• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jumlah Pengusaha Kena Pajak dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (Studi Kasus di KPP Pratama Majalaya 2010-2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Jumlah Pengusaha Kena Pajak dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (Studi Kasus di KPP Pratama Majalaya 2010-2014)"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

114

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Data Pribadi

Nama Lengkap : Imas Masruroh

Tempat, Tanggal Lahir : Ciamis, 06 januari 1994

Umur : 21 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl.kawaluyaan III RT/RW 001/006 Jatisari Buah Batu, Bandung, Jawa Barat

Telepon : 0877-2539-0004

e-mail : Imasmasrurohh@gmail.com

2. Data Pendidikan Formal

(1) SD Negeri 3 Sadananya Tahun 2000 s.d. 2006 (2) SMP Negeri 1 Sadananya Tahun 2006 s.d. 2009 (3) SMA Informatika Ciamis Tahun 2009 s.d. 2012

(4) UNIKOM Tahun 2012 s.d. 2016

3. Data Pendidikan Non Formal

(1) Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B Terpadu Tahun 2015

(5)

PENGARUH JUMLAH PEGUSAHA KENA PAJAK DAN

PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK

PERTAMBAHAN NILAI

(Studi kasus di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya Tahun 2010-2014)

THE INFLUENCE THE NUMBER OF TAXABLE EMPLOYERS AND

TAX COLLECTION OF THE VALUE ADDED TAX RECEIPTS

(Case study of Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya Period 2010-2014)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Program Strata 1

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Pada Program Studi Akuntansi

Oleh:

Imas Masruroh 21112030

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaikum Warrahmatulahi Wabarrakatuh.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad

SAW, tak lupa kepada keluarga, sahabat, beserta seluruh umatnya hingga akhir

zaman. Atas izin Allah penulis dapat menyelesaiakan penyusunan Usulan

Penelitiam “PENGARUH JUMLAH PENGUSAHA KENA PAJAK DAN

PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK

PERTAMBAHAN NILAI (PPN)”. Tidak lupa terima kasih kepada pembimbing

penulis Jayanthi Octavia SE., MM yang telah meluangkan waktu dan memberi

pengarahan dalam menyelesaikan usulan penelitian ini.

Adapun maksud dari penyusunan Penelitian ini sebagai salah satu syarat

menempuh program Strata I guna memperoleh gelar sarjana ekonomi Program

Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia. Penulis

menyadari dalam penyusunan usulan penenlitian ini masih terdapat banyak

kesalahan dan kekurangan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan

pengalaman penulis. Maka dari itu, penulis menerima kritik dan saran untuk

kesempurnaan dalam penyusunananya. Dan penulis berharap usulan penelitian ini

dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pihak lain yang

(7)

iv

Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak akan bisa terselesaikan tanpa

adanya bimbingan, dorongan, nasehat, doa, dan bantuan dari berbagai pihak yang

terkait, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer

Indonesia.

2. Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini, SE., Spec.Lic., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Komputer Indonesia.

3. Dr. Siti Kurnia Rahayu, S.E., M.Ak., Ak., CA selaku Ketua Program Studi

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Komputer Indonesia.

4. Adi Rachmanto, S.Kom., M.Kom selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Komputer Indonesia.

5. Orang Tua tercinta dan keluarga yang selalu memberikan dukungan baik secara

moril maupun materil, juga atas do’a dan cinta kasihnya yang tiada henti untuk

penulis.

6. Dr. Surtikanti, S.E., M.Si., Ak., selaku Dosen Wali Kelas 4 Akuntansi 1

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

7. Segenap staff dosen Fakultas Ekonomi khususnya Program Studi Akuntansi

dan staff Sekretariat Program Studi Akuntansi yang telah banyak membantu,

serta memberikan masukan dalam penyusunan penelitian ini.

8. Sahabat-sahabatku tercinta Faze Septa, Sisca Rhosyta, M. Syahmi A, Elsa la

rose, Fitriyani Sudarman, Mia Monika, Resti Ayu yang selalu menenangkan,

memberi masukan, menangis, bergembira bersama saat proses penulisan

(8)

v

9. Serta teman-teman yang selalu memotivasi saya agar selalu bersemangat

mengerjakan Skripsi ini terutama untuk anak kelas AK-1 angkatan 2012.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dari semua pihak yang

tersebut di atas serta pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu dalam

menyusun penelitian ini.

Allhamdulillahirabbil’alamiin,

Wassalamualaikum Warrahmatulahi Wabarrakatuh.

Bandung, Agustus 2016

Penulis,

(9)

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

SURAT KETERANGAN PERNYATAAN PUBLIKASI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 9

1.3. Rumusan Masalah ... 9

1.4. Masksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.4.1.Maksud Penelitian ... 10

1.4.2.Tujuan Penelitian ... 10

1.5. Kegunaan Penelitian ... 10

1.5.1.Kegunaan Praktis ... 10

(10)

vii

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka ... 12

2.1.1 Pengusaha Kena Pajak ... 12

2.1.2 Penagihan Pajak ... 17

2.1.3 Pajak Pertambahan Nilai... 21

2.2 Kerangka Pikir ... 26

2.2.1 Pengaruh Pengusaha Kena Pajak terhadap penerimaan Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai ... 26

2.2.2 Pengaruh Penagihan Pajak terhadap penerimaan PPN .... 27

2.3 Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... 29

3.2 Operasional Variabel ... 32

3.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.3.1 Sumber Data ... 36

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.4 Populasi Sample dan Tempat serta waktu Penelitian ... 38

3.4.1 Populasi Penelitian ... 38

3.4.2 Sample Penelitian ... 39

(11)

viii

3.5 Metode Analisis Data ... 41

3.5.1 Rancangan Analisis ... 41

3.5.2 Analisis Kuantitatif ... 41

3.6 Metode Pengujian Data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 54

4.1.1 Hasil Analisis Deskriptif ... 54

4.1.1.1Analisis Deskriptif Pengusaha Kena Pajak ... 55

4.1.1.2Analisis Deskriptif Penagihan Pajak ... 60

4.1.1.3Analisis Deskriptif Penerimaan PPN ... 64

4.1.2 Hasil Analisis Verifikatif ... 69

4.1.2.1Uji Asumsi Klasik ... 70

4.1.2.2Uji Regresi Linear Berganda ... 75

4.1.2.3Analisis Koefisien Korelasi ... 76

4.1.2.4Analisis Koefisien Determinasi ... 79

4.1.2.5Pengujian Hipotesis ... 81

4.2 Pembahasan ... 84

4.2.1 Pengaruh Jumlah PKP terhadap Penerimaan PPN ... 84

(12)

ix

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 88

5.2 Saran ... 89

5.2.1 Saran Operasional ... 99

5.2.2 Saran Akademis ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(13)

91

DAFTAR PUSTAKA

Andi Supangat. 2010. Statistika: dalam kajian Deskriptif, Inferensi, dan Nonparametrik. Jakarta: Prenada Media Group.

Dinar Sunar Prasetyono. 2011. Buku Pintar Pajak. Jakarta: Laksana.

Haula Rosdiana dan Edi slamet irianto. 2011. Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Visimedia.

Herry Purwono. 2010. Dasar-Dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Erlangga.

Husein Umar. 2011. Metode Penelitian untuk Skripsi dan tesis Bisnis. Jakarta: Rajawali Pers.

Ida Zuraida dan Hari Sih Advianto. 2011. Penagihan Pajak. Bogor. Ghalia Indonesia

Imam Ghozali. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 5. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Yogyakarta: Andi Offset

Mardiasmo. 2013. Perpajakan. Yogyakarta: Andi Offset

Siti Kurnia Rahayu. 2013. Perpajakan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Siti Kurnia Rahayu & Ely Suhayati. 2010. Perpajakan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Soemarso, S.R, 2007. Perpajakan Pendekatan Komprehensif. Jakarta: Salemba Empat,

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta.

(14)

92

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Umi Narimawati dkk. 2010. Penulisan Karya Ilmiah. Bekasi: Genesis.

Umi Narimawati. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan Aplikasi. Bandung: Agung Media.

Untung Sukardji. 2005. Pokok-pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Utomo dkk. 2011. Perpajakan: Aplikasi dan Terapan. Yogyakarta: Andi

Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat

Waluyo. 2013. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat

Jurnal :

Arif Nurrokhman. 2013. Analisis Pengaruh Jumlah Pengusaha Kena Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Gayamsari. Universitas Dian Nuswantoro.

Dwi Nuraeni. 2011. Pengaruh Inflasi,Nilai Tukar Rupiah dan jumlah pengusaha kena pajak (PKP) terhadap penerimaan pajak pertambahan Nilai. Jakarta. Universitas Islam Negeri Arif Hidayatullah.

Ginting, R. 2006. Pengaruh Pemberian Surat Penagihan Terhadap Pembayaran Tunggakan Pajak Penghasilan di Tiga Kantor Pelayanan Pajak. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. (1):11-20.

Hazra Muda dkk. 2015. Penagihan pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa dampaknya terhadap penerimaan pajak Pertambahan Nilai pada KPP Pratama Bitung. ISSN 2303-1174. Jurnal EMBA Vol.3 No.4 Desember 2015, Hal. 1-12.

Ida Ayu Ivon Trisnayanti & I Ketut Jati. 2015. Pengaruh Self Assesment System, Pemeriksaan Pajak pada Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Bali. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 13.1ISSN: 2302-8556.

(15)

93

Muhamad Riski Nindar dkk. 2015. Efektivitas Penagihan Pajak dengan surat paksa dan surat teguran terhadap penerimaan pajak Pertambahan Nilai pada kantor pelayanan pajak pratama Manado. ISSN 2303-1174 . Jurnal EMBA Vol.2 No.1 Maret 2014, Hal. 1-10

Ritonga, Pandapotan. 2012. Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Jurnal Saintikom. Vol. 11(3). Hal: 217.

Saepudin. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Sumatera Utara. Tesis Pascasarjana Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Zulia Hanum. 2012. Pengaruh Witholding Tax System Pada Pengusaha Kena Pajak terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan. ISSN: 1693-7600.

Media Online :

Adhitya Himawan. 2016. Penagihan Pajak Untuk Masyarakat Kaya Diakui Masih Kedodoran Akibatnya konsentrasi kekayaan terkumpul di sekelompok

masyarakat.Melalui< http://m.suara.com/bisnis/2016/01/12/160026/penagihan-pajak-untuk-masyarakat-kaya-diakui-masih-kedodoran [12 Januari 2016] >

Bambang P.S. Brodjonegoro.2015. “Penerimaan Pajak 2014 Meleset Rp 90 Triliun” Melalui < http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150105184140-78-22529/penerimaan-pajak-2014-meleset-rp-90-triliun/ [05/01/2015]>

Darussalam. 2014. Kebocoran PPN Kian Besar. Melalui http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/12/1517167/Kebocoran.P PN.Kian.Besar [12/05/2014]

Fiki Ariyanti. 2016. Kapolri: Banyak Pengusaha Nunggak Pajak dan Dibeking Preman. Melalui <http://m.liputan6.com/bisnis/read/2415894/kapolri-banyak-pengusaha-nunggak-pajak-dan-dibeking-preman [19/01/2016]>

(16)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini berisikan teori-teori, konsep-konsep,

generealisasi-generalisasi hasil penilitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk

pelaksanaan penelitian bagi topik penelitian yang membahas mengenai jumlah

Pengusaha Kena Pajak , Penagihan Pajak dan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.

2.1.1 Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha Kena Pajak (PKP) berkewajiban untuk memungut, menyetor,

dan melaporkan pajak yang terutang, PKP yang akan menanggung pajak yang

terutang namun karena pajak pertambahan nilai merupakan pajak tidak langsung,

maka beban pajak dilimpahkan kepada pihak lain atau konsumen. Menurut Waluyo

(2011:71) menyatakan bahwa:

“Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak yang kenai pajak berdasarkan undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh menteri Keuangan. Kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP”.

Menurut Siti Resmi (2012) menyatakan bahwa:

(17)

13

undang-undang ppn dan PPNBM,tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak”.

Menurut Haula Rosdiana dkk (115:2011) menyatakan bahwa:

“Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya. Dalam pengertian PKP tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Pengusaha kecil tidak wajib mendaftarkan diri untuk dikukuhkan menjadi PKP”.

Definisi pengusaha kecil menurut Haula Rosdiana &Edi Slamet Irianto

(115:2011) menyatakan bahwa:

“Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku

melakukan penyerahan BKP/JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak

lebih dari Rp.4.800.000.000.”

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak

adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha dengan melakukan

penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasar

Undang-undang PPN dengan batasan yang atur oleh Menteri Keuangan.

A) Tata Cara Pelaporan dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Mekanisme pelaporan dan pengukuhan PKP yaitu pengusaha yang

melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengisi,

menandatangani, dan menyampaikan formulir pendaftaran ke Kantor Pelayanan

Pajak (KPP). Berdasarkan formulir pendaftaran tersebut, Kantor Pelayanan Pajak

(18)

14

Pengusaha Kena Pajak diterbitkan paling lama 1 (satu) hari kerja berikunya setelah

pelaporan beserta pelaratan diterima secara lengkap. Jika hasil pembuktian dilokasi

tentang kebenaran alamat wajib pajak ternyata menunjukkan bahwa alamat tidak

benar, maka KPP akan menerbitkan Surat Pencabutan SPPKP.

Menurut Haula Rosdiana dkk (2011:225) ketentuan jangka waktu pelaporan

usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah sebagai

berikut:

1) Pengusaha yang dikenai PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP

yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan

Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi

PKP.

2) Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan

usaha berbeda dengan tempat tinggal, wajib melaporkan usahanya untuk

dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat

tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di

tempat kegiatan usaha dilakukan.

3) Pengusaha kecil yang memlilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib

mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.

4) Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi

sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai

peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai

pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai

(19)

15

B) Batasan Pengusaha Kena Pajak

Batasan yang tercantum pada Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan

Nilai. Setelah mengalami perubahan yang tertulis pada Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor: 197/PMK.03/2013. Berikut ini perubahan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia di dalam beberapa pasal yang

terkait dengan batasan pengusaha Kena Pajak, yaitu:

1) Pasal 1 : Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun

buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari

Rp4.800.000.000, 00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

2) Pasal 4: Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun

buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi

Rp4.800.000.000, 00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), Pelaporan

paling lama akhir bulan berikutnya.

3) Pasal 5: Apabila diperoleh data dan/ atau informasi yang menunjukkan

adanya kewajiban perpajakan tidak dipenuhi pengusaha, Direktur Jenderal

Pajak secara jabatan dapat mengukuhkan pengusaha tersebut sebagai

Pengusaha Kena Pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat

ketetapan pajak dan/atau Surat tagihan pajak untuk Masa Pajak sebelum

(20)

16

jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi

Rp4.800.000.000, 00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

4) Pasal 7: Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

Pajak dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam 1

(satu) tahun buku tidak melebihi Rp4.800.000.000, 00 (empat miliar

delapan ratus juta rupiah), Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan

permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

C) Kewajiban Pengusaha Kena Pajak

Menurut Siti kurnia Rahayu& Ely Suhayati (2010:36) Kewajiban yang

harus dilakukan oleh pengusaha kena pajak (PKP) adalah:

1) Kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Pengusaha yang memenuhi ketentuan sebagai PKP harus melaporkan

usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP sebelum melakukan penyerahan

Barang Kena Pajak /Jasa Kena Pajak.

2) Memungut PPN yang terutang dan membuat faktur pajak atas PPN yang

telah dipungut tersebut. Jika PKP tidak menerbitkan/membuat faktur pajak

maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 2% (dua persen )dari

Dasar Pengenaan Pajak, sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (4) UU

KUP 2000 yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak.

3) Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak keluaran lebih

besar dari pajak masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan pajak

(21)

17

4) Melaporkan perhitungan pajak dalam Surat Pemberitahuan Pajak (SPT)

masa PPN yang berdasarkan pasal 3 ayat (3) UU KUP harus disampaikan

paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. (Pengusaha kena pajak

wajib memungut, menyetor dan melaporkan pajak pertambahan nilai dan

ppn BM yang terutang (UU PPN pasal 3A ayar 1).

D) Indikator Pengusaha Kena Pajak

Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis menentukan indikator dari

pengusaha kena pajak yaitu besarnya jumlah pengusaha kena pajak yang ada di

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya dalam periode 2010-2014.

2.1.2 Penagihan Pajak

Penagihan pajak yang efektif merupakan sarana yang tepat untuk

mencapai target penerimaan pajak yang maksimal. Maka penagihan pajak

dianggap perlu untuk dilaksanakan sebagai salah satu upaya pencapaian

penerimaan pajak. Menurut Mardiasmo (2009)menyatakan bahwa:

“Penagihan pajak adalah kegiatan yang dilakukan oleh fiskus karena Wajib

Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang, penagihan pajak meliputi kegiatan, perbuatan dan pengiriman surat peringatan, surat teguran, surat paksa, penyitaan, lelang, pencegahan dan penyanderan”.

Menurut Ida Zuraida & L.Y. Hari Sih Advianto (2011: 37) menyatakan

bahwa:

“Penagihan Pajak adalah Serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak

(22)

18

Menurut Mardiasmo (2011:125) dalam bukunya Perpajakan Edisi Revisi

2011 menyatakan bahwa:

“Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita”.

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa Penagihan Pajak adalah

serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya

penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan penagihan

seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,

melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah

disita.

A) Pelaksanaan Penagihan Pajak

Menurut Waluyo (2013:92) menyatakan bahwa penagihan pajak dilakukan

karena penanggung pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran tidak

melunasi utang pajaknya. Surat yang disampaikan kepada pennaggung pajak dapat

berupa Surat Teguran, Surat Peringatan, atau Surat lain sejenis yang diterbitkan

oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk

melunasi utang pajaknya.

Surat yang diterbitkan pejabat sebagai penagihan pajak tersebut

pelaksanaanya terjadwal, yaitu sebagai berikut:

1) Tindakan pelaksanaan penagihan pajak dengan menerbitkan Surat teguran

(23)

19

Surat Teguran tidak diterbitkan jika penanggung pajak mendapat

persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

2) Menerbitkan Surat Paksa

Apabila utang pajak yang masuk harus dibayar tetap tidak dilunasi oleh

penanggung pajak setelah 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya

Surat Teguran maka pejabat segera menerbitkan Surat Paksa.

3) Menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) bila jumlah

utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak

setelah lewat waktu 2 kali 24 (dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa

diberitahukan.

B) Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Menurut Ida Zuraida &L.Y. Hari sih Advianto (2011:71)mengatakan bahwa

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak

atau Surat yang diterbitkan untuk memerintahkan dengan paksa kepada

penanggung pajak untuk melunasi utang pajak beserta biaya penagihan.

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013: 198) atas jumlah pajak yang masih

harus dibayar , berdasarkan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, Putusan

Banding, Putusan Peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang msih

harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh penanggung pajak sesuai dengan

jangka waktu yang ditetapkan dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa.

Jadwal waktu Penagihan:

a) Tanggal jatuh tempo tidak dibayar

(24)

20

c) 21 hari dari tanggal Surat teguran diterbitkan surat paksa

d) 2 x 24 jam dari tanggal Surat paksa diterbitkan Surat perintah melakukan

Penyitaan.

e) 14 hari dari tanggal SPMP pemerintah jadwal waktu Pelelangan ke Kantor

lelang negara.

f) 14 hari pengumuman lelang, pelaksanaan lelang.

Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010: 70) apabila Wajib

Pajak tidak melakukan kewajiban membayar pajak dalam janga waktu sebagaimana

ditentukan dalam Surat teguran, penaagihan selaanjutnya dilakukan oleh Juru Sita

Pajak Negara dengan menerbitkan Surat Paksa selanjutnya apabila pajak yang

terutang tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam sesudah tanggal

pemberitahuan surat paksa kepada penanggung pajak, tindak lanjutnya diterbitkan

Surat Perintah melaksanakan Penyitaan dan daluarsa Surat Paksa, kepastian hukum

untuk melakukan penagihan oleh fiskus ditentukan batas waktunya 10 tahun.

Menurut Ida Zuraida dan L.Y. Hari Sih Advianto (2011:38) menyatakan

bahwa Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya

penagihan pajak. Surat Paksa diterbitkan dalam hal:

1) Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jath

tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat

peringatan atau surat lain yang sejenis;

2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika

(25)

21

3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum

dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

C) Indikator Penagihan Pajak

Menurut Ida Zuraida dan L.Y. Hari Sih Advianto (2011: 72) indikator dari

Penagihan Pajak yaitu Jumlah Penagihan Pajak dengan surat paksa yang diterbitkan

beserta nominalnya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya dalam

periode 2010-2014.

2.1.3 Pajak pertambahan Nilai

Pajak pertambahan nilai (PPN) mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1

April 1985 untuk menggantikan pajak penjualan (PPn). Pengertian pajak menurut

Mardiasmo (2008:1) menyebutkan bahwa:

“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Menurut Utomo dkk (2011) menyatakan bahwa:

Pajak pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Jadi dapat dikatakan bahwa pajak pertambahan nilai adalah pajak yang pengenaannya berkaitan dengan kegiatan jual beli yang dilakukan oleh konsumen dan produsen”.

Menurut Andriani (2001:5), mendefinisikan yaitu

(26)

22

Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak yang dikenakan atas

barang dan jasa yang mengalami pertambahan nilai. Sebagaimana dalam

penjelasan umum UU No. 8 Tahun 1983 dan telah diubah terakhir dengan

Undang-undang No.18 Tahun 2000. Pemungut PPN adalah bendaharawan pemerintah,

badan atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh menteri keuangan untuk

memungut, menyetor , dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena

Pajak atas penyerahan BKP ata JKP kepada bendaharawan pemerintah , badan, atau

instansi pemerintah tsb.

A) Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Siti Kurnia Rahayu & Ely Suhayati (2010:234) Pajak Pertambahan

Nilai mempunyai beberapa karakteristik, yaitu:

a) PPN merupakan pajak tidak langsung

Ditinjau dari sudut pandang ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak

lain, yaitu pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi

objek pajak. Sedangkan ditinjau dari sudut pandang yuridis, tanggung

jawab pembayaran pajak kepada kas negara tidak berada ditangan pihak

yang memikul beban pajak.

b) Pajak Objektif

Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar PPN

ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak

ikut menentukan. PPN tidak membedakan antara konsumen berupa orang

(27)

23

rendah. Jika mereka menggunakan barang atau jasa dari jenis yang sama

diperlakukan sama.

c) Multi Stage Tax

PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur

distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi objek PPN mulai

dari tingkat pabrik (manufaktur) kemudian ditingkat pedagang besar

(wholeseller) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat

pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN.

d) Mekanisme Pemungutan PPN

Mengunakan Faktur Pajak Setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan diwajibkan untuk

membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan pajak. Bagi pembeli,

importir, atau penerima jasa merupakan bukti pembayaran pajak.

Berdasarkan faktur pajak inilah akan dihitung jumlah pajak terutang

dalam satu masa pajak, yang wajib dibayar ke kas negara.

e) PPN adalah Pajak atas Konsumsi

Umum Dalam Negeri Sebagai Pajak atas konsumsi umum dalam negeri,

PPN hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa

Kena Pajak yang dilakukan didalam negeri.

f) Pajak Pertambahan Nilai Bersifat

Netral Dalam mekanisme pemungutan- nya, PPN mengenal dua prinsip

yaitu: Pertama,Prinsip tempat asal, mengandungpengertian bahwa PPN

(28)

24

Prinsip tempat tujuan, berarti bahwa PPN dipungut di tempat barang atau

jasa dikonsumsi.

g) Tidak menimbulkan dampak pengenaan Pajak Berganda

Pajak berganda dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai tambah

saja. Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN ada pada

pedagang/produsen (Pengusaha Kena Pajak/PKP). Dalam perhitungan

PPN yang harus disetor oleh PKP dikenal istilah Pajak Keluaran dan

Pajak Masukan. Pajak Keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP

menjual produknya. Sedangkan Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar

ketika PKP membeli / memperoleh / membuat produknya. Indonesia

menganut sistem tarif tunggal untuk PPN yaitu sebesar 10%.

B) Objek dan Subjek Pajak Pertambahan Nilai

Sifat dari PPN adalah pajak atas komsumsi yang menjadikannya salah satu

pajak yang memiliki cakupan objek pajak yang sangat luas.disamping itu,

Karakteristik PPN yang merupakan pajak objektif melandaskan pembebanan pajak

pada objeknya, sehingga apabila tidak ada objek pajak berarti tidak ada pajak yang

dibebankan. Yang menjadi objek pajak PPN adalah:

a) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan

oleh pengusaha.

b) Impor Barang Kena Pajak

c) Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan

(29)

25

d) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean.

e) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean.

f) Ekspor Barang Kena Pajak& Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

g) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha

atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan

sendiri atau digunakan pihak lain.

h) Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula

aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar

pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

Subjek Pajak Pertambahan Nilai, yaitu:

1) Pengusaha kena pajak (PKP)

2) Pengusaha kecil

3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud

dan/atau JKP dari luar daerah pabean.

4) Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya

sendiri dengan persyaratan tertentu.

5) Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintahYang terdiri atas Kantor

Perbendaharaan Negara, bendahara pemerintah pusat dan daerah, termasuk

(30)

26

C) Indikator Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai

Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis menentukan indikator dari

penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu besarnya jumlah penerimaan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ada di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama

Majalaya dalam periode 2010-2014.

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1. Pengaruh Pengusaha Kena Pajak (PKP) terhadapPenerimaan PPN

Menurut Dwi Sunar Prasetyono (2012: 134) Menyatakan bahwa Pengusaha

Kena Pajak wajib melaporkan jumlah pajak yang telah dibuatkan faktur pajak ke

kas negara atau masuk sebagai Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Menurut

Untung Sukardji (2005:54) semakin banyak pengusaha yang mengukuhkan

menjadi pengusaha kena pajak maka penyerahan JKP dan BKP akan semakin

banyak dan bisa jadi peluang bertambahnya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai

(PPN).

Menurut Haula rosdiana dkk (2011:267) menyatakan bahwa Ketidapatuhan

Pengusaha Kena Pajak (PKP) terhadap ketentuan mengenai saat terutangnya pajak

tersebut dapat merugikan penerimaan negara dalam arti kas negara terlambat

menerima pajak yang bersangkutan. Menurut Zulia Hanum (2012) mengatakan

bahwa pihak ketiga yang berhak memungut Pajak Pertambahan Nilai adalah

Pengusaha Kena Pajak yang nantinya tersebut akan disetorkan ke kas negara.

Arif Nurrokhman (2013) melakukan Penelitian yang bertujuan untuk

menguji pengaruh jumlah Pengusaha Kena Pajak terhadap Penerimaan Pajak

(31)

27

Gayamsari. Hasil Penelitian menyatakan bahwa jumlah Pengusaha Kena Pajak

berpengaruh Positif terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai, dan Menurut

Penelitiana Dedy Setya Utama Pandiangan (2014) Pengusaha Kena Pajak

berpengaruh besar ( Positif) terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.

2.2.2. Pengaruh Penagihan Pajak terhadap Penerimaan PPN

Menurut Restika Purnawardhani dkk (2015) Tindakan penagihan pajak,

terutama tindakan penagihan pajak aktif, diharapkan agar Wajib Pajak atau

Penanggung Pajak agar melunasi utang pajak, sehingga optimalisasi penerimaan

pajak dapat tercapai.

Menurut Soemarso S.R (2007) d menyatakan bahwa Penagihan pajak yang

merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi hutang pajak

dan biaya penagihan pajak oleh pihak fiskus agar dapat meningkatkan

penerimaan pajak.

Menurut Ida Zuraida dan Hari Sih Advianto (2011:38) menyatakan bahwa

salasatu fungsi penagihan pajak sebagai tindakan pengamanan penerimaan pajak.

Apabila banyak utang pajak yang tidak tertagih maka akan berpengaruh terhadap

penerimaan negara. Oleh karna itu tindakan Penagihan Pajak harus dilakukan

efektif dan efisien untuk menjaga keamanan penerimaan pajak.

Penelitian yang dilakukan Ida Ayu Ivon Trisnayanti dan I Ketut Jati (2015),

Muhamad Riski Nindar dkk (2014), Ginting (2006) dan Hazra Muda dkk (2015)

menyatakan bahwa Penagihan pajak berpengaruh positif pada penerimaan PPN

dan menyatakan wajib pajak lebih banyak melunasi utang pajaknya setelah

(32)

28

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

2.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun

dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis yang dilakukan merupakan jawaban

sementara terhadap permasalahan yang diteliti yang kebenarannya masih perlu diuji

secara empiris. Dalam merumuskannya perlu hubungan korelasi atau kausal antara

dua variable secara jelas, logis, ringkas, dan dapat diuji berdasarkan ilmu yang

terkait. Uji Hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H1: Pengusaha Kena Pajak (PKP) berpengaruh dalam penerimaan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN)

H2: Penagihan Pajak berpengaruh dalam penerimaan Pajak Pertambahan Nilai

(PPN)

Pengusaha Kena Pajak (PKP)

X1

Penagihan Pajak

X2

Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Y Zulia Hanum (2012), Arif Nurrokhman

(2013), Dedy Setya U P (2014)

(33)

1

PENGARUH JUMLAH PENGUSAHA KENA PAJAK DAN PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Majalaya Tahun 2010-2014)

THE INFLUENCE THE NUMBER OF TAXABLE EMPLOYERS AND TAX COLLECTION OF THE VALUE ADDED TAX RECEIPTS

(Case Study of Kantor Pelayanan Pajak Pratama Majalaya Period 2010-2014)

Oleh: Imas Masruroh

Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Komputer Indonesia

Email: Imasmasrurohh@gmail.com

ABSTRACT

The phenomenon that occurs in this study for the years 2011-2014 there was anincrease in the Number of taxable Employers KPP Pratama Majalaya but development value added tax receipts that is produced is decreased. The next phenomenon that occurs in 2011-2012 where an increase in tax collection.

The purpose of this study was to determine how much influence the Number of taxable Employers on development value added tax receipts, and tax collection on development value added tax receipts. This study in Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya 2010-2014.

The method used is linear regression, Researchers also tested whether there are deviations from the assumption of normality test, autocorrelation, multicollinearity, and heteroscedasticity.The results showed that there is a effect partially between the number of taxable Employers on the value added tax receipts. And there is a effect between on tax collection with forced letter on the value added tax receipts.

Keywords: the taxable Employers, tax collection, the value added tax receipts

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Perkembangan perekonomian di Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakan-kebijakan dibidang pajak.Oleh karena itu, pajak merupakan fenomena yang selalu berkembang di masyarakat. Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan. Pajak sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat (Waluyo 2013:3). Sektor pajak memiliki posisi sangat penting dan strategis bagi pendapatan negara, sehingga hampir tidak dapat disangkal bahwa pajak merupakan andalan pemasukan uang bagi negara (Siti Kurnia Rahayu: 2013). Penerimaan perpajakan dalam APBN adalah sumber penerimaan terbesar negara dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sumber pajak terbesar kedua setelah Pajak Penghasilan (Mardiasmo: 2008).

(34)

2

pajak secara keseluruhan. Pihak yang wajib menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai adalah Pengusaha Kena Pajak, dan Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (Arif Nurrokhman: 2012).

Pengusaha Kena Pajak yaitu orang atau badan bertanggung jawab untuk melakukan kewajiban pajak, antara lain memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang (Haula Rosdiana 2011:206). Kewajiban seorang Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu memungut PPN ini diimplementasikan dalam wujud PKP wajib membuat faktur pajak atas setiap kegiatan penyerahan BKP/JKP di dalam Daerah Pabean, menyetorkan hasil penghitungannya tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang dalam suatu saat atau masa pajak,Pengusaha Kena Pajak(PKP) menyetorkan pajak yang terutang dan yang terakhir melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diwujudkan dengan pemenuhan kewajiban penyampaian SPT Masa PPN (Siti Kurnia Rahayu: 2013).

Pengusaha Kena Pajak (PKP) menjadi pemungut (tax collector) dan akan memungut pajak dari konsumennya atas penyerahan barang dan /jasa (taxable supply). Dalam transaksi yang terutang pajak, PKP yang akan menanggung pajak yang terutang namun karena PPN merupakan pajak tidak langsung (indirect tax), maka beban pajaknya dapat dilimpahkan kepada pihak lain atau konsumen (Haula Rosdiana dkk 2011).

PPN dipungut berdasarkan Self Assessment System, Untuk mencapai target pajak Self Assessment system dalam prakteknya sering kali dijumpai adanya tunggakan pajak dari pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar pajak (Ritonga: 2012). Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin meningkat. Peningkatan jumlah tunggakan pajak tersebut harusnya juga diimbangi dengan kegiatan pencariannya. Untuk itu perlu tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa untuk peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak (Waluyo 2013:89). Pemerintah akhirnya memberlakukan UU No 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan sejak 1 Januari 2001 penagihan pajak dilaksanakan dengan UU No 19 tahun 2000 (Ritonga: 2012). Dimana tindakan penagihan dilakukan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Marduati :2012).

Urutan urutan penagihan pajak dilakukan/ dilanjutkan jika penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya. Dengan demikian , jika utang pajak telah dilunasi , maka serangkaian tindakan tersebut tidak perlu dilanjutkan. Dengan demikian ,serangkaian tindakan tersebut bisa jadi hanya sampai surat teguran, seandainya setelah surat teguran diterbitkan dan diterima penanggung pajak, utang pajak dilunasinya (Ida Zuraida & L.Y Hari Sih Advianto 2011 ).

Adapun kesenjangan penelitian atau research gap pada jumlah pengusaha kena pajak dan penagihan pajak pengaruhnya terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai melalui penelitian terdahulu, seperti yang dilakukan oleh saepudin (2008), Zulia Hanum (2012), dan Arif Nurrokhman (2013) menunjukkan bahwa jumlah pengusaha kena pajak berpengaruh positif terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain itu hasil penelitian terdahulu dari Putu Putra Mahendra&I Made Sukartha (2014), Restika,Sri & Amirudin Jauhari (2015),Ida Ayu Ivon Trisnayanti & I Ketut Jati(2015), dan Gilang Destriyatna, Nengah Sudjana & Dwiatmanto (2014) menunjukkan bahwa Penagihan Pajak berpengaruh Positif terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

(35)

3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Seberapa besar pengaruh Jumlah Pengusaha Kena Pajak terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2) Seberapa besar pengaruh Penagihan Pajak terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

1.3 Maksud Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh serta mengumpulkan data dan informasi atas beberapa pengaruh jumlah pengusaha kena pajak dan Penagihan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.

1.4 Tujuan Penelitian

1) Untuk mengkaji dan menganalisis pengaruh Jumlah Pengusaha Kena Pajak terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2) Untuk mengkaji dan menganalisis pengaruh Penagihan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

1.5 Kegunaan Penelitian

1) Bagi Perusahaan

Sebagai bahan masukan bagi perusahaan dalam meningkatkan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, dan dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 2) Bagi Akademik

Dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk memperluas wawasan maupun sebagai acuan bagi penelitian-penelitian yang akan dilakukan khususnya yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu Pengaruh jumlah pengusaha Kena Pajak dan Penagihan Pajak terhadap penerimaan PPN

3) Bagi Penulis

Dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas tentang obyek yang diteliti khususnya mengenai jumlah pengusaha kena pajak dan penagihan pajak terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kajian Pustaka

1) Pengusaha Kena Pajak

Definisi Pengusaha Kena Pajak dijelaskan oleh Siti Resmi (2012) menyatakan

bahwa:“Pengusaha kena pajak (pkp) adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan

usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang , mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukann usaha jasa, atau memanfaatkan jasa diluar daerah pabean yang melakukan penyerahan BKP dan penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ppn dan PPNBM, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha

kena pajak”.

2) Pengihan Pajak

Definisi Penagihan Pajak dijelaskan oleh Ida Zuraida & L.Y. Hari Sih Advianto (2011: 37) menyatakan bahwa: “Penagihan Pajak adalah Serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah

(36)

4

Menurut Ida Zuraida &L.Y. Hari sih Advianto (2011:71) mengatakan bahwa Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak atau Surat yang diterbitkan untuk memerintahkan dengan paksa kepada penanggung pajak untuk melunasi utang pajak beserta biaya penagihan

3) Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Utomo dkk (2011) menyatakan bahwaPajak pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Jadi dapat dikatakan bahwa pajak pertambahan nilai adalah pajak yang

pengenaannya berkaitan dengan kegiatan jual beli yang dilakukan oleh konsumen dan produsen”.

2.2 Kerangka Pemikiran

a) Pengaruh Jumlah Pengusaha Kena Pajak terhadap penerimaan Pajak Pertambahan

Nilai

Menurut Dwi Sunar Prasetyono (2012: 134) Menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan jumlah pajak yang telah dibuatkan faktur pajak ke kas negara atau masuk sebagai Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Menurut Untung Sukardji (2005:54) semakin banyak pengusaha yang mengukuhkan menjadi pengusaha kena pajak maka penyerahan JKP dan BKP akan semakin banyak dan bisa jadi peluang bertambahnya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Menurut Haula rosdiana dkk (2011:267) menyatakan bahwa Ketidapatuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) terhadap ketentuan mengenai saat terutangnya pajak tersebut dapat merugikan penerimaan negara dalam arti kas negara terlambat menerima pajak yang bersangkutan. Menurut Zulia Hanum (2012) mengatakan bahwa pihak ketiga yang berhak memungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Pengusaha Kena Pajak yang nantinya tersebut akan disetorkan ke kas negara.

b) Pengaruh Penagihan Pajak terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Restika Purnawardhani dkk (2015) Tindakan penagihan pajak, terutama tindakan penagihan pajak aktif, diharapkan agar Wajib Pajak atau Penanggung Pajak agar melunasi utang pajak, sehingga optimalisasi penerimaan pajak dapat tercapai.

Menurut Soemarso S.R (2007) d menyatakan bahwa Penagihan pajak yang merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak oleh pihak fiskus agar dapat meningkatkan penerimaan pajak.

Menurut Ida Zuraida dan Hari Sih Advianto (2011:38) menyatakan bahwa salasatu fungsi penagihan pajak sebagai tindakan pengamanan penerimaan pajak. Apabila banyak utang pajak yang tidak tertagih maka akan berpengaruh terhadap penerimaan negara. Oleh karna itu tindakan Penagihan Pajak harus dilakukan efektif dan efisien untuk menjaga keamanan penerimaan pajak.

III. METODOLOGI PEMELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif dan verifikatif. Dengan menggunakan metode pendekatan kuantitatif akan kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulan.

3.2 Operasional Variabel

1) Variabel Bebas (Independent Variable)

Menurut Sugiyono (2012: 39) Variabel independen dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini variabel bebas yang akan diteliti adalah variabel X1: Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan

variabel X2: Penagihan Pajak.

(37)

5

3.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui media perantara . Data yang dibutuhkan langsung dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya pada periode 2010-2014.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi lapangan), survei berdasarkan pengalaman dan/atau studi kasus dimana peneliti berusaha mengidentifikasi variabel-variabel penting dan hubungan antar variabel tersebut dalam situasi permasalahan tertentu serta studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku di perpustakaan, dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang akan diteliti oleh penulis, seperti studi kepustakaan melalui jurnal, textbook, karya tulis yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4 Populasi, Sample dan Tempat Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah Pengusaha Kena Pajak,jumlah Surat paksa pajak dan laporan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta target penerimaan selama 5 tahun terakhir pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya selama periode 2010-2014.

Menurut sugiyono (2012:85) Sampling jenuh adalah teknik teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel, hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat genelaisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Berdasarkan pengertian tersebut, maka Sampel dalam penelitian ini adalah jumlah Pegusaha Kena Pajak, Nominal surat paksa dan laporan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya selama periode 2010-2014.

Penulis dapat memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, dengan cara mengadakan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya yang beralamat di Jl. Peta No.7 Suka Asih, Bojongloa Kaler, Kota Bandung. Adapun waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada Bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016.

3.5 Metode Analisis Data

Peneliti melakukan analisa terhadap data yang telah diuraikan dengan menggunakan metode pendekatan kuantitatif dengan menggunakan analisis regresi linear berganda, uji asumsi klasik, uji korelasi, dan uji koefisien diterminasi.

a) Analisis Regresi Linier Berganda

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Pengusaha Kena Pajak dan Penagihan Pajak terhadap Penerimaan PPN bentuk persamaan dari regresi linier berganda ini adalah:

(38)

6

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel dependen, independen atau keduanya berdistribusi normal, mendekati normal atau tidak.

2) Uji Multikolinieritas

Menurut Imam Ghozali (2006: 95) bahwa uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.

3) Uji Heteroskedastisitas

Menurut Husein Umar (2011: 179) mendefinisikan uji heteroskedastisitas sebagai berikut:

“Heteroskedastisitas adalah dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain.”

4) Uji Autokorelasi

Menurut Husein Umar (2011: 182) mendefinisikan uji autokorelasi sebagai berikut:

“Autokorelasi adalah dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linier

terdapat hubungan yang kuat baik positif maupun negatif antar data yang ada pada variabel-variabel penelitian.”

b) Analisis Korelasi

Analisis korelasi adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui arah dan kuatnya hubungan antar variabel. Arah dinyatakan dalam positif dan negatif, sedangkan kuat atau lemahnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi.

c) Analisis Determinasi

Analisis Koefisiensi Determinasi (KD) digunakan untuk melihat seberapa besar variable independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y) yang dinyatakan dalam persentase. Besarnya koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kd = r2 × 100%

Sumber: Ridwan dan Sunarto (2009: 81) Keterangan:

Kd = Koefisien Determinasi r2 = Koefisien Korelasi

5.6 Pengujian Hipotesis

Sugiyono (2010: 159) mendefinisikan hipotesis sebagai berikut:

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.”

a) Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji Statistik t)

H0 : β = 0 : Pengusaha Kena pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan

PPN.

Ha1: β1≠ 0 : Pengusaha Kena pajak berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan PPN.

H0 : β = 0 : Penagihan pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan PPN.

Ha2: β2≠ 0 : Penagihan pajak berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan PPN.

Tingkat signifikan 5% dari derajat bebas (df) = n – k, untuk menentukan ttabel sebagai batas

daerah penerimaan dan penolakan hipotesis. Tingkat signifikan yang digunakan adalah 0,05 atau 5% karena dinilai cukup untuk mewakili hubungan variabel-variabel yang diteliti dan merupakan tingkat signifikasi yang umum digunakan dalam statu penelitian.

b) Menggambar Daerah Penerimaan dan Penolakan Hipotesis

Penggambaran daerah penerimaan atau penolakan hipotesis beserta kriteriaakan dijelaskan sebagai berikut:

Hasil thitung dibandingkan dengan ttabel dengan kriteria:

(a) Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ada di daerah penolakan, hal ini diartikan Ha diterima dan

(39)

7

(b) Jika thitung ≤ ttabel maka H0 ada di daerah penerimaan, hal ini diartikan Ha ditolak dan

artinya antara variabel X dan variabel Y tidak memiliki pengaruh. (c) thitung dicari dengan rumus perhitungan thitung.

(d) ttabel dicari didalam tabel distribusi nilai ttabeldengan ketentuan tingkat signifikan 5% (α

= 0,05) dan df = (n – k) atau 42 – 3 = 39.

c) Penarikan Kesimpulan

Jika thitung jatuh di daerah penolakan (penerimaan), maka H0 ditolak (diterima) dan Ha diterima (ditolak). Artinya koefisian regresi signifikan (tidak signifikan). Kesimpulannya, kebijakan dividen dan rasio leverage berpengaruh (tidak berpengaruh) terhadap nilai perusahaan. Tingkat signifikannya yaitu 5% (α = 0,05), artinya jika hipotesis nol ditolak (diterima) dengan taraf kepercayaan 95%, maka kemungkinan bahwa hasil dari penarikan kesimpulan mempunyai kebenaran 95% dan hal ini menunjukan adanya (tidak adanya) pengaruh yang meyakinkan (signifikan) antara dua variabel tersebut.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Analisis Verifikatif

1) Hasil Uji Normalitas

Dari hasil uji normalitas menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov, nilai probabilitas yang diperoleh dari nilai Asymp Sig. adalah sebesar 0.200 dan nilai tersebut lebih besar dari 0.05, maka sesuai dengan kriteria pengujian dapat disimpulkan bahwa residual dalam model regresi berdistribusi secara normal, sehingga model telah memenuhi salah satu syarat untuk dilakukan pengujian regresi

2) Hasil Uji Multikolinieritas

Berdasarkan nilai VIF yang diperoleh, menunjukkan tidak ada korelasi yang cukup kuat

antara sesama variabel bebas. Hal tersebut dapat dilihat dari besaran tolerance (α) dan variance

inflation factor (VIF) jika menggunakan alpha/tolerance = 10% atau 0,10 maka VIF = 10. Hasil output VIF dari kedua variabel yaitu sebesar 1.245 lebih kecil dari 10 dan semua tolerance variabel bebas memiliki nilai sebesar 0.797 = 79,7% lebih besar dari 10%, maka dapat disimpulkan tidak terdapat multikolinieritas.

3) Hasil Uji Heteroskedastisitas

Berdasarkan pola pada grafik scatterplot, titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi penerimaan PPNberdasarkan Jumlah PKP dan Penagihan Pajak.

4) Hasil Uji Autokorelasi

Nilai statistik Durbin-Watson (D-W) sebesar 1,682. Sementara dari Tabel D-W dengan

tingkat signifikan (α = 5%), untuk jumlah variabel bebas sebanyak 2 variabel (k = 2), dan jumlah pengamatan pada penelitian sebanyak 60 sampel (n = 60), maka diperoleh nilai batas bawah (dL) sebesar 1.5144 dan batas atas (dU) sebesar 1.6518. Karena nilai Durbin-Watson model regresi pada hasil pengolahan sebesar 1,682 dan lebih besar dari batas atas (dU) 1.6518 serta kurang dari 4 – 1.6518 (4 – dU), maka disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat autokorelasi.

5) Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Hasil koefisien regresi yang diperoleh dapat ditulis dalam bentuk persamaan yang menggambarkan hubungan data X dan Y yang digunakan sebagai berikut.

Y = (-5,012) + 0,137 X1 + 6,525 X2

Persamaan regresi linier berganda di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut.

(40)

8

b) Koefisien regresi untuk jumlah pengusaha kena pajak sebesar 0.002 X1 dan bertanda positif,

artinya setiap terjadi peningkatan 1 satuan pada pengusaha kena pajak bernilai konstan, diprediksikan mampu meningkatkan penerimaan PPN di KPP Majalaya sebesar 0,002. c) Koefisien regresi untuk Penagihan pajak sebesar -0,028 X2 dan bertanda negatif, artinya

setiap terjadi peningkatan 1 satuan pada Penagihan Pajak bernilai konstan, diprediksikan mampu menurunkan penerimaan PPN di KPP Majalaya sebesar 0,028.

6) Koefisien korelasi

a) Koefisien Korelasi jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP) terhadap penerimaan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN)

Nilai korelasi parsial antara jumlah pengusaha kena pajak dengan penerimaan pajak pertambahan nilai adalah sebesar 0,634 dan termasuk dalam kategori hubungan yang kuat berada

pada interval korelasi antara “0,60-0,799”. Nilai korelasi bertanda positif yang menunjukan bahwa hubungan yang terjadi antara keduanya adalah searah, artinya semakin banyak jumlah pengusaha kena pajak, maka semakin tinggi pula penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang di dapat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya. Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat hubungan positif yang cukup kuat antara jumlah pengusaha kena pajak dengan Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.

b) Koefisien Korelasi Parsial antara Penagihan Pajak terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Nilai korelasi parsial antara Penagihan pajak dengan penerimaan pajak peertambahan nilai (PPN) adalah sebesar -0,387 dan termasuk dalam kategori hubungan yang rendah berada pada

interval korelasi antara “0,20-0,399”. Nilai korelasi bertanda negatif yang menunjukan bahwa hubungan yang terjadi antara keduanya adalah berlawanan, artinya semakin tinggi penagihan pajak atas Surat Paksa, maka semakin rendah penerimaan pajak pertambahan nilai. Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat hubungan negatif yang sangat rendah penagihan pajak dengan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN).

7) Koefisien Determinasi

Dari output SPSS, diperoleh nilai koefisien determinasi parsial dari variabel kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan sebagai berikut.

Kd = (0,769)2 × 100% = 59,1%

Perhitungan di atas, artinya pengaruh jumlah pengusaha kena pajak dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai sebesar 59,1% Sedangkan sisanya 40,9% sisanya merupakan pengaruh yang diberikan oleh faktor lain yang tidak diteliti baik dari internal maupun eksternal.

8) Uji Hipotesis

Dari output SPSS, thitung yang diperoleh adalah sebesar 6,187. Mengacu pada tabel distribusi

t dengan α = 5% dan df (60-2-1) = 57 untuk pengujian 2 pihak diperoleh nilai ttabel sebesar ± 1.672.

Nilai thitung berada di daerah penolakanH0 (thitung (6,187) > ttabel (1.672)) sehingga sesuai dengan

kriteria pengujian hipotesis adalah menolak Ho dan menerima H1 yang berarti jumlah pengusaha

kena pajak berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.

Dari output SPSS, Nilai thitung yang diperoleh untuk variabel Penagihan Pajak adalah sebesar

-3,167Mengacu pada tabel distribusi t dengan α = 5% dan df (60-2-1) = 57 untuk pengujian 2 pihak diperoleh nilai ttabel sebesar ± 1.672. Nilai thitung berada di daerah penolakanH0 (thitung (-3.167) > ttabel

(-1.672)) sehingga sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis adalah menolak Ho dan menerima H1 yang berarti Penagihan pajak dengan surat paksa berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak

Pertambahan Nilai. Pembahasan

1) Pengaruh Jumlah Pengusaha Kena Pajak terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan

Nilai (PPN)

(41)

9

bahwa hubungan yang terjadi antara keduanya adalah searah, artinya semakin banyak jumlah pengusaha kena pajak, maka semakin tinggi pula penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang di dapat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya. Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat hubungan positif yang cukup kuat antara jumlah pengusaha kena pajak dengan Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini terjadi dikarenakan pengusaha kena pajak merupakan orang ketiga yang berhak memungut pajak pertambahan nilai (Haula Rosdiana 2011:206).

Dengan bertambahnya jumlah PKP yang terdaftar maka akan menambah potensi penyerahan barang dan jasa kena pajak. Sehingga akan menambah penerimaan PPN. Jumlah pengusaha kena pajak (PKP) memberikan pengaruh sebesar 42,2% terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sedangkan sisanya sebesar 57,8% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain misalnya faktor ekonomi dan faktor pertumbuhan penduduk atau angka kelahiran.

Selanjutnya hasil pengujian hipotesis uji t yang diperoleh menunjukkan bahwa H0 ditolak

dikarenakan hasil uji thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel. Oleh karena itu dapat dikatakan

bahwa jumlah pengusaha kena pajak memiliki pengaruh secara parsial terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya.

2) Pengaruh Penagihan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Hasil penelitian menunjukan bahwa Penagihan pajak dengan penerimaan pajak peertambahan nilai (PPN) adalah sebesar -0,387 dan termasuk dalam kategori hubungan yang rendah berada pada interval korelasi antara “0,20-0,399”. Nilai korelasi bertanda negatif yang menunjukan bahwa hubungan yang terjadi antara keduanya adalah berlawanan, artinya semakin tinggi penagihan pajak atas surat paksa, maka semakin rendah penerimaan pajak pertambahan nilai dikarenakan wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak sehingga menjadi utang pajak dapat mengurangi penerimaan pajak pertambahan nilai (Ida Zuraida & L.Y Hari Sih Advianto 2011:38). Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat hubungan negatif yang rendah penagihan pajak dengan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN).

Penagihan Pajak memberikan pengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 16,9%, sedangkan sisanya sebesar 83,1% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain misalnya penagihan pajak dengan surat teguran, tidak tersampaikanya surat paksa ke penanggung pajak dll.

Hasil pengujian hipotesis antara penagihan pajak dan penerimaan pajak pertambahan nilai, terlihat Bahwa nilai thitung berada di daerah penolakan H0 (thitung (-3.167) > ttabel (-1.672)) sehingga

sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis adalah adalah menolak Ho dan menerima H1 yang

berarti Penagihan pajak dengan surat paksa berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya.

Hasil penelitian yang dijabarkan oleh Harijanto Sabijono (2014:10) beberapa alasan Surat paksa tidak bisa diterbitkan atau disampaikan kepada penanggung pajak karena penanggung pajak pindah alamat dan tidak melaporkan ke kantor pajak, kurangnya kesadaran penanggung pajak untuk membayar tunggakan pajak yang ditagih dengan surat paksa, kurangnya peran aktif juru sita pajak dalam memberitahukan tunggakan pajak lewat surat paksa.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka peneliti mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

(42)

10

2) Penagihan Pajak dengan surat paksa berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya pada periode 2010-2014, baik ditinjau dari segi jumlah lembar maupun nilai nominal yang tertera dalam surat paksa dimana semakin tinggi penagihan pajak atas Surat Paksa, maka semakin rendah penerimaan pajak pertambahan nilai. Sehingga hal itu dapat mempengaruhi tingkat penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.

5.2 Saran

Setelah penulis memberikan kesimpulan dari hasil penelitian tentang pengaruh jumlah pengusaha kena pajak dan penagihan pajak terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai,maka penulis memberikan beberapa saran yang dapat digunakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Majalaya :

5.2.1 Saran Operasional

a) Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya yang memiliki penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) yang rendah dikarenakan jumlah pengusaha kena pajak yang rendah pula, sebaiknya untuk mengatasi hal tersebut dengan cara mensosialisasikan kepada para pengusaha yang sudah memenuhi kriteria pengusaha kena pajak yang tertulis di Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang batasan pengusaha kecil dan untuk segera mengukuhkan agar menjadi pengusaha Kena Pajak.

b) Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang memiliki tunggakan yang besar sebaiknya dilakukan pencairan tunggakan pajak yaitu dengan cara melakukan penagihan pajak dengan menerbitkan surat paksa untuk meningkatkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tunggakan pajak atau utang pajak terjadi karena penanggung pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran tidak melunasi kewajiban nya untuk membayar pajak sehingga perlu dilakukan penagihan pajak untuk mengurangi tunggakan pajak dan bisa menjadi salasatu sumber penerimaan pajak pertambahan Nilai (PPN). 5.2.2 Saran Akademis

Gambar

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Using data on manufacturing firms in two developing countries, Colombia and Zimbabwe, we find that the different methods produce surprisingly similar pro- ductivity estimates when

Sementara itu, permasalahan yang dihadapi untuk proses ini adalah biaya pembakaran lebih mahal dibandingkan dengan sistem pembuangan akhir (sanitary landfill).

Terkelolanya kegiatan Lingkungan Hidup yang didanai dengan Dana DAK, melalui Pengadaan Gerobak sampah 38 buah, bak sampah 300 unit, alat daur ulang sampah ( mesin jahit untuk

Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia Berbasis Karakter Seminar internasional ini juga menerima makalah yang berhubungan dengan..

Kajian Model Evaluasi Program pada Pelatihan yang Diselenggarakan di Balai Pelatihan Kesehatan Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

22 22/2007 Perubahan Atas Keputusan Bupati Sidoarjo Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2001Tentang

Dari hasil pengujian tersebut, tampaknya penyakit mosaik pada tanaman caisin di daerah Cinangneng maupun di Cipanas dominan disebabkan oleh infeksi TuMV,

In a more quantitative way, from the 2011 image of the area of flight, it was possible to geo-reference the UAV image using ENVI and estimate the central pixel latitude and