Upacara Adat Moponika di Kota Gorontalo)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik
Oleh :
SHOFYAN TANAIYO NIM : 41810168
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG
The Cultural Ceremony of Moponika in the City of Gorontalo) By:
SHOFYAN TANAIYO NIM 41810168
This thesis is under the guidance of:
Adiyana Slamet, S.IP., M.Si
This research is aimed to analyze in depth about Communication Activity in the Cultural Ceremony of Moponika. Researcher divided the focus of this problem into several sub micro problems such as communicative situation, comm
unicative events, and communicative action in the cultural Ceremony of Moponika.
The used method in this study is a qualitative ethnographic study method of communication with substantive theory of symbolic interaction. The subjects of this study are some people involved in the cultural Ceremony of Moponika, which consists of 5 (five) informant obtained through purposive sampling technique. Th e technique of collecting data are through interviews, observation, field notes, lite rature, documentation, Internet searching. Mechanical test the validity of data by
observation persistence, the adequacy of reference, member checking, triangulation data.
The results showed that, in a communicative situation of the cultural ceremony of Moponika is a wedding tradition that is holy and sacred, where there are steps that must be done. Communicative events in the cultural ceremony
of Moponika contained some cultural values that is on the Motolobalango, Mopotilantahu, Akaji, while communicative action in the form of command cerem
ony of Moponika, statements, applications and nonverbal attitude contained in so me procession of the cultural ceremony of Moponika.
The conclusion of this study is that the Communication Activity in the cultu ral ceremony of Moponika is a wedding tradition of Gorontalo society that has m eaning to honor the bride and groom. a suggestion from researcher fo Gorontalo society is to keep preserve and carry out the cultural wedding ceremonies.
pernikahan, yang setiap warna memiliki makna atau lambang tertentu. Pasangan yang akan melangsungkan pernikahan biasanya melakukan beberapa tahap atau proses pengenalan lebih lanjut antara pribadi yang satu dengan satu yang lain. Sehingga ketika sudah mencapai tingkat hubungan yang matang maka mereka biasanya akan memutuskan untuk melanjutkan hubungan tersebut ke jenjang yang lebih serius yakni pernikahan. Pengunaan bahasa komunikasi yang disampaikan dalam Upacara adat ini untuk menyampaikan pesan-pesan kedalam suatu proses komunikasi yang berlangsung.
Kata Moponika berasal dari kata Nika (nikah) yang bermakna menghalalkan jasmani seorang perempuan yang sebelumnya haram untuk digauli. Upacara adat Moponika merupakan upacara peresmian, pengumuman dan pengukuhan sepasang muda-mudi untuk mendirikan rumah tangga. Oleh karena itu merupakan peresmian, pengumaman dan pengukuhan hubungan jejaka dan gadis bahkan antara keluarga dengan keluarga. Upacara adat Moponika mempunyai ciri khas didalamnya. Dalam proses upacara adat Moponika ini terjadi komunikasi antar kedua belah pihak.
Proses penyatuan kedua insan tersebut juga bermuara pada penyatuan keluarga dari masing-masing pasangan yang bersangkutan. Misalnya, keluarga pihak laki-laki dengan pihak keluarga perempuan menjalin secara tidak langsung hubungan keluarga yang dahulu tersekat atau terpisah menjadi satu lantaran proses pernikahan yang telah dijalani.
Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak keluarga yang merestui hubungan pasangan tersebut untuk bersatu dalam ikatan pernikahan. Kesepakatan yang dijalin biasanya dilalui dari beberapa tahap atau proses yang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk saling mengenal antara satu keluarga dengan yang lain. Pernikahan memiliki unsur-unsur terpenting di dalamnya, seperti agama dan budaya. Begitu halnya dengan Indonesia yang memiliki beragam suku di dalamnya atau yang biasa disebut dengan multikultur. Unsur budaya tidak dapat dilepaskan dari pernikahan khususnya di Indonesia. Setiap Budaya mempunyai ciri-ciri khas tertentu, seperti dalam sebuah pernikahan mempunyai ciri khas tertentu di dalamnya, mulai dari acaranya atau ritual yang terjadi pada saat proses upacara pernikahan tersebut, Pernikahan merupakan bagian dari upacara pada suatu budaya.
ini. Acaranya begitu kental akan tradisi sehingga tidak heran kalau pernikahan menjadi momen cukup sakral. Bagi setiap orang pernikahan merupakan suatu proses pendewasaan diri. Pernikahan merupakan proses menyatukan dua insan manusia menjadi satu. Hal ini merujuk pada pribadi yang berbeda sifat, watak, kepribadian, sikap, latar belakang, menjadi satu bagian utuh dalam mahligai pernikahan untuk membentuk keluarga baru.
Gorontalo adalah salah satu daerah di Indonesia yang memiliki adat istiadat tersendiri, dengan menggunakan bahasa Gorontalo, ragam adat apabila ada sesuatu yang disampaikan melalui proses peradatan di Gorontalo. Bahasa yang digunakan itu kelihatannya lebih unik dan memiliki ciri-ciri tersendiri dari bahasa pengantar sehari-sehari. Keunikan Bahasa dan ragam adat ini memerlukan pemeliharaan dan pelestariannya oleh masyarakat penuturnya. Keunikan bahasa itu terutama terletak pada penggunaan kata-kata yang tetap, penuh kiasan, kalimat-kalimat yang serat dengan nuansa kebudayaan dan adat istiadat lokal. Kadang kala masyarakat yang hidup di zaman sekarang kurang memahami makna kalimat yang diungkapkan oleh para pemangku adat karena bahasa yang digunakan memiliki ciri khas kebudayaan.
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarahnya. Perubahan itu ada yang disebabkan oleh pengaruh dari dalam masyarakat itu sendiri da nada pula yang disebabkan oleh pengaruh dari luar. Perubahan sosial masyarakat tersebut biasanya menetukan masyarakat sehingga tiap anggota masyarakat rela menerima perubahan. Dan pada dasarnya masyarakat mudah menyesuaikan diri dengan pangaruh yang dating dari luar, apalagi kalau pengaruh itu tidak bertentangan dengan agama.
2. Rumusan Masalah Makro
Peneliti merumuskan pertanyaan makro yaitu: “Bagaimana Aktivitas Komunikasi dalam Upacara Adat Moponika Gorontalo?”
3. Rumusan Masalah Mikro
1. Bagaimana Situasi Komunikatif dalam Upacara Adat Moponika
di kota Gorontalo ?
2. Bagaimana Peristiwa Komunikatif dalam Upacara Adat
Moponika di kota Gorontalo ?
3. Bagaimana Tindakan Komunikatif dalam Upacara Adat
Moponika di kota Gorontalo ?
II. Metode Penelitian
dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna pada generalisasi. (Sugiyono, 2012:1)
Beda dengan pendapat diatas, David Williams (1995) dalam buku Lexy Moleong menyatakan: “Penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah” (Moleong, 2007:5)
Dari definisi yang dikemukan diatas, didalamnya terdapat pemaparan tentang yang alamiah, hal ini berarti penelitian ini bersifat apa adanya atau natural setting .Berbeda dengan definisi diatas Kirk dan Miller (1986:9) mengemukakan bahwa :
“ Pendekatan kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pegetahuan sosialyang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalamkawasan sendiri yang berhubungan dengan orang orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya.” (Hikmat,2011:38)
Dengan demikian tradisi etnografi komunikasi membutuhkan alat atau metode penelitian yang bersifat kualitatif untuk mengasumsikan bahwa perilaku dan makna yang dianut sekelompok manusia hanya dapat dipahami melalui analisis atas lingkungan alamiah (Natural setting) mereka.
Dell Hymes memperkenalkan studi ini untuk pertama kalinya pada tahun1962, sebagai kritik terhadap ilmu linguistic yang terlalu memfokuskan diri pada fisik bahasa saja. Definisi etnografi komunikasi itu sendiri adalah pengkajian peranan bahasa dalam perilaku komunikatif suatu masyarakat, yaitu cara-cara bahasa dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya.
(Pemangku Adat), Buatula Saraqa (Pegawai Agama), dan pihak keluarga. Situasi komunikatif sendiri bisa tetap sama walaupun lokasinya berubah, dimisalkan Upacara Adat Moponika dilaksanakan diluar kota Gorontalo.
Situasi komunikatif yang memungkinkan terjadinya komunikasi terjadi dalam beberapa proses, dalam tahap awal terjadinya komunikasi antar keluarga terlebih dulu, dari keluarga calon pengantin laki-laki mendatangi rumah keluarga calon pengantin perempuan dengan maksud mau mengenal calon pengantin perempuan dan keluarganya. Situasi tersebut membuat terjadinya komunikasi pihak pengantin laki-laki dan pihak pengantin perempuan. Walaupun maksud dan tujuannya hanya sebatas pengenalan ke pihak pengantin perempuan dan meminta kesepakatan bahwa pengantin perempuan siap untuk dilamar
Setelah mendapatkan kesepekatan dilakukan proses Tolobalango
dalam bahasa Gorontalo yang artinya peminangan. Situasi tersebut membuat terjadinya komunikasi, dimana terjadi komunikasi antara pihak laki-laki dan pihak perempuan untuk membicarakan mahar dan berapa ongkos yang akan diserahkan, penyediaan pakaian dan pelaminan , serta semua hal yang berhubungan dengan pemenuhan sarana adat. Dan dilanjutkan dengan Motolobalango tahap menghubungkan antara pihak laki-laki dan perempuan dengan cara mengutus pihak laki-laki.
2. Peristiwa komunikatif Dalam Upacara Adat Moponika di Kota Gorontalo.
Setting, mengacu pada dimana lokasi (tempat), waktu, musim dan aspek fisik situasi tersebut. Pelaksanaan Upacara Adat Moponika
dilaksanakan dirumah mempelai orang tua perempuan yang telah menyediakan persiapan yang lebih meriah untuk mempersandingkan kedua mempelai dengan tata upacara adat. Dalam penentuan waktu diadakannya masyarakat Gorontalo sendiri seringkali melihat bulan yang baik untuk melaksanakan Upacara Adat Moponika. Penentuan hari yang baik tersebut bertujuan agar rumah tangga kedepannya bisa lebih harmonis. Karena sudah menjadi tradisi turun temurun untuk melaksanakan Upacara Adat Moponika terlebih dahulu menentukannya dengan bulan baik menurut kalender Hijriah.
proses interaksinya adalah Ketua Adat (Baate), Pemangku Adat (Buatula Aadati), Pendamping pengantin laki-laki, imam wilayah (Buatula Saraqa),serta pengantin.
Ends, pada ends ini menjelaskan hal-hal yang ingin dicapai oleh semua yang terlibat dalam Upacara Adat Moponika. Pada penelitian ini hal yang ingin dicapai adalah untuk kelancaran terjadinya Upacara Adat
Moponika tahapan persiapan harus dilakukan dengan baik dari mulai meletakkan pelaminan, Kamar rias (Huwali lo wadaka), Kamar adat
(Huwali lo humbio) dan kamar tidur (Huwali lo polihua) karena dalam Upacara Adat Moponika semua itu merupakan salah satu bagian dari sarana adat yang berperan penting untuk kelancaran Upacara Adat
Moponika. Tujuan utamanya adanya Upacara Adat Moponika untuk memuliakan suatu pernikahan yang dilaksanakan secara teratur menurut adat yang jelaskarena dalam masyarakat Gorontalo keagungan suatu masyarakat dinilai dari hukum adat itu sendiri.
Act Sequence,menjelaskan tentang Nilai yang terkandung dalam Upacara Adat Moponika. Pada penelitian ini mengacu pada isi pesan atau nilai yang terkandung dalam setiap prosesi Upacara Adat Moponika. Ada beberapa nilai yang terkandung dalam prosesi Upacara Adat Moponika, seperti kegiatan khatam Qur’an, Molapi saronde, yang memberikan arti kebolehan mempelai laki-laki kebolahan dalam segala hal dan Tidi yang dilakukan oleh pengantin perempuan yang mengandung arti kelembutan seorang perempuan dalam segala hal. Nilai yang terkandung dalam setiap
prosesi Upacara Adat Moponika banyak mengandung arti yang
disampaikan dari pengantin laki-laki untuk pengantin perempuan.
Keys, menjelaskan cara atau spirit pelaksanaan tindak tutur. yang menjadi fokus referensi pada penelitian ini adalah bagaimana tahapan-tahapan yang dilaksanakan pada saat persiapan maupun pelaksanaan Upacara Adat Moponika. Tahap awalnya dari Upacara Adat Moponika
merupakan salah satu yang ditonjolkan dalam Upacara Adat Moponika
adalah bahasa verbal dan nonverbal seperti yang terjadi dalam proses ijab Kabul, ketika imam melafalkan Tolimoomu, yang dirangsang dengan pertanyaan engkau terima sekaligus menggoyangkan tangan pengantin laki-laki. Pengantin laki-laki harus cepat melafalkan Tolimoomu, jika tidak cepat-cepat melafalkan Tolimoomu maka ijab Kabul gagal dan harus di ulangi lagi.
Norms, menjelaskan menghasilkan norma-norma interaksi, termasuk di dalamnya pengetahuan umum, pengandaian kebudayaan yang relevan, atau pemahaman yang sama, yang memungkinkan adanya inferensi tertentu yang harus dibuat, apa yang harus dipahami secara harfiah, apa yang perlu diabaikan dan lain-lain. Untuk mengetahui apa saja aturan-aturan khusus dalam persiapan Upacara Adat Moponika. Proses Upacara Adat Moponika merupakan bagian dari kebudayaan Gorontalo yang harus tetap dilaksanaan dan dibuadayakan secara turun temurun. Prosesi tersebut sudah dibakukan dengan ketentuan yang berlaku, tidak biasa lagi dirubah-rubah karena telah disumpahkan oleh para leluhur tanpa yang dikurangi dan ditambahkan. Itu merupakan aturan khusus yang harus dilaksanakan dalam Upacara Adat Moponika.
Genre, untuk menghasilkan jenis peristiwa atau jenis komunikasi yang digunakan pada saat Upacara Adat Moponika berlangsung. Dalam Upacara Adat Moponika tidak terdapat keyakinan apapun prosesi Upacara Adat Moponika hanyalah budaya adat pernikahan masyarkat Gorontalo yang menggunakan komunikasi kelompok yang dilakukan oleh Ketua Adat (Baate), Pemangku Adat (Buatula Aadati), Pendamping pengantin laki-laki, imam wilayah (Buatula Saraqa),serta pengantin dalam setiap proses dalam Upacara Adat Moponika berlangsung.
3. Tindakan Komunikatif dalam Upacara Adat Moponika di Kota Gorontalo
Tindakan komunikatif merupakan pernyataan, perintah, permohonan dan bias bersifat verbal atau nonverbal, tindakan komunikatif merupakan bagian dari peristiwa komunikatif. Dalam hal ini peneliti akan membahas dan menganalisis tindakan komunikatif Upacara Adat
Moponika di Kota Gorontalo yang ditinjau dari aktivitas yang terjadi didalamnya.
Komunikasi non verbal merupakan penciptaan dan pertukaran pesan yang tidak menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan bentuk pesan isyarat seperti gerakan-gerakan tubuh, kontak mata, ekspresi muka, dan sentuhan. Dalam hal ini peneliti akan membahas serta menganalisis
perempuan. Pakaian yang dipergunakan oleh kedua mempelai adalah
Bili’u dan Makuta yang merupakan pakaian adat kebesaran Gorontalo.
Bili’u terdiri atas bagian yang mempunyai hiasan sendiri-sendiri, hiasan kepala terdiri dari, Baya lo bot, Layi, Pangge, Tuhi-tuhi, Huli, Dongo bitila, Huwoo, Boo tongguho, Wulu wau dehu, Hiasan kuku, Alumbu bide, Bintola etango. Sedangkan pakaian pengantin laki-laki Makuta yang terdiri dari Tudung makuta, ikat pinggang dan pending, pedang.
Proses terjadi inetraksi dalam Upacara Adat Moponika tidak semuanya dilakukan dengan cara komunikasi non verbal saja, tetapi dilakukan dengan cara komunikasi verbal. Komunikasi verbal disini terjadi ketika memberikan perintah dan permohonan kepada mempelai laki-laki dengan menggunakan Tuja’I yang berisikan pesan perintah dan permohonan yang ditujukan kepada mempelai laki-laki.
Dalam Upacara Adat Moponika terdapat beberapa perilaku nonverbal yang terdapat dalam beberapa prosesi Upacara Adat Moponika. Seperti yang terjadi dalam prosesi Molamela Taluhu Tabia, pengantin laki-laki maupun pengantin perempuan sebelum di akad nikah dan dibaiat mereka harus dalam keadaan suci. Oleh karena dalam prosesi Upacara Adat Moponika akan dibatalkan dengan cara disentuh dahinya sebagai tanda bahwa mulai saat itu halallah perempuan tersebut menjadi milik pengantin laki-laki. Perilaku tersebut menggambarkan terjadinya komunikasi nonverbal dalam Upacara Adat Moponika yang berupa sentuhan yang memiliki makna.
4. Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Moponika di Kota Gorontalo
Upacara Adat Moponika merupakan suatu Upacara Adat
Pernikahan Gorontalo yang telah turun temurun dilaksanakann oleh masyarakat Gorontalo. Setiap rangkaian prosesi adatnya memiliki arti dan makna tersendiri. Pelaksanaan upacara adat Moponika memiliki tujuan untuk memberikan penghormatan kepada kedua mempelai yang menjadi raja dan ratu sehari dan untuk memuliakan suatu pernikahan yang dilaksanakaan secara teratur menurut adat yang sudah ditentukan. Keagungan suatu masyarakat biasa dinilai dari hukkumadat pernikahannya sehingga Upacara Adat Moponika tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarkat Gorontalo.
IV. Kesimpulan
1. Situasi Komunikatif dalam Upacara adat Moponika memiliki rangkaian acara adat yang sudah dari dulu dilakukan secara turun
temuran. Upacara adat Moponika sendiri merupakan sebuah
pengresmian atau pengukuhan calon pengantin. Secara garis besar Upacara adat Moponika dilaksanakan di lingkungan Gorontalo tetapi tidak menutup kemungkinan untuk dilaksanakan di luar lingkongan Gorontalo, asalkan tetap memakai rentetan acara adat yang sudah ditentukan. Dalam Upacara adat Moponika dilaksanakan di rumah orang tua mempelai perempuan dimana semua proses pelaksanaan Upacara adat Moponika dilakukan di rumah orang tua mempelai perempuan yang akan melibatkan Baate Lo Hulondalo atau Ketua Adat Gorontalo, Buatula Aadati (Pemangku Adat), Buatula Saraqa
(Pegawai Agama), dan pihak keluarga. Setiap berlangsungnya Upacara adat Moponika pasti akan berbeda tempat pelaksanaanya, karena pelaksanaan Upacara adat Moponika selalu melakukan upacara adat di rumah orang tua mempelai perempuan
2. Peristiwa Komunikatif Upacara adat Moponika merupakan adat pernikahan masyarakat Gorontalo. Dalam masyarakat Gorontalo sudah merupakan kewajiban dalam pernikahan melaksanakan Upacara adat
Moponika dengan rentetan acara yang telah ditentukan dari pada para leluhur. Dimulai dari tahap pertama adalah Mongilalo (Meninjau),
Molenilo (Mencari kepastian), Tolobalango (Peminangan), Modutu
(Mengantarkan adat), Mopotilantahu (Malam pengantin), Molapi saronde,Tidi,Akaji (Akad nikah), Molomela taluhu tabia (Pembatalan air wudhu). Tahapan tersebut harus dilakukan dengan dengan baik demi kelancaran prosesi tersebut karena dalam Upacara adat Moponika
terdapat beberapa nilai kebudayaan yang sangat diperlihatkan dari tarian-tarian, musik, dan tata cara pelaksanaan. Selain nilai kebudayaan yang terlihat dalam Upacara adat Moponika bentuk pesan merupakan salah satu yang ditonjolkan dalam Upacara Adat Moponika melalui kode verbal dan nonverbal yang terlihat dalam beberapa prosesi adat. Dengan dilaksanakannya Upacara Adat Moponika bertujuan untuk tetap terus melaksanakan warisan budaya sudah dari turun temurun tetap dilaksanakan oleh masyarakat Gorontalo.
3. Tindakan Komunikatif merupakan bentuk perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku nonverbal, bentuk perintah dan pernyataan yang ada ketika pengantin laki-laki diucapkan Tuja’I momuduqo,
Upacara Adat pernikahan Gorontalo yang telah turun temuran dilaksankan oleh masyarakat Gorontalo. setiap rangkaian prosesi adatnya memilki arti dan makna tersendiri. Pelaksanaan Upacara Adat
Moponika memiliki tujuan untuk memberikan penghormatan kepada kedua mempelai yang menjadi raja dan ratu sehari dan untuk memuliakan suatu pernikahan yang dilaksanakan secara teratur menurut adat yang sudah ditentukan. Keagungan suatu masyarakat biasa dinilai dari hukum adat pernikahannya sehingga Upacara Adat
Abdussamad, Kadir. 1985. 4 Aspek Adat Daerah Gorontalo
Alo liliweri, 1994. Komunikasi Verbal dan Non Verbal , PT. Citra Aditya Bakti Bandung
Alo liliweri, 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna, Prenada Media Group, Jakarta
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Cangara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Effendy, Onong Uchjana. 1994. Ilmu teori & filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti, Bandung
Littlejhon, 2009. Teori Komunikasi “ Theories of Human Communication” , Salemba Humanika, Jakarta
Hikmat, Mahi. 2011. Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra. PT Graha Ilmu, Bandung
Meleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif . PT Rosdakarya, Bandung
Mulyana, Deddy.2002 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy.2010. Komunikasi Antar Budaya, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Mulyana, Deddy.2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.Bandung
Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Research. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Suatu Pengantar Dan Contoh Penelitiannya. Widya Padjajaran, Bandung
http://lifestyle.okezone.com/read/2011/05/13/408/456698/menyibak-prosesi-pernikahan-adat-gorontalo
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/602/jbptunikompp-gdl-mauludindw-30053-9-unikom_m-i.pdf
http://www.gorontalofamily.org/upacara-adat/aspek-adat-perkawinan.html
http://www.kebudayaanindonesia.com/2014/09/kebudayaan-provinsi-gorontalo.html
http://www.referensimakalah.com/2012/11/pengertian-budaya-dan-kebudayaan.html
Penelitian terdahulu :
Septian Restu Unggara; NIM. 41808037/Ilmu komunikasi UNIKOM:2012 Aktivitas Komunikasi Ritual Dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Ritual Dalam Upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya)
Muhammad Sofyan; /Ilmu komunikasi Telkom University:2014 Aktivitas Komunikasi Upacara Pernikahan Hindu-Bali yang dilaksanakan di Desa Tegal Suci, Kabupaten Bangli (Studi Etnografi Komunikasi Dalam Upacara Pernikahan Hindu-Bali Di Kabupaten Bangli, Desa Tegal Suci)
Ratna Wulansari; NIM. 41810037//Ilmu komunikasi UNIKOM:2014 Aktivitas Komunikasi dalam Upacara Adat Mapag Pengantin di Kota Bandung (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi dalam Upacara Adat
iii
Adat Moponika di Kota Gorontalo)
Oleh :
SHOFYAN TANAIYO NIM 41810168
Skripsi ini dibawah bimbingan :
Adiyana Slamet, S.IP., M.Si
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis secara mendalam tentang Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Moponika., maka fokus masalah tersebut peneliti bagi menjadi beberapa sub masalah mikro yaitu, situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif dalam Upacara Adat Moponika.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif studi etnografi komunikasi dengan teori substantif interaksi simbolik. Subyek penelitian ini adalah beberapa orang yang terlibat dalam Upacara Adat Moponika, terdiri dari 5 (Lima) informan yang diperoleh melalui teknik Purposive Sampling. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, catatan lapangan, studi pustaka, dokumentasi, internet searching. Teknik uji keabsahan data dengan cara ketekunan pengamatan, kecukupan referensi, pengecekan anggota, triangulasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, situasi komunikatif dalam Upacara Adat Moponika merupakan tradisi pernikahan yang suci dan sakral, di mana dalam proses ada tahapan yang harus dilakukan. Peristiwa komunikatif dalam Upacara Adat
Moponika terkandung beberapa nilai kebudayaan yaitu pada bagian Motolobalango,
Mopotilantahu, Akaji, sementara tindakan komunikatif dalam Upacara Adat Moponika berbentuk perintah, pernyataan, aplikasi dan sikap nonverbal yang terdapat dalam beberapa prosesi Upacara Adat Moponika.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Moponika merupakan tradisi pernikahan masyarakat Gorontalo yang mempunyai makna memberikan penghormatan kepada kedua mempelai. Saran dari peneliti bagi masyarakat Gorontalo agar tetap melestarikan dan melaksanakan upacara adat pernikahan.
Keyword: Etnografi Komunikasi, Aktivitas Komunikasi, Dalam Upacara Adat
iv
Cultural Ceremony of Moponika in the City of Gorontalo) By:
SHOFYAN TANAIYO NIM 41810168
This thesis is under the guidance of:
Adiyana Slamet, S.IP., M.Si
This research is aimed to analyze in depth about Communication Activity in the Cultural Ceremony of Moponika. Researcher divided the focus of this problem into several sub micro problems such as communicative situation, communicative e vents, and communicative action in the cultural Ceremony of Moponika.
The used method in this study is a qualitative ethnographic study method of communication with substantive theory of symbolic interaction. The subjects of this study are some people involved in the cultural Ceremony of Moponika, which consists of 5 (five) informant obtained through purposive sampling technique. The te
chnique of collecting data are through interviews, observation, field notes, literature,
documentation, Internet searching. Mechanical test the validity of data by observation persistence, the adequacy of reference, member checking, triangulation
data.
The results showed that, in a communicative situation of the cultural ceremony of Moponika is a wedding tradition that is holy and sacred, where there are steps that must be done. Communicative events in the cultural ceremony of Moponika contained some cultural values that is on the Motolobalango, Mopotilantahu, Akaji, while communicative action in the form of command ceremony
of Moponika, statements, applications and nonverbal attitude contained in some procession of the cultural ceremony of Moponika.
The conclusion of this study is that the Communication Activity in the cultural ceremony of Moponika is a wedding tradition of Gorontalo society that has meaning to honor the bride and groom. a suggestion from researcher for Gorontalo society is to keep preserve and carry out the cultural wedding ceremonies.
12
2.1 Tinjauan Pustaka
Pada Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang relevan mengenai
penelitian ini, serta studi literature, dokumen atau arsip yang mendukung, yang telah
dilakukan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian.
2.1.1 Penelitian Relevan
Penelitian terdahulu adalah refensi yang berkaitan dengan penelitian.
Penelitian terdahulu dijadikan sebagai bahan ajuan, antara lain sebagai berikut :
1. (Septian Restu Unggara; Nim 41808037/Ilmu Komunikasi UNIKOM:2012)
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguraikan secara mendalam
tentang Aktivitas Komunikasi Ritual dalam Upacara Hajat Sasih Kampung
Naga Tasikmalaya. Untuk menjabarkannya, maka fokus maslah tersebut
peneliti dibagi kedalam beberapa sub-sub masalah mikro yaitu situasi
komunikasti, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikastif dalam
upacara Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
simbolik dan pemusatan simbolis. Subjek penelitian adalah masyarakat
Kampung Naga yang mengikuti upacara Hajat Sasih sebanya 5 (lima) orang,
terdiri dari 3 (tiga) informan dan 2 (dua) informan kunci yang diperoleh
melalui teknik purposive sampling.
Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi
partisipan, catatan lapangan, studi kepustakaan, dokumentasi dan internet
searching. Teknik uji keabsahan data dengan cara peningkatan ketekunan
pengamatan, triangulasi, kecukupan referensi dan pengecekan anggota.
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa, Situasi Komunikatif yang
terdapat dalam Upacara Hajat Sasih ini bersifat sacral, tempat pelaksanaanya
yaitu sungai Ciwulan, Bumi Ageung serta Hutan yang dikeramatkan.
Peristiwa komunikatif dalam Upacar Hajat Sasih yaitu perayaan dalam bentuk
ritual khusus yantg dilaksanakan satu tahun enam kali berdasarkan hari-hari
besar Islam yang bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka menghormati
leluhurnya, sedangkan tindakan komunikatif yang terdapat dalam Upacara
Hajat Sasih yaitu berbentuk perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku
nonverbal.
Simpulan dari penelitian ini bahwa aktivitas komunikasi ritual dalam
Upacara Hajat Sasih bermula dari kebiasaan nenek moyang mereka untuk
menghormati leluhur Kampung Naga yang pelaksanaanya, namun dalam
2. (Muhammad Sofyan, 2014. Ilmu Komunikasi. Konsentrasi Marketing
Communication. Telkom University)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji
simbol-simbol tertentu yang menciptakan kebudayaan tersendiri khususnya dalam
Upacara Pernikahan Hindu-Bali. Agar masyarakat memahami pengalaman
mereka melalui makna-makna yang ditemukan dalam simbol-simbol.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif etnografi
komunikasi. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan suatu kebudayaan
dalam Upacara Pernikahan Hindu-Bali. Menjelaskan simbol-simbol, pesan,
dan makna. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori interaksi
simbolik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, situasi komunikatif yang terjadi
saat Upacara Pernikahan Hindu-Bali terdapat tahapan dan proses yang harus
dijalankan, dimana disetiap proses tahap pelaksanaanya terdapat banyak
keluarga dari pihak mempelai wanita dan pria yang ikut dalam berjalannya
prose pernikahan. Pernikahan tersebut sangat sakral dan kental akan
budaya Bali. Peristiwa komunikatif dalam Upacara Pernikahan Hindu-Bali
bermula dari nenek moyang atau leluhurnya yang sudah menjalankan tradisi
tersebut dari dulu hingga sekarang, sedangkan tindakan komunikatif yang
terdapat dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba merupakan bentuk
3. (Ratna Wulansari; 41810037/Ilmu Komunikasi UNIKOM:2014)
Fokus pada penelitian ini adalah Aktivitas Komunikasi Upacara Adat
Mapag Pengantin di Kota Bandung. Dalam melakukan penelitian peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi komunikasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, dalam pelaksanaanya menjadi
suatu aktivitas khas yang tampak dalam setiap proses pernikahan adat Sunda.
Situasi komunikatif terdiri dari bahwa Upacara Adat Mapag Panganten ini
adalah upacara adat yang ada dalam perikahan adat sunda dan sudah menjadi
tradisi yang ada di tatar Sunda, yang dilaksanakan untuk menjemput calon
pengantin pria yang datang kekediaman calon pengantin perempuan. Peristiwa
komunikatif merupakan unit dasar tujuan deskriptif. Untuk menganalisis
peristiwa komunikatif terdapat beberapa komponen, yaitu kata Speaking, yang
terdiri dari: setting/scence, partipants, ends, act sequence, keys,
instrumentalities, norms of interaction, genre. Tindakan komunikati pada saat
Upacara Adat Mapag Pengantin merupakan bentuk perintah, pernyataan,
Tabel 2.1
Tebel Penelitian Relevan
Nama Peneliti Uraian Septian Restu
Unggara
Universitas Universitas Komputer Indonesia
Universitas Telkom Universitas Komputer
Indonesia
Judul Penelitian
Aktivitas Komunikasi
Ritual dalam Upacara
Hajat Sasih Kampung
Naga Tasikmalaya
Aktivitas Komunikasi
Upacara Pernikahan
Hindu-Bali yang
dilaksanakan di Desa Tegal
Suci, Kabupaten Bangli
Aktivitas Komunikasi
dalam Upacara Adat
Mapag Pengantin di Kota
Tujuan
dalam Upacara Hajat
Sasih Kampung Naga
Tasikmalaya
Metode kualitatif studi
etnografi komunikasi
Upacara Hajat sasih
ini bersifat sacral,
tempat pelaksanannya
yaitu sungai Ciwulan,
Hasil penelitian yang
diperoleh yaitu situasi
komunikatif pada
pernikahan tersebut sangat
sakral dan kental akan
budaya Bali. Peristiwa
komunikatif memberikan
Situasi komunikatif terdiri
dari bahwa Upacara Adat
Mapag Panganten ini
adalah upacara adat yang
ada dalam perikahan adat
sunda dan sudah menjadi
Bumi Ageung serta
Hutan yang
dikeramatkan.
Peristiwa komunikatif
dalam Upacara Hajat
Sasih yaitu perayaan
dalam bentuk ritual
Upacara Hajat Sasih
berbentuk perintah,
gambaran secara
keseluruhan mengenai
proses terjadinya
pernikahan dari awal,
ritual upacara pernikahan
sampai akhir ritual
upacara. Sedangkan tindak
komunikatif
mendeskripsikan secara
mendetail bagaimana
tindakan-tindakan atau
interaksi yang terjadi
memberikan arti simbolik
sebagai pesan komunikasi
non verbal. Ketiga unsur
tersebut menajdi kunci
dalam mendeskripsikan
proses komunikasi yang
terdapat pada pernikahan
Hindu-Bali di Desa Tegal
terdiri dari: setting/scence,
partipants, ends, act
sequence, keys,
instrumentalities, norms
of interaction, genre.
Tindakan komunikati
pada saat Upacara Adat
Mapag Pengantin
pernyataan,
permohonan dan
perilaku nonverbal.
Bali. perintah, pernyataan,
permohonan dan perilaku
nonverbal.
Sumber : Data Peneliti 2015
Perbedaan penelitian peneliti dengan penelitian Nomor 1 (Satu)
dengan judul Penelitian Aktivitas Komunikasi Ritual dalam Upacara Hajat
Sasih Kampung Naga Tasikmalaya. Dimana penelitian ini dimaksudkan
untuk menguraikan secara mendalam tentang Aktivitas Komunikasi Upacara
Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya. Untuk menjabarkannya, maka
fokus masalah tersebut peneliti dibagi ke dalam beberapa sub-sub masalah
mikro yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindak
komunikatif dalam Hajat Sasih Kampung Naga Tasikmalaya. Sedangkan
penelitian yang peneliti membahas aktivitas komunikasi upacara adat
Moponika di Kota Gorontalo. Jika melihat masalah mikro yang sama pada
penilitian ini. Objek penelitian yang peneliti teliti adalah mengenai bagaimana
aktivitas komunikasi pada upacara adat Moponika.
Perbedaan penelitian peneliti dengan penelitian Nomor 2 (Dua)
Desa Tegal Suci, Kabupaten Bangli pada penelitian ini merupakan
pernikahan dari pasangan yang berbeda agama, menurut agama Hindu agar
perkawinan dianggap sah haruslah kedua belah calon pengantin disamakan
dulu agamanya dengan upacara Suddhi Wadani, dengan persyaratan si wanita
lain agama Hindu rela mengikuti agama suaminya. Setelah dilaksanakan
upacara Suddhi Wadani status seseorang yang sebelumnya beragama di luar
hindu dapat disahkan menjadi agama Hindu, wajib menjunjung tinggi dan
melaksanakan ajaran agama Hindu. Sedangkan penelitian yang peneliti
membahas aktivitas komunikasi upacara adat Moponika di Kota Gorontalo.
Yang merupakan perkawinan dengan menurut ajaran agama Islam.
Perbedaan penelitian peneliti dengan penelitian nomor 3 dengan judul
penelitian Aktivitas Komunikasi dalam Upacara Adat Mapag Pengantin di
Kota Bandung. adalah Upacara Adat Mapag Panganten ini adalah upacara
adat yang ada dalam perikahan adat sunda dan sudah menjadi tradisi yang ada
di tatar Sunda, yang dilaksanakan untuk menjemput calon pengantin pria yang
datang kekediaman calon pengantin perempuan. Sedangkan penelitian yang
peneliti membahas aktivitas komunikasi upacara adat Moponika di Kota
Gorontalo. Yang merupakan keselurahan ritual upacara adat perkawinan
2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi
Komunikasi adalah salah satu syarat bagi berlangsungnya hubungan
atau interaksi sosial. Karena pada dasarnya manusia tidak bias hidup sendiri,
manusia adalah makhluk sosial yang harus selalu berkomunikasi dengan manusia
yang lain. Oleh karena itu, komunikasi merupakan hal yang bias terjadi didalam
kehidupan manusia.
2.1.2.1 Pengertian Komunikasi
Kata komunikasi atau communication dalam Bahasa Inggris berasal
dari kata latin communis yang berarti “sama”, communico, communication,
atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah
pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi,
yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Komunikasi
menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut
secara bersamaan. Komunikasi adalah topik yang amat sering
diperbincangkan, bukan hanya dikalangan ilmuan komunikasi, melainkan
juga di kalangan awam, sehingga kata komunikasi itu sendiri memiliki
terlalu banyak arti yang berlainan. (Mulyana, 2007:46)
Kata lain yang mirip dengan komunikasi adala kelempok
(community) yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan kelompok
merujuk pada pada sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama
komunikasi tidak aka nada kelompok. Komunikasi bergantung pada
pengalaman dan emosi bersama, dan komunikasi berperan dan menjelaskan
kebersamaan itu. Oleh karena itu, kelompok juga berbagi bentuk-bentuk
komunikasi yang berkaitan erat dengan seni, agama Bahasa dan
masing-masing bentuk tersebut mengandung dan menyampaikan gagasan, sikap,
perspektif, pandangan yang mengakar kuat dalam sejarah kelompok tersebut.
Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar
atau salah. Seperti juga model atau teori, definisi harus dilihat dari
kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefinisikan.
2.1.2.2 Unsur-Unsur Komunikasi
Dari pengertian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas
bahwa komunikasi hanya bisa terjadi jika seseorang yang menyampaikan
pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu. Artinya komunikasi hanya
bias terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media penerima, dan
efek. Unsur-unsur ini bias juga disebut komponen dan elemen komunikasi.
Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau
elemen yang mendudkung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa
elemen yang menilai bahwa terciptanya proses komunikasi, cukup didukung
oleh tiga unsur, sementara ada yang menambah umpan balik dan lingkungan
2.1.2.3 Fungsi Komunikasi
Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, maka Harold
D. Lasswell mengemukakan bahwa fungsi komunikasi adalah manusia dapat
mengontrol lingkungannya, beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka
berada, serta melakukan transformasi warisan sosial kepada generasi
berikutnya.
Komunikasi dengan diri sendiri berfungsi untuk menumbuhkan
berfungsi untuk mengembangkan kreatifitas imajinasi, memahami dan
mengedalikan diri, serta meningkatkan kematangan berpikir sebelum
mengambil keputusan. Fungsi komunikasi antar pribadi ialah mengendalikan
lingkunangan guna memperoleh imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi dan
sosial, serta meningkatkan hubungan insani, menghindari dan mengetasi
konflik konflik pribadi. Komunikasi public berfungsi untuk menumbuhkan
semangat kebersamaan (solidaritas), mempengaruhi orang banyak, memberi
informasi, mendidik, dan menghibur. Komunikasi massa berfungsi untuk
menyebarluaskan informasi, meratakan pendidikan, merangsang
pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan kegembiraan dalam hidup
2.1.2.4 Tujuan Komunikasi
Tujuan yang dimaksud disini menunjuk pada suatu hasil atau akibat
yang diinginkan oleh pelaku komunikasi. Efendy dalam bukunya Ilmu
Komunikasi teori dan praktek, tujuan komunikasi adalah
1. Perubahan sikap (Attitude Change)
2. Perubahan pendapat (opinion Change)
3. Perubahan perilaku (Behavior Change)
4. Perubahan sosial (Sosial Change). (Effendy, 2004:8)
2.1.3 Tinjauan Komunikasi Antar Budaya
Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak
hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang
menyampaikan pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya
untuk mengirim pesan, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya
seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita
dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila
budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi.
Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan dengan
komponen komunikasi juga berkenaan dengan komunikasi antar budaya. Namun,
apa yang terutama menandanai komunikasi antar budaya adalah bahwa sumber
dan penerimaannya berasal dari budaya yang berbeda. Ciri ini saja memadai
untuk mengidentifikasi suatu bentuk interaksi komunikatif yang unik yang harus
memperhitungkan peranan dan fungsi budaya dalam proses komunikasi. Kini
kita akana mendefinisikan komunikasi antarbudaya dan membahasnya melalui
perspektif suatu model. Kemudian kita akan melihat pula berbagai untuk
komunikasi antarbudaya. (Mulyana, 2010:20)
Adapun dalam buku Dasar-Dasar Komunikasi menurut Lustig dan
Koester Intercultur Communication Competence, 1993:
Komunikasi Antarbudaya adalah suatu proses Komunikasi simbolik, interpretative, transaksional, kontekstual, yang dilakukan oleh sejumlah orang yang memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu, memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan.
Komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran system simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.
Selanjutnya komunikasi antar budaya itu dilakukan:
1. Dengan negosiasi untuk melinatkan manusia didalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema
2. Melalui pertukaran system symbol yang tergantung dari
persetujuan antar subjek yang terlibatkan dalam komunikasi sebuah keputusan dibuat untuk berpatisipasi dalam proses pemberian makna yang sama
4. Menunjukan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lainnya dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara. (Liliweri, 2003:11)
2.1.4 Tinjauan Upacara Adat 2.1.4.1 Definisi Pernikahan
Pernikahan merupakan salah satu jalan atau suratan hidup yang
dialami oleh hampir semua manusia dimuka bumi ini walaupun ada
beberapa diantaranya yang tidak terikat dengan pernikahan sampai ajal
menjemput. Semua agama resmi di Indonesia memandang pernikahan
sebagai sesuatu yang sakral, harus dihormati, dan harus dijaga
kelanggengannya. Oleh karena itu, setiap orang tua merasa tugasnya sebagai
orang tua telah selesai bila anaknya telah memasuki jenjang pernikahan
2.1.5 Tinjauan Tentang Komunikasi Verbal dan Non Verbal 2.1.5.1 Definisi Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah salah satu bentuk komunikasi yang ada
dalam kehidupan manusia dalam hubungan atau interaksi sosialnya.
Pengertian Komunikasi Verbal (verbal communication) adalah bentuk
komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan lisan
atau dengan tertulis. Peranannya sangat besar karena sebagian besar dengan
disampaikan secara verbal dibandingkan non verbal. Komunikan juga lebih
mudah memahami pesan-pesan yang disampaikan dengan komunikasi
verbal ini.
2.1.5.1.1 Pesan dan Bahasa dalam Komunikasi Verbal
Pesan yang disampaikan berupa pesan verbal yang terdiri atas
kode-kode verbal. Dalam penggunaannya kode-kode-kode-kode verbal ini berupa bahasa.
Bahasa adalah seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur
sehingga menjadi kumpulan kalimat yang mengandung arti. Bahasa ini
memiliki tiga fungsi pokok, yaitu :
1. Untuk mempelajari tentang segala hal yang ada di sekeliling kita.
2. Untuk membina hubungan yang baik dalam hubungan manusia sebagai
makhluk sosial antara satu individu dengan individu lainnya.
3. Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam perjalanan kehidupan
manusia.
Bahasa dapat dipelajari dengan beberapa cara. Hal ini dijelaskan
dalam beberapa teori, seperti teori Operant Conditioning, teori kognitif, dan
yang terakhir adalah mediating theory.
A. Menurut teori operant conditing bahasa dipelajari dengan adanya
stimulus dari luar yang menyebabkan seseorang pada akhirnya berbicara
B. Dalam teori kognitif Bahasa merupakan pembawaan manusia sejak lahir
yang merupakan pembawaan biologis. Disini ditekankan bahwa
manusia yang lahir keduania berpotensi untuk bias berbahasa.
C. Mediating theory dikenal dengan istilah teori penengah. Disini
menekankan bahawa manusia dalam mengembangkan kemampuannya
berbahasa, tidak hanya sekedar sebagai reaksi dari adanya stimulus dari
liuar, tapi juga dipengaruhi proses internal yang terjadi dalam diri
manusia itu sendiri.
2.1.5.1.2 Pentingnya Komunikasi Verbal
Dengan komunikasi verbal, pesan dapat diterima dengan baik oleh
komunikan. Komunikan pun dapat memberikan feedback dengan
komunikasi verbal pula. Sehingga dapat dipastikan bahwa dengan
penggunaan komunikasi verbal ini, kesalahan persepsi komunikasi atau miss
communication dapat diminimalisir. Oleh karena itu, kemampuan dalam
berbahasa merupakan bagian yang sangat penting untuk seorang
komunikator. Semakin banyak bahawa yang dikuasai maka semakin besar
pula potensi untuk menjadi seorang komunikator dan komunikan yang baik
untuk mencapai komunikasi efektif yang dibutuhkan dalam kehidupan kita
2.1.5.2 Definisi Komunikasi Non Verbal
Seperti halnya komunikasi secara umum, komunikasi non verbal juga
memiliki banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dalam (Mulyana, 2007:343) menuturkan bahwa :
“Komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima”.
Sementara itu Edward T. Hall “Menamai bahasa nonverbal ini sebagai “bahasa diam” (silent language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden
dimension). Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal
tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasional
dalam transaksi komunikasi, pesan nonverbal memberi kita isyarat-isyarat
kontekstual. Bersama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan nonverbal
membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman
komunikasi.”(Mulyana, 2007:344)
2.1.5.2.1 Karakteristik Dan Fungsi Komunikasi Non Verbal
Asente dan Gundykust (1989) dalam (Liliweri, 1994:97-100) mengemukakan bahwa pemaknaan pesan non verbal maupun fungsi non
Pemaknaan (meanings) merujuk pada cara interpretasi suatu pesan;
sedangkan fungsi (functions) merujuk pada tujuan dan hasil suatu interaksi.
Setiap penjelasan terhadap makna dan fungsi komunikasi non verbal harus
menggunakan sistem. Hal ini disebabkan karena pandangan terhadap
perilaku non verbal melibatkan, penjelasan dari beberapa kerangka teoritis
(penulis : sosiologi, antropologi, psikologi, etnologi, dan lain–lain) seperti
teori sistem, interaksionisme simbolis dan kognisi. Pemaknaan terhadap
perilaku non verbal dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu :
immediacy, statusdan responsiveness
Adapun yang dimaksudkan dengan pendekatan Immediacy
merupakan cara mengevaluasi objek non verbal secara dikotomis terhadap
karakteristik komunikator baik / buruk, positif / negatif, jauh dekat.
Pendekatan yang didasarkan pada karya Mahrebian itu memandang
seseorang maupun objek yang disukainya pada pilihan skala yang bergerak
antara valensi positif hingga ke negatif.
Pendekatan status berusaha memahami makna non verbal sebagai
ciri kekuasaan. Ciri ini dimiliki setiap orang yang dalam prakteknya selalu
mengontrol apa saja yang ada di sekelilingnya.
Pendekatan terakhir adalah pendekatan Responsiveness yang
menjelaskan makna perilaku non verbal sebagai cara orang bereaksi
Responsiveness selalu berubah dengan indeks tertentu karena manusia pun
mempunyai aktivitas tertentu.
Dimensi–dimensi Mahrabian seperti diungkapkan tersebut analog
dengan pemaknaan verbal daro Osgood, Suci, dan Tannenbaun dalam
semantic differensial antara lain dalam evaluasi, potensi dan aktivitas.
Dimensi tersebut sangat relevan dengan komunikasi antar budaya
sehingga budaya dianggap sebagai kunci untuk menjelaskan perilaku baik
verbal maupun non verbal. Penelitian terhadap tema ini bersandar pada
pertanyaan : bagaimana budaya mempengaruhi pernyataan dan pemaknaan
pesan non verbal.
Pendekatan berikut terhadap non verbal adalah pendekatan
fungsional. Sama seperti pendekatan sistem maka dalam pendekatan
fungsional aspek–aspek penting yang diperhatikan adalah informasi,
keteraturan, pernyataan keintiman/keakraban, kontrol sosial dan sarana –
sarana yang membantu tujuan komunikasi non verbal
2.1.6 Tinjauan Tentang Aktivitas Komunikasi
1. Situasi Komunikatif, merupakan konteks terjadinya komunikasi. Contohnya,
gereja, pengadilan, pesta, lelang, kereta api, atau kelas disekolahnya. Situasi
bisa tetap sama walaupun lokasinya berubah, seperti dalam kereta, bus, atau
yang berbeda berlangsung di tempat itu pada saat yang berbeda. Situasi yang
sama bisa mempertahankan konfigurasi umum yang konsisten pada aktifitas
yang sama di dalam komunikasi yang terjadi, meskipun terdapat diversitas
dalam interaksi yang terjadi disana.
2. Peristiwa Komunikatif, merupakan unit dasar untuk tujuan deskriptif. Sebuah
peristiwa tertentu didefinisikan sebagai keseluruhan perangkat komponen
yang utuh, yang dimulai dengan tujuan umum komunikasi, topik umum yang
sama, dan melibatkan partisipan yang sama, yang secara umum
menggunakan varietas bahasa yang sama untuk interaksi, dalam seting yang
sama. Sebuah peristiwa berakhir apabila terdapat perubahan dalam partisipan
utama, misalnya perubahan posisi duduk atau suasana hening. (Kuswarno,
2008:41). Analisis peristiwa komunikatif dimulai dengan deskripsi
komponen-komponen penting, yaitu :
a. Genre, atau tipe peristiwa (misalnya, lelucon, cerita, ceramah, salam, percakapan).
b. Keys, atau fokus referensi yang bertujuan menghasilkan nada emosi yang dihasilkan saat melakukan interaksi..
c. Ends, peristiwa secara umum dan dalam bentuk tujuan interaksi partisipan secara individual.
e. Partisipan, termasuk usianya, jenis kelamin, etnik,status sosial, atau kategori lain yang relevan, dan hubungannya satu sama lain.
f. Instrumentalities, termasuk saluran vokal dan nonvokal, dan hakekat kode yang digunakan (misalnya, bahasa yang mana, dan
varietas yang mana).
g. Act Sequence, urutan tindakakan, atau urutan tindak komunikatif atau tindak tutur, termasuk alih giliran atau fenomena percakapan.
h. Norms, termasuk pengetahuan umum, kebiasaan kebudayaan, nilai yang dianut, tabu-tabu yang harus dihindari, dan sebagainya.
3. Tindakan Komunikatif, yaitu fungsi interaksi tunggal, seperti peryataan,
permohonan, perintah, ataupun perilaku non verbal (Kuswarno, 2008:41).
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Tinjauan Tentang Interaksi Simbolik
Menurut teoritisi interaksi simbolik yang di kutip dari buku Deddy
Mulyana, yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif adalah Kehidupan
sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan
simbol-simbol. Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang
mempresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan
ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial. Secara
ringkas interaksi simbolik didasarkan pada premis-premis berikut:
1. Individu merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan,
termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia)
berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan
tersebut bagi mereka. Ketika mereka mengahadapi suatu situasi, respon
mereka tidak bersifat mekanis. Tidak pula ditentukan oleh faktor-faktor
eksternal. Respon mereka bergantung pada bagaimana mereka
mendefinisikan situasi yang dihadapi dalam interaksi sosial. Jadi
individulah yang dipandang aktif untuk menentukan lingkungan mereka
sendiri.
2. Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat
pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.
Negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala
sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindak atau peristiwa (bahkan tanpa
kehadiran objek fisik, tindak atau peristiwa itu), namun juga gagasan
yang abstrak.
3. Makna yang di interpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke
waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi
sosial.perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat
Manusia membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka
lakukaan. (Mulyana, 2008: 71-72)
Adapun menurut Blummer dalam buku Engkus Kuswarno interkasi simbolik
mengacu pada tiga premis utama, yaitu:
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada
pada sesuatu pada mereka.
2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan oleh orang
lain.
3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial
sedang berlangsung. (Kuswarno, 2008:22).
Keunikan dan dinamika simbol dalam proses interaksi sosial menuntut
manusia harus lebih kritis, peka, aktif dan kreatif dalam menginterpretasikan
simbol-simbol yang muncul dalam interaksi sosial, penafsiran yang tepat atas
simbol tersebut turut menentukan arah perkembangan manusia dan lingkungan,
sebaliknya, penafsiran yang keliru atas simbol dapat menjadi petaka bagi hidup
manusia dan lingkungannya.
2.2.2 Simbol
Simbol merupakan hasil kreasi manusia dan sekaligus menunjukkan tinggi
kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Simbol dapat
isyarat-isyarat tertentu (nonverbal). Simbol membawa pernyataan dan diberi arti
oleh penerima, karena itu memberi arti terhadap simbol yang dipakai dalam
berkomunikasi. bukanlah hal yang mudah, melainkan suatu persoalan yang cukup
rumit. Proses pemberian makna terhadap simbol-simbol yang digunakan dalam
berkomunikasi, selain dipengaruhi faktor budaya, juga faktor psikologis, terutama
pada saat pesan di decode oleh penerima. Sebuah pesan yang disampaikan dengan
simbol yang sama, bisa saja berbeda arti bilamana individu yang menerima pesan
itu berbeda dalam kerangka berpikir dan kerangka pengalaman. Hal ini di dapat
dari hasil kerja manusia itu pula, dimana yang menunjukan manusia memiliki
keistimewaan sehingga hanya dialah yang dapat menciptakan komunikasi baru
yang mampu menyimpan berbagai ide dan gagasan dalam human memory yang
pada gilirannya tidak mudah dilupakan. (Alo Liliweri : 2011)
Etnografi komunikasi memulai penelitiannya dengan melihat interaksi
antarindividu dalam Setting alamiahnya. Kemudian mengakhiri dengan
menjelaskan pola-pola perilakunya yang khas, atau dengan menjelaskan perilaku
berdasarkan tema kebudayaan dalam masyarakat tersebut.
Kemampuan masyarakat tersebut dalam membangun tradisi budaya,
menciptakan pemahaman terntang realita yang diungkapkan secara simbolik, dan
mewariskannya kepada generasi penerusnya.
Spradley menjelaskan fokus perhatian etnografi adalah pada apa yang
bicarakan (Bahasa), dan terakhir apakah ada hubungan antara perilaku dengan apa
yang seharusnya dilakukan dalam masyarakat tersebut, sebaik apa yang mereka
buat atau mereka buat atau mereka pakai sehari-hari. (Kuswarno, 2008:35)
Pada etnologi komunikasi terdapat pemaknaan terhadap symbol-simbol
yang disampaikan secara verbal maupun nonverbal, sehingga memunculkan
sebuah interaksi yang didalmnya terdapat symbol-simbol.
Pada penelitian ini terlihat ketika proses dalam upacara adat pernikahan
Gorontalo, dimana terdapat aktivitas komunikasi baik komunikasi verbal atau
nonverbal, yang khas dan kompleks serta terdapat peristiwa khas komunikasi.
Peristiwa komunikasi melibatkan tindakan komunikasi tertentu dan dalam
konteks komunikasi, sehingga proses komunikasi menghasilkan peristiwa yang
khas dan berulang.
Dalam mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas komunikasi, maka
diperlukan sebuah unit-unit diskrit aktivitas komunikasi tersebut, seperti yang
dikatakan oleh Hymes yaitu dengan mengetahui situasi komunikatif, peristiwa
komunikatif, dan tindakan komunikatif.
Seperti di dalamnya terdapat berbagai simbol-simbol yang muncul, Ketika
masuk ke dalam tempat upacara adat tersebut telah terjadi tindak-tindak
komunikatif. Ketika masuk ke dalam tempat acara terdapat berbagai tahapan yang
tata letak yang telah ditentukan dari adat pernikahan Gorontalo. Dimana ada
tempat yang sudah diatur untuk para tamu dari pihak laki laki dan perempuan.
Begitu juga simbol simbol yang digunakan ketika proses pernikahan adat batak
toba, dari dulu hingga sekarang selalu digunakan, sehingga simbol simbol
tersebut sudah menjadi bagian yang harus ada setiap proses pernikahan adat
Gorontalo.
Dari pemaparan diatas dapat digambarkan tahapan-tahapan model
Gambar 2.1
Alur Kerangka Pemikiran
Sumber : Data peneliti 2015
40 3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau suatu
penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan yang
teroraganisir untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. Hakikat
penelitian juga dapat dipahami dengan mempelajari berbagai aspek yang mendorong
penelitian untuk melakukan penelitian.
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat
kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan.
Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu
rasional, empiris, dan sistematis.
Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1986:9) mendefinisikan
bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia. Penelitian kualitatif
dalam ilmu komunikasi adalah sebagai perspektif subjektif. Asumsi-asumsi dan
pendekatan serta teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sangat relevan
1) Sifat realitas yang bersifat ganda, rumit, semu, dinamis (mudah
berubah-ubah), dikontruksikan, dan holistik : pembenaran realitas
bersifat relatif.
2) Aktor (subyek) bersifat aktif, kreatif dan memiliki kemauan bebas,
dimana perilaku komunikasi secara internal dikendalikan oleh
individu.
3) Sifat hubungan dalam dan mengenai realitas.
4) Hubungan peneliti dengan subjek penelitian juga bersifat strata,
empati, akrab, interaktif, timbal balik, saling mempengaruhi dan
berjangka lama.
5) Tujuan penelitian terkait dengan hal-hal yang bersifat khusus.
6) Metode penelitian yang deskriptif.
7) Otentisitas adalah kriteria kualitas penelitian subyektif.
8) Nilai etika, dan pilihan moral penelitian melekat dalam proses
penelitian (Mulyana, 2002: 147-148).
3.1.1 Paradigma
Kontruktivisme seperti di paparkan oleh Guba dan Lincoln, mengadopsi
ontologi kaum relativis, epistemologi transaksional, dan metodologi hermeneutis
atau dialektis. Tujuan tujuan penelitian dari paradigm ini diarahkan untuk
dalamnya kriteria kaum positivis tradisional tentang validitas internal dan
eksternal digantikan dengan terma-terma sifat layak dipercaya.
Makna terma terma tersebut bergantung pada maksud orang yang
memakainya. Sebagai alat deskripsi umum bagi sekelompok pandangan
metodologi dan filosofis yang terkait secara longgar, terma terma ini sebaiknya
dipahami secara khusus dan hati hati. (Blumer 1945:146).
Paradigma sebagai pandangan dunia seseorang tersebut, membangun
realitas yang dipersepsikan tentang realitas, memfokuskan perhatian pada
aspek-aspek tertentu dari realitas objektif dan membimbing interpretasi sesorang pada
struktur yang mungkin dan berfungsi kedua realitas yang tampak maupun yang
tidak tampak. Keduanya menekankan bahwa perkembangan kognitif hanya
terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui
suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi baru.
Kaum konstruktivis meyakini bahwa untuk memahami dunia makna ini
orang harus menginterpretasikannya. Peneliti harus menjelaskan proses-proses
pembentuk makna dan menerangkan bagaimana makna-makna tersebut
terkandung dalam bahasa dan tindakan oleh para aktor sosial. Upaya menyusun
interpretasi tidak lain adalah upaya melakukan pembacaan tentang makna-makna
ini, mengemukakan konstruksi peneliti tentang kontruksi-kontruksi (makna) para
3.1.2 Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode kualitatif, dengan
studi etnografi komunikasi, teori subtantif yang diangkat dalam penelitian adalah
interaksi simbolik, untuk menganalisis aktivitas komunikasi dalam upacara adat
Moponika.
Menurut Sugiyono dalam bukunya mengemukakan bahwa metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) dimana
peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna pada generalisasi. (Sugiyono,
2012:1)
Beda dengan pendapat diatas, David Williams (1995) dalam buku Lexy
Moleong menyatakan: “Penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu
latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang
atau peneliti yang tertarik secara alamiah” (Moleong, 2007:5)
Dari definisi yang dikemukan diatas, didalamnya terdapat pemaparan
tentang yang alamiah, hal ini berarti penelitian ini bersifat apa adanya atau
natural setting .Berbeda dengan definisi diatas Kirk dan Miller (1986:9)
“ Pendekatan kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pegetahuan sosialyang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalamkawasan sendiri yang berhubungan dengan orang orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya.” (Hikmat,2011:38)
Dengan demikian tradisi etnografi komunikasi membutuhkan alat atau
metode penelitian yang bersifat kualitatif untuk mengasumsikan bahwa perilaku
dan makna yang dianut sekelompok manusia hanya dapat dipahami melalui
analisis atas lingkungan alamiah (Natural setting) mereka.
Dell Hymes memperkenalkan studi ini untuk pertama kalinya pada
tahun1962, sebagai kritik terhadap ilmu linguistic yang terlalu memfokuskan diri
pada fisik bahasa saja. Definisi etnografi komunikasi itu sendiri adalah
pengkajian peranan bahasa dalam perilaku komunikatif suatu masyarakat, yaitu
cara-cara bahasa dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda-beda
kebudayaannya.
Etnografi komunikasi (ethnography communication) juga dikenal
sebagai salah satu cabang ilmu dari Antropologi, khususnya turunan dari
Etnografi Berbahasa (ethnography of speaking). Disebut etnografi komunikasi
karena Hymes beranggapan bahwa yang menjadi kerangka acuan untuk
memberikan tempat bahasa dalam suatu kebudayaan haruslah difokuskan pada
komunikasi bukan pada bahasa. Bahasa hidup dalam komunikasi, bahasa tidak
Etnografi komunikasi sangat percaya bahwa setiap individu dibelahan
dunia manapun ketika berkomunikasi akan dipengaruhi dan diatur oleh
kaidah-kaidah sosiokultural dari mana ia berasal dan dimana ia berkomunikasi.
Dalam penjelasannya, etnografi komunikasi memandang perilaku
komunikasi sebagai perilaku yang lahir dari integrasi tiga keterampilan yang
dimiliki setia individu sebagai mahluk sosial. Ketiga keterampilan ini terdiri dari
keterampilan linguistic, keteramilan interaksi, dan keterampilan budaya.
(Kuswarno, 2008:18)
Ketiga keterampilan ini pada dasarnya menggambarkan ruang lingkup
etnografi komunikasi, atau bidang apa saja yang menjadi objek kajian etnografi
komunikasi. Selanjutnya etnografi komunikasi menyebut ketiga keterampilan ini
sebagai kompotensi berkomunikasi. Sehingga melalui penjelasan tersebut dapat
digambarkan model etnografi komunikasi sebagai sebuah model perilaku
komunikasi dalam sebuah peristiwa komunikasi.
Penggambaran model komunikasi dari sudut pandang etnografi
komunikasi menjadi penting karena:
1. Untuk membedakan etnografi komunikasi memandang perilkau
komunikasi dan peristiwa komunikasi dari ilmu yang lain.
2. Untuk mempermudah pemahaman bagaimana etnografi komunikasi
dalam memandang perilaku komunkasi dan peristiwa komunikasi.
3.1.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Sebagai bentuk penunjang dari penelitian yang valid tidak hanya berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki, melainkan informasi-informasi dalam bentuk data
yang relevan dan dijadikan bahan-bahan penelitian untuk di analisis pada
akhirnya. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan, sebagai berikut :
1. Wawancara Mendalam
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interview) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang
memberikan jawaban pertanyaan itu. (Moleong, 2007 : 135)
Wawancara juga dimaksudkan untuk memverifikasi khususnya
pengumpulan data. Wawancara yang akan dilakukan secara terstruktur
bertujuan mencari data yang mudah dikualifikasikan, digolongkan,
diklasifikasikan dan tidak terlalu beragam, dimana sebelumnya peneliti
menyiapkan data pertanyaan. Wawancara dalam etnografi komunikasi
dapat berlangsung selama peneliti melakukan observasi partisipan, namun
seringkali perlu juga wawancara khusus dengan beberapa responden.