• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Dominan Anak Putus Sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor Dominan Anak Putus Sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR DOMINAN ANAK PUTUS SEKOLAH

DI KELURAHAN SIPOLHA HORISAN KECAMATAN PEMATANG SIDAMANIK KABUPATEN SIMALUNGUN

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Diajukan Oleh: ELISABETH SIDABUTAR

110902073

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHATERAAN SOSIAL Nama : Elisabeth Sidabutar

Nim : 110902073

ABSTRAK

FAKTOR DOMINAN ANAK PUTUS SEKOLAH

DI KELURAHAN SIPOLHA HORISAN KECAMATAN PEMATANG SIDAMANIK KABUPATEN SIMALUNGUN

Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 94 Halaman, 6 Tabel, 1 Bagan dan 6 Lampiran

Pendidikan merupakan bagian dari hak dasar anak yang wajib dipenuhi. Putus sekolah merupakan suatu permasalahan sosial dimana tidak terpenuhinya hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Anak putus sekolah saat ini banyak terjadi di beberapa kalangan baik yang ada di kota maupun di desa. Seperti yang terjadi di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun. Terjadinya anak putus sekolah yang disebabkan oleh berbagai macam faktor yang mendorong mereka untuk memutuskan untuk putus sekolah.

Penelitian dilakukan di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana informan utama dalam penelitian ini adalah anak umur 10 samapi 18 tahun yang telah putus sekolah yaitu sebayak 5 orang dan informan tambahan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak yang putus sekolah yaitu 1 orang. Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan, studi lapangan yaitu wawancara mendalam, dokumentasi. Data yang didapat di lapangan kemudian dianalisis oleh peneliti yang dijelaskan secara kualitatif, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor dominan anak putus sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun disebabkan oleh kurangnya minat anak sekolah/keinginan sendiri dan bukan hanya itu saja ada faktor lain yang menyebabkan anak putus sekolah seperti faktor ekonomi keluarga, perhatian orang tua, jumlah saudara, faktor lingkungan masyarakat seperti pengaruh teman sebaya dan faktor anak bekerja.

(3)

UNIVERSTY OF NORTH SUMATERA

SCIENCE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Elisabeth Sidabutar Nim : 110902073

ABSTRACT

THE DOMINANT FACTOR SCHOOL DROPOUTS IN THE VILLAGE SIPOLHA HORISAN SUBDISTRICT PEMATANG SIDAMANIK

SIMALUNGUN REGENCY

(This thesis consists of 6 Chapters, 94 Pages, 6 Tables, 1 Chart and 6 Appendix)

Education is part of the basic rights of children that must be met. Dropping out of school is a social problem where non-fulfillment of the rights of the child to get a decent education. Children out of school is a lot happening in some circles both in cities and villages. As in the village Sipolha Horisan subdistrict Pematang Sidamanik Simalungun Regency. The children out of school is influenced by varios factors that encourage them to decide to drop out of school.

The study was conducted in the village Sipolha Horisan subdistrict Pematang Sidamanik Simalungun Regency. This study is deskriptive, where key informants in this study were children aged 10 to 18 years who have dropped out of school is 5 person and additional informants in thos study is the parents who have children who drop out of school is 1 person. Data collectoin to the study of literature, field studies are in-depth interviews, ducumentation. The data obtained in the field and then analyzed by researchers who described qualitatively, so that in the end it can be concluded from these findings.

The result showed that the dominant factor in the children out of school in the village Sipolha Horisan subdistrict Pematang Sidamanik Simalungun Regency caused by a lack of interest in school children/desire itself and not only that there are other factors that cause children to drop out of school as family economic factors, attention parents, number of siblings, environmental factors such as peer influence society, and child factors work.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih

atas berkat dan anugerah, kasih setia, kekuatan, semangat dan kesempatan yang

selalu diberikanNya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skipsi ini dendan

baik. Skipsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu sayarat

guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjududl ”Faktor Dominan Anak Putus

Sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik

Kabupaten Simalungun”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

setulusnya kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

3. Bapak Husni Thamrin S.Sos, M.SP selaku Dosen Pembimbing yang telah

bersedia menyediakan waktu dan tenaga yang secara iklas untuk

membimbing dan memberi dukungan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan ilmu

(5)

5. Seluruh Staf pendidikan dan Administrasi FISIP USU, yang membantu

segala hal yang dibutuhkan penulis dalam hal administrasi yaitu kak

Zuraida dan kak Deby.

6. Seluruh Staf dan Pegawai di Kelurahan Sipolha Horisan, dan kepada

Bapak Bistok Damanik selaku lurah di Kelurahan Sipolha Horisan yang

telah membantu penulis dalam mendapatkan data-data yang dibutuhkan

dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh masyarakat dan adik-adik yang mengalami putus sekolah di

Kelurahn Sipolha Horisan yang telah bersedia membantu dan bekerjasama

dengan menjadi informan dalam penelitian penulis.

8. Terima kasih yang luar biasa dan paling instimewa buat orang tua penulis.

Skripsi ini penulis persembahkan buat mama tersayang St. R. Damanik

dan buat Bapak yang terkasih P.Sidabutar, yang sudah mendidik dan

membesarkan penulis sampai saat ini dan yang telah memberikan doa,

dukungan dan materi sehingga skripsi ini dapat selesai.

9. Terimakasih kepada abang saya Firman J Sidabutar Attd serta kakak ipar

saya Yunika Dasriahni Sinaga S.Kep, ponakan saya Finika Adeari

Sidabutar dan abang saya Osdiman Oberasi Sidabutar, Ridwan E

Sidabutar yang penulis sayangi yang memberikan dukungan doa,

memotivasi, menyemangati penulis dan terimaksih buat kakak sepupu dan

sekaligus kakak senior saya kak Garce Leliharni Damanik S.Sos yang

telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

10.Buat sahabat saya El-Roy (Katrina Sinaga, Sawitri Manurung, dan Henny

Sidabutar), terimakasih ya minse buat semua yang kalian berikan

kepadaku, masa-masa indah yang kita lalui berempat, persahabatan yang

(6)

kak Siska Hutabarat S.Sos atas bantuan, dukungan doa dan semangat

dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Untuk semua pejuang-pejuang Kesos 2011, yang sedang menempuh

perjuangan akhir, dan yang bergelut dengan dinamika perkuliahan di

kampus FISIP, Tika Simanjuntak, Nesya Munthe, Ria Sapta Ley, Noni

Gulo, Agusman Harefa, Arina Ambarita, Asa, Dewi, Herawati, Risca,

Elvana, Febi, dan teman-teman Kesos 2011 yang tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu semoga tetap semangat yah kawan-kawan.

12.Buat sahabat saya SMA Methodist Pematang Siantar (Hariati Aritonang,

Sutrisno Saragih, Martin Rambe) yang kocak-kocak dan buat Team

Seperjuangan Herry Gozali, Antony Tanandy, Ikhwan Maxwel)

terimakasih atas dukungan dan kebersamaan yang tulus yang diberikan

kepadaku selama ini dan adik-adik junior 2012,2013,2014 yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Akhir Kata penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan

sehingga mengurangi nilai kesempurnaannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan

pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman penulis. Maka dengan segala

kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat

membangun dunga perbaikan di masa akan datang. Akhir kata penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu

penulis selama menyelesaikan skripsi ini semoga bermanfaat bagi semua pihak

Medan, 2015

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Perumusahan Masalah ... 9

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 10

1.4 Sistematikan Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Penelitian-penelitian Anak Putus Sekolah Sebelumnya. ... 12

2.2Konsep Anak ... 18

2.2.1 Pengertian Anak ... 18

2.2.2 Hak-Hak Anak ... 19

2.2.3 Perlindungan Anak ... 21

(8)

2.3.1 Pengertian Anak Putus Sekolah ... 24

2.3.2 Program Wajib Belajar 9 Tahun ... 25

2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Anak Putus Sekolah 29 2.3.4 Resiko Anak Putus Sekolah ... 39

2.4Pendekatan Penyelesaian Anak Putus Sekolah ... 41

2.5Kesejahteraan Anak ... 44

2.6Kerangka Pemikiran ... 46

2.7Defenisi Konsep dan Ruang Lingkup penelitian ... 50

2.7.1 Definisi Konsep ... 50

2.7.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 51

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Tipe Penelitian ... 53

3.2Lokasi Penelitian ... 53

3.3Unit Analisis dan Informan ... 53

3.3.1 Unit Analisis ... 53

3.3.2 Informan ... 53

3.3.2.1Informan Utama ... 54

3.3.2.2Informan Tambahan ... 54

3.4Teknik Pengumpulan Data ... 55

3.5Teknik Analisis Data ... 56

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1Lokasi dan Luas Kelurahan ... 57

4.2Tata Ruang Kelurahan ... 58

4.3Cara Mencapai Desa ... 59

(9)

4.4.1 Penduduk ... 61

4.4.2 Menurut Agama ... 62

4.4.3 Menurut Mata Pencaharian ... 63

4.4.4 Menurut Pendidikan ... 64

4.5Fasilitas Umum ... 65

4.5.1 Fasilitas Pendidikan ... 65

4.5.2 Fasilitas Kesehatan ... 66

4.5.3 Fasilitas Beribadah ... 66

4.5.4 Kelurahan Sipolha Horisan ... 67

BAB V ANALISIS DATA 5.1Hasil Temuan ... 68

5.1.1 Informan I ... 69

5.1.2 Informan II ... 71

5.1.3 Informan III ... 74

5.1.4 Informan IV ... 76

5.1.5 Informan X ... 79

5.1.6 Informan XI ... 81

5.2Analisis Data ... 84

5.3Keterbatasan Penelitian ... 91

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1Kesimpulan ... 93

6.2Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No Tabel Hal

1. Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Menurt Jenis Kelamin 61

2. Tabel 4.2 Persentase Penduduk Berdasarkan Agama 62

3. Tabel 4.3 Persentase Penduduk Menurut Mata Pencaharian 63

4. Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatka64

5. Tabel 4.5FasilitasPendidikan Kelurahan Sipolha Horisan 65

(11)

DAFTTAR BAGAN

No Bagan Hal

(12)

LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara

2. Foto

3. Berita Acara seminar Proposal Penelitian

4. Surat Keputusan Komisi Pembimbing Penulisan Proposal/Penelitian Skripsi

5. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHATERAAN SOSIAL Nama : Elisabeth Sidabutar

Nim : 110902073

ABSTRAK

FAKTOR DOMINAN ANAK PUTUS SEKOLAH

DI KELURAHAN SIPOLHA HORISAN KECAMATAN PEMATANG SIDAMANIK KABUPATEN SIMALUNGUN

Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 94 Halaman, 6 Tabel, 1 Bagan dan 6 Lampiran

Pendidikan merupakan bagian dari hak dasar anak yang wajib dipenuhi. Putus sekolah merupakan suatu permasalahan sosial dimana tidak terpenuhinya hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Anak putus sekolah saat ini banyak terjadi di beberapa kalangan baik yang ada di kota maupun di desa. Seperti yang terjadi di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun. Terjadinya anak putus sekolah yang disebabkan oleh berbagai macam faktor yang mendorong mereka untuk memutuskan untuk putus sekolah.

Penelitian dilakukan di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana informan utama dalam penelitian ini adalah anak umur 10 samapi 18 tahun yang telah putus sekolah yaitu sebayak 5 orang dan informan tambahan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak yang putus sekolah yaitu 1 orang. Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan, studi lapangan yaitu wawancara mendalam, dokumentasi. Data yang didapat di lapangan kemudian dianalisis oleh peneliti yang dijelaskan secara kualitatif, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor dominan anak putus sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun disebabkan oleh kurangnya minat anak sekolah/keinginan sendiri dan bukan hanya itu saja ada faktor lain yang menyebabkan anak putus sekolah seperti faktor ekonomi keluarga, perhatian orang tua, jumlah saudara, faktor lingkungan masyarakat seperti pengaruh teman sebaya dan faktor anak bekerja.

(14)

UNIVERSTY OF NORTH SUMATERA

SCIENCE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Elisabeth Sidabutar Nim : 110902073

ABSTRACT

THE DOMINANT FACTOR SCHOOL DROPOUTS IN THE VILLAGE SIPOLHA HORISAN SUBDISTRICT PEMATANG SIDAMANIK

SIMALUNGUN REGENCY

(This thesis consists of 6 Chapters, 94 Pages, 6 Tables, 1 Chart and 6 Appendix)

Education is part of the basic rights of children that must be met. Dropping out of school is a social problem where non-fulfillment of the rights of the child to get a decent education. Children out of school is a lot happening in some circles both in cities and villages. As in the village Sipolha Horisan subdistrict Pematang Sidamanik Simalungun Regency. The children out of school is influenced by varios factors that encourage them to decide to drop out of school.

The study was conducted in the village Sipolha Horisan subdistrict Pematang Sidamanik Simalungun Regency. This study is deskriptive, where key informants in this study were children aged 10 to 18 years who have dropped out of school is 5 person and additional informants in thos study is the parents who have children who drop out of school is 1 person. Data collectoin to the study of literature, field studies are in-depth interviews, ducumentation. The data obtained in the field and then analyzed by researchers who described qualitatively, so that in the end it can be concluded from these findings.

The result showed that the dominant factor in the children out of school in the village Sipolha Horisan subdistrict Pematang Sidamanik Simalungun Regency caused by a lack of interest in school children/desire itself and not only that there are other factors that cause children to drop out of school as family economic factors, attention parents, number of siblings, environmental factors such as peer influence society, and child factors work.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Negara berkembang seperti Indonesia secara berkelanjutan melakukan

pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai pemenuhan hak-hak

manusia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2

tertulis bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, wajib mengikuti

pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pendidikan merupakan

bagian dari hak dasar anak yang wajib dipenuhi. Hak anak merupakan bagian dari

hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua,

keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang

perlindungan anak, pasal 9 ayat 1 menyatakan setiap anak berhak memperoleh

pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

kecerdasannya sesuai minat dan bakatnya. Pendidikan adalah unsur terpenting di

dalam sebuah negara karena, dari pendidikan lahir para sumber daya manusia

yang handal oleh karena itu, jika pendidikan di dalam suatu negara tidak dikelola

dengan baik bahkan diabaikan maka, sudah dapat dipastikan anak bangsa yang

lahir sebagai penerus untuk membangun negara akan menjadi seorang yang tak

berdaya terjerumus oleh zaman, dan akan berdampak pada kelangsungan hidup

suatu negara.

Saat ini pemerintah mempunyai program Wajib Belajar 9 tahun Program

(16)

Melalui program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun diharapkan dapat

mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang perlu dimiliki

semua warga negara sebagai bekal untuk dapat hidup dengan layak di masyarakat

dan dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi baik ke

lembaga pendidikan sekolah ataupun luar sekolah.

Kelangsungan hidup bangsa Indonesia kedepannya berada ditangan

anak-anak dimasa sekarang. Dengan begitu seorang anak-anak yang menginginkan

kesenangan dimasa yang akan datang maka anak pada masa sekaranglah anak

merasakan hak-hak tersebut. Misalnya tempat bermain, pendidikan, jaminan

kesehatan, dan lain sebagainya. Sebagai perwujudan rasa tanggung jawab

terhadap kelangsungan hidup bangsa. Anak merupakan bagian dari generasi

muda, penerus cita-cita, dan perjuangan bangsa. Disamping itu, anak merupakan

sumber daya manusia yang perlu mendapatkan perhatian dan perlindungan dari

berbagai ancaman dan gangguan supaya hak-haknya tidak terabaikan.

Bagi bangsa Indonesia, masyarakat, keluarga miskin, dan terlebih lagi

anak-anak krisis ekonomi menjadi awal mula timbulnya berbagai masalah yang

mustahil untuk di pecahkan dalam waktu yang singkat. Situasi ekonomi tidak

hanya melahirkan kondisi kemiskinan yang semakin parah, tetapi juga

menyebabkan situasi menjadi sulit. Ironisnya, saat ini kesejahteraan bagi

masyarakat sangat sulit didapat terutama bagi masyarakat kelas menengah ke

bawah dan tidak semua kebutuhan anak terpenuhi. Salah satunya adalah masih

banyak anak Indonesia yang tidak dapat menikmati atau melanjutkan

pendidikannya. Di dalam pendidikan terdapat banyak anak putus sekolah. Faktor

penyebab anak putus sekolah dikarenakan keadaan lingkungan yang kurang

(17)

permasalahan pendidikan yang tidak pernah berakhir dan masalah ini telah

berakar serta sulit untuk dipecahkan.

Sebagai sebuah permasalahan sosial, disadari bahwa dalam menyikapi

persoalan anak putus sekolah pemerintah bukan hanya dituntut untuk

meningkatkan perlindungan sosial dan santunan sosial seperti beasiswa bagi siswa

miskin. Lebih dari itu, yang dibutuhkan anak-anak putus sekolah sesungguhnya

sebuah komitmen yang benar-benar serius tidak hanya menjadi slogan politik,

sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang tercantum dalam hak-hak anak.

Kecenderungan terjadinya masalah anak-anak putus sekolah tentu sangat

memprihatinkan. Studi yang dilakukan di LPPM Universitas Airlangga di

Provinsi Jawa Timur menemukan bahwa dikalangan masyarakat miskin,

kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak relatif

tidak berkembang. Di kalangan anak-anak usia 7-13 tahun, secara teoritis

pengaruh peer-group memiliki efek yang kuat sehingga dapat dipahami masyarakat bersama-sama memutuskan untuk tidak meneruskan sekolah,

mengemban pendidikan hanya sampai di jenjang SD atau bahkan berhenti di

tengah jalan (Suyanto, 2010:339).

Berdasarkan laporan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, setiap

minggu ada anak yang putus sekolah. Sementara itu, menurut Pengamat

Pendidikan, mengatakan bahwa tahun 2010 tercatat terdapat 1,3 juta anak usia 7 –

15 tahun di Indonesia terancam putus sekolah. Tingginya angka putus sekolah ini,

disebabkan mahalnya biaya pendidikan. Tentu saja kondisi ini sangat

memprihatinkan, mengingat bahwa seluruh anak di Indonesia harus memperoleh

pendidikan dasar minimal 12 tahun (jenjang SD s/d SMA). Data dari Mendikbud

(18)

yang melanjutkan sekolah hingga lulus hanya 80 %, sedangkan 20 persen lainnya

harus putus sekolah. Dari 80 % siswa SD yang lulus sekolah, hanya 61 % yang

melanjutkan sekolah ke jenjang SMP sekolah yang setingkat lainnya. Kemudian

setelah itu hanya 48 % yang akhirnya lulus sekolah. Sementara itu, 48 % yang

lulus dari jenjang SMP hanya 21 persennya saja yang melanjutkan ke jenjang

SMA. Sedangkan yang bisa lulus jenjang SMA hanya sekitar 10 % (Medan

Bisnis, 2013)

Menurut hasil Susenas (dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak & Badan Pusat Statistik 2011 : 51) menunjukkan bahwa anak putus sekolah

cenderung meningkat seiring bertambahnya kelompok umur. Pada kelompok

umur 7-12 tahun terdapat 0,67 % anak yang putus sekolah. Selanjutnya, pada

kelompok umur 13-15 tahun sebesar 2,21 % dan pada kelompok umur 16-17

tahun meningkat menjadi 2,32 % anak putus sekolah. Dari semua kelompok umur

yang berbeda, anak yang bertempat tinggal di daerah pedesaan lebih banyak yang

mengalami putus sekolah dibandingkan anak yang berada di daerah perkotaan.

Bila dilihat menurut jenis kelamin, anak laki-laki cenderung lebih banyak yang

mengalami putus sekolah dibandingkan anak perempuan. Pola yang sama terjadi

baik pada kelompok umur 7-12 tahun, 13-15 tahun maupun 16-17 tahun. Menurut

jenis kelamin, anak laki-laki memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk

putus sekolah dibandingkan anak perempuan. Pada jenjang SD/sederajat, angka

putus sekolah anak laki-laki 2,18 % lebih tinggi daripada anak perempuan 1,22 %.

Begitu pula pada jenjang SMP/sederajat, angka putus sekolah anak laki-laki 1,12

% lebih tinggi daripada anak perempuan 0,72 %. Pada jenjang SMA/sederajat

juga berlaku hal yang sama yaitu angka putus sekolah anak laki-laki 0,30 % lebih

(19)

Kenyataan menunjukkan bahwa pendidikan belum dapat dinikmati oleh

seluruh anak Indonesia sehingga masih terdapat anak-anak yang tidak pernah

sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini

terjadi karena beberapa faktor. Dari beberapa faktor yang dikemukakan bahwa

permasalahan ekonomi sangat dominan menjadi penyebab anak tidak sekolah ,

mayoritas anak berumur 7-17 tahun belum pernah sekolah atau tidak sekolah lagi

dengan alasan tidak ada biaya yaitu sebesar 49,51 %. Faktor ekonomi juga bisa

menyebabkan seorang anak harus bekerja dan mencari nafkah sehingga

mendorong anak untuk tidak sekolah. Ada sebesar 9,20 % anak yang tidak

sekolah dengan alasan bekerja atau mencari nafkah. Selain itu terdapat anak yang

tidak bersekolah karena alasan sekolah jauh 3,87 %, merasa pendidikan cukup

3,76%, cacat 3,71%, menikah/mengurus rumah tangga 3,05% , malu karena

ekonomi 1,25 %, menunggu pengumuman 0,61 %, tidak diterima 0,42 % , dan

sisanya adalah alasan lainnya 24,62 % (Kementerian Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak 2012 : 49).

Menurut Biro Pusat Statistik menyebutkan angka putus anak sekolah di

Indonesia masih tinggi. Pada tahun 2013 terdapat angka putus sekolah sebesar

616.416 anak. Untuk usia 7-12 tahun sebanyak 182.773 anak, usia 13-15 tahun

sebanyak 209.976 anak, dan usia 16-18 tahun sebanyak 223.676 anak. Tidak

punya biaya ternyata merupakan alasan terbanyak untuk tidak bersekolah lagi

walaupun selama ini pemerintah telah berusaha untuk meringankan uang sekolah

bahkan menghapus uang sekolah untuk Sekolah Dasar dan berusaha menekan

uang sekolah untuk sekolah lanjutan. Hal ini dimungkinkan masih bisa terjadi

karena, diluar kebutuhan sekolah kebutuhan yang lain juga cukup tinggi disisi lain

belum diimbangi pendapatan sebagian besar masyarakat yang memadai. Belum

(20)

Di Jakarta misalnya, sepasang anak kembar berusia 13 tahun; Dina Lestari dan Diki Wahyudi, putus sekolah SMP sejak dua tahun terakhir Warga RT

08 RW 04 Kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

Ibu Rosidah (41) ibu dari pasangan kembar tersebut hanya menjadi buruh cuci

hanya mendapatkan upah sebesar Rp.25.000 di lingkungan tempat tinggalnya , ibu

Rosidah mengaku tidak sanggup membiayai kedua anaknya, sehinga anak paling

tua putus sekolah dan membantu neneknya untuk berjualan, dan adiknya sudah

dua tahun putus sekolah. Rosidah berharap kedua anaknya bisa melanjutkan

sekolah setidaknya tamat SMP. Ramli, seorang tokoh masyarakat di Jalan Pulo

Mawar mengakui, banyak warga di sekitar tempat tinggal Rosidah di Jalan Pulo

Mawar I, berpenghasilan rendah dan tergolong kedalam keluarga miskin

(Kompas, 2014)

Selanjutnya, berdasarkan sumber dari Koran Tribun Medan menyebutkan

daerah Provinsi Sumatera Utara sepanjang tahun 2011 jumlah anak usia sekolah

yang tidak sekolah termasuk tinggi, yaitu mencapai sekitar 17.286 anak.

Sementara yang tidak melanjutkan sekolah/putus sekolah mencapai lebih dari

78.000. Dari jumlah 78.000 siswa putus sekolah, 4.321 siswa berasal dari bangku

sekolah dasar. 3.555 dari tingkat SMP, dan 7.025 siswa dari tingkat SMA.

Persentase jumlah anak putus sekolah yang berkisar 8,08% dari 448.893

penduduk Medan yang berada pada usia sekolah 7-18 tahun atau sekitar 36.288

jiwa. Dari persentase tersebut diketahui jumlah siswa yang putus sekolah

tertinggi/besar di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut data statistik

kota Medan bahwa presentase jumlah anak putus sekolah pada tahun ini yang

putus sekolah memasuki SMA berkisar 23,9% dari 109.898 remaja kelompok usia

16-18 tahun. Jumlah ini terlalu jauh dari siswa putus sekolah saat memasuki SMP

(21)

1,42% anak putus sekolah pada tingkat SD (kelompok umur 7-12 tahun) 223.356

anak (Tribun News, 2012)

Kecamatan Pematang Sidamanik memiliki 10 nagori/kelurahan yaitu:

Sipolha Horisan, Pem. Tambun Raya, Sihaporas, Jorlang Huluan, Bandar Manik,

Sait Buntu Saribu, Pematang Sidamanik, Sarimattin, Simantin, dan Gorak.

Kelurahan Sipolha Horisan merupakan salah satu daerah di Kecamatan Pematang

Sidamanik Kabupaten Simalungun yang memiliki jumlah penduduk 1.014 jiwa

dan termasuk wilayah yang memiliki populasi anak putus sekolah yang cukup

banyak . Mayoritas masyarakat di kelurahan tersebut hanya mencapai jenjang

pendidikan tingkat SD sampai SMA walaupun demikian masyarakat nagori

Sipolha Horisan menginginkan anak-anak mendapatkan pendidikan yang tinggi

dan menyadari penddidikan itu penting. Jika dibandingkan dengan

nagori/kelurahan lain seperti Jorlang Huluan memiliki populasi angka anak putus

sekolah yang cukup sedikit, dimana masyarakat di daerah tersebut mencapai

jenjang pendidikan DIII dan S1. Hal ini memungkinkan masayarakat di daerah

Jorlang Huluan menyadari pendidikan itu penting untuk masa depan.

Dilihat dari kasus anak yang putus sekolah di kelurahan ini tergolong

pada tingkat yang tinggi. Terdapat anak putus sekolah pendidikan SD sebanyak

288 jiwa, hanya lulusan SD sebanyak 133 jiwa, lulusan SMP sebanyak 265 jiwa

dan lulusan SMA 588 jiwa (Profil Kecamatan Pematang Sidamanik Oktober,

2012). Banyaknya angka putus sekolah ini disebabkan oleh kondisi Geografis

daerah tersebut dimana terdapat dipinggiran Danau Toba dan berada di sekitar

perbukitan, sarana dan prasarana transportasi yang kurang memadai, jarak

pemukiman penduduk dengan gedung Sekolah adalah sekitar 4 kilometer dilalui

(22)

itu disebabkan oleh Ekonomi Rumah Tangga yang rendah sehingga tidak mampu

untuk melanjutkan pendidikan anak ke jenjang yang lebih tinggi serta adanya

pengaruh dari teman dan lingkungan dimana anak berada. Walaupun masyarakat

Kelurahan Sipolha Horisan mengangap pendidikan penting, namun pada

kenyataannya masih banyak terdapat anak putus sekolah yang tinggi.

Permasalahan yang dilihat peneliti adalah apa yang menjadi faktor anak

putus sekolah. Beberapa teori menjelaskan bahwa faktor utama anak putus

sekolah adalah faktor ekonomi keluarga yang rendah, dan berdasarkan observasi

pra penelitian yang dilakukan oleh penulis, melihat rumah keluarga anak-anak

yang putus sekolah tergolong semi permanen dengan konstruksi pondasi, dinding

setengah batu setengah papan, atap genteng dan lantai semen. Sekilas dapat

disimpulkan dengan keadaan rumah tersebut tidak tergolong dalam kategori

keluarga miskin. Berkaca dari hal tersebut peneliti ingin menggambarkan lebih

detail faktor dominan anak putus sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut maka

untuk dapat menegtahui apa yang menyebabkan anak putus sekolah perlu

dilakukan kajian lebih lanjut. Berdasarkan pemaparan-pemaparan tersebut, maka

peneliti merasa tertarik untuk mengkaji lebih lanjut masalah ini dalam bentuk

skripsi dengan judul “Faktor Dominan Anak Putus Sekolah Di Kelurahan Sipolha

Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis

(23)

1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan anak putus sekolah di

Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten

Simalungun?

2. Apa yang menjadi faktor dominan anak putus sekolah di Kelurahan

Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk menemukan faktor-faktor yang menyebabkan anak putus

sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang

Sidamanik Kabupaten Simalungun.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor dominan anak putus

sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang

Sidamanik Kabupaten Simalungun.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam rangka:

1. Secara teoritis

Dapat menambah wawasan, pengalaman dan pemahaman yang berkenaan

dengan anak putus sekolah serta, mengetahui faktor dominan yang

mempengaruhi anak putus sekolah sehingga, dapat menghasilkan berbagai

pendekatan dalam mengatasi masalah anak putus sekolah khususnya di

(24)

2. Secara Praktis

Dapat menjadi bahan masukan dalam pengembangan konsep-konsep ,

teori-teori tentang anak putus sekolah bagi penulis sendiri, dan

masyarakat.

3. Secara akademis

Dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah referensi dan

kajian serta studi komparasi bagi peneliti atau mahasiswa yang tertarik

terhadap penelitian yang berkaitan dengan penanganan anak putus sekolah.

1.4 Sistematika Penelitian

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika

sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan, dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah

dan objek yang ditelitu, kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan

defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang penelitian, lokasi penelitian, unit analsis

(25)

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dan

data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil

penelitian serta analisis pembahasannya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Penelitian-penelitian Anak Putus Sekolah sebelumnya dan metodologi penelitian yang digunakan.

Beberapa penelitian tentang permasalahan fakor anak putus sekolah diberbagai

daerah di Indonesia serta metodologi penelitian yang digunakan adalah sebagai

berikut:

1. Penelitian pemetaan anak tidak sekolah dan putus sekolah di daerah tertinggal

Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan yang dilakukan oleh Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan, UNICEF Indonesia, Lembaga Penelitian

SMERU . Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan strategis, yaitu (1)

pengumpulan data; (2) analisis data; dan (3) penyajian hasil analisis data

(pelaporan). Analisis data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan cara

deskriptif kuantitatif dan kualitatif,yang disajikan dalam bentuk tabel dan

grafik pada data primer maupun sekunder. Fenomena anak tidak sekolah di

daerah tertinggal Kabupaten Banjar dengan jumlah 598 jiwa (9,89%) di enam

wilayah kecamatan merupakan permasalahan yang harus segera ditemukenali

berbagai faktor penyebabnya.

Kondisi geografis wilayah kecamatan daerah tertinggal Kabupaten

Banjar secara umum merupakan daerah terisolasi yang bersentuhan secara

langsung dengan Pegunungan Meratus dengan keterbatasan akses dan

informasi. Terdapat tujuh faktor penyebab anak tidak sekolah, meliputi: (1)

tingkat pendapatan orang tua, (2) jumlah beban tanggungan keluarga, (3)

perhatian orang tua, (4) anak bekerja, (5) anak tidak minat sekolah, (6)

(27)

Faktor anak putus sekolah didominasi oleh empat faktor, yakni anak

bekerja (29,48%), anak malas (17,93%), dan anak berhenti sendiri (13,94%).

terdapat di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Simpang Empat (30,68%),

Sungai Pinang (25,50%), dan Aluh‐Aluh (20,32%). Dibanding dengan

wilayah kecamatan lainnya, ketiga wilayah kecamatan tersebut merupakan

wilayah yang secara geografis terisolir dan bersentuhan langsung dengan

sistem Pegunungan Meratus. Tiga kecamatan tersebut memiliki akses terbatas

meskipun mempunyai potensi sumberdaya alam seperti batubara yang hingga

saat ini terus dieksploitasi (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

UNICEF Indonesia, Lembaga Penelitian SMERU, 2012).

2. Faiz yazid dalam penelitiannya tentang permasalahan putus sekolah yang ada

di Blok Kayen IndraMayu ditemukan, mulai dari jenjang SMP dan apalagi

tingkat menengah atas. Jumlah putus sekolah siswa di Blok Kayen jika dilihat

dari tahun 2008 jumlah putus sekolah bagi siswa SMP Blok Kayen sebanyak

25 orang, tahun 2009 menurun 18 orang dan tahun 2010 meningkat kembali

23 orang. Terkait kesadaran terhadap pendidikan, tanggapan dan respon

masyarakat blok kayen terhadap pendidikan pada umunya mempunyai

pandangan bahwa, pendidikan bukan menjadi hal yang dibutuhkan atau

penting. Dari temuan di daerah tersebut, banyak orang tua yang lebih

mendukung anaknya untuk membantu orang tuanya dalam mencari nafkah

secara langsung, atau hanya untuk me-momong adeknya yang masih kecil

dibandingkan memerintah anaknya untuk mengenyam pendidikan di sekolah.

Padahal usia anak tersebut termasuk usia sekolah.

Pada penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

etnografi. Etnografi sebagai metode, mempunyai karkteristik sebagai seperti:1.

(28)

eksperimental yang diciptakan peneliti; 2. Data dikumpulkan dari suatu

rentangan sumber, tetapi observasi dan percakapan yang relative informal

biasanya lebih diutamakan; 3. Pendekatan untuk pengumpulan data tidak

terstruktur dalam arti tidak melibatkan penggunaan suatu set rencana

terperinci yang disusun sebelumnya, juga tidak meggunakan kategori yang

telah ditetapkan sebelumnya untuk penginterpretasian apa yang dikatakan atau

dilakukan orang (Yaiz, 2014).

3. Penelitian yang dilakukan oleh Heppy Rosita Damanik di Desa Talang Sawah Kec. Bermani Ilir Kabupaten Kepahiang untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab anak putus sekolah . Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan penelitian deskriptif

analisis. Pendekatan penelitian ini menggunakan beberapa tehnik yaitu

wawancara mendalam (in-depth-interview), observasi, dan catatan lapangan.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat beberapa faktor

yang menyebabkan anak putus sekolah pada masyarakat miskin di antaranya

adalah ; 1) Ekonomi keluarga yaitu dengan ekonomi keluarga kurang (miskin)

menyebabkan anak putus sekolah dan selain itu karena ekonomi kurang orang

tua juga terpaksa menikahkan anak perempuannya demi mengurangi beban

keluarga, di samping kultur masyarakat setempat yang beranggapan bahwa

pendidikan bagi perempuan tidak terlalu penting. Di samping itu hasil

penelitian ini menunjukkan ada faktor lain seperti ; a) lingkungan pergaulan,

b) perhatian orang tua, c) hubungan orang tua dan anak, serta d) jarak sekolah

dengan tempat tinggal yang relatif jauh (Rosita, 2013).

4. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Rizal Bagoe di Desa Suka Damai

Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango tentang faktor penyebab

(29)

mencegah terjadinya anak putus sekolah. Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif naturalistik dengan pendekatan fenomologis, dalam penelitian ini

didasarkan pada pandangan peneliti untuk berusaha memahami arti peristiwa

yang ada kaitannya dengan orang biasa dalam arti tertentu.

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan

bahwa faktor penyebab anak putus sekolah di Desa Suka Damai Kecamatan

Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango adalah faktor ekonomi dan tingkat

pendidikan orang tua, faktor lingkungan baik itu lingkungan keluarga,

lingkungan sekolah serta lingkungan masyarakat. Dengan faktor ekonomi dan

tingkat pendidikan orang tua yang sangat berpengaruh terhadap anak putus

sekolah. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah desa Suka Damai

Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango dalam mencegah

terjadinya anak putus sekolah. Mulai dari mengaktifkan kembali organisasi

kepemudaan, memberikan danan BOS (bantuan operasional sekolah) dan PKH

(program keluarga harapan), melaksanakan pembinaan melalui pendirian

kembali TPQ serta melaksanakan program paket A, B dan C (Academia,

2014).

5. Sama halnya dengan di Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik penelitian yang

dilakukan oleh Mauludea Mega Arizona tentang faktor anak putus sekolah

juga disebabkan oleh diketahui bahwa anak usia16-18 tahun atau anak usia

SMA/SMK masih banyak yang belum mengenyam pendidikan. diketahui

bahwa jumlah anak yang putus sekolah pada tingkat SMA/SMK di Kabupaten

Gresik adalah sebanyak 129 anak atau sebesar 10,50% dari jumlah siswa

SMA/SMK. Di KabupatenGresik masih ditemui anak yang putus sekolah

(30)

Penyebab dari putus sekolah adalah kondisisosial orang tua,

kondisiekonomi orang tua, dan psikologis anak.Sehingga perludiadakan

penelitian mengenai hal tersebut dengan tujuanuntuk : 1) mengetahui faktor

yang menyebabkan anak putus sekolah dari sisi kondisisosial orang tua,

kondisiekonomi orang tua, dan kondisi psikologisanak, 2)mengetahui

upaya yang telah dilakukan untuk mengatasikejadian putus sekolah pada

tingkat SMA/SMK diKecamatan Gresik, 3) mengetahui persebaran anak

putussekolah berdasarkan faktor penyebab kejadian putussekolah pada tingkat

SMA/SMK di Kecamatan Gresik. Metode Penelitian yang digunakan yaitu

penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian studi

kasusmerupakan studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan

terperinci, memiliki pengambilan datayang mendalam, dan menyertakan

berbagai sumber informasi (Mauludea, 2013).

6. Sejumlah studi lain juga menyimpulkan bahwa kemiskinan merupakan faktor

pendorong yang paling mendasar yang dilakukan oleh Suyanto dkk tahun

1997, dimana lingkungan rumah tangga desa di Jawa, anak-anak dari keluarga

miskin terpaksa ikut bekerja dan mencari nafkah sebagai pembantu

dirumahnya sendiri atau pekerja dalam usaha lain. Dan biasanya, jika tenaga

kerja wanita dipandang belum dapat memacahkan masalah ekonomi yang

dihadapi, maka anak-anak yang belum dewasa pun tak segan-segan

diikutsertakan dalam menopang kegiatan ekonomi rumah tangga. Dalam hal

ini anak-anak tersebut tidak terbatas hanya bekerja membantu orang tua,

melainkan juga bekerja di sektor publik sebagai buruh upahan (Suyanto,

(31)

Dari beberapa penelitian di atas, terdapat perbedaan faktor yang

mempengaruhi anak putus sekolah di setiap daerah serta menggunakan metode

penelitian yang berbeda dari setiap penelitian terdapat menggunakan metode

penelitian dengan pendekatan etnografi, pendekatan studi kasus dan lainnya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan deskriftif, dimana peneliti bukan hanya mencari faktor penyebab anak

putus sekolah tetapi juga menganalisis faktor dominan apa yang menyebabkan

anak putus sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan. Selain hal itu perbedaan antara

penelitian yang di atas dengan penelitian yang dilakukan peneliti dilihat dari

faktor penyebab anak putus sekolah dimana dijelaskan dalam penelitian diatas

faktor penyebab anak putus sekolah di sebabkan oleh kemiskinan yang berdampak

pada tingkat ekonomi keluarga anak. Jika dilihat dari latar belakang dari

masyarakat di Kelurahan Sipolha Horisan bukan tergolong pada masyarakat

miskin serta menganggap pendidikan itu penting, tetapi pada kenyataannya masih

terdapat anak putus sekolah, sehingga peneliti tertarik meneliti apa yang menjadi

faktor domina yang menyebabkan anak putus sekolah di daerah tersebut.

2.2 Konsep Anak

2.2.1 Pengertian Anak

Anak merupakan aset yang menentukan kelangsungan hidup, kualitas

kejayaan keluarga, kelompok, komunitas dan bangsa yang perlu dididik serta

dipelihara agar tumbuh kembangnya berjalan dengan baik. Masa depan bangsa

ada ditangan anak-anak masa kini oleh karena itu, mereka perlu disiapkan sejak

masa prenatal hingga masa dewasa atau masa produktif. Agar setiap anak

sejahtera dan mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat

(32)

fisik, mental maupun sosial, perlu dilakukan upaya perlindungan yang

memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa diskriminasi.

Secara umum dikatakan anak adalah seseorang yang dilahirkan dari

perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak

menyangkut bahwa seseorang yang di lahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. Anak juga cikal bakal lahirnya suatu

generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa daya manusia

bagi pembangunan nasional. Anak adalah aset bangsa dimana, masa depan bangsa

dan Negara dimasa yang akan datang berada di tangan anak sekarang. Semakin

baik kepribadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa depan

bangsa. Begitu sebaliknya, apabila kepribadian anak tersebut buruk akan bobrok

pula kehidupan bangsa yang akan datang. Pada umumnya orang berpendapat

bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yang panjang dalam rentang

kehidupan. Bagi kehidupan anak, masa kanak-kanak seringkali dianggap tidak ada

akhirnya, sehingga mereka tidak sabar menunggu saat yang didambakan yaitu

pengakuan dari masyarakat bahawa mereka bukan lagi anak-anak tapi orang

dewasa.

Menurut Konvensi Hak Anak (KHA) pasal 1 yaitu: setiap manusia yang

berusia dibawah 18 tahun (Joni & Tanama, 1999 :135). Sedangkan menurut

undang-undang RI tentang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 pasal 1, yaitu:

“setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun termasuk janin dalam kandungan”.

Anak merupakan makhluk sosial, yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang

dan tempat bagi perkembangannya, anak juga mempunyai perasaan, pikiran,

(33)

serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangan pada masa

kanak-kanak.

2.2.2 Hak-hak Anak

Hak anak secara universal telah ditetapkan melalui sidang umum PBB

dalam Deklarasi Hak-Hak Anak . Dengan deklarasi tersebut, diharapkan semua

pihak baik individu, orang tua, organisasi sosial, pemerintah, dan masyarakat

mengakui hak-hak anak tersebut dan mendorong semua upaya untuk

memenuhinya.

Terdapat sepuluh prinsip tentang hak anak yaitu:

1. Setiap anak harus menikmati semua hak yang tercantum dalam deklarasi

ini tanpa terkecuali, tanpa perbedaan dan diskriminasi.

2. Setiap anak harus menikmati perlindungan khusus, harus diberikan

kesempatan dan fasilitas oleh hukum atau oleh peralatan lain, sehingga

mereka mampu berkembang secara fisik, mental, moral, spiritual, dan

sosial dalam cara yang sehat dan normal.

3. Setiap anak sejak dilahirkan harus memiliki nama dan identitas

kebangsaan.

4. Setiap anak harus menikmati manfaat dari jaminan sosial.

5. Setiap anak baik secara fisik, mental, dan sosial mengalami kecacatan

harus diberikan perlakuan khusus, pendidikan, dan pemeliharaan sesuai

dengan kondisinya.

6. Setiap anak bagi perkembangan pribadinya secara penuh dan seimbang

memerlukan kasih sayang dan pengertian.

7. Setiap anak harus menerima pendidikan secara cuma-cuma dan atas dasar

(34)

8. Setiap anak dalam situasi apapun harus menerima perlindungan dan

bantuan yang pertama.

9. Setiap anak harus dilindungi dari setiap bentuk keterlantaran, tindakan

kekerasan, dan eksploitasi.

10.Setiap anak harus dilindungi dari setiap praktek diskriminasi berdasarkan

rasial, agama, dan bentuk-bentuk lainnya (Huraerah, 2007: 32).

Dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak

BAB II Pasal 2-9 mengatur tentang hak-hak anak atas kesejahteraan, menjelaskan

bahwa anak memiliki hak-hak atas kesejahteraan meliputi: hak atas kesejahteraan,

perawatan, asuhan, dan bimbingan; hak atas pelayanan; hak atas pemeliharaan dan

perlindungan; hak atas perlindungan lingkungan hidup; hak mendapat pertolongan

pertama; hak memperoleh asuhan; hak memperoleh bantuan; hak diberi pelayanan

dan asuhan; hak memperoleh pelayanan khusus; hak mendapat bantuan dan

pelayanan (Prinst, 1997:57).

Adapun hak-hak dasar anak memperoleh pendidikan menurut

Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan “Setiap anak

berhak memperoleh pendidikan minimal tingkat dasar. Bagi anak yang terlahir

dari keluarga yang tidak mampu dan yang tinggal di daerah terpencil, pemerintah

berkewajiban untuk bertanggung jawab untuk membaiayai pendidikan mereka.”

Dalam ringkasan undang-undang diatas, orang tua juga memiliki andil

dalam pendidikan anak. hak-hak anak akan dapat diperjuangkan secara maksimal

jika orang tua berpartisipasi memperjuangkannya. Akhirnya dasar akan hak anak

bisa diperoleh untuk kehidupan yang lebih baik. Permbangunan manusia

seutuhnya harus mendapatkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan meliputi: pangan,

(35)

pengetahuan, pekerjaan, kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi, kebebasan

berkumpul atauberserikat, dan menentukan nasib sendiri. Kebutuhan-kerbutuhan

fundamental tersebut merupakan kerbutuhan mutlak bagi pertumbuhan dan

perkembangan anak untuk menjadi manusia seutuhnya sebagai orang dewasa yang

mempunyai tanggung jawab masa depan keluarga, masyarakat, bangsa, dan

negara secara mandiri dengan melaksanakan pembangunan hak asasi manusia

yang saling mendukung.

2.2.3 Perlindungan Anak

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi

anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi

secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Sebagai bagian

dari umat manusia, hak-hak anak secara keseluruhan merupakan bagian dari hak

asasi manusia termasuk diantaranya adalah hak untuk menganut agama

berdasarkan pilihannya dan hak untuk memperoleh pelayan di bidang kesehatan,

pendidikan dan sosial.

Seperti yang diuraikan pada Bab IX Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002, penyelenggaraan pelindungan anak dilakukan melalui berbagai mekanisme

dan kegiatan, antara lain berupa penyediaan fasilitas umum; perlakuan khusus

bagi anak antara lain adanya pengadilan anak dan lembaga pemasyarakatan anak

yang khusus diperuntukkan bagi anak-anak; bantuan pendampingan bagi anak

pelayanan cuma-cuma bagi anak dari keluarga kurang mampu.

Perlindungan anak dalam aspek pendidikan mencakup kewajiban

pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 tahun untuk

semua anak. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab menyelenggarakan

(36)

keluarga tidak mampu,anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah

terpencil . Sementara itu, perlindungan anak dalam aspek sosial antara lain berupa

kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak

yang bermasalah, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga (Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak & Badan Pusat Statistik, 2012:60).

Negara memberikan perlindungan kepada anak Putus sekolah tertuang

dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dinyatakan bahwa:

a. Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan

b. Setiap warga Negara wajib mengukuti pendidikan dasar dan pemerintah

wajib membiayainya.

c. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan

nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan

undang-undang.

d. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua

puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari

anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kemajuan

peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

e. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai agama perasatuan bangsa untuk kemajuan

peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Perlindungan hukum untuk anak juga tertuang dalam Konvensi Hak Anak

(KHA) dalam pasal 28 , yaitu:

(37)

a. Membuat pendidikan dasar wajib dan tersedian secara cuma-cuma

untuk semua anak.

b. Mendorong pengembangan bentu-bentuk yang berbeda tentang

pendidikan menengah, termasuk: pendidikan umum dan kejuruann

yang tersedia dan bias diperoleh oleh setiap anak. Menerapkan

pendidikan secara cuma-cuma dan menawarkan bantuan keuangan bila

diperlukan.

c. Membuat pendidikan tinggi wajib untuk semua anak, yang didasarkan

pada kemampuan dari setiap sarana yang layak.

d. Membuat informasi pendidikan dan kejuruan dan bimbingan yang

tersedia dan dapat dicapai oeh semua anak.

e. Mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadiran anak secara

teratur di sekolah dan penurunan tingkat putus sekolah (Prinst, 1997:

79).

2.3 Anak Putus Sekolah

2.3.1 Pengertian Anak Putus Sekolah

Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu

lembaga pendidikan tempat dia belajar. Anak putus sekolah adalah keadaan

dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang

tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak

tanpa memperhatikan hak–hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Menurut Departemen Pendidikan di Amerika Serikat (MC Millen Kaufman, dan

Whitener, 1996) mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang

(38)

murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya. Anak putus sekolah

(drop out) adalah anak yang karena suatu hal tidak mampu menamatkan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah secara formal

(Eonyhuh, 2013).

Jadi, dari defenisi anak putus sekolah tersebut diatas dapat ditarik

pengertian Anak Putus sekolah adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga

pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya kondisi

ekonomi keluarga yang tidak memadai.

2.3.2 Program Wajib Belajar 9 Tahun

Landasan pokok keberadaan sistem pendidikan nasional adalah UUD 45

Bab XIII, Pasal 31, ayat (1) Yang menyatakan bahwa: Tiap-tiap warga negara

berhak mendapatkan pengajaran. Hal ini mengandung implikasi bahwa sistem

pendidikan nasional harus mampu memberi kesempatan belajar yang

seluas-luasnya kepada setiap warga negara. Dengan demikian, dalam penerimaan

seseorang sebagai peserta didik, tidak dibenarkan adanya perlakuan yang berbeda

yang didasarkan atas jenis kelarruin, agama, ras, suku, latar belakang sosial dan

tingkat kemampuan ekonomi.

Dalam rangka memperluas kesempatan belajar pendidikan dasar, maka

pemerintah mencanangkan program pendidikan wajib belajar 9 tahun. lebih lanjut

dikemukakan bahwa tahap penting dalam pembangunan pendidikan adalah

meningkatkan pendidikan wajib belajar 6 tahun menjadi 9 tahun. Pendidikan

(39)

peserta didik yang telah cukup umur untuk mengikuti pendidikan, dengan maksud

untuk meningkatkan produktivitas angkatan kerja secara makro.

Wajib Belajar 9 Tahun merupakan salah satu program mewajibkan setiap

warga negara untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang

pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar atau Madrasah

Ibtidaiyah hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah

Tsanawiyah . Ini ditujukan agar semua masyarakat Indonesia berhak mengenyam

pendidikan yang layak dan membantu mengentaskan buta aksara.

Mengenai usia wajib belajar Pasal 6 ayat 1 UU No 20 Tahun 2003

menyebutkan bahwa: ”Setiap warga Negara yang berusia tujuh sampai lima belas

tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Lebih lanjut Pasal 34 Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa

Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib

belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar merupakan bagian dari

kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua.

Program wajib belajar 9 tahun ini merujuk pada taksonomi yang dibuat

untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan di Indonesia mengunakan

konsep Taksonomi Bloom. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi domain, yaitu:

1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan

(40)

2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi,

dan cara penyesuaian diri.

3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan,

mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Dengan penerapan konsep ini diharapkan setiap warga negara dapat

mengembangkan dirinya lebih lanjut yang akhirnya mampu memilih dan

mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki, setiap warga

negara mampu berperan serta dalani kehidupan bermasyarakat berbangsa dan

bernegara, dan, memberikan jalan kepada siswa untuk melanjutkan pendidikan ke

tingkat yang lebih tinggi.

Program wajib belajar 9 tahun masih belum dapat berjalan sesuai rencana,

itu semua terjadi karena banyaknya kendala yang dihadapi dalam

penyelenggaraannya. Adapun kendala dalam penyelenggaraan wajib belajar

sembilan tahun, diantaranya:

1. Tidak semua anak usia wajib belajar 7 – 12 tahun dapat mengikuti

pendidikan di sekolah dasar karena faktor kemiskinan, geografis dan

komunitas terpencil;

2. Anak usia wajib belajar belum memiliki kesempatan yang sama

untuk mendapatkan fasilitas belajar yang memadai. Anak-anak di

pedesaan, pedalaman, atau terpencil belajar dengan fasilitas yang

serba kekurangan, sebaliknya anak-anak di perkotaan fasilitas

belajarnya relatif sudah memadai. Keadaan ini menimbulkan

(41)

3. Kekurangan guru di daerah pedalaman atau terpencil masih menjadi

kendala bagi pelayanan proses pembelajaran;

Penerapan wajib belajar 9 tahun juga belum bisa sepenuhnya bisa

dinikmati seluruh masyarakat Indonesia khususnya bagi golongan kurang mampu.

Seseorang yang berasal dari keluarga yang kurang mampu akan lebih memilih

untuk bekerja membanting tulang hanya untuk memenuhi kebutuhan makannya

saja ketimbang untuk bersekolah. Mereka menganggap bersekolah hanya

membuang waktunya untuk mencari penghidupan.

Nanum pada tahun 2007 pemerintah memberikan kebijakan baru untuk

mendukung program wajib belajar 9 tahun dan dunia pendidikan dengan

memberikan Bantuan operasional sekolah (BOS). Sebagai bukti bahwa

pemerintah sangat peduli dengan kualitas pendidikan bagi anak-anak bangsa. Ini

juga merupakan bagian dari mensukseskan program wajib belajar 9 tahun.

Pemerintah jelas ingin membantu warga dalam membiayai dana pendidikan

anak-anak dari tingkat SD kelas satu sampai kelas 9 SMP.

Disamping itu, walaupun pemerintah telah menyediakan bantuan berupa

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), namun hal itu belum bisa membuat

program wajar 9 tahun berjalan lancar. Yang menjadi kendala, buku pelajaran

untuk mengikuti pendidikan masih terasa diberatkan. Di tambah lagi kurikulum

yang terus diganti oleh pemerintah, otomatis buku pelajaran yang digunakan akan

berubah hampir setiap tahunnya. Ini masih memberatkan bagi siswa yang kurang

mampu untuk mengikuti proses belajar dengan baik. Di samping itu, faktor lain

yang menghambat program ini dapat berjalan dengan baik adalah faktor geografis

dimana anak yang berada di daerah terpencil kurang bisa mengenyam pendidikan

(42)

kedepannya agar semua anak di Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang

sebagaimana mestinya.

Program ini juga belum sepenuhnya sempurna dilihat dari jangka umur

yang diwajibkan dari umur 7 – 15 tahun, dirasakan anak SD dan SMP, yang

tingkat kematangannya belum sempurna. Sehingga dianggap belum pantas dan

siap untuk masuk kedunia kerja dan terjun kemasyarakat. Setelah di tingakt SMP

diharapkan melanjutkan kembali ke SMA apabila ingin melanjutkan ke perguruan

tinggi maupun ke SMK untuk mendapatkan keterampilan dan pengalaman kerja

yang lebih. Ini menjadi tugas kita semua tidak hanya pemerintah, guna

menciptakan SDM yang berkualitas.

Walaupun telah dicanangkan pemerintah program wajib belajar 9 tahun

dan penyediaan bantuan, namun masih ada terdapat anak-anak yang mengalami

purus sekolah. Masalah putus sekolah ini dialami oleh anak yang berada di

pendidikan SMP dan SMA, kendalanya saat ini wajib belajar hanya pada usia 15

tahun atau tingkat SMP. Dilihat dari permasalahan tersebut tahun 2015

pemerintah akan mencanangkan program wajib belajar 12 tahun dengan tujuan ,

dapat mengurangi jumlah masyarakat indonesia yang buta huruf, tidak dapat

membaca,putus sekolah, serta menulis yang sebagian dari masyarakat Indonesia

masih banyak yang mengalami hal demikian. Pemerintah berharap kedepannya

tidak akan ada lagi masyarakat Indonesia yang mengalami buta huruf dan anak

yang putus sekolah (Infomania, 2013).

2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Anak Putus Sekolah

Jika dilihat mengapa anak putus sekolah tentunya tidak akan terlepas dari

(43)

wajar saja terjadi karena anak dihadapkan oleh beberapa kendala, baik yang

datang dari diri sendiri maupun yang datang dari luar diri anak.

Menurut Sukamdinata (dalam Suyanto, 2010:342) menyatakan penyebab

anak putus sekolah adalah kesulitan ekonomi atau karena orang tua tidak mampu

menyediakan biaya bagi sekolah anak-anaknya. Disamping itu, tidak jarang terjadi

orang tua meminta anaknya untuk membantu pekerjaan orang tua. Di daerah

perkotaan, anak-anak di bawah usia bekerja di pabrik-pabrik untuk membantu

ekonomi orang tua. Adapun di daerah pedesaan, selain di sektor pertanian dan

perkebunan, biasanya anak-anak bekerja disektot industry kecil, sektor informal,

dan perdagangan tradisional. Kemiskinan menyebabkan ketidakmampuan

keluarga dalam memenuhi kebutuhan pokok. menurut Johannes Muller

mengemukakan kemiskinan dan ketimpangan struktur institusional adalah

variabel utama yang menyebabkan kesempatan masyarakat khususnya anak-anak

untuk memperoleh pendidikan menjadi hambatan.

Terdapat beberapa profil rumah tangga miskin yaitu:

1. Sosial demografi yang meliputi rata-rata jumlah anggota rumah tangga,

persentase wanita sebagai kepala rumah tangga, rata-rata usia kepala

rumah tangga dan pendidikan kepala rumah tangga.

2. Kemampuan membaca dan menulis, tingkat pendidikan

3. Sumber penghasilan utama

4. Tempat tinggal (perumahan) yang dilihat dari luas lantai, jenis lantai, jenis

atap, jenis dinding, jenis penerangan, sumber air, jenis jamban, status

pemilik rumah tinggal (Sub Direktorat Analisis Statistik :2008)

Faktor kekerasan yang terjadi disekolah dapat menyebabakan anak putus

(44)

maupun kekerasan psikologis atau juga dikenal dengan kekerasan verbal sangat

berpengaruh pada kondisi psikologis/emosional anak. Biasanya anak anak akan

mengalami ganguan kepribadian, sering menyendiri, menarik diri dari pergaulan

temam sebaya, kehilangan kepercayaan diri, dihantui perasaan takut jika

berhadapan dengan guru, semangat dan motivasi belajar menurun, dan daya

kreatifitas berkurang. Semua hal tersebut, tentu akan berpengaruh pada

menurunnya prestasi belajar anak yang berujung pada ketidakinginan anak untuk

sekolah (Huraerah, 2007 : 107).

Selain menurut ahli diatas, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya

anak putus sekolah yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat yaitu faktor

Individu, keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah

A. Faktor Individu

Faktor individu yang mempengaruhi anak putus sekolah antara lain:

1. Kurangnya Minat Anak untuk Bersekolah

Meyebabkan anak putus sekolah bukan hanya disebabkan latar

belakang pendidikan orangtua, juga lemahnya ekonomi keluarga tetapi

juga datang dari dirinya sendiri yaitu kurangnya minat anak untuk

bersekolah atau melanjutkan sekolah. Anak usia wajib belajar semestinya

menggebu-gebu ingin menuntut ilmu pengetahuan namun karena sudah

terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik terhadap perkembangan

pendidikan anak, sehingga minat anak untuk bersekolah kurang mendapat

perhatian sebagaimana mestinya, adapun yang menyebabkan anak kurang

berminat untuk bersekolah adalah : anak kurang mendapat perhatian dari

orangtua terutama tentang pendidikannya,juga karena kurangnya

(45)

orang yang tidak sekolah sehingga minat anak untuk sekolah sangat

kurang. Anak seusia wajib belajar sudah kenal mengenal bahkan sudah

mampu untuk mencari uang terutama untuk keperkuannya sendiri seperti

jajan . Hal ini tentu akan mempengaruhi terhadap cara dan sikap anak

dalam bertindak dan berbuat. Selain itu tinggi rendahnya minat untuk

meneruskan sekolahnya juga dipengaruhi oleh prestasi belajar anak itu

sendiri. Anak yang berpresatsi belajarnya rendah tentu tidak naik kelas.

Artinya anak tetap tinggal dikelas, dengan harapan agar anak dapat

meningkatkan presatasinya. Anak didik yang gagal dalam belajar dan tidak

naik kelas ada dua kemungkinan yang terjadi pada dirinya. Pertama anak

akan merasa malu terhadap teman-teman dan dan guru disekolah karena ia

tidak bisa seperti teman-temannya, maka ia malas pergi kesekolah. Kedua

yaitu kegagalan dalam belajar akan menjadi cambuk baginya untuk belajar

lebih giat dan rajin agar agar dapat menandingi teman-temannya dan kalau

bisa lebih baik atau lebih tinggi dari teman-temannya semula. Yang sering

terjadi adalah kemungkinan pertama ,bila gagal dalam belajar maka anak

akan malas pergi kesekolah dan meninggalkan sekolahnya yang belum

selesai.

2. cacat fisik/mental

Faktor cacat fisik/mental pada anak akan berdampak terhadap

pendidikan anak perlu dipahami terlebih dahulu gangguan pada otak yang

dapat menyebabkan terhambatnya proses penerimaan informasi pada anak

sehingga IQ anak yang dimiliki anak sangat rendah sehingga dapat

memungkinkan anak putus sekolah

(46)

Faktor keluarga yang mempengaruhi anak putus sekolah anatara lain:

1. Ekonomi Keluarga

Mereka yang putus sekolah ini kebanyakan berasal dari keluarga

ekonomi lemah, dan berasal dari keluarga yang tidak teratur. Akibat

tekanan kemiskinan dan latar belakang sosial orang tua yang kebanyakan

kurang atau bahkan tidak berpendidikan, di daerah pedesaan kerap terjadi

anak-anak relatif ketinggalan dibandingkan dengan teman-temannya dan

tidak jarang pula anak kemudian putus sekolah di tengah jalan karena

orang tuanya tidak memiliki biaya yang cukup untuk menyekolahkan

anak. Anak-anak dari keluarga pedesaan umunya hanya memiliki fasilitas

belajar yang pas-pasan misalnya buku tulis yang kumal, tas yang

sederhana, dan orang tua anak bersikap acuh tak acuh pada urusan sekolah

anak, sehingga anak sendiri kemudian tidak pernah merasakan bahwa

sekolah itu memang penting bagi masa depannya. Di lingkungan rumah

tangga, anak-anak dari keluarga miskin terpaksa ikut bekerja dan mencari

nafkah.

Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan orangtua terpaksa

bekerja keras mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari,sehingga pedidikan

anak kurang terperhatikan dengan baik dan bahkan nmembantu orangtua

dalam mencukupi keperluan pokok untuk makan sehari-hari misalnya anak

membantu orangtua kesawah karena dianggap meringankan beban

orangtua, anak diajak ikut orangtua ketempat kerja yang jauh dan

meninggalkan sekolah dalam waktu yang cukup lama. Dan apalagi yang

menjadi buruh tanpa tujuan untuk membantu pekejaan orangtua, setelah

(47)

terasa sekolahnya ditinggalkan begitu saja, anak perempuan disuruh

mengasuh adiknya diwaktu ibu sibuk bekerja.

2. Perhatian Orang Tua

Rendahnya perhatian orang tua terhadap anak dapat disebabkan

karena kondisi ekonomi keluarga atau rendahnya pendapatan orang tua si

anak sehingga perhatian orang tua lebih banyak tercurah pada upaya untuk

memenuhi kebutuhan keluarga. Persentase anak yang tidak dan putus

sekolah karena rendahnya kurangnya perhatian orang tua. Dalam keluarga

miskin cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan

pembiayaan hidup anak, sehingga mengganggu kegiatan belajar dan

kesulitan mengikuti pelajaran. Banyak sekali anak yang putus sekolah ini

diakibatkan karena keadaan dirumahnya, biasanya dialami pada masa SMP

dan SMA, karena pada masa itu anak sedang mencari jati dirinya sendiri,

sehingga sangat sulit untuk dinasehati orang tunya. Itu berakibat hubungan

sang orang tua dengan anak menjadi tidak harmonis lagi.

3. Latar Belakang Pendidikan Orang Tua

Pendidikan orang tua yang hanya tamat sekolah dasar apalagi tidak

tamat sekolah dasar, hal ini sangat berpengaruh terhadap cara berpikir

orang tua untuk menyekolahkan anaknya, dan cara pandangan orang tua

tentu tidak sejauh dan seluas orang tua yang berpendidikan lebih tinggi.

Orangtua yang hanya tamat sekolah dasar atau tidak tamat cenderung

kepada hal-hal tradisional dan kurang menghargai arti pentingnya

pendidikan. Mereka menyekolahkan anakknya hanya sebatas bisa

membaca dan menulis saja, karena mereka beranggapan sekolah hanya

membuang waktu,tenaga dan biaya, mereka juga beranggapan terhadap

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Pembina Kepariwisataan Kabupaten

[r]

KESATU : Mengubah Atas Keputusan Bupati Bantul Nomor 128 Tahun 2015 tentang Pembentukan Tim Penyelenggara Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ( Corporate Social

[r]

Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran kontruktivisme yaitu LC 7E (Sumiyati dkk,

Kesalahan penulisan transliterasi di atas terdapat kesalahan lokal pada kata ﺔﺒﻴﺒﻄ / ţabībah/ , pada penulisan transliterasi tersebut huruf ﻁ / ṭ / ditulis /ţ/,

Terdapat beberapa pengakuan aset tetap perusahaan yang sebaiknya dilakukan penyesuaian terkait tanggal perolehan dan penggunaan aset tetap dalam operasional perusahaan sehingga