• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Fortifikasi Vitamin E dan Zink dalam Ransum terhadap Performa Ayam Petelur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Fortifikasi Vitamin E dan Zink dalam Ransum terhadap Performa Ayam Petelur."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FORTIFIKASI VITAMIN E DAN ZINK DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM PETELUR

ARYANI MAULIDHINA MUKTI PRATIWI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Fortifikasi Vitamin E dan Zink dalam Ransum terhadap Performa Ayam Petelur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ARYANI MAULIDHINA MUKTI PRATIWI. Pengaruh Fortifikasi Vitamin E dan Zink dalam Ransum terhadap Performa Ayam Petelur. Dibimbing oleh SUMIATI dan RITA MUTIA.

Indonesia sebagai negara beriklim tropis dengan temperatur lingkungan dan kelembaban udara relatif tinggi menyebabkan cekaman panas pada ayam petelur sehingga menurunkan performa. Pengkayaan sumber antioksidan dalam ransum dapat mengurangi dampak negatif cekaman panas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh fortifikasi vitamin E, zink organik maupun kombinasi dari keduanya sebagai antioksidan dalam ransum terhadap performa ayam petelur strain ISA-Brown. Penelitian ini menggunakan 160 ekor ayam petelur umur 20 minggu yang dipelihara sampai umur 25 minggu. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, masing-masing ulangan terdiri atas 10 ekor ayam. Ransum perlakuan yaitu R0 ransum kontrol (tanpa fortifikasi), R1 (fortifikasi vitamin E 200 ppm), R2 (fortifikasi zink organik 200 ppm), dan R3 (fortifikasi vitamin E 200 ppm dan zink organik 200 ppm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fortifikasi vitamin E, zink organik maupun kombinasi dari keduanya dalam ransum meningkatkan produksi telur hen day, produksi massa telur dan konversi ransum. Fortifikasi vitamin E 200 ppm maupun kombinasi vitamin E 200 ppm dan zink organik 200 ppm nyata (P<0.05) meningkatkan konsumsi ransum dibandingkan kontrol. Berat telur relatif sama pada semua perlakuan. Pengaruh kombinasi fortifikasi vitamin E 200 ppm dan zink organik 200 ppm menghasilkan performa ayam petelur yang paling baik.

Kata kunci: ayam petelur, cekaman panas, performa, vitamin E, zink organik

ABSTRACT

ARYANI MAULIDHINA MUKTI PRATIWI. Effects of Vitamin E and Zinc Fortification in Diets on Laying Hens Performance. Supervised by SUMIATI and RITA MUTIA.

Indonesia as a tropical country with high ambient temperature and relatively humidity cause heat stress-related decreases in laying hen performance. Enrichment of antioxidants in the diet can reduce the negative effect of heat stress. The purpose of this study was to determine the effects of fortification vitamin E, zinc organic, and its combination as antioxidants in commercial diets on the performance of ISA-Brown laying hens. This study used 160 laying hens aged 20-25 weeks. The experimental design used in this research was completely randomized design (CRD) with 4 treatments, 4 replications of 10 birds of each. The birds were fed either a control diet (R0) or a control diet fortified with vitamin E 200 ppm (R1), zinc organic 200 ppm (R2), or a combination of vitamin E 200 ppm and zinc organic 200 ppm (R3). The results showed that fortification of vitamin E and zinc organic or its combination increased hen day production, egg mass production and feed conversion. Feed consumption of hens fed with vitamin E and vitamin E plus zinc organic was higher (P<0.05) than that of the control. Egg weight remained similar in all treatments. Combination of fortification dietary vitamin E 200 ppm and zinc organic 200 ppm resulted the best performance of laying hen.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PENGARUH FORTIFIKASI VITAMIN E DAN ZINK DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM PETELUR

ARYANI MAULIDHINA MUKTI PRATIWI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Fortifikasi Vitamin E dan Zink dalam Ransum terhadap Performa Ayam Petelur.

Nama : Aryani Maulidhina Mukti Pratiwi

NIM : D24090068

Disetujui oleh

Dr Ir Sumiati, MSc Pembimbing I

Dr Ir Rita Mutia, MAgr Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Fortifikasi Vitamin E dan Zink dalam Ransum terhadap Performa Ayam Petelur” berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bulan Januari hingga Maret 2013 di Laboratorium Lapang Blok C Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Peternakan Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh fortifikasi vitamin E, zink maupun kombinasi keduanya sebagai antioksidan terhadap performa ayam petelur untuk mengatasi pengaruh negatif cekaman panas yang dapat terjadi akibat suhu lingkungan yang tinggi di Indonesia. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. dan Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr sebagai komisi pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan dan saran-saran sejak awal penelitian hingga selesainya skripsi ini. Disamping itu ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, namun demikian semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan 2

Ternak 2

Ransum 2

Alat 3

Kandang dan peralatan 3

Lokasi dan waktu 3

Prosedur Percobaan 3

Persiapan kandang dan peralatan 3

Pemeliharaan 3

Pengambilan telur 4

Rancangan Analisis Data 4

Rancangan percobaan 4

Perlakuan 4

Peubah yang diamati 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Temperatur Kandang Penelitian 5

Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Petelur 5

Konsumsi ransum 5

Produksi telur 7

Berat telur 8

Konversi ransum 10

SIMPULAN 11

SARAN 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 13

RIWAYAT HIDUP 16

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan zat makanan ransum 2

2 Perlakuan fortifikasi vitamin E dan zink 3

3 Rataan performa ayam petelur strainISA-Brown (Umur 20-25 Minggu) 5

DAFTAR GAMBAR

1 Konsumsi ransum ayam petelur strain ISA-Brown umur 20-25 minggu 6 2 Produksi telur hen day ayam petelur strain ISA-Brown umur 20-25

minggu 8

3 Rataan berat telur ayam petelur umur strain ISA-Brown 20-25 minggu 9 4 Rataan konversi ransum ayam petelur strain ISA-Brown selama 6

minggu penelitian (umur ayam 20-25 minggu) 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 ANOVA konsumsi ransum komulatif ayam petelur strain ISA-Brown

(umur 20-25 minggu) 13

2 Uji lanjut Duncan konsumsi ransum komulatif 13

3 ANOVA konsumsi ransum ayam petelur strainISA-Brown (umur 20-25

minggu) 13

4 Uji lanjut Duncan konsumsi ransum 14

5 ANOVA produksi telur (hen day %) ayam petelur strain ISA-Brown

(umur 20-25 minggu) 14

6 Uji lanjut Duncan produksi telur (hen day production %) 14 7 ANOVA produksi massa telur ayam petelur strain ISA-Brown (umur

20-25 minggu) 14

8 Uji lanjut Duncan produksi massa telur 15

9 ANOVA berat telur setiap butir ayam petelur strain ISA-Brown (umur

20-25 minggu) 15

10 ANOVA konversi ransum ayam petelur strain ISA-Brown (umur 20-25

minggu) 15

(13)

PENDAHULUAN

Produk peternakan sebagai salah satu sumber protein hewani untuk masyarakat mengalami peningkatan permintaan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran akan pentingnya konsumsi protein hewani. Telur ayam merupakan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Menurut data Badan Ketahanan Pangan, pertumbuhan konsumsi telur nasional tahun 2011-2012 mencapai 4.62% (Kementan 2012) dengan pertumbuhan penduduk 1.49% per tahun (BPS 2012). Upaya yang dilakukan untuk memenuhi permintaan telur adalah dengan meningkatkan produktivitas ayam petelur. Selain faktor genetik, faktor lingkungan dan interaksi antara kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi produktivitas ayam petelur. Faktor lingkungan meliputi kondisi lingkungan, aspek manajemen, dan kualitas nutrien dalam ransum.

Pengaruh suhu lingkungan yang tinggi saat ini menjadi perhatian utama untuk industri unggas terutama yang berada di daerah panas. Indonesia yang beriklim tropis dengan rataan suhu pada siang hari cukup tinggi, yaitu berkisar antara 28.88 – 36.90oC, pada malam hari 18.4-24.2oC dengan kelembaban antara 55.3-85.8% (BPS 2009) dapat berpengaruh pada produktivitas ayam petelur. Dampak negatif dari suhu lingkungan pemeliharaan ayam petelur yang tinggi (23.9 - 35oC) adalah performa produksi yang buruk termasuk penurunan konsumsi pakan, produksi telur, pertambahan bobot badan, efisiensi ransum dan tingginya angka mortalitas (Mashaly et al. 2004). Beberapa metode dapat diterapkan untuk mengurangi pengaruh negatif dari heat stress, salah satunya adalah dengan pemberian mikronutrien sumber antioksidan seperti vitamin E dan mineral Zn dalam ransum (Sahin and Kucuk 2003a, 2003b). Fungsi antioksidan ini diperlukan dalam kondisi heat stress yang menyebabkan adanya stress oksidatif, dimana aktivitas radikal bebas tinggi.

(14)

2

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh fortifikasi vitamin E dan zink maupun kombinasi dari keduanya dalam ransum terhadap performa ayam petelur untuk mengatasi pengaruh negatif yang dapat terjadi akibat dari suhu lingkungan pemeliharaan yang tinggi.

METODE

Bahan

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur sebanyak 160 ekor strain ISA-Brown umur 20 minggu dengan bobot badan rata-rata 1.44 ± 0.07 kg yang dialokasikan ke dalam 4 perlakuan dengan 4 ulangan secara acak, dan setiap ulangan terdiri atas 10 ekor ayam. Ayam petelur diperoleh dari hibah Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang diberikan kepada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Ransum

Ransum yang digunakan merupakan ransum komersial ayam petelur dewasa (PAR L1) produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. Sumber Vitamin E yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vitamin E 50 (kandungan vitamin E 50%) dan sumber mineral zink organik dari Zn optimin 15 (kandungan zink 15%) produksi PT. Trouw Nutrition Indonesia dan sudah disediakan dalam bentuk bubuk. Vitamin E dan zink langsung dapat dicampurkan dengan ransum menggunakan mixer. Kandungan zat makanan ransum penelitian disajikan pada Tabel 1. Perlakuan fortifikasi vitamin E dan zink yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1 Kandungan zat makanan ransum

Kandungan nutrien Ransum basal

Bahan kering (%)1) 87.68

(15)

3 Tabel 2 Perlakuan fortifikasi vitamin E dan zink

Perlakuan

R0 = ransum tanpa fortifikasi, R1 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm, R2 = ransum dengan fortifikasi zink 200 ppm, R3 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm + zink 200 ppm.

Alat

Kandang dan peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang baterai terbuat dari kawat sebanyak 80 buah masing-masing berisi 2 ekor ayam dan dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum. Ukuran setiap kandang (cage) adalah panjang 92 cm, lebar 47 cm dan tinggi 44 cm. Peralatan yang digunakan adalah tempat pakan, tempat air minum, lampu sebagai alat penerangan, timbangan, plastik, termometer ruang, egg-tray dan ember plastik.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutris Unggas Blok C, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Januari sampai dengan Maret 2013.

Prosedur Percobaan

Persiapan kandang dan peralatan

Persiapan kandang dimulai dengan memasang kandang berupa kandang baterai yang terbuat dari kawat sebanyak 80 buah, setiap kandang berisi 2 ekor ayam. Sebelum kandang dan peralatan lainnya seperti tempat pakan dan air minum yang digunakan dibersihkan terlebih dahulu, setelah itu dilakukan pengapuran pada kandang dan diberi disinfektan. Ayam sebanyak 160 ekor dibagi dalam 4 perlakuan dengan 4 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 10 ekor. Ayam-ayam tersebut ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot badan awal sebelum masuk pada perlakuan kemudian dilakukan pengacakan.

Pemeliharaan

(16)

4

Pengambilan telur

Telur diambil setiap hari sejak ayam mulai bertelur hingga akhir penelitian. Telur yang diproduksi setiap harinya ditimbang menggunakan timbangan digital.

Rancangan Analisis Data

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Model matematik yang digunakan sebagai berikut :

Yij = μ + τi + εij Keterangan:

Yij = Perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Error (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j

Pengaruh perlakuan terhadap peubah dapat diamati dengan cara data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA). Jika didapatkan hasil berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie 1993).

Perlakuan

Perlakuan yang diberikan adalah :

R0 = ransum tanpa fortifikasi vitamin E dan zink R1 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm R2 = ransum dengan fortifikasi zink 200 ppm

R3 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm + zink 200 ppm

Peubah yang diamati

(17)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Temperatur Kandang Penelitian

Hasil pengukuran temperatur kandang selama penelitian, diperoleh rataan temperatur kandang pada pagi hari 26 oC, siang hari 30 oC dan sore hari 29 oC. Kisaran temperatur tersebut relatif lebih tinggi dari yang direkomendasikan untuk lingkungan pemeliharaan ayam petelur yang optimum, yaitu berkisar antara 19 oC sampai 22 oC (Charles 2002) dan 22 oC sampai 27 oC (Leeson and Summer 2001). Temperatur lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan stress pada ayam petelur dan mempengaruhi performa. Putpongsiriporn et al. (2001) dan Lin et al. (2006) melaporkan bahwa konsumsi pakan, produksi telur, bobot telur dan kualitas telur dapat menurun pada saat ayam petelur mengalami cekaman panas.

Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Petelur

Rataan performa (konsumsi ransum, produksi telur, bobot telur dan konversi ransum) ayam petelur strain ISA-Brown selama 6 minggu penelitian (umur 20-25 minggu) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rataan performa ayam petelur strain ISA-Brown (Umur 20-25 Minggu)

R0 = ransum tanpa fortifikasi, R1 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm, R2 = ransum dengan fortifikasi zink 200 ppm, R3 = ransum dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm + zink 200 ppm; Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0.01) dan dengan huruf kecil menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05).

Konsumsi ransum

(18)

6

Leeson and Summers (2001) menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh bangsa ayam, temperatur lingkungan, banyaknya massa telur yang dihasilkan dan kandungan energi ransum apabila faktor manajemen telah dikontrol dengan baik. Daghir (2008) menyatakan bahwa temperatur lingkungan yang tinggi dapat menurunkan konsumsi ransum ayam petelur yang sedang tumbuh dengan persentasi penurunan konsumsi ransum bervariasi dari 1.3% setiap kenaikan 1 oC pada suhu 21 oC dan mulai pada suhu 38 oC penurunan konsumsi mencapai 3% setiap kenaikan 1 oC.

Konsumsi ransum yang lebih rendah selama penelitian menyebabkan asupan mikronutrien essensial vitamin E dan zink tidak memenuhi kebutuhan. Sahin and Kucuk (2003a) menyatakan bahwa level antioksidan berupa vitamin dan mineral seperti Vitamin C, E dn A dalam plasma secara signifikan menurun dan terjadi peningkatan kerusakan oksidatif pada unggas yang mengalami cekaman panas. Fortifikasi vitamin E 200 ppm dan zink 200 ppm dalam ransum dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan mikronutrien tersebut pada saat cekaman panas terjadi.

Fortifikasi vitamin E 200 ppm maupun kombinasi vitamin E 200 ppm dan zink 200 ppm nyata (P<0.05) meningkatkan konsumsi ransum dibandingkan dengan kontrol dan fortifikasi zink 200 ppm saja (Tabel 3). Penelitian Sahin et al. (2006) yang menggunakan kombinasi suplementasi vitamin E (dl-α-tocopheryl acetate) (0, 125 dan 250 mg kg ransum-1) dan zink picolenat (ZnPic2) (0, 30 dan 60 mg kg ransum-1) nyata secara linear (p<0.01) menaikkan konsumsi ransum puyuh umur 10-42 hari yang berada dibawah cekaman panas (34oC) selama 8 jam hari-1. Rataan konsumsi ransum setiap minggu selama 6 minggu penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 menunjukkan konsumsi ransum ayam berumur 20-25 minggu dari setiap perlakuan fortifikasi mikronutrien. Secara umum konsumsi ransum setiap minggu mengalami peningkatan. Pada ayam yang memproduksi telur pertama

(19)

7 konsumsi ransum akan meningkat sangat cepat dan akan terus meningkat dengan laju peningkatan yang lebih rendah dibandingkan empat hari pertama bertelur (Amrullah 2004). Grafik konsumsi ransum ayam dengan fortifikasi vitamin E 200 ppm dan zink 200 ppm berada diatas perlakuan lainnya, hal ini terjadi karena adanya interaksi yang sinergis antara vitamin E dan zink sebagai antioksidan dalam mengatasi penurunan konsumsi ransum pada saat suhu lingkungan tinggi. Cekaman panas dapat menurunkan konsumsi ransum karena pada saat terjadi cekaman panas kandungan kortikosteron pada hipotalamus yang berperan dalam mengatur konsumsi dan rasa kenyang meningkat (Quinteiro-Filho et al. 2010).

Produksi telur

Rataan produksi telur harian (hen day) dan produksi massa telur ayam petelur strainISA-Brown selama penelitian umur 20-25 minggu dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan fortifikasi vitamin E 200 ppm dan zink 200 ppm dalam ransum memberikan pengaruh sangat nyata (p<0.01) pada produksi telur harian dan produksi massa telur ayam. Kombinasi fortifikasi vitamin E dan zink meningkatkan produksi telur harian hingga 57.80%, fortifikasi vitamin E dapat menghasilkan hingga 52.80%, produksi telur tersebut nyata lebih besar dibandingkan perlakuan dengan fortifikasi zink saja dan perlakuan tanpa fortifikasi yang masing-masing sebesar 47.38% dan 37.74%.

Produksi telur dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti strain ayam, ransum yang diberikan, mortalitas, culling, kesehatan dan manajemen pemeliharaan, umur pertama bertelur, puncak produksi telur serta persistensi bertelur (Farooq et al. 2002). Mashaly et al. (2004) menyatakan bahwa produksi telur dipengaruhi oleh temperatur lingkungan pemeliharaan yang tinggi. Produksi telur White Leghorns mengalami penurunan pada saat temperatur lingkungan tinggi (Kirunda et al. 2001), penurunan produksi telur dapat terjadi akibat penurunan konsumsi ransum, sehingga kebutuhan nutrisi yang essensial untuk produksi telur tidak terpenuhi (Mashaly et al. 2004). Disamping hal tersebut, faktor genetik ayam petelur yang berinteraksi dengan lingkungan dapat mempengaruhi produktivitas yang dihasilkan. Fortifikasi vitamin E 200 ppm dan zink 200 ppm dapat menunjang potensi genetik yang terdapat pada ayam petelur strain ISA-Brown.

Yardibi and Turkay (2008) menyatakan bahwa vitamin E mencegah kerusakan hati, yang mana penting untuk sintesis protein kuning telur pada waktu produksi telur. Vitamin E merupakan rantai antioksidan utama dan salah satu komponen utama lemak dari membran biologi. Dalam hal ini vitamin E melindungi hati dari peroksidasi lemak dan kerusakan membran sel dengan melindungi sel dan jaringan dari kerusakan oksidatif akibat radikal bebas (Sahin dan Kucuk 2001a, 2001b). Zink merupakan komponen penting dari sistem biologi antioksidan dan dibutuhkan untuk memaksimalkan performa, pertumbuhan, dan modulasi dari sistem imun, berdasarkan fungsi zink yang merupakan kofaktor dari beberapa macam enzim (Powell 2000). Prasad et al. (1993) menjelaskan bahwa zink dapat meningkatkan sintesis dari metallothionein yang merupakan protein yang kaya sistin, berfungsi melindungi dari radikal bebas.

(20)

8

Sehingga zink dan vitamin E secara sinergis mempertahankan integritas membran sel (Lonnerdal 1988). Status vitamin E dapat dipengaruhi oleh defisiensi zink menurut Kim et al. (1998), akibat pembentukan kilomikron di enterocyte yang tidak sempurna sehingga penyerapan vitamin larut lemak terganggu. Rataan produksi telur setiap minggu selama 6 minggu penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 terlihat bahwa secara umum grafik produksi telur harian ayam selama penelitian semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur ayam. Romanoff dan Romanoff (1963) menjelaskan bahwa terdapat hubungan umur ayam dengan produksi telurnya, produksi telur akan mencapai puncak seiring dengan bertambahnya umur ayam kemudian akan mengalami penurunan. Puncak produksi telur ayam petelur strain ISA-Brown berada pada kisaran umur ayam antara 26 sampai 28 minggu (ISA-A Hendrix Genetic Company 2011). Pada akhir penelitian umur ayam telah mencapai 25 minggu, produksi telur (hen day)

mencapai 93.57% pada perlakuan kombinasi fortifikasi vitamin E 200 ppm dan zink 200 ppm (R3) dengan rataan produksi telur (hen day) ayam selama penelitian sebesar 2.9-93.57%. Produksi telur hen day tersebut dibandingkan rekaman produksi telur ayam petelur ISA-Brown umur 20-25 minggu yang sebesar 38-94% (ISA-A Hendrix Genetic Company 2011) termasuk rendah pada awal minggu karena ayam masih dalam fase awal bertelur.

Berat telur

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa fortifikasi vitamin E 200 ppm, zink 200 ppm maupun kombinasi dari keduanya tidak nyata (P>0.05) mempengaruhi berat telur. Rataan berat telur hasil penelitian dari semua perlakuan berkisar antara 47.88 sampai 49.67 g butir-1. Hasil tersebut lebih rendah dibandingkan standar berat telur pada ayam petelur ISA-Brown umur 20-25 minggu yang sebesar 51.03 sampai 58.43 g butir-1 (ISA-A Hendrix Genetic Company 2011). Menurut Leeson dan Summers (2001), disamping faktor genetik dan ukuran tubuh unggas, protein dan asam amino (terutama metionina)

(21)

9 merupakan zat makanan yang paling berperan dalam mengontrol ukuran telur. Setiap perlakuan menggunakan strain, kandungan nutrien dan temperatur lingkungan yang relatif sama.

Bobot badan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ukuran telur baik saat dewasa kelamin dan periode bertelur, untuk awal masa produksi yang ideal dibutuhkan bobot pertama bertelur yang sesuai dengan kriteria (Leeson dan Summers 2001). Rataan bobot ayam penelitian (umur 20 minggu) adalah 1.440 kg, bobot tersebut tidak sesuai dengan ISA-A Hendrix Genetic Company (2011) dimana bobot badan ayam petelur strain ISA-Brown pada masa awal bertelur (umur 18 minggu) sebesar 1.500 kg. Amrullah (2004) menyatakan bahwa ayam dara jenis medium mencapai dewasa kelamin pada umur 20 minggu dengan bobot badan 1.800 kg.

Fortifikasi vitamin E 200 ppm dan zink 200 ppm dalam ransum tidak mempengaruhi berat telur yang dihasilkan, hal ini diduga karena kandungan nutrisi ransum kontrol maupun perlakuan hampir sama, perbedaannya hanya pada fortifikasi vitamin E 200 ppm atau zink 200 ppm maupun kombinasi dari keduanya. Rataan konsumsi protein ayam petelur selama penelitian setiap ekor hari-1 sebesar 15.09 g ekor-1 hari-1 dengan rataan konsumsi ransum 87.85 g ekor-1 hari-1 dan kandungan protein ransum sebesar 17.18%. Konsumsi protein tersebut lebih rendah dari yang direkomendasikan oleh Leeson dan Summers (2005), yaitu kebutuhan protein untuk ayam umur 18-32 minggu adalah 20 g ekor-1 hari-1 .

Amrullah (2004) menyatakan bahwa protein yang akan digunakan pada proses pembentukan telur sebesar 55 - 60% dari protein yang dikonsumsi. Piliang dan Djojosoebagjo (2006) menyatakan bahwa penyerapan kalsium akan lebih mudah apabila ternak mengkonsumsi protein dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Penyerapan kalsium tersebut akan berpengaruh terhadap proses pembentukan kalsium karbonat pada kerabang telur. Wu et al. (2005) menyatakan bahwa rataan berat telur dapat ditingkatkan dengan peningkatan kandungan protein dalam ransum. Rataan berat telur setiap minggu selama 6 minggu penelitian disajikan pada Gambar 3.

Grafik rataan berat telur pada Gambar 3 menunjukkan adanya peningkatan berat telur seiring dengan bertambahnya umur ayam. Ayam pada awal fase

(22)

10

produksi telur cenderung menghasilkan telur yang berukuran lebih kecil dan secara bertahap akan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur ayam dan perkembangan saluran reproduksi.

Konversi ransum

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa fortifikasi vitamin E 200 ppm, zink 200 ppm maupun kombinasi dari keduanya sangat nyata (P<0.01) mempengaruhi konversi ransum ayam petelur ISA-Brown (umur 20-25 minggu) selama penelitian. Rataan konversi ransum yang dihasilkan dari penelitian ini adalah 3.04 - 4.53. Rataan tersebut lebih tinggi dibandingkan standar ISA-A Hendrix Genetic Company (2011) yang menyatakan ayam petelur strain ISA-Brown yang berumur 20-25 minggu memiliki konversi ransum 2.84. Tingginya konversi ransum ini disebabkan ayam petelur yang digunakan dalam penelitian ini masih berada pada fase awal produksi telur sehingga produksi telurnya sedikit dan konsumsi zat nutrisi untuk pembentukan sebutir telur kurang tercukupi dari ransum yang digunakan. Rataan konversi ransum dari semua perlakuan diilustrasikan dalam Gambar 4.

Gambar 4 Rataan konversi ransum ayam petelur strain ISA-Brown selama 6 minggu penelitian (umur 20-25 minggu).

Hasil analisis statistik (p<0.01) menunjukkan bahwa kombinasi fortifikasi vitamin E 200 ppm dan zink 200 ppm memiliki angka konversi ransum terendah (3.26). Hasil ini menunjukkan bahwa ransum tersebut memiliki efisiensi penggunaan ransum paling tinggi dengan penurunan konversi ransum sebesar 31.51% (dari 4.76 menjadi 3.26) dibandingkan dengan ransum kontrol (tanpa fortifikasi vitamin E 200 ppm maupun zink 200 ppm). Ayam yang mendapatkan fortifikasi kombinasi vitamin E dan zink mengkonsumsi ransum yang lebih tinggi, dengan diimbangi produksi massa telur yang tinggi.

(23)

11

SIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fortifikasi vitamin E 200 ppm dan zink 200 ppm dalam ransum ayam petelur dapat meningkatkan produksi telur dan efisiensi ransum ayam petelur strainISA-Brown umur 20-25 minggu.

SARAN

Perlu fortifikasi kombinasi vitamin E 200 ppm dan zink 200 ppm dalam ransum komersial untuk meningkatkan performa ayam petelur strain ISA-Brown umur 20-25 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

Akil S, Piliang WG, Wijaya CH, Utomo DB, Wiryawan IKG. 2009. Pengkayaan selenium organik, inorganik dan vitamin E dalam pakan puyuh terhadap performa serta potensi telur puyuh sebagai sumber antioksidan. JITV. 14(1):1-10.

Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Bogor (ID) : Lembaga Satu Gunung Budi.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia 2009. Jakarta (ID) : Badan Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia 2012. Jakarta (ID) : Badan Pusat Statistik.

Bartlett JR, Smith MO. 2003. Effects of different levels of zinc on the performance and immunocompetence of broilers under heat stress. Poult Sci. 82: 1580-1588.

Charles DR. 2002. Responses to the thermal environment. Di dalam: Charles DA, Walker AW, editor. Environment Problem, a Guide to Solution. Nottingham (UK): Nottingham University Press. hlm 1-16.

Daghir NJ. 2008. Poultry Production in Hot Climates 2nd Ed. Cambridge (MA): CAB International.

Farooq M, Mian MA, Durrani FR, Syed M. 2002. Egg production performance of commercial laying hens in Chakwal district, Pakistan. Livest Res Rural Dev. 14 (2) 2002 [Internet]. [diunduh 2013 Agst 1]. Tersedia pada: http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd14/2/faro142.htm

ISA-A Hendrix Genetic Company. 2011. ISA-Brown Commercial Stock. General Management Guide [Internet]. [diunduh 2013 Agst 1]. Tersedia pada: http://www.isapoultry.com/products/isa/isa-brown/

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2012. Statistik Pertanian. Flipping Book Publication. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian.

(24)

12

Kirunda DFK, Scheideler SE, McKee SR. 2001. The efficacy of vitamin E (dl-α -tocopheryl acetate) supplementation in hen diets to alleviate egg quality deterioration associated with high temperature exposure. Poult Sci. 80:1378– 1383.

Leeson S, JD Summers. 2001. Nutrition of the Chicken 4th Ed. Ontarion, Canada (CA) : University Books, Guelph.

Leeson S, JD Summers. 2005. Commercial Poultry Nutrition 3rd Ed. Ontarion, Canada (CA) : University Books, Guelph.

Lin H, Jiao HC, Buyse J, Decuyper E. 2006. Strategies for preventing heat stress in poultry. World’s Poult Sci. 62:71-85.

Lonnerdal B. 1988. Vitamin – Mineral Interactions. Di dalam : Bodwell CE, Erdman JW, editor. Nutrien Interactions. New York (US): Marcel Dekker, Inc.

Mashaly MM, Hendricks GL, Kalama MA, Gehad AE, Abbas AO, Patterson PH. 2004. Effect of heat stress on production parameters and immune responses of commercial laying hens. Poult Sci. 83:889–894.

Piliang WG, Djojosoebagio L AL Haj. 2006. Fisiologi Nutrisi. Vol I Edisi Revisi. Bogor (ID): IPB Press.

Powell SR. 2000. The antioxidant properties of zinc. J Nutr. 130, pp. 47S–1454S. Puthpongsiriporn U, Scheideler SE, Sell JL, Beck MM. 2001. Effects of vitamin E

and C supplementation on performance, in vitro lymphocyte proliferation, and antioxidant status of laying hens during heat stress. Poult Sci. 80(8):1190-200.

Prasad AS, Fitzgerald JT, Hess JW, Kaplan F, Pelen J, Dardenne M. 1993. Zinc deficiency in elderly patients. Nutrition. 9(3): 218–224.

Quinteiro-Filho WM, Ribeiro A, Ferraz-de-Paula V, Pinheiro ML, Sakai M, Sa LRM, Ferreira AJP, Palermo-Neto J. 2010. Heat stress impairs performance parameters, induces intestinal injury and decrease macrophage activity in broiler chickens. Poult Sci. 89:1905-1914.

Romanoff AL, Romanoff AJ. 1963. The Avian Egg. New York (US) : John Wiley and Sons, Inc.

Sahin K, Kucuk O. 2001a. Effects of vitamin C and vitamin E on performance, digestion of nutrients, and carcass characteristics of Japanese Quails reared under chronic heat stress (34°C). J Anim Physiol Anim Nutr. 85: 335–342. Sahin K, Kucuk O. 2001b. Effects of vitamin E and selenium on performance,

digestion of nutrients and carcass characteristics of Japanese Quails reared under heat stress. J Anim Physiol Anim Nutr. 85: 342–348.

Sahin K, Kucuk O. 2003a. Heat stress and dietary vitamin supplementation of poultry diets. Nutr Abstr Rev Ser.B Livest Feeds Feed. 73: 41R-50R.

Sahin K, Kucuk O. 2003b. Zinc supplementation alleviates heat stress in laying Japanese Quails. J Nutr. 33: 2808-2811.

Sahin K, Onderci M, Sahin N, Gulcu F, Yildiz N, Avci M, Kucuk O. 2006. Responses of quail to dietary vitamin E and zinc picolinate at different environmental temperatures. Anim Feed Sci and Tech. 129: 39–48.

(25)

13 Wu G, Bryant MM, Voitle RA, Roland DA. 2005. Effect of dietary energy on performance and egg composition of Bovans White hens during phase 1. Poult Sci. 84: 1610-1615.

Yardibi H, Turkay G. 2008. The effect of vitamin E on the antioxidant system, egg production, and egg quality in heat stressed laying hens. Turk J Vet Anim Sci. 32: 319-325.

LAMPIRAN

Lampiran 1 ANOVA konsumsi ransum komulatif ayam petelur strainISA-Brown (umur 20-25 minggu)

Jumlah kuadrat Derajat bebas

Kuadrat

tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 25400.428 3 8466.809 4.583 .023

Galat 22170.730 12 1847.561

Total 47571.158 15

Lampiran 2 Uji lanjut Duncan konsumsi ransum komulatif

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

2 4 3.6221E3

0 4 3.6484E3

1 4 3.6663E3 3.6663E3

3 4 3.7301E3

Signifikansi .191 .057

Lampiran 3 ANOVA konsumsi ransum ayam petelur strainISA-Brown (umur 20-25 minggu)

Jumlah kuadrat Derajat bebas

Kuadrat

tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 14.402 3 4.801 4.580 .023

Galat 12.578 12 1.048

(26)

14

Lampiran 4 Uji lanjut Duncan konsumsi ransum

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

2 4 86.2400

0 4 86.8650

1 4 87.2950 87.2950

3 4 88.8125

Signifikansi .190 .058

Lampiran 5 ANOVA produksi telur (hen day%) ayam petelur strain ISA-Brown (umur 20-25 minggu)

Jumlah kuadrat Derajat bebas

Kuadrat

tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 885.028 3 295.009 8.123 .003

Galat 435.824 12 36.319

Total 1320.852 15

Lampiran 6 Uji lanjut Duncan produksi telur (hen day production %)

Perlakuan N Subset for alpha = 0.01

1 2

0 4 37.7375

2 4 47.3825 47.3825

1 4 52.7975

3 4 57.7975

Signifikansi .043 .038

Lampiran 7 ANOVA produksi massa telur ayam petelur strain ISA-Brown (umur 20-25 minggu)

Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat

tengah Fhit Signifikansi Perlakuan 352185.796 3 117395.265 7.006 .006

Galat 201082.947 12 16756.912

(27)

15 Lampiran 8 Uji lanjut Duncan produksi massa telur

Perlakuan N Subset for alpha = 0.01

1 2

0 4 774.9825

2 4 975.5300 975.5300

1 4 1.0881E3

3 4 1.1705E3

Signifikansi .049 .065

Lampiran 9 ANOVA berat telur setiap butir ayam petelur strain ISA-Brown (umur 20-25 minggu)

Jumlah kuadrat Derajat bebas

Kuadrat

tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 2.055 3 .685 .824 .506

Galat 9.980 12 .832

Total 12.035 15

Lampiran 10 ANOVA konversi ransum ayam petelur strain ISA-Brown (umur 20-25 minggu)

Jumlah kuadrat Derajat bebas

Kuadrat

tengah Fhit Signifikansi

Perlakuan 5.579 3 1.860 8.110 .003

Galat 2.752 12 .229

Total 8.331 15

Lampiran 11 Uji lanjut duncan konversi ransum

Perlakuan N Subset for alpha = 0.01

1 2

3 4 3.255

1 4 3.382

2 4 3.750 3.750

0 4 4.760

(28)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta pada Tanggal 23 September 1991 dari Bapak Joko Haryanto (Alm) dan Ibu Sri Nastiti. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal di SMP Negeri 1 Sukoharjo dan lulus pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Sukoharjo dan lulus pada tahun 2009.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2009 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan (INTP), Fakultas Peternakan. Selama menjalani pendidikan akademik di Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) yang didanai oleh Direktorat Perguruan Tinggi (DIKTI) pada tahun 2012 dengan judul “Pemberian Tepung Daun Kembang Sepatu (Hibiscus rosa – sinensis L.) dan Minyak Atsiri dari Kulit Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) dalam Ransum Ayam Broiler sebagai Bahan Antibakteri Escherichia coli” dan tahun 2013 dengan judul “Pemanfaatan Daun Labu Siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz.) dan Suplementasi Mineral Zink (Zn) dalam Pakan Ayam Petelur untuk Menghasilkan Telur Bervitamin A Tinggi”. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Formulasi Ransum dan Integrasi Proses Nutrisi pada tahun ajaran 2012/2013.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sumiati, MSc dan Dr. Ir. Rita Mutia, MAgr selaku dosen pembimbing skripsi serta pembimbing akademik atas bimbingannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS selaku dosen pembahas seminar hasil penelitian penulis pada 23 Juli 2013 dan dosen penguji sidang. Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si selaku dosen penguji sidang dan Dilla Mariestia Fassah, S.Pt, M.Sc selaku panitia sidang pada tanggal 13 September 2013. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas dan Laboratorium Lapang Nutris Unggas Blok C, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan yang telah membantu selama penelitian ini dilaksanankan.

Gambar

Tabel 1 Kandungan  zat makanan ransum
Tabel 3  Rataan performa ayam petelur strain ISA-Brown (Umur 20-25 Minggu)
Gambar 1 Konsumsi ransum ayam petelur strain ISA-Brown umur
Gambar 2 Produksi telur hen day ayam petelur strain ISA-Brown umur
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari apakah vitamin C perlu ditambahkan ke dalam ransum ayam petelur yang dipelihara pada kondisi temperatur lingkungan yang panas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun sembung (Blumea balsamifera) dalam ransum ayam broiler tidak berpengaruh terhadap performa ayam

Kesimpulan penelitian adalah suplementasi tepung kulit manggis dan Vitamin E di dalam ransum ayam ras petelur strain Lohmann secara umum tidak mempengaruhi kualitas fisik

Penelitian Fenita dkk., (2010) menyatakan bahwa perbedaan kandungan nutrisi dengan selisih kecil tidak mempengaruhi produktifitas ternak selama tingkat konsumsi ransum ayam

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh subtitusi minyak sawit oleh minyak ikan lemuru dan suplementasi vitamin E dalam ransum ayam broiler terhadap

Pengaruh penggunaan bungkil inti sawit fermentasi dengan Lentinus edodes dalam ransum terhadap performa puyuh petelur.. Fakultas Peternakan

Suplementasi campuran tepung kunyit dan sambiloto sampai aras 40 g/kg dalam ransum tidak dapat memperbaiki kinerja ayam petelur, namun suplementasi pada aras 10 g/ kg dalam

Simpulan dari penelitian ini adalah penggunaan tepung purslane (Portulaca oleracea) dalam ransum ayam petelur sampai level 8% tidak memberikan efek negatif terhadap.