• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Kualitas Sifat Fisik dan Daya Simpan Pellet yang Mengandung Klobot Jagung dan Limbah Tanaman Ubi Jalar sebagai Substitusi Daun Rumput Gajah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Kualitas Sifat Fisik dan Daya Simpan Pellet yang Mengandung Klobot Jagung dan Limbah Tanaman Ubi Jalar sebagai Substitusi Daun Rumput Gajah."

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

Yosefin Dewi Luciana. D24080392. 2012. Uji Kualitas Sifat Fisik dan Daya Simpan Pellet yang Mengandung Klobot Jagung dan Limbah Tanaman Ubi Jalar sebagai Substitusi Daun Rumput Gajah. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Lidy Herawati, MS

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc.

Limbah pertanian berupa klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar sudah dikenal masyarakat sebagai bahan pakan bagi kelinci. Namun masih sering dijumpai pemberian pakan ke ternak hanya dalam bentuk pakan segar yang dilayukan. Kedua bahan pakan tersebut berpotensi dalam mensubstitusi daun rumput gajah sebagai sumber serat bagi kebutuhan nutrisi kelinci. Dalam upaya meningkatkan efisiensi pemberian pakan pada kelinci untuk mengurangi ternak memilih-milih pakan dan membantu dalam penyimpanan pakan ternak, maka kedua limbah pertanian tersebut dimodifikasi dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan nilai gunanya dengan membuat pellet ransum komplit yang dicampur konsentrat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kualitas sifat fisik dan daya simpan pellet ransum komplit sehingga dapat dikaji efektivitas penyimpanan pellet. Sumber pakan hijauan pellet berupa kulit jagung (klobot) dan limbah tanaman ubi jalar sebagai pengganti daun rumput gajah. Model percobaan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan pola faktorial (4x4) dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah taraf substitusi dari klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar terhadap daun rumput gajah yaitu R0 = daun rumput gajah 18% + konsentrat 82%, R1 = daun rumput gajah 12% + klobot jagung 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + konsentrat 82%, R2 = daun rumput gajah 6% + klobot jagung 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + konsentrat 82%, R3 = klobot jagung 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + konsentrat 82%, dan faktor kedua adalah lama penyimpanan (0, 2, 4 dan 6 minggu) dengan empat ulangan. Peubah yang diamati adalah kadar air (%), berat jenis (gr/cm3), kerapatan tumpukan (gr/cm3), kerapatan pemadatan tumpukan (gr/cm3), sudut tumpukan (), aktivitas air, ukuran partikel (mm) dan ketahanan pellet terhadap gesekan (%). Data yang terkumpul dianalisis dengan sidik ragam ANOVA dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ransum dan lama penyimpanan sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap kadar air, aktivitas air, ukuran partikel, kerapatan tumpukan dan sudut tumpukan, sedangkan interaksi kedua faktor menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01), mempengaruhi aktivitas air, ukuran partikel dan ketahanan pellet terhadap gesekan. Berdasarkan perubahan aktivitas air pada pellet ransum komplit, maka yang menunjukkan hasil paling baik dari faktor ransum adalah R1, sedangkan berdasarkan lama penyimpanan ransum-ransum sebaiknya tidak disimpan lebih dariminggu ke-2.

(2)

ABSTRACT

Quality Test of Physical and Storage Capacity of Pellet Contains Corn Husk and Sweet Potato by-Product as a Substitute

for the Leaves Pennisetum purpureum D.Y. Luciana, L. Herawati and A. D. Lubis

This study aims measured the quality of the physical properties and storage period of pellet. Food resources in the form of pellet with corn husk and sweet potato by-product as a substitute for the Pennisetum purpureum leaves. Model experiments used a Completely Randomized Design with (4x4) factorial and 4 replicates. The first factor was the rate of substitution consist of R0 (18% Pennisetum purpureum leaves + 82% concentrate), R1 (12% Pennisetum purpureum leaves + 3% corn husk + 3% sweet potato by-product + 82% concentrate), R2 (6% Pennisetum purpureum leaves + 6% corn husk + 6% sweet potato by-product + 82% concentrate), R3 (9% corn husk + 9% sweet potato by-product + 82% concentrate). The second factor was the storage period consist of Q1 (0 weeks), Q2 (2 weeks), Q3 (4 weeks) and Q4 (6 weeks) with four replications. The variables observed were water content (%), density (gr/cm3), loose bulk density (gr/cm3), compacted bulk density (gr/cm3), single of repose (), water activity, particle size (mm) and pellet durability index (%). Data were analyzed by analysis of variance and significant results with orthogonal contrast test. The results showed that corn husk and sweet potato by-product as a substitute for the Pennisetum purpureum leaves and storage period of significant effect (P<0.01). Differences of each level of substitution affecting for water content, water activity, particle size, angle of repose and loose bulk density. Interaction of two factors were significant effect (P< 0.01). According to change of pellet water activity, the best results from first factor were R1. While the second factor as good as the rations not stored more than 2 weeks.

(3)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Limbah pertanian berupa klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar sudah dikenal masyarakat sebagai bahan pakan bagi kelinci. Namun masih sering dijumpai pemberian pakan ke ternak hanya dalam bentuk pakan segar yang dilayukan. Kedua bahan pakan tersebut berpotensi dalam mensubstitusi daun rumput gajah sebagai sumber serat bagi kebutuhan nutrisi kelinci. Penelitian dan pemanfaatan limbah tanaman jagung seperti klobot jagung dan hasil samping industri pertanian seperti limbah tanaman ubi jalar sudah lama dilakukan baik untuk ternak ruminansia maupun non-ruminansia. Dalam upaya meningkatkan efisiensi pemberian pakan pada kelinci untuk mengurangi ternak memilih-milih pakan dan membantu dalam penyimpanan pakan ternak, maka kedua limbah pertanian tersebut dimodifikasi dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan nilai gunanya dengan membuat pellet ransum komplit dengan dicampur konsentrat.

Diasumsikan bahwa baik klobot jagung maupun limbah tanaman ubi jalar memberikan peluang dari potensi ketersediaan ke depan sebagai bahan pakan ternak dari limbah pertanian. Penggunaan limbah tanaman jagung sebagai pakan dalam bentuk segar adalah yang termudah dan termurah. Saat panen hasil limbah tanaman jagung ini cukup melimpah maka sebaiknya disimpan untuk stok pakan pada saat musim kemarau panjang atau saat kekurangan pakan hijauan. Limbah tanaman jagung selain diberikan dalam bentuk segar, dapat dikeringkan atau diolah menjadi pakan yang diawetkan berupa pellet dan disimpan untuk cadangan pakan ternak. Pengolahan limbah jagung merupakan hal yang diperlukan agar kontinuitas pakan terus terjamin.

(4)

Tujuan Penelitian

(5)

TINJAUAN PUSTAKA

Rumput gajah (Pennisetum purpureum)

Rumput gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah marginal (Gambar 1). Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis dimana tanaman lain relatif tidak dapat tumbuh dengan baik (Sanderson dan Paul, 2008). Rumput gajah dipilih sebagai pakan ternak karena memiliki produktifitas yang tinggi dan memiliki sifat memperbaiki kondisi tanah (Handayani, 2002). Berikut merupakan klasifikasi dari rumput gajah:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Sub Kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (Monokotil)

Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Cyperales

Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan) Genus : Pennisetum Rich.

Spesies : Pennisetum purpureum (USDA, 2012)

Gambar 1. Tanaman Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Sumber: http://plants.usda.gov/java/profile/symbol=PEPU2. [17 September 2012]

(6)

Kandungan protein pada daun rumput gajah lebih tinggi dibandingkan batang. Setiap peningkatan umur atau dilakukan penundaan pemotongan selama sepuluh hari maka kandungan protein kasar akan menurun sebesar 0,87% (Syarifuddin, 2004). Kandungan nutrien rumput gajah dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrien Rumput Gajah (% BK)

Komponen Kandungan Nutrien (%)

Hartadi et al. (1993) Sutardi (1981)*

Abu 10,1 12,0

Protein Kasar 10,1 8,69

Lemak Kasar 2,5 2,71

Serat Kasar 31,2 32,3

TDN 59,0 52,4

Sumber: Hartadi et al. (1993); Sutardi (1981)* Keterangan: *) revisi 2010

Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

Tanaman ubi jalar diperkirakan berasal dari India Barat, tetapi ada yang menyebut berasal dari Amerika Tengah. Bagian tanaman ubi jalar yang terdiri dari umbi, batang dan daun dapat dilihat pada Gambar 2. Rukmana (2005), tanaman ubi jalar diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanales Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea

(7)

Gambar 2. Tanaman Ubi Jalar

Sumber : http://www.proseanet.org/florakita [17 September 2012]

Aregheore (2005) menyatakan bahwa bagian tanaman ubi jalar (daun, tangkai dan batang) merupakan 64% dari total biomassa segar tanaman ubi jalar. Bagian umbi mengandung pati sehingga dapat dijadikan sebagai sumber energi, sedangkan bagian daun mengandung protein yang tinggi yaitu sebesar 25,5%-29,8% dalam bahan kering sehingga dapat digunakan sebagai sumber protein (An et al., 2003). Komposisi nutrien tanaman ubi jalar berdasarkan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Nutrien Tanaman Ubi Jalar (% BK)

Nutrien (%) Daun Batang Umbi

Protein Kasar 22,94 11,32 5,11

Serat Kasar 15,61 38,61 3,48

Lemak Kasar 2,99 3,55 1,26

Ca 0,42 3,32 0,95

P 0,21 0,41 0,78

Gross Energy (kkal/kg) 3.558 4.071 1.085

Sumber : Herawati (2002)

Batang

(8)

Klobot Jagung

Tanaman jagung pada bagian selain buah atau biji dapat menghasilkan limbah dengan proporsi yang bervariasi. Proposi tanaman jagung terbesar adalah batang jagung diikuti dengan daun, tongkol dan kulit buah jagung atau klobot jagung. Nilai palatabilitas yang diukur secara kualitatif menunjukkan bahwa daun dan kulit jagung lebih disukai oleh ternak dibandingkan dengan batang maupun tongkol (Wilson et al., 2004). Menurut Anggraeny et al. (2005; 2006), kulit buah jagung/ klobot jagung adalah kulit luar buah jagung yang biasanya dibuang. Nilai kecernaan klobot jagung (60%) hampir sama dengan nilai kecernaan rumput gajah, sehingga klobot jagung dapat menggantikan rumput gajah sebagai sumber hijauan (McCutcheon dan Samples, 2002; Wilson et al., 2004). Proporsi dan palatabilitas limbah tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel 3 dan bagian dari tanaman jagung pada Gambar 3.

Tabel 3. Proporsi Limbah, Kadar Protein Kasar dan Palatabilitas Tanaman Jagung Limbah Jagung KA Proporsi Limbah Protein Kasar Palatabilitas

(%) (% BK) (%)

Daun 20-25 20 7,0 Tinggi

Kulit buah/ Klobot 45-50 10 2,8 Rendah

Tongkol 50-55 20 2,8 Rendah

Batang 70-75 50 3,7 Rendah

Sumber : McCutcheon dan Samples (2002); Wilson et al. (2004)

Gambar 3. Tanaman Jagung

Sumber : http://hendipratomo.wordpress.com/2009/07/30/jagung [17 September 2012]

Klobot/ Kulit Buah Batang

(9)

Ransum Komplit

Ransum merupakan campuran jenis pakan yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya. Ransum yang sempurna harus mengandung zat-zat gizi yang seimbang, disukai ternak dan dalam bentuk yang mudah dicerna oleh saluran pencernaan (Ensminger et al., 1990). Ransum komplit merupakan pakan yang cukup gizi untuk hewan tertentu dalam tingkat fisiologi, dibentuk atau dicampur untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan dan memenuhi kebutuhan pokok atau produksi, atau keduanya tanpa tambahan bahan atau substitusi lain kecuali air (Tillman et al., 1997).

Menurut Ensminger et al. (1990), beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan ransum komplit antara lain: 1) meningkatkan efisiensi pemberian pakan, 2) ketika hijauan yang kurang disukai ternak disuplementasi dengan konsentrat terbatas dapat digunakan hijauan sebagai campuran, 3) campuran ransum komplit dapat memudahkan ternak untuk mendapatkan pakan lengkap. Keistimewaan ransum komplit adalah semua bahan-bahan pakan yakni hijauan, bijian, konsentrat, suplemen protein, mineral dan vitamin dicampur bersama menjadi satu dan diberikan kepada ternak sebagai ransum tunggal. Pemakaian hijauan dan konsentrat dapat bervariasi dan dalam penyusunannya dapat dicari bahan yang sesuai dengan nilai ekonomi.

Pellet

McElhiney (1994) menyatakan bahwa pellet merupakan hasil proses pengolahan bahan baku ransum secara mekanik yang didukung oleh faktor kadar air, panas dan tekanan, selain itu dua faktor yang mempengaruhi ketahanan serta kualitas fisik pellet adalah karakteristik dan ukuran partikel bahan. Pellet yang berkualitas harus mempunyai nutrien tinggi misalnya meningkatkan konsumsi ransum dan meningkatkan nilai nutrien (Thomas dan van der Poel, 1996).

(10)

Produksi pellet adalah suatu proses pengolahan pakan dengan mengompakkan bahan menggunakan mesin die sehingga menjadi bentuk silinder atau potongan kecil dengan diameter, panjang dan derajat kekerasan yang berbeda. Pellet yang berukuran besar umumnya terbuat dari pakan hijauan. Pakan dalam bentuk pellet merupakan salah satu bentuk awetan karena melalui pengawetan bahan pakan dalam bentuk yang lebih terjamin tingkat pengadaan dan penyediaannya dalam hal mempertahankan kualitas pakan (Mathius et al., 2006).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pellet antara lain pati, serat dan lemak (Balagopalan et al., 1988). Pati bila dipanaskan dengan air akan mengalami gelatinisasi yang berfungsi sebagai perekat sehingga mempengaruhi kekuatan pellet. Serat berfungsi sebagai kerangka pellet dan lemak berfungsi sebagai pelicin selama proses pembentukan pellet dalam mesin pellet sehingga mempermudah pembentukan pellet.

Suhu dan Kelembaban

Suhu sangat menentukan laju pertumbuhan dan jumlah mikroorganisme pada penyimpanan. Menurut Negara (2001), syarat umum untuk suatu kamar penyimpanan antara lain temperatur 18-24C, bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara.

Semakin tinggi suhu penyimpanan maka kelembaban relatif seharusnya makin rendah. Kelembaban relatif yang terlalu tinggi menyebabkan cairan akan terkondensasi pada permukaan bahan sehingga permukaan bahan menjadi basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan dan kerusakan mikrobial. Sebaliknya, jika kelembaban relatif terlalu rendah maka cairan permukaan bahan akan banyak menguap (dehidrasi), sehingga pertumbuhan mikroba terhambat oleh dehidrasi dan permukaan bahan menjadi gelap, sehingga nilai ekonomis bahan akan berkurang karena terjadi pengkerutan atau penyusutan (Frazier et al., 1979).

Sifat Fisik Bahan Baku Pakan

(11)

distribusi ukuran partikel, bentuk dan karakteristik permukaan suatu bahan (Wirakartakusumah et al., 1992).

Sifat fisik pakan penting untuk diketahui dalam beberapa permasalahan dan perancangan alat-alat yang dapat membantu proses produksi pakan serta membantu industri pengolahan hasil pertanian. Sifat fisik pakan yang penting untuk diketahui adalah ukuran partikel, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan dan pellet durability index.

Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989) pemahaman tentang sifat-sifat dan bahan serta perubahan-perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan untuk menilai, menetapkan mutu pakan dan untuk menentukan keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan.

Kadar air

Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat kering atau berat basah. Kadar air berdasarkan berat basah adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan berat total bahan, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan berat kering bahan tersebut (Syarief dan Halid, 1993).

Menurut Winarno (1988), kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan, hal ini merupakan salah satu sebab mengapa dalam pengolahan bahan, air tersebut dikurangi atau dihilangkan dengan cara pengeringan. Secara alami, komoditas pertanian baik sebelum dan sesudah diolah bersifat higroskopis yaitu dapat menyerap air dari udara sekeliling serta dapat melepaskan sebagian air yang terkandung ke udara. Kadar air berpengaruh terhadap kerapatan tumpukan. Semakin halus butir-butir padatan, maka semakin banyak air yang terabsorpsi sebab luas permukaan persatuan berat bertambah. Setiap bahan mempunyai daya absorpsi air permukaan berbeda (Syarief dan Halid, 1993).

(12)

sekitarnya. Bila kadar air bahan rendah, RH di sekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab dan kadar air menjadi lebih tinggi (Winarno et al., 1980).

Metode pengukuran yang umum dilakukan di laboratorium adalah dengan pemanasan di dalam oven atau dengan cara destilasi. Kadar air bahan merupakan pengukuran jumlah air total yang terkandung dalam bahan pakan, tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air (Syarief dan Halid, 1993).

Berat Jenis

Berat jenis merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volumenya dengan satuan kg/m

3

atau gr/cm3

. Berat jenis memegang peranan penting dalam proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Pertama berat jenis merupakan faktor penentu dari kerapatan tumpukan. Kedua, berat jenis memberikan pengaruh besar terhadap daya ambang dari partikel. Ketiga, berat jenis dengan ukuran partikel bertanggungjawab terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan. Ransum yang terdiri dari partikel yang perbedaan berat jenisnya besar, maka campuran ini tidak stabil dan cenderung mudah terpisah kembali. Keempat, berat jenis sangat menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis dalam pabrik pakan, seperti dalam proses pengemasan dan pengeluaran bahan dari silo untuk dicampur (Kling dan Wohlbier, 1983).

Suadnyana (1998) menyatakan bahwa adanya variasi dalam nilai berat jenis dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan pakan, distribusi ukuran partikel dan karakteristik ukuran partikel. Menurut Gautama (1998), berat jenis tidak berbeda nyata terhadap perbedaan ukuran partikel karena ruang antar partikel bahan yang terisi oleh aquades dalam pengukuran berat jenis. Nilai berat jenis jagung dan hijauan menurut Gautama (1998) dan Soesarsono (1988) adalah 1,312-1,330 kg/m3 dan hijauan jauh lebih rendah 447,6-500 kg/m3 yaitu 1,023-1,363 kg/m3.

(13)

Berat jenis yang tinggi akan meningkatkan kapasitas ruang penyimpanan (Syarifudin, 2001).

Kerapatan Tumpukan

Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya. Nilai kerapatan tumpukan menunjukkan porositas dari bahan yaitu jumlah rongga udara yang terdapat di antara partikel-partikel bahan (Khalil, 1999). Kerapatan tumpukan akan semakin meningkat dengan semakin banyak jumlah partikel halus dalam suatu ransum (Johnson, 1994).

Kerapatan tumpukan penting diketahui dalam merencanakan suatu gudang penyimpanan dan volume alat pengolahan (Syarief dan Irawati, 1993). Kerapatan tumpukan memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu, misalnya pengisian silo, elevator, dan ketelitian penakaran secara otomatis (Khalil, 1999).

Pencampuran bahan ransum dengan ukuran partikel yang sama tetapi mempunyai perbedaan kerapatan tumpukan yang besar (perbedaannya > 500 kg/m3) akan sangat sulit dicampur dan cenderung terpisah. Bahan ransum dengan kerapatan tumpukan yang rendah (perbedaannya < 450 kg/m3) membutuhkan waktu jatuh dan mengalir lebih lama sehingga dapat ditimbang dengan teliti menggunakan alat penakar otomatis (Khalil, 1999).

Menurut Suadnyana (1998), nilai kerapatan tumpukan menurun dengan semakin meningkatnya kandungan kadar air karena bahan akan mengembang dengan semakin tingginya kandungan air sehingga volume ruang yang dibutuhkan menjadi besar. Ukuran partikel dan kandungan air berpengaruh nyata dan konsisten terhadap kerapatan tumpukan (Khalil, 1999).

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

(14)

menentukan kapasitas dan akurasi pengisian tempat penyimpanan seperti silo, container dan kemasan (Hoffmann, 1997), oleh karena itu, pengukuran kerapatan pemadatan tumpukan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan mesin penggoyang yang terjamin kekuatan dan keakuratannya. Tingkat pemadatan bahan sangat menentukan kapasitas dan akurasi pengisian tempat penyimpanan seperti silo.

Sudut Tumpukan (Angle of Repose)

Sudut tumpukan (angle of repose) adalah sudut yang terbentuk jika bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong yang beralaskan bidang datar, sehingga membentuk sudut antara sisi tumpukan bahan dengan garis horizontal. Sudut tumpukan terbagi menjadi dua yaitu sudut tumpukan statis dan sudut tumpukan dinamis. Sudut tumpukan statis adalah sudut yang terbentuk pada saat bahan padat yang granular meluncur secara bebas sedangkan sudut tumpukan dinamis adalah sudut yang terbentuk ketika bahan padat dikeluarkan dari bin atau silo secara vertikal (Bala, 1994).

Soesarsono (1988) berpendapat bahwa nilai sudut tumpukan sangat berperan dalam mendesain corong pemasukan (hopper) atau corong pengeluaran, misalnya pada silo atau pada mesin pengolah. Bahan padat dapat mengalir bebas jika sudut corong pemasukan atau pengeluaran harus sama atau lebih kecil daripada sudut tumpukan bahan. Klasifikasi aliran bahan berdasarkan sudut tumpukan dapat dihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi Aliran Bahan berdasarkan Sudut Tumpukan

(15)

bahan yang < 35 memiliki kebebasan bergerak yang baik, sedangkan sudut tumpukan antara 35-45 memiliki kebebasan bergerak yang sedang (Prambudi, 2001).

Aktivitas Air (Water Activity)

Aktivitas air bahan pakan adalah air bebas yang terkandung dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarif dan Halid, 1993). Winarno (1997), menyatakan berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri tumbuh pada Aw 0,90, khamir pada Aw 0,80-0,90 dan kapang pada Aw 0,60-0,70. Besarnya Aw minimum untuk tumbuhnya mikroba dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Aw Minimum dari Beberapa Mikroba

Mikroba Aw

Sumber : Syarief dan Halid, (1993)

Suatu bahan yang akan disimpan sebaiknya memiliki aktivitas air di bawah 70% atau pada kelembaban relatif di bawah 70% (Winarno, 1997). Suatu bahan dengan kadar air dan aktivitas air yang rendah dapat lebih awet dalam proses penyimpanan dibanding dengan bahan dengan kadar air dan aktivitas air yang lebih tinggi (Syarief dan Halid, 1993).

Ukuran Partikel

(16)

mempermudah proses pencampuran, meningkatkan palatabilitas pakan, meningkatkan daya cerna ternak, menghilangkan benda-benda asing dan memperkecil resiko adanya bahan-bahan yang terbuang percuma (Syarief dan Nugroho, 1992).

Menurut Dozier (2001), semakin kecil ukuran partikel maka semakin luas permukaan partikel sehingga dapat meningkatkan proses pematangan dan gelatinisasi. Ukuran partikel ransum yang dibutuhkan oleh ternak tergantung pada umur, jenis dan ukuran tubuh ternak. Ukuran partikel akan mempengaruhi kecernaan nutrisi, efisiensi waktu pencampuran, kualitas pellet, banyaknya kerusakan yang terjadi saat pengangkutan, palatabilitas dan pemilihan ransum.

Menurut Knot et al. (2004) menyatakan bahwa ukuran partikel dari bahan-bahan penyusun ransum berperan penting bagi ahli nutrisi dalam memilih bahan-bahan yang akan digunakan dan menentukan apa yang diperlukan untuk mempercepat waktu saat memproduksi ransum komplit. Dalam praktek dianjurkan untuk menggunakan saringan dengan diameter antara 2,5 dan 4,0 mm (Mateos dan Rial, 1989), karena mereka mengizinkan keseimbangan yang baik antara kualitas pellet dan motilitas usus yang baik.

Pellet Durability Index

Kualitas pellet untuk pakan beberapa jenis pakan ternak berbeda-beda, perbedaan ini berkaitan erat dengan daya tahan pellet terhadap proses penanganan. Pellet harus memiliki indek ketahanan (PDI) yang baik sehingga pellet memiliki tingkat kekuatan dan ketahanan yang baik selama proses penanganan. Standar spesifikasi durability index yang digunakan adalah minimum 80% (Dozier, 2001). Daya tahan pellet diukur dengan durability pellet tester yaitu uji ketahanan standar pellet. Pellet yang baik adalah pellet yang kompak, kokoh dan tidak mudah rapuh (Murdinah, 1989).

(17)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2012. Penelitian bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Materi

Alat dan Bahan

Dalam penelitian tentang uji kualitas fisik yang berkaitan dengan daya simpan pellet sebagai pakan kelinci, alat-alat yang dipergunakan sesuai dengan peubah yang akan diukur antara lain Aw meter, corong, mistar, jangka sorong, vibrator ball mill, durability pellet tester/tumbling (alat pengguling atau pemutar), gelas ukur volume 500 ml, timbangan digital, sudip, gegep besi dan oven 105C.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa limbah pertanian antara lain klobot jagung, limbah tanaman ubi jalar dan daun rumput gajah sebagai hijauan, untuk konsentratnya merupakan ransum komplit (jagung, pollard, onggok, bungkil kedele, bungkil kelapa, tepung ikan, CPO, CaCO3, garam dan premix).

Kandungan nutrien pada hijauan yang digunakan berdasarkan % BK dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan Nutrien Hijauan (% BK)

Hijauan Abu PK SK LK Beta-N Ca P

---(%)--- DRG 13,4 12,6 47,3 1,5 25,2 0,53 0,38 KJ 3,43 6,21 46,74 2,3 41,32 0,7 0,39 LTUJ 9,16 18,75 37,66 0,53 33,9 1,23 0,35 Keterangan : DRG : Daun Rumput Gajah; KJ : Klobot Jagung; LTUJ : Limbah tanaman ubi jalar;

(18)

Setelah penyusunan ransum dilakukan maka persentase penggunaan bahan pakan dapat dilihat pada Tabel 7. Protein kasar yang didapatkan rata-rata sebesar 20,91% dan serat kasar mencapai kisaran 15,19% yang dapat dilihat pada tabel kandungan nutrien ransum dalam % BK (Tabel 7).

Tabel 7. Persentase Penggunaan Bahan Pakan dalam Ransum

(19)

Prosedur

Pembuatan Tepung Hijauan

Penelitian ini menggunakan tiga macam hijauan yaitu daun rumput gajah, klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar. Tahap pertama yaitu pembuatan tepung daun rumput gajah. Rumput gajah yang dalam keadaan segar dipisahkan antara bagian batang dan daun. Bagian daun yang telah dipisahkan kemudian dicacah dengan menggunakan mesin pencacah. Daun rumput gajah yang telah dicacah kemudian dijemur dengan sinar matahari sampai kering. Daun rumput gajah yang telah kering kemudian digiling, dengan dua kali penggilingan menggunakan dua saringan besar ukuran 10 mm dan saringan kecil ukuran 3 mm, sehingga terbentuk tepung daun rumput gajah.

Tahap kedua yaitu pembuatan tepung klobot jagung. Klobot jagung diperoleh dari Pasar Bogor. Klobot jagung dipisahkan dari tongkol jagung yang masih ada, setelah dicacah kemudian dijemur dengan sinar matahari sampai kering. Klobot jagung yang sudah kering kemudian digiling menggunakan saringan besar dua kali dan saringan kecil sampai terbentuk tepung klobot jagung. Tahap ketiga adalah pembuatan tepung limbah tanaman ubi jalar. Proses persiapan pembuatan tepung hijauan dari limbah tanaman ubi jalar hampir sama seperti proses pembuatan tepung klobot jagung, namun penggilingan dengan saringan besar cukup sekali. Proses pembuatan tepung masing-masing hijauan dapat dilihat pada Gambar 4-7.

Gambar 4. Proses Pembuatan Tepung Hijauan

(20)

(a) (b) (c) Gambar 5. Proses Pembuatan Tepung Daun Rumput Gajah

(a) Daun rumput gajah setelah dipisahkan dengan batang,

(b) Daun rumput gajah setelah dicacah,

(c) Tepung daun rumput gajah

Sumber : Dokumentasi Penelitian (2012)

(a) (b) (c) Gambar 6. Proses Pembuatan Tepung Klobot Jagung

(a) Klobot jagung,

(b) Klobot jagung setelah dicacah,

(c) Tepung klobot jagung

Sumber : Dokumentasi Penelitian (2012)

(a) (b) (c)

Gambar 7. Proses Pembuatan Tepung Limbah tanaman ubi jalar (a) Daun ubi jalar,

(b) Batang ubi jalar,

(c) Tepung limbah tanaman ubi jalar

(21)

Setelah terbentuk tepung daun rumput gajah, tepung klobot jagung dan tepung limbah tanaman ubi jalar, selanjutnya dicampurkan dengan konsentrat yaitu jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, pollard, bungkil kelapa, onggok, CaCO3, CPO,

premiks dan garam, setelah itu dilakukan pengadukan hingga homogen, lalu dimasukkan dalam mesin pellet dengan ukuran die 4 mm. Setelah pellet keluar dari mesin die maka perlu diangin-anginkan lalu disimpan dalam karung.

Peubah

Peubah yang diamati dalam uji fisik antar lain: 1. Kadar Air (Syarief dan Halid, 1993)

2. Berat Jenis

3. Kerapatan Tumpukan (Khalil, 1999)

4. Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Khalil, 1999) 5. Sudut Tumpukan

6. Aktivitas Air 7. Ukuran Partikel

8. Ketahanan Pellet terhadap Gesekan (Fairfield, 1994) Uji Sifat Fisik

1. Kadar Air (Syarief dan Halid, 1993)

Penentuan kadar air pellet bahan pakan dilakukan dengan menimbang sampel uji ± 3 gram sebagai berat awal. Kemudian sampel dikeringkan dalam oven 105C sampai beratnya konstan. Nilai kadar air diukur dengan rumus:

KA (%) =

(22)

2. Berat Jenis

Berat jenis diukur menggunakan prinsip hukum Archimedes, yaitu dengan melihat perubahan volume aquades pada gelas ukur (500 ml) setelah memasukkan sampel sebanyak 100 gram ke dalam gelas ukur tersebut. Pembacaan volume akhir dilakukan setelah volume menjadi konstan. Perubahan volume aquades merupakan volume bahan yang sesungguhnya. Berat jenis dinyatakan dalam satuan SI yaitu g/cm3. Nilai berat jenis pellet dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

BJ = Keterangan:

BJ : berat jenis (g/cm3) W : bobot sampel (g)

V : volume ruang yang ditempati (cm3)

3. Kerapatan Tumpukan (Khalil, 1999)

Kerapatan tumpukan diukur dengan cara mencurahkan sampel sebanyak 100 gram ke dalam gelas ukur kemudian sampel dalam gelas ukur tersebut dilihat ketinggiannya berdasarkan ketinggian yang tertera pada gelas ukur. Kerapatan tumpukan dihitung dengan rumus:

Kerapatan Tumpukan (g/cm3) = Berat bahan (g)/ Volume ruang(cm3)

4. Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Khalil, 1999)

Kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara yang sama seperti kerapatan tumpukan tetapi volume sampel dibaca setelah dilakukan proses pemadatan dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur sampai volume tidak berubah lagi. Kerapatan pemadatan tumpukan dihitung dengan rumus:

(23)

Gambar 9. Gelas Ukur 500 ml Sumber : Dokumentasi Penelitian (2012)

5. Sudut Tumpukan

Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan cara menjatuhkan atau mencurahkan bahan melalui corong pada bidang datar. Pengukuran diameter dilakukan pada sisi yang sama pada semua pengamatan dengan bantuan mistar dan segitiga siku-siku. Sudut tumpukan dinyatakan dalam satuan derajat () dan dapat ditentukan dengan mengukur diameter dasar (d) dan tinggi (t). Menurut Khalil (1999), sudut tumpukan bahan dinyatakan dengan satuan derajat dan dapat dihitung dengan rumus :

= Cotg (2t / d)

Keterangan:

 : sudut tumpukan ()

d : diameter tumpukan sampel (mm) t : tinggi tumpukan sampel (mm)

Gambar 10. Corong

(24)

6. Aktivitas Air

Aw meter dikalibrasikan dan diatur waktunya terlebih dahulu sebelum digunakan, pellet yang akan diukur Aw meter diletakkan pada tempat sampel yang berdiameter 4 cm secara rata agar luas permukaan rapat dan tidak bertumpuk sehingga dapat mengurangi kelembaban air yang dapat mengganggu proses pembacaan alat. Setelah sampel dimasukkan pada alat segera ditutup rapat dan ditunggu sekitar 80 detik sampai tanda panah muncul 4 x, maka harus segera dibaca dan dikeluarkan dari alat pembaca.

Gambar 11. Aw meter (Novasina MS1)

Sumber: selectscience.net/products/ms-1-portable-water-activity-meter/?prodID=113873&docid [17 Setember 2012]

7. Ukuran Partikel

Uji sifat fisik yang dilakukan pada penelitian ini meliputi ukuran partikel berdasarkan Henderson dan Perry (1976). Teknik yang dipakai untuk menentukan kadar kehalusan, keseragaman dan ukuran partikel menggunakan alat vibrator ball mill nomor mesh 4, 8, 16, 30, 50, 100 dan 400.

Bahan ditimbang sebanyak 500 gram dan diletakkan pada bagian paling atas dari sieve, lalu dilakukan penyaringan kemudian dihitung berat bahan yang tertinggal pada tiap saringan. Ukuran partikel dapat diukur seperti Tabel 8.

Kadar kehalusan bahan diketahui setelah didapatkan dan diperhitungkan dengan nomor perjanjian besar sampel (%) pada tiap mesh, dengan rumus:

(25)

Tabel 8. Pengukuran Ukuran Partikel

Ukuran partikel dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Ukuran partikel rata-rata = (0,0041) x 2KK x 2,54 cm x 10 mm

Menurut Henderson dan Perry (1976) nilai kadar kehalusan suatu bahan dapat dikategorikan berdasarkan:

Kategori kasar : Nilai KK 4,1-7,0 Kategori sedang : Nilai KK 2,9-4,1 Kategori halus : Nilai KK 0,0-2,9

8. Ketahanan Pellet terhadap Gesekan (Fairfield, 1994)

Ketahanan pellet terhadap gesekan diukur dengan cara memasukkan pellet sebanyak 500 gram ke dalam durability pellet tester selama 10 menit dengan kecepatan putaran 50 rpm. Kemudian pellet dikeluarkan dan diayak dengan menggunakan sieve no.8. Pellet yang tertahan pada sieve no.8 ditimbang sebagai berat

akhir. Ketahanan pellet terhadap gesekan dihitung menggunakan rumus:

Ketahanan Pellet terhadap Gesekan (%) =

(26)

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Perlakuan

Rancangan percobaan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan pola (4x4) yaitu faktor A adalah substitusi dari klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar terhadap daun rumput gajah, faktor B adalah lama penyimpanan. Satuan percobaan adalah :

R0M0: daun rumput gajah 18% + 82% konsentrat pada minggu ke-0 R0M2: daun rumput gajah 18% + 82% konsentrat pada minggu ke-2 R0M4: daun rumput gajah 18% + 82% konsentrat pada minggu ke-4 R0M6: daun rumput gajah 18% + 82% konsentrat pada minggu ke-6

R1M0: daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat pada minggu ke-0

R1M2: daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat pada minggu ke-2

R1M4: daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat pada minggu ke-4

R1M6: daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat pada minggu ke-6

R2M0: daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + 82% konsentrat pada minggu ke-0

R2M2: daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + 82% konsentrat pada minggu ke-2

R2M4: daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + 82% konsentrat pada minggu ke-4

R2M6: daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + 82% konsentrat pada minggu ke-6

R3M0: klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + 82% konsentrat pada minggu ke-0

R3M2: klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + 82% konsentrat pada minggu ke-2

(27)

R3M6: klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + 82% konsentrat pada minggu ke-6

Analisis data dalam rancangan percobaan ini menggunakan model matematika menurut Steel dan Torrie (1993) yaitu :

Yij = + i ++ ij

Keterangan :

Yij : respon percobaan dari perlakuan ke-I (1,2,3,4,) dan ulangan ke-j (1,2,3,4)

 : nilai rataan umum dari pengamatan

i : efek perlakuan ke-i

ij : pengaruh eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu dan Kelembaban

Pellet disimpan di gudang Laboratorium Industri Pakan, dalam karung plastik dengan bentuk tumpukan bata mati di atas palet dan dapat dilihat pada Gambar 13. Penumpukan ini dilakukan karena bentuk tumpukan tersebut paling banyak diterapkan pada gudang-gudang penyimpanan karena pelaksanaan penumpukan relatif mudah dan cepat, serta memudahkan dalam pengecekan kondisi penyimpanan pellet.

Gambar 13. Karung Pellet dalam Bentuk Tumpukan Bata Mati Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

Pengamatan dilakukan pada bulan Februari-Maret, pada bulan tersebut hujan sering terjadi pada pagi dan sore hari yang seringkali sangat lebat, hal tersebut mempengaruhi suhu dan kelembaban gudang penyimpanan yang dapat meningkatkan pertumbuhan jamur pada pellet yang disimpan pada masing-masing karung plastik. Hasil pengamatan suhu dan kelembaban dari gudang penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa ketika suhu dalam tempat penyimpanan semakin meningkat maka kelembaban udaranya akan menurun, begitu juga jika sebaliknya.

(29)

Tabel 9. Rataan Suhu dan Kelembaban Gudang

Keterangan : Data merupakan hasil pengamatan selama penyimpanan 6 minggu.

Data suhu dan kelembaban gudang diambil setiap pagi (pukul 08.00-09.00), siang (pukul 12.00-13.00) dan sore (pukul 17.00-18.00) dapat dilihat pada Tabel 10. Suhu berkisar antara 25-28C, sehingga berpengaruh terhadap kelembaban yang relatif semakin rendah. Sirkulasi udara yang kurang baik menyebabkan timbulnya panas dan udara semakin lembab, sehingga hal tersebut memicu perkembangan jamur pada pellet.

Semakin tinggi suhu penyimpanan maka kelembaban relatif makin rendah. Kelembaban relatif yang terlalu tinggi menyebabkan cairan akan terkondensasi pada permukaaan, sehingga permukaan bahan basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan dan kerusakan mikrobial. Kelembaban relatif yang terlalu rendah menyebabkan cairan permukaan bahan akan menguap sehingga pertumbuhan mikroba terhambat oleh dehidrasi dan permukaan bahan menjadi gelap (Frazier et al., 1979).

Pengaruh Perbedaan Jenis Ransum dan Lama Penyimpanan terhadap Peubah Uji Sifat Fisik Pellet Ransum Komplit

(30)

Tabel 10. Rataan Uji Sifat Fisik Pellet Ransum Komplit

Keterangan : Superscript berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

R0: daun rumput gajah 18% + 82% konsentrat, R1: daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat, R2: daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + 82% konsentrat, R3: klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + 82% konsentrat; M0: minggu ke-0, M2: minggu ke-2, M4: minggu ke-4, M6: minggu ke-6; KA: Kadar Air, BJ: Berat Jenis, KT: Kerapatan Tumpukan, KPT: Kerapatan Pemadatan Tumpukan, ST: Sudut Tumpukan.

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa taraf substitusi dari klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar serta lama penyimpanan sangat berbeda nyata (P<0,01) (Lampiran 1) mempengaruhi peningkatan kadar air, terkait dengan suhu dan kelembaban dalam gudang penyimpanan serta curah hujan yang terjadi pada bulan penyimpanan. Interaksi antara taraf substitusi dari klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar terhadap daun rumput gajah dan lama penyimpanan menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata.

Hasil analisa rataan kadar air berkisar antara 10,17%-14,15% (Tabel 10). Ransum pellet dengan klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + konsentrat 82% (R3) menunjukkan nilai rataan paling tinggi, sedangkan dari substitusi untuk daun rumput gajah nilai rataan paling rendah adalah R0 (daun rumput gajah 18% + konsentrat 82%). Nilai rataan tertinggi berdasarkan lama penyimpanan terjadi pada minggu ke-4 dan terendah pada minggu ke-0.

(31)

mempengaruhi berupa suhu dan lingkungan yang berfluktuasi dari minggu awal sampai minggu berikutnya.

Berat Jenis

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan taraf substitusi dari klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar terhadap daun rumput gajah serta lama penyimpanan sangat berbeda nyata (P<0,01) (Lampiran 3) mempengaruhi berat jenis pellet. Interaksi kedua faktor menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata. Nilai rataan berat jenis tertinggi berdasarkan perlakuan yaitu pada daun rumput gajah 18% + konsentrat 82% (R0) sebesar 1,27 gr/cm3 dan nilai rataan terendah pada klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% (R3) sebesar 1,22 gr/cm3 (Tabel 10).

Pellet dengan berat jenis yang tinggi akan meningkatkan kapasitas penyimpanan (Syarifudin, 2001). Berdasarkan lama penyimpanan maka nilai rataan tertinggi adalah pada minggu ke-0 sebesar 1,28 gr/cm3, kemudian semakin menurun pada minggu ke-2 dan ke-4, meningkat lagi pada minggu ke-6, meskipun nilainya masih di bawah minggu ke-0. Sesuai dengan Tabel 10, kadar air mengalami peningkatan pada minggu ke-4 sehingga hal tersebut akan memberikan dampak pada minggu ke-6 sehingga nilai berat jenis pellet akan meningkat. Pakan atau ransum yang terdiri atas partikel yang perbedaan berat jenisnya cukup besar maka campuran ini tidak stabil dan cenderung mudah terpisah kembali (Khalil, 1999).

Kerapatan Tumpukan

(32)

Nilai kerapatan tumpukan menunjukkan porositas dari bahan yaitu jumlah rongga udara yang terdapat di antara partikel-partikel bahan (Khalil, 1999). Kerapatan tumpukan akan semakin meningkat dengan semakin banyak jumlah partikel halus dalam suatu ransum (Johnson, 1994). Menurut Suadnyana (1998), nilai kerapatan tumpukan menurun dengan semakin meningkatnya kadar air karena bahan akan mengembang dengan semakin tingginya kandungan air sehingga volume ruang yang dibutuhkan menjadi besar.

Persentase substitusi penggunaan klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar yang semakin banyak diasumsikan menjadi faktor yang menurunkan kerapatan tumpukan pellet ransum komplit. Klobot jagung merupakan limbah dari tanaman jagung yang berserat tinggi. Partikel serat dari bahannya adalah kasar sehingga menyebabkan kerapatan tumpukan semakin menurun dan disertai adanya peningkatan kadar air yang masuk ke pori-pori tepung hijauan klobot yang tidak sangat halus.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa nilai kerapatan pemadatan tumpukan yang dipengaruhi taraf substitusi dari klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar terhadap daun rumput gajah serta lama penyimpanan sangat berbeda nyata (P<0,01) (Lampiran 7). Interaksi kedua faktor menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata. Nilainya berkisar antara 0,66-0,73 g/cm3 (Tabel 10). Nilai rataan tertinggi kerapatan pemadatan tumpukan berdasarkan perlakuan ditunjukkan oleh R1 (daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + konsentrat 82%) tetapi tidak berbeda nyata dengan R0 (daun rumput gajah 18% + konsentrat 82%) yaitu sebesar 0,72 g/cm3, sedangkan terendah yaitu pada R3 (klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + konsentrat 82%) yaitu sebesar 0,67 g/cm3. Berdasarkan lama penyimpanan nilai tertinggi yaitu pada minggu ke-6 sebesar 0,73 g/cm3, sedangkan nilai rataan terendah yaitu pada minggu ke-4 sebesar 0,66 g/cm3.

(33)

tinggi menyebabkan berat pellet tiap satuan volume menjadi meningkat sehingga tingkat pemadatan pellet menjadi meningkat. Menurut Sayekti (1999), kerapatan pemadatan tumpukan selain dipengaruhi oleh kadar air dan ukuran partikel juga turut dipengaruhi oleh ketidaktepatan pengukuran. Perbedaan cara pemadatan akan mempengaruhi nilai kerapatan pemadatan tumpukannya.

Sudut Tumpukan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa nilai sudut tumpukan yang dipengaruhi taraf substitusi dari klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar terhadap daun rumput gajah serta lama penyimpanan sangat berbeda nyata (P<0,01) (Lampiran 9). Interaksi kedua faktor menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata. Nilainya berkisar antara 24,49-26,69 (Tabel 10). Berdasarkan perlakuan nilai rataan tertinggi ditunjukkan pada R3 (klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + konsentrat 82%) yaitu sebesar 26,63. Nilai rataan terendah pada R1 (daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + konsentrat 82%) sebesar 24,49. Berdasarkan lama penyimpanan nilai rataan tertinggi ditunjukkan pada minggu ke-4 sebesar 26,69. Nilai rataan terendah sudut tumpukannya ditunjukkan pada minggu ke-0 sebesar 24,57.

Didasarkan pada Fasina dan Sokhansanj (1993), klasifikasi aliran bahan berdasarkan sudut tumpukan pada penelitian pellet ransum komplit yang telah dilakukan dapat dikategorikan sangat mudah mengalir karena masih berada dikisaran 20-30. Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk antara bidang datar dengan kemiringan tumpukan yang akan terbentuk bila bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong serta menunjukkan kriteria kebebasan bergerak dari partikel pada suatu tumpukan bahan. Semakin bebas suatu partikel bergerak, maka sudut tumpukan yang terbentuk juga kecil.

Aktivitas Air

(34)

menunjukkan bahwa sangat berbeda nyata (P<0,01) (Lampiran 11). Pada semua ransum pellet, aktivitas air mulai meningkat pada minggu ke-2, sehingga hal ini berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme pada pellet.

Tabel 11. Rataan Pengaruh Substitusi Hijauan dan Lama Penyimpanan terhadap Keterangan : Superscript yangberbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

R0: daun rumput gajah 18% + 82% konsentrat, R1: daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat, R2: daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + 82% konsentrat, R3: klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + 82% konsentrat; M0: minggu ke-0, M2: minggu ke-2, M4: minggu ke-4, M6: minggu ke-6

Pada ke-4 pellet ransum komplit dapat diamati bahwa taraf perlakuan substitusi terhadap daun rumput gajah menunjukkan nilai Aw yang berbeda nyata, grafik dari minggu ke-2 sampai minggu ke-6 menunjukkan nilai Aw dari ke-3 perlakuan yang berdekatan (Gambar 14). Nilai rataan tertinggi dari perlakuan adalah R2 (daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + konsentrat 82%) dan R3 (klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + konsentrat 82%), sedangkan nilai terendah adalah R0 (daun rumput gajah 18% + konsentrat 82%) dan R1 (daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat). Nilai tertinggi yang dipengaruhi waktu penyimpanan adalah pada minggu ke-4 tetapi tidak berbeda nyata dengan minggu ke-6, sedangkan nilai terendahnya pada minggu ke-0.

(35)

Suatu bahan yang akan disimpan sebaiknya memiliki aktivitas air di bawah 70% atau pada kelembaban relatif di bawah 70% (Winarno, 1997). Suatu bahan dengan kadar air dan aktivitas air yang rendah dapat lebih awet dalam proses penyimpanan dibanding dengan bahan dengan kadar air dan aktivitas air yang lebih tinggi (Syarief dan Halid, 1993). Semakin tinggi nilai Aw pada bahan pakan akan menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme semakin meningkat. Winarno (1997) menyatakan berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri tumbuh pada Aw 0,90; khamir pada Aw 0,80-0,90 dan kapang pada Aw 0,60-0,70. Pada hasil pengamatan pellet ransum komplit yang tercemar kapang mulai ditunjukkan setelah minggu ke-2. Pellet ransum komplit yang banyak terdapat kapang yaitu R2 (daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + konsentrat 82%) dan R3 (klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + konsentrat 82%).

Gambar 14. Aktivitas Air Pellet Selama Enam Minggu

(36)

rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat), sehingga diasumsikan bahwa R1 merupakan ransum dengan hasil yang paling baik.

Ukuran Partikel

Rataan kadar kehalusan dari ukuran partikel pellet berkisar antara 7,05-7,78 (Tabel 12). Kadar kehalusan dari ukuran partikel pellet pada penelitian ini berdasarkan Henderson dan Perry (1976) dapat dikategorikan kasar. Hasil sidik ragam penggunaan taraf substitusi klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar terhadap daun rumput gajah serta lama penyimpanan pada pellet menunjukkan bahwa sangat berbeda nyata (P<0,01) menurunkan ukuran partikel, sedangkan interaksi antara keduanya juga sangat berbeda nyata (P<0,01) (Lampiran 14).

Tabel 12. Rataan Pengaruh Subsitusi Hijauan dan Lama Penyimpanan terhadap Keterangan : Superscript yangberbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

R0: daun rumput gajah 18% + 82% konsentrat, R1: daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat, R2: daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + 82% konsentrat, R3: klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + 82% konsentrat; M0: minggu ke-0, M2: minggu ke-2, M4: minggu ke-4, M6: minggu ke-6

(37)

Gambar 15. Ukuran Partikel Pellet Selama Enam Minggu

Nilai rataan kadar kehalusan dari ukuran partikel berdasarkan lama penyimpanan menunjukkan peningkatan dari minggu ke-0 hingga minggu ke-2 pada R0 (daun rumput gajah 18% + konsentrat 82%), R1 (daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat) dan R2 (daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + konsentrat 82%), sedangkan R3 (klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + konsentrat 82%) mengalami penurunan. Minggu ke-2 menuju minggu ke-6 nilai rataannya mengalami penurunan pada R0 dan R1, sedangkan R2 menurun pada minggu ke-4 lalu menuju minggu ke-6 sedikit naik. R3 tidak mengalami kenaikan secara signifikan dari minggu awal sampai minggu akhir pengamatan (Gambar 15).

(38)

Ketahanan Pellet terhadap Gesekan/ Durability index

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan faktor taraf substitusi klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar terhadap daun rumput gajah menunjukkan bahwa sangat berbeda nyata (P<0,01) dan interaksi kedua faktor berbeda nyata (P<0,05) (Lampiran 17) mempengaruhi ketahanan pellet terhadap gesekan. Pada perlakuan berdampak menurunkan ketahanan gesekan dan untuk lama penyimpanan berdampak pada peningkatan ketahaanan gesekan, sedangkan faktor lama penyimpanan menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata. Nilai rataan ketahanan terhadap gesekan penelitian tercantum pada Tabel 13.

Pada hasil penelitian Fibrianti (2003) dikatakan bahwa dengan adanya penurunan kadar air pada pakan yang menyebabkan ransum menjadi kering dan semakin kecil sehingga berpengaruh terhadap ketahanan gesekan pellet menjadi menurun, semakin lama pellet semakin rapuh dengan semakin lama penyimpanan. Demikian halnya ketika pada nilai rataan pada minggu ke-4 menuju minggu ke-6 yang meningkat karena pengaruh kenaikan kadar air sehingga menjaga ketahanan pellet terhadap gesekan. Adanya perbedaan taraf substitusi hijauan mempengaruhi ketahanan gesekan pada pellet karena perbedaan kehalusan dari masing-masing hijauan ketika digiling.

Tabel 13. Rataan Pengaruh Subsitusi Hijauan dan Lama Penyimpanan terhadap Ketahanan Pellet terhadap Gesekan/ durability index (%)

Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu) Keterangan : Superscript yangberbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

R0: daun rumput gajah 18% + 82% konsentrat, R1: daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat, R2: daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + 82% konsentrat, R3: klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + 82% konsentrat; M0: minggu ke-0, M2: minggu ke-2, M4: minggu ke-4, M6: minggu ke-6

(39)

6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + konsentrat 82% (R2) sebesar 98,04 %. Nilai rataan tertinggi ketahanan gesekan pada pellet berdasarkan lama penyimpanan ditunjukkan pada minggu ke-0 dan minggu ke-4, sedangkan nilai rataan terendah pada minggu ke-2. Nilai rataan tertinggi dari interaksi antara perlakuan dengan waktu penyimpanan adalah R1M0 (daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + konsentrat 82% pada minggu ke-0) dan R1M4 (daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% pada minggu ke-4), sedangkan nilai rataan terendahnya adalah R2M2 (daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar % + konsentrat 82% pada minggu ke-2) (Gambar 16).

(40)

Hubungan Antar Peubah

Kadar Air dan Aktivitas Air

Hubungan kadar air dan aktivitas air pellet ransum komplit menunjukkan hasil analisis regresi untuk masing-masing pellet ransum komplit, yakni (R0) y = 0,0362x + 0,2222 dengan nilai koefisien korelasi R2 = 0,8552, (R1) y = 0,0384x + 0,1784 dengan koefisien korelasi R2 = 0,7797, (R2) y = 0,0383x + 0,1881 dengan koefisien korelasi R2 = 0,8445, dan (R3) y = 0,0323x + 0,2437 dengan koefisien korelasi R2 = 0,8847 {x adalah kadar air dan y adalah aktivitas air}.

Hubungan kadar air dan aktivitas air untuk semua pellet ransum komplit cenderung memiliki korelasi positif dan keeratan yang kuat, yaitu bahwa ketika semakin meningkatnya kadar air maka aktivitas air juga menjadi semakin meningkat. Kadar air ikut berperan mempengaruhi kenaikan aktivitas air. Berdasarkan masing-masing ransum maka R1 (daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat) memiliki koefisien korelasi terendah yaitu sebesar 77,97%, sedangkan R3 (klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + 82% konsentrat) memiliki koefisien korelasi tertinggi yaitu sebesar 88,47%, artinya peningkatan kadar air pada R3 akan meningkatkan nilai aktivitas air selama penelitian paling tinggi di antara ransum lain.

Kadar Air dan Ukuran Partikel

Hubungan kadar air dan ukuran partikel pellet ransum komplit menunjukkan hasil analisis regresi untuk masing-masing pellet ransum komplit, yakni (R0) y = -0,115x + 8,7224 dengan nilai koefisien korelasi R2 = 0,6226, (R1) y = -0,0872x + 8,5544 dengan koefisien korelasi R2 = 0,2808, (R2) y = -0,0863x + 8,4108 dengan koefisien korelasi R2 = 0,4522, dan (R3) y = -0,0598x + 7,9535 dengan koefisien korelasi R2 = 0,9703 {x adalah kadar air dan y adalah ukuran partikel}.

(41)

tinggi kadar air pada pellet ransum komplit maka ukuran partikel semakin kecil sehingga pellet ransum komplit menjadi semakin cepat hancur.

Ukuran Partikel dan Pellet Durability Index

Hubungan ukuran partikel dan pellet durability index ransum komplit menunjukkan hasil analisis regresi untuk masing-masing pellet ransum komplit, yakni (R0) y = 0,4815x + 95,597 dengan nilai koefisien korelasi R2 = 0,3113, (R1) y = -0,273x + 101,48 dengan koefisien korelasi R2 = 0,5388, (R2) y = -1,3888x + 108,64 dengan koefisien korelasi R2 = 0,784, dan (R3) y = 2,3478x + 82,089 dengan koefisien korelasi R2 = 0,9165 {x adalah ukuran partikel dan y adalah pellet durability index}.

Hubungan ukuran partikel dan pellet durability index ransum komplit untuk R0 (daun rumput gajah 18% + 82% konsentrat) dan R3 (klobot 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + 82% konsentrat) menunjukkan korelasi positif yaitu semakin besar ukuran partikel maka pellet durability index ransum komplit juga semakin meningkat, sedangkan R1 (daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat) dan R2 (daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + 82% konsentrat) menunjukkan korelasi negatif yaitu semakin besar ukuran partikel maka pellet durability index ransum komplit semakin menurun.

Hubungan ukuran partikel dan pellet durability index ransum komplit yang memiliki keeratan kuat adalah R1, R2 dan R3 dengan koefisien korelasi masing-masing adalah 53,88%, 78,4% dan 91,65%. Pada R1 dan R2 menunjukkan jika ukuran partikel pellet ransum komplit semakin besar maka pellet durability index akan semakin menurun, sehingga berdampak semakin berkurang pellet ransum komplit yang hilang akibat gesekan. Sebaliknya yang terjadi pada R3, karena ukuran partikel pellet ransum komplit yang semakin besar maka pellet durability index akan semakin meningkat, sehingga berdampak semakin banyak pellet ransum komplit yang hilang akibat gesekan.

(42)

ransum komplit. Pellet durability index ransum komplit yang >80% pada penelitian sudah sesuai dengan standar sifat fisik industri. Nilai pellet durability index ransum komplit menunjukkan bahwa pellet ransum komplit dari campuran hijauan dan konsentrat memiliki kualitas yang baik sehingga tidak mudah hancur.

Ukuran Partikel dan Sudut Tumpukan

Hubungan ukuran partikel dan sudut tumpukan pellet ransum komplit menunjukkan hasil analisis regresi untuk masing-masing pellet ransum komplit, yakni (R0) y = -2,0094x + 39,646 dengan nilai koefisien korelasi R2 = 0,1803, (R1) y = -3,1646x + 48,119 dengan koefisien korelasi R2 = 0,8626, (R2) y = -6,2402x + 71,963 dengan koefisien korelasi R2 = 0,8303, dan (R3) y = -5,3112x + 64,64 dengan koefisien korelasi R2 = 0,26 {x adalah ukuran partikel dan y adalah sudut tumpukan}.

Hubungan ukuran partikel dan sudut tumpukan pellet ransum komplit untuk semua pellet ransum komplit cenderung memiliki korelasi negatif, nampak bahwa ukuran partikel yang semakin meningkat maka sudut tumpukan menjadi semakin menurun. Pada pellet ransum komplit hanya R1 (daun rumput gajah 12% + klobot 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + 82% konsentrat) dan R2 (daun rumput gajah 6% + klobot 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + 82% konsentrat) yang memiliki hubungan keeratan kuat dengan masing-masing koefisien korelasi sebesar 86,26% dan 83,03%. Pada R1 dan R2 menunjukkan jika semakin besar ukuran partikel pellet ransum komplit maka sudut tumpukan pellet ransum komplit yang terbentuk semakin kecil sehingga pellet ransum komplit akan semakin sulit mengalir.

Hasil pengamatan sesuai dengan pendapat Suadnyana (1988) yang menyatakan bahwa semakin besar ukuran partikel maka sudut tumpukan yang terbentuk akan semakin kecil sebab daya ikat rendah sehingga bahan akan semakin bebas bergerak, sebagaimana Schulze (1996) menyatakan bahwa kontak antar permukaan partikel menjadi lebih dekat sehingga menjadi kohesive.

Ukuran Partikel dan Kerapatan Tumpukan

(43)
(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan perubahan aktivitas air pada pellet ransum komplit, maka yang menunjukkan hasil paling baik dari substitusi klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar terhadap daun rumput gajah adalah R1 (daun rumput gajah 12% + klobot jagung 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + konsentrat 82%), sedangkan berdasarkan lama penyimpanan, ransum-ransum sebaiknya tidak disimpan lebih dari minggu ke-2. Selama peyimpanan, terjadi peningkatan kadar air, aktivitas air dan sudut tumpukan, penurunan kerapatan tumpukan, ukuran partikel, sedangkan berat jenis dan kerapatan pemadatan tumpukan menunjukkan tidak berbeda nyata. Interaksi kedua faktor mempengaruhi peningkatan aktivitas air, ukuran partikel dan ketahanan pellet terhadap gesekan.

Saran

(45)

UJI KUALITAS SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN

PELLET

YANG MENGANDUNG KLOBOT JAGUNG DAN

LIMBAH TANAMAN UBI JALAR SEBAGAI

SUBSTITUSI DAUN RUMPUT GAJAH

SKRIPSI

YOSEFIN DEWI LUCIANA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(46)

UJI KUALITAS SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN

PELLET

YANG MENGANDUNG KLOBOT JAGUNG DAN

LIMBAH TANAMAN UBI JALAR SEBAGAI

SUBSTITUSI DAUN RUMPUT GAJAH

SKRIPSI

YOSEFIN DEWI LUCIANA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(47)

RINGKASAN

Yosefin Dewi Luciana. D24080392. 2012. Uji Kualitas Sifat Fisik dan Daya Simpan Pellet yang Mengandung Klobot Jagung dan Limbah Tanaman Ubi Jalar sebagai Substitusi Daun Rumput Gajah. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Lidy Herawati, MS

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc.

Limbah pertanian berupa klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar sudah dikenal masyarakat sebagai bahan pakan bagi kelinci. Namun masih sering dijumpai pemberian pakan ke ternak hanya dalam bentuk pakan segar yang dilayukan. Kedua bahan pakan tersebut berpotensi dalam mensubstitusi daun rumput gajah sebagai sumber serat bagi kebutuhan nutrisi kelinci. Dalam upaya meningkatkan efisiensi pemberian pakan pada kelinci untuk mengurangi ternak memilih-milih pakan dan membantu dalam penyimpanan pakan ternak, maka kedua limbah pertanian tersebut dimodifikasi dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan nilai gunanya dengan membuat pellet ransum komplit yang dicampur konsentrat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kualitas sifat fisik dan daya simpan pellet ransum komplit sehingga dapat dikaji efektivitas penyimpanan pellet. Sumber pakan hijauan pellet berupa kulit jagung (klobot) dan limbah tanaman ubi jalar sebagai pengganti daun rumput gajah. Model percobaan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan pola faktorial (4x4) dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah taraf substitusi dari klobot jagung dan limbah tanaman ubi jalar terhadap daun rumput gajah yaitu R0 = daun rumput gajah 18% + konsentrat 82%, R1 = daun rumput gajah 12% + klobot jagung 3% + limbah tanaman ubi jalar 3% + konsentrat 82%, R2 = daun rumput gajah 6% + klobot jagung 6% + limbah tanaman ubi jalar 6% + konsentrat 82%, R3 = klobot jagung 9% + limbah tanaman ubi jalar 9% + konsentrat 82%, dan faktor kedua adalah lama penyimpanan (0, 2, 4 dan 6 minggu) dengan empat ulangan. Peubah yang diamati adalah kadar air (%), berat jenis (gr/cm3), kerapatan tumpukan (gr/cm3), kerapatan pemadatan tumpukan (gr/cm3), sudut tumpukan (), aktivitas air, ukuran partikel (mm) dan ketahanan pellet terhadap gesekan (%). Data yang terkumpul dianalisis dengan sidik ragam ANOVA dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ransum dan lama penyimpanan sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap kadar air, aktivitas air, ukuran partikel, kerapatan tumpukan dan sudut tumpukan, sedangkan interaksi kedua faktor menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01), mempengaruhi aktivitas air, ukuran partikel dan ketahanan pellet terhadap gesekan. Berdasarkan perubahan aktivitas air pada pellet ransum komplit, maka yang menunjukkan hasil paling baik dari faktor ransum adalah R1, sedangkan berdasarkan lama penyimpanan ransum-ransum sebaiknya tidak disimpan lebih dariminggu ke-2.

(48)

ABSTRACT

Quality Test of Physical and Storage Capacity of Pellet Contains Corn Husk and Sweet Potato by-Product as a Substitute

for the Leaves Pennisetum purpureum D.Y. Luciana, L. Herawati and A. D. Lubis

This study aims measured the quality of the physical properties and storage period of pellet. Food resources in the form of pellet with corn husk and sweet potato by-product as a substitute for the Pennisetum purpureum leaves. Model experiments used a Completely Randomized Design with (4x4) factorial and 4 replicates. The first factor was the rate of substitution consist of R0 (18% Pennisetum purpureum leaves + 82% concentrate), R1 (12% Pennisetum purpureum leaves + 3% corn husk + 3% sweet potato by-product + 82% concentrate), R2 (6% Pennisetum purpureum leaves + 6% corn husk + 6% sweet potato by-product + 82% concentrate), R3 (9% corn husk + 9% sweet potato by-product + 82% concentrate). The second factor was the storage period consist of Q1 (0 weeks), Q2 (2 weeks), Q3 (4 weeks) and Q4 (6 weeks) with four replications. The variables observed were water content (%), density (gr/cm3), loose bulk density (gr/cm3), compacted bulk density (gr/cm3), single of repose (), water activity, particle size (mm) and pellet durability index (%). Data were analyzed by analysis of variance and significant results with orthogonal contrast test. The results showed that corn husk and sweet potato by-product as a substitute for the Pennisetum purpureum leaves and storage period of significant effect (P<0.01). Differences of each level of substitution affecting for water content, water activity, particle size, angle of repose and loose bulk density. Interaction of two factors were significant effect (P< 0.01). According to change of pellet water activity, the best results from first factor were R1. While the second factor as good as the rations not stored more than 2 weeks.

(49)

UJI KUALITAS SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN

PELLET

YANG MENGANDUNG KLOBOT JAGUNG DAN

LIMBAH TANAMAN UBI JALAR SEBAGAI

SUBSTITUSI DAUN RUMPUT GAJAH

YOSEFIN DEWI LUCIANA D24080392

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(50)

UJI KUALITAS SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN

PELLET

YANG MENGANDUNG KLOBOT JAGUNG DAN

LIMBAH TANAMAN UBI JALAR SEBAGAI

SUBSTITUSI DAUN RUMPUT GAJAH

Oleh

YOSEFIN DEWI LUCIANA D24080392

Skripsi ini telah disetujui untuk disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 12 Nopember 2012

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Gambar

Tabel 1.  Kandungan Nutrien Rumput Gajah (% BK)
Gambar 2.  Tanaman Ubi Jalar
Tabel 3.  Proporsi Limbah, Kadar Protein Kasar dan Palatabilitas Tanaman Jagung
Tabel 6.  Kandungan Nutrien Hijauan (% BK)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Iuran Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ditetapkan sebagai kontribusi wajib setiap orang pribadi dan/atau

Dari pengamatan yang dilakukan terhadap perhatian siswa kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Reksosari 03 Kec.. Hal ini disebabkan selain model pembelajaran yang baru

listrik yang berfungsi menurunkan arus yang besar menjadi arus dengan ukuran yang lebih kecil. Current transformer atau disebut juga dengan trafo arus digunakan karena

Schmitt (1999) mengatakan experiential marketing adalah cara untuk menciptakan pengalaman yang akan dirasakan oleh pelanggan ketika menggunakan produk atau jasa

(2010: 64) yang berpendapat bahwa ³'LNDWDNDQ simple (sederhana) dikarenakan pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata

M sehabis melakukan mandi kemudian melakukan cara berdandan dan makan yang baik dan benar sesuai dengan latihan kita hari ini.. Kontrak yang

Atmosphere rumah makan, kualitas pelayanan, kualitas makanan dan harga terbukti memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan Waroeng Spesial Sambal Pati.. Kata