EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER
BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA TERHADAP HASIL
BELAJAR SISWA SMA
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
WAHYU HIDAYATULLOH MUHAIMINU 4301410069
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan dari jiplakan dari karya orang lain. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Semarang, 22 Agustus 2014
Wahyu Hidayatulloh Muhaiminu
iii
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul
Efektivitas Model Pembelajaran Treffinger Berbantuan Lembar Kerja
Siswa Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA
disusun oleh
Wahyu Hidayatulloh Muhaiminu
4301410069
telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada
tanggal 22 Agustus 2014
Panitia:
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Dra. Woro Sumarni, M.Si
196310121988031001 196507231993032001
Ketua Penguji
Drs. Subiyanto HS,M. Si
195104211975011002
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Penguji II Pembimbing
Dr. Sri Haryani, M.Si Dra. Sri Nurhayati, M.Pd
iv
MOTTO
Dalam suatu usaha pasti ada hasil yang dicapai
Berusaha semaksimal mungkin agar hasil yang dicapai juga maksimal Setiap pekerjaan dapat diselesaikan dengan mudah bila dikerjakan tanpa
keengganan
Persembahan:
Dengan penuh rasa syukur, skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Bapak dan ibuku tercinta;
2. Kakak dan adikku tersayang;
3. Musyarofah, Fika, Dini, Ita, Lidya, Krishna, Nino, Waridi, Ersa,
Mastoni yang selalu memberi semangat dalam pembuatan skripsi
ini;
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya yang senantiasa tercurah sehingga peneliti dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA”.
Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan ijin dan kemudahan dalam penelitian,
2. Ketua Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang yang memberikan
kemudahan dalam penelitian,
3. Ibu Dra. Sri Nurhayati, M.Pd dosen pembimbing yang telah sabar memberikan
bimbingan, arahan, dan saran selama menyusun skripsi,
4. Bapak Drs. Subiyanto HS,M. Si dosen penguji I yang telah memberikan
arahan, dan saran,
5. Ibu Dr. Sri Haryani, M.Si dosen penguji II yang telah memberikan arahan dan
saran,
6. Ibu Sri Widati, S.Pd dan Nurwantini, S.Pd guru mata pelajaran kimia SMA
Negeri 1 Andong Boyolali yang telah banyak membantu terlaksananya
penelitian,
7. Siswa-siswi kelas XI IPA-1 dan kelas XI IPA-2 yang telah mengikuti
pembelajaran dalam penelitian ini dengan baik.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca khususnya dan
perkembangan pendidikan pada umumnya.
Semarang, Agustus 2014
vi
ABSTRAK
Muhaiminu, Wahyu Hidayatulloh. 2014. Efektivitas Model Pembelajaran Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dra. Sri Nurhayati, M.Pd. Penguji utama Drs. Subiyanto HS, M. Si. Penguji kedua Dr. Sri Haryani, M.Si
Kata Kunci : keefektifan; Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan; Treffinger.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... v
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
1.5. Penegasan Istilah ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Belajar Dan Hasil Belajar ... 9
2.2. Hakikat Pembelajaran Kimia ... 10
2.3. Efektivitas Pembelajaran ... 11
2.4. Model Pembelajaran Treffinger ... 13
2.5. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 16
2.6. Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ... 18
2.7. Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa ... 23
2.8. Kerangka Berfikir ... 25
2.9. Hipotesis ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
3.1. Penentuan Objek Penelitian ... 27
3.2. Metode Pengumpulan Data ... 29
3.3. Desain Penelitian ... 30
3.4. Instrumen ... 31
3.5. Analisis Instrumen Penelitian ... 33
3.6. Metode Analisis Data ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51
4.1. Hasil Penelitian ... 51
4.2. Pembahasan... 58
BAB V PENUTUP ... 68
5.1. Simpulan ... 68
viii
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Sintak Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa ... 24
3.1. Jumlah Siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Andong Boyolali ... 27
3.2. Desain Penelitian ... 30
3.3. Klasifikasi Validitas Butir Soal ... 34
3.4. Klasifikasi Daya Beda Soal ... 36
3.5. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 36
3.6. Klasifikasi Daya Beda Soal ... 37
3.7. Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ... 37
3.8. Klasifikasi Reliabilitas Soal ... 38
3.9. Klasifikasi Reliabilitas Intrumen ... 39
3.10. Klasifikasi Reliabilitas Instrumen Observasi ... 40
3.11. Kriteria Skor Keterampilan dalam Diskusi ... 49
3.12. Kriteria Skor Keterampilan dalam Praktikum ... 49
3.13. Kategori Presentasi Angket Respon Siswa ... 50
3.14. Kriteria Skor Angket Respon Siswa ... 50
4.1. Data Nilai Uas Semester Ganjil ... 51
4.2. Nilai Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 52
4.3. Analisis Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 52
4.4. Hasil Analisis Dua Varians Nilai Postest ... 52
4.5. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Dua Pihak ... 53
4.6. Hasil Analisis Uji Perbedaan Rata-Rata Satu Pihak (Pihak Kiri) ... 54
4.7. Hasil Perhitungan Uji Ketuntasan Belajar ... 54
4.8. Persentase Ketuntasan Belajar Klasikal ... 55
4.9. Nilai Afektif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 56
4.10. Hasil Nilai Psikomotorik... 56
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Nama Siswa Kelas XI IPA SMA N 1 Andong Boyolali Tahun
2013/2014 ... 73
2. Nilai Ulangan Semester Gasal Kelas XI IPA ... 74
3. Daftar Nilai Posttest ... 75
4. Uji Normalitas data Posttest ... 76
5. Uji Kesamaan Dua Varians Nilai Posttest ... 78
6. Uji Perbedaan Rata-rata Hasil Belajar (Dua Pihak) ... 79
7. Uji Perbedaan Rata-rata Hasil Belajar (Satu Pihak) ... 80
8. Uji Ketuntasan Belajar Kelas Eksperimen ... 81
9. Uji Ketuntasan Belajar Kelas Kontrol ... 82
10. Silabus Kelas eksperimen ... 83
11. Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) ... 85
12. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 107
13. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 119
14. Soal Uji Coba ... 120
15. Analisis Uji Coba Soal ... 129
16. Perhitungan Validitas Instrumen Test ... 135
17. Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 137
18. Perhitungan Daya Beda Soal ... 138
19. Perhitungan Reliabilitas Instrumen Tes ... 140
20. Kisi-kisi Soal Posttest ... 141
21. Soal Posttest ... 142
22. Rubrik Penilaian Afektif Siswa ... 148
23. Analisis Nilai Afektif ... 149
24. Analisis Reabilitas Niali Afektif ... 151
25. Pedoman Penyekoran Aspek Psikomotorik Siswa ... 152
26. Analisis Nilai Psikomotorik ... 154
27. Analisis Reabilitas Nilai Psikomotorik ... 156
28. Angket Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran ... 157
29. Analisis Angket Respon Siswa dan Perhitungan Reliabilitas... 158
30. Analisis Angket Tanggapan Siswa ... 159
31. Dokumentasi Penelitian ... 164
1
1.1
Latar Belakang Masalah
Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif.
Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak
didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang
telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar
merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan
memanfaatkan sesuatunya guna mencapai kepentingan pengajaran yaitu
tuntasnya hasil belajar siswa (Bachman, 2005).
Kimia merupakan bidang ilmu yang menyelidiki sifat dan perilaku
dari semua zat di alam semesta dan menggunakan informasi ini untuk
memenuhi kebutuhan manusia serta membangun lingkungan yang damai
dan kesejahteraan (Nuray et al, 2010: 1417). Selama ini kebanyakan guru
hanya mengajarkan konsep-konsepnya saja, tanpa menambahkan aplikasi
dari konsep tersebut. Siswa seharusnya tidak hanya mahir dalam konsep,
tetapi paham tentang realita yang ada dalam kehidupan sehari-hari yang
berhubungan dengan konsep yang mereka pelajari di sekolah. Fakta di
lapangan menunjukan bahwa pelajaran kimia dianggap mata pelajaran
yang dipandang oleh siswa sedikit rumit dibanding dengan mata pelajaran
memahami suatu konsep baru diperlukan syarat pemahaman konsep
sebelumnya. Selain itu, kimia erat kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari, Sehingga pembelajaran dapat diarahkan kepada kejadian sehari-hari
yang dialami siswa.
Berbagai penelitian menunjukkan pembelajaran berpusat pada guru
masih banyak digunakan, demikian pula di SMA Negeri 1 Andong
Boyolali. Waktu belajar siswa dihabiskan untuk mendengarkan ceramah
dari guru, menghafalkan materi dan menulis saja. Hal ini akan
menyebabkan siswa menjadi pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
dan hasil belajar yang dicapai menjadi kurang optimal.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan
di SMAN 1 Andong Boyolali menunjukkan hasil belajar kimia siswa kelas
XI IPA masih cukup rendah. Nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
khusus untuk kimia di SMAN 1 Andong Boyolali adalah 75. Hal ini
diperkuat oleh data nilai-nilai siswa pada ujian akhir semester 1 tahun
2013/2014 kelas XI IPA 1 yang belum mencapai standar KKM, yaitu
dengan nilai rata-rata 63 dan 28 dari 32 siswa yang belum mencapai
ketuntasan KKM.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa kurang mampu
dalam menyelesaikan masalah kimia diantaranya (1) pembelajaran masih
berfokus pada guru, sehingga siswa pasif dan hanya menerima informasi
pembelajaran, sehingga komunikasi yang terjadi cenderung satu arah. (3)
media, alat dan bahan pembelajaran yang tidak memadai.
Untuk menumbuhkan keaktifan siswa, sebaiknya dalam proses
belajar-mengajar siswa diberi kesempatan untuk langsung terlibat dalam
kegiatan-kegiatan atau pengalaman-pengalaman ilmiah. Hal ini dapat
meningkatkan kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir memegang
peranan besar dalam peningkatan kualitas individu, karena siswa
mempunyai kemampuan psikomotorik mental disamping kemampuan
psikomotorik manual. Pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
kualitas pembelajaran (Nisa, 2011).
Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan materi yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Materi tersebut terdapat dalam
kimia kelas XI IPA semester 2. Kaitan materi dengan kehidupan
sehari-hari membantu siswa meningkatkan rasa ingin tahu yang tinggi. Siwa akan
lebih tertarik dengan proses-proses kimia yang ada dalam kehidupan
sehari-hari dan bisa digunakan untuk melatih aktivitas dan kreativitas
siswa. Model pembelajaran Treffinger diharapkan dapat digunakan dalam
pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan terhadap hasil
belajar siswa.
Pada dasarnya, jika guru melaksanakan proses belajar mengajar
dengan menerapkan model pembelajaran yang berfokus pada aktivitas dan
informasi. Model pembelajaran Treffinger membangkitkan kemampuan
berpikir secara kritis dan kreatif sehingga dapat menyelesaikan masalah
yang dihadapi, kemudian dapat digunakan secara efisien terhadap
pendidikan guru dan siswa harus menerima pengenalan yang secara
menyeluruh untuk memecahkan masalah secara kreatif (Myrmel, 2003).
Model Treffinger merupakan revisi atas kerangka kerja CPS yang
dikembangkan oleh Osborn. Menurut Treffinger dalam Huda (2013),
digagasnya model ini adalah karena perkembangan zaman yang terus
berubah dengan cepat dan semakin kompleksnya permasalahan yang harus
dihadapi. Oleh karena itu, untuk mngatasi permasalahan tersebut dapat
dilakukan dengan cara memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di
lingkungan sekitar lalu memunculakan berbagai gagasan dan memilih
solusi yang tepat untuk kemudian diimplementasikan secara nyata.
Treffinger dalam Huda (2013) menyebutkan bahwa model pembelajaran
ini terdiri atas 3 komponen penting, yaitu Understanding Challenge
(memahami tantangan), Generating Ideas (membangkitkan gagasan), dan
Preparing for Action (mempersiapkan tindakan).
Agar pencapaian hasil belajar dapat lebih baik, guru dapat
memberikan lembar kerja siswa (LKS) kepada siswa. Lembar kerja siswa
yang digunakan dibuat sendiri oleh guru yang disesuaikan dengan kondisi
kegiatan pembelajaran di kelas. Berdasarkan hasil penelitian dari Ozmen
dan Yildirim (2005:4) menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan LKS
metode konvensional, karena siswa ikut aktif dalam pembelajaran dan
guru dapat menentukan target pembelajaran yang bisa dicapai, atau
perubahan perilaku yang bisa diungkapkan serta sikap mental yang bisa
dibentuk melalui pembelajaran tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk melakukan
sebuah penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran
Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa Terhadap Hasil Belajar Siswa
SMA N 1 Andong Boyolali”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas serta untuk
memperjelas masalah maka dirumuskan sebagai berikut : Apakah model
pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja siswa efektif terhadap
hasil belajar siswa SMA N 1 Andong Boyolali.
1.3
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui model pembelajaran
Treffinger berbantuan lembar kerja siswa efektif terhadap hasil belajar
siswa SMA N 1 Andong Boyolali.
1.4
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
(1) Siswa
a. Meningkatkan pemahaman siswa tentang materi kelarutan
b. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah kimia
sebagai hasil belajar siswa dapat ditingkatkan
(2) Guru
a. Membantu mengatasi permasalahan pembelajaran yang
dihadapi.
b. Memberikan informasi atau wacana tentang Manfaat
penerapan model pembelajaran Treffinger berbantuan lembar
kerja siswa dalam meningkatkan hasil belajar siswa dan
kemampuan pemecahan masalah kimia.
(3) Sekolah
Hasil penelitian dapat memberikan masukan berharga bagi
sekolah dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan proses
pembelajaran kimia lebih baik.
(4) Peneliti
Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengalaman
peneliti terhadap kreativitas dan keterampilan dalam memilih
model pembelajaran serta sebagai acuan untuk mengembangkan
penelitian berikutnya.
1.5
Penegasan Istilah
Dalam penelitian ini ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar
tidak terjadi salah penafsiran. Adapun istilah yang perlu dijelaskan
1. Efektivitas
Efektivitas adalah jika suatu keadaan terjadinya suatu efek atau
akibat yang dikehendaki dalam perbuatan yang membawa hasil (Tim
Penyusun KBBI, 2002: 219). Efektivitas diukur dari KKM sebesar
65%. Apabila kelas eksperimen nilai KKM lebih dari 65% dan lebih
baik dari kelas kontrol maka dikatakan efektif.
2. Hasil belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh
pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Anni, 2007). Dalam
penelitian ini,hasil belajar tersebut meliputi hasil belajar aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik pada pembelajaran kimia pada
materi pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan.
3. Model pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja siswa
Model pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja siswa
merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah
kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis cara
mencapai keterpaduan. Model pembelajaran Treffinger berbantuan
lembar kerja siswa melibatkan keterampilan kognitif dan afektif
pada setiap tingkat, Treffinger menunjukkan saling hubungan dan
ketergantungan antara keduanya dalam mendorong belajar kreatif.
4. Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
Dalam KTSP, pokok materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
Pokok materi kelarutan dan hasil kali kelarutan perlu dipelajari oleh
siswa agar manpu menjelaskan kesetimbangan dalam larutan jenuh,
memahami kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan, serta
menentukan pH larutan dan memperkirakan endapan dari hasil kali
9
2.1
Belajar dan Hasil Belajar
Slameto (2003: 2) mengemukakan belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. Gagne dan
Berliner dalam Anni (2005: 4) menyatakan bahwa belajar merupakan
proses yang di dalamnya terjadi perubahan tingkah laku karena hasil dari
pengalaman. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang
berupa tingkah laku, pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap
karena pengalaman atau interaksi dengan lingkungan.
Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar antara
lain perubahan terjadi karena sadar, bersifat kontinu dan fungsional,
bersifat positif dan aktif, tidak bersifat sementara, bertujuan dan terarah,
dan mencakup seluruh aspek tingkah laku (Slameto 2003: 2-4).
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta
didik setelah mengalami kegiatan belajar (Rifa’i & Anni, 2009: 85).
Menurut penelitian hasil belajar merupakan perwujudan perilaku belajar
yang telah dialami seseorang yang biasanya terlihat dalam perubahan
Benny Bloom dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 26-29)
membagi hasil belajar menjadi tiga ranah:
1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
atas pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi.
2. Ranah afektif, berkenan dengan sikap yang terdiri atas penerimaan
jawaban atau reaksi dan penilaian dengan cara berdiskusi.
3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak dalam praktikum.
2.2
Hakikat Pembelajaran Kimia
Menurut Gagne, dikutip oleh Rusmono (2012: 6), menyatakan
bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta
didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Peristiwa
belajar dirancang agar memungkinkan peserta didik memproses informasi
nyata dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk
mencapai tujuan belajar, pendidik hendaknya menguasai cara-cara
merancang belajar agar peserta didik mampu belajar optimal. Guru dalam
pembelajaran menyediakan fasilitas bagi peserta didiknya dan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk berfikir agar dapat memahami apa
yang dipelajari.
Hakikat ilmu Kimia mencakup dua hal, yaitu kimia sebagai produk
dan kimia sebagai proses. Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan
prinsip-prinsip kimia. Kimia sebagai proses meliputi keterampilan-keterampilan
dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan
mengembangkan pengetahuan Kimia. Keterampilan-keterampilan tersebut
disebut keterampilan proses, dan sikap-sikap yang dimiliki para ilmuwan
disebut sikap ilmiah.
Oleh karena itu, pembelajaran kimia tidak boleh mengesampingkan
proses karena dalam pembelajaran, hasil belajar tidak hanya dilihat dari
hasil namun proses juga menentukan. Sehubungan dengan hal tersebut,
untuk menjelaskan konsep-konsep kimia ditempuh dengan “pendekatan
proses”. Pendekatan ini biasa dikenal dengan metode ilmiah, dengan
menerapkan keterampilan-keterampilan proses sains, yaitu mulai dari
menemukan masalah hingga mengambil keputusan. Perkembangan
selanjutnya pendekatan ini lebih dikenal dengan Pendekatan Keterampilan
Proses.
2.3
Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya dapat membawa
hasil; berhasil guna tentang usaha; tindakan (Tim Penyusun Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2002: 2005). Jadi keefektivan adalah jika suatu
keadaan terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam
perbuatan yang membawa hasil. Efektivitas yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu adanya pengaruh yang dapat menghasilkan nilai yang
Berdasarkan teori belajar tuntas, pembelajaran dikatakan efektif
jika seorang siswa dipandang tuntas belajar. Seorang siswa dikatakan
tuntas belajar jika ia mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau
mencapai tujuan pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan
pembelajaran. Sedangkan keberhasilan kelas dilihat dari jumlah siswa
yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal sekurang–
kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut telah
mencapai ketuntasan belajar (Mulyasa, 2007: 254).
Indikator keefektifan pembelajaran pada penelitian ini hanya
ditinjau dari aspek :
1) Rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih besar daripada
rata-rata hasil belajar kelompok kontrol.
2) Ketuntasan belajar klasikal siswa kelas eksperimen telah memenuhi
ketuntasan belajar klasikal sebanyak 85% (Mulyasa, 2007: 254).
3) Rata-rata skor psikomotorik dan afektif kelas eksperimen lebih besar
daripada kelas kontrol.
Berdasarkan uraian yang ditulis oleh Mulyasa (2007: 254), penulis
mengkategorikan tingkat efektivitas pembelajaran ditinjau dari hasil
belajar ranah kognitif sebagai berikut :
1. Sangat tinggi : apabila nilai rata-rata hasil belajar siswa 85-100.
2. Tinggi : apabila nilai rata-rata hasil belajar siswa 75-84.
3. Cukup : apabila nilai rata-rata hasil belajar siswa 65-74.
5. Tidak efektif : apabila nilai rata-rata hasil belajar siswa kurang
dari 55.
2.4
Model Pembelajaran Treffinger
Model Treffinger untuk mendorong belajar kreatif merupakan
salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas secara
langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai
keterpaduan. Model Treffinger menunjukan saling hubungan dan
ketergantungan antara keterampilan kognitif maupun afektif pada setiap
tingkat dalam mendorong belajar kreatif.
Menurut Treffinger dalam bukunya Encoureging Creative
Learning for The Gifted and Talented, belajar kreatif (creative learning)
adalah proses pembelajaran yang mengupayakan proses belajar mengajar
dibuat sekomunikatif mungkin sehingga situasi belajar menjadi
menyenangkan bagi siswa (1980). Dalam pembelajaran ini, penyajian
materi dilakukan melalui permainan, diskusi, bermain peran, dan lain-lain.
Hal tersebut menunjukan siswa tidak semata-mata dituntut untuk belajar
sesuatu materi dari suatu bahan ajar. Dampak dari hal tersebut di atas
adalah memotivasi kreativitas siswa dan pada akhirnya siswa akan
mendapatkan rasa senang, puas dan pengalaman terbaik dalam hidupnya.
Torrance dan Myers, dikutip oleh Treffinger (1980) berpendapat
bahwa belajar kreatif adalah “menjadi peka atau sadar akan masalah,
kekurangan-kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur
informasi yang ada; mengidentifikasi (menemutunjukkan) unsur-unsur
yang belum lengkap, mencari solusi, membuat hipotesis, memodifikasi
dan menguji ulang; menyempurnakannya; dan akhirnya
mengkomunikasikan atau menyampaikan hasil-hasilnya”.
Model Treffinger sebenarnya tidak berbeda jauh dengan model
pembelajaran yang digagas oleh Osborn. Treffinger ini juga dikenal
dengan Creative Problem Solving. Keduanya sama-sama berupaya untuk
mengajak siswa berpikir kreatif dalam menghadapi masalah, namun sintak
yang diterapkan antara Osborn dan Treffinger sedikit berbeda satu sama
lain. Singkatnya, model CPS Treffinger merupakan revisi atas kerangka
kerja CPS yang dikembangakn oleh Osborn. Treffinger memodifikasi
enam tahap Osborn menjadi tiga komponen penting, yaitu Understanding
Challenge, Generating Idea, dan Preparing for Action.
Menurut Treffinger dalam Huda (2013), digagasnya model CPS
Treffinger adalah karena perkembangan zaman yang terus berubah dengan
cepat dan semakin kompleksnya permasalahan yang harus dihadapi.
Karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu cara
agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan dan menghasilkan solusi
yang tepat. Yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah
dengan memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan sekitar
lalu memunculkan berbagai gagasan dan memilih solusi yang tepat untuk
Treffinger dalam Huda (2013) menyebutkan bahwa model
pembelajaran ini terdiri atas 3 komponen penting, yaitu Understanding
Challenge, Generating Idea, dan Preparing for Action, yang kemudian
dirinci ke dalam enam tahapan. Penjelasan mengenai model ini adalah
sebagai berikut.
Komponen I – Memahami Tantangan(Understanding Challenge)
1. Menentukan tujuan: Guru menginformasikan kompetensi yang harus
dicapai dalam pembelajarannya.
2. Menggali data: Guru mendemonstrasikan/ menyajikan fenomena alam
yang dapat mengundang keingintahuan siswa.
3. Merumuskan masalah: Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi permasalahan.
Komponen II – Membangkitkan Gagasan(Generating Idea)
4. Memunculkan gagasan: Guru memberi waktu dan kesempatan kepada
siswa untuk mengungkapkan gagasannya dan juga membimbing siswa
untuk menyepakati alternatif pemecahan yang akan diuji.
Komponen III – Mempersiapkan Tindakan(Preparing for Action)
5. Mengembangkan solusi: Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
6. Membangun penerimaan: Guru mengecek solusi yang telah diperoleh
siswa dan memberikan permasalahan yang baru namun yang lebih
Karakteristik yang paling dominan dari pembelajaran Treffinger ini
adalah upayanya dalam mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif
siswa untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuhnya untuk
memecahakan permasalahan. Artinya, siswa diberi keleluasaan untuk
berkreativitas menyelesaikan permasalahannya sendiri dengan cara-cara
yang ia kehendaki. Tugas guru adalah membimbing siswa agar arah-arah
yang ditempuh oleh siswa ini tidak keluar dari permasalahan.
2.5
Lembar Kerja Siswa
Lembar kerja siswa (LKS) merupakan salah satu media yang
digunakan dalam pembelajaran. Lembar kerja siswa adalah
lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar
kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan
suatu tugas. (Sulistyowati, 2012)
Untuk membuat atau menentukan sebuah LKS buatan guru yang
baik, ada beberapa petunjuk yang harus diperhatikan. Jones (dalam
Mayasari, 2009) menyatakan LKS yang baik untuk diberikan kepada
peserta didik, haruslah:
1. Dapat menampung keragaman kemampuan siswa dikelas;
2. Bahasanya cukup dimengerti (tidak terlalu sulit);
3. Format dan gambar harus jelas (mudah dipahami);
4. Mempunyai tujuan yang jelas;
5. Memiliki isian yang memerlukan pemikiran dan pemprosesan
6. Tetap memiliki gambaran umum (global disamping gambaran detail).
Langkah-langkah dalam menyiapkan lembar kerja siswa dapat
dilakukan sebagai berikut :
1. Analisis kurikulum;
Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi
mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Analisis dilakukan dengan
cara mempelajari standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok,
pengalaman belajar, dan indikator ketercapaian hasil belajar.
2. Menyusun peta kebutuhan LKS;
Peta kebutuahn LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS
yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan LKSnya juga dapat dilihat.
Sekuens LKS ini sangat diperlukan dalam menentukan prioritas
penulisan. Diawali denagn analisis kurikulum dan analisis sumber
belajar.
3. Menentukan judul-judul LKS;
Judul LKS ditentukan atas dasar KD-KD, materi-materi pokok atau
pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Judul LKS tidak
harus sama dengan tercantum dalam kurikulum, yang penting adalah
bahwa kompetensi dasar yang harus dicapai secara esensi tidak
berubah.
4. Penulisan LKS
Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
a. Perumusan KD yang harus dikuasai.
Rumusan KD pada suatu LKS langsung diturunkan dari Pedoman
Kamus Pengembangan Silabus.
b. Menentuakan alat penilaian
Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta
didik.
c. Penyusunan materi
Materi LKS sangat tergantung pada KD yang dicapai. Materi dapat
diambil dari berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, jurnal
hasil penelitian.
d. Struktur LKS
Struktur LKS secara umum adalah sebagi berikut:
Judul, petunjuk belajar (petunjuk siswa), kompetensi yang akan
dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah
kerja.
(Sulistyowati, 2012)
2.6
Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
2.4.1. Kelarutan (Solubility)
Istilah kelarutan (solubility) digunakan untuk menyatakan jumlah
maksimal zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut. Kelarutan
(khususnya untuk zat yang sukar larut) dinyatakan dalam satuan mol.L–1.
2.4.2. Tetapan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)
Suatu larutan jenuh dari elektrolit yang sukar larut, terdapat
kesetimbangan antara zat padat yang tidak larut dan ion-ion zat itu yang
larut.
MxAy(s) xMy+(aq) + yAx- (aq)
Karena zat padat mempunyai molaritas yang tetap, maka tetapan
kesetimbangan reaksi di atas hanya melibatkan ion-ionnya saja, dan
tetapan kesetimbangannya disebut tetapan hasil kali kelarutan (Ksp).
Ksp = [My+]x [Ax-]y Contoh:
Tuliskan rumus tetapan hasil kali kelarutan untuk senyawa Mg(OH)2!
Jawab:
Mg(OH)2 dalam larutan akan terurai menjadi ion-ionnya,
Mg(OH)2 (s) Mg2+(aq) + 2 OH-(aq)
maka dari rumus umum Ksp = [Mg2+] [OH-]2
2.4.3. Hubungan Kelarutan (s) dengan Tetapan Hasil Kali Kelarutan(Ksp)
Oleh karena s dan Ksp sama-sama dihitung pada larutan jenuh,
maka antara s dan Ksp ada hubungan yang sangat erat. Jadi, nilai Ksp ada
keterkaitannya dengan nilai s.
Secara umum hubungan antara kelarutan (s) dengan tetapan hasil
kali kelarutan (Ksp) untuk larutan elektrolit AxBy dapat dinyatakan
AxBy(s) xAy+(aq) + yBx- (aq)
s xs ys
Ksp = [Ay+]x [Bx-]y = (xs)x (ys)y Contoh:
Pada suhu tertentu, kelarutan AgIO3 adalah 2 × 10–6 mol/L, tentukan harga
tetapan hasil kali kelarutannya!
Jawab:
AgIO3(s) Ag+(aq) + IO3- (aq)
Konsentrasi ion Ag+ = konsentrasi ion IO3- = konsentrasi AgIO3 = 2 × 10–6
mol/L
Ksp = [Ag+] [IO3-]
= (s)(s)
= (2 × 10–6)( 2 × 10–6) = 4 × 10–12
2.4.4. Pengaruh Ion Senama terhadap Kelarutan
Suatu larutan jenuh Ag2CrO4 terdapat kesetimbangan antara
Ag2CrO4 padat dengan ion Ag+ dan ion CrO42–.
Ag2CrO4(s) 2Ag+(aq) + CrO42- (aq)
Apa yang terjadi jika ke dalam larutan jenuh tersebut ditambahkan
larutan AgNO3 atau larutan K2CrO4? Penambahan larutan AgNO3 atau
K2CrO4 akan memperbesar konsentrasi ion Ag+ atau ion CrO42– dalam
larutan.
K2CrO4(aq)→ 2K+(aq) + CrO42- (aq)
Sesuai asas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan,
penambahan konsentrasi ion Ag+ atau ion CrO42– akan menggeser
kesetimbangan ke kiri. Akibatnya jumlah Ag2CrO4 yang larut menjadi
berkurang. Jadi dapat disimpulkan bahwa ion senama memperkecil
kelarutan.
Contoh
Kelarutan Ag2CrO4 dalam air adalah 10–4 M. Hitunglah kelarutan Ag2CrO4
dalam larutan K2CrO4 0,01 M!
Jawab:
Ksp Ag2CrO4 = 4s3 =4(10-4)3 = 4 x 10-12
Kelarutan Ag2CrO4 dalam larutan K2CrO4
Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2[CrO42-]
4 x 10-12 = [Ag+]2 x 10-2
[Ag+] = 2 x 10-5 M
Ag2CrO4→ 2 Ag+ + CrO4
2-Kelarutan Ag2CrO4 = ½ x 2 x 10-5 = 10-5 M
Jadi, kelarutan Ag2CrO4 dalam larutan K2CrO4 adalah 10-5 M.
2.4.5. Hubungan Ksp dengan pH
Harga pH sering digunakan untuk menghitung Ksp suatu basa yang
sukar larut. Sebaliknya, harga Ksp suatu basa dapat digunakan untuk
menentukan pH larutan
Jika larutan MgCl2 0,3 M ditetesi larutan NaOH, pada pH berapakah
endapan Mg(OH)2 mulai terbentuk? (Ksp Mg(OH)2 = 3 × 10–11)
Jawab:
Ksp Mg(OH)2 = [Mg2+] [OH-]
3 x 10-1 = 3 x 10-11 [OH-]2
[OH-] = 10-10
[OH-] = 10-5 M
pOH = 5
pH = 14 –pOH
pH = 14 – 5 = 9
2.4.6. Penggunaan Konsep Ksp dalam Pemisahan Zat
Harga Ksp suatu elektrolit dapat dipergunakan untuk memisahkan
dua atau lebih larutan yang bercampur dengan cara pengendapan. Proses
pemisahan ini dengan menambahkan suatu larutan elektrolit lain yang
dapat berikatan dengan ion-ion dalam campuran larutan yang akan
dipisahkan. Karena setiap larutan mempunyai kelarutan yang
berbeda-beda, maka secara otomatis ada larutan yang mengendap lebih dulu dan
ada yang mengendap kemudian, sehingga masing-masing larutan dapat
dipisahkan dalam bentuk endapannya.
Cara untuk meramalkan terjadi tidaknya endapan suatu senyawa
AmBn, jika larutan yang mengandung ion An+ dan ion Bm- dicampurkan
maka digunakan konsep hasil kali ion ( Qc ).
Jika Qc < Ksp maka belum terbentuk larutan jenuh maupun endapan AmBn
Jika Qc = Ksp maka terbentuk larutan jenuh AmBn
Jika Qc > Ksp maka terbentuk endapan AmBn
Contoh:
Jika dalam suatu larutan terkandung Pb(NO3)2 0,05 M dan HCl 0,05 M,
dapatkah terjadi endapan PbCl2? (Ksp PbCl2 = 6,25 × 10–5)
Jawab:
[Pb2+] = 0,05 M
[Cl–] = 0,05 M
Qc = [Pb2+] [Cl–]2
Qc = 0,05 × (0,05)2
= 1,25 × 10–4
Oleh karena Qc PbCl2 > Ksp PbCl2, maka PbCl2 dalam larutan itu akan
mengendap.
2.7
Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa
Pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja siswa adalah
pembelajaran yang menggunakan tiga langkah Treffinger terhadap hasil
belajar siswa. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil agar
dapat saling membantu memahami materi pelajaran dan menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh guru. Lembar kerja siswa sebagai media yang
digunakan untuk membantu siswa agar dapat lebih memahami dan
Adapun kegiatan pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja
siswa terhadap hasil belajar siswa pada materi kelarutan dan hasil kali
[image:35.595.148.514.204.702.2]kelarutan disajikan dalam Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1. Sintak Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa
Langkah Kegiatan guru Kegiatan siswa
Memahami Tantangan (Understanding Challenge)
Guru membagi kelompok kecil siswa dan
membagikan LKS
Siswa membentuk kelompok kecil
Guru menginformasikan kompetensi yang harus dicapai dalam
pembelajarannya
Siswa mendengarkan penjelasan guru
Guru menayangkan
animasi atau video tentang kelarutan dan hasil kali kelarutan sebagai tantangan dan dapat mengundang
keingintahuan siswa
Siswa mengamati animasi atau video tentang kelarutan dan hasil kali kelarutan yang diberikan oleh guru
Guru memberi soal-soal tentang animasi atau video tersebut yang ada di LKS kepada siswa untuk mengidentifikasi permasalahan
Siswa mengerjakan soal yang ada di LKS dan didiskusikan kepada kelompok Membangkitkan Gagasan (Generating Idea)
Guru memberi waktu dan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dan juga membimbing siswa untuk menyepakati alternatif pemecahan yang akan diuji
Siswa menjelaskan hasil diskusi dengan
kelompok di depan kelas
Mempersiapkan Tindakan
(Preparing for Action)
Guru memberikan beberapa soal yang baru namun yang lebih kompleks yang ada pada LKS
Siswa mengerjakan soal yang ada di LKS
Guru mengecek solusi yang telah diperoleh siswa
2.8
Kerangka Berfikir
Materi pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan
membutuhkan kejelian dan pemahaman yang cukup tinggi. Kenyataan
menunjukkan masih dijumpai beberapa kesulitan yang dihadapi siswa
dalam memahami dan mendalami materi kimia. Hal tersebut perlu adanya
variasi pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mendalami materi
kimia dan memecahkan permasalahan kimia.
Penelitian ini menggunakan dua model pembelajaran, yaitu model
pembelajaran Treffinger berbantuan LKS untuk kelas eksperimen dan
model pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol. Kedua kegiatan
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di atas diharapkan akan terjadi
peningkatan pemahaman siswa terhadap materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan sehingga diharapkan hasil belajar siswa meningkat.
Efektivitas dalam penelitian ini ditunjukkan dengan peningkatan
kemampuan (ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik) siswa dalam proses
belajar mengajar dengan Treffinger berbantuan LKS dan hasil
pembelajaran kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.
Efektivitas dilihat dari jumlah siswa yang mampu menyelesaikan atau
mencapai minimal sekurang–kurangnya 85% dari jumlah siswa yang
ada di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan belajar (Mulyasa,
2007: 254). Secara ringkas gambaran penelitian dapat dilihat pada Gambar
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
2.9
HipotesisHipotesis dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran
Treffinger berbantuan lembar kerja siswa efektif terhadap hasil belajar
siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Andong Boyolali.
Kesimpulan
Pembelajaran masih berfokus pada guru
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Model pembelajaran CPS tipe Treffinger berbantuan LKS
Model pembelajaran konvensional
Hasil Belajar
Dibandingkan Hasil belajar kimia
masih rendah
Dilakukan penelitian terhadap hasil belajar kimia dengan menggunakan metode
pembelajaran
Metode yang digunakan kurang tepat, siswa
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Penentuan Objek Penelitian
3.1.1 Populasi Penelitian
Menurut Arikunto (2006: 102), populasi adalah keseluruhan objek
penelitian yang lazimnya dipakai sebagai masalah dan tujuan penelitian sebagai
dokumen.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI IPA SMA Negeri 1
Andong Boyolali tahun pelajaran 2013/2014 terdiri dari tiga kelas dengan
[image:38.595.169.478.434.534.2]perincian pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Rincian Siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Andong Boyolali Tahun pelajaran 2013/2014
No Kelas Jumlah siswa
1 XI IPA-1 32
2 XI IPA-2 32
3 XI IPA-3 32
Jumlah 96
(Sumber: Administrasi kesiswaan SMA Negeri 1 Andong Boyolali Tahun pelajaran 2013/2014)
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA-1 sampai dengan
XI IPA-3 karena mempunyai kesamaan dalam hal berikut:
1. Siswa-siswa tersebut berada dalam tingkat kelas yang sama, yaitu kelas XI
IPA SMA;
2. Siswa siswa tersebut berada dalam semester yang sama yaitu semester 2;
3. Siswa dalam pelaksanaan pengajarannya diajar dengan kurikulum, media,
3.1.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi (Sudjana, 2005: 6).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini purposive
sampling, yaitu mengambil 2 kelas berdasarkan pertimbangan ahli, yaitu guru
yang mengajar di SMA. Pertimbangan yang dimaksudkan yaitu memilih kelas
yang diajar guru yang sama dan memiliki nilai rata-rata ulangan akhir semester
gasal yang hampir sama. Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas XI IPA 1 sebagai
kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol.
3.1.3 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini ialah pembelajaran menggunakan model
Treffinger berbantuan LKS pada kelas eksperimen dan pembelajaran
konvensional pada kelas kontrol.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini ialah hasil belajar kimia yang dilihat dari
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik kelas XI IPA semester 2 pada materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan.
3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah kurikulum, materi pelajaran, dan
3.2
Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
3.2.1 Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu metode mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, agenda, dan sebagainya
(Arikunto, 2006: 231). Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk
memperoleh data mengenai nama-nama siswa anggota sampel dan data nilai
ulangan semester 1 bidang kimia yang diambil dari daftar nilai SMA N 1 Andong
Boyolali. Data nilai ini digunakan untuk analisis tahap awal.
3.2.2 Metode Tes
Metode tes merupakan metode yang digunakan untuk mengukur
kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi (Arikunto, 2006:223). Pada
penelitian ini mengetahui pencapaian hasil belajar kognitif siswa. Bentuk tes yang
digunakan adalah soal pilihan ganda untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa.
3.2.3 Metode Observasi
Observasi adalah kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek
dengan menggunakan seluruh indera (Arikunto, 2006: 199). Metode observasi
digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif dan psikomotorik pada proses
diskusi dengan Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa. Instrumen yang
digunakan adalah lembar observasi, yaitu lembar observasi yang berisi
indikator-indikator yang dijadikan acuan untuk mengamati kemampuan siswa dari ranah
3.2.4 Metode Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau
hal-hal yang diketahui (Arikunto, 2006: 194). Angket diberikan kepada siswa
yang berasal dari kelas eksperimen diakhir pembelajaran, bertujuan untuk
mengetahui pendapat siswa tentang pembelajaran dengan model pembelajaran
Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa. Hasil angket dianalisis secara
deduktif dengan membuat tabel frekuensi jawaban siswa kemudian ditarik
kesimpulan.
3.3
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dan yang dibandingkan
adalah nilai hasil belajar dari dua kelas yang diberi perlakuan berbeda.
Penelitian ini menggunakan desain posttest only control design yaitu
desain penelitian dengan hanya melihat nilai posttest antara kelompok eksperimen
dengan kelompok kontrol. Desain penelitian secara singkat dijelaskan pada Tabel
[image:41.595.166.454.564.617.2]3.2.
Tabel 3.2. Desain Penelitian
Kelas Perlakuan Keadaan Akhir
Eksperimen X T1
Kontrol Y T2
Keterangan:
X : Pembelajaran kimia menggunakan metode pembelajaran Treffinger
berbantuan LKS
Y : Pembelajaran kimia menggunakan pembelajaran konvensional
T2 : Hasil belajar kelas kontrol
3.4
Instrumen
Instrumen penelitian adalah fasilitas yang digunakan oleh peneliti untuk
memperoleh data yang diharapkan agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik, dalam arti lebih cepat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah
diolah (Arikunto, 2006: 160).
Instrumen (alat yang dibuat peneliti untuk memperoleh data) dalam
penelitian ini adalah: silabus, RPP, LKS, lembar pengamatan aspek afektif,
lembar pengamatan aspek psikomotorik, tes hasil belajar kognitif.
3.4.1 Silabus
Silabus yang digunakan dalam penelitian ini merupakan silabus KTSP.
3.4.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) digunakan sebagai panduan
bagi guru untuk melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas.
3.4.3 Lembar kerja Siswa
Lembar kerja siswa (LKS) digunakan untuk memudahkan dan melatih
kemampuan siswa dalam mengkonstruk konsep yang berkaitan dengan materi dan
menyelesaikan soal kelarutan dan hasil kali kelarutan. Lembar kerja siswa
digunakan dalam kegiatan pembelajaran pada setiap pertemuan yang diberikan
kepada siswa.
3.4.4 Lembar Pengamatan Aspek Afektif
Lembar pengamatan aspek afektif digunakan untuk mengukur dan menilai
aspek afektif ini dilakukan oleh observer. Penelitian ini ditetapkan rentang skor
lembar pengamatan aspek afektif dari skor 1 (satu) sampai 4 (empat). Penyusunan
kriteria penskoran mengacu pada skor aspek yang telah ditetapkan. Kriteria yang
menggambarkan rendahnya nilai suatu aspek diberi skor terendah, yaitu 1.
Sedangkan kriteria yang menggambarkan nilai aspek yang tinggi diberi skor
tertinggi, yaitu 4.
3.4.5 Lembar Pengamatan Aspek Psikomotorik
Lembar pengamatan aspek psikomotorik digunakan untuk mengukur dan
menilai keterampilan siswa. Penilaian aspek psikomotorik dilakukan pada proses
pembelajaran saat praktikum. Penelitian ini ditetapkan rentang skor lembar
pengamatan aspek psikomotorik dari skor 1 (satu) sampai 5 (lima). Penyusunan
kriteria penskoran mengacu pada skor aspek yang telah ditetapkan. Kriteria yang
menggambarkan rendahnya nilai suatu aspek diberi skor terendah, yaitu 1.
Sedangkan kriteria yang menggambarkan nilai aspek yang tinggi diberi skor
tertinggi, yaitu 5.
3.4.6 Tes Hasil Belajar Kognitif
Tes hasil belajar kognitif atau posttest digunakan untuk mengukur dan
menilai penguasaan siswa pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Tes hasil belajar kognitif yang disusun pada penelitian ini berupa 30 soal pilihan
ganda dengan waktu pengerjaan tes 45 menit.
Langkah-langkah penyusunan soal uji coba tes hasil belajar kognitif
adalah sebagai berikut: (1) Menentukan jumlah butir soal dan alokasi waktu yang
menit (2) Menentukan tipe atau bentuk soal. Tipe soal yang digunakan berbentuk
Tipe soal pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban; (3) Menentukan tabel
spesifikasi atau kisi-kisi soal; (4) Menyusun butir-butir soal; (5) Mengujicobakan
soal; (6) Menganalisis hasil uji coba, dalam hal validitas dan reliabilitas perangkat
tes yang digunakan.
3.4.7 Uji Alat Evaluasi
Sebelum alat evaluasi digunakan, perlu dilakukan uji coba terlebih
dahulu supaya dapat diketahui apakah alat evaluasi tersebut layak digunakan.
Hasil test uji coba selanjutnya dihitung validitas dan reliabilitas.
3.5
Analisis Instrumen Penelitian
3.5.1 Analisis Lembar Penilaian Kognitif
Analisis lembar penilaian kognitif siswa digunakan untuk mengukur
pengetahuan dan pencapaian kompetensi siswa terhadap materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan.
Lembar penilaian kognitif siswa dilakukan uji validitas, indeks kesukaran,
daya beda dan reliabilitas soal.
3.5.1.1Validitas
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan kevalidan suatu instrumen.
Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang
terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud.
Validitas soal-soal posttest dalam penelitian ini ada dua macam validitas soal
1. Validitas isi soal
Perangkat tes telah memenuhi validitas isi apabila telah disesuaikan
dengan kurikulum yang sedang berlaku. Jadi peneliti menyusun kisi-kisi soal
berdasarkan kurikulum, selanjutnya instrumen dikonsultasikan dengan guru
pengampu dan dosen pembimbing.
2. Validitas Butir Soal
Untuk menghitung validitas butir soal digunakan rumus korelasi point
biseral yaitu sebagai berikut.
Keterangan:
Rpbis = Koefisien korelasi point biserial
Mp = Skor rata-rata kelas yang menjawab benar butir yang bersangkutan
p = Proporsi peserta yang menjawab benar butir yang bersangkutan
St = Standar deviasi skor total
q = 1 – p
[image:45.595.186.434.599.685.2]Klasifikasi validitas butir soal dijelaskan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Klasifikasi Validitas Butir Soal
Inteval Kriteria
0,8< r≤1,0
0,6< r≤ 0,8
0,4< r≤ 0,6 0,2< r≤ 0,4
r< 0,00
Tinggi Sekali Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah
(Arikunto, 2007: 78-79)
Hasil perhitungan rpbis kemudian digunakan untuk mencari signifikasi
(Sudjana, 2005: 380)
Kriteria : jika thitung ≥ t (1-α ) dengan taraf signifikasi 5% dan n adalah jumlah
siswa, maka butir soal adalah valid.
Berdasarkan uji coba soal yang dilakukan terhadap 32 siswa kelas XII IPA
1 SMA N 1 Andong Boyolali diperoleh hasil analisis validitas soal yang
diujicobakan. Perhitungan validitas keseluruhan terdapat 34 soal valid. Hasil
analisis uji coba menunjukkan soal uji yang valid adalah soal nomor 1, 2, 4, 5, 6,
7, 8, 9, 11, 12, 13, 15, 16, 18, 20, 21, 23, 24, 27, 28, 30, 31, 32, 35, 37, 39, 40, 44,
45, 46, 47, 48, 49, 50.
3. Daya Beda Butir Soal
Analisis daya pembeda dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kamampuan soal dalam membedakan siswa termasuk pandai (kelas atas) dan
siswa yang termasuk kelompok kurang pandai (kelompok bawah).
Cara menentukan daya pembeda adalah sebagai berikut:
1. Seluruh peserta tes diurutkan mulai dari yang mendapat skor teratas sampai
terbawah.
2. Seluruh siswa tes dibagi 2 yaitu kelompok atas dan kelompok bawah
3. Menghitung daya pembeda soal dengan rumus:
Keterangan:
BA = Banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar
JA = Banyaknya siswa pada kelompok atas
JB = Banyaknya siswa pada kelompok bawah
Klasifikasi daya beda soal dijelaskan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Klasifikasi Daya Beda Soal
Inteval Kriteria
0,7< D≤1,0
0,4< D≤ 0,7
0,2< D≤ 0,4 0,0< D≤ 0,2
D< 0,00
Baik Sekali Baik Cukup
Jelek Sangat Jelek
(Arikunto, 2007: 213)
[image:47.595.138.489.411.519.2]Hasil perhitungan daya pembeda soal dijelaskan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal No. Kriteria Nomor soal
1 Baik Sekali 13, 30, 45 (3 soal)
2 Baik 8, 16, 24, 32, 37, 44, 47, 49 (8 soal)
3 Cukup 1, 2, 4, 5, 7, 9, 11, 12, 14, 15, 18, 20, 21, 23, 25, 27, 28, 33, 35, 39, 40, 43, 48, 50 (24 soal) 4 Jelek 3, 6, 19, 22, 31, 35, 38, 41, 46 (9 soal) 5 Sangat Jelek 10, 17, 26, 29, 36, 42 (6 soal)
4. Tingkat Kesukaran Butir Soal
Ditinjau dari tingkat kesukaran, soal yang terlalu mudah tidak merangsang
siswa untuk memecahkannya, sedangkan soal yang terlalu sukar dapat
menyebabkan siswa cepat putus asa. Jadi soal yang baik adalah soal yang
memiliki tingkat kesukaran seimbang, artinya soal tersebut tidak terlalu mudah
Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut
indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai
1,00 (Arikunto, 2006:207)
Tingkat kesukaran soal dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
P : Indeks kesukaran
B : Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS : Jumlah seluruh pengikut tes
Adapun Kriteria yang digunakan untuk menunjukkan indeks kesukaran
[image:48.595.182.446.433.538.2]soal ditunjukan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Klasifikasi Daya Beda Soal
Inteval Kriteria
P = 1,00 0,7< P< 0,1
0,3< P≤ 0,7 0,0< P≤ 0,3
P =0,00
Sangat Mudah Mudah Sedang Sukar Sangat Sukar
(Arikunto, 2007:208)
Hasil perhitungan tingkat kesukaran soal ditunjukan pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Hasil perhitungan tingkat kesukaran soal
Kriteria Nomor Soal
Sangat Mudah -
Mudah 1, 2, 3, 4, 6, 12, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 31, 34, 35, 36, 40, 46, 50 (21 soal)
Sedang 5, 9, 11, 13, 14, 17, 18, 28, 30, 32, 33, 38, 39, 42, 44, 45, 47, 48, 49 ( 19 soal)
Sukar 7, 8, 10, 15, 16, 19, 20, 37, 41, 43 (10 soal)
[image:48.595.185.509.599.716.2]5. Reliabilitas Soal
Suatu hasil tes dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi apabila
memberikan hasil yang relatif tetap bila digunakan pada kesempatan lain.
Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus KR-21 yang dinyatakan
dengan rumus:
Keterangan:
R11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
Vt =varians skor total
M =rata-rata skor total
K =jumlah butir soal
Klasifikasi reliabilitas soal ditunjukan pada tabel 3.8.
Tabel 3.8. Klasifikasi Reliabilitas Soal
Inteval Kriteria
0,8 < r11≤1.0
0,6 < r11≤ 0,8
0,4 < r11≤ 0.6
0,2 < r11≤ 0,4
r11≤ 0,2
Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah
(Arikunto, 2007: 189)
Hasil perhitungan diperoleh r11 = 0,8137. Berdasarkan tabel klasifikasi
reliabilitas, soal-soal tersebut mempunyai reliabilitas sangat tinggi.
3.5.2 Analisis Instrumen Lembar Angket
Lembar angket tanggapan diuji validitas isi yang disesuaikan dengan
setelah dilakukan validitas isi kemudian diuji reliabilitas dengan menggunakan
rumus r11.
Reliabilitas untuk instrumen ini menggunakan rumus Alpha Cronbach
yaitu:
Varians:
Keterangan :
= reliabilitas instrumen
= jumlah kuadrat skor butir
= banyak butir pertanyaan
= jumlah kuadrat skor total
= jumlah varians skor butir
= varians total
= kuadrat jumlah skor butir
= kuadrat jumlah skor total
= banyaknya subjek
Klasifikasi Reliabilitas Intrumen ditunjukan pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9. Klasifikasi Reliabilitas Intrumen
Inteval Kriteria
0,6 < r11≤ 0,8
0,4 < r11≤ 0.6
0,2 < r11≤ 0,4
r11≤ 0,2
Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah
(Arikunto, 2007:196)
3.5.3 Analisis Lembar Observasi
Instrumen-instrumen lembar obesrvasi diuji validitas isi yang disesuaikan
dengan materi pelajaran, kondisi siswa dan dikonsultasikan dan disetujui oleh ahli
yaitu dosen penguji dan guru SMA. Setelah dilakukan validitas isi kemudian diuji
reliabilitas dengan menggunakan rumus r11.
Untuk mencari reliabilitas lembar observasi, digunakan rumus Spearman
Brown :
Keterangan :
= reliabilitas instrumen
Vp = varian person
Ve = varian error
K = jumlah observer
= jumlah varians beda butir
[image:51.595.223.396.664.753.2]Klasifikasi reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10. Klasifikasi Reliabilitas Instrumen Observasi
Inteval Kriteria
0,8 < r11≤1.0
0,6 < r11≤ 0,8
0,4 < r11≤ 0.6
0,2 < r11≤ 0,4
r11≤ 0,2
( Arikunto, 2007: 196)
3.6
Metode Analisis Data
Analisis data merupakan langkah paling penting dalam penelitian, karena
dalam analisis data dapat ditarik kesimpulan berdasrakan hipotesis yang sudah
diajukan.
3.6.1 Analisis data tahap awal
Pengambilan sampel tidak dilakukan secara random, melainkan dengan
teknik purposivesampling sehingga analisis populasi yang meliputi uji normalitas
populasi dan homogenitas tidak diperlukan.
3.6.2 Analisis Data Tahap Akhir
Setelah kedua kelompok mendapat perlakuan yang berbeda kemudian
diadakan tes akhir (posttest) yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
3.6.2.1Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan
dianalisis. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-kuadrat dengan rumus:
21
2
ki i
i i
E
E
O
Keterangan :
χ2
= chi-kuadrat
Oi= frekuensi pengamatan
Ei= frekuensi yang diharapkan
K = banyaknya kelas interval
(Sudjana, 2005: 273).
Kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:
1. Ho diterima jika
hitung2
2(1)(k3) dengan taraf signifikan 5% dan derajatkebebasan (k-3), yang berarti bahwa data tidak berbeda normal atau data
berdistribusi normal, sehingga uji selanjutnya menggunakan statistik
parametrik.
2. Ho diterima jika (1 )( 3)
2 2
khitung
dengan taraf signifikan 5% dan derajatkekebasan (k-3), yang berarti bahwa data berbeda normal atau tidak
berdistribusi normal sehingga uji selanjutnya menggunakan statistik non
parametrik.
( Sudjana, 2005: 273)
3.6.2.2Uji Kesamaan Dua Varians
Uji kesamaan dua varians bertujuan untuk mengetahui apakah kelas
eksperimen dan kelas kontrol mempunyai tingkat varians yang sama (homogen)
atau tidak. Uji kesamaan dua varians bertujuan pula untuk menentukan rumus
t-test yang digunakan dalam uji hipotesis akhir.
Pasangan hipotesis yang akan diuji:
H : A :
Keterangan:
= varians kelas eksperimen
= varians kelas kontrol
Rumus yang digunakan adalah:
Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
Kriteria pengujian; jika harga Fhitung < Ftabel, maka kedua kelompok
mempunyai varians yang sama (homogen)(Sudjana, 2002 : 250).
3.6.2.3Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Dua Pihak
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil
belajar antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Pasangan hipotesis yang diajukan:
H :
A :
: rata-rata hasil belajar kimia kelas eksperimen
: rata-rata hasil belajar kimia kelas kontrol
(Sugiyono, 2006: 118)
Pengajuan hipotesis:
1) Jika varians kedua kelompok sama, maka rumus uji t yang digunakan:
dengan , dk = n1 + n2 - 2
Keterangan:
2 = rata-rata nilai posttest kelompok kontrol
n1 = jumlah siswa kelompok eksperimen
n2 = jumlah siswa kelompok kontrol
= varians data kelompok eksperimen
= varians data kelompok kontrol
= varians gabungan
(Sudjana, 2005:239)
Kriteria pengujian sebagai berikut:
H diterima apabila– t(1-1/2α)(n +n2-2) < thitung < t(1-1/2α)(n +n2-2) (taraf signifikan 5%). Hal
ini berarti tidak ada perbedaan hasil belajar kimia antara kelompok eksperimen
dengan kelompok kontrol. Untuk nilai selain itu tolak H.
2) Jika varians kedua kelompok berbeda (1222), maka rumus uji t yang
digunakan adalah:
(Sudjana, 2005: 241)
Kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:
H diterima jika
Keterangan:
= rata-rata hasil belajar kimia kelompok eksperimen
= rata-rata hasil belajar kimia kelompok kontrol
n1 = jumlah siswa kelompok eksperimen
n2 = jumlah siswa kelompok kontrol
S1 = simpangan baku kelompok eksperimen
S2 = simpangan baku kelompok kontrol
S = simpangan baku gabungan
Hal ini berarti rata-rata hasil belajar kimia kelompok eksperimen tidak lebih baik
dari rata-rata hasil belajar kimia kelompok kontrol. Untuk nilai selain itu H
ditolak.
3.6.2.4Uji Hipotesis
Uji hipotesis ini digunakan untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang
diajukan. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji perbedaan rata-rata
dua pihak dan uji perbedaan rata-rata satu pihak kiri. Data yang digunakan yaitu
nilai hasil belajar kognitif (posttest) antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
3.6.2.5Uji Perbedaan Rata-Rata Satu Pihak Kiri
Uji satu pihak digunakan untuk membuktikan hipotesis yang menyatakan
bahwa hasil belajar kimia kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas
kontrol maka dapat pula disimpulkan bahwa model pembelajaran Treffinger
memberikan pengaruh positif terhadap belajar siswa.
Hipotesis yang diajukan :
Ho : ( µ1 < µ2 ) berarti nilai rata –rata posttest kelas eksperimen kurang dari nilai
rata – rata postest kelas kontrol.
Ha : ( µ1 ≥ µ2 ) berarti nilai rata – rata posttest kelas eksperimen lebih dari atau
sama dengan nilai rata – rata posttest kelas kontrol.
(Soeprojo 2012:8)
Uji t dipengaruhi oleh hasil uji kesamaan dua varians. Berdasarkan hasil
uji kesamaan dua varians:
1. Apabila kedua kelompok mempunyai varians yang sama, maka rumus uji t
yang digunakan yaitu :
2 1 2 1
1
1
n
n
s
x
x
t
;
2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 n n s n s n s Keterangan:= nilai rata – rata kelas kontrol
= nilai rata – rata kelas eksperimen
= variansi data pada kelas kontrol
= variansi data pada kelas eksperimen
= variansi gabungan
= banyak subyek pada kelas kontrol
Derajat kebebasan (dk) untuk tabel distribusi t yaitu ) dengan
peluang (1-α), α= 5%. Kriteria yang digunakan yaitu:
a. Uji dua pihak, jika ,
maka Ha diterima.
b. Uji satu pihak, jika , maka Ha diterima.
2. Jika diperoleh simpulan bahwa kedua varians tidak sama, maka rumus
yang digunakan yaitu :
=
Kriteria yang digunakan terima hipotesis Ho jika :
dengan :
, dan ,
(Sudjana, 2002: 239-243)
3.6.2.6Uji Ketuntasan Hasil Belajar
Uji ketuntasan hasil belajar bertujuan untuk mengetahui ketuntasan hasil
belajar kimia pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data yang digunakan
dalam uji ini adalah nilai posttest kimia materi pokok Kelarutan dan Hasil Kali
Kelarutan siswa kelas XI semester 2 SMA Negeri 1 Andong Boyolali tahun ajaran
2013/2014. Hipotesis yang diuji dalam analisis:
A : µ < 75
Rumus t yang digunakan:
(Sudjana, 2005:227)
Keterangan:
µ0 = rata-rata batas ketuntasan belajar
s = standar deviasi
n = banyaknya siswa
= rata-rata nilai yang diperoleh
Kriteria pengujian adalah H diterima jika thitung ≥ t(1-α)(n-1). Untuk selain itu
tolak H.
Masing-masing kelompok eksperimen selain dihitung ketuntasan belajar
individu juga dihitung ketuntasan belajar klasikal (keberhasilan kelas). Menurut
Mulyasa (2004:99) keberhasilan kelas dapat dilihat dari sekurang-kurangnya 85%
dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan