DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden
(N=36) ... 30
Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan parameter kualitas tidur
(N=36) ... 33
Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan faktor-faktor gangguan
tidur secara fisik (N=36) ... 34
Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan faktor-faktor gangguan
Judul : Kualitas Tidur dan Faktor-faktor Gangguan Tidur Pada Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor
Peneliti : Meli Puspita Dewi
Fakultas : Keperawatan
Tahun : 2011
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas tidur dan gambaran faktor-faktor gangguan tidur pada penderita penyakit diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor dengan menggunakan desain deskriptif. Sampel yang diteliti adalah sebanyak 36 orang penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling sesuai dengan kriteria penelitian.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan januari hingga pebruari 2011 dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 3 bagian yaitu bagian pertama Kuesioner Data Demografi, bagian kedua Kuesioner Kualitas Tidur, dan bagian ketiga adalah Kuesioner Faktor-faktor Gangguan Tidur.
Dari analisa data diketahui bahwa 72,2% responden melaporkan tidak dapat tidur dengan baik. Lamanya waktu untuk memulai tidur di malam hari adalah lebih dari 60 menit (30,6%), frekuensi terbangun di malam hari sebanyak 3-4 kali (27,8%) dan lama waktu tidur dimalam hari adalah kurang dari 5 jam (16,7%).
Faktor-faktor gangguan tidur penderita Diabetes Mellitus umumnya berasal dari faktor fisik dengan tingkat gangguan tidur berat adalah nokturia atau sering buang air kecil di malam hari (22,2%), sering merasa haus (33,3%), sering merasa kesemutan dan kram pada kaki (16,7%), sering merasa nyeri (22,2%), dan faktor ketidaknyamanan fisik (16,7%). Sedangkan dari faktor lingkungan yaitu suara bising di dalam rumah (36,1%), cahaya lampu yang terlalu terang/gelap (58,7%) dan suhu ruangan yang terlalu dingin/panas (69,4%).
Tittle : Sleep Quality and Sleep Disturbances Factors of Patients With Diabetes Mellitus at the Work Area of Medan Johor Comunity Health Center
Name of Student : Meli Puspita Dewi
Faculty : Nursing
Year : 2011
ABSTRACT
This study aims to identify the sleep quality and image sleep disturbances factors of patients with Diabetes Mellitus at The Work Area of Medan Johor Comunity Health Center by using a descriptive design. The samples studied are as many as 36 people with Diabetes Mellitus in the Work Area Puskesmas Medan Johor. Using purposive sampling technique sampling according to the study criteria.
The data was collected in January to February 2011 using a questionnaire consisting of three parts, the first Demographic Data Questionnaire, the second part Sleep Quality Questionnaire, and the third is a Factors Sleep Disorders Questionnaire.
From the data analysis known that 72.2% of respondents reported not sleeping well. Length of time required to initiate sleep at night is more than 60 minutes (30.6%), they awakened during the night as much as 3-4 times (27.8%) and long it takes to sleep at night is less than 5 hours (16.7%).
Factors Diabetes Mellitus sleep disturbances are generally derived from the physical factors with the level of severe sleep disturbances is nocturia or frequent urination at night (22.2%), frequent thirst ( 33.3%), often feel tingling and cramps in the legs (16.7%), frequent pain (22.2%), and the factor of physical discomfort (16.7%). While the environmental factors that noises in the house (36.1%), the lights are too bright / dark (58.7%) and room temperature is too cold / hot (69.4%).
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Penyakit Diabetes mellitus (DM) merupakan penyebab utama terjadinya
morbiditas dan mortalitas yang dapat mempengaruhi alokasi biaya untuk
pelayanan kesehatan yang bersangkutan sehingga menjadi perhatian yang penting
dalam dunia kesehatan (Hogan dkk, 2003). Prevalensi penyakit DM telah
tingkat/proporsi epidemik di beberapa negara dan menjadi sebuah perhatian yang
penting dalam dunia kesehatan. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan
adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM di
berbagai negara (Lin Wee dkk, 2005 dikutip dari Dewi, 2009)
Organisasi kesehatan sedunia (WHO) menyebutkan bahwa penyakit DM
sebagai epidemi global yang besar. Dilaporkan bahwa terdapat 120 juta orang
penderita diabetes mellitus di seluruh dunia pada tahun 1998, dan jumlah ini akan
naik melebihi 250 juta orang pada tahun 2025. Persentase penyakit diabetes
mellitus di Singapura mencapai 6,8% dan itu adalah persentase tertinggi di dunia.
Di negara Taiwan dan Amerika Serikat terdapat hanya 6% penduduk yang
mengidap penyakit diabetes mellitus, di Malaysia kira-kira 4-8%, di Thailand
3,5%, di Korea dan Australia 3%, di Inggris dan Cina 2% (Johnson, 1998).
Hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, diperoleh bahwa
proporsi penyebab kematian akibat penyakit diabetes mellitus pada kelompok usia
45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah
pedesaan, penyakit diabetes mellitus menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Dari
berdasarkan pemeriksaaan darah pada penduduk usia > 15 tahun d perktaan 5,7%
(Depkes, 2007).
Penderita penyakit DM sejak September-Oktober 2009 merupakan
penyakit dengan penderita terbanyak di Medan, dan terus mengalami peningkatan
jika dibanding dengan jumlah pasien penyakit Jantung Koroner atau penyakit
yang lainnya. Berdasarkan data 10 besar diagnosa penyakit di RSU Pirngadi
Medan (RSUPM) pada Oktober 2009, kunjungan pasien rawat jalan sebanyak
1.470 kunjungan, atau meningkat bila dibanding dengan jumlah kunjungan pasien
rawat jalan di September 2009, yaitu sebanyak 1.403 kunjungan (Erikaganie, 2009
). Berdasarkan data dari Pemko Medan (2010) didapatkan bahwa pada bulan
Agustus dan September 2010 penyakit Diabetes Mellitus merupakan golongan
penyakit terbesar dari sepuluh besar penyakit dengan jumlah 221 kasus, dimana
113 kasusnya pada bulan September.
Penderita penyakit DM, umumnya merasakan ketidaknyamanan akibat
dari simptoms atau tanda dan gejala dari penyakit. Gejala klinis tersebut, pada
malam hari juga dialami oleh penderita penyakit DM, hal ini tentu dapat
mengganggu tidurnya. Terjadinya gangguan tidur akan berdampak pada
meningkatnya frekuensi terbangun, sulit tertidur kembali, ketidakpuasan tidur
yang akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas tidur (Potter & Perry, 2005).
Disamping itu, kurang tidur selama periode yang lama dapat menyebabkan
penyakit lain atau memperburuk penyakit yang ada (Potter & Perry, 2005). Pada
klien DM, tidur memiliki pengaruh yang berkesinambungan terhadap fungsi
50-75% dari sekresi total harian tergantung pada tidur dan berkurang karena
penurunan durasi tidur. Terdapat suatu bukti kuat yang mengindikasikan bahwa
gangguan tidur berhubungan dengan berkurangnya tingkat sekresi hormon insulin
Like Growth Factor (IGF-1). Keterbatasan nilai IGF-1 ini berhubungan dengan
gambaran kadar gula darah saat itu (Buysse et al, 1998; Imran, 2010).
Imran (2010) juga mengatakan bahwa kurangnya tidur memiliki efek yang
signifikan terhadap sistem endokrin, yang bertanggungjawab untuk pelepasan dan
penghambatan beberapa substansi termasuk insulin (Arand, 2008). Insulin
berpengaruh langsung terhadap hiperglikemia dan peningkatan ambilan glukosa
baik ke hati maupun jaringan (Meyes, 2003). Hasil penelitian di University of
Chicago membuktikan bahwa orang yang tiga hari kurang tidur, kemampuan
tubuhnya dalam memproses glukosa akan menurun sehingga beresiko untuk
mengidap diabetes (Cauter, 1997). Untuk itu, tidur yang cukup sangat penting
untuk menjaga kesehatan khususnya pada penderita penyakit diabetes mellitus
(Fass et al, 2000; Miller, 2004).
Gangguan tidur sering dialami dan sangat mengganggu para penderita
penyakit diabetes mellitus (Chopra, 2003). Hal tersebut dapat disebabkan oleh
berbagai faktor gangguan tidur yaitu faktor fisik, psikososial, dan faktor
lingkungan (Webster & Thompson, 1986; Miller, 2004; Potter & Perry, 2005;
Suryani, 2004). Faktor fisik meliputi nokturia, banyak minum, banyak makan,
kesemutan dan kram pada kaki, nyeri, dan ketidaknyamanan fisik (Johnson,
1998; Potter & Perry, 2005). Sedangkan faktor psikososial meliputi kecemasan,
stres, dan depresi. Serta faktor lingkungan yang meliputi ventilasi yang baik,
ataupun gelap, dan suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin dan lingkungan
yang bau (Potter & Perry, 2005).
Dari uraian diatas dapat dijabarkan tentang gambaran kualitas tidur dan
faktor-faktor yang dapat mengganggu tidur pada penderita penyakit diabetes
mellitus. Untuk itu penelitian tentang kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan
tidur pada penderita penyakit diabetes mellitus perlu dilakukan untuk
mengidentifikasi kualitas tidur dan faktor-faktor apa saja yang mengganggu tidur
penderita diabetes mellitus di komunitas khususnya di Wilayah Kerja Puskesmas
Medan Johor.
2. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dalam penelitian ini adalah :
2.1Bagaimana kualitas tidur pada penderia diabetes mellitus di Wilayah Kerja
Puskesmas Medan Johor ?
2.2 Faktor-faktor apa saja yang mengganggu tidur penderita diabetes mellitus
di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor ?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
3.1Mengidentifikasi kualitas tidur pada penderita diabetes mellitus di
Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.
3.2Menggambarkan faktor-faktor gangguan tidur pada penderita diabetes
mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk praktek keperawatan dan penelitian
keperawatan yang akan datang. Secara rinci manfaat penelitian ini sebagai
berikut:
4.1Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kualitas tidur dan
faktor-faktor yang mengganggu tidur pada penderita diabetes mellitus dan akan
dijadikan sebagai pertimbangan dalam pemberian asuhan keperawatan pada
penderita diabetes mellitus.
4.2Penelitian keperawatan yang akan datang
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penelitian selanjutnya
yang berhubungan dengan kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur pada
penderita diabetes mellitus.
4.3 Ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi ilmu
keperawatan tentang kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur pada
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep tidur
1.1Fisiologi tidur
Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar yang dialami seseorang yang dapat
dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup (Guyton & Hall,
1997). Tidur ditandai dengan aktivitas fisik minimal, tingkatan kesadaran yang
bervariasi, perubahan-perubahan proses fisiologi tubuh dan penurunan respon
terhadap rangsangan dari luar (Priharjo, 1993).
Tidur merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, sama halnya
seperti kesehatan yang baik secara umum (Chopra, 2003). Tiap individu
membutuhkan jumlah yang berbeda untuk tidur. Tanpa jumlah tidur yang cukup,
kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat keputusan, dan berpartisipasi dalam
aktivitas harian akan menurun, dan meningkatkan iritabilitas (Potter & Perry,
2005).
Sebagian besar, organisme hidup menunjukkan adanya fluktuasi fungsi
tubuh yang berirama sepanjang kurang lebih 24 jam, yaitu berirama sirkadian.
Umumnya, organisme-organisme tersebut menjadi terlatih seirama dengan siklus
cahaya siang-malam yang terjadi di lingkungannya (Ganong, 2002). Irama
sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi perilaku. Fluktuasi
dan prakiraan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormone,
kemampuan sensorik, dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus
bagian-bagian dari hipotalamus. Dari hipotalamus, jalur endokrin dan saraf yang
menuju ke berbagai bagian tubuh, mengatur irama ini, termasuk pelepasan
melatonin di malam hari, yang berfungsi sebagai sinyal waktu sistemik (Ganong,
2002).
Irama biologis tidur seringkali menjadi sinkron dengan fungsi tubuh yang
lain. Jika siklus tidur-bangun menjadi terganggu (misalnya perputaran dinas
kerja), maka fungsi fisiologis lain dapat berubah juga. Kegagalan untuk
mempertahankan siklus tidur-bangun individual yang biasanya dapat secara
berlawanan mempengaruhi kesehatan keseluruhan seseorang (Potter & Perry,
2005).
Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh
integrasi tinggi aktivitas system saraf pusat yang berhubungan dengan perubahan
dalam system saraf peripheral, endokrin, kardiovaskuler, pernapasan dan muscular
(Robinson, 1993). Tiap rangkaian diidentifikasi dengan respon fisik tertentu dan
pola aktivitas otak. Peralatan seperti elektroensefalogram (EEG), yang mengukur
aktivitas listrik dalam korteks serebral, elektromiogram (EMG), yang mengukur
tonus otot dan elektrookulogram (EOG) yang mengukur gerakan mata,
memberikan informasi struktur aspek fisiologis tidur (Potter & Perry, 2005).
Kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua
mekanisme serebral yang mengaktivasi secara intermitten dan menekan pusat otak
tertinggi untuk mengontrol tidur dan terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan
terjaga dan yang lain menyebabkan tertidur (Potter & Perry, 2005).
Siklus tidur-bangun mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis
fisiologis tubuh yang lain juga dapat terganggu atau berubah. Kegagalan untuk
mempertahankan siklus tidur-bangun individual yang normal dapat
memepengaruhi kesehatan seseorang (Potter & Perry, 2005).
Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam
sistem tidur Raphe pada pons dan otak depan bagian tengah. Zat agonis serotonin
berguna untuk menekan tidur dan antagonis serotonin meningkatkan tidur
gelombang-lambat pada manusia. Seseorang tetap tertidur atau terbangun
tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari pusat yang lebih tinggi,
reseptor sensori perifer dan sistem limbik. Ketika seseorang mencoba untuk tidur
mereka akan menutup mata dan berada pada posisi relaks. Jika stimulus ke SAR
menurun maka aktivasi SAR juga akan menurun. Pada beberapa bagian lain, BSR
mengambil alih dan menyebabkan seseorang tidur (Ganong, 2002).
1.2 Tahapan tidur
Tidur terjadi hanya ketika perhatian dan aktivitas berkurang. Menguap
adalah tanda yang utama individu atau seseorang berhasrat ingin tidur. Tidur
dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu tidur Non-Rapid Eye Movement (NREM) dan
tidur Rapid Eye Movement (REM).
1.2.1 Tidur Non-Rapid Eye Movement (NREM)
Tidur NREM adalah tidur yang lambat dengan mata tertutup, ada pergerakan tubuh dan bernapas dengan tenang dan teratur (Brugne, 1994). Selama
tidur NREM, seseorang yang tidur mengalami kemajuan melalui empat tahapan
selama siklus tidur yang tipikal 90 menit. Kualitas tidur dari tahap 1-4 bertambah
seseorang lebih mudah terbangun. Tahap 3 dan 4 melibatkan tidur yang dalam dan
seseorang akan sulit terbangun (Potter & Perry, 2005).
Tahap pada tidur NREM terdapat empat tahap, yaitu :
Tahap tidur pertama. Sesuai dengan keadaan seorang yang baru saja terlena. Seluruh otot skeletal menjadi lemas, kelopak mata menutupi mata dan
kedua bola mata bergerak bolak-balik ke kedua sisi. EEG yang direkam selama
tahap tidur pertama itu memperlihatkan penurunan voltase dengan
gelombang-gelombang alfa yang makin menurun frekuensinya (Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia, 1996).
Tahap kedua. Keadaan tidur masuk tahap tidur kedua apabila timbul sekelompok gelombang yang berfrekuensi 14-18 siklus per detik pada aktivitas
dasar yang berfrekuensi 3-6 per detik. Gelombang-gelombang 14-18 siklus per
detik itu dinamakan gelombang tidur atau sleep spindles. Dalam tahap tidur kedua
itu kedua bola mata berhenti bergerak dan tonus otot masih terpelihara
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 1996).
Tahap ketiga. Pada tahap tidur yang ketiga EEG memperlihatkan perubahan gelombang dasar berfrekuensi 3-6 siklus per detik menjadi 1-2 siklus
per detik, yang sekali-sekali diselingi oleh timbulnya gelombang tidur. Keadaan
fisik pada tahap tidur ketiga dicirikan oleh lemah lunglai karena tonus muscular
lenyap sama sekali (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 1996).
Tahap tidur yang keempat. Pada tahap tidur keempat ini, EEG memperlihatkan hanya irama gelombang yang berfrekuensi 1-2 per detik tanpa
lunglai seperti pada tahap tidur ketiga (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia, 1996).
1.2.2 Tidur Rapid Eye Movement (REM)
Tidur REM adalah sasaran dari jejak EEG yang cepat. Pada fase ini biasanya mimpi terjadi selama tidur REM (Brugne, 1994). Tidur REM ini
merupakan fase pada akhir tiap siklus tidur 90 menit. Konsolidasi memori (Karni
dkk, 1994). Dan pemulihan psikologis terjadi pada waktu ini. Factor yang berbeda
dapat meningkatkan atau mengganggu tahapan siklus tidur yang berbeda (Potter
& Perry, 2005).
Secara normal, pada orang dewasa pola tidur rutin dimulai dengan periode
sebelum tidur, selama seseorang terjaga hanya pada rasa kantuk yang bertahap
berkembang secara teratur. Periode ini secara normal berakhir 10 hingga 30 menit,
tetapi untuk seseorang yang memiliki kesulitan untuk tertidur akan berlangsung 1
jam atau lebih (Potter & Perry, 2005).
Ketika seseorang tertidur, biasanya melewati 4 sampai 6 siklus tidur
penuh, tiap siklus tidur terdiri 4 tahap dari tidur NREM dan satu periode dari tidur
REM. Pola siklus biasanya berkembang dari tahap 1 menuju ke tahap 4 NREM,
diikuti kebalikan tahap 4 ke 3, lalu ke-2, diakhiri dengan periode dari tidur REM.
Seseorang biasanya mencapai tidur REM sekitar 90 menit ke siklus tidur. Jumlah
siklus tidur tergantung pada jumlah total waktu yang klien gunakan untuk tidur
Skema 1. Tahap-tahap siklus tidur orang dewasa (Potter & Perry, 2005).
1.3 Fungsi tidur
Tidur diperlukan untuk memperbaiki proses biologis secara rutin. Selama
tidur gelombang rendah yang dalam (NREM tahap 4), tubuh melepaskan hormone
pertumbuhan manusia untuk memperbaiki dan memperbaharui sel epitel dan
khusus seperti sel otak (Horne, 1983; Mandleson, 1987; Born, Muth dan Fehm,
1988). Penelitian lain menunjukkan bahwa sintesis protein dan pembagian sel
untuk pembaharuan jaringan seperti pada kulit, sumsum tulang, mukosa lambung,
atau otak terjadi selama istirahat dan tidur (Oswald, 1984). Tidur NREM menjadi
sangat penting khususnya pada orang dewasa yang mengalami lebih banyak tidur
tahap 4 (Potter & Perry, 2005). Tahap pratidur
NREM Tahap 1
NREM Tahap 2
NREM Tahap 3
NREM Tahap 4
NREM Tahap 3 NREM
Satu teori fungsi tidur adalah berhubungan dengan penyembuhan. Teori
lain tentang kegunaan tidur adalah tubuh menyimpan energi selama tidur , otot
skeletal berelaksasi secara progresif, dan tidak adanya kontraksi otot menyimpan
energi kimia untuk proses selular. Penurunan laju metabolik basal lebih jauh
menyimpan persediaan energi tubuh (Anch dkk, 1988 dikutip dari Potter & Perry,
2005).
Tidur REM terlihat penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM
dihubungkan dengan perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan
aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen, dan pelepasan epinefrin.
Hubungan ini dapat membantu penyimpanan memori dan pembelajaran. Selama
tidur, otak menyaring informasi yang disimpan tentang aktivitas hati (Potter &
Perry, 2005).
2. Kualitas tidur
Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti
lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan
aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Daniel et al, 1988; Buysse,
1988). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang
dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau
efisiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia
dewasa muda adalah 80-90% (Dament et al, 1985; Hayashi dan Endo, 1982;
dikutip dari Suryani, 2004).
Manusia dapat mengembangkan aktivitasnya sesuai dengan kualitas tidur
tidur-bangun itu maka manusia dapat memelihara kesegarannya, kebutuhan dan
metabolisme seluruh tubuh sepanjang usianya (Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia, 1996).
Durasi dan kualitas tidur beragam diantara orang-orang dari semua
kelompok usia. Seseorang mungkin merasa cukup beristirahat dengan 4 jam tidur
sementara yang lain membutuhkan 10 jam (Potter dan Perry, 2005). Hingga usia 1
bulan neonatus memerlukan tidur selama 20 jam sehari. Sesudah itu tampaknya ia
cukup tidur selama 10-12 jam sehari. Orang dewasa cukup tidur selama 6-8 jam
sehari, bergantung pada kebiasaan yang membekas semasa perkembangan
menjelang dewasa (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 1996).
2.1 Pengkajian kualitas tidur
Kualitas tidur adalah perasaan segar dan siap mengahadapi hidup baru
setelah bangun tidur. Konsep ini meliputi beberapa karakteristik seperti waktu
yang diperlukan untuk memulai tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, lama
tidur, kedalaman tidur dan ketenangan (Eser, 2007). Kualitas tidur menyangkut
pengkajian subjektif yaitu seberapa menyegarkan dan tenangnya tidur mereka dan
pengkajian objektif yang dapat diketahui dari rekaman poligrafi, gerakan
pergelangan tangan, gerakan kepala dan mata (Mac Arthur, 1997; Nisrina, 2008).
2.1.1 Data subjektif
Data subjektif tidur yang baik atau buruk dapat dievaluasi dengan persepsi
para penderita penyakit tentang parameter tidur diantaranya adalah berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk tertidur, frekuensi terbangun pada malam hari, total
waktu tidur di malam hari dan kepulasan tidur (Kales & Kales, 1984; Lee, 1997;
apakah mereka mendapatkan tidur yang baik atau buruk. Jika para penderita
penyakit puas dengan kualitas dan kuantitas tidurnya maka mereka mempunyai
tidur yang baik (Potter & Perry, 2005).
2.1.2 Data objektif
Data objektif bisa didapatkan melalui pengkajian fisik penderita penyakit
yaitu dengan mengobservasi lingkaran mata, adanya respon yang lamban,
ketidakmampuan/kelemahan, penurunan konsentrasi. Selain itu, data objektif
kualitas tidur penderita penyakit juga bisa dianalisa melalui pemeriksaan
laboratorium yaitu EEG, EMG, dan EOG sinyal listrik menunjukkan perbedaan
tingkat aktivitas yang berbeda dari otak, otot, dan mata yang berhubungan dengan
tahap tidur yang berbeda (Sleep Research Society, 1993; dikutip dari (Potter &
Perry, 2005).
2.1.3 Hubungan antara data subjektif dan data objektif
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat
antara kualitas tidur berdasarkan data subjektif dan data objektif. Dari data
objektif yang diperoleh maka dapat diketahui bagaimana kualitas tidur seseorang.
Menurut beberapa penelitian, semakin banyak gelombang kecil perdetiknya pada
EEG maka semakin lelap dan tenang tidur seseorang (Selamihardja, 2002).
Beberapa penelitian melaporkan adanya hubungan yang signifikan anatara data
subjektif dan data objektif berupa evaluasi polisomnografi seperti EEG, EOG dan
EMG (Lewis,1969; Johns, 1975; John & Dore, 1978; Webster & Thompson, 1986
3. Kualitas tidur pada penderita penyakit Diabetes Mellitus
Menurut riset Universisity of Chicago, Amerika Serikat, keseimbangan metabolisme terganggu bila kurang tidur minimal tiga hari dan dapat dihubungkan
dengan kuantitas dan kualitas tidur. Kurang tidur dapat menyebabkan seseorang
merasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari dan kurang berenergi serta
menyebabkan gangguan konsentrasi(Cauter, 1997; Imran, 2010).
Penderita diabetes mellitus, umumnya mengeluh sering berkemih, merasa
haus, merasa lapar, rasa gatal-gatal pada kulit, dan keluhan fisik lainnya seperti
mual, pusing dan lain-lain. Gejala klinis tersebut, pada malam hari juga dialami
oleh penderita penyakit diabetes mellitus, hal ini tentu dapat mengganggu
tidurnya. Terjadinya gangguan tidur akan berdampak pada meningkatnya
frekuensi terbangun, sulit tertidur kembali, ketidakpuasan tidur yang akhirnya
mengakibatkan penurunan kualitas tidur. Disamping itu, kurang tidur selama
periode yang lama dapat menyebabkan penyakit lain atau memperburuk penyakit
yang ada (Potter & Perry, 2005) serta berdampak pada lamanya proses
penyembuhan (Miller, 2004; Suryani, 2004).
4. Faktor-faktor gangguan tidur pada penderita Diabetes Mellitus
Terdapat beberapa faktor gangguan tidur yang dapat mempengaruhi
kualitas tidur pada penderita Diabetes Mellitus yaitu, faktor fisik, psiksosial, dan
3.1 Faktor Fisik
Faktor fisik yang menyebabkan gangguan tidur pada penderita Diabetes
Mellitus meliputi nokturia, sering merasa haus, sering merasa lapar, gatal-gatal
pada kulit, kesemutan dan kram pada kaki, nyeri dan ketidaknyamanan fisik.
Nokturia. Nokturia adalah berkemih pada malam hari yang mengganggu tidur dan siklus tidur. Kondisi ini yang paling umum pada lansia dengan
penurunan tonus kandung kemih atau pada orang yang berpenyakit jantung,
diabetes, uretritis, atau penyakit prostat. Setelah seseorang berulang kali
terbangun untuk berkemih, menyebabkan sulit untuk kembali tidur (Potter &
Perry, 2005).
Sering merasa haus. Jika kadar gula darah sampai diatas 160 – 180mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal
akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang
hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak. Akibatnya penderita
merasakan haus yang berlebihan sehingga penderita banyak minum. Dengan
kondisi yang seperti ini penderita sering terbangun untuk minum (Jo hnson,
1998).
Sering merasa lapar. Sejumlah besar kalori hilang kedalam air kemih, penderita Diabetes Mellitus mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa
Sehingga banyak makan. Hal ini dapat mengganggu tidur penderita pada malam
Gatal-gatal pada kulit. Gatal-gatal pada kulit merupakan salah satu gejala klinis penyakit diabetes mellitus. Hal ini membuat penderita DM tidak
nyaman untuk tidur dan dapat menyebabkan terbangun dari tidur (Johnson,
1998).
Kesemutan dan kram pada kaki. Bila gula tidak dikontrol atau tidak diobati, gejala kronis ini akan timbul dan ini akan menyebabkan penderita merasa
tidak nyaman dan susah untuk tidur (Nugroho, 2008).
Nyeri. Keluhan nyeri pada ekstremitas merupakan keluhan umum pada penderita diabetes mellitus, terutama pada penderita menahun apalagi dengan
kendali glukosa yang tidak baik. Sensasi yang dirasakan dapat bermacam-macam
seperti rasa terbakar, tertusuk. Hal ini ini menyebabkan penderita susah untuk
tidur (Manaf, 2010).
Ketidaknyamanan fisik. Ketidaknyamanan fisik merupakan penyebab utama kesulitan untuk tidur atau sering terbangun pada malam hari (Potter &
Perry, 2005).
3.2 Faktor Psikososial
Gangguan tidur dilaporkan oleh 90% individu yang mengalami stres,
perasaan cemas, dan depresi (Chokroverty, 1999; Suryani, 2004). Hal ini terjadi
pada seseorang yang mempunyai penyakit(Potter & Perry, 2005).
Stres. Seseorang dapat mengalami stres emosional karena penyakit. Oleh karena itu emosi seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Stres
emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan seringkali mengarah
frustasi apabila tidak tidur. Stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu
tidur. Stres yang berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk (Potter
& Perry, 2005). Stres dapat mengubah pola tidur seseorang dalam beberapa
waktu. Selama adanya stres psikologis, waktu yang dibutuhkan untuk memulai
tidur dan tahap tidur NREM ke 1 dan 2 meningkat (Monroe, Simons, dan Thasle,
1992; Lee, 1997; Suryani, 2004).
Cemas. Penderita penyakit yang memiliki resiko terhadap kecemasan adalah mereka yang takut dan khawatir akan penyakitnya, diisolasi dari keluarga
dan kerabat, dan tidak familiar dengan lingkungan (Webster & Thompson, 1986).
Perasaan cemas menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur sangat
lama, tahap tidur NREM ke 4 dan tidur REM menurun, serta pasien lebih sering
terbangun pada malam hari (Karacan et al, 1968, 1978; Closs, 1988; Suryani,
2004).
Depresi. Depresi merupakan suatu penyakit yang berpengaruh kepada efek kejiwaan. Seseorang yang telah terkena depresi akan mengalami gangguan
tidur yang mana ciri khas seseorang yang terkena sindrome tersebut adalah susah
untuk tidur dan selalu murung (Septiyadi, 2005).
3.3 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga bisa mempengaruhi seseorang untuk tidur dan
dapat menyebabkan gangguan tidur pada setiap individu yaitu : suara/kebisingan,
ventilasi yang baik, ruang dan tempat tidur yang nyaman, cahaya/lampu yang
terlalu terang, dan suhu yang terlalu panas/terlalu dingin serta bau yang tidak
nyaman.
Thompson, 1986). Suara yang rendah lebih sering membangunkan seseorang dari
tidur tahap 1, sementara suara yang keras membangunkan orang pada tahap tidur
3 dan 4. Level suara pada percakapan yang normal sekitar 50 dB (Potter & Perry,
2005). Level suara dibawah 40 dB biasanya dibutuhkan oleh seseorang untuk
tidur dan peningkatan intensitas suara dapat menyebabkan seseorang terbangun
dari tidurnya (Baker, 1984 Freedman, 1999; Suryani, 2004).
Ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik adalah esensial untuk tidur yang tenang (Potter & Perry, 2005). Kelembaban ruangan perlu diatur agar paru-paru
tidak kering karena apabila kelembaban ruangan tidak diatur maka seseorang
tidak akan dapat tidur, walaupun dapat tidur maka seseorang akan terbangun
dengan kerongkongan kering seakan-akan seseorang tersebut menderita radang
amandel (Septiyadi, 2005).
Ruang dan tempat tidur yang nyaman. Ruang tidur merupakan tempat dimana seseorang melepaskan pikiran-pikiran yang penat / lelah setelah seharian
melakukan aktifitas. Apabila ruang tidur kotor ataupun bau maka bisa dikatakan
itulah faktor utama dari susahnya tidur (Septiyadi, 2005). Ukuran, kekerasan dan
posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur (Potter & Perry, 2005).
Cahaya/lampu yang terlalu terang. Tingkat cahaya dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur (Potter dan Perry, 2005). Level cahaya yang normal
adalah cahaya disiang hari lebih terang apabila dibandingkan dengan malam hari
(Redeker, 1998; Retti Suryani, 2004). Seseorang yang terbiasa dengan lampu yang
redup disaat tidur akan mengalami kesulitan tidur jika sorot lampu yang terlalu
Suhu ruangan. Ruangan yang terlalu panas/terlalu dingin seringkali menyebabkan seseorang gelisah. Keadaan ini akan mengganggu tidur seseorang
(Potter & Perry, 2005). Miller (2004) dalam Suryani (2004) tahap tidur REM
menurun jika suhu terlalu panas/terlalu dingin.
Bau yang tidak nyaman. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2004) melaporkan bahwa tidur responden terganggu akibat bau ruangan yang
tidak nyaman. Sementara hal yang sama juga dilaporkan oleh Karota-Bukit (2003)
bahwa 13% responden mengalami gangguan tidur pada tingkat sedang karena bau
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini, kerangka konseptual yang digunakan bertujuan untuk
mengidentifikasi kualitas tidur dan gambaran faktor-faktor gangguan tidur pada
penderita diabetes mellitus. Pada penelitian sebelumnya dikemukakan bahwa
kepuasan tidur berorientasi pada kualitas tidur, yaitu lamanya waktu tidur pada
malam hari, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun,
perasaan segar saat terbangun dan aspek subjektif seperti kepulasan atau
kedalaman tidur (Buysse et al, 1988; Parket et al, 2001; Karota-Bukit, 2003).
Namun ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan tidur menjadi
terganggu yaitu faktor fisik, psiksosial, dan lingkungan (Webster & Thompson,
1986; Potter & Perry, 2001; Miller, 2004; Suryani, 2004). Faktor fisik dapat
berupa nokturia, sering merasa haus, sering mersa lapar, gatal-gatal pada kulit,
kesemutan dan kram pada kaki, nyeri dan ketidaknyamanan fisik (Johnson, 1998).
Sedangkan faktor psikososial meliputi kecemasan, stres, dan depresi. Serta faktor
lingkungan yang meliputi suara/kebisingan, ventilasi yang baik, ruang dan tempat
tidur yang nyaman, cahaya/lampu yang terlalu terang, dan suhu yang terlalu
skema 2. Kerangka konseptual penelitian kualitas tidur dan faktor-faktor
gangguan tidur pada penderita diabetes mellitus di Puskesmas Medan
Johor.
Keterangan : : Yang akan diteliti
: Yang tidak diteliti
: Berhubungan
Faktor-faktor gangguan tidur 1. Faktor fisik
a. Nokturia b. Rasa haus c. Rasa lapar
d. Gatal-gatal pada kulit e. Kesemutan dan kram pada
kaki f. nyeri
g. Ketidaknyamanan fisik
2. Lingkungan
a. Suara/kebisingan b. Ventilasi yang baik c. Ruang dan tempat tidur
yang nyaman
d. Cahaya/lampu yang terang e. Suhu yang terlalu
panas/terlalu dingin f. Bau yang tidak nyaman
3. Psikososial Kualitas tidur
1. Waktu yang diperlukan untuk memulai tidur 2. Frekuensi terbangun pada
malam hari
3. Lamanya waktu tidur
pada malam hari 4. Kepulasan tidur 5. Kedalaman tidur
6. Rasa segar setelah
terbangun dari tidur
2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Kualitas tidur merupakan tingkat kepulasan tidur pada malam hari yang
dipersepsikan oleh seseorang secara subjektif yang meliputi lamanya waktu tidur
pada malam hari, waktu yang diperlukan untuk memulai tidur, frekuensi
terbangun pada malam hari, kepulasan tidur, kedalaman tidur, rasa segar setelah
terbangun dari tidur, dan rasa lemah atau lelah saat beraktifitas di siang hari yang
diukur dengan menggunakan Kuesioner Kualitas Tidur (KKT).
Faktor-faktor gangguan tidur adalah kondisi yang dialami oleh penderita
DM yang mengganggu tidur yang diukur dengan menggunakan Kuesioner
Faktor-faktor Gangguan Tidur (KFGT). Hal tersebut berupa gangguan fisik dan
lingkungan.
Faktor fisik merupakan faktor yang mengganggu tidur para penderita DM
secara fisik dapat berupa nokturia, sering merasa haus, sering merasa lapar,
gatal-gatal pada kulit, kesemutan dan kram pada kaki, nyeri dan ketidaknyamanan fisik.
Faktor lingkungan meliputi keadaan lingkungan tempat tinggal yang
mengganggu tidur para penderita penyakit, dapat berupa suara/kebisingan,
ventilasi yang baik, ruang dan tempat tidur yang nyaman, cahaya/lampu yang
terlalu terang dan suhu yang terlalu panas/terlalu dingin dan bau yang tidak
nyaman.
Para penderita penyakit dalam penelitian ini adalah semua penderita
penyakit Diabetes Mellitus yang datang berobat atau melakukan kontrol kadar
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk
mengidentifikasi kualitas tidur dan gambaran faktor-faktor gangguan tidur pada
penderita penyakit diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.
2. Populasi dan sampel penelitian
2.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita penyakit diabetes
mellitus yang berobat atau berkunjung ke Puskesmas Medan Johor dengan
rentang usia 30-55 tahun. Rata-rata jumlah populasi penderita penyakit DM
perbulannya adalah 360 orang (Rekam Medik Puskesmas Medan Johor, 2007).
2.2 Sampel penelitian
Dalam menentukan besar sampel dipertimbangkan berbagai faktor, salah
satunya pertimbangan berdasarkan pertimbangan/pengalaman peneliti. Besarnya
jumlah sampel untuk penelitian deskriptif adalah 10% dari populasi (Dempsey &
Dempsey, 2002). Rata-rata jumlah populasi penderita penyakit DM perbulannya
adalah 360 orang (Rekam Medik Puskesmas Medan Johor, 2007). Maka sampel
yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 36 orang.
masuk dalam kriteria penelitian akan dipilih menjadi sampel penelitian. Adapun
kriteria yang ditentukan untuk subjek penelitian adalah sebagai berikut:
1) Penderita penyakit diabetes mellitus dengan rentang usia 30 – 55 tahun.
2) Penderita masih tinggal di alamat yang telah diberikan kepada peneliti dan
belum meninggal dunia.
3) Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
4) Penderita tidak dalam keadaan sakit yang kronik berdasarkan informasi dari
responden.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2011 di Wilayah
Kerja Puskesmas Medan Johor. Puskesmas Medan Johor dipilih sebagai lokasi
penelitian karena puskesmas tersebut merupakan salah satu unit pelayanan
kesehatan masyarakat dan didapatkan data dari penelitian sebelumnya tentang
penyakit DM, Puskesmas ini termasuk Puskesmas dengan kunjungan penderita
DM yang memadai dalam penelitian ini.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin dari Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara, izin dari Dinas Kesehatan Kota Medan,
dan izin dari Puskesmas Medan Johor. Dalam melakukan penelitian ini, ada
beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan, yaitu hak kebebasan dan
kerahasiaan menjadi responden, serta bebas dari rasa sakit baik secara fisik
Lembar persetujuan diberikan kepada responden sebagai subjek penelitian.
Peneliti menjelaskan tentang maksud, tujuan, dan prosedur penelitian yang
dilakukan. Jika klien bersedia menjadi responden, maka responden diminta untuk
menandatangani lembar persetujuan (informed consent) atau memberikan persetujuan secara lisan. Penelitian ini sifatnya partisipasi sehingga jika pasien
menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka peneliti tidak akan
memaksa dan tetap menghormati hak-haknya. Untuk tetap menjaga kerahasiaan
responden, maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar
pengumpulan data, tapi dengan memberi kode pada masing-masing lembar
tersebut. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, dan hanya
kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian dan
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini.
5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk
kuesioner yang diadopsi dan dimodifikasi oleh peneliti dengan mengacu kepada
tinjauan pustaka. Instrumen penelitian terdiri dari 3 bagian, yaitu Kuesiner Data
Demografi (KDD), Kuesioner Kualitas Tidur (KKT) dan Kuesioner Faktor-faktor
Gangguan Tidur (KFGT).
5.1Kuesioner Data Demografi (KDD)
Kuesioner Data Demografi responden meliputi jenis kelamin, usia, agama,
suku, pendidikan, pekerjaan, penghasilan perbulan, lokasi tempat tinggal, jumlah
5.2Kuesioner Kualitas Tidur (KKT)
Kuesioner Kualitas Tidur terdiri dari 7 aspek parameter tidur, yaitu
lamanya waktu tidur pada malam hari, waktu yang diperlukan untuk memulai
tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, kepulasan tidur, rasa segar setelah
terbangun dari tidur, rasa kelelahan setelah terbangun dari tidur, dan rasa
berenergi saat beraktifitas kembali setelah bangun dari tidur. Kuesioner ini
diadopsi dari The Sleep Quality Questionaires (SQQ) (Karota-Bukit, 2003).
Kuesioner ini telah dimodifikasi dalam versi Bahasa Indonesia yaitu Kuesioner
Kualitas Tidur (KKT). KKT terdiri dari 7 item yang disusun berdasarkan pilihan
berganda. Sedangkan pada item ke 8 adalah pengukuran subjektivitas dari klien
tentang baik atau buruk kualitas tidur yang dialami.
5.3Kuesioner Faktor-faktor Gangguan Tidur (KFGT)
Kuesioner Faktor-faktor Gangguan Tidur berisi beberapa pertanyaan yang
dibagi dalam 2 komponen faktor-faktor gangguan tidur klien, yaitu faktor fisik
dan faktor lingkungan. Peneliti memodifikasi kuesioner ini dari tinjauan pustaka
(Southwell & Wistow, 1995; Karota-Bukit, 2003; Suryani, 2004). Kuesioner ini
terdiri dari 14 item, yaitu 7 item untuk faktor fisik dan 7 item untuk faktor
lingkungan sedangkan faktor psikososial tidak diukur pada penelitian ini.
Pertanyaan dalam KFGT diawali dengan pertanyaan tentang pengalaman yang
dialami oleh responden dengan pertanyaan ya atau tidak terhadap faktor fisik dan
faktor lingkungan. Selanjutnya bila responden mengalami faktor tersebut, maka
adalah tidak ada gangguan tidur, nilai 2 untuk gangguan tidur ringan, nilai 3 untuk
gangguan tidur sedang dan nilai 4 untuk gangguan tidur berat.
6. Teknik Pengumpulan Data
Persiapan awal mulai dilakukan dengan mengajukan permohonan izin
pelaksanaan penelitian pada Institusi Pendidikan (Fakultas Keperawatan).
Rekomendasi dari Fak. Keperawatan USU kemudian dikirimkan ke Dinas
Kesehatan Kota Medan untuk diteruskan ke Puskesmas Medan Johor sebagai
tempat penelitian. Setelah mendapatkan izin dari Dinas Kesehatan Kota Medan
dan Puskesmas Medan Johor, peneliti melaksanakan pengumpulan data.
Peneliti datang ke Puskesmas Medan Johor, kemudian menunggu calon
responden yang datang berkunjung ke Puskesmas. Apabila calon responden tidak
datang dalam waktu 1 bulan maka peneliti mendatangi rumah calon responden
sesuai dengan alamat yang telah diberikan kepada peneliti. Peneliti menjelaskan
kepada calon responden tentang tujuan, manfaat, dan prosedur pengisian
kuesioner. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani
informed consent. Responden diminta untuk menjawab pertanyaan peneliti atau mengisi sendiri kuesioner yang telah diberikan oleh peneliti. Kemudian peneliti
7. Analisis Data
Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui
beberapa tahap. Pertama, memeriksa nama dan kelengkapan identitas dan data
responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Dilanjutkan
dengan mengklarifikasi pengolahan data dengan menggunakan teknik
komputerisasi.
Dari hasil pengolahan data tersebut, maka diketahui frekuensi dan
persentase untuk mendiskripsikan tentang data demografi, kualitas tidur dan
faktor-faktor gangguan tidur. Mean dan Standard Deviasi (SD) untuk
mendiskripsikan data demografi yaitu usia. Data kualitas tidur yaitu lamanya
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL
1.1 Karakteristik Responden
Dari tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah kelompok
dewasa dengan umur 48-55 tahun (55,6%) dengan rata-rata umur 48,36 tahun
(SD=6,11). Sebagian besar responden adalah jenis kelamin pria (52,8%).
Mayoritas responden beragama Islam (91,7%), suku jawa (27,8%), tingkat
pendidikan adalah SMA (63,9%). Mayoritas pekerjaan responden adalah Pegawai
Swasta/Wiraswasta (61,1%) dan penghasilan terbanyak terbesar adalah
Rp.850.000,- s/d Rp.1.500.000,-. Sebagian besar responden tinggal di pinggir
jalan umum/jalan raya, jumlah teman satu kamar 1-2 orang (75%) dan tidur
dengan menggunakan kasur (66,7%).
Tabel 1. Distribuasi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden (N=36).
Karakteristik Frekuensi persentase
Tabel 1 (lanjutan)
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
Suku
Rp. 850.000,- s/d Rp. 1.500.000,- >Rp. 1.500.000,-
Lokasi Tempat Tinggal
Pemukiman Rumah Penduduk yang padat Di Pinggir Jalan Umum/ Jalan Raya Lainnya...
1.2 Distribusi responden berdasarkan kualitas tidur
Hasil penelitian pada tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur di malam hari adalah lebih dari 60
menit (30,6%) dengan rata-rata 36 menit 90 detik (SD=18,64). Sebanyak 10
responden menyatakan bahwa mereka terbangun di malam hari sebanyak 3-4 kali
(27,8%) dan responden yang melaporkan bahwa lama waktu yang dibutuhkan
untuk tidur dimalam hari adalah kurang dari 5 jam sebanyak 6 responden (16,7%)
dengan rata-rata lamanya tidur 6,01 jam ( SD= 0,73).
Responden melaporkan bahwa sangat mengantuk setelah bangun tidur
sebanyak 9 responden (25%) dan 13,9% responden yang melaporkan mengantuk
setelah bangun tidur di pagi hari. Responden juga melaporkan (38,9%) bahwa
sebentar-sebentar terbangun dan tidur dan kemudian terbangun (38,9%).
Sebagian besar responden melaporkan bahwa tidak sama sekali merasa
segar setelah bangun tidur pada pagi hari (41,7%), responden yang merasa sangat
lemah atau lelah (8,3%) dan sebanyak 8 responden melaporkan merasa lemah atau
lelah (22,2%) saat beraktifitas pada siang hari.
Sebagian besar responden berpendapat bahwa tidak dapat tidur dengan
Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan parameter kualitas tidur (N=36)
Parameter Tidur Frekuensi Persentase
Lamanya waktu yang dibutuhkan memulai tidur di malam hari
Frekuensi terbangun dari tidur di malam hari 3-4 kali
1-2 kali Tidak ada
Lama waktu untuk tidur di malam hari < 5 jam Tidur dan kemudian terbangun Tidur tetapi tidak nyenyak Tidur sangat nyenyak
Rasa segar setelah terbangun dari tidur Sangat segar
Sedang Cukup segar Tidak sama sekali
Rasa lemah atau lelah saat beraktifitas pada siang hari
Sangat lemah atau lelah Lemah atau lelah Sedikit lemah atau lelah
1.3 Distribusi responden berdasarkan faktor-faktor gangguan tidur
1.3.1 Faktor fisik
Dari hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas
responden melaporkan faktor gangguan tidur secara fisik yang berat adalah
nokturia dan sering buang air kecil di malam hari (22,2%), sering merasa haus
(33,3%), sering merasa kesemutan dan kram pada kaki (16,7%), sering merasa
nyeri (22,2%), dan faktor ketidaknyamanan fisik (16,7%).
Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan faktor gangguan tidur secara fisik (N=36).
Faktor gangguan
tidur secara fisik
Pengalaman Tingkat gangguan tidur
Ya
Nokturia atau sering buang air kecil di malam hari
Sering merasa haus
Sering merasa lapar
Sering merasa gatal-gatal pada kulit
Sering merasa kesemutan dan kram pada kaki
Sering merasa nyeri
1.3.2 Faktor lingkungan
Dari hasil penelitian (tabel 4) menunjukkan bahwa suara bising di dalam
rumah merupakan salah satu faktor yang dapat mengganggu tidur (36,1%), begitu
pula dengan cahaya lampu yang terlalu terang/gelap (58,7%) serta suhu ruangan
yang terlalu dingin/panas (69,4%).
Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan faktor gangguan tidur secara lingkungan (N=36)
Faktor gangguan
tidur secara
lingkungan
Pengalaman Tingkat gangguan tidur
Ya
Suara bising diluar rumah
Suara bising didalam rumah
Ventilasi yang tidak baik
Ruang dan tempat tidur kotor dan tidak nyaman
Cahaya lampu yang terlalu terang/gelap
2. Pembahasan
2.1 Karakteristik responden
Tidur merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, sama halnya
seperti kesehatan yang baik secara umum (Chopra, 2003). Untuk itu, tidur yang
cukup sangat penting untuk menjaga kesehatan khususnya pada penderita
penyakit (Fass et al, 2000; Miller, 2004). Akan tetapi, gangguan tidur sering
dialami dan sangat mengganggu para penderita penyakit khususnya penderita DM
(Chopra, 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah usia
dewasa madya (55,6%) dan penderita DM pria lebih banyak daripada penderita
wanita (52,8%). Hasil ini sesuai dengan data yang diperoleh dari data Puskesmas
Medan Johor bahwa penderita DM yang sering datang ke Puskesmas Medan
Johor adalah penderita DM pria dan mayoritas usia penderita DM adalah berumur
diatas 40 tahun. Mayoritas responden adalah beragama Islam (91,7%). Sebagian
besar responden adalah bersuku Jawa (27,8%), hal ini berbeda dengan data
demografi bahwa suku Batak adalah mayoritas penduduk Medan
2.2 Kualitas tidur
Kualitas tidur adalah perasaan segar dan siap menghadapi hidup baru
setelah bangun tidur. Konsep ini meliputi beberapa karakteristik seperti waktu
yang diperlukan untuk memulai tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, lama
kuantitatif dan kualitatif tidur. Tidak semua responden mempunyai kualitas tidur
yang baik. Mac Arthur (1997) dalam Nisrina (2008) menyatakan bahwa kualitas
tidur seseorang dapat diketahui dengan melakukan pengkajian kualitas tidur yang
terdiri dari data subjektif dan data objektif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk mulai tertidur di malam hari adalah lebih dari 60 menit (30,6%). Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Suryani (2004)
bahwa waktu yang dibutuhkan responden untuk dapat memulai tidur adalah lebih
dari 60 menit. Dari hasil laporan yang dilakukan oleh Suryani (2004) tentang tidur
pasien dengan gangguan saluran pencernaan yaitu pasien membutuhkan waktu
lebih dari 60 menit (44,1%).
Sebanyak 10 responden menyatakan bahwa mereka terbangun di malam
hari sebanyak 3-4 kali (27,8%). Kemungkinan hal ini dikarenakan simptoms atau
tanda dan gejala penyakit DM yang dialami oleh penderita yaitu sering merasa
haus dan suara bising di luar rumah yang dilaporkan sebagian besar responden
sebagai faktor gangguan tidur pada tingkat gangguan tidur yang berat. Hal ini
sesuai dengan pendapat Johnson (1998) dan Potter & Perry (2005) yang
mengemukakan bahwa faktor fisik dan lingkungan dapat mempengaruhi frekuensi
terbangun di malam hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk tidur adalah 5-6 jam (33,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Suryani (2004) dan memperoleh hasil bahwa rata-rata lamanya
tidur responden pada malam hari adalah 5 jam, namun dalam penelitiannya
di rumah sakit. Dari hasil penelitian ini dan juga penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa lamanya tidur penderita penyakit lebih pendek dari tidur
normal orang dewasa. Hal ini berbeda dengan kondisi yang normal yaitu waktu
tidur normal adalah 7-8 jam (Reimer, 2000).
Mayoritas responden melaporkan bahwa responden merasa sangat
mengantuk ketika bangun tidur pada pagi hari (25%). Hal ini mungkin
dikarenakan kurangnya tidur di malam hari atau terbangun dari tidur sebanyak 3-4
kali (Cauter, 1997; Imran, 2010). Rata-rata responden melaporkan
sebentar-sebentar terbangun (38,9%) dan tidur dan kemudian terbangun (38,9%). Hasil
penelitian tersebut dimungkinkan karena simptom atau tanda dan gejala penyakit
DM pada penderita yaitu merasa haus di malam hari (Johnson, 1998). Sebagian
besar responden juga merasa tidak segar sama sekali setelah bangun tidur pada
pagi hari (41,7%). Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya tidur di malam hari
(Cauter, 1997; Imran, 2010) ataupun kurang nyenyaknya tidur di malam hari.
Hasil penelitian secara umum mayoritas responden (72,2%) melaporkan
tidak dapat tidur dengan baik di malam hari. Faktor gangguan tidur dapat
mempengaruhi kualitas tidur pada penderita Diabetes Mellitus yaitu faktor fisik
dan faktor lingkungan (Webster & Thompson, 1986; Miller, 2004; Potter & Perry,
2005).
2.3 Faktor-faktor Gangguan Tidur
2.3.1 Faktor Fisik
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 22,2% responden melaporkan
hari. Nokturia adalah berkemih pada malam hari yang mengganggu tidur dan
siklus tidur. Kondisi ini merupakan yang paling umum terjdi pada lansia dengan
penurunan tonus kandung kemih atau pada orang yang berpenyakit jantung,
diabetes, uretritis, atau penyakit prostat (Potter & Perry, 2005).
Responden pada penelitian ini (36,1%) melaporkan gangguan tidurnya
akibat sering merasa haus berada pada tingkat gangguan tidur berat. Hasil ini
sesuai dengan pendapat Johnson (1998) yang menyatakan bahwa jika kadar gula
darah sampai diatas 160 – 180mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika
kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk
mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan
air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam
jumlah yang banyak. Akibatnya penderita merasakan haus yang berlebihan
sehingga penderita banyak minum. Dengan kondisi yang seperti ini penderita
sering terbangun untuk minum (Johnson, 1998).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (16,7%) dan (22,2%) responden
mengalami gangguan tidur tingkat berat akibat sering merasa kesemutan dan kram
pada kaki serta responden sering merasa nyeri pada ekstremitas. Keluhan ini
merupakan keluhan umum pada penderita DM. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nugroho (2008) dan Manaf (2010) yang menyatakan bahwa apabila tidak
dikontrol dengan baik atau diobati, maka gejala kronis ini akan timbul dan ini
akan menyebabkan penderita merasa tidak nyaman dan susah untuk tidur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden melaporkan gangguan
tidur akibat suara bising didalam rumah (36,1%) berada pada gangguan tidur
tingkat ringan, walaupun berada pada gangguan tidur tingkat ringan namun suara
dapat mempengaruhi tidur seseorang. Tingkat suara yang diperlukan untuk
membangunkan orang tergantung pada tahap tidur (Webster & Thompson, 1986).
Suara yang rendah lebih sering membangunkan seseorang dari tidur tahap 1,
sementara suara yang keras membangunkan orang pada tahap tidur 3 dan 4. Level
suara pada percakapan yang normal sekitar 50 dB (Potter & Perry, 2005). Level
suara dibawah 40 dB biasanya dibutuhkan oleh seseorang untuk tidur dan
peningkatan intensitas suara dapat menyebabkan seseorang terbangun dari
tidurnya (Baker, 1984 Freedman, 1999; Suryani, 2004).
Cahaya lampu yang terlalu terang/gelap (58,3%) dilaporkan oleh
responden berada pada tingkat gangguan tidur ringan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Le (1997) dalam Suryani (2004) seseorang yang terbiasa dengan lampu
yang redup disaat tidur akan mengalami kesulitan tidur jika sorot lampu yang
terlalu terang. Laporan ini berbeda dengan penelitian Suryani (2004) bahwa
cahaya yang terlalu terang/gelap tidak mempengaruhi tidur seseorang.
Responden juga melaporkan bahwa suhu ruangan terlalu dingin/terlalu
panas pada tingkatan gangguan tidur ringan (69,4%) dan dapat mempengaruhi
tidur seseorang. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Potter & Perry (2005)
yang menyatakan bahwa ruangan yang terlalu panas/dingin seringkali
menyebabkan seseorang gelisah, keadaan ini akan mengganggu tidur seseorang.
Hal ini juga dilaporkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2004)
BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap 36 orang responden
penderita diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor diperoleh
bahwan72,2% responden tidak dapat tidur dengan baik. Mayoritas lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk memulai tidur di malam hari adalah lebih dari 60 menit
(30,6%), sebanyak 10 responden menyatakan bahwa mereka terbangun di malam
hari sebanyak 3-4 kali (27,8%) dan lama waktu yang dibutuhkan untuk tidur
dimalam hari adalah 5-6 jam (33,3%).
faktor gangguan tidur secara fisik yang berat adalah nokturia atau sering
buang air kecil di malam hari (22,2%), sering merasa haus (33,3%), sering
merasa kesemutan dan kram pada kaki (16,7%), sering merasa nyeri (22,2%), dan
faktor ketidaknyamanan fisik (16,7%). Sedangkan faktor lingkungan yang dapat
mengganggu tidur adalah suara bising di dalam rumah (36,1%), cahaya lampu
yang terlalu terang/gelap (58,7%) serta suhu ruangan yang terlalu dingin/panas
(69,4%).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penelitian ini bisa
menunjukkan bahwa kualitas tidur pada penderita penyakit baik di rumah sakit
ataupun di komunitas sama-sama buruk. Sedangkan faktor gangguan tidur yang
simptoms atau tanda dan gejala dari penyakit yang diderita oleh penderita
penyakit.
2. Rekomendasi
2.1 Rekomendasi terhadap keterbatasan penelitian
Penelitian ini hanya dilakukan pada 36 orang responden penderita diabetes
mellitus di Wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Untuk penelitian selanjutnya
yang berkaitan dengan judul penelitian ini sebaiknya mempunyai sampel yang
lebih banyak yang mewakili dari beberapa Wilayah Kerja Puskesmas. Disamping
itu perlu diperhatikan apakah gejala klinis dari penderita diabetes mellitus yang
menyebabkan tidurnya terganggu sebelum diidentifikasi tingkat gangguannya dan
juga perlu diidentifikasi skala tiap-tiap bagian dari faktor gangguan tidur yang
dialami oleh penderita diabetes mellitus seperti faktor fisik yaitu nokturia, sering
merasa haus, sering merasa lapar, gatal-gatal pada kulit, kesemutan dan kram pada
kaki, nyeri dan ketidaknyamanan fisik serta faktor lingkungan yaitu
suara/kebisingan, ventilasi yang baik, ruang dan tempat tidur yang nyaman,
cahaya/lampu yang terlalu terang, dan suhu yang terlalu panas/terlalu dingin serta
bau yang tidak nyaman.
2.2 Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya
Disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang
kualitas tidur dan prediksi faktor-faktor gangguan tidur pada penderita diabetes
DAFTAR PUSTAKA
Agung, I. G. N. (2008). Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Anonim. (2010). 2010.
Arikunto, S. (2005). Manajemen Penelitian edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Brugne, Jean-Francois. (1994). Sleep, Wakefulness and The Nurse. British Jurnal
of Nursing.
Chopra, D. (2003). Tidur Nyenyak, Mengapa Tidak ? Ucapkan Selamat Tinggal Pada Insomnia. Yogyakarta: Ikon Teralitera.
Depkes. (2009). Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia mencapai
21,3 Juta Orang.
DEWI, D. A. (2009). Diabetes Mellitus (Prevalensi dan Klasifikasinya).
Erikaganie. (2009). Penderita Diabetes di Sumut Meningkat.
Ganong, W. F. (2002). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: EGC. Ginsberg, L. (2008). Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Guyton, A. C & Hall, J. E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Imran, I. I. (2010). Resiko Diabetes Pada Penderita Insomnia.
Johnson, M. (1998). Diabetes Terapi dan Pencegahannya. Bandung: Indonesia Publishing House.
Manaf, A. (2010). Neuropathic Pain In Diabetes Mellitus.
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RSUP Dr M Jamil Padang. Diakses tanggal 16 november 2010.
Markam, S. (2006). Neurologi Praktis. Jakarta: Widya Medika.
Mitra Keluarga Group. (2010). Fasilitas Penunjang RS Mitra Kemayoran, Sleep
Disorder Clinic
Munardi. (2003). Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Tidur Pada Pasien Dengan Perubahan Fungsi Pernafasan di Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Zainoel Abidin. Jurnal Keperawatan Indonesia Volume 7 no.2. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Nisrina. (2008). Efektivitas Mengkonsumsi Telur Terhadap Kualitas Tidur Lansia di UPTD Abdi Dharma Asih Binjai. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Medan: Fakultas Keperawatan USU.
Nugroho, Y. A. (2008). Apa Itu Diabetes
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pemko Medan. (2010). Penyakit Diabetes Terbesar di RSUPM.
03 November 2010.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik edisi 4 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Priharjo, R. (1993). Perawatan Nyeri; Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien.
Jakarta: EGC.
Rumah Sakit Budi Kemuliaan. (2010). Diabetes Mellitus.
Septiyadi, E. (2007). Terapi Alami Agar Tidur Lebih Mudah. Jakarta: Restu Agung.
Suryani, R. (2004). Kualitas Tidur dan Faktor-Faktor Gangguan Tidur Pasien dengan Gangguan Saluran Pencernaan yang Dirawat di Rumah Sakit.
INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner data demografi, kualitas
tidur, dan faktor-faktor gangguan tidur. Kuesioner ini akan digunakan dalam
melakukan pengumpulan data melalui wawancara terhadap responden penelitian.
Ada 3 bagian yang termasuk didalam kuesioner ini yaitu:
Bagian 1. Kuesioner Data Demografi (KDD)
Bagian 2. Kuesioner Kualitas Tidur (KTT)
Bagian 3. Kuesiner Faktor-faktor Gangguan Tidur (KFGT)
3.1. Faktor Fisik
KODE RESPONDEN :
KUESIONER PENELITIAN
KUALITAS TIDUR DAN FAKTOR-FAKTOR GANGGUAN TIDUR PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS
Kuesioner Data Demografi (KDD)
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu dengan
memberi tanda (√)!
1. Umur : Tahun
2. Jenis Kelamin : Pria
Wanita
3. Agama : 1. Islam
2. Kristen
3. Budha
4. Hindu
5. dan lain lain, . . .
4. Suku : 1. Batak
2. Aceh
3. Jawa
4. Melayu
5. Minang
5. Pendidikan : 1. SD
2. SMP
3. SMA
4. Perguruan Tinggi
5. dan lain-lain, . . .
6. Pekerjaan : 1. Tidak Bekerja
2. Pegawai Swasta/Wiraswasta
3. PNS/TNI/POLRI
4. Buruh
5. Bertani
6. dan lain-lain, . . .
7. Penghasilan Perbulan: 1. < Rp. 850.000,-
2. Rp. 850.000,- s/d Rp. 1.500.000,-
3. > Rp. 1.500.000,-
8. Lokasi tempat tinggal: 1. Pemukiman Rumah Penduduk yang Padat
2. Di pinggir Jalan Umum/Jalan Raya
3. dan lain-lain, . . .
9. Jumlah teman sekamar: Sendiri
1-2 Orang
3-4 Orang
10. Tempat tidur : Lantai alas tikar
Kasur
Springe Bed
Dan lain-lain
Kuesioner Kualitas Tidur (KKT)
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu dengan
memberi tanda (√) sesuai dengan keadaan yang Bapak/Ibu alami!
1. Berapa lama waktu yang Bapak/Ibu butuhkan untuk mulai tertidur dimalam
hari?
1. > 60 Menit
2. 31-60 Menit
3. 16-30 Menit
4. < 15 Menit
2. Berapa kali Bapak/Ibu terbangun dari tidur dimalam hari?
1. > 5 Kali
2. 3-4 Kali
3. 1-2 Kali
4. Tidak ada
3. Berapa lama waktu yang Bapak/Ibu butuhkan untuk tidur dimalam hari?
1. < 5 Jam
2. 5-6 Jam
4. > 7 Jam
4. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu ketika bagun tidur pada pagi hari?
1. Sangat Mengantuk
2. Mengantuk
3. Sedikit Mengantuk
4. Segar
5. Seberapa nyenyak tidur Bapak/Ibu dimalam hari?
1. Sebentar-sebentar terbangun
2. Tidur dan kemudian terbangun
3. Tidur tetapi tidak nyenyak
4. Tidur sangat nyenyak
6. Apakah Bapak/Ibu merasa segar setelah bangun tidur pada pagi hari?
1. Sangat Segar
2. Sedang
3. Cukup Segar
4. Tidak sama sekali
7. Apakah Bapak/Ibu merasa lemah atau lelah saat beraktifitas pada siang hari?
1. Sangat lemah atau lelah
2. Lemah atau Lelah
3. Sedikit lemah atau lelah
4. Tidak lemah atau lelah sama sekali
8. Apakah Bapak/Ibu berpendapat bahwa Bapak/Ibu adalah seorang yang dapat
tidur dengan baik?
2. Baik
Kuesiner Faktor-Faktor Gangguan Tidur (KFGT)
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda (√) sesuai dengan
gangguan tidur yang anda rasakan. Anda diminta menilai seberapa jauh gangguan
tidur yang mengganggu tidur anda dengan penilaiannya adalah sebagai berikut:
Nilai 1 : Tidak Ada Gangguan
Nilai 2 : Gangguan Ringan
Nilai 3 : Gangguan Sedang
Nilai 4 : Gangguan Berat
Dalam jangka waktu beberapa minggu ini saya merasakan gangguan dalam tidur
saya, karena:
A. Gangguan Fisik
No. Pernyataan Pengalaman Tingkat Gangguan Tidur
Ya Tidak 1 2 3 4
1. Nokturia atau sering buang air kecil dimalam hari
2. Sering merasa haus 3. Sering merasa lapar
4. Sering merasa gatal-gatal pada kulit
5. Sering merasa kesemutan dan kram pada kaki
6. Sering merasa nyeri
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda (√) sesuai dengan
gangguan tidur yang anda rasakan. Anda diminta menilai seberapa jauh gangguan
tidur yang mengganggu tidur anda dengan penilaiannya adalah sebagai berikut:
Nilai 1 : Tidak Ada Gangguan
Nilai 2 : Gangguan Ringan
Nilai 3 : Gangguan Sedang
Nilai 4 : Gangguan Berat
Dalam jangka waktu beberapa minggu ini saya merasakan gangguan dalam tidur
saya, karena:
B. Gangguan Lingkungan Rumah
No. Pernyataan Pengalaman Tingkat Gangguan Tidur
Ya Tidak 1 2 3 4
1. Adanya suara bising diluar rumah
2. Adanya suara bising didalam rumah
3. Rumah Anda mempunyai
ventilasi yang baik
4. Ruang dan tempat tidur Anda kotor atau tidak nyaman
5. Cahaya lampu yang terlalu terang/gelap
6. Suhu ruangan terlalu dingin atau terlalu panas
7. Lingkungan rumah yang bau
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara:
Nama : Meli Puspita Dewi
NIM : 071101018
Alamat : Jln. Jamin Ginting Gang Dipanegara no. 67 Padang Bulan Medan Akan mengadakan penelitian dengan judul “Kualitas Tidur dan Faktor-Faktor Gangguan Tidur Pada Penderita Diabetes Mellitus“. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan saudara/saudari sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk penelitian. Jika saudara/saudari tidak bersedia menjadi responden, maka tidak ada ancaman bagi saudara/saudari, keluarga dan siapapun. Jika telah menjadi responden dan terjadi hal-hal yang memungkinkan saudara/saudari untuk mengundurkan diri, maka saudara/saudari diperbolehkan untuk mengundurkan diri dan tidak berpartisipasi dalam penelitian ini. Apabila saudara/saudari menyetujui, saya mohon kesediaan untuk menandatangani lembar persetujuan.
Atas perhatian dan kesediaan saudara/saudari sebagai responden, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
(Meli Puspita Dewi)