• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman Jenis, Perilaku dan Habitat Anopheles spp. di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaman Jenis, Perilaku dan Habitat Anopheles spp. di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR

ETY RAHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : ” KERAGAMAN JENIS,

PERILAKU DAN HABITAT Anopheles spp. DI DESA LIFULEO, KECAMATAN

KUPANG BARAT KABUPATEN KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Oktober 2009

(3)

in Lifuleo Village, West Kupang District, East Nusa Tenggara

The research was aimed to study the diversity of Anopheles species, the feeding and resting and the larval habitats in Lifuleo Village, District of West Kupang, Kupang regency, East Nusa Tenggara. The mosquitoes was collected by (1) using the human bait (2) an aspirator for resting mosquitoes on the wall of houses and cow barn, and (3) light traps. The research was done from March to June 2009. The result showed that there were six species of Anopheles mosquitoes i.e., A. barbirostris, A. subpictus, A. annularis, A. vagus, A. umbrosus and A. indefinitus. The value of man hour density of mosquitoes indoor and outdoor of each species was different, i.e. A. barbirostris 5.45 and 6.23, A. subpictus 1.35 and 1.56, A. annularis 0,05 and 0.05, A. vagus 0.29 and 0.53, A. umbrosus 0.21 and 0.29, A. indefinitus 0.02 and 0.05, respectively. The biting activity indoor and outdoor of the mosquitoes were highest at 10 pm to 4 am and 9 pm to 4 am, respectively on A. barbirostris ; at 8 pm to 1 am and 10 pm to 11 pm, respectively on A. subpictus ; at 7 pm to 3 am and 11 pm to 3 am, respectively on A. annularis ; at 10 pm to 11 pm, respectively on A. vagus ; at 10 pm to 11 pm and 8 pm to 3 am, respectively on A. umbrosus ; and at 8 pm to 9 pm and 12 pm to 3 am, respectively on A. indefinitus. The Larvae habitat of A. barbirostris and A. subpictus were in fish ponds and swamps, however, A. annularis, A. vagus, and A. indefinitus were found only in the swamps, while A. umbrosus was only in fish ponds. The control on Anopheles spp. larvae should be done by throwing out the moss from their breeding places, using the mosquito net, and avoiding social activities during the night.

(4)

ETY RAHMAWATI. Keragaman Jenis, Perilaku dan Habitat Anopheles spp. di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur

Malaria merupakan salah satu penyakit yang dikategorikan berbahaya di dunia, setiap tahunnya tercatat 300 sampai 500 juta kasus klinis malaria dan kematian 2,7 juta terutama pada anak-anak. Di Indonesia malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Malaria dapat menurunkan status kesehatan, produktivitas penduduk sehingga menjadi hambatan penting untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Pada tahun 1995, di perkirakan 15 juta penduduk terkena malaria, terjadi kematian pada dua persen dari total penderita malaria. Pada tahun 2001, malaria di Provinsi Nusa Tenggara Timur menempati ranking tertinggi nasional yaitu memiliki angka kesakitan malaria 150 per 1.000 orang per tahun, diikuti oleh Papua 63,91 kasus per 1.000 penduduk per tahun. Besarnya AMI di provinsi ini selama lima tahun berturut-turut sejak 2004 hingga 2008 adalah 168 o

/o o , 167 o/oo, 145 o/oo, 119 o/oo, dan 83 o/oo. Malaria disebabkan oleh Plasmodium spp. dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles spp. dari orang yang sakit atau terinfeksi Plasmodium spp. kepada orang yang sehat. Upaya pengendalian nyamuk Anopheles spp. yang merupakan vektor penyakit ini perlu dilakukan selain dengan cara pengobatan terhadap penderita. Hal ini merupakan usaha yang penting untuk menurunkan kasus malaria. Pelaksanaan pengendalian vektor akan rasional, efektif dan efisien, apabila didukung oleh informasi mengenai vektornya (perilaku, distribusi dan musim penularan). Penelitian ini bertujuan mempelajari keragaman jenis, perilaku, dan habitat nyamuk Anopheles spp. dilakukan di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Penangkapan nyamuk dilakukan dengan tiga cara yaitu (1) menggunakan umpan orang (2) menangkap nyamuk yang hinggap di dalam rumah dan di kandang sapi, dan (3) memakai perangkap cahaya (light trap) yang kesemuanya dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat enam spesies nyamuk yaitu A. barbirostris, A. subpictus, A. annularis, A. vagus, A. umbrosus dan A. indefinitus. Angka kepadatan menggigit di dalam rumah dan di luar rumah per orang setiap jam (Man Hour Density/MHD) masing-masing untuk A. barbirostris adalah 5,45 dan 6,23, A. subpictus 1,35 dan 1,56, A. annularis 0,05 dan 0,05, A. vagus 0,29 dan 0,53, A. umbrosus 0,21 dan 0,29, dan A. indefinitus 0,02 dan 0,05. Puncak aktivitas menggigit di dalam dan di luar rumah masing-masing untuk A. barbirostris adalah pada pukul 22.00 – 04.00 dan 21.00 – 04, A. subpictus pada pukul 20.00 – 21.00 dan 22.00 – 23.00, A. annularis pukul 19.00 – 03.00 dan 23.00 – 03.00, A. vagus pukul 22.00 – 23.00, A. umbrosus pukul 22.00 – 23.00 dan 20.00 – 03.00, dan A. indefinitus pukul 20.00 – 21.00 dan 24.00 – 03.00. Habitat A. barbirostris dan A. subpictus yaitu kolam ikan dan rawa, A. annularis, A. vagus, dan A. indefinitus ditemukan di rawa, sedangkan A. umbrosus hanya didapatkan di kolam ikan. Pengendalian larva Anopheles spp. disarankan dengan membersihkan lumut dari habitatnya, dan penggunaan kelambu saat tidur, serta menghindari bekerja di luar rumah pada malam hari agar terhindar dari gigitan nyamuk Anopheles spp. dewasa.

(5)

1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

KABUPATEN KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR

ETY RAHMAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Nama

NIM

Program Studi :

:

:

Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur

Ety Rahmawati

B252070071

Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS Dr. drh. Susi Soviana, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Parasitologi dan Entomologi

Kesehatan

Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)
(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala kuriniaNya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2009 ini adalah “Keragaman Jenis, Perilaku dan Habitat Anopheles spp. di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. drh. Susi Soviana, M.Si sebagai komisi pembimbing atas masukan,saran dan bimbingan, serta Ibu Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, M.Si atas kesediaannya menguji dalam sidang tesis penulis.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. drh. Singgih H. Sigit, MS, Bapak Dr. drh. FX. Koesharto, MS, Bapak Dr. drh. Ahmad Arif Amin, Bapak Dr. Drh. Fadjar Satrija, MS, Ibu Dr. drh. Sri Utami Handayani, MS, Ibu Dr. drh.

Umi

Umi Cahyaningsih, MS, dan dosen-dosen yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, atas ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan di Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada semua pegawai Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (Bapak Yunus, Bapak Heri, drh. Sugiarto, Bapak Taufik, Bapak Nanang, Ibu Juju dan Ibu Een) atas bantuannya terutama bimbingannya dalam praktikum.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Depkes Kupang, Ibu R.H.Kristina, SKM, M.Kes yang telah memberi kesempatan kepada penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang strata-2, Pusren-Gun SDM Kes Depkes RI yang telah memberikan bantuan dana. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Dusun Tuadale Desa Lifuleo yang telah membantu menyediakan tempat selama penelitian di Desa Lifuleo, Hanani (Lokalitbangkes Waikabubak, NTT), dan adik-adik Mahasiswa Jurusan Kesehatan Lingkungan Kupang (Tim Kolektor) yang telah membantu secara teknis selama penelitian. Terimakasih dan penghargaan tak terhingga penulis sampaikan kepada Ibu dan lima saudara tercinta atas do’a dan semangatnya.

Akhirnya penulis berharap semoga informasi dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi program pengendalian malaria, khususnya di Desa Lifuleo.

Bogor, Oktober 2009

(10)

Penulis dilahirkan di Bima, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 27 Maret 1973 dari pasangan Bapak M. Saleh Mansyur dan Ibu Siti Salmah. Penulis merupakan putri keempat dari enam bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat Sekolah Dasar lulus tahun 1985 di Bima, Sekolah Menengah Pertama lulus tahun 1988 di Bima, dan tahun 1991 lulus Sekolah Menengah Atas di Bima. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Program Diploma tiga Akademi Penilik Kesehatan di Ujungpandang lulus tahun 1994, pada tahun 2003 memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Universitas Diponegoro Semarang, dan tahun 2007 melanjutkan ke Program Pascasarjana IPB.

(11)

Halaman

DAFTAR TABEL ………...……… xi

DAFTAR GAMBAR ..……… xii

DAFTAR ISI ….………..……… iii

1 PENDAHULUAN …..………

1.1 Latar Belakang ….………

1.2 Tujuan ..………

1.3 Manfaat ..………..

1 1 2 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ………...……….

2.1 Anopheles spp. sebagai Vektor ...….……… 2.2 Perilaku Nyamuk Anopheles…… …….……….. 2.3 Habitat Nyamuk Anopheles ..………..

4 4 7 10

3 BAHAN DAN METODE ……….………..

3.1 Lokasi Penelitian …..……….………..

3.2 Waktu Pelaksanaan Penelitian ..………..

3.3 Metode Penelitian ...….………

3.4 Analisis Data .….……….

14 14 16 16 20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 4.1 Keragaman Nyamuk Anopheles spp….……….………... 4.2 Fluktuasi Aktivitas Menggigit Populasi Spesies Anopheles ..…………. 4.3 Padat Populasi dan Dominasi Spesies Anophles spp ...……… 4.4 Kepadatan Nyamuk Anopheles spp. Per Jam .…….……… 4.5 Perilaku nyamuk Anopheles spp ..………...………. 4.6 Habitat Larva Anopheles spp .…….……….

22 22 26 33 37 43 46

5 KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 5.1 Kesimpulan ..……… 5.2 Saran ..………..

50 50 50

DAFTAR PUSTAKA ………. 52

LAMPIRAN ……… 57

(12)

2 Komposisi Keragaman Nyamuk Anopheles spp. yang Tertangkap dengan Berbagai Metode Penangkapan di Desa Lifuleo, Maret – Juni 2009 ………… 25

3 Padat Populasi, Kelimpahan Nisbi, Frekuensi Tertangkap dan Dominasi Anopheles spp. yang Tertangkap dengan Umpan Orang di Desa Lifuleo,

Maret–Juni 2009 ……… 33

4 Padat populasi, kelimpahan nisbi, frekuensi tertangkap dan dominasi spesiess Anophelesspp. yang tertangkap di Dinding Dalam Rumah dan Kandang Sapi di Desa Lifuleo, Maret–Juni 2009 ………. 35

5 Kepadatan Anopheles spp. yang Menggigit Orang Per Orang Per Jam (Man Hour Density) di Desa Lifuleo, Maret–Juni 2009 ……….. 38

6 Jumlah Rata-rata Kepadatan Populasi Nyamuk Per Jam yang Tertangkap di Dinding Rumah dan Kandang Sapi serta Tertangkap Cahaya (light trap) di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat, Maret – Juni 2009 ………. 40

7 Kepadatan Populasi Nyamuk Per Jam Tiap Bulan yang Tertangkap di Dinding Rumah dan Kandang Sapi di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat, Maret –

Juni 2009 ……… 40

8 Habitat Larva Anopheles di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat, Maret – Juni 2009 ………

47

(13)

Nusa Tenggara Timur ……… 15

2 Penangkapan Nyamuk Anopheles dengan Cara Umpan Orang ……… 17

3 Penangkapan Nyamuk Anopheles yang Hinggap di Dinding ……… 18

4 Penangkapan Nyamuk Anopheles yang Hinggap di Kandang Sapi ………….. 18

5 Penangkapan dengan Perangkap Cahaya (light trap) ……… 19

6 Pengumpulan Larva Anopheles ………. 19

7 Identifikasi Spesies Anopheles di Bawah Mikroskop ……… 20 8 N y a m u k Anopheles spp. di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat

Kabupaten Kupang, Maret – Juni 2009 ………. 22

9 Hubungan Kepadatan Nyamuk Anopheles dan Curah Hujan di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat, Maret – Juni 2009 ………... 27

10 Rata-Rata Nyamuk Anopheles yang Tertangkap dengan Umpan Orang Dalam Rumah pada Jam 18.00-06.00 di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat,

Maret – Juni 2009 ……… 30

11 Rata-rata Nyamuk Anopheles yang Tertangkap dengan Umpan Orang Luar Rumah pada Jjam 18.00-06.00 di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat,

Maret – Juni 2009 ……….. 30

12 Hubungan Kepadatan Nyamuk Anopheles dan Suhu Jam 18.00 – 06.00 di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat, Maret – Juni 2009 ………. 31

13 Hubungan Kepadatan Nyamuk Anopheles dan Kelembaban Jam 18.00 – 06.00 di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat, Maret – Juni 2009 ……….. 32

14 Angka Dominasi Nyamuk Anopheles yang Tertangkap dengan Umpan Orang di Desa Lifuleo, Maret–Juni 2009 ………. 34

15 Angka Dominasi Nyamuk Anopheles yang Tertangkap di Dinding Dalam Rumah dan di Kandang Sapi di Desa Lifuleo, Maret–Juni 2009 ………. 36

16 Kepadatan nyamuk Anopheles per orang per jam ( Man Hour Density, MHD) yang menggigit dalam rumah dan luar rumah di desa Lifuleo, Maret–Juni

2009 ……….. 39

(14)

18 Kepadatan Nyamuk Anopheles yang Tertangkap Perangkap Cahaya (light trap) di Desa Lifuleo, Maret–Juni 2009 ……… 43

19 Habitat Larva Anopheles spp. di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat,

Maret – Juni 2009 ………. 48

(15)

2 Penyebaran Vektor Malaria di Indonesia Tahun 2008 ……….. 58

3 Siklus Hidup Plasmodium spp. ………. 59

4 Kasus Malaria di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat, Kupang, Nusa Tenggara Timur Tahun 2006 – 2008 ……….

60

5 Rata-rata Nyamuk yang Tertangkap Melalui Umpan Orang Jam 18.00 - 06.00 WITA di Desa Lifuleo, Maret - Juni 2009 ………

62

(16)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Health Organization (WHO, 1995) menyatakan bahwa malaria merupakan salah satu penyakit yang dikategorikan berbahaya di dunia, setiap

tahunnya tercatat 300 sampai 500 juta kasus klinis malaria dan kematian 2,7

juta terutama pada anak-anak.

Di Indonesia malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat.

Malaria dapat menurunkan status kesehatan, produktivitas penduduk sehingga

menjadi hambatan penting untuk pembangunan sosial dan ekonomi.

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, di

perkirakan 15 juta penduduk terkena malaria, terjadi kematian pada dua

persen dari total penderita malaria. Pada tahun 1999 secara nasional angka

kesakitan malaria di luar Jawa – Bali, di antaranya Provinsi Nusa Tenggara

Timur adalah sebesar 31,48 per seribu penduduk (Depkes, 2001a).

Malaria di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menempati ranking

tertinggi nasional. Data Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan

bahwa NTT memiliki angka kesakitan malaria 150 per 1.000 orang per

tahun, diikuti oleh Papua 63,91 kasus per 1.000 penduduk per tahun (Depkes,

2001b). Data Sistem Surveilans Terpadu (SST) tahun 2004 menempatkan

penyakit malaria pada ranking pertama di NTT, 70 % penderita rawat jalan di

Puskesmas dan Rumah Sakit Umum (RSU) di Provinsi NTT adalah penderita

malaria. Besarnya AMI di provinsi ini selama lima tahun berturut-turut sejak

2004 hingga 2008 adalah 168 o/o o , 167 o/oo, 145 o/oo, 119 o/oo, dan 83 o/oo

(Dinkes Prov. NTT 2009).

Berdasarkan data kasus malaria dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Kupang tahun 2009, Kabupaten Kupang mempunyai kasus malaria klinis atau

AMI selama lima tahun berturut adalah 214 o

/o o tahun 2004, 151 o

/oo tahun

2005, 183 o

/oo tahun 2006, 88 o

/oo tahun 2007, dan 118 o

/o o tahun 2008.

Kabupaten ini memiliki 22 kecamatan yaitu Amabi Oefeto Timur, Amarasi,

(17)

Fatuleu, Hawu Mahera, Kupang Barat, Kupang Tengah, Kupang Timur, Liae,

Nekamese, Raijua, Sabu Barat, Sabu Timur, Semau, Sulamu, dan Takari.

Kecamatan Kupang Barat merupakan wilayah kerja Puskesmas Batakte.

Kasus malaria klinis atau AMI selama empat tahun berturut di Kecamatan

Kupang Barat menunjukkan terjadinya penurunan yaitu 174 o/oo tahun 2005,

9 6 o/oo tahun 2006, 63 o/oo tahun 2007, dan 53 o/oo tahun 2008. Kecamatan

Kupang Barat memiliki 12 desa dan salah satu desa di kecamatan ini adalah

Desa Lifuleo. Berdasarkan data malaria dari Puskesmas Batakte tahun 2009,

Desa Lifuleo merupakan wilayah tertinggi angka AMI dibandingkan

terhadap 11 desa lainnya yang berada dalam Kecamatan Kupang Barat dan

mengalami peningkatan kasus pada tiga tahun terakhir yaitu 96 o

/oo tahun

2006, 165 o

/oo pada tahun 2007, dan 226 o

/oo tahun 2008 (Puskesmas Batakte,

2009).

Malaria disebabkan oleh Plasmodium spp. dan ditularkan oleh nyamuk

Anopheles spp. dari orang yang sakit atau terinfeksi Plasmodium spp. kepada

orang yang sehat. Upaya pengendalian nyamuk Anopheles spp. yang

merupakan vektor penyakit ini perlu dilakukan selain dengan cara pengobatan

terhadap penderita. Hal ini merupakan usaha yang penting untuk menurunkan

kasus malaria. Program pengendalian malaria sudah dilaksanakan cukup lama

di NTT dengan biaya yang dikeluarkan sangat besar tetapi sampai saat ini

belum memberikan hasil yang optimal, terlihat dari angka kesakitan yang

masih tinggi, bahkan cenderung meningkat setiap tahunnya.

Pelaksanaan pengendalian vektor akan rasional, efektif dan efisien,

apabila didukung oleh informasi mengenai vektornya (perilaku, distribusi dan

musim penularan). Penguasaan bionomik vektor sangat diperlukan dalam

perencanaan pengendalian vektor, dan akan memberikan hasil yang

maksimal, apabila ada kesesuaian antara perilaku vektor yang menjadi

sasaran dengan metode pengendalian yang diterapkan. Informasi mengenai

hal tersebut sampai saat ini, terutama di Kabupaten Kupang dirasakan masih

kurang. Oleh karena itu studi perilaku nyamuk malaria di Kabupaten Kupang

(18)

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) keragaman nyamuk

Anopheles spp., (2) fluktuasi populasi setiap spesies, (3) padat populasi dan dominasi spesies Anopheles spp., (4) perilaku nyamuk Anopheles spp., dan (5) habitat larva Anopheles spp., di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar

untuk menetapkan strategi pengendalian vektor malaria di Desa Lifuleo

(19)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor

Nyamuk Anopheles merupakan satu genus dari famili Culicidae, ordo

Diptera, kelas Insecta. Jentik Anopheles ditandai dengan rambut berbentuk kipas (palmate hair) pada bagian dorsal setiap segmen abdomen dan tidak memiliki sifon. Kedua jenis kelamin nyamuk Anopheles mempunyai palpus sama panjang dengan proboscis, pada jantan ujung palpus membesar

(Mattingly, 1969). Genus Anopheles yang telah diidentifikasi sebanyak 400 spesies menyebar hampir ke seluruh dunia, 40 spesies di antaranya

merupakan vektor malaria (Service, 2000).

P e r a n a n Anopheles sebagai vektor malaria yaitu secara aktif menularkan empat jenis protozoa darah(Plasmodium vivax, P. falciparum, P. malariae, dan P. ovale) dari penderita kepada orang yang sehat. Di dalam

tubuh nyamuk, Plasmodium mengalami perubahan bentuk dan bertambah

jumlahnya karena mengadakan multiplikasi. Karena siklus seksual parasit

malaria terjadi di dalam tubuh nyamuk Anopheles, sehingga nyamuk tersebut sebagai definitive host, sedangkan manusia sebagai intermediate host

(Service, 2000).

Siklus hidup Plasmodium di dalam tubuh manusia, berawal ketika nyamuk Anopheles betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit manusia. Sambil menusuk dan mengisap darah, nyamuk akan mengeluarkan

sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk dan masuk ke dalam peredaran darah

dan jaringan hati. Plasmodium membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati (stadium ekso-eritrositer) dalam waktu 6 – 25 hari. Setelah sel hati pecah

akan keluar merozoit yang masuk ke dalam eritrosit. Selanjutnya, terbentuk

tropozoit muda sampai sizon tua atau matang sehingga eritrosit pecah dan

keluar merozoit (stadium eritrositer). Sebagian besar merozoit masuk kembali

ke eritrosit, sedangkan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina

(20)

Proses perkembangan Plasmodium di dalam tubuh Anopheles yaitu pada saat mikrogamet dan makrogamet diisap oleh Anopheles betina dari penderita malaria dan melanjutkan siklus hidupnya di tubuh nyamuk (siklus

sporogoni). Di dalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara

mikrogamet dan makrogamet yang disebut zigot. Zigot berubah menjadi

ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk dan berubah menjadi

ookista. Setelah ookista matang akan pecah dan keluar sporozoit yang

berpindah ke kelenjar liur nyamuk, dan siap untuk ditularkan ke manusia.

Siklus hidup Plasmodium di dalam tubuh nyamuk berlangsung selama satu hingga dua minggu (Service, 2000).

Untuk menjadi vektor, spesies nyamuk harus memenuhi beberapa

syarat, seperti (1) kerentanan terhadap infeksi malaria (susceptibility to infections), (2) kesukaan terhadap inang (host preferences), (3) berumur panjang (longevity), dan (4) kepadatan (density) pada saat tertentu yang merupakan faktor penting dalam menentukan kapasitas vektor (Rao, 1981).

Kapasitas vektor adalah rata-rata jumlah gigitan infektif yang secara

potensial akan dipindahkan oleh semua vektor yang mengisap darah pada satu

inang dalam satu hari (Eldridge & Edman, 2000).

Anopheles dapat disebut vektor malaria di suatu daerah apabila terbukti positif mengandung sporozoit di dalam kelenjar ludahnya. Spesies Anopheles

tertentu di suatu daerah dapat berperan sebagai vektor malaria, tetapi belum

tentu di daerah lain juga mampu menularkan malaria. Di Indonesia nyamuk

Anopheles yang telah dikonfirmasi sebagai vektor terdapat 20 spesies yang terdiri atas A. balabacensis, A. sundaicus, A. letifer, A. maculatus, A. kochi, A. tessellates, A. subpictus, A. aconitus, A. balabacensis, A. sinensis, A. barbirotris, A. minimus, A. nigerrimus, A. ludlowae, A. flavirostris, A. punclatus, A. farauti, A. koliensis, A. bancrofti, dan A. umbrosus (Depkes, 2007).

Nyamuk Anopheles yang bertindak sebagai vektor di Indonesia sangat beragam pada beberapa daerah, seperti nyamuk A. balabacensis sebagai vektor utama di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur serta D.I Aceh,

(21)

NTB, Sulawesi, Jawa, dan Bengkulu, A. sundaicus di Sumatera, Jawa, NTB, NTT, dan Sulawesi Selatan, A. minimus di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Nyamuk lain sebagai vektor, yaitu A. sinensis dan A. nigerrimus di Sumatera, A. letifer di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah, A. barbirostris di NTT dan Sulawesi, A. farauti, A. koliensis, A. bancrofti, A. punculatus di Maluku dan Papua Barat. Sedangkan, A. umbrosus sebagai vektor hanya di Sumatera dan Kalimantan (Depkes, 2007).

Menurut konsep vektor malaria, nyamuk Anopheles spp merupakan spesies yang jumlahnya selalu dominan bila dibandingkan dengan spesies

lainnya. Dari hasil penangkapan nyamuk dewasa di kampung Citameang,

Cisaar, dan Cisantri Kabupaten Sukabumi diperoleh sembilan spesies

Anopheles yaitu A. aconitus, A. anularis, A. baezai, A. barbirostris, A. indefinitus, A. kochi, A. maculates, A. sundaicus dan A. vagus. Dari spesies-spesies tersebut A. vagus merupakan spesies yang paling dominan dengan kelimpahan nisbi 96,61% dibandingkan dengan spesies lainnya sehingga

cenderung dapat berperan sebagai vektor (Munif, 2008). Selain itu,

Anopheles spp. harus mempunyai umur cukup panjang sehingga memungkinkan perkembangan plasmodium hingga menjadi sporozoit. Dari hasil perkiraan umur nyamuk A. barbirostris di Lengkong Kabupaten Sukabumi 1,3 – 3,49 hari, sehingga dengan umur yang pendek nyamuk ini

tidak mungkin dapat menularkan malaria dari yang sakit ke yang sehat

(Munif et al., 2007). Sejauh ini, A. barbirostris hanya menjadi vektor malaria di NTT dan Sulawesi (Depkes, 2007).

Nyamuk Anopheles yang berperan sebagai vektor di Thailand adalah A. campestris, A. hodkini Reid, A. sawdongporni, A. barbirostris grp, A. hyrcanus grp, A. vagus Doenitz, A. kochi, A. annularis Van der Wulp, A. maculatus, A. philipinensis, A. sundaicus dan A. tesselatus Van der Wulp (Sithiprasasna et al., 2004).

(22)

Nyamuk Anopheles menempatkan telurnya di permukaan air. Pemilihan genangan air sebagai tempat meletakkan telur dilakukan oleh nyamuk betina.

Suatu tipe genangan air yang disukai oleh satu jenis nyamuk, belum tentu

disukai oleh jenis nyamuk yang lain sehingga tempat perindukan nyamuk

spesies Anopheles berbeda-beda. Larva Anopheles saat istirahat dalam air sejajar dengan permukaan air dan sekali-sekali menyelam untuk memperoleh

makan. Larva Anopheles dijumpai pada genangan air yang terkena sinar matahari atau teduh, tidak terlalu kotor, air payau. Habitat yang bersifat

permanen seperti rawa-rawa, parit yang tertutup rumput, sawah, sungai yang

airnya tidak mengalir, dan kolam. Selain itu, ditemukan pada habitat yang

bersifat temporer seperti genangan air, bekas telapak kaki hewan, dan

penampungan air (Service, 2000).

Kebiasaan nyamuk setelah keluar dari pupa adalah istirahat dan terbang

untuk mencari makanan dan melakukan perkawinan kemudian istirahat lagi.

Frekuensi menghisap darah tergantung pada lamanya waktu yang digunakan

nyamuk sampai di tempat istirahat, proses pencernaan darah, perkembangan

telur, pencapaian tempat peneluran yang cocok dan waktu yang digunakan

hingga mengisap darah lagi (siklus gonotropik) (Russel et al., 1963).

Beberapa nyamuk Anopheles yang masuk rumah untuk mencari darah,

beristirahat di dalam rumah selama beberapa jam setelah mengisap darah,

kemudian keluar mencari tempat bernaung untuk beristirahat seperti

tumbuh-tumbuhan, sarang binatang pengerat, lubang dan celah pohon atau di lubang

tanah, gua dan bagian bawah jembatan. Nyamuk Anopheles beristirahat di dalam rumah jika tempat istirahat di luar tidak menguntungkan dan paling

sering ditemukan pada bagian rumah yang kering serta berangin (Rozendaal,

1997).

Nyamuk Anopheles yang terbang menyebar mencari makan dan darah terkadang dibantu oleh angin. Luasnya penyebaran nyamuk berdampak pada

pertambahan jumlah nyamuk yang akan berlangsung cepat apabila

lingkungan tempat berkembang biak mendukung, seperti tersedianya hospes

(23)

Nyamuk kadang-kadang terbang jauh untuk memenuhi kebutuhan

fisiologisnya yaitu mengisap darah, istirahat dan meletakkan telur, selain itu

mencari tempat baru yang disenangi. Beberapa fakta yang diduga penting

dalam orientasi nyamuk pada hospes, misalnya; bau spesifik hospes, suhu

udara dan kelembaban udara. Hewan mamalia merupakan objek yang paling

disukai oleh nyamuk Anopheles untuk mendapatkan darah, tetapi sebagian nyamuk mengisap darah bukan mamalia seperti burung, reptil dan amfibi

(Taboada, 1966).

Kesukaan nyamuk betina mencari darah hewan sebagai bahan

pertumbuhan telurnya, sukar ditentukan mengingat beberapa spesies dari

nyamuk tersebut juga menyukai darah manusia. Penempatan ternak kerbau

dan sapi yang terlalu dekat dengan rumah penduduk dapat mengundang

nyamuk berdatangan ke sekitar permukiman yang mengakibatkan nyamuk

tidak hanya mengisap darah kerbau dan sapi, tetapi juga dapat mengisap

darah orang pada malam hari maupun yang beristirahat di dalam rumah pada

pagi hari (Triboewono, 1986).

Nyamuk A. aconitus, A. subpictus dan A. maculatus, A. letifer, A. nigerrimus lebih suka darah binatang seperti darah kera, sapi dan kerbau namun sering juga ditemukan mengisap darah manusia. Oleh karena itu

manusia adalah salah satu hospes nyamuk Anopheles selain binatang.

Nyamuk Anopheles betina sangat membutuhkan darah manusia dan binatang

untuk pematangan telur-telur dan kelangsungan hidupnya (Hardey et al., 2000).

N y a m u k A. barbirostris di Sumatera dan Jawa jarang dijumpai mengisap darah manusia tetapi di Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur banyak

ditemukan mengisap darah manusia. Pemeriksaan terhadap A. barbirostris di Sulawesi Tenggara menunjukkan hasil uji presipitin spesimen dari Sulawesi

Tenggara yang dilakukan pada tahun 1982 menunjukkan bahwa indeks darah

manusia sebesar 90,7%. Nyamuk ini aktif mencari darah sepanjang malam,

tetapi puncak kepadatannya menjelang malam pukul 19.00 – 21.00 (Depkes,

(24)

A. subpictus lebih senang mengisap darah hewan dari pada manusia dengan indeks darah hewan (sapi) 94% - 100%, dan aktif mencari darah

sepanjang malam dengan puncak kepadatan antara pukul 22.00 – 23.00. Pada

malam hari nyamuk ini hinggap di dinding baik sebelum atau sesudah

mengisap darah. A. umbrosus lebih senang mengisap darah manusia daripada

hewan dan di dalam hutan lebih banyak yang aktif mencari darah pada siang

(Depkes, 2007). A. vagus di Sulawesi Tengah tidak menyukai darah manusia dengan indeks darah manusia 42,9%, dan mempunyai kebiasaan pada saat

masuk rumah hinggap di dinding terlebih dahulu (94,9%) sebelum mengisap

darah dengan perut dalam keadaan kosong (Jastal, 2005).

Perilaku Anopheles mengisap darah berbeda pada beberapa daerah seperti A. sundaicus di daerah pantai Pangandaran, Jawa Barat lebih senang mengisap darah di luar rumah dari pada di dalam rumah dan puncak

kepadatan mengisap darah manusia pada pukul 02.00 – 03.00 (Situmeang,

1991). Di daerah persawahan Desa Kasimbar Sulawesi Tengah yang berada di

dataran rendah ditemukan A. barbirostris lebih dominan mengisap darah orang di luar rumah dibandingkan dengan di dalam rumah. Puncak kepadatan

A. barbirostris menggigit di dalam dan di luar rumah pada jam 23.00 – 04.00, sedangkan A. subpictus puncaknya pada jam 21.00 – 03.00 (Garjito et al., 2004). Adapun di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo, D.I Yogyakarta

yang merupakan daerah perbukitan ditemukan A. vagus lebih banyak

menggigit di luar rumah dengan kepadatan tertinggi pada jam 22.00 – 24.00

dan A. annularis tidak diketahui menggigit orang (Effendi, 2002).

Di desa Sedayu Purworejo, nyamuk A. aconitus ditemukan beristirahat di dalam rumah terutama di ruang tamu dan kamar tidur (Riyanti, 2002).

Sementara itu di Desa Hargotirto, Kokap Yogyakarta, A. maculatus

ditemukan istirahat di dapur dan A. balabacensis ditemukan di seluruh bagian rumah (Mahmud, 2002). Sedangkan di Desa Lengkong Kabupaten

Sukabumi dilaporkan A. nigerrimus lebih dominan (70%) dibandingkan

(25)

Nyamuk A. aconitus lebih menyukai darah kerbau dan sapi, tetapi dapat juga menggigit manusia bila kandang ternak satu atap dengan orang atau

jumlah hewan sedikit, sedangkan A. sundaicus, A. balabacensis, A.

barbirostris (di Sulawesi, NTT dan NTB) A. farauti, A. punctulatus serta A. koliensis lebih menyukai darah manusia dari pada darah binatang. Keadaan ini sangat potensial sebagai vektor penyakit karena lebih banyak yang kontak

dengan manusia (Depkes, 1999a).

Nyamuk Anopheles barbirostris di Banggai Sulawesi Tengah paling dominan tertangkap mengisap darah orang di luar rumah (46%), sedangkan

A. subpictus paling dominan menggigit di dalam rumah (24%). Di Kabupaten Donggala pada daerah persawahan ditemukan A. barbirostris paling dominan mengisap darah orang di dalam maupun di luar rumah, sedangkan di daerah

pantai atau daerah sekitar genangan air payau ditemukan A. subpictus paling dominan mengisap darah orang di luar rumah (Jastal et al., 2001).

Nyamuk A. barbirostris di Malaysia lebih dominan di luar rumah, dan hasil uji presipitin pada 35 ekor nyamuk betina menunjukkan bahwa 80%

mengisap darah hewan dan 20% mengisap darah manusia. Sama halnya

dengan A. vagus lebih senang mengisap darah sapi (95%) dibandingkan dengan darah manusia. Di India dan Indonesia A. annularis lebih menyukai darah hewan (64,47% – 100%). Dari 11 ekor A. umbrosus betina, 81,82% di antaranya mengisap darah hewan, 9,09% mengisap darah manusia, dan

9,09% mengisap darah hewan dan manusia (Horsfall, 1955).

Adapun di Thailand A. nivipes ditemukan lebih dari 65 % dari semua nyamuk Anopheles yang tertangkap di daerah persawahan melalui umpan badan, umpan hewan dan penangkapan nyamuk yang istirahat di kamar tidur

(Kobayashi et al., 2000).

2.3 Habitat Nyamuk Anopheles

Anopheles dalam perkembangannya dari telur hingga dewasa memerlukan dua habitat yang berbeda, yaitu di air dan di darat, kehidupan

larva di air sangat dipengaruhi oleh sistem kehidupan di air tersebut,

(26)

Anopheles mempunyai tempat istirahat dan tempat perindukan yang berbeda.

A. subpictus dan A. sundaicus mempunyai habitat di daerah pantai dan pada perairan payau, A. maculatus di daerah perbukitan, sedangkan A. aconitus, A. barbirostris di daerah persawahan. (Mattingly, 1969).

Pergerakan nyamuk dewasa diatur oleh faktor-faktor lingkungan seperti

suhu dan kelembaban udara, daya tarik hospes dan daya tarik

genangan-genangan air sebagai tempat untuk berkembang biak. Oleh karenanya

distribusi, jarak terbang, perilaku, ketahanan hidup dan kemampuan

menularkan penyakit sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.

Tempat perindukan nyamuk Anopheles sangat bervariasi dan bersifat

local spesific. Nyamuk Anopheles dalam perkembang biakannya memerlukan air untuk peletakkan telur dan penetasannya secara turun temurun. Tempat

tersebut dapat dibedakan berdasarkan ukuran, lama keberadaan air di tempat

tersebut, dan macam tempatnya (Mattingly, 1969).

Setiap spesies Anopheles mempunyai karakteristik tersendiri dalam peletakkan telur. Nyamuk A. sundaicus meletakkan telurnya di perairan payau, dengan salinitas 12‰ – 18‰, dan bila kadar garam mencapai 40‰

maka larva A. sundaicus akan menghilang. Tempat berkembang biak A. sundaicus adalah tempat yang terbuka dan terpapar sinar mata hari langsung, pada tambak ikan/udang, daerah rawa pantai, lagun. Bila pada lagun

ditemukan lumut perut ayam (Hetermorpha sp.) dan lumut sutera

(Enteromorpha sp.) kemungkinan di lagun tersebut ada larva A. sundaicus

(Horsfall, 1955).

Larva nyamuk A. sundaicus terdapat di pantai selatan pulau Jawa, pulau Sumatera, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan

Sulawesi Selatan serta Sulawesi Utara. Larva A. balabacensis hidup di aliran air jernih di kaki gunung atau jurang, dengan sedikit endapan lumpur dan

dedaunan, terlindung dari sinar matahari langsung, kobakan bekas telapak

kaki binatang, kobakan bekas roda mobil dan kubangan seperti yang terdapat

di Jawa Tengah, Kalimantan Selatan (Depkes, 1999a).

(27)

perlahan, atau kobakan air yang terdapat di dasar sungai pada musim kemarau

dan lebih suka bila terdapat tanaman air serta mendapat sinar matahari

langsung, seperti yang terdapat di Sumatera Utara, Riau, Batam, Bitung,

Jambi, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Lampung, Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT,

Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan

Timur. Habitat larva A. barbirostris terdapat di perairan tempat yang teduh, terlindung dari sinar mata hari yang terdapat di sawah, saluran irigasi, kolam

serta rawa-rawa air tawar di Sumatera, Jawa, NTB, NTT, Sulawesi Utara,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara (Depkes, 1999a).

Nyamuk A. umbrosus tergolong nyamuk hutan dan tempat berkembang

biaknya di genangan-genangan air yang tidak mengalir di dalam hutan yang

terlindung dari sinar mata hari langsung dan rawa-rawa, selain itu dijumpai

pula di sungai yang mengalir perlahan (Horsfall, 1955) .

A. subpictus ditemukan bersama-sama dengan A. sundaicus, kedua-duanya berkembang biak di air payau. Jentik A. subpictus lebih tolerans terhadap kadar garam, sehingga dapat ditemukan di tempat yang mendekati

tawar atau juga di tempat dengan kadar garam cukup tinggi (Depkes, 2007).

Di Pulau Pari Kepulauan Seribu larva A. subpictus terdapat pada kolam perendaman rumput laut dan sumur dangkal yang tersebar di sebagian pesisir

pulau. Salinitas air kolam perendaman rumput laut sekitar 9 o

/oo dengan pH 7

dan di sekeliling kolam terdapat tumbuhan semak dan rumput, sedangkan

salinitas air sumur 0 o

/oo dengan pH 7 dan vegetasi sekitar sumur dangkal

tersebut adalah rumput ilalang dan beberapa lainnya dengan naungan pohon

waru (Ariati et al., 2007).

Di Kabupaten Sikka pulau Flores larva A. subpictus ditemukan di lagun, sawah, rawa dan comberan yang ditumbuhi oleh tanaman air seperti

enceng gondok. Larva A. barbirostris selain ditemukan di habitat dengan air tawar juga pada air payau dengan kadar garam mencapai 22 ‰. Bila ditinjau

(28)

Habitat A. barbirostris, A. vagus dan A. annularis di lokasi transmigrasi Manggala, Lampung Utara berupa sawah, rawa dan parit dengan pH 4,5 – 7

(Boesri, 1992). Sedangkan di Sukabumi larva Anopheles spp. ditemukan pada habitat dengan suhu, pH dan kadar garam yang bervariasi yaitu A. barbirostris (21-40°C, 5–9, 0–4 ‰), A. vagus (24 - 43°C, 5-9, 0-10‰), A. annularis (23-40°C, 6-8, 0-3‰), A. subpictus (28-39°C, 6-8, 0-2‰) dan A. indefinitus (27-35°C, 7, 0-2‰) (Stoops et al., 2007).

Di Sulawesi Tengah larva nyamuk malaria A. barbirostris terdapat pada dataran rendah, perbukitan dan pegunungan (sawah, kobakan air tawar, mata

air, kolam ikan tawar, saluran/selokan dan rawa-rawa), A. subpictus di empang, lagun, rawa-rawa dan kobakan air pasang. A. flavirostris di sungai/selokan berbatu, penampungan mata air serta selokan dengan aliran air

jernih lambat (Jastal et al., 2001).

Di daerah pantai Banyuwangi larva A. barbirostris dan A. sundaicus

ditemukan di habitat yang sama yaitu lagun, kobakan dan mata air. A. vagus

terdapat di lagun dan kobakan, sedangkan A. subpictus ditemukan hanya di mata air (Sinta et al., 2003).

L a r v a A. barbirostris mempunyai habitat berupa air tawar, asin, ternaungi, atau terpapar sinar matahari, bersifat sementara atau permanen,

ditumbuhi atau tidak ditumbuhi vegetasi, keruh atau bersih. Habitat ini dapat

berupa kolam yang ditumbuhi rumput dan terlindung bagian permukaannya,

celah di bawah batuan, sawah, rawa, sungai kecil, dan sumur yang tidak

digunakan lagi. Larva nyamuk ini tersebar di Indonesia, India, Malaysia,

China, dan Philipina. A. umbrosus ditemukan di kolam, rawa, dengan air yang berlumpur yang terlindung dari sinar matahari di dalam hutan yang

lebat. A. annularis ditemukan pada air tergenang berupa sawah yang sudah ditanami, kolam dan sungai yang berumput dan parit yang di dalamnya

(29)

3 BAHAN DAN METODE

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat

Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur (Gambar 1). Penetapan

lokasi penelitian dilakukan berdasarkan beberapa kriteria berikut,

(1) keragaman Anopheles spp. lebih dari dua spesies, (2) keberadaan tempat perindukan Anopheles spp. lebih dari dua tempat, (3) kasus malaria tinggi, dan (4) wilayah mudah dijangkau.

Desa Lifuleo (Gambar 1) terletak 10° 08' 19'' Lintang Selatan dan 123o

40' 02'' Bujur Timur, dengan ketinggian 20 meter di atas permukaan laut, luas

wilayah 14.972 km2

. Jumlah penduduk 1.012 jiwa terdiri dari 499 laki-laki

dan 513 perempuan. Sebagian besar (55,33%) penduduk dengan tingkat

pendidikan sekolah dasar (SD), dan hanya sebagian kecil yang sarjana

(0,61%). Pekerjaan penduduk desa sebagian besar petani lahan kering dan

peternak serta sebagai nelayan bagi warga di wilayah pesisir dan sekitar

kolam ikan. Hewan ternak yang terdapat di desa ini yaitu sapi, kambing, babi,

dan ayam. Kandang ternak terdapat di sekitar perumahan. Jenis rumah yang

ditempati oleh masyarakat di Desa Lifuleo terdiri atas rumah permanen, semi

permanen dan sebagian besar non permanen.

Desa Lifuleo terbagi dalam empat dusun, enam rukun warga dan 12

rukun tetangga. Jarak lokasi penelitian dengan kota kabupaten sekitar 60 km

dan ke kota provinsi sekitar 30 km. kondisi daerahnya berupa dataran rendah,

tanahnya berupa tanah merah dan berbatu, terdapat tiga buah kolam ikan yang

merupakan mata pencaharian bagi warga setempat sebagai nelayan

(Kecamatan Kupang Barat, 2009).

Penelitian ini dilakukan di Dusun Tuadale yang terdiri dari dua rukun

tetangga yang jaraknya dibatasi oleh hutan sepanjang 1 km, kondisi jalan

(30)

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Kabupaten Kupang

PETA LOKASI PENELITIAN

Gambar 1 Peta Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur

3.2 Waktu Pelaksanaan Penelitian

(31)

Penelitian ini dilakukan dalam dua bentuk kegiatan yaitu penangkapan

nyamuk pada malam hari dan identifikasi di laboratorium. Penelitian yang

menyangkut penangkapan nyamuk dengan semua metode, dilakukan setiap

seminggu sekali selama empat bulan dari Maret hingga Juni 2009.

3.3 Metode Penelitian

Penangkapan nyamuk dewasa dilakukan dengan menggunakan tiga cara

yaitu (a) umpan orang (human bait), (b) menangkap nyamuk yang istirahat (resting) di dinding rumah dan di kandang ternak, serta (c) penangkapan

dengan perangkap cahaya (light trap) pada kandang ternak. Adapun

penangkapan larva dilakukan dengan cara menciduk larva yang ditemukan di

tempat perindukan (habitat).

3.3.1 Penangkapan dengan Umpan Orang

Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui keragaman nyamuk

Anopheles spp., fluktuasi populasi setiap spesies yang menyukai darah manusia, padat populasi dan dominasi spesies Anopheles spp., serta perilaku (aktivitas menggigit) nyamuk Anopheles spp.

Sebanyak tiga buah rumah dipilih secara acak, pada masing-masing

rumah ditempatkan dua orang penangkap nyamuk, satu orang di dalam rumah

(UOD = umpan orang dalam rumah), dan satu orang lainnya di halaman

(UOL = umpan orang luar rumah) dengan jarak 1,5 meter dari rumah.

Penangkapan mulai dari pukul 18.00 – 06.00 WITA dan dilakukan setiap jam

dengan lama penangkapan 40 menit (Depkes, 1990).

Penangkapan dengan umpan orang (Gambar 2) dilakukan dengan cara

duduk di tempat yang telah ditentukan dengan kedua kaki dibiarkan terbuka

sampai lutut dan lampu dipadamkan. Kolektor ini tidak diperkenannkan

merokok dan menggunakan bahan atraktan atau repelen selama periode

penangkapan. Nyamuk yang hinggap di kedua kaki ditangkap dengan

menggunakan aspirator. Semua nyamuk yang tertangkap masing-masing

(32)

Gambar 2 Penangkapan Nyamuk Anopheles dengan Cara Umpan Orang

Nyamuk kemudian dimatikan dengan kloroform dan dipreparasi untuk

identifikasi.

3.3.2 Penangkapan Nyamuk yang Hinggap di Dinding Rumah dan

Kandang Sapi

Tujuan kegiatan ini adalah mengetahui keragaman nyamuk Anopheles, banyaknya nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah dan di kandang

sapi sebelum atau sesudah menggigit (perilaku istirahat).

Penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding rumah dan di kandang

sapi (Gambar 3 dan 4) dilakukan mulai dari pukul 18.00 – 06.00 WITA dan

dilakukan setiap jam dengan lama penangkapan 10 menit.

Setelah petugas menangkap nyamuk dengan umpan orang selama 40

(33)

yang hinggap di dinding. Bagi petugas yang menangkap nyamuk dengan

umpan orang di dalam rumah, penangkapan dilakukan pada nyamuk yang

hinggap di dinding dalam rumah. Sebaliknya, bagi petugas yang menangkap

nyamuk dengan umpan orang di luar rumah, penangkapan dilakukan pada

nyamuk yang hinggap di kandang sapi (Depkes, 1990). Nyamuk ditangkap

menggunakan aspirator, kemudian dimasukkan ke dalam gelas kertas yang

dibedakan menurut waktu dan tempat penangkapan. Nyamuk kemudian

dimatikan dengan kloroform dan dipreparasi untuk identifikasi.

Gambar 3 Penangkapan Nyamuk Anopheles yang Hinggap di Dinding

(34)

3.3.3 Penangkapan dengan Perangkap Cahaya

Tujuan kegiatan ini adalah mengetahui keragaman nyamuk Anopheles

secara umum.

Penangkapan nyamuk dengan perangkap cahaya (Gambar 5) dilakukan

sepanjang malam mulai pukul 18.00 hingga 06.00 WITA. Dua buah alat

perangkap cahaya ditempatkan di dekat kandang sapi di lingkungan

permukiman penduduk. Setiap dua jam dilakukan pengumpulan nyamuk ke

gelas kertas menggunakan aspirator dan dibedakan menurut waktu dan

tempat serta cara penangkapannya, kemudian nyamuk dimatikan dengan

kloroform dan dipreparasi untuk identifikasi.

Gambar 5 Penangkapan dengan Perangkap Cahaya (light trap)

3.3.4 Kegiatan Pengumpulan Larva Anopheles

Tujuan kegiatan ini adalah mengetahui tempat perindukan nyamuk

Anopheles. Pencarian larva dilakukan di beberapa genangan air yang potensial menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk Anopheles.

Pengumpulan larva Anopheles spp. (Gambar 6) dilakukan setiap bulan selama masa penelitian. Kegiatan ini dilakukan dengan cara menciduk larva

Anopheles yang ditemukan pada tempat perindukan kemudian dimasukkan dalam botol dengan menggunakan pipet tetes. Kegiatan selanjutnya adalah

(35)

Gambar 6 Pengumpulan Larva Anopheles

Gambar 7 Identifikasi Spesies Anopheles di Bawah Mikroskop

3.3.5 Identifikasi

Nyamuk yang berhasil ditangkap pada semua metode penangkapan dan

larva yang dikumpulkan dari setiap tempat perindukan di lokasi penelitian

kemudian diidentifikasi, identifikasi (Gambar 7) di bawah mikroskop stereo

sampai tingkat spesies dengan menggunakan kunci determinasi O’Connor

dan Soepanto (1999a & 1999b).

3.3.6 Pengukuran Curah Hujan, Suhu dan Kelembaban Udara

Data curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika

(36)

pengukuran setiap jam, dari pukul 18.00 hingga 06.00 WITA pada saat

penangkapan nyamuk di lokasi penelitian, menggunakan higrotermometer.

3.4 Analisis Data

Nyamuk yang tertangkap dengan menggunakan umpan orang dan yang

hinggap di dinding serta light trap dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Pengaruh iklim (curah hujan, suhu dan

kelembaban) terhadap kepadatan Anopheles spp., dan pengaruh kepadatan

Anopheles spp. terhadap kasus malaria dianalisis secara statistik dengan uji

Regresi Linier menggunakan program SPSS 15.00 for Windows dengan tingkat kepercayaan 95% (

α

= 5%).

3.4.1 Penentuan Padat Populasi, Kelimpahan Nisbi, Frekuensi

Tertangkap dan Dominasi Spesies

Padat populasi tiap spesies nyamuk Anopheles dihitung dalam rata-rata per perangkap, per orang per malam. Kelimpahan nisbi, frekuensi tertangkap,

dominasi spesies dihitung melalui rumus-rumus umum berikut (Depkes,

1990) :

a. Kelimpahan nisbi = Jumlah spesimen spesies nyamuk tertentu x 100%

Jumlah seluruh spesimen nyamuk yang tertangkap

b . Frekuensi tertangkap = Jumlah penangkapan yang berisi spesies tertentu

Jumlah seluruh penangkapan dengan cara sama

c. Angka dominasi = frekuensi tertangkap x kelimpahan nisbi

d. Kepadatan nyamuk per orang pengumpan per jam ( Man Hour Density, MHD)

MHD = Jumlah Anopheles tertangkap per spesies Jumlah jam penangkapan x jumlah pengumpan

Dengan satuan :

Per ekor/orang/jam untuk nyamuk yang menggigit orang

Per ekor/rumah untuk nyamuk yang hinggap di dinding rumah

(37)

3.4.2 Perhitungan Indeks Curah Hujan

Indeks curah hujan (ICH) = Jumlah curah hujan x hari hujan Jumlah hari pada bulan yang bersangkutan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keragaman Nyamuk Anopheles spp.

Jenis nyamuk Anopheles di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat terdiri atas enam spesies yaitu A. barbirostris (Gambar 8a), A. subpictus (Gambar 8b), A. annularis (Gambar 8c), A. vagus (Gambar 8d), A. umbrosus (Gambar 8e)dan A. indefinitus (Gambar 8f). Di antara enam spesies tersebut terdapat A. barbirostris

dan A. subpictus yang telah dikonfirmasi sebagai vektor utama penyakit malaria di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Depkes, 2007).

(38)

d. A. vagus e. A. umbrosus f. A. indefinitus

Gambar 8 Nyamuk Anopheles spp. di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang, Maret – Juni 2009

Nyamuk A. barbirostris mempunyai ciri khas palpus seluruhnya gelap, pada ruas abdomen VII terdapat sisik/sikat gelap, pada costa dan urat I dari sayap

terdapat tiga atau kurang noda-noda pucat (Gambar 8a).

A.subpictus mempunyai ciri khas probosis seluruhnya gelap, tarsus V kaki belakang gelap, gelang pucat di ujung palpus kira-kira sama panjang dengan

gelang gelap di bawahnya (Gambar 8b).

A.annularis memiliki ciri-ciri tarsus III, IV dan V kaki belakang pucat, percabangan urat V dari sayap dengan sisik gelap (Gambar 8c).

A.vagus memiliki ciri-ciri tarsus V kaki belakang gelap, pada ujung probosis terdapat sedikit bagian yang pucat, gelang pucat di ujung palpus

panjangnya sekurang-kurangnya tiga kali panjang gelang gelap di bawahnya

(Gambar 8d).

A.umbrosus mempunyai ciri khas palpus tanpa gelang pucat atau seluruhnya gelap, pada ruas abdomen VII tidak ada kumpulan sisik/sikat (Gambar

8e).

A.indefinitus mempunyai ciri khas tarsus kaki belakang gelap, probosis gelap, gelang pucat di ujung palpus panjangnya dua kali panjang gelang gelap di

bawahnya, gelang pucat sub apical palpus lebih panjang atau sama panjang

dengan sub apical gelap (Gambar 8f).

Selama penelitian terdapat beberapa spesies yang secara teratur ditemukan

(39)

umbrosus dan A. indefinitus, sedangkan spesies A. annularis hanya ditemukan pada bulan Maret dan April saja. Jumlah nyamuk Anopheles yang tertangkap pada setiap penangkapan sangat berfluktuasi.

Spesies nyamuk Anopheles yang tertangkap tidak hanya ditemukan pada satu metode penangkapan, tetapi ditemukan menggigit orang di dalam rumah dan

luar rumah, hinggap di dinding di dalam rumah dan kandang sapi. Nyamuk

Anopheles yang tertangkap dengan menggunakan perangkap cahaya (light trap) terdapat lima spesies yaitu A. barbirostris, A. subpictus, A. annularis, A. vagus

dan A. umbrosus (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah dan Persentase Nyamuk Anopheles spp. yang Tertangkap dengan Berbagai Metode Penangkapan di Desa Lifuleo, Maret – Juni 2009

Spesies

Anopheles

UOD UOL Dinding Kandang Light trap

Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %

A.barbirostri

s

2.097 73,89 2.392 71,51 1.102 72,12 1.794 58,04 39 60,94

A.subpictus 519 18,29 598 17,88 293 19,18 665 22,14 9 14,06

A.annularis 19 0,67 20 0,60 3 0,20 34 1,04 1 1,56

A.vagus 113 3,98 202 6,04 94 6,15 379 12,62 12 18,75

A.umbrosus 82 2,89 113 3,38 31 2,03 166 5,53 3 4,69

A.indefinitus 8 0,28 20 0,60 5 0,33 55 1,78 0 0

Total 2.838 100 3.345 100 1.528 100 3.093 100 64 100

Keterangan : Jml = Jumlah, UOD = Umpan orang dalam rumah, UOL = Umpan orang luar rumah

Untuk mengetahui keragaman nyamuk Anopheles spp. berdasarkan tempat

menggigit dan istirahat (resting) di suatu tempat telah dilakukan penangkapan umpan badan, resting collection dan light trap. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa

A. barbirostris banyak tersebar di luar rumah. Hal ini terlihat dari jumlah yang tertangkap di luar rumah dan kandang sapi lebih banyak. Persentase yang

menggigit di luar rumah (32,22%) dan sekitar kandang sapi (24,16%), lebih dari

separuh populasi yang berhasil dikumpulkan di luar rumah. Meskipun demikian

ditemukan juga nyamuk yang aktif menggigit di dalam rumah (28,25%) dan

(40)

Sebagian besar populasi A. subpictus ditemukan di luar rumah yang mencapai 31,91% di sekitar kandang dan aktif menggigit orang di luar rumah

(28,69%), sedangkan yang menggigit di dalam rumah 24,9% dan tertangkap

perangkap cahaya 0,43%. Empat spesies Anopheles lainnya yaitu A. annularis, A. vagus, A. umbrosus d a n A. indefinius separuh populasinya ditemukan di luar rumah dan sebagian besar ditemukan di kandang sapi (Tabel 2). Hasil ini

memperlihatkan nyamuk Anopheles lebih banyak menggigit orang di luar rumah dari pada di dalam rumah.

Tabel 2 Komposisi Keragaman Nyamuk Anopheles spp. yang Tertangkap dengan

Berbagai Metode Penangkapan di Desa Lifuleo, Maret – Juni 2009

Spesies

Anopheles Jumlah

Umpan orang Hinggap Light

trap

Dalam Luar Dinding Kandang

A.barbirostris 7.424 2.097 2.392 1.102 1.794 39 (28,25%) (32,22%) (14,84%) (24,16%) (0,53%)

A.subpictus 2.084 519 598 293 665 9

(24,9%) (28,69%) (14,06%) (31,91%) (0,43%)

A.annularis 77 19 20 3 34 1

(24,68%) (25,97%) (3,9%) (44,16%) (1,3%)

A.vagus 800 113 202 94 379 12

(14,13%) (25,25%) (11,75%) (47,38%) (1,5%)

A.umbrosus 395 82 113 31 166 3

(20,76%) (28,61%) (7,85%) (42,03%) (0,76%)

A.indefinitus 88 8 20 5 55

0

(9,09%) (22,73%) (5,68%) (62,5%)

Total 10.868 2.838 3.345 1.528 3.093 64

(100%) (26,11%) (30,78%) (14,06%) (28,46%) (0,59%)

Jika dikaitkan dengan beberapa penemuan di lokasi penelitian di daerah

(41)

(2003) melaporkan lima spesies Anopheles di daerah pantai Banyuwangi Jawa Timur yaitu A. vagus (29,06%), A. subpictus (2,4%), A. barbirostris, A. annularis

d a n A. indefinitus (0,05%). Di Desa Sedayu Jawa Tengah, Noor (2002) menyatakan terdapat empat spesies yaitu A. vagus (8,26%), A. annularis (4,37%), A. barbirostris (3,50%), A. subpictus (0,79%). Di Desa Pondok Meja, Jambi terdapat empat spesies yaitu A. barbirostris (35,86%), A. vagus (25,74%), A. indefinitus (1,05%), A. umbrosus (0,42%) (Maloha, 2005). Selain itu, di lokasi transmigrasi Manggala, Lampung Utara, Boesri (1991) menyatakan terdapat tiga

spesies yaitu A. barbirostris (7,3%), A. annularis (43%), dan A. vagus (38%). Jastal (2005) melaporkan di Desa Tongoa, Donggala, Sulawesi Tengah

terdapat dua spesies Anopheles yaitu A. barbirostris (45,70%), A. vagus (42%). Selain itu, di Kecamatan Kokap D.I Yogyakarta, Effendi (2002) menuliskan

terdapat dua spesies yaitu A. vagus (9,66%), A. annularis (0,90%). Adapun Salam (2005) menyatakan tiga spesies Anopheles di Desa Alat Kalimantan Selatan yaitu

A. barbirostris (9,56%), A. umbrosus (4,88%), A. vagus (0,46%). Sedangkan, di Kabupaten Sukabumi terdapat lima spesies diantaranya A. barbirostris, A. annularis, A. vagus, A. indefinitus, dan A. vagus merupakan spesies yang paling dominan dengan persentase 96,61% (Munif et al., 2008).

Dari kelima metode penangkapan nyamuk Anopheles di Desa Lifuleo, yang paling banyak tertangkap adalah dengan umpan orang luar rumah (30,78%)

diikuti dengan yang tertangkap di kandang sapi (28,46%) dan di dinding dalam

rumah (14,06%), sementara yang paling sedikit tertangkap dengan perangkap

cahaya (0,59%). Dari berbagai metode penangkapan tersebut terlihat bahwa

paling banyak nyamuk Anopheles yang tertangkap yaitu dengan umpan orang luar rumah. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan nilai persentase, nyamuk

Anopheles yang ada di Desa Lifuleo lebih banyak menggigit manusia yang berada di luar rumah (eksofagik).

4.2 Fluktuasi Aktivitas Menggigit Populasi Spesies Anopheles

Nyamuk Anopheles yang tertangkap di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat mulai awal Maret hingga akhir Juni menunjukkan fluktuasi yang bervariasi

(42)

secara umum enam spesies yang tertangkap menunjukkan kepadatan yang tinggi

pada bulan Maret dan selanjutnya terus menurun pada bulan April – Juni. Hal ini

kemungkinan dipengaruhi oleh curah hujan dan ketersediaan tempat perindukan

di lokasi tersebut. Curah hujan di Kabupaten Kupang bulan Maret – Juni 2009

berkisar antara 0 – 50,81 mm/bulan, dan pada bulan Maret sangat tinggi (50,81

mm/bulan) dan selanjutnya menurun hingga bulan Juni tidak terdapat hujan (0

mm/bulan) (BMG Kab. Kupang, 2009).

Gambar 9 Hubungan Kepadatan Nyamuk Anopheles spp. dan Curah Hujan di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat, Maret – Juni 2009

Gambar 9 menunjukkan bahwa kondisi curah hujan di Desa Lifuleo

berbanding lurus dengan kepadatan Anopheles yaitu curah hujan tinggi kepadatan

Anopheles juga meningkat. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian di Desa Hargotirto, Kulonprogo (Effendi, 2002) yang menunjukkan indeks curah hujan

dan nyamuk Anopheles berbanding terbalik. Saat curah hujan tinggi kepadatan

nyamuk Anopheles menurun, sedangkan curah hujan rendah kepadatan cenderung

tinggi. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kondisi daerah. Desa Lifuleo

(43)

apabila curah hujan berkurang atau tidak ada maka habitat larva yang bersifat

semi permanen langsung mengering, mengakibatkan berkurangnya kepadatan atau

bahkan hilangnya sebagian spesies Anopheles. Sedangkan, di Desa Hargotirto merupakan daerah pegunungan dengan indeks curah hujan yang lebih tinggi,

sehingga memiliki jenis habitat yang saat hujan tinggi dapat menurunkan populasi

nyamuk bahkan menghilangkan tempat perindukan.

Berdasarkan hasil uji statistik bahwa 96,3% fluktuasi kepadatan nyamuk

Anopheles spp. yang tertangkap dipengaruhi oleh keadaan curah hujan (p < 0,01), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti suhu, kelembaban dan

kecepatan angin.

Hasil tersebut didukung oleh hasil penelitian Hakim dan Ipa (2007) di

Kabupaten Sukabumi, bahwa curah hujan mempunyai hubungan yang erat dengan

kepadatan nyamuk Anopheles. Curah hujan juga berhubungan dengan fluktuasi kesakitan malaria. Kepadatan vektor yang tinggi pada musim hujan, dapat

meningkatkan angka kesakitan malaria menjadi tinggi juga pada musim hujan.

Nyamuk Anopheles mempunyai aktivitas menggigit pada malam hari dan berfluktuasi pada jam-jam tertentu. Berdasarkan waktu menggigit beberapa

spesies nyamuk Anopheles mempunyai aktivitas pada awal matahari terbenam

sampai dengan matahari terbit. Umumnya spesies nyamuk Anopheles mempunyai

dua puncak gigitan pada malam hari yang berbeda di antara satu spesies dengan

spesies lainnya. Puncak aktivitas pertama ditemukan sebelum tengah malam dan

puncak gigitan kedua menjelang pagi hari. Keadaan ini dapat berubah karena

adanya pengaruh suhu, dan kelembaban udara yang dapat menyebabkan

bertambah atau berkurangnya kehadiran nyamuk Anopheles di suatu tempat. Dari hasil penangkapan nyamuk dengan umpan orang diperoleh enam spesies

Anopheles, dua spesies di antaranya memperlihatkan fluktuasi gigitan tertinggi yang berbeda.

Aktivitas menggigit nyamuk Anopheles di dalam rumah dan di luar rumah dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. A. barbirostris yang merupakan jenis yang paling dominan dibanding lima spesies lainya pada penangkapan

umpan orang di dalam rumah dan luar rumah, jenis nyamuk ini merupakan vektor

(44)

06.00 baik di dalam maupun di laur rumah. A. barbirostris pada penangkapan dengan umpan orang di dalam rumah dan luar rumah. Puncak kepadatan

menggigit orang di dalam rumah terjadi pada pukul 22.00 – 04.00, sedangkan di

luar rumah pada pukul 21.00 – 04.00. Hasil ini sama dengan A. barbirostris di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Garjito et al., 2004) yang mempunyai puncak gigitan pukul 23.00 – 04.00, hal ini menunjukkan bahwa jenis

A.barbirostris mengalami puncak kepadatan menggigit pada sekitar tengah malam, pada waktu sebagian besar penduduk sedang beristirahat (tidur).

Hasil tersebut berbeda dengan spesies nyamuk yang sama yang ditemukan

di Provinsi Sa Kaeo, Thailand oleh Limrat et al. (2001), puncak kepadatan gigitan terjadi antara pukul 21.00 – 24.00 dimana sebagian penduduk masih ada yang

melakukan aktivitas baik di luar maupun di luar rumah. Demikian juga di

Sulawesi Tenggara berbeda puncak gigitan nyamuk ini menjelang malam pukul

19.00 – 21.00 (Depkes, 2007).

Nyamuk A. subpictus merupakan jenis yang paling dominan kedua setelah

A. barbirostris dan juga sebagai vektor, ditemukan mengigit dari pukul 18.00 – 06.00. Puncak kepadatan menggigit orang di dalam rumah terjadi pada sekitar

pukul 20.00 – 01.00. Pada penangkapan dengan umpan orang di luar rumah,

puncak kepadatan mengigit pukul 22.00 – 23.00. Hasil ini tidak berbeda jauh

dengan A. subpictus di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Garjito et al., 2004), dengan puncak gigitan pukul 21.00 – 03.00 pada penangkapan di dalam dan di luar rumah, menunjukkan nyamuk ini juga mengalami puncak

kepadatan menggigit pada sekitar tengah malam. Dalam rentang waktu tersebut

selain sudah ada yang beristirahat (tidur), masih ada sebagian masyarakat yang

melakukan aktivitas pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan maupun

aktivitas sosial baik di dalam maupun di luar rumah. Hasil tersebut berbeda

dengan jenis yang sama yang ditemukan di Tanjung Bunga, Flores Timur, dimana

puncak kepadatan gigitan terjadi pada pukul 20.00 – 22.00 (Barodji et al., 2000). Nyamuk A. barbirostris dan A. subpictus menjadi vektor malaria di NTT, sehingga keberadaan kedua spesies ini dapat mempengaruhi jumlah kasus malaria

di provinsi tersebut. Data dari Puskesmas Batakte, menunjukkan kasus malaria di

(45)

selanjutnya menurun. Demikian juga pada tahun 2009, dari bulan Maret hingga

Juni cenderung menurun (35,98‰, 32,8‰, 12,7‰, dan 5,29‰). Hal ini seiring

dengan kapadatan nyamuk Anopheles yang tertangkap semakin berkurang (3.295 ekor, 2.668 ekor, 1.897 ekor, dan 1.243 ekor). Hasil uji statistik mendukung

bahwa 94,8% fluktuasi kasus malaria di Desa Lifuleo dipengaruhi oleh fluktuasi

kepadatan nyamuk A.barbirostris dan A. subpictus dengan tingkat kepercayaan 95% (

p

< 0,05). Kondisi ini sama dengan di Kabupaten Sukabumi bahwa

Gambar 10 Rata-Rata Nyamuk Anopheles spp. yang Tertangkap dengan Umpan

(46)

Gambar 11 Rata-rata Nyamuk Anopheles spp. yang Tertangkap dengan Umpan Orang Luar Rumah pada Jam 18.00-06.00 di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat, Maret – Juni 2009

kepadatan nyamuk Anopheles spp. mempunyai hubungan yang erat dengan

fluktuasi kasus malaria (Hakim & Ipa, 2007).

Nyamuk yang dominan selanjutnya A. vagus memiliki puncak kepadatan menggigit yang sama di dalam rumah dan luar rumah yaitu 22.00 – 23.00. A. umbrosus merupakan nyamuk yang dominan setelah A. vagus memiliki puncak kepadatan menggigit orang dalam rumah pukul 20.00 – 21.00 dan 24.00 – 03.00,

di luar rumah pukul 22.00 – 23.00.

A.annularis dan A. indefinitus merupakan dua spesies yang tidak dominan di Desa Lifuleo. A. annularis tertangkap hanya pada bulan Maret dan April, dan puncak kepadatan menggigit orang dalam rumah pukul 23.00 – 24.00 dan 02.00 –

03.00, di luar rumah 19.00 – 20.00 dan 02.00 – 03.00. Sedangkan A. indefinitus

memiliki puncak kepadatan menggigit orang dalam rumah pukul 20.00 – 21.00,

(47)

Gambar

Gambar 1  Peta Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang
Gambar 2 Penangkapan Nyamuk Anopheles dengan Cara Umpan Orang
Gambar 4 Penangkapan Nyamuk Anopheles yang Hinggap di Kandang Sapi
Gambar  5  Penangkapan dengan Perangkap Cahaya (light trap)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: “PERAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TANAH HAK GUNA USAHA YANG DITELANTARKAN” adalah murni gagasan

Sumbangan C-Organik yang terdapat dalam pupuk kandang sapi disebabkan oleh dekomposisi kotoran sapi yang melepaskan sejumlah senyawa karbon (C) sebagai penyusun utama

ݔҧ ≤ 13,5 Sangat Kurang (SK) Dari 20 orang peer reviewer, permainan Dakonmatika mendapatkan rata-rata penilaian 21,1 pada aspek B. Sehingga penilaian untuk aspek B pada permainan

Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik status gizi balita pada kelompok penerima PMT Penyuluhan selama 3 bulan secara keseluruhan pemberian antara awal,

material, jika logika formal berbicara konsistensi premis-premis dan kesimpulan, maka logika material berbicara tentang kebenaran premis dengan fakta yang ada. Secara

Jika anda mahu menukar aplikasi yang telah anda pilih sebagai lalai untuk sentiasa membuka foto atau video, ketik Tetapan &gt; Aplikasi dan leret ke tab Semua, kemudian pilih

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa hasil wawancara dengan salah seorang Kasi di Bidang Pajak Daerah DPKD Provinsi Su- matera Barat, sedangkan data sekunder

Bahwa kerugian konstitusional Pemohon atas Pasal 225 ayat (3) Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sepanjang frasa