• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Tidur dan Faktor-faktor Gangguan Tidur Pada Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kualitas Tidur dan Faktor-faktor Gangguan Tidur Pada Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden

(N=36) ... 30

Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan parameter kualitas tidur

(N=36) ... 33

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan faktor-faktor gangguan

tidur secara fisik (N=36) ... 34

Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan faktor-faktor gangguan

(2)

Judul : Kualitas Tidur dan Faktor-faktor Gangguan Tidur Pada Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

Peneliti : Meli Puspita Dewi

Fakultas : Keperawatan

Tahun : 2011

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas tidur dan gambaran faktor-faktor gangguan tidur pada penderita penyakit diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor dengan menggunakan desain deskriptif. Sampel yang diteliti adalah sebanyak 36 orang penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling sesuai dengan kriteria penelitian.

Pengumpulan data dilakukan pada bulan januari hingga pebruari 2011 dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 3 bagian yaitu bagian pertama Kuesioner Data Demografi, bagian kedua Kuesioner Kualitas Tidur, dan bagian ketiga adalah Kuesioner Faktor-faktor Gangguan Tidur.

Dari analisa data diketahui bahwa 72,2% responden melaporkan tidak dapat tidur dengan baik. Lamanya waktu untuk memulai tidur di malam hari adalah lebih dari 60 menit (30,6%), frekuensi terbangun di malam hari sebanyak 3-4 kali (27,8%) dan lama waktu tidur dimalam hari adalah kurang dari 5 jam (16,7%).

Faktor-faktor gangguan tidur penderita Diabetes Mellitus umumnya berasal dari faktor fisik dengan tingkat gangguan tidur berat adalah nokturia atau sering buang air kecil di malam hari (22,2%), sering merasa haus (33,3%), sering merasa kesemutan dan kram pada kaki (16,7%), sering merasa nyeri (22,2%), dan faktor ketidaknyamanan fisik (16,7%). Sedangkan dari faktor lingkungan yaitu suara bising di dalam rumah (36,1%), cahaya lampu yang terlalu terang/gelap (58,7%) dan suhu ruangan yang terlalu dingin/panas (69,4%).

(3)

Tittle : Sleep Quality and Sleep Disturbances Factors of Patients With Diabetes Mellitus at the Work Area of Medan Johor Comunity Health Center

Name of Student : Meli Puspita Dewi

Faculty : Nursing

Year : 2011

ABSTRACT

This study aims to identify the sleep quality and image sleep disturbances factors of patients with Diabetes Mellitus at The Work Area of Medan Johor Comunity Health Center by using a descriptive design. The samples studied are as many as 36 people with Diabetes Mellitus in the Work Area Puskesmas Medan Johor. Using purposive sampling technique sampling according to the study criteria.

The data was collected in January to February 2011 using a questionnaire consisting of three parts, the first Demographic Data Questionnaire, the second part Sleep Quality Questionnaire, and the third is a Factors Sleep Disorders Questionnaire.

From the data analysis known that 72.2% of respondents reported not sleeping well. Length of time required to initiate sleep at night is more than 60 minutes (30.6%), they awakened during the night as much as 3-4 times (27.8%) and long it takes to sleep at night is less than 5 hours (16.7%).

Factors Diabetes Mellitus sleep disturbances are generally derived from the physical factors with the level of severe sleep disturbances is nocturia or frequent urination at night (22.2%), frequent thirst ( 33.3%), often feel tingling and cramps in the legs (16.7%), frequent pain (22.2%), and the factor of physical discomfort (16.7%). While the environmental factors that noises in the house (36.1%), the lights are too bright / dark (58.7%) and room temperature is too cold / hot (69.4%).

(4)

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Penyakit Diabetes mellitus (DM) merupakan penyebab utama terjadinya

morbiditas dan mortalitas yang dapat mempengaruhi alokasi biaya untuk

pelayanan kesehatan yang bersangkutan sehingga menjadi perhatian yang penting

dalam dunia kesehatan (Hogan dkk, 2003). Prevalensi penyakit DM telah

tingkat/proporsi epidemik di beberapa negara dan menjadi sebuah perhatian yang

penting dalam dunia kesehatan. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan

adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM di

berbagai negara (Lin Wee dkk, 2005 dikutip dari Dewi, 2009)

Organisasi kesehatan sedunia (WHO) menyebutkan bahwa penyakit DM

sebagai epidemi global yang besar. Dilaporkan bahwa terdapat 120 juta orang

penderita diabetes mellitus di seluruh dunia pada tahun 1998, dan jumlah ini akan

naik melebihi 250 juta orang pada tahun 2025. Persentase penyakit diabetes

mellitus di Singapura mencapai 6,8% dan itu adalah persentase tertinggi di dunia.

Di negara Taiwan dan Amerika Serikat terdapat hanya 6% penduduk yang

mengidap penyakit diabetes mellitus, di Malaysia kira-kira 4-8%, di Thailand

3,5%, di Korea dan Australia 3%, di Inggris dan Cina 2% (Johnson, 1998).

Hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, diperoleh bahwa

proporsi penyebab kematian akibat penyakit diabetes mellitus pada kelompok usia

45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah

pedesaan, penyakit diabetes mellitus menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Dari

(5)

berdasarkan pemeriksaaan darah pada penduduk usia > 15 tahun d perktaan 5,7%

(Depkes, 2007).

Penderita penyakit DM sejak September-Oktober 2009 merupakan

penyakit dengan penderita terbanyak di Medan, dan terus mengalami peningkatan

jika dibanding dengan jumlah pasien penyakit Jantung Koroner atau penyakit

yang lainnya. Berdasarkan data 10 besar diagnosa penyakit di RSU Pirngadi

Medan (RSUPM) pada Oktober 2009, kunjungan pasien rawat jalan sebanyak

1.470 kunjungan, atau meningkat bila dibanding dengan jumlah kunjungan pasien

rawat jalan di September 2009, yaitu sebanyak 1.403 kunjungan (Erikaganie, 2009

). Berdasarkan data dari Pemko Medan (2010) didapatkan bahwa pada bulan

Agustus dan September 2010 penyakit Diabetes Mellitus merupakan golongan

penyakit terbesar dari sepuluh besar penyakit dengan jumlah 221 kasus, dimana

113 kasusnya pada bulan September.

Penderita penyakit DM, umumnya merasakan ketidaknyamanan akibat

dari simptoms atau tanda dan gejala dari penyakit. Gejala klinis tersebut, pada

malam hari juga dialami oleh penderita penyakit DM, hal ini tentu dapat

mengganggu tidurnya. Terjadinya gangguan tidur akan berdampak pada

meningkatnya frekuensi terbangun, sulit tertidur kembali, ketidakpuasan tidur

yang akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas tidur (Potter & Perry, 2005).

Disamping itu, kurang tidur selama periode yang lama dapat menyebabkan

penyakit lain atau memperburuk penyakit yang ada (Potter & Perry, 2005). Pada

klien DM, tidur memiliki pengaruh yang berkesinambungan terhadap fungsi

(6)

50-75% dari sekresi total harian tergantung pada tidur dan berkurang karena

penurunan durasi tidur. Terdapat suatu bukti kuat yang mengindikasikan bahwa

gangguan tidur berhubungan dengan berkurangnya tingkat sekresi hormon insulin

Like Growth Factor (IGF-1). Keterbatasan nilai IGF-1 ini berhubungan dengan

gambaran kadar gula darah saat itu (Buysse et al, 1998; Imran, 2010).

Imran (2010) juga mengatakan bahwa kurangnya tidur memiliki efek yang

signifikan terhadap sistem endokrin, yang bertanggungjawab untuk pelepasan dan

penghambatan beberapa substansi termasuk insulin (Arand, 2008). Insulin

berpengaruh langsung terhadap hiperglikemia dan peningkatan ambilan glukosa

baik ke hati maupun jaringan (Meyes, 2003). Hasil penelitian di University of

Chicago membuktikan bahwa orang yang tiga hari kurang tidur, kemampuan

tubuhnya dalam memproses glukosa akan menurun sehingga beresiko untuk

mengidap diabetes (Cauter, 1997). Untuk itu, tidur yang cukup sangat penting

untuk menjaga kesehatan khususnya pada penderita penyakit diabetes mellitus

(Fass et al, 2000; Miller, 2004).

Gangguan tidur sering dialami dan sangat mengganggu para penderita

penyakit diabetes mellitus (Chopra, 2003). Hal tersebut dapat disebabkan oleh

berbagai faktor gangguan tidur yaitu faktor fisik, psikososial, dan faktor

lingkungan (Webster & Thompson, 1986; Miller, 2004; Potter & Perry, 2005;

Suryani, 2004). Faktor fisik meliputi nokturia, banyak minum, banyak makan,

kesemutan dan kram pada kaki, nyeri, dan ketidaknyamanan fisik (Johnson,

1998; Potter & Perry, 2005). Sedangkan faktor psikososial meliputi kecemasan,

stres, dan depresi. Serta faktor lingkungan yang meliputi ventilasi yang baik,

(7)

ataupun gelap, dan suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin dan lingkungan

yang bau (Potter & Perry, 2005).

Dari uraian diatas dapat dijabarkan tentang gambaran kualitas tidur dan

faktor-faktor yang dapat mengganggu tidur pada penderita penyakit diabetes

mellitus. Untuk itu penelitian tentang kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan

tidur pada penderita penyakit diabetes mellitus perlu dilakukan untuk

mengidentifikasi kualitas tidur dan faktor-faktor apa saja yang mengganggu tidur

penderita diabetes mellitus di komunitas khususnya di Wilayah Kerja Puskesmas

Medan Johor.

2. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

2.1Bagaimana kualitas tidur pada penderia diabetes mellitus di Wilayah Kerja

Puskesmas Medan Johor ?

2.2 Faktor-faktor apa saja yang mengganggu tidur penderita diabetes mellitus

di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor ?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

3.1Mengidentifikasi kualitas tidur pada penderita diabetes mellitus di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.

3.2Menggambarkan faktor-faktor gangguan tidur pada penderita diabetes

mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.

(8)

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk praktek keperawatan dan penelitian

keperawatan yang akan datang. Secara rinci manfaat penelitian ini sebagai

berikut:

4.1Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kualitas tidur dan

faktor-faktor yang mengganggu tidur pada penderita diabetes mellitus dan akan

dijadikan sebagai pertimbangan dalam pemberian asuhan keperawatan pada

penderita diabetes mellitus.

4.2Penelitian keperawatan yang akan datang

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penelitian selanjutnya

yang berhubungan dengan kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur pada

penderita diabetes mellitus.

4.3 Ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi ilmu

keperawatan tentang kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur pada

(9)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep tidur

1.1Fisiologi tidur

Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar yang dialami seseorang yang dapat

dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup (Guyton & Hall,

1997). Tidur ditandai dengan aktivitas fisik minimal, tingkatan kesadaran yang

bervariasi, perubahan-perubahan proses fisiologi tubuh dan penurunan respon

terhadap rangsangan dari luar (Priharjo, 1993).

Tidur merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, sama halnya

seperti kesehatan yang baik secara umum (Chopra, 2003). Tiap individu

membutuhkan jumlah yang berbeda untuk tidur. Tanpa jumlah tidur yang cukup,

kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat keputusan, dan berpartisipasi dalam

aktivitas harian akan menurun, dan meningkatkan iritabilitas (Potter & Perry,

2005).

Sebagian besar, organisme hidup menunjukkan adanya fluktuasi fungsi

tubuh yang berirama sepanjang kurang lebih 24 jam, yaitu berirama sirkadian.

Umumnya, organisme-organisme tersebut menjadi terlatih seirama dengan siklus

cahaya siang-malam yang terjadi di lingkungannya (Ganong, 2002). Irama

sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi perilaku. Fluktuasi

dan prakiraan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormone,

kemampuan sensorik, dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus

(10)

bagian-bagian dari hipotalamus. Dari hipotalamus, jalur endokrin dan saraf yang

menuju ke berbagai bagian tubuh, mengatur irama ini, termasuk pelepasan

melatonin di malam hari, yang berfungsi sebagai sinyal waktu sistemik (Ganong,

2002).

Irama biologis tidur seringkali menjadi sinkron dengan fungsi tubuh yang

lain. Jika siklus tidur-bangun menjadi terganggu (misalnya perputaran dinas

kerja), maka fungsi fisiologis lain dapat berubah juga. Kegagalan untuk

mempertahankan siklus tidur-bangun individual yang biasanya dapat secara

berlawanan mempengaruhi kesehatan keseluruhan seseorang (Potter & Perry,

2005).

Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh

integrasi tinggi aktivitas system saraf pusat yang berhubungan dengan perubahan

dalam system saraf peripheral, endokrin, kardiovaskuler, pernapasan dan muscular

(Robinson, 1993). Tiap rangkaian diidentifikasi dengan respon fisik tertentu dan

pola aktivitas otak. Peralatan seperti elektroensefalogram (EEG), yang mengukur

aktivitas listrik dalam korteks serebral, elektromiogram (EMG), yang mengukur

tonus otot dan elektrookulogram (EOG) yang mengukur gerakan mata,

memberikan informasi struktur aspek fisiologis tidur (Potter & Perry, 2005).

Kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua

mekanisme serebral yang mengaktivasi secara intermitten dan menekan pusat otak

tertinggi untuk mengontrol tidur dan terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan

terjaga dan yang lain menyebabkan tertidur (Potter & Perry, 2005).

Siklus tidur-bangun mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis

(11)

fisiologis tubuh yang lain juga dapat terganggu atau berubah. Kegagalan untuk

mempertahankan siklus tidur-bangun individual yang normal dapat

memepengaruhi kesehatan seseorang (Potter & Perry, 2005).

Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam

sistem tidur Raphe pada pons dan otak depan bagian tengah. Zat agonis serotonin

berguna untuk menekan tidur dan antagonis serotonin meningkatkan tidur

gelombang-lambat pada manusia. Seseorang tetap tertidur atau terbangun

tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari pusat yang lebih tinggi,

reseptor sensori perifer dan sistem limbik. Ketika seseorang mencoba untuk tidur

mereka akan menutup mata dan berada pada posisi relaks. Jika stimulus ke SAR

menurun maka aktivasi SAR juga akan menurun. Pada beberapa bagian lain, BSR

mengambil alih dan menyebabkan seseorang tidur (Ganong, 2002).

1.2 Tahapan tidur

Tidur terjadi hanya ketika perhatian dan aktivitas berkurang. Menguap

adalah tanda yang utama individu atau seseorang berhasrat ingin tidur. Tidur

dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu tidur Non-Rapid Eye Movement (NREM) dan

tidur Rapid Eye Movement (REM).

1.2.1 Tidur Non-Rapid Eye Movement (NREM)

Tidur NREM adalah tidur yang lambat dengan mata tertutup, ada pergerakan tubuh dan bernapas dengan tenang dan teratur (Brugne, 1994). Selama

tidur NREM, seseorang yang tidur mengalami kemajuan melalui empat tahapan

selama siklus tidur yang tipikal 90 menit. Kualitas tidur dari tahap 1-4 bertambah

(12)

seseorang lebih mudah terbangun. Tahap 3 dan 4 melibatkan tidur yang dalam dan

seseorang akan sulit terbangun (Potter & Perry, 2005).

Tahap pada tidur NREM terdapat empat tahap, yaitu :

Tahap tidur pertama. Sesuai dengan keadaan seorang yang baru saja terlena. Seluruh otot skeletal menjadi lemas, kelopak mata menutupi mata dan

kedua bola mata bergerak bolak-balik ke kedua sisi. EEG yang direkam selama

tahap tidur pertama itu memperlihatkan penurunan voltase dengan

gelombang-gelombang alfa yang makin menurun frekuensinya (Perhimpunan Dokter

Spesialis Saraf Indonesia, 1996).

Tahap kedua. Keadaan tidur masuk tahap tidur kedua apabila timbul sekelompok gelombang yang berfrekuensi 14-18 siklus per detik pada aktivitas

dasar yang berfrekuensi 3-6 per detik. Gelombang-gelombang 14-18 siklus per

detik itu dinamakan gelombang tidur atau sleep spindles. Dalam tahap tidur kedua

itu kedua bola mata berhenti bergerak dan tonus otot masih terpelihara

(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 1996).

Tahap ketiga. Pada tahap tidur yang ketiga EEG memperlihatkan perubahan gelombang dasar berfrekuensi 3-6 siklus per detik menjadi 1-2 siklus

per detik, yang sekali-sekali diselingi oleh timbulnya gelombang tidur. Keadaan

fisik pada tahap tidur ketiga dicirikan oleh lemah lunglai karena tonus muscular

lenyap sama sekali (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 1996).

Tahap tidur yang keempat. Pada tahap tidur keempat ini, EEG memperlihatkan hanya irama gelombang yang berfrekuensi 1-2 per detik tanpa

(13)

lunglai seperti pada tahap tidur ketiga (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia, 1996).

1.2.2 Tidur Rapid Eye Movement (REM)

Tidur REM adalah sasaran dari jejak EEG yang cepat. Pada fase ini biasanya mimpi terjadi selama tidur REM (Brugne, 1994). Tidur REM ini

merupakan fase pada akhir tiap siklus tidur 90 menit. Konsolidasi memori (Karni

dkk, 1994). Dan pemulihan psikologis terjadi pada waktu ini. Factor yang berbeda

dapat meningkatkan atau mengganggu tahapan siklus tidur yang berbeda (Potter

& Perry, 2005).

Secara normal, pada orang dewasa pola tidur rutin dimulai dengan periode

sebelum tidur, selama seseorang terjaga hanya pada rasa kantuk yang bertahap

berkembang secara teratur. Periode ini secara normal berakhir 10 hingga 30 menit,

tetapi untuk seseorang yang memiliki kesulitan untuk tertidur akan berlangsung 1

jam atau lebih (Potter & Perry, 2005).

Ketika seseorang tertidur, biasanya melewati 4 sampai 6 siklus tidur

penuh, tiap siklus tidur terdiri 4 tahap dari tidur NREM dan satu periode dari tidur

REM. Pola siklus biasanya berkembang dari tahap 1 menuju ke tahap 4 NREM,

diikuti kebalikan tahap 4 ke 3, lalu ke-2, diakhiri dengan periode dari tidur REM.

Seseorang biasanya mencapai tidur REM sekitar 90 menit ke siklus tidur. Jumlah

siklus tidur tergantung pada jumlah total waktu yang klien gunakan untuk tidur

(14)

Skema 1. Tahap-tahap siklus tidur orang dewasa (Potter & Perry, 2005).

1.3 Fungsi tidur

Tidur diperlukan untuk memperbaiki proses biologis secara rutin. Selama

tidur gelombang rendah yang dalam (NREM tahap 4), tubuh melepaskan hormone

pertumbuhan manusia untuk memperbaiki dan memperbaharui sel epitel dan

khusus seperti sel otak (Horne, 1983; Mandleson, 1987; Born, Muth dan Fehm,

1988). Penelitian lain menunjukkan bahwa sintesis protein dan pembagian sel

untuk pembaharuan jaringan seperti pada kulit, sumsum tulang, mukosa lambung,

atau otak terjadi selama istirahat dan tidur (Oswald, 1984). Tidur NREM menjadi

sangat penting khususnya pada orang dewasa yang mengalami lebih banyak tidur

tahap 4 (Potter & Perry, 2005). Tahap pratidur

NREM Tahap 1

NREM Tahap 2

NREM Tahap 3

NREM Tahap 4

NREM Tahap 3 NREM

(15)

Satu teori fungsi tidur adalah berhubungan dengan penyembuhan. Teori

lain tentang kegunaan tidur adalah tubuh menyimpan energi selama tidur , otot

skeletal berelaksasi secara progresif, dan tidak adanya kontraksi otot menyimpan

energi kimia untuk proses selular. Penurunan laju metabolik basal lebih jauh

menyimpan persediaan energi tubuh (Anch dkk, 1988 dikutip dari Potter & Perry,

2005).

Tidur REM terlihat penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM

dihubungkan dengan perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan

aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen, dan pelepasan epinefrin.

Hubungan ini dapat membantu penyimpanan memori dan pembelajaran. Selama

tidur, otak menyaring informasi yang disimpan tentang aktivitas hati (Potter &

Perry, 2005).

2. Kualitas tidur

Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti

lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan

aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Daniel et al, 1988; Buysse,

1988). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang

dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau

efisiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia

dewasa muda adalah 80-90% (Dament et al, 1985; Hayashi dan Endo, 1982;

dikutip dari Suryani, 2004).

Manusia dapat mengembangkan aktivitasnya sesuai dengan kualitas tidur

(16)

tidur-bangun itu maka manusia dapat memelihara kesegarannya, kebutuhan dan

metabolisme seluruh tubuh sepanjang usianya (Perhimpunan Dokter Spesialis

Saraf Indonesia, 1996).

Durasi dan kualitas tidur beragam diantara orang-orang dari semua

kelompok usia. Seseorang mungkin merasa cukup beristirahat dengan 4 jam tidur

sementara yang lain membutuhkan 10 jam (Potter dan Perry, 2005). Hingga usia 1

bulan neonatus memerlukan tidur selama 20 jam sehari. Sesudah itu tampaknya ia

cukup tidur selama 10-12 jam sehari. Orang dewasa cukup tidur selama 6-8 jam

sehari, bergantung pada kebiasaan yang membekas semasa perkembangan

menjelang dewasa (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 1996).

2.1 Pengkajian kualitas tidur

Kualitas tidur adalah perasaan segar dan siap mengahadapi hidup baru

setelah bangun tidur. Konsep ini meliputi beberapa karakteristik seperti waktu

yang diperlukan untuk memulai tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, lama

tidur, kedalaman tidur dan ketenangan (Eser, 2007). Kualitas tidur menyangkut

pengkajian subjektif yaitu seberapa menyegarkan dan tenangnya tidur mereka dan

pengkajian objektif yang dapat diketahui dari rekaman poligrafi, gerakan

pergelangan tangan, gerakan kepala dan mata (Mac Arthur, 1997; Nisrina, 2008).

2.1.1 Data subjektif

Data subjektif tidur yang baik atau buruk dapat dievaluasi dengan persepsi

para penderita penyakit tentang parameter tidur diantaranya adalah berapa lama

waktu yang dibutuhkan untuk tertidur, frekuensi terbangun pada malam hari, total

waktu tidur di malam hari dan kepulasan tidur (Kales & Kales, 1984; Lee, 1997;

(17)

apakah mereka mendapatkan tidur yang baik atau buruk. Jika para penderita

penyakit puas dengan kualitas dan kuantitas tidurnya maka mereka mempunyai

tidur yang baik (Potter & Perry, 2005).

2.1.2 Data objektif

Data objektif bisa didapatkan melalui pengkajian fisik penderita penyakit

yaitu dengan mengobservasi lingkaran mata, adanya respon yang lamban,

ketidakmampuan/kelemahan, penurunan konsentrasi. Selain itu, data objektif

kualitas tidur penderita penyakit juga bisa dianalisa melalui pemeriksaan

laboratorium yaitu EEG, EMG, dan EOG sinyal listrik menunjukkan perbedaan

tingkat aktivitas yang berbeda dari otak, otot, dan mata yang berhubungan dengan

tahap tidur yang berbeda (Sleep Research Society, 1993; dikutip dari (Potter &

Perry, 2005).

2.1.3 Hubungan antara data subjektif dan data objektif

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat

antara kualitas tidur berdasarkan data subjektif dan data objektif. Dari data

objektif yang diperoleh maka dapat diketahui bagaimana kualitas tidur seseorang.

Menurut beberapa penelitian, semakin banyak gelombang kecil perdetiknya pada

EEG maka semakin lelap dan tenang tidur seseorang (Selamihardja, 2002).

Beberapa penelitian melaporkan adanya hubungan yang signifikan anatara data

subjektif dan data objektif berupa evaluasi polisomnografi seperti EEG, EOG dan

EMG (Lewis,1969; Johns, 1975; John & Dore, 1978; Webster & Thompson, 1986

(18)

3. Kualitas tidur pada penderita penyakit Diabetes Mellitus

Menurut riset Universisity of Chicago, Amerika Serikat, keseimbangan metabolisme terganggu bila kurang tidur minimal tiga hari dan dapat dihubungkan

dengan kuantitas dan kualitas tidur. Kurang tidur dapat menyebabkan seseorang

merasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari dan kurang berenergi serta

menyebabkan gangguan konsentrasi(Cauter, 1997; Imran, 2010).

Penderita diabetes mellitus, umumnya mengeluh sering berkemih, merasa

haus, merasa lapar, rasa gatal-gatal pada kulit, dan keluhan fisik lainnya seperti

mual, pusing dan lain-lain. Gejala klinis tersebut, pada malam hari juga dialami

oleh penderita penyakit diabetes mellitus, hal ini tentu dapat mengganggu

tidurnya. Terjadinya gangguan tidur akan berdampak pada meningkatnya

frekuensi terbangun, sulit tertidur kembali, ketidakpuasan tidur yang akhirnya

mengakibatkan penurunan kualitas tidur. Disamping itu, kurang tidur selama

periode yang lama dapat menyebabkan penyakit lain atau memperburuk penyakit

yang ada (Potter & Perry, 2005) serta berdampak pada lamanya proses

penyembuhan (Miller, 2004; Suryani, 2004).

4. Faktor-faktor gangguan tidur pada penderita Diabetes Mellitus

Terdapat beberapa faktor gangguan tidur yang dapat mempengaruhi

kualitas tidur pada penderita Diabetes Mellitus yaitu, faktor fisik, psiksosial, dan

(19)

3.1 Faktor Fisik

Faktor fisik yang menyebabkan gangguan tidur pada penderita Diabetes

Mellitus meliputi nokturia, sering merasa haus, sering merasa lapar, gatal-gatal

pada kulit, kesemutan dan kram pada kaki, nyeri dan ketidaknyamanan fisik.

Nokturia. Nokturia adalah berkemih pada malam hari yang mengganggu tidur dan siklus tidur. Kondisi ini yang paling umum pada lansia dengan

penurunan tonus kandung kemih atau pada orang yang berpenyakit jantung,

diabetes, uretritis, atau penyakit prostat. Setelah seseorang berulang kali

terbangun untuk berkemih, menyebabkan sulit untuk kembali tidur (Potter &

Perry, 2005).

Sering merasa haus. Jika kadar gula darah sampai diatas 160 – 180mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal

akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang

hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,

maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak. Akibatnya penderita

merasakan haus yang berlebihan sehingga penderita banyak minum. Dengan

kondisi yang seperti ini penderita sering terbangun untuk minum (Jo hnson,

1998).

Sering merasa lapar. Sejumlah besar kalori hilang kedalam air kemih, penderita Diabetes Mellitus mengalami penurunan berat badan. Untuk

mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa

Sehingga banyak makan. Hal ini dapat mengganggu tidur penderita pada malam

(20)

Gatal-gatal pada kulit. Gatal-gatal pada kulit merupakan salah satu gejala klinis penyakit diabetes mellitus. Hal ini membuat penderita DM tidak

nyaman untuk tidur dan dapat menyebabkan terbangun dari tidur (Johnson,

1998).

Kesemutan dan kram pada kaki. Bila gula tidak dikontrol atau tidak diobati, gejala kronis ini akan timbul dan ini akan menyebabkan penderita merasa

tidak nyaman dan susah untuk tidur (Nugroho, 2008).

Nyeri. Keluhan nyeri pada ekstremitas merupakan keluhan umum pada penderita diabetes mellitus, terutama pada penderita menahun apalagi dengan

kendali glukosa yang tidak baik. Sensasi yang dirasakan dapat bermacam-macam

seperti rasa terbakar, tertusuk. Hal ini ini menyebabkan penderita susah untuk

tidur (Manaf, 2010).

Ketidaknyamanan fisik. Ketidaknyamanan fisik merupakan penyebab utama kesulitan untuk tidur atau sering terbangun pada malam hari (Potter &

Perry, 2005).

3.2 Faktor Psikososial

Gangguan tidur dilaporkan oleh 90% individu yang mengalami stres,

perasaan cemas, dan depresi (Chokroverty, 1999; Suryani, 2004). Hal ini terjadi

pada seseorang yang mempunyai penyakit(Potter & Perry, 2005).

Stres. Seseorang dapat mengalami stres emosional karena penyakit. Oleh karena itu emosi seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Stres

emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan seringkali mengarah

frustasi apabila tidak tidur. Stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu

(21)

tidur. Stres yang berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk (Potter

& Perry, 2005). Stres dapat mengubah pola tidur seseorang dalam beberapa

waktu. Selama adanya stres psikologis, waktu yang dibutuhkan untuk memulai

tidur dan tahap tidur NREM ke 1 dan 2 meningkat (Monroe, Simons, dan Thasle,

1992; Lee, 1997; Suryani, 2004).

Cemas. Penderita penyakit yang memiliki resiko terhadap kecemasan adalah mereka yang takut dan khawatir akan penyakitnya, diisolasi dari keluarga

dan kerabat, dan tidak familiar dengan lingkungan (Webster & Thompson, 1986).

Perasaan cemas menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur sangat

lama, tahap tidur NREM ke 4 dan tidur REM menurun, serta pasien lebih sering

terbangun pada malam hari (Karacan et al, 1968, 1978; Closs, 1988; Suryani,

2004).

Depresi. Depresi merupakan suatu penyakit yang berpengaruh kepada efek kejiwaan. Seseorang yang telah terkena depresi akan mengalami gangguan

tidur yang mana ciri khas seseorang yang terkena sindrome tersebut adalah susah

untuk tidur dan selalu murung (Septiyadi, 2005).

3.3 Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga bisa mempengaruhi seseorang untuk tidur dan

dapat menyebabkan gangguan tidur pada setiap individu yaitu : suara/kebisingan,

ventilasi yang baik, ruang dan tempat tidur yang nyaman, cahaya/lampu yang

terlalu terang, dan suhu yang terlalu panas/terlalu dingin serta bau yang tidak

nyaman.

(22)

Thompson, 1986). Suara yang rendah lebih sering membangunkan seseorang dari

tidur tahap 1, sementara suara yang keras membangunkan orang pada tahap tidur

3 dan 4. Level suara pada percakapan yang normal sekitar 50 dB (Potter & Perry,

2005). Level suara dibawah 40 dB biasanya dibutuhkan oleh seseorang untuk

tidur dan peningkatan intensitas suara dapat menyebabkan seseorang terbangun

dari tidurnya (Baker, 1984 Freedman, 1999; Suryani, 2004).

Ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik adalah esensial untuk tidur yang tenang (Potter & Perry, 2005). Kelembaban ruangan perlu diatur agar paru-paru

tidak kering karena apabila kelembaban ruangan tidak diatur maka seseorang

tidak akan dapat tidur, walaupun dapat tidur maka seseorang akan terbangun

dengan kerongkongan kering seakan-akan seseorang tersebut menderita radang

amandel (Septiyadi, 2005).

Ruang dan tempat tidur yang nyaman. Ruang tidur merupakan tempat dimana seseorang melepaskan pikiran-pikiran yang penat / lelah setelah seharian

melakukan aktifitas. Apabila ruang tidur kotor ataupun bau maka bisa dikatakan

itulah faktor utama dari susahnya tidur (Septiyadi, 2005). Ukuran, kekerasan dan

posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur (Potter & Perry, 2005).

Cahaya/lampu yang terlalu terang. Tingkat cahaya dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur (Potter dan Perry, 2005). Level cahaya yang normal

adalah cahaya disiang hari lebih terang apabila dibandingkan dengan malam hari

(Redeker, 1998; Retti Suryani, 2004). Seseorang yang terbiasa dengan lampu yang

redup disaat tidur akan mengalami kesulitan tidur jika sorot lampu yang terlalu

(23)

Suhu ruangan. Ruangan yang terlalu panas/terlalu dingin seringkali menyebabkan seseorang gelisah. Keadaan ini akan mengganggu tidur seseorang

(Potter & Perry, 2005). Miller (2004) dalam Suryani (2004) tahap tidur REM

menurun jika suhu terlalu panas/terlalu dingin.

Bau yang tidak nyaman. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2004) melaporkan bahwa tidur responden terganggu akibat bau ruangan yang

tidak nyaman. Sementara hal yang sama juga dilaporkan oleh Karota-Bukit (2003)

bahwa 13% responden mengalami gangguan tidur pada tingkat sedang karena bau

(24)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini, kerangka konseptual yang digunakan bertujuan untuk

mengidentifikasi kualitas tidur dan gambaran faktor-faktor gangguan tidur pada

penderita diabetes mellitus. Pada penelitian sebelumnya dikemukakan bahwa

kepuasan tidur berorientasi pada kualitas tidur, yaitu lamanya waktu tidur pada

malam hari, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun,

perasaan segar saat terbangun dan aspek subjektif seperti kepulasan atau

kedalaman tidur (Buysse et al, 1988; Parket et al, 2001; Karota-Bukit, 2003).

Namun ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan tidur menjadi

terganggu yaitu faktor fisik, psiksosial, dan lingkungan (Webster & Thompson,

1986; Potter & Perry, 2001; Miller, 2004; Suryani, 2004). Faktor fisik dapat

berupa nokturia, sering merasa haus, sering mersa lapar, gatal-gatal pada kulit,

kesemutan dan kram pada kaki, nyeri dan ketidaknyamanan fisik (Johnson, 1998).

Sedangkan faktor psikososial meliputi kecemasan, stres, dan depresi. Serta faktor

lingkungan yang meliputi suara/kebisingan, ventilasi yang baik, ruang dan tempat

tidur yang nyaman, cahaya/lampu yang terlalu terang, dan suhu yang terlalu

(25)

skema 2. Kerangka konseptual penelitian kualitas tidur dan faktor-faktor

gangguan tidur pada penderita diabetes mellitus di Puskesmas Medan

Johor.

Keterangan : : Yang akan diteliti

: Yang tidak diteliti

: Berhubungan

Faktor-faktor gangguan tidur 1. Faktor fisik

a. Nokturia b. Rasa haus c. Rasa lapar

d. Gatal-gatal pada kulit e. Kesemutan dan kram pada

kaki f. nyeri

g. Ketidaknyamanan fisik

2. Lingkungan

a. Suara/kebisingan b. Ventilasi yang baik c. Ruang dan tempat tidur

yang nyaman

d. Cahaya/lampu yang terang e. Suhu yang terlalu

panas/terlalu dingin f. Bau yang tidak nyaman

3. Psikososial Kualitas tidur

1. Waktu yang diperlukan untuk memulai tidur 2. Frekuensi terbangun pada

malam hari

3. Lamanya waktu tidur

pada malam hari 4. Kepulasan tidur 5. Kedalaman tidur

6. Rasa segar setelah

terbangun dari tidur

(26)

2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Kualitas tidur merupakan tingkat kepulasan tidur pada malam hari yang

dipersepsikan oleh seseorang secara subjektif yang meliputi lamanya waktu tidur

pada malam hari, waktu yang diperlukan untuk memulai tidur, frekuensi

terbangun pada malam hari, kepulasan tidur, kedalaman tidur, rasa segar setelah

terbangun dari tidur, dan rasa lemah atau lelah saat beraktifitas di siang hari yang

diukur dengan menggunakan Kuesioner Kualitas Tidur (KKT).

Faktor-faktor gangguan tidur adalah kondisi yang dialami oleh penderita

DM yang mengganggu tidur yang diukur dengan menggunakan Kuesioner

Faktor-faktor Gangguan Tidur (KFGT). Hal tersebut berupa gangguan fisik dan

lingkungan.

Faktor fisik merupakan faktor yang mengganggu tidur para penderita DM

secara fisik dapat berupa nokturia, sering merasa haus, sering merasa lapar,

gatal-gatal pada kulit, kesemutan dan kram pada kaki, nyeri dan ketidaknyamanan fisik.

Faktor lingkungan meliputi keadaan lingkungan tempat tinggal yang

mengganggu tidur para penderita penyakit, dapat berupa suara/kebisingan,

ventilasi yang baik, ruang dan tempat tidur yang nyaman, cahaya/lampu yang

terlalu terang dan suhu yang terlalu panas/terlalu dingin dan bau yang tidak

nyaman.

Para penderita penyakit dalam penelitian ini adalah semua penderita

penyakit Diabetes Mellitus yang datang berobat atau melakukan kontrol kadar

(27)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk

mengidentifikasi kualitas tidur dan gambaran faktor-faktor gangguan tidur pada

penderita penyakit diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.

2. Populasi dan sampel penelitian

2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita penyakit diabetes

mellitus yang berobat atau berkunjung ke Puskesmas Medan Johor dengan

rentang usia 30-55 tahun. Rata-rata jumlah populasi penderita penyakit DM

perbulannya adalah 360 orang (Rekam Medik Puskesmas Medan Johor, 2007).

2.2 Sampel penelitian

Dalam menentukan besar sampel dipertimbangkan berbagai faktor, salah

satunya pertimbangan berdasarkan pertimbangan/pengalaman peneliti. Besarnya

jumlah sampel untuk penelitian deskriptif adalah 10% dari populasi (Dempsey &

Dempsey, 2002). Rata-rata jumlah populasi penderita penyakit DM perbulannya

adalah 360 orang (Rekam Medik Puskesmas Medan Johor, 2007). Maka sampel

yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 36 orang.

(28)

masuk dalam kriteria penelitian akan dipilih menjadi sampel penelitian. Adapun

kriteria yang ditentukan untuk subjek penelitian adalah sebagai berikut:

1) Penderita penyakit diabetes mellitus dengan rentang usia 30 – 55 tahun.

2) Penderita masih tinggal di alamat yang telah diberikan kepada peneliti dan

belum meninggal dunia.

3) Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

4) Penderita tidak dalam keadaan sakit yang kronik berdasarkan informasi dari

responden.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2011 di Wilayah

Kerja Puskesmas Medan Johor. Puskesmas Medan Johor dipilih sebagai lokasi

penelitian karena puskesmas tersebut merupakan salah satu unit pelayanan

kesehatan masyarakat dan didapatkan data dari penelitian sebelumnya tentang

penyakit DM, Puskesmas ini termasuk Puskesmas dengan kunjungan penderita

DM yang memadai dalam penelitian ini.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin dari Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara, izin dari Dinas Kesehatan Kota Medan,

dan izin dari Puskesmas Medan Johor. Dalam melakukan penelitian ini, ada

beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan, yaitu hak kebebasan dan

kerahasiaan menjadi responden, serta bebas dari rasa sakit baik secara fisik

(29)

Lembar persetujuan diberikan kepada responden sebagai subjek penelitian.

Peneliti menjelaskan tentang maksud, tujuan, dan prosedur penelitian yang

dilakukan. Jika klien bersedia menjadi responden, maka responden diminta untuk

menandatangani lembar persetujuan (informed consent) atau memberikan persetujuan secara lisan. Penelitian ini sifatnya partisipasi sehingga jika pasien

menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati hak-haknya. Untuk tetap menjaga kerahasiaan

responden, maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data, tapi dengan memberi kode pada masing-masing lembar

tersebut. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, dan hanya

kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian dan

hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk

kuesioner yang diadopsi dan dimodifikasi oleh peneliti dengan mengacu kepada

tinjauan pustaka. Instrumen penelitian terdiri dari 3 bagian, yaitu Kuesiner Data

Demografi (KDD), Kuesioner Kualitas Tidur (KKT) dan Kuesioner Faktor-faktor

Gangguan Tidur (KFGT).

5.1Kuesioner Data Demografi (KDD)

Kuesioner Data Demografi responden meliputi jenis kelamin, usia, agama,

suku, pendidikan, pekerjaan, penghasilan perbulan, lokasi tempat tinggal, jumlah

(30)

5.2Kuesioner Kualitas Tidur (KKT)

Kuesioner Kualitas Tidur terdiri dari 7 aspek parameter tidur, yaitu

lamanya waktu tidur pada malam hari, waktu yang diperlukan untuk memulai

tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, kepulasan tidur, rasa segar setelah

terbangun dari tidur, rasa kelelahan setelah terbangun dari tidur, dan rasa

berenergi saat beraktifitas kembali setelah bangun dari tidur. Kuesioner ini

diadopsi dari The Sleep Quality Questionaires (SQQ) (Karota-Bukit, 2003).

Kuesioner ini telah dimodifikasi dalam versi Bahasa Indonesia yaitu Kuesioner

Kualitas Tidur (KKT). KKT terdiri dari 7 item yang disusun berdasarkan pilihan

berganda. Sedangkan pada item ke 8 adalah pengukuran subjektivitas dari klien

tentang baik atau buruk kualitas tidur yang dialami.

5.3Kuesioner Faktor-faktor Gangguan Tidur (KFGT)

Kuesioner Faktor-faktor Gangguan Tidur berisi beberapa pertanyaan yang

dibagi dalam 2 komponen faktor-faktor gangguan tidur klien, yaitu faktor fisik

dan faktor lingkungan. Peneliti memodifikasi kuesioner ini dari tinjauan pustaka

(Southwell & Wistow, 1995; Karota-Bukit, 2003; Suryani, 2004). Kuesioner ini

terdiri dari 14 item, yaitu 7 item untuk faktor fisik dan 7 item untuk faktor

lingkungan sedangkan faktor psikososial tidak diukur pada penelitian ini.

Pertanyaan dalam KFGT diawali dengan pertanyaan tentang pengalaman yang

dialami oleh responden dengan pertanyaan ya atau tidak terhadap faktor fisik dan

faktor lingkungan. Selanjutnya bila responden mengalami faktor tersebut, maka

(31)

adalah tidak ada gangguan tidur, nilai 2 untuk gangguan tidur ringan, nilai 3 untuk

gangguan tidur sedang dan nilai 4 untuk gangguan tidur berat.

6. Teknik Pengumpulan Data

Persiapan awal mulai dilakukan dengan mengajukan permohonan izin

pelaksanaan penelitian pada Institusi Pendidikan (Fakultas Keperawatan).

Rekomendasi dari Fak. Keperawatan USU kemudian dikirimkan ke Dinas

Kesehatan Kota Medan untuk diteruskan ke Puskesmas Medan Johor sebagai

tempat penelitian. Setelah mendapatkan izin dari Dinas Kesehatan Kota Medan

dan Puskesmas Medan Johor, peneliti melaksanakan pengumpulan data.

Peneliti datang ke Puskesmas Medan Johor, kemudian menunggu calon

responden yang datang berkunjung ke Puskesmas. Apabila calon responden tidak

datang dalam waktu 1 bulan maka peneliti mendatangi rumah calon responden

sesuai dengan alamat yang telah diberikan kepada peneliti. Peneliti menjelaskan

kepada calon responden tentang tujuan, manfaat, dan prosedur pengisian

kuesioner. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani

informed consent. Responden diminta untuk menjawab pertanyaan peneliti atau mengisi sendiri kuesioner yang telah diberikan oleh peneliti. Kemudian peneliti

(32)

7. Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui

beberapa tahap. Pertama, memeriksa nama dan kelengkapan identitas dan data

responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Dilanjutkan

dengan mengklarifikasi pengolahan data dengan menggunakan teknik

komputerisasi.

Dari hasil pengolahan data tersebut, maka diketahui frekuensi dan

persentase untuk mendiskripsikan tentang data demografi, kualitas tidur dan

faktor-faktor gangguan tidur. Mean dan Standard Deviasi (SD) untuk

mendiskripsikan data demografi yaitu usia. Data kualitas tidur yaitu lamanya

(33)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. HASIL

1.1 Karakteristik Responden

Dari tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah kelompok

dewasa dengan umur 48-55 tahun (55,6%) dengan rata-rata umur 48,36 tahun

(SD=6,11). Sebagian besar responden adalah jenis kelamin pria (52,8%).

Mayoritas responden beragama Islam (91,7%), suku jawa (27,8%), tingkat

pendidikan adalah SMA (63,9%). Mayoritas pekerjaan responden adalah Pegawai

Swasta/Wiraswasta (61,1%) dan penghasilan terbanyak terbesar adalah

Rp.850.000,- s/d Rp.1.500.000,-. Sebagian besar responden tinggal di pinggir

jalan umum/jalan raya, jumlah teman satu kamar 1-2 orang (75%) dan tidur

dengan menggunakan kasur (66,7%).

Tabel 1. Distribuasi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden (N=36).

Karakteristik Frekuensi persentase

(34)

Tabel 1 (lanjutan)

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase

Suku

Rp. 850.000,- s/d Rp. 1.500.000,- >Rp. 1.500.000,-

Lokasi Tempat Tinggal

Pemukiman Rumah Penduduk yang padat Di Pinggir Jalan Umum/ Jalan Raya Lainnya...

(35)

1.2 Distribusi responden berdasarkan kualitas tidur

Hasil penelitian pada tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar lamanya

waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur di malam hari adalah lebih dari 60

menit (30,6%) dengan rata-rata 36 menit 90 detik (SD=18,64). Sebanyak 10

responden menyatakan bahwa mereka terbangun di malam hari sebanyak 3-4 kali

(27,8%) dan responden yang melaporkan bahwa lama waktu yang dibutuhkan

untuk tidur dimalam hari adalah kurang dari 5 jam sebanyak 6 responden (16,7%)

dengan rata-rata lamanya tidur 6,01 jam ( SD= 0,73).

Responden melaporkan bahwa sangat mengantuk setelah bangun tidur

sebanyak 9 responden (25%) dan 13,9% responden yang melaporkan mengantuk

setelah bangun tidur di pagi hari. Responden juga melaporkan (38,9%) bahwa

sebentar-sebentar terbangun dan tidur dan kemudian terbangun (38,9%).

Sebagian besar responden melaporkan bahwa tidak sama sekali merasa

segar setelah bangun tidur pada pagi hari (41,7%), responden yang merasa sangat

lemah atau lelah (8,3%) dan sebanyak 8 responden melaporkan merasa lemah atau

lelah (22,2%) saat beraktifitas pada siang hari.

Sebagian besar responden berpendapat bahwa tidak dapat tidur dengan

(36)

Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan parameter kualitas tidur (N=36)

Parameter Tidur Frekuensi Persentase

Lamanya waktu yang dibutuhkan memulai tidur di malam hari

Frekuensi terbangun dari tidur di malam hari 3-4 kali

1-2 kali Tidak ada

Lama waktu untuk tidur di malam hari < 5 jam Tidur dan kemudian terbangun Tidur tetapi tidak nyenyak Tidur sangat nyenyak

Rasa segar setelah terbangun dari tidur Sangat segar

Sedang Cukup segar Tidak sama sekali

Rasa lemah atau lelah saat beraktifitas pada siang hari

Sangat lemah atau lelah Lemah atau lelah Sedikit lemah atau lelah

(37)

1.3 Distribusi responden berdasarkan faktor-faktor gangguan tidur

1.3.1 Faktor fisik

Dari hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas

responden melaporkan faktor gangguan tidur secara fisik yang berat adalah

nokturia dan sering buang air kecil di malam hari (22,2%), sering merasa haus

(33,3%), sering merasa kesemutan dan kram pada kaki (16,7%), sering merasa

nyeri (22,2%), dan faktor ketidaknyamanan fisik (16,7%).

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan faktor gangguan tidur secara fisik (N=36).

Faktor gangguan

tidur secara fisik

Pengalaman Tingkat gangguan tidur

Ya

Nokturia atau sering buang air kecil di malam hari

Sering merasa haus

Sering merasa lapar

Sering merasa gatal-gatal pada kulit

Sering merasa kesemutan dan kram pada kaki

Sering merasa nyeri

(38)

1.3.2 Faktor lingkungan

Dari hasil penelitian (tabel 4) menunjukkan bahwa suara bising di dalam

rumah merupakan salah satu faktor yang dapat mengganggu tidur (36,1%), begitu

pula dengan cahaya lampu yang terlalu terang/gelap (58,7%) serta suhu ruangan

yang terlalu dingin/panas (69,4%).

Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan faktor gangguan tidur secara lingkungan (N=36)

Faktor gangguan

tidur secara

lingkungan

Pengalaman Tingkat gangguan tidur

Ya

Suara bising diluar rumah

Suara bising didalam rumah

Ventilasi yang tidak baik

Ruang dan tempat tidur kotor dan tidak nyaman

Cahaya lampu yang terlalu terang/gelap

(39)

2. Pembahasan

2.1 Karakteristik responden

Tidur merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, sama halnya

seperti kesehatan yang baik secara umum (Chopra, 2003). Untuk itu, tidur yang

cukup sangat penting untuk menjaga kesehatan khususnya pada penderita

penyakit (Fass et al, 2000; Miller, 2004). Akan tetapi, gangguan tidur sering

dialami dan sangat mengganggu para penderita penyakit khususnya penderita DM

(Chopra, 2003).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah usia

dewasa madya (55,6%) dan penderita DM pria lebih banyak daripada penderita

wanita (52,8%). Hasil ini sesuai dengan data yang diperoleh dari data Puskesmas

Medan Johor bahwa penderita DM yang sering datang ke Puskesmas Medan

Johor adalah penderita DM pria dan mayoritas usia penderita DM adalah berumur

diatas 40 tahun. Mayoritas responden adalah beragama Islam (91,7%). Sebagian

besar responden adalah bersuku Jawa (27,8%), hal ini berbeda dengan data

demografi bahwa suku Batak adalah mayoritas penduduk Medan

2.2 Kualitas tidur

Kualitas tidur adalah perasaan segar dan siap menghadapi hidup baru

setelah bangun tidur. Konsep ini meliputi beberapa karakteristik seperti waktu

yang diperlukan untuk memulai tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, lama

(40)

kuantitatif dan kualitatif tidur. Tidak semua responden mempunyai kualitas tidur

yang baik. Mac Arthur (1997) dalam Nisrina (2008) menyatakan bahwa kualitas

tidur seseorang dapat diketahui dengan melakukan pengkajian kualitas tidur yang

terdiri dari data subjektif dan data objektif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya waktu yang dibutuhkan

untuk mulai tertidur di malam hari adalah lebih dari 60 menit (30,6%). Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Suryani (2004)

bahwa waktu yang dibutuhkan responden untuk dapat memulai tidur adalah lebih

dari 60 menit. Dari hasil laporan yang dilakukan oleh Suryani (2004) tentang tidur

pasien dengan gangguan saluran pencernaan yaitu pasien membutuhkan waktu

lebih dari 60 menit (44,1%).

Sebanyak 10 responden menyatakan bahwa mereka terbangun di malam

hari sebanyak 3-4 kali (27,8%). Kemungkinan hal ini dikarenakan simptoms atau

tanda dan gejala penyakit DM yang dialami oleh penderita yaitu sering merasa

haus dan suara bising di luar rumah yang dilaporkan sebagian besar responden

sebagai faktor gangguan tidur pada tingkat gangguan tidur yang berat. Hal ini

sesuai dengan pendapat Johnson (1998) dan Potter & Perry (2005) yang

mengemukakan bahwa faktor fisik dan lingkungan dapat mempengaruhi frekuensi

terbangun di malam hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya waktu yang dibutuhkan

untuk tidur adalah 5-6 jam (33,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Suryani (2004) dan memperoleh hasil bahwa rata-rata lamanya

tidur responden pada malam hari adalah 5 jam, namun dalam penelitiannya

(41)

di rumah sakit. Dari hasil penelitian ini dan juga penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa lamanya tidur penderita penyakit lebih pendek dari tidur

normal orang dewasa. Hal ini berbeda dengan kondisi yang normal yaitu waktu

tidur normal adalah 7-8 jam (Reimer, 2000).

Mayoritas responden melaporkan bahwa responden merasa sangat

mengantuk ketika bangun tidur pada pagi hari (25%). Hal ini mungkin

dikarenakan kurangnya tidur di malam hari atau terbangun dari tidur sebanyak 3-4

kali (Cauter, 1997; Imran, 2010). Rata-rata responden melaporkan

sebentar-sebentar terbangun (38,9%) dan tidur dan kemudian terbangun (38,9%). Hasil

penelitian tersebut dimungkinkan karena simptom atau tanda dan gejala penyakit

DM pada penderita yaitu merasa haus di malam hari (Johnson, 1998). Sebagian

besar responden juga merasa tidak segar sama sekali setelah bangun tidur pada

pagi hari (41,7%). Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya tidur di malam hari

(Cauter, 1997; Imran, 2010) ataupun kurang nyenyaknya tidur di malam hari.

Hasil penelitian secara umum mayoritas responden (72,2%) melaporkan

tidak dapat tidur dengan baik di malam hari. Faktor gangguan tidur dapat

mempengaruhi kualitas tidur pada penderita Diabetes Mellitus yaitu faktor fisik

dan faktor lingkungan (Webster & Thompson, 1986; Miller, 2004; Potter & Perry,

2005).

2.3 Faktor-faktor Gangguan Tidur

2.3.1 Faktor Fisik

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 22,2% responden melaporkan

(42)

hari. Nokturia adalah berkemih pada malam hari yang mengganggu tidur dan

siklus tidur. Kondisi ini merupakan yang paling umum terjdi pada lansia dengan

penurunan tonus kandung kemih atau pada orang yang berpenyakit jantung,

diabetes, uretritis, atau penyakit prostat (Potter & Perry, 2005).

Responden pada penelitian ini (36,1%) melaporkan gangguan tidurnya

akibat sering merasa haus berada pada tingkat gangguan tidur berat. Hasil ini

sesuai dengan pendapat Johnson (1998) yang menyatakan bahwa jika kadar gula

darah sampai diatas 160 – 180mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika

kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk

mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan

air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam

jumlah yang banyak. Akibatnya penderita merasakan haus yang berlebihan

sehingga penderita banyak minum. Dengan kondisi yang seperti ini penderita

sering terbangun untuk minum (Johnson, 1998).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (16,7%) dan (22,2%) responden

mengalami gangguan tidur tingkat berat akibat sering merasa kesemutan dan kram

pada kaki serta responden sering merasa nyeri pada ekstremitas. Keluhan ini

merupakan keluhan umum pada penderita DM. Hal ini sesuai dengan pendapat

Nugroho (2008) dan Manaf (2010) yang menyatakan bahwa apabila tidak

dikontrol dengan baik atau diobati, maka gejala kronis ini akan timbul dan ini

akan menyebabkan penderita merasa tidak nyaman dan susah untuk tidur.

(43)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden melaporkan gangguan

tidur akibat suara bising didalam rumah (36,1%) berada pada gangguan tidur

tingkat ringan, walaupun berada pada gangguan tidur tingkat ringan namun suara

dapat mempengaruhi tidur seseorang. Tingkat suara yang diperlukan untuk

membangunkan orang tergantung pada tahap tidur (Webster & Thompson, 1986).

Suara yang rendah lebih sering membangunkan seseorang dari tidur tahap 1,

sementara suara yang keras membangunkan orang pada tahap tidur 3 dan 4. Level

suara pada percakapan yang normal sekitar 50 dB (Potter & Perry, 2005). Level

suara dibawah 40 dB biasanya dibutuhkan oleh seseorang untuk tidur dan

peningkatan intensitas suara dapat menyebabkan seseorang terbangun dari

tidurnya (Baker, 1984 Freedman, 1999; Suryani, 2004).

Cahaya lampu yang terlalu terang/gelap (58,3%) dilaporkan oleh

responden berada pada tingkat gangguan tidur ringan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Le (1997) dalam Suryani (2004) seseorang yang terbiasa dengan lampu

yang redup disaat tidur akan mengalami kesulitan tidur jika sorot lampu yang

terlalu terang. Laporan ini berbeda dengan penelitian Suryani (2004) bahwa

cahaya yang terlalu terang/gelap tidak mempengaruhi tidur seseorang.

Responden juga melaporkan bahwa suhu ruangan terlalu dingin/terlalu

panas pada tingkatan gangguan tidur ringan (69,4%) dan dapat mempengaruhi

tidur seseorang. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Potter & Perry (2005)

yang menyatakan bahwa ruangan yang terlalu panas/dingin seringkali

menyebabkan seseorang gelisah, keadaan ini akan mengganggu tidur seseorang.

Hal ini juga dilaporkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2004)

(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap 36 orang responden

penderita diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor diperoleh

bahwan72,2% responden tidak dapat tidur dengan baik. Mayoritas lamanya waktu

yang dibutuhkan untuk memulai tidur di malam hari adalah lebih dari 60 menit

(30,6%), sebanyak 10 responden menyatakan bahwa mereka terbangun di malam

hari sebanyak 3-4 kali (27,8%) dan lama waktu yang dibutuhkan untuk tidur

dimalam hari adalah 5-6 jam (33,3%).

faktor gangguan tidur secara fisik yang berat adalah nokturia atau sering

buang air kecil di malam hari (22,2%), sering merasa haus (33,3%), sering

merasa kesemutan dan kram pada kaki (16,7%), sering merasa nyeri (22,2%), dan

faktor ketidaknyamanan fisik (16,7%). Sedangkan faktor lingkungan yang dapat

mengganggu tidur adalah suara bising di dalam rumah (36,1%), cahaya lampu

yang terlalu terang/gelap (58,7%) serta suhu ruangan yang terlalu dingin/panas

(69,4%).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penelitian ini bisa

menunjukkan bahwa kualitas tidur pada penderita penyakit baik di rumah sakit

ataupun di komunitas sama-sama buruk. Sedangkan faktor gangguan tidur yang

(45)

simptoms atau tanda dan gejala dari penyakit yang diderita oleh penderita

penyakit.

2. Rekomendasi

2.1 Rekomendasi terhadap keterbatasan penelitian

Penelitian ini hanya dilakukan pada 36 orang responden penderita diabetes

mellitus di Wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Untuk penelitian selanjutnya

yang berkaitan dengan judul penelitian ini sebaiknya mempunyai sampel yang

lebih banyak yang mewakili dari beberapa Wilayah Kerja Puskesmas. Disamping

itu perlu diperhatikan apakah gejala klinis dari penderita diabetes mellitus yang

menyebabkan tidurnya terganggu sebelum diidentifikasi tingkat gangguannya dan

juga perlu diidentifikasi skala tiap-tiap bagian dari faktor gangguan tidur yang

dialami oleh penderita diabetes mellitus seperti faktor fisik yaitu nokturia, sering

merasa haus, sering merasa lapar, gatal-gatal pada kulit, kesemutan dan kram pada

kaki, nyeri dan ketidaknyamanan fisik serta faktor lingkungan yaitu

suara/kebisingan, ventilasi yang baik, ruang dan tempat tidur yang nyaman,

cahaya/lampu yang terlalu terang, dan suhu yang terlalu panas/terlalu dingin serta

bau yang tidak nyaman.

2.2 Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya

Disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang

kualitas tidur dan prediksi faktor-faktor gangguan tidur pada penderita diabetes

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, I. G. N. (2008). Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi.

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Anonim. (2010). 2010.

Arikunto, S. (2005). Manajemen Penelitian edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Brugne, Jean-Francois. (1994). Sleep, Wakefulness and The Nurse. British Jurnal

of Nursing.

Chopra, D. (2003). Tidur Nyenyak, Mengapa Tidak ? Ucapkan Selamat Tinggal Pada Insomnia. Yogyakarta: Ikon Teralitera.

Depkes. (2009). Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia mencapai

21,3 Juta Orang.

DEWI, D. A. (2009). Diabetes Mellitus (Prevalensi dan Klasifikasinya).

Erikaganie. (2009). Penderita Diabetes di Sumut Meningkat.

Ganong, W. F. (2002). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: EGC. Ginsberg, L. (2008). Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Guyton, A. C & Hall, J. E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Imran, I. I. (2010). Resiko Diabetes Pada Penderita Insomnia.

Johnson, M. (1998). Diabetes Terapi dan Pencegahannya. Bandung: Indonesia Publishing House.

(47)

Manaf, A. (2010). Neuropathic Pain In Diabetes Mellitus.

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RSUP Dr M Jamil Padang. Diakses tanggal 16 november 2010.

Markam, S. (2006). Neurologi Praktis. Jakarta: Widya Medika.

Mitra Keluarga Group. (2010). Fasilitas Penunjang RS Mitra Kemayoran, Sleep

Disorder Clinic

Munardi. (2003). Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Tidur Pada Pasien Dengan Perubahan Fungsi Pernafasan di Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Zainoel Abidin. Jurnal Keperawatan Indonesia Volume 7 no.2. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Nisrina. (2008). Efektivitas Mengkonsumsi Telur Terhadap Kualitas Tidur Lansia di UPTD Abdi Dharma Asih Binjai. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Medan: Fakultas Keperawatan USU.

Nugroho, Y. A. (2008). Apa Itu Diabetes

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pemko Medan. (2010). Penyakit Diabetes Terbesar di RSUPM.

03 November 2010.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik edisi 4 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Priharjo, R. (1993). Perawatan Nyeri; Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien.

Jakarta: EGC.

Rumah Sakit Budi Kemuliaan. (2010). Diabetes Mellitus.

(48)

Septiyadi, E. (2007). Terapi Alami Agar Tidur Lebih Mudah. Jakarta: Restu Agung.

Suryani, R. (2004). Kualitas Tidur dan Faktor-Faktor Gangguan Tidur Pasien dengan Gangguan Saluran Pencernaan yang Dirawat di Rumah Sakit.

(49)

INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner data demografi, kualitas

tidur, dan faktor-faktor gangguan tidur. Kuesioner ini akan digunakan dalam

melakukan pengumpulan data melalui wawancara terhadap responden penelitian.

Ada 3 bagian yang termasuk didalam kuesioner ini yaitu:

Bagian 1. Kuesioner Data Demografi (KDD)

Bagian 2. Kuesioner Kualitas Tidur (KTT)

Bagian 3. Kuesiner Faktor-faktor Gangguan Tidur (KFGT)

3.1. Faktor Fisik

(50)

KODE RESPONDEN :

KUESIONER PENELITIAN

KUALITAS TIDUR DAN FAKTOR-FAKTOR GANGGUAN TIDUR PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS

Kuesioner Data Demografi (KDD)

Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu dengan

memberi tanda (√)!

1. Umur : Tahun

2. Jenis Kelamin : Pria

Wanita

3. Agama : 1. Islam

2. Kristen

3. Budha

4. Hindu

5. dan lain lain, . . .

4. Suku : 1. Batak

2. Aceh

3. Jawa

4. Melayu

5. Minang

(51)

5. Pendidikan : 1. SD

2. SMP

3. SMA

4. Perguruan Tinggi

5. dan lain-lain, . . .

6. Pekerjaan : 1. Tidak Bekerja

2. Pegawai Swasta/Wiraswasta

3. PNS/TNI/POLRI

4. Buruh

5. Bertani

6. dan lain-lain, . . .

7. Penghasilan Perbulan: 1. < Rp. 850.000,-

2. Rp. 850.000,- s/d Rp. 1.500.000,-

3. > Rp. 1.500.000,-

8. Lokasi tempat tinggal: 1. Pemukiman Rumah Penduduk yang Padat

2. Di pinggir Jalan Umum/Jalan Raya

3. dan lain-lain, . . .

9. Jumlah teman sekamar: Sendiri

1-2 Orang

3-4 Orang

(52)

10. Tempat tidur : Lantai alas tikar

Kasur

Springe Bed

Dan lain-lain

Kuesioner Kualitas Tidur (KKT)

Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu dengan

memberi tanda (√) sesuai dengan keadaan yang Bapak/Ibu alami!

1. Berapa lama waktu yang Bapak/Ibu butuhkan untuk mulai tertidur dimalam

hari?

1. > 60 Menit

2. 31-60 Menit

3. 16-30 Menit

4. < 15 Menit

2. Berapa kali Bapak/Ibu terbangun dari tidur dimalam hari?

1. > 5 Kali

2. 3-4 Kali

3. 1-2 Kali

4. Tidak ada

3. Berapa lama waktu yang Bapak/Ibu butuhkan untuk tidur dimalam hari?

1. < 5 Jam

2. 5-6 Jam

(53)

4. > 7 Jam

4. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu ketika bagun tidur pada pagi hari?

1. Sangat Mengantuk

2. Mengantuk

3. Sedikit Mengantuk

4. Segar

5. Seberapa nyenyak tidur Bapak/Ibu dimalam hari?

1. Sebentar-sebentar terbangun

2. Tidur dan kemudian terbangun

3. Tidur tetapi tidak nyenyak

4. Tidur sangat nyenyak

6. Apakah Bapak/Ibu merasa segar setelah bangun tidur pada pagi hari?

1. Sangat Segar

2. Sedang

3. Cukup Segar

4. Tidak sama sekali

7. Apakah Bapak/Ibu merasa lemah atau lelah saat beraktifitas pada siang hari?

1. Sangat lemah atau lelah

2. Lemah atau Lelah

3. Sedikit lemah atau lelah

4. Tidak lemah atau lelah sama sekali

8. Apakah Bapak/Ibu berpendapat bahwa Bapak/Ibu adalah seorang yang dapat

tidur dengan baik?

(54)

2. Baik

Kuesiner Faktor-Faktor Gangguan Tidur (KFGT)

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda (√) sesuai dengan

gangguan tidur yang anda rasakan. Anda diminta menilai seberapa jauh gangguan

tidur yang mengganggu tidur anda dengan penilaiannya adalah sebagai berikut:

Nilai 1 : Tidak Ada Gangguan

Nilai 2 : Gangguan Ringan

Nilai 3 : Gangguan Sedang

Nilai 4 : Gangguan Berat

Dalam jangka waktu beberapa minggu ini saya merasakan gangguan dalam tidur

saya, karena:

A. Gangguan Fisik

No. Pernyataan Pengalaman Tingkat Gangguan Tidur

Ya Tidak 1 2 3 4

1. Nokturia atau sering buang air kecil dimalam hari

2. Sering merasa haus 3. Sering merasa lapar

4. Sering merasa gatal-gatal pada kulit

5. Sering merasa kesemutan dan kram pada kaki

6. Sering merasa nyeri

(55)

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda (√) sesuai dengan

gangguan tidur yang anda rasakan. Anda diminta menilai seberapa jauh gangguan

tidur yang mengganggu tidur anda dengan penilaiannya adalah sebagai berikut:

Nilai 1 : Tidak Ada Gangguan

Nilai 2 : Gangguan Ringan

Nilai 3 : Gangguan Sedang

Nilai 4 : Gangguan Berat

Dalam jangka waktu beberapa minggu ini saya merasakan gangguan dalam tidur

saya, karena:

B. Gangguan Lingkungan Rumah

No. Pernyataan Pengalaman Tingkat Gangguan Tidur

Ya Tidak 1 2 3 4

1. Adanya suara bising diluar rumah

2. Adanya suara bising didalam rumah

3. Rumah Anda mempunyai

ventilasi yang baik

4. Ruang dan tempat tidur Anda kotor atau tidak nyaman

5. Cahaya lampu yang terlalu terang/gelap

6. Suhu ruangan terlalu dingin atau terlalu panas

7. Lingkungan rumah yang bau

(56)
(57)
(58)
(59)

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara:

Nama : Meli Puspita Dewi

NIM : 071101018

Alamat : Jln. Jamin Ginting Gang Dipanegara no. 67 Padang Bulan Medan Akan mengadakan penelitian dengan judul “Kualitas Tidur dan Faktor-Faktor Gangguan Tidur Pada Penderita Diabetes Mellitus“. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan saudara/saudari sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk penelitian. Jika saudara/saudari tidak bersedia menjadi responden, maka tidak ada ancaman bagi saudara/saudari, keluarga dan siapapun. Jika telah menjadi responden dan terjadi hal-hal yang memungkinkan saudara/saudari untuk mengundurkan diri, maka saudara/saudari diperbolehkan untuk mengundurkan diri dan tidak berpartisipasi dalam penelitian ini. Apabila saudara/saudari menyetujui, saya mohon kesediaan untuk menandatangani lembar persetujuan.

Atas perhatian dan kesediaan saudara/saudari sebagai responden, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(Meli Puspita Dewi)

Gambar

Tabel 1. Distribuasi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden (N=36)
Tabel 1 (lanjutan)
Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan parameter kualitas tidur (N=36)
Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan faktor gangguan tidur secara fisik (N=36)
+2

Referensi

Dokumen terkait

dukungan suami dan kepercayaan diri yang dapat mempengaruhi kepatuhan.. 7 pengobatan pada penderita Diabetes Mellitus tipe II sehingga

Tabel 4.3 : Pengaruh Faktor Demografi Penderita Diabetes Mellitus Terhadap Kepatuhan Pengendalian Gula Darah Di Wilayah Puskesmas Cilongok 1

GAMABARAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILYAH KERJA PUSKESMAS II SUMBANG TAHUN 20161. Andri Priyanto 1 ,Nur

Kualitas tidur dan faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas medan teladan. Sleep Disorders

Pertanyaan berikut ini berhubungan dengan pendapat Bapak/ Ibu tentang faktor-faktor fisik dan linngkungan yang mengganggu tidur Bapak/ Ibu pada malam hari.. Faktor Gangguan Tidur Ya

Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012.. Primary Prevention of Diabetes

SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM SURVEY UNTUK MENGETAHUI GAMBARAN RISIKO PENDERITA DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS PADANG BULAN, MEDAN TAHUN 2015.. (INFORMED CONSENT)

Senam diabetes dilakukan untuk menurunkan dan mengontrol kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus, setelah diberikan intervensi senam diabetes didapatkan