PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN SIKAP ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
DENGAN MODEL DISCOVERY LEARNING DI SMK SWASTA LAKSAMANA MARTADINATA MEDAN
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH:
L I L I S
NIM: 8146172038
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i
ABSTRAK
LILIS, Perbedaan Kemampuan Penalaran dan Sikap Antara Siswa yang Diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Model Discovery Learning Di SMK Swasta Laksaman Martadinata Medan.
Kata Kunci:Pembelajaran Berbasis Masalah, Discovery Learning, Kemampuan Penalaran dan Sikap.
Tujuan dari penelitian ini untuk menelaah: (1) Perbedaan kemampuan penalaran matematik siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah, lebih baik daripada siswa yang memperoleh discovery learning, (2) Perbedaan sikap belajar siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh discovery learning, (3) Kadar aktivitas aktif siswa selama proses pembelajaran berbasis masalah, (4) Pola ragam jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah pada pembelajaran berbasis masalah dan discovery learning.
Penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Laksamana Martadinata. Secara acak, dipilih satu sekolah sebagai subyek penelitian, yaitu XI SMK Laksamana Martadinata sebanayak dua kelas dari empat kelas. Kelas eksperimen 1 diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah dan kelas eksperimen 2 diberi perlakuan discovery learning. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan penalaran matematik, angket sikap belajar siswa dan lembar observasi. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, serta koefisien reliabilitas sebesar 0,740 dan 0,879 berturut-turut untuk kemampuan penalaran matematika dan angket sikap belajar siswa.
Analisis data kemampuan penalaran matematik dilakukan dengan analisis kovarians (ANAKOVA), Angket sikap belajar siswa dengan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan hasil kemampuan penalaran matematik antara siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi discovery learning. Hal ini terlihat dari hasil anakova untuk Fhitung =4,11 lebih besar Ftabel 3,96 (2) Terdapat Perbedaan sikap belajar
siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi discovery learning. Hal ini terlihat dari nilai Asymp Sig. (3) Kadar Aktivitas aktif siswa telah memenuhi waktu persentase ideal yang ditetapkan (4) Proses Penyelesaian jawaban siswa yang dikenakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan discovery learning.
ii
ABSTRACT
LILIS, Differences in mathematical reasoning ability and Attitude to learn Students With Problem Based Learning and Discovery learning in SMK Laksamana Martadinata Medan.
Keywords: Problem Based Learning, Discovery Learning, Reasoning, and Attitude to learn Students.
The aim of this study was to examine: (1) Differences in the ability of solving mathematical students who received problem-based learning, better than students who received discovery learning, (2) The difference in learning attitude of students who received problem-based learning is better than students who acquire discovery learning, (3) active activity levels of students during the process of problem-based learning, (4) Pattern diverse responses of the students in solving problems on problem-based learning and hands-on learning.
This research is a semi-experimental. The study population was a class XI student of SMK in Laksamana Martadinata. Randomly selected one school as research subjects, namely XI SMK Laksamana Martadinata sebanayak two classes of four grade. 1 untreated experimental class of problem based learning and classroom learning experiment 2 were treated discovery learning.Instrumen used consisted of: mathematical reasoning ability test, students' learning attitude questionnaire and observation sheet. The instrument has been declared eligible content validity, and reliability coefficient of 0,740 and 0,879 respectively for mathematical reasoning skills and student learning attitude questionnaire.
Data analysis was performed mathematical reasoning ability by analysis of covariance (Anacova), Questionnaire student attitude by Mann-Whitney test. The results showed that (1) There are differences in the results of mathematical reasoning abilities among the students who were given a problem-based learning with the students who were given discovery learning. This is evident from the results Anacova for greater Fhitung = 4,11 lebih besar Ftabel 3,96 (2) There is a
difference in students' attitude is given a problem-based learning with the students who were given discovery learning. (3) active activity levels of students have met the ideal percentage specified time (4) Completion Process imposed students answer problem-based learning is better than direct.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil ’Alamin hanya bagi Allah SWT sebagai Rabb
semesta alam atas segala rahmat dan karunia yang dicurahkan kepada penulis
sehingga tesis ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu dan rencana yang
diharapkan. Shalawat berangkai salam kepada baginda Rasullah SAW. Sebagai
Uswatun Hasanah bagi seluruh umat di dunia. Semoga kita termasuk umat yang
senantiasa mengamalkan sunnah-sunnah beliau.
Tesis yang berjudul ”Perbedaan Kemampuan Penalaran dan Sikap Antara Siswa yang Diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Model Discovery Learning di SMK Swasta Laksamana Martadinata Medan”
dapat terselesaikan dengan baik. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan
Matematika di Universitas Negeri Medan.
Dalam proses penyusunan Tesis ini, penyusun banyak mendapat bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak berupa materi, dukungan moril dan informasi.
Dalam kesempatan ini penyusun tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Asmin, M.Pd Selaku Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr.
Edy Surya, M.Si Selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan
bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd sebagai narasumber I, Bapak Prof.
Dr. Pargaulan Siagian, M.Pd sebagai narasumber II dan Ibu Dr. Ani
Minarni M.Pd sebagai narasumber III yang telah memberikan masukan
dan sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan
penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.
3. Ibu Nurhasanah Siregar, M.Pd, Bapak Drs. Safari, M.Pd, Ibu Dra. Lucy
K Basar, M.Si, M.Pd, Siswadi, M.Pd dan Irfan Harahap, M.Pd sebagai
validator sehingga menyempurnakan instrumen tesis ini.
4. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd sebagai Ketua Program Studi
iv
Hasratuddin, M.Pd selaku Sekertaris Program Studi Pendidikan
Matematika Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang,
M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana
UNIMED.
5. Direktur Program Pascasarjana UNIMED, Asisten Direktur I Program
Pascasarjana UNIMED, Asisten Direktur II Program Pascasarjana
UNIMED dan para staf pegawai Program Pascasarjana UNIMED yang
telah memberikan kesempatan serta bantuan administrasi selama
pendidikan di Universitas Negeri Medan.
6. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang
sangat berharga bagi pengembangan wawasan keilmuan selama
mengikuti studi dan penulisan tesis.
7. Ibu Muzadalinar, BA, Ibu Ir.Syawalina Fitri Sinaga, M.Pd, serta Bapak
Dr. Ir. H. Suditama M.T, berturut-turut selaku Ibu Yayasan, Ibu Kepala
Sekolah SMK, Bapak Kepala sekolah SMA, Yayasan Perguruan
Laksamana Martadinata Medan, yang telah memberikan izin dan
kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin,
termasuk dalam pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah, serta
guru-guru dan staf administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam
melakukan penelitian ini.
8. Kepada Suami Tercinta yaitu, Bapak H. Agus Mulyadi, yang telah
memberi dukungan moril dan materil kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Pendidikan Matematika Program Pascasarjana di
UNIMED. Serta Anak-anakku tersayang Susi, Darma, Irma, Maya,
Nailah dan teristimewa Anakku Aisy Zafran Mulyadi.
9. Teristimewa kepada Almarhum Ayahanda tercinta Suryadi, Ibunda
tercinta Marlya, serta adik-adik tersayang Sri Anita, Fitri Yani dan
Mhd.Irsyad yang selalu mendo’akan, memberikan motivasi, moril dan
materil kepada penulis setiap saat sehingga tesis ini terselesaikan dengan
v
10.Serta Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih M.Pd beserta Keluarga, dan
Sahabat-sahabatku di B-1 2014 Pendidikan Matematika PPs UNIMED
khususnya Adik-adikku Nailul Hilmi Hasibuan Efridayani Hutasuhut dan
Ruminda Hutagalung, Nova ariani. Lia Agusria Siregar, dan semua pihak
yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan
menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta
Saudara/i, kiranya semua selalu dalam lindungan-Nya. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun tutur
bahasanya. Oleh sebab itu, melalui kesempatan ini penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Untuk itu dengan
segala kerendahan hati, penulis memohon maaf atas keterbatasan yang ada.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
untuk mewujudkan keberhasilan di dalam dunia pendidikan khususnya
matematika. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Mei 2016
Penulis
Lilis
vi
2.1Belajar dan Pembelajaran Matematika... 26
2.1.1 Belajar Matematika ... 26
2.3 Pengertian Model Pembelajaran ... 37
2.4 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ... 39
2.4.1 Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah ... 40
2.4.2 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah ... 43
2.4.3 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah 45 2.5. Pembelajaran Discovery Learning ... 46
2.5.1 Tujuan Pembelajaran Discovery Learning ... 48
2.5.2 Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning ... 48
2.5.3 Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Discovery Learning 49 2.5.3.1 Kelebihan Discovery Learning ... 49
2.5.3.2 Kelemahan Discovery Learning ... 51
2.5.3.3 Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning di Kelas 51
2.5.3.4 Prosedur Aplikasi Discovery Learning ... 52
2.6 Kemampuan awal matematika ... 55
vii
2.8 Proses Jawaban Siswa ... 61
2.9 Validitas... 63
2.10 Teori Belajar yang Relevan ... 67
2.10.1 Penelitian yang Relevan ... 73
2.11 Kerangka Konseptual dan Hipotesis... 76
2.11.1 Kerangka Konseptual... 76
3.5.2 Tes Kemampuan Penalaran Logis ... 90
3.5.3 Lembar Penilaian Sikap ... 93
3.5.4. Uji Coba Instrumen... 94
3.5.4.1 Validitas Ahli Terhadap Perangkat pembelajaran ... 94
3.5.4.2 Analisis Validitas Tes Kemampuan Penalaran Logis ... 96
ix
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan... 173 5.2 Saran... 175
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Kompetensi Lulusan SMA/MA/MAK/SMALB/Paket C ... 3
Tabel 1.2 Hasil Try Out Matematika SMK Laksamana Martadinata ... 5
Tabel 1.3 Penilaian Sikap ... 15
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 44
Tabel 2.2 Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning ... 55
Tabel 2.3 Sikap Spiritual dan Sikap Sosial ... 58
Tabel 2.4 Penilaian Sikap ... 59
Tabel 3.1 Data Siswa SMK Laksamana Martadinata ... 84
Tabel 3.2 Desain Penelitian... 86
Tabel 3.3 Tabel Weiner Tentang Keterkaitan Antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol ... 87
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Penalaran Logis ... 91
Tabel 3.5 Kriteria Penskoran Hasil Tes Penalaran... 92
Tabel 3.6 Kriteria Penilaian Sikap Siswa ... 94
Tabel 3.7 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran... 95
Tabel 3.8 Hasil Validasi Tes Kemampuan Penalaran Logis Matematik ... 96
Tabel 3.9 Hasil Validitas Tes Kemampuan Penalaran Logis Matematika... 98
Tabel 3.10 Hasil Analisis Daya Beda Butir Soal Kemampuan Penalaran Logis Matematik ... 99
Tabel 3.11 Hasil Analisis Indeks Kesukaran Butir Soal Kemampuan Penalaran Logis Matematik ... 100
Tabel 3.12 Rancangan Analisis Data untuk ANACOVA ... 103
Tabel 3.13 Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Alat Uji dan Uji Statistik ... 115
Tabel 4.1 Data Hasil Pretes Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 120
Tabel 4.2 Data Hasil Postes Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 121
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II ... 124
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Postes Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II ... 124
Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II... 126
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Varians Postes Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II... 126
Tabel 4.7 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen I ... 127
Tabel 4.8 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen I (SPSS 21) ... 128
Tabel 4.9 Koefisien Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Penalaran Matematik Kelas Eksperimen I ... 128
xi
Tabel 4.11 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Penalaran
Matematik Kelas Eksperimen II... 131 Tabel 4.12 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Penalaran
Matematik Kelas Eksperimen II (SPSS 21) ... 131 Tabel 4.13 Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Penalaran Kelas Eksperimen II ... 133 Tabel 4.14 Analisis Varians Untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen II ... 133 Tabel 4.15 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Penalaran Matematik ... 135 Tabel 4.16 Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Penalaran (SPSS 21) ... 135 Tabel 4.17 Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regersi
Kemampuan Penalaran ... 136 Tabel 4.18 Analisis Kovarians Kemampuan Penalaran Untuk Kesejajaran
Model Regresi ... 137 Tabel 4.19 Analisis Kovarians Untuk Rancangan Lengkap Kemampuan Penalaran138 Tabel 4.20 Analisis Kovarians Untuk Rancangan Lengkap Kemampuan
Penalaran Matematik (SPSS 21) ... 139 Tabel 4.21 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan
Penalaran Matematika Pada Taraf Signifikan 5% ... 140 Tabel 4.22 Sikap Siswa Terhadap Tujuan dan Isi Mata Pelajaran Matematika .... 141 Tabel 4.23 Sikap Terhadap Cara Mempelajari Mata Pelajaran Matematika ... 142 Tabel 4.24 Sikap Siswa Terhadap Guru yang Mengajar Matematika ... 143 Tabel 4.25 Sikap Siswa Terhadap Upaya Memperdalam Mata Pelajaran
Matematika ... 143 Tabel 4.26 Sikap Siswa Terhadap Tujuan dan Isi Mata Pelajaran Matematika .... 144 Tabel 4.27 Sikap Terhadap Cara Mempelajari Mata Pelajaran Matematika ... 145 Tabel 4.28 Sikap Siswa Terhadap Guru Yang Mengajar Matematika... 146 Tabel 4.29 Sikap Siswa Terhadap Upaya Memperdalam Mata Pelajaran
Matematika ... 146 Tabel 4.30 Perbandingan Rata-rata Nilai Tes Penalaran Logis ... 159 Tabel 4.31 Data Postest Kemampuan Penalaran Logis Matematika Kelas
Eksperimen I (SPSS 21) ... 159 Tabel 4.32 Data Tes Akhir Kemampuan Penalaran Logis Matematika Kelas
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Jawaban Siswa ... 11
Gambar 1.2 Jawaban Siswa ... 13
Gambar 2.1 Kegiatan Penalaran Induktif ... 34
Gambar 2.2 Kegiatan Penalaran Deduktif ... 36
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian... 118
Gambar 4.1 Skor Rata-rata Pretes Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II .. 120
Gambar 4.2 Skor Rata-rata Postes Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II . 121 Gambar 4.3 Grafik Linieritas Pretest dengan Postest Kemampuan Penalaran Matematik Siswa (SPSS 21) ... 130
Gambar 4.4 Grafik Linieritas Pretest dengan Postest Kemampuan Penalaran Eksperimen II (SPSS 21) ... 134
Gambar 4.5 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 1 Kelas Eksperimen I ... 149
Gambar 4.6 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 1 Kelas Eksperimen II ... 150
Gambar 4.7 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 2 Kelas Eksperimen I ... 151
Gambar 4.8 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 2 Kelas Eksperimen II ... 151
Gambar 4.9 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 3 Kelas Eksperimen I... 153
Gambar 4.10 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 3 Kelas Eksperimen II... 153
Gamabar 4.11 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 4 Kelas Eksperimen I ... 155
Gambar 4.12 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 4 Kelas Eksperimen II ... 156
Gambar 4.13 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 5 Kelas Eksperimen I ... 158
Gambar 4.14 Proses Penyelesaian Postest Penalaran Logis Butir Soal 5 Kelas Eksperimen II ... 158 Gambar 4.15 Perbandingan Hasil Tes Akhir Kemampuan Penalaran Logis
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Pemahaman matematis merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip
pembelajaran matematika. Siswa dalam belajar matematika harus disertai dengan
penalaran yang baik, hal ini merupakan visi dari belajar matematika. Selain
pemahaman matematis yang menjadi fokus dari pembelajaran matematika,
kemampuan penalaran atau berpikir logis juga harus mendapat perhatian.
Penalaran atau berfikir logis tidak dapat dipisahkan dengan matematika,
mengingat materi matematika di pahami melalui penalaran atau berfikir logis. Hal
ini akan memberikan pengaruh terhadap kegiatan pembelajaran matematika
sehingga aspek pemahaman dan penalaran menjadi tujuan yang harus dicapai.
Bekaitan dengan hal tersebut diatas maka salah satu tujuan prioritas dalam
pembelajaran matematika adalah pengembangan kemampuan penalaran logis
yang di miliki oleh siswa. Penalaran logis merupakan salah satu aspek penilaian
yang dilakukan oleh guru pada mata pelajaran matematika.
Mata pelajaran matematika di Indonesia sesuai ketetapan pemerintah
melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang terdapat dalam
peraturan Mentri pendidikan nasional nomor 20 tahun 2006 tentang standart isi,
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut; (1) Memahami
konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan
masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
2
gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Sedangkan menurut PERMENDIKBUD (2013) belajar matematika harus
mempunyai ketuntasan Kompetensi Inti (KI) dan ketuntasan juga dalam
Kompetensi Dasar (KD). Untuk ketuntasan Kompetensi Dasar (KD) tergantung
dari indikator pencapaiaan kelulusan yang ingin di capai sesuai dengan standart
kelulusanya (SKL) dan batas minimum Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM),
sedangkan untuk ketuntasan Kompetensi Inti (KI) mencakup beberapa hal yaitu
KI-1 dan KI-2 mengenai ketuntasan sikap peserta didik, KI-3 mengenai
ketuntasan pengetahuan peserta didik, dan KI-4 mengenai ketuntasan
keterampilan peserta didik. Adapun isi dari ketuntasan Kompetensi Inti (KI)
tersebut adalah terdiri dari :
KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI2: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Menurut PERMENDIKBUD Nomor 54 tahun 2013, tentang Kompetens
Lulusan Pendidikan dasar dan Menengah, Standart Kelulusan adalah kriteria
mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Kompetensi lulusan SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/Paket C
memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut :
Tabel 1.1 Kompetensi Lulusan SMA/MA/MAK/SMALB/Paket C
Dimensi Kualifikasi Kemampuan
Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang yang beriman, berakhak mulia, berilmu, percaya diri dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosudural dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradapan terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian.
Keterampilan Memiliki kemampuan dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.
Sumber (Permendikbud 54)
Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika di atas siswa dituntut
4
matematika digunakan siswa untuk memahami pengetahuan dan memecahkan
masalah yang dihadapi. Dengan mempelajari materi matematika diharapkan siswa
akan dapat menguasai seperangkat kompetensi yang telah ditetapkan. Menurut
Ruseffendi (1991) bahwa “matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia
yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran”. Implikasi dari hal ini
adalah bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang
potensial untuk diajarkan di seluruh jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar,
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, kritis dan
sistematis serta kemampuan bekerja sama sehingga tercipta kualitas sumber daya
manusia yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini gurulah
yang berperan memberikan pembelajaran yang tepat kepada siswa agar dapat
belajar matematika dengan baik untuk meningkatkan kemampuan siswa. Namun
kenyataan yang dapat kita lihat sekarang bahwa siswa masih beranggapan
matematika itu sulit. Matematika juga memegang kunci penting dalam setiap
aspek kehidupan. Hampir seluruh kegiatan manusia memerlukan dan
berhubungan erat dengan matematika, misalnya berhitung, berdagang, berbelanja,
dapat berkomunikasi melalui tulisan/gambar seperti membaca grafik, tabel dan
dapat membuat catatan-catatan dengan angka. Kenyataan yang dapat kita lihat
sekarang bahwa banyak siswa masih beranggapan matematika itu sulit. Dari ini
dapat dilihat bahwa untuk memajukan pendidikan di bidang matematika
pemerintah lebih menekankan pada ketercapaian kemampuan memahami konsep
5
Sumber BT/BS Gempita Operation Medan 12 April 2014
masalah, kemampuan mengkomunikasikan gagasan, dan kemampuan memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Rendahnya kemampuan siswa dalam matematika juga terlihat dari hasil
tes matematik yang diadakan oleh BT/BS Gempita Operation Medan, terhadap 94
siswa kelas XII jurusan AK (Akutansi) dan 138 siswa kelas XII jurusan PK
(Perkontoran) di sekolah SMK LAKSAMANA MARTADINATA dalam rangka
persiapan menghadapi ujian nasional, diperoleh hasil seperti yang disajikan pada
tabel berikut :
Tabel 1.2
Hasil try out matematika SMK Laksamana Martadinata
No Tanggal
Namun permasalahan sekarang yang selalu diperbincangkan adalah
rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan matematika
dan hasil belajar siswa. Hal tersebut dapat kita lihat dari rendahnya hasil belajar
matematika yang dicapai siswa dalam UN secara nasional. Hal ini ditandai dengan
rendahnya perolehan ketuntasan belajar siswa kelas XI SMK Swasta Laksamana
Martadinata Medan yang masih rendah yaitu 60 untuk rata-rata kelas, 60% untuk
daya serap, dan 60% untuk ketuntasan belajar. Dari data tersebut terlihat bahwa
6
kurikulum, yaitu 65 untuk rata-rata kelas, 65% untuk daya serap dan 75% untuk
ketuntasan belajar, (sumber: nilai ujian UN matematika siswa tahun pelajaran
2014/2015).
Salah satu penyebab kesulitan belajar siswa adalah kurangnya pemahaman
siswa terhadap materi yang akan dipelajari. Hal tersebut disebabkan pembelajaran
matematika yang dilakukan di sekolah kurang memberi motivasi kepada siswa
untuk terlibat langsung dalam pembentukan pengetahuan matematika mereka.
Guru hanya sekedar penyampai pesan pengetahuan, sementara siswa cenderung
sebagai penerima pengetahuan semata dengan cara mencatat, mendengarkan dan
menghapal apa yang telah disampaikan oleh gurunya, dan pola pembelajaran lebih
banyak didominasi guru. Proses pembelajaran hanya menekankan pada belajar
menghafal dan pencapaian target kurikulum dari pada pengembangan kemampuan
belajar siswa. Dahar (2011) mengatakan “bila tidak ada usaha yang dilakukan
untuk mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep relevan yang
sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan”. Belajar
menghafal tidak terlalu banyak menuntut aktivitas berpikir anak dan anak akan
cenderung mencari gampangnya saja dalam belajar.
Menurut Surya (2008) mengatakan kesulitan yang dialami siswa dalam
belajar matematika dan rendahnya hasil belajar yang diperoleh dapat disebabkan
karena metode penyampaiannya tidak sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Pemilihan pendekatan pembelajaran menjadi sangat penting untuk
7
mengakomodasi semua kemampuan matematika siswa yang heterogen sehingga
dapat memaksimalkan kemampuan matematika siswa.
Pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru adalah
pembelajaran biasa yaitu ceramah, tanya jawab, pemberian tugas. Guru hanya
memilih cara yang paling mudah dan praktis bagi dirinya, bukan memilih cara
bagaimana membuat siswa belajar, sehingga siswa kurang menggunakan
kemampuannya dalam menyelesaikan masalah. Djamarah dan Zain (2013)
menjelaskan bahwa gagalnya seorang guru mencapai tujuan pengajaran sejalan
dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu
adalah prestasi belajar siswa rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran
yang ditentukan. Menurut Hamalik (2001) bahwa “tanggung jawab guru yang
terpenting ialah merencanakan dan menuntut murid-murid melakukan
kegiatan-kegiatan belajar guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
diinginkan”. Gagasan lain juga dijelaskan oleh Slavin (2008) bahwa guru mestinya
selalu melakukan segala sesuatu karena suatu alasan yang jelas namun dalam
praktiknya, sulit memastikan bahwa semua siswa dilibatkan dalam kegiatan yang
membuahkan hasil pembelajaran yang penting. Dan Hal ini didukung dengan
pembelajaran matematika di Indonesia selama ini adalah pembelajaran yang
berpusat pada guru. Guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan metode
ceramah sementara siswa mencatatnya dibuku catatan dan siswa dianggap berhasil
dalam belajar apabila mampu mengingat banyak fakta, dan mampu
menyampaikan kembali fakta tersebut kepada orang lain, atau menggunakannya
8
sehingga keterlibatan siswa selama pembelajaran kurang aktif. Padahal yang
diinginkan adalah manusia Indonesia yang mandiri, mampu untuk memunculkan
gagasan dan ide yang kreatif serta mampu menghadapi tantangan atau
permasalahan yang sedang dan akan dihadapi.
Trianto (2011), Pendidikan abad ke-21 (Commission on Education for the
“21” Century) merekomendasikan empat strategi dalam menyukseskan
pendidikan : Pertama, learning to learn, yaitu bagaimana pelajar mampu menggali
informasi yang ada di sekitarnya dari ledakan informasi itu sendiri; Kedua,
learning to be, yaitu pelajar diharapkan mampu untuk mengenali dirinya sendiri,
serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya; Ketiga, learning to do, yaitu
berupa tindakan atau aksi, untuk memunculkan ide yang berkaitan dengan
sainstek; dan Keempat, learning to be together, yaitu memuat bagaimana kita
hidup dalam masyarakat yang saling bergantung antara yang satu dengan yang
lain, sehingga mampu bersaing secara sehat dan bekerjasama serta mampu untuk
menghargai orang lain. Sejalan dengan itu, (NCTM: 2000) menyebutkan bahwa
apa yang siswa pelajari hampir seluruhnya tergantung pada pengalaman guru
mengajar di dalam kelas setiap harinya. Untuk mencapai pendidikan matematika
yang berkualitas tinggi para guru haruslah, memahami secara mendalam
matematika yang mereka ajarkan, memahami bagaimana siswa belajar
matematika termasuk di dalamnya mengetahui perkembangan matematika siswa
secara individual dan memilih tugas-tugas dan strategi yang akan meningkatkan
9
untuk berfikir, bertanya, menyelesaikan soal, dan mendiskusikan ide-ide, strategi,
dan penyelesaian siswanya".
Menurut Lwin (2008) “Kecerdasan matematis-logis adalah kemampuan
bilangan dan perhitungan, pola dan pemikiran logis dan ilmiah”. Kemampuan ini
bukan hanya dibutuhkan para siswa ketika mereka belajar matematika maupun
mata pelajaran lain, namun sangat dibutuhkan setiap manusia disaat memecahkan
masalah ataupun disaat menentukan keputusan. Pembelajaran matematika yang
diharapkan adalah munculnya berbagai kompetensi yang dapat dikuasai oleh
siswa, diantaranya adalah kemampuan penalaran yang merupakan kemampuan
yang sangat penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal. Salah
satu kemampuan matematika yang dituntut dalam pembelajaran adalah
kemampuan penalaran. Menurut Anderson (dalam Ima, 2014) bahwa penalaran
mengacu pada proses mental yang tercakup dalam pembuatan dan pengevaluasian
argument logis. Pengertian lain di jelaskan oleh Johnson-Laird (dalam Ima, 2014)
bahwa penalaran yang menghasilkan kesimpulan dari pikiran, kejelasan dan
ketegasan dan melibatkan penyelesaian masalah untuk menjelaskan mengapa
sesuatu terjadi dan apa yang akan terjadi. Matematika berarti ilmu pengetahuan
yang diperoleh dari bernalar dan merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran
yang logika dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Penalaran atau
kemampuan untuk berpikir melalui ide-ide yang logis merupakan dasar dari
matematika .Berdasarkan pendapat di atas matematika dan penalaran merupakan
dua hal yang saling berkaitan dan matematika merupakan ilmu yang mempunyai
10
kemampuan penalaran. Materi matematika dan penalaran merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran, dan
penalaran dipahami dan dilatih melalui belajar materi matematika. Dalam belajar
matematika, penalaran merupakan salah satu standar utama yang penting, artinya
bila kemampuan penalaran matematika siswa baik, maka siswa akan cenderung
mudah menyelesaikan permasalahan matematika, sebaliknya jika kemampuan
penalaran siswa rendah maka akan berpengaruh pada prestasi belajar. Melalui
penalaran Siswa diharapkan dapat melihat bahwa matematika merupakan kajian
yang masuk akal tanpa merasa tergantung pada cara-cara yang instan dalam
menyelesaikan persoalan matematika. Siswa dapat berpikir dan bernalar suatu
persoalan matematika apabila telah dapat memahami persoalan matematika
tersebut. Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat
dipahami, dipikirkan, dibuktikan dan dievaluasi. Kemampuan penalaran
menjadikan siswa dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya, di dalam dan
di luar sekolah.
Untuk mengukur kemampuan penalaran ada beberapa indikator yang harus
dicapai oleh siswa, seperti yang tertuang pada Peraturan Dirjen Dikdasmen
No.506/C/PP/2004 (dalam Depdiknas, 2004) tentang indikator-indikator
penalaran yang harus dicapai oleh siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran
antara lain adalah ; (1) Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara
lisan, tertulis, gambar dan diagram; (2) Kemampuan mengajukan dugaan; (3)
Kemampuan melakukan manipulasi matematika;(4) Kemampuan menyusun bukti,
11
kesimpulan dari pernyataan; (6) Memeriksa kesahihan suatu argumen; (7)
Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Menurut Arsefa (2014) ciri-ciri penalaran adalah;(1) adanya suatu pola fikir yang
disebut logika, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran
merupakan suatu proses berfikir logis, berfikir logis ini diartikan berfikir menurut
suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu ; (2) proses berfikirnya bersifat
analitik, dimana penalaran merupakan suatu kegiatan yang mengandalkan dalam
kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analitik tersebut adalah logika
penalaran yang bersangkutan. Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan penalaran
logis siswa sangat penting dalam pembelajaran matematika di sekolah.
Aplikasi penalaran dalam belajar matematika di kelas juga banyak
ditemukan. Sebagai contoh pertama : Dalam pemilihan colon ketua kelas dan
wakil ketua kelas, terdapat 5 orang calon siswa. Berapa banyaknya kemungkinan
pasangan ketua kelas dan wakil ketua kelas yang dapat terjadi ?
Gambar 1.1 Jawaban siswa
Namun banyak siswa yang salah menjawab dari soal penalaran di atas, siswa
12
dan hanya mengandalkan ingatannya untuk menjawab, sehingga kekeliruan terjadi
dalam menjawab soal tersebut. Soal tersebut dapat diselesaikan, jika siswa dapat
menggunakan kemampuan penalarannya untuk menemukan penyelesaian dari
soal tersebut dengan cara mengaitkan materi yang telah dipelajari, tapi tidak
seperti yang diharapkan. Hal tersebut menggambarkan kemampuan penalaran
siswa sangat rendah karena siswa tidak dapat menggunakan kemampuan
berpikirnya untuk menarik kesimpulan dari apa yang telah mereka pelajari.
Sebagai contoh kedua : Di warung penjual nasi goreng spesial, nadia
dapat memesan nasi goreng biasa dengan dua macam campuran yaitu, telur dan
acar. Nadia dapat juga memesan nasi goreng spesial dengan isi tambahan, dengan
memilih empat macam isi yaitu; sosis, bakso,daging, dan udang. Nadia ingin
memesan seporsi nasi goreng spesial dengan dua macam isi tambahan. Berapa
banyaknya jenis nasi goreng spesial berbeda dengan tambahan dua isi ?
Dari jawaban siswa dapat dilihat bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam
memahami dan membuat model konseptual dari soal tersebut, siswa masih belum
bisa merumuskan ide matematika ke dalam model matematika. Terdapat 20 siswa
yang menjawab salah dengan jawaban yang tidak terdeskripsikan. Mereka tidak
tahu permasalahan di atas pada dasarnya dapat diselesaikan dengan menggunakan
13
Gambar 1.2 Jawaban Siswa
Selanjutnya terdapat 16 siswa yang mampu menuliskan dalam bentuk
diagram dan tabel tetapi jawaban masih salah, dan terdapat 12 siswa yang
menjawab benar. Berdasarkan kasus ini peneliti menyimpulkan bahwa
permasalahan yang terjadi saat ini adalah siswa masih belum mampu dalam
menalar maksud dari soal yang diberikan. Hal ini dikarenakan pembelajaran
selama ini hanya menjelaskan langkah-langkah untuk sekedar menghitung tanpa
membantu siswa untuk mengemukakan ide/gagasan dalam wujud lisan dan
tulisan. Selain itu, siswa masih selalu terpaku dengan angka-angka, sehingga
ketika suatu permasalahan matematika disajikan berupa masalah dalam berbentuk
simbol atau analisis yang mendalam maka siswa tidak mampu untuk
menyelesaikannya. Maka dalam hal ini kemampuan penalaran siswa masih sangat
perlu ditingkatkan, atau dengan kata lain kemampuan penalaran siswa sungguh
sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan soal atau permasalahan matematika.
Selain kemampuan penalaran, sikap siswa memberikan peranan yang
14
seseorang akan mempengaruhi tindakan, upaya, ketekunan, flesibilitas dalam
perbedaan dan realisasi dari tujuan seseorang itu sendiri . Sehingga sikap sangat
mempengaruhi kepercayaan diri manusia untuk dmampu melakukan tugas tertentu
agar berhasil yang terbentuk dari proses belajar dengan lingkungan, yang dimana
merupakan suatu proses untuk mengaktualisakan potensi yang dimilikinya.
Menurut PERMENDIKBUD Nomor 104 tahun 2013, penilaian hasil belajar oleh
pendidik adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian
pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial,
kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara
terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran. Sikap bermula
dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang
dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau
pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga
terjadi perubahan perilaku atau tindakan yang diharapkan. Ada beberapa cara
yang dapat digunakan untuk menilai sikap peserta didik, antara lain melalui
observasi, penilaian diri, dan penilaian teman sebaya. Instrumen yang digunakan
antara lain daftar cek atau skala penilaian (ratingscale) yang disertai rubrik, yang
hasil akhirnya dihitung berdasarkan modus. Menurut PERMENDIKBUD Nomor
104 tahun 2013, nilai ketuntasan kompetensi sikap dituangkan dalam bentuk
predikat, yakni predikat Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K)
15
Tabel 1.3 Penilaian Sikap
Nilai Ketuntasan Siswa ( Predikat ) Sangat Baik (SB)
Baik ( B )
Cukup ( C )
Kurang ( K )
(Sumber : PERMENDIKBUD 104)
Ketuntasan Belajar untuk sikap (KD pada KI-1 dan KI-2) ditetapkan dengan
predikat Baik (B). Sasaran penilaian hasil pelajar oleh pendidik pada ranah sikap
spiritual dan sikap sosial adalah sebagai berikut: menerima nilai, menanggapi
nilai, menghargai nilai, menghayati nilai, mengamalkan nilai. Siswa yang
memiliki sikap yang baik dalam belajar tidak menutup kemungkinan untuk
menjawab soal-soal matematika yang diberikan oleh guru dengan baik. Siswa
yang memiliki sikap yang baik dalam belajar akan membantu siswa membuat
perasaan tenang dalam menghadapi tugas-tugas atau kegiatan yang sulit.
Sebaliknya, seseorang siswa yang sikap kurang baik dalam belajar akan ragu
untuk menyelesaikan tugas-tugas sulit yang diberikan oleh guru. Mengingat
pentingnya sikap siswa, maka hendaknya sikap siswa ini ditumbuh kembangkan
pada diri siswa. Salah satu rendahnya kemampuan penalaran dan sikap siswa
adalah karena kurangnya variasi model pembelajaran yang digunakan guru.
Dengan berlakunya kurikulum 2013 menuntut perubahan terhadap paradigma
16
Perubahan itu harus diikuti oleh guru yang bertangung jawab atas
penyelenggaraan pembelajaran, dalam hal ini dimana seharusnya berpusat kepada
guru menjadi berpusat pada siswa.
Menyikapi permasalahan yang timbul dalam pendidikan matematika kita
perlu menerapkan pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan
kemampuan penalaran siswa. Menurut Piaget (dalam Ima, 2014) mengatakan:
Pedagogi (pembelajaran) yang baik itu: harus melibatkan penyodoran berbagai situasi dimana anak biasa bereksperimen, yang dalam artinya yang paling luas-menguji cobakan berbagai hal untuk meliat apa yang akan terjadi, memanipulasi simbol-simbol, melontarkan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri, merekonsiliasikan apa yang ditemukan pada suatu waktu yang lain dan membandingkannya temuannya dengan temuan anak-anak lain.
Berdasarkan penjelasan di atas seorang guru harus memberikan masalah yang
mampu memicu belajar berfikir siswa untuk mencari solusi dari masalah yang
diberikan agar siswa bisa membentuk konsep baru dengan menggunakan
kemampuan matematika yang dimilikinya. Model pembelajaran yang sesuai
dengan masalah tersebut adalah pembelajaran berbasis masalah. Perkembangan
kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak
dengan lingkungan. Pengetahuan dating dari tindakan. piaget yakin bahwa
pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya
perubahan perkembangan . Nur (dalam Trianto, 2009) menyatakan bahwa
interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi
membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu
17
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berbeda dengan pembelajaran
biasa. Jika pembelajaran biasa berpuncak pada pemecahan masalah setelah
penyajian objek–objek matematik, maka PBM berawal dari sebuah masalah untuk
membangun pengetahuan dan keterampilan matematik dalam konteks yang
relevan. Oleh karena itu dari perspektif pedagogik, PBM berpijak pada teori
belajar konstruktivisme. Dalam PBM masalah diajukan sebagai pemicu belajar.
Pada awalnya, setiap anak berpikir untuk mengenali, menganalisis, dan
merumuskan kebutuhan belajarnya. Hal ini kemudian ditindak lanjuti dengan
mengakses sumber dan disaat inilah terjadi proses asimilasi dan akomodasi
struktur kognitif. Melalui rangkaian kegiatan itu dapat pula diharapkan karakter
kemandirian belajar anak tumbuh, mengetahui hal tersebut guru akan dapat
merancang pembelajaran dengan lebih baik. Adapun langkah pembelajaran
berbasis masalah adalah; 1) Orientasi siswa pada masalah ; 2) Mengorganisasikan
siswa untuk belajar; 3) Membimbing investigasi individual maupun kelompok; 4)
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; 4) Menganalisis dan mengevaluasi
proses penyelesaian masalah.
Sedangkan Pembelajaran discovery learning adalah salah satu pendekatan
pembelajaran intruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari
Jerome bruner yang di kenal dengan belajar penemuan (discovery learning).
Trianto (dalam Dahar, 1989) Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai
dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia ,dan dengan sendirinya
member hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari penyelesaian
18
benar-benar bermakna. Bruner menyarankan agar siswa –siswa hendaklah belajar
melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip –prinsip, agar
mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman,dan melakukan eksperimen–
eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu
sendiri. Jadi pembelajaran discovery learning adalah proses pembelajaran
penemuan,proses pembelajaran yang ditemukan sendiri oleh siswa dengan
langkah-langkah : Stimulasi, Identifikasi masalah, Pengumpulan data,
Pengelolaan data, Pembuktian, dan Generalisasi. Dalam proses belajar, anak
belajar dari pengalaman sendiri, mengkonstruksi pengetahuan kemudian memberi
makna pada pengetahuan itu. Melalui proses belajar yang mengalami sendiri,
menemukan sendiri, secara berkelompok seperti bermain, maka anak menjadi
senang, sehingga tumbuhlah minat untuk belajar. Sehubungan dengan itu, kajian
ini mencoba menerapkan penggunaan Pembelajaran berbasis masalah dan
pembelajaran discovery learning dalam setiap pembelajaran Matematika dan
peningkatan proses belajar siswa. Penggunaan model pembelajaran yang
bervariasi sebagai suatu penerapan strategi pembelajaran yang diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan penalaran logis siswa.
Sisi lain yang perlu diperhatikan adalah kemampuan awal matematika
siswa. Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang telah dimiliki siswa
sebelum mengikuti pelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal ini
menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan
disampaikan oleh guru. Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru
19
diketahui apakah siswa telah mempunyai pengetahuan yang merupakan prasyarat
untuk mengikuti pembelajaran. Setiap individu mempunyai kemampuan belajar
yang berbeda. Menurut Ruseffendi (1991) setiap siswa mempunyai kemampuan
yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada yang kurang pandai serta ada yang
biasa-biasa saja serta kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata
merupakan bawaan dari lahir (hereditas), tetapi juga dapat dipengaruhi oleh
lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya model
pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan
model pembelajaran harus dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa
yang heterogen. Kemampuan siswa dalam memahami pelajaran yang
berbeda-beda, dapat terlihat pada kelompok tinggi akan cenderung memiliki kemampuan
belajar yang baik dan kemampuan siswa pada kelompok rendah akan cenderung
memiliki kemampuan belajar yang rendah. Dengan mengetahui hal tersebut, guru
akan dapat merancang pembelajaran dengan lebih baik. Kemampuan awal siswa
dapat diukur melalui tes awal. Tes awal diberikan kepada siswa untuk mengetahui
kemampuan awal siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya.
Dari uraian yang dipaparkan di latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini
penting untuk diteliti dan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “ Perbedaan Kemampuan Penalaran dan Sikap Antara Siswa Yang
Diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Model Discovery
20
I.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
permasalahan di SMK Laksamana Martadinata yang dapat diidentifikasi, penting
untuk dikaji dan diteliti dalam pembelajaran matematika, antara lain :
1. Hasil belajar matematika siswa yang masih rendah.
2. Kemampuan penalaran siswa dalam menarik kesimpulan dan berpikir logis
atas permasalahan matematika masih terbilang rendah.
3. Masih rendahnya sikapsiswa dalam belajar matematika.
4. Pendekatan pembelajaran yang dilakukan guru kurang melibatkan aktifitas
siswa sehingga siswa tidak mampu berinteraksi dengan baik.
5. Model pembelajaran berbasisis masalah (PBM) dan model discovery
learning yang belum digunakan oleh guru.
6. Proses jawaban yang diberikan siswa dalam menyelesaikan masalah masih
bervariasi, belum mengikuti langkah – langkah penyelesaian yang baik.
1.3 Pembatasan Masalah
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, keterkaitan
dengan tinggi rendahnya kemampuan penalaran serta model pembelajaran yang
dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan kemampuan penyelesaian
masalah siswa, keterbatasan waktu, dan kemampuan peneliti, sehingga harus ada
batasan masalah dalam penelitian ini. Berbagai masalah yang teridentifikasi di
atas merupakan masalah yang cukup luas dan kompleks serta cakupan materi
matematika yang sangat banyak. Agar penelitian ini lebih terarah maka masalah
21
1. Kemampuan penalaran siswa yaitu penalaran logis.
2. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan model
pembelajaran discovery learning.
3. Sikapsiswa dalam belajar matematika.
4. Proses mengidentifikasi masalah-masalah siswa dalam menjawab soal.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka masalah utama
dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya peningkatan kemampuan penalaran
siswa dalam pembelajaran matematika di SMK Laksamana Martadinata melalui
pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dan pembelajaran Discovery
Learning . Rumusan masalah dapat di bahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan terhadap kemampuan penalaran logis
matematis antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah
dengan siswa yang diberi model discovery learning ?
2. Apakah terdapat perbedaan terhadap sikap antara siswa yang diberi model
pembelajaran berbasis masalahdengan model discovery learning ?
3. Bagaimana sikap siswa dalam belajar, pada masing-masing proses
pembelajaran ?
4. Bagaimana proses mengidentifikasi masalah-masalah siswa dalam
menyelesaikan masalah terkait dengan kemampuan penalaran logis siswa
22
1.5Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan yang terdapat
pada rumusan masalah. Secara operasional tujuan penelitian ini untuk mengetahui
gambaran secara empiris tentang:
1. Untuk menganalisis perbedaan terhadap kemampuan penalaran logis
matematis antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah
dengan siswa yang diberi model discovery learning .
2. Untuk menganalisis perbedaan terhadap sikap antara siswa yang diberi
model pembelajaran berbasis masalahdengan model discovery learning .
3. Untuk menganalisis sikap siswa dalam belajar, pada masing-masing proses
pembelajaran .
4. Untuk menganalisis proses identifikasi masalah-maslah siswa dalam
menyelesaikan masalah terkait dengan kemampuan penalaran logis siswa
pada masing-masing pembelajaran.
1.6Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat dilaksanakannya penelitian ini, yaitu:
1. Untuk siswa, penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa variasi
pembelajaran matematika yang baru yang dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengoptimalkan pemahaman dan potensi
penalarannya dalam menyelesaikan masalah matematika.
2. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi guru untuk
23
siswa meningkatkan kemampuan penalaran dan berpikir logis khususnya
dalam bidang matematika.
3. Sedangkan bagi pengelolah sekolah, berguna untuk memperoleh alternatif
penanggulangan masalah sebagai upaya dalam perbaikan mutu kegiatan
belajar mengajar matematika
4. Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini selain meningkatkan kualitas
proses dan hasil belajar siswa, juga memberikan rekomendasi tentang
tindakan yang dapat diterapkan guru untuk meningkatkan kualitas proses
dan hasil belajar siswa di sekolah menengah kejuruan Bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti empiris yang
dapat mendukung kajian secara teoritis bahwa pendekatan pembelajaaaran
yang bervariasi dapat meningkatkan penalaran matematika siswa.
1.7 Definisi Operasional.
Untuk menggambarkan secara lebih operasional variabel dalam penelitian
ini, berikut dikemukakan definisi operasional masing-masing variabel tersebut.
a. Pembelajaran berbasis masalah (PBM)
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah suatu pola pembelajaran
dengan mengajukan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari mengacu kepada
langkah-langkah pokok yaitu; orientasi siswa pada masalah, mengorganisir siswa
untuk belajar, membimbing penyelidikan individual ataupun kelompok,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi
24
b. Pembelajaran Discovery Learning
Pembelajaran discovery learning adalah proses pembelajaran penemuan,
proses pembelajaran yang ditemukan sendiri oleh siswa, dengan langkah-langkah;
stimulasi, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian,
generalisasi.
c. Kemampuan penalaran
Kemampuan penalaran adalah tingkat berpikir siswa dalam menggunakan
aturan, sifat-sifat dan logika matematika yang diukur dan dievaluasi berdasarkan
komponen kemampuan cara berpikir untuk mencari kebenaran berdasarkan fakta
analogi, generalisasi, kondisional dan silogisme sesuai dengan informasi yang
diberikan.
d. Proses penyelesaian masalah
Proses penyelesaian masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
proses jawaban, yaitu proses yang dapat dilakukan pada setiap langkah
penyelesaian masalah yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian,
melaksanakan rencana, memeriksa proses dan hasil, juga variasi dari jawaban
siswa yang sistematis yang terkait dengan kemampuan penaralan matematis
siswa.
e. Kemampuan awal matematika
Kemampuan awal matematika adalah klasifikasi hasil belajar yang
diperoleh siswa dalam kelas yang dibentuk berdasarkan nilai yang diperoleh siswa
25
kemampuan awal siswa tinggi, sedang dan kelompok kemampuan awal siswa
rendah.
f. Sikap siswa.
Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan
kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai
ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap
dapat dibentuk, sehingga terjadi perubahan perilaku atau tindakan yang
diharapkan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai sikap peserta
173 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran
berbasis masalah dan pembelajaran discovery dilakukan dengan menekankan pada
kemampuan penalaran logis matematika maka peneliti memperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil uji perbedaan dua rata-rata skor postes perindikator
diperoleh data sebagai berikut:
a. Nilai signifikansi kemampuan analogi soal pertama menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan kemampuan aspek analogi siswa yang mengikuti
pembelajaran matematika melalui pembelajaran berbasis masalah
dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran discovery
learning dengan masing masing rata rata untuk eksperimen I 2,69 dan
eksperimen II 2,19.
b. Nilai signifikansi kemampuan analogi soal kedua menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan kemampuan aspek analogi siswa yang mengikuti
pembelajaran matematika melalui pembelajaran berbasis masalah
dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran discovery
learning dengan masing masing rata rata untuk eksperimen I 2,13 dan
eksperimen II 2,10.
c. Nilai signifikansi kemampuan generalisasi menunjukkan bahwa terdapat
174
pembelajaran matematika melalui pembelajaran berbaasis masalah
dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran discovery
learnig dengan masing masing rata rata untuk eksperimen I 2,00 dan
eksperimen II 1,85.
d. Nilai signifikansi kemampuan kondisional menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan kemampuan aspek kondisional siswa yang mengikuti
pembelajaran matematika melalui pembelajaran berbaasis masalah
dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran discovery
learning dengan masing masing rata rata untuk eksperimen I 1,65 dan
eksperimen II 1,44.
e. Nilai signifikansi kemampuan silogismeme nunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan kemampuan aspek silogisme siswa yang mengikuti
pembelajaran matematika melalui pembelajaran berbasis masalah
dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran discovery
learnig dengan masing masing rata rata untuk eksperimen I 1,79 dan
eksperimen II 1,54.
Sehingga dapat disimpulkan Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
kemampuan penalaran logis matematis antara siswa yang diberi model
pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi model discovery
learning dengan F= 4,04 dan F tabel F1,1:n2 = F(0,95, 1,94) = 3,96 sehingga
F* > Ftabel.
2. Berdasarkan hasil analisis Mann Withney untuk nilai sig < 0,05 dengan sig =
175
perbedaan yang signifikan terhadap sikap antara siswa yang diberi model
pembelajaran berbasis masalahdengan model discovery learning.
3. Jika siswa memperoleh skor 40 - 69 maka sikap siswa kurang, 70 - 99 maka
sikap siswa cukup, 100 - 129 maka sikap siswa baik, dan jika memperoleh
skor 130 - 169 maka sikap siswa sangat baik. Dari hasil perhitungan angket
siswa diperoleh skor antara 100 – 129 yang berarti sikap siswa baik
4. Terdapat perbedaan mengidentifikasii masalah-masalah siswa dalam
menjawab soal yang mengikuti pembelajaran matematika melalui
pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan siswa yang
menggunakan pembelajaran discovery learning. Misalnya : 1) Kesalahan
dalam memahami soal; 2) Siswa tidak memahami konsep; 3) Siswa tidak
memahami prosedur penyelesaian soal; 4) Permasalahan dalam Soal terlalu
panjang sehingga siswa malas untuk membaca soal; 5) Siswa tidak dapat
mengambil kesimpulan dalam penyelesaian soal. Dan model pendekatan ini
dapat menimbulkan keinginan siswa untuk belajar bersama-sama, keinginan
siswa untuk membuat rangkuman sendiri, memunculkan rasa disiplin dalam
belajar, berani untuk bertanya, jujur dalam ujian.
5.2 SARAN
Penelitian tentang analisis perbedaan kemampuan penalaran logis siswa
adalah merupakan upaya guru dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian ini, pembelajaran matematika dengan pembelajaran
berbasis masalah dapat diterapkan pada kegiatan pembelajaran matematika.
176
1. Bagi Guru Matematika
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan pembelajaran berbasis masalah
dapat dijadikan sebagai salah satu alternative untuk meningkatkan
kemampuan penalaran logis matematika khususnya pada spek indicator
generalisasi dan kondisional, dalam mengajarkan materi peluang.
Perangkat pembelajaran berupa RPP, LAS siswa yang di desain dengan
model pembelajaran berbasis masalah dan model discovery learning dapat
dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat
pembelajaran matematika pada pokok bahasan yang lain.
Dari penelitian yang dilakukan pembelajaran berbaasis masalah berupaya
menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan bagi siswa dengan
memperhatikan kondisi lingkungan sekolah, memberi kesempatan pada
siswa untuk mengungkapkan gagasannya dalam bahasa dan cara mereka
sendiri, berani beragumentasi sehingga siswa akan lebih percaya diri dan
kreatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
2. Kepada Lembaga Terkait
Perlu adanya sosialisasi dalam memperkenalkan pembelajaran berbasis
masalah kepada guru dan siswa sehingga kemampuan yang dimiliki siswa
khususnya kemampuan penalaran logis dapat ditingkatkan.
Hasil penelitian pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan
kemampuan siswa khususnya kemampuan penalaran logis khususnya pada
aspek generalisasi dan kondisional, pokok bahasan peluang sehingga dapat
177
pembelajaran yang efektif untuk mata pelajaran lain dengan
memperhatikan alokasi waktu, materi, kondisi kelas dan sekolah.
3. Kepada Peneliti Lanjutan
Hasil penelitian mengungkapkan adanya perbedaan kemampuan penalaran
logis, dimana siswa yang memperoleh pembelajaran dengan mnggunakan
pembelajaran berbaasis masalah lebih baik dari siswa yang memperoleh
pembelajaran discovery.
Dapat pula dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran berbasis
masalah dengan membuat rancangan dan desain pembelajaran yang lebih
baik guna melihat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran
matematika siswa.
Rancanglah perangkat pembelajaran seperti rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan lembar aktifitas siswa (LAS) dengan baik dan
efektif, sesuaikan indikator kemampuan dan alokasi waktu yang akan
178 DAFTAR PUSTAKA
A Kan Mu and M . olubusuyi 2004 . “Discovery Learning Strategy and Senior
School Students Performance in Mathematics “. Department of Seience Education, Faculty of Education, University of Ilorin, Nigeria.
Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Renika Cipta.
, 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta.
Asmin, & Mansyur, A. 2014. Pengukuran Dan Penilaian Hasil Belajar. Medan: Larispa Indonesia.
Arsefa, D. 2014. Kemampuan penalaran matematika siswa dalam pembelajaran penemuan terbimbing. Paradikma Volume 1 .Bandung : Pascasarjana Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
Budhiningsih, A . 2005. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Rineka Cipta.
Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
, 2006. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Djamarah, S.B, & Zain, A. (2013). Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas, 2006. Permendiknas Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2013. Permendiknas No.104 Tahun 2013. Jakarta: Depdiknas.
, 2013. Permendiknas No.54 Tahun 2013. Jakarta: Depdiknas.
, 2013. Permendiknas No.79 Tahun 2013. Jakarta: Depdiknas
Dwirahayu, G. 2005. Pengaruh Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Pendekatan Analogi Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : Program Pascasarjana UPI.
179
Hasanah, A. 2004. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Yang Menekankan Pada Representasi Matematik. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.
Hasan , dkk 1998. Tata Bahasa Baku. Jakarta : Balai Pustaka.
Hosnan, M 2013. Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajarn Abad 21. Bogor : Ghalia Indonesia.
Irfan, 2012. Peningkatan Kemampuan Penalaran Dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa kelas XII IPA SMA Laksamana Martadinata Melalui Pendekatan Kontekstual. Tesis Tidak Diterbitkan. Medan : PPs UNIMED.
Ima, S.R 2014. Perbedaan Kemampuan Penalaran Logis Siswa Pada Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Pembelajaran Ekspositori Di SMP Negeri 2 Tanjung Pura. Tesis Tidak Diterbitkan. Medan : PPs UNIMED.
Jamilah, dkk. 2013. Eksperimen Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Dengan Metode Discovery Learning Pada Materi Pokok Bentuk Aljabar Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi Matematis. Pontianak : Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP PGRI Pontianak.
Lwin, M. 2008. Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. Jakarta: PT. Indeks.
National Council Of Theachers Of Mathematics 2000.Principles And Standards For School Mathematics. The United State Of America.
Ruseffendi, E.T. 1988. Pengantar kepada Guru: Membantu Mengembangkan Potensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Rusman, 2012. Moodel-model Pembelajaran Pengembangan Profesionalisme Guru. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Sagala, S. 2003. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan.