• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN FUNGI

Aspergillus flavus

,

Aspergillus terreus

,

DAN

Trichoderma harzianum

UNTUK MENINGKATKAN

PERTUMBUHAN BIBIT

Bruguiera cylindrica

di

DESA NELAYAN INDAH

Oleh:

ADE KHANA SAPUTRI 111201047

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PEMANFAATAN FUNGI

Aspergillus flavus

,

Aspergillus terreus

,

DAN

Trichoderma harzianum

UNTUK MENINGKATKAN

PERTUMBUHAN BIBIT

Bruguiera cylindrica

di

DESA NELAYAN INDAH

SKRIPSI

Oleh:

ADE KHANA SAPUTRI 11201047

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

PEMANFAATAN FUNGI

Aspergillus flavus

,

Aspergillus terreus

,

DAN

Trichoderma harzianum

UNTUK MENINGKATKAN

PERTUMBUHAN BIBIT

Bruguiera cylindrica

di

DESA NELAYAN INDAH

SKRIPSI

Oleh:

ADE KHANA SAPUTRI 111201047

Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

ABSTRACT

ADE KHANA SAPUTRI.Utilization ofFungiAspergillusflavus, A. tereus andTrichodermaharzianumtoincrease thegrowth of Bruguiera cylindrica seedlings in Nelayan Indah Village. Supervised by YUNASFIandMOHAMMADBASYUNI.

Mangrove forest is one of coastal ecosystems that have high productivity. Recently, mangrove damaged either directly or indirectly. Direct damage for example logging, timber harvesting, settlement construction and ponds manufacturing, ports and roads construction, and arrest biota in mangrove ecosystems. Furthermore, indrectly threat maybe caused by coastal dredging, disposal of waste and industrial waste in the sea and the coast, coastal and marine mining, and deforestation. As a result above-mentioned threat of degraded mangrove forests. Therefore, it is needed for rehabilitation efforts. The research was conducted in September 2014 to January 2015 using a completely randomized design (CRD) with treatments of A. flavus, A. tereus and T. harzianum and with five replications. Results showed that different fungi treatment provided different growth response. The highest mean of height growth obtained from B. cylindrica seedlings treated with A. tereus that was 7.29 cm. The largest diameter was obtained seed treated with T. harzianum by 0.42 cm. The highest value of dry weight obtained from seedlings treated with fungi A. tereus that was 1.74 g. The largest leaf area obtained from seedlings treated with fungus of T. harzianum, that was 402.23 cm2.

(5)

i

ABSTRACT

ADE KHANA SAPUTRI. Utilization of Fungi Aspergillus flavus, A. tereus and Trichoderma harzianum to increase the growth of Bruguiera cylindrica seedlings in Nelayan Indah Village. Supervised by YUNASFI and MOHAMMAD BASYUNI.

Mangrove forest is one of coastal ecosystems that have high productivity. Recently, mangrove damaged either directly or indirectly. Direct damage for example logging, timber harvesting, settlement construction and ponds manufacturing, ports and roads construction, and arrest biota in mangrove ecosystems. Furthermore, indrectly threat maybe caused by coastal dredging, disposal of waste and industrial waste in the sea and the coast, coastal and marine mining, and deforestation. As a result above-mentioned threat of degraded mangrove forests. Therefore, it is needed for rehabilitation efforts. The research was conducted in September 2014 to January 2015 using a completely randomized design (CRD) with treatments of A. flavus, A. tereus and T. harzianum and with five replications. Results showed that different fungi treatment provided different growth response. The highest mean of height growth obtained from B. cylindrica seedlings treated with A. tereus that was 7.29 cm. The largest diameter was obtained seed treated with T. harzianum by 0.42 cm. The highest value of dry weight obtained from seedlings treated with fungi A. tereus that was 1.74 g. The largest leaf area obtained from seedlings treated with fungus of T. harzianum, that was 402.23 cm2.

(6)

ii

ABSTRAK

ADE KHANA SAPUTRI. Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrical di Desa Nelayan Indah. Dibimbing oleh YUNASFI dan MOHAMMAD BASYUNI.

Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem pantai yang memiliki produktivitas tinggi. Dewasa ini mangrove mengalami kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan secara langsung contohnya penebangan, pengambilan kayu, pembangunan pemukiman, pembuatan tambak, pembangunan pelabuhan dan jalan, dan penangkapan biota di ekosistem mangrove. Sementara itu yang tidak langsung contohnya pengerukan pantai, pembuangan sampah dan limbah industri di laut dan pesisir, pertambangan di pesisir dan laut, penggundulan hutan. Akibatnya hutan mangrove mengalami degradasi. Untuk itu diperlukannya upaya-upaya rehabilitasi.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Januari 2015 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan A. flavus, A. tereus dan T. harzianumdan dengan lima ulangan. Pemberian fungi yang beragam memberikan pertumbuhan yang beragam juga bagi tanaman. Pada pertumbuhan rata-rata tertinggi oleh bibit yang diberi perlakuan A. tereus yaitu 7.29 cm. Diameter terbesar adalah bibit yang diberi perlakuan T. harzianum yaitu 0.42 cm. Berat kering terbesar diperoleh daribibit yang diberi perlakuan fungi A. tereus yaitu sebesar 1.74 g. Sedangkan untuk luas daun terbesar diperoleh dari bibit yang diberi perlakuan fungi T. harzianum yaitu sebesar 402.23 cm2.

(7)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bangkinang, 11 Oktober 1993 dari pasangan Bapak Edy Wahyu Saputra dan Ibu Dra. Siti Nurhayati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dengan adik bernama Fachrurrozy Salvador. Penulis menempuh pendidikan formal di SD N 31 Labuh Baru Payakumbuh tahun 2005, SMP N 1 Payakumbuh tahun 2008, dan SMA N 1 Payakumbuh tahun 2011. Tahun 2011 penulis diterima di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis SNMPTN.

Selama mengikuti kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) tahun 2014. Penulis juga mendapatkan hibah penelitian yang diberikan oleh Tanoto Foundation pada tahun 2015.

(8)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Kedua orang tua, ayahanda Edy Wahyu Saputra dan ibunda Dra. Siti Nurhayati, adik saya Fachrurrozy Salvador yang telah menjadi motivasi dan mendukung penulis baik secara moril dan materil.Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M. Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D sebagai Anggota Komisi Pembimbing dalam menyelesaikan skripsi ini.Teman-teman Tim Mangrove (Darmanto Ambarita, M. Luthfi Dharmawan, Devita Mala Sari, Monalia Hutahuruk, Indah Sihombing, Lestari Marbun, dan Rachel Nababan), yang telah membantu dan bekerja sama selama melakukan penelitian.Teman-teman seperjuangan di Kehutanan USU Stambuk 2011 yang telah memberi dukungan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penelitian ini.

Medan, April 2015

(9)

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 2

KerangkaPemikiran ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove... 4

Jenis dan Penyebaran Mangrove ... 6

Deskripsi Bruguiera cylindrica ... 8

Teknik Pembibitan Tanaman Mangrove ... 9

Peranan Fungi Hutan Mangrove ... 12

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 15

Alat dan Bahan ... 15

Prosedur Penelitian ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 19

Hasil Pengamatan Bibit B. cylindrica ... Tinggi bibit ... 19

Diameter bibit ... 20

Luas daun ... 21

Berat kering total ... 21

Pembahasan ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 28

Saran ... 28 DAFTAR PUSTAKA

(10)

vi

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1.

Kerangka Pemikiran ... 3

2. Bunga dan Propagul B. cylindrica ... 9

3. Proses Pembuatan Suspensi Fungi Hingga Aplikasi ... 17

4. Pertambahan Tinggi Bibit B. cylindrica... 20

5. Pertambahan Diameter Semai B. cylindrica ... 20

6. Luas Daun B. cylindrica ... 21

(11)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Dokumentasi Penelitian ... 33

2. Data Pengukuran Tinggi Bibit B.cylindrica ... 35

3. Data Pengukuran Diameter Bibit B.cylindrica ... 36

4. Data Pengukuran Luas Daun Bibit B. cylindrica ... 37

(12)

i

ABSTRACT

ADE KHANA SAPUTRI. Utilization of Fungi Aspergillus flavus, A. tereus and Trichoderma harzianum to increase the growth of Bruguiera cylindrica seedlings in Nelayan Indah Village. Supervised by YUNASFI and MOHAMMAD BASYUNI.

Mangrove forest is one of coastal ecosystems that have high productivity. Recently, mangrove damaged either directly or indirectly. Direct damage for example logging, timber harvesting, settlement construction and ponds manufacturing, ports and roads construction, and arrest biota in mangrove ecosystems. Furthermore, indrectly threat maybe caused by coastal dredging, disposal of waste and industrial waste in the sea and the coast, coastal and marine mining, and deforestation. As a result above-mentioned threat of degraded mangrove forests. Therefore, it is needed for rehabilitation efforts. The research was conducted in September 2014 to January 2015 using a completely randomized design (CRD) with treatments of A. flavus, A. tereus and T. harzianum and with five replications. Results showed that different fungi treatment provided different growth response. The highest mean of height growth obtained from B. cylindrica seedlings treated with A. tereus that was 7.29 cm. The largest diameter was obtained seed treated with T. harzianum by 0.42 cm. The highest value of dry weight obtained from seedlings treated with fungi A. tereus that was 1.74 g. The largest leaf area obtained from seedlings treated with fungus of T. harzianum, that was 402.23 cm2.

(13)

ii

ABSTRAK

ADE KHANA SAPUTRI. Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrical di Desa Nelayan Indah. Dibimbing oleh YUNASFI dan MOHAMMAD BASYUNI.

Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem pantai yang memiliki produktivitas tinggi. Dewasa ini mangrove mengalami kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan secara langsung contohnya penebangan, pengambilan kayu, pembangunan pemukiman, pembuatan tambak, pembangunan pelabuhan dan jalan, dan penangkapan biota di ekosistem mangrove. Sementara itu yang tidak langsung contohnya pengerukan pantai, pembuangan sampah dan limbah industri di laut dan pesisir, pertambangan di pesisir dan laut, penggundulan hutan. Akibatnya hutan mangrove mengalami degradasi. Untuk itu diperlukannya upaya-upaya rehabilitasi.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Januari 2015 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan A. flavus, A. tereus dan T. harzianumdan dengan lima ulangan. Pemberian fungi yang beragam memberikan pertumbuhan yang beragam juga bagi tanaman. Pada pertumbuhan rata-rata tertinggi oleh bibit yang diberi perlakuan A. tereus yaitu 7.29 cm. Diameter terbesar adalah bibit yang diberi perlakuan T. harzianum yaitu 0.42 cm. Berat kering terbesar diperoleh daribibit yang diberi perlakuan fungi A. tereus yaitu sebesar 1.74 g. Sedangkan untuk luas daun terbesar diperoleh dari bibit yang diberi perlakuan fungi T. harzianum yaitu sebesar 402.23 cm2.

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis “mangue” dan bahasa Inggris “grove”. Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut (Kusmana dkk, 2005). Data terbaru tahun 2009 yang dirilis oleh BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) bahwa luas hutan mangrove di Indonesia masih mencapai 3,2 juta (Saputro, 2009). Kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia terus berlangsung. Baik kerusakan di luar maupun di dalam ekosistem mangrove tersebut. Saat ini, rehabilitasi mangrove melalui penanaman kembali ekosistem mangrove yang rusak telah menjadi program nasional, yang didukung oleh dunia internasional (Ghufran, 2012).

(15)

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian tentang aplikasi fungiA. flavus, A. tereus, dan T. harzianum ini diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan B. cylindrica. Karena fungi mampu mempercepat dekomposisi bahan organik tanaman, sehingga unsur hara tercukupi untuk pertumbuhan B. cylindrica.Tercukupinya unsur hara akan meningkatkan kecepatan dan kapasitas penyerapan hara, dengan demikian laju fotosintesis akan semakin meningkatkan berat kering tanaman (Poerwowidodo, 1992).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitan ini adalah membandingkan kemampuan jenis fungi dan kombinasi berbagai jenis fungi dalam meningkatkan pertumbuhan Bruguiera cylindrica.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna untuk memberi informasi tentang fungi yang mampu mempercepat pertumbuhan semai Bruguiera cylindrica.

Hipotesis Penelitian

Aplikasi fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum mendukung pertumbuhan bibit Bruguiera cylindrica.

Kerangka Pemikiran

(16)

mempercepat pendekomposisian serasah untuk menghasilkan unsur hara.Bahan organik yang telah terdekomposisi merupakan sumber unsur hara bagi bibit B. cylindrica.Sehingga cepatnya proses dekomposisi bahan organik diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan bibit B. cylindrica. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Hutan mangrove

Mengalami degradasi

Upaya rehabilitasi dengan memanfaatkan fungi

Membantu mempercepat dekomposisi

(17)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem pantai yang memiliki produktivitas tinggi. Ekosistem ini berupa formasi hijau yang kompleks dan dinamis dengan penyebaran yang terbatas hanya pada daerah tropik dan subtropik. Hutan mangrove berkembang di daerah intertidal seperti di daerah pantai yang terlindung, lingkungan estuaria dan delta. Oleh karena itu ekosistem ini sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut dengan fluktuasi lingkungan yang lebar. Selain itu hutan mangrove dikenal juga sensitif terhadap pengaruh eksternal karena sifatnya yang terbuka terhadap bahan dan energi yang masuk atau keluar (Chapman, 1977).

Jenis vegetasi mangrove mempunyai bentuk khusus yang menyebabkan mereka dapat hidup di perairan yang dangkal yaitu mempunyai akar yang pendek, menyebar luas dengan akar penyangga atau tudung akarnya yang khas tumbuh dari batang dan atau dahan. Akar-akar dangkal sering memanjang yang disebut “pneumatofor” ke permukaan substrat yang memungkinkan mereka mendapatkan oksigen dalam lumpur yang anoksik dimana pohon-pohon ini tumbuh. Daun-daunnya kuat dan mengandung banyak air dan mempunyai jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garamnya tinggi. Beberapa jenis tumbuhan mangrove mempunyai kelenjar garam yang menolong menjaga keseimbangan osmotik dengan mengeluarkan garam (Nybakken,1988).

(18)

laut, hingga tegakan campuran Bruguiera-Rhizophora-Ceriopsdengan ketinggian lebih dari 30 meter (misalnya, di Sulawesi Selatan). Di daerah pantai yang terbuka, dapat ditemukan Sonneratia alba dan Avicennia alba, sementara itu di sepanjang sungai yang memiliki kadar salinitas yang lebih rendah umunya ditemukan Nypa fruticans.Umumnya tegakan mangrove jarang ditemukan yang rendah kecuali mangrove anakan dan beberapa jenis semak seperti Acanthus ilicifolius dan Acrostichum aureum(Noor dkk,2006).

Formasi hutan mangrove terdiri atas empat gugus utama, yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera. Hutan mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Bagian luar didominasi Avicennia, Sonneratia, dan Rhizophora, bagian tengah Bruguiera gymnorhiza, bagian ketiga Xylocarpus, dan Heritiera, bagian dalam Bruguiera cylindrica, Scyphiphora hydrophyllacea, dan Lumnitzera, sedangkan bagian transisi didominasi Cerbera manghas. Pada perbatasan hutan mangrove dengan rawa air tawar tumbuh Nypa fruticans. Pada masa kini pola zonasi tersebut jarang ditemukan karena tingginya laju konversi habitat mangrove menjadi tambak, penebangan hutan, sedimentasi/reklamasi, dan pencemaran lingkungan.

(19)

Jenis dan Penyebaran Mangrove

Hutan mangrove merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik dan sub tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken, 1992). Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus yang termasuk ke dalam 8 famili. Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan dominan yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus) (Bengen, 2001).

(20)

Jenis-jenis tumbuhan di hutan bakau bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bias sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya. Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.

Menurut Suryono (2013), pembagian zonasi pertumbuhan sering dibagi berdasarkan daerah penggerangan dan jenis tumbuhan yang tumbuh pada daerah tersebut. Misalnya menurut daerah yang tergenang diklasifikasikan dalam 3 zonasi yaitu:

1. Zona proksimal adalah zona yang dekat dengan laut atau zona terdepan. Pada daerah ini biasanya ditemukan jenis-jenis Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, dan Sonneratia alba.

2.Zona middle adalah zona yang terletak diantara laut dan darat atau zona pertengahan. Biasanya ditemukan jenis-jenis: Sonneratia caseolaris, Bruguiera gymnorhiza, Avicennia marina, Avicennia officinalis dan Ceriops tagal.

(21)

Deskripsi Bruguiera cylindrica

Bruguiera cylindricasering disebut dengan nama lokal: burus, lindur, tanjungsukim, tanjang. Menurut Noor, dkk (2006) adapun taksonomi dari Bruguiera cylindricaadalah sebagaiberikut:

Kingdom : Tumbuhan Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales

Famili : Rhizophoraceae Genus : Bruguiera

Spesies : Bruguiera cylindrical(L.) Lamk.

(22)

abu-abu, relative halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil. Pada bagian permukaan atas daun hijau cerah sedangkan pada bagian bawahnya hijau agak kekuningan. Bunga jenis ini muncul di ujung tandan dan mengelompok, sisi luar bunga bagian bawah biasanya memiliki rambut putih.Propagulnya berbentuk silindris memanjang, sering juga berbentuk kurva, warna hijau didekat pangkal buah dan hijau keunguan di bagian ujung. Bentuk pohon dan bunga B. cylindrica dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pohon dan bunga B. cylindrica (Paula, 1998)

Kayu dari B. cylindrica dapat digunakan sebagai bahan kontruksi. Jenis ini biasa digunakan sebagai kayu bakar dan dapat dikonversi menjadi arang. Nelayan tidak menggunakan untuk menangkap ikan karena kayunya mengeluarkan bau yang menyebabkan ikan tidak mau mendekat. Dalam hal pengobatan tradisional, kulit buah digunakan untuk menghentikan pendarahan, dan daunnya dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Serta, pada daerah tertentu propagulnya dapat dijadikan sayuran.

Teknik Pembibitan Tanaman Mangrove

(23)

seragam atau tidak. Untuk mengetahui kondisi pasang surut air laut ini, beberapa hari sebelum penanaman perlu diamati waktu dan lama pasang surut. Waktu penanaman ini sebaiknya didiskusikan dan disepakati bersama dengan masyarakat karena merekalah yang lebih menguasai kondisi setempat. Kesesuaian jenis tanaman dengan lingkungannya perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi tingkat keberhasilan penanaman. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk kesesuaian jenis ini adalah salinitas, frekuensi penggenangan, tekstur tanah (kandungan pasir dan lumpur), dan kekuatan ombak dan angin (Kusmana dan Onrizal, 1998).

Berdasarkan pengalaman di lapangan, penyiapan bibit mangrove sebaiknya menggunakan benih yang berasal dari buah yang telah masak. Secara umum, teknik pembibitan semua jenis mangrove relatif sama. Sebelum melakukan kegiatan pembibitan, pengenalan bagian-bagian buah bakau harus dilakukan terlebih dahulu. Benih sebaiknya dipilih yang sudah matang, pemanenan buah dapat dilakukan dengan cara memanjat atau menggunakan tongkat galah berpengait. Selain itu, buah juga bisa diperoleh dengan mengambil buah yang telah jatuh dengan sendirinya dibawah pohon induk. Buah yang dipilih sebaiknya sehat, tidak terserang oleh hama dan penyakit, serta belum berdaun.Ciri-ciri buah bakau yang telah matang leher kotiledon berwarna kekuningan.Untuk mendapatkan benih yang bersih maka sebaiknya dilakukan pencucian (Wibisono dkk, 2006).

(24)

jenistanamanyang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal inidikarenakan setiap daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara (Mukhlis, 2007).

Pada lokasi penanaman berlumpur lembek atau dalam, sekitar sepertiga dari panjang buah/benih (R. apiculata dan B.cylindrica) ditancapkan kedalam lumpur secara tegak dengan bakal kecambah menghadap keatas. Pada lokasi penanaman berlumpur agak keras, terlebih dahulu dibuat lubang baru buah/ benih dimasukkan kedalam lubang secara tegak. Setelah itu lubang ditutup kembali dengan tangan sehingga benih dapat berdiri tegak dengan baik. Apabila ingin memasang ajir sebagai tanda adanya tanaman baru, maka ajir ditanam disamping buah atau benih. Untuk melindungi buah agar tidak hanyut terbawa ombak, sebaiknya buah diikatkan pada ajir(Suryono, 2013).

(25)

fisiologis diikuti dengan pemeraman diharapkan dapat menghasilkan benih dengan viabilitas dan vigor yang tinggi seperti benih yang diperoleh dari buah yang dipanen saat masak fisiologis di pohon (Kartasapoetra, 1994).

Peranan Fungi Hutan Mangrove

Fungi merupakan satu di antara berbagai kelompok mikroorganisme yang memainkan peran sangat penting dalam proses dekomposisi serasah bahan-bahan tumbuhan. Selain fungi, kelompok mikroorganisme dan organisme lain seperti bakteri, cacing, kepiting dan lain-lain, serta faktor lingkungan juga ikut mengambil bagian dalam proses dekomposisi serasah tersebut. Fungi memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove terutama dalam hubungannya dengan bakteri untuk mempercepat dekomposisi serasah daun (Fell, dkk., 1975).

Jamur (fungi) memiliki peran yang menguntungkan dan merugikan. Peran menguntungkannya adalah sebagai berikut:

1. Berperan sangat penting dalam siklus materi terutama siklus karbon, yang berperan bagi kelangsungan hidup seluruh organisme.

2. Sebagai dekomposer kedua kelompok tersebut dapat menguraikan sisa-sisa tumbuhan, bangkai hewan dan bahan bahan organik lainnya dan hasil penguraianya dikembalikan ke tanah sehingga dapat menyuburkan tanah. 3. Fungi saprofit bersama dengan protozoa dan bakteri saprofit merupakan

organisme yang dapat menguraikan sampah.

(26)

1. Fungi dapat berperan sebagai agen penyebab penyakit. Fungi pada umumnya lebih sering menyebabkan penyakit pada tumbuhan dibanding pada hewan atau manusia.

2. Fungi dapat menghasilkan racun, racun yang dihasilkan beberapa fungi seperti Amanita phalloides, A. muscaria, maupun A. flavus (menghasilkan aflatoksin) yang dapat mengurangi perkecambahan benih, persentase hidup bibit dan kualitas nutrisi benih. Selain itu, aflatoksin sangat berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan penyakit kronis seperti kanker dan bahkan kematian.

Trichoderma merupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik. Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat pathogen. Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma. Trichoderma sp. Menghasilkan enzim kitinase yang data membunuh atogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya (Tjandrawati, 2003).

Jamur Trichoderma sp memiliki kelebihan seperti mudah diisolasi, dikembangkan, mudah ditemukan di areal pertanaman, dapat tumbuh secara cepat pada berbagai substrat, memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas. Jamur Trichoderma mempunyai kemampuan untukmeningkatkankecepatanpertumbuhan

(27)

di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan.

Cendawan merupakan salah satu penyebab utama dari kerusakan benih. Cendawan dapat berupa patogen atau saprofit, diantaranya adalah cendawan Aspergillus sp. dan Fusarium sp. Cendawan ini dapat bertahan pada benih dalam

kondisi dingin atau kering. Cendawan Aspergillus sp. adalah salah satu jenis cendawan gudang yang banyak menginfeksi benih pada waktu penyimpanan

(Justice dan Bass, 2002).

(28)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem pantai yang memiliki produktivitas tinggi. Ekosistem ini berupa formasi hijau yang kompleks dan dinamis dengan penyebaran yang terbatas hanya pada daerah tropik dan subtropik. Hutan mangrove berkembang di daerah intertidal seperti di daerah pantai yang terlindung, lingkungan estuaria dan delta. Oleh karena itu ekosistem ini sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut dengan fluktuasi lingkungan yang lebar. Selain itu hutan mangrove dikenal juga sensitif terhadap pengaruh eksternal karena sifatnya yang terbuka terhadap bahan dan energi yang masuk atau keluar (Chapman, 1977).

Jenis vegetasi mangrove mempunyai bentuk khusus yang menyebabkan mereka dapat hidup di perairan yang dangkal yaitu mempunyai akar yang pendek, menyebar luas dengan akar penyangga atau tudung akarnya yang khas tumbuh dari batang dan atau dahan. Akar-akar dangkal sering memanjang yang disebut “pneumatofor” ke permukaan substrat yang memungkinkan mereka mendapatkan oksigen dalam lumpur yang anoksik dimana pohon-pohon ini tumbuh. Daun-daunnya kuat dan mengandung banyak air dan mempunyai jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garamnya tinggi. Beberapa jenis tumbuhan mangrove mempunyai kelenjar garam yang menolong menjaga keseimbangan osmotik dengan mengeluarkan garam (Nybakken,1988).

(29)

laut, hingga tegakan campuran Bruguiera-Rhizophora-Ceriopsdengan ketinggian lebih dari 30 meter (misalnya, di Sulawesi Selatan). Di daerah pantai yang terbuka, dapat ditemukan Sonneratia alba dan Avicennia alba, sementara itu di sepanjang sungai yang memiliki kadar salinitas yang lebih rendah umunya ditemukan Nypa fruticans.Umumnya tegakan mangrove jarang ditemukan yang rendah kecuali mangrove anakan dan beberapa jenis semak seperti Acanthus ilicifolius dan Acrostichum aureum(Noor dkk,2006).

Formasi hutan mangrove terdiri atas empat gugus utama, yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera. Hutan mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Bagian luar didominasi Avicennia, Sonneratia, dan Rhizophora, bagian tengah Bruguiera gymnorhiza, bagian ketiga Xylocarpus, dan Heritiera, bagian dalam Bruguiera cylindrica, Scyphiphora hydrophyllacea, dan Lumnitzera, sedangkan bagian transisi didominasi Cerbera manghas. Pada perbatasan hutan mangrove dengan rawa air tawar tumbuh Nypa fruticans. Pada masa kini pola zonasi tersebut jarang ditemukan karena tingginya laju konversi habitat mangrove menjadi tambak, penebangan hutan, sedimentasi/reklamasi, dan pencemaran lingkungan.

(30)

Jenis dan Penyebaran Mangrove

Hutan mangrove merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik dan sub tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken, 1992). Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus yang termasuk ke dalam 8 famili. Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan dominan yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus) (Bengen, 2001).

(31)

Jenis-jenis tumbuhan di hutan bakau bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bias sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya. Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.

Menurut Suryono (2013), pembagian zonasi pertumbuhan sering dibagi berdasarkan daerah penggerangan dan jenis tumbuhan yang tumbuh pada daerah tersebut. Misalnya menurut daerah yang tergenang diklasifikasikan dalam 3 zonasi yaitu:

1. Zona proksimal adalah zona yang dekat dengan laut atau zona terdepan. Pada daerah ini biasanya ditemukan jenis-jenis Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, dan Sonneratia alba.

2.Zona middle adalah zona yang terletak diantara laut dan darat atau zona pertengahan. Biasanya ditemukan jenis-jenis: Sonneratia caseolaris, Bruguiera gymnorhiza, Avicennia marina, Avicennia officinalis dan Ceriops tagal.

(32)

Deskripsi Bruguiera cylindrica

Bruguiera cylindricasering disebut dengan nama lokal: burus, lindur, tanjungsukim, tanjang. Menurut Noor, dkk (2006) adapun taksonomi dari Bruguiera cylindricaadalah sebagaiberikut:

Kingdom : Tumbuhan Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales

Famili : Rhizophoraceae Genus : Bruguiera

Spesies : Bruguiera cylindrical(L.) Lamk.

(33)

abu-abu, relative halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil. Pada bagian permukaan atas daun hijau cerah sedangkan pada bagian bawahnya hijau agak kekuningan. Bunga jenis ini muncul di ujung tandan dan mengelompok, sisi luar bunga bagian bawah biasanya memiliki rambut putih.Propagulnya berbentuk silindris memanjang, sering juga berbentuk kurva, warna hijau didekat pangkal buah dan hijau keunguan di bagian ujung. Bentuk pohon dan bunga B. cylindrica dapat dilihat pada Gambar 2.

[image:33.595.163.440.278.452.2]

Gambar 2. Pohon dan bunga B. cylindrica (Paula, 1998)

Kayu dari B. cylindrica dapat digunakan sebagai bahan kontruksi. Jenis ini biasa digunakan sebagai kayu bakar dan dapat dikonversi menjadi arang. Nelayan tidak menggunakan untuk menangkap ikan karena kayunya mengeluarkan bau yang menyebabkan ikan tidak mau mendekat. Dalam hal pengobatan tradisional, kulit buah digunakan untuk menghentikan pendarahan, dan daunnya dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Serta, pada daerah tertentu propagulnya dapat dijadikan sayuran.

Teknik Pembibitan Tanaman Mangrove

(34)

seragam atau tidak. Untuk mengetahui kondisi pasang surut air laut ini, beberapa hari sebelum penanaman perlu diamati waktu dan lama pasang surut. Waktu penanaman ini sebaiknya didiskusikan dan disepakati bersama dengan masyarakat karena merekalah yang lebih menguasai kondisi setempat. Kesesuaian jenis tanaman dengan lingkungannya perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi tingkat keberhasilan penanaman. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk kesesuaian jenis ini adalah salinitas, frekuensi penggenangan, tekstur tanah (kandungan pasir dan lumpur), dan kekuatan ombak dan angin (Kusmana dan Onrizal, 1998).

Berdasarkan pengalaman di lapangan, penyiapan bibit mangrove sebaiknya menggunakan benih yang berasal dari buah yang telah masak. Secara umum, teknik pembibitan semua jenis mangrove relatif sama. Sebelum melakukan kegiatan pembibitan, pengenalan bagian-bagian buah bakau harus dilakukan terlebih dahulu. Benih sebaiknya dipilih yang sudah matang, pemanenan buah dapat dilakukan dengan cara memanjat atau menggunakan tongkat galah berpengait. Selain itu, buah juga bisa diperoleh dengan mengambil buah yang telah jatuh dengan sendirinya dibawah pohon induk. Buah yang dipilih sebaiknya sehat, tidak terserang oleh hama dan penyakit, serta belum berdaun.Ciri-ciri buah bakau yang telah matang leher kotiledon berwarna kekuningan.Untuk mendapatkan benih yang bersih maka sebaiknya dilakukan pencucian (Wibisono dkk, 2006).

(35)

jenistanamanyang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal inidikarenakan setiap daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara (Mukhlis, 2007).

Pada lokasi penanaman berlumpur lembek atau dalam, sekitar sepertiga dari panjang buah/benih (R. apiculata dan B.cylindrica) ditancapkan kedalam lumpur secara tegak dengan bakal kecambah menghadap keatas. Pada lokasi penanaman berlumpur agak keras, terlebih dahulu dibuat lubang baru buah/ benih dimasukkan kedalam lubang secara tegak. Setelah itu lubang ditutup kembali dengan tangan sehingga benih dapat berdiri tegak dengan baik. Apabila ingin memasang ajir sebagai tanda adanya tanaman baru, maka ajir ditanam disamping buah atau benih. Untuk melindungi buah agar tidak hanyut terbawa ombak, sebaiknya buah diikatkan pada ajir(Suryono, 2013).

(36)

fisiologis diikuti dengan pemeraman diharapkan dapat menghasilkan benih dengan viabilitas dan vigor yang tinggi seperti benih yang diperoleh dari buah yang dipanen saat masak fisiologis di pohon (Kartasapoetra, 1994).

Peranan Fungi Hutan Mangrove

Fungi merupakan satu di antara berbagai kelompok mikroorganisme yang memainkan peran sangat penting dalam proses dekomposisi serasah bahan-bahan tumbuhan. Selain fungi, kelompok mikroorganisme dan organisme lain seperti bakteri, cacing, kepiting dan lain-lain, serta faktor lingkungan juga ikut mengambil bagian dalam proses dekomposisi serasah tersebut. Fungi memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove terutama dalam hubungannya dengan bakteri untuk mempercepat dekomposisi serasah daun (Fell, dkk., 1975).

Jamur (fungi) memiliki peran yang menguntungkan dan merugikan. Peran menguntungkannya adalah sebagai berikut:

1. Berperan sangat penting dalam siklus materi terutama siklus karbon, yang berperan bagi kelangsungan hidup seluruh organisme.

2. Sebagai dekomposer kedua kelompok tersebut dapat menguraikan sisa-sisa tumbuhan, bangkai hewan dan bahan bahan organik lainnya dan hasil penguraianya dikembalikan ke tanah sehingga dapat menyuburkan tanah. 3. Fungi saprofit bersama dengan protozoa dan bakteri saprofit merupakan

organisme yang dapat menguraikan sampah.

(37)

1. Fungi dapat berperan sebagai agen penyebab penyakit. Fungi pada umumnya lebih sering menyebabkan penyakit pada tumbuhan dibanding pada hewan atau manusia.

2. Fungi dapat menghasilkan racun, racun yang dihasilkan beberapa fungi seperti Amanita phalloides, A. muscaria, maupun A. flavus (menghasilkan aflatoksin) yang dapat mengurangi perkecambahan benih, persentase hidup bibit dan kualitas nutrisi benih. Selain itu, aflatoksin sangat berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan penyakit kronis seperti kanker dan bahkan kematian.

Trichoderma merupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik. Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat pathogen. Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma. Trichoderma sp. Menghasilkan enzim kitinase yang data membunuh atogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya (Tjandrawati, 2003).

Jamur Trichoderma sp memiliki kelebihan seperti mudah diisolasi, dikembangkan, mudah ditemukan di areal pertanaman, dapat tumbuh secara cepat pada berbagai substrat, memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas. Jamur Trichoderma mempunyai kemampuan untukmeningkatkankecepatanpertumbuhan

(38)

di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan.

Cendawan merupakan salah satu penyebab utama dari kerusakan benih. Cendawan dapat berupa patogen atau saprofit, diantaranya adalah cendawan Aspergillus sp. dan Fusarium sp. Cendawan ini dapat bertahan pada benih dalam

kondisi dingin atau kering. Cendawan Aspergillus sp. adalah salah satu jenis cendawan gudang yang banyak menginfeksi benih pada waktu penyimpanan

(Justice dan Bass, 2002).

(39)

15

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di DesaNelayan, Kecamatan Medan Labuhan Sumatera Utara. Untuk peremajaan fungi dilakukan di Laboratorium Bioteknologi, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September2014 hingga bulan Januari2015.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan Petri, tabung reaksi, spatula, gelas ukur, timbangan analitik, oven, kalifer, penggaris, autoklaf, label kertas, cangkul, kamera digital, alumunium foil, gunting, sarung tangan, sprayer,polibag, spidol permanen, plastikclingwrap dan lampu bunsen.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah propagulB. cylindrica, akuades, kentang, dextrose, agar,spritus, alcohol 70%, antibiotik Calmicitin chlorampenicol,isolat berbagai jenis fungi yang didapat pada percobaan pertama A. flavus, A. tereus, T. harzianum.

Prosedur Penelitian Pembuatan PDA

(40)

antibiotik setelah suhunya normal. Selanjutnya media disterilisasi dengan autoklafpada suhu 121o C dengan tekanan 15 psi selama 15 menit (Sihite, 2014). Peremajaan Fungi

Media PDA dipanaskan hingga mencair, cawan Petri yang telah steril disiapkan. Media PDA dimasukkan ke dalam cawan Petri sampai seluruh cawan terisi. Fungi yang telah diisolasi sebelumnya diambil sedikit yaitu 1 cm x 1 cm sebagai inang dan dimasukkan kedalam cawan Petri. Cawan Petri yang berisi fungi kemudian disimpan dan ditunggu sampai fungi tersebut tumbuh dan berkembang. Waktu yang dibutuhkan fungi tersebut untuk tumbuh dan berkembang adalah 3 hari dan pertumbuhan maksimal akan terlihat setelah 1 minggu.

Pembuatan Media Tanam dan Penanaman

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumpur dari Desa Nelayan. Wadah tanam yang digunakan adalah polibag dengan ukuran 20 cm.

Propagul B.cylindrica ditanam ke dalam polibag yang telah berisi media tumbuh. Kemudian polibag diberi label sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Aplikasi fungi dapat dilakukan setelah propagul berkecambah dan memiliki 2 sampai 4 helai daun.

Aplikasi Fungi

(41)
[image:41.595.119.530.236.417.2]

sampai fungi terlepas dari agar. Selanjutnya suspensi fungi tersebut dituang ke dalam polibag atau media tanam bibit.Tiap jenis fungi dibuat 5 kali ulangan sesuai dengan perlakuan yang akan dilaksanakan. Suspensi fungi ini selanjutnya dimasukkan ke dalam polibag. Proses pembuatan suspensi hingga aplikasi ke bibit dapat dilihat pada Gambar 3. Adapun dokumentasi kegiatan penelitian di lapangan disajikan pada Lampiran 1.

Gambar 3. Proses pembuatan suspensi fungi yang akan diaplikasikan ke bibit B. cylindrica

Parameter yang Diamati a. Tinggi semai (cm)

Pengukuran tinggi semai dilakukan dua minggu sekali selama 3 bulan. Alat ukur yang digunakan adalah penggaris. Pengukuran pertama dilakukan pada batang awal munculnya daun sampai pangkal daun paling ujung, demikian dengan pengukuran selanjutnya sehingga data yang diperoleh lebih akurat.

b. Diameter semai (cm)

Diameter batang diukur dengan menggunakan kaliper. Untuk mendapatkan pengukuran yang lebih akurat,diameter batang diukur dari batang dimana daun pertama muncul.

potongan fungi 1 cm x 1 cm

Suspensi fungi dituang ke polibag Fungi A. flavus

dalam cawan Petri

Potongan fungi dimasukkan ke dalam tabung rekasi

(42)

c. Luas daun

Pada saat pengamatan dihitung semua jumlah daun dari semai. Perhitungan luas daun dilaksanakan pada pengamatan terakhir. Daun difoto di atas kertas putih yang telah diberi garis lurus sepanjang 10 cm, selanjutnya dihitung dengan menggunakan software image J.

d. Berat kering total

Dianalisis setelah data terakhir diambil. Daun dan akar dari setiap perlakuan dan kontrol masing masing dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 70 0C sampai berat konstan. Kemudian daun dan akar tersebut ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) karena kondisi lingkungan yang homogen dan faktor perlakuannya hanya satu yaitu pengaruh aplikasi fungi. Terdapat tiga jenis fungi yang diaplikasikan dengan lima kali ulangan.

���= �+��+���

Keterangan:

��� = respon pertumbuhan tanaman terhadap perlakuan ke-i ulangan ke-j � = rataan umum

�� = taraf perlakuan

��� = pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j

(43)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

[image:43.595.109.509.298.414.2]

Pengamatan dan pengukuran yang dilakukan terhadap bibit B. cylindrica selama 12 minggu menunjukkan perbedaan terhadap pertambahan tinggi, diameter, luas daun dan berat kering total. Data pengamatan bibit B. cylindrica dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Bibit B. cylindrica 12 Minggu Setelah Tanam

Parameter pengamatan Perlakuan

Kontrol A flavus A tereus T harzianum

Tinggi rata-rata (cm) 5.16 4.40 5.26 4.94

Diameter rata-rata (cm) 0.35 0.35 0.36 0.36

Luas daun (cm2) 79.76 78.41 76.94 80.44

Berat kering total (g) 1.62 1.54 1.74 1.65

a. Tinggi Tanaman

(44)
[image:44.595.131.496.82.290.2] [image:44.595.150.494.551.731.2]

Gambar 4. Pertambahan Tinggi Bibit B. cylindrica Diameter bibit

Pemberian fungi tidak berpengaruh nyata terhadap diameter bibit B. cylindrica. Hasil pengukuran diameter dapat dilihat pada Lampiran 3. Rata-rata diameter tertinggi terdapat pada bibit B. cylindrica yang diberi perlakuan aplikasi fungi T.harzianumdan A. tereus dengan diameter 0.36 cm. Sedangkan rata-rata diameter terkecil terdapat pada bibit yang diberi perlakuan aplikasi fungi A. flavus dengan diameter sebesar 0.35 cm. Pertumbuhan diameter bibit B. cylindrica dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Pertambahan Diameter Bibit B. cylindrica 0 1 2 3 4 5 6 7 8

1 2 3 4 5 6 7

Ti n g g i Bi b it ( c m ) Pengukuran Ke kontrol harzianum flavus tereus 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45

1 2 3 4 5 6 7

(45)

Luas daun

[image:45.595.129.496.302.524.2]

Luas daun dihitung pada akhir pengamatan untuk setiap perlakuan. Aplikasi fungi menunjukkan perbedaan luas permukaan daun pada masing-masing perlakuan. Hasil luas daun dapat dilihat pada Lampiran 4. Luas daun tertinggi terdapat pada bibitB. cylindrica dengan perlakuan pemberian fungi T. harzianum sebesar 80.44 cm2, sedangkan yang terendah terdapat pada bibit yang diberi perlakuan fungi A. tereus dengan luasdaun sebesar 76.94 cm2. Perbedaan luas permukaan daun pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6.Luas Daun Bibit B.cylindrica Berat Kering Total

Setelah data tinggi dan diameter diperoleh, dihitung berat kering total bibit B. cylindrica seperti yang tercantum pada Lampiran 5. Berat kering total merupakan hasil penjumlahan dari berat kering tajuk dan berat kering akar. Rata-rata berat kering tertinggi terdapat pada bibit dengan perlakuanA. tereus sebesar 1.74 g dan yang terendah terdapat pada bibit yang diberi perlakuan fungi A. flavus

79.78

78.41 76.94 80.44

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Kontrol A. flavus A. tereus T. harzianum

(46)
[image:46.595.114.488.136.394.2]

yaitu sebesar 1.54 g. Perbedaan berat kering total pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Berat Kering Total Bibit B. cylindrica Pembahasan

Pemberian fungi pada bibit B. cylindrica tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit baik dari segi tinggi, diameter, luas daun, dan berat kering total. Beberapa jenis fungi justru menghambat pertumbuhan bibit B. cylindrica. Hal ini dapat dilihat dari hasil perbandingan antara bibit yang tidak diberi perlakuan dengan bibit yang di beri perlakuan pengaplikasian beberapa jenis fungi.

Tinggi bibit

Hasil pengukuran yang dilakukan pada bibit B. cylindrica selama 12 minggu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit. Pemberian fungi yang berbeda pada tanaman B. cylindrica memberikan reaksi pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman yang berbeda. Pengaplikasian

1.62 1.54 1.74 1.65 0 0,5 1 1,5 2 2,5

Kontrol A. flavus A. tereus T. harzianum

(47)
(48)

Fungi yang diisolat dari bawah tegakan A. marina tentu berbeda dengan fungi yang diisolat dari bawah tegakan B. cylindrica. Perbedaan tempat tumbuh juga menghasilkan fungi yang dominan yang berbeda juga. Pernyataan ini diperkuat dengan pendapat Monk, dkk (2000) dalam Ghufron (2012) di mana B. cylindrica adalah spesies yang tumbuh pada zonasi dalam, zona air tawar hingga air payau yang lebih ke arah darat dengan substrat tanah berlumpur keras yang hanya terendam pada saat air pasang tertinggi atau dua kali dalam sebulan. B. cylindrica tumbuh subur di lokasi yang kering, pada tanah yang dialiri air tawar, tetapi dapat tumbuh pula di tanah lumpur. Sedangkan, Avicennia terletak pada zona pada bagian depan.

Pemberian fungi yang berbeda pada tanaman B. cylindrica memberikan reaksi pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman yang berbeda. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kemampuan antara beberapa jenis fungi dalam menyediakan unsur hara bagi B. cylindrica serta perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk mendekomposisikan lumpur sebagai media tanam. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian fungi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit B. cylindrica.

Diameter batang

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan, rata-rata pertambahan diameter tertinggi terdapat pada fungi T. harzianum dengan diameter rata-rata 0.42 cm dan pertambahan diameter terendah terdapat pada tanaman yang diberi A. flavus dengan diameter rata-rata 0.41 cm.

(49)

Trichoderma dan Penicillium berperan penting dalam menguraikan selulosa dan hemiselulosa, selanjutnya fungi banyak berperan dalam proses dekomposisi serasah karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim selulosa yang berguna dalam penguraian serasah. Fungi akan berperan sangat besar dalam proses dekomposisi serasah karena fungi mampu mendegradasi senyawa organik seperti selulosa dan lignin yang merupakan komponen penyusun dinding sel daun. Peningkatan jumlah unsur hara dalam tanaman akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian fungi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter bibit B. cylindrica. Namun pemberian fungi T. Harzianum menunjukkan pertambahan diameter yang lebih baik dari kontrol.

Luas daun

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa luas daun dengan aplikasi fungi T. harzianum memberikan hasil lebih bagus dibandingkan dengan yang lain. Hal ini dikarenakan T. harzianumadalah salah satu jamur tanah yang bersifat antagonis terhadap patogen tular tanah bahkan telah dilaporkan juga bahwa jamur ini mampu menginduksi ketahanan tanaman terhadap berbagai penyakit dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Harman, 2000). Keberhasilan penggunaan Trichoderma untuk pengendalian penyakit tanaman baik di rumah kaca, maupun di lapangan telah banyak dilaporkan.

(50)

adanya peran fungi yang mampu mendegradasi senyawa organik seperti selulosa dan lignin yang merupakan komponen penyusun dinding sel daun.

Keadaan daun B. cylindrica yang diberi perlakuan dengan A. flavus memberikan efek yang merugikan karena pada daun mengalami gejala nekrotik, warna tidak normal, dan terdapat bercak-bercak. Keadaan ini sesuai dengan Mulyanti (2006) dimana jagung yang terkena aflatoksin mengalami gejala nekrotik. Hal ini dikarenakan racun aflatoksin yang dihasilkan mampu mengganggu sistem metabolisme sehingga menghambat penyerapan unsur atau bahan organik tertentu.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian fungi tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun bibit B. cylindrica. Namun pemberian fungi T. harzianum menunjukkan luas daun yang lebih baik dari kontrol.

Berat kering total

(51)

Menurut Hamilton dan King (1988) biomassa merupakan istilah untuk bobot hidup, biasanya dinyatakan sebagai bobot kering, untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas. Biomassa tumbuhan merupakan jumlah total semua bagian tumbuhan hidup. Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap karbondioksida (CO2) dari udara kemudian

mengubah zat ini menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis.

Pemberian Trichoderma spp. dapat meningkatkan kandungan unsur hara juga mampu memperbaiki struktur tanah, membuat agregat atau butiran tanah menjadi besar atau mampu menahan air sehingga aerasi di dalamnya menjadi lancar dan dapat meningkatkan perkembangan akar.

(52)

28

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian fungi A. flavus, A. tereus, dan T. harzianum tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit B. cylindrica

2. Fungi A. flavus berperan menghambat pertumbuhan bibit B. cylindrica karena menghasilkan racun aflatoksin.

Saran

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Bengen,G.2001.Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir.Pusat KajianSumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor.

Chapman, V.J. 1977. Intoduction. In: Wet Coastal Ecosystems: Ecosystems of the world I. Chapman, V.J (ed). Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam.

Fell, J.W., R.C. Cefalu, I.M. Masters dan A.S. Tallman. 1975. Microbial Activities in theMangrove (Rhizophora mangleL.)Leaf Detrital Systems. Hlm. 661 – 679 dalamProceedings of the International Symposium on Biology and Management of Mangroves. G.E. Walsh, S.C. Snedaker dan H. J. Teas (Peny.). Univ. Florida. Gainsville.

Ghufron, H. 2012. Ekosistem Mangrove: Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta.

Halmiton, L.S dan HLM. N.King. 1988. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika. UGM Press. Yogyakarta.

Harman, G. E. 2000. Trichoderma spp. http//www.nysaes.cornell.edu (diakses 20 Mei 2010).

Justice, O.L., and L.N. Bass.2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. PT Radja Persada. Jakarta.

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta. Jakarta.

Kusmana, C dan Onrizal. 1998. Evaluasi Kerusakan Kawasan Mangrove dan Arahan Teknik Rehabilitasi-nya di Pulau Jawa. Jaringan Kerja Pelestari Mangrove. Instiper. Yogyakarta

Kusmana, C., S. Wilarso, I. Hilman, P.Pamoengkas, C. Wibowo, T. Tiryana, A. Triswanto, Yunasfi, Hamzah.2005. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lanyasunya, T.P., L.W. Wamae, H.H. Musa, O. Olowofeso, and I.K Lokwaleput. 2005. The Risk of Mycotoxins Contamination of Dairy Feed and Milk on Smallholder Dairy Farms in Kenya. Pakistan Journal on Nutrition 4 (3): 162-169.

(54)

Mulyanti, I., K.T. Dewandari dan S.I. Kailaku. 2006. Aflatoksin pada Jagung dan Cara Pencegahannya. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Noor, Y.R, M.Khazali, dan I.N.N.Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP. Bogor.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman, M.Koesoebiono, D.G. Begen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo [Penerjemah].Terjemahan dari: Marine Biology: An Ecological Approach. PT.Gramedia. Jakarta.

Paula, D. 1998. Bioinformatics Centre, National Institute of Oceanography. India. (diakses 9 Mei 2015).

Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung.

Saenger, P., E.J. Hegerl, and J.D.S Davie. 1983. Global Status of Mangrove Ecosystems. IUCN. Commision on Ecology No. 3.

Saputro. 2009. Peta Mangroves Indonesia.Bogor: Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis. Danida Forest Seed Centre. Denmark.

Sihite, E.D. 2014. Jenis-jenis Fungi dan Pengaruh Aplikasinya terhadap Pertumbuhan Semai Avicennia marina. Skripsi Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sudarmadji. 2004. Deskripsi Jenis-jenis Anggota Suku Rhizophoraceae di Hutan Manggrove Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Vol. 5, No. 2, Hal. 66-70.

Suryono, A. 2013. Sukses Usaha Pembibitan Mangrove: Sang Penyelamat Pulau. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

(55)

Tjandrawati, T. 2003. Isolasi dan Karakteristik sebagai Kitinase Trichoderma viride. TNJ 63. Jurnal Natural Indonesia.

Walsh. 1974. Mangroves: A Review. In: Ecology of Halophytes, Reinhold RJ, Queen WH (eds.). Academic Press.New York.

Wibisono, I.T.C., Eko Budi priyanto, E.B dan Suryadiputra, I N.N. 2006. Panduan Praktis Rehabilitasi pantai: Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir. Wetlands International˗IndonesiaProgramme. Bogor.

Wrather, J A and L.E. Sweet. 2006. Aflatoxin in Com. Jefferson City: Delta Research Centre. Missouri Agricultural Experiment Station. MU College of Agriculture, Food and Natural Resource.

Wulandari, D. 2012. Pengaruh Dekomposer Trichoderma harzianum Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sawi Hijau Pada Tanah Gambut. Artikel Ilmiah Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Tanjungpura. Pontianak.

(56)
(57)
[image:57.595.121.470.110.251.2] [image:57.595.120.469.293.451.2]

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan

Gambar a. Awal penanaman Gambar b. Bibit berumur 1 bulan

[image:57.595.122.468.501.662.2]

Gambar c. Pemberian label Gambar d. Pengukuran tinggi

Gambar e. Pengukuran diameter batang Gambar f. Pemberian suspensi fungi

(58)
[image:58.595.121.469.113.286.2]

Lampiran 1. Lanjutan

(59)

Lampiran 2. Data Pengukuran Tinggi Tanaman Bibit B. cylindrica

Perlakuan Ulangan Pengukuran Ke

I II III IV V VI VII

Kontrol

1 1.20 3.30 5.20 5.40 6.80 7.10 7.40

2 1.30 4.00 5.50 6.30 7.55 7.70 7.80

3 1.00 3.80 5.10 6.10 6.10 7.25 7.35

4 0.80 2.80 4.50 5.30 6.20 6.30 6.50

5 0.90 3.10 4.60 5.90 6.60 6.80 7.25

Rata-rata SD SE 1.04 0.21 0.09 3.40 0.49 0.22 4.98 0.42 0.19 5.80 0.43 0.19 6.65 0.57 0.26 7.03 0.52 0.23 7.26 0.47 0.21 A. flavus

1 1.00 3.30 4.90 5.60 7.00 7.10 8.00

2 0.30 2.20 3.90 4.30 5.10 5.30 5.80

3 0.30 2.50 3.50 4.30 5.10 5.25 5.50

4 0.80 3.70 5.30 6.20 7.10 7.20 7.50

5 0.50 2.10 3.30 4.10 4.80 5.05 6.25

Rata-rata SD SE 0.58 0.31 0.14 2.76 0.71 0.32 4.18 0.88 0.39 4.90 0.94 0.42 5.82 1.13 0.50 5.98 1.07 0.48 6.61 1.09 0.49 A. tereus

1 1.50 4.00 6.20 6.20 8.20 8.30 9.40

2 0.80 3.40 5.50 5.60 6.40 6.70 6.70

3 1.20 3.80 5.20 6.00 7.00 7.20 7.30

4 1.10 3.50 4.50 5.10 5.50 6.00 6.15

5 1.40 3.40 4.90 5.60 6.70 6.80 6.90

Rata-rata SD SE 1.20 0.27 0.12 3.62 0.27 0.12 5.26 0.64 0.28 5.70 0.42 0.19 6.76 0.98 0.43 7.00 0.85 0.39 7.29 1.25 0.56 T. harzianum

1 0.70 3.10 4.60 5.50 6.65 6.90 6.90

2 0.90 3.00 4.60 5.20 6.30 6.50 6.70

3 1.00 3.40 4.80 5.40 6.60 6.80 7.40

4 1.10 3.70 4.90 5.65 6.60 6.75 6.80

5 1.20 3.60 4.90 5.50 5.80 6.70 6.75

Rata-rata 0.98 3.36 4.76 5.45 6.39 6.73 6.91

SD 0.19 0.30 0.15 0.17 0.36 0.15 0.28

SE 0.08 0.14 0.07 0.07 0.16 0.07 0.13

Sumber Keragaman

Jumlah kuadrat

(JK) Db

Kuadrat tengah

(KT) F. hit F. tab

Perlakuan 0.22 3 0.07 0.15 3.24

Galat 8.07 16 0.50

(60)

Lampiran 3. Data Pengukuran Diameter Bibit B.cylindrica

Perlakuan Ulangan Pengukuran Ke

I II III IV V VI VII

Kontrol

1 0.31 0.33 0.34 0.35 0.37 0.41 0.42

2 0.30 0.31 0.32 0.34 0.36 0.39 0.43

3 0.31 0.32 0.36 0.38 0.39 0.40 0.41

4 0.30 0.31 0.32 0.35 0.37 0.38 0.40

5 0.23 0.31 0.33 0.34 0.37 0.40 0.42

Rata-rata SD SE 0.29 0.04 0.02 0.32 0.01 0.01

0 0.34 0.02 0 0.01

0.36 0.01 0.01 0.37 0.01 0.01 0.39 0.01 0.01 0.41 0.01 0.01 A. flavus

1 0.30 0.31 0.32 0.35 0.37 0.41 0.42

2 0.30 0.31 0.35 0.36 0.38 0.40 0.40

3 0.31 0.31 0.34 0.35 0.38 0.40 0.43

4 0.31 0.33 0.35 0.36 0.38 0.40 0.41

5 0.30 0.31 0.32 0.33 0.34 0.35 0.36

Rata-rata 0.31 0.31 0.34 0.35 0.37 0.40 0.41

SD 0.00 0.01 0.02 0.01 0.01 0.03 0.03

SE 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01

A. tereus

1 0.29 0.32 0.35 0.36 0.38 0.42 0.44

2 0.31 0.33 0.35 0.37 0.40 0.41 0.41

3 0.31 0.33 0.35 0.38 0.39 0.40 0.41

4 0.23 0.31 0.34 0.35 0.36 0.38 0.38

5 0.34 0.35 0.36 0.38 0.39 0.40 0.41

Rata-rata 0.30 0.32 0.35 0.37 0.38 0.40 0.41

SD 0.04 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02

SE 0.02 0.01 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01

T. harzianum

1 0.31 0.31 0.32 0.33 0.36 0.38 0.41

2 0.32 0.34 0.35 0.37 0.39 0.39 0.43

3 0.32 0.34 0.35 0.36 0.36 0.37 0.41

4 0.31 0.34 0.35 0.37 0.39 0.41 0.43

5 0.31 0.35 0.35 0.34 0.37 0.38 0.42

Rata-rata 0.31 0.34 0.35 0.36 0.37 0.38 0.42

SD 0.00 0.03 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01

SE 0.00 0.01 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01

ANOVA Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat (JK) db Kuadrat Tengah

(KT) F. hit F. tab

Perlakuan 0.01 3 0.001 0.52 3.24

Galat 0.01 16 0.001

(61)

Lampiran 4. Data Pengukuran Luas Daun Bibit B.cylindrica

Perlakuan Ulangan Ke Total SD SE

1 2 3 4 5

kontrol 84.72 76.79 73.88 82.38 81.09 398.88 4.38 1.96

A. flavus 95.04 58.41 56.53 114.67 67.39 392.04 25.45 11.38

A. tereus 114.15 64.45 89.28 54.03 62.78 384.69 24.59 10.99

T. harzianum 72.47 67.07 98.82 89.83 74.03 402.23 13.32 5.95

ANOVA

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

(JK) db

Kuadrat Tengah

(KT) F.hit F. tab

Perlakuan 36.23 3 12.08 0.03 3.24

Galat 5795.82 16 362.24

Total 5832.05 19

Lampiran 5. Data Pengukuran Berat Kering Total Bibit B. cylindrica

Perlakuan Ulangan Ke Rata-rata SD SE

1 2 3 4 5

Kontrol 1.74 1.82 1.54 1.58 1.44 1.62 0.15 0.07

A. flavus 1.88 1.25 1.14 1.87 1.56 1.54 0.34 0.15

A. tereus 2.36 1.62 1.95 1.27 1.49 1.74 0.42 0.19

T. harzianum 1.83 1.48 1.79 1.48 1.67 1.65 0.17 0.07

ANOVA

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

(JK) db

Kuadrat Tengah

(KT) F.hit F. tab

Perlakuan 0.09 3 0.03 0.37 3.23

Galat 1.40 16 0.08

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 2. Pohon dan bunga B. cylindrica (Paula, 1998)
Gambar 2. Pohon dan bunga B. cylindrica (Paula, 1998)
Gambar 3. Proses pembuatan suspensi fungi yang akan diaplikasikan ke bibit        B. cylindrica
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kedua adalah Staff User hak akses ini digunakan untuk mengakses halaman pengelolaan transaksi dan perubahan informasi status barang pelanggan, hak akses staff user

[r]

Wanita yang sudah menikah ( PUS) dan yang sudah memeiliki anak yang belum menggunakan KB atau alat kontrasepsi di Desa Bera Dolu Sumba Barat NTT yang memiliki

Untuk menjawab tantangan baru dalam pelaksanaan program RBTK, telah disusun 20 inisiatif baru program RBTK dengan strategic outcomes “Terjaganya kesinambungan fiskal melalui

Intervensi keperawatan yang direncanakan pada Tn.AP adalah untuk merubah stimulus kearah prilaku adaptif mobilitas fisik adekuat dengan mengarahkan pada

vitro. Ibu ini menghendaki hanya satu bayi saja, sebab itu ia menggugat dokternya karena hidup yang salah dan menuntut sang dokter membayar biaya membesarkan keempat anak lain yang

Bahan Ajar Cetak (Printed) yaitu sejumlah bahan yang disiapkan dan disiapkan dalam bentuk kertas ,yang dapat berfungsi untuk pembelajaran dan penyampaian informasi

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Riyantini (2010) di Jakarta pada 15 responden didapatkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna antara