• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan good farming practices sapi penggemukan di PT lembu jantan perkasa Serang-Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan good farming practices sapi penggemukan di PT lembu jantan perkasa Serang-Banten"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES SAPI

PENGGEMUKAN DI PT LEMBU JANTAN

PERKASA SERANG-BANTEN

SKRIPSI

NAILLA RACHMAWATI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

NAILLA RACHMAWATI. D14070125. 2011. Penerapan Good Farming Practices Sapi Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rudy Priyanto

Usaha penggemukan sapi merupakan suatu usaha yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan daging sapi. Untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan pedoman budidaya ternak yang baik (Good Farming Practice). Good Farming Practice (GFP) merupakan panduan cara beternak yang baik dan benar, yang memperhatikan lingkungan dan memenuhi standar minimal sanitasi dan kesejahteraan ternak. PT Lembu Jantan Perkasa, Serang-Banten merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang breeding, fattening dan trading sapi potong. Penerapan GFP menjadi hal yang sangat penting bagi perusahan ini untuk meningkatkan produktivitas sapi potong yang dihasilkan.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2010 di PT Lembu Jantan Perkasa, Serang-Banten. Untuk mengkaji penerapan GFP yang meliputi empat aspek yaitu sarana, proses produksi, pelestarian lingkungan dan pengawasan. Metode yang digunakan berupa wawancara, pengisian kuisioner dan penggamatan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten dalam melaksanakan usaha penggemukan sapi umumnya telah menerapkan aspek GFP dengan baik. Namun demikian, beberapa hal dalam usaha penggemukan sapi perlu mendapatkan perhatian diantaranya: memperluas tempat penanganan dan pengolahan limbah dan memperbaiki tata letak tempat penampungan limbah dengan kandang, meningkatkan koordinasi yang baik dengan masyarakat agar ternak masyarakat tidak memasuki areal peternakan, dan adanya desinfeksi untuk karyawan, kendaraan dan kandang. Ketercapaian penerapan GPF juga dapat dilihat dari PBB harian sapi potong yang dihasilkan telah melebihi target yang ingin dicapai perusahaan dengan rataan 1,38 kg/ekor/hari pada tahun 2009 dan 1,53 kg/ekor/hari pada tahun 2010.

(3)

ABSTRACT

Penerapan Good Farming Practices Sapi Penggemukan di PT. Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten

Rachmawati, N., H. Nuraini, dan R. Priyanto

Good farming practice (GFP) is a guidline for good beef cattle raising in order to improve the existing cattle fattening operation. The scope of GFP in beef cattle farming includes four aspects: facilities, production processes, environmental protection and supervision. PT Lembu Jantan Perkasa is one of beef cattle company engaged in breeding, fattening and cattle trading. The application of GFP becomes very important for these companies to produce environmentally freindly beef cattle with high productivity. In general PT Lembu Jantan Perkasa has a play well four aspect: facilities, production processes, environmental protection and supervision. As a results the beef cattle has performance very well in feedlot as indicated by high daily gain: steer 1,67 kg/day, bull 1,48 kg/day, heifer 1,36 kg/day in 2010. These were several aspect need to be consider in order to improve the implementation GFP. Those include: site plant building and biosecurity.

(4)

PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES SAPI

PENGGEMUKAN DI PT LEMBU JANTAN

PERKASA SERANG-BANTEN

NAILLA RACHMAWATI

D14070125

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul : Penerapan Good Farming Practices Sapi Penggemukan Di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten

Nama : Nailla Rachmawati

NIM : D14070125

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Henny Nuraini M.Si) (Dr. Ir. Rudy Priyanto) NIP : 19640202 198903 2 001 NIP : 19601216 198603 1 003

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 02 September 1989 di Kebumen. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Wito Santosa (Alm) dan Siti Maksumah.

Pendidikan Taman Kanak-kanak penulis diselesaikan di RA Darusalam pada tahun 1995. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2002 di MI Purwodeso, Sruweng, pendidikan lanjutan menengah diselesaikan pada tahun 2004 di MTs Negeri Gombong dan pendidikan lanjutan menengah umum diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Negeri 1 Karanganyar.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, dan penulisan skripsi yang berjudul Penerapan Good Farming Practices Sapi Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten.

Beberapa hal yang mendasari dilakukannya penelitian ini diantaranya adalah

kebutuhan produk peternakan terutama daging semakin meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang seimbang. Produktivitas ternak sapi potong di Indonesia sebagai salah satu sumber daging, belum memenuhi kebutuhan karena jumlahnya masih dibawah target yang diperlukan konsumen.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan Good Farming Practices (GFP) Sapi Potong di PT Lembu Jantan Perkasa, Serang Banten yang meliputi empat aspek yaitu sarana, proses produksi, pelestarian lingkungan dan pengawasan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini merupakan informasi mengenai GFP sapi penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten untuk meningkatkan produktivitas sapi potong yang dihasilkan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan informasi tambahan bagi pembaca.

Bogor, April 2011

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Bangsa Sapi ... 3

Sapi Brahmnan Cross ... 3

Produktivitas Sapi Potong Indonesia ... 5

Produksi Sapi Potong ... 5

Pertambahan Bobot Badan ... 6

Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong ... 6

Sistem Pemeliharaaan Sapi Potong ... 6

Bangunan dan Fasilitas Peternakan ... 7

Perkandangan ... 8

Manajemen Pakan ... 9

Usaha Penggemukan Sapi ... 10

Good Farming Practices (GFP) ... 11

MATERI DAN METODE ... 13

Lokasi dan Waktu ... 13

Materi ... 13

Prosedur ... 13

Teknik Pengumpulan Data ... 13

Rancangan ... 13

Analisis Data ... 14

(9)

viii

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Keadaan Umum ... 15

Sejarah dan Perkembangan ... 15

Lokasi Usaha ... 15

Fasilitas dan Bangunan ... 16

Struktur Organisasi ... 16

Jumlah dan Bangsa Sapi ... 19

Evaluasi Penerapan Good Farming Practices (GFP) ... 20

Sarana ... 38

Proses Produksi ... 48

Pelestarian Lingkungan ... 52

Pengawasan ... 55

Evaluasi Penerapan Standard Operating Procedure (SOP) ... 55

Persiapan Penerimaan Sapi ... 55

Penimbangan Awal ... 56

Periode Penimbangan ... 57

Penanganan Sapi Sakit ... 58

Menejemen Pemberian Pakan ... 59

Penjualan Sapi ... 60

Pengelolaan Lingkungan ... 60

Sistem Pencatatan ... 61

Ketercapaian Penerapan GFP dan SOP di PT LJP ... 61

KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

Kesimpulan ... 64

Saran ... 64

UCAPAN TERIMAKASIH ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Penerapan GFP Aspek Sarana ... 21 2. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Penerapan GFP Aspek Proses Produksi 27 3. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Penerapan GFP Aspek Pelestarian

Lingkungan ... 34 4. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Penerapan GFP Aspek Pengawasan ... 36 5. Luas dan Penggunaan Lahan PT Lembu Jantan Perkasa ... 39 6. Bahan Baku Pakan dan Daerah Asal Bahan Baku Pakan ... 46 7. Ransum yang Dibutuhkan untuk Menggemukan Sapi Potong Jantan 50 8. Jenis Obat-obatan dan Vitamin yang Digunakan PT Lembu Jantan

Perkasa ... 59 9. Rasio Pemberian Konsentrat dan Hijauan pada Program

Penggemukan ... 59 10. Pertambahan Bobot Badan (PBB) Harian Sapi Penggemukan di

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Denah Unit Penggemukan PT Lembu Jantan Perkasa ... 17

2. Struktur Organisasi PT Lembu Jantan Perkasa ... 18

3. Sapi Brahman Cross (BX) di PT Lembu Jantan Perkasa ... 19

4. Izin Mendirikan Bangunan ... 38

5. Bangunan Usaha Penggemukan di PT LJP ... 40

6. Alat Timbangan ... 43

7. Kendaraan ... 43

8. Alat Bongkar dan Muat Sapi ... 44

9. Mixer dan Chopper ... 44

10. Obat – obatan ... 47

11. Pengolahan Limbah Padat ... 53

12. Alur Penanganan Limbah Cair ... 54

13. Penimbangan Sapi ... 57

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Kuisioner Good Farming Practices ... 70

2. Evaluasi Penerapan Standard Operating Procedure (SOP) ... 78

3. Data PBBH Sapi Steer PT LJP Tahun 2009 ... 84

4. Data PBBH Sapi Heifer PT LJP Tahun 2009 ... 84

5. Data PBBH Sapi Bull PT LJP Tahun 2009 ... 85

6. Data PBBH Sapi Steer PT LJP Tahun 2010 ... 85

7. Data PBBH Sapi Heifer PT LJP Tahun 2010 ... 89

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan produk peternakan terutama daging semakin meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang seimbang. Produktivitas ternak sapi potong di Indonesia sebagai salah satu sumber daging, belum memenuhi kebutuhan karena jumlahnya masih di bawah target yang diperlukan konsumen. Faktor yang menyebabkan produksi daging masih rendah adalah rendahnya populasi ternak sapi dan juga tingkat produksi sapi yang masih rendah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan daging tersebut adalah dengan meningkatkan populasi dan produktivitas sapi potong melalui usaha penggemukan sapi potong secara berkesinambungan.

Usaha penggemukan sapi memerlukan pengelolahan yang profesional untuk mencapai hasil yang optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan pedoman budidaya ternak sapi potong yang baik (Good Farming Practices). Good Farming Practice (GFP) menurut Department of Agriculture, Food and Rural Development

Irlandia (2001) merupakan cara beternak yang baik dan benar, yang memperhatikan lingkungan dan memenuhi standar minimal sanitasi dan kesejahteraan ternak. Good Farming Practice juga termasuk di dalamnya aturan yang berlaku di lingkungan,

hygiene atau sanitasi, kesejahteraan ternak, identifikasi, registrasi ternak, serta

kesehatan ternak. Aspek-aspek utama dalam GFP yaitu manajemen nutrisi, manajemen lahan rumput, perlindungan sungai dan sumber air, pemeliharaan habitat liar, pemeliharaan batas peternakan, penggunaan pestisida dan bahan kimia yang berhati-hati, perlindungan situs-situs bersejarah, pemeliharaan penampakan visual peternakan dan lingkungannya, pemeliharaan catatan peternakan, kesejahteraan ternak, hygiene atau sanitasi, tidak menggunakan bahan yang dilarang, penggunaan obat hewan yang bertanggung jawab dan pengetahuan peternak tentang GFP. Direktorat Jenderal Produksi Peternakan (2000) merumuskan ruang lingkup pedoman budidaya ternak sapi potong yang baik meliputi empat aspek yaitu sarana, proses produksi, pelestarian lingkungan dan pengawasan.

(14)

2 Perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 1990 hingga sekarang dan telah banyak menyuplai sapi potong di Indonesia. Penerapan GFP menjadi hal yang sangat penting bagi perusahan ini. untuk meningkatkan produktivitas sapi potong yang dihasilkan. Sebagai wujud nyata dari adanya penerapan ini adalah dibentuknya suatu manual mutu, yaitu semacam pedoman prosedur operasional baku atau Standard Operating Procedure (SOP) untuk melaksanakan peternakan sapi potong yang baik.

Tujuan

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Bangsa Sapi

Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Berdasarkan karakteristik tersebut, bangsa sapi dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya.

Menurut Blakely dan Bade (1992) menyatakan bahwa bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut :

Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mamalia Sub class : Theria Infra class : Eutheria Ordo : Artiodactyla Sub ordo : Ruminantia Infra ordo : Pecora Famili : Bovidae Genus : Bos (cattle) Group : Taurinae

Spesies : Bos taurus (sapi Eropa)

Bos indicus (sapi India/sapi Zebu) Bos sondaicus (banteng/sapi Bali)

Sapi Brahman Cross

(16)

4 American Brahman, Hereford, dan Shorthorn. Sapi BX mempunyai proporsi 50% darah Brahman, 25% darah Hereford, dan 25% darah Shorthorn. Secara fisik bentuk fenotif sapi BX lebih cenderung mirip sapi American Brahman karena proporsi darahnya yang lebih dominan, seperti punuk dan gelambir masih jelas, bentuk kepala dan telinga besar menggantung, sedangkan pola warna kulit sangat bervariasi mewarisi tetuanya.

Menurut Ensminger (1995), ciri fisik sapi Brahman Cross (BX) ditandai dengan adanya kelasa yang cukup besar melampaui bahu, kulit yang menggantung di bawah kerongkongan dan gelambir yang panjang, serta mempunyai kaki panjang dan telinga menggantung. Sapi BX banyak digunakan sebagai sapi bakalan di Indonesia karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain: memiliki daya tahan terhadap panas dan kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik di daerah tropis, memilki daya tahan terhadap ektoparasit terutama caplak (Direktorat Jenderal Peternakan, 1986).

Sapi Brahman Cross (BX) memiliki sifat-sifat seperti: (1) persentase kelahiran 81,2%, (2) rataan bobot lahir 28,4 kg, bobot umur 13 bulan mencapai 212 kg, dan umur 18 bulan bisa mencapai 295 kg, (3) angka mortalitas postnatal sampai umur 7 hari sebesar 5,2%, mortalitas sebelum disapih 4,4%, mortalitas lepas sapih sampai umur 15 bulan sebesar 1.2%, dan mortalitas dewasa sebesar 0,6%, (4) daya tahan terhadap panas cukup tinggi karena produksi panas basal rendah dengan pengeluaran panas yang efektif, (5) ketahanan terhadap parasit dan penyakit sangat baik, serta (6) efisiensi penggunaan pakan terletak antara sapi Brahman dan persilangan Hereford-Shorthorn (Turner, 1977).

(17)

5 mulai dari 4,2% sampai 11,2%, terendah pada sapi Frisian dan tertinggi pada Shorthorn.

Sapi BX di Indonesia diimpor dari Australia sekitar tahun 1973 namun penampilan yang dihasilkan tidak sebaik dengan di Australia. Hasil pengamatan di ladang ternak Sulawesi Selatan memperlihatkan: (1) persentase beranak 40,91%, (2) calf crop 42,54%, (3) mortalitas pedet 5,93%, (4) mortalitas induk 2,92%, (5) bobot

sapih umur 8-9 bulan 141,5 kg (jantan) dan 138,3 kg (betina), (6) pertambahan bobot badan sebelum disapih sebesar 0.38 kg/hari (Hardjosubroto, 1984; Direktorat Jenderal Peternakan dan Fapet UGM, 1986).

Produktivitas Sapi Potong di Indonesia

Produktivitas ternak sapi potong di Indonesia sebagai salah satu sumber daging belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dikarenakan jumlahnya masih rendah. Faktor yang menyebabkan produksi daging masih rendah adalah jumlah populasi ternak sapi dan juga tingkat produksi sapi yang masih rendah. Menurut Djanuar (1985), produktivitas sapi pedaging dapat ditingkatkan baik melalui modifikasi lingkungan atau mengubah mutu genetiknya dan dalam praktik adalah kombinasi antara kedua alternatif tersebut. Vercoe dan Frisch (1980) menyatakan bahwa sifat produksi dan reproduksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bangsa sapi, keadaan tanah, kondisi padang rumput, penyakit, dan manajemen. Produksi Sapi Potong

(18)

6 Produksi ternak yang menguntungkan membutuhkan ternak-ternak yang sehat karena penyakit merupakan faktor pembatas keuntungan di kebanyakan daerah tropis (Williamson dan Payne, 1993). Kondisi ternak sapi dapat diamati dengan cara observasi, pengamatan dan perabaan bagian tulang belakang.

Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur, sedangkan perkembangan berhubungan dengan perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa. Proses pertumbuhan pada ternak sapi dimulai sejak awal terjadinya pembuahan sampai dengan pedet lahir, dilanjutkan hingga sapi menjadi dewasa (Parakkasi, 1999). Menurut Tillman et al. (1991) pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid.

Menurut Syamsudin et al. (1989) pertambahan bobot badan sapi tidak akan tinggi apabila ransum yang diberikan hanya rumput-rumputan saja. Pertambahan bobot badan yang lebih tinggi akan diperoleh apabila ransum yang diberikan terdiri dari rumput-rumput yang dicampur atau disuplemen dengan hijauan yang berkualitas tinggi seperti daun gamal, lamtoro, atau jenis leguminosa lainnya.

Sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara dengan sistem feedlot dengan perbandingan konsentrat dan hijauan masing-masing 85% dan 15% menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 0,8-1,2 kg/ekor/hari dengan persentase bobot karkas 53,21%. Pertambahan bobot harian sapi Brahman Cross (BX) sebesar 0,78 kg dapat menghasilkan persentase bobot karkas sebesar 54,18% (Ngadiyono, 1995)

Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong

Sistem Pemeliharaan Sapi Potong

(19)

7 fase hidup sapi yang bersangkutan, mulai dari pedet, sapi muda dan sapi dewasa (finishing).

Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sistem pemeliharaan ternak sapi dibagi menjadi tiga, yaitu intensif, ektensif, dan mixed farming system. Pemeliharaan secara intensif dibagi menjadi dua yaitu (a) sapi di kandangkan terus-menerus dan (b) sapi dikandangkan pada saat malam hari, kemudian siang hari digembalakan atau disebut semi intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif adalah sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry. Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara ekstensif sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif, sedangkan kelemahannya modal yang digunakan lebih tinggi, masalah penyakit dan limbah peternakan.

Pemeliharaan secara ekstensif adalah pemeliharaan ternak di padang penggembalaan, pola pertanian menetap atau di hutan. Sistem ekstensif biasanya aktivitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan ternak sapi dilakukan oleh satu orang yang sama di padang penggembalaan yang sama (Parakkasi, 1999). Daerah yang luas padang rumputnya, tandus dan iklimnya tidak memungkinkan untuk pertanian maka dapat dilakukan usaha peternakan secara ekstensif. Beberapa daerah melepaskan ternaknya di lapangan tanpa memperhatikan kecukupan pakannya dan keadaan padang rumput (Tafal, 1981). Sistem pemeliharaan mix farming system atau sistem pertanian campuran adalah petani biasanya memelihara beberapa ekor ternak sapi dengan maksud digemukkan dengan pakan yang ada di dalam atau di sekitar usaha pertanian (Parakkasi, 1999).

Bangunan dan Fasilitas Peternakan

Office International des Epizooties (OIE) (2006) menjelaskan bahwa

(20)

8 menjadi sumber polusi (i) pembakaran sampah lokal yang melepaskan banyak senyawa dioksida, pabrik pengolahan yang melepaskan senyawa pelarut dan logam berat, atau (ii) dalam suatu lingkungan yang mudah terkena polusi udara (dekat dengan jalan raya yang padat banyak pelepasan timah dan hidrokarbon), (iii) polusi tanah (industri pertanian atau tempat pembuangan bahan beracun), atau (iv) tempat perkembangbiakan hama seperti tempat pembuangan sampah akhir, dan (b) menempatkan bangunan atau fasilitas lain sehingga tersendiri dalam suatu banguan khusus yang cukup jauh dari tempat penyimpanan limbah.

Tata letak bangunan diatur dengan berdasarkan fungsinya dan jarak antar bangunan dalam peternakan yang berdekatan juga diatur agar tidak menambah resiko terjadinya perpindahan penyakit antar peternakan, membuat kandang dengan luas yang layak sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik, membuat kandang isolasi bagi ternak yang sakit dan kandang karantina bagi ternak yang sehat. Mengisolasi kandang dari ganguan hama dan serangga, merancang kandang agar mudah dibersihkan dan mengunakan bahan bangunan yang aman. Akses keluar masuk peternakan dirancang agar orang yang tidak berkepentingan tidak sembarangan masuk ke areal peternakan.

Bangunan peternakan harus dirancang untuk memfasilitasi kenyamanan, kesehatan dan produktivitas ternak. Ventilasi yang baik, tersedianya pakan dan air dengan kualitas yang baik, penerangan dan kenyamanan ternak harus diperhatikan untuk meningkatkan performan ternak (Ensminger dan Tylor, 2006). Area yang terpisah diperlukan untuk mengisolasi ternak dan untuk perawatan ternak. Area ini harus dibuat agar nyaman bagi ternak dan memiliki suplai obat-obatan serta memiliki penerangan yang cukup. Area perawatan ini biasanya dibuat dekat dengan kandang khusus untuk melahirkan dan untuk mengisolasi ternak yang sakit. Hal ini dilakukan untuk efisiensi pekerja dan sering disebut sebagian kandang untuk kebutuhan khusus (Palmer, 2005).

Perkandangan

(21)

9 menjaga kesehatan. Persyaratan teknis kandang menurut Direktorat Jenderal Produksi Peternakan (2006) adalah sebagai berikut:

1. Konstruksi kandang harus kuat

2. Terbuat dari bahan yang ekonomis dan mudah diperoleh 3. Sirkulasi udara dan sinar matahari cukup

4. Drainase dan saluran pembuangan limbah baik, serta mudah dibersihkan 5. Lantai rata, tidak licin, tidak kasar, mudah kering dan tahan injak

6. Luas kandang memenuhi persyaratan daya tampung 7. Kandang isolasi dibuat terpisah

Manajemen Pakan

Pakan ternak sapi potong merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Bahan pakan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak daripada berat keringnya, sedangkan konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit daripada hijauan dan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang relatif banyak namun jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne, 1993).

Kebutuhan pakan terkait erat pada jenis, umur, dan tingkat produksi. Konsumsi bahan kering (BK) pakan ditentukan oleh ukuran tubuh, macam pakan, umur dan kondisi. Konsumsi bahan kering pakan hijauan berkualitas tinggi pada sapi dewasa adalah sebesar 1,4 % dari bobot hidupnya, sedangkan pada sapi jantan muda sebesar 3%. Konsumsi bahan kering pakan biasanya makin menurun dengan meningkatnya kandungan zat-zat pakan yang dapat dicerna (National Reseach Council, 1984). Menurut Tilman et al. (1991) kebutuhan bahan kering pakan yang disarankan utuk sapi pedaging adalah antara 2,5-3% dari bobot badan setiap hari dan dapat ditambahkan konsentrat 2% dari bobot badan, sedangkan sisanya adalah hijauan atau pakan berserat tinggi.

(22)

10 Tingkat konsumsi ransum sapi berbeda-beda bergantung pada status fisiologi, sebagai contoh sapi dewasa, finish sedang dapat mengkonsumsi bahan kering minimal 1,4% bobot badan/hari, sedangkan sapi kebiri umur 1 tahun dengan hijauan berkualitas baik dapat mengkonsumsi 3% dari bobot badan (Parakkasi, 1999).

Sumber pakan ternak dibagi menjadi lima berdasarkan fungsinya, yaitu: 1) sumber hijauan kering dan hijauan kasar misalnya jerami padi, rumput lapang, dan lamtoro; 2) sumber energi misalnya dedak padi, jagung, sorgum, dan onggok; 3) sumber protein nabati misalnya bungkil kelapa bungkil kelapa sawit, bungkil kacang kedelai dan bungkil bji kapuk; 4) sumber protein hewani misalnya tepung ikan, tepung daging dan tulang, tepung darah dan tepung bulu ayam; dan 5) sumber mineral misalnya tepung tulang dan tepung kulit kerang, kapur, kalium karbonat, zeolit dan kromium (Khalil, 1998).

Potensi genetik ternak untuk pertumbuhan dan konversi pakan dapat diperkirakan dengan mengetahui bangsa, jenis kelamin, ukuran tubuh dan riwayat sebelumya. Pemberian pakan secara adlibitum dengan memberikan pakan biji-bijian, 100% pakan konsentrat atau maksimum ditambahkan 10-15% hijauan terhadap konsentrat dimaksudkan untuk merealisasikan potensi genetik (Presto and Willis, 1982).

Office International des Epizooties (2006) menjelaskan bahwa pakan

komersial juga harus dipastikan bebas dari residu bahan kimia. Label pada pakan komersial penting diantaranya untuk mengetahui cara pemakaian dengan benar, tanggal kadaluarsa dan identitas perusahaan. Kemasan pakan komersial tersebut harus utuh tanpa cacat yang dapat mempengaruhi isi. Pencatatan atau recording kualitas bahan pakan yang diterima juga sangat penting dan isinya harus sesuai dengan label, serta tidak mengandung hasil ikutan ternak yang tidak diperbolehkan. Pakan yang dicampur atau diproduksi sendiri mengandung resiko (bahaya) terdapatnya residu bahan kimia, tumbuhnya jamur dan kapang. Proses pencampuran bahan-bahan mentah harus dipastikan komposisinya dan tercampur dengan sempurna.

Usaha Penggemukan Sapi

(23)

11 Peternakan, 1986). Tujuan usaha penggemukan sapi adalah untuk memperoleh pertambahan bobot badan yang relatif tinggi dengan menghitung nilai konversi pakan dalam pembentukan jaringan tubuh termasuk otot daging dan lemak serta menghasilkan karkas daging dan daging yang berkualitas tinggi (Dyer dan O’Mary, 1977).

Penggemukan sapi secara umum dapat dikelompokan menjadi penggemukan sapi dipadang rumput (pasture fattening) dan secara dikandangkan (feedlot) serta kombinasi antara keduanya (Williamson dan Payne, 1993). Usaha peternakan khususnya penggemukan sapi pedaging semakin berkembang mulai dari penggemukan secara tradisional maupun secara feedlot. Usaha penggemukan feedlot didasarkan pada prisip penggemukan dengan pemberian pakan secara penuh dengan konsentrat dalam julah besar. Sapi bakalan dengan bobot antara 150-300 kg dapat digemukkan dalam 180 hari atau kurang. Penggemukan ini menghasilkan pertambahan bobot badan 0,9 kg per ekor per hari atau lebih dengan pakan sekitar 7 kg untuk setiap kg pertambahan berat badan (Blakely dan Bade, 1992). Sapi bakalan yang digunakan dalam penggemukan adalah sapi Bali, Peranankan Onggole (PO), dan sapi impor seperti sapi Australian Commersial Cross (ACC), Brahman Cross (BX), Shorthon dan Brangus (Susilowati, 1998).

Sapi yang digemukkan secara feedlot adalah sapi yang memiliki pertumbuhan tinggi sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai bobot tertentu menjadi lebih singkat (Tulloh, 1978). Usaha penggemukan sapi secara feedlot di Amerika pada beberapa tahun terakhir ini berlangsung kurang dari 120 sampai 150 yakni periode 70 sampai 90 hari. Perubahan waktu penggemukan yang lebih singkat dimaksudkan untuk memperoleh efisiensi ekonomi dalam penggunaan pakan (Tilman et al., 1991). Sapi yang dipelihara secara feedlot dengan pemberian pakan banyak mengandung biji-bijian dan selalu berada di dalam kandang sering kekurangan vitamin A dan D, sehingga dalam penggemukan sapi daging perlu ditambahkan vitamin tersebut (Presto and Wills, 1982).

Good Farming Practice (GFP)

Good Farming Practice menurut Departement of Agriculture, Food and

Rural Development (2001) merupakan cara beternak yang baik dan benar, yang

(24)
(25)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Kegiatan magang penelitian dilakukan di PT Lembu Jantan Perkasa Serang, Banten. Magang penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2010. Pengamatan dan pengambilan data di perusahaan dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2011.

Materi

Bahan-bahan yang digunakan pada magang penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer terdiri atas ternak sapi, hasil pengamatan wawancara, kuisioner dan lembar evaluasi penerapan Good Farming Practices (GFP) serta Standard Operating Procedure (SOP). Data sekunder merupakan data periode tahun

2009-2010 yang terdiri atas sejarah perusahaan, struktur organisasi, SOP (perkandangan, recording ternak, dan penanganan ternak baru datang), populasi sapi penggemukan, kematian, pemberian pakan dan kualitas pakan, performa produksi ternak penggemukan, pemilihan sapi bakalan dan evaluasi sapi potong, pengelolaan limbah, karyawan, penjualan serta pembelian ternak. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat tulis, meteran, dan termohygrometer.

Prosedur

Teknik Pengambilan data

(26)

14 Rancangan

Studi ini dilakukan untuk membandingkan penerapan Good Farming Practices sapi penggemukan yang diterapkan di PT Lembu Jantan Perkasa,

Serang-Banten dengan pedoman pengemukan sapi potong yang baik yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Produksi Peternakan. Selain itu juga melakukan wawancara, observasi, pengumpulan data produksi dan manajemen.

Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi peternakan sapi di PT Lembu Jantan Perkasa, Serang-Banten terutama dalam penerapan Good Farming Practices sapi potong serta membandingkan penerapannya dengan pedoman

pengemukan sapi potong yang baik yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Produksi Peternakan.

Peubah yang diamati

1. Evaluasi pelaksanaan Good Farming Practices

Dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan magang di PT Lembu Jantan Perkasa, Serang-Banten dan terlibat langsung dalam kegiatan tersebut.

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Sejarah dan Pekembangan

PT Lembu Jantan Perkasa (LPJ) merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang breeding, fattening dan trading sapi potong dan didirikan pada tahun 1990 oleh Bapak Djaya Gunawan. Visi PT LJP adalah meningkatkan kualitas dan modernisasi tata niaga sapi potong, yang bertujuan untuk menunjang usaha peningkatan gizi masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan ternak sapi potong dalam lingkup regional dan nasional. Perusahaan ini memiliki kantor pusat yang terletak di jalan Tarum Barat E11-12 No.8, Jakarta Timur. Perusahaan terdaftar pada Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) dengan nomor registrasi 015/APFINDO/1995 tanggal 29 Agustus 1995 dan fokus pada usaha di bidang perdagangan, impor dan penggemukan sapi potong.

PT LJP merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak di bidang penggemukan dan pembibitan secara intensif. PT LJP merupakan salah satu perusahaan penggemukan sapi terbaik di Indonesia. PT LJP memiliki beberapa cabang perusahaan yaitu Serang-Banten, Cikalong-Bandung, Langkat-Medan dan Sawah Lunto-Padang.

Lokasi Usaha

(28)

16 Fasilitas dan Bangunan

Fasilitas dan bangunan yang terdapat di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten dapat dilihat pada Gambar 1. yang meliputi kantor, kandang pemeliharaan, kandang isolasi, loading chute, cattle yard, gang way, crush (kandang jepit), mess manajer dan karyawan, pos satpam, gudang alat, mushola, gudang pakan, dan unit penanganan limbah. Loading chute digunakan untuk menurunkan dan menaikkan sapi dari atau ke truk, tinggi loading chute ini sekitar 1,15 m. Cattle yard merupakan tempat penanganan ternak sementara seperti bongkar muat sapi, penimbangan, pemasangan ear tag, pengobatan, dan lain-lain. Gang way merupakan lorong tempat sapi berjalan dari cattle yard menuju ke kandang ataupun sebaliknya. Kandang di PT. Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten terdiri dari 2 jenis yaitu kandang tertutup dan kandang terbuka.

Struktur Organisasi

(29)

17 Denah Unit Penggemukan Sapi Potong PT Lembu Jantan Perkasa.

(30)

18 Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi PT Lembu Jantan Perkasa (Sumber : Arsip PT Lembu Jantan Perkasa)

Bagian Umum

Administrasi Head Office General Marketing

Direksi

Kandang Fattening Kandang Breeding

Kesehatan Hewan Supervisor Kesehatan Hewan Supervisor

Manager Fattening

Hijauan

MakananTernak Staf Keamanan

Manager Cikalong

Staf Limbah

Unit Feedmill Manager Breeding

Administrasi Farm Farm Manager

(31)

19 Jumlah dan bangsa Sapi

Jumlah sapi penggemukan di PT LJP selama tahun 2009 sebanyak 3511 ekor sedangkan tahun 2010 sebanyak 4258 ekor. Sapi bakalan yang dipelihara di PT LJP berasal dari Australia. Menurut Susilowati (1998) sapi bakalan yang digunakan dalam penggemukan adalah sapi Bali, Peranankan Onggole (PO), dan sapi impor seperti sapi Australian Commersial Cross (ACC), Brahman Cross (BX), Shorthon dan Brangus. Sapi potong yang dipelihara sebagian besar merupakan sapi Brahman Cross (BX). Sapi-sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara di PT LJP berasal dari

Auastralia. Minish dan Fox (1979) menyatakan bahwa sapi Brahman di Australia secara komersial jarang dikembangkan secara murni dan banyak disilangkan dengan sapi Hereford-Shorthorn (HS). Hasil persilangan dengan Hereford dikenal dengan nama Brahman Cross (BX). Gambar 3 memperlihatkan sapi Brahman Cross (BX) di PT LJP.

Gambar 3. Sapi Brahman Cross (BX) di PT Lembu Jantan Perkasa

(32)

20 kerongkongan dan gelambir yang panjang, serta mempunyai kaki panjang dan telinga menggantung.

Evaluasi Penerapan Good Farming Practices (GFP)

Good Farming Practices menurut Departement of Agriculture, Food and

Rural Development (2001) merupakan cara beternak yang baik dan benar, yang memperhatikan lingkungan dan memenuhi standar minimal sanitasi dan kesejahteraan ternak. Tujuan yang ingin dicapai dari penerapan pedoman budidaya ternak sapi potong yang baik (GFP) menurut Direktorat Jenderal Produksi Peternakan (2000) adalah: 1) meningkatkan popolasi, produksi dan produktivitas ternak, 2) meningkatkan mutu hasil ternak (daging), 3) menunjang ketersediaan pangan asal ternak di dalam negeri, 4) menciptakan lapangan kerja, 5) meningkatkan pendapatan dan kesejahtaraan peternak dan 6) mendorong ekspor komoditas ternak khususnya daging.

(33)

21 Tabel 1. Hasil Evaluasi Aspek Sarana Penerapan GFP Sapi Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa

No. Aspek Kondisi Seharusnya Kondisi dilapangan Kesesuaian/koreksi

1. Lokasi Tidak bertentangan dengan Rencana

Letak dan ketinggian lokasi terhadap wilayah sekitarnya harus memperhatikan lingkungan dan topografi sehingga kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan.

Sesuai dengan persyaratan. Memiliki topografi yang landai dan datar dengan ketinggian 200 m dpl.

2. Lahan Status lahan peternakan sapi potong jelas.

Status lahan peternakan sapi potong jelas.

Sesuai dengan peruntukannya menurut perundang–undangan yang berlaku.

Sesuai dengan peruntukannya menurut perundang–undangan yang berlaku, dengan iji mendirikan bangunan no tersedia sepanjang tahun dalam jumlah yang mencukupi.

Air memenuhi baku mutu air sehat, dilakukan pengecekan kualitas air secara berkala, air tersedia sepanjang tahun. Sumber air berasal dari sumur bor dan sumur summermersible yang ada di dalam wilayah peternakan. Sumur bor sejumlah 11 unit. Air minum ditampung dalam tower air.

Setiap usaha penggemukan sapi potong hendaknya menyediakan alat penerangan (misalnya listrik) cukup

(34)

22 setiap saat sesuai kebutuhan dan

peruntukannya.

4. Bangunan Jenis bangunan yang diperlukan untuk usaha penggemukan sapi potong adalah:

a. Kandang penggemukan

b. Kandang isolasi sapi yang sakit c. Gudang pakan dan peralatan d. Barak pekerja

e. Unit penampungan dan unit pengolahan limbah

Semua bangunan tersedia. a. Kandang penggemukan

b. Kandang isolasi sapi yang sakit c. Gudang pakan dan peralatan d. Barak pekerja

e. Unit penampungan dan unit pengolahan limbah

Konstuksi bangunan

a. Konstruksi bangunan terdiri dari bahan yang kuat yang dapat menjamin kenyamanan dan keamanan bagi pegawai/buruh dan ternak.

b. Konstruksi kandang harus dapat memenuhi daya tampung dan pertukaran udara didalam kandang harus terjamin kelancarannya.

c. Lantai kandang harus kuat dan tidak licin sebaiknya terbuat dari coran semen untuk menjamin kebersihan kandang dan memudahkan untuk didesinfeksi. d. Konstruksi bangunan gudang pakan harus dibuat sedemikian rupa agar pakan tetap sehat dan hygienis.

Konstruksi bangunan PT Lembu Jantan Perkasa:

• Bahan baku yang digunakan untuk bangunan kandang terdiri atas bahan logam, kayu, beton dan besi. • Atap kandang menggunakan asbes

dan aluminium galvanum setiap atap terdapat seng berwarna bening untuk penerangan cahaya matahari. • Kerangka dan tiang kandang

menggunakan bahan beton, kayu dan besi.

• Lantai terbuat dari paving block dan semen dengan kemiringan 5º. • Daya tampung cukup, jumlah sapi

tiap pen 50-60 ekor dengan luasan sekitar 3 m2/ekor.

(35)

-23 Tataletak Bangunan

a. Ruang kantor dan tempat tinggal karyawan/pengelola usaha peternakan harus terpisah dari daerah perkandangan.

b. Jarak terdekat antara kandang dengan bangunan lain bukan kandang minimal 25 m.

c. Letak kandang dan bangunan lain harus ditata sedemikian rupa agar memudahkan bagi karyawan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, memudahkan pengaturan drainase dan penampungan limbah sehingga tidak terjadi polusi dan pencemaran penyakit.

d. Letak kandang isolasi ternak yang sakit atau diduga sakit di belakang penampungan limbah sehingga tidak terjadi polusi dan pencemaran penyakit.

e. Usaha peternakan hanya mempunyai satu pintu masuk (entry point) yang dilengkapi dengan kolam disinfektan dan setiap tamu atau kendaraan harus melewati.

Tataletak Bangunan PT Lembu Jantan Perkasa:

• Ruang kantor dan tempat tinggal karyawan/pengelola usaha peternakan harus terpisah dari daerah perkandangan.

• Jarak terdekat antara kandang dengan bangunan bukan kandang kurang dari 25 m.

• Letak kandang dengan unit penampungan limbah terlalu dekat ± 3 m, dikhawatirkan dapat menyebabkan polusi dan pencemaran penyakit.

• Usaha peternakan hanya mempunyai satu pintu masuk (entry point) yang tidak dilengkapi dengan kolam disinfektan dan setiap tamu atau kendaraan harus melewati.

Sebaiknya tata letak kandang dengan unit penampungan limbah diperbaiki agar jaraknya tidak terlalu dekat. Peternakan dilengkapi dengan kolam disinfektan pada pintu masuk (entry point) dan setiap tamu atau kendaraan harus melewati, adanya disinfektan untuk mencegah kemungkinan adanya penyakit dari luar.

5. Alat dan Mesin Peternakan

Usaha penggemukan sapi potong memiliki peralatan sesuai dengan kapasitas/jumlah sapi yang dipelihara mudah digunakan, mudah dibersihkan

(36)

24 dan tidak mudah berkarat. dibersihkan dan tidak mudah berkarat.

Alat dan mesin yang perlu disediakan: a. Tempat pakan dan tempat

minum bias terbuat dari semen, seng anti karat atau papan tebal b. Kendaraan pembawa rumput

kekandang

c. Timbangan pakan dan sapi d. Alat timbangan untuk sapi

(statis/mobil)

e. Mesin giling butiran (apabila membuat pakan konsentrat sendiri)

f. Chopper (pemotong rumput) g. Tempat bongkar/muat ternak

memadai

b. Rumput diangkut mengunakan mobil pick up/truk.

c. Timbangan yang tersedia: timbangan sapi, timbangan kendaraan, timbangan rumput dan timbangan pakan.

d. Terdapat 2 mesin giling

e. Terdapat chopper untuk rumput dan chopper untuk jerami padi. f. Tempat bongkar dan muat

(loading chute ) memadai. g. Terdapat 4 mixer.

6. Bibit/bakal an

Bakalan sapi khusus untuk digemukkan bisa berasal dari sapi lokal atau impor, tergantung jenis sapi.

Bakalan berasal dari ternak impor dari Australia yaitu sapi Brahman Cross. Sapi bakalan yang digunakan harus

bebas dari penyakit menular seperti mulut dan kuku (Foot and Mouth Disease), penyakit ngorok, Rinderpest, brucellosis (keluron), anthrax (radang limpa), Blue tangue (lidah biru).

Sapi bakalan berasal dari Negara Australia yang terbebas dari penyakit menular. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum dan sesudah sampai ke peternakan oleh Balai Karantina dan Dinas Peternakan Kabupaten Banten. Usaha peternakan sapi potong yang

mengadakan kegiatan pembibitan telah

(37)

25 mengikuti petunjuk, pengarahan, serta

pengawasan dari instansi yang berwenang.

mengikuti petunjuk, pengarahan, serta pengawasan dari instansi yang berwenang.

7. Pakan Ketersediaan pakan cukup bagi ternak, baik yang berasal dari hijauan/rumput, maupun pakan konsentrat yang dibuat sendiri atau berasal dari pabrik.

Ketersediaan pakan cukup, pakan hijauan berasal dari kebun HMT perusahaan yaitu rumput Taiwan dan jerami diperoleh dari daerah sekitar, pakan konsentrat diproduksi sendiri oleh perusahaan sedangkan bahan baku ransum berasal dari luar.

Bahan campuran pakan harus diperoleh dari sumber yang sudah mendapat izin. Ransum pakan yang digunakan tidak terkontaminasi mikroba, penyakit stimulant pertumbuhan, hormon, bahan kimia, obat-obatan, mycotoxin melebihi tingkat yang dapat diterima oleh pejabat yang berwenang dan Negara-negara pengimpor.

Bahan pakan diperoleh dari dalam negeri dan dilakukan pengujian analisis proksimat untuk setiap bahan pakan yang digunakan. Ransum yang digunakan tidak terkontaminasi mikroba, penyakit stimulant pertumbuhan, hormon, bahan kimia, obat-obatan, mycotoxin.

Dalam memenuhi kebutuhan pakan hijauan yang cukup bagi usaha peternakan sapi potong secara berkesinambungan, dapat bekerja sama dengan petani setempat untuk penyediaan hijauan pakan ternak.

Kebutuhan pakan hijauan cukup bagi usaha peternakan sapi potong secara berkesinambungan dan penanaman HMT dilakukan oleh perusahaan bekerja sama dengan masyarakat melalui sistem kemitraan.

8. Obat Hewan

Obat-obatan, bahan kimia dan bahan biologic untuk ternak yang digunakan sudah terdaftar.

Setiap obat memiliki nomor pendaftaran tersendiri.

Penggunaan obat hewan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(38)

26 (Keswan) yaitu dokter hewan dan

kepala unit kesehatan hewan. 9. Tenaga

Kerja

Semua karyawan yang bekerja pada usaha peternakan sapi potong berbadan sehat

Semua karyawan yang bekerja pada usaha peternakan sapi potong berbadan sehat jasmani dan rohani. Setiap karyawan mendapat kartu jaminan kesehatan dari perusahaan.

Pekerja disediakan pakaian kerja, sepatu bot, jas hujan dan peralatan lainya yang diperlukan.

Pekerja disediakan pakaian kerja, sepatu bot dan peralatan lainya yang diperlukan yang diberikan setiap tahun. Setiap usaha penggemukan sapi potong

hendaknya menjalankan ketentuan/ peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

(39)

27 Tabel 2. Hasil Evaluasi Aspek Proses Produksi Penerapan GFP Sapi Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa

No. Aspek Kondisi Seharusnya Kondisi dilapangan Kesesuaian/koreksi

1. Pemilihan bibit

Pemilihan sapi bakalan pada usaha penggemukan sapi potong harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Bangsa sapi murni atau persilangan. 2. Umur 1 sampai 2 tahun

3. Berat; untuk sapi lokal 100 – 150 kg, untuk sapi persilangan 250-350 kg

Sapi bakalan usaha penggemukan PT Lembu Jantan Perkasa berasal dari bangsa sapi persilangan yaitu sapi Brahman Cross (BX) dengan kisaran umur 2 tahun dengan bobot badan 250-350kg.

2. Kandang Setiap usaha penggemukan sapi potong yang akan didirikan harus merencanakan jumlah kandang yang akan dibangun sesuai dengan jumlah dan jenis sapi yang akan dipeliharan.

Usaha penggemukan PT Lembu Jantan Perkasa merencanakan jumlah kandang sesuai dengan jumlah dan jenis sapi yang akan dipelihara. Jumlah kandang penggemukan 7 kandang penggemukan, setiap kandang terdiri dari 8 - 14 pen. Daya tampung kandang penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa sekitar 4500 ekor dengan daya tampung setiap pen 50 - 60 ekor.

Kandang yang akan dibangun harus kuat, memenuhi syarat kesehatan, mudah dibersihkan, mempunyai drainase yang baik, sikulasi udara yang bebas dan dilengkapi tempat makan dan minum sapi serta bak desinfektan.

Kandang terbuat dari logam, kayu, beton dan besi sehingga dipastikan kuat, memenuhi syarat kesehatan, mudah dibersihkan, mempunyai drainase yang baik, sikulasi udara yang bebas dan dilengkapi tempat makan dan minum sapi serta bak desinfektan.

Sistem kandang dapat dibuat berkoloni/kelompok dan setiap

(40)

28 kelompok berisi 5-10 ekor sapi dengan

luas ruang (space) 10-20 m2.

luas ruang 3 m2 perekor. Jarak antar kandang dengan kandang

lainya minimal 10 m, dan jarak kandang dengan tempat penampungan limbah/kotoran sapi minimal 25 m. Sebaiknya bangunan kandang dibuat sedemikian rupa agar selalu mendapat cahaya pagi yang penuh ultra violet.

Jarak kandang penggemukan dengan kandang breeding dan kandang isolasi lebih dari 10 m, jarak kandang dengan tempat penampungan limbah/kotoran sapi sekitar 3 m. Bangunan kandang mendapat cahaya pagi yang penuh ultra violet.

Sebaiknya tempat

penampungan limbah/kotoran sapi berjarak lebih dari 25m dari kandang.

3. Pakan Pemberian pakan hijauan segar minimal 10% berat badan dan pakan konsentrat sekitar 0,4% dari berat badan. Pemberian pakan dilakukan 2 (dua) kali sehari.

Pemberian hijauan 1-2 % dari bobot badan dan pakan konsentrat 1,3 – 2 % berat badan. Pemberian pakan dilakukan 3 (tiga) kali sehari. Pemberian pakan disesuaikan dengan bobot badan, PBBH dan konsumsi pakan ternak.

Penyusunan ransum memperhatikan keseimbangan zat-zat makanan yang dapat dicerna dalam ransum. Zat-zat makanan dasar adalah energi dan lemak, protein, mineral dan vitamin serta serat kasar.

Penyusunan ransum dilakukan oleh supervisor feeding. Penyusunan ransum memperhatikan keseimbangan zat-zat makanan yang dapat dicerna dalam ransum.

Kebutuhan energi atau Total Digestible Nutrient (TDN), protein dan mineral untuk penggemukan sapi potong jantan untuk tujuan pemelihraan dan pertumbuhan dapat dilihat pada tabel.

Sesuai persyaratan. Ransum konsentrat yang diproduksi PT Lembu Jantan Perkasa untuk sapi penggemukan memiliki kandungan protein sebesar 12-14%.

Pakan tambahan yang digunakan memiliki ketentuan yang berlaku.

(41)

29

Usaha penggemukan sapi potong terutama usaha penggemukan harus terletak di daerah dimana tidak ditemukan gejala klinis atau bukti lain tentang penyakit mulut dan kuku (Foot and Mouth Disease), ingus jahat (Malignat Catarhal Fever), Bovine Ephemeral Fever, Lidah biru (Blue tangue), anthrax (Radang Limpa), Brucellosis (kluron menular). melakukan vaksinasi dan pengujian/tes laboratorium terhadap penyakit tertentu yang ditetapkan oleh instansi berwenang.

b. mencatat setiap pelaksanaan vaksinasi dan jenis vaksin yang dipakai dalam kartu kesehatan ternak,

c. melaporkan kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat (instansi yang berwenang) setiap timbulnya kasus penyakit terutama yang diduga/dianggap penyakit menular.

(42)

30 terjadi kasus penyakit menular.

B. Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet)

1. Lokasi usaha tidak mudah dimasuki binatang liar serta bebas dari hewan piaraan lainnya yang dapat menularkan penyakit.

2. Melakukan desinfeksi kandang dan peralatan dengan menyemprotkan insektisida pembasmi serangga, lalat dan hama lainnya.

3. Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari satu kelompok ternak ke kelompok ternak lainnya, pekerja yang melayani ternak yang sakit tidak diperkenankan melayani ternak yang sehat.

4. Menjaga agar tidak setiap orang dapat bebas keluar masuk kandang ternak yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit. 5. Membakar atau mengubur bangkai

kerbau yang mati karena penyakit menular.

6. Menyediakan fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan dan kendaraan tamu dipintu masuk perusahaan. 7. Mengusahakan lokasi peternakan

tidak mudah dimasuki binatang

• Lokasi mudah dimasuki binatang liar sebab berdekatan dengan masyarakat, namun hanya mampu masuk hingga wilayah kebun HMT.

• Diterapkan pemakaian insektisida baik tabur dan cair.

• Terdapat pembagian tenaga kerja yang jelas untuk tiap-tiap unit. • Terdapat unit keamanan yang

memantau keluar masuk peternakan.

• Ternak mati segera dikuburkan setelah diperiksa penyebab kematiaannya.

• Tidak tersedia fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan dan kendaraan tamu dipintu masuk perusahaan. • Kandang dibersihkan setiap hari. • Ternak yang sakit di kandangkan

khusus ternak di kandang ternak sakit.

- Sebaiknya melakukan

koordinasi dengan

masyarakat agar ternak tidak digembalakan disekitar areal peternakan.

Tersedianya fasilitas

desinfeksi untuk

staf/karyawan dan kendaraan tamu dipintu masuk perusahaan.

(43)

-31 liar, bebas dari hewan piaraan

lainya yang dapat menularkan penyakit.

8. Melakukan desinfektan peralatan, penyemprotan, insektisida terhadap serangga, lalat dan pembasmian terhadap hama-hama lainnya. 9. Melakukan pembersihan dan

pencucian kandang serta menyediakan pencuci hama. 10. Memiliki program vaksinasi

terhadap penyakit.

11. Melakukan pelaporan kepada yang berwenang apabila ditemukan gejala penyakit menular yang diatur dalam undang-undang. 12. Mengeluarkan ternak yang mati

dari kandang untuk segera dikubur/ dimusnahkan oleh petugas yang berwenang.

13. Mengelurkan ternak yang sakit dari kandang untuk segera diobati atau dipotong oleh petugas yang berwenang.

14. Ternak sapi potong bebas dari penyakit Tuberkulosis (TBC). 15. Menyediakan fasilitas desinfektan

(44)

32 5. Penanganan

Hasil

Lama/waktu yang digunakan untuk penggemukan sapi potong berkisar antara 3-6 bulan sesuai umur dan kondisi sapi pada waktu mulai digemukkan.

Lama penggemukan 3 bulan sesuai umur dan kondisi sapi pada waktu mulai digemukkan.

Minimal satu bulan terakhir sebelum dipasarkan, pemberian ransum konsentrat ditingkatkan dari pemberian biasa dan pakan hijauan dikurangi dari pemberian biasa dan penggunaan anti biotic dan chemotropic diharapkan meperhatikan withdraw (waktu henti obat).

Sesuai persyaratan, pemberian ransum konsentrat ditingkatkan sejak pemeliharaan lebih dari 30 hari yaitu dengan rasio pemberian hijauan dengan konsentrat sebesar 10 : 90.

Dilarang memperjual-belikan daging yang berasal dari sapi potong selama pengobatan anti biotic atau hormone untuk konsumsi manusia, kecuali apabila ternak tersebut dipotong sesuai ketentuan atau standar withdrowel time obat yang digunakan.

Sesuai persyaratan. Usaha penggemukkan PT Lembu Jantan Perkasa menjual sapi potong yang bebas dari anti biotic atau hormone karena PT Lembu Jantan Perkasa tidak memberikan antibiotik dan hormon. Sapi yang sudah siap dipasarkan

(finisher) harus dijaga sedemikian rupa, jangan sampai sapi tersebut cedera/ cacat.

(45)

33 Berat sapi potong siap jual minimal:

lokal 250 kg dan persilangan/impor 350 kg.

(46)

34 Tabel 3. Hasil Evaluasi Aspek Pelestarian Lingkungan Penerapan GFP Sapi Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa

No. Aspek Kondisi Seharusnya Kondisi dilapangan Kesesuaian/koreksi

1. Rencana tentang ketentuan-ketentuan pokok pengolahan lingkungan hidup.

Peraturan pemerintan nomor 27 tahun 1999 tentang analisa mengenai dampak lingkungan.

Peraturan pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

PT Lembu Jantan Perkasa melakukan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.

2. Upaya pencegahan pencemaran lingkungan

Mencegah timbulnya erosi serta membantu penghijauan di areal usaha.

Pencegahan erosi dan penghijauan dilakukan dengan penanaman tanaman disekitar areal peternakan dan penanaman HMT.

Menghindari timbulnya polusi dan ganguan lain yang berasal dari lokasi usaha yang dapat mengganggu lingkungan berupa bau busuk, suara bising, serangga, tikus serta pencemaran air sungai/air sumur.

Sesuai persyaratan. Pencegahan polusi dilakukan dengan pengolah limbah peternakan menjadi pupuk.

Setiap usaha penggemukan sapi potong harus membuat unit pengolahan limbah perusahaan (padat, cair dan gas) yang sesuai dengan kapasitas produksi limbah yang dihasilkan.

Belum terdapat unit pengolahan limbah gas. Limbah hanya diolah menjadi pupuk kompos.

Setiap penggemukan usaha sapi potong membuat pembuangan kotoran dan

(47)

35 penguburan bangkai. saluran pembuangan kotoran, unit

(48)

36 Tabel 4. Hasil Evaluasi Aspek Pengawasan Penerapan GFP Sapi Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa

No. Aspek Kondisi Seharusnya Kondisi dilapangan Kesesuaian/koreksi

1. Sistem Pengawasan

Sistem pengawasan dilakukan secara baik pada titik kritis dalam proses produksi untuk memantau kemungkinan adanya penyakit dan kontaminasi lainya.

Sesuai persyaratan. Titik kritis dalam usaha penggemukan ini antara lain feeding dan penanganan ternak sakit yang diawasi secara baik.

Instansi yang berwenang dalam bidang peternakan melakukan pengawasan manajemen mutu terpadu yang dilakukan (Pedoman budidaya ternak sapi potong yang baik/Good Farming Practices).

Sesuai persyaratan. Pengawasan manajemen mutu terpadu yang dilakukan (Pedoman budidaya ternak sapi potong yang baik/Good Farming Practices) dilakukan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Banten setiap 6 bulan sekali.

2. Sertifikasi Usaha penggemukan sapi potong yang produksinya untuk tujuan eksport harus dilengkapi sertifikat.

Usaha penggemukan sapi potong PT Lembu Jantan Perkasa tidak memproduksi sapi potong untuk tujuan eksport.

Sertifikat dikeluarkan oleh instansi berwenang setelah melalui penilaian dan rekomendasi.

Tidak memiliki sertifikat karena produksi untuk dalam negeri.

3. Monitoring dan

Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh instansi yang berwenang dibidang peternakan di Kabupaten/Kota.

Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh dinas peternakan di Kabupaten Banten. Evaluasi dilakukan setiap tahun

berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan serta pengecekan/ kunjungan ke usaha penggemukan sapi potong.

(49)

37 4. Pencatatan Data usaha penggemukan sapi potong

• Populasi ternak yang digemukkan per periode

• Jumlah karyawan

• Obat atau vaksin yang digunakan • Feed additive yang digunakan • Pakan konsentrat yang digunakan

per periode

• Penjualan ternak per periode.

Data usaha penggemukan sapi potong • Populasi ternak yang digemukkan

per periode • Jumlah karyawan

• Obat atau vaksin yang digunakan • Feed additive yang digunakan • Pakan konsentrat yang digunakan

per periode

• Penjualan ternak per periode. 5. Pelaporan Membuat laporan tertulis secara

berkala (enam bulanan dan tahunan) kepada instansi yang berwenang.

Membuat laporan tertulis secara berkala setiap bulan oleh Kepala Unit kepada Kepala Direksi dan dilakukan pelaporan Kepala Dinas Petenakan setiap enam bulan.

Wajib membuat laporan teknis dan administratif secara berkala untuk kepentingan internal, sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat mengadakan perbaikan /perubahan berdasarkan laporan yang ada.

(50)

38 Sarana

Berdasarkan GFP Direktorat Jenderal Produksi Peternakan (2000) aspek sarana meliputi lokasi, lahan, penyediaan air dan alat penerangan, bangunan, alat dan mesin peternakan, bibit/bakalan, pakan, obat hewan dan tenaga kerja. Secara keseluruhan penerapan GFP pada aspek sarana sudah baik. Aspek sarana yang perlu diperhatikan adalah bangunan.

Lokasi PT LJP sudah sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD). Letak dan ketinggian lokasi terhadap wilayah sekitarnya sudah memperhatikan lingkungan dan topografi sehingga kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan. PT LJP terletak sekitar 200 m dari jalan raya dan memiliki topografi yang landai dan datar dengan ketinggian 200 m di atas permukaan air laut.

Gambar 4. Izin Mendirikan Bangunan

(51)

39 Tabel 5. Luas dan Penggunaan Lahan Peternakan di PT Lembu Jantan Perkasa

No Jenis Bangunan Luas (m2)

1 Kantor 102

2 Mess Manager 46,25

3 Mess Staf depan 118

4 Pos Satpam 6,25

5 Gudang alat 12

6 Mushola 16

7 Gudang pakan A 1.232

8 Gudang pakan B 1.590

9 Kandang fattening 17.357

10 Cattle yard fattening 1.000

11 Cattle yard breeding 1.200

12 Water Torn 19 unit 114

13 Gudang alat mekanik 300

14 Gudang pakan (onggok) 245

15 Mess karyawan feedmill 707,25

16 Jalan masuk 4.720

17 Bak air 88 unit 308

18 Kandang breeding 21.664

19 Mess staff dan guest house 272

20 Warehouse 320

21 Kebun rumput 80.000

22 Bangunan chopper 120

23 Pagar 712,62

24 Saluran 2.178

25 Jalan 18.540,8

26 Kandang partus 600

27 Lahan kosong 107.767

28 Timbangan kendaraan 72

Jumlah 261.320,17

(52)

40 Penyediaan air dan alat penerangan di PT Lembu Jantan Perkasa telah sesuai dengan GFP. Air memenuhi baku mutu air sehat, dilakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala, air tersedia sepanjang tahun. Sumber air berasal dari sumur bor yang ada di dalam wilayah peternakan dan air tersebut ditampung dalam tower air. Sumur bor sejumlah 11 unit dengan tower air berjumlah 14 buah. Tower air yang digunakan berkapasitas 8.000 liter dengan debit 4.000 liter per jam. Air yang telah ditampung di tower air dialirkan ke kandang, kantor dan mess melalui pipa. Air tersebut digunakan untuk membersihkan kandang, air minum ternak dan untuk kebutuhan karyawan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan lain-lain. Air yang digunakan untuk ternak berbeda dengan air yang digunakan untuk kebutuhan karyawan sehari-hari Penyediaan alat penerangan (misalnya listrik) tersebut cukup setiap saat sesuai kebutuhan dan peruntukannya.

Bangunan yang diperlukan untuk usaha penggemukan sapi potong adalah kandang penggemukan, kandang isolasi sapi yang sakit, gudang pakan dan peralatan, mess pekerja, unit penampungan, dan unit pengolahan limbah. Office International des Epizooties (OIE) (2006) menjelaskan bahwa bangunan dan fasilitas peternakan

harus dikontrol agar tidak membahayakan ternak karena di dalamnya dapat merupakan sumber penyebab kontaminasi bagi ternak seperti mikroba patogen, bahan kimia dan fisik yang dapat membahayakan tenak secara langsung dan tidak langsung. Berikut ini gambar 5. bangunan usaha penggemukan di PT LJP.

(a) (b)

(53)

41

Gambar 5. (a) Gudang Pakan, (b) Mess Karyawan, (c) Kandang Penggemukan, (d) Kandang Isolasi.

Ensminger dan Tylor (2006) menyatakan bahwa bangunan peternakan harus dirancang untuk memfasilitasi kenyamanan, kesehatan dan produktivitas ternak. Ventilasi yang baik, tersedianya pakan dan air dengan kualitas yang baik, penerangan dan kenyamanan ternak harus diperhatikan untuk meningkatkan performa ternak. Kandang bagi ternak sapi potong merupakan sarana yang mutlak harus ada. Kandang merupakan tempat berlindung ternak dari hujan, terik matahari, pengamanan ternak terhadap binatang buas, pencuri, dan kandang juga merupakan salah satu sarana untuk menjaga kesehatan (Direktorat Jenderal Peternakan, 1985). Konstuksi bangunan di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten telah sesuai dengan GFP yaitu:

a. Konstruksi bangunan terdiri atas bahan yang kuat yang dapat menjamin kenyamanan dan keamanan bagi pegawai/buruh dan ternak.

b. Konstruksi kandang harus dapat memenuhi daya tampung dan pertukaran udara didalam kandang harus terjamin kelancarannya.

c. Lantai kandang harus kuat dan tidak licin sebaiknya terbuat dari coran semen untuk menjamin kebersihan kandang dan memudahkan untuk didesinftasi. d. Konstruksi bangunan gudang pakan harus dibuat sedemikian rupa agar pakan

tetap sehat dan hygienis.

Menurut GFP tataletak bangunan ruang kantor dan tempat tinggal karyawan/pengelola usaha peternakan harus terpisah dari daerah perkandangan. Jarak

(54)

42 terdekat antara kandang dengan bangunan lain bukan kandang minimal 25 m. Letak kandang dan bangunan lain harus ditata sedemikian rupa agar memudahkan bagi karyawan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, memudahkan pengaturan drainase, dan penampungan limbah sehingga tidak terjadi polusi dan pencemaran penyakit. Letak kandang isolasi ternak yang sakit atau diduga sakit di belakang penampungan limbah sehingga tidak terjadi polusi dan pencemaran penyakit. Usaha peternakan hanya mempunyai satu pintu masuk (entry point) yang dilengkapi dengan kolam disinfektan dan setiap tamu atau kendaraan harus melewati.

Bangunan secara keseluruhan telah sesuai akan tetapi masih ada yang belum sesuai antara lain pemanfaatan kandang isolasi perlu lebih dioptimal. Sapi yang sakit dikandangkan secara terpisah namun tidak di kandang isolasi. Area yang terpisah diperlukan untuk mengisolasi ternak dan untuk perawatan ternak. Area ini harus dibuat agar nyaman bagi ternak dan memiliki suplai obat-obatan serta memiliki penerangan yang cukup. Area perawatan ini biasanya dibuat dekat dengan kandang khusus untuk melahirkan dan untuk mengisolasi ternak yang sakit. Hal ini dilakukan untuk efisiensi pekerja dan sering disebut dengan kandang untuk kebutuhan khusus (Palmer, 2005). Jarak terdekat antara kandang dengan bangunan lain bukan kandang kurang dari 25 m. Jarak yang terlalu berdekatan yaitu jarak antara kandang dengan unit penampungan limbah yang dikhawatirkan dapat mengganggu kesehatan ternak. Bangunan PT LJP mempunyai satu pintu masuk (entry point) tetapi tidak dilengkapi dengan kolam disinfektan sehingga setiap tamu atau kendaraan yang masuk peternakan tidak didesinfeksi. Hal ini memungkinkan terjadinya penyebaran penyakit dari luar.

(55)

43 memiliki 2 mesin giling, chopper untuk rumput dan chopper untuk jerami padi dan terdapat 4 mixer. Tempat bongkar dan muat (loading chute) ternak yang memadai. Gambar 6. memperlihatkan alat dan mesin peternakan PT Lembu Jantan Perkasa.

Gambar 6. (a) Timbangan Ternak, (b) Timbangan Kendaraan

Gambar 7. (a) Kendaraan Ternak, (d) Kendaraan Rumput/Jerami.

(a) (b)

(56)

44

Gambar 8. (a) Loading chute, (b) Cattle yard

Gambar 9. (a) Mixer (b) Chopper (alat pemotong rumput).

Bakalan sapi yang digemukkan di PT LJP Serang-Banten merupakan sapi impor dari Negara Australia yang terbebas dari penyakit menular. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum dan sesudah sampai ke peternakan oleh Balai Karantina dan Dinas Peternakan kabupaten Banten. Sapi bakalan yang digunakan bebas dari penyakit menular seperti mulut dan kuku (Foot and Mouth Disease), penyakit ngorok, Rinderpest, brucellosis (keluron), anthrax (radang limpa), Blue tangue (lidah biru). Usaha peternakan sapi potong yang mengadakan kegiatan pembibitan telah mengikuti petunjuk, pengarahan, serta pengawasan dari instansi

(b) (a)

(57)

45 yang berwenang. Sapi bakalan yang digunakan adalah sapi BX. Sapi BX banyak digunakan sebagai sapi bakalan di Indonesia karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain: memiliki daya tahan terhadap panas, kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik di daerah tropis, dan memiliki daya tahan terhadap ektoparasit terutama caplak (Direktoratt Jendral Peternakan, 1986).

Pakan ternak sapi potong merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Bahan pakan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak daripada berat keringnya, sedangkan konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit daripada hijauan dan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang relatif banyak, namun jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne, 1993).

Pakan hijauan di PT Lembu Jantan Perkasa terdiri atas rumput dan jerami. Rumput berasal dari kebun HMT perusahaan yaitu rumput taiwan dan jerami yang diperoleh dari daerah sekitar. Rumput Taiwan digunakan karena produksinya yang tinggi, mampu menyimpan air saat musim kemarau, dan batang tidak terlalu cepat tua. Jerami termasuk salah satu hijauan yang sering digunakan pada ternak, hijauan ini umumnya memiliki nilai nutrisi yang rendah (Williamson dan Payne, 1993). Jerami padi memiliki palatabitas yang cukup baik, tetapi apabila diberikan terlalu banyak dalam pakan sapi akan menyebabkan kebutuhan hidup pokoknya tidak terpenuhi karena kandungan nutriennya rendah (Panjono et al., 2000).

Gambar

Gambar 2.  Bagan Struktur Organisasi PT Lembu Jantan Perkasa (Sumber : Arsip PT Lembu Jantan Perkasa)
Gambar 3.  Sapi Brahman Cross (BX) di PT Lembu Jantan Perkasa
Tabel 5.  Luas  dan Penggunaan Lahan  Peternakan di PT Lembu Jantan Perkasa
Gambar 5.  (a) Gudang Pakan, (b) Mess Karyawan, (c) Kandang Penggemukan, (d)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tentunya hal ini menuntut peningkatan jumlah ternak di Indonesia baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas sebagai tindakan atau langkah untuk mengimbangi

Pemberian pakan di kandang atau di palungan, yang terpenting untuk diperhatikan adalah mengetahui banyaknya pakan yang dibutuhkan dan mengetahui kondisi ransum

Konversi pakan merupakan perbandingan atau rasio antara jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak dengan produk yang dihasilkan oleh ternak tersebut. Konversi pakan