• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Atlantis dan Super John dalam Sistem Aeroponik terhadap Periode Pencahayaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Atlantis dan Super John dalam Sistem Aeroponik terhadap Periode Pencahayaan"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON PERTUMBUHAN

TANAMAN KENTANG (

Solanum tuberosum L.

) VARIETAS ATLANTIS

DAN SUPER JOHN DALAM SISTEM AEROPONIK

TERHADAP PERIODE PENCAHAYAAN

ANIES MA’RUFATIN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

MAKA NIKMAT TUHAN YANG MANAKAH YANG ENGKAU DUSTAKAN? (Q.S. 55:13)

Bukankah kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, Yang memberatkan punggungmu?

Dan Kamu tinggikan bagimu sebutan (nama) mu,

KARENA SESUNGGUHNYA SESUDAH KESULITAN ITU ADA KEMUDAHAN, SESUNGGUHNYA SESUDAH KESULITAN ITU ADA KEMUDAHAN,

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,

Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Q.S 94:1-8)

(3)

ABSTRAK

ANIES MA’RUFATIN. Respon Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Atlantis dan Super John dalam Sistem Aeroponik terhadap Periode Pencahayaan. Dibimbing oleh Handoko dan Bregas Budianto.

Benih kentang (Solanum tuberosum L.) dapat dibudidayakan dengan sistem aeroponik. Aeroponik merupakan suatu media untuk membudidayakan tanaman dengan cara digantungkan di udara. Sistem aeroponik dilakukan dalam lingkungan buatan. Dalam lingkungan buatan, untuk mendapatkan syarat iklim bagi tumbuhan perlu diperhatikan kebutuhan suhu, kelembaban dan intensitas cahaya. Kebutuhan intensitas cahaya diberikan oleh lampu fluorescent (TL) 40 W. Perlakuan yang diberikan yaitu membedakan periode pencahayaan antara pencahayaan 12 jam dan 24 jam. Selain itu, perlakuan yang digunakan adalah varietas Atlantis dan varietas Super John. Daya lampu yang digunakan adalah 320 W (8 x 40 W) untuk 2.4 m2 luas media tanam dengan jarak 30 cm dari sumber cahaya. Pengukuran intensitas yang dilakukan dengan luxmeter diperoleh rata-rata hanya 1149 lux atau 9 W/m2.Suhu yang terukur dalam lingkungan buatan untuk aeroponik berkisar antara 20.0 –26.5˚C dan kelembaban yang terukur antara 48 - 53%. Suhu udara relatif tidak terlalu tinggi, namun cahaya yang sangat rendah menjadi kendala utama pertumbuhan tanaman kentang pada percobaan aeroponik ini. Kebutuhan air dan nutrisi tanaman kentang diperoleh dari sprayer dengan durasi 13 detik setiap 7 menit secara otomatis. Indikator pertumbuhan tanaman yang digunakan adalah jumlah daun. Pencahayaan 24 jam mempengaruhi respon pertumbuhan yang lebih baik daripada pencahayaan 12 jam. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah daun yang telah terukur selama waktu pengamatan.

(4)

ABSTRACT

ANIES MA’RUFATIN. Growth of Potato Plants (Solanum tuberosum L.) var. Atlantic and Super John in Response to Lighting Period of Fluorescent Lamp in Aeroponic System. Supervised by Handoko and Bregas Budianto.

This study was conducted to find out responses of growth of seed potato (Solanum tuberosum L. var. Atlantic and Super John) to different lighting period of fluorescent lamp in an aeroponic system. The light source was provided by 40 W fluorescent lamps under 12 and 24 hours lighting. The total power was 320 W (8x 40 W) for 2.4 m2 with the distance between the light sources (lamps) and the plants was 30 cm. In this aeroponic system, the environmental condition which had low light intensity (average of 1149 lux or 9 W/m2.) and low humidity (48-53%) resulted a negative impact to the plant growth. The range of diurnal room temperature was 20.0 – 26.5 ˚C. Water was automatically sprayed for 13 seconds at 7 minutes interval to ensure the plant has sufficient water and nutrients. Plant growth was measured from total number of leaves. The study resulted that 24 hours lighting period had better effect on growth than 12 hours lighting period. The growth of Atlantic variety was better than Super John in response to the low intensity of light shown by higher leaf number both in 12 hours and 24 hours lighting period.

(5)

RESPON PERTUMBUHAN

TANAMAN KENTANG (

Solanum tuberosum L.

) VARIETAS ATLANTIS

DAN SUPER JOHN DALAM SISTEM AEROPONIK

TERHADAP PERIODE PENCAHAYAAN

ANIES MA’RUFATIN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

Pada

Program Studi Meteorologi Terapan

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul

: Respon Pertumbuhan Tanaman Kentang (

Solanum tuberosum L.

)

Varietas Atlantis dan Super John dalam Sistem Aeroponik terhadap

Periode Pencahayaan

Nama

:

Anies Ma’rufatin

NRP : G24070040

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc

Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl.

NIP. 195911301 98303 1 003 NIP. 19640308 199403 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen

Geofisika dan Meteorologi

(Dr. Ir. Rini Hidayati MS.)

NIP. 19600305 198703 2 002

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, Alhamdulillahirrabilalamin, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya skripsi yang berjudul “Respon Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Atlantis dan Super John dalam Sistem Aeroponik terhadap Periode Pencahayaan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains pada program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc selaku pembimbing I atas segala bantuan pendanaan penelitian, bimbingan, arahan, ilmu, wawasan dan petuah yang sangat berguna bagi penulis serta Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl. selaku pembimbing II atas segala bimbingan, kritik, saran dan petuah yang membangun sehingga dapat menyelesaikan kendala dalam penelitian. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Orangtua penulis, Bapak Ahmad dan Ibu Sri Lestari atas segala bentuk dukungan, doa, kasih sayang, dan segalanya, semoga karya ini bisa menjadi wujud kebanggaan Bapak dan Ibu serta adek, Kharir Juniantoro, atas segalanya, semoga bisa menjadi lebih baik.

2. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. selaku Ketua Departemen, ibu Tania June selaku dosen penguji, Bp. Badru atas bantuan teknis menyelesaikan masalah AC di laboratorium Agrometeorologi, Bp. Udin atas bantuan masalah teknis material di laboratorium Agrometeorologi, Bp. Supono atas bantuan memudahkan dalam peminjaman buku, Bp. Aziz dan rekan-rekannya untuk bantuan administrasi serta seluruh dosen dan staf Departemen Geofisika dan Meteorologi. 3. Ibu Herni (Laboratorium BrMC SEAMEO-Biotrop) atas bimbingan dan bantuan selama proses

aklimatisasi plantlet kentang serta seluruh staffnya, khususnya Bp. Hasanudin.

4. Rusianto/Anto, atas segala dukungan, suka duka, persahabatan dan kebersamaannya; Anria/Blake, atas bantuan elektronika timer dan Fitroh N. Amin, atas persahabatan dan kekeluargaan dalam berbagi suka duka bersama kalian.

5. Loris P. Simangunsong, teman seperjuangan dalam penelitian ini; Azim atas bantuan elektronika timer dan lainnya; Nedy, Afdal dan Pepew sebagai sesama anak bimbingan Bp. Handoko; serta seluruh teman-teman GFM44 lainnya (Firdani/Achi, Resa, Fitrie , Dimas, Tika, Iwan, Bang Sriyo, Sigit, Bembi, Bang Syam, Andi, Nike, Yasmin, Wari, Ade, Ii, Riri, Iyud, Pasha, Nono, Rini, Tetet, Winda, Rendra, Harde, Adi-Unduh, Tri-Joko, Dilla, Firda, Eka, Nanas, Wiwid, Narend, Pujo, Adi Purbo, Teguh, Fandi) atas kebersamaan selama ini.

6. Sri Laksmi Dewi; teman-teman kos PNS; teman-teman B22 TPB 2007/2008; teman-teman lorong III A1 Asrama Putri TPB 2007/2008; seluruh sahabat di OMDA Madiun; serta seluruh teman perjuangan di BEM FMIPA 2008/2009, BEM KM IPB 2009/2010, HIMAGRETO 2008-2011, FOSMA Alumni ESQ IPB dan di seluruh kepanitian yang pernah diikuti.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap dengan skripsi yang dibuat ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, 19 Agustus 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2

2.1 Tanaman Kentang ... 2

2.2 Sistem Aeroponik Tanaman Kentang... 4

2.3 Kebutuhan Cahaya Tanaman dalam Ruang ... 5

III. METODOLOGI ... 6

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 6

3.2 Bahan dan Alat ... 6

3.3 Metode Penelitian ... 6

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 6

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

4.1 Kondisi Lingkungan Ruang Pertumbuhan Kentang ... 9

4.2 Perlakuan Intensitas dan Lama Pencahayaan ... 10

4.3 Pengaruh Intensitas dan Lama Pencahayaan terhadap Pertumbuhan Kentang ... 11

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 9

5.1 Simpulan ... 12

5.2 Saran ... 12

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur tanaman kentang... 2

2 Fase pertumbuhan tanaman kentang ... 2

3 Subkultur plantlet kentang yang ditumbuhkan dalam tabung reaksi dan gelas ... 3

4 Sistem aeroponik ... 5

5 Desain rangkaian sprinkler ... 7

6 Jarak lubang pada tutup box ... 7

7 Durasi semprot ... 7

8 Timer untuk lampu ... 7

9 Rangkaian aeroponik ... 7

10 Skema penataan sistem aeroponik dalam Laboratorium Agrometeorologi ... 8

11 Pola suhu dan RH diurnal Laboratorium Agrometeorologi ... 9

12 Pola suhu pengamatan pukul 10.00 WIB ... 9

13 Intensitas cahaya (W/m2) yang diterima oleh tanaman kentang ... 10

14 Penurunan jumlah daun varietas Atlantis ... 11

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Data suhu pengukuran pukul 10.00 WIB ... 16

2 Data intensitas cahaya (lux) pukul 10.00 WIB ... 17

3 Data intensitas cahaya (W/m2) pukul 10.00 WIB ... 18

4 Data pengukuran RH dan TBK (suhu) 24 jam tanggal 03 Agustus 2011 ... 19

5 Data jumlah daun varietas Atlantis ... 20

6 Data jumlah daun varietas Super John ... 21

7 Skema pengambilan titik sampel pengamatan ... 22

(12)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman pangan terpenting ketiga di dunia setelah beras dan gandum untuk konsumsi manusia (CIP 2010). Kentang juga merupakan salah satu tanaman sayuran utama yang ditanam oleh petani di daerah dataran tinggi (Dimyati 2002). Budidaya kentang di Indonesia banyak dilakukan di dataran tinggi antara 800-1800 m oleh petani skala kecil (FAO 2008).

Kebutuhan kentang mengalami peningkatan yang pesat. Tahun 1991 produksi kentang dunia mencapai 267 juta ton dan tahun 2007 meningkat menjadi 320 juta ton (Setiadi 2009). Produsen kentang tersebut meliputi negara maju dan negara berkembang. Secara umum budidaya tanaman kentang di negara berkembang tidak menggunakan benih yang berkualitas karena harga yang tinggi dan masih kekurangan akses untuk memperoleh benih yang berkualitas (Otazu 2010). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur (BPTP-Jatim) (2010) menyebutkan bahwa ketersediaan benih kentang berkualitas saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan petani, baik penangkar benih maupun produsen kentang. Pasokan benih kentang di tingkat penangkar masih tergantung dari ketersediaan sumber benih berupa Benih Penjenis (G0). Benih tersebut merupakan umbi hasil teknologi kultur meristem dengan kriteria bebas dari penyakit.

Inovasi dalam meningkatkan produksi kentang yang cepat dan berkualitas sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kentang masyarakat Indonesia. Salah satu teknologi yang digunakan dengan alternatif media penanaman menggunakan media udara atau yang disebut aeroponik. Tanaman digantungkan pada suatu media sehingga akar dari tanaman tersebut akan menggantung di udara untuk mendapatkan air dan nutrisinya (Roberto 2003).

Aeroponik memiliki kelebihan jika dibanding dengan tanam konvensional (media tanah). Teknologi tersebut dapat meningkatkan kualitas benih kentang yang menggunakan bibit dari hasil kultur jaringan (plantlet) sehingga benih kentang yang dihasilkan baik dan terbebas dari hama dan penyakit (Gunawan 2009). Di Indonesia sudah mulai dikembangkan teknologi aeroponik ini. Penelitian lebih lanjut dan pengembangan dari teknologi aeroponik ini masih diperlukan (Gunawan dan Afrizal 2009). Jika sistem

aeroponik dapat meningkatkan produksi benih, baik kualitas maupun kuantitas pada kentang, maka diharapkan dapat mempercepat peningkatan produksi kentang, serta akan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perkembangan industri perbenihan kentang dalam memenuhi kebutuhan nasional (Muhibbudin et al. 2009).

Pengetahuan mengenai persyaratan iklim kentang serta respon fisiologis terhadap lingkungan sangat diperlukan untuk mendapatkan kualitas produksi yang tinggi (Shock et al. 2005). Pengembangan benih kentang mengunakan aeroponik dapat dilakukan di dalam rumah kaca atau di dalam ruang dengan kondisi lingkungan yang terkontrol agar sesuai dengan syarat iklim bagi tanaman (Falah 2006).

Produksi dalam ruang membutuhkan

artificial light atau pencahayaan buatan.

Pencahayaan buatan dilakukan dengan menggunakan cahaya lampu untuk menggantikan kebutuhan cahaya matahari. Cahaya merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Faktor cahaya yang penting untuk pertumbuhan tanaman yaitu intensitas cahaya dan lama pencahayaan. Intensitas cahaya jenuh tanaman kentang menurut Chang (1968) adalah 32.280 lux atau setara dengan 313,65 W/m2. Otroshy (2006) menyebutkan bahwa kentang merupakan tanaman hari pendek dan merupakan tanaman C3 dengan tingkat kejenuhan cahaya yang rendah.

Menurut Hartmann et al. (1981), lampu yang baik untuk memenuhi kebutuhan spektrum cahaya oleh tanaman yakni lampu fluorescent. Lampu tersebut digunakan karena lebih banyak mengeluarkan spektrum yang dibutuhkan oleh tanaman yaitu spektrum merah dan biru. Namun belum diketahui intensitas cahaya lampu fluorescent yang optimum untuk pertumbuhan tanaman kentang varietas Atlantis dan Super John dengan menggunakan media aeroponik dalam ruang. Dengan mengetahui intensitas optimum yang diberikan, diharapkan dapat meningkatkan kualitas tanaman.

1.2 Tujuan Penelitian

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kentang

Tanaman kentang berasal dari daerah dataran tinggi Andes, Amerika Selatan (Smith 1968). International Potato Centre (CIP) (2010) menyebutkan bahwa daerah tersebut merupakan pusat konservasi keanekaragaman hayati kentang. Wilayah tersebut berada pada ketinggian antara 1500-4000 meter. Tanaman kentang dapat dibudidayakan di beberapa negara beriklim sedang, tropis dan subtropis (Otroshy 2006).

Kentang setelah dipanen dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Sekitar 50% penggunaan kentang adalah untuk konsumsi segar diseluruh dunia dan sisanya dijadikan olahan produk dan bahan makanan kentang, pakan ternak, serta digunakan kembali sebagai bibit (FAO 2008). Kentang memiliki kandungan protein, zat lemak, zat besi, kalium, fosfor, kalori dan karbohidrat (Smith 1968). Kandungan karbohidrat yang tinggi tersebut membuat kentang dikenal sebagai bahan pangan yang dapat menggantikan bahan pangan karbohidrat lainnya seperti padi, jagung dan gandum (Pitojo 2004). Selain itu, kentang juga mengandung vitamin B, vitamin C dan sejumlah vitamin A (Smith 1968).

2.1.1Morfologi Tanaman Kentang Klasifikasi ilmiah dari tanaman kentang yang dikutip dari Setiadi (2009), yakni: Kingdom :Plantae

Divisi :Magnoliophyta (Spermatophyta) Kelas :Magnoliopsida

(Dicotyledonae/Berkeping dua) Subkelas : Asteridae

Ordo :Solanales/Tubiflorae (Berumbi) Famili :Solanaceae (Berbunga terompet) Genus :Solanum (Daun mahkota

berletakan satu sama lain). Seksi : Petota

Spesies : Solanum tuberosum

Nama binomial : Solanum tuberosum LINN. (Solanum tuberosum L.) Menurut Smith (1968), kentang merupakan salah satu tanaman dikotil yang bersifat semusim dan berbentuk semak/herba. Susunan tubuh utama kentang terdiri dari batang, daun, umbi, akar, bunga, buah, dan biji. Batang kentang berada di atas permukaan tanah. Panjang batang sekitar 30 - 100 cm diatas permukaan tanah (Otroshy 2006). Daun kentang berupa daun majemuk. Umbi kentang merupakan perbesaran dari batang di dalam tanah (stolon) yang menyimpan hasil fotosintesis. Stolon mulai terlihat biasanya

seminggu atau 10 hari setelah tanaman muncul ke permukaan (Smith 1968).

Gambar 1 Struktur tanaman kentang. (Sumber: Lovatt 1997) Lovatt (1997) menyebutkan bahwa terdapat empat fase pertumbuhan tanaman kentang, yaitu pertumbuhan vegetatif, inisiasi, pembesaran dan pemasakan umbi. Fase vegetatif memerlukan waktu 2-4 minggu dari muncul tunas sampai inisiasi umbi. Fase inisiasi dan pembesaran umbi dimulai dengan pembentukan stolon kemudian pembesarannya. Waktu yang dibutuhkan sekitar 7-8 minggu. Fase pemasakan umbi memerlukan waktu 2-3 minggu. Perubahan yang terjadi pada fase ini yaitu kulit umbi mulai terbentuk, berat kering umbi maksimum, bagian atas tanaman berwarna kekuningan dan mati. Jumlah waktu yang dibutuhkan tanaman kentang untuk tumbuh dan berkembang sekitar 13-20 minggu atau 90-140 hari.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2 Fase pertumbuhan tanaman kentang; (a) Fase vegetatif; (b) Inisiasi umbi; (c) Perbesaran umbi; (d) pemasakan.

(14)

2.1.2Benih Kentang

Definisi benih tanaman berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 4, yaitu benih tanaman, selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman. Beukema dan Van der Zaag (1990) dalam Otroshy (2006), menjelaskan bahwa kentang dapat diperbanyak dengan cara seksual (generatif ) dan aseksual (vegetatif). Dalam perkembangbiakkan secara generatif, bibit dapat diperoleh dari benih yang disemaikan. Sementara perkembangbiakkan secara vegetatif bibit dapat diartikan sebagai bagian tanaman yang berfungsi sebagai alat reproduksi, misalnya umbi. Umbi kentang menyimpan cadangan makanan yang dimanfaatkan untuk konsumsi maupun benih. Kentang rentan terhadap berbagai penyakit yang menghasilkan produksi yang rendah dan kualitas umbi yang buruk (FAO 2008).

Benih kentang dibudidayakan dengan berbagai macam teknik, seperti dengan penanaman konvensional dan teknik kultur jaringan. Penanaman benih kentang secara konvensional yakni yang dibudidayakan dengan media tanah memiliki kelemahan seperti membutuhkan area yang luas sekitar 1/3 wilayah tanam untuk produksi benih, memiliki resiko yang tinggi terhadap penyakit, hama serta membutuhkan kontrol intensif (Struik dan Wiersema 1999 dalam Ortoshy 2006). Teknik perbanyakan dengan sistem yang lebih modern yaitu dengan teknik

in vitro/kultur jaringan. Hasil dari produksi

dengan teknik tersebut yaitu plantlet berupa tanaman sangat kecil (Struik dan Wiersema 1999 dalam Ortoshy 2006). Dengan teknik kultur jaringan ini dapat dilakukan perbanyakan benih secara massal yang kemudian dilanjutkan dengan perbanyakan cepat menggunakan stek. Tanaman yang dibudidayakan dengan teknik in vitro ditumbuhkan dalam tabung gelas atau plastik transparan. Teknik ini dikenal juga sebagai mikro propagasi karena tanaman yang dihasilkan berupa tanaman mini (Pitojo 2004). Plantlet hasil kultur jaringan ditumbuhkan di dalam tabung reaksi sehingga memiliki akar, batang, daun dan tunas. Plantlet dapat digunakan pada sistem budidaya dengan teknologi aeroponik dan hidroponik (Struik 2008).

Gambar 3 Subkultur plantlet kentang yang ditumbuhkan dalam tabung reaksi (kiri) dan dalam gelas (kanan).

(Sumber: Pitojo 2004) 2.1.3Varietas Kentang

Menurut Setiadi (2009), tidak mudah mendata varietas apa saja yang pernah ditanam petani kentang Indonesia. Suatu varietas dapat dibedakan antara satu dengan yang lain melalui pendeskripsian yang jelas dan benar (Sofiasari dan Kusmana 2007).

Saat ini Indonesia belum mampu menghasilkan varietas kentang unggul. Varietas kentang unggul di Indonesia, menurut Wattimena et al. (2001), yaitu kentang Granola yang dikonsumsi sebagai sayur dan kentang Atlantis yang dimanfaatkan sebagai keripik (chip) dan kentang goreng (fries). Dalam ECPD (The European Cultivated Potato Database) (2011) varietas Granola diketahui berasal dari Jerman. Sedangkan varietas Atlantis dilepaskan pada 16 Juli 1976 oleh Agricultural Research Service dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (Webb et al. 1978).

(15)

varietas Granola tersebut. Tahun 1999 bibit kentang hasil pengembangannya sudah tersebar luas pada masyarakat sekitarnya dan menjadi produk andalan Kabupaten Minahasa. Kentang Atlantis sudah banyak digunakan oleh petani Indonesia. Keunggulannya memenuhi kriteria sebagai dimanfaatkan untuk kentang industri, karena kentang Atlantis mampu menghasilkan lebih banyak (48%) umbi berukuran 60 gr (Grade A) jika dibandingkan dengan varietas lainnya (Setiadi 2009). Umbi kentang Atlantis berbentuk oval hampir bulat, halus, rata-rata panjang 79.1 mm, lebar 73.2 mm, dan ketebalannya 60.7 mm dan daging kentang berwarna putih dengan kulit bersisik bersih (Webb et al. 1978).

2.1.4Faktor Lingkungan Tanaman Kentang

Faktor lingkungan sangat mempengaruhi proses pertumbuhan kentang yakni suhu, lama penyinaran, intensitas cahaya, media tumbuh serta kelembaban (Smith 1968). Menurut Lovatt (1997), tanaman kentang pada setiap fase menghendaki nilai suhu berbeda-beda. Pada fase vegetatif, suhu sekitar 25°C tanaman akan mempunyai pertumbuhan vegetatif yang baik akan tetapi pertumbuhan umbi akan terhambat. Batang, daun dan akar kentang dapat tumbuh lebih cepat (Smith 1968). Pada fase inisiasi dan pembesaran umbi, suhu ideal pembentukan umbi 15-20°C (Lovatt 1997). Kombinasi suhu rendah dengan penyinaran matahari yang relatif pendek dapat berpengaruh baik terhadap pembentukan dan perkembangan umbi kentang (Gunawan 2009).

Kelembaban rata-rata tanaman kentang yakni sekitar 80-90% (Sunarjono 2007). Menurut Gunawan (2009), kelembaban berpengaruh terhadap evapotranspirasi yaitu tenaga pengisap untuk mengangkat air dan hara (nutrisi) dari akar ke tajuk tanaman. Bila kelembaban udara terlalu tinggi maka evapotranspirasi akan kecil. Kelembaban yang tinggi dapat disebabkan oleh jarak tanam yang terlalu rapat dan tajuk tanaman yang terlalu rimbun, sehingga akan mengundang penyakit cendawan. Apabila kelembaban terlalu rendah, maka evapotranspirasi akan meningkat. Air yang menguap akan lebih banyak diserap oleh akar. Hal tersebut berakibat sel tanaman kehilangan tekanan turgor, jaringan mengkerut dan tanaman akan menjadi layu.

Cahaya diperlukan oleh tanaman untuk melakukan proses fotosintesis, disamping intensitas cahaya, lama pencahayaan akan

mempengaruhi jumlah energi matahari yang sampai ke bumi (Gunawan 2009). Intensitas cahaya merupakan jumlah cahaya yang diterima pada setiap titik waktu (Runkle 2006). Menurut Chang (1968), intensitas cahaya mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Tanaman memerlukan tingkat intensitas cahaya yang berbeda-beda. Kentang merupakan salah satu tanaman yang memerlukan intensitas cahaya tinggi untuk dapat tumbuh dengan baik. Pemberian cahaya akan mempengaruhi bentuk dan ukuran daun.

Photoperiod atau lama pencahayaan

merupakan durasi atau lama tanaman mendapatkan cahaya sehari-hari (Chang 1968).

Intensitas cahaya diukur dengan lightmeter (Hartmann et al. 1981). Lightmeter tersebut sangat sensitif terhadap spektrum cahaya kuning dan hijau. Satuan yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya beragam. Di negara Eropa satuan intensitas cahaya yang digunakan yaitu lux atau kilolux (Runkle 2006). Di Inggris dan Amerika digunakan satuan footcandles. Selain lux, dan footcandles satuan intensitas cahaya yang sering digunakan adalah μmol/m2

s, lm/m2, dan W/m2. Satuan lux dan footcandle bukanlah cara terbaik untuk mengekspresikan kepekaan cahaya oleh tanaman akan tetapi unit tersebut merupakan cara paling umum untuk mengekspresikan intensitas cahaya (Hartmann et al. 1981). Satuan W/m2 sering digunakan oleh peneliti untuk membahas unit energi (Runkle 2006).

2.2 Sistem Aeroponik Tanaman Kentang Menurut Sutiyoso (2003), aeroponik berasal dari kata aero yang berarti udara dan ponus yang berarti daya sehingga aeroponik merupakan media udara yang diberdayakan untuk bercocok tanam. Dengan metode ini, tanaman digantungkan pada suatu media sehingga akar dari tanaman tersebut akan menggantung di udara untuk mendapatkan air dan nutrisinya (Roberto 2003).

(16)

umbi-umbian, dan dedaunan. Dalam sistem tersebut, bagian bawah untuk tempat akar tanaman, merupakan bagian ruang yang gelap dan tempat pemberian larutan nutrisi melalui perangkat spray atau semprot. Teknologi aeroponik yang digunakan untuk produksi tanaman mempunyai beberapa kelemahan, seperti: keamanan sistem pengairan yang diberikan harus selalu diperhatikan untuk menghindari kekurangan air, biaya infrastruktur yang tinggi dan penggunaan teknologi tingkat tinggi (Ritter et al. 2000).

Berdasarkan penelitian Ritter et al. (2000), jika dibandingkan dengan menggunakan sistem hidroponik, tanaman kentang dalam sistem aeroponik menunjukkan pertumbuhan vegetatif yang meningkat cepat tetapi pembentukan umbi yang lebih lama. Namun, total produksi dengan sistem aeroponik lebih tinggi sekitar 70% dan jumlah umbi lebih tinggi 2,5 kali lipat dari sistem hidroponik.

Gambar 4 Sistem aeroponik.

(Sumber: Otazu 2010) Dalam melakukan teknik aeroponik diperlukan komponen pendukung yang tergabung dalam suatu sistem (Gambar 4). Selain itu diperlukan juga manajemen khusus dalam pelaksanaannya. Sistem jarak tanam, durasi penyemprotan, dan nutrisi yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Menurut Otazu (2010), dalam pola distribusi penanaman yang pertama dapat dilakukan untuk 994 tanaman pada 80 m2 dengan efisiensi ruang sekitar 63% atau 12,4 tanaman/m2 ruang rumah kaca, dengan asumsi menggunakan kepadatan 20 tanaman/m2. Jarak tanam yang digunakan akan sangat mempengaruhi jangkauan dari pengkabutan/pengairan yang dilakukan nebulizer (alat pembuat kabut). Jangkauan tersebut dapat efektif mencapai radius 50 cm dari pusat nebulizer. Lebar kotak aeroponik

dan jarak tanam sangat perlu diperhatikan untuk kebutuhan penjangkauan kabutnya.

Agrihouse Inc. (2003) menyebutkan bahwa interval untuk melakukan penyemprotan nutrisi dengan dikabutkan (waktu antara air/aplikasi nutrisi) dan durasi (waktu dari aplikasi semprot) dikendalikan oleh sistem Hydro Control Unit. Proses tersebut telah dipatenkan dengan menggunakan tekanan air yang tinggi untuk memberikan air/nutrisi/auxins bagi tanaman dalam ruang aeroponik. Proses penyemprotan dengan sistem pengkabutan dilakukan sepenuhnya mengelilingi tanaman dalam ruang (bawah akar). Kekuatan semprot diperlukan untuk membersihkan tanaman yang menjaga agar tetap segar sehingga dapat menyebabkan perkembangan dengan cepat. Interval semprot memberikan periode oksidasi yang diperlukan untuk pengembangan akar. Durasi semprot dapat memberikan kelembaban yang diperlukan. Kondisi tersebut dapat untuk mengoptimalkan produksi biomassa dan disesuaikan dengan tingkatan cahaya yang tepat dan suhu yang dibutuhkan.

2.3 Kebutuhan Cahaya Tanaman dalam Ruang

Pertumbuhan tanaman dalam lingkungan buatan dapat dilakukan dengan baik apabila diberikan pencahayaan buatan yang tepat (Hartmann et al. 1981). Sebagai pengganti kebutuhan cahaya matahari untuk dimanfaatkan oleh tanaman didalam ruang, diperlukan sumber cahaya yang memenuhi kriteria spektrum cahaya tanaman. Pemakaian tipe lampu tertentu harus sesuai dengan sasaran penyinaran tanaman (Tabel 1). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang sangat cocok menggunakan lampu fluorescent yang dapat membantu proses pembentukan umbi.

Keuntungan dari penggunaan lampu

fluorescent menurut Hartmann et al. (1981)

(17)

mengurangi spektrum cahaya yang terbuang. Reflektor cahaya sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman. Reflektor yang berwarna putih atau kaca dapat memantulkan sampai 90% cahaya yang dikeluarkan oleh lampu (Hartmann et al. 1981).

Tabel 1 Kecocokan tipe lampu untuk berbagai sasaran penyinaran tanaman Sasaran Penyinaran Tipe Lampu Menambah penyinaran

untuk mempercepat fotosintesis 1. Mercury (HO) 2. Mercury Fluorescent (HPL) 3. Fluorescent (“TL”) Penambahan panjang

hari

1. Fluorescent (“TL”) 2. Tungsten Pengisian umbi-umbian

dan pembungaan semak belukar

1. Fluorescent (“TL”) 2. Tungsten Budidaya tanpa memakai

cahaya matahari 1. Mercury Fluorescent (HPL) 2. Fluorescent (“TL”) 3. Tungsten (Sumber: Veen dan Meijer 1962 dalam Husin

1985)

Aeroponics International (2010) menjelaskan bahwa semakin tinggi daya lampu (dalam watt), tanaman harus lebih jauh dari sumber cahaya untuk mencegah stress panas lingkungan yang dapat menyebabkan transpirasi tanaman terlalu cepat. Transpirasi berlebihan dapat mengeringkan tanaman yang mengarah ke pertumbuhan layu. Sebaliknya jika tanaman jauh dari sumber cahaya akan mengalami kekurangan energi. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam melakukan produksi tanaman dalam ruang maka harus menyesuaikan kebutuhan tanaman seperti sumber energi cahaya maupun variabel lingkungan lainnya.

III. METODOLOGI

3.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geoifisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga bulan Agustus 2011.

3.2Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu:

3.2.1Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain:

1. Bibit kentang kultur jaringan (plantlet) varietas Atlantis dan Super John

2. Larutan nutrisi AB-mix untuk tanaman hidroponik

3. Air 3.2.2Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain:

a. Pompa (Dinamo Wiper)

b. Nozzle (Tipe L-1)

c. Box plastik (95 liter)

d. Kasa parabola e. Corong plastik

f. Slang aquarium dan slang 3½” g. Ember

h. Lampu fluorescent (Philips) 40 W

i. Reflektor cahaya (kertas mengkilap warna putih/alumunium)

j. Catu daya

k. Automatic timer (Heles)

l. Seperangkat elektronik

m.Pendingin ruang (Air Conditioner/AC) n. Potongan bambu kecil (penegak tanaman)

o. Luxmeter untuk mengukur intensitas

cahaya.

3.3Metode Penelitian

Pada penelitian ini digunakan dua faktor yang diamati, yaitu:

1. Varietas

a. Varietas Atlantis b. Varietas Super John 2. Lama pencahayaan

a. Pencahayaan 12 jam b. Pencahayaan 24 jam

Perlakuan pencahayaan 12 jam dimulai dari jam 6 pagi hingga jam 6 sore sedangkan dari jam 6 sore hingga jam 6 pagi tidak diberikan pencahayaan. Pada perlakuan pencahayaan selama 24 jam, lampu TL dinyalakan terus menerus (24 jam) selama pertumbuhan.

3.4Pelaksanaan Penelitian

(18)

3.4.1Perancangan Sistem Media Aeroponik

a. Merangkai sprinkler dengan selang plastik.

Sprinkler ditegakkan dengan bantuan corong plastik. Kemudian rangkaian sprinkler dipasang pada box yang akan digunakan.

Gambar 5 Desain rangkaian sprinkler. b. Pembuatan lubang tanam pada

tutup box.

Tutup box dibuat lubang sejumlah 16 dengan diameter 3 cm. Setiap lubang dipasang kasa untuk menahan media penegak tanaman. Kasa tersebut dilapisi rockwool dan tanah yang sudah disterilkan dengan uap air selama 4 jam.

Gambar 6 Jarak lubang pada tutup box. c. Pembuatan timer pompa dan

pemasangan timer lampu.

Menurut Farran dan Mingo-Castell (2006) dalam Otazu (2010) interval waktu yang digunakan untuk melakukan penyemprotan aeroponik yaitu 10 detik setiap 20 menit. Interval semprot dan durasi dapat disesuaikan untuk kebutuhan lingkungan spesifik dari tanaman yang ditanam dalam sistem aeroponik.

Rangkaian timer dihubungkan ke pompa untuk mengatur durasi penyemprotan nutrisi. Durasi penyemprotan yang digunakan adalah 13 detik per 7 menit atau setiap 7 menit sekali, pompa akan menyemprotkan air berisi nutrisi selama 13 detik (Gambar 7).

Gambar 7 Durasi semprot.

Pengatur waktu (timer) juga digunakan untuk mengatur lama penyinaran lampu TL menggunakan automatic timer. Lampu diatur

menyala 12 jam dan mati 12 jam pada perlakuan pencahayaan selama 12 jam.

Gambar 8 Timer untuk lampu. d. Merangkai sistem pengairan dengan

mencampur nutrisi yang diperlukan. Air dan nutrisi yang berada pada ember akan disemprotkan melalui sprinkler dengan cara dipompa. Air tersebut akan membasahi akar tanaman kemudian air dan nutrisi yang tidak terserap oleh tanaman akan di alirkan melalui selang kembali ke ember.

Gambar 9 Rangkaian aeroponik. e. Merangkai lampu percobaan pada

dua perlakuan.

Sistem aeroponik yang digunakan pada penelitian ini (Gambar 10) pada awal perancangan adalah sebagai berikut:

1. Empat box tanaman (dua box varietas Atlantis dan dua box varietas Super John) dengan 4 x 40 W lampu jenis

fluorescent selama 12 jam

pencahayaan dengan jarak pencahayaan 30 cm dari sumber cahaya.

2. Empat box tanaman (dua box varietas Atlantis dan dua box varietas Super John) dengan 4 x 40 W lampu jenis

fluorescent selama 24 jam

pencahayaan dengan jarak pencahayaan 30 cm dari sumber cahaya.

3. Dua box tanaman (satu box varietas

Atlantis dan satu box varietas Super John) dengan 2 x 40 W lampu jenis fluorescent dengan jarak 35 cm dari sumber cahaya.

(19)

Luas satu box tanaman 64 cm x 46 cm = 2944 cm2 = 0,3 m2 Luas empat box

tanaman

4 x 0,3 m2 =1,2 m2 Lampu untuk empat

box

=4 x 40 W = 160 W 3.4.2 Aklimatisasi Plantlet

Proses aklimatisasi merupakan penyesuaian bibit kentang dari proses kultur jaringan (invitro) ke kondisi lingkungan. Usia plantlet yang digunakan adalah tujuh hari. Plantlet yang masih dalam botol dikeluarkan dan ditanam dalam media tanam yang komposisinya terdiri atas tanah : cocopeat : sekam : kompos yaitu 3 : 2 : 2 : 1 kemudian diletakkan pada suhu ruang dengan kondisi box ditutup dengan plastik. Proses ini dilakukan di laboratorium BrMC SEAMEO-BIOTROP, Bogor selama tujuh hari. Plantlet-plantlet tersebut kemudian dipindahkan ke media tanam aeroponik di laboratorium Agrometeorologi selama 30 hari dengan ditutup menggunakan gelas plastik bening.

3.4.3Penanaman Kentang

Kentang ditanam dengan populasi 16 bibit tanaman kentang (plantlet) per box. Jenis

kentang yang ditanam adalah varietas Atlantis dan varietas Super John masing-masing 5 (box) x 16 (bibit).

3.4.4Pengukuran a. Kondisi lingkungan

Pengukuran unsur iklim yang dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan dalam ruang pertumbuhan tanaman yaitu intensitas cahaya. Pengukuran intensitas cahaya dilakukan rutin setiap hari pada pukul 10.00 WIB. Pengukuran intensitas cahaya menggunakan luxmeter yang menghasilkan nilai intensitas cahaya dengan satuan lux. Untuk mendapatkan hasil intensitas cahaya dalam satuan W/m2 dilakukan konversi lux ke W/m2, yaitu 1 lux = 0.0079 W/m2.

Selain itu, diperlukan data suhu dan kelembaban yang dirujuk pada penelitian yang dilakukan Simangunsong (2011) pada objek penelitan yang sama akan tetapi berbeda kajian yang dibahas.

b. Pertumbuhan tanaman

Pengukuran yang dilakukan terhadap pertumbuhan tanaman yaitu jumlah daun. Jumlah daun dihitung dengan cara manual. Dari rataan sampel tanaman yang digunakan.

Gambar 10 Skema penataan sistem aeroponik dalam Laboratorium Agrometeorologi. Keterangan:

Box plastik 95 liter Aliran air yang didorong pompa Ember penampungan air Aliran air buangan menuju ke ember (dilengkapi pompa)

Lampu Fluorescent 40W Slang plastik aquarium

(20)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Lingkungan Ruang Pertumbuhan Kentang

Laboratorium Agrometeorologi yang digunakan untuk melakukan penelitian aeroponik kentang diatur sedemikian rupa untuk mendapatkan iklim mikro yang memungkinkan tanaman kentang dapat tumbuh. Ketinggian tempat Laboratorium Agrometeorologi, Kampus IPB, Darmaga, (± 201 m dpl.) tidak memungkinkan untuk pertumbuhan tanaman kentang karena suhu yang terlalu tinggi (20.0 – 33.0 oC). Tanaman kentang menghendaki suhu antara 15.0 – 25.0˚C (Lovatt 1997). Untuk mengatasi hal ini digunakan pendingin (Air Conditioner / AC)

yang dinyalakan terus menerus selama penelitian berlangsung.

Suhu yang telah diukur selama 24 jam memiliki rata-rata 22.6˚C. Nilai terendah dari suhu yang terukur yaitu 20.0˚C pada pukul 06.00. Suhu tertinggi yaitu 26.5˚C pada pukul 16.00. Kisaran suhu di dalam ruangan Laboratorium Agrometeorologi cukup memenuhi kebutuhan suhu untuk pertumbuhan tanaman kentang.

Berdasarkan pengukuran suhu udara setiap hari pada pukul 10.00 WIB, suhu di sekitar media tumbuh kentang mempunyai rata-rata 21.3˚C. Pengambilan data unsur cuaca di Laboratorium tempat percobaan dimulai saat tanaman yang ditanam di media aeroponik yaitu19 hari setelah tanam (HST) terhitung setelah dilakukan aklimatisasi plantlet.

Gambar 11 Pola suhu dan RH diurnal Laboratorium Agrometeorologi.

(Sumber: Simangunsong 2011)

Gambar 12 Pola suhu pengamatan pukul 10.00 WIB.

(21)

Kelembaban udara (RH) yang diukur pada Laboratorium Agrometeorologi berkisar antara 48 - 53% (Gambar 11). Nilai RH di Laboratorium Agrometeorologi tergolong kering. Hal tersebut karena keberadaan AC yang bersifat mengeringkan udara dalam ruang. Udara yang relatif kering tersebut dapat menyebabkan tanaman kentang layu saat awal pertumbuhan, sehingga perlu ditutup dengan gelas plastik untuk menjagakelembaban udara di sekitar tanaman.

Kebutuhan nutrisi dan air pada sistem aeroponik ini diperoleh dari penyemprotan dengan durasi 13 detik setiap 7 menit yang secara otomatis menyemprotkan air sehingga membasahi akar tanaman. Dalam sistem aeroponik ini, air yang tidak terserap oleh tanaman akan kembali ke ember nutrisinya. 4.2 Perlakuan Intensitas dan Lama

Pencahayaan

Pengukuran intensitas cahaya menggunakan satuan lux. Nilai energi cahaya matahari yang diterima tanaman biasa dinyatakan dalam W/m2 Oleh sebab itu, perlu dilakukan konversi satuan dari lux menjadi W/m2 untuk mengetahui satuan energi cahaya yang diterima oleh tanaman kentang tersebut. Lampu untuk membuat cahaya buatan menggunakan lampu jenis fluorescent (TL) berdaya 40 W dengan jarak lampu dari tanaman sekitar 30 cm.

Pada penelitian ini, pengukuran intensitas cahaya dilakukan untuk mengukur intensitas cahaya yang diterima oleh semua tanaman. Total lampu yang digunakan untuk penelitian ini adalah delapan lampu untuk pengukuran

dan dua lampu untuk tanaman tanpa perlakuan sebagai tanaman contoh untuk bahan kalibrasi hubungan antara luas dengan berat daun. Tanaman tanpa perlakukan ini kemudian tidak dapat digunakan sebagai kalibrasi, dikarenakan semua tanaman mati. Daya lampu yang digunakan pada pengukuran yaitu 8 x 40 W sehingga total daya lampu 320 W digunakan untuk area tanam 2 x 1.2 m2 = 2,4 m2 merupakan luasan kedua perlakuan pencahayaan.

Pengukuran intensitas cahaya dilakukan tiap hari yakni pada pukul 10.00 WIB. Pengukuran intensitas cahaya dilakukan pada titik tengah dan ujung box tanaman yang mewakili tanaman dalam mendapatkan cahaya. Intensitas yang terukur pada titik tengah pengamatan memiliki nilai tertinggi sekitar 1750 lux atau 13.8 W/m2, sedangkan intensitas terendah adalah 728 lux atau 5.8 W/m2 pada ujung/tepi box. Terlihat bahwa sebaran nilai intensitas sangat beragam, namun nilai rata-rata relatif konstan (Gambar 13). Rata-rata tanaman kentang mendapatkan energi sekitar 1149 lux atau 9 W/m2. Perbedaan yang sangat tinggi dari cahaya yang diterima oleh tanaman pada titik tengah dengan ujung disebabkan oleh perbedaan jarak terhadap sumber cahaya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Hartmann et al. (1981) bahwa intensitas yang didapatkan akan semakin kecil dengan semakin jauh lokasi pengambilan data. Nilai Kebutuhan cahaya kentang dalam ruang pertumbuhan buatan ini sangat jauh dari tingkat kejenuhan cahaya tanaman kentang di lapangan yaitu 313.65 W/m2 (Chang 1968).

(22)

Kebutuhan cahaya tanaman juga dipengaruhi oleh lama pencahayaan yang diberikan. Lama pencahayaan yang diberikan pada penelitian ini yakni lampu dinyalakan selama 24 jam penuh (24-h/24 hours pencahayaan) dan lampu hanya dinyalakan selama 12 jam (12-h pencahayaan). Ketika tanaman diberikan perlakuan 12-h pencahayaan, tanaman kentang mengalami pertumbuhan yang sangat lambat. Hal tersebut disebabkan karena cahaya yang digunakan untuk melakukan fotosintesis sangat terbatas. Tidak sepenuhnya tanaman yang mendapat perlakuan 12-h pencahayaan tidak mendapatkan cahaya ketika lampu dipadamkan. Tanaman tersebut masih mendapatkan sedikit cahaya lampu yang berasal dari lampu yang masih dinyalakan selama 24-h meskipun jumlahnya sangat kecil. Kedua perlakuan tersebut dibatasi oleh sekat sehingga pencahayaan 24-h tidak terlalu mempengaruhi tanaman dengan perlakuan 12-h penca12-hayaan.

4.3 Pengaruh Intensitas dan Lama Pencahayaan terhadap Pertumbuhan Kentang

Pada saat penanaman di media aeroponik, terlihat bahwa kualitas plantlet (bibit kentang kultur jaringan) varietas Atlantis lebih baik dari Super John. Hal tersebut dapat dibandingkan dari tingkat kehijauan tanaman, tinggi batang, jumlah daun, dan kondisi akar. Plantlet varietas Atlantis memiliki batang yang relatif kuat, warna hijau tua, daun lebih banyak berwarna hijau tua serta kondisi akar yang sudah cukup panjang. Batang plantlet varietas Super John berwana hijau muda kekuningan dan masih banyak yang belum tumbuh daunnya.

Pertumbuhan tanaman merupakan perubahan ukuran (massa, luas, tinggi dan

jumlah) selama musim pertumbuhan tanaman (Handoko 1994). Indikator pertumbuhan tanaman yang digunakan yaitu jumlah daun. Nilai 0 jumlah daun menunjukkan bahwa tanaman tersebut telah mati. Telah diketahui bahwa intensitas cahaya yang diterima rata-rata yaitu 9 W/m2. Dengan intensitas cahaya tersebut kebutuhan cahaya tanaman kentang tidak terpenuhi secara optimal sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman yang kurang baik. Terlihat dari Gambar 14 bahwa terjadi penurunan yang tajam pada jumlah daun varietas Atlantis dengan perlakuan 12-h. Begitu juga untuk varietas Super John (Gambar 15), laju kematian dari varietas Super John lebih cepat dibandingkan Atlantis. Tanaman kentang varietas Super John yang ditanam dengan perlakuan 12-h pencahayaan mati 16 hari lebih cepat dibandingkan varietas Atlantis dengan perlakuan yang sama. Tanaman tersebut mati karena cahaya yang diberikan sangat rendah dengan pencahayaan selama 12 jam. Pada varietas Atlantis 24-h pencahayaan, jumlah daun relatif stabil sedangkan untuk varietas Super John terjadi penurunan jumlah daun. Selain dipengaruhi oleh lama pencahayaan yang diberikan, varietas juga menentukan tingkat pertumbuhan tanaman. Hal tersebut terlihat dari varietas Super John yang lebih cepat jumlah penurunan daun dibanding varietas Atlantis. Pada Gambar 15 data jumlah daun varietas Super John dilakukan pengukuran dari data 20 HST. Pengukuran yang dilakukan pada varietas Super John sehari lebih lambat dari pengukuran varietas Atlantis. Hal tersebut karena kondisi tanaman kentang varietas Super John masih membutuhkan proses aklimatisasi yang lama dibandingkan dengan tanaman kentang varietas Atlantis.

(23)

Gambar 15 Penurunan jumlah daun varietas Super John. Suhu yang tinggi jika ditambah dengan

insentitas cahaya yang kurang akan menghasilkan pertumbuhan yang rendah dan tanaman yang panjang serta kecil (Hartmann et al. 1981). Dalam ruang pertumbuhan tanaman (Laboratorium Agrometeorlogi) suhu udara relatif tidak terlalu tinggi, namun cahaya yang sangat rendah (rata-rata 9 W/m2) yang menjadi kendala utama pertumbuhan tanaman kentang pada percobaan aeroponik ini. Hal ini dibuktikan bahwa pemberian cahaya 24 jam ternyata mengurangi laju kematian tanaman dibandingkan dengan tanaman pada perlakuan cahaya 12 jam.

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Lingkungan buatan untuk ruang pertumbuhan perlu memperhatikan aspek pendukung yang memenuhi syarat iklim tanaman tersebut. Kentang (Solanum tuberosum L.) menghendaki suhu udara yang rendah, RH yang tidak terlalu rendah dan intensitas yang cukup. Dalam melakukan percobaan menanam benih kentang varietas Atlantis dan varietas Super John di dalam Laboratorium Agrometeorologi diperlukan pendingin ruan (AC) untuk mendapatkan suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kentang. Selain itu, pencahayaan buatan dengan menggunakan lampu fluorescent (TL) 40 W.

Suhu udara dalam ruangan tidak terlalu menjadi kendala (20.0 - 26.5 oC), namun kelembaban udara (RH) relatif rendah (48 - 53%) dan intensitas cahaya sangat rendah

(rata-rata 9 W/m2) menjadi kendala pertumbuhan tanaman.

Perbedaan perlakuan lama pencahayaan (12 dan 24 jam) mempengaruhi respon pertumbuhan tanaman kentang. Selain itu kondisi bibit yang digunakan serta varietas juga mempengaruhi respon pertumbuhan tanaman tersebut.

5.2 Saran

Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan di rumah kaca di dataran tinggi untuk mendapatkan intensitas cahaya dari matahari serta suhu sesuai untuk tanaman kentang. Namun apabila masih dilakukan penelitian di dalam ruangan, perlu lampu (sumber cahaya) yang dapat memenuhi kebutuhan cahaya (sesuai dengan jenis tanaman). Selain itu perlu adanya humidifier (penjaga kelembaban) agar kelembaban tidak terlalu kering untuk ruang ber-AC.

DAFTAR PUSTAKA

Aeroponics International. 2010. Understanding light energy for

plant growth. Dalam

http://www.aeroponics.com/aero65. htm [10 Maret 2011]

Agrihouse Inc. 2003. Genesis series aeroponic

system. Dalam

http://www.biocontrols.com/aero18 b.html [10 Maret 2011]

(24)

http://jatim.litbang.deptan.go.id [12 Juni 2011]

Chang JH. 1968. Climate and Agriculture. An Ecological Survey. Aldine. Chicago.

[CIP]. International Potato Centre. 2011. Potato in tropical and subtropical

highlands. Dalam

http://www.cipotato.org/ [9

Agustus 2011]

Dimyati A. 2002. Research priorities for potato in Indonesia. Progress in Potato and Sweetpotato Research in Indonesia. Proceedings of the CIP-Indonesia Research Review Workshop. Bogor.

[ECPD]. The European Cultivated Potato Database. 2011. Granola. Dalam http://www.europotato.org/display_ description.php?variety_name=Gr anola [9 Agustus 2011]

Falah M. 2006. Prespektif pertanian dalam lingkungan yang terkontrol. Inovasi Online edisi vol.6/XVIII/Maret 2006.

[FAO]. Foods and Agriculture Organisation. 2008. International year of the

potato. Dalam

http://www.potato2008.org/en/potat o/index.html [7 Maret 2011].

Gunawan dan Afrizal D. 2009. Teknologi aeroponik terobosan perbanyakan cepat benih kentang. Iptek Hortikultura No.5 – September 2009.

Gunawan H. 2009. Inovasi baru perbanyakan bibit kentang G-0 sistem aeroponik. Pusat Inkubator Agribisnis BBPP Lembang, 2 Februari 2009.

Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya: Jakarta.

---. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi-FMIPA-IPB. Bogor.

Hardjanto YS. 2008. Super Jon: Buah dari

kecermatan. Dalam

http://kabarhijau.blogspot.com/200

8/07/super-jon-buah-dari-kecermatan.html [9 Maret 2011]

Hartmann HT, Flocker WJ, Kofranek AM. 1981. Plant Science. Growth, Development, and Utilization of Cultivated Plant. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. Husin C. 1985. Pengaruh penambahan

panjang hari dengan cahaya lampu fluorescent terhadap produksi Alfalfa (Medicago sativa L.) [Skripsi]. Bogor: Jurusan Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Lovatt JL. 1997. Potato Information Kit. The

Agrilink Series. The State of Queensland, Departemen of Primary Industries. Australia Muhibuddin A, Zakaria B, Baharudin dan

Enny L. 2009. Pengembangan formulasi unsur hara pada produksi benih kentang hasil kultur jaringan dengan teknologi aeroponik. Jurnal Sains & Teknologi, Agustus 2009, Vol. 9 No. 2 : 87-96.

Otazu V. 2010. Manual on Quality Seed

Potato Production Using

Aeroponics. International Potato Center (CIP), Lima, Peru.

Otroshy M. 2006. Utilization of tissue culture techniques in a seed potato tuber production sheme [PhD Thesis]. Wageningen University. Netherlands.

Pitojo S. 2004. Benih Kentang. Kanisius: Yogyakarta.

Ritter E, Angulo B, Herran C, Relloso J, Jose MS. 2000. Comparison of hidroponic and aeroponic cultivation systems for the production of potato minitubers. Potato research 44 (2001) 127-135. Roberto K. 2003. How to Hidroponics Fourth

Edition. The Futuregarden Press

Advision of Futuregarden, Inc. New York.

Runkle E. 2006. Light it Up!. GPN Magazine July 2006.

Setiadi. 2009. Budidaya Kentang +Berbagai Pilihan Varietas dan Pengadaan Benih. Penebar Swadaya: Depok. Shock C, Clinton dan Pereira AB. 2005. A

(25)

potato production. Paper on chapter 13E.

Smith O. 1968. Potatoes: Production, Storing, Processing. The Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

Simangunsong LP. 2011. Kehilangan Air Tanaman kentang (Solanum

tuberosum L.) dengan Sistem

Aeroponik. Personal

Communication. Departemen

Geofisika dan Meteorologi, FMIPA-IPB.

Sofiasari E dan Kusmana. 2007. Karakterisasi Kentang Varietas Granola, Atlantic, dan Balsa dengan metode UPOV. Buletin Plasma Nutfah Vol.13 No. 1 Th. 2007.

Struik PC. 2008. The canon of potato science: minitubers. Potato research (2007) 50:305-308.

Sunarjono. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya Kentang. Agromedia Pustaka: Jakarta.

Sutiyoso Y. 2003. Aeroponik sayuran. Budidaya dengan sistem pengabutan. Penerbit Penebar Swadaya: Jakarta.

Thirakomen K. 2002. Humidity control for tropical climate. ASHRAE Thailand Chapter. Dalam

http://www.ashraethailand.org [10

Agustus 2011]

Wattimena GA, Purwito A., Machmud H.M, dan Samanhudi. 2001. Perakitan Varietas kentang Unggul Indonesia secara Cepat dengan Metode turunan Klonal biji Tunggal dan Pra-Evaluasi secara In Vitro. Buletin Agronomi Vol. 29 No. 3 : 78-84.

(26)
(27)

Lampiran 1 Data suhu pengukuran pukul 10.00 WIB

No Tanggal HST Suhu (˚C) Rataan Simpangan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 09 Juli 2011 19 19.8 20.0 19.8 19.7 19.7 20.0 20.3 20.3 20.3 20.2 20.0 0.2 2 10 Juli 2011 20 20.8 21.1 21.0 21.0 21.1 21.2 21.3 21.3 21.3 21.3 21.1 0.2 3 11 Juli 2011 21 21.1 21.2 21.3 21.3 21.3 21.2 21.4 21.4 21.5 21.5 21.3 0.1 4 12 Juli 2011 22 21.1 21.4 21.3 21.4 21.4 21.8 21.9 21.8 21.7 21.9 21.6 0.3 5 13 Juli 2011 23 21.0 21.2 21.3 21.3 21.3 21.3 21.6 21.5 21.6 21.5 21.3 0.2 6 14 Juli 2011 24 20.7 20.7 20.7 20.6 20.5 20.6 20.7 20.7 20.7 20.7 20.7 0.1 7 15 Juli 2011 25 21.1 21.2 21.4 21.4 21.2 21.4 21.5 21.4 21.3 21.5 21.3 0.1 8 16 Juli 2011 26 20.8 20.8 20.8 20.7 20.8 21.0 21.0 21.0 21.0 21.0 20.9 0.1 9 17 Juli 2011 27 20.9 21.0 21.0 20.9 20.9 20.9 20.9 21.0 20.9 20.9 20.9 0.0 10 18 Juli 2011 28 20.1 20.1 20.1 20.0 20.0 19.9 20.0 20.0 20.0 20.1 20.0 0.1 11 19 Juli 2011 29 21.2 21.0 21.3 21.2 21.1 21.1 21.2 21.2 21.1 21.3 21.2 0.1 12 20 Juli 2011 30 20.3 20.3 20.6 20.5 20.6 20.4 20.5 20.6 20.5 20.4 20.5 0.1 13 21 Juli 2011 31 22.0 22.2 22.3 22.3 22.1 22.1 22.2 22.3 22.2 22.2 22.2 0.1 14 22 Juli 2011 32 22.7 22.7 22.7 22.7 22.7 22.8 22.8 22.8 22.8 22.8 22.7 0.0 15 23 Juli 2011 33 21.0 21.0 21.0 21.0 21.0 21.3 21.4 21.4 21.4 21.2 21.2 0.2 16 24 Juli 2011 34 20.7 20.7 21.0 21.0 20.9 20.9 21.0 21.0 21.1 21.0 20.9 0.1 17 25 Juli 2011 35 21.9 22.0 22.0 22.0 21.9 21.8 22.0 22.0 21.9 22.2 22.0 0.1 18 26 Juli 2011 36 20.6 20.6 20.5 20.5 20.5 20.6 20.9 20.9 21.0 21.0 20.7 0.2 19 27 Juli 2011 37 21.5 21.6 21.7 21.7 21.6 22.0 22.1 22.1 22.1 22.4 21.9 0.3 20 28 Juli 2011 38 21.8 22.2 22.1 22.1 22.0 22.0 22.2 22.2 22.1 22.1 22.1 0.1 21 29 Juli 2011 39 21.6 21.8 21.9 22.2 22.4 22.2 22.3 22.3 22.4 22.2 22.1 0.3 22 30 Juli 2011 40 21.7 21.8 22.0 22.0 21.8 21.9 22.1 22.2 22.2 22.2 22.0 0.2 23 31 Juli 2011 41 21.3 21.3 21.6 21.6 21.5 21.7 21.8 21.9 21.8 21.7 21.6 0.2 24 01 Agustus 2011 42 20.7 21.1 21.0 21.0 21.1 20.8 21.2 21.1 21.1 21.3 21.0 0.2 25 02 Agustus 2011 43 21.2 21.2 21.6 21.6 21.6 21.7 21.8 21.9 21.7 21.8 21.6 0.3 26 03 Agustus 2011 44 22.0 22.0 22.6 22.6 22.6 22.7 22.9 23.0 22.8 22.8 22.6 0.3 27 04 Agustus 2011 45 19.0 19.1 18.8 18.8 18.7 19.0 19.1 19.3 19.2 19.4 19.0 0.3 28 05 Agustus 2011 46 22.5 22.9 22.9 22.8 22.8 22.9 23.2 23.2 23.0 23.0 22.9 0.2 29 06 Agustus 2011 47 20.6 20.3 20.8 20.7 20.7 20.6 20.7 20.9 21.0 21.0 20.7 0.2 30 07 Agustus 2011 48 20.6 20.6 21.2 21.2 21.1 20.6 21.2 21.2 21.3 21.3 21.0 0.3 31 08 Agustus 2011 49 20.6 20.5 20.8 20.7 20.7 20.9 20.8 21.1 21.0 20.9 20.8 0.2 32 09 Agustus 2011 50 21.7 22.0 22.2 21.8 21.9 21.8 22.0 22.0 22.0 21.8 21.9 0.1 Keterangan:

(28)

No Tanggal HST Intensitas Cahaya (Lux) Maksimum Minimum Rata-rata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 09 Juli 2011 19 1663 854 913 815 728 1638 882 1238 1100 803 1663 728 1063.4 2 10 Juli 2011 20 1663 1000 1028 972 948 1689 899 1320 1222 795 1689 795 1153.6 3 11 Juli 2011 21 1677 1057 1020 970 930 1616 983 1230 1212 970 1677 930 1166.5 4 12 Juli 2011 22 1636 1115 1000 950 830 1583 1043 1195 1193 945 1636 830 1149.0 5 13 Juli 2011 23 1656 980 863 837 835 1634 868 1208 1131 855 1656 835 1086.7 6 14 Juli 2011 24 1685 1233 900 958 961 1659 1065 1034 1133 872 1685 872 1150.0 7 15 Juli 2011 25 1620 942 932 862 858 1597 897 1231 1114 823 1620 823 1087.6 8 16 Juli 2011 26 1577 1065 1048 930 878 1616 1010 1200 1127 830 1616 830 1128.1 9 17 Juli 2011 27 1686 1133 1017 987 960 1697 1090 1214 1214 859 1697 859 1185.7 10 18 Juli 2011 28 1570 1110 1028 992 870 1628 997 1273 1232 898 1628 870 1159.8 11 19 Juli 2011 29 1647 1050 1065 950 870 1610 1007 1358 1169 950 1647 870 1167.6 12 20 Juli 2011 30 1668 1068 1012 930 980 1629 1096 1267 1163 902 1668 902 1171.5 13 21 Juli 2011 31 1662 998 956 878 869 1665 847 1141 1130 890 1665 847 1103.6 14 22 Juli 2011 32 1660 1121 1083 980 947 1650 991 1292 1122 965 1660 947 1181.1 15 23 Juli 2011 33 1748 1178 1040 1066 1033 1750 965 1290 1230 890 1750 890 1219.0 16 24 Juli 2011 34 1722 1220 1022 1008 988 1729 1002 1395 1255 965 1729 965 1230.6 17 25 Juli 2011 35 1595 970 990 915 823 1573 910 1222 1077 832 1595 823 1090.7 18 26 Juli 2011 36 1644 1062 960 990 949 1637 940 1262 1096 938 1644 938 1147.8 19 27 Juli 2011 37 1640 982 918 924 810 1671 950 1231 1024 824 1671 810 1097.4 20 28 Juli 2011 38 1638 943 960 961 828 1595 856 1182 1105 823 1638 823 1089.1 21 29 Juli 2011 39 1638 972 953 833 838 1620 953 1243 1026 837 1638 833 1091.3 22 30 Juli 2011 40 1685 1130 988 1075 1008 1703 1095 1360 1213 987 1703 987 1224.4 23 31 Juli 2011 41 1693 1089 933 1030 1045 1673 920 1335 1220 940 1693 920 1187.8 24 01 Agustus 2011 42 1632 996 961 962 862 1652 929 1238 1072 917 1652 862 1122.1 25 02 Agustus 2011 43 1601 1036 987 1129 926 1596 1006 1306 1175 878 1601 878 1164.0 26 03 Agustus 2011 44 1662 1056 1005 989 982 1613 983 1293 1117 902 1662 902 1160.2 27 04 Agustus 2011 45 1655 1045 1030 1048 1020 1611 974 1313 1185 982 1655 974 1186.3 28 05 Agustus 2011 46 1707 1098 973 888 859 1668 954 1292 1095 870 1707 859 1140.4 29 06 Agustus 2011 47 1688 1080 1050 984 933 1645 935 1315 1180 930 1688 930 1174.0 30 07 Agustus 2011 48 1660 1090 1018 1114 948 1675 975 1216 1202 960 1675 948 1185.8 31 08 Agustus 2011 49 1637 1073 1050 1030 1038 1591 1062 1324 1196 903 1637 903 1190.4 32 09 Agustus 2011 50 1607 989 937 840 838 1652 951 1210 1158 927 1652 838 1110.9 Keterangan:

(29)

No Tanggal HST Intensitas Cahaya (W/m2) Maksimum Minimum Rata-rata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 09 Juli 2011 19 13.1 6.7 7.2 6.4 5.8 12.9 7.0 9.8 8.7 6.3 13.1 5.8 8.4 2 10 Juli 2011 20 13.1 7.9 8.1 7.7 7.5 13.3 7.1 10.4 9.7 6.3 13.3 6.3 9.1 3 11 Juli 2011 21 13.2 8.4 8.1 7.7 7.3 12.8 7.8 9.7 9.6 7.7 13.2 7.3 9.2 4 12 Juli 2011 22 12.9 8.8 7.9 7.5 6.6 12.5 8.2 9.4 9.4 7.5 12.9 6.6 9.1 5 13 Juli 2011 23 13.1 7.7 6.8 6.6 6.6 12.9 6.9 9.5 8.9 6.8 13.1 6.6 8.6 6 14 Juli 2011 24 13.3 9.7 7.1 7.6 7.6 13.1 8.4 8.2 9.0 6.9 13.3 6.9 9.1 7 15 Juli 2011 25 12.8 7.4 7.4 6.8 6.8 12.6 7.1 9.7 8.8 6.5 12.8 6.5 8.6 8 16 Juli 2011 26 12.5 8.4 8.3 7.3 6.9 12.8 8.0 9.5 8.9 6.6 12.8 6.6 8.9 9 17 Juli 2011 27 13.3 9.0 8.0 7.8 7.6 13.4 8.6 9.6 9.6 6.8 13.4 6.8 9.4 10 18 Juli 2011 28 12.4 8.8 8.1 7.8 6.9 12.9 7.9 10.1 9.7 7.1 12.9 6.9 9.2 11 19 Juli 2011 29 13.0 8.3 8.4 7.5 6.9 12.7 8.0 10.7 9.2 7.5 13.0 6.9 9.2 12 20 Juli 2011 30 13.2 8.4 8.0 7.3 7.7 12.9 8.7 10.0 9.2 7.1 13.2 7.1 9.3 13 21 Juli 2011 31 13.1 7.9 7.6 6.9 6.9 13.2 6.7 9.0 8.9 7.0 13.2 6.7 8.7 14 22 Juli 2011 32 13.1 8.9 8.6 7.7 7.5 13.0 7.8 10.2 8.9 7.6 13.1 7.5 9.3 15 23 Juli 2011 33 13.8 9.3 8.2 8.4 8.2 13.8 7.6 10.2 9.7 7.0 13.8 7.0 9.6 16 24 Juli 2011 34 13.6 9.6 8.1 8.0 7.8 13.7 7.9 11.0 9.9 7.6 13.7 7.6 9.7 17 25 Juli 2011 35 12.6 7.7 7.8 7.2 6.5 12.4 7.2 9.7 8.5 6.6 12.6 6.5 8.6 18 26 Juli 2011 36 13.0 8.4 7.6 7.8 7.5 12.9 7.4 10.0 8.7 7.4 13.0 7.4 9.1 19 27 Juli 2011 37 13.0 7.8 7.3 7.3 6.4 13.2 7.5 9.7 8.1 6.5 13.2 6.4 8.7 20 28 Juli 2011 38 12.9 7.4 7.6 7.6 6.5 12.6 6.8 9.3 8.7 6.5 12.9 6.5 8.6 21 29 Juli 2011 39 12.9 7.7 7.5 6.6 6.6 12.8 7.5 9.8 8.1 6.6 12.9 6.6 8.6 22 30 Juli 2011 40 13.3 8.9 7.8 8.5 8.0 13.5 8.7 10.7 9.6 7.8 13.5 7.8 9.7 23 31 Juli 2011 41 13.4 8.6 7.4 8.1 8.3 13.2 7.3 10.5 9.6 7.4 13.4 7.3 9.4 24 01 Agustus 2011 42 12.9 7.9 7.6 7.6 6.8 13.1 7.3 9.8 8.5 7.2 13.1 6.8 8.9 25 02 Agustus 2011 43 12.6 8.2 7.8 8.9 7.3 12.6 7.9 10.3 9.3 6.9 12.6 6.9 9.2 26 03 Agustus 2011 44 13.1 8.3 7.9 7.8 7.8 12.7 7.8 10.2 8.8 7.1 13.1 7.1 9.2 27 04 Agustus 2011 45 13.1 8.3 8.1 8.3 8.1 12.7 7.7 10.4 9.4 7.8 13.1 7.7 9.4 28 05 Agustus 2011 46 13.5 8.7 7.7 7.0 6.8 13.2 7.5 10.2 8.7 6.9 13.5 6.8 9.0 29 06 Agustus 2011 47 13.3 8.5 8.3 7.8 7.4 13.0 7.4 10.4 9.3 7.3 13.3 7.3 9.3 30 07 Agustus 2011 48 13.1 8.6 8.0 8.8 7.5 13.2 7.7 9.6 9.5 7.6 13.2 7.5 9.4 31 08 Agustus 2011 49 12.9 8.5 8.3 8.1 8.2 12.6 8.4 10.5 9.4 7.1 12.9 7.1 9.4 32 09 Agustus 2011 50 12.7 7.8 7.4 6.6 6.6 13.1 7.5 9.6 9.1 7.3 13.1 6.6 8.8 Keterangan:

(30)

Jam TBK TBB TBB* TBK-TBB* RH (%)

1 21.5 16.9 15.6 5.9 48

2 21.0 16.8 15.5 5.5 51

3 21.0 16.8 15.5 5.5 51

4 20.5 16.4 15.1 5.4 53

5 20.5 16.5 15.2 5.3 53

6 20.0 15.8 14.6 5.4 53

7 20.0 16.1 14.9 5.1 53

8 20.5 16.3 15.0 5.5 50

9 21.5 16.9 15.6 5.9 48

10 22.0 17.3 16.0 6.0 48

11 22.5 18.1 16.7 5.8 49

12 24.0 19.5 18.0 6.0 50

13 24.5 19.8 18.3 6.2 50

14 25.0 20.0 18.5 6.5 48

15 26.0 21.1 19.5 6.5 49

16 26.5 21.6 20.0 6.5 49

17 25.0 20.2 18.7 6.3 51

18 24.5 20.2 18.7 5.8 51

19 24.0 19.8 18.3 5.7 50

20 23.0 18.5 17.1 5.9 49

21 22.5 17.9 16.5 6.0 49

22 22.0 17.6 16.2 5.8 48

23 22.0 17.5 16.2 5.8 48

24 22.0 17.1 15.8 6.2 48

Keterangan:

TBK = Termometer Bola Kering. menunjukkan suhu udara di tempat tersebut TBB = Termometer Bola Basah

RH = Relative Humidity / Kelembaban relatif

(31)

No Tanggal HST

Jumlah Daun Varietas Atlantis 12 Jam Pencahayaan Jumlah Daun Varietas Atlantis 24 Jam Pencahayaan

Box 1* Box 2*

Rataan Box 3* Box 4* Rataan

1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

1 09 Juli 2011 19 11 16 6 4 9 14 15 3 6 14 4 3 9 12 9 4 10 13 6 16 19 17 12 7 18 12 2 10 Juli 2011 20 9 10 6 4 11 13 10 3 4 14 4 3 8 13 9 5 7 12 7 12 15 17 13 6 19 11

3 11 Juli 2011 21 11 9 6 4 9 10 7 3 6 14 4 3 7 10 10 4 9 12 7 10 24 17 14 6 20 12

4 12 Juli 2011 22 9 6 6 4 8 11 4 3 4 14 4 3 6 10 10 5 11 11 8 11 24 17 13 6 23 12

5 13 Juli 2011 23 8 4 0 0 3 9 0 0 3 6 3 2 3 10 7 4 7 13 6 10 15 15 14 6 20 11

6 14 Juli 2011 24 6 2 0 0 2 8 0 0 2 5 2 0 2 8 7 3 5 12 6 10 12 12 13 5 20 9

7 15 Juli 2011 25 6 3 0 0 2 8 0 0 2 13 2 0 3 9 8 3 5 12 6 11 13 13 14 7 23 10

8 16 Juli 2011 26 7 2 0 0 3 8 0 0 3 6 2 0 3 8 8 4 5 12 5 7 12 14 14 5 20 10

9 17 Juli 2011 27 8 0 0 0 3 7 0 0 3 7 0 0 2 10 8 5 3 15 7 9 14 16 15 6 24 11

10 18 Juli 2011 28 7 0 0 0 3 8 0 0 2 4 0 0 2 10 8 4 0 14 6 10 12 14 14 6 23 10

11 19 Juli 2011 29 3 0 0 0 2 9 0 0 2 2 0 0 2 8 9 4 0 13 6 9 12 18 15 4 25 10

12 20 Juli 2011 30 2 0 0 0 2 8 0 0 0 0 0 0 1 9 7 5 0 11 6 9 14 13 13 0 25 9

13 21 Juli 2011 31 2 0 0 0 2 9 0 0 0 0 0 0 1 10 10 5 0 12 6 10 14 15 14 0 25 10

14 22 Juli 2011 32 0 0 0 0 2 8 0 0 0 0 0 0 1 10 9 6 0 12 7 7 13 16 13 0 24 10

15 23 Juli 2011 33 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 1 11 9 6 0 13 7 7 12 16 12 0 24 10

16 24 Juli 2011 34 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 1 12 9 5 0 14 8 7 11 17 12 0 24 10

17 25 Juli 2011 35 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 1 12 10 0 0 13 7 10 12 16 12 0 24 10

18 26 Juli 2011 36 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 1 12 10 0 0 13 7 10 18 18 15 0 26 11

19 27 Juli 2011 37 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 1 11 8 0 0 13 8 10 16 17 14 0 24 10

20 28 Juli 2011 38 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 1 11 8 0 0 12 8 11 17 16 12 0 25 10

21 29 Juli 2011 39 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 1 12 10 0 0 13 8 11 17 17 12 0 25 10

22 30 Juli 2011 40 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 1 12 7 0 0 12 9 11 17 19 12 0 25 10

23 31 Juli 2011 41 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 1 12 8 0 0 12 9 12 16 19 13 0 23 10

24 01 Agustus 2011 42 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 1 11 8 0 0 10 10 12 16 19 13 0 23 10

25 02 Agustus 2011 43 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 1 12 9 0 0 12 9 12 17 20 14 0 21 11

26 03 Agustus 2011 44 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 14 8 0 0 12 10 12 18 21 14 0 21 11

27 04 Agustus 2011 45 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 12 8 0 0 12 10 12 18 21 15 0 21 11

28 05 Agustus 2011 46 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 11 7 0 0 12 9 12 17 19 14 0 19 10

29 06 Agustus 2011 47 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 7 0 0 13 9 13 17 19 14 0 18 10

30 07 Agustus 2011 48 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 7 0 0 13 9 13 17 18 14 0 17 10

31 08 Agustus 2011 49 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 0 0 0 13 9 13 17 19 14 0 17 9

(32)

No Tanggal HST

Jumlah Daun Varietas SuperJohn 12 Jam Pencahayaan

Jumlah Daun Varietas SuperJohn 24 Jam Pencahayaan Box 1* Box 2*

Rataan Box 3* Box 4* Rataan

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 10 Juli 2011 20 6 12 5 10 7 8 8 10 5 0 10 11 0 6

2 11 Juli 2011 21 8 13 8 11 8 10 10 10 4 0 10 11 0 6

3 12 Juli 2011 22 7 12 9 11 7 6 9 10 3 0 10 11 0 6

4 13 Juli 2011 23 4 11 4 8 4 5 6 8 3 0 6 11 0 5

5 14 Juli 2011 24 2 10 5 6 4 5 5 9 3 0 5 11 0 5

6 15 Juli 2011 25 2 7 5 7 2 7 5 11 0 0 9 11 0 5

7 16 Juli 2011 26 0 3 5 3 1 4 3 11 0 0 8 8 0 5

8 17 Juli 2011 27 0 4 4 0 1 4 2 11 0 0 8 8 0 5

9 18 Juli 2011 28 0 4 3 0 0 4 2 10 0 0 7 8 0 4

10 19 Juli 2011 29 0 0 2 0 0 2 1 6 0 0 6 7 0 3

11 20 Juli 2011 30 0 0 2 0 0 0 0 4 0 0 5 6 0 3

12 21 Juli 2011 31 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 4 5 0 2

13 22 Juli 2011 32 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 7 0 2

14 23 Juli 2011 33 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 7 0 2

15 24 Juli 2011 34 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 8 0 2

16 25 Juli 2011 35 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 6 0 2

17 26 Juli 2011 36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 8 0 2

18 27 Juli 2011 37 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 6 0 2

19 28 Juli 2011 38 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 6 0 2

20 29 Juli 2011 39 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 4 0 2

21 30 Juli 2011 40 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 5 0 2

22 31 Juli 2011 41 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 5 0 2

23 01 Agustus 2011 42 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 2 0 1

24 02 Agustus 2011 43 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 1

25 03 Agustus 2011 44 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 1

26 04 Agustus 2011 45 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 1

27 05 Agustus 2011 46 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 1

28 06 Agustus 2011 47 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 1

29 07 Agustus 2011 48 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 1

30 08 Agustus 2011 49 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 1

31 09 Agustus 2011 50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 1

Keterangan:

*) Masing-masing varietas memiliki 4 box tanaman. yaitu 2 box tanaman untuk masing-masing perlakuan pencahayaan

(33)
(34)

Keterangan:

A = Perlakuan 12 Jam pencahayaan lampu fluorescent B = Perlakuan 24 Jam pencahayaan lampu fluorescent X = Tanaman untuk kalibrasi*)

T1.T2...T10 = titik pengambilan data suhu dan intensitas cahaya p.q = Varietas Atlantis 12 jam pencahayaan

r.s = Varietas Atlantis 24 jam pencahayaan k.l = Varietas Super John 12 jam pencahayaan m.n=Varietas Super John 24 jam pencahayaan 1.2.3.4.5.6 = Sampel ulangan pengukuran

(35)

Lampiran 8 Dokumentasi penelitian

No Kegiatan Gambar

1 Persiapan Alat

Melubangi tutup box

bhbj

Pemasangan sprayer

Pemasangan lampu

[image:35.595.69.528.119.751.2]
(36)

Rangkaian sistem aeroponik 2 P

Gambar

Gambar 2
Gambar 3 Subkultur  plantlet kentang yang
Tabel 1 Kecocokan tipe lampu untuk berbagai
Gambar 5 Desain rangkaian sprinkler.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Introduksi Gen Hordothionin Pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) Kultivar Atlantik.. Nurhasanah

Introduksi Gen Hordothionin Pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) Kultivar Atlantik.. Nurhasanah

Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum L) Pada Tanah Yang Terakumulasi Logam Berat Kadmium Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|

DWY TANTOKO SW : 1204020006 PENGARUH PERBANDINGAN BAHAN MEDIA TANAM PADA PERTUMBUHAN AWAL AKLIMATISASI PLANLET TANAMAN KENTANG ( Solanum tuberosum L )Pembimbing :..

PERTUMBUHAN KULTUR TUNAS NODUS KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DENGAN PERLAKUAN SP-36 DAN KNO 3 PADA MEDIA AB MIX SECARA..

Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bibit Kentang ( Solanum tuberosum ) pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Daun Super ACI dengan Siste, Budidaya Aeroponik.. Makassar: Fakultas

Analisis dilakukan pada efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE) dari tanaman kentang pada perlakuan jarak tanam, ukuran umbi bibit, varietas (Granola dan Atlantis) serta

Judul : Respons Pemberian Coumarin Terhadap Produksi Mikro Tuber Planlet Kentang ( Solanum tuberosum L.) Varietas Granola Nama : Vivi Ulfia Hasni.. NIM