

5.4. Pengaruh Penghawaan Ruangan terhadap Semangat Kerja Perawat ... 113

5.5. Pengaruh Kebersihan terhadap Semangat Kerja Perawat ... 115

5.6. Pengaruh Sikap Kerja terhadap Semangat Kerja Perawat ... 116

(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

6.1. Kesimpulan ... 121

6.2. Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Jumlah Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas I,II,III, VIP, Khusus... 65 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian... 69 3.3. Variabel dan Definisi Operasional ... 70 3.4. Pengukuran Variabel Indikator, Skor Maksimum, Hasil Ukur dan

Skala Ukur Penelitian ... 71 4.1. Distribusi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSU

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 76 4.2. Karakteristik Perawat di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2012 ... 78 4.3. Karakteristik Lingkungan Kerja Fisik Perawat RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2012 ... 79 4.4. Hasil perbandingan ukuran standar denah Pos Kerja Perawat dan pos kerja RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012... 81 4.5. Distribusi Lingkungan Fisik Perawat RSU Dr. Pirngadi Medan 2012.... 82 4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Suhu di Ruang

Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 84 4.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Pencahayaan

di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 86 4.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Suara di Ruang

(17)

4.9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Penghawaan

Ruangan di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2... 88 4.10. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Kebersihan

di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 89 4.11. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Sikap Kerja

di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 90 4.12. Distribusi Semangat Kerja Perawat di RSU Dr. Pirngadi Medan 2012. 91 4.13. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Presensi di Ruang

Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 92 4.14. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Tanggungjawab

di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 93 4.15. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Kerjasama

di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 94 4.16. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Kegairahan

di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 95 4.17. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Hubungan yang

Harmonis di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 96 4.18. Hubungan Lingkungan Fisik dengan Semangat Kerja Perawat di Ruang

Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012... 99 4.19. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel yang akan

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 64

4.1 Denah Pos Kerja Perawat Tampak Atas ... 80

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner ... 119

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 127

3. Distribusi Frekuensi ( Uji Univariat ) ... 142

4. Hasil Uji Chi-Square (Uji Bivariat ) ... 159

(20)

ABSTRAK

Semangat Kerja pada hakekatnya adalah perwujudan moral kerja yang tinggi. Semangat kerja harus menjadi perhatian, sebab semangat kerja yang timbul akan meningkatkan professional kerja dan juga meningkatkan kualitas pelayanan. Pelayanan Keperawatan RSU Dr. Pirngadi Medan mengalami penurunan kualitas pelayanan 9 % perawat yang berstatus PNS sering mangkir (2008) menjadi 12 % pada tahun 2009, rata-rata ketidakhadiran mencapai 2-5 hari (2008) meningkat menjadi 4-9 hari (2009), keterlambatan perawat 11-18 % (2008) meningkat menjadi 15-20 % pada tahun 2009 dari jumlah perawat yang bertugas.

Jenis penelitian ini merupakan explanatory survey yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh lingkungan fisik (suhu, pencahayaan, suara, penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja) terhadap semangat kerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di RSUD Dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 596 orang. Sampel penelitian berjumlah 240 orang yang diambil dengan simple random sampling. Data diperoleh melalui pengisisan kuesioner angket dan pengamatan, dianalisis dengan menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan lingkungan fisik yang meliputi pencahayaan, dan sikap kerja mempunyai pengaruh yang signifikan dengan semangat kerja perawat.

Disarankan kepada pihak manajemen RSUD Dr. Pirngadi Medan agar memperhatikan kenyamanan perawat dalam menjalankan tugas dan kewajibannya melalui fasilitas fisik Rumah Sakit terutama ruang kerja perawat. Kepada Kepala ruangan perawat agar memantau dan memperhatikan secara rutin lingkungan kerja fisik perawat sehingga ruangan perawat menjadi tempat yang nyaman dalam bekerja demi kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.

(21)

ABSTRACT

Working spirit is in fact a manifestation of high working moral. Working spirit must be paid attention because it will improve work professionalism and service quality. Nursing service at Dr. Pirngadi General Hospital Medan has experienced a decline in service quality. Of all the nurses on duty, 9% of the nurses with Civil Servant status frequently were absent from work in 2008 and the percentage increased to 12% in 2009; the average absence of the nurses reached 2 – 5 days in 2008 and increased to 4 – 9 days in 2009; and 11 – 18% of the nurses came late to work in 2008 and the percentage increased to 15-20% in 2009.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of physical environment (temperature, lighting, noise, ventilation, sanitary and work attitude) on the working spirit of the nurses at Dr. Pirngadi General Hospital Medan. The population of this study was all of the 596 nurses working at Dr. Pirngadi General Hospital Medan and 240 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through observation and questionnaire distribution. The data obtained were analyzed through chi-square test.

The result of this study showed that physical environment including lighting and work attitude had a significant influence on working spirit of the nurses.

The management of Dr. Pirngadi General Hospital Medan is suggested to pay attention to the comfort of the nurses in doing their duties and responsibilities through the physical facilities of the hospital especially the nurses’ station. The Head of Nurse’s Station should monitor and routinely pay attention to the physical working environment of the nurses that the nurse’s station becomes a comfortable working place to achieve the health service quality in a hospital.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang

kompleks dengan padat pakar dan padat modal. Untuk melaksanakan fungsi yang

demikian kompleks, rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia yang

professional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Salah satu

tenaga di rumah sakit adalah perawat dengan pelayanan keperawatannya. Indikator

keberhasilan Rumah Sakit yang efektif dan efesien adalah tersedianya sumber daya

manusia yang cukup dengan kualitas yang tinggi, profesional, sesuai dengan fungsi

dan tugas setiap personil (Depkes, 2002).

Untuk menjaga dan memelihara kondisi ini, bukan hanya tugas pimpinan tapi

menjadi tugas semua karyawan rumah sakit termasuk pasien dan pengunjungnya.

Dengan demikian akan diperoleh suasana yang nyaman, aman, asri, tentram, bebas

dari segala gangguan sehingga dapat memberikan kepuasan pasien dalam membantu

proses penyembuhan penyakit.

Dalam setiap organisasi maupun perusahaan, karyawan atau pegawai

mempunyai peranan penting dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Karyawan

pada hakekatnya merupakan salah satu unsur yang menjadi sumber daya dalam suatu

organisasi. Sumber daya manusia inilah yang menjadikan suatu organisasi bisa

(23)

organisasi, memungkinkan berfungsinya suatu organisasi dan menjadi unsur

terpenting dalam manajemen. Oleh karena itu peranan manusia sangat penting dalam

usaha pencapaian tujuan suatu organisasi. Hal ini dapat dilihat dari segala aktivitas

yang dilakukan oleh para karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya, oleh karena

itu perlu mendapatkan dorongan untuk dapat bekerja dengan baik sehingga efektivitas

dan efesiensi dapat tercapai dengan baik pula. Dorongan tersebut adalah berupa

pemenuhan kebutuhan karyawan, yaitu dengan pemberian gaji yang baik, jaminan

kesejahteraan dan jaminan kerja. Di samping itu, lingkungan fisik juga dapat

mempengaruhi semangat dan kegairahan dalam pelaksanaan tugas karyawan (Gie,

2000).

Pelayanan perawat dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit

merupakan salah satu faktor penentu citra dan mutu rumah sakit, disamping itu

tuntutan masyarakat terhadap pelayanan perawat yang bermutu semakin meningkat

seiring dengan meningkatnya kesadaran akan hak dan kewajiban dari masyarakat.

Kualitas pelayanan harus terus ditingkatkan sehingga upaya pelayanan kesehatan

dapat mencapai hasil yang optimal (Nursalam, 2002).

Masalah perawat yang sering timbul di rumah sakit pemerintah yang

disuarakan oleh masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa

seperti majalah, surat kabar, dan televisi menyangkut penurunan pelayanan perawat

meliputi penampilan, sikap perawat dalam menjalankan perannya diantaranya

mengenai ; ketrampilan, keramahan, disiplin, perhatian, tanggung jawab yang kurang

(24)

Depkes RI (1994) melaporkan bahwa yang menjadi isu prioritas utama

perawat tentang kondisi kerja antara lain perawat membutuhkan lingkungan kerja

yang kondusif, melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi, pendidikan dan

pelatihan, sistem penghargaan termasuk kesejahteraan, menghargai atau menghormati

antar profesi, serta ada sarana dan prasarana yang mendukung terselenggaranya

pelayanan.

Lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap semangat kerja dimana

perawat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan sebagaimana yang diharapkan

tanpa ditunjang lingkungan kerja yang mendukung kenyamanan perawat didalam

melaksanakan pekerjaan sehari-hari sangat tergantung pada lingkungan kerja tempat

mereka bekerja. Jika ada hal-hal yang tidak kondusif dan gangguan pada lingkungan

tempat pegawai tersebut bekerja secara langsung dan berdampak buruk pada

konsentrasi bekerja para perawat yang akhirnya berpengaruh terhadap semangat kerja

perawat tersebut (Nawawi, 2001)

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Benny Poliman, di Rumah Sakit

Honoris Jakarta, ternyata disain bangunan yang berhubungan dengan kebutuhan

pelanggan, akan menghasilkan antara lain : Physical Comfort, meliputi kenyamanan

temperatur, cahaya yang sesuai, tidak bising, furniture yang nyaman dan tidak

berbau. Social contact, meliputi cukup privasi (percakapan dengan dokter tidak

mudah di dengar orang yang tidak berkepentingan). Symbolic meaning, seperti ruang

tunggu yang sempit dan kursi yang tidak nyaman akan mengesankan kurang

(25)

Kondisi lingkungan fisik ruang perawatan memerlukan situasi yang tenang,

nyaman, asri, tentram, bersih dan syarat-syarat tertentu harus dapat dipenuhi untuk

dipakai sebagai tempat merawat orang sakit. Untuk menuju kearah itu sebenarnya

rumah sakit telah mempunyai dasar acuan berupa PERMENKES No.982/1992,

tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit antara lain : (1) Lokasi atau

lingkungan rumah sakit yaitu rasa nyaman, ketenangan, aman, terhindar dari

pencemaran, dan bersih, (2) Keadaan ruangannya yaitu lantai dan dinding yang

bersih, memiliki penerangan yang cukup, tersedia tempat sampah, bebas bau tidak

sedap, bebas dari gangguan serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.

Memiliki lubang penghawaan yang cukup sehingga menjamin penggantian udara

dalam kamar dengan baik, (3) Begitu juga tentang atap, langit-langit, pintu, harus

sesuai dengan yang telah ditentukan.

Kondisi lingkungan kerja dan pelaksanaan praktik keperawatan profesional di

Indonesia belum banyak diketahui. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kamil (2002)

di salah satu rumah sakit di Banda Aceh, menemukan bahwa penerapan proses

keperawatan di ruang rawat inap dilakukan kurang baik sebesar 57,5%. Penelitian

Netty (2002) di salah satu rumah sakit di Jakarta juga menemukan bahwa penerapan

proses keperawatan yang dilakukan oleh perawat pelaksana sebesar 41,6% adalah

tidak baik. Kedua penelitian tersebut belum menggali secara terperinci tentang

kondisi yang dirasakan perawat. Menurut Brook dan Anderson (2004) penyebab

(26)

lingkungan kerja perawat yang belum diselesaikan dengan baik pula sehingga

menurunkan kualitas dari hasil kerjanya.

Menurut Adeyani (2010) sikap kerja dan lingkungan kerja merupakan bagian

dari aspek ergonomik yaitu penyesuaian pekerjaan antara alat kerja, lingkungan kerja

dan manusia, dengan memperhatikan kemampuan dan keterbatasan manusia itu

sehingga tercapai suatu keserasian antara manusia dan pekerjaannya yang akan

meningkatkan kenyamanan kerja dan produktifitas kerja. Menurut Yenni (2011)

sikap tubuh dalam bekerja merupakan faktor resiko ditempat kerja. Sikap tubuh

dalam bekerja berhubungan dengan tempat duduk, meja kerja dan luas pandangan.

Sikap tubuh saat melakukan setiap pekerjaan dapat berpengaruh terhadap

keberhasilan suatu pekerjaan.

Lingkungan praktik keperawatan yang nyaman, tenang, dan bersih sangat

bermanfaat bagi perawat dan dapat meningkatkan kualitas perawatan klien (Mc

Cusker, 2004). Komponen dari lingkungan fisik yaitu sesuatu yang berada di sekitar

para pekerja yang meliputi warna, cahaya, udara, suara serta musik yang dapat

mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Moekijat,

1995). Komponen lingkungan fisik ini yang akan digali lebih luas didalam penelitian

ini.

Lingkungan fisik yang baik akan mendorong timbulnya semangat kerja

karyawan. Dengan semangat kerja yang tinggi, karyawan akan dapat bekerja dengan

perasaan senang dan bergairah sehingga mereka dapat berprestasi dengan baik.

(27)

karyawan akan merasa tidak nyaman dalam bekerja. Dengan semangat kerja yang

tinggi maka kualitas sumber daya manusia dapat meningkat sehingga tujuan

organisasi yang telah ditetapkan dapat tercapai (Nitisemito, 2000)

Semangat kerja merupakan sikap yang perlu dimiliki oleh karyawan,

sedangkan semangat kerja itu sendiri adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat

sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan baik (Nitisemito, 2000). Adanya

semangat kerja dapat tercermin jika karyawan merasa senang dengan pekerjaannya,

karyawan akan lebih banyak memberikan perhatian, imajinasi dan lebih terampil

dalam melakukan pekerjaan mereka.

Semangat kerja dipengaruhi oleh faktor material dan non material.

Pemenuhan kebutuhan yang sifatnya material bukanlah satu-satunya faktor penentu

yang dapat membuat karyawan bersemangat dalam bekerja. Pemenuhan kebutuhan

non material seperti kenyamanan tempat bekerja karyawan adalah faktor yang tak

kalah pentingnya untuk diperhatikan. Dalam menciptakan kenyamanan kerja kondisi

lingkungan kerja perlu mendapat perhatian baik dari pimpinan atau manajer maupun

karyawannya sendiri dari segi kebersihan, suhu udara dalam ruang kerja, penerangan

yang dapat masuk ruangan kerja dan suasana yang dapat mengganggu pendengaran

sehingga dapat mengurangi konsentrasi dalam penyelesaian suatu pekerjaan.

Lingkungan kerja atau prasarana fisik yang baik, dapat membantu mengurangi

kejenuhan dan kelelahan bagi para karyawan (Nitisemito, 2000)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Depi (2010) di Rumah Sakit Umum

(28)

kepemimpinan dan manajemen, kendali terhadap beban kerja, kendali terhadap

praktik, sumber yang memadai berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku kerja

perawat yaitu : kemangkiran, keterlambatan, cepat pulang. Penelitian tersebut belum

menggali secara terperinci tentang kondisi lingkungan kerja fisik berupa suhu udara,

pencahayaan, suara, penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja yang menjadi

tempat perawat bertugas yang kemungkinan menjadi penyebab penerapan proses

keperawatan masih kurang baik disebabkan oleh karena masalah lingkungan kerja

fisik perawat yang belum diselesaikan dengan baik sehingga menurunkan semangat

kerja perawat.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Norman (2006) menemukan bahwa

kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum dr.Pirngadi Medan belum mampu

memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada pasien, disebabkan oleh

kurangnya kesadaran perawat terhadap tanggungjawab pekerjaan sebagai fungsi

pelayanan kesehatan. Hasil survey BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan Propinsi)

tahun 2009-2010, diperoleh sebagian besar pasien mengatakan bahwa kualitas

pelayanan RSUPM biasa-biasa saja yaitu dalam pelayanan medis (dokter) 71,2 %,

pelayanan perawat 84,3 %, fasilitas ruangan 62,7 %, sementara dalam hal pelayanan

gizi sebanyak 39,8 % pasien menjawab tidak baik.

Banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan Rumah Sakit Umum

dr.Pirngadi Medan yang dikutip dari harian Waspada tertanggal 13 Oktober 2010

diantaranya adalah keterlambatan dokter dalam menangani pasien, kurangnya

(29)

pasien terutama di ruang rawat inap kelas III, tidak puas dengan pelayanan Instalasi

Gawat Darurat (IGD), kekurangan obat dan penempatan pasien yang tidak layak di

rumah sakit.

Rumah Sakit Umum Daerah dr.Pirngadi Medan (RSUPM) adalah rumah sakit

tipe B Pendidikan yang merupakan pusat pelayanan tingkat lanjutan (pusat rujukan)

untuk pelayanan di kota Medan khususnya, dan bahkan dari kabupaten kota dan

propinsi terdekat lainnya. Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan atau pemakai

jasanya, salah satu misi RSUPM adalah meningkatkan upaya pelayanan medik, non

medik dan pelayanan keperawatan secara professional. Oleh karena itu perlu untuk

meningkatkan kualitas pelayanan melalui peningkatan pemanfaatan sumber daya

yang sesuai seoptimal mungkin, terutama sumber daya manusia yang professional.

Dalam upaya peningkatan pelayanan, salah satu upaya yang dilakukan adalah

peningkatan kinerja perawat, hal ini didasarkan bahwa kinerja perawat di Rumah

Sakit Umum dr.Pirngadi Medan (RSUPM) masih belum sesuai dengan yang

diharapkan sebagaimana hasil laporan tahun 2009-2010 dinyatakan oleh kepala seksi

keperawatan RSUPM bahwa : 1) Masih rendahnya tingkat sumber daya manusia pada

bidang keperawatan; 2) Banyaknya perawat datang terlambat dan pulang cepat

sebelum waktunya; 3) Perawat sering meninggalkan pekerjaan jika pemimpin tidak

ditempat; 4) Rendahnya determinan tingkat kinerja perawat di RSUPM disebabkan

karena visi dan misinya tidak dilaksanakan dengan baik dan ketrampilan kerja

perawat kurang baik; dan 5) Masih belum memuaskan tingkat kinerja perawat di

(30)

Berdasarkan pengamatan sementara yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit

Umum dr.Pirngadi Medan, di ruang rawat inap kelas, VIP dan ruang khusus,

ditemukan lokasi ruang rawat inap yang dekat dengan jalan raya, ramainya

pengunjung dan tidak mencukupinya ruang tunggu menimbulkan kebisingan.

Kebisingan juga terjadi di ruang kerja perawat pada saat mencetak dokumen karena

menggunakan mesin cetak (printer). Tidak adanya pendingin udara (AC) di ruangan,

penghawaan mengandalkan sirkulasi udara dengan jendela kecil dan kipas angin yang

di tempatkan di langit-langit ruangan, walaupun begitu udara dalam ruangan masih

terasa panas saat pengunjung ramai. Selain itu tata penerangan/cahaya yang kurang

bagus, ada beberapa bohlam yang belum terpasang, ada yang pencahayaannya kurang

terang (redup), terlihat juga beberapa lantai yang kotor, dan kamar mandi yang tidak

terawat dan terkadang saluran pembuangan tumpat. Penempatan pos jaga perawat

yang kurang sesuai, ditemukan pos jaga perawat tepat dibawah mesin pendingin

(AC), dan tempat duduk yang tidak ergonomis. Lift juga masih belum berfungsi

dengan baik, di ruang perawat tempat sampah tidak memiliki tampungan kantong

plastik dan tidak berpenutup.

Berdasarkan wawancara dengan kepala seksi keperawatan Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan, pada tahun 2008 ditemukan 9 % perawat

yang berstatus PNS sering mangkir dan 12 % pada tahun 2009. Rata-rata

ketidakhadiran pada tahun 2008 mencapai 2-5 hari, dan pada tahun 2009 meningkat

menjadi 4-9 hari, keterlambatan perawat 11-18% pada tahun 2008 dan meningkat

(31)

Hasil wawancara ini sesuai dengan penelitian Depi (2010) yang

mengemukakan 25 % perawat masuk kerja tanpa izin, dan 58,5 % perawat datang

terlambat. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa semangat kerja sebagian

perawat PNS cenderung menurun. Walaupun beberapa upaya telah dilakukan, seperti

diterbitkannya instruksi direktur tentang wajib apel pagi dan siang, wajib mengisi

absensi bagi pegawai yang bertugas, tetapi hasilnya masih jauh dari yang diharapkan.

Keadaan ini perlu dicermati dan ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhinya,

sebab semangat kerja yang menurun berdampak perawat tidak disiplin, tidak

bertanggung jawab dan tidak adanya kerjasama yang dikhawatirkan akan berdampak

terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Sedangkan berdasarkan teori Moekijat,

lingkungan fisik yang baik akan mendorong timbulnya semangat kerja karyawan.

Melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada institusi pelayanan kesehatan,

maka Rumah Sakit Umum dr.Pirngadi Medan wajib bertanggung jawab terhadap

kualitas pelayanan yang diberikan pada pasien. Semangat kerja harus menjadi

perhatian, sebab semangat kerja yang timbul akan meningkatkan profesional akan

meningkatkan kualitas pelayanan.

Kerugian akan dialami oleh masyarakat yang memanfaatkan jasa pelayanan

dengan tidak diperolehnya pelayanan keperawatan secara optimal. Dampak terhadap

institusi berupa pemborosan atau inefesiensi, sebab bagaimanapun pengeluaran dan

(32)

Hal inilah yang melatar belakangi perlunya dilakukan penelitian mengenai

Pengaruh Lingkungan Fisik terhadap Semangat Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum

dr. Pirngadi Medan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah sebagai berikut : apakah

terdapat pengaruh lingkungan fisik (suhu, pencahayaan, suara, penghawaan ruangan,

kebersihan dan sikap kerja) terhadap semangat kerja perawat di Rumah Sakit Umum

dr. Pirngadi Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh lingkungan fisik (suhu, pencahayaan, suara,

penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja) terhadap semangat kerja perawat di

Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan

1.4. Hipotesis

Terdapat pengaruh lingkungan fisik (suhu, pencahayaan, suara, penghawaan

ruangan, kebersihan dan sikap kerja) terhadap semangat kerja perawat di Rumah

(33)

1.5. Manfaat Penelitian

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada direksi Rumah

Sakit Umum dr. Pirngadi Medan dalam merancang kebijakan yang terkait

dengan lingkungan fisik di rumah sakit.

2) Penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk penelitan lebih lanjut

tentang kualitas pelayanan keperawatan khususnya semangat kerja perawat

(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lingkungan Fisik

2.1.1. Pengertian Lingkungan Fisik

Lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab dari keberhasilan dalam

melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga dapat menyebabkan suatu kegagalan dalam

pelaksanaan suatu pekerjaan, karena lingkungan kerja dapat mempengaruhi pekerja,

terutama lingkungan kerja yang bersifat psikologis. Sedangkan pengaruhnya itu

sendiri dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif.

Di dalam meningkatkan semangat kerja perawat tidak terlepas dari lingkungan

kerja yang mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah

salah satu unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan

rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk

meningkatkan kinerja organisasi tersebut (Sihombing, 2004)

Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja

yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan,

misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan

lain-lain (Nawawi, 2001)

Manusia sebagai mahluk sempurna tetap tidak luput dari kekurangan, dalam

arti segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor

(35)

Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah kondisi fisik lingkungan kerja yaitu

semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembapan

udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna

dan lain-lain. Hal-hal tersebut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap hasil

kerja manusia (Wignjosoebroto, 1995)

Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, salah

satunya adalah lingkungan kerja. Ravianto, (1986) mengemukakan lingkungan kerja

adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dirinya

dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Faktor-faktor yang termasuk

lingkungan kerja dan banyak pengaruhnya terhadap produktivitas kerja antara lain

kebersihan,pertukaran udara, penerangan, musik, keamanan, kebisingan.

Lingkungan fisik adalah sesuatu yang berada disekitar para pekerja yang

meliputi cahaya, warna, udara, suara serta musik yang mempengaruhi dirinya dalam

menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Moekijat, 1995). Sedangkan menurut Gie

(2000) lingkungan fisik merupakan segenap faktor fisik yang bersama-sama

merupakan suatu suasana fisik yang meliputi suatu tempat kerja.

Leavitt (1997) mendefinisikan lingkungan sebagai sebuah dunia tempat

tinggal kita yang relatif masih lapang, yang masih jarang baik penduduknya maupun

organisasi yang ada didalamnya. Menurut Ahyari (1986) secara umum lingkungan

kerja didalam perusahaan merupakan lingkungan dimana para karyawan

(36)

lingkungan kerja adalah kondisi – kondisi material dan psikologis yang ada dalam

perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja.

Menurut Anoraga dan Widiyanti (2001) lingkungan kerja adalah segala

sesuatu yang ada disekitar karyawan dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam

menjalankan tugas-tugas yang dibebankannya. Jadi lingkungan kerja disini

merupakan faktor yang penting dan besar pengaruhnya bagi perusahaan yang

bersangkutan. Nitisemito (2000) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai sesuatu

yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam

menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Sedangkan Feldman (1983) bahwa

lingkungan fisik adalah sumber kepuasan, keluhan mengenai lingkungan fisik, adalah

simbol atau perwujudan dari prestasi yang dalam, karena itu perlu mendapat

perhatian dari pengelola lingkungan.

Suasana lingkungan kerja yang menyenangkan akan dapat mempengaruhi

karyawan dalam pekerjaannya. Bekerja dalam lingkungan kerja yang menyenangkan

merupakan harapan sekaligus impian dari setiap pekerja. Menurut Nitisemito (2000)

lingkungan kerja dapat berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh para

pegawai, sehingga setiap organisasi atau perusahaan harus mengusahakan agar

lingkungan kerja dimana pegawai berada selalu dalam kondisi yang baik.

Seperti dijelaskan di atas bahwa lingkungan kerja juga berpengaruh terhadap

produktivitas kerja karyawan. Ditambahkan oleh Gibson (1996) bahwa lingkungan

kerja merupakan serangkaian hal dari lingkungan yang dipersepsikan oleh

(37)

besar dalam mengarahkan tingkat laku karyawan. Artinya bagaimana karyawan

merasakan bahwa lingkungan kerjanya baik atau buruk, menyenangkan atau tidak

menyenangkan, mendukung atau justru menjadi tekanan, tergantung dari bagaimana

karyawan akan memandang, menafsirkan dan memberi arti terhadap sesuatu yang

terjadi didalam lingkungan kerjanya baik kondisi fisik maupun kondisi perusahaan

dan hubungan interpersonal didalamnya. Selanjutnya persepsi tersebut akan

berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan.

Harapannya bahwa setiap perusahaan membangun lingkungan kerja yang

menyenangkan agar setiap karyawan yang bekerja pada instansi atau perusahaan

tersebut mencintai pekerjaannya dan senang melakukan pekerjaannya sehingga

akhirnya bisa bekerja pada tingkat optimal. Lingkungan kerja yang menyenangkan,

rekan kerja yang kooperatif, pimpinan yang selalu memperhatikan keluh kesah

karyawannya, kebijaksanaan yang mempengaruhi kerja dan karier serta kompensasi

yang adil merupakan dambaan bagi para karyawan sehingga karyawan bekerja lebih

semangat, memiliki komitmen yang tinggi, dan pada akhirnya dapat meningkatkan

produktivitas kerja.

Tetapi dalam kenyataannya, penilaian baik atau buruknya lingkungan fisik

kerja ditentukan oleh penilaian karyawannya. Seseorang mungkin menganggap

lingkungan yang sama adalah buruk sedangkan yang lain menganggap baik. Hal ini

disebabkan karena ada perbedaan pandangan masing-masing individu terhadap

lingkungan kerja. Perbedaan ini dapat terjadi karena masing-masing individu

(38)

dengan yang lain. Menurut Cary Cooper (Rini, 2002) Kondisi kerja yang buruk

berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit

berkonsentrasi, dan menurunnya produktivitas kerja. Kondisi lingkungan kerja

meliputi ruang kerja yang tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai,

ruang kerja terlalu padat, lingkungan kerja yang kurang bersih, dan bising atau

berisik.

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan lingkungan fisik adalah keadaan di sekitar rumah sakit seperti suhu udara,

pencahayaan, suara, penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja yang

mempengaruhi perawat dalam menjalankan pekerjaannya. Yang dibahas dalam

penelitian ini adalah segala sesuatu yang berada disekitar para pekerja yang meliputi

suhu udara, pencahayaan, suara, penghawaan, kebersihan serta sikap kerja yang dapat

memengaruhi perawat dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.

Fokus perhatian pada metode ini adalah manusia atau karakteristik yang harus

dipenuhi perawat agar mereka mampu atau akan melaksanakan tugas-tugasnya

dengan tepat, benar, dan sempurna sehingga mempunyai prestasi yang bagus.

Sihombing (2004) menyatakan bahwa didalam meningkatkan semangat kerja

pegawai tidak terlepas dari lingkungan tempat kerja yang harus mendukung seperti

kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah unsur yang harus didaya gunakan

oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat

(39)

2.1.2. Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation)

Menurut Haryadi dan Slamet (1996), pengertian dari Evaluasi Paska Huni

(EPH) adalah penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan

kepuasan dan dukungan kepada penghuni/pemakai, terutama nilai-nilai (individu

maupun kelompok) dan kebutuhannya.

Penggunaan EPH adalah untuk menilai tingkat kesesuaian antara bangunan

(lingkungan binaan) dengan nilai-nilai dan kebutuhan penghuni/pemakainya dan

sebagai masukan dalam merancang bangunan dengan fungsi yang sama.

Rumah sakit merupakan sebuah fasilitas umum yang sarat dengan prasarana

pengguna sarana. Sebuah rumah sakit sangat berpengaruh dengan keadaan dan fungsi

dari prasarana dan sarananya, terlebih pada rumah sakit modern yang menggunakan

teknologi maju. Banyak manajemen rumah sakit yang kurang memperhatikan hal ini.

Seperti diketahui sebuah bangunan bukan hanya terdiri atas ruangan dan

pembatas-pembatasnya saja, tetapi berfungsi juga komponen lain yaitu komponen servis.

Komponen servis ini terdiri atas perlengkapan elektrikal dan mekanikal dan

perabotan yang jenis dan jumlah serta kualitasnya tergantung dari kegiatan yang

berlangsung di dalam rumah tersebut. Dengan demikian ada 2 faktor penting, yaitu

manusia sebagai pengguna dan bangunan beserta komponen-komponennya sebagai

lingkungan binaan yang mengakomodasi kegiatan manusia.

Peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit merupakan fenomena yang

selalu dihadapi oleh para pengelola rumah sakit. Menurut Haryadi dan Slamet (1996)

(40)

sakit selalu berdasarkan keadaan sebenarnya saat ini, untuk mencapai kondisi yang

lebih baik di saat mendatang. Untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari prasarana

dan sarana fisik saat ini perlu dilakukan evaluasi, yaitu evaluasi pasca huni (post

occupancy evaluation).

Menurut Haryadi dan Slamet (1996), Evaluasi Pasca Huni (EPH)

didefinisikan sebagai pengkajian atau penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan

dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada pemakai, terutama nilai-nilai dan

kebutuhannya. Evaluasi terhadap tingkat kepuasan pengguna atas sebuah bangunan

dengan mempelajari Performance (tampilan) elemen-elemen bangunan tersebut

setelah digunakan beberapa saat. Pengetahuan tentang performansi bangunan rumah

sakit merupakan dasar peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit.

Pengertian dari Evaluasi Pasca Huni adalah :

1. Merupakan sebuah proses evaluasi bangunan dalam suatu cara yang ketat dan

sistematis setelah bangunan tersebut dihuni beberapa saat.

2. Evaluasi pasca huni dipusatkan pada pengguna bangunan dan

kebutuhan-kebutuhannya.

3. Tujuan adalah untuk menghasilkan bangunan yang lebih baik dikemudian hari.

4. Evaluasi merupakan penilaian performansi bangunan, secara informal telah

(41)

5. Kegunaan

a. Jangka pendek

• Mengidentifikasikan keberhasilan dan kegagalan bangunan.

• Membuat rekomendasi untuk mengatasi masalah.

• Memberi masukan untuk tahapan pembiayaan proyek

b. Jangka menengah

• Membuat keputusan bagi pengguna kembali dan pembangunan baru

• Memecahkan masalah bagi bangunan yang ada.

c. Jangka panjang

• Digunakan sebagai acuan pembangunan mendatang

• Mengembangkan “state of the art” bangunan dengan fungsi yang sama.

Tiga tingkatan dari Evaluasi Paska Huni (EPH)

1. Indikatif EPH

Indikasi keberhasilan dan kegagalan bangunan, dilakukan dalam waktu yang

sangat singkat (kurang lebih 3 jam). Biasanya evaluator sudah sangat mengenal

dengan objek evaluasinya. Perolehan data dapat diperoleh salah satunya dari

mempelajari dokumen (blue print), walk in through, kuesioner, wawancara.

2. Investigatif EPH

Berlangsung lebih lama dan lebih kompleks, biasanya dilakukan setelah

(42)

3. Diagnostik

Menggunakan metode yang lebih canggih, dengan hasil yang lebih

tepat/akurat memerlukan waktu beberapa bulan. Hasilnya merupakan evaluasi yang

menyeluruh.

Tahap Kegiatan

1. Planning : rancangan evaluasi (tujuan, sasaran, waktu, tenaga, sumber informasi,

cara dan alat.

2. Conducting : pengumpulan data, analisis, temuan dan rekomendasi evaluasi.

3. Applying : tindak lanjut/implementasi

2.1.3. Unsur-unsur Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik merupakan salah satu penyebab dari keberhasilan

dalam melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga dapat menyebabkan suatu kegagalan

dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, karena lingkungan kerja dapat mempengaruhi

pekerja, terutama lingkungan kerja yang bersifat psikologis, sedangkan pengaruh itu

sendiri dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif.

Menurut Anoraga dan Widiyanti (2001) kondisi lingkungan kerja fisik

meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1) Pertukaran udara, yaitu agar setiap ruang diberi ventilasi yang cukup supaya

karyawan merasa nyaman saat bekerja.

2) Penerangan yang cukup, untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian maka

(43)

3) Kebisingan, lingkungan kerja yang ramai dapat mengganggu konsentrasi

dalam melaksanakan pekerjaan.

Tiffin dan Mc Cormick (Trianasari, 2005) mengemukakan beberapa aspek

lingkungan kerja fisik yaitu :

1) Peralatan kerja, perlengkapan yang tersedia merupakan komponen yang

menunjang aktivitas kerja.

2) Sirkulasi udara, sirkulasi udara yang cukup didalam ruangan sangat

diperlukan terutama jika didalam ruangan yang penuh dengan pegawai.

3) Penerangan atau pencahayaan, fasilitas penerangan dalam ruangan yang

cukup memadai akan mendukung kelancaran dalam bekerja.

4) Kebisingan atau suara gaduh, bising yang ada dalam lingkungan kerja akan

mengganggu konsentrasi.

5) Tata ruang kerja, penataan, pewarnaan dan kebersihan setiap ruangan akan

berpengaruh terhadap karyawan pada saat melakukan pekerjaan.

Menurut As’ad (1999) lingkungan fisik merupakan jenis lingkungan yang

berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja :

1) Tempat kerja di dalam atau di luar, jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja

dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, serta suhu.

2) Kondisi – kondisi penerangan.

3) Kondisi – kondisi ventilasi.

4) Kondisi – kondisi keriuhan suara.

(44)

2.1.4. Unsur-unsur Lingkungan Fisik Terkait Penelitian

Menurut Munandar (2001) kondisi lingkungan kerja fisik mencakup setiap hal

dari fasilitas parkir di luar gedung perusahaan, lokasi dan rancangan gedung sampai

jumlah cahaya dan suara yang menimpa meja kerja atau ruang kerja seorang tenaga

kerja. Lingkungan kerja fisik yang spesifik antara lain meliputi :

1) Penerangan (iluminasi). Sinar yang menyilaukan merupakan faktor lain yang

mengurangi efisiensi visual dan meningkatkan ketegangan mata (eyestrain).

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam iluminasi adalah kadar (intensity)

cahaya, distribusi cahaya, dan sinar-sinar yang menyilaukan.

2) Warna. Penggunaan warna atau kombinasi warna yang tepat akan meningkatkan

produksi, menurunkan kecelakaan dan kesalahan, serta meningkatkan semangat

kerja.

3) Bising (noise). Dalam kehidupan sekarang ini bising merupakan keluhan yang

banyak didengar. Menurut Mc Cormick (Munandar, 2001) bising mempengaruhi

tingkat prestasi kerja pada tugas yang menuntut kewaspadaan tinggi,

tugas-tugas mental yang majemuk, tugas-tugas-tugas-tugas yang memerlukan ketrampilan dan

kecepatan, serta tugas-tugas yang menuntut kemampuan perseptual pada tingkat

yang tinggi.

4) Musik dalam bekerja. Musik memiliki pengaruh yang baik pada

pekerjaan-pekerjaan yang sederhana, rutin dan monoton, sedangkan pada pekerjaan-pekerjaan yang

(45)

pengaruhnya dapat menjadi sangat negatif. Musik menjadi suara yang bising dan

mengganggu.

Menurut Nitisemito (2000) lingkungan kerja fisik meliputi :

a. Penerangan. Penerangan dalam suatu lingkungan kerja ditentukan oleh tingkat

intensitas cahaya. Penerangan lingkungan kerja harus diatur cukup dan sesuai

dengan karakteristik pekerjaan yang sedang dilakukan.

b. Kebisingan. Kebisingan dapat mengganggu ketenangan kerja dan konsentrasi

dalam bekerja, serta dapat mengurangi kesehatan, sehingga berdampak pada

timbulnya kesalahan kerja.

c. Pewarnaan. Warna dapat mempengaruhi jiwa seseorang yang ada disekitarnya.

Warna dari suatu ruangan kerja dapat mempengaruhi semangat dan unjuk kerja

karyawan.

d. Kebersihan. Lingkungan kerja yang bersih akan membuat seseorang pekerja

bekerja dengan senang dan lebih bersemangat.

e. Musik. Musik diperdengarkan dalam suatu lingkungan kerja akan dapat

menimbulkan suasana gembira dan mengurangi kelelahan kerja.

f. Sirkulasi kerja. Sirkulasi udara yang baik akan memberikan kesegaran fisik

kepada para pekerja, sehingga semangat dan gairah kerja muncul.

g. Keamanan. Jaminan keamanan yang diberikan oleh perusahaan akan

menimbulkan ketenangan dalam bekerja, sehingga semangat dan gairah kerja

(46)

Menurut Gie (2000), unsur didalam lingkungan fisik rumah sakit meliputi

sebagai berikut :

a. Suhu Udara

Usia sebuah bangunan dapat mencapai 50-100 tahun, karena itu penting sekali

dipikirkan mengenai pemakaian energi dalam tahap disain. Apabila kita salah dalam

mengambil keputusan dalam tahap disain, akibatnya harus ditanggung selama gedung

ini berdiri. Misalnya kalau kita lebih banyak menggunakan AC, padahal bisa dihemat

dengan membuka jendela, lubang angin, tanaman, pelindung (awning), beranda.

Selain kerugian dalam bentuk materi (uang) juga merusak lingkungan dan

menghabiskan energi yang tidak perlu.

Thermal comfort Zone, Moore (1999) adalah kombinasi dari temperature

udara, kelembaban, radiant temperature, arus udara, dan hal yang berpengaruh

di dalam comfort zone adalah temperatur udara dan kelembaban.

Menurut American Society for Heating, refrigerating and air conditioning

engineers (ASHRAE Standard 55-56). Thermal comfort-that conditioning of mind

which expresses satisfaction with the thermal environment. Comfort Zone tidak

absolut tetapi tergantung dari kultur, musim, kesehatan, lapisan lemak seseorang,

tebalnya baju pakaian, kegiatan fisik. Kalau banyak kegiatan fisik maka comfort zone

turun kearah bawah.

Tata laksana penghawaan dan pengaturan suhu udara menurut KEPMENKES

RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

(47)

1. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian yang

khusus. Bila menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan

dioperasikan sesuai buku petunjuk. Sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran

udara, dan kelembaban nyaman bagi pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit

yang menggunakan pengatur udara sentral harus diperhatikan cooling

tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk AHU

(Air Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri atau

jamur.

2. Suplai udara dan Exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan exhaust

fan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi.

3. Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan dengan

diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3

4. Pengambilan suplai udara dari luar, kecuali unit ruang individual, hendaknya

diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 Meter dari exhauster atau

perlengkapan pembakaran

/detik, dan frekuensi pergantian

udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan 12 kali

5. Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap.

6. Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.

7. Suplai udara untuk daerah sensitif : ruang operasi, perawatan bayi, diambil

dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya disediakan 2 (dua)

buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai.

(48)

9. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang hendaknya

tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai udara ke WC, toilet,

gudang.

10.Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilengkapi saringan 2 beds.

Saringan I pasang di bagian penerimaan udara dari luar dengan efisiensi 30%

dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90%. Untuk mempelajari sistem

ventilasi sentral dalam gedung hendaknya mempelajari khusus central air

conditioning system.

11.Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang (cross

ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.

12.Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi

dibandingkan ruang-ruang yang lain dan menggunakan cara mekanis

(air conditioner).

13.Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner

dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas lantai atau minimum

0,20 meter dari langit-langit.

14.Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1 (satu) kali

sebulan harus di disinfeksi dengan menggunakan electron presipitator

(resorcinol, trieylin glikol) atau disaring dengan electron presipitator atau

(49)

15.Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun dilakukan

pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman, debu,

dan gas)

b. Pencahayaan

Pencahayaan merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu rumah sakit

karena dapat memperlancar pekerjaan di rumah sakit. Apalagi seorang perawat

yang pekerjaannya berkaitan dengan jiwa manusia maka kegiatannya seperti

memasang infus dan memberi obat-obatan dan ketatabukuan harus terlihat jelas

tanpa terlindung oleh bayangan. Penerangan yang cukup akan menambah

semangat kerja perawat, karena mereka dapat lebih cepat menyelesaikan

tugas-tugasnya, matanya tidak mudah lelah karena cahaya yang gelap, dan

kesalahan-kesalahan dapat dihindari. Banyak kesalahan-kesalahan pekerjaan disebabkan karena

penerangan yang buruk, misalnya ruangan yang terlampau gelap atau karyawan

harus bekerja di bawah penerangan yang menyilaukan.

Penerangan atau cahaya yang cukup merupakan pertimbangan yang penting

dalam fasilitas fisik rumah sakit. Pelaksanaan pekerjaan yang sukses memerlukan

penerangan yang baik. Penerangan yang baik membantu karyawan terlihat dengan

cepat, mudah, dan senang. Cahaya matahari tidak dapat diatur dengan sempurna

menurut keinginan orang. Lebih-lebih dalam gedung yang luas dan kurang

jendelanya, cahaya alam itu tidak dapat menembus sepenuhnya, karena itu sering

(50)

disusun dengan baik maka akan memberikan penerangan yang sempurna untuk

ruang kerja yang gelap maupun bekerja pada malam hari.

Cahaya penerangan buatan manusia dapat dibedakan menjadi empat macam

yaitu :

1) Cahaya langsung

Cahaya ini memancarkan langsung dari sumbernya kearah permukaan meja.

Apabila dipakai lampu biasa, cahaya bersifat sangat tajam dan bayangan yang

ditimbulkan sangat tegas. Cahaya ini lekas melelahkan mata dan menyilaukan

pekerja. Pancaran cahaya adalah tinggi, bayangan-bayangan tajam dan

langit-langit umumnya menjadi gelap. Biasanya ini merupakan cahaya yang paling

tidak disukai.

2) Cahaya setengah langsung

Cahaya ini memancar dari sumbernya dengan melalui tudung lampu yang

biasanya terbuat dari gelas yang berwarna seperti susu. Cahaya ini tersebar

sehingga bayangan yang ditimbulkan tidak begitu tajam. Akan tetapi

kebanyakan cahaya tetap langsung jatuh ke permukaan meja dan memantul

kembali ke arah mata pekerja, sehingga hal ini masih kurang memuaskan

walaupun sudah lebih baik daripada cahaya langsung.

3) Cahaya setengah tidak langsung

Penerangan ini terjadi dari cahaya yang sebagian besar merupakan pantulan

dari langit-langit dan dinding ruangan, sebagian lagi terpancar melalui tudung

(51)

karena sifat dan bayangan yang diciptakan sudah tidak begitu tajam

dibandingkan dengan cahaya setengah langsung.

4) Cahaya tidak langsung

Cahaya ini sumbernya memancarkan kearah langit-langit ruangan, kemudian

baru dipantulkan ke arah meja. Hal ini memberikan cahaya yang lunak dan

tidak memberikan bayangan yang tajam. Sesungguhnya langit-langit

merupakan sumber cahaya bagi ruang kerja, karena itu langit-langit

mempunyai daya pantul yang tinggi. Sifat cahaya ini benar-benar sudah lunak,

tidak mudah menimbulkan kelelahan mata karena cahaya tersebar merata

keseluruh penjuru. Sistem penerangan ini merupakan sistem penerangan yang

terbaik (Gie, 2000).

Keuntungan penerangan yang baik adalah :

a) Perpindahan pegawai kurang

b) Semangat kerja lebih tinggi

c) Prestise lebih besar

d) Hasil kerja lebih banyak

e) Kesalahan berkurang

f) Keletihan berkurang (Moekijat, 2002)

Keuntungan tersebut dapat terwujud bila mutu penerangan yang ada

bermutu baik. Penerangan yang bermutu baik penerangan yang secara relatif tidak

menyilaukan mata dan dipancarkan secara merata. Kejernihan penerangan yang

(52)

tidak mungkin untuk menghilangkan sama sekali (Moekijat, 2002). Pencahayaan

menurut Simha (2001) bertujuan untuk :

1. Untuk mendukung aktivitas dan kegiatan lain pengguna bangunan.

2. Untuk mendukung fungsi keamanan.

3. Untuk menciptakan lingkungan yang sesuai dan menyenangkan

Cahaya sendiri dapat dibagi dua, yaitu cahaya alam (matahari) dan cahaya

buatan (lampu). Kenyamanan dari sebuah cahaya menurut Moore (1999) ditentukan

oleh : kondisi fisiologis mata, latar belakang objek, bentuk/wujud objek yang

dipandang, mengontrol silau tingkat kekuatan penyinaran.

Menurut KEPMENKES RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit bahwa tata laksana pencahayaan adalah sebagai

beikut :

1. Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus mendapat

cahaya dengan intensitas cukup berdasarkan fungsinya.

2. Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk menyimpan

barang /peralatan perlu diberi penerangan.

3. Ruangan pasien harus diberikan penerangan umum dan penerangan untuk

malam hari dan disediakan saklar dekat pintu masuk, saklar individu

ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau dan tidak menimbulkan berisik.

Disetiap setiap area pencahayaan adalah faktor yang sangat penting,

sebaiknya digunakan sistem pencahayaan dengan standar yang tinggi. Masing-masing

(53)

bidang sedikitnya 150 mm dan dengan konstruksi yang sempurna. Pertimbangan lain

sebaiknya area klinis juga tetap harus diberikan pencahayaan walaupun dalam

keadaan siang karena hal ini dapat mengurangi efek disorientasi bagi para staff dan

pasien.

d. Suara

Suara bising yang keras, tajam dan tidak terduga adalah penyebab gangguan yang

kerap dialami pekerja tulis menulis. Gangguan ini seringkali didiamkan saja

walaupun tindakan perbaikan yang sederhana dapat dilakukan apabila waktu dan

pikiran diluangkan untuk masalah itu. (Budiyanto, 1991).

Sebagian besar dari pekerjaan kantor merupakan pekerjaan yang

membutuhkan konsentrasi pikiran, oleh karena itu diusahakan agar jangan banyak

terjadi suara-suara gaduh. Suara yang gaduh menyebabkan kesulitan memusatkan

fikiran, dalam menggunakan telepon dan dalam melaksanakan pekerjaan kantor

dengan baik. Seorang mungkin tidak menyadari pengaruh kegaduhan suara, tetapi

setelah beberapa waktu orang akan menjadi sangat lelah dan lekas marah sebagai

pengaruh suara yang gaduh. Pengaruh suara yang gaduh adalah :

1) Gangguan mental dan syaraf pegawai

2) Kesulitan mengadakan konsentrasi

3) Kelelahan yang bertambah dan semangat kerja yang berkurang

(Moekijat, 2002).

Banyak sumber suara terdapat dalam kantor antara lain percakapan, gesekan

(54)

suara yang baik adalah kondisi suara yang tidak gaduh atau tenang, tidak terganggu

dari alat-alat kantor itu sendiri maupun dari luar kantor sehingga pegawai dapat

bekerja sebaik mungkin. Kebisingan dapat dikurangi dengan pengaturan maupun

pengendalian sumber suara, isolasi dari suara, penggunaan peredam suara,

penggunaan sistem akuistik dan pemakaian alat pelindung telinga.

Bunyi mempunyai definisi:

1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam

medium elastic seperti udara. Ini adalah bunyi objektif.

2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan

penyimpangan fisis yang digambarkan di atas. Ini adalah bunyi subjektif.

Menurut Doelle (1998) Bunyi dapat dihasilkan :

1. Di udara (airborne sound), misalnya suara manusia bercakap atau bernyanyi.

2. Karena benturan/tumbukan (impact sound) atau bunyi struktur (structure sound).

3. Karena getaran mesin.

Telinga normal tanggap terhadap bunyi diantara jangkauan frekuensi audio

sekitar 20 sampai 20.000 Hz. Gelombang bunyi yang merambat dari sumbernya

dengan muka gelombang berbentuk bola yang terus-menerus membesar, segera

melemah bila jarak dari sumbernya bertambah. Sebagian energinya akan dipantulkan,

diserap, disebarkan, dibelokkan atau ditransmisikan ke ruang yang berdampingan,

tergantung pada sifat akustik dindingnya.

Bising adalah semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau

(55)

diinginkan oleh penerima dianggap sebagai bising. Jadi pembicaraan atau musik

dianggap sebagai bising bila mereka tidak diinginkan. Seseorang cenderung

mengabaikan bising bila bising itu secara wajar menyertai pekerjaan, seperti mesin

ketik atau mesin di pabrik. Sumber bising dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

(1) bising interior bisa dari alat-alat seperti mobil, motor, kipas angin, AC, televisi,

radio, penghisap debu, mesin bor, dan (2) outdoor, seperti bunyi air hujan, angin, air

mengalir. Bising berfrekuensi tinggi lebih mengganggu dari pada bising frekuensi

rendah. Secara umum bising bias menghasilkan gangguan yang jauh lebih besar pada

malam hari dari pada siang hari.

Sebuah rumah sakit adalah jenis bangunan yang penghuninya sangat

dipengaruhi oleh bising. Karena itu pemilihan lokasi yang sesuai harus

dipertimbangkan agar dapat mengurangi bising outdoor. Sedangkan bising interior

dalam rumah sakit disebabkan oleh:

• Peralatan mekanik ( mesin diesel, kompresor, AC, elevator )

• Fasilitas operasional ( unit pipa ledeng, mesin cuci, mesin cetak, fasilitas masuk )

• Fasilitas pelayanan pasien ( tangki oksigen, trolley, alat-alat kesehatan )

• Kegiatan karyawan dan pasien (pembicaraan, langkah orang berjalan)

Menurut Doelle (1998), bising yang cukup keras di atas 70 dB dapat

menyebabkan kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar,

sakit lambung dan masalah peredaran darah. Bising yang sangat keras, di atas 85 dB

(56)

umumnya dan bila berlangsung lama, kehilangan pendengaran sementara atau

permanen dapat terjadi, juga penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan luka perut.

Pengaruh bising dapat menurunkan produktivitas dari pekerja. Hal ini telah

dibuktikan dalam bidang industri, produksi akan turun dan pekerja-pekerja akan

membuat lebih banyak kesalahan. Bila dipengaruhi oleh bising di atas 80 dB untuk

waktu yang lama. Sebaliknya, juga terbukti bahwa hal yang sama dapat terjadi bila

pekerja bekerja di tempat yang terlalu sunyi. Ini dibuktikan bahwa bising dalam

jumlah tertentu dapat ditolerir dan sebenarnya sejumlah bising dibutuhkan untuk

mempertahankan kesehatan jiwa. Bising buatan disebut acoustical deodorant.

Misalnya musik latar belakang yang dipilih secara tepat dan didistribusikan dengan

baik, seperti di ruang tunggu, hotel dan restoran.

Untuk mengendalikan bising yang disebabkan bantingan pintu dapat dihindari

dengan menggunakan penahan pintu karet. Lantai dapat ditutup dengan penutup

elastic (tegel karet, tegel gabus, tegel vinyl atau linoleum) untuk mengurangi bising

benturan. Selain itu petugas rumah sakit juga dilatih untuk berbicara dengan sopan

dan menghargai orang lain, seperti tidak berbicara atau tertawa keras-keras.

d. Penghawaan Ruangan

Pertukaran udara yang cukup terutama dalam ruangan sangat diperlukan, apalagi

dalam ruangan tersebut penuh pegawai. Pertukaran udara yang cukup dalam ruangan

akan menyebabkan kesegaran fisik karyawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Sebaliknya pertukaran udara yang kurang akan dapat menimbulkan rasa pengap

Gambar

Tabel 2.1. Perbandingan Standar Fisika Bangunan Menurut Depkes
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel. 3.1.   Jumlah Perawat di Ruang Rawat Inap  Kelas I, II, III, Ruang VIP, Ruang Khusus
Tabel 3.2.Validity and Reliability Statistic
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini peneliti tidak mengobservasi langsung pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat maupun supervisi yang dilakukan perawat dan kepala ruangan, untuk

Beberapa masalah yang muncul jika harga diri perawat rendah yaitu: Perawat dengan harga diri rendah beresiko lebih besar memiliki perilaku caring buruk dibandingkan perawat

Persepsi perawat tentang kegiatan kepala ruangan dalam melaksanakan supervisi dan cara yang digunakan oleh kepala ruangan pada perawat pelaksana melakukan evaluasi berupa

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruangan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana dengan tingkat

supervisi kepala ruangan dan produktivitas kerja perawat pelaksana yang dapat. berkontribusi dalam pengembangan

1. Manajemen instansi lebih memperhatikan kondisi fisik lingkungan kerja bagi karyawannya sehingga karyawan merasa nyaman dan puas bekerja di instansi tersebut. Kondisi

5 Kepala ruangan berkonsultasi dengan perawat tentang hambatan yang dihadapi perawat pelaksana dalam pelaksanaan asuhan keperawatanD. 6 Kepala ruangan memprioritaskan

5 Kepala ruangan berkonsultasi dengan perawat tentang hambatan yang dihadapi perawat pelaksana dalam pelaksanaan asuhan keperawatanD. 6 Kepala ruangan memprioritaskan