KARDINAH KOTA TEGAL
TAHUN 2016
(Action Research)
TESIS
ANITA PERMATASARI
20111030023
PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
TAHUN 2016
(Action Research)
TESIS
Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2
Program Studi Manajemen Rumah Sakit
ANITA PERMATASARI
20111030023
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT
DALAM MENINGKATKAN KEPUASAN PASIEN
DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM
KARDINAH KOTA TEGAL
TAHUN 2016
(Action Research)
TESIS
ANITA PERMATASARI
20111030023
Pembimbing I,
Dr. Elsye Maria Rosa, SKM, M Kep Tanggal …………...
Pembimbing II,
Sri Handari Wahyuningsih, S.E, M.Si Tanggal ……….
PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT
DALAM MENINGKATKAN KEPUASAN PASIEN
DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM
KARDINAH KOTA TEGAL
TAHUN 2016
(Action Research)
TESIS
ANITA PERMATASARI
20111030023
Pembimbing I,
Dr. Elsye Maria Rosa, SKM, M Kep Tanggal …………...
Pembimbing II,
Sri Handari Wahyuningsih, S.E, M.Si Tanggal ……….
Nama : Anita Permatasari
NIM : 20111030023
Jurusan : Magister Manajemen Rumah Sakit
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Judul Tesis :Penerapan Komunikasi Terapeutik Dalam Meningkatkan
Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Kardinah Kota Tegal Tahun 2016 (Action Research)
Dengan ini menyatakan bahwa hasil tesis yang saya ajukan asli dan belum
pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Magister baik di Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta maupun perguruan tinggi lainnya). Dalam tesis ini
tidak terdapat karya-karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan
orang lain atau penulis sendiri kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan/referensi dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang atau
dicantumkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggungjawab dan saya bersedia
menerima sanksi apabila di kemudian hari diketahui tidak benar.
Tegal, 27 Desember 2016
Anita Permatasari
yang berjudul “Penerapan Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Meningkatkan
Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal
Tahun 2016 (Action Research) tepat pada waktunya.
Penulisan proposal tesis ini adalah dalam rangka memenuhi sebagian
syarat memperoleh gelar Sarjanan Strata 2 pada Program Studi Manajemen
Rumah Sakit Program Pascasarjana UMY. Di sisi lain, penelitian ini dilaksanakan
mengingat pentingya aspek kepuasan pelanggan RS dalam rangka peningkatan
kualitas pelayanan RS yang pada akhirnya diharapkan bermanfaat bagi RS
Kardinah pada khususnya dan pelayanan kesehatan pada umumnya. Tidak bisa
dipungkiri, bahwa fokus pelayanan kesehatan kini adalah pasien di mana
sekaligus menjadi sumber revenue bagi RS, oleh karenanya segala upaya yang
bersifat positif dalam rangka meningkatkan kepuasan hingga loyalitasnya adalah
aspek yang penting untuk dikembangkan. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan komunikasi terapeutik dan
Penghargaan setinggi-tinginya dan ucapan terimakasih, jazakumullohu
khoiron katsiron kami sampaikan kepada:
1. dr. Erwin Santosa, Sp.A., M.Kes. selaku Kaprodi MMR UMY.
2. Dr. Elsye Maria Rosa, SKM, M. Kep dan Sri Handari Wahyuningsih, SE, M.Si
selaku dosen pembimbing tesis, serta Dr. Dr. Nur Hidayah, M.M selaku dosen
penguji.
3. Seluruh dosen Prodi MMR UMY atas seluruh ilmu yang dicurahkan kepada
kami.
4. Dr. Abdal Hakim Tohari,Sp RM, MMR dan segenap karyawan RSU Kardinah
Kota Tegal yang telah memberikan dukungan kesempatan yang sangat luas dalam
penelitian ini.
5. Orang tua dan segenap keluarga besar atas doa dan dukungannya.
6. Rekan-rekan seperjuangan Prodi MMR atas semangat dan kebersamaannya.
penyusunan proposal tesis ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun kami harapkan demi kemajuan bersama.
Yogyakarta, 15 Desember 2016
Penulis
maka Allah memberikan jalan keluar kepadanya dan memberikan rezeki dari arah
yang tidak disangka-sangka. Barangsiapa yang bertaqwa pada Allah,
maka Allah jadikan urusannya menjadi mudah.
(Q.S Ath-Thalaq : 2 dan 3)
Kudedikasikan karyaku untuk :
Ayah, Ibu, dan Suamiku Tercinta
Almamaterku
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 37
B. Subjek dan Obyek Penelitian ... 37
C. Populasi dan Sampel ... 37
D. Variabel Penelitian ... 38
E. Definisi Operasional ... 38
F. Instrumen Penelitian... 40
G. Vliditas Data... 40
H. Perencanaan Kegiatan ... 42
I. Etika Penelitian ... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 49
B. Pembahasan ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN
Gambar 2.1. Kerangka teori ... 31
Gambar 2.2. Kerangka konsep ... 32
Tabel 3.1. Definisi operasional ... 38
Tabel 3.2 Perencanaan Kegiatan ... 42
Tabel 4.1 Hasil Kegiatan Action Research per Siklus ... 48
Tabel 4.2 Karakteristik Responden (pasien) ... 49
Tabel 4.3 Perbandingan Kepuasan Pasien Antara Sebelum dan Sesudah Treatment ... 50
Tabel 4.4 Karakteristik Responden (perawat) ... 50
Table 4.5 Ditribusi Frekuensi Berdasarkan Komunikasi Terapeutik ... 51
Table 4.6 Rata-Rata Nilai Kepuasan Sebelum dan Sesudah Treatment Berdasarkan Dimensi Kepuasan ... 51
Table 4.7 Perbandingan Komunikasi Sebelum dan Sesudah Treatment... 51
Lampiran 2. Surat Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3. Kuesioner
(Action Research)
APPLICATION OF THERAPEUTIC COMMUNICATION FOR IMPROVING PATIENT’S SATISFACTION IN THE INPATIENT PUBLIC HOSPITAL OF
KARDINAH TEGAL IN 2016
Anita Permatasari
Program Studi Manajemen Rumah sakit Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Rumah Sakit Kardinah adalah rumah sakit pemerintah yang diklasifikasikan sebagai pelayanan kesehatan rujukan yang bermutu. Banyaknya pasien yang mencapai kisaran 25.318 pasien setiap tahunnya menjadikan perlunya suatu monitoring dalam meningkatkan mutu sebuah pelayanan melalui peningkatan komunikasi yang efektif dari setiap unit pelayanan. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan efektivitas komunikasi terapeutik yang mendorong kepuasan pasien ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal tahun 2016.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif menggunakan metode action research. Action research merupakan suatu metode penelitian pada bidang ilmu pendidikan yang ditujukan untuk memecahkan masalah melalui penerapan langsung di kelas atau tempat kerja. Dalam penelitian alat yang digunakan adalah kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan sebelum treatment didapatkan hasil bahwa kepuasan pasien dalam kategori memuaskan yaitu sebanyak 3 responden (60%), sedangkan bagi respoden dengan kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 2 responden (40%). Sesudah Treatment didapatkan hasil bahwa kepuasan pasien dalam kategori memuaskan yaitu sebanyak 4 responden (80%), sedangkan bagi respoden dengan kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 1 responden (20%). Observasi Perawat didapatkan hasil bahwa perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan baik yaitu sebanyak 4 responden (80%), sedangkan bagi perawat dengan komunikasi terapeutik kurang baik sebanyak 1 responden (20%).
Kata Kunci : Komunikasi terapeutik, kepuasan pasien, action research
supervision for improving quality of services through effective communication from each unit. The general objective of this research is to improve the effective communication which encourage patient satisfaction in Inpatient General Hospital Kardinah Tegal 2016.
This research is qualitative with action research as a method. Action Research is a method of research in the field of science education to aim at solving the problem through direct application in the classroom or workplace. This research used questionner as the instrument.
The result before treatment, showed that the majority of patient satisfaction in the category satisfying as many as 3 respondents (60%), while for respondents with satisfaction in the category was satisfactory as much as 2 respondents (40%). After treatment showed that the majority of patient satisfaction in the category satisfying as many as 4 respondents (80%), while for respondents with satisfaction in the category was satisfactory as 1 respondent (20%). Nurses Observation showed that the majority of nurses in communication with good therapeutic communication as many as 4 respondents (80%), whereas for nurses who perform therapeutic communication less well as 2 respondents (20%).
Keywords : therapeutic communication, patient satisfaction, action research
TAHUN 2016 (Action Research)
APPLICATION OF THERAPEUTIC COMMUNICATION FOR IMPROVING PATIENT’S SATISFACTION IN THE INPATIENT PUBLIC HOSPITAL OF
KARDINAH TEGAL IN 2016
Anita Permatasari
Program Studi Manajemen Rumah sakit Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Rumah Sakit Kardinah adalah rumah sakit pemerintah yang diklasifikasikan sebagai pelayanan kesehatan rujukan yang bermutu. Banyaknya pasien yang mencapai kisaran 25.318 pasien setiap tahunnya menjadikan perlunya suatu monitoring dalam meningkatkan mutu sebuah pelayanan melalui peningkatan komunikasi yang efektif dari setiap unit pelayanan. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan efektivitas komunikasi terapeutik yang mendorong kepuasan pasien ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal tahun 2016.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif menggunakan metode action research. Action research merupakan suatu metode penelitian pada bidang ilmu pendidikan yang ditujukan untuk memecahkan masalah melalui penerapan langsung di kelas atau tempat kerja. Dalam penelitian alat yang digunakan adalah kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan sebelum treatment didapatkan hasil bahwa kepuasan pasien dalam kategori memuaskan yaitu sebanyak 3 responden (60%), sedangkan bagi respoden dengan kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 2 responden (40%). Sesudah Treatment didapatkan hasil bahwa kepuasan pasien dalam kategori memuaskan yaitu sebanyak 4 responden (80%), sedangkan bagi respoden dengan kepuasan pasien dalam kategori cukup memuaskan sebanyak 1 responden (20%). Observasi Perawat didapatkan hasil bahwa perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan baik yaitu sebanyak 4 responden (80%), sedangkan bagi perawat dengan komunikasi terapeutik kurang baik sebanyak 1 responden (20%).
Kata Kunci : Komunikasi terapeutik, kepuasan pasien, action research
with good quality. Many patient which achieve 25.318 every year, it caused need supervision for improving quality of services through effective communication from each unit. The general objective of this research is to improve the effective communication which encourage patient satisfaction in Inpatient General Hospital Kardinah Tegal 2016.
This research is qualitative with action research as a method. Action Research is a method of research in the field of science education to aim at solving the problem through direct application in the classroom or workplace. This research used questionner as the instrument.
The result before treatment, showed that the majority of patient satisfaction in the category satisfying as many as 3 respondents (60%), while for respondents with satisfaction in the category was satisfactory as much as 2 respondents (40%). After treatment showed that the majority of patient satisfaction in the category satisfying as many as 4 respondents (80%), while for respondents with satisfaction in the category was satisfactory as 1 respondent (20%). Nurses Observation showed that the majority of nurses in communication with good therapeutic communication as many as 4 respondents (80%), whereas for nurses who perform therapeutic communication less well as 2 respondents (20%).
Keywords : therapeutic communication, patient satisfaction, action research
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakah kebutuhan paling mendasar yang
harus dimiliki oleh manusia. Kesadaran akan arti pentingnya
kesehatan merupakan salah satu alasan dimana kebutuhan akan
mutu pelayanan juga semakin meningkat. Selain itu masyarakat
akan semakin pandai memilih mana yang terbaik sesuai dengan
apa yang mereka inginkan dan butuhkan (Mudayana dan
Cahyadi, 2014). Keberhasilan yang diperoleh suatu layanan
kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanannya sangat
berhubungan erat dengan kepuasan pasien (Sudian, 2012). Oleh
karena itu, diperlukan pelayanan kesehatan yang bermutu sebagai
salah satu bentuk perlindungan sosial bagi masyarakat. Seperti
halnya yang dikemukakan oleh Hafid (2014), setiap individu,
keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan
kesehatannya dan Negara bertanggungjawab mengatur agar
Mudayana dan Cahyadi (2014) mengemukakan:
“Dalam mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi mayarakat, diselenggarakan upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.”
Berbagai fakta menunjukkan adanya masalah serius dalam
mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Sudian (2012),
pelayanan kesehatan yang belum sesuai dengan harapan pasien
maka diharapkan menjadi masukan bagi organisasi pelayanan
kesehatan agar berupaya memenuhinya. Oleh sebab itu, kualitas
pelayanan merupakan hal penting untuk diperhatikan. Penilaian
konsumen pada kualitas pelayanan rumah sakit merupakan hal
penting sebagai acuan dalam pembenahan pelayanan sehingga
terciptanya suatu kepuasan pelanggan dan menciptakan suatu
loyalitas dari konsumen. (Puti, 2012).
Dharminto, Shaluhiyah, dan Suryawati (2006) mengatakan:
masuk rawat, aspek pelayanan “hotel” di RS, serta ketertiban dan kebersihan lingkungan RS”.
Menurut Mubarak (2012), komunikasi menjadi alat yang
efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia menjadikan
komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus.
Oleh sebab itu, komunikasi menjadi komponen penting dalam
praktik keperawatan. Dalam jurnalnya, Hafid (2014) berpendapat
bahwa perawat sebagai profesi yang berperan dalam memberikan
pelayanan kesehatan sehingga tidak jarang pelayanan
keperawatan menjadi sasaran dari ketidakpuasan pasien. Pada
sebuah organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit sering
terjadi permasalahan yang berhubungan dengan komunikasi.
Sikap petugas yang tidak ramah terhadap pasien dan empati yang
kurang efektif mengakibatkan pasien kurang puas. Hal tersebut
jelas sangat mempengaruhi mutu pelayanan di Rumah Sakit.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maharani, Mukaddas, dan
Indriani (2016) menunjukkan bahwa tangible, reliability,
responsivenesess, assurance, dan empati berpengaruh seginifikan
terhadap kepuasan pasien. Hasil yang dilakukan Sudian (2012)
komunikasi dengan kepuasan pasien di salah satu Rumah Sakit di
Kabupaten Aceh Utara.
Komunikasi adalah komponen penting dalam praktik
keperawatan. Komunikasi menjadi salah satu upaya individu
dalam menjaga dan mempertahankan proses interaksi dengan
orang lain. Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk
mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi
dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus (Mubarak.
2012).
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan
sering berinteraksi dengan klien. Oleh karena itu, perawat
diharapkan dapat menjadi “obat” secara psikologis bagi
pasiennya. Menurut Simamora (2011), kesan lahiriah perawat dan
keramah tamahan perawat mulai dari senyum yang penuh
ketulusan, kerapian berbusana, sikap familiar, serta sikap
bertemperamen bijak dibutuhkan untuk menjadi obat pertama
bagi pasien.
Oleh karena itu, perawat memerlukan keterampilan khusus
dalam perilaku berkomunikasi secara terapeutik dengan orang
lain (Sheldon, 2013). Perawat yang memiliki keterampilan
berkomunikasi secara terapeutik tidak akan hanya mudah
menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, tetapi juga
mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan
profesional dalam pelayanan keperawatan, dan meningkatkan
citra profesi serta citra Rumah Sakit (Mubarak, 2012).
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau
pemulihan klien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
profesional bagi perawat (Nunung, 2011). Perawat dituntut untuk
melakukan komunikasi terapeutik dalam melakukan tindakan
keperawatan agar pasien atau keluarganya tahu tindakan apa
yang akan dilakukan pada pasien (Hermawan, 2009).
Menurut Pratiwi (2015), komunikasi terapeutik termasuk
dalam komunikasi antar pribadi dimana komunikasi antar pribadi
merupakan komunikasi inti yang dilakukan oleh perawat.
Komunikasi antar pribadi dilakukan secara interpersonal dimana
komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk
mempengaruhi tingkah laku manusia dan bermanfaat dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, sehingga
komunikasi harus dikembangkan secara terus-menerus.
Hubungan antara perawat dan klien yang terapeutik bisa terwujud
dengan adanya interaksi yang terapeutik antar keduanya
(Damaiyanti, M, 2014).
Purwanto (2012), ada beberapa kemungkinan kurang
berhasilnya komunikasi terapeutik perawat pada klien
diantaranya dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan perawat
dalam komunikasi terapeutik, sikap perawat, tingkat pendidikan,
pengalaman, lingkungan, jumlah tenaga yang kurang dan lain-
lain. Rendahnya komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh
perawat berdampak terhadap ketidakpuasan pasien.
Seorang klien yang tidak puas, akan menghasilkan sikap
atau perilaku tidak patuh pada seluruh prosedur keperawatan dan
prosedur medis misalnya menolak pemasangan infus, menolak
meminum obat, menolak untuk dikompres panas atau dingin, dan
mencari jasa pelayanan yang bermutu di tempat yang lain. Oleh
sebab itu sudah saatnya kepuasaan klien menjadi bagian integral
dalam misi dan tujuan profesi keperawatan karena semakin
meningkatnya intensitas kompetensi global dan domestik, serta
berubahnya preferensi dan perilaku dari klien untuk mencari
pelayanan jasa keperawatan yang bermutu (Haryanti, 2012).
Kepuasan klien adalah hal utama yang perlu diprioritaskan
oleh rumah sakit agar dapat bertahan, bersaing dan
mempertahankan pasar yang sudah ada karena rumah sakit
merupakan badan usaha yang bergerak dibidang jasa pelayanan
kesehatan (Irawan, 2011). Menurut laporan data Sensus Nasional
(2001) pelayanan kesehatan untuk rawat inap yang banyak
dimanfaatkan adalah rumah sakit pemerintah adalah (37,1%) dan
rumah sakit swasta (34,3%) sisanya adalah rumah sakit bersalin
dan puskesmas, sedangkan untuk pelayanan komunikasi
terapeutik disimpulkan bahwa ketidakpuasan dari pelayanan
komunikasi terapeutik rumah sakit pemerintah dan rumah sakit
swasta untuk rawat jalan dan rawat inap semakin meningkat.
pemerintah secara umum lebih rendah dibandingkan dengan
rumah sakit swasta.
Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah (RSUD Kardinah)
Kota Tegal bermula dari balai pengobatan yang didirikan pada
tahun 1927 oleh Raden Ajeng Kardinah. Raden Ajeng Kardinah
adalah istri Bupati Tegal pada masa itu, merupakan sosok yang
sangat peduli dengan nasib rakyat, khususnya dalam hal
pengobatan yang masih sangat tradisional pada masa tersebut.
Dengan modal awal 16.000 golden hasil penjualan buku
karangan beliau berjudul ”Cara Membatik” ditambah bantuan
dari Residen Pekalongan, maka didirikanlah Balai Pengobatan
yang bertujuan untuk memberikan bantuan pengobatan kepada
rakyat yang kurang mampu.
Pada tahun 1971 setelah Raden Ajeng Kardinah wafat,
Balai Pengobatan yang sudah mengalami berbagai peningkatan
sarana dan prasarana diserahkan kepada Pemerintah Daerah
Tingkat II Kotamadya Tegal dan kemudian berubah menjadi
rumah sakit yang kemudian diberi nama Rumah Sakit Umum
Pada tahun 1983, dengan Surat Keputusan Walikota Madya
Dati II Tegal Nomor 61/1/1004/1983, Rumah Sakit Umum
Kardinah ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum tipe C,
selanjutnya pada tahun 1995 dengan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No. 92/ Menkes/SK/I/1995 ditetapkan sebagai Rumah
Sakit Umum Daerah tipe B non Pendidikan.
Pada tahun 1998 Rumah Sakit Umum Kardinah dinyatakan
lulus akreditasi dengan sertifikat akreditasi rumah sakit untuk 5
(lima) Pelayanan Dasar, dan pada tahun 2002 Rumah Sakit
Umum Kardinah dinyatakan lulus akreditasi dengan sertifikat
akreditasi rumah sakit untuk 12 (duabelas) Pelayanan.
Dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
maka berdasarkan Keputusan Walikota Tegal Nomor 445 /244
/2008 Tanggal 31 Desember 2008, ditetapkanlah status
pengelolaan keuangan RSUD Kardinah sebagai Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) yang mempunyai hak pengelolaan
keuangan dalam bentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
dengan status penuh. Kemudian pada tanggal 16 Desember 2011,
2008 Certificate of Registration No : D0023.1.1023.12.11 dan
berhasil mempertahankan sampai dengan sekarang.
Rumah Sakit Kardinah adalah rumah sakit pemerintah yang
diklasifikasikan sebagai pelayanan kesehatan rujukan yang
bermutu. Banyaknya pasien yang mencapai kisaran 25.318 pasien
setiap tahunnya menjadikan perlunya suatu monitoring dalam
meningkatkan mutu sebuah pelayanan melalui peningkatan
komunikasi yang efektif dari setiap unit pelayanan. Survey awal
dilakukan penulis dengan mewawancarai pasien yang menjalani
rawat inap di Rumah Sakit Kardinah Kota Tegal. Hasil
wawancara survey awal menunjukkan bahwa penyebab
ketidakpuasan pasien akan pelayanan asuhan keperawatan antara
lain : perawat jarang menyediakan waktu untuk
mendengarkankan keluhan pasien tentang sakit yang
dirasakannya, perawat kurang memberikan penjelasan tentang
tindakan keperawatan yang dilakukan, perawat tidak bisa
memberikan keyakinan bahwa tindakan keperawatan yang
pasien tanpa ada perhatian dan akan datang ke ruang perawatan
pasien apabila keluarga pasien menyampaikan keluhan.
Berdasarkan hasil wawancara survey awal pada 15 orang
pasien rawat inap yang ada di Rumah Sakit Kardinah Kota Tegal
didapatkan hasil bahwa 10 orang mengatakan komunikasi
perawat kepada pasien sudah baik dan 5 orang mengatakan
kurang baik dalam penyampaian.
Hasil analisa kajian pendahuluan dan jurnal yang ada maka
penelitian ini mempunyai kesempatan yang sangat besar dimana
alokasi tempat, waktu dan jumlah populasi yang berbeda dengan
metode yang berbeda pula. Dalam penelitian ini digunakan
metode action research dimana metode ini masih jarang
digunakan dalam penelitian dengan judul-judul yang serupa.
Berdasarkan studi di atas maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang “Penerapan komunikasi
terapeutik perawat dalam meningkatkan kepuasan pasien di ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal tahun
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil uraian kajian pendahuluan diatas maka
peneliti merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimana
penerapan komunikasi terapeutik perawat dalam meningkatkan
kepuasan pasien di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Kardinah Kota Tegal tahun 2016?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk
meningkatkan efektivitas komunikasi terapeutik yang mendorong
kepuasan pasien ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kardinah
Kota Tegal tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji komunikasi terapeutik perawat di ruang rawat
inap Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal tahun 2016
b. Mengkajikepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
a. Bagi Manajemen Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pada pengembangan ilmu manajemen Rumah Sakit.
b. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan komunikasi
terapeutik perawat dengan menggunakan metode yang
berbeda.
2. Praktis
a. Bagi RSU Kardinah Kota Tegal
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
yang positif untuk membangun motivasi dalam
penyampaian suatu informasi yang memang sudah menjadi
hak pasien dan keluarga.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan motivasi
petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan baik rawat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian komunikasi terapeutik
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan
seni dari penyembuhan (Anas, 2014). Maka di sini diartikan
bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses
penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri adalah
komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu
penyembuhan/ pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik
merupakan komunikasi profesional bagi perawat.
Komunikasi mengandung makna bersama – sama
(common). Istilah komunikasi atau communication berasal dari
bahasa Latin, yaitu communication yang berarti pemberitahuan
atau pertukaran.Kata sifatnya communis, yang bernakna umum
atau bersama – sama (Devi, 2012)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan
membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui
komunikasi (Damaiyanti, 2014).
Komunikasi terapeutik adalah modalitas dasar intervensi
utama yang terdiri atas teknik verbal dan nonverbal yang
digunakan untuk membentuk hubungan antara terapis dan pasien
dalam pemenuhan kebutuhan (Mubarak, 2012). Oleh karena itu,
komunikasi terapeutik merupakan hal penting dalam kelancaran
pelayanan kesehatan yang dilakukan terapis untuk mengetahui
apa yang dirasakan dan diinginkan pasien.
2. Tujuan komunikasi terapeutik
Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien,
pertama-tama klien harus percaya bahwa perawat mampu
memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi
keluhannya, demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan
diandalkan atas kemampuan yang telah dimiliki perawat
(Simamora, 2013). Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi
terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling
percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif dalam
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan
dan akan meningkatkan profesi (Damaiyanti, 2012).
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994 seperti
dikutip dalam Damaiyanti, 2012) adalah:
a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi
beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan
untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada
hal yang diperlukan.
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan
egonya.
c. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya
sendiri.
3. Manfaat komunikasi terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik (Anas, 2014) adalah:
a. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji
masalah, dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh
perawat.
4. Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik
Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik:
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti
menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang
dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima,
saling percaya dan saling menghargai.
c. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik
fisik maupun mental.
d. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan
pasien bebas berkembang tanpa rasa takut.
e. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang
memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah
dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin
matang dan dapat memecahkan masalah – masalah yang
f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara
bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan
gembira, sedih, marah, keberhasilan, amupun frustasi.
g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang
terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang
terapeutik.
i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari
hubungan terapeutik.
j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat
menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang
kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan
suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya hidup.
k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap
mengganggu.
l. Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong
m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat
mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip
kesejahteraan manusia.
n. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung
jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan
dan tanggung jawab terhadap orang lain.
5. Sikap komunikasi terapeutik
Menurut Devi (2012) terdapat 5 sikap atau cara untuk
menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi
komunikasi terapeutik, yaitu:
a. Berhadapan; arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda.
b. Mempertahankan kontak mata; kontak mata pada level
yang sama berarti menghargai pasien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah pasien; posisi ini menunjukkan
keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu.
d. Memperlihatkan sikap terbuka; tidak melipat kaki atau
tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi dan
e. Tetap rileks; tetap dapat mengendalikan keseimbangan
antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons
kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang
menyenangkan.
6. Teknik-teknik komunikasi terapeutik
Beberapa teknik komunikasi terapeutik menurut Aisah
(2015) antara lain:
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Perawat diharapkan dapat mengerti klien dengan cara
Mendengarkan apa yang disampaikan klien. Ciri dari
pendengar yang baik antara lain: pandangan saat berbicara,
tidak menyilangkan kaki dan tangan, hindari tindakan yang
tidak perlu, anggukan kepala jika klien membicarakan hal
hal yang penting atau memerlukan umpan balik,
condongkan tubuh kearah lawan bicara.
b. Menunjukkan penerimaan
Perawat harus waspada terhadap ekspresi wajah dan
mengerutkan kening atau menggeleng yang menyatakan
tidak percaya.
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan
informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan
oleh klien dengan menggunakan kata-kata yang sesuai
dengan konteks sosial budaya klien.
d. Pertanyaan terbuka (Open-Ended Question)
Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban ”ya” dan
”mungkin”, tetapi memerlukan jawaban yang luas. Dengan
begitu klien dapat mengemukakan masalahnya dengan
kata-katanya sendiri atau memberikan informasi yang
diperlukan.
e. Mengulang ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata
sendiri
Dengan pengulangan kembali kata-kata klien, perawat
memberikan umpan balik bahwa ia mengerti pesan klien
dan berharap komunikasi dilanjutkan.
Klarifikasi terjadi saat perawat berusaha menjelaskan dalam
kata-kata, ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh
klien. Tujuannya adalah untuk menyamakan pengertian.
g. Memfokuskan
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan
sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan mengerti,
usahakan tidak memutus pembicaraan ketika klien
menyampaikan masalah yang penting
h. Menyatakan hasil observasi
Dengan perawat memberikan umpan balik berupa isyarat
non verbal, klien dapat mengetahui apakah pesannya
diterima dengan benar atau tidak. Teknik ini seringkali
membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa perawat
harus bertanya, memfokuskan dan mengklarifikasi pesan.
i. Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi seperti tindakan
penyuluhan kesehatan untuk klien. Penahanan informasi
yang dilakukan saat klien membutuhkan akan
j. Diam (memelihara ketenangan)
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan
klien untuk mengorganisir pikirannya. Diam
memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya
sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi,
terutama pada saat klien harus mengambil keputusan. Diam
yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain merasa
cemas.
k. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah
dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat
untuk membantu mengingat topik yang telah dibahas
sebelum meneruskan pembicaraan berikutnya.
l. Memberi penghargaan
Berilah penghargaan pada klien dan jangan sampai menjadi
beban. Dalam arti jangan sampai klien berusaha keras dan
melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian atau
persetujuan atas perbuatannya.
Perawat menyediakan diri tanpa respons bersyarat atau
respon yang diharapkan.
n. Memberi kesempatan pada klien untuk memulai
pembicaraan
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam
memilih topik pembicaraan. Untuk klien yang merasa
ragu-ragu, perawat dapat menstimulusnya untuk membuka
pembicaraan.
o. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengarahkan hampir seluruh pembicaraan. Teknik ini juga
mengindikasikan bahwa perawat mengikuti apa yang
dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan
selanjutnya.
p. Menempatkan kejadian secara berurutan
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu
perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif,
q. Memberikan kesempatan pada pasien untuk menguraikan
persepsinya
Jika perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat
segala sesuatunya dari perspektif klien.
r. Refleksi
Refleksi ini memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai
bagian dari dirinya sendiri. Dengan demikian klien dapat
mengemukakan pendapatnya, membuat keputusan, dan
memikirkan dirinya sendiri.
s. Assertive
Assertive adalah kemampuan dalam meyakinkan,
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap
menghargai orang lain. Kemampuan asertif antara lain:
berbicara jelas, mampu menghadapi manipulasi pihak lain
tanpa menyakiti hatinya, melindungi diri dari kritik.
t. Humor
Humor merupakan hal yang penting dalam komunikasi
sakit akibat stres, serta meningkatkan keberhasilan asuhan
keperawatan.
7. Hubungan Perawat dan Klien/Helping Relationship
Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika
seseorang melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan
tercipta suatu hubungan diantara keduanya,. Hal inilah yang pada
akhirnya membentuk suatu hubungan ‘helping relationship’.
Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua
(atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan
dan menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks
keperawatan, hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara
perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien
terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien
sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai
tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien
Menurut Suryani (2015), ada beberapa karakteristik seorang
helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan
yang terapeutik, yaitu:
a. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran
mustahil bisa terbina hubungan saling percaya. Sangat
penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat
berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut
tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa
dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura
patuh terhadap perawat.
b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresi
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya
menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien.
Komunikasi nonverbal harus cukup ekspresif dan sesuai
dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan
menimbulkan kebingungan bagi klien.
Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh
perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai
kehangatan dan ketulusan dalam hubungan terapeutik tidak
memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu
diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana
yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya
d. Empati bukan simpati
Dengan empati, perawat dapat memberikan alternatif
pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam
perasaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian
masalah secara objektif.
e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus
berorientasi pada klien, melihat permasalahan yang sedang
dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk dapat
melakukan hal ini perawat harus memahami dan
f. Menerima klien apa adanya
Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman
dalam menjalin hubungan interpersonal.
g. Sensitif terhadap perasaan klien
Dengan bersikap sensitif terhadap perasaan klien, perawat
dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang
menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri
perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien
sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa
lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
8. Tahap-tahap hubungan terapeutik
Dalam mmembina hubungan terapeutik (berinteraksi)
perawat mempunyai 4 tahap yang pada setiap tahapnya
mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat
(Damaiyanti, 2014).
Pra interaksi merupakan masa persiapan sebelum
berhubungan dan berkomunikasi dengan pasien. Anda perlu
mengevaluasi diri tentang kemampuan yang anda miliki.
Jika merasakan ketidakpastian maka anda perlu membaca
kembali, diskusi dengan teman sekelompok atau diskusi
dengan tutor. Adapun hal yang perlu dilakukan pada fase
ini adalah :
1) Mengumpulkan data tentang pasien
2) Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri
3) Membuat rencana pertemuan dengan pasien (kegiatan,
waktu, tempat)
b. Fase orientasi/ perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat
pertama kali bertemu dengan pasien. Hal-hal yang perlu
dilakukan adalah :
1) Memberi salam
2) Memperkenalkan diri perawat
3) Menanyakan nama pasien
5) Menghadapi kontrak
6) Memulai percakapan awal
7) Menyepakati masalah pasien
8) Mengakhiri perkenalan
Orientasi dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua
dan seterusnya. Tujuan fase orientasi adalah memvalidasi
kekurangan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan
pasien saat ini dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu.
Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan
bersama pasien. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan
adalah :
1) Memberikan salam dan tersenyum ke arah pasien
2) Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif)
3) Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
4) Menjelaskan tujuan
5) Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan
6) Menjelaskan kerahasiaan
Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan pasien yang
terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan
yang akan dicapai. Tujuan tindakan keperawatan adalah :
1) Meningkatkan pengertian dan pengenalan pasien akan
dirinya, perilakunya, perasaannya, pikirannya. Tujuan ini
sering disebut tujuan kognitif.
2) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan
kemampuan pasien secara mandiri menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Tujuan ini sering disebut tujuan
afektif atau psikomotor.
3) Melaksanakan terapi/ teknikal keperawatan
4) Melaksanakan pendidikan kesehatan
5) Melaksanakan kolaborasi
6) Melaksanakan observasi dan monitoring
d. Fase terminasi
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat
dan pasien. Terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara
a) Terminasi sementara
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan
perawat dan pasien. Pada terminasi sementara, perawat
akan bertemu lagi dengan pasien pada waktu yang telah
ditentukan, misalnya satu atau dua jam pada hari
berikutnya.
b) Terminasi akhir
Terminasi akhir terjadi jika pasien akan pulang dari rumah
sakit atau perawat selesai praktik di rumah sakit. Adapun
komponen dari fase terminasi adalah :
a) Menyimpulkan hasil kegiatan; evaluasi proses dan hasil
b) Memberikan reinforcement positif
c) Merencanakan tindak lanjut dengan pasien
d) Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu,
tempat, topik)
e) Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik.
B. Kepuasan Pasien
Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan
kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan
sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan
muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu
tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan apa yang disebut di
atas, pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai
berikut. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien
yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang
diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang
diharapkannya.
2. Tingkat kepuasan pasien
Tingkat kepuasan pasien dapat diukur baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif dan banyak cara mengukur
tingkat kepuasan pasien. Berbagai pengalaman pengukuran
tingkat kepuasan pasien menunjukkan bahwa upaya untuk
mengukur tingkat kepuasan pasien tidak mudah. Karena upaya
untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur
tingkat kepuasan pasien akan berhadapan dengan suatu kendala
enggan atau tidak mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap
fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah. Seperti yang kita
ketahui saat ini, sebagian besar fasilitas layanan kesehatan yang
digunakan masyarakat dari golongan strata bawah adalah fasilitas
layanan kesehatan milik pemerintah (Praptiwi, 2011). Tingkat
kepuasan pasien yang akurat dibutuhkan dalam upaya
peningkatan mutu layanan kesehatan. Oleh karena itu,
pengukuran tingkat kepuasan pasien perlu dilakukan secara
berkala, teratur, akurat, dan berkesinambungan.
Penilaian kepuasan pasien penting diketahui karena berikut
ini:
a. Bagian dari mutu pelayanan
b. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit
1) Pasien yang puas akan memberi tahu pada teman,
keluarga dan tetangga
2) Pasien yang puas akan datang lagi kontrol atau
membutuhkan pelayanan yang lain
3) Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan
c. Berhubungan dengan prioritas peningkatan pelayanan
dalam dana yang terbatas, peningkatan pelayanan harus
selektif, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
d. Analisis kuantitatif
Dengan bukti hasil survey berarti tanggapan tersebut dapat
diperhitungkan dengan angka kuantitatif tidak perkiraan
atau perasaan belaka, yang dapat memberikan kesempatan
pada berbagai pihak untuk diskusi.
e. Aspek kepuasan pasien
Aspek kepuasan pasien adalah:
1) Kenyamanan
2) Hubungan pasien dengan petugas rumah sakit
3) Kompetensi teknis petugas
4) Biaya
f. Kaitan komunikasi perawat dengan tingkat kepuasan pasien
Dalam praktik keperawatan, komunikasi adalah suatu alat
yang penting untuk membina hubungan terapeutik dan
dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan.
tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang
diberikan. Oleh karena itu, pengukuran kepuasan pasien
terhadap komunikasi terapeutik perawat akan bermanfaat
dalam memonitor dan meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan.
Dalam pelayanan keperawatan ada parameter tingkat
kepuasan pasien seperti dikutip oleh Purwanto (2015), sebagai
berikut: perawat memperkenalkan diri, bersikap sopan dan
ramah, menjelaskan peraturan di RS, menjelaskan fasilitas yang
tersedia di RS, menjelaskan penyakit atau masalah yang dialami,
menjelaskan perawat yang bertanggung jawab setiap pergantian
dinas, memperhatikan keluhan pasien, menjelaskan setiap
tindakan yang akan dilakukan kepada pasien (tujuan dan manfaat,
prosedur, akibat/resiko, alternatif tindakan), menjaga kebersihan
lingkungan (ruangan, wc), menjaga kebersihan peralatan
perawatan, mengobservasi keadaan pasien secara teratur (sesuai
kebutuhan pasien), dan melaksanakan tindakan sesuai standar dan
etika keperawatan. Banyak faktor penyebab ketidakpuasan pasien
dokter dan perawat. Tingkat kepuasan pasien sangat tergantung
pada bagaimana faktor tersebut di atas dapat memenuhi harapan.
Seorang pasien yang tidak puas pada gilirannya akan
menghasilkan sikap/perilaku tidak patuh terhadap seluruh
prosedur keperawatan dan prosedur medis. Oleh sebab itu, sudah
saatnya kepuasan pasien menjadi bagian integral dalam misi dan
tujuan profesi keperawatan.
Untuk mengukur tingkat kepuasan tentang suatu pelayanan
dapat dilakukan berdasarkan beberapa dimensi yaitu :
REHABILITY ( Kehandalan ), RESPONSIVENESS ( Ketanggapan
), CONFIDENCE ( Jaminan ), EMPATHY dan TANGIBLE (
Tampilan ).
a. Rehability (Kehandalan)
Dimensi Rehability (Kehandalan) merupakan salah satu
yang dapat mempengaruhi pelanggan atau pasien dalam melilih
suatu rumah sakit. Kehandalan disini adalah kemampuan untuk
menghasilkan jasa yang dapat dijangkau dengan tepat dan
pelayanan kesehatan dapat terjangkau dalam hal biaya oleh
pasien atau pelanggan dengan tetap memberikan pemenuhan
keinginan pasien atau pelanggan sesuai kebutuhannya.
b. Responsiveness (Ketanggapan)
Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) adalah kemampuan
petugas di rumah sakit untuk membantu pasien dan memberikan
jasa dengan cepat dan tanggap. Perawat segera melakukan
tindakan atau memberi respon terhadap semua masalah pasien
selama berada di rumah sakit, seperti memberikan penanganan
dengan tingkat kemampuannya.
Pemberian bantuan pasien atau pelanggan harus
mempertimbangkan : urutan timbulnya masalah, masalah yang
lebih mudah untuk diatasi dan mendahulukan masalah yang kritis
sebelum masalah yang lainnya.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut diharapkan tidak
akan ditemukan kesan bahwa seolah-olah petugas tidak tanggap
terhadap masalah yang dihadapi pasien dan penilaian negatif
tentang petugas yang kurang tanggap dapat dihindari.
Dimensi Confidence (Jaminan) adalah pengetahuan dan
kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk
menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau “Assurance“.
Suatu program jaminan dalam suatu organisasi harus memiliki
komponen sebagai berikut :
1. Adanya pernyataan tertulis jelas dan tepat tentang tujuan
dan filosofi secara objektif
2. Standar atau indikator untuk mengukur kualitas
3. Adanya kebijakan tentang struktur organisasi
4. Adanya analisa dan pelaporan data tentang masalah
5. Menggunakan hasil untuk mengutamakan masalah
6. Memantau kinerja klinis, manajerial dan meminta umpan
balik atas masalah yang terpecahkan
7. Evaluasi tentang sistem jaminan kualitas
Rumah sakit harus mampu memberikan jaminan kepada
pasien atau pelanggan melalui pengetahuan petugas yang cukup,
keterampilan yang memadai, keramahan/tingkat kesopanan yang
sesuai, dan keamanan pada saat berada di dalam ruangan
keyakinan kepada pasien atau pelanggan dari berbagai aspek tadi
diharapkan akan memberi tingkat kepercayaan yang lebih pada
saat pasien membutuhkan palayanan kesehatan.
d. Empathy (Sikap empati)
Dimensi Empathy (Sikap empati) adalah sikap untuk peduli
dan memberi perhatian yang tulus kepada semua pasien.
Sikap empati merupakan sikap dimana seseorang
mempunyai kemampuan untuk merasakan dunia pasien
seolah-olah dunia kita sendiri, tetapi tidak kehilangan untuk melihat
perbedaannya.
e. Tangible (Tampilan)
Dimensi Tangible (Tampilan) meliputi tampilan fisik alat
dan personal. Tampilan fisik alat dan personal rumah sakit akan
mmberikan penilaian awal pasien terhadap kemungkinan baik
atau buruknya pelayanan yang akan di terimanya. Tingkat
kebersihan lingkungan di luar atau di dalam ruangan, peralatan
yang memadai dan selalu tersedia pada saat pasien membutuhkan
akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih kepada pasien.
alat, penampilan petugas saat memberikan pelayanan, bahasa
yang disampaikan, bentuk dandanan/seragam akan memberikan
penilaian tersendiri bagi pasien. Hal ini akan memberikan
perasaan nyaman dan aman selama mendapatkan pelayanan
kesehatan.
C. Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Tahun Perbedaan
1 Rhona Sandra Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang instalasi rawat inap non bedah (penyakit dalam pria dan wanita) rsup dr. M. Djamil padang tahun 2013
2013 Desain penelitian menggunakan deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional.
2 Irawan Hubungan antara komunikasi perawat dengan kepuasan pasien Terhadap pelayanan keperawatan di irna rumah sakit Muhammadiyah palembang 2015
2015 Lokasi penelitian dan banyaknya responden.
3 Anis Rosiatul Husna
Hubungan komunikasi terapeutik perawat Dengan kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan Di rumah sakit siti khodijah sepanjang
2009 Metode penelitian yang digunakan adalah korelasi.
4. Nora Jessica Simamora
Intensitas Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Anak (Studi Kasus tentang Komunikasi Terapeutik Perawat dalam
2013 Penelitian ini menggunakan
Kaitannya dengan Semangat Pasien Anak untuk Sembuh di RSUP H. Adam
Persepsi Pasien tentang Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Asuhan Keperawatan pada Pasien di Unit Gawat Darurat RS Mardi Rahayu Kudus November 2009
2009 Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif dan teknik snowball sampling. Analisa hasil penelitian
Gambaran Kepuasan Pasien Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Di Instalasi Instalasi Rawat Inap RSUD Labuang Baji Makassar Tahun 2013
2013 Penelitian ini menggunakan
metode Deskriptif dengan
pendekatan kuatitatif. 7. Budiman Hubungan Status Demografi
dengan Kepuasan Pelayanan Jamkesmas di Wilayah Puskesmas Tanjungsari Kabupaten Bogor tahun 2010
2010 Desain penelitian menggunakan
Hubungan Kepuasan Pasien dengan Minat Pasien Dalam Pemanfaatan Ulang
Pelayanan Kesehatan Pada Praktek Dokter Keluarga
Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian (Aisah,2015)
1. Teknik-teknik komunikasi terapeutik
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian b. Menunjukkan penerimaan
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan d. Pertanyaan terbuka (Open-Ended
Question)
e. Mengulang ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri
f. Mengklarifikasi g. Memfokuskan
h. Menyatakan hasil observasi i. Menawarkan informasi
j. Diam (memelihara ketenangan) k. Meringkas
l. Memberi penghargaan m. Menawarkan diri
n. Memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan
o. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
p. Menempatkan kejadian secara berurutan q. Memberikan kesempatan pada pasien
Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Sikap komunikasi
4. Membungkuk kearah
pasien
5. Memperlihatkan sikap
terbuka
6. Tetap rileks
Faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik
a. Jujur
b. Bersikap positif
c. Tidak membingungkan dan cukup ekspresi
d. Empati bukan simpati
e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
f. Menerima klien apa adanya g. Sensitif terhadap perasaan klien. h. Tidak mudah terpengaruh oleh
masa lalu klien
Tahap-tahap hubungan terapeutik
a. Fase pra-interaksi
b. Fase orientasi/ perkenalan c. Fase kerja
d. Fase terminasi e. Terminasi akhir
D. Landasan Teori
Upaya kesehatan ditujukan untuk peningkatan kualitas
pelayanan, pemerataan dan jangkauan pelayanan kesehatan. Mutu
pelayanan kesehatan masyarakat perlu terus ditingkatkan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat karena terwujudnya
keadaan sehat adalah kehendak semua pihak (Anggraeni, 2012).
Komunikasi merupakan upaya individu dalam menjaga dan
mempertahankan individu untuk tetap berinteraksi dengan orang
lain dan komponen penting dalam praktik keperawatan.
Komunikasi yang jelas dan tepat penting untuk memberikan
asuhan keperawatan yang efektif, dan ini adalah tantangan yang
unik dalam bidang perawatan kesehatan saat ini (Hermawan,
2009). Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk
mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi
dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus (Mubarak.
2012).
Komunikasi terapeutik adalah modalitas dasar intervensi
utama yang terdiri atas teknik verbal dan nonverbal yang
dalam pemenuhan kebutuhan (Mubarak, 2012). Keterampilan
komunikasi yang baik akan membedakan asuhan keperawatan
rata-rata dengan asuhan keperawatan yang sangat baik (Roganda,
2016). Dalam hal ini tentu saja perawat memegang peranan yang
besar. Salah satu indikator yang menentukan penilaian terhadap
kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan adalah tenaga
keperawatan. Hal ini dikarenakan perawat merupakan tenaga
medis yang memberikan perawatan kepada pasien secara
langsung (Dhaneswari, 2010).
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994 seperti
dikutip dalam Damaiyanti, 2012) adalah:
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi
beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil
tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien
percaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya
sendiri.
Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti
menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang
dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima,
saling percaya dan saling menghargai.
3. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien
baik fisik maupun mental.
4. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan
pasien bebas berkembang tanpa rasa takut.
5. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang
memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga
tumbuh makin matang dan dapat memecahkan
6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara
bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan
gembira, sedih, marah, keberhasilan, maupun frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang
terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang
terapeutik.
9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari
hubungan terapeutik.
10.Mampu berperan sebagai role model agar dapat
menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang
kesehatan. Oleh karena itu perawat perlu mempertahankan
suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya
hidup.
11.Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila
dianggap mengganggu.
12.Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong
13.Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat
mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip
kesejahteraan manusia.
14.Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung
jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan
dan tanggung jawab terhadap orang lain.
Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan
kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan
sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan
muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu
tidak sesuai dengan harapannya.
E. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana penerapan komunikasi terapeutik perawat
dalam meningkatkan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSU
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan rancangan action research. Pendekatan kualitatif
dilakukan sebagai suatu proses penelitian dan pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena
sosial dan masalah manusia. Action Research atau penelitian
tindakan merupakan salah satu bentuk rancangan penelitian,
dimana peneliti mendeskripsikan, menginterpretasi dan
menjelaskan suatu situasi sosial pada waktu yang bersamaan
dengan melakukan perubahan atau intervensi dengan tujuan
perbaikan atau partisipasi.
B. Subjek dan Obyek Penelitian
Subyek : perawat yang sedang menjalankan komunikasi
terapeutik dan pasien yang memperoleh pelayanan komunikasi
terapeutik.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Kardinah
Kota Tegal pada bulan Desember 2016.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau subyek
yang diteliti (Notoatmodjo, 2015). Dalam penelitian ini adalah
perawat yang sedang memberikan komunikasi terapeutik dan
pasien rawat inap di bangsal wijaya kusuma bawah RSU
Kardinah Kota Tegal tahun 2016.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang sedang
memberikan komunikasi terapeutik pada saat penelitian
dilakukan, yaitu dari tanggal 20-22 Desember 2016. Perawat
yang dipilih adalah perawat baru (magang plus) sebagai
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent
Variabel Independent dalam penelitian ini adalah penerapan
komunikasi terapeutik perawat dalam meningkatkan kepuasan
pasien.
2. Variabel Dependent
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah kepuasan
pasien rawat inap bangsal wijaya kusuma bawah RSU Kardinah
Tegal.
E. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
N o
Variabel Dimensi Instrume
n
Parame ter
1 Komunikasi Teraputik
adalah hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki klien, dalam hal ini perawat dan
klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosi klien (Stuart GW,
Tahapan komunikasi terapeutik (Damaiyanti,
2014) :
a. Fase pra-interaksi
Pra interaksi merupakan masa
persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan pasien
b. Fase orientasi/ perkenalan
1998) kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu dengan
pasien. Orientasi dilaksanakan pada awal
setiap pertemuan kedua dan seterusnya.
c. Fase kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan pasien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. d. Fase terminasi
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dan pasien.
2 Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh
setelah pasien membandingkannya
dengan apa yang diharapkan (Imbalo, 2006).
Penilaian kualitas pelayanan dikaitkan dengan kepuasan pasien dengan aspek fungsi dari proses pelayanan (Supranto, 2001) :
a. Tangibles (wujud nyata) b. Reliability (kepercayaan) c. Responsiveness
(tanggungjawab) d. Assurance (jaminan) e. Empathy (empati)
F. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian alat yang digunakan adalah kuesioner.
Kuesioner diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah
tersusun dengan baik, dimana responden dalam interview tinggal
memberikan tanda tertentu (Notoatmodjo, 2015). Bentuk
pertanyaan dalam kuesioner pada penelitian ini adalah tertutup
yang mencakup 2 jawaban/alternatif, dan harus dijawab atau diisi
oleh responden dengan memilih salah satu diantaranya mengenai
komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien. Dengan
memilih salah satu jawaban dengan ketentuan untuk jawaban
benar diberi nilai 1 (satu) dan jawaban yang salah diberi nilai 0
(nol) (Notoatmodjo, 2015).
G. Validitas Data
Di dalam penelitian kualitatif, data maupun temuan
dinyatakan valid, jika tidak ada perbedaan antara apa yang
dilaporkan oleh peneliti dengan apa yang terjadi pada objek yang
validitas kualitatif merupakan upaya pemeriksaan terhadap
akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur
tertentu.
Yin, 2003 dalam Creswell 2012 menegaskan bahwa para
peneliti kualitatif harus mendokumentasikan prosedur-prosedur
studi kasus mereka dan mendokumentasikan sebanyak mungkin
langkah-langkah dalam prosedur tersebut. Dia juga
merekomendasikan agar para peneliti kualitatif merancang secara
cermat protokol dan database studi kasusnya. Penentuan valid
tidaknya penelitian ini diidentifikasi melalui triangulasi.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
Moleong (2008) membedakan empat macam teknik triangulasi,
yaitu:
1. Triangulasi Sumber, yakni menggunakan berbagai sumber
data seperti notulen, dokumen, arsip, hasil wawancara dan
2. Triangulasi Pengamat, yakni menggunakan pengamat di
luar peneliti yang ikut memeriksa hasil penelitian.
Penelitian ini yang menjadi pengamat adalah dosen
pembimbing yang senantiasa memberikan kritik dan saran
dalam hal pengumpulan data.
3. Triangulasi Teori, yakni penggunaan teori untuk
memastikan bahwa pengambilan sampel telah memenuhi
syarat.
4. Triangulasi Metode, yakni penggunaan berbagai metode
dalam melakukan penelitian, seperti metode wawancara,
observasi, dll.
Penelitian dengan jelas menggunakan seluruh jenis
triangulasi tersebut sesuai dengan kebutuhan di dalam proses
pengumpulan data. Oleh karena itu, kesahihan penelitian ini dapat
terjamin. Moleong (2012) berpendapat bahwa triangulasi
merupakan cara terbaik untuk menghilangkan
perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu
studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan