• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Struktural Tenagakerja Dari Sektor Pertanian Ke Sektor Non Pertanian Di Provinsi Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Struktural Tenagakerja Dari Sektor Pertanian Ke Sektor Non Pertanian Di Provinsi Lampung"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

DARI SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN DI PROVINSI LAMPUNG

OKWAN HIMPUNI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DI PROVINSI LAMPUNG

OKWAN HIMPUNI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perubahan Struktural Tenagakerja Dari Sektor Pertanian Ke Sektor Non Pertanian di Provinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

(4)

OKWAN HIMPUNI. Perubahan Struktural Tenagakerja Dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan SETIA HADI.

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memberiikan sumbangan perekonomian terbesar di Provinsi Lampung. Sebagian besar penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja bekerja pada sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama. Meskipun sektor pertanian mendominasi, namun dari tahun ketahun kontribusi sektor pertanian menurun dibandingkan dengan sektor non pertanian. Kecenderungan perubahan struktur ekonomi memberiikan gambaran apakah perubahan struktur yang terjadi sesuai dengan potensi wilayah.

Selain itu, jika dilihat dari produktivitas angkatan kerja sektor pertanian masih jauh tertinggal dari produktivitas angkatan kerja sektor industri dan jasa. Hal ini dilihat dari tingkat upah sektor pertanian. Meskipun upah sektor pertanian menunjukkan kenaikan, namun tetap berada pada tingkat yang lebih rendah daripada sektor industri. Proporsi tenaga kerja pada sektor pertanian memperlihatkan kecenderungan yang menurun setiap tahunnya. Keadaan ini berbanding terbalik dengan proporsi tenaga kerja pada sektor non pertanian dan industri yang mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Hal ini memperlihatkan terjadinya perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan (1) Menganalisis sektor perekonomian Provinsi Lampung dalam kaitannya dengan perubahan struktur ketenagakerjaan (2) Menganalisis faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor pertanian dan sektor non pertanian Provinsi Lampung (3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan struktur tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya dan sektor industri. Dengan melakukan analisis deskriptif dan analisis pendugaan mengggunakan persamaan model ekonometrika, maka diketahui faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap kesempatan kerja dan faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.

(5)

Berdasarkan hasil analisis dari enam peubah yang ada, terdapat dua peubah yang tidak memberiikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri, yaitu rasio upah pertanian dan jumlah traktor. Sementara itu, jika dilihat dugaan nilai elastisitas perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri terhadap peubah-peubahnya, terdapat satu peubah yang nilainya bersifat elastis, yaitu luas panen padi. Sedangkan peubah yang lainnya bersifat inelastis. Hal ini menunjukkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri hanya responsif terhadap peubah luas panen padi, dan tidak responsif terhadap peubah lainnya.

(6)

OKWAN HIMPUNI. Structural Transformation of Labor from Agriculture to

Non Agriculture’s Sector in Lampung Province. Supervised by ERNAN RUSTIADI and SETIA HADI.

Agricultural sector is one of the sectors that contributed the largest economy in the province of Lampung. Most of the population in the labor force works in the agricultural sector as the main livelihood. Although agriculture dominates, but from year to year contribution of the agricultural sector decreased compared with the non-agricultural sector tendency for changes in the economic structure gives an overview of whether the structural transformations that occur in accordance with the potential of the region.

Productivity of the agriculture work force is left far behind the

productivity of industrial and service’s work force. It can be seen from the comparation of agriculture’s wage rate, it showed an increase but it still lower than the industrial sector. Agricultural labor’s proportion indicates a decreasing trend in each year. This phenomenon has an inverse relation to the non

agricultural and industrial labor’s proportions that has increased from year to year.

This mean, there is structural transformation of labor of agriculture sector to non-agriculture sector.

Under these conditions, this study has three objectives: (1) to analyze the economic sector of Lampung Province in relation to changes in the employment’s structure (2) analyzing the economic factors affecting employment in agriculture and non-agriculture sectors in Lampung Province (3) Analyze the factors that affects the structural transformation of labor from agriculture to non agriculture’s sectors. By using descriptif analysis and econometric model, it can be identified significant factors influencing to the job opportunity and the influencing factors to the labor structural transformation from agriculture to non agriculture sector.

Based on the analysis of the economic growth, the structure of the economy is services - industries - agriculture (S-I-A). When the classic pattern of structural changes that occur in developed countries as a reference, it can be said that the changes in the economic structure of the province of Lampung is a shortcut pattern. Not the emergence of this pattern shows no widespread industrialization stages held in Lampung Province. It could be said that the growth of the industrial sector is never based agriculture (agro-industry). Therefore, it is not surprising that the agriculture sector linkages with the industrial sector in Lampung Province is very weak and tends to decline.

(7)

transformation of labor from the agriculture sector to the industrial sector only responsive to variables rice harvested area, and not responsive to other variables.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

DI PROVINSI LAMPUNG

OKWAN HIMPUNI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya, dan sholawat serta salam telimpah curah kepada junjungan nabi Allah Muhammad SAW sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 sampai Desember 2013 ini adalah tenaga kerja pertanian, dengan judul perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di Provinsi Lampung.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr dan Bapak Dr Ir Setia Hadi, MS selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS selaku Ketua program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD), sekaligus penguji luar komisi pada ujian tesis dan Ibu Dr Ir Eka Intan Kumala Putri, MS selaku Sekretaris Program Studi yang telah banyak memberi motivasi dan saran. Kepada Dosen dan Staf Program Studi PWD penulis ucapkan terimakasih.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Pimpinan Yayasan Progres Insani dan Direktur Sekolah Alam Bogor, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu penelitian ini.

Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada keluarga besar Heldan Nufiar dan keluarga besar Dodi Supriadi, istri tercinta Andini Tribuana Tunggadewi dan ananda tercinta Al Fatih Muhammad Akbar Himpuni, serta

seluruh keluarga, atas do’a dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat terutama bagi saya pribadi, bagi masyarakat dan pemerintah Provinsi Lampung.

Bogor, Juli 2014

(13)

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 10

Manfaat Penelitian 10

Ruang Lingkup Penelitian 10

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi 11

Perubahan Stuktural Tenaga Kerja 13

Kedudukan Sektor Pertanian dalam Perekonomian 18

Struktur Perekonomian dan Lapangan Pekerjaan 18

Mobilitas Tenaga Kerja Pertanian 20

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja di

Sektor Pertanian dan Non Pertanian 21

Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke

Sektor Non Pertanian 23

Tinjauan Studi Terdahulu 24

Kerangka Pemikiran 25

Teori Perubahan Struktural 27

Hipotesis 29

3 METODE PENELITIAN

Kerangka Model 32

Perumusan Model 33

Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 33

Kesempatan Kerja Subsektor Tanaman Pangan 33

Kesempatan Kerja Subsektor Peternakan 34

Kesempatan Kerja Subsektor Perikanan 34

Kesempatan Kerja Subsektor Perkebunan 35

Kesempatan Kerja Subsektor Kehutanan 35

Model Perubahan Strukural Tenaga Kerja 35

Perubahan Struktural Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian

(14)

Pengujian Hipotesis 37

Asumsi-asumsi 39

Definisi Operasional 39

Jenis dan Sumber Data 41

4 STRUKTUR PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG

Letak dan Batas Wilayah 41

Wilayah Administratif 42

Penduduk dan Ketenagakerjaan 43

Keadaan Perekonomian 45

Struktur Perekonomian 46

PDRB Per Kapita 48

5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN

KERJA

Sektor Pertanian 48

Sub Sektor Tanaman Pangan 52

Sub Sektor Peternakan 55

Sub Sektor Perikanan 57

Sub Sektor Perkebunan 59

Sektor Kehutanan 61

6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN

STRUKTURAL TENAGA KERJA

Sektor Pertanian ke Sektor Jasa dan Lainnya 63

Sektor Pertanian ke Sektor Industri 66

7 SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Simpulan 69

Implikasi Kebijakan 69

DAFTAR PUSTAKA 70

LAMPIRAN 74

(15)

1 Laju Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-

2010 (Persen). 2

2 Penduduk Berumur 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009-2011 (juta orang). 4 3 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk

Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2011 6

4 Banyaknya Desa/Kelurahan, Rumah Tangga, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk per Km2 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi

Lampung Tahun 2011 7

5 Struktur PDB Indonesia, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 13 6 Pengelompokan Ulang Lapangan Pekerjaan Antara SP1990,

SP2000, dan SP2010 19

7 Luas Wilayah dan Jumlah Kecamatan di Provinsi Lampung

Berdasarkan Jumlah Kabupaten dan Kota 42

8 Penduduk Provinsi Lampung Menurut Jenis Kelamin dan Sex

Ratio, Tahun 2001-2011 44

9 Penduduk Provinsi Lampung Menurut Golongan Umur dan

Kegiatan, Tahun 2010 45

10 Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 49

11 Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Tanaman

Pangan 53

12 Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Peternakan 55 13 Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Perikanan 57 14 Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan 60 15 Hasil Pendugaan Model Kesempatan Kerja Sektor Kehutanan 62 16 Hasil Pendugaan Model Perubahan Struktural Tenaga Kerja Dari

Sektor Pertanian ke Sektor jasa dan lainnya 64

17 Hasil Dugaan Model Perubahan Struktural Tenaga Kerja Dari

Sektor Pertanian ke Sektor Industri 66

DAFTAR GAMBAR

1 Indikator ketenagakerjaan Provinsi Lampung Berdasarkan Sektor

Pekerjaan Tahun 2007-2011 8

2 Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor

non Pertanian Berdasarkan Teori Lewis. 15

(16)

5 Diagram Model Penelitian 31

6 Peta Administrasi Provinsi Lampung 43

7 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Dengan Migas dan

Tanpa Migas, Tahun 1991-2011 46

8 Distribusi PDRB Provinsi Lampung Menurut Sektor. Tahun

2007-2011 47

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tujuan Penelitian, Metode Analisis, Sumber Data dan Output

Penelitian 74

2 TPAK Menurut Provinsi, Jenis Kelamin, Dan Daerah Tempat

Tinggal Di Indonesia Tahun 2010 75

3 Penduduk Pulau Sumatera Menurut Provinsi Tahun 1971, 1980,

1990, 1995, 2000, dan 2010 76

4 Grafik Sensus Pertanian Tahun 2013 Provinsi Lampung 77

5 Peta Sebaran Jumlah Sapi Dan Kerbau Tahun 2013 (ekor) 78 6 Peta Penyebaran Perusahaan Pertanian Tahun 2013 (unit) 79 7 Peta Sebaran Rumah Tangga Usaha Pertanian Yang Melakukan

Pengolahan Hasil Pertanian Tahun 2013 (rumah tangga) 80 8 Peta Sebaran Rumah Tangga Petani Gurem Tahun 2013 (rumah

tangga) 81

9 Penyebaran Rumah Tangga Usaha Pertanian Tahun 2013 (unit) 82 10 Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Sub Sektor Perkebunan

Provinsi Lampung Tahun 1990-2012 83

11 Grafik Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Sub Sektor

Perkebunan Provinsi Lampung Tahun 1990-2012 84

12 Produksi Sub Sektor Tanaman Pangan Provinsi Lampung Tahun

1990-2013 85

13 Produktivitas Sub Sektor Tanaman Pangan Provinsi Lampung

Tahun 1990-2013 87

14 Luas Panen Sub Sektor Tanaman Pangan Provinsi Lampung

Tahun 1990-2013 89

15 Produksi dan Populasi Ternak Sub Sektor Peternakan Provinsi

Lampung Tahun 1990-2012 91

16 Struktur PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

(17)

18 Laju PDRB Provinsi di Pulau Sumatera ADHK 2000 (Persen) 94 19 Grafik laju PDRB Provinsi di Pulau Sumatera ADHK 2000

(Persen) 95

20 Persentase PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Lapangan Usaha Tahun 1990-2000 96

21 Persentase PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2001-2011 97

22 Grafik PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Berlaku

(18)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan progresif yang berkelanjutan untuk mempertahankan kepentingan individu maupun komunitas melalui pengembangan, intensifikasi, dan penyesuaian terhadap pemanfaatan sumber daya, selain itu pembangunan merupakan proses yang kontinu (Chozin et al, 2009). Selain itu, pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembanguan yang paling hakiki yaitu kecukupan (suistainance) memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem),serta kebebasan (freedom) untuk memilih (Tadaro, 2009)

Paradigma baru pembangunan menuntut adanya keserasian dan keseimbangaan antara pertumbuhan dan pemerataan, atau growth with equity. Strategi demikian juga merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terdahulu, yang dikenal dengan istilah trickle down effect. Strategi trickle down effect mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pemerataan. Dalam kenyataan dibanyak negara, termasuk Indonesia, teori ini gagal menciptakan kemakmuran untuk semua. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kuznets (1964), kurva U-terbalik yang menyatakan bahwa bagi negara yang pendapatannya rendah, pertumbuhan ekonomi harus mengorbankan dahulu tujuan pemerataan (trade off antara pertumbuhan dan pemerataan).

Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang diinginkan, upaya-upaya pembangunan harus diarahkan kepada efisiensi (efisiency), pemerataan (equity), dan keberlanjutan (sustainability) dalam memberikan panduan kepada alokasi sumber-sumber daya baik dalam tingkat nasional, regional maupun lokal. Ketiga tujuan tersebut saling terkait dan menentukan keberhasilan pembangunan itu sendiri. Pertumbuhan lebih sering menjadi tujuan dalam pembangunan seperti halnya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia selama ini. Hal ini tentu berakibat buruk terhadap pengurasan berbagai sumber daya yang ada baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun sumber daya sosial. Lebih jauh lagi, karena tujuan kedua, pemerataan tidak menjadi prioritas selama ini maka terjadi disparitas yang sangat tinggi antara pusat dan daerah di Indonesia. Bentuk-bentuk pengurasan sumber daya yang terjadi selama ini juga merupakan cerminan dari bentuk tujuan pembangunan sesaat (jangka pendek) yang jelas mengabaikan keberlanjutan.

(19)

pembangunan. Pembangunan daerah perlu diarahkan untuk mendorong wilayah agar tumbuh secara mandiri bedasarkan potensi sosial ekonomi dan karakteristik spesifik wilayah yang dimilikinya. Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran nasional yang bertumpu pada trilogi pembangunan, yaitu pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas.

Ekonomi Indonesia selama tahun 2007-2010 mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 6.6 persen (2007), 6.0 persen (2008), 4.6 persen (2009), dan 6.1 persen (2010) dibanding tahun sebelumnya. Sektor pengangkutan dan komunikasi selama periode tersebut, selalu mengalami pertumbuhan tertinggi, bahkan kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi terhadap total pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai tingkat tertinggi pada tahun 2008 dan 2009. Sedangkan sektor primer (pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan) selama periode yang sama cenderung mengalami penurunan. Gambaran perkembangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1 Laju Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010 (Persen)

No Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan (Persen)

2007 2008 2009 2010

8. Keuangan, real estat, dan jasa perusahaan

(20)

berbanding terbalik dengan sektor non pertanian yang sebagian besar mengalami laju pertumbuhan PDB yang positif. Seperti pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan laju petumbuhan meningkat sebesar 7.4 persen dari tahun sebelumnya.

Pengembangan suatu wilayah ditentukan oleh banyak faktor, baik faktor yang bersifat alami maupun faktor-faktor buatan manusia. Karena itu, perkembangan suatu wilayah tidak berlangsung secara merata, karena letak sumber daya yang tersebar tidak merata pada setiap wilayah. Kondisi ini selain menimbulkan ketimpangan (disparitas) dalam pembangunan juga dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya daerah tertinggal atau terbelakang. Disparitas seperti di atas, tidak hanya terjadi pada lingkup nasional saja, tetapi dapat terjadi pada lingkup yang lebih kecil seperti kabupaten.

Perbedaan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, kegiatan sosial ekonomi, maupun geografis antar wilayah yang mengakibatkan wilayah maju semakin berkembang dan wilayah terbelakang semakin tertinggal. Berdasarkan fenomena di atas, mendorong sebagian masyarakat di suatu wilayah mencoba untuk menyesuaikan dengan kebutuhan suatu pembangunan dengan bermigrasi ke wilayah yang lebih maju atau bahkan beralih aktivitas ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder bahkan sektor tersier dengan kata lain terjadi suatu transformasi ekonomi.

(21)

Tabel 2 Penduduk Berumur 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009-2011 (juta orang)

Lapangan Pekerjaan Utama

2009 2010 2011

Februari Agustus Februari Agustus Februari

Pertanian 43.03 41.61 42.83 41.49 42.47

Industri 12.62 12.84 13.05 13.82 13.71

Konstruksi 4.61 5.49 4.84 5.59 5.58

Perdagangan 21.84 21.95 22.21 22.49 23.24

Angkutan,

perdagangan, dan komunikasi

5.95 6.12 5.82 5.62 5.58

Keuangan 1.48 1.49 1.64 1.74 2.06

Jasa Kemasyarakatan 13.61 14.00 15.62 15.96 17.03

Lainnya *) 1.35 1.39 1.40 1.50 1.61

Total 104.49 104.87 107.41 108.21 111.28

Sumber: BPS 2011

*) Mencakup: 1. Pertambangan dan Penggalian, 2. Listrik, Gas, dan Air Bersih.

Sektor pertanian masih mendominasi serapan tenaga kerja. Tercatat bahwa per februari 2011, terdapat 42.47 persen penduduk Indonesia bekerja disektor pertanian, walaupun pada sektor pertanian mengalami peningkatan yang tidak signifikan dan cenderung mengalami fluktuasi disetiap periodenya. Hal ini berbeda dengan sektor non pertanian khususnya sektor perdagangan dan jasa yang mengalami peningkatan jumlah serapan tenaga setiap periodenya.

Dalam bidang ketenaga kerjaan di Indonesia, terdapat dua masalah pokok yaitu: (1) tidak adanya keseimbangan dalam penyerapan tenaga kerja antar sektor pertanian dan non pertanian, (2) adanya kepincangan dalam penyerapan tenaga keraja produktif non produktif di sektor non pertanian yaitu sektor-sektor pengolahan (manufaktur) dibandingkan dengan sektor jasa services, (Hasibuan, 1989). Kedua masalah tersebut mengakibatkan ketimpangan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian dan non pertanian yang pada akhirnya mengakibatkan ketidakseimbangan alokasi tenaga kerja.

(22)

Masalah perluasan dan pemerataan kesempatan kerja menjadi perhatian penting dan serius bagi pemerintah serta menitikberatkan pada kebijakan ketenaga kerjaan dengan memperluas kesempatan kerja, lapangan kerja serta kesempatan usaha dan pemerataan kesempatan kerja antar sektor dan antar daerah. Seperti yang disajikan pada data tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) menurut provinsi dan daerah tempat tinggal di Indonesia berdasarkan hasil sensus penduduk (SP) 2010. (lampiran 1).

Berdasarkan data sensus penduduk BPS tahun 2010, dari 64 persen TPAK Nasional, sebanyak 68.6 persen penduduk Indonesia bekerja di perdesaan, di mana aktivitas utama di perdesaan adalah pertanian dan usaha turunannya. Salah satu provinsi dengan presentase TPAK di atas presentase nasional adalah Provinsi Lampung yaitu sebesar 67.6 persen di mana 71.0 persennya bekerja di perdesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa, kegiatan usaha dominan yang dilakukan di Provinsi Lampung adalah kegiatan usaha sektor pertanian dan usaha turunannya.

Dalam konteks pembangunan Provinsi Lampung, dapat dilihat bahwa pembangunan yang telah dilaksanakan pemerintah belum bisa merata di seluruh wilayah, sehingga menimbulkan adanya kesenjangan antar wilayah, di mana masih adanya wilayah-wilayah yang masih terbelakang dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah dan ada wilayah yang maju dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tentu saja kondisi tersebut akan berdampak sistemik bagi proses pembangunan di Provinsi Lampung.

Dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, rata-rata pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung sebesar 1.24 persen. Penambahan jumlah penduduk tentu akan mempengaruhi jumlah TPAK. Dalam kurun waktu 2007 sampai dengan tahun 2009 TPAK Provinsi Lampung mengalami penurunan dari 69.60 persen dari tahun 2007 menjadi 67.77 persen pada tahun 2009, akibat peningkatan jumlah bukan angkatan kerja (bersekolah dan mengurus rumah tangga). Namun, dalam kurun waktu yang sama terjadi pergeseran struktur tenaga kerja baik dilihat dari sektor ekonomi maupun sebaran wilayah penduduk yang bekerja atau migrasi.

(23)

Perumusan Masalah

Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi, dan distribusi penduduk merupakan suatu fenomena yang berperan penting dalam proses pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi, tetapi dapat pula menjadi beban dalam proses pembangunan jika berkualitas rendah.

Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung relatif tinggi. Dari hasil sensus penduduk 2010 diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung selama periode 2000-2010 adalah sebesar 1.24 persen. Angka ini menunjukkan kenaikan jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk periode 1990-2000, di mana laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung pada kurun waktu tersebut rata-rata 1.01 persen per tahun. Berikut disajikan pada Tabel 3 mengenai perbandingan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk antar provinsi di Pulau Sumatera.

Sumber: Indikator tenaga kerja Provinsi Lampung tahun 2011

(24)

Penduduk Provinsi Lampung tahun 2011 mencapai 7,691,007 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 108.36, yang artinya komposisi penduduk Provinsi Lampung didominasi oleh penduduk berjenis kelamin laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk di Provinsi Lampung tampak masih timpang atau tidak merata antar wilayah. Dibandingkan dengan kabupaten, kepadatan penduduk di kota umumnya sangat tinggi, seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Banyaknya Desa/Kelurahan, Rumah Tangga, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk per Km2 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun 2011

Sumber: BPS Provinsi Lampung 2012 (data diolah)

Tingkat kepadatan penduduk di kota umumnya sangat tinggi. Tingkat kepadatan penduduk Kota Bandar Lampung misalnya, mencapai 4,619.48 jiwa per kilometer persegi. Sementara itu, tingkat kepadatan penduduk disemua kabupaten masih berada dibawah 500 jiwa perkilometer persegi, bahkan Kabupaten Lampung Barat baru mencapai 85 jiwa perkilometer persegi.

(25)

ketenaga kerjaan, batasan umur 15 tahun keatas dari semua penduduk dan dikenal dengan istilah penduduk usia kerja1. Penduduk usia kerja di Provinsi Lampung pada tahun 2010 berjumlah 5,824,370 jiwa yang terdiri atas jumlah angkatan kerja 3,957,697 jiwa dan bukan angkatan kerja 1,866,673 jiwa. Angkatan kerja terdiri atas penduduk yang bekerja sebanyak 3,737,078 jiwa dan pengangguran sebanyak 220,619 jiwa. Yang bukan termasuk dalam angkatan kerja adalah sekolah (445,291 jiwa), mengurus rumah tangga (1,185,170 jiwa), lainya (236,212 jiwa).

Penduduk Provinsi Lampung sebagian besar bekerja di sektor pertanian yaitu 56.48 persen atau 2,110,571 jiwa. Adapun penduduk yang bekerja disektor jasa kemasyarakatan sebesar 10.98 persen atau 410,386 jiwa. Berikut disajikan gambar indikator ketenaga kerjaan Provinsi Lampung berdasarkan sektor pekerjaan.

Gambar 1 Indikator Ketenaga kerjaan Provinsi Lampung Berdasarkan Sektor Pekerjaan Tahun 2007-2011

Sumber: BPS Provinsi Lampung, Sakernas 2012

Banyaknya penduduk yang bekerja menunjukkan bahwa banyaknya penduduk yang mampu secara ekonomi untuk menghasilkan barang dan jasa, yang secara tidak langsung dapat menunjukkan pula banyaknya penduduk yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Pada Agustus 2009, jumlah angkatan kerja Provinsi Lampung mencapai 3.63 juta orang atau 67.77 persen dari seluruh penduduk usia kerja (15 tahun keatas)1. Bila dibandingkan dengan keadaan Agustus 2008 angka ini naik sebesar 58.4 ribu orang atau 1.64 persen. Sejalan dengan bertambahnya jumlah angkatan kerja, penduduk yang bekerja juga bertambah 73.6 ribu orang dibandingkan keadaan Agustus 2008. Sebaliknya jumlah pengangguran menurun 15.2 ribu orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2008. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Lampung yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya semakin meningkat.

Batasan umur penduduk usia kerja yang digunakan BPS

per

sen

(26)

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menyerap banyak tenaga kerja selain itu, sektor pertanian juga masih menjadi sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam struktur PDRB Provinsi Lampung. Namun, jumlah penduduk yang bekerja disektor pertanian terus menurun dari tahun ketahun. Dibandingkan dengan keadaan Agustus 2008, penduduk yang bekerja disektor pertanian bulan Agustus 2009 berkurang 1.08 persen. Sedangkan penduduk yang bekerja disektor industri dan jasa-jasa semakin meningkat. Tahun 2009, penduduk yang bekerja disektor industri 14.03 persen dan jasa-jasa 31.95 persen. Hal ini mengindikasikan terjadinya pergeseran struktur ketenaga kerjaan yang menuju arah industrialisasi, penduduk lebih berkeinginan bekerja disektor non pertanian (industri dan jasa) yang berdampak pada migrasi penduduk menuju daerah industri dan jasa, di mana daerah industri dan jasa lebih dominan berada di perkotaan dan pada akhirnya terjadi penumpukan atau kepadatan penduduk di kota.

Keterkaitan antar sektor pertanian dengan sektor non pertanian mengalami perubahan yang cukup berarti selama proses pembanguan berlangsung. Struktur perekonomian Provinsi Lampung mengalami pergeseran dari yang bergantung dari sektor pertanian menjadi struktur perekonomian yang didominasi oleh sektor jasa. Pada tahap awal pembangunan, sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia kesempatan kerja yang mampu menampung setengah dari seluruh angkatan kerja dan sebagai penyumbang PDRB terbesar. Dalam proses pembangunan, pangsa sektor pertanian terhadap PDRB cenderung meningkat, namun penyerapan angkatan kerja terjadi penurunan dari tahun ketahun, sedangkan pangsa sektor industri dan jasa terus meningkat.

Perkembangan sektor pertanian tidak lepas dari perkembangan sektor ekonomi lainya yang meningkat dengan laju yang lebih tinggi. Penyediaan lapangan kerja adalah fungsi dari investasi. Investasi disektor industri dan jasa menarik pekerja dari perdesaan dalam jumlah yang cukup besar dan tendensinya meningkat dari tahun ketahun. Proses ini mengakibatkan semakin berkurangnya ketersediaan tenaga kerja pertanian. Disisi lain, kebutuhan hidup tenaga kerja di wilayah ini juga semakin meningkat, sehingga mendorong tenaga kerja untuk dapat memenuhi kebutuan keluarganya dengan bekerja disektor non pertanian baik di desanya maupun di luar desanya. Hal ini menggambarkan bahwa adanya perbedaan upah yang menunjukkan besarnya daya tarik sektor non pertanian. Perubahan struktur ketenaga kerjaan di Provinsi Lampung ditandai dengan proses migrasi dan perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian (jasa dan industri).

(27)

terjadi di Provinsi Lampung, maka perlu dilakukan suatu penelitian yang mengkaji lebih lanjut guna menjawab permasalahan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dikemukakan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran struktur perekonomian Provinsi Lampung, dalam hubungannya dengan struktur ketenaga kerjaan?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kesempatan kerja disektor pertanian dan sektor non pertanian (industri dan jasa)?

3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perubahan struktural ketenaga kerjaan dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya dan sektor industri di Provinsi Lampung?

4.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis struktur perekonomian Provinsi Lampung dalam kaitanya dengan perubahan struktur ketenaga kerjaan.

2. Menganalisis faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor pertanian dan sektor non pertanian di Provinisi Lampung.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan struktur tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor jasa dan lainnya dan sektor industri.

Manfaat Penelitian

Hasi penelitian ini diharapkan bermanfaat antara lain:

1. Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi ketenaga kerjaan dan kesempatan kerja di Provinsi Lampung khususnya disektor pertanian 2. Sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengembangan wilayah bagi

pihak pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan perluasan dan pemerataan kesempatan kerja

3. Manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, sebagai bahan rujukan dan pengkajian lebih lanjut dalam pengembangan pertanian.

Ruang Lingkup Penelitian

(28)

sektor perkebunan, dan sektor kehutanan. Setiap sektor dan sub sektor dianalisis secara terpisah.

Perubahan struktural tenaga kerja yang dimaksud adalah perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya dan sektor industri. Struktur perekonomian yang dimaksud adalah struktur output yang didasarkan pada besarnya pangsa sektor pertanian, industri dan jasa terhadap produk domestik bruto, sedangkan struktur ketenaga kerjaan didasarkan pada besarnya pangsa sektor pertanian, industri, dan jasa terhadap penyerapan tenaga kerja.

Keterbatasan penelitian ini antara lain penggunaan data sekunder tanpa disertai data primer yang lebih spesifik. Kesempatan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini hanya dilihat dari sisi permintaan tenaga kerja dan penggunaan data sekunder tidak membedakan dan merinci berdasarkan tingkat umur, jenis kelamin, wilayah desa dan kota.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Sasaran umum pembangunan ekonomi jangka panjang antara lain adalah mencapai keseimbangan antara sektor industri dan sektor pertanian, sehingga menjadi dasar yang kuat untuk bertumbuh lebih lanjut atas dasar kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan yang diikuti oleh penyebaran hasil pembangunan dan struktur ekonomi, serta mutu hidup masyarakat.

Pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu, pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi, dan keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Pembangunan secara lebih luas dapat diartikan sebagai usaha untuk lebih meningkatkan produktivitas sumber daya potensial yang dimiliki oleh suatu negara, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang berupa kapital atau modal (Sagir, 1996).

(29)

nasional sebagai akibat terjadinya pergeseran tenaga kerja nasional dari sektor pertanian ke sektor industri dan kemudian kesektor jasa.

Secara teoritis, peranan sektor pertanian dalam PDB dan penyerapan tenaga kerja memang akan menurun seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Penurunan ini terutama disebabkan oleh sifat permintaan terhadap komoditi pertanian yang tidak elastis terhadap pendapatan (Sawit dan Kasryno, 1994).

Proses kemajuan pembangunan suatu negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonominya. Menurut Fisher dan Clark dalam Kindelberger (1983) pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur produksi, struktur angkatan kerja menurut produksi yang proses peningkatan angkatan kerja. Pada umumnya laju pertumbuhan sektor pertanian lebih lambat jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor di luar pertanian. Hal ini terjadi karena relatif rendahnya elastisitas permintaan jangka panjang dalam permintaan terhadap hasil pertanian bila dibandingkan dengan elastisitas produksi non pertanian.

Menurut Kagami (2000), pertanian memiliki peranan sentral dalam perekonomian suatu negara, yaitu: (1) pertanian membentuk pasar produksi industri khususnya produk industri ringan yang telah mempunyai pasar dalam sektor pertanian, (2) pertanian menyediakan bahan makanan dan bahan mentah bagi proses industri, (3) pertanian menyediakan suplai bahan makanan yang merupakan faktor penting dalam mempertahankan stabilitas harga, (4) ekspor hasil pertanian dapat menghasilkan devisa, (5) pertanian menyediakan modal dan tenaga kerja bagi sektor non pertanian, dan (6) dalam kasus pertanian yang bersifat market oriented, akumulasi gradual dari kapabilitas perdagangan dan pemasaran dalam sektor pertanian mempermudah proses industrialisasi. Jadi sektor pertanian mendukung proses industrialisasi dengan menyediakan tenaga kerja, modal dan bahan mentah untuk sektor non pertanian dan membentuk permintaan bagi produk pertanian.

Relatif rendahnya elastisitas permintaan jangka panjang dalam permintaan terhadap hasil pertanian bila dibandingkan dengan elastisitas produksi non pertanian berdampak pada laju pertumbuhan sektor pertanian yang kalah cepat dengan laju pertumbuhan sektor non pertanian.

(30)

Perubahan Struktural Tenaga Kerja

Struktur ekonomi suatu negara akan mengalami perubahan dalam perjalanan proses pembangunan, di mana struktur perekonomian suatu negara dapat dibedakan dengan negara lain berdasarkan persentase tenaga kerja yang bekerja disektor primer, sekunder, dan tersier. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Clark (1951) dalam Budiharsono (1996) menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan perkapita suatu negara, makin kecil peranan sektor primer dalam menyediakan kesempatan kerja.

Secara teoritis peran sektor pertanian dalam PDB dan penyerapan tenaga kerja memang akan menurun seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Penurunan ini terutama disebabkan oleh sifat permintaan terhadap komoditi pertanian yang tidak elastis terhadap pendapatan (Sawit dan Kasryno, 1994).

Perubahan struktural tenaga kerja merupakan perubahan struktur tenaga kerja dalam arti sektoral (seperti halnya dalam perubahan struktur ekonomi). Selain itu, perubahan struktur tenaga kerja juga merupakan perubahan dari sektor tradisional ke sektor modern.

Perubahan struktur klasik yang umumnya terjadi di negara-negara maju mengikuti pola sebagai berikut: Agriculture, Industry, Service (A-I-S)  (I-A-S)

 (I-S-A)  (S-I-A). Pola (I-S-A) adalah struktur umum dari negara-negara

industri, sedangkan pola (S-I-A) menggambarkan struktur umum bagi negara jasa pada era informasi (Winoto, 1996). Berdasarkan acuan tersebut, dan untuk membandingkan dengan perubahan struktur yang terjadi di Indonesia, maka perubahan struktur perekonomian Indonesia dari tahun 2000-2010 disajikan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Struktur PDB Indonesia, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Tahun Pertanian Industri Jasa Pola

2000 15.60 27.75 56.65 S-I-A

2001 15.29 29.05 55.66 S-I-A

2002 15.46 28.72 55.83 S-I-A

2003 15.19 28.25 56.56 S-I-A

2004 14.34 28.07 57.60 S-I-A

2005 13.13 27.41 59.47 S-I-A

2006 12.97 27.54 59.49 S-I-A

2007 13.72 27.05 59.23 S-I-A

2008 14.48 27.81 57.70 S-I-A

2009 15.30 26.37 58.33 S-I-A

2010 15.42 24.70 59.88 S-I-A

(31)

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa struktur PDB Indonesia adalah (S-I-A). Apabila pola perubahan struktur klasik yang terjadi di negara-negara maju dijadikan acuan maka dapat dikatakan bahwa perubahan struktur PDB Indonesia merupakan pola pintas. Hal ini dikarenakan, struktur PDB Indonesia tidak pernah melalui struktur tradisional (A-I-S) maupun pola awal ekonomi industri (I-A-S). tidak munculnya pola ini menunjukkan tidak meluasnya tahapan industrialisasi yang dilaksanakan Indonesia. Bisa dikatakan bahwa pertumbuhan sektor industri tidak pernah berbasiskan sektor pertanian (agroindustri). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri sangatlah lemah dan cenderung menurun (Winoto, 1996).

Menurut Arthur Lewis dalam Todaro (2009), dengan teori model dua sektornya, di mana perubahan struktural merupakan teori yang menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh negara sedang berkembang, yang semula lebih bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern dan sangat didominasi oleh struktur industri dan jasa.

Teori model dua sektor Arthur Lewis yaitu, pertama: perekonomian tradisional, diasumsikan bahwa di daerah dengan perekonomian tradisional mengalami surplus tenaga kerja. Perekonomian tradisional adalah bahwa tingkat hidup masyarakat berada pada kondisi subsisten, hal ini diakibatkan karena kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol. Hal ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja (labor surplus) sebagai suatu fakta bahwa jika tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian, maka sektor itu tidak akan kehilangan outputnya.

(32)

Berdasarkan kurva tersebut, kurva sebelah kanan atas merupakan fungsi produksi sektor pertanian, di mana total output adalah TPA, input yang dipakai adalah tenaga kerja (LA), modal dan teknologi diasumsikan konstan. Di bagian kanan bawah menunjukkan kurva produktivitas marginal tenaga kerja (MPL) dan kurva produktivitas tenaga kerja rata-rata (APL). Lewis mengasumsikan pertama

adanya “surplus tenaga kerja” atau MPL sama dengan nol. Kedua semua tenaga kerja di pedesaan menghasilkan output yang sama sehingga tingkat upah ditentukan oleh produktivitas tenaga kerja rata-rata (APL) bukan oleh produktivitas marginal tenaga kerja (MPL).

Diagram sebelah kiri atas menunjukkan kurva produksi sektor industri modern. Tingkat output (TP) ditentukan oleh input tenaga kerja LM, stok modal (KM), dan teknologi (TM) dianggap konstan. Tingkat output sebesar TPM1 dihasilkan dari input tenaga kerja (L M1), stok modal (K M1) dan teknologi(tM) diasumsikan konstan.

Gambar 2 Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor non Pertanian Berdasarkan Teori Lewis

L1

Kuantitas tenaga kerja (QLM) (ribuan)

(a) sektor modern (industri)

0

Kuantitas tenaga kerja (QLA) (jutaan)

(33)

Dalam model Lewis, stok modal di sektor modern dimungkinkan untuk bertambah dari K M1, K M2 kemudian menjadi K M3 dan seterusnya akibat dari adanya kegiatan reinvestasi keuntungan para kapitalis industri. Hal ini akan mengakibatkan tingkat output mengalami kenaikan. Dengan asumsi bahwa pasar tenaga kerja sektor modern bersifat kompetitif maka kurva produksi marginal tenaga kerja menggambarkan tingkat permintaan aktual tenaga kerja.

Tingkat upah di sektor tradisional (WA) adalah lebih rendah dari pada sektor industri (WM). Lewis berasumsi bahwa tingkat upah di sektor manufaktur/industri modern sekurang-kurangnya 30 persen lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan di sektor pertanian perdesaan di daerah perkotaan. Pada tingkat upah WA menunjukkan penawaran tenaga kerja di perdesaan tidak terbatas atau inelastis sempurna. Pada tingkat upah di perkotaan WM yang lebih tinggi dari pada upah di perdesaan WA, maka penyedia lapangan kerja disektor modern dapat merekrut tenaga kerja perdesaaan sebanyak yang mereka perlukan tanpa harus khawatir tingkat upah akan naik.

Teori pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa yang mengikutsertakan proses urbanisasi yang terjadi di antara kedua tempat tersebut. Teori ini juga membahas pola investasi yang terjadi di sektor modern dan juga sistem penetapan upah yang berlaku di sektor modern yang pada akhirnya akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada.

Proses pembangunan di Indonesia yang dilakukan secara berkesinambungan dalam pelaksanaanya mempunyai strategi pembangunan mengarah pada perubahan struktural, umumnya dari agraris tradisional menjadi industri modern. Perubahan struktural ini memiliki tiga pandangan di mana:(1) sumbangan sektor pertanian secara relatif akan merosot, sedangkan sektor non pertanian semakin besar peranannya dalam produksi nasional. (2) penduduk yang bekerja di sektor pertanian, secara absolut jumlahnya akan meningkat, namun presentasenya dalam jumlah lapangan kerja keseluruhan akan semakin kecil. Sebaliknya tenaga kerja di sektor non pertanian akan meningkat. (3) sifat produksi di semua bidang akan menjadi lebih industrial. Produksi pertanian akan semakin banyak memakai sistem industri, yaitu hasil pertanian yang diproduksi dan dipasarkan mempergunakan teknologi dan manajemen modern (Rahardjo, 1986).

Perubahan struktural merupakan suatu proses perubahan struktur baik struktur ketenaga kerjaan maupun struktur produksi di mana terjadi perubahan bentuk atau mata pencaharian dalam aktivitas ekonomi suatu masyarakat dari sektor asal yang bersifat tradisional menuju sektor lain yang bersifat modern.

(34)

jumlah pihak pencari kerja. Oleh karena itu sektor informal di perkotaan menjadi satu-satunya alternatif bagi masyarakat di sektor tradisional untuk mendapatkan lapangan pekerjaan dan mencari penghidupan. Hal ini sangat terasa di kota-kota besar provinsi yang menjadi tempat tujuan pencari kerja. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan hubungan macro-spatial kawasan perdesaan dan perkotaan. Garis putus-putus menunjukkan aliran perpindahan penduduk.

Karakteristik sektor informal antara lain sangat bervariasinya bidang kegiatan produksi barang dan jasa, berskala kecil, unit-unit produksinya dimiliki secara perorangan atau keluarga, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya), dan teknologi yang dipakai relatif sederhana. Beberapa dari sektor informal yang berhasil ini dapat beralih menjadi sektor formal yang terdaftar secara hukum dan terikat oleh peraturan ketenaga kerjaan pemerintah (Todaro, 2009). Karakteristik seperti ini juga dimiliki oleh Usaha Kecil Menengah (UKM) yang merupakan transisi tenaga kerja dari pekerjaan di sektor pertanian subsisten ke sektor non-pertanian (Rusastra et al, 2010).

Gambar 3 Hubungan Macro-spatial Kawasan Perkotaan dan Perdesaan (Hadi, 2001)

Kawasan Perdesaan Sektor Tradisional

Sektor Modern

Pasar Internasional

Sektor industri modern di perkotaan

Sektor informal di

perkotaan

Industri modern di daerah (rural

enclave)

Masyarakat miskin yang mayoritas adalah

petani miskin di perdesaan

(35)

Perubahan struktur di bidang ketenaga kerjaan dapat diartikan sebagai (1) perubahan struktur tenaga kerja dalam arti sektoral (seperti halnya dalam perubahan struktur ekonomi), (2) perubahan struktur tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor modern. Berdasarkan dua pengertian di atas, pengertian yang pertama, perubahan struktur diartikan sebagai distribusi kesempatan tenaga kerja pada setiap sektor dari waktu ke waktu. Sedangkan dalam pengertian yang kedua, perubahan struktur dianggap bahwa perlu dicari suatu titik yang dikenal sebagai turning point yang akan terjadi apabila upah disektor non pertanian dan upah disektor pertanian adalah sama secara relatif. Keadaan ini dapat memberikan sifat yang indefferent untuk bekerja disektor pertanian atau non pertanian (Swasono dan Sulistyaningsih,1993).

Perubahan struktur ekonomi yang ditandai dengan semakin menurunya peranan sektor primer dan semakin meningkatnya peranan sektor sekunder dapat diartikan bahwa pengembangan produksi disektor pertanian lebih lambat dari produksi nasional, sedangkan pertambahan produksi sektor sekunder lebih cepat dari pada pertambahan produksi nasional, demikian pula untuk sektor tersier.

Kedudukan Sektor Pertanian dalam Perekonomian

Sektor pertanian memegang peranan penting dalam sumbangan Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Tingkat pertumbuhan sektor pertanian mempunyai peranan sentral dalam kaitannya dengan pertumbuhan sektor perekonomian yang lain. Kedudukan sektor pertanian dalam struktur PDB dari tahun ke tahun semakin berkurang sejalan dengan perkembangan ekonomi. Berkurangnya peran sektor pertanian disetiap negara berbeda-beda, disatu pihak tergantung pada tingkat pertumbuhan sektor pertanian itu sendiri dan pertumbuhan sektor non pertanian. Apabila pertumbuhan sektor pertanian lebih lambat dari pertumbuhan sektor yang lainnya, maka jelas kondisi ini akan menggambarkan kedudukan relatif sektor pertanian akan merosot baik dilihat dari struktur PDB maupun kesempatan kerja. Laju pertumbuhan sektor pertanian mengalami penurunan yang signifikan yaitu 4.1 persen pada tahun 2009 menjadi 2.9 persen pada tahun 2010. Sedangkan untuk sektor non pertanian terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.

Struktur Perekonomian dan Lapangan Pekerjaan

(36)

dalam pasar kerja. Berikut disajikan pada Tabel 6 tentang pengklasifikasian lapangan pekerjaan.

Tabel 6 Pengelompokan Ulang Lapangan Pekerjaan Antara SP1990, SP2000, dan SP2010

Kategori

Klasifikasi lapangan pekerjaan

SP1990 SP2000 SP2010

1. Pertanian 1. Pertanian, kehutanan,

(37)

an, sosial dan perseorangan 10.Kegiatan yang

tidak/belum jelas

Sumber: BPS, 2010

Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam menyediakan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang terus bertambah, hal ini menjadi lebih sentral jika penciptaan lapangan kerja dan penyerapan angkatan kerja disektor non pertanian tidak lebih cepat dari pertumbuhan angkatan kerja. Hal ini terjadi jika sektor non industri yang dikembangkan hanyalah yang berorientasi pada jenis teknologi padat modal atau terjadi stagnasi dalam sektor non industri.

Pada awal pembangunan, penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian sangatlah besar, yang mencirikan dominasi sektor pertanian dalam perekonomian nasional. Berdasarkan lapangan pekerjaan pada Februari 2011, dari 111.3 juta orang yang bekerja, sektor pertanian masih mendominasi yaitu 4.25 juta orang (38.16 persen), kemudian sektor perdagangan 23.2 juta orang (20.88 persen), dan sektor jasa kemasyarakatan sebesar 17 juta orang (15.30 persen) (BPS, 2011).

Secara absolut output sektor pertanian masih mengalami peningkatan yang cukup berarti, meskipun secara persentase kontribusi sektor pertanian semakin berkurang dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan output sektor pertanian lebih lambat dari sektor non pertanian. Sulistyaningsih (1997) dalam penelitiannya tentang dampak perubahan struktur ekonomi terhadap struktur penyerapan tenaga kerja di Indonesia (suatu pendekatan input output) mengungkapkan bahwa di Indonesia telah terjadi perubahan struktur ekonomi dari ekonomi yang didominasi oleh sektor pertanian kesektor manufaktur dan jasa, yang mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dari sektor pertanian.

Mobilitas Tenaga Kerja Pertanian

(38)

yang tradisional, (2) sektor pertanian mempunyai kelebihan jumlah tenaga kerja sehingga menghadapi masalah pengangguran terbuka dan tersembunyi yang serius (Sukirno, 1985).

Tahapan perubahan tenaga kerja seperti yang diungkapkan oleh Fei-Ranis (FR) dibagi menjadi tiga tahapan berdasarkan pada produktivitas marjinal (PM) dan upah yang dianggap konstan dan ditetapkan secara eksogenus. Pada tahap pertama, tenaga kerja melimpah sehingga PM tenaga kerja sama dengan atau mendekati nol dan walaupun terjadi pengurangan tenaga kerja, total produksi pertanian tidak menurun, produktivitas tenaga kerja meningkat, dan sektor industri dapat tumbuh karena didukung oleh tambahan tenaga kerja yang disediakan oleh sektor pertanian. Tahap kedua, pengurangan satu-satuan tenaga kerja disektor pertanian akan menurunkan produksi karena PM sudah postif tetapi masih lebih kecil dari tingkat upah institusional. Pengurangan akan tetap terjadi walaupun mengakibatkan produksi menurun. Pada tahap ketiga merupakan tahap komersialisasi dikedua sektor ekonomi, di mana produsen akan mempertahankan tenaga kerjanya sehingga masing-masing sektor harus berusaha secara efisien (Fei dan Ranis, 1964).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian dan Non Pertanian

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi dengan daya serap tenaga kerja yang tinggi. Sebagai sektor penyerap tenaga kerja terbesar, maka sektor pertanian merupakan sumber tenaga kerja bagi sektor non pertanian tanpa harus menghadapi kemerosotan tingkat produksi. Dengan prasyarat terlebih dahulu harus terjadi kenaikan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Peningkatan produktivitas disektor pertanian memungkinkan adanya pergeseran (transformasi) ke sektor non pertanian tanpa ada kehawatiran terjadi kemerosotan produksi (Sagir, 1996).

(39)

Kasryno (1984) menyatakan bahwa kesempatan kerja di perdesaan terutama dipengaruhi oleh permintaan tenaga sektor pertanian dan sektor non pertanian, mobilitas tenaga kerja dan pertumbuhan angkatan kerja.Sedangkan menurut Sawit (1986), permintaan tenaga kerja ditentukan oleh pola musim tanaman utama disuatu daerah. Terdapat dua hal yang mempengaruhi pasar tenaga kerja yaitu: (1) masa kekurangan pekerjaan di desa yaitu pada masa sepi dalam kegiatan pertanian, di mana pada masa ini kegiatan non pertanian semakin menonjol, (2) masa sibuk pertanian di mana permintaan tenaga kerja begitu tinggi dan upah diperkirakan akan meningkat dimasa tersebut. Penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh intensitas dan pola tanam, oleh karena itu guna peningkatan kesempatan kerja disektor perlu ditunjang oleh peningkatan produksi. Salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah adalah perbaikan dalam penyediaan irigasi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi. Secara umum, penciptaan kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu proses produksi dan pasar. Selain itu, dibutuhkan investasi agar proses produksi berjalan.

Produktivitas dan tingkat upah buruh tani dipengaruhi oleh pergeseran permintaan jenis tenaga kerja disektor pertanian (Djauhari, et al, 2000). Jenis penawaran dan permintaan tenaga kerja pertanian dipengaruhi oleh pergeseran pasar tenaga kerja dan pertumbuhan di luar sektor pertanian, yang akan berdampak terhadap mobilitas dan kesempatan kerja. Sementara yang dapat menciptakan kesempatan kerja hanyalah pembangunan disetiap sektor pertanian maupun non pertanian yang saling terkait.

(40)

Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor non Pertanian

Ciri yang semakin menonjol dalam pembangunan ekonomi adalah semakin meningkatnya peranan sektor non pertanian, sementara itu terjadi penurunan peran sektor pertanian, dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi sejalan dengan perkembangan industri. Pergeseran peranan sektor ekonomi, tentu berpengaruh terhadap pergeseran tenaga kerja. Pergeseran tenaga kerja adalah gerak dan perpindahan seorang pekerja di dalam lingkungan kerja atau lapangan kerja tertentu. Ukuran yang digunakan adalah persentase jumlah berdasarkan tahun-tahun tertentu. Dampak yang timbul dari perkembangan industri ini adalah terjadinya perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.

Kemajuan pembangunan ekonomi sering dihubungkan dengan perubahan struktur perekonomian suatu negara, mulai dari yang didominasi oleh sektor pertanian sampai didominasi oleh sektor indusutri sering dikatakan bahwa tekanan penduduk disektor pertanian memaksa penduduk mencari pekerjaan di luar sektor pertanian.

Pertumbuhan ekonomi ditandai oleh terjadinya perubahan struktur ekonomi, adanya peningkatan produktivitas dan partisipasi tenaga kerja (Sawit, 1986). Kenaikan produktivitas tenaga kerja disektor pertanian dapat dipercepat dengan cara memberikan kesempatan kerja yang lebih besar disektor non pertanian, baik yang ada di desa maupun yang ada di kota dan kegiatan tersebut harus dikembangkan ke arah yang saling menunjang antar sektor. Perkembangan ekonomi perdesaan telah merubah struktur ketenaga kerjaan di perdesaan. Berkembanganya kegiatan non pertanian telah mengakibatkan peralihan tenaga buruh pertanian non pertanian ke non pertanian yang akan membawa masalah dalam penyediaan tenaga kerja usaha tani. Faktor-faktor seperti upah, sifat pekerja, dan biaya akan mengakibatkan perubahan struktur tenaga kerja (Rachmat, 1992).

Sigit (1989) menyatakan faktor penyebab perubahan struktur tenaga kerja secara umum adalah: (1) tingkat pendidikan penduduk usia muda yang makin meningkat, (2) perubahan norma-norma yang berhubungan dengan jenis dan situasi pekerjaan dikalangan pencari kerja dan masyarakat secara umum, (3) adanya peluang untuk bekerja atau berusaha di luar sektor pertanian, dan (5) upah riil sektor pertanian yang relatif rendah.

(41)

Pergeseran kesempatan kerja ini dapat diartikan sebagai proporsi jumlah tenaga kerja yang bekerja disektor pertanian semakin berkurang, kemudian pencurahan jam kerja tenaga kerja di sektor pertanian semakin berkurang dan mengalihkannya kepada pekerjaan-pekerjaan disektor non pertanian. Bila dilihat dari rasionya, rasio tenaga kerja disektor pertanian dengan sektor non pertanian semakin kecil. Rasio yang kecil ini menunjukkan adanya perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.

Tinjauan Studi Terdahulu

Kesempatan kerja di sektor pertanian yang terbatas sebagai akibat dari pertambahan penduduk akan menimbulkan pergeseran pola kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Sawit (1986) dalam penelitiannya tentang perubahan kesempatan kerja dan tingkat upah di perdesaan Jawa dengan menggunakan metode tabulasi dan deskriptif mengungkapkan bahwa pada masa yang akan datang, peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja akan semakin mengecil dan berbanding terbalik dengan produktivitasnya yang semakin meningkat. Hal tersebut terjadi akibat semakin berkembangnya teknologi yang sedikit demi sedikit mengakibatkan peranan tenaga kerja pertanian semakin berkurang, adanya pergesaran pola tanam serta investasi besar-besaran di sektor pertanian.

Rachmat (1992) menyatakan bahwa transformasi tenaga kerja sektor pertanian ke sektor non pertanian merupakan interaksi antara faktor pendorong dari dalam sektor pertanian dan faktor penarik dari luar sektor pertanian. Faktor pendorong meliputi: (1) perubahan sikap mental tenaga kerja terhadap modernisasi sehingga aktivitas usaha tani tidak menarik, (2) upah sektor pertanian cenderung tetap (rilnya turun). Sedangkan faktor penarik yang berasal dari sektor non pertanian adalah: (1) timbulnya kesempatan kerja disektor non pertanian, (2) kenyamanan bekerja disektor non pertanian relatif lebih baik, (3) upah lebih tinggi dibandingkan dengan upah di sektor pertanian, (4) daya tarik kota/daerah industri, dan (5) assesibilitas dan komunikasi yang semakin baik. Selain itu, Rafiqoh (1994) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi dan produktivitas pekerja di Provinsi Kalimantan Timur, menyatakan bahwa jarak, tingkat industrialisasi, tingkat pendidikan, rasio upah nyata antar daerah asal dengan daerah tujuan dan kesempatan kerja merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk melakukan migrasi.

(42)

pertanian mengalami penurunan, hal ini berarti bahwa peningkatan upah akan mengurangi jumlah orang yang bekerja di sektor non pertanian. Selain itu, Yennetri (1998) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke non pertanian. Mengemukakan bahwa keterbatasan modal, teknologi dan skala usaha merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.

Erikasari (2005) menganalisis kesempatan kerja, migrasi dan transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di DI Yogyakarta menyatakan bahwa peningkatan produk domestik regional bruto sektor pertanian dan sektor non pertanian secara bersamaan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian sedangkan pada sektor non pertanian mengalami penurunan, juga meningkatkan transformasi tenaga kerja. Disaat yang sama, migrasi keluar mengalami penurunan. Peningkatan upah disektor pertanian dan sektor non pertanian secara bersamaan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian sedangkan pada sektor non pertanian mengalami penurunan, juga meningkatkan transformasi tenaga kerja. Peningkatan investasi secara bersamaan meningkatkan kesempatan kerja kedua sektor. Peningkatan upah dan investasi kedua sektor secara bersamaan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian, namun pada sektor non pertanian mengalami penurunan.

Lebih lanjut Ediana (2006) menganalisis struktur ekonomi dan kesempatan kerja sektor pertanian dan non pertanian serta kualitas sumber daya manusia di Indonesia, menyatakan bahwa perubahan struktur output (produk domestik bruto) yang terjadi belum sepenuhnya diikuti oleh perubahan struktur ketenaga kerjaan. Keadaan ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara struktur ekonomi dengan struktur ketenaga kerjaan. Kesempatan kerja dan besarnya investasi pada sektor pertanian memberikan pengaruh positif terhadap PDB sektor pertanian, namun tidak responsif terhadap produk PDB sektor pertanian. Kesempatan kerja sektor pertanian berpengaruh positif terhadap transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, sebaliknya kesempatan kerja sektor non pertanian berpengaruh negatif terhadap transformasi tenaga kerja. Perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian responsif terhadap perubahan kesempatan kerja sektor pertanian, tetapi tidak responsif terhadap perubahan kesempatan kerja sektor non pertanian (manufaktur dan jasa).

Kerangka Pemikiran

(43)

penduduk usia 15 – 64 tahun sebagai tenaga kerja. Indonesia menggolongkan penduduk usia 15 tahun keatas sebagai TPAK (BPS).

Berdasarkan data sensus penduduk, jumlah penduduk yang bekerja mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Dalam pengertian ini kesempatan kerja bukanlah lapangan pekerjaan yang masih terbuka, walaupun komponen yang terakhir ini akan menambah kesempatan kerja yang ada di waktu yang akan datang (Rusli, 1982).

Beberapa hasil penelitian yang membahas ketenaga kerjaan sering menggambarkan proses perubahan tenaga kerja perdesaan dengan terjadinya mobilitas dari desa ke kota atau transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Sejalan dengan hal tersebut, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian diantarannya adalah rasio upah antara sektor pertanian dan sektor non pertanian, pertumbuhan penduduk, kesempatan kerja yang semakin terbatas di sektor pertanian aksesibilitas antara perdesaan dan perkotaan dalam transportasi dan komunikasi, penerapan teknologi, dan adanya perubahan sikap mental tenaga kerja terhadap modernisasi yang terjadi terutama akibat perbaikan tingkat pendidikan dan status sosial yang berakibat aktivitas usaha pertanian dirasa kurang menarik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sektor pertanian tersebut dapat pula mempengaruhi pergeseran kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, di mana faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu faktor pendorong dari sektor pertanian dan faktor penarik dari sektor non pertanian. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa terjadinya pergeseran kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian terjadi karena interaksi faktor pendorong dengan faktor penarik dari sektor non pertanian (Rachmat, 1990).

Proses perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di Provinsi Lampung bukan saja diakibatkan dari terbatasnya kesempatan kerja pada sektor pertanian, namun disebabkan juga oleh pandangan bahwa bekerja di sektor non pertanian lebih menjanjikan dan pandangan bahwa bekerja di sektor pertanian tidak akan lebih baik dibandingkan bekerja di sektor non pertanian.

(44)

Teori Perubahan Struktural

Perubahan struktural merupakan proses yang terjadi dari sistem ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern. Perubahan struktur atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi modern secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi permintaan, perdagangan, produksi, dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita. Definisi tersebut telah dinyatakan oleh Chenry, Robinson dan Syrquin (1986) dalam Sulistyaningsih (1997).

Teori transformasi struktural Fisher (1975) menekankan transformasi struktural dari segi adanya pergeseran tenaga kerja dan investasi yang bersifat permanen dari sektor pertanian ke sektor industri dan akhirnya ke sektor jasa. Perkembangan selanjutnya, bahwa pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan transformasi dapat dicapai dengan cara meningkatkan produktivitas pada setiap sektor dan mengalihkan tenaga kerja dari sektor dengan produktivitas rendah ke sektor dengan produktivitas tinggi. Transformasi struktur produksi ditandai dengan terjadinya penurunan pangsa relatif sektor pertanian terhadap pendapatan domestik bruto. Keadaan ini menunjukkan relatif lambatnya peningkatan laju pertumbuhan produksi dan nilai tambah bruto sektor pertanian terhadap sektor non pertanian (Anwar, 1983). Fisher-Clark berpendapat bahwa semakin tinggi pendapatan suatu negara, maka pangsa sektor pertanian semakin kecil. Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan pendapatan yang akan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa, sebaliknya laju permintaan terhadap barang-barang pertanian semakin menurun karena elastisitas pendapatan terhadap permintaan lebih rendah dari barang-barang non pertanian.

Penurunan pangsa sektor pertanian bukan berarti bahwa peranan sektor pertanian selama pertumbuhan ekonomi makin surut. Menurut Mellor (1982) selama masa pertumbuhan tersebut sektor pertanian masih memberikan sumbangan yang penting dalam proses pertumbuhan ekonomi yaitu: (1) mencukupi permintaan yang meningkat terhadap produksi hasil-hasil pertanian karena meningkatnya pendapatan, (2) meningkatkan pemasukan devisa karena meningkatnya ekspor pertanian, (3) memasok tenaga kerja ke sektor non pertanian, (4) memasok modal dan bahan mentah untuk pertumbuhan industri, dan (5) pasar bagi barang-barang industri.

Gambar

Tabel 1 Laju Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010 (Persen)
Tabel 2  Penduduk Berumur 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009-2011 (juta orang)
Tabel 3 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2011
Tabel 4  Banyaknya Desa/Kelurahan, Rumah Tangga, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk per Km2 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

pada Tuhan, kita semua diharapkan semakin menjadi mistikus sejati, yaitu semakin menyatu.. dengan

There are two kinds of sources used in this study, namely the primary source, which is the three short stories mentioned above, and secondary sources from references, books

Asuhan keperawatan pada pasien gastritis di Ruang Mawar rumah sakit Hospital Cinere Depok.. Sistem

PROGRAM LAYANAN KONSELING UMTUK MEREDUKSI KECEMASAN AKADEMIK PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN TEKNIK RESTRUKTURISASI KOGNITIF.. Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu

Maksud dan tujuan dari pembuatan skripsi ini adalah untuk membangun sebuah aplikasi perhitungan gerak lurus fisika berbasis android untuk dapat memberikan hasil

Pelanggaran atas pencemaran perairan mengakibatkan tanggung jawab mutlak bagi si pelaku, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 35 Ayat 1 UU No.23 Tahun 1997

Bila berat mangga mengikuti distribusi normal, berapa probabilitas bahwa berat buah mangga mencapai kurang dari 250 gram sehingga akan diprotes oleh konsumennya. Penerapan

diharapkan tersebut, maka kajian dalam kegiatan perkuliahan ini membahas berbagai jenis media pembelajaran fisika yang relevan dengan tuntutan Standar Nasional