• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN SIKAP ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL DISCOVERY LEARNING DI SMK SWASTA LAKSAMAN MARTADINATA MEDAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN SIKAP ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL DISCOVERY LEARNING DI SMK SWASTA LAKSAMAN MARTADINATA MEDAN."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN SIKAP ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

DENGAN MODEL DISCOVERY LEARNING DI SMK SWASTA LAKSAMANA MARTADINATA MEDAN

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH:

L I L I S

NIM: 8146172038

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

ABSTRAK

LILIS, Perbedaan Kemampuan Penalaran dan Sikap Antara Siswa yang Diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Model Discovery Learning Di SMK Swasta Laksaman Martadinata Medan.

Kata Kunci:Pembelajaran Berbasis Masalah, Discovery Learning, Kemampuan Penalaran dan Sikap.

Tujuan dari penelitian ini untuk menelaah: (1) Perbedaan kemampuan penalaran matematik siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah, lebih baik daripada siswa yang memperoleh discovery learning, (2) Perbedaan sikap belajar siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh discovery learning, (3) Kadar aktivitas aktif siswa selama proses pembelajaran berbasis masalah, (4) Pola ragam jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah pada pembelajaran berbasis masalah dan discovery learning.

Penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Laksamana Martadinata. Secara acak, dipilih satu sekolah sebagai subyek penelitian, yaitu XI SMK Laksamana Martadinata sebanayak dua kelas dari empat kelas. Kelas eksperimen 1 diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah dan kelas eksperimen 2 diberi perlakuan discovery learning. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan penalaran matematik, angket sikap belajar siswa dan lembar observasi. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, serta koefisien reliabilitas sebesar 0,740 dan 0,879 berturut-turut untuk kemampuan penalaran matematika dan angket sikap belajar siswa.

Analisis data kemampuan penalaran matematik dilakukan dengan analisis kovarians (ANAKOVA), Angket sikap belajar siswa dengan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan hasil kemampuan penalaran matematik antara siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi discovery learning. Hal ini terlihat dari hasil anakova untuk Fhitung =4,11 lebih besar Ftabel 3,96 (2) Terdapat Perbedaan sikap belajar

siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi discovery learning. Hal ini terlihat dari nilai Asymp Sig. (3) Kadar Aktivitas aktif siswa telah memenuhi waktu persentase ideal yang ditetapkan (4) Proses Penyelesaian jawaban siswa yang dikenakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan discovery learning.

(7)

ii

ABSTRACT

LILIS, Differences in mathematical reasoning ability and Attitude to learn Students With Problem Based Learning and Discovery learning in SMK Laksamana Martadinata Medan.

Keywords: Problem Based Learning, Discovery Learning, Reasoning, and Attitude to learn Students.

The aim of this study was to examine: (1) Differences in the ability of solving mathematical students who received problem-based learning, better than students who received discovery learning, (2) The difference in learning attitude of students who received problem-based learning is better than students who acquire discovery learning, (3) active activity levels of students during the process of problem-based learning, (4) Pattern diverse responses of the students in solving problems on problem-based learning and hands-on learning.

This research is a semi-experimental. The study population was a class XI student of SMK in Laksamana Martadinata. Randomly selected one school as research subjects, namely XI SMK Laksamana Martadinata sebanayak two classes of four grade. 1 untreated experimental class of problem based learning and classroom learning experiment 2 were treated discovery learning.Instrumen used consisted of: mathematical reasoning ability test, students' learning attitude questionnaire and observation sheet. The instrument has been declared eligible content validity, and reliability coefficient of 0,740 and 0,879 respectively for mathematical reasoning skills and student learning attitude questionnaire.

Data analysis was performed mathematical reasoning ability by analysis of covariance (Anacova), Questionnaire student attitude by Mann-Whitney test. The results showed that (1) There are differences in the results of mathematical reasoning abilities among the students who were given a problem-based learning with the students who were given discovery learning. This is evident from the results Anacova for greater Fhitung = 4,11 lebih besar Ftabel 3,96 (2) There is a

difference in students' attitude is given a problem-based learning with the students who were given discovery learning. (3) active activity levels of students have met the ideal percentage specified time (4) Completion Process imposed students answer problem-based learning is better than direct.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ’Alamin hanya bagi Allah SWT sebagai Rabb

semesta alam atas segala rahmat dan karunia yang dicurahkan kepada penulis

sehingga tesis ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu dan rencana yang

diharapkan. Shalawat berangkai salam kepada baginda Rasullah SAW. Sebagai

Uswatun Hasanah bagi seluruh umat di dunia. Semoga kita termasuk umat yang

senantiasa mengamalkan sunnah-sunnah beliau.

Tesis yang berjudul Perbedaan Kemampuan Penalaran dan Sikap Antara Siswa yang Diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Model Discovery Learning di SMK Swasta Laksamana Martadinata Medan

dapat terselesaikan dengan baik. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan

Matematika di Universitas Negeri Medan.

Dalam proses penyusunan Tesis ini, penyusun banyak mendapat bimbingan

dan bantuan dari berbagai pihak berupa materi, dukungan moril dan informasi.

Dalam kesempatan ini penyusun tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Asmin, M.Pd Selaku Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr.

Edy Surya, M.Si Selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan

bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd sebagai narasumber I, Bapak Prof.

Dr. Pargaulan Siagian, M.Pd sebagai narasumber II dan Ibu Dr. Ani

Minarni M.Pd sebagai narasumber III yang telah memberikan masukan

dan sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan

penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

3. Ibu Nurhasanah Siregar, M.Pd, Bapak Drs. Safari, M.Pd, Ibu Dra. Lucy

K Basar, M.Si, M.Pd, Siswadi, M.Pd dan Irfan Harahap, M.Pd sebagai

validator sehingga menyempurnakan instrumen tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd sebagai Ketua Program Studi

(9)

iv

Hasratuddin, M.Pd selaku Sekertaris Program Studi Pendidikan

Matematika Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang,

M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana

UNIMED.

5. Direktur Program Pascasarjana UNIMED, Asisten Direktur I Program

Pascasarjana UNIMED, Asisten Direktur II Program Pascasarjana

UNIMED dan para staf pegawai Program Pascasarjana UNIMED yang

telah memberikan kesempatan serta bantuan administrasi selama

pendidikan di Universitas Negeri Medan.

6. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang

sangat berharga bagi pengembangan wawasan keilmuan selama

mengikuti studi dan penulisan tesis.

7. Ibu Muzadalinar, BA, Ibu Ir.Syawalina Fitri Sinaga, M.Pd, serta Bapak

Dr. Ir. H. Suditama M.T, berturut-turut selaku Ibu Yayasan, Ibu Kepala

Sekolah SMK, Bapak Kepala sekolah SMA, Yayasan Perguruan

Laksamana Martadinata Medan, yang telah memberikan izin dan

kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin,

termasuk dalam pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah, serta

guru-guru dan staf administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam

melakukan penelitian ini.

8. Kepada Suami Tercinta yaitu, Bapak H. Agus Mulyadi, yang telah

memberi dukungan moril dan materil kepada penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan Pendidikan Matematika Program Pascasarjana di

UNIMED. Serta Anak-anakku tersayang Susi, Darma, Irma, Maya,

Nailah dan teristimewa Anakku Aisy Zafran Mulyadi.

9. Teristimewa kepada Almarhum Ayahanda tercinta Suryadi, Ibunda

tercinta Marlya, serta adik-adik tersayang Sri Anita, Fitri Yani dan

Mhd.Irsyad yang selalu mendo’akan, memberikan motivasi, moril dan

materil kepada penulis setiap saat sehingga tesis ini terselesaikan dengan

(10)

v

10.Serta Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih M.Pd beserta Keluarga, dan

Sahabat-sahabatku di B-1 2014 Pendidikan Matematika PPs UNIMED

khususnya Adik-adikku Nailul Hilmi Hasibuan Efridayani Hutasuhut dan

Ruminda Hutagalung, Nova ariani. Lia Agusria Siregar, dan semua pihak

yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan

menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta

Saudara/i, kiranya semua selalu dalam lindungan-Nya. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun tutur

bahasanya. Oleh sebab itu, melalui kesempatan ini penulis sangat mengharapkan

saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Untuk itu dengan

segala kerendahan hati, penulis memohon maaf atas keterbatasan yang ada.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

untuk mewujudkan keberhasilan di dalam dunia pendidikan khususnya

matematika. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2016

Penulis

Lilis

(11)

vi

2.1Belajar dan Pembelajaran Matematika... 26

2.1.1 Belajar Matematika ... 26

2.3 Pengertian Model Pembelajaran ... 37

2.4 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ... 39

2.4.1 Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah ... 40

2.4.2 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah ... 43

2.4.3 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah 45 2.5. Pembelajaran Discovery Learning ... 46

2.5.1 Tujuan Pembelajaran Discovery Learning ... 48

2.5.2 Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning ... 48

2.5.3 Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Discovery Learning 49 2.5.3.1 Kelebihan Discovery Learning ... 49

2.5.3.2 Kelemahan Discovery Learning ... 51

2.5.3.3 Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning di Kelas 51

2.5.3.4 Prosedur Aplikasi Discovery Learning ... 52

2.6 Kemampuan awal matematika ... 55

(12)

vii

2.8 Proses Jawaban Siswa ... 61

2.9 Validitas... 63

2.10 Teori Belajar yang Relevan ... 67

2.10.1 Penelitian yang Relevan ... 73

2.11 Kerangka Konseptual dan Hipotesis... 76

2.11.1 Kerangka Konseptual... 76

3.5.2 Tes Kemampuan Penalaran Logis ... 90

3.5.3 Lembar Penilaian Sikap ... 93

3.5.4. Uji Coba Instrumen... 94

3.5.4.1 Validitas Ahli Terhadap Perangkat pembelajaran ... 94

3.5.4.2 Analisis Validitas Tes Kemampuan Penalaran Logis ... 96

(13)
(14)

ix

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 173 5.2 Saran... 175

(15)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Kompetensi Lulusan SMA/MA/MAK/SMALB/Paket C ... 3

Tabel 1.2 Hasil Try Out Matematika SMK Laksamana Martadinata ... 5

Tabel 1.3 Penilaian Sikap ... 15

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 44

Tabel 2.2 Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning ... 55

Tabel 2.3 Sikap Spiritual dan Sikap Sosial ... 58

Tabel 2.4 Penilaian Sikap ... 59

Tabel 3.1 Data Siswa SMK Laksamana Martadinata ... 84

Tabel 3.2 Desain Penelitian... 86

Tabel 3.3 Tabel Weiner Tentang Keterkaitan Antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol ... 87

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Penalaran Logis ... 91

Tabel 3.5 Kriteria Penskoran Hasil Tes Penalaran... 92

Tabel 3.6 Kriteria Penilaian Sikap Siswa ... 94

Tabel 3.7 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran... 95

Tabel 3.8 Hasil Validasi Tes Kemampuan Penalaran Logis Matematik ... 96

Tabel 3.9 Hasil Validitas Tes Kemampuan Penalaran Logis Matematika... 98

Tabel 3.10 Hasil Analisis Daya Beda Butir Soal Kemampuan Penalaran Logis Matematik ... 99

Tabel 3.11 Hasil Analisis Indeks Kesukaran Butir Soal Kemampuan Penalaran Logis Matematik ... 100

Tabel 3.12 Rancangan Analisis Data untuk ANACOVA ... 103

Tabel 3.13 Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Alat Uji dan Uji Statistik ... 115

Tabel 4.1 Data Hasil Pretes Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 120

Tabel 4.2 Data Hasil Postes Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 121

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II ... 124

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Postes Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II ... 124

Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II... 126

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Varians Postes Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II... 126

Tabel 4.7 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen I ... 127

Tabel 4.8 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen I (SPSS 21) ... 128

Tabel 4.9 Koefisien Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen I ... 128

(16)

xi

Tabel 4.11 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Penalaran

Matematik Kelas Eksperimen II... 131 Tabel 4.12 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Penalaran

Matematik Kelas Eksperimen II (SPSS 21) ... 131 Tabel 4.13 Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan

Penalaran Kelas Eksperimen II ... 133 Tabel 4.14 Analisis Varians Untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen II ... 133 Tabel 4.15 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi

Kemampuan Penalaran Matematik ... 135 Tabel 4.16 Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Model Regresi

Kemampuan Penalaran (SPSS 21) ... 135 Tabel 4.17 Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regersi

Kemampuan Penalaran ... 136 Tabel 4.18 Analisis Kovarians Kemampuan Penalaran Untuk Kesejajaran

Model Regresi ... 137 Tabel 4.19 Analisis Kovarians Untuk Rancangan Lengkap Kemampuan Penalaran138 Tabel 4.20 Analisis Kovarians Untuk Rancangan Lengkap Kemampuan

Penalaran Matematik (SPSS 21) ... 139 Tabel 4.21 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan

Penalaran Matematika Pada Taraf Signifikan 5% ... 140 Tabel 4.22 Sikap Siswa Terhadap Tujuan dan Isi Mata Pelajaran Matematika .... 141 Tabel 4.23 Sikap Terhadap Cara Mempelajari Mata Pelajaran Matematika ... 142 Tabel 4.24 Sikap Siswa Terhadap Guru yang Mengajar Matematika ... 143 Tabel 4.25 Sikap Siswa Terhadap Upaya Memperdalam Mata Pelajaran

Matematika ... 143 Tabel 4.26 Sikap Siswa Terhadap Tujuan dan Isi Mata Pelajaran Matematika .... 144 Tabel 4.27 Sikap Terhadap Cara Mempelajari Mata Pelajaran Matematika ... 145 Tabel 4.28 Sikap Siswa Terhadap Guru Yang Mengajar Matematika... 146 Tabel 4.29 Sikap Siswa Terhadap Upaya Memperdalam Mata Pelajaran

Matematika ... 146 Tabel 4.30 Perbandingan Rata-rata Nilai Tes Penalaran Logis ... 159 Tabel 4.31 Data Postest Kemampuan Penalaran Logis Matematika Kelas

Eksperimen I (SPSS 21) ... 159 Tabel 4.32 Data Tes Akhir Kemampuan Penalaran Logis Matematika Kelas

(17)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Jawaban Siswa ... 11

Gambar 1.2 Jawaban Siswa ... 13

Gambar 2.1 Kegiatan Penalaran Induktif ... 34

Gambar 2.2 Kegiatan Penalaran Deduktif ... 36

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian... 118

Gambar 4.1 Skor Rata-rata Pretes Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II .. 120

Gambar 4.2 Skor Rata-rata Postes Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II . 121 Gambar 4.3 Grafik Linieritas Pretest dengan Postest Kemampuan Penalaran Matematik Siswa (SPSS 21) ... 130

Gambar 4.4 Grafik Linieritas Pretest dengan Postest Kemampuan Penalaran Eksperimen II (SPSS 21) ... 134

Gambar 4.5 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 1 Kelas Eksperimen I ... 149

Gambar 4.6 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 1 Kelas Eksperimen II ... 150

Gambar 4.7 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 2 Kelas Eksperimen I ... 151

Gambar 4.8 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 2 Kelas Eksperimen II ... 151

Gambar 4.9 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 3 Kelas Eksperimen I... 153

Gambar 4.10 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 3 Kelas Eksperimen II... 153

Gamabar 4.11 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 4 Kelas Eksperimen I ... 155

Gambar 4.12 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 4 Kelas Eksperimen II ... 156

Gambar 4.13 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 5 Kelas Eksperimen I ... 158

Gambar 4.14 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 5 Kelas Eksperimen II ... 158 Gambar 4.15 Perbandingan Hasil Tes Akhir Kemampuan Penalaran Logis

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pemahaman matematis merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip

pembelajaran matematika. Siswa dalam belajar matematika harus disertai dengan

penalaran yang baik, hal ini merupakan visi dari belajar matematika. Selain

pemahaman matematis yang menjadi fokus dari pembelajaran matematika,

kemampuan penalaran atau berpikir logis juga harus mendapat perhatian.

Penalaran atau berfikir logis tidak dapat dipisahkan dengan matematika,

mengingat materi matematika di pahami melalui penalaran atau berfikir logis. Hal

ini akan memberikan pengaruh terhadap kegiatan pembelajaran matematika

sehingga aspek pemahaman dan penalaran menjadi tujuan yang harus dicapai.

Bekaitan dengan hal tersebut diatas maka salah satu tujuan prioritas dalam

pembelajaran matematika adalah pengembangan kemampuan penalaran logis

yang di miliki oleh siswa. Penalaran logis merupakan salah satu aspek penilaian

yang dilakukan oleh guru pada mata pelajaran matematika.

Mata pelajaran matematika di Indonesia sesuai ketetapan pemerintah

melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang terdapat dalam

peraturan Mentri pendidikan nasional nomor 20 tahun 2006 tentang standart isi,

bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut; (1) Memahami

konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan

konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan

masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

(19)

2

gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi

kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan

model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengomunikasikan gagasan

dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau

masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Sedangkan menurut PERMENDIKBUD (2013) belajar matematika harus

mempunyai ketuntasan Kompetensi Inti (KI) dan ketuntasan juga dalam

Kompetensi Dasar (KD). Untuk ketuntasan Kompetensi Dasar (KD) tergantung

dari indikator pencapaiaan kelulusan yang ingin di capai sesuai dengan standart

kelulusanya (SKL) dan batas minimum Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM),

sedangkan untuk ketuntasan Kompetensi Inti (KI) mencakup beberapa hal yaitu

KI-1 dan KI-2 mengenai ketuntasan sikap peserta didik, KI-3 mengenai

ketuntasan pengetahuan peserta didik, dan KI-4 mengenai ketuntasan

keterampilan peserta didik. Adapun isi dari ketuntasan Kompetensi Inti (KI)

tersebut adalah terdiri dari :

KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

KI2: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

(20)

3

yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

Menurut PERMENDIKBUD Nomor 54 tahun 2013, tentang Kompetens

Lulusan Pendidikan dasar dan Menengah, Standart Kelulusan adalah kriteria

mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan

keterampilan. Kompetensi lulusan SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/Paket C

memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut :

Tabel 1.1 Kompetensi Lulusan SMA/MA/MAK/SMALB/Paket C

Dimensi Kualifikasi Kemampuan

Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang yang beriman, berakhak mulia, berilmu, percaya diri dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosudural dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradapan terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian.

Keterampilan Memiliki kemampuan dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.

Sumber (Permendikbud 54)

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika di atas siswa dituntut

(21)

4

matematika digunakan siswa untuk memahami pengetahuan dan memecahkan

masalah yang dihadapi. Dengan mempelajari materi matematika diharapkan siswa

akan dapat menguasai seperangkat kompetensi yang telah ditetapkan. Menurut

Ruseffendi (1991) bahwa “matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia

yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran”. Implikasi dari hal ini

adalah bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang

potensial untuk diajarkan di seluruh jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar,

untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, kritis dan

sistematis serta kemampuan bekerja sama sehingga tercipta kualitas sumber daya

manusia yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini gurulah

yang berperan memberikan pembelajaran yang tepat kepada siswa agar dapat

belajar matematika dengan baik untuk meningkatkan kemampuan siswa. Namun

kenyataan yang dapat kita lihat sekarang bahwa siswa masih beranggapan

matematika itu sulit. Matematika juga memegang kunci penting dalam setiap

aspek kehidupan. Hampir seluruh kegiatan manusia memerlukan dan

berhubungan erat dengan matematika, misalnya berhitung, berdagang, berbelanja,

dapat berkomunikasi melalui tulisan/gambar seperti membaca grafik, tabel dan

dapat membuat catatan-catatan dengan angka. Kenyataan yang dapat kita lihat

sekarang bahwa banyak siswa masih beranggapan matematika itu sulit. Dari ini

dapat dilihat bahwa untuk memajukan pendidikan di bidang matematika

pemerintah lebih menekankan pada ketercapaian kemampuan memahami konsep

(22)

5

Sumber BT/BS Gempita Operation Medan 12 April 2014

masalah, kemampuan mengkomunikasikan gagasan, dan kemampuan memiliki

sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Rendahnya kemampuan siswa dalam matematika juga terlihat dari hasil

tes matematik yang diadakan oleh BT/BS Gempita Operation Medan, terhadap 94

siswa kelas XII jurusan AK (Akutansi) dan 138 siswa kelas XII jurusan PK

(Perkontoran) di sekolah SMK LAKSAMANA MARTADINATA dalam rangka

persiapan menghadapi ujian nasional, diperoleh hasil seperti yang disajikan pada

tabel berikut :

Tabel 1.2

Hasil try out matematika SMK Laksamana Martadinata

No Tanggal

Namun permasalahan sekarang yang selalu diperbincangkan adalah

rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan matematika

dan hasil belajar siswa. Hal tersebut dapat kita lihat dari rendahnya hasil belajar

matematika yang dicapai siswa dalam UN secara nasional. Hal ini ditandai dengan

rendahnya perolehan ketuntasan belajar siswa kelas XI SMK Swasta Laksamana

Martadinata Medan yang masih rendah yaitu 60 untuk rata-rata kelas, 60% untuk

daya serap, dan 60% untuk ketuntasan belajar. Dari data tersebut terlihat bahwa

(23)

6

kurikulum, yaitu 65 untuk rata-rata kelas, 65% untuk daya serap dan 75% untuk

ketuntasan belajar, (sumber: nilai ujian UN matematika siswa tahun pelajaran

2014/2015).

Salah satu penyebab kesulitan belajar siswa adalah kurangnya pemahaman

siswa terhadap materi yang akan dipelajari. Hal tersebut disebabkan pembelajaran

matematika yang dilakukan di sekolah kurang memberi motivasi kepada siswa

untuk terlibat langsung dalam pembentukan pengetahuan matematika mereka.

Guru hanya sekedar penyampai pesan pengetahuan, sementara siswa cenderung

sebagai penerima pengetahuan semata dengan cara mencatat, mendengarkan dan

menghapal apa yang telah disampaikan oleh gurunya, dan pola pembelajaran lebih

banyak didominasi guru. Proses pembelajaran hanya menekankan pada belajar

menghafal dan pencapaian target kurikulum dari pada pengembangan kemampuan

belajar siswa. Dahar (2011) mengatakan “bila tidak ada usaha yang dilakukan

untuk mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep relevan yang

sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan”. Belajar

menghafal tidak terlalu banyak menuntut aktivitas berpikir anak dan anak akan

cenderung mencari gampangnya saja dalam belajar.

Menurut Surya (2008) mengatakan kesulitan yang dialami siswa dalam

belajar matematika dan rendahnya hasil belajar yang diperoleh dapat disebabkan

karena metode penyampaiannya tidak sesuai dengan kemampuan peserta didik.

Pemilihan pendekatan pembelajaran menjadi sangat penting untuk

(24)

7

mengakomodasi semua kemampuan matematika siswa yang heterogen sehingga

dapat memaksimalkan kemampuan matematika siswa.

Pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru adalah

pembelajaran biasa yaitu ceramah, tanya jawab, pemberian tugas. Guru hanya

memilih cara yang paling mudah dan praktis bagi dirinya, bukan memilih cara

bagaimana membuat siswa belajar, sehingga siswa kurang menggunakan

kemampuannya dalam menyelesaikan masalah. Djamarah dan Zain (2013)

menjelaskan bahwa gagalnya seorang guru mencapai tujuan pengajaran sejalan

dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu

adalah prestasi belajar siswa rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran

yang ditentukan. Menurut Hamalik (2001) bahwa “tanggung jawab guru yang

terpenting ialah merencanakan dan menuntut murid-murid melakukan

kegiatan-kegiatan belajar guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang

diinginkan”. Gagasan lain juga dijelaskan oleh Slavin (2008) bahwa guru mestinya

selalu melakukan segala sesuatu karena suatu alasan yang jelas namun dalam

praktiknya, sulit memastikan bahwa semua siswa dilibatkan dalam kegiatan yang

membuahkan hasil pembelajaran yang penting. Dan Hal ini didukung dengan

pembelajaran matematika di Indonesia selama ini adalah pembelajaran yang

berpusat pada guru. Guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan metode

ceramah sementara siswa mencatatnya dibuku catatan dan siswa dianggap berhasil

dalam belajar apabila mampu mengingat banyak fakta, dan mampu

menyampaikan kembali fakta tersebut kepada orang lain, atau menggunakannya

(25)

8

sehingga keterlibatan siswa selama pembelajaran kurang aktif. Padahal yang

diinginkan adalah manusia Indonesia yang mandiri, mampu untuk memunculkan

gagasan dan ide yang kreatif serta mampu menghadapi tantangan atau

permasalahan yang sedang dan akan dihadapi.

Trianto (2011), Pendidikan abad ke-21 (Commission on Education for the

“21” Century) merekomendasikan empat strategi dalam menyukseskan

pendidikan : Pertama, learning to learn, yaitu bagaimana pelajar mampu menggali

informasi yang ada di sekitarnya dari ledakan informasi itu sendiri; Kedua,

learning to be, yaitu pelajar diharapkan mampu untuk mengenali dirinya sendiri,

serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya; Ketiga, learning to do, yaitu

berupa tindakan atau aksi, untuk memunculkan ide yang berkaitan dengan

sainstek; dan Keempat, learning to be together, yaitu memuat bagaimana kita

hidup dalam masyarakat yang saling bergantung antara yang satu dengan yang

lain, sehingga mampu bersaing secara sehat dan bekerjasama serta mampu untuk

menghargai orang lain. Sejalan dengan itu, (NCTM: 2000) menyebutkan bahwa

apa yang siswa pelajari hampir seluruhnya tergantung pada pengalaman guru

mengajar di dalam kelas setiap harinya. Untuk mencapai pendidikan matematika

yang berkualitas tinggi para guru haruslah, memahami secara mendalam

matematika yang mereka ajarkan, memahami bagaimana siswa belajar

matematika termasuk di dalamnya mengetahui perkembangan matematika siswa

secara individual dan memilih tugas-tugas dan strategi yang akan meningkatkan

(26)

9

untuk berfikir, bertanya, menyelesaikan soal, dan mendiskusikan ide-ide, strategi,

dan penyelesaian siswanya".

Menurut Lwin (2008) “Kecerdasan matematis-logis adalah kemampuan

bilangan dan perhitungan, pola dan pemikiran logis dan ilmiah”. Kemampuan ini

bukan hanya dibutuhkan para siswa ketika mereka belajar matematika maupun

mata pelajaran lain, namun sangat dibutuhkan setiap manusia disaat memecahkan

masalah ataupun disaat menentukan keputusan. Pembelajaran matematika yang

diharapkan adalah munculnya berbagai kompetensi yang dapat dikuasai oleh

siswa, diantaranya adalah kemampuan penalaran yang merupakan kemampuan

yang sangat penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal. Salah

satu kemampuan matematika yang dituntut dalam pembelajaran adalah

kemampuan penalaran. Menurut Anderson (dalam Ima, 2014) bahwa penalaran

mengacu pada proses mental yang tercakup dalam pembuatan dan pengevaluasian

argument logis. Pengertian lain di jelaskan oleh Johnson-Laird (dalam Ima, 2014)

bahwa penalaran yang menghasilkan kesimpulan dari pikiran, kejelasan dan

ketegasan dan melibatkan penyelesaian masalah untuk menjelaskan mengapa

sesuatu terjadi dan apa yang akan terjadi. Matematika berarti ilmu pengetahuan

yang diperoleh dari bernalar dan merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran

yang logika dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Penalaran atau

kemampuan untuk berpikir melalui ide-ide yang logis merupakan dasar dari

matematika .Berdasarkan pendapat di atas matematika dan penalaran merupakan

dua hal yang saling berkaitan dan matematika merupakan ilmu yang mempunyai

(27)

10

kemampuan penalaran. Materi matematika dan penalaran merupakan dua hal yang

tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran, dan

penalaran dipahami dan dilatih melalui belajar materi matematika. Dalam belajar

matematika, penalaran merupakan salah satu standar utama yang penting, artinya

bila kemampuan penalaran matematika siswa baik, maka siswa akan cenderung

mudah menyelesaikan permasalahan matematika, sebaliknya jika kemampuan

penalaran siswa rendah maka akan berpengaruh pada prestasi belajar. Melalui

penalaran Siswa diharapkan dapat melihat bahwa matematika merupakan kajian

yang masuk akal tanpa merasa tergantung pada cara-cara yang instan dalam

menyelesaikan persoalan matematika. Siswa dapat berpikir dan bernalar suatu

persoalan matematika apabila telah dapat memahami persoalan matematika

tersebut. Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat

dipahami, dipikirkan, dibuktikan dan dievaluasi. Kemampuan penalaran

menjadikan siswa dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya, di dalam dan

di luar sekolah.

Untuk mengukur kemampuan penalaran ada beberapa indikator yang harus

dicapai oleh siswa, seperti yang tertuang pada Peraturan Dirjen Dikdasmen

No.506/C/PP/2004 (dalam Depdiknas, 2004) tentang indikator-indikator

penalaran yang harus dicapai oleh siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran

antara lain adalah ; (1) Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara

lisan, tertulis, gambar dan diagram; (2) Kemampuan mengajukan dugaan; (3)

Kemampuan melakukan manipulasi matematika;(4) Kemampuan menyusun bukti,

(28)

11

kesimpulan dari pernyataan; (6) Memeriksa kesahihan suatu argumen; (7)

Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Menurut Arsefa (2014) ciri-ciri penalaran adalah;(1) adanya suatu pola fikir yang

disebut logika, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran

merupakan suatu proses berfikir logis, berfikir logis ini diartikan berfikir menurut

suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu ; (2) proses berfikirnya bersifat

analitik, dimana penalaran merupakan suatu kegiatan yang mengandalkan dalam

kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analitik tersebut adalah logika

penalaran yang bersangkutan. Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan penalaran

logis siswa sangat penting dalam pembelajaran matematika di sekolah.

Aplikasi penalaran dalam belajar matematika di kelas juga banyak

ditemukan. Sebagai contoh pertama : Dalam pemilihan colon ketua kelas dan

wakil ketua kelas, terdapat 5 orang calon siswa. Berapa banyaknya kemungkinan

pasangan ketua kelas dan wakil ketua kelas yang dapat terjadi ?

Gambar 1.1 Jawaban siswa

Namun banyak siswa yang salah menjawab dari soal penalaran di atas, siswa

(29)

12

dan hanya mengandalkan ingatannya untuk menjawab, sehingga kekeliruan terjadi

dalam menjawab soal tersebut. Soal tersebut dapat diselesaikan, jika siswa dapat

menggunakan kemampuan penalarannya untuk menemukan penyelesaian dari

soal tersebut dengan cara mengaitkan materi yang telah dipelajari, tapi tidak

seperti yang diharapkan. Hal tersebut menggambarkan kemampuan penalaran

siswa sangat rendah karena siswa tidak dapat menggunakan kemampuan

berpikirnya untuk menarik kesimpulan dari apa yang telah mereka pelajari.

Sebagai contoh kedua : Di warung penjual nasi goreng spesial, nadia

dapat memesan nasi goreng biasa dengan dua macam campuran yaitu, telur dan

acar. Nadia dapat juga memesan nasi goreng spesial dengan isi tambahan, dengan

memilih empat macam isi yaitu; sosis, bakso,daging, dan udang. Nadia ingin

memesan seporsi nasi goreng spesial dengan dua macam isi tambahan. Berapa

banyaknya jenis nasi goreng spesial berbeda dengan tambahan dua isi ?

Dari jawaban siswa dapat dilihat bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam

memahami dan membuat model konseptual dari soal tersebut, siswa masih belum

bisa merumuskan ide matematika ke dalam model matematika. Terdapat 20 siswa

yang menjawab salah dengan jawaban yang tidak terdeskripsikan. Mereka tidak

tahu permasalahan di atas pada dasarnya dapat diselesaikan dengan menggunakan

(30)

13

Gambar 1.2 Jawaban Siswa

Selanjutnya terdapat 16 siswa yang mampu menuliskan dalam bentuk

diagram dan tabel tetapi jawaban masih salah, dan terdapat 12 siswa yang

menjawab benar. Berdasarkan kasus ini peneliti menyimpulkan bahwa

permasalahan yang terjadi saat ini adalah siswa masih belum mampu dalam

menalar maksud dari soal yang diberikan. Hal ini dikarenakan pembelajaran

selama ini hanya menjelaskan langkah-langkah untuk sekedar menghitung tanpa

membantu siswa untuk mengemukakan ide/gagasan dalam wujud lisan dan

tulisan. Selain itu, siswa masih selalu terpaku dengan angka-angka, sehingga

ketika suatu permasalahan matematika disajikan berupa masalah dalam berbentuk

simbol atau analisis yang mendalam maka siswa tidak mampu untuk

menyelesaikannya. Maka dalam hal ini kemampuan penalaran siswa masih sangat

perlu ditingkatkan, atau dengan kata lain kemampuan penalaran siswa sungguh

sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan soal atau permasalahan matematika.

Selain kemampuan penalaran, sikap siswa memberikan peranan yang

(31)

14

seseorang akan mempengaruhi tindakan, upaya, ketekunan, flesibilitas dalam

perbedaan dan realisasi dari tujuan seseorang itu sendiri . Sehingga sikap sangat

mempengaruhi kepercayaan diri manusia untuk dmampu melakukan tugas tertentu

agar berhasil yang terbentuk dari proses belajar dengan lingkungan, yang dimana

merupakan suatu proses untuk mengaktualisakan potensi yang dimilikinya.

Menurut PERMENDIKBUD Nomor 104 tahun 2013, penilaian hasil belajar oleh

pendidik adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian

pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial,

kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara

terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran. Sikap bermula

dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang

dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau

pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga

terjadi perubahan perilaku atau tindakan yang diharapkan. Ada beberapa cara

yang dapat digunakan untuk menilai sikap peserta didik, antara lain melalui

observasi, penilaian diri, dan penilaian teman sebaya. Instrumen yang digunakan

antara lain daftar cek atau skala penilaian (ratingscale) yang disertai rubrik, yang

hasil akhirnya dihitung berdasarkan modus. Menurut PERMENDIKBUD Nomor

104 tahun 2013, nilai ketuntasan kompetensi sikap dituangkan dalam bentuk

predikat, yakni predikat Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K)

(32)

15

Tabel 1.3 Penilaian Sikap

Nilai Ketuntasan Siswa ( Predikat ) Sangat Baik (SB)

Baik ( B )

Cukup ( C )

Kurang ( K )

(Sumber : PERMENDIKBUD 104)

Ketuntasan Belajar untuk sikap (KD pada KI-1 dan KI-2) ditetapkan dengan

predikat Baik (B). Sasaran penilaian hasil pelajar oleh pendidik pada ranah sikap

spiritual dan sikap sosial adalah sebagai berikut: menerima nilai, menanggapi

nilai, menghargai nilai, menghayati nilai, mengamalkan nilai. Siswa yang

memiliki sikap yang baik dalam belajar tidak menutup kemungkinan untuk

menjawab soal-soal matematika yang diberikan oleh guru dengan baik. Siswa

yang memiliki sikap yang baik dalam belajar akan membantu siswa membuat

perasaan tenang dalam menghadapi tugas-tugas atau kegiatan yang sulit.

Sebaliknya, seseorang siswa yang sikap kurang baik dalam belajar akan ragu

untuk menyelesaikan tugas-tugas sulit yang diberikan oleh guru. Mengingat

pentingnya sikap siswa, maka hendaknya sikap siswa ini ditumbuh kembangkan

pada diri siswa. Salah satu rendahnya kemampuan penalaran dan sikap siswa

adalah karena kurangnya variasi model pembelajaran yang digunakan guru.

Dengan berlakunya kurikulum 2013 menuntut perubahan terhadap paradigma

(33)

16

Perubahan itu harus diikuti oleh guru yang bertangung jawab atas

penyelenggaraan pembelajaran, dalam hal ini dimana seharusnya berpusat kepada

guru menjadi berpusat pada siswa.

Menyikapi permasalahan yang timbul dalam pendidikan matematika kita

perlu menerapkan pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan

kemampuan penalaran siswa. Menurut Piaget (dalam Ima, 2014) mengatakan:

Pedagogi (pembelajaran) yang baik itu: harus melibatkan penyodoran berbagai situasi dimana anak biasa bereksperimen, yang dalam artinya yang paling luas-menguji cobakan berbagai hal untuk meliat apa yang akan terjadi, memanipulasi simbol-simbol, melontarkan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri, merekonsiliasikan apa yang ditemukan pada suatu waktu yang lain dan membandingkannya temuannya dengan temuan anak-anak lain.

Berdasarkan penjelasan di atas seorang guru harus memberikan masalah yang

mampu memicu belajar berfikir siswa untuk mencari solusi dari masalah yang

diberikan agar siswa bisa membentuk konsep baru dengan menggunakan

kemampuan matematika yang dimilikinya. Model pembelajaran yang sesuai

dengan masalah tersebut adalah pembelajaran berbasis masalah. Perkembangan

kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak

dengan lingkungan. Pengetahuan dating dari tindakan. piaget yakin bahwa

pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya

perubahan perkembangan . Nur (dalam Trianto, 2009) menyatakan bahwa

interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi

membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu

(34)

17

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berbeda dengan pembelajaran

biasa. Jika pembelajaran biasa berpuncak pada pemecahan masalah setelah

penyajian objek–objek matematik, maka PBM berawal dari sebuah masalah untuk

membangun pengetahuan dan keterampilan matematik dalam konteks yang

relevan. Oleh karena itu dari perspektif pedagogik, PBM berpijak pada teori

belajar konstruktivisme. Dalam PBM masalah diajukan sebagai pemicu belajar.

Pada awalnya, setiap anak berpikir untuk mengenali, menganalisis, dan

merumuskan kebutuhan belajarnya. Hal ini kemudian ditindak lanjuti dengan

mengakses sumber dan disaat inilah terjadi proses asimilasi dan akomodasi

struktur kognitif. Melalui rangkaian kegiatan itu dapat pula diharapkan karakter

kemandirian belajar anak tumbuh, mengetahui hal tersebut guru akan dapat

merancang pembelajaran dengan lebih baik. Adapun langkah pembelajaran

berbasis masalah adalah; 1) Orientasi siswa pada masalah ; 2) Mengorganisasikan

siswa untuk belajar; 3) Membimbing investigasi individual maupun kelompok; 4)

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; 4) Menganalisis dan mengevaluasi

proses penyelesaian masalah.

Sedangkan Pembelajaran discovery learning adalah salah satu pendekatan

pembelajaran intruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari

Jerome bruner yang di kenal dengan belajar penemuan (discovery learning).

Trianto (dalam Dahar, 1989) Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai

dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia ,dan dengan sendirinya

member hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari penyelesaian

(35)

18

benar-benar bermakna. Bruner menyarankan agar siswa –siswa hendaklah belajar

melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip –prinsip, agar

mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman,dan melakukan eksperimen–

eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu

sendiri. Jadi pembelajaran discovery learning adalah proses pembelajaran

penemuan,proses pembelajaran yang ditemukan sendiri oleh siswa dengan

langkah-langkah : Stimulasi, Identifikasi masalah, Pengumpulan data,

Pengelolaan data, Pembuktian, dan Generalisasi. Dalam proses belajar, anak

belajar dari pengalaman sendiri, mengkonstruksi pengetahuan kemudian memberi

makna pada pengetahuan itu. Melalui proses belajar yang mengalami sendiri,

menemukan sendiri, secara berkelompok seperti bermain, maka anak menjadi

senang, sehingga tumbuhlah minat untuk belajar. Sehubungan dengan itu, kajian

ini mencoba menerapkan penggunaan Pembelajaran berbasis masalah dan

pembelajaran discovery learning dalam setiap pembelajaran Matematika dan

peningkatan proses belajar siswa. Penggunaan model pembelajaran yang

bervariasi sebagai suatu penerapan strategi pembelajaran yang diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan penalaran logis siswa.

Sisi lain yang perlu diperhatikan adalah kemampuan awal matematika

siswa. Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang telah dimiliki siswa

sebelum mengikuti pelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal ini

menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan

disampaikan oleh guru. Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru

(36)

19

diketahui apakah siswa telah mempunyai pengetahuan yang merupakan prasyarat

untuk mengikuti pembelajaran. Setiap individu mempunyai kemampuan belajar

yang berbeda. Menurut Ruseffendi (1991) setiap siswa mempunyai kemampuan

yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada yang kurang pandai serta ada yang

biasa-biasa saja serta kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata

merupakan bawaan dari lahir (hereditas), tetapi juga dapat dipengaruhi oleh

lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya model

pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan

model pembelajaran harus dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa

yang heterogen. Kemampuan siswa dalam memahami pelajaran yang

berbeda-beda, dapat terlihat pada kelompok tinggi akan cenderung memiliki kemampuan

belajar yang baik dan kemampuan siswa pada kelompok rendah akan cenderung

memiliki kemampuan belajar yang rendah. Dengan mengetahui hal tersebut, guru

akan dapat merancang pembelajaran dengan lebih baik. Kemampuan awal siswa

dapat diukur melalui tes awal. Tes awal diberikan kepada siswa untuk mengetahui

kemampuan awal siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya.

Dari uraian yang dipaparkan di latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini

penting untuk diteliti dan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang

berjudul “ Perbedaan Kemampuan Penalaran dan Sikap Antara Siswa Yang

Diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Model Discovery

(37)

20

I.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka

permasalahan di SMK Laksamana Martadinata yang dapat diidentifikasi, penting

untuk dikaji dan diteliti dalam pembelajaran matematika, antara lain :

1. Hasil belajar matematika siswa yang masih rendah.

2. Kemampuan penalaran siswa dalam menarik kesimpulan dan berpikir logis

atas permasalahan matematika masih terbilang rendah.

3. Masih rendahnya sikapsiswa dalam belajar matematika.

4. Pendekatan pembelajaran yang dilakukan guru kurang melibatkan aktifitas

siswa sehingga siswa tidak mampu berinteraksi dengan baik.

5. Model pembelajaran berbasisis masalah (PBM) dan model discovery

learning yang belum digunakan oleh guru.

6. Proses jawaban yang diberikan siswa dalam menyelesaikan masalah masih

bervariasi, belum mengikuti langkah – langkah penyelesaian yang baik.

1.3 Pembatasan Masalah

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, keterkaitan

dengan tinggi rendahnya kemampuan penalaran serta model pembelajaran yang

dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan kemampuan penyelesaian

masalah siswa, keterbatasan waktu, dan kemampuan peneliti, sehingga harus ada

batasan masalah dalam penelitian ini. Berbagai masalah yang teridentifikasi di

atas merupakan masalah yang cukup luas dan kompleks serta cakupan materi

matematika yang sangat banyak. Agar penelitian ini lebih terarah maka masalah

(38)

21

1. Kemampuan penalaran siswa yaitu penalaran logis.

2. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan model

pembelajaran discovery learning.

3. Sikapsiswa dalam belajar matematika.

4. Proses mengidentifikasi masalah-masalah siswa dalam menjawab soal.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka masalah utama

dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya peningkatan kemampuan penalaran

siswa dalam pembelajaran matematika di SMK Laksamana Martadinata melalui

pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dan pembelajaran Discovery

Learning . Rumusan masalah dapat di bahas dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Apakah terdapat perbedaan terhadap kemampuan penalaran logis

matematis antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah

dengan siswa yang diberi model discovery learning ?

2. Apakah terdapat perbedaan terhadap sikap antara siswa yang diberi model

pembelajaran berbasis masalahdengan model discovery learning ?

3. Bagaimana sikap siswa dalam belajar, pada masing-masing proses

pembelajaran ?

4. Bagaimana proses mengidentifikasi masalah-masalah siswa dalam

menyelesaikan masalah terkait dengan kemampuan penalaran logis siswa

(39)

22

1.5Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan yang terdapat

pada rumusan masalah. Secara operasional tujuan penelitian ini untuk mengetahui

gambaran secara empiris tentang:

1. Untuk menganalisis perbedaan terhadap kemampuan penalaran logis

matematis antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah

dengan siswa yang diberi model discovery learning .

2. Untuk menganalisis perbedaan terhadap sikap antara siswa yang diberi

model pembelajaran berbasis masalahdengan model discovery learning .

3. Untuk menganalisis sikap siswa dalam belajar, pada masing-masing proses

pembelajaran .

4. Untuk menganalisis proses identifikasi masalah-maslah siswa dalam

menyelesaikan masalah terkait dengan kemampuan penalaran logis siswa

pada masing-masing pembelajaran.

1.6Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat dilaksanakannya penelitian ini, yaitu:

1. Untuk siswa, penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa variasi

pembelajaran matematika yang baru yang dapat memberikan kesempatan

kepada siswa untuk mengoptimalkan pemahaman dan potensi

penalarannya dalam menyelesaikan masalah matematika.

2. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi guru untuk

(40)

23

siswa meningkatkan kemampuan penalaran dan berpikir logis khususnya

dalam bidang matematika.

3. Sedangkan bagi pengelolah sekolah, berguna untuk memperoleh alternatif

penanggulangan masalah sebagai upaya dalam perbaikan mutu kegiatan

belajar mengajar matematika

4. Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini selain meningkatkan kualitas

proses dan hasil belajar siswa, juga memberikan rekomendasi tentang

tindakan yang dapat diterapkan guru untuk meningkatkan kualitas proses

dan hasil belajar siswa di sekolah menengah kejuruan Bagi perkembangan

ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti empiris yang

dapat mendukung kajian secara teoritis bahwa pendekatan pembelajaaaran

yang bervariasi dapat meningkatkan penalaran matematika siswa.

1.7 Definisi Operasional.

Untuk menggambarkan secara lebih operasional variabel dalam penelitian

ini, berikut dikemukakan definisi operasional masing-masing variabel tersebut.

a. Pembelajaran berbasis masalah (PBM)

Pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah suatu pola pembelajaran

dengan mengajukan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari mengacu kepada

langkah-langkah pokok yaitu; orientasi siswa pada masalah, mengorganisir siswa

untuk belajar, membimbing penyelidikan individual ataupun kelompok,

mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi

(41)

24

b. Pembelajaran Discovery Learning

Pembelajaran discovery learning adalah proses pembelajaran penemuan,

proses pembelajaran yang ditemukan sendiri oleh siswa, dengan langkah-langkah;

stimulasi, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian,

generalisasi.

c. Kemampuan penalaran

Kemampuan penalaran adalah tingkat berpikir siswa dalam menggunakan

aturan, sifat-sifat dan logika matematika yang diukur dan dievaluasi berdasarkan

komponen kemampuan cara berpikir untuk mencari kebenaran berdasarkan fakta

analogi, generalisasi, kondisional dan silogisme sesuai dengan informasi yang

diberikan.

d. Proses penyelesaian masalah

Proses penyelesaian masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

proses jawaban, yaitu proses yang dapat dilakukan pada setiap langkah

penyelesaian masalah yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian,

melaksanakan rencana, memeriksa proses dan hasil, juga variasi dari jawaban

siswa yang sistematis yang terkait dengan kemampuan penaralan matematis

siswa.

e. Kemampuan awal matematika

Kemampuan awal matematika adalah klasifikasi hasil belajar yang

diperoleh siswa dalam kelas yang dibentuk berdasarkan nilai yang diperoleh siswa

(42)

25

kemampuan awal siswa tinggi, sedang dan kelompok kemampuan awal siswa

rendah.

f. Sikap siswa.

Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan

kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai

ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap

dapat dibentuk, sehingga terjadi perubahan perilaku atau tindakan yang

diharapkan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai sikap peserta

(43)

173 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran

berbasis masalah dan pembelajaran discovery dilakukan dengan menekankan pada

kemampuan penalaran logis matematika maka peneliti memperoleh kesimpulan

sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil uji perbedaan dua rata-rata skor postes perindikator

diperoleh data sebagai berikut:

a. Nilai signifikansi kemampuan analogi soal pertama menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan kemampuan aspek analogi siswa yang mengikuti

pembelajaran matematika melalui pembelajaran berbasis masalah

dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran discovery

learning dengan masing masing rata rata untuk eksperimen I 2,69 dan

eksperimen II 2,19.

b. Nilai signifikansi kemampuan analogi soal kedua menunjukkan bahwa

tidak terdapat perbedaan kemampuan aspek analogi siswa yang mengikuti

pembelajaran matematika melalui pembelajaran berbasis masalah

dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran discovery

learning dengan masing masing rata rata untuk eksperimen I 2,13 dan

eksperimen II 2,10.

c. Nilai signifikansi kemampuan generalisasi menunjukkan bahwa terdapat

(44)

174

pembelajaran matematika melalui pembelajaran berbaasis masalah

dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran discovery

learnig dengan masing masing rata rata untuk eksperimen I 2,00 dan

eksperimen II 1,85.

d. Nilai signifikansi kemampuan kondisional menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan kemampuan aspek kondisional siswa yang mengikuti

pembelajaran matematika melalui pembelajaran berbaasis masalah

dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran discovery

learning dengan masing masing rata rata untuk eksperimen I 1,65 dan

eksperimen II 1,44.

e. Nilai signifikansi kemampuan silogismeme nunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan kemampuan aspek silogisme siswa yang mengikuti

pembelajaran matematika melalui pembelajaran berbasis masalah

dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran discovery

learnig dengan masing masing rata rata untuk eksperimen I 1,79 dan

eksperimen II 1,54.

Sehingga dapat disimpulkan Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap

kemampuan penalaran logis matematis antara siswa yang diberi model

pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi model discovery

learning dengan F= 4,04 dan F tabel F1,1:n2 = F(0,95, 1,94) = 3,96 sehingga

F* > Ftabel.

2. Berdasarkan hasil analisis Mann Withney untuk nilai sig < 0,05 dengan sig =

(45)

175

perbedaan yang signifikan terhadap sikap antara siswa yang diberi model

pembelajaran berbasis masalahdengan model discovery learning.

3. Jika siswa memperoleh skor 40 - 69 maka sikap siswa kurang, 70 - 99 maka

sikap siswa cukup, 100 - 129 maka sikap siswa baik, dan jika memperoleh

skor 130 - 169 maka sikap siswa sangat baik. Dari hasil perhitungan angket

siswa diperoleh skor antara 100 – 129 yang berarti sikap siswa baik

4. Terdapat perbedaan mengidentifikasii masalah-masalah siswa dalam

menjawab soal yang mengikuti pembelajaran matematika melalui

pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan siswa yang

menggunakan pembelajaran discovery learning. Misalnya : 1) Kesalahan

dalam memahami soal; 2) Siswa tidak memahami konsep; 3) Siswa tidak

memahami prosedur penyelesaian soal; 4) Permasalahan dalam Soal terlalu

panjang sehingga siswa malas untuk membaca soal; 5) Siswa tidak dapat

mengambil kesimpulan dalam penyelesaian soal. Dan model pendekatan ini

dapat menimbulkan keinginan siswa untuk belajar bersama-sama, keinginan

siswa untuk membuat rangkuman sendiri, memunculkan rasa disiplin dalam

belajar, berani untuk bertanya, jujur dalam ujian.

5.2 SARAN

Penelitian tentang analisis perbedaan kemampuan penalaran logis siswa

adalah merupakan upaya guru dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

Berdasarkan hasil penelitian ini, pembelajaran matematika dengan pembelajaran

berbasis masalah dapat diterapkan pada kegiatan pembelajaran matematika.

(46)

176

1. Bagi Guru Matematika

 Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan pembelajaran berbasis masalah

dapat dijadikan sebagai salah satu alternative untuk meningkatkan

kemampuan penalaran logis matematika khususnya pada spek indicator

generalisasi dan kondisional, dalam mengajarkan materi peluang.

 Perangkat pembelajaran berupa RPP, LAS siswa yang di desain dengan

model pembelajaran berbasis masalah dan model discovery learning dapat

dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat

pembelajaran matematika pada pokok bahasan yang lain.

 Dari penelitian yang dilakukan pembelajaran berbaasis masalah berupaya

menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan bagi siswa dengan

memperhatikan kondisi lingkungan sekolah, memberi kesempatan pada

siswa untuk mengungkapkan gagasannya dalam bahasa dan cara mereka

sendiri, berani beragumentasi sehingga siswa akan lebih percaya diri dan

kreatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

2. Kepada Lembaga Terkait

 Perlu adanya sosialisasi dalam memperkenalkan pembelajaran berbasis

masalah kepada guru dan siswa sehingga kemampuan yang dimiliki siswa

khususnya kemampuan penalaran logis dapat ditingkatkan.

 Hasil penelitian pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan

kemampuan siswa khususnya kemampuan penalaran logis khususnya pada

aspek generalisasi dan kondisional, pokok bahasan peluang sehingga dapat

(47)

177

pembelajaran yang efektif untuk mata pelajaran lain dengan

memperhatikan alokasi waktu, materi, kondisi kelas dan sekolah.

3. Kepada Peneliti Lanjutan

 Hasil penelitian mengungkapkan adanya perbedaan kemampuan penalaran

logis, dimana siswa yang memperoleh pembelajaran dengan mnggunakan

pembelajaran berbaasis masalah lebih baik dari siswa yang memperoleh

pembelajaran discovery.

 Dapat pula dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran berbasis

masalah dengan membuat rancangan dan desain pembelajaran yang lebih

baik guna melihat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran

matematika siswa.

 Rancanglah perangkat pembelajaran seperti rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) dan lembar aktifitas siswa (LAS) dengan baik dan

efektif, sesuaikan indikator kemampuan dan alokasi waktu yang akan

(48)

178 DAFTAR PUSTAKA

A Kan Mu and M . olubusuyi 2004 . “Discovery Learning Strategy and Senior

School Students Performance in Mathematics “. Department of Seience Education, Faculty of Education, University of Ilorin, Nigeria.

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Renika Cipta.

, 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta.

Asmin, & Mansyur, A. 2014. Pengukuran Dan Penilaian Hasil Belajar. Medan: Larispa Indonesia.

Arsefa, D. 2014. Kemampuan penalaran matematika siswa dalam pembelajaran penemuan terbimbing. Paradikma Volume 1 .Bandung : Pascasarjana Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

Budhiningsih, A . 2005. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Rineka Cipta.

Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

, 2006. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Djamarah, S.B, & Zain, A. (2013). Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas, 2006. Permendiknas Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2013. Permendiknas No.104 Tahun 2013. Jakarta: Depdiknas.

, 2013. Permendiknas No.54 Tahun 2013. Jakarta: Depdiknas.

, 2013. Permendiknas No.79 Tahun 2013. Jakarta: Depdiknas

Dwirahayu, G. 2005. Pengaruh Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Pendekatan Analogi Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : Program Pascasarjana UPI.

(49)

179

Hasanah, A. 2004. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Yang Menekankan Pada Representasi Matematik. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.

Hasan , dkk 1998. Tata Bahasa Baku. Jakarta : Balai Pustaka.

Hosnan, M 2013. Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajarn Abad 21. Bogor : Ghalia Indonesia.

Irfan, 2012. Peningkatan Kemampuan Penalaran Dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa kelas XII IPA SMA Laksamana Martadinata Melalui Pendekatan Kontekstual. Tesis Tidak Diterbitkan. Medan : PPs UNIMED.

Ima, S.R 2014. Perbedaan Kemampuan Penalaran Logis Siswa Pada Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Pembelajaran Ekspositori Di SMP Negeri 2 Tanjung Pura. Tesis Tidak Diterbitkan. Medan : PPs UNIMED.

Jamilah, dkk. 2013. Eksperimen Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Dengan Metode Discovery Learning Pada Materi Pokok Bentuk Aljabar Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi Matematis. Pontianak : Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP PGRI Pontianak.

Lwin, M. 2008. Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. Jakarta: PT. Indeks.

National Council Of Theachers Of Mathematics 2000.Principles And Standards For School Mathematics. The United State Of America.

Ruseffendi, E.T. 1988. Pengantar kepada Guru: Membantu Mengembangkan Potensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Rusman, 2012. Moodel-model Pembelajaran Pengembangan Profesionalisme Guru. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sagala, S. 2003. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan.

Gambar

tabel berikut :
gambaran secara empiris tentang:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis statistik kelangsungan hidup ikan nila selama 30 hari perlakuan pakan (Lampiran 2) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P&gt;0,05) antara

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ada konsep-konsep yang berpotensi terjadi miskonsepsi dalam buku ajar Fisika tersebut (Fisika 1 SMA

1) Tahap pertama persiapan, yang meliputi: a) dalam segi materi pembelajaran CIRC dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran kelompok, b) menetapkan siswa dalam

Hasil penelitian menunjukkan korelasi yang signifikan antara serum GP73 dengan derajat fibrosis hati pada hepatitis B dan C.

Dilihat dari ada atau tidak adanya kendala, maka pemrograman geometrik dapat dibedakan menjadi pemrograman geometrik takberkendala, dan pemrograman geometrik berkendala.

Uji coba ketiga cara pengeritingan serat yaitu proses kering, proses basah, dan pemanasan oleh uap air mendidih dengan variasi suhu pengeringan serta penambahan jumlah karet

Berdasarkan studi yang dilakukan pada 6 jalur hijau jalan Kotamadya Jakarta Timur diperoleh data jumlah pohon sebanyak 6803 pohon dengan 32 jenis pohon. Kondisi seluruh pohon

Tidak memiliki tanggungan pinjaman alat dan/atau tagihan analisa di laboratorium-laboratorium di Jurusan Teknik Geologi FT UGM8. Do not have any indebtedness of laboratory