• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fisherman Group Analysis Tobelo In Sub district of North Halmahera in North Mollucas Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fisherman Group Analysis Tobelo In Sub district of North Halmahera in North Mollucas Province"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

NYOTER JANSA CORNELES KOENOE

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Analisis Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2010

(3)

ABSTRACT

NYOTER JANSA CORNELES KOENOE. Fisherman Group Analysis Tobelo In Sub-district of North Halmahera in North Mollucas Province. Supervised by DOMU SIMBOLON and JOHN HALUAN.

Sub Tobelo as a center of government and economy into the potential and trigger growth and development of civil society groups, especially groups of fishermen. This is the main attraction of researchers to examine or investigate the phenomenon. This study aims to: 1). Identify the characteristics and the role of fishermen's groups, 2). Evaluate the potential and problems of fishermen, and 3). Formulate strategies to strengthen institutional group of fishermen. This research was conducted from June to November of 2009 in North Halmahera District Tobelo. This research was conducted with a participatory approach using Focus Groups Discussion (FGD) with 3 groups of fishermen, a group of Karunia, Nustalenta, and Emmanuel. The three groups were purposively selected (purposive sampling). Based arsif groups and FGD results obtained information that the characteristics of groups of fishermen in the district of Tobelo strongly influenced by socio-economic conditions of society. Groups of fishermen in the district of Tobelo have a role in various spheres of life scale, although still a member of the group and has not been formally institutionalized. Roles include economic, social, religious, political, security and technical education. Groups of fishermen in the district of Tobelo had 10 and 15 potential issues that reflect the strengths, weaknesses, opportunities and threats to the group. The high motivation and work ethic administrators group into power factor with the most potential for increasing productivity of the group and supported by a number of opportunities for programs based on institutional empowerment. Problem of lack of knowledge and organizational skills a factor weaknesses that greatly affect the sustainability of the group and obscurity rules fishing gear and fishing areas that can pose a threat down passion and productivity of fishermen in the district of Tobelo. The strength effort and increased productivity of fishermen in the district of Tobelo group there are 12 alternative strategies. Of the 12 that strategy there are four priority strategies to be implemented, including: Improved communication systems, means of groups working paper, documentation and publishing and making the group a legal entity.

(4)

RINGKASAN

Kecamatan Tobelo sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian menjadi potensi dan pemicu tumbuh berbagai sektor kehidupan, termasuk sektor perikanan. Perkembangan sektor perikanan di Kecamatan Tobelo tidak lepas dari peranan dan produktivitas kelompok-kelompok nelayan yang ada diwilayah tersebut. peranan dan produktivitas kelompok nelayan sangat dipengaruhi oleh potensi dan permasalahan yang dihadapinya.

Fenomena tersebut menjadi latar belakang penulis untuk melakukan kajian atau penelitian tentang kelompok nelayan yang ada di Kecamatan Tobelo. Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1) mengidentifikasi karakteristik dan peranan kelompok nelayan di Kecamatan Tobelo; 2) Mengidentifikasi sekaligus mengevaluasi potensi dan permasalahan kelompok nelayan di Kecamatan Tobelo; dan 3) Merumuskan strategi penguatan kelembagaan kelompok nelayan di Kecamatan Tobelo. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi data dan informasi bagi semua pihak yang terlibat atau pemerhati sosial ekonomi masyarakat pesisir khususnya di Kabupaten Halmahera Utara. Terutama bagi pemerintah Kabupaten Halmahera Utura dalam rangka meningkatkan upaya pemberdayaan masyarakat pesisir khususnya nelayan.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan November tahun 2009 di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif menggunakan metode Focus Groups Discussion (FGD) dengan 3 kelompok nelayan, yaitu kelompok Karunia, Nustalenta, dan Imanuel. Ketiga kelompok tersebut dipilih secara sengaja (purposive sampling) dari 17 kelompok nelayan yang ada di Kecamatan Tobelo. Pada proses FGD dilakukan: 1) identifikasi karakteristik dan peranan berdasarkan dokumen dan arsip kelompok dan dilengkapi dengan hasil FGD; 2) Identifikasi dan evaluasi potensi permasalahan kelompok dengan metode Internal Faktor Analysis Summary (IFAS) dan Eksternal Faktor Analysis Summary (EFAS); 3) mengidentifikasi strategi alternatif penguatan kelompok dengan metode Stength, Weakness, Opportunity, Threats (SWOT); dan 4) menganalisis strategi prioritas menggunakan metode Participatory Prospective Analysis (PPA).

Kelompok nelayan di Kecamatan Tobelo memiliki 10 potensi dan 15 permasalahan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Potensi dan permasalahan tersebut dapat dibagi kedalam kedalam 4 faktor yaitu kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi kelompok tersebut. Berdasarkan hasil pengelompokkan diketahui bahwa terdapat 5 potensi masuk dalam faktor kekuatan, 10 permasalahan masuk dalam faktor kelemahan, 5 potensi masuk dalam faktor peluang dan 5 permasalahan masuk dalam faktor ancaman.

(5)

ketidak jelasan aturan alat tangkap dan kawasan penangkapan menjadi ancaman yang dapat menurunkan gairah dan produktivitas nelayan di Kecamatan Tobelo.

Berdasarkan hasil analisis strategi penguatan kelompok nelayan yang dilakukan secara partisipatif menggunakan metode SWOT, maka dapat dihasilkan 12 strategi, yang tersebar kedalam 4 kelompok strategi. Kelompok Strategi Kekuatan-Peluang (KP), antara lain: 1) Perluasan daerah penangkapan, jaringan lembaga dan pasar; 2) Peningkatkan pemberdayaan anggota; 3) Peningkatkan dokumentasi dan publikasi kelompok. Kelompok Strategi Kekuatan-Ancaman (KA) hanya 1, yaitu Perluasan dan memperbanyak fungsi dan usaha lembaga. Kelompok Strategi Kelemahan-Peluang, terdiri dari 1) Peningkatan kapasitas anggota dan pengurus; 2) Peningkatan komunikasi anggota dan pemerintah; 3) Peningkatan profesionalisme menegemen kelompok; 4) Pembuatan program sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan kelompok; 5) Peningkatan kesadaran dan ketegasan sanksi; dan 6) Pembuatan badan hukum kelompok. Kelompok Strategi Kelemahan-Ancaman (KA), antara lain: 1) Pembukaan kesempatan keanggotaan bagi masyarakat luas; dan 2) Peningkatan sarana prasarana kelompok sesuai dengan kemampuan kelompok.

Penentuan strategi prioritas dengan metode PPA didasar atas pengaruh dan ketergantungan antar strategi alternatif yang dihasilkan dari SWOT (12 strategi alternatif). Strategi prioritas merupakan strategi yang memiliki pengaruh pesar tapi tingkat ketergantungan terhadap faktor lain kecil. Berdasarkan hal tersebut maka strategi yang menjadi prioritas untuk penguatan dan peningkatan produktivitas kelompok nelayan di Kecamatan Tobelo adalah 1) Peningkatan sistem komunikasi anggota dan pemerintah; 2) Peningkatan sarana prasarana kelompok; 3) Pembuatan badan hukum kelompok; dan 4) Peningkatan upaya dokumentasi/pengarsipan serta publikasi kelompok.

(6)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(7)

ANALISIS KELOMPOK NELAYAN DI KECAMATAN

TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

PROVINSI MALUKU UTARA

NYOTER JANSA CORNELES KOENOE

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Analisis Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara

Nama : Nyoter Jansa Corneles Koenoe

NRP : C452070254

Mayor : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si. Ketua

Prof.Dr.Ir.John Haluan, M.Sc. Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Tuhan YME atas kasih dan anugerah-Nya yang dilimpahkan sehingga karya ilmiah dengan judul “Analisis Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Propinsi Maluku Utara” dapat diselesaikan. Terima kasih penulis sampaikan kepada ketua komisi pembimbing Bapak Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si, dan Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan, bimbingan dan saran selama ini. Berkenan dengan itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Hein Namotemo, MSP sebagai Bupati Kabupaten Halmahera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi strata 2, Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara beserta staf terutama bung ongen dan semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data dan penulisan tesis ini. Kepada istri tercinta Engelina Aipipideli yang tetap setia mendampingi dan memberi dorongan. Kedua anak tersayang kaka Titi dan ade Echa atas doa yang tulus dan kasih sayang kalian. Teman-teman seangkatan dari PEMDA HALUT serta Hilman dan Solihin atas bantuannya selama proses perkuliahan dan penyelesaian tesis. Seluruh staf bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara atas pengertian dan loyalitas. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ima Kusumanti, S.Pi dan Dini Handayani, A.Md, atas bantuan dan motivasi yang tiada henti kepada Penulis. Tesis ini diharapkan dapat memberikan acuan kepada kita terutama Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara, dalam menentukan langkah kebijakan strategis menuju kepada suatu perubahan dan penyempurnaan program-program pemberdayaan masyarakat Nelayan di Kabupaten Halmahera Utara.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ternate, Provinsi Maluku Utara pada tanggal 12 Januari 1968 sebagai anak kedua dari pasangan William Julianus Koenoe dan Aksamina Marangkey. Tamat SD Kristen Kalam Kudus Ambon tahun 1980, penulis melanjutkan ke SMP Negeri 2 Ambon tahun 1983 dan SMA Xaverius Ambon lulus tahun 1987 dan mengikuti pendidikan pada Akademi Pemerintahan Dalam Negeri ( APDN ) Ambon lulus tahun 1991 ditempatkan pada Kantor Camat Sanana Kabupaten Maluku Utara sejak tahun 1991 – 1999 dan melanjutkan pendidikan tugas belajar ke Institut Ilmu Pemerintahan ( IIP ) Jakarta dan lulus tahun 2001. Pada tahun 2008 diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan mayor Sistem Pemodelan Perikanan Tangkap mendapat dukungan Beasiswa Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara.

Setelah tamat IIP Jakarta tahun 2001, penulis ditempatkan dalam jabatan sebagai Kepala Seksi Pembangunan Masyarakat Desa pada Kantor Camat Morotai Selatan Barat dan diangkat menjadi Camat Morotai Selatan Barat Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2003 – 2006. Kemudian dimutasikan sebagai Inspektur Pembantu Pemeriksa Aparatur Pemerintahan dan Masalah Pertanahan pada Inspektorat Daerah Kabupaten Halmahera Utara dari tahun 2006 – 2008. Dan sejak tahun 2008 sampai saat ini menjabat sebagai Kepala Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR ISTILAH ... xviii

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Masyarakat Pesisir ... 7

2.2 Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat ... 9

2.3 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir ... 13

2.4 Gambaran umum Kecamatan Tobelo... 16

2.4.1 Letak geografis dan administrasi ... 16

2.4.2 Kondisi kependudukan ... 17

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 21

3.3 Pengumpulan Data ... 22

3.4 Analisis Data ... 23

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Laut ... 27

4.1.1 Potensi sumberdaya ikan ... 27

4.1.2 Nelayan ... 29

4.1.3 Armada perikanan ... 30

4.2 Kondisi Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo ... 31

4.2.1 Kondisi sosial ekonomi ... 32

4.2.2 Kondisi sosial budaya ... 33

(13)

4.3 Karakteristik keanggotaan kelompok nelayan ... 35

4.3.1 Umur anggota kelompok nelayan ... 35

4.3.2 Tingkat pendidikan anggota kelompok nelayan ... 37

4.3.3 Pendapatan anggota kelompok nelayan ... 39

4.3.4 Kepemilikan modal kelompok nelayan ... 43

4.4 Peranan Kelompok Nelayan... 45

4.4.1 Bidang ekonomi ... 45

4.4.2 Bidang sosial keagamaan ... 47

4.4.3 Bidang politik keamanan ... 48

4.4.4 Bidang pendidikan dan teknis ... 49

4.5 Potensi dan permasalahan kelompok nelayan ... 51

4.5.1 Evaluasi faktor internal ... 54

4.5.2 Evaluasi faktor eksternal ... 56

4.6 Strategi penguatan kelompok nelayan ... 58

4.6.1 Strategi alternatif penguatan kelompok nelayan ... 58

4.6.2 Prioritas strategi penguatan kelompok nelayan ... 62

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 67

6.2 Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah Penduduk Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara ... 18

2 Jumlah Penduduk Menurut Pemeluk Agama di Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara ... 19

3 Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 21

4 Pedoman Penilaian Metode PPA ... 25

5 Pengaruh Antar Faktor ... 25

6 Jenis dan Jumlah Armada Tangkap di Kecamatan Tobelo ... 30

7 Peranan Kelompok Nelayan Dalam Bidang Ekonomi ... 46

8 Peranan Kelompok Nelayan Dalam Bidang Pendidikan Teknis ... 50

9 Potensi Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo ... 51

10 Permasalahan Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo ... 52

11 Evaluasi Faktor Internal Kondisi Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo ... 55

12 Evaluasi Faktor Internal Kondisi Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo ... 57

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 6

2 Peta Kemiskinan Masyarakat Pesisir ... 9

3 Jumlah Penduduk Kabupaten Halmahera Utara Berdasarkan Kecamatan, Tahun 2007 ... 17

4 Penyebaran Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Tobelo ... 19

5 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Tobelo ... 20

6 Kelompok Alternatif Strategi Hasil Analisis SWOT ... 24

7 Diagram Pengaruh dan Ketergantungan Sistem ... 26

8 Potensi dan Peluang Pemanfaatan SDI di Perairan Indonesia ... 28

9 Jumlah Nelayan dan Kelompok Nelayan Pada Beberapa Desa di Kecamatan Tobelo, Tahun 2007 ... 29

10 Strata Usia Anggota Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo... 36

11 Tingkat Pendidikan Anggota Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo .... 38

12 Pendapatan Anggota Kelompok Nelayan ... 40

13 Komposisi Kepemilikan Modal Kelompok Nelayan Berdasarkan Sumbernya ... 43

14 Jumlah Unit Penangkapan Ikan yang Beroperasi di Kabupaten Halmahera Utara ... 61

15 Potensi Tangkapan Menurut Jenis Ikan di Perairan Kabupaten Halmahera Utara ... 62

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Lokasi Penelitian ... 74

2 Pulau Kumo, Lokasi Desa Kumo dimana Kelompok Nelayan Imanuel dan Karunia Berada ... 75

3 Jumlah Armada Penangkapan Menurut Tipenya di Kabupaten Halmahera Utara ... 76

4 Jumlah Alat Penangkapan Ikan dan Nelayan di Kabupaten Halmahera Utara ... 77

5 Produksi Perikanan Kabupaten Halmahera Utara ... 78

6 Produksi Perikanan Menurut Alat Tangkap ... 79

7 Anggota Kelompok Nelayan ... 80

8 Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Kelompok Nelayan. ... 81

9 Kegiatan Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo... 82

10 Aktivitas Nelayan di Kecamatan Tobelo ... 83

(17)

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Halmahera Utara merupakan salah satu kabupaten pesisir di Indonesia yang kaya akan sumberdaya pesisir dan laut. Berdasarkan Laporan DKP Kabupaten Halmahaera Utara, bahwa Kabupaten Halmahera memiliki potensi sumberdaya ikan laut (standing stock) sebesar 148.473,8 ton/tahun, yang berarti potensi lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY) sebesar 86.660,6 ton/tahun dan baru dimanfaatkan sebesar 13,3% dari MSY. Besarnya potensi tersebut menjadi modal pembangunan yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.

Pembangunan perikanan Kabupaten Halmahera Utara dengan potensi sumberdaya yang begitu besar diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional Indonesia pada umumnya dan daerah khususnya, terutama terhadap tiga komponen penting pembangunan. Komponen yang dimaksud meliputi: pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja, dan penurunan tingkat kemiskinan.

Sektor perikanan memiliki peran strategis sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber devisa bagi negara. Namun harapan tersebut masih jauh dari kenyataan. DKP (2003) melaporkan, bahwa berdasarkan data BPS tahun 2002, dari 8.090 desa pesisir di Indonesia sebanyak 3,91 juta KK (16,42 juta jiwa) penduduknya masih termasuk ke dalam penduduk miskin dengan Poverty Headcount Index (PHI) sebesar 0,32. Indonesia Bagian Timur termasuk Kabupaten Halmahera Utara merupakan wilayah yang paling miskin dengan presentase berkisar 43 % sampai dengan 62 % dari jumlah penduduk yang ada. Fauzi (2005) menyebutkan sebagian besar nelayan Indonesia berpendapatan kurang dari US$ 10/kapita/bulan, jika dilihat dari konteks Millenium Development Goals (MDGs) termasuk ke dalam extreme poverty, karena lebih kecil dari US$ 1/hari.

(18)

kerusakan SDA yang menjadi sumber mata pencaharian mereka, yang diakibatkan karena pemanfaatan yang cenderung destruktif. Kedua dampak tersebut, selanjutnya akan menjadi penyebab kemiskinan yang bersifat jangka panjang atau permanen.

Menurut Kusnadi (2003), kemiskinan masyarakat nelayan disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpeluang besar menjadi penyebab kemiskinan nelayan adalah lemahnya kelembagaan atau kelompok, baik secara ekonomi, sosial-politik maupun hukum. Kondisi tersebut menjadikan masyarakat nelayan sebagai kelompok yang lemah, sehingga seringkali menjadi pihak yang dieksploitasi oleh kelompok atau pihak tertentu. Salah satu contoh eksploitasi yang saat ini banyak disoroti adalah eksploitasi juragan terhadap penggawa (nelayan buruh) dan eksploitasi tengkulak terhadap nelayan tangkap. Fenomena tersebut juga terjadi pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tobelo.

Pada sisi lain, masyarakat nelayan merupakan kelompok masyarakat yang memiliki area jelajah yang cukup luas dan sangat terbuka terhadap perubahan serta memiliki etos kerja yang cukup tinggi karena ekstrimnya kondisi alam yang menjadi tempat mencari penghidupan. Ketiga hal tersebut merupakan potensi masyarakat nelayan yang dapat menjadi modal membangun kelembagaan ekonomi (kelompok nelayan) yang cukup kuat, sehingga bisa membebaskan masyarakat tersebut dari kemiskinan, baik secara ekonomi, sosial-politik dan hukum.

Nelayan umumnya terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk kekuatan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan simbol-simbol kebudayaan sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. Faktor budaya ini menjadi pembeda masyarakat nelayan dari kelompok masyarakat lainnya. Dengan perilaku yang relatif sama, maka nelayan Kecamatan Tobelo relatif lebih mudah membentuk kelompok untuk memperjuangkan hidup dan kehidupannya. Dengan demikian, mereka menjadi suatu komponen masyarakat pesisir yang secara langsung berperan penting dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.

(19)

mereka beranggapan bahwa mereka dapat saling membantu dan menguatkan satu dengan yang lainnya, baik secara material, moril, maupun dalam hal pengalaman. Komunitas nelayan ini akan menjadi potensi yang cukup besar dan dapat menciptakan suatu peluang yang cukup besar apabila dikelola dengan baik. Namun dalam kenyataannya, mereka seringkali dihadapkan pada permasalahan tertentu yang mengakibatkan kelompok nelayan tersebut tidak efektif lagi untuk mengakomodir kepentingan anggotanya. Melihat besarnya permasalahan dan potensi tersebut di atas, menjadi latar belakang penulis untuk mengkaji peranan, potensi dan permasalahan kelembagaan atau kelompok nelayan di Kecamatan Tobelo. Atas dasar tersebut nantinya dapat dirumuskan suatu strategi untuk penguatan dan peningkatan produktivitas kelompok nelayan, sehingga stigma dan tekanan kemiskinan dari kehidupan masyarakat nelayan Kecamatan Tobelo diharapkan dapat terlepas pada masa yang akan datang.

1.2 Perumusan Masalah

Kecamatan Tobelo merupakan pusat ekonomi dan pusat pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara. Kelompok nelayan akan memperoleh kemudahan pemasaran hasil perikanan, ketersediaan alat tangkap dan bahan pengolahan hasil perikanan, serta kemudahan dalam koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah Daerah. Hal tersebut menjadi potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, tetapi sekaligus menjadi tantangan bagi kelompok nelayan.

(20)

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang perlu dikaji serta dicari solusi dalam rangka penguatan kelembagaan atau kelompok nelayan, sehingga nantinya dapat meningkatkan produktivitas nelayan Kecamatan Tobelo, antara lain:

1. Bagaimana karakteristik (identitas) dan peranan kelompok-kelompok nelayan yang ada di Kecamatan Tobelo;

2. Apa potensi dan permasalahan kelompok-kelompok nelayan yang ada di Kecamatan Tobelo;

3. Bagaimana strategi penguatan peranan kelompok nelayan yang ada di Kecamatan Tobelo.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakteristik dan peranan kelompok-kelompok nelayan

yang ada di Kecamatan Tobelo;

2. Mengidentifikasi sekaligus mengevaluasi potensi dan permasalahan kelompok-kelompok nelayan yang ada di Kecamatan Tobelo;

3. Merumuskan strategi penguatan peranan kelompok nelayan yang ada di Kecamatan Tobelo.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi data dan informasi bagi para pemangku kepentingan dalam upaya meningkatkan peranan dan produktivitas kelompok-kelompok nelayan khususnya di Kecamatan Tobelo, antara lain:

1. Sebagai tambahan referensi dan wacana bagi para peneliti dan pemerhati kondisi sosial ekonomi nelayan;

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menggalakkan program pemberdayaan masyarakat pesisir, khususnya kelompok nelayan;

(21)

1.5 Kerangka Pemikiran

Kemiskinan merupakan kata dan kondisi yang sering kali di indentikkan dengan gambaran kehidupan masyarakat pesisir terutama nelayan. Selain kapasitas SDM, kondisi sosial, ekonomi dan politik juga menjadi penyebab terjadinya fenomena tersebut. Pada sisi lain, faktor tersebut merupakan potensi yang sekaligus menjadi tantangan bagi masyarakat nelayan terutama kelompok nelayan untuk tetap bertahan dan meningkatkan produktivitas.

Stabilitas dan produktivitas kelompok nelayan sangat ditentukan oleh cara dan sikap kelompok tersebut mengolah potensi dan mengatasi permasalahan yang dihadapi, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Sikap tersebut seringkali tercermin dalam karakter dan peranan kelompok tersebut sebagai bentuk perlawanan atau adaptasi terhadap potensi dan permasalahan yang ada. Dengan demikian, dalam kajian kelompok nelayan di Kecamatan Tobelo perlu diketetahui karakter dan peranan, yang merupakan bagian dari potensi dan permasalahan yang dihadapi kelompok tersebut.

(22)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Kondisi Ekonomi dan Sosial

Potensi Tantangan

Kelompok Nelayan

Karakter Peranan

Potensi & Permasalahan

Strategi Penguatan

Peningkatan Stabilitas Produktivitas

(23)

2.1 Karakteristik Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan wilayah laut. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk kekuatan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan simbol-simbol kebudayaan sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. Faktor budaya ini menjadi pembeda masyarakat nelayan dari kelompok masyarakat lainnya. Sebagian besar masyarakat pesisir, baik langsung maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan hidupnya dari mengelola potensi sumberdaya perikanan. Mereka menjadi komponen utama konstruksi masyarakat maritim Indonesia (Mulekom. 1999;Kusnadi, 2009).

Sebagai suatu masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir, masyarakat pesisir mempunyai karakteristik sosial tersendiri yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daratan. Di beberapa kawasan pesisir yang relatif berkembang pesat, struktur masyarakatnya bersifat heterogen, memiliki etos kerja tinggi, solidaritas sosial yang kuat, serta terbuka terhadap perubahan dan interaksi sosial (White, 1997). Sebagai dampak dari keterbukaan tersebut, masyarakat pesisir rentan terhadap berbagai permasalahan politik, sosial dan ekonomi yang kompleks. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: (1) kemiskinan, kesenjangan sosial, dan tekanan-tekanan ekonomi yang datang setiap saat, (2) keterbatasan akses modal, teknologi dan pasar, sehingga mempengaruhi dinamika usaha, (3) kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi yang ada, (4) kualitas SDM yang rendah sebagai akibat keterbatasan akses pendidikan, kesehatan,dan pelayanan publik, (5) degradasi sumberdaya lingkungan, baik di kawasan pesisir, laut maupun pulau-pulau kecil, dan (6) belum kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai pilar utama pembangunan nasional (Kusnadi, 2009; Pomeroy dan Carlos, 1997).

(24)

Sebagai contoh, masalah kemiskinan. Masalah ini disebabkan oleh hubungan-hubungan korelatif antara keterbatasan akses, lembaga ekonomi belum berfungsi, kualitas SDM rendah, degradasi sumber daya lingkungan. Oleh karena itu, persoalan penyelesaian kemiskinan dalam masyarakat pesisir harus bersifat integralistik. Kalaupun harus memilih salah satu faktor sebagai basis penyelesaian persoalan kemiskinan, pilihan ini benar-benar menjangkau faktor-faktor yang lain atau menjadi motor untuk mengatasi masalah-masalah yang lain. Pilihan demikian memang sulit dilakukan, tetapi harus ditempuh untuk mengefisienkan dan mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia yang memang terbatas.

Populasi masyarakat pesisir diperkirakan mencapai 16,42 juta jiwa dan mendiami 8.090 desa (DKP, 2003). Menurut hasil analisis SMERU diacu dalam DKP (2003), Poverty Headcount Index (PHI) rata-rata 0,3241, yang berarti sekitar 32% dari populasi berada pada level di bawah garis kemiskinan berdasarkan kriteria Prof. Sajogyo. Menurut Prof. Sajogyo (1977) pendapatan per kapita dalam setahun setara beras dapat dikategorikan:

1. Paling miskin : kurang dari 270 kg 2. Miskin sekali : 270 – 360 kg 3. Miskin : 360 – 480 kg 4. Di atas miskin : lebih dari 480 kg

(25)

Gambar 2 Peta kemiskinan masyarakat pesisir

2.2 Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat

Kelembagaan (institusion) merupakan suatu sistem aktivitas dari kelakuan berpola dari manusia dalam kebudayaannya beserta komponen-komponennya yang terdiri dari sistem norma dan tata kelakuan untuk wujud ideal kebudayaan, kelakuan berpola untuk wujud kelakuan kebudayaan dan peralatan untuk wujud fisik kebudayaan ditambah dengan manusia atau personil yang melaksanakan kelakuan berpola (Koentjaraningrat, 1997). Wiriatmaja (1978) menggunakan konsep lembaga sosial sebagai pengertian dan pola aktivitas-aktivitas yang terbentuk untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia. Asal mulanya adalah kelaziman kemudian menjadi adat istiadat terbentuklah suatu susunan tertentu. Dengan demikian lembaga sosial bukan saja mengenai pola

aktivitas-Sumber: diolah dari Yayasan SMERU dan BPS, 2002

Jlh desa pesisir 8.090 desa

Jlh Penduduk 16,42 juta

Jlh KK 3,91 juta

(26)

aktivitas yang diakui masyarakat, tetapi juga mencakup organisasi pelaksanaannya.

Secara ringkas menurut Wiriatmaja (1978) lembaga adalah pola-pola akrtivitas yang sudah tersusun baik. Suatu masyarakat telah menyusun pola-pola untuk pemenuhan kebutuhan dasar ekonominya. Makanan, pakaian, perumahan dan lain-lainnya harus disediakan. Aktivitas-aktivitas untuk melaksanakannya dapat berbeda-beda, misalnya pada beberapa masyarakat tidak terdapat sistem kredit atau sistem uang, kadang-kadang ada yang tidak mempunyai pembagian tugas pekerjaan yang intensif atau tidak ada sistem pasaran terbuka dan sebagainya.

Menurut Anwar (2001), institusi atau kelembagaan merupakan aturan main (the rule of the game) dalam masyarakat yang secara lebih formal dapat dikatakan sebagai alat manusia guna mengatur prilaku individual anggotanya yang membangun pengaturan dalam interaksi antar anggota-anggota dalam masyarakat tersebut melalui norma-norma tertentu. Dalam beberapa institusi, hal tersebut merupakan kendala-kendala terhadap kebebasan individual anggota anggotanya dalam masyarakat. Karena individual sering membuat tindakan yang menimbulkan eksternalitas (terutama yang negatif) yang sering mengancam kepentingan masyarakat keseluruhan. Sehingga masyarakat perlu membatasi kebebasan individual-individual tersebut agar perilakunya bersesuaian dengan kepentingan masyarakat. Agar supaya institusi dapat berjalan dan ditaati oleh para anggota-anggotanya, maka dalam institusi tersebut harus ada struktur insentif yang mengandung pahala (reward) dan sanksi (sanctions), sehingga masyarakat akan mentaatinya.

(27)

ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh sistem harga, tetapi oleh mekanisme administratif dan kewenangan (Ferrer. 1994)..

Pakpahan (1991), menjelaskan bahwa kelembagaan dicirikan oleh tiga hal yaitu batas yuridiksi (juridictional Boundary), hak-hak kepemilikan (property right) yang berupa hak atas benda materi maupun non materi, aturan representasi (rule of representation). Perubahan kelembagaan dicirikan oleh perubahan satu atau lebih unsur-unsur kelembagaan tersebut.

1. Batas yuridiksi (juridictional Boundary), menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam kelembagaan suatu masyarakat. Konsep batas yuridiksi dapat berarti batas wilayah kekuasaan dan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu kelembagaan, sehingga terkandung makna bagaimana batas yuridiksi berperan dalam mengatur alokasi sumber daya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan batas yuridiksi antara lain:

i. Perasaan sebagai suatu masyarakat; menentukan siapa yang termasuk kita dan siapa yang termasuk mereka. Hal ini erat kaitannya dengan konsep jarak sosial yang akan menentukan kadar komitmen yang dimiliki oleh suatu masyarakat terhadap suatu kebijakan.

ii. Eksternalitas (externality; suatu analisis dalam mempelajari institusi adalah transaksi yang mencakup transaksi melalui mekanisme pasar, administrasi atau hibah. Dalam setiap transaksi selalu terjadi transfer suatu yang dapat berupa hak-hak istimewa, kewajiban dan lain-lain. Sesuatu yang ditransaksikan apakah bersifat internal atau eksternal ditentukan oleh batas yuridiksi. Perubahan batas yuridiksi akan merubah struktur eksternalitas yang akhirnya merubah siapa menanggung apa.

(28)

memiliki preferensi yang berbeda akan mempengaruhi jawaban atas pertanyaan siapa yang memutuskan.

iv. Skala ekonomi; konsep ini memegang peranan penting dalam menelaah permasalahan batas yuridiksi. Dalam pengertian ekonomi, skala ekonomi menunjukkan suatu situasi dimana ongkos persatuan terus menurun apabila output ditingkatkan. Batas yuridiksi yang sesuai akan menghasilkan ongkos persatuan yang lebih dibandingkan dengan alternatif batas yuridiksi yang lainnya.

2. Hak kepemilikan (property right), mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban yang didefenisikan dan diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat dalam hal kepentinganya terhadap sumber daya, situasi atau kondisi. Dalam bentuk formal, property right merupakan produk dari tradisi atau adat kebiasaan dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu tidak seorangpun yang dapat menyatakan hak milik atau hak penguasaan apabila tanpa pengesahan dari masyarakat sekitarnya. Implikasinya meliputi: (1) hak seorang adalah kewajiban orang lain dan (2) hak yang tercermin oleh kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumber daya. property right yang paling penting adalah adalah faktor kepemilikan terhadap lahan, hasil produksi dan lain-lain. Hak kepemilikan yang lebih jelas pasti akan menentukan besarnya bargaining position terhadap persoalan

3. Aturan representasi (rule of representation). Mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentuakan oleh kaidah perwakilan/representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Aturan representasi menentukan jenis keputusan yang dibuat, oleh karena itu berperan penting dalam menentukan alokasi dan distribusi sumber daya yang langka.

(29)

dengan pendapat Syahyuti (2003) bahwa kelembagaan berisikan dua aspek penting yaitu "aspek kelembagaan" dan "aspek keorganisasian”. Aspek kelembagaan meliputi perilaku atau perilaku sosial, dimana inti kajiannya adalah tentang nilai (value), norma (norm) custom, mores, folkways, usage, kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi dan lain-lain.

Bentuk perubahan sosial dalam aspek kelembagaan bersifat kultural dan proses perubahannya membutuhkan waktu yang lebih lama. Sementara dalam aspek keorganisasian meliputi struktur atau struktur sosial dengan inti kajiannya terletak pada aspek peran (role). Lebih jauh aspek struktural mencakup peran, aktivitas, hubungan antar peran, integrasi sosial, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur faktual, struktur kewenangan atau kekuasaan, hubungan antar kegiatan dengan tujuan yang hendak dicapai, aspek solidaritas, profil dan pola kekuasaan. Bentuk perubahan sosial dalam aspek keorganisasian bersifat struktural dan berlangsung relatif lebih cepat (Mulekom, 1999).

Menurut USAID (1984) diacu dalam Ndraha (1990) keanggotaan institusi lokal dapat didasari oleh kesamaan tempat tinggal, fungsi ekonomi, usia, jenis kelamin, etnis, pemilikan umum, pekerjaan, kepercayaan atau kombinasi dari fungsi-fungsi di atas. Sementara itu urgensi fungsi institusi lokal dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat telah diteliti oleh Goldsmith dan Blustain di Jamaica yang berkesimpulan bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika partisipasi itu dilaksanakan melalui organisasi yang sudah dikenal di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.

2.3 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

(30)

kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik, dan hak-haknya menurut undang-undang.

Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Proses pemberdayaan adalah pembangunan, yaitu sebagai collective action yang berdampak pada individual welfare. Dengan demikian membangun adalah memberdayakan individu dalam masyarakat yang berarti bahwa keseluruhan personalitas lahir dan batin seseorang ditingkatkan. Jadi pemberdayaan masyarakat berarti membangun collective personality of a society. Suatu pembangunan yang tidak berdampak pada individu bukanlah pembangunan(Pomeroy dan Carlos, 1997).

Personalitas yang dibangun itu tidak lain merupakan identitas yang berbeda dari sebelumnya yang memiliki keyakinan diri (self confidence), kemampuan berkreasi (creative ability), serta kemampuan untuk menghadapi dunia dengan 3P yaitu poise (sikap tenang), purpose (tujuan hidup), dan pride (bangga dengan keberadaannya) (Pomeroy dan Carlos, 1997). Wujud dari pernyataan hak masyarakat adalah partisipasi mereka dalam pembangunan, mulai dari perencanaan hingga evaluasi hasil pembangunan. Karena itu maka pemberdayaan mendorong adanya proses partisipasi masyarakat yang akhirnya membuat proses pembangunan lebih bernuansa dari bawah (bottom-up) dari pada perintah atau arahan atas (top-down) (Ferrer, 1994).

Proses pemberdayaan secara umum meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) merumuskan relasi kemitraan, (2) mengartikulasikan tantangan dan mengidentifikasi berbagai kekuatan yang ada, (3) mendefinisikan arah yang ditetapkan, (4) mengeksplorasi sistem-sistem sumber, (5) menganalisis kapabilitas sumber, (6) menyusun frame pemecahan masalah, (7) mengoptimalkan pemanfaatan sumber dan memperluas kesempatan-kesempatan, (8) mengakui temuan-temuan, dan (9) mengintegrasikan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai (Mulekom, 1999).

Berkaitan dengan pemberdayan masyarakat pesisir, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk memberdayakan masyarakat pesisir, di antaranya adalah (Sen dan Nielsen, 1996):

(31)

Strategi ini dikenal sebagai strategi kooperatif, yaitu agen perubah secara bersama-sama dengan kliennya (masyarakat) mencari penyelesaian.

(2) Strategi edukatif, yaitu strategi yang diperuntukan bagi masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan dan keahlian terhadap segmen yang akan diberdayakan.

(3) Strategi persuasive, yaitu strategi yang ditujukan untuk membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku. Strategi ini lebih cocok digunakan bila target tidak sadar terhadap kebutuhan perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan.

(4) Strategi kekuasaan, yaitu strategi yang efektif membutuhkan agen perubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk monopolis akses. Untuk terlaksananya strategi-strategi tersebut, program unggulan harus dibuat dan dilaksanakan secara terstrukur dan terencana dengan komitmen yang kuat.

Berkaitan dengan strategi pemberdayaan dikatakan bahwa pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (Community Based Management = CBM) adalah suatu strategi untuk mencapai pembangunan berpusat pada masyarakat, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah(Sen dan Nielsen, 1996). Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang meletakan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat local sebagai dasar pengelolaannya. Pengembangan masyarakat dengan CBM dikaitkan dengan kepercayaan (religion). Oleh sebab itu pengelolaan berbasis masyarakat adalah pengelolaan yang mengakomodir berbagai kepentingan (termasuk pemerintah) dalam pengelolaan sumberdaya alam yang disebut CO-Operative Management (CO- Management)(Ferrer, 1994).

(32)

banyak kekurangan terutama dalam kualifikasi pendidikan, kesadaran akan pentingnya lingkungan, keuangan/permodalan dan sebagainya.

2.4 Gambaran Umum Kecamatan Tobelo

2.4.1 Letak geografis dan administrasi

Kabupaten Halmahera Utara merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Maluku Utara Provinsi Maluku Utara, sebagaimana diamanatkan Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2003. Kabupaten Halmahera Utara secara administratif terdiri dari 17 kecamatan dan sebagian besar wilayah kecamatannya merupakan kecamatan pesisir. Kecamatan Tobelo merupakan salah satu kecamatan pesisir yang ada di Kabupaten Halmahera Utara. Kecamatan ini lebih dikenal dibandingkan dengan kecamatan lainnya karena statusnya sebagai ibukota Kabupaten Halmahera Utara. Kecamatan Tobelo memiliki beberapa buah pulau yang berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni seperti Pulau Kumo, Pulau Kakara, Pulau Tagalaya, Pulau Tulang, Pulau Rarangane dan Pulau Tupu Tupu.

Kecamatan Tobelo dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera Utara Nomor 2 tahun 2006, Kecamatan Tobelo memiliki luas wilayah 33,0 km2 , terdiri atas 10 desa dan terletak pada posisi koordinat 1270 55’ 55” BT – 1280 01’ 58” BT dan 10 39 46” LU

- 10 46’ 17” LU, dengan batas administratif sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tobelo Utara, sebelah Timur berbatasan dengan Laut Halmahera, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tobelo Tengah dan Laut Halmahera dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Barat (BAPPEDA dan BPS, 2009).

Kabupaten Halmahera Utara terletak pada posisi koordinat 0o40’00”–2o40’00” LU dan 127o25’00” – 128o45’00” BT. Kabupaten tersebut memiliki luas wilayah sebesar 24.983,32 Km2, terdiri dari luas daratan sebesar 5.447,3 Km2 (22% dari luas wilayah Kabupaten Halmahera Utara) dan luas perairannya sebesar 19.536,02 Km2 (78% dari luas wilayah Kabupaten Halmahera Utara). Luas wilayah ini terbentang dari Utara ke Selatan sepanjang 333 Km dan dari Timur ke Barat sepanjang 148 Km.

Kabupaten Halmahera Utara berbatasan: (1) sebelah utara berbatasan dengan Samudera Pasifik; (2) sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Timur dan Laut Halmahera; (3) sebelah selatan, berbatasan Kabupaten Halmahera Barat; dan (4) sebelah barat, berbatasan Kabupaten Halmahera Barat.

(33)

masa yang akan datang. Hal ini dilatar belakangi oleh status Kecamatan Tobelo sebagai ibukota Kabupaten Halmahera Utara, sudah waktunya bila Kecamatan Tobelo dikembangkan sesuai dengan karakteristik sebuah kota, yaitu sebagai pusat pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi, pusat pemukiman dan pusat pemerintahan. Kondisi eksisting beserta permasalahan yang ada sedang dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan perencanaan ruang dan konsep yang jelas dan sesuai dengan kebutuhan daerah.

2.4.2 Kondisi kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2007 berkisar 180.782 jiwa. Kecamatan Tobelo merupakan Kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya diantara kecamatan yang lain, yaitu 20.631 jiwa dan Kao Teluk menjadi Kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya (DKP Kabupaten Halmahera Utara, 2008). Banyaknya jumlah penduduk di Kecamatan Tobelo dimungkinkan karena Tobelo sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat pemerintahan Kabupaten (Gambar 3).

Gambar 3 Jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Utara berdasarkan kecamatan, tahun 2007

(34)

jumlah penduduk laki-laki sebanyak 15.126 orang lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan 14.485 orang (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah penduduk kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara

NO Nama Desa

Sumber: Monografi Kecamatan Tobelo, 2010

Kabupaten Halmahera Utara khususnya kecamatan Tobelo memiliki sumberdaya laut yang cukup besar baik hayati maupun non-hayati. Sumberdaya tersebut menjadi penyedia barang dan jasa yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Penyedia barang misalnya ikan, teripang, dan garam. Sedangkan sebagai penyedia jasa, misalnya obyek pariwisata, pelabuhan dan penelitian.

(35)

Gambar 4 Penyebaran mata pencaharian masyarakat Kecamatan Tobelo

Masyarakat Kecamatan Tobelo merupakan masyarakat yang heterogen dari sisi keagamaan. Agama-agama yang di peluk oleh masyarakat Tobelo antara lain: Kristen, Katolik, Islam, Hindu dan Budha. Sebagian besar penduduk Kecamatan Tobelo memeluk agama Kristen (17.617 orang), sedangkan pemeluk agama Hindu dan Budha paling sedikit (12 orang), sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

(36)

Berdasarkan Monografi Kecamatan Tobelo 2010, dapat diketahui bahwa dari jumlah penduduk 29.611 jiwa terdapat 4.348 jiwa yang pernah dan sedang mengenyam pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Jumlah tersebut merupakan jumlah paling banyak dibanding kecamatan lain di Kabupaten Halmahera Utara. Sebagian besar penduduk mengenyam pendidikan pada jenjang SMA (33 %) dan SD (32 %), sedangkan paling sedikit (10 %) adalah Perguruan Tinggi (S1/S2) (Gambar 5 ).

Sebagian besar masyarakat Tobelo tinggal di daratan terutama di pusat kota kecamatan. Tetapi sebagian masyarakat Tobelo juga tingga di pulau-pulau kecil disekitar pesisir Kecamatan Tobelo, seperti pulau Kumo, pulau Tagalaya dan pulau Kakara. Pulau-pulau tersebut memiliki panorama pantai dan bawah laut yang indah. Kondisi tersebut merupakan potensi untuk pengembangan wisata bahari, yang dapat menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat dan PAD Kabupaten Halmahera Utara.

Bahasa sehari-hari masyarakat Kecamatan Tobelo menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Namun pada kegiatan-kegiatan tertentu seperti upacara-upacara adat biasanya menggunakan bahasa Tobelo sebagai bahasa pengantar dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Pada acara-acara penerimaan tamu pejabat, ketika pejabat tersebut hendak dikukuhkan sebagai anggota keluarga besar masyarakat adat Halmahera Utara (masyarakat Hibua Lamo), maka bahasa yang digunakan adalah bahasa Tobelo dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

(37)

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul “Analisis Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo” ini dilakukan di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Propinsi Maluku Utara (Lampiran 1). Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Juni sampai dengan November 2009.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Jenis dan sumber data yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis dan sumber data penelitian

Jenis Data Data Sumber Data

Sekunder

Demografi wilayah Data perikanan

Penelitian terdahulu yang terkait

BPS kecamatan dan kabupaten Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Utara Internet dan perpustakaan

Primer

Identitas kelompok: Keanggotaan Aturan kelompok Status kelompok

Observasi, wawancara, dan penelusuran dokumen/arsip

Persepsi peserta: Peranan kelompok Potensi dan

permasalahan kelompok Alternatif strategi pengembangan

(38)

3.3 Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei, dengan cara melakukan obsevasi terhadap implementasi kelompok-kelompok nelayan yang terdapat di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Kelompok nelayan yang diamati ditetapkan secara sengaja (purposive sampling) sebanyak tiga kelompok nelayan, yaitu Kelompok Nelayan Karunia, Nustalenta, dan Imanuel. Penetapan sampel kelompok nelayan ini didasari atas pertimbangan bahwa kelompok nelayan yang bersangkutan terdapat di Kecamatan Tobelo, dan bersedia untuk dijadikan sebagai obyek penelitian.

Data primer yang dikumpulkan dari ketiga kelompok nelayan ini adalah status kelompok nelayan; status keanggotaan nelayan dalam kelompok nelayan; peranan kelompok nelayan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ekonomi, social-keagamaan, politik dan keamanan, pendidikan; potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok nelayan, dan sebagainya. Data tersebut diperoleh melalui observasi langsung.

Untuk mengklarifikasi data primer hasil observasi, dilakukan serangkaian wawancara dengan metode Focus Groups Discussion (FGD). Substansi yang digali dalam FGD ini lebih difokuskan pada identifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan), dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang dihadapi kelompok nelayan, penentuan tingkat kepentingan faktor internal dan eksternal yang teridentifikasi, serta harapan yang dikehendaki oleh kelompok nelayan.

Penentuan peserta FGD dilakukan dengan metode purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa peserta berperan aktif dalam kepengurusan kelompok nelayan, dan mengikuti perkembangan dan kegiatan-kegiatan kelompok nelayan. Dengan demikian, peserta FGD diharapkan dapat memahami substansi data/informasi yang akan didiskusikan. Oleh karena itu, peserta FGD dalam penelitian ini meliputi pengurus atau managemen kelompok nelayan, anggota aktif, dan instansi teknis terkait dari pihak pemerintah daerah (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara).

(39)

perikanan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara.

3.4 Analisis Data

Peranan kelompok-kelompok nelayan yang ada di Kecamatan Tobelo dianalisis secara deskriptif, yang disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Dengan penyajian tabel dan grafik ini, dilakukan perbandingan dan pemetaan kualitatif untuk menentukan karakteristik masing-masing kelompok nelayan yang diobservasi.

Data dan informasi yang diperoleh melalui kegiatan FGD dipetakan secara kualitatif untuk menentukan faktor internal dan eksternal. Faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dievaluasi dengan metode Internal Factor Analysis Summary (IFAS), dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dievaluasi dengan Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS). Dalam metode IFAS, kekuatan dan kelemahan diberikan bobot. Pemberian bobot ini bertujuan untuk menentukan atribut prioritas dari masing-masing faktor internal sesuai dengan tingkat kepentingan yang telah ditetapkan bersama oleh peserta FGD. Setiap atribut dari masing-masing faktor internal ditetapkan bobotnya berdasarkan tingkat pentingnya, yaitu 0 untuk tidak penting sampai dengan 1 untuk yang sangat penting. Selanjutnya dibuat rating berdasarkan pengaruh antar atribut, yaitu 1 untuk yang tidak berpengaruh sampai dengan 5 untuk yang sangat berpengaruh. Kemudian diberi skor berdasarkan perkalian antara bobot dengan rating.

(40)

Identifikasi strategi alternatif penguatan kelompok nelayan menggunakan metode analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threats (SWOT). Prinsip dasar metode analisis ini adalah memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), sekaligus meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis ini merupakan kombinasi antara faktor internal ( kekuatan dan kelemahan) dengan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dalam matriks SWOT (Marimin, 2004). Dengan demikian dihasilkan 4 kuadran strategi, yaitu (1) Kombinasi antara faktor kekuatan dengan faktor peluang menghasilkan Strategi Agresif; (2) Kombinasi antara faktor kekuatan dengan faktor ancaman menghasilkan Strategi Diversifikasi, (3) Kombinasi faktor kelemahan dengan faktor peluang menghasilkan Turn-Around, dan 4) Kombinasi faktor kelemahan dengan faktor ancaman menghasilkan Strategi Defensif (Gambar 6).

Gambar 6 Kelompok alternatif strategi hasil analisis SWOT

Analisis strategi prioritas secara partisipatif menggunakan metode analisis prospektif partisipatif atau Prospective Participatory Analysis (PPA). Penentuan prioritas strategi dengan PPA didasarkan pada pengaruh dan ketergantungan antar faktor atau atribut, dalam hal ini adalah strategi-strategi alternatif yang dihasilkan

Peluang

Kekuatan Kelemahan

Ancaman

Strategi KP Strategi KL

(41)

dari SWOT. Peserta FGD diminta untuk menilai pengaruh antar strategi menggunakan skor 0-3, seperti pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4 Pedoman penilaian metode PPA

Skor Keterangan

0 1 2 3

Tidak ada pengaruh Berpengaruh kecil Berpengaruh sedang Berpengaruh sangat kuat

Tabel 5 Pengaruh antar faktor Dari

Terhadap A B C D E F G

A B C D E F G

(42)

Gambar 7 Diagram pengaruh dan ketergantungan sistem Faktor Penentu

INPUT

Faktor Bebas UNUSED

Faktor Penghubung STAKE

Faktor Terikat OUTPUT

Ketergantungan P

(43)

4.1 Keadaan Umum Perikanan Laut 4.1.1 Potensi sumberdaya ikan

Sebagian besar (78%) wilayah Kabupaten Halmahera Utara adalah perairan laut yang langsung berbatasan dengan Samudera Pasifik. Hal tersebut menjadi potensi dan peluang ekonomi yang cukup besar terutama sektor perikanan (Gambar 8). Hasil penelitian Direktorat Jendral Perikanan dan Balai Penelitian Perikanan Laut tahun 1983 menyatakan bahwa perairan laut Halmahera

Utara diperkirakan mempunyai potensi sumberdaya ikan laut (standing stock)

sebesar 148.473,8 ton/tahun, yang berarti memiliki potensi lestari (Maximum

Sustainable Yield/MSY) sebesar 86.660,6 ton/tahun, terdiri dari kelompok ikan pelagis sebanyak 48.946,4 ton/tahun dan kelompok ikan demersal sebanyak 32.664,2 ton/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara, 2007).

Pada Gambar 8 terlihat bahwa peluang pengembangan perikanan tangkap di Kawasan Timur Indonesia (KTI), termasuk di perairan Halmahera Utara masih terbuka lebar, baik untuk ikan pelagis maupun demersal. Kawasan perairan yang prespek pengembangannya kurang terdapat di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Selat Malaka dan Laut Jawa atau WPP 1 dan WPP 3).

(44)
(45)

4.1.2 Nelayan

Jumlah nelayan di wilayah Kabupaten Halmahera Utara tahun 2007 tercatat sebanyak 6.999 orang. Sementara untuk jumlah nelayan yang ada di Kecamatan Tobelo sebanyak 344 orang yang tergabung dalam 17 kelompok nelayan (DKP Kabupaten, 2010). Konsentrasi nelayan di Kecamatan Tobelo terdapat di Desa Rawajaya dengan jumlah 101 nelayan dan Desa Kumo 70 nelayan serta Desa Kakara 64 nelayan. Jumlah nelayan paling sedikit terdapat di Desa Wari Ino dan dan Desa Wari, akibatnya kelompok nelayan pada kedua desa ini tidak ada. Kelompok nelayan tersebar di Desa Rawajaya, Tagalaya, Kakara dan Desa Kumo masing-masing sebanyak 8, 3, 2, dan 2 kelompok nelayan (Gambar 9).

Gambar 9 Jumlah nelayan dan kelompok nelayan pada beberapa desa di Kecamatan Tobelo, tahun 2007

Selain kegiatan usaha penangkapan ikan, terdapat pula nelayan yang melakukan usaha perikanan budidaya laut untuk jenis ikan kerapu. Namun tingkat perkembangannya dapat dikatagorikan masih berada dalam skala belum berkembang, karena masih banyak masalah yang berhubungan dengan teknologi serta ketersediaan benih dan pakan yang terbatas.

21

Tagalaya Kakara Kumo Wari Ino Wari Rawajaya Gamsungi Jumlah nelayan (orang) Kelompok nelayan

(46)

4.1.3 Armada perikanan

Sebagian besar armada penangkapan ikan di Kabupaten Halmahera Utara berukuran lebih kecil dari 5 GT atau termasuk armada penangkapan skala kecil. Dengan demikian, jangkauan daerah penangkapan ikan (fishing ground) hanya terkonsentrasi di sekitar perairan pantai (kurang dari 12 mil laut). Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan sebagian besar masih menggunakan teknologi yang sederhana, dimana sebagian besar nelayan mengunakan perahu tanpa motor dan perahu motor tempel serta sebagian kecil menggunakan kapal motor (Tabel 6).

Tabel 6 Jenis dan jumlah armada tangkap di Kecamatan Tobelo

No Desa

Sebagian besar nelayan di Kecamatan Tobelo menggunakan pancing untuk menangkap ikan. Selain pancing sebagian kecil masyarakat menggunakan pukat cincin, jaring insang dan jaring angkat. Alat tangkap tersebut tergolong dalam skala usaha kecil atau tradisional.

(47)

beberapa alat bantu penangkapan ikan berupa: 42 unit rumpon laut dangkal, 5 unit rumpon laut dalam, dan 15 unit lampu celup bawah air (Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara, 2008).

4.2 Kondisi Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo

Kelompok nelayan merupakan suatu kelompok yang dibentuk berdasarkan jenis mata pencaharian atau profesi, dalam hal ini adalah sebagai nelayan. Di Kecamatan Tobelo terdapat 17 kelompok nelayan yang tersebar diberbagai desa pesisir, yaitu di Desa Rawajaya, Tagalaya, Kakara dan Desa Kumo (Gambar 9). Dalam kajian ini dipilih 3 kelompok nelayan yang paling besar secara keorganisasian dan mewakili dua wilayah yang berbeda yaitu wilayah pulau dan daratan. Ketiga kelompok nelayan dimaksud adalah Kelompok Nustalenta di Desa Rawajaya, Kelompok Karunia dan Imanuel di desa Kumo.

Setiap kelompok nelayan memiliki identitas atau karakter tersendiri. Identitas tersebut merupakan cerminan kondisi internal dari suatu kelompok. Kondisi internal yang membentuk atau menjadi identitas suatu kelompok nelayan antara lain kondisi lingkungan tempat kelompok nelayan berada, karakteristik keanggotaan, sarana prasarana kelompok dan aturan kelompok yang berlaku (Satria A. 2001).

Kondisi lingkungan berperan besar dalam membentuk identitas suatu kelompok nelayan. Kondisi lingkungan tersebut dapat berupa kondisi sosial-ekonomi dan kondisi fisik lingkungan. Kelompok Nustalenta merupakan kelompok nelayan yang berada pada wilayah perkotaan yang memiliki kondisi sosial-ekonomi relatif heterogen. Berbagai profesi, agama dan status sosial masyarakat ditemukan di wilayah tersebut.

(48)

4.2.1 Kondisi sosial ekonomi

Kemampuan masyarakat desa yang masih tradisional dalam membangun struktur ekonomi sangat dipengaruhi oleh ikatan-ikatan sosial yang asli dan organis, sistem kesukuan tradisional, kebutuhan-kebutuhan yang tak terbatas dan bersahaja, prinsip produksi semata-mata untuk keperluan keluarga, pengekangan pertukaran sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan, serta tidak terlalu berorientasi kepada laba (non profit oriented). Landasan struktur ekonomi masyarakat desa diletakkan pada prinsip hemat, ingat, dan istirahat(Boeke, 1983). Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa karakter masyarakat yang tinggal di desa dengan karakter masyarakat yang tinggal di perkotaan sangat berbeda. Begitu juga dengan karakter kelompok masyarakat nelayan Imanuel dan kelompok nelayan Karunia (keduanya tinggal di Desa Kumo di Pulau Kumo), memiliki karakter yang sangat berbeda dengan kelompok masyarakat nelayan Nustalenta yang tinggal di Desa Rawa Jaya Kecamatan Tobelo yang berada di ibukota kabupaten.

Bagi masyarakat Kecamatan Tobelo, tak terkecuali kelompok-kelompok nelayan yang ada saat ini, laut dianggap sebagai tempat memenuhi kebutuhan keluarga dan mencari nafkah ekonomi. Selain itu, laut juga dianggap sebagai warisan nenek moyang mereka yang harus dijaga dan penggunaannya untuk seluruh keturunan masyarakat Kecamatan Tobelo. Kelompok-kelompok nelayan juga melakukan uparaca-upacara adat yang diperuntukkan agar terjadi keseimbangan alam atas dieksploitasinya sumberdaya perikanan dan kelautan. Pemanfaatan perikanan Kecamatan Tobelo sudah dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat Tobelo pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan subsistem mereka. Perkembangan masyarakat dan kebutuhan ekonomi sudah membuat mereka lebih berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan keluarga dan pasar, walaupun dalam skala yang masih sederhana. Kesederhanaannya masih dapat dilihat dari cara mereka menggunakan teknologi penangkapan ikan yang masih bersifat tradisional dan skala kecil.

(49)

nelayan ada yang melaut secara sendiri-sendiri, dan ada pula yang melaut secara bersama-sama (berkelompok). Mereka yang bersama-sama membentuk kelompok dalam melakukan penangkapan, membagi hasil tangkapan secara adil sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya. Walaupun sistem bagi hasil ini didasarkan atas peran dan tanggung jawab, namun masyarakat nelayan juga tetap mengedepankan kebersamaan dan budaya gotong royong.

4.2.2 Kondisi sosial budaya

Secara umum, sejarah “kaum Tobelo” atau Tobelohoka tidak bisa dilepaskan dari konsep “the origin” atau cikal bakal, yang dalam bahasa Tobelo disebut dengan istilah: o ahali. Konsep yang dibangun oleh kaum Tobelo atau Tobelohoka tersebut mempunyai keterkaitan dengan migrasi-koloni bangsa Non-Austronesia dan Non-Austronesia di kepulauan bagian utara dari Maluku Utara pada masa Pleistosen. Ditinjau dari kondisi dan letak geografisnya, kawasan perkotaan Tobelo Selatan memiliki potensi pengembangan kegiatan pertanian lahan basah, perikanan dan kelautan yang cukup besar, sehingga dapat dijadikan sebagai sentra produksi bagi kawasan perkotaan Tobelo dan Kao. Salah salah desa di Kecamatan Tobelo yang berpotensi untuk itu adalah Desa Rawajaya yang ada di pusat kota Tobelo dan Desa Kumo yang berada di Pulau Kumo.

(50)

terjadinya perpecahan besar-besaran karena mereka berbeda pendapat, dan terjadilah perang saudara yang membuat kelompok ini terpecah dua. Selanjutnya kelompok yang mendiami pesisir pantai dikenal dengan Tobelo Boenge, berkembang pesat dan tampil sebagai pembuat perahu O Julu-julu yang handal dan perahu ini dipakai untuk mengarungi samudra dalam misi Yo canga-canga. Kelompok lain menuju udik dan menetap di Ta’aga Lina dikenal sebagai Tobelo Togu’tilli dan penyebarannya kemudian menuju Utara meliputi wilayah Tobelo saat ini.

4.2.3 Kondisi fisik lingkungan

Perbedaan perilaku dan tabiat masing-masing kelompok nelayan terhadap lingkungannya sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh berbagai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya. Bagi kelompok nelayan yang tinggal di Desa Kumo (pulau Kumo), lingkungan laut tidak bisa dipisahkan dari lingkungan darat. Hal ini disebabkan karena laut merupakan sumber utama penghidupan mereka, sedangkan darat merupakan termpat mereka bermukim. Mereka tetap menjaga hutan mangrove tetap lestari karena mengandung banyak bahan mineral bergizi yang bermanfaat bagi biota lain yang ada di sekitarnya.

Masyarakat nelayan di Desa Kumo menganggap bahwa eksistensi biota laut amat penting dalam kehidupan masyarakat, karena sumber mata pencaharian mereka yang utama berasal dari laut. Komunitas nelayan di Desa Kumo sebagai bagian dari masyarakat Halmahera Utara berusaha melestarikan biota yang ada di laut termasuk hutan mangrove yang ada di pesisir agar menghasilkan potensi sumberdaya ikan yang berkelanjutan. Dengan demikian, biota laut dapat berkembang memenuhi kebutuhan masyarakat nelayan di sekitarnya.

(51)

Sedangkan bagi kelompok nelayan yang tinggal di daerah perkotaan seperti kelompok nelayan Nustalenta yang ada di Desa Rawajaya, kepedulian mereka terhadap lingkungan pesisir sangat kecil. Meskipun sebagian dari sumber penghidupan mereka berasal dari laut seperti ikan-ikan yang berkembang biak di sekitar hutan mangrove, tingkat keperdulian mereka dalam menjaga kelestarian sumberdaya pesisir lebih rendah dibandingkan dengan kelompok nelayan di Desa Kumo.

Kelompok masyarakat nelayan Nustalenta yang tinggal di daerah perkotaan tidak memiliki tingkat kesadaran yang cukup baik terhadap lingkungannya. Hal ini terlihat jelas dari banyaknya intensitas pembabatan hutan mangrove di sekitar mereka, justru dibiarkan hingga kondisi lingkungan semakin kritis. Salah satu faktor penyebabnya diduga karena heterogenitas dari kelompok masyarakat. Keberadaan suku dan ras yang beraneka ragam ini yang membuat tidak adanya kekompakan dalam melakukan gerakan bersama memelihara lingkungan. Indikasi kurangnya tingkat kesadaran nelayan Nusalenta terlihat dari kerusakan hutan mangrove di dekat daerah pemukiman mereka. Perananan tokoh masyarakat dalam mengajak warganya yang heterogen ini juga sangat terbatas, bahkan sulit mendapatkan tokoh yang bisa diikuti dan dituruti perintahnya oleh anggota masyarakat.

4.3 Karakteristik Keanggotaan Kelompok Nelayan

Karakteristik anggota sangat terkait dengan produktivitas kelompok yang menjadi visi dan misi dari kelompok tersebut. Karakteristik anggota yang dimaksud antara lain: umur, pendidikan, pendapatan, kepemiliki modal.

4.3.1 Umur anggota kelompok nelayan

(52)

juga kurang produktif karena pengalaman kerja yang masih kurang. Selan itu usia di bawah 25 tahun ini belum terfokus pada pekerjaannya sebagai nelayan untuk menghidupi keluarga, namun lebih untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Pada usia muda (kurang 25 tahun) ini, kebanyakan anggota nelayan baru selesai sekolah, sehingga keputusan untuk menjadi nelayan juga bukan keputusan final. Mereka akan memiliki pekerjaan yang lain yang lebih menguntungkan secara ekonomi, dan keuntungan secara sosial masyarakat (gengsi).

Usia nelayan paling banyak di Kecamatan Tobelo berada pada usia 35-50 tahun, yaitu sebesar 41% dari total strata umur anggota kelompok nelayan (Gambar 10). Hal ini berarti bahwa usia yang paling banyak berperan dalam melakukan aktivitas sebagai nelayan adalah pada usia produktif 35 – 50 tahun, kemudian kelompok umur kedua yang paling banyak jumlahnya adalah usia 20-35 tahun, yaitu sebanyak 35%. Setelah nelayan berusia lebih 50 tahun, peranan mereka mulai menurun seiring dengan menurunnya tingkat produktivitas, sehingga jumlahnya hanya 8%. Usia nelayan di bawah 20 tahun juga masih relative sedikit, yaitu 16% karena pada usia tersebut termasuk kelompok usia yang belum wajib bekerja, dan kelompok usia ini umumnya baru saja menyelesaikan pendidikan dan mereka masih belum yakin untuk terjun menggeluti profesi nelayan apabila ada pekerjaan lain yang lebih baik.

(53)

4.3.2 Tingkat pendidikan anggota kelompok nelayan

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2  Peta kemiskinan masyarakat pesisir
Gambar 3 Jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Utara berdasarkan kecamatan,
Tabel 1  Jumlah penduduk kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Her Unpleasant Life as Seen In Maya Angelou’s I Know Why the Caged Bird Sings U.. Yogyakarta: English Education Study Program, Department of Language and Arts Education, Faculty

Asuhan keperawatan pada pasien gastritis di Ruang Mawar rumah sakit Hospital Cinere Depok.. Sistem

Hasil penelitian disimpulkan bahwa: SMK Negeri Jatipuro sudah memiliki Bursa Kerja Khusus (BKK), akan tetapi belum terkelola dengan baik dan belum memiliki media untuk meningkatkan

Uji efektivitas jambu biji merah (Psidium guajava) terhadap laju aliran saliva pada penderita xerostomia yang mengonsumsi telmisartan.. Ekstrak teh hijau 3% yang

Metode BATIK (baca, tulis dan karya) dapat meningkatkan minat siswa dan mahasiswa untuk belajar bahasa Indonesia, dengan menggunakan dan mengenalkan budaya masayarakat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden ibu – ibu melakukan perilaku vulva hygiene di dusun Mulekan II Tirtosari Kretek Bantul dengan perilaku

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada penelitian Mohammad dkk meneliti tentang hubungan pola makan bergizi dengan tumbuh kembang anak usia sekolah,

Pelanggaran atas pencemaran perairan mengakibatkan tanggung jawab mutlak bagi si pelaku, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 35 Ayat 1 UU No.23 Tahun 1997