• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Tidur dan Faktor Gangguan Tidur pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Medan Teladan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Tidur dan Faktor Gangguan Tidur pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Medan Teladan"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Kualitas Tidur dan Faktor-Faktor Gangguan Tidur pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Teladan

Oleh:

Dwi Putriana Lubis

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian dengan tujuan mengidentifikasi kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi.

Saya mengharapkan kesediaan Bapak/ Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini tidak memberikan dampak yang membahayakan. Jika Bapak/ Ibu bersedia maka saya akan memberikan kuesioner kepada Bapak/ Ibu untuk dijawab. Peneliti memohon kesediaan Bapak/ Ibu memberikan jawaban berdasarkan kuesioner dengan jujur apa adanya.

Partisipasi Bapak/ Ibu bersifat sukarela, sehingga Bapak/ Ibu bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Semua informasi yang Bapak/ Ibu berikan akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini. Terimakasih atas partisipasi Bapak/ Ibu dalam penelitian ini. Jika Bapak/ Ibu bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, maka silahkan menandatangani lembar persetujuan ini.

Medan, 2013

Peneliti Responden

(2)

Lampiran 2

INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner data demografi, kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur. Ada 3 bagian yang termasuk di dalam kuesioner ini yaitu:

Bagian 1. Kuesioner Data Demografi (KDD) Bagian 2. Kuesioner Kualitas Tidur (KKT)

Bagian 3. Kuesioner Faktor-Faktor Gangguan Tidur (KFGT) 3.1. Faktor-faktor fisik

(3)

Kode : Tgl/ Waktu :

Bagian 1. Kuesioner Data Demografi

Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu dengan memberi tanda (√)

1. Umur : _______ tahun

2. Tekanan Darah : _______ mm/Hg

3. Jenis Kelamin :

1. Laki-laki 2. Perempuan

4. Suku :

1. Batak 2. Aceh 3. Jawa 4. Melayu 5. Lain-lain,...

5. Pendidikan Terakhir : 1.SD 2.SMP 3.SMA

4.Perguruan Tinggi

6. Agama :

(4)

7. Status Perkawinan :

1.Belum menikah 2.Menikah 3.Janda/ Duda 4. Lain-lain,...

8. Pekerjaan :

1.PNS/ TNI/ POLRI

2.Pegawai swasta/ wiraswasta 3.Buruh

4.Bertani 5.Lain-lain,...

9. Penghasilan/ bulan :

1.< Rp 1.000.000,-

2. >Rp 1.000.000,- s/d Rp 1.500.000,- 3. >Rp 1.500.000,- s/d Rp 2.000.000,- 4. >Rp 2.000.000,-

10. Lokasi tempat tinggal :

1.Pemukiman rumah penduduk yang padat 2.Di pinggir jalan umum/ jalan raya

3.Komplek Perumahan 4. Lain-lain,...

(5)

12. Zat stimulasi yang digunakan : 1. Alkohol 2. Kafein (Kopi) 3. Temabakau 4. Teh

5. Lain-lain,...

13. Obat-obatan yang digunakan :

13.1 Obat yang menyebabkan tertidur 1. Obat tidur 2. Antipsikotik 3. Obat Batuk 4. Lain-lain,...

13.2 Obat yang mennyebabkan gangguan tidur 1. ACEI

(6)

Bagian 2. Kuesioner Riwayat Kualitas Tidur

Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu dengan memberi tanda (√) sesuai dengan keadaan yang Bapak/Ibu alami

1. Berapa lama waktu yang Bapak/ Ibu butuhkan untuk tidur di malam hari? 1. <5 jam

2. 5-6 jam 3. 6-7 jam 4. >7 jam

2. Berapa lama waktu yang Bapak/ Ibu butuhkan untuk dapat tertidur di malam hari?

1. >60 menit 2. 31-60 menit 3. 16-30 menit 4. <15 menit

3. Berapa kali Bapak/ Ibu terbangun dari tidur di malam hari? 1. >5 kali

2. 3-4 kali 3. 1-2 kali 4. Tidak ada

4. Bagaimana perasaan Bapak/ Ibu ketika bangun tidur di pagi hari? 1. Sangat mengantuk

(7)

5. Seberapa nyenyak tidur Bapak/ Ibu di malam hari? 1. Sebentar-bentar terbangun

2. Tidur dan kemudian terbangun 3. Tidur tetapi tidak nyenyak 4. Tidur sangat nyenyak

6. Apakah Bapak/ ibu merasa segar saat bangun tidur di pagi hari? 1. Sangat segar

2. Sedang 3. Cukup segar 4. Tidak sama sekali

7. Apakah Bapak/ Ibu merasa lemah/ lelah saat beraktivitas pada pagi hari? 1. Sangat lemah atau sangat lelah

2. Lemah atau lelah 3. Sedikit lemah atau lelah

(8)

Bagian 3. Faktor-Faktor Gangguan Tidur

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda (√) sesuai dengan gangguan tidur yang anda rasakan. Anda diminta menilai seberapa jauh gangguan tidur yang mengganggu tidur anda dengan penilaiannya adalah sebagai berikut: Nilai 1 : Tidak Ada Gangguan

Nilai 2 : Gangguan Ringan Nilai 3 : Gangguan Sedang Nilai 4 : Gangguan Berat

Saya merasakan gangguan saat tidur, karena:

1. Faktor Fisik

Faktor Fisik Pengalaman Tingkat Gangguan Tidur Ya Tidak Tidak ada

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda (√) sesuai dengan gangguan tidur yang anda rasakan. Anda diminta menilai seberapa jauh gangguan tidur yang mengganggu tidur anda dengan penilaiannya adalah sebagai berikut: Nilai 1 : Tidak Ada Gangguan

(9)

Saya merasakan gangguan saat tidur, karena:

2. Faktor Lingkungan Faktor

Lingkungan

Pengalaman Tingkat Gangguan Tidur Ya Tidak Tidak ada

Gangguan

Gangguan Ringan

Gangguan Sedang

Gangguan Berat 1. Suara bising

2. Ventilasi yang baik

3. Ruang dan tempat tidur yang nyaman 4. Cahaya lampu

yang terlalu terang

5. Suhu ruangan yang terlalu dingin/terlalu panas

6. Bau yang

(10)

Lampiran 3 RIWAYAT HIDUP

Nama : Dwi Putriana Lubis Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 11 Maret 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Bajak II, Gg Sekolah, No.273-A, Medan

Riwayat Pendidikan :

(11)

Medan, 20 Desember 2012

Kepada Yth.

Ibu Evi Karota Bukit, SKp, MNS Di Tempat

Dengan hormat,

Sehubungan dengan akan dilakukannya penelitian tentang “Kualitas Tidur dan Faktor-Faktor Gangguan Tidur pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Teladan”, maka peneliti berharap dapat menggunakan Sleep Quality Questionaires (SQQ) yang telah Ibu buat untuk thesis Ibu dengan judul “Sleep Quality and Factors Interfering with Sleep Among Hospitalized Elderly in Medical Units, Medan Indonesia”.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kualitas tidur dan faktor-faktor yang mengganggu tidur pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Medan Teladan.

Peneliti memilih Sleep Quality Questionaires (SQQ) karena dirasakan yang paling sesuai untuk pemakaian instrument SQQ demi kelancaran penelitian ini.

Demikianlah surat ini saya perbuat, atas perhatian Ibu saya ucapkan terimakasih.

Hormat saya,

(12)

Kepada Yth.

Sdr. Dwi Putriana Lubis Di Tempat

Sehubungan dengan surat saudara tertanggal 20 Desember 2012 perihal permohonan izin pemakaian instrument Sleep Quality Questionaires (SQQ), bersama ini disampaikan bahwa saya menyetujui permohonan tersebut dengan syarat harap menyerahkan satu laporan penelitian dan masukan tentang instrumen Sleep Quality Questionaires (SQQ).

Atas perhatian saudara, disampaikan terimakasih.

Medan, 4 Januari 2013

(13)
(14)
(15)
(16)
(17)

DAFTAR PUSTAKA

Alberti, A. 2006. Headache and Sleep. Sleep Laboratory, Neurologic Clinic of Perugia, Via E. Dal Pozzo, Perugia, Italy.

d_Sleep.pdf. diakses 21 September 2012.

Arikunto, S. 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed. Rev. Jakarta: Rineka Cipta.

Baradero, M. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Boynton, L. 2003. Respiratory Care. Disclaimer: The material contained herein is provided for informational purposes only, and should not be construed as medical or legal advice on any subject matter. 63. diakses 21 September 2012.

Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen, Ed. 2. Jakarta: EGC

Bustan, M. N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Choppra, D. 2003. Tidur Nyenyak, Mengapa Tidak? Ucapkan Selamat Tinggal pada Insomnia. Yogyakarta: Ikon Teralitera.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi Ed. 3 Rev. Jakarta: EGC

Dalimartha, Setiawan dkk. 2008. Care Your Self Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus+.

Dart, R. A. 2003. The Association of Hypertension and Secondary Cardiovascular Disease With Sleep-Disordered Breathing. Available at:

Davey, P. 2003. Medicine at a Glance. Jakarta: Erlangga

Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006 Pharmaceutical Care untuk

Penyakit Hipertensi. Available at:

(18)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Teknis Penemuan Dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Available at:

Gray, H. H. 2002. Lecture Notes on Cardiology. Jakarta: Erlangga

Guyton, A. C. and Hall, J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.

Hamzah, D. F. 2012. Gambaran Diet Jantung Dan Status Gizi Pasien Penderita Hipertensi Komplikasi Penyakit Jantung Yang Rawat Inap Di Rumah Sakit

Umum Bandung Medan. Available at:

2012

Hanning, C. 2009. Sleep Disturbance and Wind Turbine Noise on Behalf of Stop Swinford Wind Farm Action Group (SSWFAG) watch.org/Hanning-sleep-disturbance-wind-turbine-noise.pdf. diakses 14 Juni 2011.

Hidayat, A. A. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: salemba Medika.

Hidayat, A. A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: salemba Medika

Hidayat, A. A. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.

Japardi, I. 2002. Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara. USU Digital Library.

tidur.pdf. Diakses 16 September 2012.

Karota-B. 2003. Sleep Quality and Factors Interfering with Sleep Among Hospitalized Elderly in Medical Units, Medan Indonesia. Master of Nursing Science Thesis in Adult Nursing. Prince of Songkla University, Thailand.

(19)

Hong Kong. The Open Sleep Journal.

Louis, G J. (2005). Sleep-Disordered Breathing and Hypertension among African

Americans. Avaible at:

Mansoor, G. A. 2002. Sleep Actigraphy in Hypertensive Patients with The 'Non-dipper' Blood Pressure Profile. Journal of Human Hypertension. 16 September 2012.

Martin, J. 2000. Assessment and Treatment of Sleep Disturbance in Older Adults. University of California San Diego and San Diego Veterans Affairs Healthcare System.

Murwani, A. S. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta. Mitra Cendika.

Mutaqqin, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Potter. P. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.

Priharjo, R. 1993. Perawatan Nyeri; Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien. Jakarta: EGC.

Rains, J. C. (2006). Sleep Disorders and Headache. Center for Sleep Evaluation at

Elliot Hospital, Manchester.

http://www.americanheadachesociety.org/assets/RainsSleep.pdf. diakses 14 Oktober 2012.

(20)

Rubenstein, David. 2007. Lecture Notes on Clinical Medicine. Jakarta: Erlangga Schachter, L. 2008. Sample Diagnostic Report. Sleep Services Australia.

http://www.tmjtreatment.com.au/SSA_diagnostic.pdf. diakses 3 Oktober 2012.

Septiyadi, E. 2007. Terapi Alami Agar Tidur Lebih Mudah. Jakarta: Restu Agung. Shapiro, C. M. et al. 1993. Sleep Problems in Patients with Medical Illness.

ABC of Sleep Disorders Volume 306.

Sheps, S. G. 2002. Mayo Clinic Hipertensi Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Intisari Mediatama.

Siregar,M.H. 2011. Mengenal Sebab-Sebab, Akibat-Akibat, dan Cara Terapi Insomnia. Yogyakarta: Flashbooks.

Suryani, R. 2004. Kualitas Tidur dan Faktor-Faktor Gangguan Tidur Pasien dengan Gangguan Saluran Pencernaan yang Dirawat di Rumah Sakit. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Medan: Fakultas Keperawatan USU.

Tambayong, J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

(21)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini, kerangka konseptual yang digunakan bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas tidur dan gambaran faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi. Pada penelitian sebelumnya dapat diidentifikasi dari laporan kualitas tidur klien tentang, lamanya waktu tidur pada malam hari, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun, perasaan segar saat terbangun dan aspek subjektif seperti kepulasan atau kedalaman tidur (Buysse et al, 1988; Parket et al, 2001; Karota-Bukit, 2003). Namun demikian dalam berbagai referensi dilaporkan bahwa kualitas tidur pada penderita hipertensi dapat dinilai dari laporan subjektif klien berdasarkan kualitas tidur buruk atau kualitas tidur baik.

(22)

Skema 1: Kerangka konseptual penelitian ualitas tidur dan faktor-faktor gangguan

tidur pada penderita hipertensidi wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan

KUALITAS TIDUR KLIEN PENDERITA HIPERTENSI

1. Waktu yang diperlukan untuk memulai tidur

2. Frekuensi terbangun pada malam hari

3. Lamanya waktu tidur pada malam hari

4. Kepulasan tidur 5. Kedalaman tidur

6. Rasa segar setelah terbangun dari tidur

7. Rasa lemah atau leah saat beraktifitas di siang hari

FAKTOR-FAKTOR

3. Sesak nafas dan sulit bernafas 2. Ventilasi yang baik

3. Ruang dan tempat tidur yang nyaman

4. Cahaya lampu yang terlalu terang

5. Suhu ruangan yang terlalu dingin/terlalu panas

6. Bau yang tidak nyaman KLIEN PENDERITA

(23)

2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Kualitas tidur adalah kepuasan tidur berdasarkan laporan subjektif individu tentang kondisi yang dialami selama tidur terhadap parameter tidur meliputi waktu latensi tidur waktu yang dibutuhkan untuk mulai tertidur, lama waktu tidur yaitu yaitu total waktu yang dibutuhkan untuk tidur dalam satu malam, frekuensi terbangun yaitu banyaknya waktu terbangun yang dialami dalam satu malam, kepulasan tidur yaitu perasaan cukup atau terpenuhi kebutuhan tidur seseorang dalam satu malam, rasa lemah/ lelah saat bangun tidur, perasaan tidak segar saat bangun tidur di pagi hari, yang diukur dengan menggunakan kuesioner kualitas tidur.

(24)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan yang bertujuan untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Arikunto, 2005). Penelitian ini sendiri bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi di Puskesmas Teladan Medan .

2. Populasi dan Sampel Penelitian 2.1 Populasi Penelitian

(25)

2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi (Hidayat, 2009). Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah penderita hipertensi yang rawat jalan di Puskesmas Teladan Medan .

Menurut Arikunto (2006), penentuan jumlah sampel yang digunakan jika populasi lebih dari 100 dapat diambil 10-15% atau dari populasi dan dianggap representatif. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menetapkan jumlah responden adalah 15%. Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 37 orang. Adapun kriteria inklusi responden dalam penelitian ini adalah penderita dewasa terdiagnostik dengan hipertensi yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Teladan Medan minimal satu kali dalam masa penelitian dan bersedia menjadi respoden.

2.3Teknik Sampling

(26)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Teladan Medan . Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2013. Adapun alasan peneliti memilih lokasi ini karena Puskesmas Teladan Medan memiliki kriteria sampel penelitian, di samping itu lokasi ini mudah dijangkau peneliti dan penelitian tentang kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi belum pernah dilakukan di Puskesmas Teladan Medan .

4. Pertimbangan Etik

(27)

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisoner yang terdiri dari 3 bagian yaitu Kuisoner Data Demografi (KDD), Kuisoner Kualitas Tidur (KKT), dan Kuisoner Faktor-Faktor Gangguan Tidur (KFGT)

5.1 Kuesioner Data Demografi (KDD)

Kuesioner Data Demografi terdiri dari beberapa pertanyaan yang dibagi dalam 2 komponen dengan 9 item data demografi, dan 5 item data gaya hidup dan kebiasaan tidur penderita hipertensi di rumah. Data demografi klien meliputi usia, tekanan darah, jenis kelamin, suku, pendidikan terakhir, agama, status perkawinan, pekerjaan, dan penghasilan per bulan. Data gaya hidup dan kebiasaan tidur meliputi lokasi tempat tinggal, zat-zat stimulasi yang digunakan, jumlah teman sekamar, konsumsi obat yang menyebabkan tidur, dan konsumsi obat yang menyebabkan gangguan tidur.

5.2Kuesioner Kualitas Tidur (KKT)

Kuesioner Kualitas Tidur adalah berupa pertanyaan yang digunakan untuk mengidentifikasi kualitas tidur klien yang terdiri dari 7 item meliputi lamanya waktu tidur pada malam hari, waktu yang diperlukan untuk memulai tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, perasaan ketika bangun tidur, kepulasan saat tidur, perasaan segar saat bangun tidur, dan persaan lemah saat beraktivitas pagi hari. Kuesioner ini diadopsi dari The Sleep Quality Questionaires (SQQ) (Buysse, et al.,1988; Ellis, et al.,1981). Adapun

(28)

28. Semakin tinggi total skor kualitas tidur maka akan semakin baik kualitas tidur klien tersebut.

5.3Kuesioner Faktor-Faktor Gangguan Tidur (KFGT)

Kuesioner Faktor-faktor Gangguan Tidur terdiri dari beberapa pertanyaan yang dibagi dalam 2 komponen faktor-faktor gangguan tidur penderita hipertensi, yaitu faktor fisik dan faktor lingkungan. Peneliti memodifikasi kuesioner ini dari tinjauan pustaka (Southwell & Wistow, 1995; Karota-Bukit, 2003; Suryani, 2004). Kuesioner faktor-faktor gangguan tidur terdiri dari 12 item, yaitu 6 item untuk faktor fisik dan 6 item untuk faktor lingkungan sedangkan faktor psikososial tidak diukur pada penelitian ini hal ini disebabkan karena

(29)

gangguan tidur maka akan semakin tinggi tingkat gangguan tidur klien dengan hipertensi.

6 Uji Reliabilitas

Sebagai pemeriksaan pendahuluan sebelum melakukan penelitian dilakukan suatu uji tentang kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi,2007). Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan alat ukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang relatif sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok subjek yang sama (azwar 2003).

Uji reliabilitas ini dilakukan di Puskesmas Teladan Medan terhadap 10 orang responden yang tidak termasuk dalam jumlah sampel penelitian dengan menggunakan metode uji Cronbach’s Alpha untuk Kuesioner Kualitas Tidur Bersih dan Sehat dan metode uji KR21 digunakan untuk Kuesioner Faktor Gangguan Tidur. Uji reliabilitas penelitian ini dilakukan terhadap responden yang memenuhi kriteria sampel penelitian, kemudian jawaban dari responden diolah dengan menggunakan komputerisasi.

(30)

7 Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa prosedur yang dilaksanakan dalam pengumpulan data yaitu peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin kepada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU dan kepada institusi tempat penelitian yaitu di Puskesmas Teladan Medan .

Peneliti menjelaskan pada calon responden tentang tujuan, manfaat dan cara pengisian kuesioner, dilakukan oleh responden yang bersedia untuk menjadi responden dan diminta menandatangani informed consent (surat persetujuan). Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang didampingi oleh peneliti. Peneliti dapat memandu responden mengisi kuesioner sampai selama pertanyaan diisi dengan lengkap.

8 Analisa Data

(31)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hasil dari kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi di Puskesmas Teladan Medan dengan persentase hasil dari penelitian diuraikan berikut ini, karakteristik responden penderita hipertensi, kualitas tidur pada penderita hipertensi, dan faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi.

1.1.Karakteristik Responden

Pada tabel 2 ditampilkan deskripsi karakteristik responden yang mencakup, demografi mayoritas responden berusia antara 51-60 tahun dengan rata-rata 56,22 (SD = 7,61), tekanan darah 140/110-159/99 mmHg (57%), telah menikah (89%), berjenis kelamin laki-laki (70%), suku Melayu (35%), beragama Islam (62%), latar belakang pendidikan terakhir SMA (51%). Mayoritas responden bekerja sebagai wiraswasta (54%) dan menyatakan bahwa penghasilan perbulannya lebih dari Rp1.000.000–Rp. 1.500.000 (38%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Data Demografi Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Teladan Medan (N=37)

Karakteristik Frekuensi Persentase

(32)

Tabel 2. (Lanjutan)

Karakteristik Frekuensi Persentase

(33)

Pada tabel 3 ditampilkan deskripsi karakteristik responden yang mencakup, gaya hidup dan kebiasaan tidur di rumah. Mayoritas responden tinggal di pemukiman rumah penduduk yang padat (54%) dan mengkonsumsi tembakau (47%). Mayoritas responden memiliki jumlah teman sekamar 1-2 orang (81%), mengkonsumsi obat batuk (24%) dan mengkonsumsi obat golonngan ACEI (49%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Gaya Hidup Dan Kebiasaan Tidur Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Teladan Medan (N=37)

Karakteristik Frekuensi Persentase

Lokasi Tempat Tinggal

(34)

Tabel 3. (Lanjutan)

Karakteristik Frekuensi Persentase

Obat Gangguan Tidur ACEI

1.2 Kualitas Tidur Penderita Hipertensi

Pada tabel 4 menampilkan distribusi frekuensi dan persentase deskripsi responden berdasarkan kualitas tidur pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan. Hasil penelitian mengenai kualitas tidur menunjukkan bahwa responden yang menderita hipertensi mengalami total jam tidur selama 5-6 jam (43%), membutuhkan waktu untuk mulai tidur 31-60 menit (35%), dan terbangun ketika tidur di malam hari sekitar 3-4 kali (38%). Selain itu responden merasa mengantuk ketika responden bangun tidur di pagi hari (32%), sebentar-sebentar terbangun saat tidur di malam hari (41%), perasaan segar di pagi hari hanya sedang-sedang saja (38%), dan merasa sedikit lemah atau lelah saat melakukan aktivitas di pagi hari (41%)

Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase kualitas tidur pada penderita hipertensi

di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan (N=37)

Parameter Tidur Frekuensi Persentase

(35)

Tabel 4. (Lanjutan)

Parameter Tidur Frekuensi Persentase

Waktu Mulai Tertidur >60 menit

Perasaan Saat Bangun Sangat mengantuk Tidur dan kemudian terbangun Tidut tetapi tidak nyenyak Tidur sangat nyenyak Perasaan Segar Saat Bangun

Sangat segar Perasaan Saat Beraktivitas

Sangat lemah atau sangat lelah Lemah atau lelah

Sedikit lemah atau lelah Tidak lemah atau lelah

(36)

1.3 Faktor-Faktor Gangguan Tidur Penderita Hipertensi

1.3.1 Faktor Fisik

Pada tabel 5 menunjukkan hasil penelitian tentang faktor gangguan tidur yang diakibatkan kondisi fisik pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan, yaitu terdapat 81% responden mengalami pusing, 54% responden mengalami batuk, 41% responden mengalami sulit bernafas, 57% responden mengalami rasa tidak nyaman, 57% responden mengalami perasaan lelah, dan 65% responden mengalami nokturia.

Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan faktor gangguan fisik pada

penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan (N=37).

Faktor Gangguan Tidur

Pengalaman Tingkat Gangguan Tidur

(37)

1.3.2 Faktor Lingkungan

Pada tabel 6 menunjukkan hasil penelitian tentang faktor gangguan tidur yang diakibatkan kondisi lingkungan pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan, yaitu terdapat 76% responden megalami tidur dengan ventilasi yang tidak baik, saat tidur 73% responden mengalami suara bising, 59% responden mengalami tidur diruangan tidur yang tidak nyaman dan kotor, 32% responden mengalami tidur dengan cahaya lampu yang terlalu terang, 41% responden mengalami tidur dengan suhu yang terlalu panas, dan 32% responden mengalami tidur di lingkungan rumah yang bau.

Tabel 6. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan faktor gangguan tidur secara lingkungan pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan (N=37)

Faktor Gangguan

Tidur

(38)

Tabel 6. (Lanjutan)

Faktor Gangguan Tidur

Pengalaman Tingkat Gangguan Tidur

Ya

Penelitian ini bertujuan untuk membahas hasil dari kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi di Puskesmas Teladan Medan. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan responden 37 orang. 2.1 Kualitas Tidur

(39)

2003). Hal tersebut diseababkan karena saat tidur tekanan darah dan denyut jantung akan menurun sebanyak 10-20% (Gotlieb, 2006).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki waktu yang lama untuk mulai tertidur yaitu 31-60 menit (35%). Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa penderita hipertensi memiliki kebiasaan memerlukan waktu lebih lama untuk mulai tertidur (Mansoor, 2002) sehingga akan berdampak pada total jam tidur yang berkurang dan tidak seperti orang normal yang biasanya tertidur dalam waktu 20 menit (Schachter, 2008). Hal ini juga berkaitan dengan mayoritas responden yang mengkonsumsi tembakau (47%) dan teh (32%), adapun kandungan nikotin yang terdapat dalam tembakau dan kandungan kafein yang terdapat dalam teh akan menyebabkan seseorang sulit untuk memulai tertidur (Mukhlidah, 2011).

(40)

2.2 Faktor Gangguan Tidur 2.2.1 Faktor Fisik

Secara umum penderita hipertensi mengalami gangguan tidur karena beberapa kondisi klinis yang dialaminya sehingga berdampak pada kualitas tidur yang buruk (Cortelli, 2004). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 81% responden mengalami pusing karena tekanan darahnya meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari hasil penelitan Cortelli (2006) yang menunjukkan bahwa 46% penderita hipertensi sering mengalami pusing yang berdampak pada kualitas tidur yang buruk, dan apabila pusing tidak diatasi dan semakin parah maka akan semakin meningkat juga tingkat gangguan tidurnya (Albertie, 2006). Selain itu pusing pada penderita hipertensi dapat membangunkan penderita dari tidurnya sehingga penderita tidak mendapatkan tidur yang cukup yang nantinya akan berdampak pada aktivitas di keesokan harinya (Potter & Perry, 2005).

Mayoritas responden menunjukkan bahwa 65% responden, dan diantaranya 35% responden mengalami gangguan tidur akibat nokturia atau sering buang air kecil pada malam hari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Khuswardhani (2006) yang menujukkan bahwa 68% gejala tersering pada penderita hipertensi adalah nokturia. Selain itu Rains (2006) juga menambahkan bahwa nokturia pada penderita hipertensi dapat menyebabkan seseorang terbangun berulang kali dari tidurnya (Mansoor, 2002)

(41)

saat tidur (Louis, 2005) dan mengalami gangguan tidur yang disebabkan sulit bernafas (Dart, 2003).

2.2.2 Faktor Lingkungan

Gangguan tidur juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, di antaranya adalah suara bising, ventilasi yang tidak baik, dan ruang tidur yang tidak nyaman (Potter & Perry, 2005). Dari hasil penelitian 76% mayoritas responden melaporkan bahwa responden mengalami gangguan tidur bila tidak berada diruangan yang memilliki ventilasi baik. Ventilasi yang baik akan menghasilkan jumlah dan kualitas udara yang segar ke seluruh ruangan yang dapat berfungsi mengurangi dan membebaskan udara dari bau maupun udara, selain itu ventilasi juga akan memperngaruhi suhu dalam ruangan (Septi, 2011). Seseorang juga akan mengalami gangguan tidur apabila tidur di ruangan yang terlalu panas ataupun terlalu dingin (Lee, 1997). Hal ini disebabkan karena saat tidur suhu ruangan akan mempengaruhi suhu tubuh dan tekanan darah seseorang saat tidur, jika suhu ruangan meningkat maka hypothalamus akan merangsang pembesaran pori-pori kulit, percepatan peredaran darah, pengeluaran keringat, dan reaksi-reaksi tubuh lainnya yang bertujuan untuk mengurangi panas tubuh yang berlebihan (LPMP, 2012).

(42)

(Hanning, 2009). Hasil penelitian oleh Robert Koch (2003) menunjukkan bahwa orang yang hidup di lingkungan pemukiman yang padat cenderung mengalami suara bising, yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan berdampak buruk bagi kesehatan jangka panjang penderita hipertensi.

Hasil penelitian menunjukkan 59% mayoritas respoden menunjukkan bahwa responden tidak bisa tertidur jika berada di ruangan dan tempat tidur yang tidak nyaman. Ruangan tidur yang tidak nyaman juga dapat memicu stres oleh ketidakstabilan emosi dan akan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Hal tersebut disebabkan karena ruang tidur merupakan tempat dimana seseorang melepaskan pikiran-pikiran yang penat / lelah setelah seharian melakukan aktifitas. Apabila ruang tidur kotor ataupun bau maka bisa dikatakan itulah faktor utama dari susahnya tidur (Septiyadi, 2005).

Adapun faktor cahaya lampu pada saat tidur juga memberikan pengaruh pada kulaitas tidur seseorang. Cahaya lampu terlalu terang saat tidur dapat menghambat sekresi melatonin pada tubuh yang akan menyebabkan seseorang tidak mengantuk (Mukhlidah, 2011). Hal ini tentunya dapat menyebabkan terjadinya pergeseran sistem sirkadian, dimana jadwal tidur maju secara bertahap dan mengakibatkan seseorang mengalami total jam tidur yang kurang (Sack et al, 2007).

(43)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Secara keseluruhan mayoritas responden memiliki kualitas tidur buruk yang dapat dilihat dari 43% responden memiliki total waktu tidur pada malam hari 5-6 jam, 41% responden memiliki kedalaman tidur, dan 38% responden memiliki frekuensi terbangun 3-4 kali.

Faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi dapat terjadi karena faktor fisik di antaranya adalah pusing 81%, nokturia 65%, dan 51% responden yang perasaan lelah.. Selain itu ada juga faktor lingkungan yang dapat mengganggu tidur di antaranya adalah ventilasi yang tidak baik 76%, suara bising 73%, dan 59% ruang dan tempat tidur yang tidak nyaman.

2. Saran

2.1. Saran bagi Pelayanan Kesehatan

(44)

2.2. Rekomendasi bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru bagi pendidikan keperawatan tentang gambaran kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi sehingga perawat-perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif kepada penderita hipertensi, terkhusus mengenai tidurnya.

2.3. Rekomendasi bagi Penelitian Keperawatan

(45)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Fisiologi Tidur 1.1Definisi

Tidur merupakan keadaan seseorang saat berada pada keadaan bawah sadar yang dapat dibangunkan kembali apabila orang tersebut mengalami respon terhadap rangsangan dari luar seperti rangsangan sensorik ataupun rangsangan lainnya (Guyton & Hall, 1997). Selain itu tidur memiliki urutan siklus yang berulang-ulang selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005).

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun.

Salah satu aktvitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir.

(46)

batang otak tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan system limbik. Dengan demikian, system pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2006).

1.2 Fungsi tidur

Siklus tidur-bangun akan mempengaruhi fungsi fisiologi, respons perilaku, dan kemampuan seseorang untuk berkonsentrasi membuat keputusan serta melakukan kegiatan sehari – harinya. (Potter & Perry, 2005). Saat sakit kebutuhan tidur seseorang penting, hal ini disebabkan karena tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang brfungsi untuk memulihkan kesehatan seseorang (Tarwoto, 2006) agar dapat kembali pada keadaan yang optimal (Priharjo, 1993). Selain itu tidur berfungsi untuk memulihkan keseimbangan alami di antara pusat-pusat neuron (Guyton, 2007).

1.3 Tahapan tidur

Tahapan tidur dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu Non Rapid Eye Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement (REM). Tidur

(47)

Tahapan tidur memiliki karakteristik tertentu yang dianalisis dengan bantuan Electroencefalograph (EEG) yang menerima dan merekam gelombang otak, electrooculograph (EOG) yang merekam pergerakan mata dan electromyograph (EMG) yang merekam tonus otot (Lilis, 2001).

Tidur Non Rapid Eye Movement (NREM). Tahapan tidur NREM dibagi menjadi 4 tahap :

Tahap satu NREM merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dimana seseorang masih sadar dengan lingkungannya, merasa mengantuk, frekuensi nadi dan nafas sedikit menurun, dan berlangsung selama lima menit. Kualitas tidur tahap ini sangat ringan, seseorang dapat mudah terbangun karena stimulasi sensori seperti suara (Potter & Perry, 2003).

Tahap dua merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun yang ditandai dengan penurunan tanda-tanda vital, metabolisme menurun dan tahap ini berlangsung selama 10-20 menit (Tartowo, 2004). Pada tahap ini seseorang masih relative mudah untuk terbangun, dan berlangsung selama 10-20 menit (Potter & Perry, 2003). Selain itu pada tahap ini, hubungan seseorang dengan lingkungan terputus secara aktif dan hampir seluruh menusia yang dibangunkan pada tahap ini mengatakan bahwa mereka benar – benar tertidur (Maas, 2002). Menurut Potter & Perry (2003), 50% total waktu tidur manusia dewasa normal dihabiskan pada tahap dua NREM.

(48)

mengalami relaksasi penuh, adanya dominasi sistem saraf parasimpatis (Hidayat, 2006).

Tahap empat merupakan deep sleep yaitu tahap tidur terdalam yang biasanya diperlukan rangsangan lebih kuat untuk membangunkan, sehingga ketika bangun dari tidur yang dalam, seseorang tidak dapat langsung sadar sempurna dan memerlukan waktu beberapa saat untuk memulihkan dari rasa bingung dan disorientasi. Tahap ini mempunyai nilai dan fungsi perbaikan yang sangat penting untuk penyembuhan fisik kebanyakan hormon perkembangan manusia diproduksi malam hari dan puncaknya selama tidur pada tahap ini (White, 2003).

Tidur Rapid Eye Movement (REM). Tahap tidur REM terjadi setelah 90 – 110 menit setelah tertidur, pada tahap ini ditandai dengan peningkatan denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah, otot – otot relaksasi (Maas, 2002) serta peningkatan sekresi gaster (Potter & Perry, 2003).

Seseorang akan mengalami mimpi selama tidur NREM maupun REM, tetapi mimpi dari tidur REM lebih nyata dan diyakini penting secara fungsional untuk konsolidasi memori jangka panjang (Potter & Perry, 2003).

1.4 Mekanisme tidur

(49)

aktivitas neurotransmitter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kolinergik, histaminergik (Japardi, 2002).

Sistem serotoninergik. Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino triptofan. Dengan bertambahnya jumlah triptofan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/ tidur. Bila serotonin dalam triptofan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/ jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotoninergik ini terletak pada nucleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktivitas serotonis di nucleus raphe dorsalis dengan tidur REM.

Sistem adrenergik. Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin terletak di badan sel nucleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktivitas neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.

(50)

kolinergik dari lokus sereleus maka tampak gangguan pada fase awal dan penurunan REM.

Sistem histaminergik. Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.

Sistem hormon. Siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti Adrenal Corticotropin Hormone (ACTH), Growth Hormon (GH), Tyroid Stimulating Hormon (TSH), Lituenizing Hormon (LH).

Hormon-hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar hipofisis anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefirn, dopamine, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.

1.5 Faktor yang memepengaruhi tidur

Penyakit. Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang memperbesar kebutuhan tidur, misalnya : penyakit yang disebabkan oleh infeksi (infeksi limfa) akan memerlukan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan sakit yang menjadikan pasien kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur (Mukhlidah, 2011).

(51)

Stres Psikologis. Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur (Mukhlidah, 2011)

(52)

Lingkungan. Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang juga dapat mempercepat terjadinya proses tidur. Suara yang terlalu keras, cahaya yang terlalu terang, tempat yang kondusif, suhu, dan kebiasaan sebelum tidur yang dapat mengganggu konsentrasi tidur tentunya kana mempengaruhi proses tidur (Mukhlidah, 2011).

Motivasi. Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur. (Brandon, 2006).

1.6 Kualitas tidur

Kualitas tidur adalah perasaan segar dan siap mengahadapi hidup baru setelah bangun tidur. Kualitas tidur bersifat subjektifitas yang hanya dapat dinilai berdasarkan indikator kondisi tubuh saat bangun tidur (Mukhlidah, 2011). Konsep ini meliputi beberapa karakteristik seperti waktu yang diperlukan untuk memulai tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, lama tidur, kedalaman tidur dan ketenangan (Eser, 2007). Kualitas tidur menyangkut pengkajian subjektif yaitu seberapa menyegarkan dan tenangnya tidur mereka dan pengkajian objektif yang dapat diketahui dari rekaman poligrafi, gerakan pergelangan tangan, gerakan kepala dan mata (Mac Arthur, 1997; Nisrina, 2008).

(53)

para penderita penyakit saja yang dapat melaporkan apakah mereka mendapatkan tidur yang baik atau buruk. Jika para penderita penyakit puas dengan kualitas dan kuantitas tidurnya maka mereka mempunyai tidur yang baik (Potter & Perry, 2005).

Data objektif. Dapat dilihat melalui pengkajian fisik penderita penyakit yaitu dengan mengobservasi lingkaran mata, adanya respon yang lamban, ketidakmampuan/kelemahan, penurunan konsentrasi. Selain itu, data objektif kualitas tidur penderita penyakit juga bisa dianalisa melalui pemeriksaan laboratorium yaitu EEG, EMG, dan EOG sinyal listrik menunjukkan perbedaan tingkat aktivitas yang berbeda dari otak, otot, dan mata yang berhubungan dengan tahap tidur yang berbeda (Sleep Research Society, 1993; dikutip dari (Potter & Perry, 2005).

2. Faktor-faktor gangguan tidur pada hipertensi 2.1 Faktor fisik

Keadaan sakit menjadikan seseorang kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur. Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik, atau masalah suasana hati, seperti kecemasan atau depresi dapat menyebabkan masalah tidur. Penderita hipertensi pada umumnya mengalami sakit kepala selain itu penderita juga mudah lelah, sulit bernafas, sukar tidur (Dalimartha, 2008). Gejala-gejala tersebut dapat mengganggu tidur seseorang.

(54)

klinis yang dialami pasien. Hal ini sejalan dengan Albertie (2006) yang menyatakan bahwa pusing akan menyebabkan gangguan tidur dan apabila pusing semakin parah maka akan semakin parah juga tingkat gangguan tidurnya. Selain itu Rains (2006) juga menambahkan bahwa pusing dapat menyebabkan seseorang terbangun dari tidurnya sehingga total jam tidur menjadi berkurang.

Batuk. Hal ini pada umumnya berhubungan dengan adanya efek samping dari terapi pengobatan hipertensi dengan menggunakan penghambat renin angiotensin (ACEI) yang diberikan pada penderita hipertensi.

Sesak nafas atau sulit bernafas. Menurut Boynton (2003), kesulitan bernafas dapat menyebabkan seseorang sering terbangun dari tidurnya di malam hari. Japardi (2002) menambahkan, kadang-kadang ada kesulitan untuk jatuh tertidur lagi ketika sudah terbangun akibat kesulitan bernafas dan ini dapat menyebabkan nyeri kepala dan perasaan tidak enak ketika bangun di pagi hari.

Gelisah. Martin (2000) menyatakan bahwa kesulitan tidur dapat menyebabkan berbagai gangguan tidur dan ia juga menambahkan bahwa orang yang kesulitan tidur biasanya tidak mendapatkan tidur yang cukup sehingga akan mempengaruhi aktivitasnya di pagi hari.

(55)

(Mansoor, 2002) dan memerlukan waktu yang lama untuk mulai tertidur sehingga akan berdampak pada total jam tidur yang berkurang dan tidak seperti orang normal yang biasanya tertidur dalam waktu, 20 menit (Schachter, 2008)

2.2 Faktor lingkungan

Menurut Potter & Perry (2005) keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur di antaranya adalah suara/ kebisingan, suhu ruangan, dan pencahayaan. Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur.

Suara bising. Kebisingan dapat menyebabkan tertundanya tidur dan juga dapat membangunkan seseorang dari tidur (Hanning, 2009). WHO (2004) juga menyatakan hal yang sama namun WHO menambahkan bahwa sebagian besar orang tidak mengeluhkan kurang tidur karena kebisingan tetapi memiliki tidur yang non-restoratif, mengalami kelelahan dan atau sakit kepala pada saat bangun pagi dan kantuk yang berlebihan di siang hari.

Ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik adalah esensial untuk tidur yang tenang (Potter & Perry, 2005). Kelembaban ruangan perlu diatur agar paru-paru tidak kering karena apabila kelembaban ruangan tidak diatur maka seseorang tidak akan dapat tidur, walaupun dapat tidur maka seseorang akan terbangun dengan kerongkongan kering seakan-akan seseorang tersebut menderita radang amandel (Septiyadi, 2005).

(56)

itulah faktor utama dari susahnya tidur (Septiyadi, 2005). Ukuran, kekerasan dan posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur (Potter & Perry, 2005).

Cahaya lampu yang terlalu terang. Menurut Lee (1997), Sorot lampu yang terlalu terang dapat menyebabkan gangguan tidur dan dapat menghambat sekresi melatonin pada tubuh. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pergeseran sistem sirkadian, dimana jadwal tidur maju secara bertahap (Sack et al, 2007).

Suhu ruangan. Suhu ruangan yang terlalu panas/ terlalu dingin seringkali menyebabkan seseorang gelisah (Potter & Perry, 2005). Keadaan ini akan mengganggu tidur seseorang, Lee (1997) juga menyatakan hal serupa, bahwa seseorang akan mengalami gangguan tidur apabila tidur di ruangan yang terlalu panas ataupun terlalu dingin.

Bau yang tidak nyaman. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2004) melaporkan bahwa tidur responden terganggu akibat bau ruangan yang tidak nyaman. Sementara hal yang sama juga dilaporkan oleh Karota-Bukit (2003) bahwa 13% responden mengalami gangguan tidur pada tingkat sedang karena bau yang tidak nyaman.

2.3 Faktor Psikososial

(57)

Stres. Seseorang dapat mengalami stres emosional karena penyakit. Oleh

karena itu emosi seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Stres

emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan seringkali mengarah frustasi

apabila tidak tidur. Stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk

tertidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stres yang

berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk (Potter & Perry, 2005). Stres

dapat mengubah pola tidur seseorang dalam beberapa waktu. Selama adanya stres

psikologis, waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur dan tahap tidur NREM ke 1 dan

2 meningkat (Monroe, Simons, dan Thasle, 1992; Lee, 1997; Suryani, 2004).

Cemas. Penderita penyakit yang memiliki resiko terhadap kecemasan adalah mereka yang takut dan khawatir akan penyakitnya, diisolasi dari keluarga dan kerabat, dan tidak familiar dengan lingkungan (Webster & Thompson, 1986). Perasaan cemas menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur sangat lama, tahap tidur NREM ke 4 dan tidur REM menurun, serta pasien lebih sering terbangun pada malam hari (Karacan et al, 1968, 1978; Closs, 1988; Suryani, 2004).

Depresi. Depresi merupakan suatu penyakit yang berpengaruh kepada efek kejiwaan. Seseorang yang telah terkena depresi akan mengalami gangguan tidur yang mana ciri khas seseorang yang terkena sindrome tersebut adalah susah untuk tidur dan selalu murung (Septiyadi, 2005).

3. Kualitas tidur pada penderita hipertensi

(58)

Menurt Javaheri (2008), kualitas tidur yang buruk berhubungan dengan meningkatnya resiko hipertensi, dan dengan demikian akan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular. Begitu juga sebaliknya, orang yang menderita hipertensi akan memiliki resiko mendapatkan kualitas tidur yang buruk (Potter & Perry, 2005).

Penderita hipertensi biasanya memerlukan waktu yang lebih lama untuk mulai tertidur (Mansoor, 2002) tidak seperti orang normal yang biasanya tertidur dalam waktu, 20 menit (Schachter, 2008). Selain itu, gejala-gejala yang biasa dialami penderita hipertensi seperti pusing, sulit bernafas, sukar tidur dan mudah lelah dapat membangunkan penderita dari tidurnya sehingga penderita tidak mendapatkan tidur yang cukup yang nantinya akan berdampak pada aktivitas di keesokan harinya (Potter & Perry, 2005).

4. Hipertensi 4.1Definisi

(59)

Menurut The Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention, Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure (JNC

7) , tekanan darah dibagi menjadi normal, prehipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2.

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7

Kategori Sistol (mmHg) Diastole (mmHg)

Normal <120 <80

Pre hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 ≥ 100

4.3 Etiologi

Hipertensi primer. Hipertensi primer juga disebut sebagai hipertensi esensial atau idiopatik (Gray, 2003). Prevalensi penderita yang mengalami hipertensi primer yaitu sekitar 90% (Baradero, 2008). Sebagian besar penderita hipertensi primer sulit diketahui penyebab jelasnya (Sheps, 2002) hal ini terjadi karena penyebab hipertensi primer bersifat multifaktorial (Rubenstein, 2005) yang mencakup kombinasi (Davey, 2003) dan interaksi (Brashers, 2008) antara berbagai faktor genetik dan lingkungan.

(60)

(Tambayong, 2000). Penyebab hipertensi primer pada umumnya yaitu penyakit ginjal. sindrom Conn, sindrom Cushing, feokrmositoma, koarktasio aorta, dan penggunaan obat-obat yang dapat meningkatkan tekanan darah (Sheps, 2002). Penderita hipertensi sekunder lebih jarang ditemukan (Davey, 2003). Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya prevalensi pada hipertensi sekunder yaitu sekitar 5-10% (Brashers, 2008). Kondisi penderita hipertensi sekunder umumnya dapat disembuhkan (Sheps, 2002) apabila penyakit yang menjadi faktor penyebab hipertensi sekunder dapat diatasi dan kondisi tekanan darah penderita hipertensi sekunder dapat menurun kembali menjadi normal (Tambayong, 2000)

4.4 Faktor risiko

Apabila semakin banyak faktor risiko yang dimiliki seseorang, maka semakin besar kemungkinan terjadinya hipertensi pada kondisi seseorang yang normal dan bahkan dapat mengakibatkan kondisi klinis pada penderita hipertensi menjadi semakin parah. Faktor risiko tersebut dikelompokkan menjadi 2 bagian (Sheps, 2002) yaitu faktor yang tidak dapat dikendalikan dan faktor yang dapat dikendalikan.

Adapun faktor risiko hipertensi primer yang tidak dapat dikendalikan dan dimodifikasi yaitu:

(61)

tekanan darah meningkat (Dalimartha, 2008). Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon (Sheps, 2002).

Jenis kelamin. Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita yang mengalami pra-menopause (Tambayong, 2000). Namun pada usia pertengahan dan lebih tua (Tambayong, 2000) dari usia 55 tahun, ketika sebagian wanita mengalami saat menopause (Sheps, 2002) maka insidens pada wanita lebih tinggi dibanding pria (Tambayong, 2000). Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh hormon estrogen (Gray, 2003).

Riwayat penyakit hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan (Sheps, 2002). Sekitar 70-80% kasus hipertensi primer disebabkan riwayat hipertensi (Dalimartha, 2008). Beberapa peneliti mengatakan bahwa kelainan pada gen angiotensin merupakan penyebab hipertensi primer (Gray, 2003).

Sedangkan faktor risiko hipertensi primer yang tidak dapat dikendalikan dan dimodifikasi (Sheps, 2002) yaitu:

(62)

sintesis jaringan adiposa, mengakibatkan meningkatnya retensi garam dan air ginjal (Wahba, 2007).

Konsumsi garam berlebihan. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium didalam cairan ekstraseluler meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya retensi cairan ekstraseluler dan meningkatknya tekanan darah. (Sheps, 2002. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7 − 8 gram tekanan darah rata -rata lebih tinggi (Depkes, 2006).

(63)

Alkohol. Alkohol dapat merangsang pelepasan epinefrin yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah. Selain itu konsumsi alkohol yang berlebihan juga akan mengakibatkan penumpukan lebih banyak natrium, hal ini disebabkan karena alkohol dapat menurunkan kadar kalium, kalsium,dan mangnesium yang berfungi untuk mengatur keseimbangan natriun dalam sel (Sheps, 2002). Efek konsumsi alkohol terhadap tekanan darah baru nampak apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya (Depkes, 2006).

Stres. Pada saat stres jantung bersetak cepat karena pengaruh respon yang terjadi aktivasi sistem saraf simpatis (Ronny, 2010). Hal ini tentunya akan merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon epinefrin dan kortisol yang akan memacu jantung memompa darah lebih cepat, sehingga tekanan darah akan meningkat (Sheps, 2002).

4.5 Manifestasi Klinis

(64)

penderita hipertensi mengalami sakit kepala sehingga berdampak pada kualitas tidur yang buruk (Cortelli, 2004)

4.6 Farmakologis Hipertensi

Golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid), betabloker, (misalnya propanolol, atenolol,) penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya captopril, enalapril), calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin) dan alphablocker (misalnya doksasozin).

Diuretik tiazid adalah diuretic dengan potensi menengah yang menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Efek tiazid dapat mengakibatkan peningkatan eksresi urin.

Beta blocker memblok betaadrenoseptor. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Penggunaan betablocker pada pasien dengan riwayat asma dan bronkhospasma harus hati-hati. Efek samping lain adalah bradikardia, dan tangakaki terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta2 pada otot polos pembuluh darah perifer. Mimpi buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan beta‐blocker yang larut lipid seperti propanolol.

(65)

perifer. ACE juga bertanggungjawab terhadap bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan bradikinin akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat. Batuk kering merupakan efek samping yang dijumpai pada 15% pasien yang mendapat terapi ACEi.

(66)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit dengan kondisi dan gejala klinis yang beragam dengan prevalesi yang masih tinggi di dunia dan Indonesia. Berdasarkan data The Lancet (2000) prevalensi penyakit hipertensi di dunia sebanyak 972 juta orang. Sedangkan di Indonesia prevalensi hipertensi cenderung masih meningkat. Data Riset Kesehatan Dasar (2007) menunjukkan bahwa prevalensi penyakit hipertensi mencapai 6,8% (Depkes, 2010). Hasil survey kesehatan Departemen Kesehatan RI (2001), menunjukkan perbandingan orang yang menderita penyakit hipertensi cukup tinggi, yaitu 56 orang dari 100 orang disurvey, mengidap penyakit hipertensi (Depkes RI, 2001). Menurut Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2011, angka kejadian hipertensi di Kota Medan menduduki peringkat kedua dari sepuluh penyakit terbesar di Kota Medan dengan jumlah 60.628 (Hamzah, 2012). Hasil peneilitan menunjukkan bahwa prevalensi penderita hipertensi pada umumnya berusia diatas 55 tahun (Kuswardhani, 2006).

(67)

menunjukkan bahwa sekitar 68% penderita hipertensi mengalami nokturia, hal ini biasanya terjadi (Kuswardhani, 2006). Dan sekitar 46% hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita hipertensi mengalami sakit kepala. Secara umum penderita hipertensi mengalami gangguan tidur karena beberapa kondisi klinis yang dialaminya sehingga berdampak pada kualitas tidur yang buruk (Cortelli, 2004). Sedangkan faktor lingkungan seperti suhu ruangan yang terlalu panas atau terlalu dingin, suara bising, cahaya yang terlalu terang, serta ruang dan ukuran tempat tidur juga berdampak pada kualitas tidur (Potter & Perry, 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa siklus sirkadian pada tidur ternyata tidak hanya sensitif terhadap cahaya, tapi juga suhu. Suhu yang terlalu dingin pun akan membuat tidur menjadi tidak nyaman, sedangkan suhu yang terlalu panas akan mengakibatkan sesorang terbangun dari tidur karena fase REM pada saat tidur terganggu, hal ini juga akan mengakibatkan seseorang kesulitan untuk memulai tidur bahkan bisa mengubah pola tidur. Dengan adanya kondisi fisik dan lingkungan yang nyaman, dan tenang saat tertidur maka seseorang dapat terhindar dari gangguan tidur dan kualitas tidur yang buruk (Harvard, 2007).

(68)

gangguan homeostasis pada peningkatan tekanan darah seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami tidur kurang dari 6-7 jam setiap malamnya ternyata memiliki risiko penyakit darah tinggi yang lebih besar (Gottlieb, 2006). Hasil penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa tekanan darah dan denyut jantung seseorang akan menurun sebanyak 10-20% saat tidur, dan akan meningkat kembali saat bangun (Gangwisch, 2006).

Hal ini tentunya juga akan mengakibatkan kondisi kesehatan pada penderita hipertensi secara umum mengalami kelemahan pada keesokan harinya, rentan terhadap efek stress baik fisik maupun mental, kecemasan, mudah tersinggung, gangguan penilaian (Chopra, 2003) dan pastinya akan menghambat seseorang melakukan kegiatannya bahkan apabila hal ini berlangsung dalam waktu yang lama tentunya akan menyebabkan individu mengakibatkan peningkatan risiko penyakit yang dideritanya.

Berdasarkan hasil peneletian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini menjadi penting untuk mengetahui “Kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan”.

2. Pertanyaan Penelitian

2.1 Bagaimana kualitas tidur pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan?

(69)

3. Tujuan Penelitian

3.1 Mengidentifikasi kualitas tidur pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan.

3.2 Mengidentifikasi faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan.

4. Manfaat Penelitian 4.1 Pelayanan Kesehatan

Sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan pelayanan kesehatan dalam hal pemberian asuhan keperawatan dan pemberian informasi pendidikan kesehatan terhadap penderita hipertensi yang mengalami resiko masalah kualitas tidur dan gangguan tidur.

4.2 Pendidikan Keperawatan

Sebagai informasi evidence based practice keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan terhadap penderita hipertensi terkait dengan kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur.

4.3 Penelitian Keperawatan

(70)

Judul : Kualitas Tidur dan Faktor Gangguan Tidur pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Teladan Medan Nama : Dwi Putriana Lubis

Fakultas : Keperawatan Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Secara umum penderita hipertensi mengalami gangguan tidur karena beberapa kondisi fisik dan kondisi lingkungan yang dialaminya sehingga berdampak pada kualitas tidur yang buruk dan akan mempengaruhi peningkatan tekanan darah seseorang. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan. Teknik pengumpulan sampel peelitian ini menggunakan metode covinience sampling dengan sampel penelitian adalah 37 orang penderita hipertensi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuisoner data demografi, kuisoner kualitas tidur dan kuisoner faktor-faktor gangguan tidur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak dapat tidur dengan baik yang dapat dilihat dari total waktu tidur pada malam hari 5-6 jam (43%), frekuensi terbangun 3-4 kali pada malam hari (38%), dan lama waktu yang dibutuhkan untuk tertidur 31-60 menit (35%). Mayoritas responden mengalami gangguan tidur karena kondisi fisik seperti pusing (81%), nokturia (64%), dan rasa tidak nyaman (57%) dan mengalami gangguan tidur karena kondisi lingkungan seperti ventilasi yang tidak baik (76%), suara bising (73%) dan ruangan yang tidak nyaman (59%). Berdasarkan hasil penelitian diperlukan adanya rekomendasi untuk mengatasi kualitas tidur yang buruk dan fakor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi.

(71)

Tittle : Sleep Quality and Sleep Distrubances Factors of Patients with Hypertension at the Work Area of Teladan Medan Community Health Center

Name : Dwi Putriana Lubis Faculty : Nursing

Academic Year : 2013

Abstract

In general, people with hypertension have a experience sleep disturbances caused by physical conditions and environmental conditions experienced have impact on poor sleep quality and will affect a person blood pressure. This research method uses a descriptive design that aims to identify the quality of sleep and sleep disturbance factors of Patients With Hypertension At The Work Area Of Teladan Medan Community Health Center by using 37 samples people with hypertension. The sampel taken uses convinience sampling in technique. The data collecting uses questionnaire consist of subject personal data questionnaire, sleep quality questionnaire and sleep distrubances factors questionnaire. The results of research shows the majority respondents have a total sleep time during the night of 5-6 hours (43%), frequency awakening three time or more through the night (38%), and the length of time it takes to intiate sleep at night is 31 - 60 minutes (35%). The majority of respondents have a sleep distrubances from the physical conditions is a headache (81%), nocturia (64%), and discomfort (57%) and sleep disturbance from the environmental conditions is a poor ventilation (76%), noise (73 %) and the hot room temperature (59%). Based on research data, the researcher recommends for The Work Area Of Teladan Medan Community Health Center to overcome a poor sleep quality and sleep disturbances ffactors in patients with hypertension.

(72)

KUALITAS TIDUR DAN FAKTOR GANGGUAN TIDUR PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS MEDAN TELADAN

SKRIPSI

OLEH :

DWI PUTRIANA LUBIS 091101006

(73)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dari-Nya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kualitas Tidur dan Faktor Gangguan Tidur pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Medan Teladan”.

(74)

Terimaksih kepada seluruh pihak Puskesmas Medan Teladan dan seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam memberi izin dan informasi serta dukungan kepada penulis

Terimakasih kepada keluarga saya yang tercinta terutama kepada Almarhumah Ibunda Endang Herawati dan Ayahanda Syarpan Lubis, Kakak saya Suci Rahmalia Lubis, Tengku Rachmi Hidayani, Adik saya Muhammad Ary Syahputra, dan Fitri Violitha Siregar yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil yang terbaik kepada penulis.

Penuulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa S1 Keperawatan angkatan 2009 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik dalam penulisan, serta isi pada skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penulisan skripsi ini dimasa yang akan datang dapat lebih bermanfaat. Akhir kata peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

(75)

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang --- 1

2. Pertanyaan Penelitian --- 3

3. Tujuan Penelitian --- 4

4. Manfaat Penelitian --- 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Fisiologi Tidur --- 5

1. 1 Defenisi Tidur --- 5

1. 2 Fungsi Tidur --- 6

1. 3 Tahapan Tidur --- 6

1. 4 Mekanisme Tidur --- 9

1. 5 Faktor Yang Mempengaruhi Tidur --- 11

1. 6 Kualitas Tidur --- 13

2. Faktor Gangguan Tidur --- 14

2. 1 Faktor Fisik --- 14

2. 2 Faktor Lingkungan --- 16

2. 3 Faktor Psikososial --- 17

3. Kualitas Tidur Pada Penderita Hipertensi --- 19

4. Hipertensi --- 19

4.1 Defenisi --- 19

4.2 Klasifikasi --- 20

(76)

4.4 Faktor Risiko --- 21

4.5 Manifestasi Klinis --- 25

4.6 Farmakologis Hipertensi --- 25

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual --- 29

2. Defenisi Operasional --- 30

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian --- 32

2. Populasi dan Sampel Penelitian --- 32

2. 1 Populasi Penelitian --- 32

2. 2 Sampel Penelitian --- 33

2. 3 Teknik Sampling --- 33

3. Lokasi dan Waktu Penelitian --- 34

4. Pertimbangan Etik --- 34

5. Instrumen Penelitian --- 35

5.1 Kuisoner Data Demografi --- 35

5.2 Kuisoner Kualitas Tidur--- 35

5.3 Kuisoner Faktor-Faktor Gangguan Tidur --- 36

6. Uji Reliabilitas --- 37

7. Teknik Pengumpulan Data --- 38

8. Analisa Data --- 39

BAB 5 HASIL PENELITIAN 1. Hasil Penelitian --- 40

1.1Karakteristik Responden --- 40

1.2Kualitas Tidur Penderita Hipertensi --- 43

1.3Faktor Gangguan Tidur --- 45

1.3.1 Faktor Fisik --- 45

(77)

2.2 1 Faktor Fisik --- 49 2.2.2 Faktor Lingkungan --- 50 BAB 6 PENUTUP

(78)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah JNC 7 ... 20 Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden berdasarkan

data demografi... 40 Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden berdasarkan gaya hidup dan kebiasaan tidur di rumah... 42 Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase kualitas tidur pada penderita

hipertensi... 43 Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan faktor gangguan tidur

secara fisik penderita hipertensi...45 Tabel 6. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan faktor gangguan tidur

(79)

DAFTAR SKEMA

Halaman

(80)

Judul : Kualitas Tidur dan Faktor Gangguan Tidur pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Teladan Medan Nama : Dwi Putriana Lubis

Fakultas : Keperawatan Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Secara umum penderita hipertensi mengalami gangguan tidur karena beberapa kondisi fisik dan kondisi lingkungan yang dialaminya sehingga berdampak pada kualitas tidur yang buruk dan akan mempengaruhi peningkatan tekanan darah seseorang. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan. Teknik pengumpulan sampel peelitian ini menggunakan metode covinience sampling dengan sampel penelitian adalah 37 orang penderita hipertensi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuisoner data demografi, kuisoner kualitas tidur dan kuisoner faktor-faktor gangguan tidur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak dapat tidur dengan baik yang dapat dilihat dari total waktu tidur pada malam hari 5-6 jam (43%), frekuensi terbangun 3-4 kali pada malam hari (38%), dan lama waktu yang dibutuhkan untuk tertidur 31-60 menit (35%). Mayoritas responden mengalami gangguan tidur karena kondisi fisik seperti pusing (81%), nokturia (64%), dan rasa tidak nyaman (57%) dan mengalami gangguan tidur karena kondisi lingkungan seperti ventilasi yang tidak baik (76%), suara bising (73%) dan ruangan yang tidak nyaman (59%). Berdasarkan hasil penelitian diperlukan adanya rekomendasi untuk mengatasi kualitas tidur yang buruk dan fakor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi.

Gambar

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Data Demografi Penderita
Tabel 2. (Lanjutan)
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Gaya Hidup Dan Kebiasaan Tidur
Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase kualitas tidur pada penderita hipertensi
+5

Referensi

Dokumen terkait

• mendiskusikan detil rantai nilai dari hasil sektor, • Kegiatan apa saja yang dilakukan.. • Siapa yang melakukan, siapa yang mengambil keputuan untuk melakukan, bagaimana

bahwa untuk memenuhi maksud tersebut pada huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung tentang Pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan

Melakukan penelitian dan evaluasi data Administrasi terhadap surat penawaran harga yang dinyatakan lengkap / sah dalam Berita Acara Pembukaan Dokumen Penawaran

[r]

Pada hari ini Rabu, tanggal dua puluh sembilan, bulan Maret, tahun Dua ribu tujuh belas, Kami selaku Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan telah mengadakan Evaluasi

[r]

Peserta yang telah lulus evaluasi penawaran, evaluasi kualifikasi dan pembuktian kualifikasi, dapat ditetapkan sebagai calon pemenang. Adapun calon pemenang yang

[r]