• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Penambahan Tepung Talas Dan Tepung Kacang Hijauterhadap Mutu Cookies

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Penambahan Tepung Talas Dan Tepung Kacang Hijauterhadap Mutu Cookies"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENAMBAHAN TEPUNG TALAS DAN TEPUNG

KACANG HIJAUTERHADAP MUTU

COOKIES

SKRIPSI

Oleh:

WITA DOLA RISTA SIDABUTAR 090305018/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KAJIAN PENAMBAHAN TEPUNG TALAS DAN TEPUNG

KACANG HIJAU TERHADAP MUTU

COOKIES

SKRIPSI

Oleh:

WITA DOLA RISTA SIDABUTAR 090305018/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Tepung Talas dan Tepung Kacang Hijau terhadap Mutu Cookies

Nama : Wita Dola Rista Sidabutar

Nim : 090305018

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Ir. Rona J Nainggolan, SU Ridwansyah, STP, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP Ketua Program Studi

(4)

ABSTRAK

WITA DOLA RISTA SIDABUTAR: Kajian Penambahan Tepung Talas dan Tepung

Kacang Hijau Terhadap Mutu Cookies, dibimbing oleh Rona J Nainggolan dan Ridwansyah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung talas dan

tepung kacang hijau terhadap mutu cookies yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu perbandingan tepung talas, tepung

kacang hijau dan tepung terigu (T): 70%:0%:30%, 60%:10%:30%, 50%:20%:30%,

40%:30%:30%, 30%:40%:30%, 20%:50%:30%, 10%:60%:30%, 0%:70%:30%.

Parameter yang dianalisa adalah kadar air (%), kadar abu (%), kadar lemak (%), kadar

protein (%), kadar serat (%), uji kerenyahan cookies secara instrometer (g/cm2), dan nilai uji organoleptik (aroma, rasa dan tekstur).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung talas, tepung kacang

hijau, dan tepung terigu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua

parameter. Komposisi 70%:0%:30% menghasilkan nilai organoleptik cookies yang terbaik.

Kata Kunci: Tepung talas, tepung kacang hijau, tepung terigu, cookies

ABSTRACT

WITA DOLA RISTA SIDABUTAR: Study on the addition of taro, green bean, wheat flours on the quality of cookies, supervised by Rona J Nainggolan and Ridwansyah.

The research was aimed to investigate the effect of addition of taro and green bean flours on the quality of cookies. The reseach had been performed using factorial completely randomized design, with one factor i.e : taro flour, green bean flour and wheat flour (T): 70%:0%:30%, 60%:10%:30%, 50%:20%:30%, 40%:30%:30%, 30%:40%:30%, 20%:50%:30%, 10%:60%:30%, 0%:70%:30%. Parameters analyzed were water content, ash content, fat content, protein content, fiber content, cookies crispy test with instrometer and organoleptic values (flavor, taste and texture).

The result showed that the ratio of taro flour, green bean flour and wheat flour had significant effect on all parameters.The 70%:0%:30% composition produced the best cookies in organoleptic values.

(5)

RIWAYAT HIDUP

WITA DOLA RISTA SIDABUTAR, lahir pada tanggal 29 April 1991 di Medan. Putri dari Drs. Damson Sidabutar dan Dra.Rosmaida Lubis (+), anak kelima dari 5 bersaudara dan beragama kristen protestan.

Penulis memasuki SD ST.Antonius Medan pada tahun 1997, lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis memasuki SMPN 6 Medan, lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2003 penulis memasuki SMAN 1 Tg.Morawa, lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis memasuki Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur UMB.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Kajian Penambahan Tepung Talas Dan Tepung Kacang Hijau Terhadap Mutu Cookies”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Rona J. Nainggolan, SU, selaku ketua komisi pembimbing dan Ridwansyah, STP, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, saran dan bimbingan dalam menyusun skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta ayahanda Drs. Damson Sidabutar dan ibunda Dra. Rosmaida Lubis (+) yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil serta doa yang tiada hentinya kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak saya Chatrin Medalona Sidabutar, abang saya Hendry Sidabutar, Thambos Sidabutar, Natra Emerson Sidabutar dan kepada semua teman-teman ITP 2009 dan adik-adik 2010 dan 2012 atas bantuannya kepada penulis selama perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.

(7)

DAFTAR ISI

(8)
(9)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas umbi talas

selama 10 tahun terakhir (2003-2011) ... 1

2. Perkembangan luas panen, produktivitas, produksi kacang hijau tahun 2008-2012 ... 4

12. Pengaruh jumlah tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap parameter cookies yang diamati ... 40

13. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar air cookies ... 43

14. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar abu cookies ... 45

15. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar lemak cookies ... 47

16. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar protein cookies ... 49

17. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar serat cookies ... 51

18. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap uji kerenyahan tekstur cookies ... 53

(10)

20. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap uji organoleptik rasa cookies ... 57 21. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau,

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Skema pembuatan tepung talas. ... 29

2. Skema pembuatan tepung kacang hijau ... 31

3. Skema pembuatan cookies ... 32 4. Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan

tepung terigu dengan kadar air ... 44

5. Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan

tepung terigu dengan kadar abu ... 46

6. Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan

tepung terigu dengan kadar lemak ... 48

7. Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan

tepung terigu dengan kadar protein ... 50

8. Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan

tepung terigu dengan kadar serat kasar ... 52

9. Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan

tepung terigu dengan uji kerenyahan cookies ... 54 10. Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan

tepung terigu dengan uji organoleptik aroma ... 56

11. Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan

tepung terigu dengan uji organoleptik rasa ... 58

12. Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan

(12)

ABSTRAK

WITA DOLA RISTA SIDABUTAR: Kajian Penambahan Tepung Talas dan Tepung

Kacang Hijau Terhadap Mutu Cookies, dibimbing oleh Rona J Nainggolan dan Ridwansyah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung talas dan

tepung kacang hijau terhadap mutu cookies yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu perbandingan tepung talas, tepung

kacang hijau dan tepung terigu (T): 70%:0%:30%, 60%:10%:30%, 50%:20%:30%,

40%:30%:30%, 30%:40%:30%, 20%:50%:30%, 10%:60%:30%, 0%:70%:30%.

Parameter yang dianalisa adalah kadar air (%), kadar abu (%), kadar lemak (%), kadar

protein (%), kadar serat (%), uji kerenyahan cookies secara instrometer (g/cm2), dan nilai uji organoleptik (aroma, rasa dan tekstur).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung talas, tepung kacang

hijau, dan tepung terigu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua

parameter. Komposisi 70%:0%:30% menghasilkan nilai organoleptik cookies yang terbaik.

Kata Kunci: Tepung talas, tepung kacang hijau, tepung terigu, cookies

ABSTRACT

WITA DOLA RISTA SIDABUTAR: Study on the addition of taro, green bean, wheat flours on the quality of cookies, supervised by Rona J Nainggolan and Ridwansyah.

The research was aimed to investigate the effect of addition of taro and green bean flours on the quality of cookies. The reseach had been performed using factorial completely randomized design, with one factor i.e : taro flour, green bean flour and wheat flour (T): 70%:0%:30%, 60%:10%:30%, 50%:20%:30%, 40%:30%:30%, 30%:40%:30%, 20%:50%:30%, 10%:60%:30%, 0%:70%:30%. Parameters analyzed were water content, ash content, fat content, protein content, fiber content, cookies crispy test with instrometer and organoleptic values (flavor, taste and texture).

The result showed that the ratio of taro flour, green bean flour and wheat flour had significant effect on all parameters.The 70%:0%:30% composition produced the best cookies in organoleptic values.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Umbi-umbian di Indonesia masih kurang mendapat perhatian, karena komoditi ini dianggap sebagai makanan kelas rendahan yang dihubungkan dengan kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai bahan pangan dan pembuatan produk olahannya. Peningkatan panen umbi talas cukup meningkat setiap tahunnya namun luas tanaman untuk sentra pertumbuhan umbi talas berkurang. Data perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas umbi talas selama dasa warsa terakhir (2003-2012) menunjukkan peningkatan sebanyak 3,25% yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas umbi talas selama 10 tahun terakhir (2003-2011) Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

(14)

tepung talas belum banyak tersedia di pasaran. Padahal penggunaan tepung talas memungkinkan munculnya produk olahan talas yang lebih beraneka ragam seperti, kerupuk, cake, dan kue-kue kering lainnya.

Konversi umbi segar talas menjadi bentuk tepung yang siap pakai terutama untuk produksi makanan olahan disamping mendorong munculnya produk-produk yang lebih beragam juga dapat mendorong berkembangnya industri berbahan dasar tepung sehingga dapat meningkatkan nilai jual komoditas talas. Peluang pengembangan talas sebagai bahan pangan berpati non beras cukup besar dan terus didorong oleh pemerintah. Penepungan talas juga diharapkan dapat menghindari kerugian akibat tidak terserapnya umbi segar talas di pasar ketika produksi panen berlebih.

Latar belakang dari pembuatan tepung talas antara lain karena umbi talas memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Tujuan dari pembuatan tepung talas antara lain untuk memperpanjang masa simpan yang dapat disubsitusikan ke produk lain yang disukai oleh masyarakat dan mempunyai kandungan kalsium yang cukup tinggi sehingga dapat dikonsumsi sebagai salah satu sumber kalsium.

(15)

produk olahan patiseri (cake) dapat mengurangi import tepung terigu dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tepung terigu.

Kacang hijau adalah sejenis tanaman budidaya dan palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber pangan yang berprotein nabati tinggi. Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 22% dan merupakan sumber mineral yang penting, antara lain kalsium dan fosfor. Sedangkan kandungan lemaknya merupakan asam lemak tidak jenuh. Kandungan kalsium dan posfor pada kacang hijau bermanfaat untuk memperkuat tulang. Kacang hijau juga memiliki kandungan lemak yang rendah sehingga sangat baik bagi mereka yang ingin menghindari konsumsi lemak yang tinggi. Kadar lemak yang rendah dalam kacang hijau menyebabkan bahan makanan dan minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak berbau. Jadi, kacang hijau yang telah diolah menjadi tepung akan lebih tahan lama disimpan. Dilihat dari segi komposisinya, kacang hijau memiliki kandungan gizi yang lumayan tinggi dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya.

(16)

(1,72%). Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi 5 tahun terakhir (2008-2012) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan luas panen, produktivitas, produksi kacang hijau tahun 2008-2012 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor gandum terbesar kedua di dunia setelah Mesir. Setidaknya berdasarkan laporan United State Department of Agriculture (USDA) Mei 2012, impor gandum Indonesia diprediksi menembus 7,1 juta ton, bandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 6,7 juta ton. Namun pada tahun 2013, impor tepung terigu Indonesia turun 34,92% pada kuartal I-2013 menjadi 121.778 ton, dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 187.115 ton. Penurunan terjadi karena sebagian importir beralih bisnis menjadi produsen produk tersebut dan banyaknya bahan baku yang tersedia di Indonesia untuk diolah menjadi tepung. Penggunaan umbi-umbian dan kacang-kacangan (kedelai, kacang merah, kacang hijau) sebagai bahan makanan dapat diarahkan untuk menunjang ketahanan pangan nasional melalui program diversifikasi pangan disamping peluangnya sebagai bahan baku industri yang menggunakan pati sebagai bahan baku dasarnya.

(17)

penggunaan tepung terigu pada pembuatan cookies dapat digantikan dengan penggunaan tepung talas dan tepung kacang hijau. Hal ini dapat diketahui berdasarkan kandungan gizi tepung talas dan tepung kacang hijau, dimana kedua tepung tersebut memiliki komposisi yang hampir menyerupai tepung terigu. Berdasarkan hal di atas maka penulis berminat melakukan penelitian tentang “Kajian Penambahan Tepung Talas (Colocasia esculenta) dan Tepung Kacang Hijau (Vigna radiata L. Wilezek) Terhadap Mutu Cookies”.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kajian penambahan tepung talas dan tepung kacang hijau terhadap mutu cookies.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai sumber informasi dalam teknologi pembuatan cookies subsitusi tepung terigu menggunakan tepung talas dan diperkaya kandungan karbohidratnya dengan tepung kacang hijau.

- Untuk meningkatkan nilai tambah umbi talas dan kacang hijau yang pemanfaatannya lebih luas dalam industri.

- Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesa Penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Talas

Talas berasal dari daerah sekitar India dan Indonesia, yang kemudian menyebar hingga ke China, Jepang dan beberapa pulau di samudera Pasifik. Pertumbuhan paling baik dari tanaman ini dapat dicapai dengan menanamnya di daerah yang memiliki ketinggian 0 meter hingga 2740 m di atas permukaan laut, suhu antara 21-27oC, dan curah hujan sebesar 1750 mm/tahun. Bagian yang dapat dipanen dari talas adalah umbinya, dengan umur panen berkisar antara 6-18 bulan dan ditandai dengan daun yang tampak mulai menguning atau mengering (Matthews, 2004).

Talas merupakan tanaman sekulen yaitu tanaman yang umbinya banyak mengandung air. Umbi tersebut terdiri dari umbi primer dan umbi sekunder. Kedua umbi tersebut berada di bawah permukaan tanah. Hal yang membedakannya adalah umbi primer merupakan umbi induk yang memiliki bentuk silinder dengan panjang 30 cm dan diameter 15 cm, sedangkan umbi sekunder merupakan umbi yang tumbuh di sekeliling umbi primer dengan ukuran yang lebih kecil. Umbi sekunder ini digunakan oleh talas untuk melakukan perkembangbiakan secara vegetatig (Minantyorini dan Hanarida, 2003).

(19)

Daging umbi talas mempunyai warna yang bervariasi seperti kuning muda, kuning tua, oranye, merah muda sampai ungu, atau merupakan kombinasi antara putih dengan ungu (Richana, 2012).

Umbi talas mudah dicerna, tetapi banyak mengandung kalsium oksalat yang menyebabkan rasa umbinya tajam. Kalsium oksalat akan hilang dengan dimasak terlebih dahulu. Bagian tanaman yang dapat dimakan, yaitu umbi, tunas muda dan tangkai daun. Umbi talas banyak dibuat makanan ringan, seperti keripik dan getuk talas (Purnomo dan Purnamawati, 2007).

Konversi umbi segar talas menjadi bentuk tepung yang siap pakai terutama untuk produksi makanan olahan disamping mendorong munculnya produk-produk lebih beragam juga mendorong berkembangnya industri berbahan dasar tepung atau pati talas sehingga meningkatkan nilai jual komoditas talas. Penepungan talas juga diharapkan dapat menghindari kerugian akibat tidak terserapnya umbi talas segar di pasar ketika produksi panen berlebih (Hartati dan Prana, 2003).

Kandungan Gizi Talas

Umbi talas merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang cukup baik. Komponen gizi yang terkandung dalam umbi talas adalah komponen makronutrien yang berupa karbohidrat, lemak, protein, dan serat. Sedangkan komponen mikronutrien yang terkandung dalam talas berupa fosfor, besi, tiamin, riboflavin, niasin, dan vitamin C. Komposisi kimia tersebut bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis varietas, usia dan tingkat kematangan dari umbi (Catherwood, et al, 2007).

(20)

gula dan asam-asam organik. Umbi talas mengandung pati yang mudah dicerna kira-kira 18,2% dan sukrosa serta gula pereduksinya 14,2%. Rasa gatal dari umbi talas disebabkan oleh kandungan oksalat pada umbi talas. Kalsium oksalat ini dapat dihilangkan dengan cara pencucian menggunakan banyak air (Apriyani, dkk., 2011).

Komposisi kimia umbi talas bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis varietas, umur panen, dan tingkat kematangan dari umbi. Komposisi kimia talas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan talas per 100 g bahan

Komponen Talas Sumber: Chotimah dan Fajarini (2013).

(21)

Jika bagian umbi dikups atau dipotong-potong, maka vakuola yang berisi air karena perbedaan tegangan pada kedua vakuola itu menyebabkan dinding kapsul pecah, akibatnya kristal kalsium oksalat keluar ke permukaan dan menusuk bagian kulit. Tusukan ini yang menyebabkan timbulnya rasa gatal pada mulut, tenggorokan, atau kulit tangan. Cara untuk menghilangkan rasa gatal tersebut adalah melalui proses pengeringan atau pemanasan. Proses pemanasan diduga dapat menyebabkan zat kimia penyebab rasa gatal berubah menjadi zat yang mudah menguap dan bahkan mungkin menjadi basa nitrogen (Richana, 2012).

Pembuatan Tepung Talas

Pengeringan talas dapat dilakukan baik itu dengan menggunakan alat pengeringan maupun sinar matahari. Secara umum, pengeringan dengan menggunakan alat pengering lebih baik daripada menggunakan sinar matahari. Kelebihannya antara lain suhu pengeringan dan laju alir udara panas yang dapat dikontrol, kebersihan yang lebih terjaga, dan pemanasan yang terjadi secara merata. Akan tetapi, pengoperasian alat pengering terkadang memerlukan keahlian dari pengguna alatnya dan memakan biaya yang sedikit lebih mahal (Suarnadwipa dan Hendra, 2008).

Talas memiliki potensi untuk dapat digunakan sebagai bahan baku tepung-tepungan karena memiliki kandungan pati yang tinggi, yaitu sekitar 70-80%. Prose pembuatan tepung talas diawali dengan pencucian dan pengupasan umbi segar. Lalu dilakukan pengirisan yang ditujukan untuk memperbesar luas permukaan dari talas pada saat dikeringkan (Apriyani, dkk., 2011).

(22)

olahan selanjutnya dari tepung tersebut. Suhu dan waktu pengeringan merupakan faktor penting dalam pengeringan yang akan mempengaruhi mutu produk akhir. Proses pengeringan yang optimal dilakukan pada suhu 60oC selama 12 jam, yang pada akhirnya akan didapatkan kadar air tepung ± 9,89% (Heldman dan Lund, 2007).

Tepung Talas

Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dan diolah menjadi produk pangan.

Prosedur pembuatan tepung sangat beragam, dibedakan berdasarkan sifat dan

komponen kimia bahan pangan. Dari beberap pengkajian menunjukkan bahwa

tepung talas berpotensi untuk digunakan sebagai campuran untuk pembuatan

produk baru ataupun untuk mengganti tepung-tepung konvensional (Suarnadwipa

dan Hendra, 2008).

Umbi talas dapat diolah menjadi tepung talas. Tepung talas ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan baku industri makanan seperti biskuit dan makanan anak balita. Tepung talas dapat menghasilkan produk yang lebih awet karena daya mengikat airnya yang kurang. Tepung talas mengandung gizi yang cukup tinggi dibandingkan umbi-umbian lainnya. Kandungan kalsium (Ca) dan posfor (P) tepung talas cukup tinggi dan lebih tinggi dibanding beras (Richana, 2012).

(23)

Dalam bentuk tepung, talas memiliki komposisi nutrisi yang lebih baik dibandingkan beras. Tepung talas mengandung protein yang lebih tinggi dan dengan kadar lemak yang lebih rendah daripada beras. Kandungan serat talas juga cukup tinggi. Kehadiran serat ini sangat baik untuk menjaga kesehatan saluran cerna. Komposisi kimia tepung talas secara umum dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi kimia tepung talas

Komposisi Kimia Tepung Talas

Air (%bb) 5,72

Tepung talas memiliki granula yang kecil, yaitu sekitar 0,5-5 mikron. Ukuran granula pati yang kecil ini ternyata dapat membantu individu yang mengalami masalah dengan pencernaannya karena kemudahan dari talas untuk dicerna. Pemanfaatan lebih lanjut dari tepung talas adalah dapat digunakan sebagai bahan baku industri makanan seperti biskuit (Perez, dkk., 2007).

(24)

mekanis yang mana dimulai dari proses penggilingan diikuti dengan peremukan bahan dan energi yang dikeluarkan sangat dipengaruhi oleh kekerasan bahan dan kecenderungan bahan yang dihancurkan (Huang and Tanudjaja, 2007).

Kacang Hijau

Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bervariasi, antara 30-60 cm, tergantung varietasnya. Cabangnya menyamping pada bagian utama, berbentuk bulat dan berbulu. Warna batang dan cabangnya ada yang hijau dan ada yang ungu. Dalam dunia tumbuhan, tanaman ini diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Rosales

Family : Leguminosae (Fabaceae)

Genus : Vigna

Spesies : Vigna radiate atau Phaseolus radiates

(Purwono dan Hartono, 2005).

(25)

Biji kacang hijau terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (10%), kotiledon (88%), dan sisanya adalah lembaga (2%). Kotiledon banyak mengandung pati dan serat, sedangkan lembaga merupakan sumber protein dan lemak. Dalam perdagangan, kacang hijau di Indonesia hanya dikenal dua macam mutu yaitu kacang hijau biji besar dan biji kecil. Kacang hijau biji besar digunakan untuk bubur dan tepung, sedangkan yang berbiji kecil digunakan untuk pembuatan tauge (Astawan, 2009).

Kandungan Gizi Kacang Hijau

Kacang hijau adalah biji yang kaya akan manfaat. Di dalam 100 g kacang hijau terkandung 345 kalori; 22,2 g protein; 1,2 g lemak, vitamin A, vitamin B1, posfor, zat besi, dan magnesium. Selain itu, kacang hijau juga mengandung air, karbohidrat, dan serat (Nuraini, 2011).

Komposisi kimia kacang hijau sangat beragam, tergantung varietas, faktor genetik, iklim maupun lingkungan. Karbohidrat merupakan komponen terbesar (lebih dari 55%) biji kacang hijau, yang terdiri dari pati, gula, dan serat. Berdasarkan jumlahnya, protein merupakan penyusun utama kedua setelah karbohidrat. Kacang hijau mengandung 20-25% protein. Protein pada kacang hijau mentah memiliki daya cerna sekitar 77%. Protein kacang hijau kaya asam amino leusin, arginin, isoleusin, valin, dan lisin (Astawan, 2009).

(26)

fosfor pada kacang hijau bermanfaat untuk memperkuat tulang. Komposisi gizi kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi gizi kacang hijau

Komposisi Gizi Jumlah

Protein (%) 22,85

Lemak (%) 1,20 Karbohidrat (%) 62,90 Kalsium (mg/100g) 125 Fosfor (mg/100g) 320,00 Sumber: Triyono (2010).

Manfaat Kacang Hijau

Kacang hijau atau Phaseolus Aureus berasal dari Famili Leguminoseae

alias polong-polongan. Kandungan proteinnya cukup tinggi dan merupakan

sumber mineral penting, antara lain kalsium dan fosfor yang sangat diperlukan

tubuh. Sedangkan kandungan lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh,

sehingga aman dikonsumsi oleh orang yang memiliki masalah kelebihan berat

badan. Dimana kandungan lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam lemak tak

jenuh dan 27% asam lemak jenuh (Yartati, 2005).

(27)

terikat pada serat kacang hijau akan sulit terlepaskan walaupun dengan pemanasan, sehingga tingginya kadar air produk olahan dari biji kacang hijau (Mayer, 2003).

Kacang hijau juga mengandung protein sebanyak 22,9%, sehingga

alternatif terbaik untuk memperoleh protein selain dari ikan adalah dari

kacang-kacangan, termasuk kacang hijau. Bagi orang yang kekurangan vitamin B1, dapat

mengkonsumsi kacang hijau. Vitamin B1 merupakan bagian dari kofaktor yang

berperan penting dalam oksidasi karbohidrat untuk diubah menjadi energi. Tanpa

vitamin B1, tubuh akan mengalami kesulitan dalam memecah karbohidrat.

Vitamin B2 yang terkandung pada kacang hijau dapat membantu penyerapan

protein di dalam tubuh. Antioksidan yang ada di kacang hijau sangat baik untuk

mencegah penuaan dini dan mencegah penyebaran sel kanker, dan tentu saja

kandungan vitamin E-nya membantu meningkatkan kesuburan (Purwanti, 2008).

Pembuatan Tepung Kacang Hijau

(28)

Tepung Kacang Hijau

Dalam pembuatan produk cake kacang hijau ini, sebelumnya kacang hijau dijadikan tepung terlebih dahulu. Kacang hijau yang dipilih adalah kacang hijau yang berkualitas bagus, dengan klasifikasi butiran utuh, tidak apek, maupun berulat, dan masih segar. Kemudian dilakukan proses pengupasan sebelum dilakukan proses penepungan. Namun saat ini, di pasaran sudah banyak dijumpai kacang hijau yang sudah mengalami pengupasan. Kemudian dalam proses penepungan, kacang hijau digiling sampai halus dan dari hasil gilingan tersebut kemudian diayak untuk mendapatkan tekstur tepung yang baik (Fatmawati, 2012).

Proses pembuatan tepung kacang hijau cukup sederhana dan bagi petani tidak mengalami kesulitan yaitu dilakukan dengan menyangrai kacang hijau sampai kering dan kemudian digiling menjadi tepung. Tepung kacang hijau adalah bahan makanan yang diperoleh dari biji tanaman kacang hijau yang sudah dihilangkan kulit arinya dan diolah menjadi tepung. Keadaan tepung kacang hijau yang bagus dari segi aroma, rasa, dan warna harus normal seperti pada umumnya keadaan tepung yang baik (Astawan, 2009).

Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam pembuatan produk

(29)

gluten sekitar 13% sedangkan tepung terigu lunak kandungan glutennya sekitar 8,3%. Gluten inilah yang bertanggung jawab terhadap sifat pengembangan adonan tepung terigu setelah ditambah air dan ditambah bahan pengembang atau difermentasi menggunakan ragi (Apriyanto, 2006).

Gluten adalah protein yang menggumpal, bersifat elastis serta akan mengembang bila dicampur dengan air. Gluten akan menentukan hasil produk karena gluten akan mempengaruhi jaringan atau kerangka baik atau tidaknya produk. Baik tidaknya suatu produk akan ditentukan oleh baik tidaknya jaringan, baik tidaknya jaringan akan ditentukan oleh kuatnya gluten, kuat tidaknya gluten dipengaruhi banyak tidaknya kandungan protein, banyak sedikitnya kandungan protein akan ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan (Subagjo, 2007).

Tepung terigu mengandung protein yang unik yang tidak terdapat pada tepung yang lain. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari terigu. Kandungan protein pada terigu sekitar 8%-15%. Kandungan pati yang terkandung pada terigu cukup tinggi yaitu sekitar 70%. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram tepung terigu dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %. Komposisi kimia tepung terigu secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.

(30)

Tepung terigu dibuat dari biji gandum yang digiling. Mengandung gluten, senyawa protein bersifat kenyal, elastis, bisa mengembang. Untuk cookies bisa dipakai terigu berprotein rendah 8%-9%. Terigu jenis ini disebut juga terigu serbaguna karena paling sering dipakai. Pilih terigu baru, beraroma segar, bersih, tidak apek, tidak berkutu, tidak berjamur (Habsari, 2010).

Cookies

Cookies adalah kue kering dalam bentuk kecil atau kue kecil yang berasa manis. Pembuatan kue memerlukan ketelitian dalam penimbangan dan sedikit mungkin dalam menangani adonan. Tidak boleh menggunakan banyak tangan dalam pengaduk lainnya agar gluten tidak mengembang yang dapat menyebabkan kue kering menjadi rapuh (Fatmawati, 2012).

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkdar lemak tinggi, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampangnya berongga-rongga. Syarat mutu cookies dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Syarat Mutu Cookies

Kriteria Persyaratan

Serat kasar Maksimal 3% Energi (kal/100g) Minimum 400 Bau dan rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2003

(31)

dengan cara dipanggang. Aroma dari satu cookies tidak hanya ditentukan oleh satu komponen, tetapi juga oleh beberapa komponen tertentu yang menimbulkan bau khas, misalnya dengan penambahan margarin dan telur dapat memberikan aroma cookies yang dihasilkan. Ciri khas lain dari cookies ini adalah kandungan lemaknya yang sangat tinggi (Hastuti, 2012).

Kerenyahan cookies diukur dengan cara mudah atau tidaknya cookies

hancur ketika digigit. Cookies yang baik memiliki tekstur dan struktur yang kompak serta memiliki butiran yang halus. Kerenyahan cookies dipengaruhi oleh tepung yang digunakan dan juga dipengaruhi oleh telur, gula, mentega/margarin, garam, dan susu skim. Kerenyahan atau tekstur biskuit dan cookies juga berkolerasi dengan kadar air adonan. Kadar air yang cukup akan menghasilkan kerenyahan yang diinginkan (Hastuti, 2012).

Cookies juga dapat bersifat fungsional bila di dalam proses pembuatannya ditambahkan bahan yang mempunyai aktivitas fisiologis dengan memberikan efek positif bagi kesehatan tubuh, misalnya cookies yang diperkaya dengan serat, kalsium atau provitamin A. Penyebab terjadinya peningkatan rasa enak dari suatu produk pangan (cookies dan kue kering lain) ditentukan oleh besarnya protein dan lemak dalam produk tersebut. Kandungan protein dari suatu bahan makanan berkolerasi cukup tinggi terhadap penilaian konsumen terutama dalam hal rasa (Fatmawati, 2012).

Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Cookies

(32)

Gula tidak hanya digunakan dalam makanan karena rasanya yang manis, tetapi juga karena hasil reaksi yang terjadi selama pemanasan, berupa karamel dan produk maillard. Karamel diperoleh dari pemanasan gula secara langsung tanpa adanya bahan tambahan ataupun air. Karamel yang dihasilkan berwarna coklat hingga hitam dan memiliki rasa yang lezat. Produk Maillard dihasilkan dari pemanasan gula dan protein (Widyani dan Suciaty, 2008).

Gula yang dipakai dalam pembuatan cookies biasanya adalah gula pasir dan gula palem. Untuk pemakaian gula bubuk, digiling gula pasir hingga menjadi gula bubuk, agar lebih mudah menyatu dan larut ketika dikocok atau diaduk dengan bahan lain. Gula bubuk membuat tekstur pada cookies lebih halus dengan hasil cookies renyah di luar dan empuk di dalam (Habsari, 2010).

Jenis gula yang paling baik untuk membuat cookies adalah gula tepung atau icing sugar atau confectioners sugar karena gula jenis ini mudah larut walaupun tanpa menggunakan cairan. Selain itu, gula tepung akan menghasilkan tekstur cookies yang berpori kecil dan halus. Gula tepung adalah gula yang dihaluskan hingga sangat halus menyerupai tepung. Agar tidak menggumpal, gula jenis ini sering kali dicampur dengan pati jagung, maka gula tepung tidak cocok untuk membuat minuman (Hastuti, 2012).

Selama pendidihan larutan sakarosa dengan adanya asam akan terjadi proses hidrolisis yang akan menghasilkan gula reduksi (dektrosa dan levulosa). Sakarosa diubah menjadi gula reduksi dan hasilnya dikenal sebagai gula invert. Kecepatan inversi dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan, dan nilai pH dari larutan (Desrosier, 2008).

(33)

Putih dan kuning telur bisa digunakan dalam pembuatan cookies, namun kebanyakan produk cookies yang dipasarkan hanya menggunakan kuning telur dalam pengolahannya. Bagian kuning telur disebut sebagai pelembut, sedangkan bagian putihnya sebagai pengeras atau pengikat. Maka penambahan putih telur pada adonan cookies yang menggunakan kuning telur akan membuat cookies

tersebut lebih kompak dan kuat (Hastuti, 2012).

Cake yang lunak dapat diperolah dengan penggunaan kuning telur yang lebih banyak. Kuning telur mengandung lesitin (emulsifier). Bentuknya padat, tetapi kadar airnya sekitar 50% sedangkan putih telur kadar airnya 86%. Putih telur memiliki creaming yang lebih baik dibandingkan kuning telur (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Pada umumnya, beberapa jenis telur yang dijumpai di pasaran digunakan dalam produksi adonan kue. Penggunaannya tidak seperti bahan lainnya, baik sebagai suatu agensia pengeras atau pengempuk, dalam telur yang utuh terdapat kombinasi dari keduanya. Kadang-kadang, hal ini menimbulkan masalah untuk menentukan apakah menggunakan bagian yang mengempukkan, bagian yang mengeraskan, atau merupakan kombinasi dari keduanya (Desrosier, 2008).

(34)

- Margarin

Secara teknis, margarin termasuk lemak jenuh karena berbentuk padat pada suhu ruang. Ada dua jenis margarin yaitu margarin keras (hard margarine) dan margarin lunak (soft margarine). Margarin keras mengandung SFA sebanyak 80%, MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid) 14%, dan PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid) 6%. Sedangkan margarin lunak mengandung SFA (Saturated Fatty

Acid) 20%, MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid) 47%, dan PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid) 33%. Baik margarin keras maupun margarin lunak, keduanya memiliki titik asap hampir sama, yakni pada suhu 150oC. Margarin termasuk lemak yang fleksibel karena dapat kita gunakan untuk berbagai macam menu, baik menu segar maupun yang diolah (Lingga, 2012).

Margarin merupakan bahan yang sangat penting dalam pembuatan

cookies. Lemak adalah pengemulsi pada adonan cookies. Margarin juga membuat

cookies menjadi lembut, renyah, dan kaya rasa. Komposisi margarin untuk membuat adonan cookies adalah 65-75% dari terigu. Terlalu banyak menggunakan margarin akan membuat adonan meluber saat dipanggang dan

cookies menjadi terlalu rapuh (Hastuti, 2012). - Garam

(35)

Garam berfungsi menyeimbangkan rasa manis dalam pembuatan cookies

dan berperan dalam memperpanjang daya simpan. Dalam pembuatan cookies

sebaiknya digunakan garam halus agar mudah larut bersama adonan lainnya. Garam digunakan sebagai bahan pelapis adonan cookies sehingga produk cookies

yang dihasilkan renyah (Habsari, 2010).

Pembuatan Cookies

- Pencampuran

Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan glutein, serta menahan gas pada glutein. Mixing harus berlangsung hingga tercapai perkembangan optimal dari glutein dan penyerapan airnya. Mixing yang berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan akan semakin panas, dan peragiannya semakin lambat (Mudjajanto dan Yulianto, 2004).

Modifikasi dalam pencampuran bahan-bahan cookies dapat memberikan perbedaan dalam struktur dan volume kue walaupun dengan formulasi yang sama. Kualitas adonan cookies tergantung pada formulasi, sifat alamiah bahan, dan derajat mixing. Mixing berfungsi untuk mencampur semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan gluten, serta menahan gas pada gluten (Isnaharani, 2009).

- Pemanggangan

(36)

itu terjadi pengembangan volume menjadi 20 persen, hal ini karena peningkatan gas CO2 (Karbon dioksida) dalam proses pemanggangan kue (Desrosier, 2008).

Pada proses pengovenan yang harus diperhatikan adalah suhu dan waktu/lama pengovenan. Untuk pengovenan cookies membutuhkan temperatur 160oC dan lama pengovenan 20 menit. Bila temperatur lebih dari 160oC maka dalam waktu kurang dari 20 menit biskuit cepat matang bagian luarnya tetapi bagian dalamnya belum matang. Sedangkan bila temperatur yang digunakan kurang dari 160oC maka akan dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mematangkan. Kadar air yang terlalu tinggi dari adonan cookies akan menghasilkan tekstur cookies menjadi tidak renyah atau lembab di dalam walaupun cookies telah mengalami proses pemanggangan pada suhu kurang dari 160oC (Tahudi, 2011).

Perubahan atau adanya pengembangan pada produk kue kering (cookies

dan biskuit) selama proses pemanggangan disebabkan oleh hilangnya cairan, berkurangnya lemak, pembentukan atau pemecahan emulsi, hidrolisa atau polimerisasi karbohidrat dan hidrolisa atau koagulasi protein. Sesuai dengan pernyataan tersebut, kenaikan kadar air dan lemak serta penurunan kadar pati pada

cookies cenderung menaikkan pengembangan cookies (Mudjajanto dan Yulianto, 2004).

(37)

pergerakan dari dalam, zona penguapan berpindah ke dalam makanan, permukaan mengering, suhu meningkat mencapai 110-240oC dan membentuk kerak. Perubahan tersebut meningkatkan eating quality dan mempertahankan air dalam makanan. Kehilangan air bagian dalam dibutuhkan untuk menghasilkan tekstur yang renyah dari produk kue kering (Isnaharani, 2009).

(38)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2013.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas, kacang hijau, tepung terigu, gula, garam, margarin dan telur.

Reagensia Penelitian

Reagensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah H2SO4 pekat, heksan, K2SO4, Cu2SO4, larutan NaOH 50%, HCl 0,02 N, akuades, larutan H2SO4 0,255 N dan larutan NaOH 0,02 N, NaOH 0,313 N, alkohol, KMnO4 0,05 M.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan analitik, aluminium foil, oven, desikator, labu Kjeldhal, erlenmeyer, blender, soxhlet, cawan porselin, saringan 80 mesh, tanur, cawan aluminium, labu ukur, penangas air dan gelas ukur.

Metode Penelitian (Bangun, 1991)

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu :

(39)

(Sudarmadji, dkk., 1989), kadar lemak dengan metode Soxhlet (AOAC, 1995), kadar protein dengan metode Mikro-Kjeldhal (AOAC, 1995), kadar serat kasar (Apriantono, dkk., 1989), analisis kadar oksalat pada tepung talas (Ukpabi dan Ejidoh, 1989).

b. Tahap 2 : Pembuatan cookies dengan penambahan tepung talas dan tepung kacang hijau yang diamati meliputi karakteristik kimia dan karakteristik fisik. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu perbandingan campuran tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu (T) dengan 8 taraf, yaitu :

T1 = 70% : 0% : 30% T2 = 60% : 10% : 30% T3 = 50% : 20% : 30% T4 = 40% : 30% : 30% T5 = 30% : 40% : 30% T6 = 20% : 50% : 30% T7 = 10% : 60% : 30% T8 = 0% : 70% : 30%

(40)

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal dengan model sebagai berikut :

Ŷij= µ + αi+ εij

Dimana :

Ŷij : Hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i dengan ulangan ke-j µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor T pada taraf ke-i

εij : Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dalam ulangan ke-j

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan, dengan menggunakan uji Least Significant Range (LSR).

Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan tepung talas (Wulansari, 2012)

(41)

Gambar 1. Skema pembuatan tepung talas

2. Pembuatan tepung kacang hijau (Hatta, 2012) Umbi Talas

Dikupas dan dibersihkan

Diiris dengan ketebalan 0,5-2 mm

Direndam dalam air hangat (40oC) selama 30 menit

Direndam dalam larutan garam (NaCl) 10 % selama 20 menit

Dikeringkan pada suhu 60oC selama 12 jam

Diblender sampai halus

Diayak menggunakan ayakan 80 mesh

Tepung talas dikemas dalam plastik dengan tertutup rapat Diletakkan irisan umbi talas di atas loyang

(42)

Kacang hijau dibersihkan dari kotoran atau biji yang rusak, kemudian direndam dalam air selama 8 jam. Dikukus dengan suhu 100-110oC selama 30 menit. Diangin-anginkan selama 40 menit. Dihancurkan dengan penambahan air (1:1) dan didapatkan bubur kacang hijau. Setelah itu, bubur kacang hijau diletakkan di atas loyang untuk dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60oC selama 24 jam (hingga kering). Kemudian diblender kembali dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Dihasilkan tepung kacang hijau dan dikemas di dalam plastik. Pembuatan tepung kacang hijau disajikan pada Gambar 2.

3. Pembuatan Cookies (Fatmawati, 2012)

Tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu ditimbang sesuai dengan perbandingan tepung yang ditetapkan dengan jumlah keseluruhan 100 g. Dicampur gula pasir yang telah dihaluskan sebanyak 40 g, margarin 20 g, 2 butir kuning telur dan sedikit garam. Dilakukan pengadonan cookies sampai semua bahan merata dan kalis. Setelah adonan kalis, dilakukan pencetakan adonan dan dipanggang dalam oven pada suhu 120oC selama 20 menit. Kemudian cookies

yang telah masak didinginkan dan dikemas dalam plastik tertutup rapat. Setelah itu dilakukan analisa terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serar kasar, uji kerenyahan cookies secara instronmeter, dan uji organoleptik terhadap aroma, rasa, dan tekstur. Pembuatan cookies disajikan pada Gambar 3.

(43)

Gambar 2. Skema pembuatan tepung kacang hijau Direndam selama 8 jam

Ditiriskan

Dikukus pada suhu 100-110oC selama 30 menit

Diangin-anginkan selama 40 menit

Diblender dengan penambahan air (1:1)

Bubur kacang hijau diletakkan di atas loyang

Dikeringkan di dalam oven suhu 60oC selama 24 jam

Diblender kembali dan diayak dengan ayakan 80 mesh

Tepung kacang hijau dikemas dalam plastik

Gula pasir halus 40 g, margarin 20 g, dan sedikit garam

Perbandingan tepung talas : tepung kacang hijau : tepung terigu (%) =

T1 = 70 : 0 : 30 T2 = 60 : 10 :30

(44)

Gambar 3. Skema pembuatan cookies

Pengamatan dan pengukuran data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa. Pada tepung talas dan tepung kacang hijau diamati analisis proksimat meliputi kadar

Tambah 2 butir kuning telur

Pengadonan semua bahan hingga merata dan kalis

Dinginkan dan dikemas dalam plastik Pencetakan cookies

Panggang pada suhu 120oC selama 20 menit

Analisa: 1. kadar air 2. kadar abu 3. kadar lemak 4. kadar protein 5. kadar serat kasar

6. uji kerenyahan cookies secara instronmeter

(45)

air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak serta kadar serat, dan kadar oksalat pada tepung talas. Pada cookies diamati karakteristik kimia meliputi analisis proksimat, karakteristik fisik meliputi uji kerenyahan secara instronmeter, uji organoleptik aroma, rasa, dan tekstur.

- Kadar Air (%) - Kadar Abu (%) - Kadar Lemak (%) - Kadar Protein (%) - Kadar Serat Kasar (%)

- Kadar Oksalat (mg/100 gr) pada tepung talas - Uji Kerenyahan Cookies

- Uji Organoleptik Aroma dan Rasa - Uji Organoleptik Tekstur

1. Kadar air (AOAC, 1995).

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 105oC dan telah diketahaui beratnya. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 105oC selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.

Kadar Air = Berat sampel awal – Berat sampel akhir x 100% Berat sampel awal

(46)

Penentuan kadar abu dilakukan dengan menggunakan muffle. Bahan ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dikeringkan dalam oven terlebih dahulu selama 5 jam dengan suhu 105Oc.Didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Bahan yang sudah kering dimasukkan ke dalam muffle dengan suhu 100oC selama 1 jam, setelah itu, suhu dinaikkan menjadi 300oC selama 2 jam. Setelah 2 jam, suhu kembali dinaikkan menjadi 600oC selama 2 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang beratnya. Kadar abur dihitung dengan rumus:

3. Kadar lemak (AOAC, 1995)

Analisa lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak dibawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang.

Kadar

4. Kadar protein (Metode KjeIdahl, AOAC,1995)

(47)

pekat, satu g katalis dan batu didih. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam atau sampai cairan bewarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 50%. Kemudian dibilas dengan air suling. Labu erlenmeyer berisi HCl 0,02 N diletakkan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan HCl, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 25 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.

Kadar Protein = ( A-B) x N x 0,014 x 6,25 x 100%

Bobot Sampel A = ml NaOH untuk tittrasi blanko B = ml NaOH untuk titrasi sampel N = Normalitas NaOH

5. Kadar Serat Kasar (Apriantono, dkk., 1989)

(48)

kertas lakmus). Pindahkan residu secara kuantitatif residu dari kertas saring ke dalam erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH 0,313 N sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer. Didihkan dengan pendingin balik sambil kadang kala digoyang-goyangkan selama 30 menit. Saringlah melalui kertas saring kering yang diketahui beratnya yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya, sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Cuci lagi residu dengan akuade mendidih dan kemudian dengan ± 15 ml alkohol 95%. Keringkan kertas saring dengan isinya pada suhu 110oC selama 1-2 jam, pengeringan dilanjutkan sampai berat konstan. Kadar serat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar Serat =

6. Analisis kadar oksalat (Ukpabi dan Ejidoh, 1989)

Sampel sebanyak 2 gr (tepung komposit) disuspensikan dalam akuades 190 ml dan dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan dengan HCl 6 M sebanyak 10 ml. Suspensi dipanaskan pada suhu 100oC selama 1 jam. Kemudian diikuti pendinginan ditambahkan akuades sampai 250 ml sebelum difiltrasi. Kemudian diambil 125 ml filtrat yang dihasilkan dari proses pemanasan sebelumnya dan diencerkan menjadi 300 ml. Lalu diambil filtratnya 125 ml dan dipanaskan sampai hampir mendidih. Setelah itu dititrasi dengan menggunakan KMnO4 0,05 M sampai berubah warna menjadi merah muda hampir hilang selama 30 detik. Kandungan kalsium oksalat dapat dihitung dengan rumus :

Volume KMnO4 x 0,00025 x 2,4

(49)

7. Uji kerenyahan cookies secara instronmeter (Apriantono, et al., 1989) Pengukuran kekerasan cookies dilakukan dengan menggunakan instronmeter 1140 Table Model Food Tester dengan skala amplifier 10, 20, dan 50 dengan skala char terbesar 10. Faktor konversi untuk skala penuh ditentukan sebesar 10. Contoh cookies untuk yang sudah ditimbang beratnya dimasukkan ke dalam cramer shear. Penekanan dilakukan hingga cookies hancur dan besarnya tekanan dibaca pada kurva yang diperoleh. Penekanan dilakukan dikeempat sisi cookies.

angka kerenyahan cookies

Uji kerenyahan secara instronmeter (gr/cm2) = Luas diamater alat

8. Uji organoleptik aroma dan rasa (Soekarto, 1981)

Penentuan uji organoleptik terhadap aroma dan rasa dilakukan dengan uji kesukaan atau uji hedonik terhadap 30 panelis. Caranya contoh diuji secara acak dengan memberikan kode pada bahan yang akan diuji. Nilai organoleptik aroma dan rasa menggunakan 1 tabel parameter dengan proporsi aroma (50%) dan rasa (50%), dengan ketentuan penilaian pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Skala uji hedonik nilai organoleptik (aroma dan rasa) Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 4

Suka 3

Agak Suka 2

Tidak Suka 1

9. Uji organoleptik tekstur (Soekarto,1981)

(50)

kode pada bahan yang akan diuji oleh 30 orang panelis. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria pada Tabel 6 berikut :

Tabel 6. Skala uji mutu hedonik tekstur

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Renyah 4

Renyah 3

Agak Renyah 2

Tidak Renyah 1

HASIL DAN PEMBAHASAN

(51)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap karakteristik tepung talas dan tepung kacang hijau, diperoleh karateristik kimia tepung talas dan tepung kacang hijau yang dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7. Karakteristik kimia tepung talas Perlakuan Kadar

Tabel 8. Karaktersitik kimia tepung kacang hijau Perlakuan Kadar Air Keterangan: TKH (Tepung Kacang Hijau)

Tabel 7 dan 8 menunjukkan bahwa perbedaan jenis tepung mempengaruhi nilai pada kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar serat serta kadar oksalat (pada tepung talas). Tepung talas dan tepung kacang hijau baik digunakan sebagai pembuatan produk, sehingga dapat dihasilkan produk yang lebih beraneka ragam dan dapat mengurangi penggunaan tepung terigu.

2. Karateristik Cookies

(52)

pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar, uji kerenyahan cookies secara insronmeter, dan uji organoleptik aroma, rasa, dan tekstur seperti yang terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh jumlah tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap parameter cookies yang diamati

Tepung Talas:Tepung Kacang Uji Organoleptik Aroma (Numerik) 3,617 3,533 3,233 3,083 Uji Organoleptik Rasa (Numerik) 3,6 3,45 3,333 3,25 Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) 3,617 3,433 3,267 3,167 Tepung Talas:Tepung Kacang Uji Organoleptik Aroma (Numerik) 2,983 2,833 2,767 2,667 Uji Organoleptik Rasa (Numerik) 3,117 3,000 2,883 2,783 Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) 3,083 2,983 2,883 2,783

(53)

Persen kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah tepung talas yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 5,019% dan terendah diperoleh pada perlakuan T8 (jumlah tepung kacang hijau yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 2,855%.

Persen kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan T8 (jumlah tepung kacang hijau yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 14,506% dan terendah diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah tepung talas yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 10,849%.

Persen kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan T8 (jumlah tepung kacang hijau yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 12,417% dan terendah diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah tepung talas yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 1,991%.

Persen kadar serat tertinggi diperoleh pada perlakuan T8 (jumlah tepung kacang hijau yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 5,628% dan terendah diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah tepung talas yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 2,656%.

Uji kerenyahan cookies tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah tepung talas yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 52,256 g/cm2 dan terendah diperoleh pada perlakuan T8 (jumlah tepung kacang hijau yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 18,204 g/cm2.

(54)

sebesar 3,617 dan terendah diperoleh pada perlakuan T8 (jumlah tepung talas 20% dan tepung kacang hijau yang ditambahkan 50% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 2,667.

Uji organoleptik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah tepung talas yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 3,600 dan terendah diperoleh pada perlakuan T8 (jumlah tepung talas 10% dan tepung kacang hijau yang ditambahkan 60% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 2,783.

Uji organoleptik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah tepung talas yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 3,617 dan terendah diperoleh pada perlakuan T8 (jumlah tepung talas 30% dan tepung kacang hijau yang ditambahkan 40% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 2,783.

Kadar Air

Pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar air

Hasil sidik ragam kadar air (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air cookies yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar air cookies.

(55)

0,05 0,01

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata 1% (huruf besar) pada kolom yang sama

Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda tidak nyata dengan T2, T3, dan berbeda sangat nyata dengan T4 T5, T6, T7, dan T8. Perlakuan T2 berbeda tidak nyata dengan T3, dan berbeda sangat nyata dengan T4, T5, T6, T7, dan T8. Perlakuan T3 berbeda sangat nyata dengan T4, T5, T6, T7, dan T8. Perlakuan T4 berbeda sangat nyata dengan T5, T6, T7, dan T8. Perlakuan T5 berbeda tidak nyata dengan T6, T7, dan T8. Perlakuan T6 berbeda tidak nyata dengan T7, dan T8. Perlakuan T7 berbeda tidak nyata dengan T8. Persen kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan T8 (jumlah tepung kacang hijau yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 7,350% dan terendah diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah tepung talas yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 4,157%.

(56)

Gambar 4. Pengaruh perbandingan tepung talas:tepung kacang hijau:tepung terigu terhadap kadar air (%)

Gambar 4 memperlihatkan bahwa semakin banyak kandungan kacang hijau yang ditambahkan maka kadar air pada cookies akan semakin meningkat. Hal ini karena tingginya kandungan serat yang dimiliki biji kacang hijau sehingga kadar air pada tepung kacang hijau akan meningkat. Analisa kandungan kadar air pada tepung kacang hijau diperoleh sebesar 10,900% yang dapat dilihat pada Tabel 8, sehingga kadar air pada perlakuan T8 (0:70:30). Tingginya kadar air dan kadar serat pada biji kacang hijau juga berpengaruh terhadap produk olahan dari biji kacang hijau, misalnya menjadi tepung kacang hijau. Air yang terikat pada serat kacang hijau akan sulit terlepaskan walaupun dengan pemanasan, sehingga tingginya kadar air produk olahan dari biji kacang hijau (Mayer, 2003).

Kadar Abu

(57)

Hasil sidik ragam kadar abu (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu cookies yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar abu cookies.

Jarak

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata 1% (huruf besar) pada kolom yang sama

(58)

kacang hijau yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 2,855%.

Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu dengan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh perbandingan tepung talas:tepung kacang hijau: tepung terigu terhadap kadar abu (%)

Gambar 5 memperlihatkan pengaruh perbandingan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap analisa kadar abu menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah tepung talas yang ditambahkan maka kadar abu semakin meningkat. Hal ini karena tepung talas juga memiliki kadar abu yang cukup ditinggi dibanding dengan tepung kacang hijau. Persen kadar abu yang terdapat pada tepung talas sebesar 2,1413% yang dapat dilihat pada Tabel 7 dan menurut Chotimah dan Fajarini (2013) juga menyatakan mineral yang cukup dominan pada tepung talas adalah fosfor dan kalsium, masing-masing sebesar 96 dan 104,30 mg.

(59)

Pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar lemak

Hasil sidik ragam kadar lemak (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak cookies yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar lemak cookies.

Jarak

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata 1% (huruf besar) pada kolom yang sama

(60)

(jumlah tepung kacang hijau yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 14,506% dan terendah diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah tepung talas yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 10,849%.

Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu dengan kadar lemak dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Pengaruh perbandingan tepung talas:tepung kacang hijau:tepung terigu terhadap kadar lemak (%)

Gambar 6 memperlihatkan pengaruh tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap nilai kadar lemak menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah kacang hijau yang ditambahkan maka kadar lemak pada cookies

(61)

lipoprotein, dimana margarin bila ditambahkan pada adonan, maka adonan tersebut akan mempunyai kadar lemak yang tinggi juga (Lingga, 2012).

Kadar Protein

Pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar protein

Hasil sidik ragam kadar protein (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein cookies yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar protein cookies.

Jarak

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata 1% (huruf besar) pada kolom yang sama

(62)

nyata dengan T8. T7 berbeda sangat nyata dengan T8. Persen kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan T8 (jumlah tepung kacang hijau yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 12,417% dan terendah diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah tepung talas yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 1,991%.

Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu dengan kadar protein dapat dilihat pada Gambar 7.

G

Gambar 7. Pengaruh perbandingan tepung talas:tepung kacang hijau:tepung terigu terhadap kadar protein (%)

(63)

Ini juga pengaruh penambahan tepung terigu untuk cookies bisa dipakai terigu berprotein rendah 8-9%. Terigu jenis ini disebut juga terigu serbaguna karena paling sering dipakai (Habsari, 2010).

Kadar Serat

Pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar serat

Hasil sidik ragam kadar serat (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat cookies yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar serat cookies.

Jarak

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata 1% (huruf besar) pada kolom yang sama

(64)

sangat nyata dengan T6, T7, dan T8. Perlakuan T5 berbeda sangat nyata dengan T6, T7 dan T8. Perlakuan T6 berbeda sangat nyata dengan T7 dan T8. Perlakuan T7 berbeda sangat nyata dengan T8. Persen kadar serat tertinggi diperoleh pada perlakuan T8 (jumlah tepung kacang hijau yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 5,628% dan terendah diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah tepung talas yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 2,656%.

Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu dengan kadar serat dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Pengaruh perbandingan tepung talas:tepung kacang hijau:tepung terigu terhadap kadar serat (%)

Gambar 8 memperlihatkan pengaruh perbandingan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap kadar serat menunjukkan bahwa semakin banyak kacang hijau yang ditambahkan pada cookies maka kadar serat pada

(65)

tepung kacang hijau, dimana tepung kacang hijau juga memiliki kadar serat yang cukup tinggi yaitu sebesar 6,994% yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Uji Kerenyahan Cookies

Pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap uji kerenyahan cookies

Hasil sidik ragam uji kerenyahan cookies (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap uji kerenyahan

cookies secara instronmeter yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap uji kerenyahan cookies.

Jarak

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata 1% (huruf besar) pada kolom yang sama

(66)

dan berbeda sangat nyata dengan T7 dan T8. Perlakuan T6 berbeda nyata dengan T7 dan berbeda sangat nyata dengan T8. Perlakuan T7 berbeda sangat nyata dengan T8. Uji kerenyahan cookies tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah tepung talas yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 51,105 g/cm2 dan terendah diperoleh pada perlakuan T8 (jumlah tepung kacang hijau yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 15,792 g/cm2.

Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu dengan kadar uji kerenyahan cookies dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pengaruh perbandingan tepung talas:tepung kacang hijau:tepung terigu terhadap uji kerenyahan cookies (g/cm2)

Gambar 9 memperlihatkan bahwa pengaruh perbandingan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap analisa uji kerenyahan tekstur

(67)

cookies akan berkurang walaupun adanya proses pemanggangan (Tahudi, 2011) dimana kehilangan air bagian dalam cookies dibutuhkan untuk menghasilkan tekstur renyah dari produk kue kering (Isnaharani, 2009) dan diketahui kadar air yang terkandung dalam tepung kacang hijau cukup tinggi yaitu 10,900% yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Uji Organoleptik Aroma

Pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap uji organoleptik aroma

Hasil sidik ragam uji organoleptik aroma (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap uji organoleptik aroma cookies

yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang

hijau, dan tepung terigu terhadap uji organoleptik aroma cookies.

Jarak

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata 1% (huruf besar) pada kolom yang sama

(68)

T4 dan berbeda sangat nyata dengan T5, T6, T7, dan T8. Perlakuan T4 berbeda tidak nyata dengan T5, dan berbeda sangat nyata dengan T6, T7, dan T8. Perlakuan T5 berbeda sangat nyata dengan T6, T7, dan T8. Perlakuan T6 berbeda tidak nyata dengan T7 dan berbeda sangat nyata dengan T8. Perlakuan T7 berbeda tidak nyata dengan T8. Uji organoleptik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah tepung talas yang ditambahkan 70% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 3,600 dan terendah diperoleh pada perlakuan T8 (jumlah tepung talas 20% dan tepung kacang hijau yang ditambahkan 50% dari 100% berat tepung seluruhnya) yaitu sebesar 2,520.

Hubungan antara penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu dengan kadar uji organoleptik aroma dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Pengaruh perbandingan tepung talas:tepung kacang hijau:tepung terigu terhadap uji organoleptik aroma (numerik)

(69)

adonan cookies. Aroma dari satu cookies tidak hanya ditentukan oleh satu komponen, tetapi juga oleh beberapa komponen tertentu yang menimbulkan bau khas, misalnya dengan penambahan margarin dan telur dapat memberikan aroma

cookies yang dihasilkan (Hastuti, 2012). Hal ini juga karena pengaruh proses pemanggangan pada cookies, dimana tingkat kehilangan air di permukaan melebihi tingkat pergerakan dari dalam, zona penguapan berpindah ke dalam makanan, permukaan mengering, suhu mencapai 110-240oC dan membentuk kerak. Perubahan tersebut meningkatkan eating quality (Isnaharani, 2009).

Uji Organoleptik Rasa

Pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu terhadap uji organoleptik rasa

Hasil sidik ragam uji organoleptik rasa (Lampiran 8) dapat dilihat bahwa penambahan tepung talas, tepung kacang hijau, dan tepung terigu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap uji organoleptik rasa cookies

yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan uji LSR dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan tepung talas, tepung kacang

hijau, dan tepung terigu terhadap uji organoleptik rasa cookies.

Jarak

Gambar

Tabel 1. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas umbi talas selama 10 tahun terakhir (2003-2011)
Tabel 2. Perkembangan luas panen, produktivitas,  produksi kacang hijau tahun 2008-2012
Tabel 3. Kandungan talas per 100 g bahan
Tabel 4. Komposisi kimia tepung talas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kombinasi tepung sorghum dalam pembuatan cookies berpengaruh terhadap parameter kadar air, kadar protein, kadar zat besi serta tekstur, dan tidak berpengaruh terhadap kadar abu,

Daya terima adalah tingkat kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur cookies yang dibuat dengan penambahan tepung biji nangka dan kubis merah

Korelasi Antara Betalain dan Aktivitas Antioksidan Cookies Tapioka dengan Berbagai Variasi Konsentrasi Pewarna Serbuk Bit Merah Selama Pemanggangan... Korelasi Antara Tekstur

Dengan mengkombinasikan tepung komposit yang terdiri dari tepung beras merah, tepung kacang merah dan tepung mocaf diharapkan dapat menghasilkan cookies yang memiliki mutu yang

Penelitian mengenai analisis mutu cookies dengan penambahan tepung rumput laut (Eucheuma cottonii) telah dilakukan dimana bertujuan untuk mengetahui analisis

Cookies yang paling tidak disukai panelis yaitu cookies dengan perlakuan F4 karena subtitusi tepung millet merah dan tepung ubi jalar ungu paling banyak

Karena adanya emulsifier yang mempunyai peran dapat menghasilkan cookiesyang remah, renyah dan memperbaiki tekstur (Manley, 1983).Tujuan dari penelitian ini adalah

Tekstur Berdasarkan hasil yang didapat cookies lidah kucing substitusi tepung kacang merah dan tepung pisang kepok nilai kesukaan tertinggi terhadap tekstur terdapat pada formula F3.2