• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Pembelajaran MASTER Terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Model Pembelajaran MASTER Terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh: AHMAD ZULFIKAR NIM : 1111017000012

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi berjudul Pengaruh Model Pembelajaran MASTER Terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa disusun oleh Ahmad Zulfikar, NIM. 1111017000012, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, November 2016

Yang mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Lia Kurniawati, M.Pd Moria Fatma, M.Si

(3)
(4)

Nama : Ahmad Zulfikar

NIM : 1111017000012

Jurusan : Pendidikan Matematika Angkatan Tahun : 2011

Alamat : Jalan Kesehatan III No. 33 RT/RW 002/011 Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran MASTER Terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen :

1. Nama : Dr. Lia Kurniawati, M.Pd

NIP : 19760521 200801 2 008

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika 2. Nama : Moria Fatma, M.Pd

NIP : 2012 1101 0102

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Desember 2016

Yang menyatakan

(5)

i

Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, November 2016.

Penelitian ini dilaksanakan pada salah satu SMA Negeri di kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2016/2017. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran MASTER dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan Posstest Only Control Design. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik Cluster Random Sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir reflektif matematis siswa dalam bentuk uraian.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran MASTER secara keseluruhan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran MASTER berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.

(6)

ii

AHMAD ZULFIKAR (1111017000012). "The Influence of MASTER Learning Model Toward Student Mathematical Reflective Thinking Skill". Thesis:

Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiya and Teaching

Sciences, State Islamic University of Syarif Hidayatullah, Jakarta, November

2016.

The research was conducted on one of the high school in the city of South

Tangerang at 2016/2017 academic year. This research is aimed to analyze the

difference between the student mathematical reflective thinking skill who was

taught using MASTER learning model, with the student using conventional

learning model. The methodology used in this research is quasi-experimental with

Posstest Only Control Design. The research sample was taken using Cluster

Random Sampling technique. The research instrument used was reflective thinking ability test in the form of students' mathematical description.

The result of the research shows that the student mathematical reflective thinking

skill who was taught using MASTER learning model is higher than the student

who was taught using conventional learning model. It can be concluded that the

MASTER learning model significant effect on students' ability to think

mathematically reflective.

(7)

iii

ini. Shalawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya. Semoga Allah SWT mempertemuan kita dengan Nabi Muhammad SAW di surga Nya nanti.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam pelaksanaannya terdapat beberapa kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, dan doa serta dukungan dari berbagai pihak hambatan dan kesulitan tersebut dapat diatasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Abdul Muin, S.Si., M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Lia Kurniawati, M.Pd., Dosen Pembimbing I dan Ibu Moria Fatma, M.Si., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan dan motivasi dalam membimbing penulis selama ini.

5. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

6. Kepala SMA N 11 Tangerang Selatan Bapak Drs. Rodani., M.Pd yang telah mengizinkan penulis melaksanakan penelitian di SMA N 11Tangerang Selatan.

(8)

iv

9. Untuk sahabat tercinta yang nama-nama nya penulis sebut di setiap doa. Terima kasih atas doa dan persahabatan ini.

10.Teman-teman seperjuangan di UKM Lembaga Dakwah Kampus yang hingga sampai detik ini kita masih berjuang untuk islam dan semoga tetap istiqomah sampai akhir hayat kita.

11.Teman-teman seperjuangan Pendidikan Matematika angkatan 2011. Semoga kita semua dapat menjadi guru yang dapat menyinari dunia.

12.Para Asatidz/ah FHQ An-Nashr Bintaro yang menjadi pembimbing penulis dalam mempelajari dan mengajarkan Al-Qur'an. Semoga kita semua menjadi Ahlul Qur'an.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki beberapa kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangatlah penulis harapkan dari siapa saja yang membaca skripsi ini . Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang banyak, khususnya dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan di Indonesia.

Jakarta, Desember 2016

(9)

v

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 9

A. Deskripsi Teoritik ... 9

1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ... 9

2. Model Pembelajaran MASTER ... 12

3. Model Pembelajaran Konvensional ... 15

B. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 15

C. Kerangka Berpikir ... 16

D. Hipotesis Penelitian ... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 20

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

B. Metode dan Desain Penelitian ... 20

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 21

D. Teknik Pengumpulan Data ... 21

E. Instrumen Penelitian ... 22

1. Validitas Instrumen ... 26

(10)

vi

1. UJi Prasyarat ... 31

a. Uji Normalitas ... 31

b. Uji Homogenitas ... 32

2. Uji Hipotesis Penelitian ... 33

G. Hipotesis Statistik ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Deskripsi Data ... 36

1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa Kelompok Eksperimen ... 37

2. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa Kelompok Kontrol ... 38

3. Perbandingan Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Indikator Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa ... 41

B. Pengujian Hipotesis ... 42

1. Uji Normalitas ... 42

2. Uji Homogenitas ... 43

3. Hasil Pengujian Hipotesis ... 44

C. Pembahasan Penelitian ... 45

D. Keterbatasan Penelitian ... 58

BAB V PENUTUP ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60

(11)

vii

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ... 23

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ... 24

Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Validitas Instrumen ... 27

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Taraf Kesukaran ... 29

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Daya Pembeda ... 30

Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Uji coba Instrumen Tes ... 31

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Bepikir Reflektif Matematis Siswa Kelas Eksperiman ... 37

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Bepikir Reflektif Matematis Siswa Kelas Kontrol... 39

Tabel 4.3 Perbandingan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 40

Tabel 4.4 Deskripsi data Posttest Kemampuan Bepikir Reflektif Matematis Siswa ... 41

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Data ... 43

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Data ... 44

(12)

viii

Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa Kelompok

Eksperimen ... 38

Gambar 4.2 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa Kelompok Kontrol ... 40

Gambar 4.3 Tahapan Motivating ... 45

Gambar 4.4 Tahapan Acquiring ... 46

Gambar 4.5 Tahapan Searching ... 47

Gambar 4.6 Tahapan Triggering ... 47

Gambar 4.7 Tahapan Exhibithing ... 48

Gambar 4.8 Soal pada tahapan Reflecting ... 48

Gambar 4.9 Jawaban siswa kelas eksperimen ... 49

Gambar 4.10 Jawaban siswa kelas kontrol ... 49

Gambar 4.11 Jawaban posttest siswa kelas eksperimen indikator Menginterpretasi ... 51

Gambar 4.12 Jawaban posttest siswa kelas kontrol indikator Menginterpretasi ... 52

Gambar 4.13 Jawaban posttest siswa kelas eksperimen indikator Mengevaluasi ... 53

Gambar 4.14 Jawaban posttest siswa kelas kontrol indikator mengevaluasi ... 53

Gambar 4.15 Jawaban posttest siswa kelas eksperimen indikator Mengidentifikasi ... 54

Gambar 4.16 Jawaban posttest siswa kelas kontrol indikator Mengidentifikasi ... 55

Gambar 4.17 Jawaban posttest siswa kelas eksperimen indikator Menarik analogi ... 56

(13)

ix

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ... 72

Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa ... 114

Lampiran 5 Instrumen Posttest Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa ... 115

Lampiran 6 Kunci Jawaban Tes Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa ... 117

Lampiran 7 Rubrik Penilaian Instrumen ... 121

Lampiran 8 Perhitungan Uji Validitas ... 123

Lampiran 9 Perhitungan Uji Reliabilitas ... 126

Lampiran 10 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ... 129

Lampiran 11 Perhitungan Uji Daya Beda ... 132

Lampiran 12 Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 135

Lampiran 13 Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 139

Lampiran 14 Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 143

Lampiran 15 Hasil Posttest Kelas Kontrol ... 145

Lampiran 16 Uji Normalitas Kelas Ekperimen... 146

Lampiran 17 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 147

Lampiran 18 Perhitungan Uji Homogenitas ... 148

Lampiran 19 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 149

Lampiran 20 Tabel Chi-Kuadrat ... 150

Lampiran 21 Tabel r ... 151

Lampiran 22 Uji Referensi ... 152

(14)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan tidak hanya sekedar proses formal yang dilakukan seseorang dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi saja. Bukan pula semata-mata hanya sebuah proses yang dijalankan oleh seseorang untuk mendapatkan gelar atau pengakuan bahwa ia telah menyelesaikan proses pendidikan tersebut. Jika baru sekedar memahami bahwa pendidikan adalah apa yang disebutkan di atas, maka seseorang itu belum dapat dikatakan memahami makna pendidikan yang sebenarnya.

Paul Engrand pada tahun 1970 mengemukakan konsep pendidikan sepanjang hayat, long life education, sebagai laporan kepada UNESCO, yang berimplikasi berupa terselenggaranya belajar sepanjang hayat, long life learning.1 Konsep pendidikan yang diajukan oleh Paul Engrand tersebut selaras dengan konsep pendidikan yang juga dicanangkan oleh islam. Sebuah pepatah arab menyatakan “Tarbiyah madal hayah” yang berarti “pendidikan sepanjang hidup”. Pepatah tersebut menjelaskan kepada kita bahwa pendidikan tidak terbatas hanya pada pendidikan formal saja, dan juga tidak terbatas pada usia. Melainkan bahwa seseorang itu harus terus melakukan proses pendidikan sampai akhir hayatnya, dengan begitu seseorang akan menyadari bahwa pendidikan merupakan sebuah kebutuhan bagi dirinya.

Menyadari bahwa pendidikan merupakan sebuah kebutuhan bagi setiap manusia, maka dengan begitu akan terwujudnya manusia-manusia yang senantiasa belajar. Menurut Gagne, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berbuah perilakunya sebagai akibat pengalaman.2 Seseorang dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat bermanfaat dan merugikan diri serta

1 Hariyanto Suyono, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan konsep dasar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), h. 2.

(15)

orang lain melalui belajar. Ilmu yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia diantara nya adalah ilmu matematika.

Matematika sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan tidak hanya sekedar berisikan rumus-rumus yang digunakan untuk menyelesaikan sebuah soal dan juga tidak hanya ilmu yang berisikan simbol atau notasi yang terkadang sulit dimengerti oleh siswa. Jika matematika yang selama ini dipahami oleh siswa adalah hal yang demikian, maka tugas guru adalah memberikan pemahaman yang benar kepada siswa bahwa matematika merupakan salah satu dari cabang ilmu pengetahuan yang melatih orang-orang yang mempelajarinya berpikir secara sistematis, terstruktur, dan logis.

Berpikir itu sendiri menurut Bochenski merupakan perkembangan ide dan konsep.3 Berkembangnya ide dan konsep tak lepas dari pengaruh informasi yang didapatkan seseorang. Informasi yang didapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh seseorang untuk melakukan sesuatu hal. Misalkan seseorang hendak memutuskan untuk memilih sekolah mana yang akan dipilih berikutnya. Tindakan yang diambil yaitu memilih sekolah didasari oleh informasi yang diperoleh mengenai kelebihan atau kekurangan sekolah tersebut.

Proses berpikir merupakan bagian yang tidak akan pernah terpisahkan di dalam proses belajar. Jika seseorang itu belajar, pasti akan terjadi proses berpikir di dalamnya. Begitu pula dengan pembelajaran matematika, proses berpikir menjadi bagian yang penting. Hal ini berkaitan erat bahwa matematika melatih seseorang itu berpikir dalam menyelesaikan suatu masalah, dimulai dari mengidentifikasi, mengumpulkan informasi yang dapat dijadikan bahan penyelesaian masalah serta membuat kesimpulan. Mengacu dari hal tersebut, lahirlah proses berpikir yang sangat identik dengan pembelajaran matematika yang dinamakan kemampuan berpikir matematis. Diantaranya yaitu kemampuan berpikir logis, Kemampuan berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif dan

(16)

kemampuan berpikir reflektif. Keempat kemampuan tersebut biasa disebut dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill).4

Pada keempat kemampuan berpikir tingkat tinggi tersebut, terdapat kemampuan berpikir matematika yang belum dikembangkan oleh sebagian guru di Indonesia yaitu kemampuan berpikir reflektif matematis siswa. Hal ini mengakibatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa masih tergolong rendah.

Nindiasari dalam studi pendahuluannya terhadap sejumlah siswa SMA di Tangerang memperoleh beberapa temuan diantaranya: Dalam mengajarnya, guru lebih banyak memberikan rumus dan konsep matematika yang sudah jadi dan tidak mengajak siswa berpikir untuk menemukan rumus dan konsep matematika yang dipelajarinya; Hampir lebih dari 60% siswa belum mampu menyelesaikan tugas-tugas berpikir reflektif matematis, misalnya tugas menginterpretasi, mengaitkan, dan mengevaluasi.5

Kemampuan berpikir reflektif yang rendah ini pula yang menjadi salah satu faktor rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah matematis. Hal ini ditandai hasil tes PISA pada tahun 2012, Indonesia berada diperingkat ke-64 dari 65 Negara yang berpartisipasi dalam tes dengan skor 375, jauh dibawah rata-rata yaitu 494. Ditunjukkan pula bahwa rata-rata kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal level 5 dan 6 sangat rendah, yaitu hanya 0,3 sangat jauh dari rata-rata 12,6.6

Berpikir reflektif matematis merupakan salah satu proses berpikir yang diperlukan di dalam proses pemecahan masalah matematis.7 Proses belajar, meneliti, dan memecahkan masalah akan maksimal hasilnya apabila kemampuan

4 Maya Kusumaningrum, Abul Aziz Saefudin, Mengoptimalkan Kemampuan Berpikir Matematika Melalui Pemecahan Masalah Matematika”, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 2012, h. 573.

5 Hepsi Nindiasari, dkk “Pendekatan Metakognitif Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMA”, Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No.1, Maret 2014.

6PISA 2012 Result: What Student Know and Can Do

(PISA: OECD Publishing, 2014), h.19.

(17)

berpikir reflektif seseorang cukup baik.8 Untuk itu penting bagi guru dalam meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa, sehingga dengan kemampuan berpikir tersebut dapat membantu siswa dalam menyelesaikan suatu masalah matematis.

Beberapa hal yang menyebabkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa tergolong rendah diantaranya pembelajaran yang dilakukan oleh sebagian guru di indonesia masih menggunakan teacher centered learning atau pembelajaran terpusat pada guru, dimana salah satu karakteristik pembelajaran berbasis teacher centered yakni receiving information (menerima informasi).9 Pada pembelajaran berbasis teacher centered siswa hanya menerima informasi yang diberikan oleh guru kurang adanya interaksi dan pengolahan atas informasi yang didapat. Hal ini berlawanan dengan pembelajaran berbasis student centered

atau pembelajaran terpusat pada siswa, yang salah satu karakteristiknya yaitu

interacting and processing information (berinteraksi dan pengolahan informasi).10 Oleh karena itu guru perlu menerapkan pembelajaran yang menjadikan siswa aktif dalam belajar, mengajak siswa untuk berpikir dan mengolah informasi yang didapatkan, sehingga kemampuan berpikir reflektif matematis siswa dapat meningkat.

Seiring perkembangan zaman saat ini, para ahli telah banyak mengembangkan model pembelajaran yang dapat mengajak siswa berperan aktif dalam pembelajaran, salah satu nya yaitu model pembelajaran MASTER. Model pembelajaran ini merupakan tahapan pelaksanaan pembelajaran dari metode

accelerated learning.

Model pembelajaran ini memiliki enam tahap pembelajaran yang dapat diingat dengan mudah melalui singakatan MASTER yaitu: (1) Motivating Your Mind (Memotivasi Pikiran), siswa harus dalam keadaan relaks, percaya diri, dan

8 Abdul Muin, dkk “Mengidentifikasi Kemampuan Berpikir Reflektif Matematik”, Makalah disampaikan pada KNM XVI UNPAD Jatinangor, 3-6 Juli 2012, h. 1354.

9 Harsono, “Kearifan dalam Transformasi Pembelajaran: Dari Teacher-Centered ke Student-Centered Learning”, Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia, Vol. 1, 2006, h. 4.

(18)

termotivasi dalam belajar. (2) Acquiring The Information (memperoleh informasi), siswa dalam belajar memperoleh dan menyerap fakta-fakta dasar. (3)

Searching Out the Meaning (Menyelidiki Makna), siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menyelidiki makna yang terdapat pada fakta dan informasi yang baru saja diperoleh. (4) Triggering The Memory (Memicu Memori), siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan seputar fakta dan informasi yang baru dipelajari untuk memicu memori serta pemahaman siswa akan fakta dan informasi yang baru ia dapatkan. (5) Exhibiting What You Know (Memamerkan Apa Yang Anda Ketahui), siswa mempersentasikan fakta dan informasi yang baru saja dipelajari kepada siswa lainnya. (6) Reflecting How You’ve Learned (Merefleksikan Bagaimana Anda Belajar), Siswa bersama guru merefleksikan pelajaran yang telah dipelajari dan bagaimana proses pembelajaran itu dilakukan.11

Pada langkah-langkah model pembelajaran MASTER di atas, model pembelajaran ini memiliki langkah-langkah pembelajaran yang secara khusus membantu siswa dalam mengolah informasi yang didapatkan, dimulai dari siswa mendapatkan informasi pada tahap Acquiring The Information, berdiskusi untuk menyelidiki makna dari informasi yang diperoleh pada tahap Searching Out the Meaning. Informasi yang bermakna yakni ketika informasi yang baru didapat memiliki kaitan dengan informasi yang sudah ada sebelumnya, dalam hal ini informasi tersebut dapat dijadikan modal dalam menyelesaikan sebuah permasalahan matematis. Tahap Triggering The Memory dan Exhibiting What You Know adalah tahapan dimana siswa diuji tentang sejauh mana memahami informasi yang didapatkan, baik itu diuji dengan pertanyaan ataupun dengan mempresentasikan informasi tersebut kepada siswa yang lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik menerapkan model pembelajaran

MASTER untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa. Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

(19)

Model Pembelajaran MASTER terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas kita dapat mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

1. Kemampuan berpikir reflektif matematis kurang dikembangkan

2. Pembelajaran masih terpusat kepada guru dan siswa kurang terlibat aktif 3. Rendah nya kemampuan berpikir reflektif matematis siswa

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini dapat terarah serta efektif dan efesien maka diperlukan nya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran

MASTER.

2. Kemampuan yang akan diteliti adalah kemampuan berpikir reflektif matematis siswa dengan indikator sebagai berikut :

a. Dapat menginterpretasi suatu kasus berdasarkan konsep matematika yang terlibat.

b. Dapat mengevaluasi atau memeriksa kebenaran suatu argumen berdasarkan konsep atau sifat yang digunakan.

c. Dapat mengidentifikasi konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal matematika yang tidak sederhana.

d. Dapat menarik analogi dari dua kasus serupa.

(20)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian di atas kita dapat merumuskan masalah di atas sebagai berikut :

1. Bagaimana kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

MASTER?

2. Bagaimana kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional?

3. Apakah kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran MASTER lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran secara konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Memperoleh informasi mengenai pengaruh model pembelajaran MASTER

terhadap kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.

2. Memperoleh informasi mengenai pengaruh model pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir reflektif matematis siswa. 3. Menganalisis perbedaan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa

(21)

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya. 2. Bagi Siswa

Siswa lebih terlibat aktif dalam pembelajaran dan mengembangkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.

3. Bagi Guru

Sebagai masukan akan pilihan model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.

4. Bagi Sekolah

(22)

9 A. Deskripsi Teoritik

1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis

Kemampuan berpikir terbagi menjadi dua, yakni kemampuan berpikir tingkat rendah (low order thinking skill) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill). Diantara kemampuan berpikir tingkat tinggi terdapat kemampuan berpikir reflektif.

Kata kunci dari berpikir reflektif adalah refleksi. Jadi, berpikir reflektif merupakan proses berpikir dimana terjadi aktivitas merefleksikan ide atau masalah atau informasi yang diterima.1 Pengertian berpikir reflektif dapat ditinjau dari beberapa pendapat. Kaparnos mengatakan bahwa berpikir reflektif adalah “The capacity of human minds and brains in understanding and creating knowledge”, kapasitas pikiran dan otak manusia dalam memahami dan membuat pengetahuan.2 Paden mengatakan bahwa berpikir reflektif adalah “An analysis and making judgment about what has happened”, suatu analisis dan membuat keputusan mengenai apa yang terjadi.3 Bruning menyatakan bahwa proses berpikir reflektif ini melibatkan kemahiran berpikir seperti menafsirkan masalah, membuat kesimpulan, menilai, menganalisis, kreatif dan aktivitas metakognitif.4

Selain itu berpikir reflektif adalah proses membuat pemaknaan yang bergerak dari satu pengalaman ke depan dengan membuat pemahaman yang lebih

1Abdul Muin, dkk “Mengidentifikasi Kemampuan Berpikir Reflektif Matematik”, Makalah disampaikan pada KNM XVI UNPAD Jatinangor, 3-6 Juli 2012, h. 1354.

2Ibid. 3Ibid, h. 1355.

(23)

dalam hubungannya dan mengkoneksikan pengalaman atau ide-ide yang lain.5 King dan Kitchener mendefinisikan keterampilan berpikir reflektif sebagai kemampuan untuk mengembangkan solusi yang baik untuk masalah yang tidak memiliki jawaban tunggal dan jawaban yang benar jelas.6 Mazow memasukkan kerangka Weast menjadi panduan kerja untuk kelas yang menunjukkan bahwa seseorang terlibat dalam berpikir reflektif ketika ia:7

 Menentukan informasi yang dibutuhkan untuk memahami masalah

 Mengakses informasi yang tersedia, termasuk sumber-sumber yang terpercaya dalam bidang terkait

 Mensintesis informasi yang dikumpulkan

 Menciptakan makna sementara yang masuk akal yang dapat dipertimbangkan kembali dan dimodifikasi sebagai salah satu bahan belajar lagi

Lebih lanjut Dewey mengatakan terdapat lima komponen yang berkenaan dengan kemampuan berpikir reflektif diantaranya:8

1) Merasakan dan mengidentifikasi masalah 2) Membatasi dan merumuskan masalah

3) Mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah 4) Mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan cara

mengumpulkan data yang dibutuhkan

5) Melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan masalah dan mennggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan

5Carol Rodgers," Defining Reflection: Another Look at John Dewey and Reflective Thinking", Teachers College Record, Vol. 104, 2002, h. 845.

6Margaret Huyck, dkk,"Work inProgress-Comparing the result of Reflective Thinking Interventions at IIT and Uppsala University", ASEE/IEEE Frontiers in Education Conference FIC-13, 2008, h. 1.

7Paden, Nita,"What was I Thinking? Encouraging Reflective Thinking In The Classroom Through Exam Question Appeals" Proceedings of ASBBS, Vol. 15, 2008, h. 1213.

(24)

Kemudian Dewey menjelaskan lima keadaan logis dalam pengalaman reflektif yaitu:9

i. A felt difficulty yaitu kesulitan yang dirasakan terjadi karena konflik di dalam pengalaman.

ii. Its location and definition yaitu dalam situasi reflektif sederhana dalam merasakan kesulitan dan memahami masalah.

iii. Suggestion of possible solution yaitu saran atau solusi yang mungkin.

iv. Development by reasoning of the bearings of the suggestions yaitu membangun penalaran melalui saran yang diberikan.

v. Further observation and experiment leading to its acceotance or rejection

yaitu tahapan yang menekankan pengujian dan konfirmasi hipotesis.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai berpikir reflektif diatas, dapat disimpulkan bahwa berpikir reflektif adalah sebuah proses berpikir seseorang dalam memahami, mengidentifikasi, menganalisis masalah berdasarkan informasi yang relevan serta menentukan solusi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut

Kemampuan berpikir reflektif matematis memiliki beberapa indikator yang dapat dijadikan acuan seseorang itu apakah dapat dikatakan memiliki kemampuan berpikir reflektif matematis yang baik ataupun sebaliknya. Indikator tersebut berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nindiasari antara lain:10

1) Dapat menginterpretasi suatu kasus berdasarkan konsep matematika yang terlibat.

2) Dapat mengidentifikasi konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal matematika yang tidak sederhana.

3) Dapat mengevaluasi / memeriksa kebenaran suatu argument berdasarkan konsep / sifat yang digunakan.

4) Dapat menarik analogi dari dua kasus serupa.

5) Dapat menganalisis dan mengklarifikasi pertanyaan dan jawaban.

9 John Dewey, On Experience, Nature, And Freedom, (New York: The Bobbs-Merrill Company, 1960), h. xxvii.

(25)

6) Dapat menggeneralisasi dan menganalisis generalisasi. 7) Dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi.

8) Dapat membedakan antara data yang relevan dan tidak relevan. 9) Dapat memecahkan masalah matematis.

Indikator yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu:

1) Dapat menginterpretasi suatu kasus berdasarkan konsep matematika yang terlibat.

2) Dapat mengevaluasi / memeriksa kebenaran suatu argument berdasarkan konsep / sifat yang digunakan.

3) Dapat mengidentifikasi konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal matematika yang tidak sederhana.

4) Dapat menarik analogi dari dua kasus serupa.

2. Model Pembelajaran MASTER

Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar sejak awal sampai akhir dan disajikan secara khas oleh guru.11 Berkenaan dengan model

pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil mengetengahkan empat kelompok model pembelajaran yaitu:12

a. Model interaksi sosial b. Model pengolahan informasi c. Model personal humanisti d. Model modifikasi tingkah laku

Berkenaan dengan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru, dibutuhkan model pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengolah informasi yang didapatkan sehingga siswa dapat menemukan pemahamannya secara baik dan mandiri.

11 Iif Khoiru Ahmadi, dkk, Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP, (Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya, 2011), h.7.

(26)

Setiap proses pembelajaran, selalu akan ada tiga komponen penting yang saling terkait satu sama lain. Tiga komponen penting itu adalah:13

a. Kurikulum, materi yang akan diajarkan b. Proses, bagaimana materi diajarkan c. Produk, hasil dari proses pembelajaran

Diantara ketiga komponen tersebut, proses merupakan bagian yang menjadi jembatan atau penghubung antara materi ajar dengan hasil belajar. Jika proses yang digunakan baik, maka materi ajar akan tersampaikan dengan baik sehingga hasil belajar yang diharapkan baik pun dapat dicapai. Metode pembelajaran yang akan dipilih haruslah menjadikan proses pembelajaran itu menjadi efesien, efektif dan menyenangkan.14 Diantara banyaknya metode pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli, terdapat metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Lozanov yakni metode accelerated learning.15

Metode accelerated learning menurut DePorter merupakan pendekatan yang sistematis terhadap pembelajaran untuk seluruh orang yang berisi elemen-elemen khusus, yang ketika digunakan bersama mendorong siswa untuk belajar lebih cepat, efektif dan menyenangkan.16

DePorter dan Hernacki dalam bukunya yang berjudul, Quantum Learning, menyatakan bahwa accelerated learning adalah memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi dengan kegembiraan.17 Cara ini menyatukan unsur-unsur yang secara sekilas tampak tidak mempunyai persamaan : hiburan, permainan, warna, cara

13 Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 1.

14Ibid, h. 3. 15Ibid.

16 Iif Khoiru ahmadi dkk, Pembelajaran Akselerasi,(Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), h. 59.

17 Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, Quantum Learning : Membiasakan Belajar

(27)

berpikir positif, kebugaran fisik, dan kesehatan emosional. Namun semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman belajar yang efektif.18

Meir dan Rose mengungkapkan prinsip-prinsip accelerated learning yaitu:19 (1) Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh.

(2) Belajar adalah berkreasi bukan mengkonsumsi. (3) Kerja sama membantu proses belajar.

(4) Pembelajaran berlangsung pada berbagai tingkatan secara simultan.

(5) Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik).

(6) Emosi positif sangat membantu pembelajaran.

Metode accelerated learning dibagi menjadi enam tahapan pembelajaran, dimana keenam tahapan tersebut dapat diingat dengan mudah dengan menggunakan singkatan MASTER, berikut langkah-langkah pembelajarannya:20

a. Motivating Your Mind (Memotivasi Pikiran), siswa harus dalam keadaan relaks, percaya diri, dan termotivasi dalam belajar.

b. Acquiring The Information (Memperoleh informasi), siswa dalam belajar memperoleh dan menyerap fakta-fakta dasar. Dimana siswa secara individual perlu melihat, mendengar, atau melibatkan diri secara fisik dalam proses belajar

c. Searching Out the Meaning (Menyelidiki Makna), siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menyelidiki makna yang terdapat pada fakta dan informasi yang baru saja diperoleh.

(28)

e. Exhibiting What You Know (Memamerkan Apa Yang Anda Ketahui), siswa mempersentasikan fakta dan informasi yang baru saja dipelajari kepada siswa lainnya.

f. Reflecting How You’ve Learned (Merefleksikan Bagaimana Anda Belajar), Siswa bersama guru merefleksikan pelajaran yang telah dipelajari dan bagaimana proses pembelajaran itu dilakukan.

3. Model Pembelajaran Konvensional

Model Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang lazim diterapkan oleh guru di kelas. Model pembelajaran ini menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran atau lebih dikenal dengan istilah Teacher Centered. Adapun strategi yang biasa digunakan dalam model pembelajaran konvensional yakni strategi pembelajaran ekspositori. Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.21 Metode pembelajaran

yang sering digunakan untuk mengaplikasikan strategi ini adalah metode kuliah atau ceramah.22

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Ida Fauziah Syam (2015) dengan judul “Pengaruh Metode Accelerated Learning terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa”. Adapun indikataor pemahaman konsep matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematis, mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep, menggunakan prosedur atau operasi tertentu dan mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar dengan menerapkan metode accelerated learning dengan kelompok siswa yang belajar dengan menerapkan model konvensional. Dimana nilai rata-rata

21 Wina sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: PT Fajar Interpratama, 2010), cet-3, h. 189.

(29)

kelompok siswa yang belajar dengan menerapkan metode accelerated learning sebesar 58,52 sedangkan nilai rata-rata kelompok siswa yang belajar dengan menerapkan model konvensional sebesar 47,45.

2. Fadhila Putri (2014) dengan judul “Pengaruh Pendekatan Metakognitif dan KAM terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa”. Ada pun indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Mendeskripsikan situasi atau masalah matematik, mengidentifikasi situasi atau masalah matematik, menginterpretasi, mengevaluasi, memprediksi cara penyelesaian, dan membuat kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan metakognitif lebih tinggi daripada nilai rata-rata kemampuan berpikir reflektif matematis keseluruhan. Adapun rata-rata kemampuan berpikir reflektif matematis jika ditinjau dari KAM siswa maka diperoleh kelompok KAM tinggi memiliki rata-rata kemampuan berpikir reflektif matematis lebih tinggi dari pada nilai rata-rata kemampuan berpikir reflektif matematis keseluruhan.

C. Kerangka Berpikir

Kemampuan berpikir reflektif matematis adalah sebuah proses berpikir seseorang dalam memahami, mengidentifikasi, dan menganalisis masalah berdasarkan informasi yang relevan serta menentukan solusi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Melalui berpikir reflektif matematis, siswa dengan sadar mampu menjalankan proses berpikir untuk menemukan solusi permasalahan berdasarkan informasi yang didapatkan. Oleh karena itu, kemampuan berpikir reflektif matematis sangat baik untuk dikembangkan oleh siswa di dalam pembelajaran matematika.

(30)

berdasarkan informasi yang didapatkan. Siswa diberikan motivasi untuk membangun kesadaran belajar dan melatih siswa dalam memahami informasi sampai kepada menemukan sebuah konsep matematis berdasarkan informasi yang didapatkan. Proses ini diharapkan dapat menjadikan pembelajaran lebih bermakna, dikarenakan siswa diajak untuk menemukan konsep matematis secara bersama.

Kegiatan pembelajaran pada model MASTER terbagi menjadi enam tahapan yaitu motivating, acquiring, searching, triggering, exhibiting, dan reflecting. Tahapan-tahapan ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Tahapan pertama yaitu motivating. Pada tahap ini siswa mendapatkan motivasi melalui penayangan video motivasi yang sudah disiapkan untuk membangun kesiapan belajar siswa dan kesadaran siswa akan pentingnya belajar. Tahap awal ini membantu siswa untuk merefleksikan diri akan pentingnya belajar. Tahapan kedua yaitu acquiring. Pada tahap ini siswa dihadapkan pada suatu ilustrasi permasalahan. Siswa diminta untuk membaca dan memahami ilustrasi tersebut dengan baik. Untuk mengetahui informasi apa saja yang didapatkan pada ilustrasi tersebut. Pada tahap ini dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematisnya indikator menginterpretasi.

Tahapan ketiga yaitu searching. Pada tahap ini siswa dihadapkan dengan pertanyaan untuk menggali informasi yang didapatkan pada tahap sebelumnya. Pertanyaan yang diberikan juga mengarahkan siswa untuk dapat menemukan konsep matematis apa yang terdapat didalam ilustrasi tersebut. Pada tahap ini dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematisnya indikator mengidentifikasi.

Tahap keempat yaitu triggering. Pada tahap ini siswa diberikan soal yang berkaitan dengan konsep yang baru saja ditemukan untuk memperkuat pemahaman siswa akan konsep tersebut. Pada tahap ini dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematisnya indikator

(31)

Tahap kelima yaitu exhibiting. Pada tahap ini siswa mempresentasikan hasil pekerjaannya kepada temannya yang lain didepan kelas. Hal ini untuk memperkuat lagi pemahaman siswa akan konsep matematis yang ia dapatkan. Pada tahap ini dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematisnya indikator mengevaluasi.

Tahap keenam yaitu reflecting. Pada tahap ini siswa merefleksikan kemampuannya dalam memahami konsep yang didapatkan dengan menyelesaikan soal yang yang diubah dari tahap triggering. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa dalam memahami konsep jika soal yang diberikan terdapat informasi yang berbeda dengan soal sebelumnya. Pada tahap ini dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematisnya indikator mengevaluasi dan menarik analogi.

Adapun kerangka berpikir penelitian disajikan sebagai berikut:

Gambar 2.1 : Kerangka Berpikir Dapat menginterpretasi suatu kasus berdasarkan konsep matematika yang

terlibat

Dapat menarik analogi dari dua kasus serupa

Dapat mengidentifikasi konsep dan atau rumus matematika yang terlibat

dalam soal matematika yang tidak sederhana

Dapat mengevaluasi atau memeriksa kebenaran suatu argument berdasarkan konsep atau sifat yang

(32)

Berdasarkan keterkaitan antara model pembelajaran MASTER dengan indikator kemampuan berpikir reflektif matematis siswa diatas, diduga model pembelajaran MASTER dapat meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.

D. Hipotesis Penelitian

(33)

20

Penelitian ini dilakukan di SMA N 11 Tangerang Selatan, Jalan Sumatra I Rawa lele Jombang. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2016/2017, yaitu pada bulan Agustus sampai dengan September 2016.

Tabel 3.1

Jadwal Kegiatan Penelitian

No Jenis Kegaiatan Juli Agt Sep Okt Nov

1 Persiapan dan Perencanaan

2 Observasi Sekolah

3 Pelaksanaan di Lapangan

4 Analisis Data

5 Laporan Penelitian

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Sampel terdiri dari dua kelas yang berbeda yang akan mendapatkan perlakuan yang berbeda pula. Kelas eksperimen mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran MASTER dan kelas kontrol mendapatkan pembelajaran dengan metode konvensional.

Desain Penelitian menggunakan Posttest Only Control Design . Randomisasi dan perbandingan kedua kelompok kontrol dan kelompok eksperimen digunakan dalam jenis desain ini.1 Kelas eksperimen diberi pembelajaran dengan model pembelajaran MASTER dan kelas kontrol diberi pembelajaran dengan metode konvensional. Setelah pembelajaran selesai dilakukan, kedua kelas akan diberi tes

(34)

untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir reflektif matematis antara dua kelas tersebut. Ada pun model desain nya sebagai berikut:2

Tabel 3.2 Desain Penelitain

Kelompok Treatment Post Test

E Y

C Y

Keterangan

E : Kelompok eksperimen C : Kelompok kontrol

� : Perlakuan pada kelompok eksperimen yaitu dengan pembelajaran Model MASTER

: Perlakuan pada kelompok kontrol yaitu pembelajaran secara konvensional : Tes kemampuan berpikir reflektif matematis yang diberikan kepada kedua kelompok

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 11 Tangerang Selatan pada semester ganjil 2016/2017. Sampel penelitian yakni kelas XI IPS 1 dan XI IPS 3. Teknik yang digunakan dalam menentukan sampel penelitian yakni Cluster Random Sampling.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari hasil tes kedua kelompok dengan pemberian tes dilakukan pada akhir pokok pembahasan materi yang telah dipelajari di kelas. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data tersebut sebagai berikut:

(35)

1) Variabel yang diteliti

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Penerapan model pembelajaran

MASTER. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.

2) Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa yang menjadi sampel penelitian. Terbagi menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3) Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan berpikir reflektif matematis. Soal tes untuk mengukur tingkat kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang disusun dalam bentuk uraian.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen tes yang digunakan pada penelitian ini berupa soal uraian atau

(36)

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis

Kompetensi Dasar Indikator Soal

Indikator

1. Dapat menginterpretasi suatu kasus berdasarkan konsep matematika yang terlibat.

2. Dapat mengevaluasi atau memeriksa kebenaran suatu argumen berdasarkan konsep atau sifat yang digunakan.

3. Dapat mengidentifikasi konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal matematika yang tidak sederhana.

(37)

Untuk memperoleh skor kemampuan berpikir reflektif matematis, diperlukan pedoman penskoran (rubrik penskoran) terhadap jawaban siswa untuk tiap butir soal. Rubrik penskoran mengacu pada pedoman penskoran secara analitik sebagai berikut:

Tabel 3.4

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis

Indikator Reaksi terhadap soal Skor

Dapat

Jawaban yang diberikan benar. Memberikan alasan jawaban berdasarkan konsep matematika yang terlibat secara tepat dan lengkap

4

Jawaban yang diberikan benar. Memberikan alasan jawaban berdasarkan konsep matematika yang terlibat secara tepat namun tidak lengkap.

3

Jawaban yang diberikan benar. Memberikan alasan jawaban berdasarkan konsep matematika yang terlibat tetapi tidak tepat dan tidak lengkap.

2

Jawaban yang diberikan salah atau tidak memberikan

alasan jawaban. 1

Tidak menjawab pertanyaan. 0

Dapat

Jawaban yang diberikan benar. Memeriksa kebenaran suatu argumen berdasarkan konsep yang terkait secara tepat dan lengkap.

4

Jawaban yang diberikan benar. Memeriksa kebenaran suatu argumen berdasarkan konsep yang terkait secara tepat namun tidak lengkap.

3

Jawaban yang diberikan benar. Memeriksa kebenaran suatu argumen berdasarkan konsep yang terkait tetapi tidak tepat dan tidak lengkap.

2

Jawaban yang diberikan salah. Memeriksa kebenaran

(38)

yang terkait.

Tidak menjawab pertanyaan. 0

Dapat

Jawaban yang diberikan benar. Mengidentifikasi

konsep yang terlibat secara tepat dan lengkap. 4 Jawaban yang diberikan benar. Mengidentifikasi

konsep yang terlibat secara tepat namun tidak lengkap. 3 Jawaban yang diberikan benar. Mengidentifikasi

konsep yang terlibat tetapi tidak tepat dan tidak lengkap.

2

Jawaban yang diberikan salah. Tidak dapat

mengidentifikasi konsep yang terlibat. 1

Tidak menjawab pertanyaan 0

Dapat menarik analogi dari dua kasus serupa.

Jawaban yang diberikan benar dengan memberikan alasan berdasarkan konsep yang terlibat secara tepat dan lengkap

4

Jawaban yang diberikan benar dengan memberikan alasan berdasarkan konsep yang terlibat secara tepat namun tidak lengkap

3

Jawaban yang diberikan benar dengan memberikan alasan berdasarkan konsep yang terlibat tetapi tidak tepat dan tidak lengkap

2

Jawaban yang diberikan salah. Tidak memberikan

alasan berdasarkan konsep yang terlibat. 1

Tidak menjawab pertanyaan. 0

(39)

1. Validitas Instrumen

Validitas berkenaan dengan ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai.3 Uji validitas ini menggunakan rumus product moment yaitu:4

� = � ∑ − ∑ ) ∑ )

√[� ∑ 2− ∑ )2][� ∑ 2− ∑ )2]

Keterangan :

� : Angka indeks korelasi “r” product moment � : Jumlah Responden

: Skor butir soal : Skor total

: Skor butir soal x skor total

Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal, maka harus diketahui hasil perhitungan rhitung dibandingkan �tabel Product Moment pada � = 0,05. Jika hasil

perhitungan �hitung �tabel maka soal tersebut valid. Jika hasil perhitungan �hitung≤ �tabel maka soal tersebut dinyatakan tidak valid.

Lima soal yang diuji cobakan dan dilakukan perhitungan validitasnya. Semua soal dinyatakan valid. Hasil perhitungan uji validitas disajikan pada Tabel 3.5 berikut:

3 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 12.

(40)

Tabel 3.5

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Validitas Instrumen No. Butir

soal

Validitas

Keputusan r hitung Kriteria

1 0,773 Valid Digunakan

Reabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapan pun alat penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama.5 Untuk mengetahui reliabilitas instrument digunakan rumus Alpha sebagai berikut.6

� = � − 1 1 −� ∑ � �2 �2

Keterangan :

� = reliabilitas yang dicari

∑ ��2 = jumlah varians skor tiap-tiap item �2 = varians total

Kriteria klasifikasi reliabilitas :

Untuk menafsirkan koefisien korelasi dapat menggunakan kriteria berikut.7 Antara 0,800 sampai dengan 1,00 : sangat tinggi

Antara 0,600 sampai dengan 0,800 : tinggi

(41)

Antara 0,400 sampai dengan 0,600 : cukup Antara 0,200 sampai dengan 0,400 : rendah Antara 0,00 sampai dengan 0,200 : sangat rendah

Berdasarkan kriteria koefisien reliabilitas tersebut, nilai � : 0,592 yang berarti instrumen tersebut memiliki derajat reliabilitas yang cukup.

3. Tingkat Kesukaran

Uji tingkat kesukaran adalah untuk mengetahui indeks kesukaran suatu soal. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.8 Rumus untuk mencari indeks kesukaran sebagai berikut.9

� =��

Keterangan :

� = indeks kesukaran

� = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar �� = jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:10

Soal dengan � 0,00 sampai 0, 0 adalah soal sukar Soal dengan � 0, 1 sampai 0,70 adalah soal sedang Soal dengan � 0,71 sampai 1,00 adalah soal mudah

(42)

Rekapitulasi hasil perhitungan uji taraf kesukaran disajikan pada tabel berikut: Tabel 3.6

Rekapitulasi Hasil Uji Taraf Kesukaran

No. Butir soal Taraf kesukaran

P Kriteria

1 0,597 Sedang

2 0,361 Sedang

3 0,618 Sedang

4 0,271 Sukar

5 0,215 Sukar

4. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah.11 Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah:12

� = �� −� = � − �

Keterangan :

� = daya pembeda atau indeks diskriminasi � = banyaknya peserta kelompok atas � = banyak peserta kelompok bawah

� = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar � = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

� = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

(43)

� = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Klasifikasi daya pembeda :13 � ∶ 0,00 − 0,20 ∶ jelek (poor)

� ∶ 0,21 − 0,40 ∶ cukup (satistifactory) � ∶ 0,41 − 0,70 ∶ baik (good)

� ∶ 0,71 − 1,00 ∶ baik sekali (excellent)

� ∶ negatif, semuanya tidak baik. Jadi semua butir soal yang mempunyai nilai � negative sebaiknya dibuang saja

Rekapitulasi hasil perhitungan uji daya beda disajikan pada tabel berikut: Tabel 3.7

Rekapitulasi Hasil Daya Pembeda

No. Butir soal Daya Pembeda

D Kriteria

1 0,306 Cukup

2 0,250 Cukup

3 0,181 Jelek

4 0,264 Cukup

5 0,014 Jelek

Berikut disajikan hasil rekapitulasi dari hasil uji validitas, taraf kesukaran, uji daya pembeda soal dan reliabilitas soal pada instrument tes kemampuan berpikir reflektif matematis siswa pada Tabel 3.8.

(44)

Tabel 3.8

Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes No Soal Indikator KBRM Validitas Taraf

Kesukaran

Daya Pembeda

Keterangan

1 Mengevaluasi Valid Sedang Cukup Digunakan

2 Menarik analogi Valid Sedang Cukup Digunakan

3 Mengevaluasi Valid Sedang Jelek Digunakan

4 Menginterpretasi Valid Sukar Cukup Digunakan

5 Mengidentifikasi Valid Sukar Jelek Digunakan

F. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat

Analisis data yang digunakan adalah uji perbedaan dua rata-rata atau uji-t. Sebelum melakukan uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat sebagai berikut: a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang akan diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas data sampel, digunakan rumus Chi-Square sebagai berikut:14

�2 = ∑ − �)2 �

Keterangan : = frekuensi observasi � = frekuensi ekspektasi

Untuk menentukan �2 tabel pada derajat bebas (db)= k-3, dimana k banyaknya

kelompok.

(45)

Kriteria pengujian :

Jika �2 ≤ �2 tabel maka � diterima

Jika �2 > �2 tabel maka � ditolak

Kesimpulan :

Jika �2 ≤ �2 tabel : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

Jika �2 > �2 tabel : Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

b. Uji Homogentias

Untuk mengetahui dua kelompok mempunyai varians yang sama (homogen) dapat dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan Uji-F (Fisher) sebagai berikut:15

� =� �� �� � � �� �� �� � ��

Dengan, = � − 1) dan , 2 = �2− 1) Adapun hipotesis statistiknya :

� : �2 = � 22 � : �2 ≠ �

22

Menentukan Ftabel pada derajat bebas db1 = (n1 – 1) untuk pembilang dan db2 = (n2

– 1) untuk penyebut, dimana n adalah banyaknya anggota kelompok.Kriteria pengujian :

Jika �ℎ� ≤ � �� tabel maka � diterima, yang berarti kedua populasi memiliki

varians yang sama atau homogen.

Jika �ℎ� > � �� tabel maka � ditolak, yang berarti kedua populasi tidak

memiliki varians yang sama atau tidak homogen.

(46)

2. Uji Hipotesis Penelitian a. Uji t

Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji t dengan taraf signifikansi � = 0,05.

Rumus uji t yang digunakan yaitu: 1) Untuk sampel homogen:16

ℎ�

=

�̅̅̅−�̅̅̅

̅ : nilai rata-rata hasil belajar kelompok eskperimen

2

̅ : nilai rata-rata hasil belajar kelompok kontrol � : jumlah sampel kelompok eksperimen

�2 : jumlah sampel kelompok kontrol �� : varians gabungan

: derajat bebas tertentu

Setelah diperoleh nilai t hitung, kemudian bandingkan dengan nilai t tabel untuk dilakukan pengujian hipotesis. Nilai ttabel diperoleh dengan menggunakan tabel t,

pada taraf signifikansi (�) = 5% dan derajat bebas tertentu (db) = � + �2− 2. Kriteria pengujiannya sebagai berikut:

(47)

 Jika ℎ� �� maka H0 diterima, artinya tidak ada perbedaan nilai

rata-rata antara kedua kelompok

 Jika ℎ� > �� maka H0 ditolak, artinya ada perbedaan nilai rata-rata

antar kedua kelompok.

2) Untuk sampel tak homogen:17

Mencari nilai thitungdengan rumus

= ̅ − ̅2

Kriteria pengujiannya sebagai berikut:

 Jika ℎ� �� maka H0 diterima, artinya tidak ada perbedaan nilai

rata-rata antara kedua kelompok

 Jika ℎ� > �� maka H0 ditolak, artinya ada perbedaan nilai rata-rata

antar kedua kelompok.

G. Hipotesis Statistik

(48)

Keterangan:

� :rata-rata kemampuan berpikir reflektif matematis siswa pada kelas eskperimen.

�2 :rata-rata kemampuan berpikir reflektif matematis siswa pada kelas kontrol.

Ho :rata-rata kemampuan berpikir reflektif matematis siswa pada kelompok eksperimen lebih kecil atau sama dengan rata-rata kemampuan berpikir reflektif matematis siswa pada kelompok kontrol.

H1 :rata-rata kemampuan berpikir reflektif matematis siswa pada kelompok

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Penelitian ini dilakukan di kelas XI pada salah satu SMA Negeri di Tangerang Selatan. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil dua kelas secara acak dari delapan kelas, kemudian dari dua kelas yang terpilih diacak kembali untuk mendapatkan satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lainnya sebagai kelas kontrol. Setelah melakukan sampling, didapat sampel penelitian kelas XI IPS 1 sebagai kelas eksperimen yang diajarkan menggunakan Model Pembelajaran MASTER dan kelas XI IPS 3 sebagai kelas kontrol yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 67 siswa, dengan rincian siswa kelas XI IPS 1 berjumlah 37 siswa dan siswa kelas XI IPS 3 berjumlah 30 siswa. Pokok pembahasan yang diajarkan pada penelitian ini adalah materi Peluang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir reflektif matematis siswa dengan memberikan tes kemampuan berpikir reflektif matematis berbentuk soal uraian sebanyak 5 soal. Soal tersebut memuat indikator kemampuan berpikir reflektif matematis yaitu menginterpretasi, mengidentifikasi, mengevaluasi dan kemampuan menarik analogi. Penelitian ini dilakukan pada kelas eskperimen dan kelas kontrol sebanyak 9 pertemuan. Delapan pertemuan dilakukan untuk pembelajaran materi peluang dan satu pertemuan dilakukan melaksanakan posttest berupa instrumen tes kemampuan berpikir reflektif matematis yang telah diuji kelayakan sebelumnya.

(50)

1. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa Kelompok Eksperimen Data hasil tes akhir kemampuan berpikir reflektif matematis siswa kelompok eksperimen dengan jumlah siswa sebanyak 37 orang yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran MASTER diperoleh nilai terendah 35 dan nilai tertinggi 70. Data hasil tes kemampuan berpikir reflektif matematis siswa kelompok eksperimen disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa Kelas Eksperimen

Berdasarkan Tabel 4.1 distribusi frekuensi di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 52,74 dan sebanyak 18 siswa atau 48,7% siswa memiliki nilai di atas interval rata-rata kelas. Kemiringan sebesar 0,191 maka kurva landai ke kanan, dengan demikian nilai tes kelas eksperimen memiliki kecenderungan mengelompok di bawah nilai rata-rata empirik. Kurtosis/ketajaman sebesar 0,239 maka distribusi nya adalah distribusi platikurtik yaitu distribusi yang memiliki puncak hampir mendatar.

(51)

Secara visual distribusi frekuensi kemampuan berpikir reflektif matematis siswa kelompok eksperimen dapat dilihat dalam grafik histogram dan poligon frekuensi pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1: Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa Kelompok Eksperimen

2. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa Kelompok Kontrol Data hasil tes akhir kemampuan berpikir reflektif matematis siswa kelompok kontrol dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional diperoleh nilai terendah 15 dan nilai tertinggi 70. Data hasil tes kemampuan berpikir

10 11

5 7 9

2 8

6

4 3

1 Frekuensi

(52)

reflektif matematis siswa kelompok kontrol disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa Kelas Kontrol

Berdasarkan Tabel 4.2 distribusi frekuensi di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 38,50 dan sebanyak 11 siswa atau 36,7 % siswa memiliki nilai di atas interval rata-rata kelas. Kemiringan sebesar 0,947 maka kurva landai ke kanan, dengan demikian nilai tes kelas kontrol memiliki kecenderungan mengelompok di bawah nilai rata-rata empirik. Kurtosis/ketajaman sebesar 0,3 maka distribusi nya adalah distribusi leptokurtik yaitu distribusi yang memiliki puncak relatif tinggi.

Secara visual distribusi frekuensi kemampuan berpikir reflektif matematis siswa kelompok kontrol dapat dilihat dalam grafik histogram dan poligon frekuensi pada Gambar 4.2.

(53)

Gambar 4.2: Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa Kelompok Kontrol

Perbandingan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dapat kita lihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3

Perbandingan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

(54)

Tabel 4.3 menunjukkan adanya perbedaan perhitungan statistik pada kelompok eksperimen maupun kontrol, dapat dijelaskan bahwa nilai tertinggi kelompok eksperimen dan kontrol adalah sama yaitu 70. Hal ini dikarenakan sebagian siswa pada kelas kontrol yang mendapatkan nilai maksimum sudah terbiasa dengan pembelajaran konvensional. Nilai siswa terendah pada kelompok eksperimen maupun kontrol berturut-turut adalah 35 dan 15. Selisih nilai maksimum dengan nilai minimum pada kedua kelompok masing-masing sebesar 35 dan 55. Selain itu rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan selisih 14,24.

3. Perbandingan Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Indikator Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa

Data hasil perhitungan tes berdasarkan inidikator kemampuan berpikir reflektif matematis siswa pada kelas ekperimen dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 4.4 sebagai berikut.

Tabel 4.4

Deskripsi data Posttest Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa

No Indikator Skor

maksimum

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

(55)

dan 17,50 %. Indikator kemampuan berpikir reflektif matematis pada indikator mengevaluasi menunjukkan bahwa persentase skor rata-rata kelas ekperimen lebih tinggi dari persentase skor rata kelas kontrol dengan rata-rata skor masing-masing sebesar 83,63 % dan 55,88 %. Indikator kemampuan berpikir reflektif matematis pada indikator mengidentifikasi menunjukkan bahwa persentase skor rata-rata kelas ekperimen lebih tinggi dari persentase skor rata-rata kelas kontrol dengan rata-rata skor masing-masing sebesar 3,50 % dan 2,50 %. Indikator kemampuan berpikir reflektif matematis pada indikator menarik analogi menunjukkan bahwa persentase skor rata-rata kelas ekperimen lebih tinggi dari persentase skor rata kelas kontrol dengan rata-rata skor masing-masing sebesar 65,50 % dan 50,00 %. Skor persentase masing-masing keempat indikator kemampuan berpikir reflektif matematis siswa di atas menunjukkan bahwa kemampuan berpikir reflektif matematis siswa kelas ekperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hanya saja pada indikator mengidentifikasi memiliki nilai rata-rata yang paling kecil dibandingkan dengan indikator yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran MASTER belum dapat meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa indikator mengidentifikasi

secara maksimal. B. Pengujian Hipotesis

Sebelum menguji kesamaan rata-rata kedua kelompok menggunakan Uji t, diperlukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu.

1. Uji Normalitas Hasil Tes Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa

Uji normalitas yang digunakan adalah uji Chi Kuadrat. Hasil perhitungan kelompok eksperimen diperoleh �2 hitung sebesar 1,17 sedangkan hasil perhitungan

kelompok kontrol diperoleh �2hitung sebesar 7.09. Uji tabel kritis Chi Kuadrat

Gambar

Gambar 2.1 : Kerangka Berpikir
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
Tabel 3.2 Desain Penelitain
Tabel 3.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

kategori cukup baik, dan postest kemampuan berpikir reflektif matematis siswa sesudah diterapkan model pembelajaran JUCAMA meningkat sebesar 64,46% dalam kategori

Pengembangan Bahan Ajar Matematika berbasis Etnomatematika untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik Siswa Kelas III Sekolah Dasar.. Asesmen Keterampilan Berpikir Kimia: Model Tes dan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: (1) Desain didaktis yang berupa bahan ajar (LKS) mendukung siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir

Dari beberapa definisi berpikir reflektif diatas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir reflektif matematis adalah kemampuan siswa dalam kemampuan siswa dalam

Penelitian ini dilatarbelakangi pentingnya Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis (KBRM) Kemampuan tersebut mendukung keberhasilan dalam kemampuan berpikir kritis dan

Kemampuan berpikir reflektif matematis adalah suatu kemampuan dapat mengindentifikasikan konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal matematika

Pengembangan instrumen penilaian kemampuan berpikir kreatif matematis adalah pengembangan instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif

Hasil analisis jawaban dan wawancara menunjukkan bahwa kemampuan berpikir reflektif matematis diguna- kan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, namun ketidaktelitian dalam memahami