• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot Utilisima) Dengan Konsentrat Terhadap Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot Utilisima) Dengan Konsentrat Terhadap Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE)"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH IMBANGAN HIJAUAN DAUN SINGKONG

(Manihot utilisima)

DENGAN KONSENTRAT TERHADAP

KUALITAS SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE)

SKRIPSI

Oleh :

AIDI FITRIANSYAH

100306001

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul Skripsi : Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot

utilisima) Dengan Konsentrat Terhadap Kualitas Susu

Kambing Peranakan Etawah (PE). Nama : Aidi Fitriansyah

NIM : 100306001

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Usman Budi, S.Pt., M.Si. Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc. Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si. Ketua Program Studi Peternakan

(3)

ABSTRACT

Aidi Fitriansyah, 2014. "The Effect of Ratio Forage Leaves Cassava (Manihot utilisima) With Concentrate on the Goat Milk Quality of Etawah Crossbreed". Supervised by USMAN BUDI and TRI HESTI WAHYUNI.

The purpose of this study was to determine the quality of goat milk by feeding forage cassava leaves and concentrate on a different ratio. This approach is expected to have a positive influence on the quality of Etawah crossbreed milk. Research will be carried out in Etawah crossbreed farm owned by Bapak Yusuf is located at Street Kapas Kec.Hamparan Perak Desa Klambir V, Medan. Analysis of the chemical composition of milk conducted at the Laboratory of Food Technology of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. This study will be carried out during the three month in June to October 2014. The study began by giving a proportion of forage treatment of various concentrate of the research object after the morning and evening milk in the dairy and mixed with the same comparison and further analysis of the chemical composition of milk such as protein, fat, specific gravity, dry matter and dry matter without fat.

The experimental design used in this study is a latin square design (LSD) with 3 treatments and 2 replications. This study consisted of treatment P0: 100% forage cassava leaves; P1: cassava leaves 80% forage and 20% concentrate and P2: cassava leaves 60% forage and 40% concentrate. Results of analysis of variance showed that the ratio of various forage cassava leaves (Manihot utilisima) with the concentrate is not significant effect between treatments (P> 0.05) on protein, dry matter, fat and dry matter without fat milk ingredients, but significant (P <0.05) to the specific gravity of milk.

(4)

ABSTRAK

AIDI FITRIANSYAH, 2014. “Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot utilisima) Dengan Konsentrat Terhadap Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE)”. Dibimbing oleh USMAN BUDI dan TRI HESTI WAHYUNI.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas susu kambing PE dengan pemberian pakan hijauan daun singkong dan konsentrat pada imbangan yang berbeda. Pendekatan ini diharapkan akan memberikan pengaruh positif terhadap kualitas susu kambing Peranakan Etawah (PE). Penelitian ini dilaksanakan di peternakan kambing perah Peranakan Etawah milik Bapak Yusuf yang berlokasi di Jalan Kapas Kec.Hamparan Perak Desa Klambir V, Medan. Analisis komposisi kimia susu dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dibulan Juni-Oktober 2014. Penelitian ini dimulai dengan pemberian perlakuan berbagai imbangan hijauan dengan konsentrat terhadap objek penelitian setelah itu susu pagi dan sore diperah dan dicampur dengan perbandingan yang sama dan selanjutnya di analisis terhadap komposisi kimia susu seperti protein, lemak, berat jenis, bahan kering dan bahan kering tanpa lemak (solid non fat).

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan bujur sangkar latin (RBSL) dengan 3 perlakuan dan 2 ulangan. Peneltian ini terdiri dari perlakuan P0 : hijauan daun singkong 100%; P1 : hijauan daun singkong 80% dan konsentrat 20% dan P2 : hijauan daun singkong 60% dan konsentrat 40%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa imbangan berbagai hijauan daun singkong (Manihot utilisima) dengan konsentrat tidak memberikan pengaruh yang nyata antar perlakuan (P>0,05) terhadap protein, bahan kering, lemak dan bahan kering tanpa lemak susu (solid non fat), namun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat jenis susu.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Aidi Fitriansyah dilahirkan pada tanggal 21 April 1991 di Delitua, Medan. Anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Juman Bahri dan Sri Dewiana.

Penulis menamatkan sekolah dasar di SD PAB UTAMA Binjai tahun 2004, lalu di SMPN 2 Binjai tahun 2007 dan di SMA TAMAN SISWA Binjai pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai ketua umum Himpunan Mahaswa Muslim Peternakan (HIMMIP) periode 2012-2013, Asisten Laboratorium Genetika Ternak 2012-2013, Asisten Laboratorium Tataniaga Hasil Ternak 2012-2013, Asisten Laboratorium Dasar Ternak Unggas 2012-2014, Asisten Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas 2012-2013 dan sebagai Asisten Laboratorium Ilmu Pemuliaan Ternak 2012-2013.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot utilisima) dengan Konsentrat terhadap Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE)” . Tidak lupa sholawat dan salam dihadiahkan kepada ruh junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW yang telah mengeluarkan kita dari jaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah mendidik, memberi semangat dan dukungan moril selama ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Usman Budi dan Ibu Hesti Wahyuni, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis.

(7)

DAFTAR ISI

Potensi Daun Singkong Sebagai Pakan Ternak ... 4

Antinutrisi Pada Daun Singkong ... 5

Konsentrat ... 5

Imbangan Hijauan Konsentrat ... 6

Kambing Peranakan Etawah ... 7

Kebutuhan Nutrien ... 9

Metabolisme Karbohidrat Pada Ruminansia ... 10

Metabolisme Protein Pada Ruminansia ... 11

Metabolisme Lemak Pada Ruminansia ... 11

Biosintesis dan Sekresi Susu ... 11

Kualitas Susu kambing Peranakan Etawah (PE) ... 13

(8)

Metode Penelitian ... 23

Pelaksanaan Penelitian ... 24

Pengacakan kambing PE ... 24

Pemberian Air Minum ... 25

Persiapan dan Pemberian Perlakuan ... 25

Persiapan Obat-obatan ... 26

Persiapan Kandang ... 26

Pengambilan Sampel ... 27

Parameter Penelitian ... 27

Analisis Kualitas Susu ... 27

Berat Jenis Susu ... 27

Bahan Kering Susu ... 28

Lemak Susu ... 28

Protein Susu ... 28

BKTL (Solid Non Fat) ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Lemak Susu ... 30

Protein Kasar Susu ... 33

BKTL (Solid Non Fat) Susu ... 36

Berat Jenis Susu ... 38

Bahan Kering Susu ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Komposisi nutrien daun singkong (%).... ... 4

2. Kebutuhan nutrien kambing untuk hidup pokok (lb) ... 8

3. Kebutuhan nutien kambing untuk produksi susu (lb)... 9

4. Syarat mutu susu segar ternak ruminansia (SNI)... 13

5. Karakteristik komposisi kimia susu kambing PE ... 13

6. Komposisi zat gizi bahan pakan yang digunakan (%)... 25

7. Formulasi bahan pakan konsentrat (%)... 25

8. Kandungan zat gizi konsentrat (%)... 25

9. Komposisi bahan makanan yang digunakan dalam penelitian (%)... 25

10. Kandungan zat gizi makanan pada perlakuan yang digunakan (%)... 26

11. Rataan lemak susu kambing Peranakan Etawah (PE).... ... 30

12. Rataan protein kasar kambing Peranakan Etawah (PE)... 33

13. Rataan BKTL susu kambing Peranakan Etawah (PE)... 36

14. Rataan berat jenis susu kambing Peranakan Etawah (PE)... 38

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Hasil analisis ragam ... 53

2. Prosedur penentuan kadar protein susu titrasi formol ... 55

3. Prosedur penentuan kadar lemak susu gerber... 56

4. Prosedur penentuan berat jenis susu... 56

5. Hasil analisa bahan pakan... 57

6. Hasil analisa konsentrat... 58

7. Hasil analisa kualitas susu... 59

(12)

ABSTRACT

Aidi Fitriansyah, 2014. "The Effect of Ratio Forage Leaves Cassava (Manihot utilisima) With Concentrate on the Goat Milk Quality of Etawah Crossbreed". Supervised by USMAN BUDI and TRI HESTI WAHYUNI.

The purpose of this study was to determine the quality of goat milk by feeding forage cassava leaves and concentrate on a different ratio. This approach is expected to have a positive influence on the quality of Etawah crossbreed milk. Research will be carried out in Etawah crossbreed farm owned by Bapak Yusuf is located at Street Kapas Kec.Hamparan Perak Desa Klambir V, Medan. Analysis of the chemical composition of milk conducted at the Laboratory of Food Technology of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. This study will be carried out during the three month in June to October 2014. The study began by giving a proportion of forage treatment of various concentrate of the research object after the morning and evening milk in the dairy and mixed with the same comparison and further analysis of the chemical composition of milk such as protein, fat, specific gravity, dry matter and dry matter without fat.

The experimental design used in this study is a latin square design (LSD) with 3 treatments and 2 replications. This study consisted of treatment P0: 100% forage cassava leaves; P1: cassava leaves 80% forage and 20% concentrate and P2: cassava leaves 60% forage and 40% concentrate. Results of analysis of variance showed that the ratio of various forage cassava leaves (Manihot utilisima) with the concentrate is not significant effect between treatments (P> 0.05) on protein, dry matter, fat and dry matter without fat milk ingredients, but significant (P <0.05) to the specific gravity of milk.

(13)

ABSTRAK

AIDI FITRIANSYAH, 2014. “Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot utilisima) Dengan Konsentrat Terhadap Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE)”. Dibimbing oleh USMAN BUDI dan TRI HESTI WAHYUNI.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas susu kambing PE dengan pemberian pakan hijauan daun singkong dan konsentrat pada imbangan yang berbeda. Pendekatan ini diharapkan akan memberikan pengaruh positif terhadap kualitas susu kambing Peranakan Etawah (PE). Penelitian ini dilaksanakan di peternakan kambing perah Peranakan Etawah milik Bapak Yusuf yang berlokasi di Jalan Kapas Kec.Hamparan Perak Desa Klambir V, Medan. Analisis komposisi kimia susu dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dibulan Juni-Oktober 2014. Penelitian ini dimulai dengan pemberian perlakuan berbagai imbangan hijauan dengan konsentrat terhadap objek penelitian setelah itu susu pagi dan sore diperah dan dicampur dengan perbandingan yang sama dan selanjutnya di analisis terhadap komposisi kimia susu seperti protein, lemak, berat jenis, bahan kering dan bahan kering tanpa lemak (solid non fat).

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan bujur sangkar latin (RBSL) dengan 3 perlakuan dan 2 ulangan. Peneltian ini terdiri dari perlakuan P0 : hijauan daun singkong 100%; P1 : hijauan daun singkong 80% dan konsentrat 20% dan P2 : hijauan daun singkong 60% dan konsentrat 40%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa imbangan berbagai hijauan daun singkong (Manihot utilisima) dengan konsentrat tidak memberikan pengaruh yang nyata antar perlakuan (P>0,05) terhadap protein, bahan kering, lemak dan bahan kering tanpa lemak susu (solid non fat), namun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat jenis susu.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan bangsa kambing hasil persilangan antara Kambing Kacang dengan Kambing Etawah. Kambing Peranakan Etawah memiliki sifat antara Kambing Etawah dengan Kambing Kacang. Spesifikasi dari kambing ini adalah hidung agak melengkung, telinga agak besar dan terkulai. Berat tubuh bangsa kambing Peranakan Etawah sekitar 32-37 kg dan produksi air susunya 1-1,5 liter per hari. Kambing PE merupakan jenis ternak dwiguna yaitu penghasil daging dan susu (Ramadhan et al., 2013).

Faktor genetik menentukan sekitar 30% penampilan seekor ternak, dengan demikian kemampuan produksi susu ternak perah sebesar 70% ditentukan oleh pengelolaannya (Sulistyowati, 1999). Untuk pertumbuhan, reproduksi dan hidup pokok, hewan memerlukan zat gizi yang diperoleh dari makanan yang diberikan (Tillman et al., 1991). Makanan yang diberikan untuk ternak ruminansia dapat dibagi menjadi dua komponen yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan merupakan dasar dari formula makanan ruminansia lalu konsentrat ditambahkan untuk menutupi kekurangan zat gizi bahan pakan hijauan (Hutchison, 2002).

(15)

memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18% dan mudah dicerna. Pakan penguat dapat berupa dedak jagung, ampas tahu, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah atau campuran pakan tersebut (Kusumaningrum, 2009).

Pemberian konsentrat yang terlalu banyak tidak akan selalu dapat meningkatkan produksi susu dan kualitas susu, bahkan dapat menjurus ke arah penggemukan, suatu hal yang bertentangan dengan efisiensi produksi. Di samping itu, pemberian konsentrat yang terlalu banyak juga tidak ekonomis, karena harga konsentrat relatif lebih mahal daripada harga hijauan (Basya, 1993).

Singkong adalah salah satu tanaman yang hampir tumbuh di seluruh wilayah Indonesia. Tanaman singkong merupakan tanaman produktif yang umbinya dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat, sedangkan daun singkong dikenal sebagai sumber makanan bagi manusia dan juga ternak. Daun singkong merupakan sumber hijauan yang potensial untuk ternak. Daun singkong bisa dimanfaatkan melalui defoliasi sistematis setelah umbi singkong dipanen (Sofriani, 2012).

Berbagai literatur mengatakan bahwa kebutuhan hijauan bagi ternak ruminansia mencapai 70-80% (Disnak Jawa Barat, 2013). Kambing mampu untuk mencerna sebagian besar dari serat hijauan kering dan hijauan segar. Persyaratan nutrisi kambing ditentukan oleh usia, jenis kelamin, ras, sistem produksi (susu atau daging), ukuran tubuh, iklim dan tahap fisiologis. Strategi pemberian pakan harus dapat memenuhi kebutuhan energi, protein, mineral dan kebutuhan vitamin tergantung pada kondisi kambing (Rasyid, 2008).

(16)

imbangan asetat dan propionat di dalam rumen. Hijauan yang diberikan lebih mengarah pada fungsinya untuk meningkatkan kadar lemak susu (kualitas susu) karena pemberian hijauan akan meningkatkan asetat di dalam rumen, sedangkan konsentrat berfungsi dalam meningkatkan kuantitas produksi susu serta protein susu (kualitas susu), selanjutnya lemak dan protein susu besar pengaruhnya terhadap bahan kering, solid non fat serta berat jenis susu. Pemberian hijauan dan konsentrat harus dengan imbangan yang tepat supaya diperoleh kuantitas maupun kualitas susu yang baik (Ramadhan et al., 2013).

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas susu Kambing Peranakan Etawah (PE) dengan pemberian pakan hijauan daun singkong dan konsentrat pada imbangan yang berbeda.

Hipotesis Penelitian

Peningkatan pemberian hijauan daun singkong berpengaruh positif terhadap kualitas susu Kambing Peranakan Etawah (PE).

Kegunaan Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi daun singkong sebagai pakan ternak

Tanaman ubi kayu (Manihot utilisima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Banyak dijumpai nama lokal dari ubi kayu antara lain singkong, kaspe, budin, sampen dan lain-lain. Tanaman ubi kayu termasuk dalam famili Euphorbiaceae dapat tumbuh dengan mudah hampir disemua jenis tanah dan tahan terhadap serangan hama maupun penyakit. Pada umumnya, umbi ubi kayu dimanfaatkan sebagai bahan pangan sumber karbohidrat (54,2%), industri tepung tapioka (19,70%), industri pakan ternak (1,80%), industri non pangan lainnya (8,50%) dan sekitar 15,80% diekspor (Antari dan Umiyasih, 2009).

Bagian utama dari tanaman singkong dinyatakan sebagai persentase dari keseluruhan tanaman adalah daun sebanyak 6%, batang 44% dan umbi 50% . Akar dan daun tanaman sing kong adalah dua bagian nutrisi yang berharga, yang menawarkan potensi sebagai sumber pakan ternak (Tewe, 2004).

Tabel 1. Komposisi nutrien daun singkong

Komponen nutrien Daun singkong Daun singkong* Bahan Kering 21,6 23,57 Protein kasar (%BK) 24,2 22,06 Serat kasar (%BK) 22,1 9,56 Lemak kasar (%BK) 4,7 3,27

Abu (%BK) 12 5,42

BETN (%BK) 37 52,5

Sumber : Sirait dan Simanihuruk (2010).

(18)

Gambar 1 : Daun singkong

Daun singkong juga dilaporkan menjadi sumber mineral Ca, Mg, Fe, Mn, Zn, vitamin A, dan B2 (riboflavin) yang baik (Sofriani, 2012).

Antinutrisi pada daun ubi kayu

Kandungan Asam sianida (HCN) dalam daun singkong merupakan salah satu senyawa pembatas dalam penggunaan daun singkong sebagai pakan ternak. Interval jumlah kandungan HCN pada daun singkong umumnya berkisar antara 20 sampai 80 mg per 100 g berat segar daun singkong atau dari 800 sampai 3.200 mg/kg bahan kering (BK). Komposisi HCN pada daun singkong lebih tinggi dibandingkan dengan umbi singkong (Sofriani, 2012). Untuk mengantisipasi hal ini, pemberian daun singkong disarankan tidak dalam bentuk segar, melainkan terlebih dahulu dilayukan. Proses pelayuan ini akan mengurangi kadar HCN. Pemberian daun ubi kayu yang telah dilayukan selama 24 jam terhadap ternak kambing secara adlibitum bersama hijauan alam memberikan PBB 31 g/ekor/hari (Sirait dan Simanihuruk, 2010).

Konsentrat

(19)

meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, dedak, katul, bungkil kelapa, tetes dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah (Haryanti, 2009). Konsentrat memiliki kandungan TDN sebesar 70-90% (Mueller et al., 2006).

Imbangan Hijauan Konsentrat

Ternak perlu zat gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi setiap hari (MacLeod, 2000). Zat gizi seimbang ini dapat dilakukan dengan pembagian imbangan hijauan dan konsentrat yaitu didasarkan pada kebutuhan zat gizi kambing perah. Imbangan konsumsi hijauan dan konsentrat sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan produksi serta kualitas susu kambing perah (Wasdiantoro, 2010). Imbangan hijauan konsentrat ini perlu diupayakan, karena dengan pemberian makanan tunggal hijauan belum dapat memenuhi kebutuhan nutrien baik bagi mikroba rumen maupun bagi ternak inangnya (Christiyanto et al., 2003). Maka dari itu pemberian konsentrat perlu diadakan sebagai campuran hijauan. Campuran ini dapat memperngaruhi produksi susu dan komponen zat gizi susu (Walker et al., 2006). Produksi dan kualitas susu dari ternak membutuhkan optimalisasi sintesis protein mikroba dan karena itu perlu disinkronkan energi rumen dan pasokan protein yang sesuai (Velik et al., 2001).

(20)

berbagai ratio hijauan konsentrat (35/65, 50/50 dan 65/35) memberi hasil P<0,05 terhadap lemak susu dan P>0,05 terhadap nilai protein, casein dan laktosa susu kambing perah. Kawas et al., (1991) dalam (Tufarelli et al., 2008) menjelaskan bahwa kambing persilangan (Saanen dan Marota) selama akhir laktasi, mengevaluasi berbagai ratio hijauan dengan konsentrat tidak menemukan pengaruh yang signifikan terhadap produksi susu dan protein susu dan kandungan laktosa susu.

Kambing peranakan etawah

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan jenis ternak dwiguna yaitu penghasil daging dan susu. Kambing PE mempnyai ciri-ciri bentuk hidung melengkung, memiliki daun telinga, kaki dan bulu badan panjang serta ambing besar (Sofriani, 2012). Kambing PE jantan memiliki bobot badan dapat mencapai 90 kg dan betina mencapai 60 kg. Produksi susu dari kambing PE sekitar 1,2 l/ekor/hari selama 70 hari pertama laktasi (Hayuningtyas, 2007). Sedangkan menurut Styaningsih et al., (2013) produksi susu kambing PE berkisar 0,498-0,692 liter per ekor per hari dengan produksi tertinggi dicapai 0,868 liter.

(21)

Kambing Etawah sendiri memiliki adaptasi yang baik terhadap lingkungan di Indonesia dan mendorong perkembangannya di Sumatera, Jawa dan Sumbawa (Ridwan, 1998). Kambing Etawah memiliki produksi susu yang tinggi, yakni bisa mencapai 235 kg per masa laktasi (261 hari) dan mampu memproduksi 3,8 kg per hari pada masa puncak laktasi (Sofriani, 2012). Melihat potensi ini maka kambing Etawah dilakukan kawin silang dengan kambing kacang yang merupakan kambing asli Indonesia sehingga menghasilkan kambing peranakan etawah (PE), sedangkan Kambing Etawah sendiri berasal dari India (Sodiq et al., 2002).

Kebutuhan nutrisi kambing perah

Guna memperoleh target produksi susu ataupun daging, kebutuhan nutrien kambing yang dipelihara haruslah terpenuhi dengan baik. Pada kambing, konsumsi energi sangat menentukan komposisi susu dan volume susu. Walaupun kambing merupakan jenis ternak yang tahan dalam kondisi ekstrim, namun untuk optimasi produksi dan komposisi susu yang baik, maka dibutuhkan asupan pakan yang memenuhi kebutuhan nutrien dari kambing tersebut (Sofriani, 2012).

Tabel 2. Kebutuhan nutrien kambing

Bobot badan (lb) BK (lb) %BB PK (lb) TDN (lb) Kebutuhan hidup pokok

22 0,63 2,80 0,05 0,35 45 1,08 2,40 0,08 0,59 67 1,46 2,20 0,11 0,80 90 1,81 2,03 0,14 0,99 112 2,13 1,90 0,17 1,17 134 2,44 1,82 0,19 1,34 157 2,76 1,80 0,21 1,50

(22)

Tabel 3. Kebutuhan Tambahan Untuk Produksi Susu Per Pound Dilihat Dari Persentase Lemak (%)

Lemak Susu (%) BK(lb/ekor) %BB PK(lb) TDN(lb)

3 0,13 0,73

3 0,14 0,74

4 0,15 0,75

4 0,16 0,76

5 0,17 0,77

5 0,l8 0,78

Sumber : (NRC, 1981)

Kebutuhan bahan kering untuk kambing perah lebih dari 8 % dari berat badan (Rasyaf, 1990). Kambing laktasi membutuhkan protein lebih banyak daripada kambing jantan dewasa dan induk kering. Kambing jantan aktif dan induk laktasi membutuhkan protein 15-18%. Kambing perah mengkonsumsi bahan kering sekitar 5-7% dari berat badan. (Yusmadi, 2008).

Metabolisme karbohidrat pada ruminansia

(23)

dimetabolis menjadi keton untuk keperluan otot, jaringan adiposa dan kelenjar susu, sedangkan asetat dibutuhkan untuk pembentukan lemak otot, jaringan adiposa dan lemak susu (Rumetor, 2008).

Metabolisme protein pada ruminansia

Protein pakan didalam rumen dipecah oleh mikroba menjadi peptida dan asam amino, beberapa asam amino dipecah lebih lanjut menjadi amonia. Amonia diproduksi bersama peptida dan asam amino yang akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba (Sofriani, 2012). Jumlah amonia (N-NH3) yang dibutuhkan untuk mensintetis protein mikroba rumen mencapai 82% (Rumetor, 2008). Sumbangan protein mikroba rumen terhadap kebutuhan asam-asam amino ternak ruminansia mencapai 40-80% (Sofriani, 2012).

Amonia akan dikombinasikan dengan asam organik alfa-keto untuk membentuk asam amino baru yang dipakai untuk mensintesis protein jasad renik atau amonia diabsorbsi ke sirkulasi portal dan dibawa ke hati dan di hati akan dibentuk urea yang selanjutnya masuk kedalam perdaran darah (Tillman et al., 1991). Urea dari bermacam-macam sumber akan dirubah menjadi CO2 dan NH3 oleh enzim urease jasad renik . NH3 yang terbentuk akan dirubah menjadi protein mikroba dengan syarat konsentrasi NH3 awal harus dibawah minimum dan adanya energi yang mudah tersedia bagi mikroba rumen (Rumetor, 2008).

Metabolisme lemak pada ruminansia

(24)

menyebabkan pelepasan asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA). Selanjutnya FFA akan dimanfaatkan oleh bakteri fosfolipid untuk membentuk asam lemak jenuh atau langsung mengalami hidrogenasi menjadi asam lemak jenuh. Proses hidrogenasi terjadi perubahan asam oleat, linoleat dan linolenat menjadi asam stearat dan sejumlah kecil asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap trans. Asam lemak tidak jenuh ini resisten terhadap mikroba yang berperan dalam proses hidrogenasi tetapi dapat mensuplai betakaroten untuk ternak (Rumetor, 2008). Proses lipolisis yang terjadi sangat cepat baik dalam in vitro maupun in

vivo. Adapun faktor-faktor yang menghambat terjadinya lipolisis antara lain

antibiotik dan pH rendah (Sofriani, 2012).

Biosintesis dan sekresi susu

Proses sintesis dan sekresi susu sangat tergantung dari suplai prekursor ke sel susu untuk dikonversi menjadi air susu dan dikeluarkan dari kelenjar. Susu dibentuk dari material yang datang secara langsung dari darah, yang kemudian menghasilkan susu dengan perubahan konsentrasi. Perubahan ini membuktikan bahwa ada suatu proses yang unik dalam kelenjar susu, sehingga ada prekursor yang sebelumnya tidak terdapat dalam darah dapat ditemukan dalam susu dan sebaliknya seperti casein, whey, triasilgliserol dan laktosa (Rumetor, 2008).

(25)

Gambar 2. Biosintesis dan sekresi susu Sumber: Rumetor (2008).

(26)

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE)

Susu segar menurut Badan Standarisasi Nasional SNI nomor 3141.1:2011 didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing ternak sehat yang diperah dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun kecuali proses pendinginan dan tanpa mempengaruhi kemurniannya (BSN, 2011).

Tabel 4. Syarat mutu susu segar ternak ruminasia.

Karakteristik Minimum

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2011).

Tabel 5. Karakteristik komposisi kimia susu kambing Peranakan Etawah. Protein Lemak Berat Jenis Bahan Kering BKTL 3,25-4,61 4,18-6,26 1,0284-1,0327 12,99-15,5 8,64-9,8 3,22-3,96 5,39-7,18 1,0271-1,0284 14,37-16,8 8,96-9,52

4,02-7,04 2,95-6,84 9,56-13,14

5,804-6,274 1,0244-1,0364 14,625-15,043 8,821-8,769 5,987-6,981

2,83-6,67 3,57-6,353 1,0274-1,033 11,17-15,46 8,01-9,66 6,50-7,40

1,0290-1,0289 2,93-3,65 3,44-4,86 1,028-1,030

4,17-4,56 6,00-7,28 1,0295-1,0315 15,48-16,79 9,44-9,86 5,35-6,14 4,92-10,2 1,027-1,035 15,92-21,21 8,84-11,26

5,02-5,75 6,25-7,18 1,0273-1,0302 9,78-10,35

3,377-5,203 2,579-6,353 1,031-1,035 11,652-16,388 8,87-10,281

Sumber : Zakaria (2012), Asminaya (2007), Utari et al., (2012), Senjaya (2012), Ramadhan (2013), Sofriani (2012), Setyaningsih (2013), Setyaningsih (2013), Fitriyanto et al., (2013), Sukarini (2012), Rangkuti (2011), Pembayu (2013), Ayuningsih (2007), Zuriati

et al., (2011).

(27)

Despal, 2006). Menurut Fitriyanto et al., (2013) produksi dan kualitas susu dipengaruhi mutu genetik, umur induk, ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tata laksana yang diberlakukan pada ternak (perkandangan, pakan, dan kesehatan), kondisi iklim setempat, daya adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan.

Bahan Kering Susu

Semua komponen penyusun susu selain air disebut total bahan kering (Hanafi, 2007). Bahan kering terdiri dari butiran-butiran lemak (globula), laktosa, protein dan garam, kandungan tertinggi terdapat pada protein diikuti oleh lemak, laktosa dan mineral (Fitriyanto et al., 2013). Komponen bahan kering susu ini selain dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan juga dipengaruhi oleh kontaminasi mikroorganisme. Pada susu normal, kadar bahan keringnya mencapai 12% dan kandungan bahan kering tanpa lemak yang terkandung dalam susu normal adalah 8,6% (Hanafi, 2007).

(28)

bagian yaitu laktosa, fraksi N (NPN dan protein), dan mineral dan vitamin (Bath

et al., 1985; Suryahadi et al., 2003).

Menurut Adriani (2003) bahan kering susu kambing Peranakan Etawah sebesar 16,4%. Sofyan dan Sigit (1993) susu kambing dari daerah tropis cenderung tinggi total padatannya terutama lemak dan protein, namun total zat padat susu kambing daerah tropis berkorelasi dengan produksi susu, semakin tinggi produksi susu maka bahan kering susu semakin rendah. Kambing PE akhir laktasi cenderung menghasilkan produksi susu yang lebih rendah dan sebaliknya bahan kering yang tinggi (Pembayu, 2013).

Perubahan komponen susu termasuk bahan kering bergantung pada periode laktasi ternak tersebut, komposisi bahan kering, lemak, protein dan bahan kering tanpa lemak paling tinggi, yaitu dalam jangka waktu satu bulan setelah melahirkan dan perlahan berkurang pada bulan-bulan setelahnya (Zeng et al., 1997). Bahan kering susu ditentukan berdasarkan rumus Fleisman (Lukman et al., 2009) yaitu berdasarkan kadar lemak dan BJ susu. Oleh karena itu kadar BK susu sangat dipengaruhi terutama oleh kadar lemak sedangkan BJ dalam hal ini tidak terlalu berpengaruh.

Berat Jenis susu

(29)

Berat jenis merupakan besaran turunan yang diturunkan dari hasil bagi massa dan volumnya. Suatu ciri khas zat adalah berat jenisnya. Zat-zat yang jenisnya berbeda memiliki berat jenis yang berbeda. Selain itu perubahan BJ juga dipengaruhi oleh kandungan BKTL (bahan kering tanpa lemak) sedangkan pengaruh lemak relatif kecil karena berat jenisnya paling rendah (Zakaria, 2012). Berat jenis (BJ) susu merupakan parameter kualitas susu yang sangat diperlukan disamping kadar lemak susu. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan berat jenis susu adalah faktor komposisi susu itu sendiri, yang terdiri dari protein, lemak, laktosa, gas dan mineral dalam susu (Jaoven, 1981). Eckles et al., (1957) menyatakan bahwa perubahan berat jenis susu dipengaruhi berat jenis masing-masing komponen susu yaitu protein (1.346), lemak (0.93), laktosa (1.666) dan garam (4.12).

Berat jenis adalah massa dibagi volume atau gram/cm3, sedangkan berat spesifik adalah berat jenis zat dibandingkan dengan berat jenis air pada suhu yang sama. Abubakar (2000) menyatakan bahwa semakin bahan kering meningkat maka berat jenis dan viskositas akan meningkat. Muljana (1982) menyatakan bahwa rendahnya kadar protein susu akibat tingginya produksi susu, selain itu berat jenis tidak mengalami perbedaan yang nyata disebabkan kandungan protein yang sama. Berat jenis susu berbanding terbalik dengan kadar lemak susu dimana semakin tinggi komposisi kadar lemak susu semakin rendah berat jenis susu.

Tillman et al., (1986) dan Sauvan dan Morand, (1979) menyatakan bahwa ketersediaan karbohidrat mudah terlarut pada hijauan adalah rendah. Karena itu, suplementasi konsentrat yang mengandung campuran bahan-bahan sumber energi,

(30)

protein serta mineral (mikro dan makro) merupakan salah satu solusi untuk dapat meningkatkan produk fermentasi rumen yang pada giliran berikutnya dapat menyediakan nutrien yang cukup untuk pembentukan susu. Konsentrat dan hijauan dengan kandungan yang lengkap dan seimbang penghasil protein, lemak, karbohidrat dan mineral diharapkan bisa memenuhi kebutuhan produksi susu. Apabila bahan kering meningkat, nutrien yang tersedia untuk sintesis air susu juga akan meningkat. Selanjutnya, konsentrat berfungsi sebagai sumber karbohidrat mudah terlarut dan protein lolos degradasi, sehingga konsentrat dapat meningkatkan terbentuknya asam lemak atsiri (VFA) lebih banyak terutama asam propionat. Asam lemak tersebut merupakan bahan baku glikogen bagi induk. Hijauan sebagai bahan pembentuk lemak susu dan konsentrat pembentuk laktosa keduanya berbanding terbalik karena kandunganya yang berbeda, sedangkan protein dipengaruhi oleh genetik dibanding pakan dan lingkungan.

Protein susu dari induk kambing yang mendapat tambahan konsentrat cenderung lebih tinggi daripada kontrol, sehingga BJ air susu juga cenderung meningkat. Penyebab utama variasinya adalah kandungan lemaknya (Fox dan McSweeney, 1998). Semakin rendah kadar lemak maka berat jenisnya akan semakin tinggi. Parameter berat jenis susu dapat pula digunakan untuk mengetahui pemalsuan susu yang ditambahkan oleh susu skim, santan dan bahan-bahan lain yang tidak seharusnya ada pada susu murni.

Lemak Susu

(31)

penyusun lemak susu (98%), komponen lainnya yaitu terdiri atas monoasilgliserida, fosfolipid, kolesterol dan asam lemak nonesterifikasi. Komponen lemak umumnya mudah mengalami perubahan dengan adanya persentase perubahan pemberian hijauan (Sofriani, 2012), namun tidak pada pemberian hijauan yang muda dengan serat kasar yang rendah (Tillman, 1991). Meningkatnya produksi susu akan mengakibatkan menurunnya total solid dan lemak susu yang dihasilkan, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan distribusi zat makanan antara ternak yang memiliki produksi susu rendah dengan yang memiliki produksi susu tinggi (Wibowo et al., 2013).

Lemak susu merupakan komponen susu yang paling sensitif terhadap perubahan komposisi nutrien pada pakan ternak. Kadar lemak susu pada hewan ruminansia termasuk kambing, bergantung pada faktor intrinsik (spesies hewan, bangsa, gen, usia kehamilan dan periode laktasi) dan faktor ekstrinsik (lingkungan) (Sofriani, 2012). Kandungan lemak susu juga merupakan gambaran kebutuhan energi setiap ternak (Asminaya, 2007). Lemak susu juga merupakan komponen yang penting didalam susu, hal ini disebabkan: mempunyai arti ekonomis yang penting, mempunyai nilai gizi yang penting dilihat dari jumlah energi dan nutrien penting yang ada didalamnya dan lemak memegang peranan dalam menentukan rasa, bau dan tekstur (Zakaria, 2012).

(32)

didalam rumen yang kemudian diserap darah. Pakan berupa hijauan menghasilkan banyak asetat sebagai bahan baku sintesis lemak susu (Sodiq dan Abidin 2002).

Pada ruminansia, asetat dan beta-hidroxybutirat (BHBA) juga merupakan substrat utama ketersediaan prekursor pembentuk asam lemak susu (Rumetor, 2008). Asam asetat yang merupakan produk dari fermentasi makanan kasar didalam rumen merupakan prekursor utama pembentukan lemak susu (Asminaya, 2007). Proses sintesis dan sekresi susu sangat tergantung dari suplai prekursor ke sel susu, untuk dikonversi menjadi air susu dan dikeluarkan dari kelenjar dan ini dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Susu dibentuk dari material yang datang secara langsung dari darah, yang kemudian menghasilkan susu dengan perubahan konsentrasi. Selama biosintetis susu keterlibatan faktor hormon juga sangat penting seperti hormon prolaktin dan oxytocin (Rumetor, 2008). Selain itu peran enzim juga sangat penting seperti enzim xanthine oxidase yang berperan untuk pelepasan lemak susu dari apikal membran epitel sel mamari ke lumen alveolar (Utari et al., 2012).

Protein Susu

(33)

amino yang dapat merubah penampilan susu secara fisik dan kimia juga berpengaruh terhadap viskositas, karena sekitar 95% dari nitrogen pada susu berada dalam bentuk protein (Fitriyanto et al., 2013).

Pengaruh pakan terhadap kadar protein susu adalah kecil, sehingga tidak ada efek yang nyata. Kadar protein susu tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan, meskipun konsumsinya lebih tinggi. Variasi dalam kadar protein adalah lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar lemak susu, karena protein susu lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dibanding faktor lingkungan termasuk pakan (Zakaria, 2012). Sintesis protein susu ini dikontrol oleh gen, yang mengandung material genetik asam deoxiribonukleat (DNA) (Asminaya, 2007).

Asam amino akan diserap didalam usus halus kemudian dialirkan melalui darah dan akan masuk kedalam sel sekretori ambing kemudian akan disintesis menjadi protein susu (Utari, 2012). Asam amino yang diserap merupakan sumbangan protein mikroba rumen yang mencapai 40-80% (Sofriani, 2012). Sintesis protein susu berasal dari asam amino yang beredar dalam darah sebagai hasil penyerapan saluran pencernaan maupun hasil perombakan protein tubuh dan asam amino yang disintesis oleh sel epitel kelenjar susu. Prekursor pembentukan protein susu yang disintesis didalam kelenjar mamae adalah asam amino esensial dan asam amino non esensial yang berasal dari plasma darah. Selain itu glukosa dan beberapa sumber nitrogen diperlukan untuk sintesis asam amino di kelenjar

susu. Asam amino tersebut akan diubah menjadi casein, α-laktoglobulin dan β

(34)

Bahan kering tanpa lemak susu

Bahan kering tanpa lemak adalah semua komponen penyusun susu dikurangi lemak dan air. Bahan kering tanpa lemak ini dikenal banyak orang dengan sebutan susu skim (Hanafi, 2007). Kadar bahan kering susu merupakan gambaran dari kandungan komponen padat pada susu. Bahan kering tanpa lemak (BKTL) adalah komponen susu selain air dan lemak, dengan kata lain BKTL adalah bahan kering dikurangi kadar lemak (BKTL=BK - Lemak). Kadar BKTL meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar protein. Dengan kata lain kadar protein berkorelasi positif dengan kadar BKTL (Zakaria, 2012). Bahan kering tanpa lemak pada susu merupakan parameter yang dipakai untuk menentukan pengaruh lemak terhadap komposisi bahan kering susu (Ayuningsih, 2007).

Nilai sebenarnya dari kualitas susu adalah terletak pada kandungan BKTL susu yaitu bahan kering yang tertinggal setelah lemak susu dihilangkan (Tillman,

et al., 1986). Tidak terdapatnya perbedaan yang nyata dari kadar BKTL susu

(35)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan kambing perah Peranakan Etawah (PE) milik Bapak Yusuf yang berlokasi di Jalan Kapas Kec. Hamparan Perak Desa Klambir V, Medan. Analisis komposisi kimia susu dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan di bulan Juli-Oktober 2014.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Kambing Perah Peranakan Etawah (PE) sebanyak 6 ekor digunakan sebagai objek penelitian. Bahan pakan yang digunakan adalah sumber hijauan yaitu daun singkong dan bahan sumber konsentrat adalah dedak padi, ampas tahu dan bungkil kelapa. Air minum untuk memenuhi kebutuhan air yang diberikan secara adlibitum. Bahan kimia yang akan digunakan untuk analisis komposisi kimia susu adalah asam belerang, amylalkohol, kalium oksalat, phenolptalin, NaOH dan formalin.

Alat

(36)

sampel oleh masing-masing kambing yang diberi perlakuan. Plastik bening HDPE untuk menyimpan susu sebelum dianalisis. Freezer sebagai alat untuk menyimpan sampel yang akan dianalisis. Termometer ruangan digunakan untuk mengukur suhu harian. Untuk pengukuran kualitas susu digunakan alat butyrometer, buret, gelas ukur, laktodensimeter, sentrifuse, termometer, labu erlenmeyer, pipet volumetrik, pipet mohr dan penangas air. Alat untuk membersihakan kandang seperti sekop, sapu, cangkul dan penggaruk.

Metode Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) dengan 3 baris dan 3 kolom dengan 2 ulangan. Adapun perlakuan tersebut sebagai berikut :

P1 = Pakan hijauan daun singkong 100 %

P2 = Hijauan daun singkong 80% + Konsentrat 20% P3 = Hijauan daun singkong 60% + Konsentrat 40%

Model matematik percobaan yang digunakan adalah : Yijk = µ + αi + βj + τk + ∞ ijk

i = 1, 2, ..., r j = 1, 2, ..., r k = 1, 2, ...., r Keterangan :

Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j µ = nilai tengah umum

αi = tambahan akibat pengaruh acak pada baris ke-i

(37)

τk = tambahan akibat pengaruh perlakuan ke-k

∞ ijk = tambahan akibat acak galat percobaan dari perlakuan ke-k pada baris ke-

i dan kolom ke-j.

Mula-mula Pengacakan baris Pengacakan kolom

Perbedaan pemberian imbangan hijauan konsentarat dianalisis dengan metode analysis of variance (ANOVA).

SK db JK KT Fhit F tabel

Kambing yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 6 ekor dengan 2 sumber keragaman yaitu bobot badan sebagai baris dan umur sebagai kolom dan masa laktasi yang seragam pada bulan ke-1 laktasi. Pengacakan kambing dilakukan berdasarkan kolom dan baris sesuai jumlah perlakuan yang digunakan. Adaptasi perlakuan dilakukan selama 2 minggu dan pengambilan data dilakukan pada minggu ke-3.

(38)

Pemberian Air Minum

Air minum diberikan secara adlibitum setiap pagi hari. Air diganti setiap hari dan tempatnya dicuci dengan air bersih.

Persiapan dan Pemberian Perlakuan

Tabel 6. Komposisi zat gizi bahan pakan yang digunakan

Bahan Pakan BK Abu PK SK LK BETN TDN*

Tabel 7. Formulasi bahan pakan konsentrat

Bahan pakan Proporsi (%)

Ampas tahu 37,5

Dedak padi 37,5

B.kelapa 25,0

Total 100

Tabel 8. Kandungan zat gizi konsentrat

Bahan Pakan BK Abu PK SK LK BETN TDN (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) Konsentrat 100 10,90 18,92 16,99 5,43 47,73 55,82

Tabel 9. Komposisi bahan makanan yang digunakan dalam penelitian

Bahan Pakan 100% HDS* 80%HDS+20%K** 60%HDS+40%K

D. singkong 100 80 60

Konsentrat - 20 40

Total 100 100 100

(39)

Tabel 10. Kandungan zat-zat makanan pada perlakuan yang digunakan

Zat makanan 100% HDS 80%HDS+20%K 60%HDS+40%K

Bahan kering (%) 100 100 100

Protein kasar (%) 23,76 22,80 21,83 Serat kasar (%) 10,30 11,64 12,97

Abu (%) 5,83 6,85 7,86

Lemak kasar (%) 3,52 3,90 4,28

BETN (%) 56,56 54,80 53,03

TDN (%) 79,21 74,53 69,85

Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Bahan Pakan Ternak dan Formula Ransum Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara (2014).

Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 08:00 WIB dan pada sore hari pukul 16:00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan pada ternak kambing adalah 5% dari bobot badan dalam bentuk bahan kering (Yusmadi, 2008).

Persiapan Obat-obatan

Obat-obatan yang diberikan adalah obat cacing yang diberikan sewaktu penelitian dengan dosis 1 cc/kg bobot badan, jenis obat cacing yang dugunakan adalah valbazen. Sedangkan obat-obatan yang lain yang diberikan berdasarkan kebutuhan bila ternak nantinya ada yang sakit, misalnya Terramycin, Hematophan B12 (untuk meningkatkan nafsu makan).

Persiapan Kandang

(40)

masuk ke celah-celah lantai. Kandang dilengkapi dengan tempat makan dan tempat minum menggunakan ember plastik.

Pengambilan Sampel

Sampel susu dari masing-masing kondisi diambil sebanyak 250 ml lalu disimpan pada suhu antara 4-7 ºC untuk dilakukan analisis komposisi susu di laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan setiap bulan pada minggu terakhir dengan jumlah sampel 42 sampel tiap bulan yang dilakukan selama 3 bulan total ada 126 sampel selama penelitian yang akan dianalisis.

Parameter Penelitian Analisis Kualitas Susu

Sampel susu dari masing-masing kondisi diambil sebanyak 250 ml lalu disimpan pada suhu antara 4-7 ºC untuk dilakukan analisa komposisi susu yakni berat jenis, kadar bahan kering, kadar lemak, kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL) dan kadar protein.

Berat Jenis Susu

Penentuan berat jenis susu dapat dilakukan dengan laktodensimeter (Badan Standarisasi Nasional, 2011). Sebanyak 250 ml sampai 500 ml susu diukur ke dalam gelas ukur, kemudian dicelupkan laktodensimeter ke dalam gelas ukur pada suhu kamar (±27,2 ºC). Pengukuran berat jenis susu hanya dapat dilakukan setelah 3 jam dari waktu pemerahan atau bila suhu susu sudah terletak antara 20 sampai 30 ºC, karena pada kondisi ini susu telah stabil keadaannya.

(41)

Bahan Kering Susu

Bahan kering susu dapat diukur dengan rumus Fleischman (Badan Standarisasi Nasional, 2011 ), yaitu :

Bahan Kering = 1, 23F + 2,71 100 (BJ-1) BJ Keterangan : BJ = Berat jenis susu; F = Fat

Lemak Susu

Sampel susu diambil 50 ml per ekor kemudian disimpan di dalam freezer. Penentuan kadar lemak susu dilakukan dengan metode Gerber (Badan Standardisasi Nasional, 2011). Prosedurnya antara lain, ditambahkan 10,75 ml susu ke dalam butyrometer. Diambil sebanyak 10 ml asam belerang dengan konsentrasi 91-92%, kemudian dimasukkan ke dalam butyrometer. Ditambahkan 1 ml amylalkohol ke dalam butyrometer. Butyrometer ditutup dengan sumbat karet dan dikocok perlahan-lahan dengan membentuk angka delapan sampai zat-zat yang ada di dalam butyrometer tercampur secara homogen. Kemudian butyrometer diletakkan ke dalam penangas air dengan suhu 65-70 ºC selama 10 menit. Setelah itu, botol butyrometer tersebut disentrifuse dengan kecepatan 1200. putaran per menit. Butyrometer yang telah disentrifuse dimasukkan ke dalam pengangas air selama 5 menit. Setelah 5 menit, keluarkan sedikit demi sedikit penyumbat karet dari butyrometer tersebut untuk mendapatkan skala nol pada batas antara lemak dengan zat lainnya.

Protein Susu

(42)

terdiri atas 10 ml susu + 0.4 ml larutan kalium oksalat dan 3 tetes phenolptalin 1% yang ditempatkan didalam gelas beaker, dengan larutan NaOH sampai warna menjadi merah muda. Susu yang berubah warna tersebut ditambah 2 ml formalin 40% dan warna menjadi putih susu kembali. Campuran tersebut dititrasi kembali sampai timbul warna merah muda dan volume titrannya dicatat (a). Selanjutnya, dibuat blanko dengan mengganti contoh susu dengan aquadest dan dititrasi sampai warna merah muda. Volume titran dicatat (b).

Kadar protein (%) = (a – b) x 1,95 Keterangan : 1,95 = faktor protein untuk susu kambing

BKTL (Solid Non Fat)

Penentuan kadar BKTL dihitung dengan mengurangi kadar bahan kering dengan kadar lemaknya.

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lemak Susu

Rataan kadar lemak susu penelitian akibat perlakuan pada P0, P1 dan P2 berturut-turut adalah 3,570±0,027%; 3,42±0,107% dan 3,35±0,135%. Hasil tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) antar perlakuan. Tabel 11. Rataan kadar lemak susu kambing Peranakan Etawah (PE)

A Bulan

Keterangan : Huruf yang tidak berbeda pada nilai rataan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05).

(44)

Lemak susu (lipid) merupakan salah satu faktor yang menentukan harga susu, jumlah nutrien yang harus diberikan dan karakteristik fisik dan sensori dari susu yang diproduksi. Triasil gliserol merupakan bagian terbesar dari bahan penyusun lemak susu (98%), komponen lainnya yaitu terdiri atas monoasilgliserida, fosfolipid, kolesterol dan asam lemak nonesterifikasi. Pada ruminansia, asetat dan beta-hidroxybutirat (BHBA) juga merupakan substrat utama ketersediaan prekursor pembentuk asam lemak susu (Rumetor, 2008). Selama biosintetis susu keterlibatan faktor hormon juga sangat penting seperti hormon prolaktin dan oxytocin (Rumetor, 2008). Selain itu peran enzim juga sangat penting seperti enzim xanthine oxidase yang berperan pelepasan lemak susu dari apikal membran epitel sel mamari ke lumen alveolar (Utari et al., 2012).

(45)

persentase perubahan pemberian hijauan. Menurut Tillman et al., (1991) menyatakan bahwa pemberian hijuan akan meningkatkan kadar asetat sedangkan pemberian konsentrat akan meningkatkan propionat, yang mana asetat lebih mengarah ke lemak susu dan propionat ke arah produksi susu. Menurut Basya (1993) menyatakan bahwa pemberian konsentrat yang terlalu banyak tidak akan selalu dapat meningkatkan produksi susu dan kualitas susu.

Tingginya kadar lemak P0 dikarenakan produksi susu hasil perlakuan P0 lebih rendah secara nyata jika dibanding dengan perlakuan P1 dan P2 sehingga akan mempengaruhi distribusi komponen susu termasuk lemak susu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wibowo et al., (2013) yang menyatakan bahwa meningkatnya produksi susu akan mengakibatkan menurunnya total solid dan lemak susu yang dihasilkan, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan distribusi zat makanan antara ternak yang memiliki produksi susu rendah dengan yang memiliki produksi susu tinggi. Komposisi lemak susu akan semakin menurun karena pemberian konsentrat. Hal ini disebabkan kandungan protein yang cukup tinggi dalam konsentrat merupakan pemacu produksi asam propionat didalam rumen yang kemudian diserap di dalam darah. Pakan berupa hijauan akan menghasilkan banyak asetat didalam rumen sebagai bahan baku sintesis lemak susu (Sodiq dan Abidin 2002).

(46)

menyatakan bahwa pemberian rumput-rumput yang muda dengan serat kasar yang rendah tidak berpengaruh terhadap perubahan kadar lemak susu. Selain itu tidak adanya perbedaan yang nyata kadar lemak susu antar perlakuan dikarenakan kandungan serat kasar dalam ransum pada P0, P1 dan P2 yang hampir sama.

Pemberian berbagai imbangan hijauan daun singkong dengan konsentrat mampu menghasilkan kadar lemak susu yang masih sesuai dengan SNI nomor 3141.1:2011 yaitu minimal 3,0%. Data ini menunjukkan bahwa pemberian berbagai imbangan hijauan daun singkong dengan konsentrat tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar pelakuan terhadap kadar lemak susu.

Protein Susu

Rataan kadar protein susu penelitian akibat perlakuan pada P0, P1 dan P2 berturut-turut adalah 4,133±0,134%; 4,404±0,150% dan 4,662±0,157% . Hasil tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) antar perlakuan.

Tabel 12. Rataan kadar protein susu kambing Peranakan Etawah (PE) A Bulan

Keterangan : Huruf yang tidak berbeda pada nilai rataan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05).

(47)

penelitian Rangkuti (2011) yaitu dalam kisaran 4,17-4,56%, hasil penelitian Zakaria (2012) yaitu dalam kisaran 3,25-4,61%. Menurut Sofriani (2012) menyatakan bahwa pada umumnya, persentase jumlah dari protein susu ditentukan oleh tingkatan laktasi, komposisi pakan, jenis hewan, keturunan, musim dan kesehatan ambing. Namun hasil peneltian ini menunjukkan kadar protein kasar susu masih dalam kisaran normal karakteristik kambing PE dan masih sesuai dengan SNI susu segar. Menurut Zuriati et al., (2011) menyatakan bahwa karakteristik protein susu pada kambing PE yaitu dalam kisaran 3,377-5,203% dan hasil kadar protein kasar susu penelitian ini masih sesuai dengan Standar Nasional Indonesia nomor 3141.1:2011 yaitu minimal 3,0% (BSN, 2011)

(48)

faktor lingkungan termasuk pakan. Menurut Asminaya (2007) menyatakan bahwa sintesis protein susu ini dikontrol oleh gen, yang mengandung material genetik asam deoxiribonukleat (DNA) untuk proses transkripsi dan translasi didalam sel myoepitel pada alveolar.

Tidak adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan mungkin didukung oleh pengaruh lingkungan, hal ini karena selama penelitian ternak kambing perah diberi pakan komplit dengan komposisi nutrien yang relatif sama dan umur semua ternak dalam kisaran 2-3 tahun dengan dimulainya masa laktasi yang sama. Menurut Asminaya (2007) menyatakan bahwa kandungan protein susu bervariasi tergantung dari bangsa, produksi susu, tingkat laktasi, kualitas dan kuantitas makanannya dan kadar protein dalam ransum.

Asam amino akan diserap didalam usus kemudian dialirkan melalui darah dan akan masuk ke dalam sel sekretori ambing kemudian akan disintesis menjadi protein susu (Utari, 2012). Asam amino yang diserap merupakan sumbangan protein mikroba rumen yang mencapai 40-80% (Sofriani, 2012). Sintesis protein susu berasal dari asam amino yang beredar didalam darah sebagai hasil penyerapan saluran pencernaan maupun hasil perombakan protein tubuh dan asam amino yang disintesis oleh sel epitel kelenjar susu. Prekursor pembentukan protein susu yang disintesis didalam kelenjar mamae adalah asam amino esensial dan asam amino non esensial yang berasal dari plasma darah. Selain itu glukosa dan beberapa sumber nitrogen diperlukan untuk sintesis asam amino di kelenjar

susu. Asam amino tersebut akan diubah menjadi casein, α-laktoglobulin dan β

(49)

Protein susu merupakan 95% bagian dari total nitrogen pada susu. Umumnya, persentase jumlah dari protein susu ditentukan oleh tingkatan laktasi, komposisi pakan, jenis hewan, keturunan, musim dan kesehatan ambing. Protein susu tersusun atas kasein, whey, serum albumin dan imunoglubulin. Komposisi kasein berkisar dari 76% sampai 86% dari total protein susu, persentase tersebut umumnya tidak ditentukan oleh tingkatan laktasi dan komposisi pakan. Albumin dan immunoglobulin disintesis pada sel epithelial kelenjar susu dengan asam amino sebagai prekursor utamanya (Sofriani, 2012).

Pemberian berbagai imbangan hijauan daun singkong dengan konsentrat mampu menghasilkan kadar protein susu yang masih sesuai dengan SNI nomor 3141.1:2011 yaitu minimal 2,8%. Data ini menunjukkan bahwa pemberian berbagai imbangan hijauan daun singkong dengan konsentrat tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar pelakuan terhadap protein susu.

BKTL (Solid Non Fat)

Rataan kadar bahan kering tanpa lemak susu hasil penelitian akibat perlakuan pada P0, P1 dan P2 berturut-turut adalah 9,3825±0,122%, 9,6237±0,045% dan 9,6247±0,047%. Hasil tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) antar perlakuan.

Tabel 13. Rataan BKTL susu kambing Peranakan Etawah (PE). Bulan

(50)

Kadar bahan kering tanpa lemak susu hasil penelitian ini lebih rendah dibanding hasil penelitian Ayuningsih (2007) yaitu dalam kisaran 9,78-10,35%, namun beberapa hasil penelitian terdahulu sudah mendekati atau terdapat dalam kisarannya seperti hasil penelitian Zakaria (2012) yaitu dalam kisaran 8,64-9,8%, hasil penelitian Asminaya (2007) yaitu dalam kisaran 8,96-9,52%, hasil penelitian Utari et al.,(2012) dalam kisaran 9,56-13,14%, hasil penelitian Senjaya (2012) yaitu dalam kisaran 8,821-8,769%, hasil penelitian Sofriani (2012) yaitu dalam kisaran 8,01-9,66%, hasil penelitian Rangkuti (2011) yaitu dalam kisaran 9,44-9,86% dan hasil penelitian Pembayu (2013) yaitu dalam kisaran 8,84-11,26%.

Menurut Zuriati et al., (2011) karakteristik bahan kering tanpa lemak susu pada kambing PE yaitu dalam kisaran 8,873-10,281% dan hasil kadar bahan kering tanpa lemak penelitian ini masih sesuai dengan Standar Nasional Indonesia nomor 3141.1:2011 yaitu minimal 7,8% (BSN, 2011). Bahan kering tanpa lemak pada susu merupakan parameter yang dipakai untuk menentukan pengaruh lemak terhadap komposisi bahan kering susu (Ayuningsih, 2007).

(51)

meningkatnya kadar protein. Dengan kata lain kadar protein berkorelasi positif dengan kadar BKTL. Menurut Sudono (1983) menyatakan bahwa tidak terdapatnya perbedaan yang nyata dari kadar BKTL susu sejalan dengan keadaan dimana kadar protein dan laktosa susu tidak berbeda. Hal ini disebabkan karena BKTL susu ditentukan oleh komponen protein (kasein dan albumin) dan laktosa, disamping vitamin-vitamin, enzim-enzim dan mineral susu. Menurut French (1980) dan Larson (1985) kandungan BKTL susu jauh lebih kecil variasinya dibandingkan dengan variasi kandungan lemak susu.

Nilai sebenarnya dari kualitas susu adalah terletak pada kandungan BKTL Susu (Tillman et al., 1986). Pemberian berbagai imbangan hijauan daun singkong dengan konsentrat mampu menghasilkan BKTL yang masih sesuai dengan SNI nomor 3141.1:2011 yaitu minimal 7,8%. Data ini menunjukkan bahwa pemberian berbagai imbangan hijauan daun singkong dengan konsentrat tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar pelakuan terhadap BKTL susu.

Berat Jenis Susu

Rataan berat jenis susu penelitian akibat perlakuan pada P0, P1 dan P2 berurutan adalah 1,03263±0,0005; 1,03371±0,0001 dan 1,03378±0,0002. Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05) antar perlakuan.

Tabel 14. Rataan berat jenis susu kambing Peranakan Etawah (PE). A Bulan

(52)

Berat jenis susu hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu seperti penelitian Zakaria (2012) yaitu dalam kisaran 1,0284– 1,0327, hasil penelitian Asminaya (2007) yaitu dalam kisaran 1,0271-1,0284, hasil penelitian Fitriyanto et al.,(2013) yaitu dalam kisaran 1,0290-1,0289, hasil penelitian Sukarini (2012) yaitu dalam kisaran 1,0280–1,030 dan hasil penelitian ini juga masih terdapat dalam kisaran penelitian terdahulu seperti penelitian Senjaya (2012) yaitu dalam kisaran 1,0244-1,0364, hasil penelitian Sofriani (2012) yaitu dalam kisaran 1,0274-1,033 dan hasil penelitian Ayuningsih (2007) yaitu dalam kisaran 1,0273-1,0302.

Menurut Zuriati et al., (2011) karakteristik BJ susu kambing PE adalah dalam kisaran 1,031-1,035. Sedangkan menurut Edelsten (1988) yaitu bahwa berat jenis susu kambing bervariasi antara 1.0260 sampai 1.0420 dan hasil ini masih sesuai dengan SNI mutu susu segar yaitu minimum 1,0270 (BSN, 2011).

(53)

Hasil analisis ragam terhadap protein kasar menunjukkan nilai P2 dan P1 yang paling tinggi lebih unggul dibanding P0 yaitu berturut-turut unggul 11,34% dan 6,15%. Untuk lemak susu tidak begitu berpengaruh terhadap BJ susu walaupun nilai P0 paling unggul dibanding P2 dan P1. Bahan kering dan bahan kering tanpa lemak susu walaupun tidak berbeda nyata tetapi P2 dan P1 lebih unggul dibanding P0 sehingga akibat dari komponen ini maka BJ secara nyata mempengaruhi BJ susu. Menurut Eckles, et al. (1957) menyatakan bahwa perubahan berat jenis susu dipengaruhi berat jenis masing-masing komponen susu yaitu protein (1.346), lemak (0.93), laktosa (1.666) dan garam (4.12).

Berat jenis susu menunjukkan imbangan komponen zat-zat pembentuk didalamnya dan sangat dipengaruhi oleh kadar lemak dan bahan kering tanpa lemak yang tidak lepas dari pengaruh makanan dan kadar air didalam susu (Eckles

et al., 1984). Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan berat jenis susu adalah

faktor komposisi susu itu sendiri, yang terdiri dari protein, lemak, laktosa, gas dan mineral dalam susu (Eckles et al., 1957). Selain itu perubahan BJ juga dipengaruhi oleh kandungan BKTL (bahan kering tanpa lemak) sedangkan pengaruh lemak relatif kecil karena berat jenisnya paling rendah (Zakaria, 2012). Abubakar (2000) menyatakan bahwa semakin bahan kering meningkat maka berat jenis dan viskositasakan meningkat.

(54)

Muljana (1982) menyatakan bahwa berat jenis susu berbanding terbalik dengan kadar lemak susu dimana semakin tinggi kadar lemak susu semakin rendah berat jenis susu. Tillman et al., (1986) dan Sauvan dan Morand Fehr (1979) menyatakan bahwa ketersediaan karbohidrat mudah terlarut pada hijauan adalah rendah. Karena itu, suplementasi konsentrat yang mengandung campuran bahan-bahan sumber energi, protein serta mineral (mikro dan makro) merupakan salah satu solusi untuk dapat meningkatkan produk fermentasi rumen yang pada giliran berikutnya dapat menyediakan nutrien yang cukup untuk pembentukan susu. Konsentrat dan hijauan dengan kandungan yang lengkap dan seimbang penghasil protein, lemak, karbohidrat dan mineral diharapkan bisa memenuhi kebutuhan produksi susu.

Berat jenis merupakan besaran turunan yang diturunkan dari hasil bagi massa dan volumnya. Suatu ciri khas zat adalah berat jenisnya. Zat-zat yang jenisnya berbeda memiliki berat jenis yang berbeda. Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air (Zakaria, 2012). Berat jenis adalah massa di bagi volume, sedangkan berat spesifik adalah berat jenis zat dibandingkan dengan berat jenis air pada suhu yang sama. Parameter berat jenis susu dapat pula digunakan untuk mengetahui pemalsuan susu yang ditambahkan oleh susu skim, santan dan bahan-bahan lain yang tidak seharusnya ada pada susu murni.

(55)

Bahan Kering Susu

Semua komponen penyusun susu selain air disebut total bahan kering (Hanafi, 2007). Rataan berat bahan kering susu penelitian akibat perlakuan pada P0, P1 dan P2 berturut -turut adalah 12,9516±0,143%; 13,0475±0,148% dan 12,9771±0,159%. Hasil ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) antar perlakuan.

Tabel 15. Rataan bahan kering susu kambing Peranakan Etawah (PE). Bulan

Keterangan : Huruf yang tidak berbeda pada nilai rataan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05).

Bahan kering susu hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu seperti Asminaya (2007) yaitu sekitar 14,37-16,8%, hasil penelitian Senjaya (2012) yaitu sekitar 14,625-15,043%, hasil penelitian Rangkuti (2011) yaitu sekitar 15,48-16,79% dan hasil penelitian Pembayu (2013) yaitu sekitar 15,92-21,21%. Namun ada beberapa perbandingan hasil penelitian terdahulu yang masuk dalam hasil penelitian ini seperti hasil penelitian Zakaria (2012) yaitu sekitar 12,99-15,5% dan hasil penelitian Sofriani (2012) yaitu sekitar 11,17-15,46%. Menurut Zuriati et al., (2011) karakteristik bahan kering susu kambing PE adalah dalam kisaran 11,652 -16,388%. Hasil ini masih sesuai dengan SNI syarat mutu susu segar yaitu minimum 1,0270 (BSN, 2011).

(56)

data bahan kering ini menggunakan rumus Fleisman yaitu berdasarkan kadar lemak dan BJ susu. Oleh karena itu kadar bahan kering susu sangat dipengaruhi terutama oleh kadar lemak sedangkan BJ dalam hal ini tidak terlalu berpengaruh (Lukman et al., 2009).

Bahan kering P2 dan P1 secara numerik lebih tinggi jika dibandingkan dengan P0 hal ini dikarenakan efek dari pemberian berbagai imbangan hijauan dan konsentrat sehingga akan memberikan penampilan kualitas makanan yang berbeda pula dan pada akhirnya akan mempengaruhi fermentasi didalam rumen serta zat-zat yang tersedia di usus halus untuk bahan baku pembentukan komponen susu di ambing. Menurut Hanafi (2007) yang menyatakan bahwa komponen bahan kering susu dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan. Pada susu normal, kadar bahan keringnya mencapai 12%.

(57)

Tidak terdapatnya secara nyata antar perlakuan terhadap bahan kering mungkin dikarenakan komposisi susu itu sendiri seperti lemak susu, protein susu serta BKTL susu yang secara statistik tidak berbeda nyata pula, selain itu faktor ternak pada masa laktasi juga sangat mempengaruhi, selama penelitian ternak yang digunakan adalah ternak dengan masa laktasi yang pertama semua. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zeng et al., (1997) yang menyatakan bahwa perubahan komponen susu termasuk bahan kering bergantung pada periode laktasi ternak tersebut, komposisi bahan kering, lemak, protein dan bahan kering tanpa lemak paling tinggi, yaitu dalam jangka waktu satu bulan setelah melahirkan dan perlahan berkurang pada bulan-bulan setelahnya.

Pemberian berbagai imbangan hijauan daun singkong dengan konsentrat mampu menghasilkan bahan kering susu yang masih sesuai dengan SNI nomor 3141.1:2011 yaitu minimal 7,8%. Data ini menunjukkan bahwa pemberian berbagai imbangan hijauan daun singkong dengan konsentrat menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antar pelakuan terhadap bahan kering susu.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Tabel 16. Data rekapitulasi nilai lemak, protein, solid non fat, berat jenis dan bahan kering susu kambing Peranakan Etawah.

(58)

Berdasarkan rekapitulasi hasil penelitian dapat diperoleh bahwa secara statistik tidak ada pengaruh yang nyata antar perlakuan terhadap rataan lemak susu (P>0,05), namun secara numerik rataan lemak susu pada perlakuan P0 adalah yang paling tinggi yaitu 3,570±0,027% selanjutnya diikuti oleh P1 3,424±0,107% dan P2 3,353±0,135%. Rataan protein susu secara statistik tidak ada pengaruh yang nyata antar perlakuan (P>0,05), namun secara numerik rataan protein susu pada perlakuan P2 adalah yang paling tinggi yaitu 4,662±0,157% selanjutnya diikut i oleh P1 4,404±0,150% dan P0 4,133±0,134%. Rataan solid non fat secara statistik tidak ada pengaruh yang nyata antar perlakuan (P>0,05), namun secara numerik rataan solid non fat susu pada perlakuan P2 adalah yang paling tinggi yaitu 9,6247±0,047% selanjutnya diikuti oleh P1 9,6237±0,045% dan P0 9,3825±0,122%.

(59)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Peningkatan pemberian hijauan berpengaruh secara nyata terhadap berat jenis susu, namun tidak secara nyata terhadap protein, bahan kering, BKTL dan lemak susu kambing Peranakan Etawah.

Saran

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Triyanftini, R. Sunarlim, H. Setiyanto, dan Nurjannah. 2000. Pengaruh Suhu dan Waktu Pasteurisasi terhadap Mutu Susu Selama

Penyimpanan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 6(1):45-50.

Adriani. 2003. Optimalisasi produksi anak dan susu kambing Peranakan Etawah

dengan superovulasi dan suplementasi Zn. Disertasi. Programam

Pascasarjana IPB, Bogor.

Antari, R dan U. Umiyasih 2009. Pemanfaatan Tanaman Ubi Kayu Dan

Limbahnya Secara Optimal Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Loka

Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan, Grati, Pasuruan 67184.

Asminaya, N. S. 2007. Penggunaan Ransum Komplit Berbasis Sampah Sayuran

Pasar Untuk Produksi Dan Komposisi Susu Kambing Perah. Disertasi.

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ayuningsih, B. 2007. Pengaruh Penggunaan Bungkil Biji Kapuk Terhadap Kualitas Dan Kandungan Asam Siklopropenat Susu Kambing Perah

Peranakan Etawah. Skripsi. Universitas Padjadjaran Fakultas

Peternakan, Sumedang.

Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia (SNI) 3141.1:2011, Susu Segar. Departemen Pertanian, Jakarta.

Basya , S. 1993. Perimbangan Optimal Hijauan Dan Konsentrat Dalam Ransum

Sapi Perah Laktasi. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Bath, D. L., F. N. Dickinson, H. A. Tucker & R. D. Applemen. 1985. Dairy

cattle:Principles, Pactices, Problems, Profits. 3rd ed. Lea & Febiger.

Philadelphia.

Christiyanto, M., M. Soejono., R. Utomo., H. Hartadi., dan B. P. Widyobroto. 2003. The Nutrient Digestibility of Different Protein Energy Precursor

Rations In Dairy Cattle Fed on a Basal Diet of King Grass. Fakultas

Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Dinas Peternakan Jawa Barat. 2013. Kondisi Lahan Pangonan Di Jawa Barat

SaatIni,

Akses Pada Tanggal 04 Maret 2014).

(61)

Eckles CH, Coms WR, Macy H. 1984. Milk and Milk Product Ed ke-4. Denvile Illinois : The Mac Graw Hill Publisher Inc.

Eckles, C.H., W.B. Conb and H. Macy. 1979. Milk and Milk Product. Mc Grow Hill Book Company, Inc. New York.

Edelsten D. 1988. Composition of Milk. Di dalam : Cross HR dan Overby AJ (Editor), Meat Science, Milk Science and Technology. Illinois : Interstate Publishing Inc.

Fitriyanto., T. Y. Astuti dan S. Utami., 2013. Kajian Viskositas Dan Berat Jenis Susu Kambing Peranakan Etawa (PE) Pada Awal, Puncak Dan Akhir

Laktasi. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral Soedirman,

Purwokerto.

Fox PF, McSweeney PLH. 1998. Dairy Chemistry and Biochemistry. Londo (GB): Blackie.

French, M.H. 1980. Observations on The Goat. FAO Agricultural studies no.80. Rome.

Hanafi, M. 2007. Pengaruh Mastitis Terhadap Kadar Total Bahan Kering Dan

Bahan Kering Tanpa Lemak Susu Di Unit Peternakan Kutt Suka

Makmur Grati. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan

Universitas Brawijaya, Malang.

Haryanti, N. W., 2009. Kualitas Dan Kecukupan Nutrisi Sapi Simental Di

Peternakan Mitra Tani Andini. Kelurahan Gunungpati, Kota Semarang.

Hutchison C. F., 2002. Dry Cow Management. (http://www.lsuagcenter.com /NR/rdonlyres/2B8694D3-AB5E-4BA4-8079-BB623EDBF988/9092/ drycowmanagement.pdf, Di akses pada tanggal 03 Maret 2014.

Hayuningtyas, A. I., 2007. Karakteristik Morfometri Ukuran dan Bentuk Tubuh Kambing Peranakan Etawah Pada Kelompok Umur di Koperasi Daya

Mitra Primata. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas

Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kawas, J. R., J. Lopes., D. L. Danelon dan C. D. Lu, dalam (Tufarelli et al., 2008). 1991. Influence of foarege to Concentarte Rations On Intake,

Digestibility, Chewing and Milk Production of Dairy Goats. Small

Ruminant Research 4-11-18.

Kusumaningrum B, I., 2009. Kajian Kualitas Ransum Kambing Peranakan

Ettawa Di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Ruminansia Kendal.

Gambar

Tabel 1. Komposisi nutrien daun singkong
Gambar 1 : Daun singkong
Tabel 2. Kebutuhan nutrien kambing
Tabel 3. Kebutuhan Tambahan Untuk Produksi Susu Per Pound Dilihat Dari Persentase Lemak (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apakah Petugas Guest Relations Officer mampu menjalin kerjasama yang baik dalam menangani tamu VIP/ VVIP.. Apakah Petugas Guest Relations Officer mampu menjalin kerjasama

Studi Evaluasi Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (Ppkab) Sebagai Kawasan Pariwisata Edukasi ( Edutourism ).. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

keseluruhan gen itu untuk menyingkirkan atau mengidentifikasi semua kemungkinan kelainan yang ada.Yang paling mungkin dilakukan adalah kedua pasangan sama-sama berusaha

Banyak ilmuwan melihat bahwa penyebab utama kerusakan terumbu karang adalah manusia (anthropogenic impact), misalnya melalui kegiatan tangkap lebih

Kontrak No : 060 / P4M I DPPM 1 L3311 193 I BBI / 1993 Tanggal 26 Mei 1993 Bersumber dari dana pinjaman Bank Dunia1. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian

Konsumen memperoleh kepuasan (daya guna total) maksimum pada titik keseimbangan yaitu titik singgung antara garis kendala anggaran dengan kurva indiferensi tertinggi yang

Faktor orang yang dianggap penting yaitu orang tua, perlu pengawasan terhadap remaja jika kurangnya pengawasan dapat meningkatkan sikap seksual pranikah yang tidak

Tesis Pengaruh Variabel-Variabel Pelayanan Perpajakan ..... ADLN - Perpustakaan