• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESENSI BUKU PENDIDIKAN KARAKTER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RESENSI BUKU PENDIDIKAN KARAKTER"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

RESENSI BUKU PENDIDIKAN KARAKTER

BERBASIS SASTRA

Judul : Pendidikan Karakter Berbasis Sastra, Solusi Pendidikan Moral yang Efektif

Pengarang : Rohinah. M. Noor Penerbit : Ar-Ruzz Media Tahun terbit, cetakan : 2011, Cetakan I Tebal buku : 175 halaman Harga : Rp. 25.500

Arus modernisasi tak pelak lagi mengakibatkan banyak perubahan dalam masyarakat. Perubahan ini menyimpan potensi negatif yaitu tereduksinya nilai-nilai yang ada di masyarakat berupa kemerosotan moral dan akhlak. Hal ini sebagai akibat tidak adanya kesiapan dan filtrasi terhadap nilai-nilai kebudayaan baru yang dibawa arus modernisasi tersebut. Tampaknya reduksi nilai-nilai yang ada di masyarakat sekarang ini sudah mulai menggejala. Masih hangat di ingatan kita kasus Gayus Tambunan yang menelanjangi tatanan birokrasi dan penegakan hukum yang ada selama ini. Atau kisah para wakil rakyat yang ingin membangun kembali gedung perwakilannya dengan megah yang menciderai rasa keadilan masyarakat. Belum lagi kasus korupsi yang melingkupi banyak instansi pemerintah, permainan proyek, budaya anarkis, penyalahgunaan wewenang, tipu menipu, kriminaliltas, dan lain-lain.

(2)

yang terjadi. Taufik Ismail memaparkan ‘TRAGEDI NOL BUKU’ bahwa siswa-siswi di Indonesia berhasil menyelesaikan ‘NOL’ karya sastra sampai mereka menginjak SMA. Hal ini begitu memilukan jika dibandingkan dengan budaya literasi yang berkembang di negara-negara maju, bahkan di Malasya sekalipun. Dari sinilah muncul kesadaran bahwa pendidikan karakter (pendidikan yang berorientasi pada jiwa, pada penanaman kebenaran universal sebagai pemenuhan fitrah manusia) yang berbasis sastra menjadi sebuah keniscayaan.

Sastra memang tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu medium yang efektif dalam pendidikan karakter. Mengapa? Karena sastra mengasah rasa, mengolah budi, membukakan pikiran dan mengajak manusia berdialog dengan dirinya sendiri. Namun, tidak semua hasil karya sastra dapat digunakan sebagai sarana membangun karakter. Sastra yang dapat digunakan adalah sastra yang ‘baik’. Menurut YB Mangunwijaya, sastra yang baik adalah yang mampu membuat pembacanya melakukan suatu perenungan, mendapatkan pencerahan, dan mengajak kepada kehidupan yang lebih baik dan benar.

Penanaman dan pembentukan karakter berbasis sastra dapat dilakukan di dua lembaga yaitu keluarga dan sekolah sebagai bagian dari lingkungan sosial. Di lingkungan keluarga peletak batu pertama pembentuk watak dan kepribadian seseorang adalah para orang tua. Oleh karena itu, harus disadari bahwa masa anak-anak adalah masa krusial dimana setiap orang tua harus menanamkan nilai-nilai karakter yang baik kepada anaknya. Sehingga, saat dewasa nanti anak-anak sudah memiliki karakter yang mantap, kuat dan siap menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks. Disamping teladan yang baik, orang tua bisa memanfaatkan karya sastra dalam upaya menanamkan karakter yang baik pada anak.

(3)

lebih terbuka, dan lebih seimbang dibandingkan dengan anak yang tidak didongengi. Para pakar telah merumuskan manfaat yang dapat digali dari kegiatan mendongeng ini.

1. Mengasah daya pikir dan imajinasi anak

Berbeda dengan media televisi yang visual, dongeng akan menumbuhkan daya imajinasi anak. Karena ketika didongengi anak akan membentuk visualisasinya sendiri dari cerita yang didengarkan.

2. Merupakan media yang efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan etika pada anak

Dongeng mengandung nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawan, kerja keras, dan nilai positif lain yang terselip dalam setiap cerita. Anak-anak mudah menyerap nilai-nilai tersebut karena disajikan dalam bentuk cerita. Dan ini akan tertanam dalam alam bawah sadar mereka sampai mereka dewasa.

3. Langkah awal untuk menumbuhkan minat baca pada anak

Dari dongeng yang dibacakan inilah anak akan memulai ketertarikan dengan buku. Diawali dengan buku dongeng-dongeng atau cerita yang kemudian akan berlanjut ke buku-buku lain seperti sains, pengetahuan umum, dan lain-lain.

4. Sarana mendekatkan anak dengan orang tua

(4)

kita. Pembelajaran apresiasi sastra sebagai bagian dari mata pelajaran Bahasa Indonesia agaknya tidak banyak mendapat perhatian. Ada beberapa kritik terhadap pembelajaran apresiasi sastra disekolah.

5. Peran guru yang belum maksimal

Pembelajaran sastra di sekolah sekarang ini kurang diminati oleh para guru. Karena beban kurikulum dan Ujian Nasional, mereka lebih sering menitikberatkan pada materi yang ada pada setiap ujian. Jikapun ada pembelajaran sastra, porsinya sedikit dan seringkali menjadi kegiatan yang kurang menarik dan terbatas pada sekat-sekat ruangan kelas. Dapat disimpulkan bahwa guru khususnya guru Bahasa Indonesia hendaknya orang yang ‘melek’ karya sastra serta dibekali dengan keterampilan, kemampuan dalam mencipta karya sastra atau setidaknya mengapresiasi karya sastra. Ini dimaksudkan agar guru dapat menciptakan suasana belajar yang aktif dan kreatif yang akan menumbuhkan minat dan potensi anak didik terhadap penggunaan buku-buku tersebut. Ketika minim buku sastra tentunya guru dan pihak sekolah secara aktif dapat mengajukan permintaan kepada pemerintah. Dalam hal ini pemerintah telah mempunyai program yaitu proyek pengadaan buku bacaan. Namun akan tidak bermanfaat ketika di perpustakaan sekolah telah banyak buku sastra tetapi semuanya menjadi pajangan saja. Jadi tidak hanya berhenti pada pengadaan saja, pemanfaatan buku tersebut pun perlu digalakkan.

(5)

membaca 15 – 25 judul buku sastra. Jika kita bandingkan dengan negara lain, Indonesia jauh ketinggalan. Malasya mewajibkan 6 judul, Swiss dan Jepang 15 judul, dan Amerika Serikat 32 judul karya sastra.

Sejarah menuturkan bahwa negara-negara maju seperti Inggris, Jerman, Perancis, Amerika Serikat menjadikan sastra sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam pengembangan kepribadian dan pembangunan bangsa. Dikala sistem pendidikan kontemporer tidak berhasil membekali generasi penerus dengan nilai-nilai luhur pembentuk watak bangsa, sastra sepatutnya dilihat sebagai jalan alternatif.

Pembahasan tentang praktek dan penerapan pendidikan karakter berbasis sastra dikupas dalam buku setebal 175 halaman ini. Bab pertama memberi pijakan kepada pembaca tentang apa itu sastra, peran dan hubunganya sebagai kontrol sosial, bahkan peran sastra sebagai jalan menuju revolusi sosial. Bab kedua membahas tentang fungsi sastra dalam membentuk kepribadian, dilanjutkan dengan pembinaan karakter pada anak usia dini berbasis sastra anak di bab ketiga. Di bab ini dibahas pula tentang apa itu sastra anak dan tahapan perkembangan minat sastra pada anak. Bab keempat membahas tentang kritik pendidikan sastra di sekolah, dan metode-metode pembelajaran sastra yang ditawarkan sebagai solusi. Pembandingan pendidikan sastra dengan negara lain dibahas di bab lima, dan terakhir diselipkan lampiran mengenai perkembangan sastra Indonesia dan sastra Arab.

Buku ini membahas secara menyeluruh mengenai ruang lingkup sastra dikaitkan dengan perannya sebagai media dalam pendidikan karakter. Namun, pembahasan mengenai pendidikan karakter, pentingya moral itu sendiri sedikit kurang jika dibandingkan dengan pembahasan mengenai sastra. Disamping itu karena buku ini merupakan cetakan yang pertama terdapat beberapa kalimat yang tidak lengkap. Begitu pula dengan paragraf yang isinya tidak sesuai dengan judul sub babnya.

(6)

umumnya dan orang yang berkecimpung dalam pendidikan karakter atau pengajaran sastra pada khususnya. Bahwa pendidikan karakter yang esensial bisa dilakukan dengan medium sastra. Dan hal ini akan menjadi terobosan ditengah gejala merosotnya moral di masyarakat. Selamat membaca!

Referensi

Dokumen terkait

Cara-cara penguatan organisasi lembaga pendidikan ini dalam buku ini dimulai dengan penjelasan tentang pengertian organisasi, sifat-sifat organisasi,

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini membatasi masalah terhadap pengembangan buku wacana dialog Tegal berbasis pendidikan karakter. Buku yang akan dihasilkan

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan karakteristik penyajian buku dan mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter yang ada di buku Pendidikan Kewarganegaraan

Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs. Pembimbing II: Mujimin, S.Pd. Kata Kunci: nilai, buku pelajaran,

Cara Membuat Resensi Buku Yang Baik dan Benar – Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai resensi buku. Apa itu resensi buku? Resensi berasal dari bahasa latin, “revidere”

Sebagai praktisi bahasa, khususnya Bahasa Arab, penulis berpandangan bahwa kajian tentang analisis pendidikan karakter dalam buku ajar Bahasa Arab ini harus dilakukan

76-77 Tabel 2.4 Tema Pembahasan Bab 9 pada Buku Teks PAI SD Kelas 1 Bab Tema Bahasan Sub Tema Pendidikan Karakter halaman 9 Berkata baik sopan dan santun Berbicara yang baik

Selain itu, Djoko Purwanto juga membahas mengenai proses penulisan pesan-pesan bisnis terkait dengan masalah audiens sebagai tujuan komunikasi dan juga ada beberapa bagian dari buku ini