• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserol dan Ekstrak Kulit Semangka Serta Aplikasinya Sebagai Pembungkus Kue Dadar Gulung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserol dan Ekstrak Kulit Semangka Serta Aplikasinya Sebagai Pembungkus Kue Dadar Gulung"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 1. Tabel Hasil Karakterisasi Edible Film

(3)

Lampiran 2. Hasil Analisa Permukaan SEM

A. Edible film dari campuran 3 gram tepung tapioka, 2 % kitosan,

10 gram ekstrak kulit semangka dan 2 ml gliserol

B. Edible film dari campuran 3 gram tepung tapioka, 2 % kitosan,

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

Lampiran 9. Kue dadar gulung yang dibungkus dengan Edible Film dan Dibungkus Dengan Plastik Biasa

(11)

Lampiran 10. Aplikasi Edible Film dengan Mengamati Pertumbuhan Koloni Bakteri pada Kue Dadar Gulung yang di Bungkus Edible Film dan Yang di Bungkus Plastik Biasa Dengan Metode Standar Plate Count (SPC)

A. Proses Pengenceran Sampel dengan 9 ml akuadest

(12)

C. Jumlah pertumbuhan koloni bakteri dalam waktu 24 jam terhadap sampel Kue dadar gulung yang dibungkus dengan plastik biasa

(13)

DAFTAR PUSTAKA University Departement of Material Product Technology.

Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid Kedua. Jakarta: Erlangga.

Guilbert, S. 1986. Technology and Application of Edible Protective Films in Packaging and Preservation. New York : Applied Science.

Gontard, N., 1993. Water and Glyserol as Plasticizer Affect Mechanical and

Mayes, P.A., 2003. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Manskaya, S.M., 1986. Geochemistry of Organic Substance. Moscow : A.V.

USSR.

Mumtaaz. 2006. Bahan Baku Edible Coating. http://www.halalguide.co.id. Diakses pada tanggal 22 Desember 2014.

Muskovitz, J., Yim, M.B. and Chock, P.B. 2002. Free Radicals and Disease. Arch Biochem. Biophys.

Syarief, R., S.Santausa., St.Ismayana, 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan Dan Gizi, IPB. Susilo, J. 2009. Sukses Bertanam Semangka di Pekarangan Rumah dan Kebun.

Pustaka Baru Press.

Soedarya, A. 2009. Budidaya Usaha Pengolahan Agribisnis Semangka. Pustaka Grafika.

Simunek, J.G., B. Tishchenko, dan Hodrov. 2006. Effect of Chitosan of Human Colonic Bacteria. Journal Folia Microbiology. Vol.51 (4), hal : 306-308

Sabetha, M.R. dan Zulfahmi. 2010. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang sebagai Bahan Anti Rayap (Bio-termitisida) pada Bangunan Berbahan Kayu. [ Skripsi ]. Semarang. Universitas Diponogoro.

Sagala, S.T. 2013. Karakterisasi Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung, Rumput Laut (Eucheuma sp.), Kitosan dan Gliserin. [Skripsi]. Medan : Departemen Kimia Universitas Sumatera Utara.

Wahyu, M.K. 2008. Pemanfaatan Pati Singkong Sebagai Bahan Baku Edible Film.Bandung: UNPAD Press.

Winarno, F.G. 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia. Wirjosentono, B. 1995. Perkembangan Polimer di Indonesia, Orasi Ilmiah

(14)
(15)

BAB III

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

- SEM (Scanning Electron Microscopy) JSM-6360 - Spektrofotometer FT-IR

- Alat Torse

- Neraca analitis Mettler Toledo

- Gelas beaker Pyrex

- Labu takar Permacolor

- Gelas ukur Pyrex

- Termometer YZ

- Spatula - Pipet Tetes - Botol akuades - Magnetic stirer - Alat Torse - Plat akrilik - Jangka Sorong - Blender - Pisau - Kain Kasa - Saringan - Plastik

- Hot plate Gallenkamp

(16)

3.1.2 Bahan

Sampel berupa kulit semangka yang diperoleh dari kampus Universiats Sumatera Utara, kulit semangka memilki nama latin Citrullus lanatus L.

3.2.2 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.2.2.1 Pembuatan Larutan CH3COOH 1%

Dipipet 1 mL larutan CH3COOH glasial kemudian dimasukkan kedalam labu takar 100 mL. Diencerkan dengan akuadest hingga garis tanda.

3.2.2.2 Pembuatan Larutan Kitosan 2%

Ditimbang 2 g kitosan kemudian dimasukkan kedalam gelas beaker. Ditambahkan 50 mL larutan CH3COOH 1%. Didiamkan selama ± 1 jam hingga seluruh kitosan larut.

3.2.3 Cara Kerja

3.2.3.1 Preparasi Sampel

Kulit semangka dibersihkan kemudian diiris tipis-tipis. Kemudian dihaluskan dengan blender hingga dapat ekstrak kulit semangka.

3.2.2.2 Pembuatan Edible Film

3.2.3.2.1 Variasi Tepung Tapioka

(17)

Campuran dituang ke plat akrilik dan diratakan. Dikeringkan didalam oven pada suhu ±40ºC selama ± 2 hari. Dilakukan prosedur yang sama untuk tepung tapioka dengan variasi 1,5 gram, 2 gram, 2,5 gram, 3 gram dan aquades dengan variasi 34 mL, 33,5 mL, 33 mL, 32,5 mL.

3.2.3.2.2 Variasi Gliserol

Sebanyak 3 gram tepung tapioka dimasukkan kedalam gelas beaker yang telah diisi dengan 32 mL aquadest. Diaduk hingga homogen. Dipanaskan diatas hotplate pada suhu 60ºC hingga mengental. Ditambahkan 10 gram ekstrak kulit semangka sambil diaduk hingga homogen. Kemudian ditambahkan larutan kitosan 2 % dan 0,5 mL gliserin. Diaduk hingga homogen dan dibiarkan mengental. Campuran dituang ke plat akrilik dan diratakan. Dikeringkan didalam oven pada suhu ±40ºC selama ±2 hari. Dilakukan prosedur yang sama untuk gliserin dengan variasi 1 mL, 1,5 mL, 2 mL, 2,5 mL dan aquades dengan variasi 31,5 mL, 31 mL, 30,5 mL, dan 30 mL

3.2.4 Pengujian Sifat Mekanik Edible Film

3.2.4.1 Uji Ketebalan

Ketebalan merupakan parameter penting yang berpengaruh terhadap penggunaan film dalam pembentukan produk yang akan dikemasnya. Ketebalan dapat mempengaruhi laju transmisi uap. Gas dan senyawa volatil serta sifat fisik lainnya seperti kekuatan tarik dan pemanjangan pada saat putusnya edible film yang dihasilkan.

3.2.4.2 Uji Kuat Tarik/Tensile Strength (MPa)

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefinisikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang

(18)

3.2.4.3 Uji Pemanjangan /Elongasi (%)

Disamping bersama kekuatan tarik (σ) sifat mekanik bahan juga diamati dari sifat kemulurannya (ε). Persen elongasi dari edible film diperoleh dari hasil uji kuat tarik produk tersebut, sehingga diperoleh 2 data, yaitu panjang awal (sebelum uji kuat tarik) dan panjang akhir (setelah uji kuat tarik) dari edible film, yang dihitung dengan rumus :

x 100% Keterangan : ε = kemuluran (%)

I0 = panjang spesimen mula-mula (mm) It = panjang spesimen setelah ditarik (mm)

3.2.5 Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy )

SEM ( Scanning Electron Microscopy ) adalah yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar x, elektron sekunder, absorbansi elektron.

Dalam hal ini, dilihat permukaan dari pencampuran tepung tapioka dengan ekstrak kulit semangka, kitosan dan gliserin berdasarkan sifat mekanik edible film yang optimal.

2.1.1 Analisa FT-IR (Fourier Transform Infra Red )

Analisa FT-IR (Fourier Transform Infra Red ) merupakan analisa terhadap interaksi senyawa-senyawa yang terkandung dalam edible film berupa uluran atau lekukan gugus fungsi yang ditampilkan dalam bentuk spektrum gelombang. Dalam hal ini, dilihat spektrum gelombang.

2.1.2 Aplikasi Edible Film dengan Metode Standar Plate Count

(19)

1 g sampel uji diperoleh faktor pengenceran dengan konsetrasi 10-1. Dari hasil pengenceran 10-1 diambil sebanyak 1 ml untuk dimasukkan kedalam tabung ke 2. Hasill homogenisasi pada tabung ke dua akan memperoleh faktor pengenceran dengan konsentrasi 10-2 begitu seterusnya hingga diperoleh faktor pengenceran 10-5. Diambil masing-masing sebanyak 0,1 ml dari pengenceran 10-4 dan 10-5 untuk diinokulasikan kedalam 2 cawan petri yang berbeda. Dituangkan media PCA (Plate Count Agar) pada kisaran suhu ±36 oC kedalam cawan petri yang telah berisi 0,1 ml larutan dari hasil faktor pengenceran 10-4 dan 10-5. Diinkubasi hasil TPC dengan metode cawan tuang tersebut pada suhu 34 oC selama 1 x 24 jam. Dihitung jumlah koloni yang tumbuh setelah masa inkubasi.

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Preparasi Sampel

Kulit Semangka

Dibersihkan Diiris tipis-tipis

Dihaluskan dengan blender Disaring dengan kain kasa

(20)

3.3.2 Pembuatan Edible Film

3.3.2.1 Variasi Tepung Tapioka

Tepung Tapioka

Ditimbang sebanyak 1 gram

Dimasukkan kedalam gelas beaker Ditambahkan 3,45 ml akuades Dipanaskan diatas hotplate (± 60ºC)

Larutan Putih

Ditambahkan 10 g ekstrak kulit semangka Ditambahkan larutan kitosan 2 % (w/v) Ditambahkan 1 ml gliserol

Diaduk hingga homogen dan mengental

Larutan Hijau

Dituang ke plat akrilik dan diratakan Dikeringkan didalam oven (± 40ºC )

Edible Film

(21)

3.3.2.2 Variasi Gliserol

Ditimbang sebanyak 3 gram

Dimasukkan ke dalam gelas beaker Dimasukkan 32 ml akuades

Dipanaskan diatas hotplate (60oC) Larutan Putih

Ditambahkan 10 g ekatrak kulit semangka Ditambahkan larutan kitosan 2 % (w/v) Ditambahkan 0,5 ml gliserol

Diaduk hingga homogen dan mengental

Larutan Hijau

Dituang ke plat akrilik dan diratakan Dikeringkan didalam oven (40oC) Edible Film

Tepung Tapioka

(22)

3.3.4 Aplikasi Edible Film dengan Metode Standart Plate Count (SPC) pada Kue Dadar Gulung

Kue Dadar Gulung

Dibungkus dengan edible film Diletakkan pada suhu kamar Dipotong seberat 1 g

Dihaluskan dan dimasukkan dalam tabung reaksi Ditambah akuades steril sebanyak 9 ml

Kultur awal pengenceran 10-1

Diencerkan hingga 10-5

Dimasukkan 0,1 ml ke dalam media PCA padat didalam cawan petri

Diratakan dengan hockey stick

Media PCA dan Kultur

Diinkubasi pada suhu 32-34oC selama 2 jam Dihitung isolate bakteri

(23)

3.3.5 Pengujian Edible Film

Edible Film

Karakterisasi

Aplikasi Edible Film

Ketebalan

Kuat Tarik

dan Kemuluran

FT-IR

SEM

Diuji pertumbuhan koloni

bakteri dengan metode

Standar Plate Count

(SPC)

Hasil

(24)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian karakterisasi edible film dari ekstrak kulit semangka dengan penambahan tepung tapioka, gliserol dan kitosan yang telah dilakukan, diperoleh karakteristik sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil analisa karakteristik edible film dari ekstrak kulit semangka dengan penambahan tepung tapioka, gliserin dan kitosan

No . Parameter Penambahan Variasi

3 g Tepung Tapioka 2,5 ml Gliserol

(25)

Kuat Tarik =

Hasil kuat tarik dan kerengan untuk variasi tepung tapioka dan gliserol berikutnya dapat dilihat pada lampiran 1

4.1.2 Hasil Analisa SEM ( Scanning Electron Microscopy )

(26)

4.1.3 Hasil Analisa SpectroscopyFourier Transform Infra Red ( FT-IR)

Gambar 4.2 Spektrum Senyawa Hasil Penelitian dengan FT-IR

Table 4.2 Interpretasi Gugus Fungsi Senyawa Hasil Analisis FT-IR

Gugus Fungsi Spektrum cm-1 Standar Spektrum cm-1

CH

2924,09 (VT)

28850-3000 2924.09 (VG)

2880,17(G)

OH

3425,58 (VT)

3200-3500 3448,72 (VG)

3297,00 (G) 3361,17 (K) 3297,98 (T)

NH 3361,17 (K) 3100-3500

(27)

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Aplikasi Edible Film Dengan Mengamati Pertumbuhan Koloni pada Kue Dadar Gulung Dibungkus dengan Edible Film dan Dibungkus dengan Plastik Biasa

No Sampel JumlahKoloni

4.2.1 Analisa Kuat Tarik dan Kemuluran

Kuat tarik dan kemuluran berhungan dengan sifat kimia. Kuat tarik adalah ukuran untuk kekuatan film secara spesifik, merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film tetap bertahan sebelum putus atau sobek( Krochta dan Mulder Johnston, 1997). Pengukuran ini digunakan untuk mengetahui besarnya gaya yang dibutuhkan untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap luas area film. Kuat tarik film yang terlalu kecil menunjukkan film tersebut kurang coco untuk dijadikan kemasan, karena sifat fisiknya kurang kuat dan mudah sobek.

Dari perbandingan hasil kuat tarik dapat disimpulkan bahwa edible film pada variasi tepung tapioka dengan penambahan 3 gram tepung tapioka, 2 % kitosan, 10 gram ekstrak kulit semangka dan 2 ml gliserin lebih tinggi yaitu kuat tarik 0,135 KgF/mm2 dan kemuluran 29,31 %, hal ini disebabkan karena proses pencampuran yang lebih stabil sehingga permukaan film yang dihasilkan merata dan tidak mudah patah jika ditarik serta pada penambahan 1,5 gram tepung tapioka, 2 % kitosan, 10 gram ekstrak kulit semangka dan 2 ml gliserin dihasilkan edible film pada titik jenuh sehingga molekul-molekul yang terdisperasi dan berinteraksi dengan struktur rantai polimer dan menyebabkan rantai polimer sukar bergerak serta kekuatan tarik meningkat karena adanya gaya intermolekul diantara rantai pati.

(28)

tinggi yaitu kuat tarik 0,340 KgF/mm2 dan kemuluran 14,31 %, hal ini dikarenakan oleh penggunaan gliserol sebagai plastisizer yang semakin banyak akan meningkatkan keelastisan edible film tersebut sehingga edibe film yang dihasilkan tidak mudah sobek. Gliserin berfungsi sebagai plastisizer untuk mengurangi sifat mudah retak.

Menurut Standar Internasional (ASTM 5336) lamanya film plastik terdegradasi (biodegradasi) untuk plastik PLA dari Jepang dan PLC dari Inggris membutuhkan waktu 60 hari untuk dapat terurai secara keseluruhan (100 %) (Arief,2013). Standar sifat mekanik yaitu uji kuat tarik sebesar 10-20 % untuk nilai Elongasi (Ani,2010). Standar Plastik Internasional (ASTM 5336) besarnya persentase pemanjangan ( elongasi ) untuk plastik PLA dari Jepang 9 % dan Plastik dari Inggris mencapai lebih dari 500 % (Arief,2013). Didalam penelitian ini Elongasi yang dihasilkan sudah memenuhi kriteria plastik PLA dari Jepang tapi belum memenuhi plastik PCL dari Inggris. Menuru Standar Plastik Internasional (ASTM 5336) semakin besar jumlah konsentarsi gliserol yaitu 2 % maka semakin kuat uji tarik yang dihasilkan (Arief,2013). Maka dalam penelitian ini uji kuat tarik belum memenuhi standar karena gliserol yang digunakan 0,5 %. Plastik Biodegradabel dari kitosan diharapkan memenuhi sifat mekanik yang memenuhi sifat mekanik yang memenuhi golongan Moderate Properties untuk nilai kuat tarik yaitu 1-10 MPA (Ani, 2010)

4.2.2 Analisa SEM

Analisa SEM berfungsi untuk melihat permukaan penampang, permukaan melintang dan membujur suatu spesimen secara mikroskopik denagn perbesaran tertentu. Sehingga topografi, tonjolan, lekukan dan poro-pori pada permukaan dari edible film tersebut. Hasil SEM edible film pada variasi tepung tapioka yaitu dengan penambahan 3 gram tepung tapioka, 10 gram ekstrak kulit semangka, 2 % kitosan dan 2 ml gliserol terlihat pada uji SEM dengan pembesara 3.000 x menunjukkan permukaan yang semakin teratur.

(29)

dengan permukaan yang rata. Gliserol sebagai plastisizer berfungsi untuk menurunkan gaya intermolekul rantai polimer pati. Hasil SEM dalam penelitian untuk melihat permukaan edible film, dimana edible film yang dihasilkan permukaannya sudah cukup teratur dan interaksi antar molekulnya sudah bercampur secara keseluruhan.

4.2.3 Analisa FT-IR

Dari lampiran 3 memberikan spektrum dengan serapan pada daerah 3297,98 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil (OH) yang berasal dari unit α-glukosa dari lampiran 4 memberikan spaektrum dengan serapan pada daerah 3297,00 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil (OH) yang berasal dari gliserol serta serapan pada daerah bilangan gelombang 2880,17 cm-1 menunjukkan CH alifatis, lampiran 5 memberikan spektrum dengan serapan pada daerah 3361,17 cm -1 menunjukkan adanya gugus hidroksil (OH) atau gugus NH, lampiran 6 yaitu edible film dengan uji mekanik optimal pada variasi tepung tapioka memberikan spektrum dengan serapan pada daerah 3425,28 cm-1 adanya gugus hidroksil (OH) serta serapan pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 yang menunjukkan adanya CH.

(30)

4.2.4 Aplikasi Edible Film dengan Mengamati Pertumbuhan Koloni Bakteri pada Kue Dadar Gulung yang di Bungkus Edible Film dan yang Dibungkus dengan Plastik Biasa dengan Metode Standart

Plate Count

(31)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Karakterisasi edible film yang dihasilkan yaitu dengan variasi tepung tapioka memiliki kuat tarik sebesar 0,135 KgF/mm2 dengan ketebalan berkisar 0,16 mm dan nilai keregangan 29,31%, dan dengan variasi gliserol memiliki kuat tarik sebesar 0,340 KgF/mm2 dengan ketebalan berkisar 0,23 mm dan nilai kerengangan 14,31%. Analisa SEM menunjukkan permukaan yang semakin teratur. Dan analisa FTIR yang menunjukkan adanya interaksi antara semua bahan yang dicampurkan ditunjukkan dengan adanya gugus hidroksil dan adanya CH alifatis yang berasal dari edible film.

2. Pada pengaplikasian edible film menunjukkan pada sampel kue dadar gulung yang dibungkus dengan edible film lebih sedikit pertumbuhan koloni yang terlihat dibandingkan dengan sampel kue dadar gulung yang dibungkus dengan plastic biasa. Sehingga edible film dari ekstrak kulit semangka dengan penambahan tepung tapioka, kitosan 2% dan gliserin sebagai plastisizer efektif dalam mengurangi pertumbuhan bakteri/mikroba pada kue dadar gulung. Sehingga cocok untuk dijadikan bahan pembungkus makanan.

5.2 Saran

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit Semangka

Semangka atau Tembikai (Citrullus lanatus, suku ketimun-ketimun atau Cucubitaceae) adalah tanaman merambat yang berasal dari daerah setengah gurun di Afrika Selatan. Tanaman ini masih sekerabat dengan labu-labuan (Cucurbitaceae), melon (Cucumis melo) dan ketimun (cucumis sativus). Semnagka biasa dipanen buahnya untuk dimakan segar atau dibuat jus. Biji semangka yang dikeringkan dan disangrai juga dapat dimakan isinya (kotiledon) sebagai kuaci.

Sebagaiamana anggota suku ketimun-ketimun lainnya, habitus tanaman ini merambat namun ia tidak dapat membentuk akar adventif dan tidak dapat memanjat. Jangkauan rambatan dapat mencapai belasan meter. Daunnya berlekuk-lekuk ditepinya, bunganya sempurna, berwarna kuning, kecil (diameter 3 cm). Buah semangka memilki kulit yang keras, berwarna hijau pekat atau hijau muda dengan larik-larik hijau tua. Tergantung kultivarnya, daging buahnya yang berair berwarna merah atau kuning (Susilo, 2009). Gambar 2.1 dibawah ini menunjukkan bentuk kulit semangka.

Gambar 2.1 Kulit Semangka

(33)

berjenis kelamin satu, tunggal, berwarna kuning, diameternya sekitar 2 cm dan biasanya dalam pembuatan edible film dari ekstrak kulit semangka adalah bagian luar nya yaitu antara daging buah yang berwarna merah dan berwarna putih (Susilo,2009).

2.1.1 Taksonomi Buah Semangka

Semangka mempunyai nama ilmiah Citrullus lanatus (tunb). Dalam bahasa Jawa, semangka disebut dengan semongko dan dalam bahasa Inggris, semangka disebut denagn nama Water melon. Semangka mirip dengan dengan melon (Cucumis melo L), keduanya termasuk famili Curcubitaceae. Famili ini memiliki sekitar 750 jenis yang tumbuh tersebar di daerah tropika. Beberapa anggota famili Cucurbitaceae yang dikenal sebagai tanman sayuran, dia antaranya ketimun (Cucumis sativus L).

Tanaman ini, jika diklasifikasikan termasuk jenis tanaman berkeping dua. Klasifikasi tanaman kulit semangka adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Spesies : Citrullus lanatus (Tunb) (Hardjono, 2007).

2.1.2 Kandungan

Sepotong kulit semangka berukuran 2,5 cm x 2,5 cm diketahui mengandung sekitar 1,8 kalori. Selain itu, walaupun kandungan nutrisi makro dalam kulit semangka tidak sebanyak dalam daging buahnya, namun satu cangkir porsi kulit semangka dapat memberikan sekitar 2% dari kebutuhan vitamin C harian serta 1% dari kebutuhan vitamin B6 harian. Manfaat kulit semangka diketahui sangat baik bagi kulit, sistem imunitasi, dan kesehatan sistem saraf. Kandungan yang paling luar biasa dalam kulit semangka mungkin adalah senyawa citrulline. Sebuah penelitian mengenai citrulline yang terdapat dalam

(34)

Science of Food and Agriculture‟, tahun 2011. Senyawa ini dikatakan

memberikan efek antioksidan yang melindungi tubuh dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Selain itu, dalam tubuh anda citrullin juga dapat diubah menjadi arginin, sebuah asam amino yang sangat penting bagi sistem peredaran darah dan kekebalan tubuh (Hardjono, 2007).

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Kulit Semangka

Komponen Gizi Kandungan

Edible film didefinisikan sebagai suatu material berbetuk lapisan tipis yang dapat dikonsumsi dan dapat digunakan sebagai penghalang kelembaban, oksigen dan gerakan zat terlarut pada makanan. Edible film dapat digunakan untuk lapisan pembungkus makanan yang atau dapat ditempatkan sebagai lapisan antara komponen makanan (Giulbert, 1986).

(35)

membentuk struktur film yang tidak mudah hancur dan plastilizer untuk meningkatkan elastisitas (Wahyu, 2008).

Fungsi dari edible film sebagai penghambat perpindahan uap air, menghambat pertukaran gas, mencegah kehilangan aroma, mencegah perpindahan lemak, meningkatkan karakteristik fisik, dan sebagai pembawa zat aditif. Edible film yang terbuat dari lipida dan juga film dua lapis (bilayer) atau campuran yang terbuat dari lipida dan protein atau polisakarida pada umumnya baik digunakan sebagai penghambat perpindahan uap air dibandingkan dengan edible film yang terbuat dari protein dan polisakarida dikarenakan lebih bersifat hidrofobik (Hui,2006)

Sifat mekanik edible film sangat penting karena menetukan kemampuan edible film saat digunakan sebagai pengemasan pangan seperti kekuatan tarik ketika mengalami gaya tekan dan elastisitas ketika digulung. Edible film yang terlalu tipis memilki kemungkinan mudah sobek, jika terlalu tebal kurang efektif untuk pengemasan karena akan mengganggu kenampakan, volume dan cita rasa produk yang dikemas.

2.3 Bahan yang Ditambahkan Dalam Pembuatan Edible Film

Bahan baku yang ditambahkan dalam pembuatan edible film antara lain antimikroba, antioksidan, flavor, pewarna, dan plasticizer. Bahan antimikroba yang umumnya sering digunakan adalah asam benzoat, asam askorbat, kalium sorbat, dan asam propionat. Antioksidan yang sering digunakan berupa senyawa asam dan senyawa fenolik. Senyawa asam yang digunakan antara lain asam sitrat dan asam sorbet. Sedangkan senyawa fenolik yang dipakai adalah BHA, BHT (Mumtaz, 2006)

Pada pembuatan edible film dari bahan dasar yang terbuat dari pati, digunakan bahan-bahan seperti gula, urea, gliserin, dan kitosan. Yang masing-masing dari bahan tersebut mempunyai fungsi sebagai sumber karbohidrat, sumber nitrogen, plasticizer, dan antimokroba.

2.3.1 Pati

(36)

dalam air panas membentuk gel yang bersifat kental. Sifar kekentalnya ini dapat digunkan untuk mengatur tekstur makanan. Pati merupakan polimer glukosa

dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1992). Gambar dibawah ini menunjukkan struktur dari amilosa.

Gambar 2.2 Amilosa (Winarno, 1992)

Pati merupakan polisakarida yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan polimer plastik karena harganya yang ekonomis, dapat diperbaharui dan memberikan karakteristik fisik yang baik (Bourtoom,2007).

Suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa, mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Seperti rantai dalam amilosa, rantai utama dari amilopektin mengandung 1,4-α-D-glukosa. Tidak seperti amilosa, amilopektin bercabang sehingga terdapat satu glukosa ujung kira0kira tiap 25 saruan glukosa. Ikatan pada titik percabangan ialah ikatan 1,6-α-glikosida. Adapun struktur kimia dari amilopektin ditunjukkan oleh gambar 2.3 berikut.

(37)

Hidrolisis lengkap amilopektin hanya menghasilkan D-glukosa. Namun hidrolisis tak lengkap menghasilkan suatu campuran disakarida maltosa dan isomaltosa, yang kedua ini berasal dari percabangan 1,6 (Fessenden, 1986)

2.3.2 Kitosan

Kitosan merupakan jenis polimer alam yang mempunyai bentuk rantai linier, sebgai produk deastilasi kitin melalui proses reaksi kimia menggunakan basa kuat (Muzarelli,1988). Kitosan adalah poly-D-glukosamine (Tersusun lebih dari 500 unit glukosamin dan asetil glukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu juta dalton, merupakan dietry fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah selulosa (Simunek, 2006).

Kitosan merupakan jenis polisakaridan yang bersifat mudah terdegradasi secara alami atau biologis. Kitosan dapat diperoleh dari cangkang udang atau hewan laut lainnya. Adzapun struktur kimia dari kitosan ditunjukkan oleh gambar 2.4.

Gambar 2.4 Struktur kitosan (Sabeth dan Zulfahmi, 2010)

Kitosan daoat diperoleh dari berbagai macam bentuk morfologi diantaranya memilki struktur yang tidak teratur, bentuknya kristalin atau semikristalin. Selain itu dapat juga berbentuk padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal kitin murni. Kelarutan kitosan dalam larutan asam seta viskositas larutannya tergantung pada derajat asetilasi dan derajat degradasi polimernya (Sabeth dan Zulfahmi, 2010).

2.2.3 Gliserol

(38)

Aw bahan. Penambahan gliserol yang berlebihan dan mengakibatkan rasa manis pahit pada bahan. Penambahan gliserol akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus, selain itu gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film terhadap gas, uap air dan zat terlarut (Winarno,1992). Adapun struktur kimia dari gliserol ditunjukkan oleh gambar 2.5 berikut.

CH

2

OH

CHOH

CH

2

OH

Gambar 2.5 Struktur Gliserol (Winarno,1992)

Untuk memproduksi edible film dengan daya kerja yang baik, suatu plastizer seperti gliserol sering digunakan. Penmabahan gliserol yang dideskripsikan membuat film lebih muda dicetak, karena gliserol digunakan sebagai plastilizer. Dari hasil analisis yang telah dilakukan dimana permukaan spesimen pati dengan gliserol sebagai pemplastis menunjukkan permukaan yang lebih halus dan sedikit gumpalan. Hali ini disebabkan gliserol sebagai pemplastis juga membantu kelarutan pati (lebih homogenitas) dimana ini dapat disebabkan karena terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus OH pati dengan gugus OH dari gliserol yang selanjutnya interaksi hidrogren ini dapat meningkatkan sifat mekanik (Yusmarlela,2009).

2.4 Sifat-sifat Edible Film

Sifat fisik film meliputi sifat mekanik dan penghambatan. Sifat mekanik menunjukkan kemampuan kekutan fim dalam menahan kerusakan bahan selama pengolahan., sedangkan sifat penghmabatan menunjukkan kemampuan film melindungi produk yang dikemas dengan menggunkan film tersebut.

Beberapa sifat film meliputi kekutan renggang putus, ketebalan, pemanjangan, laju transmisi uap air dan kelrutan film.

1. Ketebalan edible film

(39)

2. Perpanjangan edible film atau elongasi

Perpanjangan edible film atau elongasi merupakan kemampuan perpanjangan bahan saat diberikan gaya tarik. Nilai elongasi edible film menunjukkan kemampuan rentanganya. Safitri, dkk (2012) menyebutkan bahwa nilai persen perpanjangan edible film dikatakan baik jika nilainya lebih dari 50% dan dikatakan rendah jika nilainya kurang dari 10%.

3. Peregangan edible film atau tensile strength

Peregangan edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam reganggan maksimumnya. Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima oleh bahan atau sampel.

4. Kelarutan film

Persen kelarutan edible film adalah persen berat kering dari film yang terlarut setelah dicelupkan didalam air selama 24 jam.

5. Laju transmisi uap air

Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan waktu dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible film adalah untuk menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap uao air harus serendah mungkin (Gontard,1993)

2.5 Karakteristik Edible Film

2.5.1 Fourier Transform Infrared (FTIR)

Spektrofotometer inframerah pada umumnya digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik dan mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik denagn membandingkan daerah sidik jarinya.

(40)

pada daerah cahaya inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5-50 µm atau bilangan gelombang 4000-200 cm-1.

Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau geteran pada molekul. Pita adsorbsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Metode ini sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik dan organometalik (Sagala,2013)

2.5.2 Scanning Elektron Microscopy (SEM)

Mikroskop electron adalah sebuah mikroskop yang dapat melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali. Mikroskop ini menggunkan elektrostatik dan elektromagnetik untuk pembesaran onjek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikrosop cahaya. Mikroskop electron menggunkan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya (Sagala, 2013).

SEM adalah alat yang dapat membetuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen interaksi berkas elktron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik kertas elektron, sinar X, elektron sekunder, absorbsi elektron.

Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh merupkan gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang permukaan (Wirjosentono,1996).

2.5.3 Uji Tarik

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekutan tarik suatu bahan didefinisikan sebagai besarnya beban maksimum (Emaks) yang digunakan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi luas penampang awal (A0).

(41)

2.5.4 Kue Dadar Gulung

Kue dadar gulung (Bahasa Malaysia, Kuih Ketayap) merupakan panganan khas Indonesia dan Malaysia yang dapat digolongkan sebagai pancake yang diisi dengan parutan kelapa yang dicampur dengan gula Jawa cair. Kue dadar gulung umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunkan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan.

2.6 Bahan Pangan

Semua bahan pangan semula berasal dari jaringan hidup dan berasal dari bahan organik. Karena sifat organik, bahan pangan mudah mengalami peruraian atau kerusakan oleh mikroorganisme saprofitik dan parasitif. Jika terjadi kerusakan pangan, dua proses yang berbeda terlibat di dalamnya, yaitu :

a. Autokatalisis

Autokatalisis berarti destruksi diri, dan ini dipergunkan untuk menjelaskan proses pemecahan tingkat sel yang disebabkan oleh enzim yang terjadi setelah pemotongan atau pemanenan. Dalam berapa hal, kegiatan enzim terbatas pada yang bersifat menguntungkan, misalnya dalam proses pematangan buah dan pengempukan daging. Namun demikian ada juga yang bersifat merugikan.

b. Kerusakan mikrobiolig

(42)

2.6.1 Kerusakan dan Pengemasan Bahan Pangan

Pengemasan memegang peran penting dalam pengawetan bahan pangan. Adanya pengemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan –kerusakan. Kerusakan yang terjadi dapat berlangsung secara spontan, tetapi seringkali terjadi karena pengaruh lingkungan luar dab pengaruh kemasan yang digunkan.

(43)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan manusia saat ini tidak terlepas dari konsumerisme yang tinggi terhadap bahan pangan. Mulai dari bahan pangan yang diproses secara alami maupun dengan menggunakn perkembangan teknologi. Bahan pangan dianggap rusak apabila menunjukan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indra atau parameter lain yang biasa digunakan manusia (Winarno, 1992). Pembungkusan makanan merupakan tahapan pengemasan yang tepat. Adapun fungsi pengemasan makanan itu diantaranya adalah mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan, dan geteran (Syarief,Santuasa, dan Isnayan, 1989).

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan dan lingkungan sekitar, merupakan hal yang mendorong dilakukannya penelitian dan pengembangan teknologi bahan kemasan yang dapat terdegradasi secara alami. Cara untuk mencegah atau memperlambat fenomena tersebur adalah dengan pengemasan yang tepat, salah satu penelitian yang dilakukan terhadap biopolimer yang berasal dari bahan pangan alami, yaitu bahan yang tersusun dari komponen lemak, protein, karbohidrat atau gabungan dari ketiga unsur tersebut adalah edible film.

Buah semangka adalah buah yang tumbuh di daerah gurun Afrika Selatan yang kemudian menjadi tanaman budidaya di berbagai daerah termasuk Indonesia. Rasa buah semangka yang manis dan renyah menjadi daya tarik tersendiri bagi penikmatnya. Buah semangka biasanya dimakan bagian dalam yang berwarna merah. Sementara bagian putih pada kulit bagian dalam dibuang bersama dengan kulitnya.

(44)

sebagai pembawa aditif serta untuk meningkatkan penanganan suatu makanan (Krochta, 1994).

Pati menjadi sumber karbonhidrat yang paling penting dalam makanan dan ditemukan dalam sereal gandum, kentang, padi, biji-bijian serta jenis-jenis sayuran lainnya. Dua unsur utamanya adalah amilosa (15-20%) yang mempunyai struktur heliks tanpa cabang dan amilopektin (80-85%) yang terdiri dari rantai bercabang yang tersusun dari 24-30 residu glukosa ( Mayes P.A., 2003).

Kitosan merupakan bahan yang baik untuk pembuatan film. Selain karena sifatnya biodegrable, kitosan juga menghasilkan film yang kualitasnya baik, kuat, elastis, dan fleksibel. Kemampuan kitosan untuk mengikat logam dihubungkan dengan kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Kitosan mempunyai potensi untuk digunakan pada berbagi industri seperti industri makanan (Manskaya S.M, 1968).

Gliserol merupakan cairan kental yang tidak berwarna dan jika dicicipi terasa manis dan bersifat higroskopis. Gliserin memiliki titik didih yang tinggi dan akan menghasilkan film yang lebih fleksibel, halus dan tidak rapuh bila direaksikan dengan kitosan.

Menurut Sadani (2014) dengan penelitian yang berjudul,” Karakterisasi

Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan dan Ekstak Jambu Biji

(Psidium guajava L.) Dengan Pemalstis Gliserin” bahwa dari karaterisasi edible

film pada variasi tepun tapioka diperoleh hasil uji kekuatan tarik sebesar 0,0743 KgF/mm2, kemuluran 15.11% ketebalan 0,262 mm, dan hasil SEM terlihat permukaan yang rata dan kompatibel serta pada varisi gliserin diperoleh hasil kekuatan tarik 0,1841 KgF/mm2, dan hasil SEM terlihat permukaan yang rata dan kompetibel juga.

(45)

Menurut Siti Wafiroh (2010) yang berjudul “Pembuatan dan Karakterisasi

Edible Film dari Komposit Kitosan-Pati Garut (Maranta arundinaceae L) dengan

Pemlastis Asam Laurat” menjelaskan bahwa edible film dari komposit kitosan -pati garut dengan pemlastis asam laurat memberikan kondisi optimum yaitu kitosan 4 % (w/v), pati garut 1 % (w/v) dan pemlastis asam laurat sebesar 1 gram.

Menurut Ulfa (2011) “ Pembuatan Edible Film Dari Campuran Kanji,

Ekstrak Buah Pepaya (Carica papaya L.) Dan Gliserin Sebagai Bahan

Pengemas”, peneliti inigin memodifikasi dengan menambahkan tepung terigu

untuk meningkatkan elastisitas dari edible film yang dihasilkan sehingga film yang dihasilkan memiliki sifat mekanik yang lebih kuat.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh variasi tepung tapioka dan gliserol yang digunakan dalam pembuatan edible film.

2. Bagaimana karakteristik edible film dengan penambahan ekstrak kulit semangka, tepung tapioka, gliserin dan kitosan yang meliputi ketebalan, kuat tarik, kemuluran, uji SEM, serta uji FTIR.

3. Bagaimana pengaruh dari edible film sebagai pembungkus kue dadar gulung.

1.3. Pembatasan masalah

Dalam penelitian ini objek masalah dibatasi oleh:

1. Sampel kulit semangka yang digunakan berasal dari tukang rujak dikawasan Universitas Sumatera Utara Medan

2. Parameter yang diteliti adalah sifat mekanik (kuat tarik, ketebalan dan kerengangan) dan sifat fisik (analisa Scanning Electron Microscope / SEM dan analisa Spectroscopy Fourier Transform Infra Red / FT-IR)

(46)

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui karakterisasi edible film yang meliputi ketebalan, kuat tarik, kemuluran, uji SEM, uji FT-IR.

2. Untuk mengetahui pengaruh dari edible film sebagai pembungkus Kue Dadar Gulung .

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Menghasilkan edible film sebagai bahan pengemas makanan yang bersifat biodegradable yang alami serta ramah lingkungan.

2. Menghasilkan edible film dengan penambahan ekstrak kulit semangka yang bermanfaat bagi kesehatan berdasarkan kandungan dari kulit semnagkan 3. Memberikan informasi mengenai karakteristik edible film dari kulit

semangka dan aplikasi edible film

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/KBM FMIPA USU, Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta, Laboratorium Teknik Kimia USU, Laboratorium Kimia Organik UGM dan Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, adapun langkah-langkah analisinya sebagai berikut :

1. Edible film dibuat dengan melarutkan tepung tapioka dan 10 gram ekstak kulit semangka ( 10 gram ekstrak kulit semangka yang digunakan untuk melihat percampuran antara variasi tepung tapioka dan gliserol) dan didalam kedalam gelas beaker yang berisi akuades pada suhu 60˚C, diaduk menggunakan magnetic stirer hingga homogen, ditambahkan larutan kitosan 2% pada saat campuran homogen diikuti dengan variasi gliserol, kemudian diaduk hingga mengental. Dicetak diatas plat tipis, dikeringkan

(47)

2. Edible film yang dihasilkan dilakukan pengujian kuat tarik dari kemuluran

dengan menggunakan alat Torsee‟s Electronic System Tokyo Testing Machine.

3. Edible film yang dihasilkan dilakukan analisa SEM dengan penentuan secara mikroskopi.

4. Edible film yang dihasilkan dilakukan analisa FTIR dengan penentuan secara spektroskopi.

(48)

KARAKTERISASI EDIBLE FILM DARI CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA, KITOSAN, GLISEROL DAN EKSTRAK KULIT

SEMANGKA( Citrullus lanatus (tunb)) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PEMBUNGKUS

KUE DADAR GULUNG

ABSTRAK

Pembuatan edible film dari campuran ekstrak kulit semangka ( Citrullus lanatus (tunb))dengan penambahan tepung tapioka, gliserol dan kitosan serta aplikasinya sebagai pembungkus kue dadar gulung. Edible film dibuat dengan mencampurkan tepung tapioka dengan variasi 1; 1,5 ; 2; 2,5 dan 3 gram, kitosan dengan komposisi tetap 2 % (w/v), ekstrak kulit semangka dengan komposisi tetap 10 gram, ditambahkan dengan 2 ml gliserol, diaduk hingga homogen, dicetak diatas plat akrilik, dikeringkan didalam oven selama ± 2 hari. Diperoleh hasil optimal 3 gram dan hasil ini dijadikan variabel tetap untuk pembuatan edible film kembali dengan variasi gliserol 0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ml. Dari hasil penelitian pada variasi tepung tapioka memberikan hasil yang terbaik dengan nilai karakteristik seperti keteblan, kuat tarik, kemuluran, SEM dan FT-IR yaitu 0,135KgF/mm2, 0,16 mm, 29,31 %, memiliki struktur permukaaan yang semakin teratur dan kompatibel, serta analisa spektrum FT-IR menunjukkan spektrum pada daerah 3425,58 cm-1 menunjukkan adanya gugus OH. Pada variasi gliserin edible film dengan penambahan 2,5 ml gliserin memberikan hasil yang terbaik dengan nilai yaitu 0,340 KgF/mm2, 0,23 mm, 14,31 %, memiliki permukaan yang samakin rata dan kompatibel, serta analisa spektrum FT-IR menunjukkan spektrum pada daerah 3448,72 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil OH. Hali ini menunjukkan adanya interaksi antara tepung tapioka, kitosan, dan gliserin dalam pembuatan edible film. Serta aplikasi edible film pembungkus kue dadar gulung yang menunjukkan hasil 3 x 104, sehingga cocok untuk dijadikan bahan pembungkus makanan.

(49)

CHARACTERIZATION OF EDIBLE FILM FROM THE MIX OF TAPIOCA FLOUR, CHITOSAN, GLYCEROL AND EXTRACT

WATERMELON PEEL ( Citrullus lanatus (tunb)) AND APPLIED AS DADAR GULUNG CAKE COAT

ABSTRACT

Composing edible film from the mixture of watermelon skin ( Citrullus lanatus (tunb)) with the addition of starch. Glycerol and chitosan and it‟s applied as dadar gulung cake‟s coat. Edible film was made by mixing starch which is vaned as 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3 gram, chitosan in determined composition 2 % (w/v). watermelon skin extract in particular composition 10 gram, added by 2 ml of glycerin, stirted into homogeneous, printed on an actilic plate, dried in the oven for ± 2 days.Obtained gives 3 gram optimum result and this output is set constant variable for re-composing edible film in 0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ml glycerol vanation. The research result that the variation of starch gives the best result in characterization value such as thickness, stress, elasticity, SEM, and FT-IR are 0,135 KgF/mm2, 0,16 mm, 29,31 %, has the surface structure is more arrange and compatible, also the also the analyze of FT-IR spectrum shows the spectrum in 3425,58 cm-1 range, means the presents of OH group. In the variation of glycerol, the presents of OH group. In the variation of glycerol addition 2,5 ml gives the best result in valve of thickness, stress. And elasticity namely 0,340 KgF/mm2, 0,23 mm, 14,31 %, has the surface structure is more arrange and compatible. The FT-IR spekytru analyzes that there is spectrum in 3448,72 cm-1 range marked the present of hidroxil (OH) group. This means there is the interaction between starch, chitosan, and glycerin in composing the edible film. And the application of edible film as the coating of dadar gulung cake shows the result 3 x 104. Hence it‟s suitble as food coating.

(50)

KARAKTERISASI EDIBLE FILM DARI CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA, KITOSAN, GLISEROL DAN EKSTRAK KULIT

SEMANGKA( Citrullus lanatus (tunb)) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PEMBUNGKUS

KUE DADAR GULUNG

SKRIPSI

ISTI ADZAH MURNI 110802003

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(51)

KARAKTERISASI EDIBLE FILM DARI CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA, KITOSAN, GLISEROL DAN EKSTRAK KULIT

SEMANGKA( Citrullus lanatus (tunb)) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PEMBUNGKUS

KUE DADAR GULUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

ISTI ADZAH MURNI 110802003

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(52)

PERSETUJUAN

Judul : Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserol dan Ekstrak Kulit Semangka Serta Aplikasinya Sebagai Pembungkus Kue Dadar Gulung

Kategori : Skripsi

Nama : Isti Adzah Murni

Nim : 110802003

Program studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Februari 2016

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr.Rumondang Bulan, M.S Dra. Emma Zaidar,

M.Si

NIP.195408301985032001

NIP.19551281987012001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(53)

PERNYATAAN

KARAKTERISASI EDIBLE FILM DARI CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA, KITOSAN, GLISEROL DAN EKSTRAK KULIT

SEMANGKA( Citrullus lanatus (tunb)) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PEMBUNGKUS

KUE DADAR GULUNG

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Februari2016

(54)

PENGHARGAAN

Bismillahirrohmanirrohim…

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya atas terselesaikannya penelitian dan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari dukungan serta bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

Kedua orang tua, Ibunda Norma Yunita dan ayahanda Bambang Permadi Putra yang tersayang dan tercinta dengan sangat tulus membesarkan dan mendidik penulis, serta senantiasa mendoakan, memberikan dukungan dan nasihat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adik penulisM.Firdaus, dan M.Muhaajirserta AbangM.Syawal Abdi dan seluruh Sanak saudara yang selalu memberikan tawa dan doa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Ibu Dr. Emma Zaidar Nst, M.Si, sebagai dosen pembimbing I dan IbuDr. Rumondang Bulan Nst, M.S sebagai dosen pembimbing IIsekaligus sebagai Ketua Departemen Kimia FMIPA USU yang telah sabar membimbing dan memberikan arahan kepada penulis hingga skripsi ini selesai. Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc. Kepala Laboratorium Biokimia / KBM FMIPA USU, Bapak Drs. Firman Sebayang, M.Si yang selalu membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.BapakJamahir Gultom, Ph.Dselaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama masa kuliah. Para sahabat terbaik penulis Andi Syahputra, Reno,Asri, Intan,Khairunnisa, Isna,Habibi, Friska, Firdha, Riswandi,Martha, Juandadan adik-adik 2013 terutama pada Rima, Tika, Ika dan Dinda serta semua teman seperjuangan Kimia S1 angkatan 2011 yang selalu memberikan semangat pada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Dan terimakasih juga kepada keluarga besar Laboratorium Biokimia FMIPA USU yang merupakan keluarga kedua bagi penulis kak Via, kak Fika, Bang Saipul, Alex, Habibi,Putri, Novi, Firdha dan juga adik – adik asisten Biokimia Henri,Puput, Nikmah, Nurul, Fitri, Dian. Dan saya juga berterima kasih kepada para Bapak/Ibu dosen yang telah membimbing kami. Terimakasih atas kebersamaan serta dukungan penyemangat kepada penulis selama ini.

Kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Allah memberikan berkahnya kepada kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

(55)

KARAKTERISASI EDIBLE FILM DARI CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA, KITOSAN, GLISEROL DAN EKSTRAK KULIT

SEMANGKA( Citrullus lanatus (tunb)) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PEMBUNGKUS

KUE DADAR GULUNG

ABSTRAK

Pembuatan edible film dari campuran ekstrak kulit semangka ( Citrullus lanatus (tunb))dengan penambahan tepung tapioka, gliserol dan kitosan serta aplikasinya sebagai pembungkus kue dadar gulung. Edible film dibuat dengan mencampurkan tepung tapioka dengan variasi 1; 1,5 ; 2; 2,5 dan 3 gram, kitosan dengan komposisi tetap 2 % (w/v), ekstrak kulit semangka dengan komposisi tetap 10 gram, ditambahkan dengan 2 ml gliserol, diaduk hingga homogen, dicetak diatas plat akrilik, dikeringkan didalam oven selama ± 2 hari. Diperoleh hasil optimal 3 gram dan hasil ini dijadikan variabel tetap untuk pembuatan edible film kembali dengan variasi gliserol 0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ml. Dari hasil penelitian pada variasi tepung tapioka memberikan hasil yang terbaik dengan nilai karakteristik seperti keteblan, kuat tarik, kemuluran, SEM dan FT-IR yaitu 0,135KgF/mm2, 0,16 mm, 29,31 %, memiliki struktur permukaaan yang semakin teratur dan kompatibel, serta analisa spektrum FT-IR menunjukkan spektrum pada daerah 3425,58 cm-1 menunjukkan adanya gugus OH. Pada variasi gliserin edible film dengan penambahan 2,5 ml gliserin memberikan hasil yang terbaik dengan nilai yaitu 0,340 KgF/mm2, 0,23 mm, 14,31 %, memiliki permukaan yang samakin rata dan kompatibel, serta analisa spektrum FT-IR menunjukkan spektrum pada daerah 3448,72 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil OH. Hali ini menunjukkan adanya interaksi antara tepung tapioka, kitosan, dan gliserin dalam pembuatan edible film. Serta aplikasi edible film pembungkus kue dadar gulung yang menunjukkan hasil 3 x 104, sehingga cocok untuk dijadikan bahan pembungkus makanan.

(56)

CHARACTERIZATION OF EDIBLE FILM FROM THE MIX OF TAPIOCA FLOUR, CHITOSAN, GLYCEROL AND EXTRACT

WATERMELON PEEL ( Citrullus lanatus (tunb)) AND APPLIED AS DADAR GULUNG CAKE COAT

ABSTRACT

Composing edible film from the mixture of watermelon skin ( Citrullus lanatus (tunb)) with the addition of starch. Glycerol and chitosan and it‟s applied as dadar gulung cake‟s coat. Edible film was made by mixing starch which is vaned as 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3 gram, chitosan in determined composition 2 % (w/v). watermelon skin extract in particular composition 10 gram, added by 2 ml of glycerin, stirted into homogeneous, printed on an actilic plate, dried in the oven for ± 2 days.Obtained gives 3 gram optimum result and this output is set constant variable for re-composing edible film in 0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ml glycerol vanation. The research result that the variation of starch gives the best result in characterization value such as thickness, stress, elasticity, SEM, and FT-IR are 0,135 KgF/mm2, 0,16 mm, 29,31 %, has the surface structure is more arrange and compatible, also the also the analyze of FT-IR spectrum shows the spectrum in 3425,58 cm-1 range, means the presents of OH group. In the variation of glycerol, the presents of OH group. In the variation of glycerol addition 2,5 ml gives the best result in valve of thickness, stress. And elasticity namely 0,340 KgF/mm2, 0,23 mm, 14,31 %, has the surface structure is more arrange and compatible. The FT-IR spekytru analyzes that there is spectrum in 3448,72 cm-1 range marked the present of hidroxil (OH) group. This means there is the interaction between starch, chitosan, and glycerin in composing the edible film. And the application of edible film as the coating of dadar gulung cake shows the result 3 x 104. Hence it‟s suitble as food coating.

(57)
(58)

3.2.2.1 Pembuatan larutan CH3COOH 1% 19

(59)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1. Kandungan gizi Kulit Semangka 8 4.1. Hasil analisa karakteritik edible film dari ekstrak 28 kulit semangka dengan penambahan tepung tapioka,

kitosan dan gliserin

4.2. Interpretasi Gugus Fungsi Senyawa Analisis FT-IR 31 4.3. Hasil pengamatan Aplikasi Edible Film Dengan31

Mengamati Pertumbuhan Koloni pada Kue Dadar

(60)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Kulit Semangka 6

2.2 Struktur Amilosa 10

2.3 Struktur Amilopektin 11

2.4 Struktur kitosan 12

2.5 Struktur gliserol 12

Gambar

Tabel 4.1  Hasil analisa karakteristik edible film dari ekstrak kulit semangka                                                                                                                                            dengan penambahan tepung tapioka, gliserin dan kitosan Penambahan Variasi
Gambar 4.2 Spektrum Senyawa Hasil Penelitian dengan FT-IR
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Aplikasi Edible Film Dengan Mengamati Pertumbuhan Koloni pada Kue Dadar Gulung Dibungkus
Gambar 2.1 Kulit Semangka
+4

Referensi

Dokumen terkait

BIDANG CIPTA KARYA DPU KABUPATEN KLATEN. JL Sulaw

Untuk kegiatan pembuktian kualifikasi dimaksud, diminta kepada seluruh peserta pelelangan yang diundang agar mempersiapkan dokumen asli atau dokumen rekaman yang

Sedangkan academic goal orientation adalah tujuan akademik yang dimiliki siswa dalam menentukan sikap mereka dalam proses belajar di kelas atau di sekolah, serta kaitannya

Pemeriksaan internal untuk memastikan bahwa seluruh transaksi diproses secara akurat adalah elemen pengendalian lainnya yang penting... Pemeriksaan Independen

potensi keuntungan atau imbal hasil yang berlipat adalah bahwa nasabah akan ter-.. ekspose secara menyeluruh terhadap downside risk dari produk

Our aim with this paper was to review work done on digital documentation of ships in Cultural Heritage based on different initiatives in Europe using Coordinate Measuring

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi. Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata

(1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan