• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Proses, Faktor Penyebab, Serta Tantangan Penganut Paham Ateisme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Proses, Faktor Penyebab, Serta Tantangan Penganut Paham Ateisme"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

Rekonstruksi 1 data 1

Ateis bentuk ketidakpercayaan terhadap Tuhan, bukan bentuk kepercayaan baru W1.A.P.21032016.J2

1

Pengertian ateis bukanlah percaya bahwa tidak percaya adanya Tuhan W1.A.P.21032016.J4

1

4 kategori yang meliputi konsep ketuhanan, agnostik, nostik, ateis agnostik, ateis nostik W1.A.P.21032016.J6

1

Subjek merupakan ateis agnostik W1.A.P.21032016.J10 2 Subjek merupakan ateis agnostik W1.A.P.21032016.J12 Subjek tidak merasa benci ataupun suka dengan

kehadiran Tuhan yang diklaim kaum beragama, tapi bukan berarti subjek percaya Tuhan itu ada

W1.A.P.21032016.J14

1

2 Deteachment

Subjek tidak merasa benci ataupun suka dengan kehadiran Tuhan yang diklaim kaum beragama, tapi bukan berarti subjek percaya Tuhan itu ada

W1.A.P.21032016.J14

1

Subjek sempat merasa tidak suka atau benci dengan kehadiran Tuhan W1.A.P.21032016.J16

1

Subjek merasa Tuhan yang dipercaya kaum beragama hanya menjadikan manusia dan dunia sebagai alat untuk menyenangkan hati-Nya W1.A.P.21032016.J22

Ritual agama hanyalah budaya W1.A.P.21032016.J30 2 Ritual keagamaan hanya menjadi budaya untuk

memberikan kenyamanan terhadap umatnya W1.A.P.21032016.J34

Orang tua mengajarkan agama pada subjek. Tetapi subjek penasaran dengan konsep agama yang diberikan sehingga muncul pertanyaan yang mulai meragukan subjek

W1.A.P.21032016.J82

1

Berbagai pertanyaan yang meragukan subjek mulai muncul tetapi subjek tidak meneruskan pertanyaannya W1.A.P.21032016.J84

1

Subjek merasa berdosa meragukan Tuhan W1.A.P.21032016.J86

2

Subjek merasa bedosa dan bersalah telah meragukan Tuhan W1.A.P.21032016.J88

Subjek merasa ada setan yang mempengaruhi. Semakin besar subjek, peran orang tua semakin hilang

W1.A.P.21032016.J90

(2)

3 Doubt

Ada pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan sosial yang berkaitan dengan tindakan buruk kaum beragama yang membuat subjek berfikir untuk meninggalkan agamanya W1.A.P.21032016.J52

1

Pertanyaan subjek mengenai agama terhenti sampai pada masalah sosial yang berkaitan dengan tindakan kaum beragama saja W1.A.P.21032016.J54

1

Setelah subjek mengenal internet, pertanyaan soal keraguan terhadap tuhan mulai muncul kembali W1.A.P.21032016.J96

1 1

4 dissociation Subjek merasa bebas dari yang membelenggu dia selama ini W1.A.P.21032016.J110

1

5 declaration

Subjek merupakan ateis agnostik W1.A.P.21032016.J10 2 Subjek merupakan ateis agnostik W1.A.P.21032016.J12 Subjek mulai merasa tidak nyaman ketika melakukan ritual keagamaan W1.A.P.21032016.J108

1

Subjek memutuskan untuk menjadi ateis ketika awal masuk kuliah,subjek merasa tidak nyaman ketika segala sesuatu dibuat manusia mengatasnamakan Tuhan W1.A.P.21032016.J20

2

Subjek memutuskan untuk menjadi ateis sewaktu kuliah W1.A.P.21032016.J112

6 Orang tua dan cara asuh

Orang tua mengajarkan agama pada subjek. Tetapi subjek penasaran dengan konsep agama yang diberikan sehingga muncul pertanyaan yang mulai meragukan subjek

W1.A.P.21032016.J82

1

Orang tua tetap mengingatkan sholat W1.A.P.21032016.J92

2

Sampai sekarang orang tua masih mengingatkan sholat W1.A.P.21032016.J94

Subjek memilih untuk menjadi ateis bukan karena didikan orang tua W1.A.P.21032016.J130

1

7 Perkembangan sains

Subjek mendapatkan informasi dari internet, dan subjek juga merupakan seorang ateis agnostik

W1.A.P.21032016.J8

1

Setelah subjek mengenal internet, pertanyaan soal keraguan terhadap tuhan mulai muncul kembali W1.A.P.21032016.J96

1

Informasi yang diberikan oleh internet semakin menguatkan keraguan subjek terhadap Tuhan W1.A.P.21032016.J98

Subjek mendapatkan informasi dari internet, dan subjek juga merupakan seorang ateis agnostik

W1.A.P.21032016.J8

1

Subjek mendapatkan sumber informasi berkaitan dengan keagamaan atau perilaku orang beragama melalui artikel, dll W1.A.P.21032016.J42

1

Subjek juga membaca buku tentang ateis W1.A.P.21032016.J100

1

(3)

Didalam buku yang dia baca, dijelaskan mengenai konsep agama dan tuhan W1.A.P.21032016.J102

1

Subjek memutuskan untuk menjadi ateis ketika awal masuk kuliah,subjek merasa tidak nyaman ketika segala sesuatu dibuat manusia mengatasnamakan Tuhan W1.A.P.21032016.J20

1

Merasa tidak menyukai agama dan Tuhan karena perilaku sebagian umatnya yang buruk

W1.A.P.21032016.J24

1

Subjek merasa kecewa terhadap agama yang ada W1.A.P.21032016.J26

3

Subjek merasa kecewa terhadap orang yang menganut agama W1.A.P.21032016.J28

Ada pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan sosial yang berkaitan dengan tindakan buruk kaum beragama yang membuat subjek berfikir untuk meninggalkan agamanya W1.A.P.21032016.J52

2

Pertanyaan subjek mengenai agama terhenti sampai pada masalah sosial yang berkaitan dengan tindakan kaum beragama saja W1.A.P.21032016.J54

Kekecewaan terhadap agama W1.A.P.21032016.J58 Subjek tidak menyukai perdebatan yang dilakukan orang beragama karena merujuk pada makian

W1.A.P.21032016.J106

1

10 Tantangan yang dihadapi

Subjek tidak berani terbuka terhadap orang tua W1.A.P.21032016.J122

2

Terbuka terhadap orang tua merupakan sesuatu yang gila W1.A.P.21032016.J124

Subjek takut orang tuanya merasa marah dan kecewa W1.A.P.21032016.J126

2

Subjek takut orang tuanya menyalahkan diri sendiri W1.A.P.21032016.J128

Subjek akan mengalami hambatan menjadi seorang ateis ketika datang ke lingkungan baru

W1.A.P.21032016.J134

1

Kaum ekstrimis pernah menjauhi subjek W1.A.P.21032016.J138

(4)

Rekonstruksi 1 data 2

No Analisa

tematik Analisa dan koding

Jumlah kemunculan

1 Detachment

Subjek mulai ragu dengan tuhan ketika masih smp

W2.A.P.06062016.J2

2

Orang tua mengajarkan agama sejak subjek kecil dan membuat subjek penasaran dan bertanya mengenai tuhan dan ketika masuk smp subjek bertanya mengenai tuhan karen mulai ragu dengan eksistensi tuhan

W2.A.P.06062016.J4

1

Subjek tidak tahu apa gunanya ajaran agama yang diajarkan orang tua mengenai agama, melakukan ritual agama dll, membuat subjek bertanya dan penasaran W2.A.P.06062016.J6

1

Banyak pertanyaan subjek yang tidak dapat dijawab oleh agama seperti tuhan darimana,

bagaimana bentuk tuhan, menurut subjek agama bertolak belakang dengan ilmu pengetahuan W2.A.P.06062016.J10

1

Subjek tetap menjalankan ritual agama, subjek hanya sebatas ragu dengan agama dan belum menjadi ateis W2.A.P.06062016.J18

1

Subjek merasa takut, merasa bersalah, dan merasa berdosa ketika subjek meragukan tuhan pada saat smp

W2.A.P.06062016.J24

1

Subjek berusaha menghilangkan keraguannya terhadap tuhan, tetapi subjek tetap berusaha dan tetap mencari jawaban atas keraguannya

W2.A.P.06062016.J26

1

Subjek mencari jawaban atas keraguannya dari berbagai

sumber seperti membaca berbagai artikel mengenai tuhan dan agama, berdiskusi dengan orang

1

(5)

lain, dan akhirnya menyimpulkan data yang dia punya berdasarkan asumsinya sendiri

W2.A.P.06062016.J30

Pada saat smp, subjek menjadi semakin ragu terhadap tuhan W2.A.P.06062016.J34

2 Doubt

Berbagai logika yang diberikan ilmu pengetahuan memberikan alasan yang jelas mengapa subjek semakin ragu dengan agama W2.A.P.06062016.J16

1

Subjek banyak membaca artikel, melihat berbagai macam tindakan orang islam yang selalu

mengatasnamakan tuhan

membuat subjek semakin setuju dengan pandangan ilmu

pengetahuan dan membuat subjek semakin ragu

W2.A.P.06062016.J22

1

Ilmu pengetahuan memberikan pandangan yang masuk akal mengenai segala sesuatu terjadi, sedangkan agama memberikan pandangan yang sulit diterima akal sehat, hal ini membuat subjek menolak ajaran agama W2.A.P.06062016.J36

1

Pandangan ilmu pengetahuan yang masuk akal merupakan alasan subjek menjadi ragu terhadap tuhan dan agama W2.A.P.06062016.J38

1

Karena subjek tidak menjalankan ritual agama lagi, subjek terpaksa menghindar dan sembunyi-sembunyi dari orang lain karena pahamnya dan memakai topeng agama W2.A.P.06062016.J46

1

Subjek terpaksa menjalankan ritual agama yang tidak disetujuinya jika berada dilingkungan keluarga W2.A.P.06062016.J48

1

Subjek merasa canggung ketika ditanya orang lain mengapa dia

(6)

ditanya mengenai dirinya yang tidak menjalankan solat dll W2.A.P.06062016.J54

3 dissociation

Ketika sma, subjek sudah jauh dan terpisah dari agama yang dianutnya sebelumnya W2.A.P.06062016.J58

1

Subjek merasa bebas dari ajaran agama yang membelenggu dia selama ini W2.A.P.06062016.J62

2

Subjek merasa bebas dari apa yang selama ini dia imani, dan subjek tidak merasa takut dan berdosa lagi

W2.A.P.06062016.J64

1

Subjek merasa bebas dari tuhan serta ajaran agama

W2.A.P.06062016.J66

Subjek belum menjadi seorang ateis, tetapi sudah menganggap kalau islam bukan merupakan paham yang benar

W2.A.P.06062016.J68

1

Pada saat itu subjek masih berpikir bahwa tuhan itu ada, tetapi subjek tidak menanamkan ajaran islam seperti sebelumnya didirinya, subjek sudah terlepas dari agama islam

W2.A.P.06062016.J70

1

Subjek merasa bebas melakukan apa saja asalkan tidak merugikan orang lain. Subjek hidup dijalan humanis, berbuat baik dan menolong sesama

W2.A.P.06062016.J72

1

Subjek tidak memiliki acuan atau pedoman hidup, menjalankan hidup berdasarkan apa yang dia pikirkan dan dia rasakan

W2.A.P.06062016.J76

1

(7)

4 transision

Subjek mencari orang-orang yang sepaham dengan subjek melalui media sosial dan menemukan sebuah komunitas ateis di jaringan sosial facebook W2.A.P.06062016.J86

1

Subjek beranggapan bahwa akan sulit menemukan orang-orang yang sepaham dengan subjek dan beranggapan bahwa ateis

merupakan paham yang sama dengan yang dipikirkan subjek W2.A.P.06062016.J88

1

Pada saat bergabung, subjek belum menjadi seorang ateis, hanya saja punya pemikiran yang sama dengan orang ateis

W2.A.P.06062016.J92

Subjek memandang postif orang ateis yang berada didalam komunitas, menurut subjek, mereka memberikan setiap penjelasan tidak dari satu sudut pandang W2.A.P.06062016.J102

1

Subjek merasa nyaman berada didalam komunitas tersebut, karena merasa mempunyai pertanyaan yang sama, asumsi yang sama, dan jawaban yang sama W2.A.P.06062016.J106

1

5 declaration

Subjek memutuskan menjadi seorang ateis waktu kuliah,karena banyak membaca artikel

mengenai tuhan, agama dan ateis. Subjek memutuskan untuk

Orang tua mengajarkan agama sejak subjek kecil dan membuat subjek penasaran dan bertanya mengenai tuhan dan ketika masuk smp subjek bertanya mengenai tuhan karen mulai ragu dengan eksistensi tuhan

W2.A.P.06062016.J4

(8)

7 Perkembangan sains

Menurut subjek, ilmu

pengetahuan memberikan alasan kenapa segala sesuatu bisa terjadi, sedangkan agama tidak menyajikan hal yang seperti itu, agama hanya terfokus pada apa yang disampaikan tuhan W2.A.P.06062016.J14

1

Subjek banyak membaca artikel, melihat berbagai macam tindakan orang islam yang selalu

mengatasnamakan tuhan

membuat subjek semakin setuju dengan pandangan ilmu

pengetahuan dan membuat subjek semakin ragu

W2.A.P.06062016.J22

1

Ilmu pengetahuan memberikan pandangan yang masuk akal mengenai segala sesuatu terjadi, sedangkan agama memberikan pandangan yang sulit diterima akal sehat, hal ini membuat subjek menolak ajaran agama W2.A.P.06062016.J36

Subjek banyak membaca artikel, melihat berbagai macam tindakan orang islam yang selalu

mengatasnamakan tuhan

membuat subjek semakin setuju dengan pandangan ilmu

pengetahuan dan membuat subjek semakin ragu

W2.A.P.06062016.J22

1

Menurut subjek, orang beragama banyak yang munafik dan tidak menunjukkan kebaikan yang diajrakan agama

W2.A.P.06062016.J82

1

(9)

Rekonstruksi 1 data 3

Subjek tidak menjalakan ritual agama ketika mulai ragu dengan eksistensi tuhan

W3.A.P.12062016.J22

1

2 Perkembangan sains

Banyak faktor yang membuat keraguan subjek semakin dalam, dari membaca, melihat

perdebatan soal agama, dan subjek setuju dengan gaya berfikir ilmu pengetahuan dalam memandang dunia

W3.A.P.12062016.J2

1

Ilmu pengetahuan memberikan logika yang dapat diterima dan masuk akal W3.A.P.12062016.J4

1

Menurut subjek, suatu teori, klaim itu memerlukan bukti yang kuat, dan alasan alasan yang logis, agama tidak meberikan hal tersebut W3.A.P.12062016.J6

1

Ilmu pengetahuan memberikan bukti dan alasan terbentuknya sesuatu, agama tidak menyajikan itu W3.A.P.12062016.J10

Banyak faktor yang membuat keraguan subjek semakin dalam, dari membaca, melihat

perdebatan soal agama, dan subjek setuju dengan gaya berfikir ilmu pengetahuan dalam memandang dunia

W3.A.P.12062016.J2

1

Ilmu pengetahuan memberikan logika yang dapat diterima dan masuk akal W3.A.P.12062016.J4

1

Menurut subjek, suatu teori, klaim itu memerlukan bukti yang kuat, dan alasan alasan yang logis, agama tidak meberikan hal tersebut W3.A.P.12062016.J6

1

(10)

Ilmu pengetahuan memberikan bukti dan alasan terbentuknya sesuatu, agama tidak menyajikan itu W3.A.P.12062016.J10

1

Subjek merasa tidak ada gunanya berdebat, tetapi diskusi dan bertukar informasi memberikan

Subjek juga sering berdiskusi dengan teman-temannya W3.A.P.12062016.J72

1

Subjek membuat setiap kesimpulannya berdasarkan asumsi sendiri yang didukung dari berbagai fakta dan informasi yang dia terima

W3.A.P.12062016.J82

1

4 Tantangan yang dihadapi

Subjek memakai topeng agama ketika berada dilingkungan keluarga W3.A.P.12062016.J28

4

Subjek memakai topeng agama ketika berada dilingkungan umum W3.A.P.12062016.J30 Tidak semua orang bisa menerima paham ateis W3.A.P.12062016.J32

1

Subjek takut mengecewakan kedua orang tuanya jika mereka tau paham yang dianut subjek W3.A.P.12062016.J38 negatif dari kelompok tertentu seperti pengurus musola dikampus, pengurus organisasi kristen dikampus

W3.A.P.12062016.J48

Menurut subjek, ateis mendapat penilaian negatif dari kelompok agama tertentu, bahkan mungkin ada yang menjauhi ateis

W3.A.P.12062016.J50

Subjek sering diajak adu argumen

mengenani agama dan paham- 1

(11)

paham tertentu

W3.A.P.12062016.J60 Subjek sring diajak berdebat mengenai agama dan

pemahamannya

W3.A.P.12062016.J62

Subjek merasa canggung ketika orang yang tidak mengetahui paham subjek bertanya kenapa dia tidak menjalankan ritual agama W3.A.P.12062016.J84

1

Akan sulit menemukan pasangan hidup yang sepaham dengan subjek W3.A.P.12062016.J92

1

Subjek pernah ditinggal oleh pacarnya karena paham yang dianut subjek

W3.A.P.12062016.J94

1

Menurut subjek, memakai topeng agama memang harus

dilakukannya

W3.A.P.12062016.J96

Subjek akan kesulitan memilih pasangan hidup

W3.A.P.12062016.J98

Menurut subjek lebih baik dia memakai topeng agama daripada harus mengecewakan orang-orang yang dia sayangi W3.A.P.12062016.J102 Subjek tidak akan pernah jujur samapai dia siap untuk

melakukannya

W3.A.P.12062016.J104

(12)

Rekonstruksi 1 data 4

Subjek merasa takut ketika dirinya mulai meragukan eksistensi Tuhan, ia merasa doktrin mengenai agama yang disampaikan orang tuanya menyebabkan hal tersebut W4.A.P.14062016.J2

1

Subjek merasa berdosa ketika mempertanyakan eksistensi

Banyak sumber yang membuat subjek menarik kesimpulan humanis tanpa ada sosok yang harus ditakuti dan tanpa ada keterikatan aturan agama W4.A.P.14062016.J12

1

3 transition

Subjek bergabung dengan komunitas ateis online sebelum dia memutuskan jadi ateis W4.A.P.14062016.J16

1

Subjek memandang positif orang-orang yang bergabung didalam komunitas ateis online W4.A.P.14062016.J18

Subjek merasa legah setelah memutuskan jadi ateis dan tidak terbuka terhadap masyarakat mengenai paham yang dianut W4.A.P.14062016.J2

1

(13)

5 Orang tua dan cara asuh

Subjek merasa takut ketika dirinya mulai meragukan eksistensi Tuhan, ia merasa doktrin mengenai agama yang disampaikan orang tuanya menyebabkan hal tersebut W4.A.P.14062016.J2

1

Ketika masih beragama, subjek menjalankan perintah agama karena merasa itu kewajibannya W4.A.P.14062016.J32

1

Orang tua tidak memaksakan ajaran agamanya

W4.A.P.14062016.J34

1

Subjek sempat merasa terpaksa menjalankan perintah agama yang diajarkan orang tua W4.A.P.14062016.J36

1

Lama-kelamaan subjek terbiasa dengan ajaran agama yang diajarkan orang tua subjek W4.A.P.14062016.J38

1

Subjek melaksanakan ajaran agama sewaktu masa kecil dan sempat penasaran dengan

Banyak sumber yang membuat subjek menarik kesimpulan sendiri W4.A.P.14062016.J10

1

7 Tantangan yang dihadapi

Menurut subjek, terbuka didepan umum mengenai paham yang dianut akan sulit diterima dimasyarakat

W4.A.P.14062016.J26

1

Subjek memakai topeng agama ketika berada didepan umum dan akan terbuka ketika berada didepan orang yang subjek anggap dapat menerima pemikiran subjek W4.A.P.14062016.J28

(14)

Rekonstruksi 1 data 5

No Analisa tematik Analisa dan koding Jumlah kemunculan

1 Orang tua dan cara asuh

Orang tua tetap mengajarkan ilmu agama kepada subjek

W5.A.P.21062016..J2

1

Orang tua memberikan hukuman kepada subjek ketika subjek tidak menjalankan ibadah

W5.A.P.21062016.J4

1

Subjek mengerjakan ibadah secara

terpaksa W3.A.P.12062016.J6 2

Subjek terpaksa beribadah sebagai bentuk hormatnya terhadap orang tua W5.A.P.21062016.J8

Subjek mencari sumber yang bisa dipercaya untuk menjelaskan informasi yang diterimanya dari internet W5.A.P.21062016.J40

Banyak jenis artikel yang dibaca oleh subjek

W5.A.P.21062016.J42

2

Artikel yang dibaca oleh subjek juga banyak mempengaruhi subjek W5.A.P.21062016.J44 Biasanya informasi yang diterima subjek mengenai ateis dikemas secara logic dan masuk akal W5.A.P.21062016.J46

Ada juga guru subjek yang tidak toleran terhadap agama lain W5.A.P.21062016.J14

2

Subjek memandang tindakan guru yang membanding-bandingkan agama sebagai suatu tindakan yang tidak toleran

W5.A.P.21062016.J16

Subjek menjadi punya pemikiran yang memandang kalau

kemungkinan setiap agama melakukan tindakan yang sama yaitu tidak toleran

1

(15)

W5.A.P.21062016.J18

5 Tantangan yang dihadapi

Subjek tidak akan pernah terbuka secara langsung mengenai

pemahamannya sampai

pemahaman mengenai ateis bisa ditermia oleh setiap orang W5.A.P.21062016.J50

1

Menurut subjek pemahaman mengenai ateis tidak akan pernah diterima oleh semua orang dan agama W5.A.P.21062016.J52

1

Subjek akan merasa kesulitan berada dilingkungan baru karena pemahamannya belum tentu dapat diterima dilingkungan baru

W5.A.P.21062016.J54

(16)

Rekonstruksi 1 data 6 dibenak subjek yang tidak bisa dijawab subjek yang semakin membuat subjek penasaran W6.A.P.24062016.J56

1

2 Transision

Subjek dapat mempelajari apa saja yang berkaitan dengan ateis dan agama dari komunitas online tersebut W6.A.P.24062016.J34

1

Subjek bergabung untuk mencari orang yang sependapat dengan dia dan untuk lebih memahami mengenai ateis itu sendiri W6.A.P.24062016.J32

Subjek merasa tidak nyaman dengan ritual agama ketika sudah menjadi ateis

Subjek dapat mempelajari apa saja yang berkaitan dengan ateis dan agama dari komunitas online tersebut W6.A.P.24062016.J34 sepemikiran, begitu juga dengan penganut paham ateis lainnya, mereka saling bertemu di internet W6.A.P.24062016.J40

1

(17)

5

Intimidasi secara intelektual

Banyak masukan dari orang lain serta banyak membaca sehingga subjek mulai tidak sependapat dengan ajaran agama

W6.A.P.24062016.J10

1

Subjek berdiskusi dengan anggota di komunitas ateis yang ada serta berdiskusi dengan orang beragama Subjek memiliki tokoh idola yang merupakan seorang ateis bernama bill

W6.A.P.24062016.J42

1

Menurut bill, kalau orang

beragama seharusnya tidak boleh menyusahkan orang lain

W6.A.P.24062016.J46

3

Seseorang tidak seharusnya memaksa orang lain untuk mengikuti agamanya W6.A.P.24062016.J48 Tidak ada gunanya beragama kalau sampai membuat susah orang lain W6.A.P.24062016.J50 Subjek ragu bukan karna orang lain, tetapi karena memang pemikiran subjek sendiri W6.A.P.24062016.J64

1

Berdiskusi di komunitas ateis dan beberapa teman, membuat subjek semakin kental terhadap konsep ateis

W6.A.P.24062016.J70

1

Subjek pernah bertanya kepada ahli agama mengenai pertnyaan-pertanyaan yang membuat subjek penasaran W6.A.P.24062016.J74

Ritual agama, tindakan orang beragama, menjadi alasan subjek menjadi seorang ateis

W6.A.P.24062016.J26

(18)

7 Tantangan yang dihadapi

Dalam memilih pasangan, subjek tidak mencari status yang sama dengan dirinya mengenai konsep ketuhanan

W6.A.P.24062016.J80

1

Subjek akan menyembunyikan paham dari pasangannya W6.A.P.24062016.J82

1

Subjek akan mengikuti status yang di bawa oleh pasangannya W6.A.P.24062016.J84

1

(19)

Rekonstruksi 2

No Analisa Tematik Analisa/Koding Jumlah

Kemunculan

1 Makna Ateis W1.A.P.21032016.J2

W1.A.P.21032016.J4

2 Deteachment W1.A.P.21032016.J14

W1.A.P.21032016.J16

3 Doubt W1.A.P.21032016.J52

(20)

4 Dissociation W1.A.P.21032016.J110

5 Transision W2.A.P.06062016.J86

W2.A.P.06062016.J88

6 Declaration W1.A.P.21032016.J10

W1.A.P.21032016.J12

7 Orang Tua dan Cara Asuh W1.A.P.21032016.J82

W1.A.P.21032016.J92

8 Perkembangan Sains W1.A.P.21032016.J8

(21)

W2.A.P.06062016.J36 9 Intimidasi Secara Intelektual W1.A.P.21032016.J8

W1.A.P.21032016.J42

10 Kejahatan, Rasa Sakit dan Penderitaan 11 Kemunafikan, Ketidakadilan, dan Tindakan

Buruk oleh Orang Beragama

(22)

W5.A.P.21062016.J14 W5.A.P.21062016.J16 W5.A.P.21062016.J18 W6.A.P.24062016.J26

12 Tantangan yang dihadapi W1.A.P.21032016.J122

W1.A.P.21032016.J124 W1.A.P.21032016.J126 W1.A.P.21032016.J128 W1.A.P.21032016.J134 W1.A.P.21032016.J138 W3.A.P.12062016.J28 W3.A.P.12062016.J30 W3.A.P.12062016.J32 W3.A.P.12062016.J38 W3.A.P.12062016.J46 W3.A.P.12062016.J48 W3.A.P.12062016.J50 W3.A.P.12062016.J60 W3.A.P.12062016.J62 W3.A.P.12062016.J84 W3.A.P.12062016.J92 W3.A.P.12062016.J94 W3.A.P.12062016.J96 W3.A.P.12062016.J98 W3.A.P.12062016.J102 W3.A.P.12062016.J104 W4.A.P.14062016.J26 W4.A.P.14062016.J28 W5.A.P.21062016.J50 W5.A.P.21062016.J52 W5.A.P.21062016.J54 W6.A.P.24062016.J80 W6.A.P.24062016.J82 W6.A.P.24062016.J84

30

(23)

Tahap 1

detachment

Mempertanyakan asal Tuhan

Bagaimana Tuhan menciptakan bumi

Merasa berdosa dengan keraguan

tersebut Merasa bersalah

dengan keraguan tersebut Merasa takut

dengan keraguan tersebut

Mulai ragu dengan eksistensi

Tuhan

Pada saat SMP

Subjek berusaha menghilangkan pikiran buruknya

tentang Tuhan

Subjek tetap berusaha berusaha mencari

jawabannya Masih

(24)

Tahap 2

(25)

Tahap 3 Dissociation

Merasa Bebas dari Ajaran Agama

Bebas melakukan

apa saja Bebas

memikirkan apa saja

Tidak merasa berdosa lagi

Menjalani hidup dengan cara

humanis

Berbuat baik Saling

menolong sesama manusia

Tidak mlakukan

hal yang merugikan

orang lain Pada saat sma

Subjek masih percaya tuhan tetapi tidak menanamkan ajaran

agama manapun dan telah memisahkan diri dari agama

(26)

Tahap 4 Transision

Mencari tempat yang

sesuai dengan pemikiran

subjek

Mengikuti dan Bergabung dengan

komunitas ateis online

Ateis Indonesia

ABAM

Subjek merasa nyaman berada didalamnya dan

memandang positif komunitas tersebut

Mempunyai pertanyaan yang

sama

Mempunyai asumsi yang sama

Mempunyai jawaban yang

sama Subjek

belum menjadi seorang ateis

(27)
(28)
(29)
(30)

LAMPIRAN

PEDOMAN WAWANCARA

Pembukaan Wawancara (Opening)

 Membangun Raport

 Mengungkapkan tujuan wawancara

dilakukan.

 Meminta izin subjek untuk merekam

proses wawancara

Isi Wawancara (Body)

 Konsep Tuhan  Konsep Agama  Konsep Ateis

 Proses Menuju Ateis

o Detachment

o Doubt

o Dissociation

o Transision

o declaration

 Penyebab  Hambatan

Penutupan Wawancara

(Closing)

 Pengantar mengakhiri wawancara

 Menanyakan kesediaan subjek apabila

diwawancarai kembali  Mengucapkan terima kasih

(31)
(32)

64 DAFTAR PUSTAKA

Adam , Sumarlin;. (2015). Pendidikan Humanis Dalam Perspektif Islam (Konsep dan Implementasinya dalam Belajar Mengajar). Manajemen Pendidikan Islam, 128-144.

Armstrong, K. (1993). History of God. New York: Ballantine Books.

Cliteur, Paul. (2009). The Definition of Atheism. Journal of Religion and Society, The Kripke Centre.

Gora. (1979). Positive Atheism. Wijayawada: Atheist Centre.

Haryanto, D. S. (2015). sosiologi agama. yogyakarta: ar-ruzz media.

Krueger, Julie. (2013). The Road to Disbelief: A Study of the Atheist De-ConversionProcess. UW-L Journal of Undergraduate Research XVI.

Lynn, R. Harvey, J. & Neyborg, H. (2009). Average intelligence predicts atheism rates across 137 nations. Intelligence, pp. 11-15

P.K, Soedewo. (2007). Islam dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah.

Ph.D, Moh. Nazir;. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Poerwandari, E. K. (2009). Pendekatan Kualitatif Untuk Perilaku Manusia. Depok: LPSP3 UI.

Repstad & Furseth, I. (2006). An Introduction to the sociology of Religion Classical and Contemporary Perspectives. Burlington: Ashgate Publishing Company.

Smith, George. H. (2003). The Case Againt God. New York: Promotheus Books.

Streib, H. Klein, C. (2013). Atheists, Agnostic, and Apostate. APA Handbooks in Psychology, Religion and Spirituality: Vol 1.

Taylor, E. B. (1974). Primitive Culture: Researches into The Development of Mithology, Philosgopy, Religion, Art, and Custom. New York: Gordon Press. First Published in 1871

Thompson, Berth (2004). The Many Faces, Causes of Unbelief. Montgomery, Alabama: Apologetics Press, Inc.

Zuckerman, P. (2007). Atheism: Contemporary Numbers and Patterns. In M. Martin (Ed). The Cambridge Companion to Atheism. Cambridge: Cambridge University Press.

(33)

http://www.Globalmuslim.web.id. Diakses pada 7 Desember 2015.

http://www.bbc.cu.uk. Diakses pada 18 Januari 2016.

(34)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Dalam pelaksanaan suatu studi atau penelitian, seorang peneliti dapat

menggunakan berbagai jenis pendekatan ilmiah. Salah satu pendekatan yang dapat

digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan

pendekatan yang sering dipakai dalam bidang studi atau penelitian tentang

manusia dan berbagai bentuk tingkah lakunya. Pendekatan ini digunakan karena

banyak perilaku manusia yang sulit dikuantifikasikan, apalagi penghayatan

terhadap berbagai pengalaman pribadi (Poerwandari, 2007).

Penelitian mengenai pengambilan keputusan ini menggunakan pendekatan

kualitatif dengan metode studi kasus (case study). Menurut Maxfield (1930), studi

kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan

suatu fase spesifik atau khas dari suatu keseluruhan individu atau personalitas

(dalam Nazir, 1988). Studi kasus merupakan fenomena khusus yang hadir dalam

suatu konteks yang terbatasi, meski batas-batas antara fenomena dan konteks

tidak sepenuhnya jelas (Poerwandari, 2007). Dalam hal penelitian ini untuk

memahami proses, faktor-faktor penyebab serta tantangan yang dihadapi penganut

paham ateisme di Indonesia.

(35)

B. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara. Wawancara dilakukan dengan maksud untuk memperoleh

pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan

dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu

tersebut, satu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain (Banister

dkk dalam Poerwandari, 2007).

C. Subjek Penelitian

1. Karakteristik Subjek.

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, karakteristik subjek

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Individu yang telah mengindentifikasi dan menyatakan bahwa

dirinya seorang ateis.

b. Individu yang telah memasuki masa dewasa awal (diatas 18 tahun).

2. Jumlah Subjek.

Prosedur penentuan jumlah subjek penelitian dalam penelitian

kualitatif menurut Sarankatos (dalam Poerwandari, 2007) memiliki

karakteristik berikut ini: (1) tidak ditentukan secara kaku sejak awal

tetapi dapat berubah, baik dalam hal jumlah maupun karakteristik

subjek, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang

(36)

23 jumlah maupun peristiwa random) melainkan pada kecocokan

konteks; (3) subjek tidak diarahkan pada jumlah yang besar,

melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah

penelitian. Banister dkk, (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan

bahwa dengan fokusnya pada kedalaman proses, penelitian kualitatif

cenderung dilakukan dengan jumlah kasus sedikit.

3. Prosedur Pengambilan Subjek

Keberadaan seorang Ateis sulit untuk diketahui karena tidak

bisa dilihat secara langsung. Mereka juga sangat menjaga privasinya

dan sulit untuk membuka status mereka. Mereka biasanya hanya mau

terbuka pada sesamanya yang memang juga sudah mereka kenal. Oleh

karena itu, peneliti menggunakan teknik theory-based, yaitu sampel

dipilih dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk

operasional sesuai tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar sampel

sungguh-sungguh mewakili fenomena yang dipelajari.

D. Alat Bantu Pengumpulan Data

Menurut Poerwandari (2007) penulis sangat berperan dalam seluruh proses

penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut, mengumpulkan

data, hingga analisis, menginterpretasikan dan menyimpulkan hasil penelitian.

Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat bantu (instrumen

penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua alat bantu, yaitu :

(37)

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak

menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya

berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti.

2. Alat Perekam

Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar

peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus

berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan

data, alat perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari

subjek untuk mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara

berlangsung.

E. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap persiapan penelitian, peneliti menggunakan sejumlah hal

yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian (Moleong, 2006), sebagai

berikut :

a. Mengumpulkan data

Peneliti mengumpulkan berbagai informasi, studi literatur, dan

(38)

25

b. Menyusun pedoman wawancara

Pedoman wawancara disusun agar wawancara yang dilakukan tidak

terlalu menyimpang dari tujuan penelitian, peneliti menyusun butir-butir

pertanyaan berdasarkan teori yang telah dipaparkan di BAB II

c. Persiapan untuk mengumpulkan data

Peneliti mengumpulkan informasi tentang calon subjek dari para

informan serta forum Ateis untuk memastikan bahwa calon subjek

tersebut telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan berdasarkan teori.

Setelah mendapatkannya, peneliti menghubungi calon responden untuk

menjelaskan tentang penelitian yang dilakukan dan menanyakan

kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian.

d. Membangun rapport dan menentukan jadwal wawancara

Setelah informasi terkumpul, peneliti mendatangi subjek untuk

menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan dan menanyakan

kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian. Setelah memperoleh

kesediaan dari subjek penelitian, peneliti membuat janji bertemu dengan

subjek dan berusaha membangun rapport yang baik dengan subjek.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan penelitian dilakukan, peneliti memasuki

beberapa tahap pelaksanaan penelitian, antara lain:

(39)

a. Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara

Sebelum wawancara dilakukan, peneliti mengkonfirmasi ulang

waktu dan tempat yang sebelumnya telah disepakati bersama dengan

subjek. Konfirmasi ulang ini dilakukan beberapa hari sebelum

wawancara dilakukan dengan tujuan agar memastikan subjek dalam

keadaan sehat dan tidak berhalangan dalam melakukan wawancara.

b. Melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara

Peneliti melakukan proses wawancara berdasarkan pedoman

wawancara yang telah dibuat sebelumnya.

c. Memindahkan rekaman hasil wawancara ke dalam bentuk

transkrip verbatim

Setelah proses wawancara selesai dilakukan dan hasil wawancara

telah diperoleh, peneliti kemudian memindahkan hasil wawancara ke

dalam verbatim tertulis. Pada tahap ini, peneliti melakukan koding

dengan membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding

dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistemasi data secara

lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran

tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2007).

d. Melakukan analisa data

Bentuk transkrip verbatim yang telah selesai dibuat kemudian

(40)

27 narasi yang baik dan menyusunnya berdasarkan alur pedoman

wawancara yang digunakan saat wawancara.

e. Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran

Setelah analisa data selesai dilakukan, peneliti menarik kesimpulan

untuk menjawab rumusan permasalahan. Kemudian peneliti menuliskan

diskusi berdasarkan kesimpulan dan data hasil penelitian. Setelah itu,

peneliti memberikan saran-saran sesuai dengan kesimpulan, diskusi dan

data hasil penelitian.

3. Tahap Pencatatan Data

Untuk memudahkan pencatatan data, peneliti menggunakan alat

perekam sebagai alat bantu agar data yang diperoleh dapat lebih akurat dan

dapat dipertanggungjawabkan. Sebelum wawancara dimulai, peneliti

meminta izin kepada subjek untuk merekam wawancara yang akan

dilakukan dengan tape recorder. Dari hasil rekaman ini kemudian akan

ditranskripsikan secara verbatim untuk dianalisa. Transkrip adalah salinan

hasil wawancara dalam bentuk rekaman suara yang dipindahkan ke dalam

bentuk ketikan di atas kertas atau disebut juga dengan verbatim.

Setelah seluruh pencatatan data telah selesai, langkah selanjutnya

adalah membuat koding data berdasarkan teori yang digunakan dalam

penelitian. Hasil koding tersebut berguna untuk memudahkan peneliti dalam

menganalisa dan menginterpretasikan data yang diperoleh.

(41)

Berikut contoh koding yang digunakan: W1.A.L.12092015.J2. W1

berarti wawancara yang pertama kali; A merupakan kode untuk inisial

subjek; L berarti jenis kelamin subjek; 12092015 berarti tanggal dan

wawancara dilaksanakan; J2 berarti kutipan jawaban yang tertera pada

verbatim.

F. Prosuder Analisa Data

Beberapa tahapan dalam menganalisis data ku alitatif menurut

Poerwandari (2007), yaitu:

1. Koding

Koding adalah proses membubuhkan kode-kode pada materi yang

diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan

mensistemasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat

memunculkan dengan lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari.

Semua peneliti kualitatif menganggap tahap koding sebagai yang penting,

meskipun peneliti yang satu dengan peneliti yang lain memberikan usulan

prosedur yang tidak sepenuhnya. Pada akhirnya, penelitilah yang berhak

(dan bertanggung jawab) memilih cara koding yang dianggapnya paling

efektif bagi data yang diperolehnya (Poerwandari, 2007).

2. Organisasi Data

(42)

29 a. Memperoleh data yang baik.

b. Mendokumentasikan analisis yang dilakukan.

c. Menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian

penelitian.

Hal-hal yang penting untuk disimpan dan diorganisasikan adalah data

mentah (catatan lapangan dan kaset hasil rekaman), data yang sudah

diproses sebagiannya (transkrip wawancara), data yang sudah

ditandai/dibubuhi kode-kode khusus dan dokumentasi umum yang

kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis.

3. Analisis Tematik

Penggunaan analisis tematik memungkinkan peneliti menemukan

“pola” yang pihak lain tidak bisa melihatnya secara jelas. Pola atau tema

tersebut tampil seolah secara acak dalam tumpukan informasi yang tersedia.

Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat

menghasilkan daftar tema, model tema, atau indikator yang kompleks,

kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu atau hal-hal di antara

gabungan dari yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat

mendeskripsikan fenomena dan secara maksimal memungkinkan

interpretasi fenomena.

4. Tahapan Interpretasi

Kvale (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa interpretasi

mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus

(43)

mendalam. Ada tiga tingkatan konteks interpretasi yang diajukan Kvale

(dalam Poerwandari, 2007), yaitu pertama, konteks interpretasi pemahaman

diri (self understanding) terjadi bila peneliti berusaha memformulasikan

kedalam bentuk yang lebih padat (condensed) aspek yang oleh subjek

penelitian sendiri dipahami sebagai makna dari pernyataan-pernyataannya.

Hal ini peneliti lakukan dengan memindahkan hasil wawancara kedalam

bentuk verbatim tertulis. Kedua, konteks interpretasi pemahaman biasa yang

kritis (critical commonsense understanding) terjadi bila peneliti berpijak

lebih jauh dari pemahaman diri subjek penelitiannya. Ketiga, konteks

interpretasi pemahaman teoritis. Konteks pemahaman teoritis adalah

konteks yang paling konseptual. Pada tingkat ketiga ini, kerangka teoritis

tertentu digunakan untuk memahami pernyataan-pernyataan yang ada,

sehingga dapat mengatasi konteks pemahaman diri subjek ataupun

penalaran umum.

5. Pengujian Terhadap Dugaan

Dugaan adalah kesimpulan sementara. Dalam penelitian kualitatif

dugaan muncul setelah data-data wawancara dikumpulkan. Dengan

mempelajari data, kita mengembangkan dugaan-dugaan yang juga

merupakan kesimpulan-kesimpulan sementara. Dugaan yang dikembangkan

tersebut juga harus dipertajam dan diuji ketepatannya dengan mencari data

yang memberikan gambaran berbeda dari dugaan yang muncul tersebut. Hal

ini berkaitan erat dengan upaya mencari penjelasan yang berbeda-beda

(44)

31 G. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas merupakan istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif

untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2007). Menurut Poerwandari

(2007), kredibilitas penelitian kualitatif juga terletak pada keberhasilan mencapai

maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok

sosial, atau pola interaksi yang kompleks. Adapun upaya peneliti dalam menjaga

kredibilitas dan objektifitas penelitian ini, yaitu dengan:

1. Melakukan pemilihan sampel yang sesuai dengan karakteristik penelitian.

2. Membangun rapport dengan subjek agar ketika proses wawancara

berlangsung subjek dapat lebih terbuka menjawab setiap pertanyaan dan

suasana tidak kaku pada saat wawancara.

3. Membuat pedoman wawancara berdasarkan teori-teori yang telah

dipaparkan sebelumnya.

4. Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk

mendapatkan data yang akurat.

5. Selama wawancara, peneliti menanyakan kembali beberapa pertanyaan

yang dirasa butuh penjelasan yang lebih dalam lagi pada wawancara

berikutnya untuk memastikan keakuratan data subjek.

6. Memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam pengumpulan data di

lapangan. Hal ini memungkinkan peneliti mendapatkan informasi yang

lebih banyak tentang subjek penelitian.

(45)

7. Melibatkan teman sejawat, dosen pembimbing, dan dosen yang ahli dalam

bidang kualitatif untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik mulai

awal kegiatan proses penelitian sampai tersusunnya hasil penelitian. Hal

ini dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan peneliti pada

(46)

33 BAB IV

DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan diisi dengan uraian hasil analisa data wawancara yang telah

dilakukan selama pengambilan data penelitian. Hasil yang didapat dari penelitian

ini akan dianalisa agar dapat memperjelas bagaimana proses menuju paham ateis

serta faktor penyebab dan tantangan yang dihadapi penganut paham ateisme.

A. Deskripsi Data

1. Latar Belakang Subjek

Subjek merupakan seorang mahasiswa yang kuliah di Universitas Sumatera

Utara Medan. subjek merupakan seorang ateis yang memiliki background agama

Islam. subjek adalah seseorang yang bersuku mandailing dan bersusia 23 tahun.

Kedua orang tua subjek merupakan seorang penganut Islam yang taat. Ibu subjek

merupakan seorang ibu rumah tangga, sedangkan ayah subjek merupakan seorang

dokter di militer. Subjek merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara. Akan

tetapi subjek terlihat ingin dipandang sebagai seorang yang lebih tua atau sangat

dewasa, hal ini terlihat dari wajah subjek yang ditumbuhi jambang, janggut dan

kumis yang cukup lebat.

Subjek jika dilihat sekilas terlihat sebagai orang yang pemikir dan

bersahabat. Hal ini dilihat dari ekspresi subjek yang sering mengernyitkan dahi

dan sangat mudah bercerita ketika diberikan pertanyaan, selama peneliti

membangun hubungan dengan subjek, terlihat jelas bahwa Subjek memiliki

banyak teman dikampusnya. Meskipun banyak orang yang sudah tahu status

subjek sebagai seorang ateis, akan tetapi terlihat bahwa kebanyakan teman-teman

(47)

dari subjek tidak mempermasalahkan status subjek dan tetap menjalin hubungan

seperti biasa dengan subjek.

Ketika berkomunikasi, subjek berbicara dengan volume suara yang cukup

kecil dengan Kecepatan bicara yang tidak stabil, ada saat dimana ia berbicara

sangat lambat ada saat ia berbicara lumayan cepat. Waktu ia merespon untuk

menjawab juga variatif, ada saat dimana ia dapat langsung merespon dan ada juga

saat ia harus berfikir lama.

2. Analisa Data Subjek

a. Detachment

Sebelum memutuskan untuk menjadi ateis, banyak proses yang

dialami partisipan dalam menjalani kehidupannya. Bermula dari rasa

penasaran subjek mengenai Tuhan, muncul keraguan didalam diri subjek

mengenai Tuhan. Rasa penasaran itu muncul sejak subjek kecil dan

diajarkan agama Islam oleh orang tua subjek. Banyak pertanyaan yang

muncul dibenak subjek mengenai Tuhan pada saat itu seperti darimana asal

Tuhan, bagaimana Tuhan menciptakan dunia ini dll. Tetapi subjek merasa

itu hanya pertanyaan-pertanyaan biasa yang akan ditanyakan semua anak

dimuka bumi ini dan subjek tidak melanjutkan pertanyaannya dan tidak

mencari jawabannya. Ketika memasuki masa sekolah menengah pertama

(SMP), pertanyaan yang dulu sempat membuat dia ragu dan dia lupakan

kini kembali muncul dibenak subjek.

(48)

35

ya itu sebatas nanya karena penasaran, bukan karena ragu. Nah waktu smp aku nanya juga soal Tuhan, sebenarnya sih ini apa ya, semacam pertanyaan lanjutan dari sd, tapi ini aku nanyanya bukan karena sebatas penasaran, tapi karena memang aku mulai ragu.”

(W2.A.P.06062016.J4)

Subjek tidak tahu kenapa dia mulai ragu dan menanyakan kebenaran

tentang Tuhan. Pertanyaan-pertanyaan yang membuat subjek ragu tersebut

membuat subjek merasa bersalah dan berdosa. subjek berusaha

menghilangkan pikiran buruknya tentang Tuhan. Pada saat itu juga subjek

tetap menjalankan ritual agama seperti sholat, karena subjek merasa dirinya

masih seorang muslim.

“aku ngerasa takut juga, merasa bersalah, rasanya gimana ya, merasa berdosalah, kok bisalah aku mempertanyakan tuhan, kenapalah aku ragukan tuhan”

(W2.A.P.06062016.J24)

“berusahalah hilangkan pikiran-pikiran buruk tentang Tuhan, tapi ya itu, aku ngerasa kalau aku tetap ngerasa kayak gitu, pertanyaanku tidak akan terjawab, jadi aku tetap nyari jawabannya”

(W2.A.P.06062016.J26)

“hmmmm tidak terlalu ingat sih, tapi ya waktu ragu itu aku mulai merasa tidak ada gunanya pun semua itu, hahaha tapi aku belum jadi ateis pada saat itu, aku tidak jalankan semua itu karena aku ragu, untuk apa sebenarnya ritual agama itu”

(W2.A.P.06062016.J18)

Walaupun subjek merasa takut dan berdosa, tetapi subjek merasa

harus mencari jawabannya. Keraguannya terhadap Tuhan membuat dia tidak

nyaman dan terus berada pada pertanyaan yang sama sehingga dia mencari

jawabannya. Subjek membaca berbagai literatur tentang Tuhan dan agama.

Subjek juga bertanya kepada seseorang yang menurut dia memperlajari

(49)

tentang agama, tetapi subjek tidak cukup puas dengan jawaban yang dia

temukan.

“dari banyak sumberlah, ya tapi tidak kayak tong sam cong yang nyari kitab suci ke barat hahaha, tapi ya baca-baca artikel, nanya-nanya pandangan orang, diskusi-diskusi, dari situ akhirnya aku punya banyak data dan aku tarik kesimpulan berdasarkan asumsiku sendiri”

(W2.A.P.06062016.J30)

Subjek tidak secara langsung menemukan jawabannya, dari berbagai

literatur serta data-data yang dia kumpulkan membuat subjek menemukan

jawaban berdasarkan asumsinya sendiri dan menarik kesimpulan.

Pandangan ilmu pengetahuan yang dia baca membuat dia semakin ragu

terhadap ajaran agama yang dia terima selama ini. Subjek mulai setuju

dengan berbagai pandangan yang diberikan oleh ilmu pengetahuan.

b. Doubt

Berbagai macam logika yang diberikan ilmu pengetahuan, membuat

subjek berpikir bahwa ilmu pengetahuanlah yang bisa menjawab keraguan

dari dirinya. Berbeda dengan agama, ilmu pengetahuan memberikan setiap

alasan kenapa sesuatu dapat terjadi dan memberikan bukti yang nyata,

sedangkan agama dan orang beragama sering kali memberikan alasan yang

memaksa dan hanya sekedar menghubung-hubungkan.

“ilmu pengetahuan itu ngasih pandangan yang masuk akal, segala sesuatu terjadi ada alasannya, sedangkan agama itu sebagian besar ngasih pandangan yang memang kebanyakan susah diterima akal sehat, dikitab-kitab juga kan seperti itu, makanya itu aku menolak ajaran agama dan kitab.”

(50)

37

Karena pandangan ilmu pengetahuan membuat subjek semakin ragu

terhadap kehadiran Tuhan serta ajaran agama Islam yang dianut

sebelumnya. Subjek tidak merasa puas dengan berbagai pandangan yang

diberikan oleh agama. Subjek juga mulai tidak menjalankan ritual agama

lagi seperti solat. Subjek merasa hal tersebut tidak ada gunya, itu hanya

merupakan budaya yang dilakukan umat manusia secara turun-temurun.

Bagi subjek, ritual agama hanya bermanfaat bagi orang-orang yang yakin

saja.

“iya tidak ada gunanya itu, buat capek saja, tapi aku tidak eee apa yaa, aku tidak bilang ritual keagamaan itu tidak ada gunanya sebenarnya, menurutku itu bisa jadi coping stress tiap umatnya, kalau lagi stres sholat, atau ke gereja dengerin khotbah, bisa jadi coping stress, atau berdoa”

(W1.A.P.21032016.J34)

Selain pandangan ilmu pengetahuan, banyak lagi hal lain yang

menyebabkan keraguan subjek terhadap eksistensi Tuhan semakin dalam.

Pertama, cara asuh orang tua juga merupakan salah satu faktor

penyebabnya. Orang tua subjek bukan merupakan orang yang tidak peduli

dan tidak mengajarkan agama kepada subjek, justru sebaliknya, orang tua

subjek selalu mengajarkan agama, menyuruh solat, puasa dll. Tetapi

ternyata pola asuh seperti itu bukan membuat subjek semakin taat terhadap

Tuhan dan agama, justru membuat subjek semakin penasaran dan semakin

ragu.

“mama aku paling sering bilang kuatlah agamanya, harus religi, selalu cerita, ngasih nasihat, disuruh solat, ya aku ikutilah semuanya, ya pada saat itu percayalah pasti, tapi gini, yang namanya, eeee... aku umur segitu, penasaran loh, aku yakin kalian pasti penah bertanya kayak gini, kau diceritakan kisah-kisah nabi, kayak nabi nuh

(51)

misalnya, dia ngumpuli semua binatang, tapi aku pikir sebesar apa ya sampai semua binatang, kayak mana dengan binatang seperti kanguru misalnya, atau misalnya nabi adam, kenapa ya nabi adam punya pusar”

(W1.A.P.21032016.J82)

Orang tua subjek mengajarkan solat, puasa, mengaji dll, serta

memperkenalkan agama kepada subjek dengan harapan subjek menjadi

orang yang taat kepada agama dan Tuhannya. Pada mulanya subjek senang

melakukan ritual agama. subjek merasa bangga dengan apa yan dianutnya,

tetapi keraguan subjek membuat subjek menjadi merasa terpaksa melakukan

ritual agama. Tetapi walaupun begitu, bagi subjek orang tua dan cara asuh

orang tuanya bukan merupakan faktor penyebab yang menjadikan subjek

ragu dan menjadi seorang ateis.

“iyaaa.. pasti kayak gitu, sedangkan aku merasa mereka didiknya sudah bagus, aku saja yang memilih kayak gini, iya aku merasa ini udah cocok untukku”

(W1.A.P.21032016.J128)

Tidak hanya pola asuh orang tua, hal kedua yang menyebabkannya

adalah perkembangan sains. Subjek seringkali membaca berbagai artikel,

melihat video tentang agama dll. Semua dia temukan melalui internet.

Kemajuan tekhnologi seperti internet tidak bisa dipungkiri lagi membuat

seseorang dengan mudah menerima informasi apa saja yang dibutuhkan.

Bagi subjek, internet seperti tempat bermain dan belajar. Subjek menjadikan

internet sebagai tempat edukasi, menggali informasi, mencari teman, bahkan

sebagai sarana subjek mencari jawaban dari rasa penasarannya mengenai

(52)

39

Subjek juga menyatakan bahwa internet merupakan tempat dimana agama

mati.

“aku kembali mulai nanya- nanya itu, SMA, aku kenal-kenal internetlah, memang internet ini tempat matinya agama, percayalah, mulai dari berita bodoh, sampai kau bisa nyari sendiri berita atau apa yaaa, pokonya sesuatu yang dari ahlinya, itu di SMA aku kenal internet, banyaklah aku ikuti yang aneh-aneh”

(W1.A.P.21032016.J96)

“karena internetlah aku mulai bertanya lagi, bukan karena internet juga, hmmm apa yaaa, karena banyak informasi yang diberikan, sampai aku merasa kayak orang aneh. Dulu aku percaya kali dengan teori konspirasi itu, kayak apa ya, kayak yang bodoh-bodoh itu kayak alien, kayak apalagi ya, kayak piramid itu, aku merasa bodoh jadinya, ya lama-lama aku merasa itu bodoh. Aku cobalah cari yang serius, aku rasa itu menarik. Muncul lagilah pertanyaan, sentilan-sentilun kayak gini, eee.. bisa gak Tuhan membelah dirinya? Bisa gak Tuhan menciptakan sesuatu yang lebih besar darinya, muncul pertanyaan kayak gitu, terus liat debat-debat di internet”

(W1.A.P.21032016.J98)

“besar kalilah pengaruh internet itu buatku, betul-betul kayak orang yang pertama kali membuka pintu keluar rumah, semua terasa lebih luas dan bebas ngobrol sama semua nya, punya bacaan tanpa batas”

(W5.A.P.21062016.J32)

Dari internet inilah subjek mempelajari berbagai macam ilmu

pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang selalu berkembang dimuka bumi ini

menyajikan berbagai penjelasan yang logis dan masuk akal mengenai dunia

ini tercipta serta isinya. Pertanyaan yang selama ini membingungkan

mengenai terciptanya dunia ini mulai terjawab oleh ilmu pengetahuan. Ilmu

pengetahuan memberikan sebuah alasan yang mudah diterima akal sehat

bagaimana sesuatu dapat terjadi, tidak seperti agama yang bersifat pasif dan

tidak secara logis menjelaskan sebuah alasan dari sesuatu terjadi. Agama

selalu menjelaskan sesuatu berdasarkan apa yang ada dikitab suci yang

(53)

diimani setiap agama. Jika ditanya kepada seseorang yang beragama kenapa

bumi ini tercipta, secara umum, orang beragama akan menjawab karena ada

Tuhan yang menciptakan. Orang-orang beragama akan menjawab setiap

pertanyaan yang sulit dijelaskan kitab suci dengan membawa nama Tuhan.

Hal seperti itulah yang membuat subjek berfikir bahwa dia tidak sependapat

dengan orang beragama dan merasa ilmu pengetahuanlah yang dapat

menjelaskan segalanya.

“kalau ilmu pengetahuan itu selalu kasih alasan yang masuk akal kenapa sesuatu terjadi, sedangkan terkadang agama itu tidak memberikan alasan kenapa itu terjadi, itu terjadi karena Tuhan bilang seperti itu, Tidak bisa dibantah, gitulah kira-kira”

(W2.A.P.06062016.J14)

“dari apa yang kubaca soal ilmu pengetahuan membuat aku setuju sama itu, dan buat aku Tidak setuju sama apa yang ditunjukan agama”

(W2.A.P.06062016.J16)

Faktor penyebab yang ketiga adalah intimidasi secara intelektual.

Internet yang memberikan berbagai macam informasi baru terhadap subjek

membuat subjek terintimidasi secara intelektual. Selama ini subjek hanya

mendapat informasi mengenai Tuhan dan agama dari ajaran orangtua dan

sekolah. Subjek tidak merasa puas dengan informasi yang didapatnya

sehingga mencoba mencari informasi baru. Dari internet, subjek

menemukan atau mendapatkan informasi baru yang beraneka ragam. Tidak

hanya dari internet, subjek juga mendapat informasi yang dia inginkan

melalui buku-buku yang dia baca, berbagai artikel dll. Subjek juga pernah

(54)

41

Bahkan subjek juga sering berdiskusi di forum komunitas online bersama

orang-orang yang menganut paham ateis. Subjek juga membaca informasi

berkaitan dengan paham ateis. Meskipun tidak langsung menyatakan diri

sebagai seorang ateis, tetapi subjek setuju dan sependapat dengan paham

ateis yang dia terima. Subjek juga sampai mengidolakan seorang tokoh

ateis bernama Bill Maher. Subjek sangat setuju dengan berbagai pandangan

yang diberikan oleh Bill Maher. Informasi-informasi baru yang dia terima

ini membuat keimanan dan keyakinan subjek terhadap Tuhan dan agama

menjadi semakin dalam. Dari berbagai macam informasi yang dia terima

inilah subjek menarik kesimpulan terhadap konsep ketuhanan.

“mungkin karena banyak bertukar pikiran dengan orang lain tentang agama dan sejenisnya yang membuat saya juga berpikir demikian dan juga beberapa bacaan lain tentang agama yang membuat saya juga menarik kesimpulan seperti itu”

(W6.A.P.24062016.J10)

“idola ya.. hmm. Bukan idola sih tapi kalo di bilang suka liatnya sih kayaknya Bill maher kali ya”

(W6.A.P.24062016.J40)

“saya coba tanya ustad dan orang orang yang saya anggap ahli di keagamaan”

(W6.A.P.24062016.J72)

“jawabannya tidak jauh-jauh dari „tidak boleh mempertanyakan itu, banyaklah baca al-quran, berdoa,dll‟ gitu”

(W6.A.P.24062016.J74)

Faktor keempat yang menyebabkan keraguan subjek semakin dalam

adalah tindakan dari orang beragama itu sendiri. Subjek banyak melihat

(55)

fenomena nyata yang berhubungan dengan tindakan yang bisa dibilang

tindakan buruk dari orang beragama. Dari berbagai macam berita yang dia

temukan melalui internet, media sosial dan lain-lain, subjek melihat

berbagai macam perilaku buruk orang beragama yang justru membuat

seseorang terutama subjek menjadi semakin jauh dengan agamanya, seperti

peperangan, pemboman, perdebatan dan tindakan tidak tolerir antara kaum

beragama, padahal menurut subjek setiap agama sehrusnya mengajarkan

kebaikan dan bukan saling menjatuhkan dan saling menjelek-jelekan. Dan

seringkali tindakan buruk yang dilakukan orang beragama itu selalu

mengatasnamakan Tuhan.

“kenapa orang-orang beragama , seram-seram kali, kasar-kasar kali, demi agama dibunuhnya saudaranya sendiri, hancurkan mesjid, hancurkan gereja, hmmm masalah kayak FPI, pokoknya masalah-masalah sosial kayak gitu yang buat aku jadi tidak suka sama agama, ya karena hal-hal kayak gitulah, yang buat aku bertanya jadinya, kenapa sih Tuhan kayak gitu...”

(W1.A.P.21032016.J52)

“ya mungkin karena banyak baca-baca artikel juga, lihat-lihat internet, lihat kelakuan orang beragama, orang Islam yang buat kesal macam apa yaa, pokoknya sedikit-sedikit karena Tuhan, hancurkan tempat hiburan malam, karena mereka menganggap Tuhan menyuruh demikian, pengatasnamaan Tuhan itu looh, buat kesal juga”

(W2.A.P.06062016.J22)

“ya gimana ya, kayak misalnya dia suka banding-bandingkan Islam dengan agama lain, dia bilanglah kalau agama yang baik itu Islam, apa-apa kita diatur, bahkan masuk kamar mandinya ada doanya, lihat orang Kristen, tidak ada kayak kita yg Islam ini”

(W5.A.P.21062016.J14)

(56)

43

(W5.A.P.21062016.J18)

Karena berbagai macam faktor itulah yang menyebabkan subjek

merasa tidak nyaman dan menolak ajaran agama yang dianutnya. Subjek

memang setuju dan sepaham dengan ateis, hanya saja subjek belum

menganggap dirinya sebagai seorang ateis. Dia hanya tidak puas dan tidak

sepaham dengan pandangan agama. Hal ini juga membuat subjek tidak

menjalankan ritual agama lagi seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Dengan tidak menjalankan ritual agama bukan berarti subjek merasa

nyaman. Seringkali dia merasa canggung jika berada di lingkungan yang

beragama. Apalagi di lingkungan keluarga. Keluarga subjek merupakan

keluarga yang cukup taat dengan agama. Subjek seringkali merasa terpaksa

menjalankan ibadah. Subjek juga merasa canggung jika ditanya kenapa

dirinya tidak menjalankan ibadah seperti solat, puasa dan lain-lain. Sehingga

dia seringkali menghindar dari pembicaraan soal itu. Bahkan subjek juga

memakai topeng agama, dengan berpura-pura sudah menjalankan ibadah.

“yaaa tepaksa lah pura-pura jalankan ajaran agama, apalagi kalau di lingkungan keluarga, disuruh solat sama mama awak, aku ngerasa tidak ada gunanya, tapi ya apa boleh buat”

(W2.A.P.06062016.J48)

“kadang suka canggung saja kalau misalnya ditanya kenapa tidak solat, kenapa tidak puasa”

(W2.A.P.06062016.J52)

“ya sebisa mungkin menghidar, kalau tidak bisa menghindar, bilang saja udah, atau jawab-jawabin sambil becanda aja lah”

(W2.A.P.06062016.J54)

(57)

c. Dissociation

Ketika memasuki masa sekolah menengah atas (SMA), subjek bukan

hanya semakin ragu, tetapi subjek mulai jauh dan memisahkan diri dari

agama Islam. Bukan hanya sekedar ragu dengan pandangan Islam, tetapi

subjek juga sudah mulai memisahkan diri dari agama Islam tersebut. Subjek

belum menjadi seorang ateis, dia masih beranggapan bahwa Tuhan itu ada,

hanya saja dia tidak menanamkan ide agama manapun.

“dulu aku mungkin menganggap Tuhan itu ada, tapi aku tidak setuju dengan ajaran agama yang mengagung-agungkan Tuhan, mengatasnamakan Tuhan, berbuat sesuatu karena Tuhan yang menyuruh, berbuat sesuatu atas dasar perintah Tuhan, aku tidak setuju itu, emang kita sebagai manusia tidak bisa saja gitu berbuat baik?berbuat baik tidak harus disuruhkan, kita pasti bisa bedain mana yang baik, mana yang buruk, mana yang tidak merugikan orang lain, pada saat itu aku menjalankan hidup dengan cara seperti itu. Gak harus ngebom-ngebom untuk membasmi kejahatan”

(W2.A.P.06062016.J70)

Bagi subjek yang selama ini mencari-cari kebenaran, tidak harus

beragama untuk berbuat baik. Justru sebaliknya, dia merasa berbuat baik,

menjalankan hidup sebaik mungkin, menolong sesama bisa dilakukan tanpa

harus diatur oleh agama dan Tuhan. Dengan memisahkan diri dari ajaran

agama, subjek merasa terbebas dari ajaran agama yang mengikat. Dia

merasa bebas memikirkan apa saja, bebas melakukan apa saja, tanpa harus

merasa takut dan berdosa lagi.

(58)

45

Walaupun tidak merasa berdosa dan bebas melakukan apa saja, bukan

berarti subjek bertindak sesuka hati. Subjek menjalankan hidup dengan cara

humanis. Bagi subjek, asalkan tidak merugikan diri sendiri dan orang lain,

itu sudah menjadi tindakan yang baik dalam menjalani hidup.

“aku bebas melakukan apa aja, aku bebas memikirkan apa aja, tidak perlu harus mikirin dosa kayak orang-orang beragama, tapi bukan berarti aku aku suka-suka hatilah, aku hidup dengan cara humanis, kalau bisa nolong orang ya nolong orang lain, pokoknya lakukan sesuatu itu yang penting tidak merugikan diri sendiri, tidak merugikan orang lain juga”

(W2.A.P.06062016.J72)

Bagi sebagian besar orang beragama, kitab suci merupakan pedoman

dalam menjalankan hidup, tetapi hal ini tidak menjadi bagian dari diri

subjek. Tidak ada acuan ataupun pedoman hidup yang harus ditaati oleh

subjek. Subjek melakukan sesuatu berdasarkan apa yang dia pikirkan dan

dia rasakan.

“tidak punya yang kayak gitu, aku jalani hidup berdasarkan apa yang aku, pikirkan dan aku rasakan aja”

(W2.A.P.06062016.J76)

d. Transision

Subjek yang sejak dulu menganut agama Islam dan kini telah

memisahkan diri dari Islam, tidak menganut agama lain sebagai pahamnya.

Subjek menolak agama dan ajaran agama, memisahkan diri dari itu semua,

bukan hanya memisahkan diri dari Islam saja. Kemudian subjek mencari

(59)

orang-orang yang sepaham dengan subjek. Subjek menemukannya di media

sosial facebook, yaitu sebuah komunitas ateis. Bermula dari membaca isi

dari komunitas itu, dan membuat subjek menjadi tertarik untuk

mendalaminya, subjek pun bergabung dengan komunitas tersebut. Saat

bergabung, subjek masih belum menjadi seorang ateis. Subjek bergabung

dikomunitas ateis bernama ABAM (anda bertanya, ateis menjawab).

“aku nyari juga melalui facebook, disitu ada komunitas online yang mengaku sebagai komunitas ateis”

(W2.A.P.06062016.J86)

“aku sadar ateis susah untuk diterima secara umum, jadi tidak mungkin ada orang yang secara terang-terangan bilang kalau „saya adalah ateis‟.”

(W2.A.P.06062016.J88)

“waktu itu aku belum ateis, tapi mungkin udah sangat sependapat dengan ateis itu, makanya aku baca-baca, lama-lama gabung”

(W2.A.P.06062016.J92)

Didalam komunitas tersebut, tidak hanya orang-orang ateis, tetapi

orang beragama pun banyak yang bergabung didalamnya. Komunitas

tersebut membahas berbagai macam fakta dan fenomena dari berbagai sudut

pandang. Didalam komunitas ini merupakan forum diskusi yang sangat

nyaman bagi subjek karena memiliki pertanyaan, asumsi serta jawaban yang

sama. Subjek memandang positif komunitas serta anggota dari komunitas

tersebut.

Referensi

Dokumen terkait